hubungan antara psychological entitlement...
TRANSCRIPT
-
HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL ENTITLEMENT DAN
INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN GENERASI MILENIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Hieronimus Lianggi Lukito
NIM: 159114090
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iv
HALAMAN MOTTO
“How do I know I am not gonna mess it up again? Right, it’s a leap of faith.”
―Peter B. Parker, Spiderman: Into the Spiderverse
“Start by doing what’s necessary; then do what’s possible; and suddenly you are
doing the impossible.”
―Santo Fransiskus Assisi
“I can accept failure, everyone fail at something, but I can’t accept not trying.”
―Michael Jordan
“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai
kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
―Matius 6:34
“Just Keep Swimming.”
―Dory, Finding Dory
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada:
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah senantiasa mendampingi proses penegerjaan ini
melalui orang-orang yang saya kasihi.
Keluarga saya yang dengan sabar menunggu selesainya pengerjaan skripsi saya.
Teman-teman dan jajaran dosen yang telah memberikan saran dan pertolongan
dalam penulisan skripsi saya.
Serta kekasih saya yang selalu menyediakan hati dan pikirannya, serta tetap setia
menyemangati pada proses yang saya jalankan ketika berada dekat maupun jauh
dari saya. Ke dalam tulisan ini, telah dituangkan segala semangat dan rasa pantang
menyerah yang berasal dari kasih sayang serta kebaikan yang Anda taburkan. Inilah
buahnya. Sebuah bukti langkah awal dalam menggapai mimpi kita bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah
Yogyakarta, 20 Oktober 2Al9
V1
Hieronimus Lianggi Lukito
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vii
HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL ENTITLEMENT DAN
INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN GENERASI MILENIAL
Hieronimus Lianggi Lukito
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara psychological
entitlement dan intensi turnover. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah adanya
hubungan yang positif dan signifikan antara variabel psychological entitlement
dengan intensi turnover. Subjek dalam penelitian ini merupakan 114 karyawan
tetap dengan tahun kelahiran 1980-2000 yang bekerja di berbagai macam
perusahaan. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner
penelitian yang terdiri dari skala psychological entitlement (9 item, α = 0,826) dan
skala intensi turnover (3 item, α = 0,871). Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa
data bersifat normal dan linear. Oleh karena itu analisis data dilakukan dengan
menggunakan Pearson’s product moment. Hasil uji analisis menunjukkan bahwa
variabel psychological entitlement berkorelasi positif dengan intensi turnover
dengan nilai koefisisen korelasi r = 0,197 dan nilai signifikansi p = 0,018. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi psychological entitlement semakin tinggi pula
intensi turnover generasi milenial.
Kata kunci: karyawan generasi milenial, psychological entitlement, intensi turnover
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
CORRELATION BETWEEN PSYCHOLOGICAL ENTITLEMENT AND
TURNOVER INTENTION AMONG MILLENIAL EMPLOYEE
Hieronimus Lianggi Lukito
ABSTRACT
This study aims to determine the correlation between psychological entitlement and
turnover intention. The proposed hypothesis is the positive and significant
correlation between psychological entitlement and turnover intention among
millennial employees. The subject in this study were 114 people born in 1980-2000
who worked as a permanent employee in various kind of organization. Data
collected by spreading research questioner consist of psychological entitlement
scale (9 item, α = 0,826) and turnover intention scale (3 item, α = 0,871). The test
results show that the data are normal and linear. The data analysis was performed
by using Pearson’s product moment. Results show that psychological entitlement
positively correlated with turnover intention with correlation coefficient of r =
0.197 and the value of significance p = 0.018. This result show that the higher
psychological entitlement, the higher millennial employees turnover intention
become.
Keywords: millennial employees, psychological entitlement, turnover intention
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAHUNTUK KEPENTINGAN AI(ADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Hieronimus Lianggi Lukito
MM 1s91 14090
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:
HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOG I CAL ENTITLEMENT DAN
INTENSI TURNOWR PADA KARYAWAN GENERASI MILENIAL
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media,
serta mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Yogyakarta
Oktober 2019
Yang Menyatakan,
lx
(Hieronimus Lianggi Lukito)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas
Psikologi Sanata Dharma. Proses pengerjaan skripsi ini telah mendapat banyak
dukungan dari pihak-pihak lain. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. Minta Istono, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi.
2. Romo Priyono Marwan, SJ yang telah beberapa kali memberikan saran dan
arahan.
3. Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko M. Psi yang telah membantu
menerjemahkan kedua skala.
4. Odelia Yulita, S.S yang telah memotivasi, membantu penulis dalam
melakukan sintesa dalam proses back-translate alat ukur, dan menemani
penulis dalam setiap proses naik dan turunnya proses penulisan skripsi.
5. Keluarga kecil serta keluarga besar penulis yang telah memotivasi penulis
dengan pertanyaan, “Kapan lulus?”,”Mau lulus kapan?”, “Sudah ujian
kan?”.
6. Alvin Jodi Putra, Benjamin Haryono, dan Stefanus Afin yang telah
memberikan dinamika dari semasa perkuliahan hingga dalam pengerjaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xi
skripsi. Ide dan proses penulisan skripsi ini tidak akan muncul tanpa
keterlibatan kalian.
7. Teman-teman satu bimbingan skripsi yang saling menyemangati dan sering
penulis repotkan. Terimakasih karena kalian sudah mau menyediakan
waktu dan bantuan ketika penulis membutuhkan arahan dalam tata cara
penulisan skripsi.
8. Semua orang yang telah terlibat dalam proses pembuatan skripsi ini.
Teman-teman kelas A, jajaran para dosen, kakak tingkat, adik tingkat dan
semua pihak yang tidak mampu saya sebutkan satu-per satu di sini. Semoga
Tuhan memberkati kita semua.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini, maka
dari itu penulis meminta maaf apabila ada hal yang kurang berkenan. Kritik dan
saran yang membangun aka diterima dengan sebaik-baiknya. Semoga tulisan ini
bermanfaat bagi pihak yang membaca dan membutuhkan. Atas perhatian dan
kerjasamanya penulis ucapkan terimakasih banyak.
