hubungan antara motivasi berprestasi dengan fear of success pada

18
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN FEAR OF SUCCESS PADA WANITA BEKERJA DEWASA MUDA PUTRI ADIBAH Pembimbing : M. Fakhrurrozi, S.Psi, M. Psi ABSTRAKSI Pada zaman sekarang ini, seorang wanita yang sukses atau seorang wanita yang memegang jabatan yang tinggi merupakan suatu hal yang wajar. Bahkan beberapa Negara pernah memiliki presiden seorang wanita, termasuk Indonesia. Namun masih saja sering terdengar cerita wanita memilih berhenti bekerja terutama setelah menikah. Karena umumnya lingkungan keluarga dan lingkungan sosial kurang menghargai kesuksesan seorang wanita. Hal ini akan menimbulkan konflik terutama bagi wanita yang sudah menikah untuk memenuhi motivasi berprestasinya dengan mengejar karir dan memperoleh kesuksesan namun di sisi lain kesuksesan tersebut akan membawa dampak yang kurang baik bagi dirinya maupun keluarganya antara lain kehilangan feminitas, kehilangan penghargaan sosial dan penolakan sosial. Konflik tersebut akan menyebabkan wanita mengalami ketakutan akan kesuksesan. Oleh karena itulah peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan fear of success pada wanita bekerja dewasa awal. Untuk mengumpulkan data pada penelitian ini dilakukan dengan kuesioner dimana terdapat skala motivasi berprestasi dan skala fear of success yang menggunakan skala berbentuk skala Likert. Penelitian ini menggunakan uji korelasi bivariat untuk menguji hubungan antara motivasi berprestasi sebagai prediktor dengan fear of success sebagai kriterium yaitu dengan teknik analisis data Korelasi Product Moment Pearson. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 43 karyawan wanita dengan posisi kerja minimal supervisor dimana tingkat usianya adalah dewasa muda (20-40 tahun) yang sudah menikah. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,684 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan fear of success, namun hubungannya bersifat negatif. Artinya semakin tinggi motivasi berprestasi subjek maka semakin rendah fear of success-nya dan semakin rendah motivasi berprestasi semakin tinggi fear of success. Hal ini mungkin disebabkan karakteristik dari individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya tepat waktu dan berusaha mencari cara-cara yang baru dalam mengerjakan tugas sehingga hasilnya lebih efektif dan efisien sehingga dapat mengatur manajemen waktu yang baik untuk menyeimbangkan perannya sebagai seorang istri dan ibu dan sebagai wanita bekerja dan adanya perubahan paradigma dalam masyarakat bagi wanita Indonesia yang ditunjukkan dengan adanya kebanggaan bagi masyarakat jika wanita berhasil dalam karir dan studi. Setelah dilakukan analisis statistik, maka diketahui bahwa mean empirik motivasi berprestasi sebesar 128,33 dimana mean hipotetik sebesar 102,5 dan mean empirik fear of success sebesar 54,53 dimana mean hipotetik sebesar 67,5. Kata Kunci : Motivasi Berprestasi, Fear of Success, wanita bekerja 1

Upload: duongkhanh

Post on 13-Jan-2017

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN FEAR OF SUCCESS PADA WANITA BEKERJA DEWASA MUDA

PUTRI ADIBAH Pembimbing : M. Fakhrurrozi, S.Psi, M. Psi

ABSTRAKSI

Pada zaman sekarang ini, seorang wanita yang sukses atau seorang wanita yang memegang jabatan yang tinggi merupakan suatu hal yang wajar. Bahkan beberapa Negara pernah memiliki presiden seorang wanita, termasuk Indonesia. Namun masih saja sering terdengar cerita wanita memilih berhenti bekerja terutama setelah menikah. Karena umumnya lingkungan keluarga dan lingkungan sosial kurang menghargai kesuksesan seorang wanita. Hal ini akan menimbulkan konflik terutama bagi wanita yang sudah menikah untuk memenuhi motivasi berprestasinya dengan mengejar karir dan memperoleh kesuksesan namun di sisi lain kesuksesan tersebut akan membawa dampak yang kurang baik bagi dirinya maupun keluarganya antara lain kehilangan feminitas, kehilangan penghargaan sosial dan penolakan sosial. Konflik tersebut akan menyebabkan wanita mengalami ketakutan akan kesuksesan. Oleh karena itulah peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan fear of success pada wanita bekerja dewasa awal.

Untuk mengumpulkan data pada penelitian ini dilakukan dengan kuesioner dimana terdapat skala motivasi berprestasi dan skala fear of success yang menggunakan skala berbentuk skala Likert. Penelitian ini menggunakan uji korelasi bivariat untuk menguji hubungan antara motivasi berprestasi sebagai prediktor dengan fear of success sebagai kriterium yaitu dengan teknik analisis data Korelasi Product Moment Pearson. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 43 karyawan wanita dengan posisi kerja minimal supervisor dimana tingkat usianya adalah dewasa muda (20-40 tahun) yang sudah menikah. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,684 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan fear of success, namun hubungannya bersifat negatif. Artinya semakin tinggi motivasi berprestasi subjek maka semakin rendah fear of success-nya dan semakin rendah motivasi berprestasi semakin tinggi fear of success. Hal ini mungkin disebabkan karakteristik dari individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya tepat waktu dan berusaha mencari cara-cara yang baru dalam mengerjakan tugas sehingga hasilnya lebih efektif dan efisien sehingga dapat mengatur manajemen waktu yang baik untuk menyeimbangkan perannya sebagai seorang istri dan ibu dan sebagai wanita bekerja dan adanya perubahan paradigma dalam masyarakat bagi wanita Indonesia yang ditunjukkan dengan adanya kebanggaan bagi masyarakat jika wanita berhasil dalam karir dan studi. Setelah dilakukan analisis statistik, maka diketahui bahwa mean empirik motivasi berprestasi sebesar 128,33 dimana mean hipotetik sebesar 102,5 dan mean empirik fear of success sebesar 54,53 dimana mean hipotetik sebesar 67,5. Kata Kunci : Motivasi Berprestasi, Fear of Success, wanita bekerja

1

PENDAHULUAN

Latar belakang Masalah

Pada masa sebelum Kartini dilahirkan,

wanita Indonesia sama sekali tidak boleh

melakukan aktifitas selain pekerjaan rumah

tangga. Namun dengan peran Kartini,

sekarang wanita sudah bisa mencapai

pendidikan yang tinggi dan bekerja di luar

rumah. Akhirnya wanita Indonesia sudah

menyadari dirinya sebagai manusia yang

mampu berprestasi sendiri, tidak tergantung

kepada orang lain, lebih percaya diri, dan

kurang bersikap tradisional (Basarah, 1989).

Pada abad ke-21 dimana pembangunan

semakin meningkat wanita bekerja bukanlah

sesuatu hal yang luar biasa lagi. Bahkan

sudah banyak sekali wanita menjadi

pemimpin seperti manajer, pemimpin

redaksi bahkan seorang wanita seperti

Megawati Soekarnoputri bisa menjadi

presiden Indonesia tahun 2000-2004. Namun

di tengah semakin besarnya kesempatan bagi

wanita untuk bekerja di berbagai bidang

pekerjaan serta mengenyam pendidikan

tinggi, masih sering terdengar cerita bahwa

wanita lebih memilih berhenti bekerja atau

berhenti kuliah, terutama setelah menikah

(Seniati, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa

wanita juga sama seperti pria yang memiliki

motivasi untuk berprestasi Menurut

McClelland dkk (dalam McClelland, 1987),

motivasi berprestasi adalah motif yang

mendorong individu untuk mencapai

keberhasilan dalam bersaing berdasarkan

ukuran keunggulan (standard of excellence).

