hubungan antara perbandingan sosial (dengan...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA PERBANDINGAN SOSIAL (DENGAN TEMAN
SEBAYA) DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA REMAJA TENGAH DI
SMA NEGERI 1 TUNTANG
OLEH :
NACHRI BUDI PASERU
802012121
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : Nachri Budi Paseru
Nim : 802012121
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas
royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:
HUBUNGAN ANTARA PERBANDINGAN SOSIAL (DENGAN TEMAN SEBAYA)
DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA REMAJA TENGAH DI SMA NEGERI 1
TUNTANG
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia atau
mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan
tugas akhir, selama tetap mencantumkannama saya sebagai penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada Tanggal : 12 Januari 2016
Yang menyatakan,
Nachri Budi Paseru
Mengetahui,
Pembimbing
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nachri Budi Paseru
Nim : 802012121
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
HUBUNGAN ANTARA PERBANDINGAN SOSIAL (DENGAN TEMAN SEBAYA)
DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA REMAJA TENGAH DI SMA NEGERI 1
TUNTANG
Yang dibimbing oleh:
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan
orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat
atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa
memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 12 Januari 2016
Yang memberi pernyataan,
Nachri Budi Paseru
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA PERBANDINGAN SOSIAL (DENGAN TEMAN SEBAYA)
DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA REMAJA TENGAH DI SMA NEGERI 1
TUNTANG
Oleh
Nachri Budi Paseru
802012121
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 12 Januari 2016eptemb2015
Oleh:
Pembimbing,
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.
Diketahui Oleh, Disahkan Oleh,
Kaprogdi Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
HUBUNGAN ANTARA PERBANDINGAN SOSIAL (DENGAN TEMAN
SEBAYA) DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA REMAJA TENGAH DI
SMA NEGERI 1 TUNTANG
Nachri Budi Paseru
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
i
Abstrak
Penelitian ini bertujan untuk mengetahui hubungan antara perbandingan sosial
(dengan teman sebaya) dan kepuasan hidup remaja tengah di SMA Negeri 1 Tuntang.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling incidental
dengan subjek berjumlah 100 remaja. Pengumpulan data perbandingan sosial diukur
menggunakan Iowa-Netherlands Comparison Orientation Measure (INCOM) yang disusun
oleh Gibbon dan Buunk (1999), sementara pengumpulan data kepuasan hidup menggunakan
skala Multidimensional Student Life Satisfaction (MSLSS) yang disusun oleh Huebner
(2001). Teknik analisa data menggunakan Spearman Rho. Hasil yang diperoleh dari
perhitungan tersebut adalah nilai koefisien korelasi (r) = -0,558 dengan sig = 0,000
(p<0,05), yang berarti ada korelasi negatif yang signifikan antara perbandingan sosial
(dengan teman sebaya) dengan kepuasan hidup pada remaja tengah.
Kata kunci : perbandingan sosial, kepuasan hidup, remaja tengah.
ii
Abstract
This study aims to find the relationship between social comparison (with peers) and
life satisfaction in middle adolescents on SMA Negeri 1 Tuntang. The researcher use
incidental sampling with participants of this study are 100 adolescents. Iowa-Netherlands
Comparison Orientation Measure (INCOM) scale was used to measure the social
comparison which prepared by Gibbon and Buunk (1999). Multidimensional Student Life
Satisfaction (MSLSS) scale was used to measure the life satisfaction were prepared by
Huebner (2011). Data analiysis technique Spearman Rho. The result shows that
calculations of the value of the correlation coefficient (r) = -0,558 with sig= 0,000
(p<0,05), which means there is a significant negative correlation between social
comparison (with peers) with life satisfaction in the middle adolescents.
Keyword : Social Comparison, Life Satisfaction, Middle Adolescents
1
PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan
sosioemosional (Santrock, 2007). Memasuki masa remaja yaitu masa yang paling rentan
dalam tahap perkembangan, dimana remaja sangat mudah untuk merasakan gejolak emosi
yang dialaminya salah satunya yaitu kecemasan. Banyak remaja mengalami kecemasan dan
perasaan yang tidak menyenangkan atau perasaan yang aneh, dalam hal ini terdapat
kecenderungan rendahnya tingkat kepuasan hidup yang dialami oleh remaja (Ehrich &
Isaacowitz, 2002).
Tidak hanya kecemasan serta perasaan yang tidak menyenangkan yang dirasakan
setelah memasuki masa remaja, namun seorang individu juga akan memunculkan
ketidakpuasan pada hidup jika keinginannya tidak tercapai sesuai dengan yang diharapkannya.
Rohma (2013) mengatakan bahwa remaja memiliki banyak harapan, cita-cita dan tujuan yang
ingin digapainya, jika harapan dan cita-cita serta tujuan tersebut tidak tercapai maka remaja
akan memunculkan tingkat ketidakpuasan pada hidup yang rendah dan kemudian memicu hal
negatif pada diri remaja. Oleh karena itu, remaja sebaiknya mempersiapkan diri menjadi
seorang dewasa yang matang jika remaja tersebut dapat melewati konflik-konflik yang
dialaminya serta mengembangkan dirinya sebagai remaja yang sehat mental.
Kesehatan mental bukan sekedar terbebasnya individu dari berbagai macam
gangguan psikologis, tetapi lebih dari itu, kesehatan mental berkaitan dengan kapasitas dan
kualitas dimana individu mampu beradaptasi dengan perubahan, memanajemen situasi yang
krisis, mendemonstrasikan hubungan yang bermakna dengan individu lain dan menikmati
kehidupan (Almeida dalam Rochman dan Wahyu, 2011). Selain itu Birren dan Sloane et all
2
(1980) juga menambahkan bahwa ada empat komponen individu yang sehat mental, yaitu
tidak mengalami gangguan mental, tidak mengalami keterbatasan atau defisit dalam tingkah
laku, keadaan dirinya mendekati sosok yang ideal yang dihadapkan serta mengalami kepuasan
dalam hidupnya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, kepuasan hidup
merupakan salah satu aspek yang menentukan kesehatan mental individu, khususnya pada
remaja.
Kepuasan hidup dalam Hurlock (2009) adalah keadaan sejahtera atau kepuasan hati
yang merupakan kondisi yang menyenangkan dan timbul bila kebutuhan dan harapan tertentu
terpenuhi.Lebih lanjut Huebner (2003) mendefinisikan bahwa kepuasan hidup adalah
evaluasi subjektif maupun evaluasi global yang seseorang lakukan untuk menilai hal-hal
positif dalam hidupnya serta menilai hidupnya secara umum atau dengan aspek-aspek
tertentu.
Kepuasan hidup pada remaja memiliki beberapa aspek yang dikemukakan oleh
Huebner (2003) seperti;
a. Kepuasan terhadap Keluarga
Keluarga menjadi tolak ukur remaja dalam menilai kepuasan hidup. Pola asuh
keluarga, serta peran ayah dan ibu dalam keluarga merupakan salah satu yang
mempengaruhi kepuasan hidup, sehingga hubungan dalam keluarga membentuk nilai-nilai
pada remaja dalam menentukan kepuasan hidup yang di alami pada masa remaja. Remaja
yang merasa puas dengan keadaan keluarga, baik secara pola asuh, peran ayah dan ibu,
keharmonisan keluarga, dan sebagainya menjadi prediktor kepuasan hidup remaja.
3
b. Kepuasan terhadap Pertemanan
Hubungan pertemanan merupakan faktor paling berpengaruh selama masa remaja.
