hubungan antara kepemimpinan visioner dan...

13
Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2. 1 Hubungan antara Kepemimpinan Visioner dan Kesiapan Individu terhadap Perubahan Organisasi* (Studi Pada Perusahaan BUMN) Ayu Amanda, Fakultas Psikologi UI Wustari L. Mangundjaya, Fakultas Psikologi UI ABSTRAK Setiap organisasi harus dan perlu berubah untuk menghadapi tantangan dunia saat ini. Meskipun demikian, melaksanakan program perubahan organisasi tidak mudah, bahkan banyak program perubahan organisasi yang tidak sesuai dengan apa yang direncanakan, bahkan tidak sedikit yang dapat dikatakan gagal (Beer & Nohria, 2000; Burnes, 2002; Kalyal & Sverke, 2010), dan salah satu sumber kegagalan tersebut adalah karena adanya resistensi terhadap perubahan. Dalam hal ini, salah satu yang memegang peran penting dalam setiap perubahan organisasi adalah manusia, karena tanpa adanya dukungan penuh dari individu maka perubahan tidak akan dapat dilakukan secara efektif (Elving, 2005), sehingga kesiapan individu untuk berubah diperlukan. Berdasarkan berbagai literatur yang ada, dinyatakan bahwa pemimpin memegang peran yang penting dalam keberhasilan organisasi, maupun keberhasilan perubahan organisasi. Pemimpin disini adalah seorang yang Visioner, yaitu antara lain berperan sebagai Change Agent, maupun penentu arah bagi organisasi (Nannus,1992). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Kepemimpinan Visioner dengan Kesiapan Individu untuk berubah. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan BUMN yang sedang mengalami perubahan dengan jumlah responden 120. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan visioner dengan kesiapan individu untuk berubah. Meskipun demikian, hanya dimensi penentu arah yang memiliki hubungan positif dengan kesiapan individu terhadap perubahan. Berdasarkan hal tersebut pemimpin yang dapat menentukan arah diperlukan dalam perubahan organisasi. Key words: Kepemimpinan Visioner, Kesiapan Individu untuk Berubah, Perubahan Organisasi. ABSTRACT Every organization has to change in order to face the world challengees today. However, organizational change program is not easy, even there were many organizational change program that were not succeeded (Beer & Nohria, 2000; Burnes, 2002; Kalyal & Sverke, 2010), and one of the source of failures is the resistance to change. In this regard, individual (human being) plays an important role in organizational change, as without the full supports from the employees (individual) , organizational change cannot be done effectively (Elving, 2005), as a result readiness for organizational change is needed. According to literatures, it was mentioned that leader plays an important role in organizational success as well as in orgazational change. What it means by leader in here, is Visionary Leader that plays role as Change Agent aswell as Direction Setter (Nannus, 1992). The objective of this study is to identify the correlation between Visonary Leadership with Individual Readiness for Change. This study was done at State-Owned Enterprises (N=120) that at present undertake organizational change. The results show that Visionary Leadership is positively correlated with Individual rRadiness for Change. Furthermore, it shows that only dimensions Direction setting the ones that has positively correlated with the Individual readiness for change. In

Upload: dangtuyen

Post on 03-May-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

1

Hubungan antara Kepemimpinan Visioner dan Kesiapan Individu terhadap

Perubahan Organisasi*

(Studi Pada Perusahaan BUMN)

Ayu Amanda, Fakultas Psikologi UI

Wustari L. Mangundjaya, Fakultas Psikologi UI

ABSTRAK

Setiap organisasi harus dan perlu berubah untuk menghadapi tantangan dunia saat ini.

Meskipun demikian, melaksanakan program perubahan organisasi tidak mudah, bahkan

banyak program perubahan organisasi yang tidak sesuai dengan apa yang direncanakan,

bahkan tidak sedikit yang dapat dikatakan gagal (Beer & Nohria, 2000; Burnes, 2002; Kalyal

& Sverke, 2010), dan salah satu sumber kegagalan tersebut adalah karena adanya resistensi

terhadap perubahan. Dalam hal ini, salah satu yang memegang peran penting dalam setiap

perubahan organisasi adalah manusia, karena tanpa adanya dukungan penuh dari individu

maka perubahan tidak akan dapat dilakukan secara efektif (Elving, 2005), sehingga kesiapan

individu untuk berubah diperlukan. Berdasarkan berbagai literatur yang ada, dinyatakan

bahwa pemimpin memegang peran yang penting dalam keberhasilan organisasi, maupun

keberhasilan perubahan organisasi. Pemimpin disini adalah seorang yang Visioner, yaitu

antara lain berperan sebagai Change Agent, maupun penentu arah bagi organisasi

(Nannus,1992). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Kepemimpinan

Visioner dengan Kesiapan Individu untuk berubah. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan

BUMN yang sedang mengalami perubahan dengan jumlah responden 120. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa secara umum terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara

kepemimpinan visioner dengan kesiapan individu untuk berubah. Meskipun demikian, hanya

dimensi penentu arah yang memiliki hubungan positif dengan kesiapan individu terhadap

perubahan. Berdasarkan hal tersebut pemimpin yang dapat menentukan arah diperlukan

dalam perubahan organisasi.