Yogyakarta, 20 Oktober 2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING…………………………ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….…...iii
HALAMAN MOTTO …………………………………………………………… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………………..v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………………….vi
ABSTRAK ………………………………………………………………………vii
ABSTRACT …………………………………………………………………… viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………………….ix
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….x
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….xii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….xvi
DAFTAR SKEMA……………………………………………………………...xvii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………...xviii
BAB I ……………………………………………………………………………...1
A. Latar Belakang …………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………... 8
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………… 9
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………….. 9
1. Manfaat Teoritis ……………………………………………………… 9
2. Manfaat Praktis ………………………………………………………. 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
BAB II……………………………………………………………………………10
A. Intensi Turnover………………………………………………………… 10
1. Definisi Intensi Turnover ………………………………….……….. 10
2. Aspek Intensi Turnover …………………………………………….. 13
3. Faktor yang mempengaruhi Intensi Turnover ………………………. 15
a. Usia ……………………………………………………………... 15
b. Watak atau kepribadian …………………………………………. 15
c. Jenis kelamin ……………………………………………………. 16
d. Tingkat pendidikan ……………………………………………... 16
e. Kepuasan kerja ………………………………………………….. 16
f. Komitmen organisasi …………………………………………… 17
g. Kesenjangan nilai kerja …………………………………………. 17
B. Psychological Entitlement………………………………………………. 18
1. Sejarah singkat dan Definisi Psychological Entitlement ……………. 18
2. Aspek Psychological Entitlement …………………………….…...... 20
3. Dampak Psychological Entitlement secara umum dan di tempat kerja
………………………………………………………….………………..... 22
C. Generasi Milenial ………………………………………………………. 24
1. Generasi Milenial dan Latar Belakangnya …………………………. 24
2. Karakteristik Generasi Milenial dan Ekspektasi dalam Organisasi …25
D. Dinamika antara Intensi Turnover dengan Psychological Entitlement ….27
E. Model Penelitian ……………………………………………………….. 30
F. Hipotesis Penlitian ……………………………………………………... 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
BAB III ………………………………………………………………………… 31
A. Jenis Penelitian ………………………………………………………..... 31
B. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ……………………….... 31
1. Psychological Entitlement ………………………………………….. 32
2. Intensi Turnover …………………………………………………….. 33
C. Subjek ………….……………………………………………………...... 33
D. Sampling Penelitian …………………………………………………….. 34
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ………………………………….... 34
1. Psychological Entitlement Scale …………………………………..... 35
2. Skala Intensi Turnover ……………………………………………… 37
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……………………………………. 38
1. Validitas …………………………………………………………….. 38
2. Reliabilitas ………………………………………………………...... 39
G. Metode Analisis Data …………………………………………………… 40
1. Uji Asumsi ………………………………………………………...... 41
2. Uji Hipotesis ………………………………………………………... 42
BAB IV …………………………………………………………………………. 43
A. Pelaksanaan Penelitian …………………………………………………. 43
B. Deskripsi Subjek Penelitian ……………………………………………. 43
C. Deskripsi Data Penelitian ……………………………………………… 45
D. Hasil Penelitian ………………………………………………………… 48
1. Uji Asumsi ………………………………………………………...... 48
a. Uji Normalitas ………………………………………………….. 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
b. Uji Linearitas …………………………………………………… 49
2. Uji Hipotesis ………………………………………………………… 50
E. Pembahasan Uji Hipotesis ……………………………………………… 52
F. Uji Tambahan ……………………………………………………........... 54
1. Uji Normalitas ………………………………………………............. 55
2. Uji Homogenitas ………………………………………………......... 56
3. Uji Beda Mean ………………………………………………………. 57
G. Pembahasan Uji Tambahan ..…………………………………………… 58
BAB V ………………………………………………………………………….. 60
A. Kesimpulan …………………………………………………………..…. 60
B. Keterbatasan Penelitian …………………………………………………. 60
C. Saran ……………………………………………………………………. 61
1. Bagi Subjek Penelitian ……………………………………………… 61
2. Bagi Organisasi …………………………………………………….. 61
3. Bagi Peneliti Selanjutnya …………………………………………… 61
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...... 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pemberian Skor Pada Skala Likert ……………………………….. ….35
Tabel 2 Item Skala Intensi Turnover ……………………………………… ….38
Tabel 3 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha Cronbach …………….40
Tabel 4 Deskripsi Tahun Kelahiran Subjek ………………………………. ….44
Tabel 5 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek …………………………………. ….44
Tabel 6 Deskripsi Tingkat Pendidikan Subjek ……………………………. ….44
Tabel 7 Norma Kategori Skor ……………………………………….……. ….46
Tabel 8 Kategori Skor Psychological Entitlement ………………………... ….47
Tabel 9 Kategori Skor Intensi Turnover ………………………………….. ….47
Tabel 10 Uji Normalitas dengan Komolgorov-Smirnov………………….. ….49
Tabel 11 Hasil Uji Linearitas Psychological Entitlement dengan Intensi Turnover
……………………………………………………………………………... ….50
Tabel 12 Uji Hipotesis dengan Pearson’s product moment ……………… ….51
Tabel 13 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi …………………………… ….52
Tabel 14 Hasil Uji Normalitas Kelompok Usia …………………………...…. 55
Tabel 15 Hasil Uji Homogenitas Kelompok Usia ………………………… … 56
Tabel 16 Hasil Uji Beda Mean Independent Sample T-Test Kelompok Usia…57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvii
DAFTAR SKEMA
Skema 1 Model Theory Planned Behavior ……………………………………..11
Skema 2 Model Hubungan Perantara Mobley ………………………………….14
Skema 3 Skema Dampak Psychological Entitlement …………………………..22
Skema 4 Hubungan antara Psychological Entitlement dengan Intensi Turnover
karyawan Generasi Milenial ………………………………………………….... 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Final Terjemahan Alat Ukur ………………………………... 70
Lampiran 2 Skala Penelitian …………………………………………………… 73
Lampiran 3 Reliabilitas Skala ……………………………………………......... 76
Lampiran 4 Hasil Uji Beda Mean One Sample T-test …………………………. 80
Lampiran 5 Hasil Uji Normalitas ……………………………………………… 82
Lampiran 6 Hasil Uji Linearitas ………………………………………………. 84
Lampiran 7 Hasil Uji Hipotesis dengan Pearsons’s Product Moment ............... 85
Lampiran 8 Hasil Uji Tambahan ………………………………………………. 87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, perusahaan-perusahaan sudah mulai dipadati oleh karyawan
generasi milenial. Generasi milenial adalah mereka yang lahir di antara tahun
1982 hingga tahun 2000 (Howe & Strauss, 2000). Menurut data BPS, yang
dirilis tahun 2016, dari total jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai
lebih dari 160 juta orang, sebanyak 40% di antaranya adalah generasi millenial,
tepatnya sekitar 62,5 juta orang, sedangkan populasi millenial masih dibawah
generasi X yang berjumlah sekitar 69 juta dan generasi baby boomers paling
rendah jumlahnya, sekitar 28 juta orang (Millenial ogah terlibat sepenuhnya di
perusahaan?, 2017). Pada tahun 2018, Badan Perencanaan Pembangunan
Negara (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah tenaga kerja generasi milenial
sudah mencapai 90 juta (Sembiring, 2018). Dengan banyaknya jumlah tenaga
kerja yang tersebar, masing-masing perusahaan tentu mengusahakan teknik
pengelolaan sumber daya manusia dalam rangka membina dan
mempertahankannya. Menurut Handoko (2001:4), keberhasilan pengelolaan
organisasi sangat ditentukan kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia.