Dalam menentukan kepuasan hidup remaja dengan hubungan pertemanan adalah dengan
melihat kualitas hubungan yang terjalin dengan sesama teman sebayanya (Hurlock dalam
Huebner, 2003).
c. Kepuasan terhadap Pendidikan/ sekolah
Pretasi remaja di sekolah menjadi tolak ukur remaja telah mencapai harapan, cita-cita,
keinginan yang ingin diraih remaja tersebut. Emmons dan Diener (Huebner 2003)
menyebutkan bahwa kepuasan pada prestasi akademik merupaka predictor yang kuat
dalam menentukan kepuasan hidup pada mahasiswa. Hurlock (Huebner, 2003) juga
menyebutkan prestasi juga merupakan unsur dalam mengukur kebahagiaan.
d. Kepuasan terhadap Lingkungan Tempat Tinggal
Remaja tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan tempat tinggal, nilai-nilai serta
aturan yang berlaku di lingkungannya membentuk remaja dalam menentukan kepuasan
yang dirasakan remaja, ketika remaja merasa aturan sesuai dengan keinginnannya maka
remaja merasa puas. Kepuasan remaja terhadap lingkungan tempat tinggalnya menjadi
prediktor dalam menentukan kepuasan hidup remaja.
e. Kepuasan terhadap Diri sendiri
Kepuasan terhadap diri sendiri merupakan salah satu hal yang penting dalam
menentukan kepuasan hidup pada remaja. Remaja yang merasa tidak puas dengan dirinya
sendiri menjadikan kepuasan hidup remaja tersebut menjadi rendah, sebaliknya ketika
remaja mampu menjadikan dirinya pribadi yang diinginkan, remaja cenderung memiliki
kepuasan hidup yang lebih tinggi.
4
Kepuasan hidup memiliki peran positif dalam perkembangan remaja. Antamarian dan
Huebner (2008) mengatakan bahwa remaja yang memiliki kepuasan hidup tinggi berdampak
positif dalam tahap perkembangan selanjutnya, remaja tersebut juga lebih tahan dalam
menghadapi stressor yang dialaminya. Kepuasan hidup juga menunjukkan implikasi positif
bagi perkembangan remaja selain itu, tingkat keberhasilan dari seorang individu saat melewati
masalah hidup yang dia alami juga sangat mempengaruhi kebahagiaan dan pastinya turut
menentukan kepuasan hidup dari individu itu (Hurlock dalam Panembrama, 2013). Kepuasan
hidup pada remaja sangatlah penting, karena hal ini dapat membantu seorang remaja agar
mampu dan tetap bertahan terhadap di situasi dan kondisi apapun yang dialaminya.
Namun, jika remaja tidak memiliki kepuasan dalam hidupnya maka akan
menimbulkan efek yang negatif. Rendahnya tingkat kepuasan hidup dapat menimbulkan efek
negatif termasuk masalah mental dan masalah kesehatan fisik ( F r i s c h d a l a m
H u e b n e r 2 0 0 3 ) .Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui korelasi
kepuasan hidup pada subjek anak-anak. Hasil penelitian menemukan bahwa kepuasan hidup
yang menurun berisiko dapat memicu timbulnya berbagai perilaku (seperti penggunaan
alkohol dan penggunaan narkoba, agresif serta perilaku kekerasan dan hubungan seksual),
gejala psikopatologi (depresi, kecemasan, efikasi diri yang rendah, kesepian) dan kesehatan
indeks fisik (misalnya, perilaku makan, latihan). Sedangkan penelitian lain yang dilakukan
Huebner et all (2004) menunjukkan bahwa kepuasan hidup pada remaja terkait erat dengan
stres dan perilaku psikopatologis.
Remaja yang memiliki kepuasan hidup akan menunjukkan cara yang tepat untuk
menghadapi apapun yang terjadi dalam hidupnya, sedangkan remaja yang tidak memiliki
kepuasan hidup kurang memiliki cara yang tepat dalam mengatasi peristiwa atau apapun yang
terjadi dalam hidupnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Huebner (2003) bahwa remaja yang
5
memiliki tingkat kepuasan hidup yang tinggi kurang menunjukkan behavior externalizing
dalam menghadapi apapun peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, sedangkan remaja yang
tidak memiliki kepuasan hidup akan menunjukkan behavior externalizing yang signifikan
dalam menghadapi peristiwa yang terjadi dalam hidupnya dengan demikian, kepuasan hidup
muncul untuk beroperasi sebagai kekuatan intrapersonal yang membantu atau mencegah
timbulnya perkembangan psikopatologi untuk menghadapi kehidupan yang penuh stres yang
dihadapi oleh remaja (Huebner, 2003).
Selain berbagai efek yang dapat ditimbulkan jika seseorang memiliki tingkat
kepuasan hidup yang rendah seperti yang telah dijelaskan di atas, kurangnya tingkat kepuasan
hidup juga memicu timbulnya kasus bunuh diri yang terjadi pada remaja. Salah satu kasus
yang terjadi di Indonesia adalah tingkat kasus bunuh diri di kalangan remaja yang meningkat
berada pada kelompok usia (15 – 24 tahun). Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas
Anak ) melaporkan sembilan anak di usia rentan lima sampai 10 tahun. Sementara 12 hingga
15 tahun ada 39 kasus, usia 15 tahun ada 27 kasus
(http://nasional.sindonews.com/read/953234/15/indonesia-darurat-kasus-bunuh-diri-anak-
1421747164). Di Kabupaten Gunung Kidul, angka bunuh diri pada tahun 2012 mencapai
hampir 40 jiwa (kompasiana.com). Pada 11 maret 2014 seorang remaja warga Dusun Kedirejo
1, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta diberitakan meninggal bunuh diri, penyebab
remaja bunuh diri diantaranya karena masalah putus cinta, frustrasi karena kondisi ekonomi,
keluarga yang kurang harmonis serta masalah sekolah, hal ini terjadi disebabkan kurang
memiliki kebahagiaan karena ketidakpuasan terhadap hidupnya (Fajarwati, 2014).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldbeck (2007), menemukan adanya
penurunan kepuasan hidup pada remaja, pernyataan ini diutarakan berdasarkan hasil tes dari
1.274 siswa berusia 11 sampai 16 tahun di Jerman, bahwa tingkat kepuasan hidup pada remaja
6
rendah. Dari banyaknya kasus di atas, kepuasan hidup pada remaja dapat menjadi salah satu
perhatian agar dapat mengurangi efek negatif yang dapat ditimbulkan, karena itu kepuasan
hidup pada remaja sangatlah penting.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Bray dan Gunnel (2006) menemukan
bahwa bunuh diri dan kepuasan hidup memiliki korelasi yang negatif, artinya semakin rendah
kepuasan hidup yang dimiliki oleh seorang individu maka semakin tinggi pula kecenderungan
seseorang untuk melakukan bunuh diri dengan koefisien korelasi sebesar 95%. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Soo Kim dan Sil Kim (2007) di Korea pada 2.100 remaja, termasuk
1.321 remaja siswa dan 779 remaja yang sering melanggar menunjukkan bahwa tingkat usaha
bunuh diri menjadi 11,6%, pada remaja yang sering melanggar memiliki tingkat yang lebih
tinggi dalam upaya bunuh diri karena rendahnya kepuasan hidup serta strategi koping yang
kurang efektif dibandingkan dengan remaja yang tidak berupaya untuk melakukan bunuh diri.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Honkanen et all (2001) menemukan bahwa
pria dengan tingkat ketidakpuasan terhadap hidup 24,85 kali lebih rentan melakukan bunuh
diri selama 10 tahun pertama penelitian dilakukan, selain itu subjek yang melaporkan
ketidakpuasan setelah 6 tahun kemudian menunjukkan risiko bunuh diri yang tinggi dengan
hasil perhitungan menggunakan perhitungan rasio hazard yang berfungsi untuk mengetahui
seberapa besar perubahan yang terjadi karena adanya suatu prediktor yaitu sebesar 6,84
dengan koefisien korelasi sebesar 95% dibandingkan dengan mereka yang berulang kali
melaporkan kepuasan hidupnya.