Key words: Kepemimpinan Visioner, Kesiapan Individu untuk Berubah, Perubahan

Organisasi.

ABSTRACT

Every organization has to change in order to face the world challengees today. However,

organizational change program is not easy, even there were many organizational change

program that were not succeeded (Beer & Nohria, 2000; Burnes, 2002; Kalyal & Sverke,

2010), and one of the source of failures is the resistance to change. In this regard, individual

(human being) plays an important role in organizational change, as without the full supports

from the employees (individual) , organizational change cannot be done effectively (Elving,

2005), as a result readiness for organizational change is needed. According to literatures, it

was mentioned that leader plays an important role in organizational success as well as in

orgazational change. What it means by leader in here, is Visionary Leader that plays role as

Change Agent aswell as Direction Setter (Nannus, 1992). The objective of this study is to

identify the correlation between Visonary Leadership with Individual Readiness for Change.

This study was done at State-Owned Enterprises (N=120) that at present undertake

organizational change. The results show that Visionary Leadership is positively correlated

with Individual rRadiness for Change. Furthermore, it shows that only dimensions Direction

setting the ones that has positively correlated with the Individual readiness for change. In

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

2

other words, the skills of direction setting in leaders are needed in organizational change.

Keywords: organizational change, readiness to change, visionary leadership

Pendahuluan

Perubahan organisasi tidak dapat dihindarkan oleh setiap perusahaan termasuk pada

perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa

organisasi yang berhasil adalah sebuah institusi yang dapat merubah cara dalam menghadapi

persaingan (Robbins, 2002). Perubahan tersebut perlu dilakukan untuk dapat menyesuaikan

posisi organisasi dengan kondisi yang terus menerus berubah. Hal tersebut disebabkan karena

perubahan lingkungan secara dinamis yang membuat organisasi terus menerus dihadapkan

dengan kebutuhan untuk mengimplementasi perubahan, misalnya perubahan strategi, struktur,

proses dan budaya (Armenakis, 1993).

Perubahan dalam organisasi dapat membawa dampak baik pada perusahaan itu

sendiri maupun pada karyawan. Karyawan dalam hal ini adalah orang yang memegang

peranan penting dalam organisasi dan reaksi yang dapat ditimbulkan oleh karyawan pada saat

perubahan organisasi dapat berupa hal yang bersifat positif maupun hal yang bersifat negatif.

Hal ini seperti apa yang dinyatakan oleh Smith (2005) bahwa orang-orang dalam organisasi

dapat menjadi kunci keberhasilan dari sebuah perusahaan maupun menjadi hambatan untuk

mencapai kesuksesan. Untuk itu, berbagai cara perlu dilakukan agar karyawan yang berada

dalam situasi perubahan dapat menerima dan mendukung secara aktif perubahan tersebut.

Dalam hal ini, pemahaman akan proses perubahan perlu dipahami untuk dapat melihat

kesiapan dalam menghadapi perubahan serta reaksi dalam menghadapi perubahan

(Mangundjaya, 2011). Smith (2005) lebih lanjut menambahkan bahwa kegagalan dari

perubahan yang tinggi dapat mencakup kehilangan kredibilitas perusahaan maupun dari

pemimpinnya. Untuk itu, perlu dilakukan perhatian lebih lanjut terhadap kebutuhan invididu

dalam kesiapan untuk berubah. Dalam hal ini, Armenakis (1993) menyatakan bahwa salah

satu faktor yang memiliki peranan dalam efektivitas perubahan organisasi adalah kesiapan

untuk berubah. (Armenakis, 1993; Armenakis, Harris &Field, 1999; Holt, Armenakis, Field

& Harris 2007). Kesiapan ini tidak hanya diperlukan pada organisasi tersebut, tetapi juga

pada sumber daya manusia sehinggadapat dikatakan bahwa sikap dan reaksi manusia

terhadap perubahan akan mempengaruhi efektivitas perubahan itu sendiri baik bagi individu

maupun organisasi (Eales-White dalam Mangundjaya, 2003).

Kesiapan karyawan adalah proses kognitif yang mendorong tingkah laku untuk

mendukung perubahan, dan hal ini dapat terlihat dari anggota organisasi tersebut yang

memiliki keinginan untuk menerima perubahan (Armenakis, 1993, Anderson, 2002). Lebih

lanjut, Armenakis (1993) menyatakan bahwa kesiapan karyawan dipengaruhi oleh pesan yang

disampaikan melalui strategi, atribut dari agen perubahan, hubungan interpersonal dan

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

3

dinamika sosial dari anggota sebuah organisasi. Dalam hal ini, karyawan yang siap dalam

menghadapi perubahan dapat memunculkan tingkah laku yang mendukung dalam perubahan

tersebut. Hal tersebut akan mempermudah perusahaan dalam beradaptasi dengan perubahan

yang ada.

