hubungan antara iklim sekolah dengan burnout pada guru...
TRANSCRIPT
4
Pendahuluan
Aqib (2002) mengatakan bahwa guru adalah faktor penentu bagi
keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta
sumber dalam kegiatan belajar mengajar.
Sudarsyahasep (dalam Kompas, 12 Mei 2013) mengatakan
bahwa, tugas guru selain mengajar dan mendidik, guru juga memiliki
kewajiban dalam mempersiapkan hal-hal yang bersifat administratif,
semisal membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus,
buku penilaian, program evaluasi, melakukan analisis hasil evaluasi,
membuat daftar nilai, grafik absen, membuat buku mutasi siswa,
melakukan tes atau mendata penerimaan siswa baru, membuat catatan
prestasi dan hasil belajar siswa, dll. Pekerjaan guru sangatlah tidak
mudah selain mengerjakan pekerjaan yang ada dirumah, mereka juga
mengerjakan pekerjaan yang menumpuk yang ada disekolah, terkadang
banyak waktu yang terkuras hanya untuk memikirkan permasalahan
tanggung jawab di sekolah. Terkadang waktu yang sudah diberikan
masih kurang sehingga terpaksa guru membawa pekerjaan dan
diselesaikan dirumah.
Dengan adanya berbagai tugas atau peran guru di bidang
pendidikan, guru akan mengalami stress kerja. Stress yang
berkepanjangan dan menumpuk, akan menimbulkan burnout pada guru.
Stress kerja juga seringkali dihubungkan sebagai salah satu fakgor
burnout (Widiastuti dan Astuti, 2008). Seorang guru terkadang di
perhadapkan dengan situasi yang negatif, misalkan perilaku anak didik
yang susah diatur, akan menimbulkan ketegangan emosional pada guru.
Apabila situasi tersebut berlangsung terus menerus terjadi akan menguras
5
sumber energi dalam tubuh. Ketegangan emosional akan menjadi
sindrom burnout (Rahman, 2007).
Burnout adalah suatu kondisi dari stress kerja yang di akibatkan
oleh banyaknya pekerjaan (Schultz, 2005). Burnout merupakan kondisi
emosional dimana seorang merasa lelah dan jenuh secara fisik maupun
mental, sebagai akibat dari meningkatnya tuntutan pekerjaan (Rahman,
2007). Greenberg (2002) mengatakan bahwa burnout dapat terjadi pada
siapa saja, biasanya terjadi pada para pekerja professional seperti petugas
sistem, polisi, guru, psikolog, perawat.Hal ini terjadi dikarenakan
individu menghadapi banyak berbagai persoalan dalam pekerjaan dan
tuntutan yang berhubungan dengan relasi manusia seperti klien atau
siswa, tingkat dalam mencapai suatu keberhasilan kerja sangatlah rendah
karena kurangnya serta kurangnya penghargaan yang adekuat terhadap
kinerja (Rahman, 2007).
Guru yang mengalami burnout akan mengalami kelelahan
psikologis, dan dampak yang negatif pada perilaku guru, sikap guru
dalam mengatasi masalah, dan akan berakibat dalam minat bekerja guru,
kinerja yang dimiliki guru akan menurun juga. Selain hal tersebut akan
memicu guru untuk melakukan sikap-sikap anarkis. Jika perilaku guru
negatif maka akan memicu anak didik untuk melakukan tindakan yang
serupa, karena guru merupakan teladan bagi anak didiknya dan menjadi
wakil dari orang tua (Daradjat, 1980).
Menurut Simamora (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi
burnout antara lain: a) kurangnya dukungan sosial dari atasan, b) imbalan
yang diberikan atau tidak tepat, c) pekerjaan yang berulang-ulang atau
memberikan sedikit ruang gerak bagi kreativitas, d) kondisi kerja yang
tidak menyenangkan atau menekan dan e) pekerjaan yang monoton atau
6
tidak variatif. Sementara itu Baron dan Greenberg (dalam Rahman, 2007)
membagi faktor-faktor yang memengaruhi burnout menjadi dua yaitu:
Faktor eksternal berupa kondisi sekolah kerja, yang meliputi lingkungan
kerja yang kurang baik, kurangnya kesempatan untuk promosi, adanya
prosedur atau aturan yang kaku yang membuat orang merasa terjebak
dalam sistem yang tidak adil, gaya kepemimpinan yang diterapkan
supervisor yang kurang memperhatikan kesejahteraan karyawan, dan
tuntutan pekerjaan, dan faktor internal adalah kondisi yang berasal dari
diri individu, meliputi jenis kelamin, usia, harga diri, tingkat pendidikan,
masa kerja dan karakteristik kepribadian serta kemampuan
penanggulangan terhadap stress (coping with stress).