Berdasarkan penelitian Kaufmann dan

Richardson (dalam Matlin, 1987), ada dua

gagasan mengenai motivasi berprestasi pada

wanita, yang pertama adalah bahwa wanita

mungkin tidak terlalu termotivasi untuk

berprestasi seperti pria. Yang kedua bahwa

wanita lebih berusaha untuk mencegah agar

tidak sukses karena beranggapan bahwa

sukses itu akan mendatangkan

ketidakbahagiaan. Kesuksesan memiliki

unsur maskulin, seperti jabatan yang

prestise, prestasi yang tinggi dan pencapaian

lain yang berhubungan dengan nilai-nilai

tradisional tentang maskulinitas (Henley &

Paludi dalam Matlin, 1987). Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh McClelland dkk (dalam McClelland,

1987) wanita memiliki skor motivasi

berprestasi yang lebih rendah daripada pria.

Rendahnya motivasi berprestasi pada wanita

ini disebabkan karena wanita terutama

wanita karier memiliki penilaian dan

dampak yang negatif dari pekerjaan yang

mereka lakukan terutama pekerjaan yang

mencerminkan maskulinitas.

Sejak jaman dahulu persoalan yang

dihadapi oleh wanita yang bekerja tidak jauh

berbeda dengan jaman sekarang, untuk

wanita yang sudah menikah adanya

tanggung jawab sebagai istri yang baik bagi

suami dan ibu yang bertanggung jawab bagi

anak-anaknya sehingga memerlukan adanya

manajemen waktu yang baik antara

pekerjaan dan rumah tangga (Rini, 2002).

Selain itu menurut Santrock (1995), wanita

menikah yang bekerja seringkali mengalami

2

berbagai masalah seperti tuntutan adanya

waktu dan tenaga tambahan, konflik peran

pekerjaan dan peran keluarga, persaingan

kompetitif antara suami dan istri dan jika

keluarga itu sudah mempunyai anak, maka

apakah perhatian terhadap kebutuhan anak

sudah terpenuhi. Hal ini membuat wanita

menikah yang bekerja takut akan kesuksesan

karena akibat-akibat yang dihasilkan dari

kesuksesan mereka yang akhirnya bisa

berakibat buruk bagi pertumbuhan anak dan

pernikahan mereka.

Wanita karier yang belum menikah

bukan berarti tidak ada persoalan apa-apa,

mereka sering dihadapkan pada masalah

bahwa pekerjaan yang mereka lakukan

terutama hal-hal yang berhubungan dengan

maskulinitas. Menurut Miller (1976), jika

wanita ingin melakukan apa yang pria

lakukan, maka male society dengan tegas

akan menolak. Kebanyakan wanita yang

bekerja tidak diakui sebagai sesuatu aktifitas

yang nyata kecuali pekerjaan yang

berhubungan dengan menolong orang lain

sesuai dengan peran gendernya. Tapi jika

untuk peningkatan diri atau peningkatan

jabatan, maka hal ini akan disepelekan.

Sedangkan menurut Aprilia (2007), di

Indonesia wanita yang belum menikah

terutama usia 25 tahun ke atas juga sering

dihadapkan pada pertanyaan kapan mereka

akan menikah, padahal mereka masih ingin

mengejar karier. Ditambah lagi adanya

pandangan dari masyarakat jika wanita

bekerja yang sukses terutama yang memiliki

jabatan tinggi akan sulit mencari pasangan.

Wanita bekerja yang sukses dianggap

sebagai wanita yang mandiri. Kemandirian

wanita dianggap negatif oleh masyarakat.

Hal ini akhirnya akan menimbulkan

kecemasan pada wanita yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi dengan

mengurangi motivasinya sehingga mencegah

mereka untuk sukses. Selain itu juga, jika

seorang wanita berprestasi di bidang tidak

feminin maka laki-laki akan menganggapnya

tidak menarik dan prestasi yang tinggi

membutuhkan usaha yang keras sehingga

dapat menghambat kebutuhan afiliasi

(William, 1996).

Kecemasan yang timbul pada wanita ini

disebabkan karena dalam mengejar prestasi

untuk mencapai kesuksesan membutuhkan

perilaku kompetitif dan memerlukan agresifitas. Sedangkan agresif ini tidak

sesuai dengan peran gender wanita yaitu

feminitas. Hal ini menimbulkan konflik

peran jenis kelamin yang akhirnya membuat

wanita mengubah tingkat aspirasinya untuk

menampilkan potensi secara maksimal.

Horner (dalam Matlin, 1987) menyebut

kecemasan ini sebagai fear of success. Jadi

fear of success adalah ketakutan akan

kesuksesan dalam situasi kompetitif yang

akan membawa dampak yang tidak

menyenangkan terutama bagi wanita yaitu

kehilangan feminitas (lost of feminity) dan

ketidakpopuleran. Hal ini akan diikuti

dengan adanya pandangan negatif dari

masyarakat yang sering muncul dalam

bentuk cemooh, sindiran atau anggapan

bahwa wanita yang sukses tidak sesuai lagi

dengan perannya sebagai wanita. Wanita-

wanita yang sukses sering dinilai bertingkah

3

dan berpikir seperti laki-laki, menentang

kodratnya sebagai wanita untuk menjadi istri

dan ibu. Berbagai penilaian ini pada

akhirnya menilai bahwa wanita telah

menyimpang dari perannya atau telah

kehilangan sifat kewanitaannya (Horner

dalam Matlin, 1987).

Wanita dewasa muda (20-40 tahun)

yang memiliki motivasi tinggi dalam

berprestasi dan kemampuan yang baik,

kesuksesan lebih mungkin diperoleh bahkan

kadang kesuksesan merupakan tujuan

mereka. Hal ini menyebabkan mereka lebih

mungkin untuk menghadapi konflik antara

kemampuan dan motivasi berprestasi yang

tinggi serta kesempatan yang dimiliki

dengan tuntutan dan harapan masyarakat

terhadap mereka yang sesuai dengan peran

jenisnya sebagai wanita. Di satu pihak

wanita tersebut memiliki kebutuhan yang

besar untuk berprestasi, namun di pihak lain

masyarakat masih memegang nilai

tradisional bahwa wanita tidak diharapkan

untuk berprestasi tinggi bagi dirinya sendiri

tetapi lebih baik melayani orang lain.

Sedangkan pada wanita yang memiliki

motivasi berprestasi dan kemampuan yang

rendah untuk mencapai kesuksesan bukan

merupakan sesuatu hal yang mudah

sehingga mereka tidak terlalu

mempermasalahkan kesuksesan tersebut.

Oleh karena itu, wanita yang memiliki

motivasi berprestasi dan kemampuan yang

tinggi lebih mungkin mengalami fear of

success (Horner dalam Matlin, 1987).

Hal ini membuat wanita yang kompeten

akan menunjukkan kecemasan dan

penurunan prestasi jika dihadapkan pada

tugas dengan standar prestasi tertentu (Shaw

& Costanzo, 1982).