Menciptakan kesiapan individu bukan merupakan hal yang mudah, kegagalan dalam

menciptakan kesiapan dapat mengakibatkan seorang pemimpin menghabiskan waktu dan

energi dalam menghadapi penolakan terhadap perubahan (Smith, 2005). Menciptakan

kesiapan adalah usaha yang proaktif dari seorang agen perubahan untuk mempengaruhi

kepercayaan, sikap, dan tingkah laku dari target perubahan dengan tujuan untuk mendorong

mereka untuk berubah (Applebaum & Wohl,2000; Armenakis,1993;Anderson,2002). Holt,

Armenakis, Field, & Harris (2007) dalam hal ini mendefinisikan kesiapan untuk berubah

sebagai sikap yang komprehensif yang dipengaruhi secara terus menerus oleh konten, proses,

konteks, dan individu. Lebih lanjut, Holt, Armenakis, Field, & Harris, (2007)

mengungkapkan adanya 5 dimensi yang mempengaruhi kesiapan individu yaitu perbedaan,

keyakinan terhadap perubahan, keuntungan organisasi, dukungan atasan, dan kepentingan

individu.

Di sisi lain, efektivitas dari strategi yang mempengaruhi seseorang antara lain

tergantung dari agen perubahan (Armenakis, 1993). Agen perubahan dalam hal ini perlu

mempersiapkan karyawan untuk terbuka dan dapat mengemukakan pendapatnya terhadap

perubahan (Walker, Armenakis, & Bernerth, 2007). Armenakis (1993;Walker, Armenakis, &

Bernerth, 2007) menyatakan bahwa menciptakan kesiapan memerlukan pendekatan proaktif

dari agen perubahan untuk mempengaruhi sikap dan niat sehingga dapat mencapai target

tingkah laku terhadap perubahan. Untuk itu, pemimpin sebagai agen perubahan dari sebuah

organisasi perlu berada dibalik perubahan untuk memastikan kesiapan karyawan (Walker,

Armenakis, & Bernerth, 2007). Armenakis (1993) mengungkapkan bahwa atribut agen

perubahan antara lain adalah kredibilitas, kepercayaan, ketulusan, dan keahlian. Untuk itu,

kesiapan individu terhadap perubahan akan memiliki pengaruh lebih mendalam ketika agen

perubahan tersebut memiliki reputasi yang baik dalam bidang tersebut

(Gist,1987;Armenakis,1993). Agen perubahan sendiri dapat berasal dari luar maupun dari

dalam organisasi (Ivancevich, Konopaske& Matteson, 2006). Dalam hal ini, seorang

pemimpin dapat juga menjadi agen perubahan yang berasal dari dalam organisasi itu sendiri.

Nannus (dalam Munandar, 2001) mengungkapkan bahwa memimpin adalah mempengaruhi,

membimbing, melatih, bertindak, dan memberikan opini. Lebih lanjut, Sashkin (1993) dalam

bukunya menyebutkan bahwa hal yang paling penting dilakukan oleh seorang pemimpin

adalah memahami sebuah visi.

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

4

Nannus (1992) lebih lanjut menyatakan bahwa visi merupakan sebuah kebutuhan

perusahaan, karena tanpa visi, karyawan dalam perusahaan akan mengalami kebingungan

atau berkelakuan menyimpang dari tujuan yang diharapkan. Seorang pemimpin visionerdalam

hal ini memiliki tanggung jawab untuk merencanakan tujuan organisasi, memiliki komitmen

terhadap tujuan tersebut, memberdayakan bawahan untuk bergerak sesuai dengan tujuan yang

telah ditentukan, mendengarkan dan menerima umpan balik yang diberikan, dan

menempatkan organisasi yang dipimpinnya untuk mencapai potensi terbesarnya

(Nannus,1992). Pada saat organisasi mengalami perubahan, pemimpin visioner harus maju

terlebih dahulu untuk menunjukkan arah baru atau perusahaan akan mengalami kemunduran

atau bahkan hilang (Nannus, 1992).

Nannus (1992) mengemukakan bahwa terdapat 4 hal yang membentuk

kepemimpinan visioner yaitu sebagai penentu arah (direction setter), agen perubahan (change

agent), juru bicara (spokeperson), dan mentor (coach). Keempat dimensi ini secara bersama

menjabarkan tugas dari pemimpin visioner. Lebih lanjut, Nannus (1992) menyatakan bahwa

untuk menjadi pemimpin yang sukses dimulai dengan memiliki visi yang jelas mengenai

masa depan perusahaan dengan memahami bentuk dan fungsi, serta proses dan tujuannya.

Seorang pemimpin visionerharus dapat menyampaikan visi yang dimilikinya dan

menyampaikan makna dari visi tersebut sehingga dapat diterima oleh karyawan. Selain itu,

pemimpin visioner diharapkan dapat membawa pengaruh yang berdampak positif terhadap

karyawan sehingga karyawan siap dalam menghadapi perubahan. Dalam hal ini, pengaruh

dari opini yang dikemukakan oleh pemimpin terhadap orang lain dapat memiliki kekuatan

untuk mempengaruhi kesiapan individu untuk berubah (Armenakis, 2002).