Menurut Hurlock dalam Rachman (2013) ada beberapa faktor yang relatif penting
untuk menunjang kepuasan hidup yaitu; kesehatan, daya tarik fisik, tingkat otonomi,
kesempatan-kesempatan interaksi di luar keluarga, jenis pekejaan, status kerja, kondisi
kehidupan, pemilikan harta benda, keseimbangan antara harapan dan pencapaian, penyesuaian
7
emosional, sikap terhadap periode usia tertentu, relialisme dari konsep diri, relialisme dari
konsep peran. Salah satu faktor yang disebutkan di atas adalah daya tarik fisik, dimana daya
tarik fisik ini menyebabkan individu diterima dan disukai oleh masyarakat dan sering
merupakan penyebab dari prestasi yang lebih besar daripada apa yang mungkin dicapai
individu kalau kurang mempunyai daya tarik (Hurlock dalam Rachman, 2013). Hingga
akhirnya hal ini kemudian membuat seseorang membandingkan dirinya dengan keadaan yang
dianggapnya sebagai standar ideal atau apa yang ada pada diri orang lain.
Selain fisik, individu juga biasanya melakukan perbandingan sosial berdasarkan
status ekonomi. Seperti halnya yang dikatakan oleh Myers (2010) bahwa seseorang yang
tinggal di masyarakat yang kaya cenderung akan melakukan perbandingan sosial yaitu
membandingkan dirinya dengan masyarakat yang berada di sekitar tempat tinggalnya tersebut.
Perbandingan sosial (social comparison) merupakan proses subyektif seseorang
membandingkan kemampuan dan penampilan dirinya dengan orang lain yang berada dalam
lingkungannya (Festinger dalam Sunartio dkk, 2012). Terkadang hal yang sering terjadi
khususnya pada remaja, dimana terkadang remaja melakukan perbandingan-perbandingan
dengan apa yang dimilikinya saat ini dengan apa yang dimiliki oleh orang lain yang
dijadikannya sebagai objek.
Objek yang dijadikan oleh remaja dalam melakukan perbandingan sosial adalah rekan
atau teman sebayanya sendiri. Rekan atau teman sebaya adalah bagian penting dari kehidupan
remaja dan memainkan peran yang penting dalam menentukan harapan sosial, membangun
identitas, dan mengevaluasi diri (Brown, Mory, & Kinney dalam Jones 2001). Begitu pula
halnya yang dikatakan oleh Miller dalam Jones 2001 bahwa karena begitu pentingnya teman
sebaya dan sering berinteraksi ataupun berorganisasi di sekolah akhirnya teman sebaya
kemudian dijadikan sebagai model atau target dalam perbandingan sosial.
8
Selain itu, hasil wawancara yang dilakukan oleh Suprapto (2007) dengan subjek
remaja berusia 17-22 tahun yang mengambil subjek para mahasiswa bahwa remaja lebih suka
membandingkan dirinya dengan teman-teman sekampusnya daripada dengan figur artis yang
memang sudah pasti terlihat perbedaannya. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Eryani (2014) menemukan bahwa aspek teman sebaya sebagai objek dalam
perbandingan sosial memiliki nilai korelasi sebesar -0,620 yang menunjukkan hubungan yang
tinggi atau kuat antara sikap terhadap peran teman sebaya sebagai objek dalam perbandingan
sosial dengan penyesuaian sosial di sekolah.
Hal ini juga sering terjadi pada remaja dimana sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Irons & Gilbert (dalam Giacolini, 2013) bahwa submissive behavior dan negative social
comparison sangat terkait dengan kerentanan dan masalah kesehatan mental pada remaja.
Seseorang yang melakukan perbandingan sosialbiasanya terjadi ketika seseorang menjadi
tertekan karena mereka merasa rendah diri dan terpinggirkan karena melihat diri mereka
sebagai inferior (De Fruyt & De Clercq, 2005)
Perbandingan sosial (social comparison) juga dapat menimbulkan efek yang negatif
terhadap seorang remaja. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Litt, Stock&
Gibbons (2015) yang menyatakan bahwa perbandingan sosial yang dimiliki oleh remaja
membuat remaja mudah terpengaruh untuk mengikuti lingkungan sosialnya terutama saudara
dan teman sebayanya dalam penggunaan alkohol. Seperti yang telah di jelaskan di atas bahwa
penggunaan alkohol di kalangan remaja timbul karena kepuasan hidup yang menurun. Lebih
lanjut penelitian yang dilakukan oleh Swain (2012) dengan subjek mulai dari usia 18, 21, 25
dan 30 menemukan bahwa penggunaan alkohol pada remaja terkait karena kepuasaan hidup
yang menurun pada seseorang terutama pada usia 18, 21 dan 25.
9
Perbandingan sosial biasanya dilakukan oleh remaja yang menginjak usia remaja
tengah dan akhir dibandingkan dengan remaja awal misalnya dalam hal fisik. Menurut Levine
& Smolak (2002), mengatakan bahwa permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan
pada masa remaja awal ketika mereka mengalami pubertas sedangkan pada masa remaja
tengah dan akhir permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan
ketidakpuasan/keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimilikinya, yang biasanya
tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkannya dan kemudian sering membandingkan
fisiknya dengan fisik orang lain, yang kemudian mengakibatkan mereka menjadi kurang
percaya diri.
Perbandingan sosial merupakan salah satu sumber untuk mengetahui informasi
tentang diri kita sendiri. Informasi ini dibutuhkan oleh seseorang untuk mengevaluasi
pendapat dan kemampuan mereka dengan orang lain. Gibbon dan Buunk (1999) mengatakan
bahwa seseorang biasanya cenderung dipengaruhi oleh standar ideal yang berlaku dalam
lingkungannya. Rogers (Feist & Feist, 2010) mengatakan bahwa seseorang memiliki ideal self
dan real self, jika real self atau dengan kata lain semua aspek yang ada pada dirinya berbeda
dengan standar atau apa yang diharapkan dalam lingkungan sosial, hal ini akan menimbulkan
konflik antara real self dan ideal self yang menciptakan gap antar keduanya. Jika, gap antara
real self dan ideal self sangat jauh maka, hal ini akan mempengaruhi kepuasan hidup
seseorang. Untuk mengetahui seseorang apakah dirinya sudah sesuai dengan standar atau
harapan dalam lingkungan sosial seseorang biasanya melakukan perbandingan sosial, untuk
mengevaluasi dirinya sendiri. Ketika seseorang melakukan perbandingan sosial dengan orang
lain mengenai kemampuannya, akan mempengaruhi kepuasan hidupnya, karena perbandingan
yang dilakukannya tersebut memberikan informasi yang dapat menimbulkan rasa kompetisi
10
atau persaingan dalam dirinya sendiri hingga menjadi sebuah tekanan bagi orang tersebut dan
menimbulkan rasa ketidaknyamanan yang dapat mengurangi kenikmatan serta rasa puas
dalam hidupnya.