Berdasarkan uraian di atas, penulis

ingin meneliti apakah ada hubungan antara

motivasi berprestasi dengan fear of success

pada wanita karier dewasa muda?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji

apakah ada hubungan antara motivasi

berprestasi dengan fear of success pada

wanita bekerja dewasa muda. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Berdasarkan hasil analisis diketahui terdapat

huubungan negatif antara motivasi

berprestasi dengan fear of success pada

wanita dewasa muda yang bekerja. Manfaat

teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat

menambah khasanah pengetahuan,

khususnya yang berhubungan dengan

psikologi wanita terutama teori fear of

success. Di samping itu hasil penelitian ini

tentu bermanfaat sebagai bahan pustaka atau

menambah wawasan bagi peneliti lain yang

ingin mengadakan penelitian lebih lanjut,

terutama yang berkaitan dengan motivasi

berprestasi, fear of success dan wanita

karier.

2. Manfaat Praktis

Berdasarkan hasil analisis diketahui terdapat

huubungan negatif antara motivasi

berprestasi dengan fear of success pada

wanita dewasa muda yang bekerja. Artinya

wanita pada masa ini sudah lebih mampu

4

mengatur waktu dan perannya sebagai istri

dan ibu serta sebagai wanita karier.

Manfaat penulisan ini dimaksudkan

agar para wanita khususnya pada masa

perkembangan dewasa muda (20-40 tahun)

bisa mengetahui lebih jelas tentang fear of

success sehingga jika wanita tersebut

mengalaminya bisa mencari pemecahannya

sehingga bisa membuat wanita mampu

menempatkan dirinya sebagai istri dan ibu

serta sebagai wanita karier.

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Atkinson (1974), motivasi

berprestasi adalah kekuatan untuk

berprestasi yang diekspresikan melalui

perilaku terhadap tugas dalam situasi

tertentu yang ditimbulkan oleh dirinya

sendiri (personal disposition) maupun

pengaruh lingkungan. Oleh karena itu,

kekuatan untuk berprestasi ini berbeda-beda

tergantung dari adanya perbedaan antar

individu.

Sedangkan menurut McClelland (dalam

Matlin, 1987) motivasi berprestasi adalah :

”the desire to strive for success in situation

involving in standard of excellence” yang

berarti adalah hasrat untuk mencapai

kesuksesan menurut standar kesempurnaan.

Standar kesempurnaan ini dapat berupa

prestasinya sendiri sebelumnya ataupun

prestasi orang lain.

Jung (1978) menyatakan bahwa

motivasi berprestasi adalah usaha yang

dilakukan oleh individu agar bisa mencapai

keberhasilan yang berasal dari dalam dirinya

sendiri maupun dari lingkungannya dimana

perilaku dievaluasi menurut standar atau

kriteria sempurna.

Jadi motivasi berprestasi adalah

dorongan yang kuat dalam diri seseorang

untuk berprestasi sehingga mencapai kriteria

atau standar tertentu yang berasal dari dalam

dirinya sendiri maupun lingkungannya.

Komponen Motivasi Berprestasi

Berdasarkan penelitian McClelland dkk

(dalam Atkinson, 1974), komponen motivasi

berprestasi adalah :

a. Kecenderungan untuk mencapai

kesuksesan (favourable)

Suatu kapasitas untuk merasakan

kebanggaan dalam suatu pencapaian

atau sifat bawaan individu tentang

bagaimana seseorang bereaksi dalam

situasi ke situasi lainnya dengan

mengkombinasikan dua pengaruh

spesifik lingkungan yaitu kekuatan dari

kemungkinan untuk sukses dan nilai

penguatan dari kesuksesan tersebut.

Sifat bawaan itu secara umum

merupakan karakteristik yang stabil

sedangkan dua pengaruh spesifik

lingkungan itu tergantung dari

pengalaman pribadi individu tersebut.

b. Kecenderungan untuk menghindari

kegagalan (unfavourable)

Suatu kapasitas untuk bereaksi

terhadap rasa malu ketika performance

seseorang mengalami kegagalan. Ketika

seseorang melakukan suatu pekerjaan

dan ternyata gagal maka individu

tersebut akan mengalami kecemasan

dan cenderung untuk lari dari situasi

tersebut. Escalona, Festinger dan Lewin

5

mengatakan rasa malu dari kegagalan

itu akan semakin meningkat tugas yang

gagal tersebut mudah daripada tugas itu

sulit. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian

McClelland dkk (McClelland, 1987)

komponen dalam motivasi berprestasi ada

empat :

a. Risiko pemilihan tugas

Adanya kecenderungan pada

individu yang motivasi berprestasinya

tinggi untuk lebih realistis dalam

memilih tugas. Mereka lebih suka tugas

dengan tantangan moderat yang akan

menjanjikan kesuksesan. Mereka tidak

suka dengan pekerjaan yang terlalu

mudah dimana tidak ada tantangan dan

pekerjaan yang terlalu sulit dimana

kemungkinan untuk suksesnya kecil.

b. Umpan balik

Adanya umpan balik yang konkrit

tentang apa yang sudah mereka lakukan

dengan membandingkan prestasi yang

mereka miliki terhadap orang lain.

Umpan balik ini selanjutnya akan

dipergunakan untuk memperbaiki

prestasinya.

c. Tanggung jawab

Adanya tanggung jawab atas tugas

yang dikerjakannya. Ia akan berusaha

untuk meyelesaikan setiap tugas yang

dilakukan dan tidak meninggalkan tugas

itu sebelum berhasil menyelesaikannya.

Hal ini dikarenakan individu akan

merasa berhasil bila telah

menyelesaikan tugas dan gagal bila

tidak dapat menyelesaikannya.

d. Kreatif-inovatif

Inovatif adalah melakukan sesuatu

dengan cara yang berbeda dengan cara

sebelumnya. Kreatif adalah mencari

cara baru untuk menyelesaikan tugas

dengan seefektif dan seefisien mungkin.

Mereka tidak menyukai pekerjaan rutin

yang sama dari waktu ke waktu. Jika

dihadapkan pada tugas yang bersifat

rutin, mereka akan berusaha mencari

cara lain untuk menghindari rutinitas

tersebut, namun jika tidak dapat

menghindarinya mereka akan tetap

dapat menyelesaikannya.

Pada penelitian ini, penulis akan

menggunakan komponen motivasi

berprestasi dari McClelland pada tahun 1987

karena komponennya lebih spesifik untuk

diteliti. Selain itu bahasan dalam komponen

motivasi berprestasi dari McClelland

(Atkinson, 1974) masih terlalu luas

cakupannya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Motivasi Berprestasi

Menurut Jung (1978), motivasi berprestasi

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

a. Faktor intrinsik

Faktor ini berasal dari dalam diri

pribadi individu yang bersangkutan atau

sama saja dengan karakteristik individu

tersebut seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya. Ditambah lagi dengan

adanya reward intrinsik berupa

kebanggaan dan kepuasan yang

diperoleh setelah menyelesaikan tugas

atau ketika mendapatkan kesuksesan.

b. Faktor ekstrinsik

6

Adanya dukungan sosial yang

didapatkan dan keuntungan materi.