Pemimpin juga perlu mendapatkan kepercayaan dari bawahannya. Salah satu fondasi

dari rasa kepercayaan adalah dengan mengkomunikasikan tujuan dan rencana perubahan

terhadap karyawannya (Smith, 2005). Selain itu, kesiapan dan kapasitas individu serta

organisasi untuk berubah juga didasarkan pada kepercayaan dan saling menghargai (Smith,

2005). Lebih lanjut, Smith (2005) menyatakan bahwa pemimpin dalam perubahan organisasi

perlu bertingkah laku sebagai agen perubahan (change agent), menumbuhkan komitmen dan

rasa akan tantangan terhadap perubahan, dan mengkombinasi hal tersebut, sehingga dapat

mengajak karyawan untuk berpartisipasi dalam perubahan yang sedang terjadi. Untuk itu,

seorang pemimpin tidak hanya berbicara mengenai perubahan tersebut, tetapi pemimpin juga

perlu menghayati dan menjadi panutan dalam budaya organisasi yang baru. Penelitian ini

bertujuan hendak melihar pengaruh Kepemiminan Visoner dan Kesiapan Individu untuk

berubah pada perusahaan BUMN yang sedang melakukan perubahan organisasi.

Metode

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

5

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat ex post facto field study.

Teknik Sampling dan Karakteristik Sample

Karakteristik responden yang digunakan adalah: a) karyawan tetap dari perusahaan karena

dianggap telah mengenal lingkungan kerjanya lebih baik daripada pegawai kontrak atau

magang, b) karyawan telah bekerja minimal 2 tahun pada perusahaan, c) karyawan yang telah

berada pada divisi saat ini selama 1 tahun. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam

penelitian ini yaitu menggunakan teknik non-random/non-probability sampling. Sampel yang

digunakan adalah 120 responden yang tersebar pada 2 BUMN.

Alat Ukur Penelitian

Alat ukur yang digunakan adalah Skala Sikap Kepemimpinan Visoner dan Kesiapan

Individu pada perubahan. Hasil uji reabilitas dari alat ukur kepemimpinan visioner dengan

perhitungan cronbach’s alpha adalah 0,988, dan validitas alat ukur kepemimpinan visioner

dengan pearson correlation adalah 0,8.

Alat ukur yng kedua adalah Skala Kesiapan Individu Terhadap Perubahan Organisasi.

Hasil uji reliabilitas menunjukan bahwa skor reabilitas alat ukur kesiapan individu terhadap

perubahan organisasi adalah 0.922. Uji validitas juga dilakukan dengan menggunakan internal

konsistensi pada item. Terdapat satu item yang tidak valid karena memiliki nilai korelasi antar

item yang rendah yaitu r=-0.058. Meskipun demikian, peneliti tetap menggunakan item

tersebut karena tidak terdapat perbedaan yang signifikan jika tetap menggunakan item

tersebut.

Norma

Kedua alat ukur baik kepemimpinan visioner, maupun kesiapan individu untuk berubah

dibagi kedalam 3 kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penentuan norma alat ukur

kepemimpinan visioner dilakukan dengan menentukan batas skor minimal dan maksimal

setiap kategori ditentukan dengan SD, yaitu skor <4,17 adalah kategori rendah, 4,17-5,25

kategori sedang dan >5,25 kategorinya adalah tinggi.

Metode Analisis Data

Seluruh data yang didapat dalam penelitian ini diolah secara statistik menggunakan SPSS

(Statistical Package for Social Service edisi 17). Selain itu, beberapa teknik digunakan dalam

penelitian ini, yaitu analisis deskriptif, analisis korelasi, dan one-way ANOVA dan T-Test.

Analisis deskriptif digunakan peneliti untuk mendapatkan data mengenai responden

penelitian seperti jabatan, lama bekerja, usia, latar belakang pendidikan dan jenis kelamin.

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

6

Pearson correlation digunakan sebagai analisis korelasi dalam penelitian ini yang bertujuan

untuk melihat hubungan antar variabel yaitu kepemimpinan visionerdan kesiapan individu

untuk berubah. Untuk analisis tambahan, teknik partial correlation digunakan untuk melihat

hubungan antara dua variabel dengan mengontrol dimensi lain yang memiliki kemungkinan

mempengaruhi dimensi yang diukur.

Analisis varians digunakan untuk melihat perbedaan mean dari data demografis

responden yang digunakan dalam penelitian. Teknik one-way ANOVA digunakan untuk

melihat perbedaan mean karakteristik latar belakang pendidikan.Teknik Independent Sample

T-Test digunakan untuk melihat perbedaan mean karakteristik lama bekerja dengan varibel

kesiapan individu dalam perubahan organisasi.

Hasil Penelitian

Gambaran Umum Kepemimpinan Visioner & Kesiapan Individu untuk Berubah

Berdasarkan hasil didapatkan rata-rata (mean) responden memiliki skor 4,71 yang termasuk

dalam kategori pemimpin visioner sedang, dan didapatkan skor mean 4,73 pada kesiapan

individu terhadap perubahan yang dapat dikategorikan bahwa karyawan memiliki tingkat

kesiapan individu terhadap organisasi yang sedang. Lebih lanjut, berdasarkan hasil

penelitian, diperoleh hasil yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

aspek demografis latar belakang pendidikan dengan kesiapan individu untuk berubah dengan

nilai signifikansi 0,009. Meskipun demikian, terlihat tidak ada hubungan yang signifikan

antara aspek demografis lainnya dengan kesiapan individu terhadap peruabahan organisasi

seperti lama bekerja, jabatan, jenis kelamin, dan usia.