Namun, hal ini berbeda dengan yang dikatakan oleh Wills (1980) mengatakan bahwa
seseorang yang memiliki kesejahteraan dalam hidupnya yang menurun, dengan
membandingkan dirinya melihat orang yang tidak lebih dari dirinya (downward comparison)
dapat menjadi salah satu cara untuk menaikkan atau meningkatkan citra dirinya. Buunk dan
Ybema (1997) mengatakan bahwa upward dan downward comparisonakan menghasilkan
perbandingan yang positif ataupun negatif jika seseorang juga menafsirkannya dengan cara
yang positif atau dengan cara yang negatif, tergantung bagaimana seseorang tersebut
mengidentifikasi diri mereka dengan objek pembanding. Namun, kebanyakan orang
melakukan perbandingan dengan melihat orang yang tidak lebih dari dirinya dengan fokus
melihat perbedaan yang ada pada dirinya dengan orang lain (Van der Zee, Buunk, Sanderman,
Botke, & Van den Bergh, 2000).
Jika seseorang melakukan perbandingan dengan melihat orang yang tidak lebih dari
dirinya, seseorang tersebut akan merasa superioritas, sedangkan jika seseorang melakukan
perbandingan ke atas maka ia akan merasa rendah diri. Oleh karena itu orang-orang lebih
memilih untuk melakukan perbandingan dengan melihat orang yang berada di bawahnya
daripada melakukan perbandingan dengan melihat orang yang berada jauh di atasnya. Namun,
ketika seseorang melakukan perbandingan dengan fokus pada kesamaan antara dirinya dan
orang lain mereka akan lebih termotivasi untuk melakukan perbandingan dengan melihat
orang yang berada di atasnya daripada melakukan perbandingan dengan orang yang berada di
bawahnya. Karena hal ini dapat membuat harapan seseorang menjadi naik di masa depannya,
11
sedangkan ketika seseorang melakukan perbandingan dengan melihat seseorang yang berada
di bawahnya individu tersebut akan takut memiliki nasib dan berakhir dengan buruk seperti
orang tersebut.
Demikian halnya penelitian yang dilakukan oleh Rahmaningsih dan Martani (2014)
bahwa perbandingan sosial yang dilakukan oleh remaja pembaca majalah teenlit dengan tokoh
teenlit yang lebih unggul dapat menimbulkan konsep diri negatif yang pada remaja itu sendiri.
Berdasarkan efek negatif yang dapat timbul karena akibat perbandingan sosial yang dilakukan
oleh remaja di atas, perbandingan sosial juga mempengaruhi tingkat kepuasan hidup pada
seseorang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gibbons and Buunk (1999: 133) mengatakan
bahwa mereka yang menunjukkan perbandingan sosial atau sering melakukan perbandingan
dirinya dengan orang lain tidak lebih atau kurang puas dengansituasi kehidupan mereka.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sunartio dkk (2012), bahwa perbandingan
sosialmemiliki korelasi yang signifikan dengan body dissatisfaction pada remaja yang
memiliki kecenderungan tingkat body dissatisfaction, artinya semakin tinggi perbandingan
sosialmaka semakin tinggi pula body dissatisfaction pada seseorang. Sementara itu body
dissatisfaction atau ketidakpuasan terhadap tubuh juga memiliki hubungan dengan kepuasan
hidup seseorang.Penelitian yang dilakukan oleh Ferguson (2014), menyatakan bahwa
ketidakpuasan tubuh pada individu memiliki korelasi yang signifikan mengurangi kepuasan
hidup seseorang.
Berbeda dengan penelitian dengan metode eksperimen yang dilakukan oleh Suprapto
dan Aditomo (2007) menemukan bahwa perbandingan sosial tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap body dissatisfaction pada remaja perempuan yang berpendidikan tinggi.
12
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti, apakah ada hubungan negatif signifikan
antara perbandingan sosial dengan kepuasaan hidup pada remaja.
MASALAH PENELITIAN
Apakah ada hubungan negatif signifikan antara perbandingan sosial (dengan teman sebaya)
dengan kepuasan hidup pada remaja tengah di SMA Negeri 1 Tuntang?
HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan pemahaman tersebut, hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah
terdapat hubungan negatif signifikan antara perbandingan sosial (dengan teman sebaya)
dengan kepuasan hidup pada remaja tengah di SMA Negeri 1 Tuntang.
13
METODOLOGI PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel Terikat : Kepuasan hidup
Variabel Bebas : Perbandingan sosial (dengan teman sebaya)
Partisipan
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Tuntang di Kabupaten Semarang. Subjek
penelitian adalah remaja laki-laki dan remaja perempuan dengan usia 15-18, dimana usia ini
termasuk dalam masa remaja tengah (Hadinoto, 2002). Dari kriteria tersebut, penulis
memutuskan untuk mengambil subjek sebanyak 100 orang dari 729 popoulasi. Arikunto (2006)
mengatakan bahwa jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10%- 15% atau 20%-25%
itu untuk pengambilan sampel dengan populasi diatas 100.
Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Sebelum peneliti melakukan
pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu meminta ijin penelitian dari pihak sekolah, peneliti
melakukan pengumpulan data pada tanggal 2 November 2015 dengan cara peneliti langsung
memberikan kuesioner kepada sejumlah siswa yang berada di kelas dan di luar kelas saat jam
istirahat sedang berlangsung.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel dari penelitian ini diambil dengan
teknik incidental, yaitu sampel yang kebetulan ditemui di lingkungan sekolah SMA Negeri 1
Tuntang dan dianggap cocok dengan kriteria yang dipakai dalam penelitian.
Dengan kriteria dalam pemilihan subjek, kriteria tersebut antara lain:
14
1. Remaja laki-laki dan perempuan
2. Remaja berusia 15-18 tahun (remaja tengah)
Dengan demikian teknik yang signifikan adalah teknik non random sampling yaitu
dengan incidental sampling. Sehingga sampel dalam penelitian ini 100 orang.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan try out terpakai, dimana subjek yang
digunakan untuk try out digunakan sekaligus untuk penelitian. Data yang diperoleh dalam
penelitian ini kemudian diolah menggunakan bantuan program computer SPSS 16.0 for
windows.
Instrumen Penelitian
Skala Perbandingan Sosial (Social Comparison)
Skala dari perbandingan sosial menggunakan skala Iowa-Netherlands Comparison
Orientation Measure (INCOM). Skala ini disusun oleh Gibbons and Buunk (dalam Schneider,
2011), berdasarkan aspek yang diungkapkan perbandingan sosial oleh Festinger tahun 1954
yaitu, aspek pendapat (opinion) dan aspek kemampuan (ability). Pada penelitian sebelumnya
Gibbons and Buunk telah menemukan bahwa Iowa-Netherlands Comparison Orientation
Measure (INCOM) yang terdiri daridua dimensi ternyata sangat baik.Realibilitas dari skala ini
terbukti tinggi.
Penilaian skala ini adalah makin tinggi skor yang diperoleh, maka perbandingan
sosialnya semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka
perbandingan sosialnya semakin rendah. Skala ini terdiri dari 11 item dengan 5 alternatif
jawaban yaitu dari sangat tidak setuju, tidak setuju, agak setuju, setuju dan sangat setuju.
Selanjutnya, pada penelitian ini, peneliti menggunakan try out terpakai untuk menguji kembali
alat ukur ini dimana subjek yang digunakan untuk try out digunakan sekaligus untuk penelitian.