Misalnya saja dukungan sosial yang

berasal dari orangtua untuk berprestasi

akan meningkatkan motivasi berprestasi

seseorang. Keuntungan materi yang

didapat dari bekerja akan meningkatkan

motivasi beprestasi karena semakin

tinggi prestasi seseorang maka

umumnya orang akan beranggapan

bahwa mereka akan mendapatkan

keuntungan materi yang lebih besar

pula. Selain itu juga motivasi

berprestasi akan meningkat jika ada

ekstrinsik reward berupa promosi dan

keuntungan materi seperti yang sudah

dijelaskan di atas dan punishment yang

diperoleh jika dia gagal maka akan

mendapatkan hukuman berupa

penolakan dari lingkungannya karena

seperti yang sudah diketahui bahwa

’everybody loves winner’ .

Fear of Success

Menurut Horner (dalam Matlin,1987),

fear of success adalah ketakutan akan

kesuksesan terutama pada wanita dalam

situasi kompetisi berprestasi yang akan

membawa akibat yang tidak menyenangkan

seperti kehilangan feminitas, penolakan

sosial dan ketidakpopuleran. Fear of success

juga merupakan penghambat bagi

kemampuan, aspirasi dan serta potensi yang

ada pada diri wanita tersebut.

Walsh (dalam Basarah, 1989)

menyatakan bahwa fear of success adalah

suatu disposisi laten dari kepribadian wanita

yang berhubungan dengan identitas peran

jenis kelaminnya. Fear of success dipandang

sebagai hal yang telah ada pada pribadi

wanita yang tidak terlihat namun dapat

muncul pada situasi-situasi tertentu.

Sedangkan menurut Pauludi (dalam

Kurnia, 2005), fear of success bukan

merupakan disposisi laten dari kepribadian

tapi hal yang ditimbulkan melalui suatu

situasi tertentu. Fear of success tidak ada

dalam diri wanita melalui pola asuh orangtua

tetapi muncul oleh interaksi maupun

evaluasi terhadap keadaan dan reaksi dari

lingkungan terhadap kesuksesan seorang

wanita.

Berdasarkan pandangan beberapa ahli di

atas dapat disimpulkan fear of success

adalah ketakutan akan kesuksesan yang

memproyeksikan keyakinan dalam situasi

kompetisi berprestasi pada wanita yang akan

membawa dampak negatif seperti

kehilangan feminitas, penolakan sosial dan

ketidakpopuleran sehingga menghambat

kemampuan dan aspirasi wanita tersebut.

Komponen dalam Fear of Success

Dari penelitian yang dilakukan oleh Horner

(dalam Shaw & Constanzo, 1982)

komponen fear of success ada tiga, yaitu :

a. Loss of Feminity

Ketika wanita berusaha untuk

memenuhi standar perilaku prestasinya

maka wanita tersebut akan berusaha

dengan agresif dalam situasi

berkompetisi. Hal ini tidak sesuai

dengan peran jenis kelaminnya sebagai

seorang wanita yaitu feminitas yang

seharusnya ditunjukkan dengan

pekerjaan yang bersifat mendukung dan

7

menolong orang lain. Menjadi feminin

juga berarti menjadi orang yang mampu

melakukan tugasnya sebagai ibu dan

istri yang baik. Pada akhirnya semua

hal itu akan menyebabkan timbulnya

perasaan cemas akan hilangnya sifat-

sifat kewanitaannya atau feminitas

(dalam Matlin, 1987).

b. Loss of Social Self Esteem

Perasaan cemas akan hilangnya

penghargaan sosial yang diartikan

sebagai perasaan hilangnya atau

kurangnya penghargaan masyarakat

terhadap wanita yang sukses karena

perempuan tidak menampilkan sifat

yang feminin (dalam Kurnia, 2005).

c. Social Rejection

Adanya pandangan negatif dari

masyarakat bahwa wanita-wanita yang

sukses sering dinilai bertingkah dan

berpikir seperti laki-laki, menentang

kodratnya sebagai seorang wanita dan

pandangan negatif lainnya yang pada

dasarnya menilai wanita tersebut telah

kehilangan sifat kewanitaannya. Hal ini

membuat masyarakat menolak secara

sosial wanita yang seperti itu yang

dilakukan dalam bentuk tidak

diikutsertakan wanita sukses dalam

kegiatan kelompok, cemohan, sindiran

dan sebagainya. Penolakan ini akan

semakin kuat jika wanita tersebut

bertingkah kompetitif secara terbuka

dan menolak peran tradisionalnya

(Shaffer & Wagley dalam Unger,

2004).

Wanita Bekerja

Menurut Matlin (1987), wanita bekerja

memiliki dua arti, yaitu wanita yang bekerja

di luar rumah dan wanita yang bekerja di

dalam rumah.

Unger (2004) mengemukakan istilah

wanita bekerja atau ibu bekerja itu

menunjukkan bahwa wanita itu tidak benar-

benar bekerja sampai dia mendapatkan

penghasilan.

Jadi yang dimaksud dengan wanita

bekerja adalah wanita yang bekerja di luar

rumah dan mendapatkan penghasilan.

Dewasa Muda

Masa dewasa muda menurut Hurlock

(1993) adalah masa pencarian kemantapan

dan masa reproduktif yang penuh dengan

masalah dan ketegangan emosional, periode

isolasi sosial, periode komitmen dan masa

ketergantungan, perubahan nilai-nilai,

kreativitas dan penyesuaian diri pada pola

hidup yang baru yang dimulai pada umur 18

tahun dan sampai kira-kira umur 40 tahun

Santrock (1995) menyebutkan bahwa

masa awal dewasa (early adulthood) ialah

periode perkembangan yang bermula pada

akhir usia belasan tahun atau awal usia dua

puluhan tahun dan yang berakhir pada usia

tiga puluh lima tahun. Ini adalah masa

pembentukan kemandirian pribadi dan

ekonomi, masa perkembangan karir dan bagi

banyak orang, masa pemilihan pasangan,

belajar hidup dengan seseorang secara akrab,

memulai keluarga dan mengasuh anak-anak.

Sedangkan Papalia, Olds dan Feldman

(2001) menyatakan bahwa masa dewasa

muda adalah suatu masa untuk membangun

8

dasar bagi kehidupan selanjutnya yang

dimulai pada usia 20 sampai 40 tahun. Pada

masa ini manusia biasanya meninggalkan

rumah orang tuanya, memulai karir atau

pekerjaan, menikah atau membangun

hubungan intim, mempunyai dan

membesarkan anak dan bertanggung jawab

dalam masyarakat.

Berdasarkan pengertian dari beberapa

ahli di atas dapat disimpulkan bahwa masa

dewasa muda adalah suatu masa untuk

membangun dasar bagi kehidupan

selanjutnya yang dimulai pada usia 20

sampai 40 tahun sehingga mencapai

kemantapan dan kemandirian dalam

berbagai hal seperti pribadi atau emosional,

kognitif, ekonomi atau karir dan sosial.

Hubungan Antara Motivasi Berprestasi

dengan Fear of Success pada Wanita

Bekerja Dewasa Muda

Motivasi berprestasi adalah hasrat untuk

mencapai kesuksesan menurut standar

kesempurnaan. Standar kesempurnaan ini

dapat berupa prestasinya sendiri sebelumnya

ataupun prestasi orang lain (McClelland,

1987). Ketika seorang individu mempunyai

motivasi untuk berprestasi yang tinggi maka

individu tersebut akan berperilaku untuk

mencapai prestasi yang ia inginkan.

Semakin tinggi motivasi yang dipunyai oleh

individu itu maka semakin besar

kemungkinan untuk berperilaku mencapai

prestasi tersebut (Norris, 2000).