Hubungan Antara Kepemimpinan Visioner dan Kesiapan Individu dalam Perubahan

Organisasi

Tabel 1

Gambaran Korelasi Parsial antara Kepemimpinan Visioner dengan Kesiapan Individu

terhadap Perubahan Organisasi

Variabel Kepemimpinan Visioner r R2 Sig

Kepemimpinan Visioner secara umum 0,704** 0,495 0,000

Juru Bicara 0.114 0.013 0,222

Agen Perubahan 0.101 0.010 0,278

Mentor -0.094 0.009 0,311

Penentu Arah 0.289 0.084 0,002*

*Signifikan pada p<0,05, **nSignifikan pada p<0.01

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

7

Berdasarkan perhitungan statistik diketahui bahwa didapatkan indeks korelasi sebesar

0,704 (p = 0,000, p<0,01). Untuk itu, dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara

Kepemimpinan Visioner dengan Kesiapan Individu dalam Perubahan Organisasi.

Lebih lanjut, berdasarkan hasil penelitian, dimensi penentu arah memiliki hubungan

yang signifikan dengan kesiapan individu terhadap perubahan organisasi. Korelasi dimensi

penentu arah dengan kesiapan individu terhadap perubahan organisasi memiliki korelasi yang

positif dengan skor korelasi sebesar 0,289. Korelasi parsial ini memiliki hubungan yang

positif dengan skor r sebesar 0.289 dan skor p sebesar 0.002 dengan p<0.01. Dari hasil

koefisien diketahui nilai R2 sebesar 0.084, yang artinya terdapat 8,4% total varians kesiapan

individu terhadap perubahan organisasi dapat didistribusikan pada varians dimensi penentu

arah.

Gambaran Korelasi Kesiapan Individu Terhadap Perubahan Organisasi dengan

Kepemimpinan Visioner

Tabel 2

Gambaran Korelasi Parsial antara Dimensi Kesiapan Individu Terhadap Perubahan Organisasi

dengan Kepemimpinan Visioner

Dimensi Kesiapan Individu terhadap

Perubahan r R

2 Sig

Perbedaan 0,116 0,013 0,213

Keuntungan organisasi -0,188 0,035 0,043*

Dukungan atasan 0,308 0,095 0,001*

Keyakinan terhadap perubahan 0,824 0,679 0,000*

Keuntungan personal 0,265 0,070 0,004*

*signifikan pada p<0,05

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

kepemimpinan visioner dengan beberapa dimensi kesiapan individu terhadap perubahan yaitu

dukungan atasan, keuntungan organisasi, keyakinan terhadap perubahan, dan keuntungan

personal. Sedangkan tidak ada hubungan yang signifikan antara dimensi perbedaaan dengan

kepemimpinan visioner.

Pada dimensi keuntungan organisasi terdapat hubungan yang signifikan dengan nilai

korelasi negatif yaitu -0,188 dengan signifikansi 0,043 (p<0,05) yang berarti 3,5% total

varians kepemimpinan visioner dapat diatribusikan pada varians keuntungan organisasi pada

kesiapan individu terhadap perubahan organisasi.

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

8

Selanjutnya, korelasi antara kepemimpinan visioner dengan dimensi dukungan atasan

memiliki hubungan positif dengan skor r sebesar 0,308 (p=0.001, p<0.05). Dari koefisien

yang dihasilkan dapat diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0.095 sehingga dapat diartikan bahwa

9.5% total varians kepemimpinan visioner dapat diatribusikan pada varians dukungan atasan

pada kesiapan individu terhadap perubahan organisasi.

Dimensi keyakinan terhadap perubahan juga memiliki korelasi positif sebesar 0,824

(p=0,000, p<0,05). Dari koefisien yang dihasilkan diartikan bahwa 67,9% total varians

kepemimpinan visioner dapat diatribusikan pada varians keyakinan terhadap perubahan.

Lebih lanjut, dimensi terakhir yang memiliki hubungan signifikan adalah dimensi keuntungan

personal dengan nilai korelasi positif 0,265 (p=0,004, p<0,05) yang dapat diartikan bahwa

terdapat 7% total varians kepemimpinan visioner yang dapat diatribusikan pada varians

keuntungan personal pada kesiapan individu terhadap perubahan.

Diskusi dan Kesimpulan

Hasil korelasi hubungan antara kepemimpinan visioner dengan kesiapan individu terhadap

perubahan organisasi memiliki hubungan yang signifikan (r=0,704, p<0,01). Korelasi antara

kedua variabel dapat dikatakan memiliki korelasi yang tinggi. Peneliti berasumsi bahwa

pemimpin memiliki peran yang besar dalam mempengaruhi kesiapan bawahannya dan

langkah awalnya adalah dengan mensosialisasikan visi baru yang dimilikinya untuk dapat

dipahami karyawan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Appelbaum,

Steven H., St-Pierre, Normand, & Glavas, William. (1998) yang menyatakan bahwa interaksi

dalam perubahan dengan pemimpin akan memunculkan dampak pada performa individu

maupun perusahaan. Disisi lain, hal ini juga didukung oleh pernyataan Nannus (1992) yang

menyatakan bahwa visi merupakan sebuah kebutuhan perusahaan, karena tanpa visi,

karyawan dalam perusahaan akan mengalami kebingungan atau berkelakuan menyimpang

dari tujuan yang diharapkan. Dengan begitu karyawan dapat memahami perubahan yang

sedang terjadi sehingga ia lebih memiliki kesiapan dalam menghadapi perubahan.