Mempertahankan tenaga kerja generasi milenial sebagai aset
merupakan tantangan tersendiri bagi perusahaan. Beberapa perusahaan juga
sudah melakukan upaya dalam mempertahankan karyawan milenial.
Contohnya perusahaan besar seperti Google, mendesain kantornya dengan
berbagai fasilitas dan ruang rekreasi untuk membuat pekerjanya tetap nyaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
Dalam sebuah video reportase yang diunggah Wall Street Journal ke situs
YouTube pada tahun 2012, diperlihatkan bahwa kantor Google di New York
memiliki ruang rekreasi, bistro, ruang diskusi teknologi, ruang tamu personal,
dan menara air di kafenya (Jordan, 2012). Selain perusahaan global seperti
Google, perusahaan agensi marketing seperti Mindspark dan Lockard &
Wechsler Direct juga melakukan upaya mempertahankan loyalitas generasi
milenial dengan memberikan pelayanan pijat refleksi, fasilitas video game,
waktu senggang, dan lingkungan kerja yang didesain agar pekerjanya merasa
rileks (Roberts, 2015). Tidak hanya dari segi fasilitas, namun saat ini mulai ada
beberapa studi yang diusahakan untuk mengenal generasi milenial dan
merancang strategi tepat dalam membuat retention program demi
mempertahankan generasi milenial (Oladapo, 2014; Aydogmus, 2016).
Perusahaan telah memiliki pengelolaan sumber daya manusia, fasilitas
pendukung, dan retention program, akan tetapi setiap perusahaan tidak
terhindar dari masalah turnover karyawan. Menurut APA Dictionary of
Psychology (2007), turnover adalah jumlah karyawan yang keluar dari
organisasi dalam jangka waktu tertentu. Sebuah survei terkait tingkat turnover
yang dilakukan HayGroup pada tahun 2013 dengan mengambil partisipan
karyawan berjumlah 700 juta orang dari 19 negara menunjukkan hasil yang
mengejutkan. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan tingkat
turnover tertinggi senilai 25,8% didahului oleh India di peringkat pertama
dengan nilai 26,9 % dan Rusia di peringkat kedua dengan nilai 26,8%.
HayGroup memprediksikan pada tahun 2018, akan terjadi peningkatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
turnover karyawan sebanyak 49 juta dibandingkan dengan tahun 2012, yaitu
jumlah karyawan yang akan mengundurkan diri secara global akan mencapai
192 juta pada tahun 2018 (HayGroup, 2013).
Selaras dengan dua data survei di atas, generasi milenial yang mulai
memadati lapangan kerja juga menunjukkan tingkat turnover yang cukup
tinggi pula. Tingginya tingkat turnover pekerja generasi milenial didukung
oleh data survei yang diperoleh sebuah perusahaan konsultasi manajemen
kinerja global asal Amerika Serikat bernama Gallup, yaitu sekitar 60%
generasi milenial saat ini terbuka untuk kesempatan kerja yang baru dan sejauh
ini merupakan generasi yang paling mungkin untuk berpindah pekerjaan
(Adkins, 2016). Data survei juga menampilkan temuan lain, yaitu 21%
generasi milenial pada tahun 2016 dilaporkan telah berganti pekerjaan dalam
satu tahun terakhir dibandingkan dengan sekitar 7% generasi X dan non-
milenial lainnya.
Tidak hanya di Amerika Serikat, demikian pula fenomena tersebut juga
terjadi di Indonesia. Menurut hasil riset Jobplanet, sebuah situs daring untuk
berbagi informasi seputar dunia kerja dan ulasan mengenai perusahaan,
melaporkan bahwa generasi milenial memiliki tingkat loyalitas yang lebih
rendah terhadap pekerjaan mereka (Ibo, 2017). Sebanyak 76,7% dari mereka
hanya bertahan 1–2 tahun di tempat kerjanya sebelum memutuskan untuk
berpindah kerja. Hanya 9,5% dari mereka yang bertahan bekerja di satu tempat
selama lima tahun atau lebih. Hal ini juga selaras dengan temuan data Dale
Carnegie Indonesia (2016 dalam Frian & Mulyani, 2018), yaitu sebanyak 60%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
tenaga kerja generasi milenial Indonesia akan memiliki intensi untuk keluar
yang tinggi apabila tidak merasa tergabung dengan organisasi. Dengan
demikian, benar adanya prediksi yang disampaikan oleh penelitian HayGroup
bahwa tingkat turnover pekerja mengalami peningkatan pada tahun-tahun
berikutnya. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa karyawan generasi milenial
menjadi sebagian dari naiknya tingkat turnover saat ini. Ketidakselarasan
antara usaha yang telah dikerahkan perusahaan dengan turnover generasi
milenial memunculkan sebuah pertanyaan, yaitu mengapa generasi milenial
menunjukkan turnover yang tinggi sekalipun perusahaan sudah mengupayakan
program untuk mempertahankan tenaga kerja generasi milenial.
Turnover menjadi penting untuk diteliti karena hingga saat ini turnover
merupakan masalah yang terus dihadapi dan berdampak negatif dalam
lingkungan pekerjaan. Turnover memiliki dampak yang bersifat implikatif bagi
organisasi (Akinyomi, 2016). Kerugian utama yang dialami organisasi yaitu
biaya yang harus dikeluarkan perusahaan secara langsung maupun tidak
langsung (Mobley, 1986). Biaya langsung meliputi biaya pemutusan hubungan
kerja, biaya perekrutan, biaya seleksi, biaya penempatan, biaya pelatihan
karyawan baru, dan biaya produktivitas yang hilang (Mobley, 1986; Zhang,
2016). Sedangkan biaya tidak langsung meliputi banyaknya waktu yang hilang
karena adanya proses pergantian karyawan baru, menurunnya semangat kerja,
rusaknya rantai jabatan, tercemarnya reputasi organsisasi, dan menurunnya
tingkat produktivitas (Mobley, 1986; Zhang, 2016). Kerugian tersebut benar
adanya sesuai dengan hasil survei Gallup yang juga menyatakan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
generasi milenial menimbulkan kerugian biaya ekonomi Amerika Serikat lebih
dari 30 miliar US Dollar per tahunnya akibat berganti pekerjaan secara terus
menerus (Adkins, 2016). Besarnya dampak negatif yang ditimbulkan
memunculkan urgensi pentingnya untuk mengatasi dan menanggulangi
turnover. Maka dari itu, masih perlu dilakukan penelitian dan tinjauan yang
lebih jauh untuk memahami seluk beluk dari turnover.