Dari semua faktor-faktor di atas, iklim sekolah merupakan salah
satu faktor yang penting yang memiliki hubungan dengan burnout yang
terjadi.Iklim sekolah adalah serangkain sifat lingkungan kerja, yang
dinilai langsung atau tidak langsung oleh karyawan yang dianggap
menjadi kekuatan utama dalam memengaruhi perilaku karyawan (Sagala,
2009). Adapun maksud dari Sagala adalah iklim sekolah merupakan
suatu ciri khas atau karakter dari lingkungan kerja dan karyawanlah yang
menilainya secara langsung selama menjadi bagian sekolah tersebut, dan
karakter yang dimiliki sekolah tersebut memiliki pengaruh atau dampak
tersendiri pada perilaku karyawan. Seorang guru yang sering mengalami
stress yang berkelanjutan akan menimbulkan kelelahan psikologis pada
guru tersebut, motivasi menurun dan burnout, adapun yang menyebabkan
guru tersebut mengalami stress karena faktor lingkungan kerja, rekan
kerja yang kurang sesuai harapan, serta hubungan antara karyawan dan
atasan kurang terjalin dengan baik (iklim sekolah).
7
Arikunto (1990) mengemukan bahwa, Iklim sekolah dibedakan
ke dalam dua macam yakni iklim sekolah yang kondusif (positif) dan
iklim sekolah yang tidak kondusif (tidak baik/negatif). Iklim sekolah
yang kondusif adalah suatu keadaan iklim dimana terdapat suasana yang
mendukung guru untuk meningkatkan prestasi, adanya suasana
kekeluargaan, dan kebebasan dalam berpendapat, serta relasi yang
harmonis dengan rekan sekerja, dan terdapat tali persaudaraan.
Sedangkan iklim sekolah yang tidak baik adalah suatu iklim yang terjadi
dalam sekolah yang mana dalam bekerja terdapat ketidakselarasan dalam
bertindak, kurangnya interaksi antar anggota, ketidak jelasan kebijakan
sekolah, kurangnya individu dalam berpendapat.
Iklim yang kondusif akan menimbulkan seorang guru betah atau
berlama-lama untuk bekerja, merasa nyaman dalam bekerja, motivasi
kerja semakin meningkat, keinginan guru untuk berprestasi semakin
tinggi (Mulyasa, 2011). Apabila keadaan lingkungan yang kurang
kondusif membuat seorang guru merasa cemas, menurunnya motivasi
yang dimiliki, stress yang berkepanjangan dan burnout.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Grayson & Alvarez (2007)
dikatakan bahwa adanya hubungan antara iklim sekolah dengan dimensi-
dimensi dalam burnout (depersonalisasi, kelelahan emosional dan
menurunnya motivasi individu) jadi dapat dikatakan bahwa iklim sekolah
memiliki pengaruh pada burnout pada guru. Kemudian Kumar & Singh
(2013) bahwa adanya hubungan negatif yang tidak signifikan antara
iklim sekolah dan dua dimensi burnout yaitu kelelahan emosi dan
dipersonalisasi pada guru. Namun ada hubungan positif yang tidak
signifikan antara iklim sekolah dan menurunnya prestasi individu
(dimensi ketiga burnout).
8
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada
kepala sekolah, guru, dan siswa di SMP Negeri 2 Sukolilo pada hari
Selasa 20 Agustus 2013, diungkapkan bahwa guru-guru di SMP Negeri 2
Sukolilo mengajarkan kedisiplinan kepada anak-anak seperti adanya
sanksi bagi siswa yang terlambat masuk sekolah. Guru-guru di SMP
Negeri 2 Sukolilo juga terlihat tidak terlalu bersemangat dalam bekerja.
Ini terlihat dari ekspresi wajah yang cemberut, jalannya terlihat lesu.