Karakteristik individu yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi yaitu lebih

menyukai tugas-tugas dengan tantangan

yang moderat yang menjanjikan kesuksesan

dan dapat menguji kemampuan mereka dan

sebaliknya individu yang memiliki motivasi

berprestasi rendah justru cenderung

menghindari tugas-tugas tersebut (dalam

Riyanti dan Prabowo, 1998). Demikian

halnya juga dengan wanita, ketika wanita

memiliki motivasi tinggi untuk meraih

prestasi maka akan lebih mungkin untuk

memperoleh prestasi bahkan kesuksesan itu

merupakan tujuan mereka. Sedangkan pada

wanita yang memiliki motivasi berprestasi

dan kemampuan yang rendah, untuk

mencapai kesuksesan bukan merupakan

sesuatu hal yang mudah sehingga mereka

tidak terlalu mempermasalahkan kesuksesan

tersebut (Horner, dalam Matlin, 1987).

Beberapa penelitian terdahulu

menyebutkan bahwa motivasi berprestasi

pada wanita berbeda dengan dengan

motivasi berprestasi pada pria. Hal ini terjadi

karena adanya perbedaan mendasar dalam

memandang kesuksesan antara pria dan

wanita. Pria melihat kesuksesan secara

tunggal sedangkan wanita melihat

kesuksesan secara ambigu (Shaw &

Constanzo, 1982). Pria tidak memiliki

kebingungan ketika menghadapi situasi

berprestasi yang kompetitif karena hal itu

sesuai dengan peran gendernya yang

maskulin. Atau dengan kata lain pria

memang seharusnya sukses (Matlin, 1987).

Sedangkan pada wanita, lingkungan kurang

menghargai prestasi yang mereka peroleh.

Ditambah lagi peran gender yang

dimilikinya menuntut mereka untuk menjadi

penyayang, penurut dan tidak berkompetisi

9

(Shaw & Constanzo, 1982). Hal ini juga

didukung oleh Kaufmann dan Richardson

(dalam Matlin, 1987) yang dalam

penelitiannya mengatakan ada dua gagasan

mengenai motivasi berprestasi pada wanita,

yaitu bahwa wanita mungkin tidak terlalu

termotivasi untuk berprestasi seperti pria dan

wanita menganggap bahwa sukses itu akan

mendatangkan ketidakbahagiaan sehingga

wanita berusaha untuk mencegah agar tidak

memperoleh kesuksesan.

Di masa sekarang pria dan wanita

mempunyai motivasi berprestasi yang sama

tetapi motivasi tersebut mempunyai arah

yang berbeda. Ketika anak laki-laki dan

anak perempuan tumbuh dan berkembang,

mereka membuat pilihan terhadap motivasi

berprestasi baik secara sadar maupun tidak

sadar berdasarkan harapan dan nilai-nilai

dari masyarakat. Sehingga walaupun wanita

dan pria mempunyai motivasi berprestasi

yang sama untuk mencapai kesuksesan,

namun wanita dipengaruhi oleh nilai-nilai

dan harapan yang berkembang di

masyarakat untuk bertingkah laku sesuai

dengan peran gendernya. Nilai dan harapan

dari masyarakat tersebut membuat

masyarakat melihat secara berbeda

mengenai kesuksesan pada wanita dan pria.

Masyarakat akan memandang kesuksesan

yang diperoleh seorang pria sebagai akibat

dari kompetensi tinggi yang dimiliki oleh

pria tersebut. Sedangkan ketika wanita

memperoleh kesuksesan, masyarakat hanya

menganggap hal tersebut sebagai

keberuntungan atau kerja keras bukannya

kompetensi yang dimiliki wanita tersebut.

Sehingga hal ini membuat wanita

mengalami konflik dan mempengaruhi

motivasi berprestasi yang dimilikinya

(Unger, 2004).

Menurut Horner (dalam Matlin, 1987)

wanita menghadapi konflik antara

kemampuan dan motivasi berprestasi yang

tinggi serta kesempatan yang dimiliki

dengan tuntutan dan harapan masyarakat

terhadap mereka yang sesuai dengan peran

jenisnya sebagai wanita. Lidz (dalam

Basarah, 1989) juga menjelaskan konflik

yang dialami wanita karier dewasa awal (20-

40 tahun) adalah dilema antara kesempatan

mengembangkan karier dengan harapan

lingkungan sosial yang berpandangan bahwa

berprestasi adalah sifat maskulin. Wanita

diharapkan untuk menolong, bersikap lebih

tenang, kurang agresif, kurang aktif dan

dominan dalam mengambil keputusan,

tinggal di rumah, lebih emosional, serta

menjaga dan mengasuh anak-anak (Clark

dan Lowell, 1980). Sebaliknya wanita

membutuhkan perilaku kompetitif yang

merupakan sublimasi dari tingkah laku

agresifitas untuk mencapai prestasinya.

Sedangkan masyarakat memandang

agresifitas sebagai sifat yang maskulin dan

tidak sesuai dengan sifat feminin pada

wanita (Bardwick dalam Kurnia, 2005).

Selain itu juga, pada masa perkembangan

dewasa muda, wanita berada dalam tahap

mencari pasangan dan siap menikah ataupun

dalam tahap yang menuntut mereka untuk

bisa melakukan perannya sebagai istri dan

seorang ibu yang baik. Konflik-konflik yang

bisa terjadi antara lain persaingan antara

10

suami dan istri dan jika keluarga itu

mempunyai anak maka apa perhatian

terhadap anak sudah terpenuhi (Santrock,

1995).

Hal-hal tersebut akan menimbulkan

kecemasan pada wanita sehingga

membuatnya berusaha untuk menghindari

kesuksesan. Inilah yang disebut Horner

(dalam Matlin, 1987) sebagai fear of

success. Fear of success adalah ketakutan

akan kesuksesan terutama pada wanita

dalam situasi kompetisi yang membawa

dampak yang tidak menyenangkan seperti

ketidakpopuleran dan kehilangan feminitas.

Jika wanita tersebut tetap ingin

mempertahankan prestasi maka orang lain

dan dirinya akan mempersepsi bahwa ia

bukan seorang yang feminin. Prestasi yang

diperoleh akan menganggu keberhasilan

yang mengarah pada identitas dan

kinerjanya sebagai seorang ibu yang

merupakan bagian utama dalam kehidupan

seorang perempuan. Akhirnya keadaan ini

akan memaksanya untuk merendahkan

tingkat aspirasinya agar sesuai dengan

harapan masyarakat. (William, 1996).

Oleh karena itu, wanita yang memiliki

motivasi berprestasi dan kemampuan yang

tinggi lebih mungkin mengalami fear of

success. Sehingga walaupun mempunyai

keinginan untuk berprestasi yang tinggi,

dengan berbagai kondisi yang ada di

masyarakat dan lingkungannya bahwa

wanita tidak diharapkan untuk berprestasi

tinggi bagi dirinya sendiri tetapi lebih baik

melayani orang lain membuat dirinya

mengalami kecemasan terhadap kesuksesan

yang diraihnya dan akhirnya memaksa

wanita tersebut untuk merendahkan tingkat

aspirasinya (Horner dalam Matlin, 1987).

Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas

maka hipotesis yang diajukan yaitu ada

hubungan yang positif antara motivasi

berprestasi dengan fear of success pada

wanita bekerja dewasa muda. Dimana

semakin tinggi motivasi berprestasi maka

semakin tinggi juga fear of success yang

dimiliki wanita bekerja dewasa muda.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini memnggunakan

pendekatan kuantitatif yang bersifat

hubungan, yaitu menghubungkan antara

variabel satu dengan yang lain.