Dalam penelitian terkait turnover, variabel intensi turnover sering
digunakan sebagai variabel turnover yang representatif. Sebelum turnover
terjadi, organisasi dapat memprediksi terlebih dahulu melalui intensi turnover
karyawan (Spector, 1999). Intensi turnover didefinisikan sebagai keinginan
karyawan secara sadar untuk meninggalkan organisasi (Tett & Meyer, 1993).
Bothma dan Roodt (2013) menyebutkan bahwa beberapa peneliti juga sudah
berargumen dan membuktikan bagaimana intensi turnover dapat menjadi
representasi yang valid dalam mewakili turnover yang sesungguhnya. Intensi
turnover dapat menjadi representasi yang valid dari turnover karena telah
dibuktikan secara empirik dan dapat disebut sebagai prediktor terbaik dalam
mengetahui turnover (Mobley, 1986; Tett & Meyer, 1993; Zhang, 2016).
Selain itu, alasan Intensi turnover merupakan prediktor yang tepat dalam
mengukur turnover dikarenakan intensi turnover merupakan variabel konstan
sebelum tindakan turnover dilakukan karyawan (Lambert, 1999 dalam Atef,
Leithy, & Al-Kalyoubi, 2017).
Karyawan melakukan turnover karena beberapa alasan seperti pensiun,
mendapatkan pekerjaan lain, atau karena rendahnya nilai kerja (Priyono, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
Menurut hasil penelitian terdahulu, intensi turnover dikaitkan oleh beberapa
faktor penyebab seperti usia, gaji, kepuasan kerja, komitmen organisasi, relasi
interpersonal, jenjang pendidikan, kesempatan perkembangan karir (Zhang,
2016), perbedaan generasi, nilai kerja yang berbeda (Rani & Samuel, 2018),
dan sifat kepribadian (Singh, 2014). Terkait dengan sifat kepribadian, salah
satu karakteristik generasi milenial ditemukan memiliki pengaruh negatif
dalam kehidupan kerja mereka adalah psychological entitlement (Harvey &
Martinko, 2009).
Entitlement dapat dikatakan sebagai kecenderungan individu untuk
merasa layak mendapatkan hak-hak tertentu (Bishop & Lane, 2002). Dalam
konteks lingkungan kerja, entitlement perlu didefinisikan lebih spesifik sesuai
dengan ranahnnya (Naumann, Minsky, & Sturman, 2002). Dalam penelitian
ini, konsep entitlement yang digunakan adalah psychological entitlement,
karena terdapat jenis varian entitlement yang lain dan perlu dibedakan (Harvey
& Dasborough, 2015). Campbell, Bonacci, Shelton, Exline, dan Bushman
(2004) mendefinisikan psychological entitlement sebagai pendirian stabil dan
melekat yang meyakini bahwa seseorang lebih layak dan berhak dibandingkan
orang lain.
Generasi milenial ditemukan memiliki psychological entitlement yang
lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya (Allen, Allen, Karl, & White,
2015). Tingginya tingkat psychological entitlement berdampak pada
mudahnya individu dalam memersepsikan banyak kejadian yang dirasa tidak
sesuai ekspektasi dan munculnya rasa kecewa (Grubbs & Exline, 2016). Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
konteks lingkungan kerja, generasi milenial mengekspektasikan adanya
kesempatan kerja yang lebih baik, jaminan promosi karir, jaminan kesehatan,
waktu jam kerja yang fleksibel, supervisi yang baik, serta adanya apresiasi dari
atasan (Sujansky & Ferri-Reed, 2009).
Psychological entitlement berdampak negatif dalam situasi pekerjaan
di antaranya seperti munculnya konflik, kepuasan kerja yang rendah, perilaku
menyalah gunakan, frustrasi kerja, dan terjadinya kekecewaan akibat
ketidaksesuaian ekspektasi (Harvey & Martinko, 2009; Harvey & Harris,
2010). Selain itu, penelitian terdahulu juga menyebutkan bahwa ada hubungan
positif antara psychological entitlement dengan intensi turnover (Harvey &
Martinko, 2009), dengan populasi yang berbeda. Temuan tersebut semakin
memperkuat dugaan yang diajukan apabila dikaitkan dengan konteks dan
karakteristik generasi milenial yang memiliki psychological entitlement yang
lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya (Allen et al., 2015). Hal ini
memunculkan dugaan bahwa pada generasi milenial, semakin banyak
ketidaksesuaian ekspektasi yang terjadi, maka semakin mudah pula karyawan
untuk melakukan turnover atas rasa kekecewaan yang terjadi. Dengan kata
lain, karakteristik psychological entitlement generasi milenial diduga menjadi
alasan di balik masalah tingginya intensi turnover sekalipun organisasi telah
melakukan banyak usaha dalam mempertahankannya melalui tunjangan
fasilitas, gaji, dan hak-hak lainnya.
Berangkat dari masalah penelitian yang telah disebutkan, peneliti ingin
meninjau lebih jauh lagi apakah psychological entitlement generasi milenial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
memiliki hubungan tertentu dengan intensi turnover. Apabila melihat kembali
paparan terkait teori dan penelitian terdahulu secara menyeluruh, peneliti
melihat adanya potensi bagaimana ketidaksesuaian ekspektasi menjadi suatu
jembatan penghubung antara psychological entitlement dengan masalah
fenomena tingginya turnover generasi milenial. Psychological entitlement
yang tinggi mampu mendorong individu menciptakan ekspektasi yang tinggi
dan semakin mudah terpapar kekecewaan atas ketidaksesuaian ekspektasi.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari paparan dinamika dan alasan di atas, peneliti
merumuskan sebuah pertanyaan penelitian, yaitu apakah psychological
entitlement memiliki hubungan yang signifikan dengan intensi turnover
generasi milenial?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
psychological entitlement dengan intensi turnover generasi milenial.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Topik psychological entitlement pada generasi milenial masih
menjadi topik yang perlu ditinjau lebih banyak lagi. Penelitian yang
dilakukan untuk melihat psychological entitlement di tempat kerja masih
dapat dikatakan sedikit (Harvey & Dasborough, 2015). Penelitian ini
diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam memperkaya temuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
penelitian sebelumnya, secara khusus untuk memperluas informasi terkait
hubungan psychological entitlement dengan variabel lain.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini berusaha menjawab bagaimana perusahaan tetap bisa
mengurangi kerugian di tengah terjadinya fenomena tingginya turnover
generasi milenial. Perusahaan tentu menginginkan karyawan yang dapat
menjadi aset dan mampu berkomitmen. Maka dari itu, hasil penelitian
yang melibatkan karakteristik psychological entitlement generasi milenial
yang diharapkan bermanfaat bagi perusahaan atau organisasi dalam
mencari solusi, membina, dan mempertahankan generasi milenial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Intensi Turnover
1. Definisi Intensi Turnover
Turnover adalah berhentinya individu sebagai anggota suatu
organisasi yang disertai dengan pemberian imbalan keuangan oleh
organisasi bersangkutan (Mobley 1986: 13). Menurut APA Dictionary of
Psychology (2007), turnover adalah jumlah karyawan yang keluar dari
organisasi dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Robbins
(2006), turnover merupakan berhentinya karyawan dari perusahaan yang
bersifat tetap, baik yang dilakukan oleh karyawan maupun yang dilakukan
oleh perusahaan. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan
bahwa turnover adalah berhentinya karyawan dari sebuah organisasi.