Beberapa guru bahkan memanfaatkan waktu kosong mereka untuk
bercerita di dalam perpustakan. Topik yang dibahas bermacam-macam
mulai dari gaji yang tidak sesuai, siswa yang sulit di atur, sampai kepada
sertifikasi guru. Selain itu, hubungan guru dan siswa terjalin kurang
harmonis, dimana mereka masih mengenal sistem kasta sehingga siswa
harus mengormati guru. Guru belum mampu menjadi sahabat bagi siswa
sehingga siswa seringkali melanggar aturan bahkan takut untuk
mengemukakan pendapat. Selain daripada itu berdasarkan hasil
wawancara dengan wakil kepala sekolah diungkapkan bahwa ada
beberapa guru yang mengalami perasaan malas saat bekerja. Alasan yang
disampaikan mereka adalah bahwa siswa di sekolah disini sulit untuk
diberi tahu dan bandel. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa
guru pada hari Selasa, tanggal 20 Agustus 2013 diungkapkan bahwa
individu sempat mengalami kesulitan tidur (insomnia) akibat banyak
tugas yang diberikan pihak sekolah. Banyaknya tugas dan tuntutan
tanggung jawab yang diberikan secara berlebihan ini berdampak pada
menurunnya motivasi dalam diri guru dan membuat guru merasa lelah
bahkan stres. Selain itu, ada juga guru yang mengeluh karena kurangnya
perhatian dari siswa, banyak siswa yang terlambat masuk kelas, bahkan
membolos. Siswa seringkali membuat keributan di dalam kelas yang
9
membuat dan tidak memerhatikan guru di dalam kelas sehingga guru
menjadi marah. Menurut wawancara pada hari Sabtu, tanggal 20 Juli
2013 dengan salah satu siswa di sekolah ini diungkapkan bahwa guru
perempuan lebih mudah emosi atau marah dibandingkan guru pria.
Hipotesa dalam penelitian ini adalah:
H0: Tidak ada hubungan negatif signifikan antara iklim organisasi
sekolah dengan burnout pada guru SMP N 2 Sukolilo.
H1: Adanya hubungan yang negatif signifiksn antara iklim organisasi
sekolah dengan burnout pada guru SMP N 2 Sukolilo.
Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi untuk melihat
hubungan antara iklim sekolah dengan burnout pada guru SMP N 2
Sukolilo.
Partisipan
Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang,
yaitu guru SMP Negeri 2 Sukolilo, Pati.
Prosedur sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini teknik
sampling jenuh yaitu jumlah populasi di jadikan sampel dalam
pengambilan data.
Pengukuran
Hasil uji seleksi item dan reliabilitas pada putaran pertama dari
iklim sekolah dengan 38 item didapatkan koefisien reliabilitas sebesar
10
0,848 yang berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel. Kemudian item
yang gugur berjumlah 10 item, yaitu nomor 5, 11, 15, 20, 21, 26, 27, 28,
36, 37. Penentuan-penentuan uji lolos diskriminasi item menggunakan
ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala
pengukuran dapat dikatakan lolos apabila ≥0,30. Pada pengujian kedua
(lampiran C) didapatkan perubahan koefisien reliabilitas sebesar 0,918
dengan jumlah item tidak ada yang gugur. Nilai korelasi item total
bergerak antara 0,374-0,688.
Hasil uji seleksi item dan reliabilitas pada putaran pertama dari
Burnout dengan 22 item didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,850
yang berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel. Jumlah item gugur
adalah 6 item yaitu nomor 4, 5, 11, 14, 18, 19. Penentuan-penentuan uji
lolos diskriminasi item menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang
menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan lolos
apabila ≥0,30. Selanjutnya pada putaran kedua untuk mengukur
reliabilitas pengukuran dan daya diskriminan setelah mengeluarkan item
gugur.Pada putaran kedua, hasil pengujian reliabilitas skala mengalami
perubahan menjadi 0,893 dengan minimal indeks daya diskriminan item
sebesar 0,30
Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan angket atau skala psikologi
Desain penelitian
Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain korelasional
11
Prosedur penelitian
Setelah semua data yang diperoleh terkumpul, peneliti mulai
melakukan analisis data. Analisis data yang digunakan adalah korelasi
product moment untuk menghitung korelasinya. Setelah itu digunakan uji
normalitas menggunakan kolmonogrov-smirnof dan linearilitas
menggunakan anova.