Jumlah subjek dalam penelitian ini

adalah 43 subjek wanita dewasa muda yang

bekerja. Karakteristik subjek yang

dibutuhkan dalam penelitian ini adalah karyawan wanita dengan posisi kerja

11

minimal supervisor dimana tingkat usianya

adalah dewasa muda (20-40 tahun) yang

sudah menikah.

Pada penelitian ini pengumpulan data

dilakukan menggunakan kuesioner dimana

terdapat lembar identitas subjek penelitian

yang meliputi nama, usia, pendidikan, posisi

pekerjaan, penghasilan, suku, lama bekerja,

pekerjaan suami dan jabatan suami yang

menunjukkan karakteristik subjek penelitian.

Selain itu di dalam kuesioner itu terdapat

skala motivasi berprestasi dan skala fear of

success. Untuk mengukur motivasi

berprestasi dan fear of success menggunakan

skala berbentuk skala Likert.

Pengumpulan data yang digunakan

mengukur motivasi berprestasi yaitu dengan

menggunkan Skala motivasi berprestasi

yang disusun berdasarkan komponen

motivasi berprestasi yang berasal dari

penelitian McClelland dkk (McClelland,

1987) yaitu risiko pemilihan tugas, umpan

balik, tanggung jawab, dan kreatif-inovatif.

Sedangkan fear of success diukur dengan

menggunakan skala fear of success yang

disusun berdasarkan dampak fear of success

bagi wanita yang kemudian oleh Horner

(1978 dalam Shaw & Constanzo, 1982)

dikembangkan menjadi komponen dalam

fear of success yang meliputi loss of feminity

(kehilangan feminitas), loss of social self

esteem (kehilangan harga diri) dan social

rejection (penolakan sosial).

Uji validitas dalam penelitian ini

berdasarkan uji konsistensi internal dimana

kriterianya dilihat dari skor total dari item

pada tes itu sendiri yaitu melalui korelasi

antara skor setiap item dengan skor total

pada item (Anastasi & Urbina, 1997) dengan

menggunakan teknik Korelasi Product

Moment Pearson. Sedangkan Uji reliabilitas

dalam penelitian menggunkan Teknik Alpha

Cronbach (Azwar, 1996).

Untuk melakukan pengujian hipotesis

yaitu ada atau tidaknya hubungan antara

motivasi berprestasi (X) sebagai prediktor

dengan fear of succes (Y) sebagai kriterium

pada wanita bekerja dengan menggunakan

uji korelasi bivariat yaitu teknik analisis data

Korelasi Product Moment Pearson karena

hanya menguji hubungan antara dua variabel

saja.

Semua perhitungan stastistik dalam

pengolahan data ini dilakukan dengan

computer menggunakan program Statistical

for Social Science (SPSS) 12.0 for Windows.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan

menggunakan metode try-out terpakai di

beberapa perusahaan yang tersebar di

Jakarta dan Bogor. Penyebaran Kuesioner

dilakukan tanggal 30 Juli sampai 26 Agustus

2008.

Uji Validitas dan Reliabilitas Skala

Pada skala motivasi berprestasi yang

disusun dengan menggunakan Skala Likert,

dari 50 item yang digunakan, diperoleh 41

item yang valid, sementara 9 item yang lain

dinyatakan gugur. Item valid memiliki nilai

korelasi antara 0,327 – 0,757. Dalam

penelitian ini diperoleh angka koefisien

12

reliabilitas motivasi berprestasi sebesar

0,951 berarti alat ukur tersebut mendekati

sempurna tingkat kepercayaannya. Pada skala fear of success, dari 50 item

yang dianalisis diperoleh 27 item yang valid,

sementara 23 item lainnya dinyatakan gugur.

Korelasi skor total pada item-item valid bergerak antara 0,302 sampai 0,777.

Kemudian dalam penelitian ini, diperoleh

angka koefisien reliabilitas fear of success

sebesar 0,844 yang berarti alat ukur tersebut

mendekati sempurna tingkat

kepercayaannya.

Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan

untuk menguji normalitas sebaran skor.

Berdasarkan pengujian normalitas pada

variabel motivasi berprestasi diperoleh hasil

signifikansi sebesar 0,079 pada Kolmogorov

Smirnov (p > 0,05). Hal ini menunjukkan

bahwa distribusi skor skala motivasi

berprestasi berdistribusi normal. Pada skala

fear of success diperoleh signifikansi sebesar

0,056 pada Kolmogorov Smirnov (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi skor

skala fear of success berdistribusi normal.

Dari hasil uji linearitas pada skala motivasi

berprestasi dan skala fear of success

diperoleh nilai F sebesar 35,999 dengan

signifikansi 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian dapat dikatakan ada hubungan

yang linear antara motivasi berprestasi

dengan fear of success

Untuk uji hipotesis digunakan uji

korelasi bivariat dengan menggunakan

teknik Korelasi Product Moment Pearson

karena data berdistribusi normal, N ≥ 30.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan

dengan menggunakan teknik Korelasi

Product Moment Pearson (2-tailed)

diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar –

0,684 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p <

0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis

penelitian ini diterima, artinya ada hubungan

yang signifikan antara motivasi berprestasi

dengan fear of success. Selain itu dari hasil

analisis data yang telah dilakukan dapat

diketahui arah hubungan antara motivasi

berprestasi dan fear of success bersifat

negatif. Hal ini berarti semakin tinggi

motivasi berprestasi subjek maka semakin

rendah fear of success-nya dan semakin

rendah motivasi berprestasi semakin tinggi

fear of success.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji

hubungan yang positif antara motivasi

berprestasi dengan fear of success pada

wanita dewasa awal. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini

ditolak, artinya ada hubungan yang

signifikan antara motivasi berprestasi

dengan fear of success namun hubungan

tersebut bersifat negatif. Hal ini berarti

semakin tinggi motivasi berprestasi subjek

maka semakin rendah fear of success-nya

dan semakin rendah motivasi berprestasi

semakin tinggi fear of success.

Hal ini tidak sesuai dengan pendapat

Horner (dalam Matlin, 1987) yang

menyebutkan bahwa ketika wanita

mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi

maka wanita tersebut akan menghadapi

konflik antara kemampuan dan motivasi

13

berprestasi yang tinggi serta kesempatan

yang dimiliki dengan tuntutan dan harapan

masyarakat terhadap mereka yang sesuai

dengan peran jenisnya sebagai wanita. Oleh

karena itu wanita tersebut akan lebih

mungkin untuk mengalami fear of success.

Sehingga walaupun mempunyai keinginan

untuk berprestasi yang tinggi, dengan

berbagai kondisi yang ada di masyarakat dan

lingkungannya bahwa wanita tidak

diharapkan untuk berprestasi tinggi bagi

dirinya sendiri tetapi lebih baik melayani

orang lain membuat dirinya mengalami

kecemasan terhadap kesuksesan yang

diraihnya dan akhirnya memaksa wanita

tersebut untuk merendahkan tingkat

aspirasinya.