Turnover dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu turnover tidak
sukarela (involuntary turnover) dan turnover sukarela (voluntary
turnover) (Steel & Ovalle, 1984 dalam Lambert, Hogan, & Barton, 2001).
Turnover tidak sukarela terjadi ketika individu berhenti atau keluar dari
organisasi atas keputusan dari pihak organisasi, yaitu pemecatan,
pengunduran diri atas desakan, pensiun, dan kematian (Zhang, 2016).
Turnover sukarela terjadi ketika individu berhenti atau keluar dari
organisasi atas keinginan diri sendiri. Turnover sukarela mencerminkan
keinginan dan keputusan individu untuk meninggalkan organisasi
(Milovanovic, 2017 dalam Bozoganova & Ivan, 2018).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
Setelah memahami definisi dari turnover, maka perlu untuk
memahami istilah “intensi”. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975 dalam
Bothma & Roodt, 2013), intensi merupakan penentu langsung dari sebuah
perilaku nyata. Seiring berjalannya waktu, Ajzen (2011) mengembangkan
Theory of Planned Behavior (TPB) untuk menggambarkan intensi. Berikut
adalah model TPB:
Skema 1.
Model Theory of Planned Behavior
Model tersebut menjelaskan bahwa intensi ditentukan oleh sikap terhadap
perilaku dengan adanya keyakinan berperilaku (terkait perkiraan akan
hasil perilaku), norma subjektif yang berasal dari adanya keyakinan
normatif (terkait norma sosial), dan kontrol perilaku yang dipersepsikan
yang berasal dari keyakinan kontrol (terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi eksekusi perilaku). Sikap terhadap perilaku dan norma
subjektif menentukan intensi perilaku tertentu melalui moderasi dari
kontrol perilaku yang dipersepsikan, yaitu mengacu pada sejauh mana
orang merasa yakin mampu mengeksekusi perilaku berdasarkan faktor-
faktor yang mampu dikendalikan. Hal ini secara nyata dapat muncul dalam
Keyakinan
Berperilaku
Keyakinan
Normatif
Sikap
terhadap
perilaku
Norma
Subjektif
Intensi Perilaku
Keyakinan
kontrol
Kontrol perilaku
yang dipersepsikan Kontrol Perilaku
Nyata
Copyright © 2019 Icek Ajzen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
kontrol perilaku nyata yang dapat berupa kemampuan, material, dan hal
lain yang diperlukan seseorang dalam berperilaku tertentu. Di sini kontrol
perilaku yang dipersepsikan maupun nyata, memoderatori proses intensi
menjadi perilaku. Dengan kata lain, terwujudnya intensi menjadi perilaku
sangat ditentukan oleh sejauh mana individu merasa mampu melakukan
perilaku tersebut dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mampu
dikendalikan atau diusahakan.
Beberapa ahli berikut mendefinisikan intensi turnover sebagai
sebuah proses kognisi. Tett dan Meyer (1993) mendefinisikan intensi
turnover sebagai keinginan yang disadari dan disengaja untuk
meninggalkan organisasi. Menurut Lacity, Lyer, dan Rudramuniyaiah
(2008 dalam Bothma & Roodt, 2013), intensi turnover merupakan tingkat
sejauh mana pekerja berencana untuk keluar meninggalkan organisasi.
Selaras dengan bentuk turnover sukarela, intensi turnover merupakan
proses akhir pengambilan keputusan secara kognitif ketika melakukan
turnover secara sukarela (Steel & Ovalle, 1984 dalam Lambert et al.,
2001). Jacob dan Roodt (2007 dalam Atef et al., 2017) juga serupa dalam
mendefinisikan intensi turnover, yaitu sebagai pertimbangan rasional yang
dilakukan dengan sadar oleh karyawan untuk meninggalkan suatu
organisasi secara sukarela. Melalui beberapa paparan definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa, intensi turnover merupakan keinginan serta
pertimbangan akhir karyawan dalam memutuskan untuk meninggalkan
organisasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
Intensi turnover merupakan prediktor yang tepat dalam mengukur
turnover yang sesungguhnya karena intensi turnover merupakan variabel
konstan sebelum tindakan turnover dilakukan karyawan (Lambert, 1999
dalam Atef et al, 2017). Beberapa peneliti juga sudah berargumen dan
membuktikan bagaimana intensi turnover dapat menjadi representasi yang
valid dalam mewakili turnover yang sesungguhnya (Jaros et al., 1993;
Muliawan et al, 2009; Tett & Meyer, 1993 dalam Bothma &Roodt, 2013).
Intensi turnover dapat menjadi representasi yang valid dari turnover
karena telah dibuktikan secara empirik dan dapat disebut sebagai prediktor
terbaik dalam mengetahui turnover (Mobley, 1986; Tett & Meyer, 1993;
Zhang, 2016).
2. Aspek Intensi Turnover
Aspek yang menjadi pengukuran intensi turnover dalam penelitian
ini menekankan pada pemikiran untuk keluar dan hadirnya alternatif
pekerjaan yang dirumuskan oleh Landau dan Hammer (1986) melalui
model hubungan perantara Mobley serta pendapat March dan Simon.
March dan Simon (1958 dalam Landau & Hammer, 1986) menyebutkan
bahwa karyawan lebih mudah untuk keluar dari pekerjaan ketika alternatif
pekerjaan dirasa lebih menguntungkan. Selaras dengan hal tersebut,
Mobley (1986: 145-148) menyajikan suatu model proses pengambilan
keputusan turnover yang dikenal sebagai “model hubungan perantara”
yang menggambarkan bahwa intensi turnover muncul karena adanya
evaluasi negatif terhadap pekerjaan dan mendorong pertimbangan serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
pencarian terhadap alternatif pekerjaan. Berikut model hubungan
perantara yang dimaksud:
Skema 2.
Model Hubungan Perantara Mobley (Mobley, 1986)
Evaluasi terhadap pekerjaan yang ada
Evaluasi negatif
Berpikir untuk keluar
Evaluasi terhadap kegunaan pencarian dan
dampak pengunduran diri
Intensi untuk mencari alternatif
pekerjaan lain
Mencari alternatif pekerjaan lain
Evaluasi mengenai alternatif pekerjaan
Membandingkan alternatif pekerjaan yang
ada dengan pekerjaan saat ini
Intensi untuk keluar atau tinggal
Keluar atau tinggal
Landau dan Hammer (1986) merumuskan 3 aspek yang dapat
ditemukan dalam intensi turnover melalui referensi hubungan perantara
Mobley dalam skema 1 serta pendapat March dan Simons. Bagian yang
dicetak tebal dalam skema 1 menunjukkan aspek yang dirumuskan Landau
dan Hammer. Ketiga aspek yang dimaksud yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
a. Berpikir untuk keluar dari organisasi setelah melakukan berbagai
pertimbangan melalui evaluasi,
b. Keinginan untuk mencari alternatif pekerjaan, dan
c. Keinginan untuk keluar dari organisasi.