Lebih lanjut, hubungan ini memiliki hubungan yang positif sehingga dapat diartikan

bahwa semakin tinggi pemimpin yang memiliki kepemimpinan visioner maka semakin tinggi

pula kesiapan individu terhadap perubahan organisasi. Hal ini juga didukung dengan teori

yang dikemukakan oleh Kirkpatrick (2011) yang menyatakan bahwa pemimpin yang

memiliki kepemimpinan visioner diharapkan memiliki hasil yang positif terhadap karyawan,

menghasilkan kepercayaan yang tinggi, memiliki komitmen yang tinggi , mendapatkan level

performa yang tinggi dari bawahannya, dan hasil yang tinggi bagi perusahaan itu sendiri. Hal

ini juga sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Smith (2005) bahwa pemimpin

dalam perubahan organisasi perlu bertingkah laku sebagai agen perubahan yang dapat

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

9

memunculkan komitmen dan rasa akan tantangan terhadap perubahan, sehingga dapat

mengajak karyawan untuk berpartisipasi dalam perubahan yang sedang terjadi. Dalam hal ini,

pengembangan yang dilakukan adalah dengan mengembangkan kemampuan pemimpin sesuai

dengan dimensi yang dimiliki dalam kepemimpinan visioner.

Disamping itu, gambaran umum kesiapan individu terhadap perubahan organisasi

dalam perusahaan BUMN dapat dikategorikan sedang. Dengan demikian, karyawan BUMN

sudah dapat dikatakan memiliki kesiapan dan memiliki sebuah kemauan untuk menyerahkan

energi secara fisik dan psikologis terhadap perubahan. Peneliti berasumsi bahwa karyawan

masih tergolong memiliki kesiapan terhadap perubahan yang sedang karena masih terdapat

karyawan yang memilih untuk menolak terhadap perubahan yang dilakukan perusahaan. Hal

ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain informasi yang kurang mengenai

perubahan atau manfaat yang tidak dirasakan oleh karyawan terhadap perubahan yang terjadi.

Lebih lanjut, Galpin (dalam Mangundjaya, 2011) menyatakan bahwa penolakan terhadap

perubahan dapat disebabkan oleh karyawan yang tidak mengetahui adanya perubahan,

karyawan yang tidak dapat melakukan perubahan, dan karyawan yang tidak mau melakukan

perubahan. Selain itu, sosialisasi terhadap perubahan masih kurang dilakukan sehingga tidak

semua karyawan memahami informasi yang dibutuhkan dalam menghadapi perubahan. Untuk

itu, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pemahaman yang cukup

terhadap karyawan mengenai perubahan yang terjadi yang dapat dilakukan oleh

pemimpinnya.

Berdasarkan dari hasil penelitian, dapat dilihat hubungan antara dimensi - dimensi

kepemimpinan visioner dengan kesiapan individu terhadap perubahan organisasi dengan

signifikansi 0,002 (p<0,01) dan nilai korelasi 0,289. Dimensi penentu arah (direction setter)

memiliki hubungan yang signifikan dan korelasi yang positif. Peneliti berasumsi bahwa hal

ini dapat dikarenakan bahwa penentu arah adalah peran awal dari seorang pemimpin dalam

menentukan visi baru bagi perusahaan. Pemimpin yang telah memiliki tujuan yang jelas

untuk menjalankan peranannya dalam sebuah perusahaan akan memiliki landasan yang kuat.

Lebih lanjut, pemimpin yang memiliki arahan yang jelas, menarik, dan dipahami oleh

karyawan, akan lebih membuat karyawan memiliki kesiapan terhadap perubahan organisasi.

Hal ini didukung dengan pernyataan Nannus (1992) bahwa seorang pemimpin yang baik

harus dapat menetapkan strategi dalam mencapai tujuannya, yang dapat dikenali oleh orang

lain sebagai perwujudan dari perkembangan secara nyata yang dialami oleh sebuah

organisasi. Untuk itu, seorang pemimpin juga harus dapat membangun visi tersebut secara

menarik sehingga orang yang terlibat dalam organisasi tersebut akan membantu untuk

mewujudkan visinya. Pemahaman akan visi merupakan hal yang penting dilakukan oleh

seorang pemimpin karena dengan visi yang jelas maka dapat menjadi dasar yang kuat dalam

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

10

menjalankan kepemimpinannya. Nannus (1992) juga menambahkan bahwa ketika seorang

pemimpin sukses sebagai penentu arah, maka seorang pemimpin telah berhasil menghasilkan

sebuah visi yang akan membuat seluruh karyawan dalam perusahaan mau membantu untuk

mewujudkannya. Dukungan yang sudah diberikan oleh karyawan akan lebih mempermudah

sebuah perusahaan untuk dapat berubah.