15
Hasil uji seleksi item dan reliabilitas penentuan-penentuan item valid menggunakan
ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat
dikatakan valid apabila ≥ 0,30. Setelah peneliti menguji ulang kemudian diperoleh realibilitas
sebesar 0,873 dengan corrected item total corelation bergerak dari 0,383-0,756.Dan dari 11 item
terdapat dua item yang gugur yaitu item 7 dan item 11.
Skala Kepuasan Hidup
Skala dari kepuasan hidup yang digunakan menggunakan skala Multidimensional
Students’ Life Satisfaction Scale (MSLSS). Skala ini disusun oleh Huebner (2001), berdasarkan
aspek yang diungkapkan kepuasan hidup pada remaja (Huebner, 2001) yaitu, kepuasan terhadap
keluarga, kepuasan terhadap pertemanan, kepuasan terhadap pendidikan/sekolah, kepuasan
terhadap lingkungan tempat tinggal, kepuasan terhadap diri sendiri. Pada penelitian sebelumnya
Huebner (2001) telah menemukan bahwa Multidimensional Students’ Life Satisfaction Scale
(MSLSS) memiliki tingkat reliabilitas yang baik (α = 0,70-0,90) dan validitas konstruk yang baik.
Skala ini telah digunakan dalam berbagai banyak penelitian untuk mengetahui tingkat
kepuasan hidup. Skala ini telah digunakan oleh Greenspoon & Saklofske pada tahun 1997
(dalam Huebner, 2001) dengan subjek siswa usia sekolah di Kanada. Penelitian di Korea yang
dilakukan oleh Park dan di Spanyol oleh Casas (dalam Huebner 2001). Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Ash dan Huebner (1998) serta penelitian yang dilakukan oleh Griffin dan
Huebner (2000) melaporkan terdapat aspek yang unik dari validitas dan kegunaan dari MSLSS
di penilaian terhadap kesejahteraan dua kelompok anak-anak yang luar biasa (yaitu, akademis
siswa sekolah menengah berbakat dan emosional). Penelitian mengenai kegunaan dari MSLSS
16
dan skala kepuasan hidup lainnya juga dapat diberikan dan berguna pada kelompok anak-anak
yang berkebutuhan khusus (misalnya, anak-anak yang cacat mental, ADHD)
Penilaian skala ini adalah makin tinggi skor yang diperoleh, maka kepuasan hidupnya
semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka kepuasan
hidupnya semakin rendah. Skala ini terdiri dari 40 item dan menggunakan format likert yang
terdiri dari 6 alternatif jawaban yakni SangatTidakSetuju (STS), CukupTidak Setuju (CTS),
Agak Tidak Setuju (ATS), Agak Setuju (AS), Cukup Setuju (CS) dan Sangat Setuju (SS).
Selanjutnya, pada penelitian ini peneliti menggunakan try out terpakai untuk menguji kembali
alat ukur ini dimana subjek yang digunakan untuk try out digunakan sekaligus untuk penelitian.
Hasil uji seleksi item dan reliabilitas penentuan-penentuan item valid menggunakan
ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat
dikatakan valid apabila ≥ 0,30. Setelah peneliti menguji ulang kemudian diperoleh realibilitas
sebesar 0,957 dengan corrected item total corelation bergerak dari 0,302-0,823. Dan dari 40 item
terdapat lima item yang gugur yaitu item 17, 24, 27, 35 dan 39.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis mencari hubungan antara kepuasaan hidup dengan
perbandingan sosial (social comparison). Teknik analisa yang dipergunakan adalah teknik
analisa korelasi dari Spearman yang berfungsi untuk mencari korelasi antara dua variabel
yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang masing-masing interval atau rasio (Sugiyono,
2012).Untuk menentukan signifikan koefisien korelasi peneliti menggunakan program SPSS
versi 16.0 for windows.
17
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Data Penelitian
Perbandingan Sosial Dan Kepuasan Hidup
Data Deskriptif
Tabel 1. Statistik Deskriptif Skala Perbandingan Sosial dan Kepuasan Hidup pada Remaja
Tengah
NO. Skala N Min Max M SD
1. Perbandingan Sosial
100
13 42 30,76 7,144
2. Kepuasan Hidup 70 144 120,08 25,585
Tabel 1 merupakan statitik deskriptif dari skor partisipan untuk setiap variabel. Peneliti
kemudian membagi skor dari setiap skala menjadi 5 kategori mulai dari “sangat rendah” hingga
“sangat tinggi”. Interval skor untuk setiap kategori ditentukan dengan menggunakan rumus
interval dalam Hadi (2000). Tabel 2 dan 3 menunjukkan jumlah partisipan untuk setiap kategori
pada masing-masing variabel.
18
Tabel 2. Kriteria Skor Perbandingan Sosial
No. Interval Kategori Frekuensi Presentase Mean SD
1. 9≤ x< 16,2 Sangat Rendah 1 1 %
7,144
2. 16,2 ≤ x< 23,4 Rendah 19 19 %
3. 23,4 ≤ x< 30,6 Sedang 30 30 %
4. 30,6 ≤ x< 37,8 Tinggi 26 26 % 30,76
5. 37,8≤ x< 45 Sangat Tinggi 24 24 %
Jumlah 100 100 %
x = skor perbandingan sosial
Tabel 3. Kriteria Skor Kepuasan Hidup
No. Interval Kategori Frekuensi Presentase Mean SD
1. 35 ≤ x< 66,6 Sangat Rendah 0 0 %
25,585
2. 66,6 ≤ x< 100,2 Rendah 28 28 %
3. 100,2 ≤ x< 133,8 Sedang 20 20 % 120,08
4. 133,8≤ x< 167,4 Tinggi 52 52 %
5. 167,4≤ x< 201 Sangat Tinggi 0 0 %
Jumlah 100 100 %
x = skor kepuasan hidup
Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat perbandingan sosial pada kategori tinggi,
sedangkan rata-rata tingkat kepuasan hidup terhadap remaja tengah partisipan berada pada
kategori sedang.
19
UJI ASUMSI
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya korelasi antara perbandingan sosial dengan kepuasan hidup pada remaja tengah.
Namun, sebelum dilakukan uji korelasi, peneliti harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu
untuk menentukan jenis statistik parametrik atau non parametrik yang akan digunakan untuk uji
korelasi.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan skala
perbandingan sosial (K-S-Z = 0,988, p = 0,283 >0,05) menunjukkan data-data normal dan
skala kepuasan hidup (K-S-Z = 2,505, p = 0,000 < 0,05) menunjukkan data-data yang
didapat tidak berdistribusi normal.
2. Uji Linearitas
Dari hasil uji linearitas menunjukkan tidak adanya hubungan linear antara perbandingan
sosial dengan kepuasan hidup pada remaja tengah dengan deviation from linearity sebesar
0,000 (p< 0,05).
Uji Korelasi
Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data yang dieroleh tidak
berdistribusi normal dan variabel-variabel penelitian tidak linear maka, uji korelasi dilakukan
dengan menggunakan statistik non-parametrik. Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Spearman Rho. Lihat tabel 4
20
21
Tabel 4.Hasil Uji Korelasi antara Perbandingan Sosial dengan Kepuasan Hidup
Hasil dari uji korelasi menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan antara perbandingan
sosial dengan kepuasan hidup pada remaja tengah di SMA Negeri 1 Tuntang, r = - 0,558 dengan
p< 0,05. Hal ini berarti hipotesis penelitian yang menyatakan adanya korelasi negatif antara
perbandingan sosial dengan kepuasan hidup pada remaja tengah di SMA Negeri 1 Tuntang.