Aspek-aspek tersebut menjadi acuan dalam 3 item pengukuran intensi
turnover yang dirancang oleh Landau dan Hammer.
3. Faktor yang mempengaruhi Intensi Turnover
Berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi intensi
turnover:
a. Usia
Karyawan berusia muda, yaitu usia 18-30 tahun, memiliki
niatan lebih tinggi untuk berhenti dari pekerjaan dan melakukan
turnover dibandingkan dengan karyawan berusia tua, yaitu mereka
yang berusia di atas 30 tahun (Zhang, 2016). Selaras dengan apa yang
dipaparkan Mobley (1986), intensi turnover karyawan muda lebih
tinggi karena memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan
pekerjaan baru dan memiliki tanggung jawab kekeluargaan yang lebih
kecil.
b. Watak atau kepribadian
Watak atau kepribadian juga pernah disebut sebagai faktor
yang mempengaruhi intensi turnover. Kepribadian yang neurotis
ditemukan memiliki hubungan positif dengan intensi turnover (Singh,
2014; Bozoganova & Ivan, 2018).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
c. Jenis kelamin
Dalam penelitian terdahulu, perempuan ditemukan memiliki
intensi turnover yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki karena
kesempatan karir yang kecil dan adanya peran dalam mengurus rumah
tangga (Carbery et al., 2003; Karatepe et al., 2006; Uludağ et al., 2011
dalam Emiroglu et al., 2015)
d. Tingkat pendidikan
Karyawan dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki
harapan yang tinggi terkait kesempatan karir, atasan, hak finansial,
dan tunjangan tertentu (Chen, Kuo, Cheng, Hsai, & Chien, 2010
dalam Emiroğlu, Akova, & Tanriverdi, 2015). Semakin rendah tingkat
pendidikan, semakin rendah pula intensi turnover yang dimiliki
karyawan (Emiroğlu et al., 2015)
e. Kepuasan kerja
Kepuasan kerja dan intensi turnover sudah sering diteliti
bersama di berbagai bidang (Acker, 1999; Martin & Schinke, 1998
dalam Lu & Gursoy, 2013). Tett dan Meyer (1993) mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai kelekatan emosi karyawan secara menyeluruh
terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja berhubungan negatif dengan
intensi turnover karyawan (Mobley 1977; Saeed et al 2014; Atef et
al., 2017). Selaras dengan model hubungan perantara Mobley (1986),
kepuasan kerja menjadi hal yang dievaluasi oleh karyawan ketika ada
pemikiran untuk berhenti atau keluar dari pekerjaan. Dalam model
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
TPB, kepuasan kerja disebutkan mampu menjadi pelengkap dari 3
prediktor intensi yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan
kontrol perilaku yang dipersepsikan (Van Breukelen, van der Vlist, &
Steensma, 2004).
f. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi merupakan kepercayaan dan
penerimaan individu yang kuat terhadap tujuan dan nilai organisasi;
kemauan untuk memberikan banyak usaha atas nama organisasi; dan
keinginan kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi
(Mowday Porter, & Steers 1982 dalam Alkahtani, 2015). Oleh karena
itu, karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan memiliki
niatan yang rendah untuk berhenti dari pekerjaan (Allen & Meyer,
1990; Bentein, Vandenberghe, Vandenberg, & Stinglhamber, 2005;
Falkenburg & Schyns, 20017; Good, Page, & Young, 1996; Harris &
Cameron, 2005; Huselid, 1995; Rhoades & Eisenberger, 2002 dalam
Alkahtani, 2015).
g. Kesenjangan nilai kerja
Menurut Rani dan Samuel (2016), kesenjangan nilai kerja
menjadi faktor yang menentukan tingkat intensi turnover.
Kesenjangan terjadi apabila terdapat perbedaan antara ekspektasi
imbalan karyawan dan realita imbalan yang diberikan oleh organisasi.
Semakin besar kesenjangan antara ekspektasi dengan realita, maka
semakin tinggi pula intensi turnover. Kesenjangan nilai kerja ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
ditemukan tinggi pada generasi milenial dan X dibandingkan baby
boomer.
B. Psychological Entitlement
1. Sejarah singkat dan Definisi Psychological Entitlement
Topik entitlement sudah mulai secara implisit dibahas oleh tokoh-
tokoh ternama psikologi di abad ke-20. Lessard, Greenberger, dan Chen
(2016), menceritakan bahwa Freud mulai mempopulerkan konstruk
entitlement melalui karakteristik yang Freud temui pada pasien-pasiennya.
Perkembangan ini mulai diikuti pula oleh Horneye dan Rothstein yang
berusaha melihatnya melalui pengalaman masa kecil. Lalu juga ada Adler
yang berusaha menjelaskannya bahwa entitlement terbentuk melalui proses
belajar dan perilaku.
Seiring berjalannya waktu, secara resmi di dalam DSM-III,
entitlement disebut sebagai salah satu kriteria dari orang dengan gangguan
kepribadian narsisistik (DSM-III; American Psychiatric Association, 1980)
dan para ahli mulai mengenal entitlement sebagai komponen dari
narsisisme. Berangkat dari informasi tersebut, Raskin dan Hall (1979),
merancang sebuah alat ukur yaitu NPI (Narcissistic Personality Inventory)
untuk mendiagnosa apakah seseorang memiliki kepribadian narsisistik.
Beberapa tahun kemudian Raskin dan Terry (1988) merancang kembali NPI
dengan versi baru yaitu dengan jumlah 40 item masih dengan entitlement
sebagai dimensi yang representative dalam sebagian itemnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
Kemudian, Campbell et al. (2004) merancang sebuah alat ukur yang
secara khusus ditujukan untuk mengukur entitlement dan mendefinisikan
entitlement yang dimaksud sebagai psychological entitlement. Campbell et
al. (2004) mendefinisikan psychological entitlement sebagai pendirian stabil
dan melekat yang meyakini bahwa seseorang lebih layak dan berhak
dibandingkan orang lain. Berangkat dari perancangan ini, psychological
entitlement tidak hanya dikenal sebagai kriteria narsisisme, namun juga
sebagai variabel kepribadian yang unik yang dapat menjadi fitur kunci
tersendiri dan memiliki pengaruh tertentu di kehidupan sosial (Campbell et
al., 2004). Perancangan alat ukur entitlement bernama PES (Psychological
Entitlement Scale) ini juga didasarkan pada kelemahan subskala NPI dalam
mengukur entitlement, mulai dari reliabilitas yang rendah hingga bentuk
itemnya yang tertutup.