Pada korelasi parsial antara dimensi kesiapan individu terhadap perubahan organisasi

dengan kepemimpinan visioner, ditemukan bahwa terdapat 4 dimensi yang memiliki

hubungan signifikan, yaitu dimensi keuntungan organisasi, dukungan atasan, keyakinan

terhadap perubahan, dan keuntungan personal. Penulis berasumsi bahwa kepemimpinan

visioner adalah bentuk usaha dari pemimpin untuk memberikan dukungan kepada bawahan.

Dalam hal ini, karyawan akan memiliki keyakinan terhadap perubahan yang terjadi dan mau

mendukung secara aktif. Disisi lain, pemimpin visioner berhasil untuk meyakinkan bawahan

untuk dapat memiliki keyakinan akan keterampilan dan yakin akan mampu melaksanakan

tugas yang berhubungan dengan pencapaian perubahan (Armenakis, 1993).

Dilihat dari aspek demografis, terdapat hubungan yang signifikan antara latar

belakang pendidikan responden dengan kesiapan individu terhadap perubahan. Penulis

berasumsi latar belakang pendidikan responden dapat mempengaruhi sejauh mana responden

memahami, menilai, dan terbuka terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat memberikan

penilaian apakah individu tersebut siap dalam menerima perubahan dan mau mendukung

ataupun tidak mendukung perubahan yang terjadi. Dalam hal ini, selain dari aspek demografis

yaitu latar belakang pendidikan, aspek lain seperti jenis kelamin, jabatan, dan usia tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan kesiapan individu terhadap perubahan. Lebih

lanjut, dalam penelitian ini, tidak dapat diolah pengaruh dari data demografis seperti usia,

jenis kelamin, lama bekerja, latar belakang pendidikan, dan jabatan, dengan variabel

kepemimpinan visioner. Hal ini disebabkan karena data kontrol pada kuesioner merupakan

data responden, sedangkan alat ukur kepemimpinan visioner merupakan penilaian terhadap

atasan dari responden. Dalam hal ini, data kontrol yang didapatkan tidak mewakili data dari

pemimpin yang diharapkan pada alat ukur kepemimpinan visioner. Untuk itu, data

demografis yang dapat diolah adalah yang dihubungkan dengan kesiapan individu untuk

berubah.

Hasil menunjukkan bahwa dari aspek jenis kelamin, usia, jabatan, lama bekerja,

dan pendikan, aspek yang memiliki hubungan yang signifikan adalah latar belakang

pendidikan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Hanpachern

(1997) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kesiapan individu

terhadap perubahan organisasi dengan jabatan dan lama bekerja. Disisi lain hasil penelitian

ini sejalan dengan Hanpachern (1997) yang menyatakan bahwa tidak ditemukan perbedaan

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

11

yang signfikan antara kesiapan individu terhadap perubahan organisasi dengan usia dan jenis

kelamin. Sedangkan usia dan jenis kelamin tidak berpengaruh karena penulis menduga

terdapat aspek lain yang lebih mempengaruhi, salah satunya pemahaman yang cukup akan

perubahan yang terjadi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang terlah

terbukti memiliki hubungan yang signifikan, karena penulis menduga bahwa latar belakang

pendidikan akan mempengaruhi pola pikir dan pengetahuan dari karyawan dalam bereaksi

terhadap perubahan.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak lepas dari berbagai keterbatasan yaitu: Pertama, kuesioner yang tidak

dapat diolah cukup banyak karena beberapa responden tidak mengisi data kontrol yang

dibutuhkan berkaitan dengan lama bekerja di perusahaan dan lama bekerja di divisi saat ini.

Untuk itu, pada penelitian selanjutnya, sebaiknya penyebaran data diawasi secara langsung

oleh peneliti agar kuesioner yang dikembalikan dapat lebih banyak. Selanjutnya, data kontrol

yang didapatkan oleh peneliti merupakan data kontrol dari responden. Hal ini membuat aspek

demografis tidak dapat dihubungkan dengan kepemimpinan visioner, sehingga tidak

didapatkan gambaran tersebut karena jika ingin dihubungkan dengan kepemimpinan visioner,

maka data yang perlu peneliti dapatkan adalah data dari pemimpin tersebut. Untuk penelitian

selanjutnya, bila ingin untuk melihat hubungan antara data demografis dengan variabel

kepemimpinan visioner, maka sebaiknya ditambahkan data kontrol yang menanyakan

mengenai atasan dari responden, seperti jabatan dan jenis kelamin.

Hal yang kedua adalah, perhitungan norma pada kedua alat ukur didasarkan pada

persebaran respon pada responden penelitian. Dengan demikian, norma alat ukur tersebut

hanya dapat digunakan pada populasi penelitian. Untuk penggunaan alat ukur pada populasi

lain, maka perlu disesuaikan norma terlebih dahulu. Dilain sisi, untuk penelitian berikutnya

peneliti memberikan saran untuk mengurangi jumlah item. Hal ini agar responden tidak jenuh

dalam menjawab setiap pertanyaan penelitian sehingga hasil yang didapatkan dapat lebih

mewakili respon dari responden terhadap setiap pernyataan yang diberikan. Hal yang ketiga,

yang juga berhubungan dengan alat ukur, pada penelitian ini pada alat ukur kesipan individu

terhadap perubahan organisasi, terdapat satu item yang dinyatakan tidak validtetapi tetap

disertakan karena tidak berpengaruh secara signifikan. Meskipun demikian, untuk

memperoleh hasil yang lebih optimal, disarankan dalam penelitian lebih lanjut, alat ukur

tersebut disempurnakan kembali.