Korelasi antara perbandingan sosial dengan kepuasan hidup yaitu r = - 0,558 yang berada pada
kisaran 0,3-0,69 dimana korelasi yang berada di kisaran 0,3-0,69 berada pada kategori sedang
(Jackson, 2006). Sehingga dapat dikatakan perbandingan sosial dengan kepuasan hidup pada
remaja tengah di SMA Negeri 1 Tuntang memiliki korelasi yang sedang.
PERBANDINGAN
_SOSIAL KEPUASAN_HIDUP
Spearman's rho PERBANDINGAN_SOSIAL Correlation Coefficient 1.000 -.558**
Sig. (1-tailed) . .000
N 100 100
KEPUASAN_HIDUP Correlation Coefficient -.558** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
22
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara perbandingan sosial dengan kepuasan
hidup pada remaja tengah, ditemukan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara
perbandingan sosial dengan kepuasan hidup pada remaja tengah. Berdasarkan hasil uji
perhitungan korelasi memiliki r = -0,558 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti
kedua variabel yaitu perbandingan sosial dengan kepuasan hidup memiliki hubungan negatif
yang signifikan. Artinya semakin tinggi perbandingan sosial yang dilakukan oleh remaja maka,
semakin rendah kepuasan hidupnya begitu pula sebaliknya, semakin rendah perbandingan sosial
yang dilakukan oleh remaja maka semakin tinggi kepuasan hidupnya
Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Buunk dkk (2004) bahwa ada korelasi
negatif antara perbandingan sosial dengan kepuasan hidup, jika seseorang melakukan
perbandingan sosial dengan melihat orang yang lebih dari dirinya (upward comparison) hasil
penelitian menemukan korelasi negatif yang signifikan sebesar -0,22 dengan p<0,01. Sama
halnya ketika seseorang melakukan perbandingan sosial dengan melihat orang yang tidak lebih
darinya (downward comparison) juga memiliki korelasi yang negatif yang signifikan sebesar -
0,14 dengan p< 0,01. Artinya entah seseorang itu melakukan perbandingan upward maupun
downward, perbandingan sosial yang dilakukanoleh seseorang memiliki korelasi yang negatif
terhadap kepuasan hidupnya yaitu, jika seseorang memiliki perbandingan sosial yang tinggi
maka kepuasan hidupnya juga akan rendah begitu pula sebaliknya jika perbandingan sosial
seseorang rendah maka kepuasan hidupnya akan tinggi.
Perbandingan sosial merupakan salah satu sumber untuk mengetahui informasi tentang
diri kita sendiri. Informasi ini dibutuhkan oleh seseorang untuk mengevaluasi pendapat dan
23
kemampuan mereka dengan orang lain. Gibbon dan Buunk (1999) mengatakan bahwa seseorang
biasanya cenderung dipengaruhi oleh standar ideal yang berlaku dalam lingkungannya.Rogers
(Feist & Feist, 2010) mengatakan bahwa seseorang memiliki ideal self dan real self, jika real self
atau dengan kata lain semua aspek yang ada pada dirinya berbeda dengan standar atau apa yang
diharapkan dalam lingkungan sosial, hal ini akan menimbulkan konflik antara real self dan ideal
self yang menciptakan gap antar keduanya. Jika, gap antara real self dan ideal selfsangat jauh
maka, hal ini akan mempengaruhi kepuasan hidup seseorang. Untuk mengetahui seseorang
apakah dirinya sudah sesuai dengan standar atau harapan dalam lingkungan sosial seseorang
biasanya melakukan perbandingan sosial, untuk mengevaluasi dirinya sendiri. Seperti yang
sudah dijelaskan di atas bahwa perbandingan sosial yang dilakukan oleh seseorang entah itu dia
melihat orang lain yang lebih dari dirinya maupun tidak lebih dari dirinya, keduanya akan
mempengaruhi kepuasan hidupnya.
Ketika seseorang melakukan perbandingan sosial dengan orang lain yang lebih dari
dirinya (upward comparison) mengenai kemampuannya, akan mempengaruhi kepuasan
hidupnya, karena perbandingan yang dilakukannya tersebut memberikan informasi yang dapat
menimbulkan rasa kompetisi atau persaingan dalam dirinya sendiri hingga menjadi sebuah
tekanan bagi orang tersebut dan menimbulkan rasa ketidaknyamanan yang dapat mengurangi
kenikmatan serta rasa puas dalam hidupnya. Dan jika seseorang melakukan perbandingan sosial
dengan seseorang yang tidak lebih dari dirinya (downward comparison) juga akan
mempengaruhi kepuasan hidupnya karena hal ini akan membangkitkan rasa cemas dan takut jika
dirinya akan memiliki nasib yang sama dengan orang yang dia lihat yang berada di bawah
dirinya.
24
Namun, hal ini berbeda dengan yang dikatakan oleh Wills (1980) mengatakan bahwa
seseorang yang memiliki kesejahteraan dalam hidupnya yang menurun, dengan membandingkan
dirinya melihat orang yang tidak lebih dari dirinya (downward comparison) dapat menjadi salah
satu cara untuk menaikkan atau meningkatkan citra dirinya. Buunk dan Ybema (1997)
mengatakan bahwa upward dan downward comparison akan menghasilkan perbandingan yang
positif ataupun negatif jika seseorang juga menafsirkannya dengan cara yang positif atau dengan
cara yang negatif, tergantung bagaimana seseorang tersebut mengidentifikasi diri mereka dengan
objek pembanding. Namun, kebanyakan orang melakukan perbandingan dengan melihat orang
yang tidak lebih dari dirinya dengan fokus melihat perbedaan yang ada pada dirinya dengan
orang lain (Van der Zee, Buunk, Sanderman, Botke, & Van den Bergh, 2000).
Jika seseorang melakukan perbandingan dengan melihat orang yang tidak lebih dari
dirinya, seseorang tersebut akan merasa superioritas, sedangkan jika seseorang melakukan
perbandingan ke atas maka ia akan merasa rendah diri. Oleh karena itu orang-orang lebih
memilih untuk melakukan perbandingan dengan melihat orang yang berada di bawahnya
daripada melakukan perbandingan dengan melihat orang yang berada jauh di atasnya. Namun,
ketika seseorang melakukan perbandingan dengan fokus pada kesamaan antara dirinya dan orang
lain mereka akan lebih termotivasi untuk melakukan perbandingan dengan melihat orang yang
berada di atasnya daripada melakukan perbandingan dengan orang yang berada di bawahnya.
Karena hal ini dapat membuat harapan seseorang menjadi naik di masa depannya, sedangkan
ketika seseorang melakukan perbandingan dengan melihat seseorang yang berada di bawahnya
individu tersebut akan takut memiliki nasib dan berakhir dengan buruk seperti orang tersebut.
Demikian halnya penelitian yang dilakukan oleh Rahmaningsih dan Martani (2014)
bahwa perbandingan sosial yang dilakukan oleh remaja pembaca majalah teenlit dengan tokoh
25
teenlit yang lebih unggul dapat menimbulkan konsep diri negatif yang pada remaja itu
sendiri.Berdasarkan efek negatif yang dapat timbul karena akibat perbandingan sosial yang
dilakukan oleh remaja di atas, perbandingan sosial juga mempengaruhi tingkat kepuasan hidup
pada seseorang.