Hal ini mungkin disebabkan

karakteristik dari individu yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi yang

bertanggung jawab dalam menyelesaikan

tugasnya tepat waktu dan berusaha mencari

cara-cara yang baru dalam mengerjakan

tugas sehingga hasilnya lebih efektif dan

efisien sehingga wanita yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi dapat mengatur

manajemen waktu yang baik untuk

menyeimbangkan perannya sebagai seorang

istri dan ibu dan sebagai wanita bekerja.

Pada akhirnya konflik dengan keluarga juga

akan berkurang. Selain itu sumber masalah

pada wanita bekerja khususnya faktor

ekesternalnya adalah ada tidaknya dukungan

suami, kehadiran anak terutama yang masih

kecil atau balita ataupun batita dan masalah

dari pekerjaan itu sendiri. Jika masalah-

masalah tersebut dapat diatasi maka wanita

tersebut bisa terus mengikuti dorongan

dalam dirinya untuk berprestasi dan tanpa

ada rasa cemas untuk meraih kesuksesan.

Misalnya dengan adanya dukungan suami,

anak-anak yang masih kecil/balita/batita

diasuh oleh orang yang dapat mereka

percayai dan karakteristik dari individu yang

memiliki motivasi berprestasi akan bisa

mengatasi masalah-masalah pekerjaan

seperti beban kerja yang berat, ketidakadilan

yang dirasakan di tempat kerja, rekan-rekan

yang sulit bekerja sama, waktu kerja yang

sangat panjang dan sebagainya sehingga

wanita-wanita ini tidak akan takut untuk

meraih kesuksesan.

Ditambah lagi dengan perubahan

paradigma dalam masyarakat seperti yang

dikatakan oleh Suciadi (2008) bahwa adanya

kemajuan paradigma bagi wanita Indonesia

yang ditunjukkan dengan adanya

kebanggaan bagi masyarakat jika wanita

berhasil dalam karir dan studi. Kemajuan

paradigma tersebut juga ditunjukkan dengan

semakin banyaknya tokoh-tokoh wanita di

Indonesia, munculnya gerakan feminisme

dan peran perempuan di dunia politik di

Indonesia. Beberapa tokoh wanita di

Indonesia antara lain Presiden ke-5 RI

Megawati Soekarnoputri, Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta,

mantan Menperindag Rini M Sumarno,

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu,

Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia

Miranda Goeltom serta tokoh-tokoh wanita

berprestasi lainnya. Bahkan adanya

penghargaan yang diberikan oleh MURI

(Museum Rekor Indonesia) untuk puluhan

14

tokoh perempuan atau perempuan-

perempuan berprestasi dan menduduki

jabatan tertentu di pemerintahan dan

perusahaan atau lembaga lainnya.

Penghargaan Muri yang ditujukan untuk

sejumlah wanita berprestasi ini diharapkan

juga bisa menjadi motivasi dan

meningkatkan rasa percaya diri kaum

perempuan Indonesia, sehingga bisa terus

memberikan kontribusi bagi pembangunan

bangsa. Menneg PP Meutia Hatta juga

mengatakan bahwa perempuan-perempuan

Indonesia berperan besar dalam

pembangunan bangsa di segala sektor.

Hingga saat ini, kontribusi perempuan bagi

pembangunan di segala sektor sudah tidak

terhitung besarnya (Novery, 2008).

Tokoh-tokoh wanita ini juga merupakan

suatu lambang kesuksesan bagi kaum

feminis yang menginginkan kesetaraan

gender antara pria dan wanita. Bahkan pada

tanggal 12 Februari 2003 bisa jadi

merupakan salah satu tonggak bersejarah

bagi perkembangan feminisme di Indonesia,

terutama bagi para politikus perempuan

yang sudah sejak jauh hari senantiasa

memperjuangkan kejelasan posisi dan peran

mereka diranah politik praktis. Saat itu,

Sidang Paripurna DPR berhasil

mengesahkan RUU Pemilu terkait kuota

30% bagi perempuan dalam Dewan

Perwakilan tingkat II hingga pada tingkat

pusat. Hampir seluruh fraksi setuju atas hal

itu,kecuali Fraksi Bulan Bintang dan

Pemerintah. (Ahmad, 2008).

Hal ini menunjukkan bahwa adanya

penghargaan dan kebanggaan masyarakat

terhadap prestasi yang diraih oleh para

tokoh-tokoh wanita Indonesia ini dan juga

adanya kesempatan yang diberkan kepada

para wanita untuk sukses dan berprestasi di

segala bidang. Akhirnya jika konflik-konflik

dengan keluarga dan masyarakat dapat

diatasi maka wanita dapat berusaha dengan

tenang untuk meraih kesuksesan dalam

kariernya. Dari hasil penelitian juga dapat

diketahui perbandingan skor Mean Empirik

(ME) dan skor Mean Hipotetik (MH) pada

skala motivasi berprestasi dan fear of

success. Berdasarkan perhitungan dengan

melihat skor skala motivasi berprestasi

memiliki mean empirik sebesar 128,33 lebih

besar dari mean hipotetik ditambah satu

standar deviasi (102,5+20,5). Hal ini berarti

motivasi berprestasi subjek penelitian yang

tergolong tinggi. Tingginya skor motivasi

berprestasi yang dimiliki subjek dalam

penelitian ini dapat terlihat dari cukup

tingginya posisi pekerjaan yang mereka

miliki yaitu minimal supervisor. Hal ini

sesuai dengan pendapat Norris (2000) yang

menyebutkan bahwa ketika seorang individu

mempunyai motivasi untuk berprestasi yang

tinggi maka individu tersebut akan

berperilaku untuk mencapai prestasi yang ia

inginkan. Semakin tinggi motivasi yang

dipunyai oleh individu itu maka semakin

besar kemungkinan untuk berperilaku

mencapai prestasi tersebut. Perilaku tersebut

ditunjukkan dengan usaha dari subjek untuk

mencapai posisi yang tinggi dalam

pekerjaan. Begitu juga menurut Horner

(dalam Matlin, 1987) yang melakukan

15

penelitian tentang motivasi berprestasi pada

wanita, mengatakan bahwa ketika wanita

memiliki motivasi tinggi untuk meraih

prestasi maka akan lebih mungkin untuk

memperoleh prestasi bahkan kesuksesan itu

merupakan tujuan mereka.

Berdasarkan perhitungan pada skala

fear of success dimana mean empirik

memiliki nilai skor sebesar 54,53 yang

berada diantara MH – SDH < x ≤ MH +

SDH (54 < x ≤ 81). Artinya dapat dikatakan

subjek penelitian memiliki fear of success

yang tergolong rata-rata bahkan mendekati

rendah. Sesuai dengan beberapa penelitian

yang telah dikumpulkan oleh Seniati (2003)