Saran dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran praktis yang dapat digunakan berkaitan

dengan kepemimpinan visioner dengan kesiapan karyawan terhadap perubahan organisasi,

antara lain yaitu pemimpin perlu mengasah kemampuan kepemimpinan visioner sebagai salah

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

12

satu cara untuk mempersuasi bawahan dalam memiliki kesiapan karyawan terhadap

perubahan. Pelatihan diberikan tidak hanya kepada para pemimpin, namun juga kepada

karyawan perusahaan.

Upaya lain yang dapat meningkatkan kesiapan individu terhadap perubahan adalah

sosialisasi mengenai perubahan perlu dilakukan agar seluruh karyawan dapat memahami dan

mendukung secara aktif perubahan yang sedang terjadi. Selain itu, memaksimalkan aspek

penentu arah dari seorang pemimpin diharapkan lebih dapat meningkatkan kesiapan

karyawan terhadap perubahan organisasi. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan

pemberian pelatihan mengenai kepemimpinan yang antara lain mengenai menyadarkan

bahwa memiliki visi merupakan dasar dalam menjalankan tugas dan juga cara untuk

merancang visi tersebut.

Daftar Pustaka

Anderson, B. (2002). Readiness for change : An Individual Prespective. Northern Carribbean

University, Business Administration. Jamaica: Lethbridge.

Appelbaum, Steven H., St-Pierre, Normand, & Glavas, William. (1998). Strategic

Organizational Change : The Role of Leadership, Learning, Motivation, and

Production. Management Decision, 289 – 301.

Armenakis, A. A., Harris, S. G., Mossholder, K. W. (1993). Creating Readiness for

Organizational Change. Human relations; 4: 681.

Armenakis, A. A., & Harris, S. G. (2002). Crafting a Change Message to Create

Tranformartional Readiness. Journal Organizational Change Management, Vol. 15

No. 2, -. 169-183.

Gravetter, F. J., & Wallnau, L. B. (2007). Statistics for the behavioral sciences (7th ed.).

Belmont, CA: Thomson Wadsworth.

Guilford, J.P., & Fruchter, B. (1978). Fundamental Statistics in Psychology and Education

(6th edition). New York : McGraw-Hill.

Hanpachern, C. (1997). The Extension of the Theory of Margin : a Framework Assessing

Readiness for Change. Proquest Dissertations and Thesis.

Holt, D.T., Armenakis. A. A., Field, H.S., Harris, S. G. (2007). Readiness for Organizational

Change : the systematic development of a scale. Journal of Applied Behavioral

Science; 43; 232.

Ivancevich, J., Konopaske, R., & Matteson, M. (2005). Organizational Behaviour and

Management, Seventh Edition. New York: McGraw-Hill Companies.

Kirkpatrick,Shelley A. 2011. Visionary Leadership Theory. London : SAGE Publication.

Kumar, R. (2005). Research Methodology (Vol. Second Edition). London: SAGE Publication.

Mangundjaya, W. (2011). Organisasi : Struktur, Proses, dan Desain, Edisi Kedua. Jakarta:

PT. Swasthi Adi Cita.

Proceedings Seminar Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, September 2012, ISBN: 978-602-17842-0-2.

13

Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press.

Nanus, B. (1992). Visionary Leadership . San Fransisco, California: Jossey-Bass Inc.

Papalia, Diane, & Olds, Sally Wends, Feldman, Ruth Duskin. (2009). Human Development

(11th edition). New York : Mcgraw-hill.

Robbins, S. (2002). Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi (Vol. Edisi Kelima). (N. Mahanani,

Ed., Halida, & D. Sartika, Trans.) Jakarta: Erlangga.

Sashkin, M., & Sashkin, M. (2003). Leadership That Matters. San Fransisco: Berret-Koehler

Publisher Inc.

Singh, Akhilendra K., & Singh, A. P. (2010). Career Stage and Organizational Citizenship

Behavior among Indian Managers. Journal of the Indian Academy of Applied

Psychology ; Vol.36, No.2, 268-275

Smith, Ian. (2005) Achieving Readiness for Organizational change. Library Management ;

Vol. 26. No. 6/7, 408-412

Susanto, Alfonsus B. (2008). Organizational Readiness for Change : A case study on Change

Readiness in Manufacturing Company in Indonesia. International Business and

Tourism Society.

Walker, H.J., Armenakis, A. A., Bernerth, J. B. (2007). Factors Influencing Organizational

Change Efforts : an integrative investigation of change content, context, process, and

individual differences. Journal of change management ; Vol. 20, No.6, 761-733.

www.bumn.go.id diunduh pada tanggal 5 Juni pada pukul 20.35