Hasil
Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran Iklim Sekolah
Descriptive Statistics
N
Minimu
m
Maximu
m Mean
Std.
Deviation
Iklim sekolah 30 103 140 114.50 9.284
Valid N
(listwise) 30
Dari data di atas tampak skor empirik yang diperoleh pada skala
iklim sekolah paling rendah adalah 103 dan skor paling tinggi adalah
140, rata-ratanya adalah 114,50 dengan standar deviasi 9.284
Kategorisasi Pengukuran Skala Iklim Sekolah
No Interval Kategori Mean N Persentase
1 117,6 ≤ x ≤ 140 Sangat
Tinggi
8 26,67%
2 95,2 ≤ x<117,6 Tinggi 114.50 22 73,33%
3 72,8 ≤ x<95,2 Sedang 0 0%
4 50,4 ≤ x <72,8 Rendah 0 0%
5 28 ≤ x <50,4 Sangat 0 0%
12
Rendah
Jumlah 30 100%
SD = 9,248 Min = 103 Max = 140
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa semua guru yang
berjumlah 8 orang memiliki skor iklim sekolah yang berada pada
kategori sangat tinggi dengan persentase 26,67%, 22 guru memiliki
skor iklim sekolah yang berada pada kategori tinggi dengan
persentase 73,33%, dan tidak ada guru yang memiliki iklim sekolah
pada kategori sedang, rendah, dan sangat rendah dengan persentase
0%. Berdasarkan rata-rata sebesar 114,50 dapat dikatakan bahwa
rata-rata iklim sekolah guru berada pada kategori tinggi. Skor yang
diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 103 sampai
dengan skor maksimum sebesar 140 dengan standard deviasi 9,248.
Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran Skala Burnout
Descriptive Statistics
N
Minimu
m
Maximu
m Mean
Std.
Deviatio
n
Burnout 30 16 58 33.67 7.189
Valid N (listwise) 30
Dari data di atas tampak skor empirik yang diperoleh pada skala
burnout, skor paling rendah adalah 16 dan skor paling tinggi adalah
58, rata-ratanya adalah 33,67 dengan standar deviasi 7,189
13
Kategorisasi Pengukuran Skala Burnout
No Interval Kategori Mean N Persentase
1 67,2 ≤ x ≤ 80 Sangat
Tinggi
0 0%
2 54,4 ≤ x < 67,2 Tinggi 1 3,33%
3 41,6 ≤ x < 54,4 Sedang 1 3,33%
4 28,8 ≤ x < 41,6 Rendah 33,67 21 70%
5 16 ≤ x < 28,8 Sangat
Rendah
7 23,34%
Jumlah 30 100%
SD = 7,189 Min = 16 Max = 58
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, dapat dilihat bahwa tidak
yang guru memiliki skor burnout yang berada pada kategori
sangat tinggi dengan persentase 0 %, 1 guru memiliki skor
burnout yang berada pada kategori tinggi dengan persentase
3,33%, 1 guru memiliki skor burnout yang berada pada
kategori sedang dengan persentase 3,33%, 21 guru memiliki
skor burnout yang berada pada kategori rendah dengan
persentase 70%, dan 7 guru yang memiliki skor burnout yang
berada pada kategori sangat rendah dengan persentase 23,34%.
Berdasarkan rata-rata sebesar 33,67, dapat dikatakan bahwa
rata-rata burnout yang dialami oleh guru berada pada kategori
rendah. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor
minimum sebesar 16 sampai dengan skor maksimum sebesar
58 dengan standard deviasi 7,189.
Uji Normalitas
Uji asumsi dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah
data yang telah memenuhi asumsi analisis sebagai syarat untuk
14
melakukan analisis dengan teknik korelasi Pearson Product
Moment. Pengujian uji normalitas dilakukan dengan melihat
hasil uji Kolmogorov-Smirnov.
Uji Normalitas Iklim Sekolah Dengan Burnout
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
iklim
sekolah Burnout
N 30 30
Normal
Parametersa
Mean 114.50 33.67
Std. Deviation 9.284 7.189
Most Extreme
Differences
Absolute .186 .188
Positive .186 .188
Negative -.108 -.130
Kolmogorov-Smirnov Z 1.021 1.030
Asymp. Sig. (2-tailed) .248 .239
Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas di atas, kedua
variabel memiliki signifikansi p>0,05. Variabel iklim sekolah
memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,1021 dengan probabilitas (p)
atau signifikansi sebesar 0,248 (p>0.05). Oleh karena nilai
signifikansi p>0,05, maka distribusi data iklim sekolah
berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada variable burnout
yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,1030 dengan probabilitas
(p) atau signifikansi sebesar 0,239. Dengan demikian data
burnout juga berdistribusi normal.