Setelah temuan Campbell et al mulai menjadi acuan banyak peneliti,
banyak yang menyetujui konsep dan definisi tersebut. Masih mengacu pada
definisi tersebut, Harvey dan Harris (2010) mendefinisikan psychological
entitlement sebagai sifat yang merujuk pada persepsi diri yang baik disertai
kecenderungan untuk merasa layak atas pujian dan imbalan yang tinggi,
terlepas dari tingkat performansi yang sesungguhnya. Grubbs dan Exline
(2016) juga menyetujui definisi yang dikemukakan Campbell yaitu bahwa
psychological entitlement merupakan sifat kepribadian yang dicirikan
dengan adanya perasaan bahwa seseorang layak akan barang, pelayanan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
serta perlakuan spesial dibandingkan yang lain, terlepas dari sesuai atau
tidaknya usaha yang diberikan.
Apabila disimpulkan secara ringkas, psychological entitlement
merupakan sifat di mana seseorang merasa layak dan berhak atas barang,
hadiah, dan perlakukan khusus daripada orang lain terlepas dari baik atau
buruknya usaha yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini, konsep yang
akan digunakan adalah psychological entitlement. Selain psychological
entitlement, ada beberapa jenis entitlement lain seperti equity entitlement,
economic entitlement, dan legitimate entitlement (Harvey & Dasborough,
2015). Harvey dan Dasborough (2015) menyebutkan bahwa istilah dan
definisi psychological entitlement digunakan untuk membedakan konsep
entitlement ini dengan yang lain.
2. Aspek Psychological Entitlement
Aspek psychological entitlement dalam penelitian ini mengacu pada
konsep yang ditegaskan oleh Campbell et al. (2004), yaitu psychological
entitlement sebagai pendirian yang menetap terkait bahwa seseorang merasa
lebih layak dan berhak dibandingkan dengan lainnya. Ada 3 aspek yang
terlibat dalam konsep psychological entitlement. Pertama, psychological
entitlement terdiri dari pengalaman di mana seseorang merasa berhak.
Kedua, pengalaman di mana seseorang merasa layak. Ketiga, adanya
gagasan bahwa diri seseorang merupakan spesial juga merupakan aspek dari
psychological entitlement (Grubbs & Exline, 2016). Pengalaman-
pengalaman ini secara nyata tercermin dalam keinginan dan perilaku yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
ditunjukkan seseorang. Memperdetil pernyataan tersebut, Campbell et al.
(2004) menyatakan bahwa psychological entitlement yang dimaksud
bersifat global dan dapat dialami di berbagai situasi.
Aspek berhak dan layak dalam psychological entitlement
menunjukkan keserupaan, namun memiliki perbedaan makna yang cukup
jelas. Dalam Campbell et al. (2004) disebutkan bahwa kedua istilah
menggambarkan adanya hasil baik atau imbalan yang perlu dimiliki
seseorang, namun mengacu pada sumber pemikiran yang berbeda. Istilah
“layak” atau deservingness lebih cocok digunakan untuk menggambarkan
bahwa sebuah imbalan patut diperikan karena sebuah hasil kerja keras,
namun istilah “berhak” atau entitlement lebih merujuk pada ekspektasi
imbalan yang dihasilkan oleh kontrak sosial. Sebagai contoh sederhana,
akan lebih tepat mengatakan bahwa seseorang layak mendapatkan gaji atas
kerja kerasnya, daripada seseorang berhak mendapatkan gaji atas kerja
kerasnya. Contoh lain misalnya, akan lebih tepat mengatakan seseorang
berhak mendapat tunjangan dana pensiun daripada seseorang layak
mendapatkan tunjangan dana pensiun. Akan tetapi, bila seseorang
mengatakan menggunakan istilah layak maupun berhak, pemaknaannya
akan sebagian besar tetap sama.
Istilah “layak” dan “berhak” digunakan dalam sebagian besar
pernyataan item alat ukur PES karena maknanya yang sebagian besar tetap
sama. Hal ini tampak terepresentasikan pada item nomor 6 yang berbunyi
“Saya layak untuk mendapatkan lebih banyak hal dalam hidup saya” atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
nomor 9 yang berbunyi “Saya merasa berhak untuk mendapat lebih dalam
semua hal”. Selaras dengan dua hal tersebut, Grubbs dan Exline (2016) juga
semakin mempertajam konsep yang dibicarakan Campbell et al dengan
menggaris bawahi konsep terkait adanya gagasan bahwa diri seseorang
spesial. Hal ini terepresentasikan dalam item nomor 2 PES yang berbunyi
“Hal-hal baik seharusnya datang kepada saya” atau item nomor 7 yang
mencakup konsep “layak” yang berbunyi “Orang seperti saya layak untuk
sesekali mendapatkan waktu istirahat tambahan.”
3. Dampak Psychological Entitlement secara umum dan di tempat kerja
Psychological entitlement mengakibatkan dampak tertentu bagi
seseorang. Grubbs dan Exline (2016) mengusulkan sebuah model bahwa
psychological entitlement berdampak pada terjadinya ketidaksesuaian
ekspektasi dan menyebabkan terjadinya tekanan psikologis. Berikut skema
dampak psychological entitlement:
Skema 3.
Skema Dampak Psychological Entitlement
Entitlement
Ekspektasi
berlebihan
Gagasan bahwa
diri spesial
Perasaan layak
yang berlebihan
Kekecewaan Ancaman
terhadap diri
Persepsi
ketidakadilan
Ketidakpuasan Ancaman Amarah
Tekanan Psikologis
Reaksi
Defensif yang
memperkuat
keyakinan
entitlement
Ketidaksesuaian Ekspektasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
Model ini dapat dijelaskan dalam 3 tahap. Tahap pertama,
psychological entitlement melibatkan adanya ekspektasi yang berlebihan,
keyakinan bahwa dirinya spesial, dan hadirnya persepsi berlebih bahwa diri
layak. Hadirnya aspek-aspek tersebut menjadikan individu mudah terpapar
pada ketidaksesuaian ekspektasi. Ketidaksesuaian ekspektasi semakin
mudah terjadi karena pada dasarnya, individu yang entitled bukan lagi
tertarik kepada imbalan apa yang akan didapat, tetapi terikat pada hasrat
untuk memiliki “segalanya” (Bushman, Moeller, & Crocker, 2011 dalam
Grubbs & Exline 2016).
Tahap kedua, Apabila terjadi ketidaksesuaian ekspektasi, individu
dapat menjadi kecewa, merasa diri terancam, dan memersepsikan terjadinya
ketidakadilan yang berakibat pada munculnya kekecewaan dan rasa marah.