yang menyatakan bahwa wanita Indonesia

sudah tidak takut sukses. Hasil penelitian Ali

Nina tahun 1991 dan Nauly pada tahun 1993

menemukan bahwa meskipun berada pada

tingkat yang tergolong rendah, wanita yang

memiliki peran gender feminin memiliki

ketakutan akan kesuksesan yang lebih tinggi

secara signifikan daripada wanita yang

memiliki peran gender androgini. Namun

penelitian Patana dan Dahesihsari tahun

2002 menemukan tidak ada perbedaan

ketakutan akan kesuksesan pada wanita

dengan peran gender feminin, maskulin dan

androgini. Jika pada kenyataannya masih

cukup banyak wanita yang lebih memilih

keluarga sebagai prioritas dan memutuskan

berhenti bekerja, itu adalah karena hidup

adalah suatu pilihan. Selain itu juga

mungkin disebabkan karena adanya

perubahan paradigma pada masyarakat yang

memandang wanita yang bekerja di luar

rumah adalah sesuatu hal yang wajar,

bahkan jika wanita tersebut berprestasi dan

memiliki jabatan yang cukup tinggi, hal ini

justru membanggakan. Sesuai dengan yang

dikatakan oleh Suciadi (2008) bahwa adanya

kemajuan paradigma bagi wanita Indonesia

yang ditunjukkan dengan adanya

kebanggaan bagi masyarakat jika wanita

berhasil dalam karir dan studi. Hal ini

dikarenakan wanita memiliki tanggung

jawab lebih daripada pria yaitu urusan

keluarga dan anak. Istilahnya, jika kaum pria

sesibuk apapun di kantor saat pulang ke

rumah langsung dapat menikmati istirahat,

menonton TV, tidur, membaca dan

sebagainya. Tapi bagi wanita karir, setelah

pulang kantor tugas baru telah menantinya

di rumah, yaitu sebagai seorang istri dan ibu.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat

diketahui bahwa ada hubungan antara

motivasi berprestasi dengan fear of success

pada wanita bekerja dewasa muda, namun

arah hubungan antara motivasi berprestasi

dan fear of success bersifat negatif. Hal ini

berarti semakin tinggi motivasi berprestasi

subjek maka semakin rendah fear of

success-nya dan semakin rendah motivasi

berprestasi semakin tinggi fear of success.

Hubungannya kurang kuat karena hanya

sebesar –0,684. Dari hasil penelitian juga

diketahui subjek memiliki motivasi

berprestasi yang tinggi dan fear of success

yang rendah.

Di samping itu, diketahui dari analisis

tambahan bahwa baik berdasarkan usia,

pendidikan dan pekerjaannnya, subjek

16

memiliki motivasi berprestasi yang tinggi.

Sedangkan untuk fear of success-nya, subjek

yang berusia 26 tahun sampai 30 tahun

memiliki fear of success yang rendah dan

subjek dengan rentang usia 31 tahun sampai

40 tahun memiliki fear of success rata-rata.

Subjek yang memiliki tingkat pendidikan

SMA, D3 dan S1 memiliki fear of success

yang tergolong rata-rata. Namun fear of

success yang dimiliki subjek dengan tingkat

pendidikan S2 tergolong rendah. Begitu juga

dengan subjek yang mempunyai pekerjaan

sebagai produser.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka

saran yang dapat diberikan adalah sebagai

berikut :

1. Bagi subjek yang punya jabatan tinggi

dalam pekerjaanya dengan membaca

penelitian ini disarankan untuk bisa

menyeimbangkan perannya sebagai

wanita karir dan sebagai istri serta ibu

sehingga dapat terus mengembangkan

potensinya tanpa mengorbankan

perannya sebagai istri dan ibu.

2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan

untuk meneliti bagaimana persepsi

masyarakat dan lelaki di Indonesia

terhadap wanita yang sukses sehingga

bisa diketahui dengan jelas apakah

terjadi perubahan paradigma mengenai

wanita karir yang sukses yang bisa

menyebabkan wanita karir di Indonesia

tidak takut sukses lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, I. (ed). (1997). Sangkan paran gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anastasi, A. & Urbina, S. (1997). Tes psikologi. Alih bahasa: Robertus H.S.I. Jakarta: Prenhallindo.

Aprillia, R. (2007). Harakah dan kemandirian perempuan. http://www.wordpress.com/perempuan/html

Atkinson, J.W. (1974). An introduction to motivation. New Jersey: Van Nostrand Company, Inc.

Azwar, S. (1996). Tes prestasi : Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Basarah, F. (1989). Motivasi berprestasi pada wanita: Studi penjajagan fear of success pada wanita. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Bee, H. (1998). Lifespan development (2nd ed). New York: Addison-Wesley Educational Publisher, Inc.

Branson, J. & Miller, D. (1988). The changing fortune of Balinese market women. In. Chandler, G., Sullivan, N. & Branson, J. (Eds). Development and displacement women in Southeast Asia. Victoria: Morphet Press Pty. Ltd.

Clark, R.A. & Lowell, E.L. (1980). Cognitive and motivation. New York: Appleton-Century-Crolts, Inc.

Craig, G. (1976). Human development (4th ed). New Jersey: Prentice Hall.

Dariyo, A. (2003). Psikologi perkembangan dewasa muda. Jakarta : Grasindo.

17

Frieze, I.H., Parsons, J.I., Johnson, P.B., Ruble, D.H. & Zellman, G.L. (1978). Women and sex roles: A social psychological perspective. New York: W.W. Norton and Company, Inc.

Hurlock, E.B. (1993). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, Edisi kelima. Alih bahasa : Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Jung, J. (1978). Understanding human motivation: A cognitive approach. New York: MacMillan Publishing Co., Inc.

Kurnia, I.M, (2005). Gambaran fear of success pada manajer wanita. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Matlin, M.W. (1987). Psychology of women. Florida: Holt, Rinehart & Winston, Inc.

McClelland, D.C. (1987). Human motivation. New York: Cambridge University Press.

McClelland, D.C., Atkinsons, J.W., Clark, R.K., & Lowell, E.L. (1976). The achievement motive. New York: Appleton-Century-Crults, Inc.

Miller, J.B. (1976). Toward a new psychology of women. New Jersey: Beacon Press.

Nisfiannor, M. (2002). Hubungan antara motif sosial dengan aktivitas berorganisasi kemahasiswaan bagi mahasiswa di Surabaya. Jurnal Phronesis, 4(8), 91-108.

Norris, G.W. (2000). Exploring the trait-behaviour relationship in leadership. Thesis (tidak diterbitkan).Ohio: Department of Psychology Ohio State University.

Papalia, D.E. & Sally, W.O. (1995). Human development. Sixth Edition. New York : Mc Graw-Hill, Inc.

Prabowo, H. (2002). Teknik penulisan usulan penelitian dan skripsi. Jakarta: Penerbit Gunadarma.

Rini, J.F. (2002). Wanita bekerja. http://e-psikologi.com/psikologikeluarga.html

Riyanti, D.B.P & Prabowo, H. (1998). Psikologi umum 2. Jakarta: Penerbit Gunadarma.

Santrock, J.W. (1995). Perkembangan masa hidup. Alih bahasa: Achmad Chusairi & Juda Damanik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sawitri. (1992). Hubungan motivasi berprestasi dengan kecemasan berprestasi terhadap prestasi akademis mahasiswa. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Seniati, L. (2003). Wanita Indonesia takut sukses? http://kompas.com/kompas-cetak/0310/20/swara/629095.htm

Shaw, M.E. & Costanzo, P.R. (1982). Theories of social psychology. Second edition. New York: McGraw Hill, Inc.

Suciadi, L.P. (2008). Selamat hari Kartini, wahai wanita Indonesia! http://www.wikimu.com/News/displaynews.aspx?id=7790

Unger, R. & Crawford, M. (2004). Women and gender: A feminist psychology. New York: McGraw Hill, Inc.

William, J.H. (1996). The psychology of women: Half the human experience. New York: W.W. Norton & Company, Inc.

Zuckerman, M. (1980). Effects of fear of success on intrinsic motivation, causal atribution and choice behaviour. Journal of Personality and Social Psychology, 39(3), 503-513.

18