15
b. Uji Linearitas
Uji linieritas dilakukan untuk menguji integritas hubungan
data yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dengan kata lain,
pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel
bebas berhubungan dengan variabel terikat atau tidak. Untuk
perhitungannya, uji linieritas dilakukan dengan menggunakan
SPSS seri 17.0 for windows yang dapat dilihat pada tabel
berikut:
Hasil Uji Linearitas Iklim Sekolah Dengan Burnout
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
bur
nou
t *
ikli
m
sek
ola
h
Between
Groups
(Combined) 1332.500 17 78.382 5.661 .002
Linearity 687.626 1 687.626
49.65
8 .000
Deviation
from Linearity 644.874 16 40.305 2.911 .034
Within Groups 166.167 12 13.847
Total 1498.667 29
Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,2911
dengan sig.= 0,034 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara iklim
sekolah dengan burnout adalah tidak linear
16
Hasil Uji Korelasi antara Iklim Sekolah Dengan Burnout
Correlations
iklim sekolah Burnout
iklim sekolah Pearson
Correlation 1 -.677
**
Sig. (1-tailed) .000
N 30 30
burnout Pearson
Correlation -.677
** 1
Sig. (1-tailed) .000
N 30 30
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh
koefisien korelasi antara iklim sekolah dengan burnout sebesar
-0,677 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti antara iklim
sekolah dengan burnout ada hubungan negatif yang signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi iklim sekolah,
maka akan semakin rendah burnout yang dialami oleh para
guru. Besarnya variasi burnoutdenganiklim sekolah dapat
menjelaskan bahwa iklim sekolah memberikan kontribusi
terhadap burnout sebesar 46% (diperoleh dari r²) dan sisanya
sebesar 54% yangdipengaruhi oleh faktor lain diluar iklim
sekolah yang dapat berpengaruh terhadap burnout.
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara iklim
sekolah dengan burnout pada guru SMP Negeri 2 Sukolilo,
didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang negatif antara
iklim sekolah dengan burnout pada guru SMP Negeri 2
Sukolilo. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya
17
memiliki r sebesar -0,677 dengan signifikansi sebesar 0,000
(p<0,05) yang berarti kedua variabel yaitu iklim sekolah
dengan burnout ada hubungan negatif yang signifikan.
Hasil penelitian ini mendukung yang diutarakan oleh
Lavian, (2012) bahwa penelitian yang dilakukan antara iklim
organisasi sekolah/iklim sekolah dengan burnout ke beberapa
sekolah antara lain sekolah regular, sekolah berpusat pada
sumber daya lokal dan sekolah khusus. Dinyatakan bahwa guru
yang mengajar di sekolah di sekolah yang regular dan khusus
dinyatakan bahwa ada hubungan antara iklim sekolah dengan
burnout pada guru sedangkan di sekolah sumber daya manusia
lokal dinyatakan bahwa terdapat korelasi yang negatif
signifikan, hal ini terjadi karena iklim sekolah yang
dikategorikan kondusif sehingga guru untuk mengalami
burnout sangat sedikit.
Dalam dunia pendidikan burnout merupakan suatu kondisi
dimana individu mengalami kelelahan psikologis dan
ditunjukkan melalui perilaku sinisme, yang terjadi secara
berulang kali pada anggota sekolah. Maslach dan Jackson
(1981) menegaskan bahwa burnout merupakan kondisi dimana
individu mengalami kelelahan psikologis yang ditunjukkan
dengan adanya perubahan sikap yang negatif misalkan marah,
geram, kinerja menurun, tak ada gairah dalam bekerja, dan
adanya keinginan untuk keluar dari pekerjaan. ekspresi dari
individu yang melambangkan kondisi dimana habisnya energi
dan menurunnya motivasi atau kegairahan kerja, yang
18
kemudian di tunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan
perilaku individu (Amimo, 2012).