Perbandingan sosial memiliki sumbangan efektif sebesar 0,476 atau sebesar 47,6%
mempengaruhi variabel kepuasan hidup sedangkan 52,4% variabel lain di luar variabel
penelitian. Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup pada remaja
diantaranya kesehatan, daya tarik fisik, tingkat otonomi, kesempatan-kesempatan interaksi di
luar keluarga, jenis pekejaan, status kerja, kondisi kehidupan, pemilikan harta benda,
keseimbangan antara harapan dan pencapaian, penyesuaian emosional, sikap terhadap periode
usia tertentu, relialisme dari konsep diri, relialisme dari konsep peran.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa, dari 100 remaja
sebagai partisipan, 26% diantaranya memiliki perbandingan sosial yang tergolong tinggi dengan
rata-rata 30,76. Hal ini dapat dijelaskan bahwa seorang remaja khususnya dalam hal ini remaja
tengah sering melakukan perbandingan sosial karena di usia remaja tengah telah mengalami
perubahan-perubahan yang dia alami ketika dia berada pada usia remaja awal, dan ketika seorang
remaja tersebut menginjak usia remaja tengah, remaja tersebut akan lebih cenderung melakukan
perbandingan-perbandingan dengan orang lain berdasarkan perubahan-perubahan yang dia alami
ketika dia masih menginjak usia remaja awal (Levine & Smolak, 2002). Dimana objek
pembanding yang sering dijadikan oleh remaja untuk perbandingan sosial yaitu teman sebayanya
karena remaja mudah terpengaruh untuk mengikuti lingkungan sosialnya.
Selain itu Gibbons and Buunk (1999:133) juga mengatakan bahwa mereka yang
menunjukkan perbandingan sosial atau sering melakukan perbandingan dirinya dengan orang
26
laintidak lebih atau kurangpuas dengansituasi kehidupan mereka. Namun dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa, dari 100 remaja sebagai partisipan dalam
penelitian 52% diantaranya memiliki kategori kepuasan hidup yang tinggi. Pengambilan populasi
dalam penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Tuntang dimana sekolah ini terletak di kawasan
pedesaan yang terletak di Desa Delik, Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Hal ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Schwarz et all(2012) yang menemukan bahwa
remaja yang tinggal di daerah pedesaan memiliki kepuasan hidup yang tinggi dibanding dengan
remaja yang tinggal di perkotaan yang memiliki kepuasan hidup yang rendah.
27
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan antara perbandingan
sosial (dengan teman sebaya) dengan kepuasan hidup pada remaja tengah di SMA Negeri 1
Tuntang, maka dapat disimpulkan :
1. Ada korelasi negatif yang signifikan antara perbandingan sosial dengan kepuasan hidup
pada remaja tengah di SMA Negeri 1 Tuntang
2. Sebagian besar remaja tengah di SMA Negeri 1 Tuntang memiliki perbandingan sosial
yang berada pada kategori tinggi dengan frekuensi sebanyak 26 remaja dan presentase 26%
dan remaja memiliki kepuasan hidup yang berada pada kategori sedang dengan jumlah 20
remaja dan presentase 20%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya
keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :
a. Bagi Siswa
Bagi remaja yang sering membanding-bandingkan dirinya dengan teman sebaya, agar
mengetahui dan paham bahwa ketika seseorang terus-menerus membandingkan dirinya
dengan orang lain maka akan berdampak pada kepuasan hidupnya, sesuai dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan bahwa perbandingan sosial memiliki korelasi terhadap
kepuasan hidup seseorang. Dan jika seseorang memiliki kepuasan hidup yang rendah maka
hal tersebut dapat menimbulkan efek negatif. Namun jika remaja paham, masalah yang bisa
28
timbul akibat karena kurangnya bahkan tidak adanya kepuasan hidup pada remaja
berkurang.
b. Bagi Sekolah dan Guru
Bagi Sekolah diharapkan dapat memahami bahwa masing-masing siswa memiliki
kelebihan dan kemampuannya masing-masing, karena itu sekolah sebaiknya menyediakan
sarana buat para siswa untuk menyalurkan masing-masing kemampuan yang dimilikinya
seperti membuka kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler baik di bidang seni maupun olahraga.
Demikian halnya dengan para guru untuk tidak menunjukkan bahwa para siswa berbeda
satu dengan yang lain, namun sebaiknya guru menghargai kelebihan serta kekurangan
yang ada pada siswa.
c. Bagi Orang Tua
Sebagai orang tua untuk tidak membanding-bandingkan anak dengan orang lain.
Selain itu orang tua sebaiknya memberi pemahaman pada anak bahwa setiap anak
memiliki keunikannya masing-masing.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya lebih memperhatikan penyusunan alat ukur
perbandingan sosial. Jika hendak mengadaptasi alat ukur asli, bisa lebih difokuskan pada
kondisi/situasi yang hendak diteliti, sehingga hasil penelitian menjadi lebih baik.
Selanjutnya bagi peneliti selanjutnya yang hendak meneliti tentang variabel kepuasan
hidup pada remaja dapat lebih mengkaji dalam jangkauan yang lebih luas, dengan
mengaitkan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepuasan hidupsepertikesehatan,
daya tarik fisik, tingkat ekonomi, kesempatan-kesempatan interaksi di luar keluarga, jenis
29
pekerjaan, status kerja, kondisi kehidupan, pemilikan harta benda, keseimbangan antara
harapan dan pencapaian, penyesuaian emosional, sikap terhadap periode usia tertentu,
relialisme dari konsep diri serta relialisme dari konsep peran. Selain itu, diharapkan peneliti
selanjutnya dapat menggunakan sampel dalam jumlah yang lebih besar agar lebih
menggambarkan kepuasan hidup yang menyeluruh dalam suatu populasi. Pemilihan
metode penelitian kualitatif, juga dirasa mampu memberikan gambaran yang lebih
mendalam dalam penelitian dengan topik ini serta menghilangkan bias yang bisa terjadi
saat pengisian angket.
30
DAFTAR PUSTAKA
Appel, Helmut., Crusius, Jan., & Gerla, L. Alexander. (2015). Social Comparison, Envy, and
Depression on Facebook: A Study Looking at The Effects of High Comparison Standards
on Depressed Individuals. British Journal of Health Psychology.University of Cologne
2015 Guilford Publications, Inc.Vol. 34, No. 4, 2015, pp. 277-289.
Birren, J. E., &Sloane. R. Bruce. (1980). Handbook Of Mental Health and Aging. Second
Edition. Los Angeles, California: Harcourt Brace Jovanovich.
Bray, I., & Gunnel, D. (2006). Suicide Rates, Life Satisfaction and Happiness As Markers for
Population Mental Health. Soc Psychiatry Epidemiol, 41, 333-337.
De Fruyt, F., & De Clercq, B. (2005).Childhood Antecedents of Personality Disorders.In T. A.
Widiger (Ed.), The Oxford Handbook of Personality Disorders (pp. 166 – 185).19(2).Vol
171-201. New York, NY:Oxford University Press.
Ehrlich, B. S., &Isaacowitz, D. M. (2002). Does Subjective Well-Being Increase with
Age.Perspective in Psychology Spring 2002 Y 25.
Eryani, D. Ria& Oktari.(2014). Korelasi antara Sikap Terhadap Peran Teman Sebaya dengan
Penyesuaian Sosial Santri SMP.Skripsi.Fakultas Psikologi Universitas Islam
Bandung.ISSN: 2460-6448.
Fajarwati, D. I. (2014). Hubungan Dukungan Sosial dan Subjective Well Being pada Remaja
SMPN 7 Yogyakarta.Skripsi.Universitas Islam Sunan Kalijaga.Yogyakarta.
Ferguson, Christopher.J., Mun˜oz, Mo´nica.E., Garza Adolfo, and Galindo Mariza. (2014).
Concurrent and Prospective Analyses of Peer Television and Social Media Influences on
Body Dissatisfaction, Eating Disorder Symptoms and Life Satisfaction in Adolescent
Girls.J Youth Adolescence (2014) 43:1–14.DOI 10.1007/s10964-012-9898-9.Department
of Psychology and Communication, Texas A&M International University.
Frieswijk,Nynke., Buunk, Bram P., Steverink, Nardi., & Slaets, P.J.Joris. (2004). The
Interpretation of Social Comparison and ItsRelation to Life Satisfaction Among Elderly
People:Does Frailty Make a Difference?.Journal of Gerontology: psychological
sciencesvol. 59B, No. 5, P250–P257.
Giacolini Teodosio, Gilbert Paul, BonaminioAngelo, Ferrara Mauro, Iliceto Paolo, Monniello
Gianluigi, and Sabatello Ugo.(2013). The Italian Version of The Comparison Rating
Scale and The Submissive Behavior Scale : Reliability and Validity in a Sample
Adolescents. European Journal Of Developmental Psychology. 10 (6), 752–763.
Gibbon, Frederick.,&Buunk,Bram P. (1999). Individual Differences in Social Comparison:
Developmental Scale of Social Comparison Orientation. Journal of Personality and
Social Psychology Vol.76, No. 1, 129-142.
31
Goldbeck, L. Schmitz, T. G., Besie T., Herschbach, P., & Henrich, G. (2007).Life Satisfaction
Decreases During Adolescence. Qual Life Res (2007) 16:969–979 DOI 10.1007/s11136-
007-9205-5.
Honkanen, Heli.Koivumaa, Honkanen Risto, Viinamaki Heimo, Heikkila Kauko, Kaprio Jaakko,
Koskenvuo Markku.(2001). Life Satisfaction and Suicide: a 20 Year Follow Up Study.
The American Journal of Psychiatry, ProQuest Nursing & Allied health Sorce, 158, 3,
pg. 433.
Huebner, E. S.(2001). Manual for The Multidimensional Student Life Satisfaction Scale.
University of South Carolina Department of Psychology.Columbia, SC 29208.
Huebner, E. S., & Antamarian.(2008). Adolescent Life SatisfactionApplied Psychology: An
International Review, 57, 112–126.
Huebner, E. S., Suldo, S. M., & V a l o i s , R . F . ( 2 0 0 3 ) . P s y c h o m e t r i c P r o p e r t i e s o f T w o B r i e f M e a s u r e s o f C h i l d r e n ’ s L i f e S a t i s f a c t i o n : T h e S t u d e n t s ’ L i f e S a t i s f a c t i o n S c a l e ( S L S S ) a n d T h e B r i e f M u l t i d i m e n s i o n a l S t u d e n t s ’ L i f e S a t i s f a c t i o n S c a l e ( B M S L S S ) . P a p e r p r e p a r e d f o r t h e Indicators of
Positive Development Conference. University of South Carolina. M a y 2 0 0 3
Huebner, E. S., Suldo, S. M., Smith, L. C., & McKnight, C. G. (in press). (2004). Life
Satisfaction in Children and Youth: Empirical Foundations and Implications for School
Psychologists..Vol. 41(1), 2004. DOI: 10.1002/pits.10140.Psychology in the Schools.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=199785&val=6579&title=Perbanding
an%20Sosial. Diakses pada tanggal 18 September 2015.
Jones, D. Carlson. (2001). Social Comparison and Body Image: AttractivenessComparisons to
Models and Peers AmongAdolescent Girls and Boys.Sex Roles, Vol. 45, Nos.
9/10.November 2001.University of Washington.
Karima & Indrijati. (2014). Pengaruh Komparasi Sosial pada Model dalam Iklan Kecantikan di
Televisi Terhadap Body Image Remaja Putri yang Obesitas. Psikologi Pendidikan dan
Perkembangan, 207 3 (3).
Litt, Stock & Gibbons. (2015). Adolescent Alcohol Uses: Social comparison Orientation
Moderates the Impact of Friend and Sibling Behavior.British Journal of Health
Psychology.Vol. 20 Issue 3, p514-533. 20p.
Myers, D.G.(2010).Social Psychology Tenth Edition. Hope College:Hollan Michigan.
Panembrama, G.R. (2013). Hubungan Antara Keterlibatan Psikologis di Sekolah dengan
Kebahagiaan Subjektif Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama.Skripsi.Universitas
Pendidikan Indonesia.
32
Rachman, A. (2013). Perbedaan Kepuasan Hidup Lansia pada Kelompok Pensiunan Dosen
Unnes Anggara dan Non Anggara Kasih.Skripsi.Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Semarang.
Rahmaningsih, N.D & Martani, W. (2014).Dinamika Konsep Diri pada Remaja Perempuan
Pembaca Teenlit.Jurnal Psikologi Volume 41, no. 2, desember 2014: 179 – 189.
Rochman.(2011).Pengujian Model Peranan Kecakapan Hidup Terhadap Kesehatan
Mental.Jurnal Psikologi, 38 (1), 61 – 72.
Rohma, N. H. (2013). Hubungan antara Kepuasan Hidup Remaja dengan Bersyukur pada Siswa
SMAIT ABU BAKAR BOARDING SCHOOL Yogyakarta.Skripsi.Universitas Ahmad
Dahlan.Yogyakarta.
Saman, A. (2015). Attention to Social Comparison Information and Compulsive Buying.
Behavior: an S-O-R analysis. Journal of Behaviour Sciences, 25 (1).
Santrock, J.W. (2007). Remaja. Edisi ke sebelas, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Schneider, S., & Schupp, J. (2011). The Social Comparison Scale Testing the Validity,
Reliability and Applicability of The lowa Netherlands Comparison Orientation Measure
(INCOM) on The German Population. Berlin.
Schwarz, Beate, Mayer Boris, TrommsdorffGisela, Ben-AriehAsher, FriedlmeierMihaela,
LubiewskaKatarzyna, Mishra Ramesh, and Peltzer Karl. (2012). Does the Importance of
Parent and Peer Relationships for Adolescents’ Life Satisfaction Vary Across
Cultures?.Journal of Early Adolescence32(1) 55– 80 DOI: 10.1177/0272431611419508.
Sunartio, Sukamto, Monique Elizabeth., Dianovinina Ktut,.(2012). Social Comparison dan Body
Dissatisfaction pada Wanita Dewasa Awal.Humanitas.Fakultas Psikologi Universitas
Surabaya, 9 (2).
Suprapto, M.H., Aditomo, A. (2007). Aku dan Dia, Cantik Mana?Perbandingan Sosial, Body
Dissatisfaction dan Objektivikasi Diri. Anima, Indonesian Psychological Journal.Vol.22,
No 2,188-193.Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Soo Kim & Sil Kim. (2008). Risk Factors for Suicide Attepts Among Korean Adolescents.
Child Psychiatry Hum Dev, 39, 221-235. DOI 10.1007/s 10578-007-0083-4.
Swain. N.R., Gibb, Sheree J., Horwood, L. John., Fergusson, David.M. (2012).Alcohol and
Cannabis Abuse/ Dependence Symptoms and Life Satisfaction in Young Adulthood.
Drug and Alcohol Review, 31, 327–333 DOI: 10.1111/j.1465-3362.2011.00339.x.