Dari uraian di atas, penulis dapat mengatakan bahwa
semakin kondusifnya iklim sekolah maka akan semakin rendah
burnout yang terjadipada guru. Hal ini terlihat dari hasil kajian
penelitian di atas, bahwa antara iklim sekolah dengan burnout
pada guru memiliki hubungan yang negatif signifikan.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini,
diperoleh data bahwa iklim sekolah sebesar 73,33% yang
berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar guru-guru di SMP Negeri 2 sukolilo memiliki
hubungan atau relasi yang baik dengan rekan kerja, para siswa
dan kepala sekolah. Selain itu, iklim sekolah yang berada di
SMP tersebut tergolong kondusif, sehingga kemungkinan bagi
guru untuk mengalami burnout sangat sedikit.
Adapun yang menjadi ciri-ciri iklim sekolah yang kondusif
menurut Mulyasa (2011) yaitu lingkungan sekolah yang aman,
nyaman dan tertib, dipadukan dengan optimisme dan harapan
yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah yang
dimaksud kesehatan sekolah adalah sekolah yang tidak
bercacat dan tingginya nilai-nilai sekolah, serta kegiatan-
kegiatan yang berpusat pada peserta didik (student-centered
activities) merupakan iklim yang mampu membangkitkan
semangat serta gairah dalam belajar. Iklim yang kondusif
merupakan faktor yang penting serta menjadi tulang punggung
sekolah.
19
Berdasarkan dari ciri-ciri diatas hamper sama dengan hasil
observasi yang dilakukan oleh peneliti, dimana disekolah SMP
N 2 Sukolilo didapati bahwa setiap pagi 20 menit sebelum bel
berbunyi beberapa guru sudah berada di gerbang dan para
murid yang berdatangan memberi salam dan mencium tangan
guru. Selain itu untuk lingkungan sekolah di SMP N 2 Sukolilo
tergolong asri dikarenakan di dalam lingkungan sekolah
ditanami beberapa pohon dan bunga. Guru-guru juga sering
bercerita mengenai permasalahan yang mereka hadapi terkait
dengan masalah siswa.
Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya
burnout guru, iklim sekolah merupakan salah satu faktor
pendukung dari semua faktor yang memengaruhi tinggi
rendahnya burnout pada guru, hal ini diungkapkan oleh Baron
& Greenberg (dalam Rahman, 2007). Kemudian menurut
Farber (1991) dikatakan bahwa dukungan sosial, sikap
keacuhan siswa dan lingkungan sekolah atau kondisi sekolah
memiliki pengaruh terhadap burnout pada guru.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
iklim sekolahmemberikan kontribusi terhadap burnout guru,
sehingga nampak jelas bahwa iklim sekolah yang kurang
kondusif mempunyai hubungan positif dengan burnout guru,
sedangkan iklim sekolah yang kondusif memiliki hubungan
yang negatif signifikan dengan burnout pada guru.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara
iklim sekolah dengan burnout pada guru SMP Negeri 2
Sukolilo, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
20
1. Ada hubungan negatif yang signifikan antara iklim sekolah
dengan burnout pada guru SMP Negeri 2 Sukolilo. Artinya
semakin tinggi atau kondusifnya iklim sekolah, tingkat
burnout pada guru semakin rendah. Hal ini dapat dilihat
dari koefisien korelasi antara iklim sekolah dengan
burnout pada guru SMP Negeri 2 Sukolilo adalah sebesar -
0,677 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05). Nilai
signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa
H0 ditolak dan H1 diterima.
2. Besarnya sumbangan efektif iklim sekolah sebesar 54%.
Hal ini menunjukkan bahwa ada 46% faktor-faktor lain di
luar iklim sekolah yang memengaruhi burnout pada guru.
3. Sebagian besar subjek (73,33%) memiliki tingkat iklim
sekolah yang berada pada kategori tinggi, dan sebagian
besar subjek (70%) memiliki tingkat burnout yang berada
pada kategori rendah.
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka
penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Bagi Pihak Sekolah
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang negafitif signifikan antara iklim sekolah
dengan burnout pada guru, diharapkan agar para guru dan
pihak sekolah lainnya untuk selalu mencoba merubah
kondisi atau iklim sekolah ketingkat yang sangat tinggi.
2. Bagi Kepala Sekolah
Bagi kepala sekolah diharapkan agar selalu menjaga
kondisi atau suasana organisasi seperti hubungan antar
21
anggota organisasi, memberikan dukungan terhadap
motivasi kerja guru, meningkatkan perbaikan sistem yang
dilakukan disekolah dan selalu menjaga lingkungan
sekolah.
3. Bagi peneliti selanjutnya.
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut
penelitian ini dengan mengembangkan variabel-variabel
lain yang dapat digunakan, sehingga terungkap faktor-
faktor yang memengaruhi burnout guru dalam proses
mengajar terutama di SMP Negeri 2 Sukolilo seperti
dukungan sosial, konsep diri, tipe kepribadian, gender,
gaya kepemimpinan kepala sekolah, atau bisa
menggunakan aspek-aspek yang ada didalam iklim
sekolah.
22
Daftar Pustaka
Amimo, A.C. (2012). Are you experiencing teacher burnout? A synthesis of
research reveals conventional prevention and spiritual healing.Education
Research Journal 2(11), 338-344. Retrieved from:
http://resjournals.com/ERJ/Pdf/2012/Nov/Amimo.pdf (Diunduh tanggal 1
september 2013)
Aqib, Z. (2002). Profesional guru dalam pembelajaran. Surabaya: Insan
Cendekia.
Arikunto, S. (1990). Manajemen pengjaran secara manusiawi. Jakarta: Rineka
Cipta
Farber, B.A. (1991). Crisis in education: stress and burnout the American
teachers. San fransisco: Jossey Bass
Grayson, J.L & Alvarez, H.K. (2007). School climate factors relating to teacher
burnout: A mediator model. Department of psychology, Teaching and
Teacher Education 24 (2008),1349–1363. USA: Ohio university Athens.
Retrieved from
http://prinedlead.wikispaces.com/file/view/school+climate+factors+relati
ng+to+teacher+burnout.pdf(Diunduh pada tanggal 2 Oktober 2013).
Greenberg, J.S. (2002). Comprehensive stress management ed.8. San fransisco:
Mc Graw Hill.
Kumar, K & Singh, J. (2013). A study of burnout among face to face and
distance mode femaleteachers in relation to their organizational
climate. International Multidisciplinary e-Journal, Vol-II, Issue-I,
ISSN 2277 4262, 38-44. Retrieved from
http://www.shreeprakashan.com/Documents/2013128181239851.5.
%20Jaspal%20Singh..pdf (Diunduh pada tanggal 2 oktober 2013)
Lavian, R.H. (2012). The impact of organizational climate on burnout among
homeroom teachers and special education teachers (full classes/individual
pupils) in mainstream schools. Teachers and Teaching: theory and
practice Volume 18, Issue 2,233-247. Retrived from
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13540602.2012.632272#.U
2ddENhd7Uk (Diunduh pada tanggal 6 Mei 2014).
Maslach, C., & Jackson.S.E, (1981). The measurement of experienced burnout.
Journal of occupational behaviour, vol. 2, 99-113. Retrived from
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/job.4030020205/pdf (diunduh
pada tanggal 12 November 2013).
23
Menanti guru kreatif, Sudaryahasep. Kompasnasia 12 Mei 2013, diunduh pada
tanggal 17 juli 2013, dari
http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/12/menanti-guru-kreatif--
555140.html.
Mulyasa, E. (2011). Manajemen pendidikan karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Rahman, U. (2007). Mengenal burnout pada guru. Lentera pendidikan, edisi X,
no. 2, 216-227. Diunduh pada tanggal 6 Oktober 2013, dari
http://ejurnal.uin-
alauddin.ac.id/artikel/07%20Mengenal%20Bournout%20Pada%20Guru%
20-%20Ulfiani%20Rahman.pdf.
Sagala, S. (2009). Memahami organisasi pendidikan. Bandung: Alphabeta
Schultz. (2005). Psychology and work today. University of South Florida.
Simamora, H. (1995). Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: STIE
YKPN.
Widiastuti. D.Z., & Astuti, K. (2008). Hubungan antara kepribadian hardiness
pada burnout pada guru sekolah dasar. Yogyakarta: Fakultas psikologi
universitas mercu buana, 1-15. Diunduh pada tanggal 6 Oktober 2013,
dari http://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/wp-
content/uploads/2012/06/naskah-burnout-tutik.pdf.