Tahap ketiga, rasa kekecewaan, amarah, dan ancaman ini membangun
terjadinya tekanan psikologis. Bentuk nyata perilaku kecewa, marah, dan
terancam menjadikan seseorang juga sangat mudah untuk memunculkan
konflik interpersonal, yang pada nantinya juga akan berakibat pada
terakumulasinya tekanan psikologis.
Ketiga tahapan ini digambarkan sebagai sebuah siklus. Hal ini
disebabkan karena adanya gagasan bahwa diri individu adalah spesial.
Melanjutkan penjelasan dari tahap ketiga, Individu yang entitled akan
menggunakan keyakinan tersebut sebagai bentuk pertahanan diri dan
memperkuat keyakinan tersebut ketika mengalami kekecewaan, rasa marah,
dan ancaman terhadap diri. Individu akan semakin memperkuat keyakinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
bahwa dirinya berhak atas sesuatu dan mengulangi proses dari tahap
pertama sampai ketiga. Akibatnya, ketika individu memelihara siklus ini,
akan banyak hal dalam aspek kehidupan yang tidak sesuai dengan
ekspektasi, salah satunya dalam kehidupan kerja.
Dalam konteks kehidupan kerja, psychological entitlement memiliki
beberapa dampak yang tidak diinginkan. Harvey dan Harris (2010)
menemukan bahwa psychological entitlement berdampak pada terjadinya
frustasi kerja, mudahnya memandang supervisor sebagai orang yang
semena-mena, dan menuntun pada perilaku politik yang tidak baik. Tidak
hanya itu, psychological entitlement juga berdampak pada munculnya
intensi turnover (Harvey & Martinko, 2009). Selaras dengan model di atas,
Rani dan Samuel (2018) menyebutkan bahwa kesenjangan nilai kerja
karyawan dan perusahaan dapat terjadi karena ekspektasi karyawan yang
tidak realistis di tempat kerja dan mengakibatkan munculnya rasa kecewa
atas ekspektasi yang tidak terpenuhi.
C. Generasi Milenial
1. Generasi Milenial dan latar belakangnya
Beberapa ahli memiliki definisi tersendiri dalam menentukan
rentang waktu kelahiran generasi milenial. Ada yang menyebutkan
generasi milenial adalah mereka yang lahir di antara tahun 1982 hingga
tahun 2000 (Howe & Strauss, 2000; Moore, 2012 dalam Moreno,
Lafuente, Avila, & Moreno 2017). Namun, ada pula yang menyebutkan
bahwa generasi milenial lahir pada tahun 1980 hingga 2000 (Rainer &
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
Rainer, 2011; Lee & Kotler, 2016 dalam Moreno et al, 2017). Apabila
diperkirakan, umur dari generasi milenial berkisar dari 19 hingga 37
sampai 39 tahun.
Generasi milenial tumbuh dan berkembang di mana teknologi sudah
mengalami kemajuan. Teknologi mempermudah tugas-tugas sekolah dan
problematika lainnya. Tidak hanya seputar kewajiban, generasi milenial
juga mampu merasakan hiburan dan mainan baru dari dunia daring. Orang
tua generasi milenial merupakan anggota dari generasi X dan baby
boomer. Sujansky dan Ferri-Reed (2009) menjelaskan bahwa sebagian
besar generasi milenial belajar dari pengalaman mereka hidup bersama
orangtua mereka yang merupakan generasi baby boomer. Baby boomer
adalah generasi yang ambisius dengan pekerjaan dan berusaha mencari
pendapatan ekonomi setinggi-tingginya karena mereka hidup di masa di
mana krisis moneter sempat terjadi sehingga work-life balance mereka tak
seimbang. Anak-anak mereka yang merupakan generasi milenial belajar
bahwa orang tua mereka jarang di rumah karena bekerja. Akibatnya,
generasi milenial mengadopsi nilai kerja tertentu yang nanti akan dibahas
dalam bagian karakteristik dan ekspektasi di tempat kerja.
2. Karakteristik Generasi Milenial dan Ekspektasi dalam Organisasi
Karakter generasi milenial dekat dengan latar belakang yang sudah
disebutkan di bagian sebelumnya. Generasi milenial adalah generasi yang
serba instan (Sujansky & Ferri-Reed, 2009). Hal tersebut dikarenakan
adanya campur tangan teknologi di aspek-aspek kehidupan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
Mereka mengkolaborasikan antara jaringan hubungan dan keadaan saling
ketergantungan serta menunjukkan tingginya kecenderungan dalam
bekerja sama (Aydogmus, 2016). Sebagai tambahan, generasi ini juga
mampu melalukan multi-tasking (Dougan, Thomas, Christina, 2008 dalam
Aydogmus, 2016).
Generasi milenial juga memiliki tingkat entitlement yang lebih
tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Allen et al. (2015) menemukan
bahwa tingkat entitlement generasi milenial memang terbukti lebih tinggi
dibandingkan generasi baby boomer dan generasi X. Apabila kita melihat
kembali model Grubbs dan Exline (2016), tingginya entitlement seseorang
akan memunculkan ekspektasi-ekspektasi tertentu. Sesuai dengan model
tersebut, generasi milenial juga dilaporkan khas dengan karakter mereka
yang memiliki ekspektasi yang tinggi (Sujansky & Ferri-Reed, 2009).
Menurut Allen et al. (2015), dampak sejarah pertumbuhan dan
perkembangan menjadi faktor dalam pembentukan karakter entitlement
pada generasi milenial.
Dalam konteks sebagai karyawan di sebuah organisasi, generasi
milenial juga menunjukkan karakteristik serta ekspektasi tertentu. Mereka
mengekspektasikan sesuatu yang mereka anggap “keren”, adanya jaminan
promosi karir, adanya jaminan kesehatan, dan waktu jam kerja yang
fleksibel (Sujansky & Ferri-Reed, 2009). Meski begitu, mereka tidak setia
terhadap organisasi di mana mereka bekerja (Aydogmus, 2016). Hal ini
masih ada kaitannya dengan karakter entitlement generasi milenial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
Generasi milenial memandang bahwa mereka merupakan tenaga kerja
yang diinginkan serta layak mendapatkan perlakuan spesial (Lancaster &
Stillman, 2010 dalam Aydogmus, 2016). Selain itu, karyawan generasi
milenial percaya bahwa mereka tidak perlu bekerja dan berusaha sebanyak
generasi yang lebih tua untuk mendapatkan promosi karir karena mereka
mereka merasa layak (Kelly & McGowen, 2011 dalam Aydogmus, 2016).
D. Dinamika antara Intensi Turnover dengan Psychological Entitlement
Masalah Intensi turnover dan karakteristik entitlement cukup menjadi
isu populer pada tenaga kerja generasi milenial. Dibandingkan generasi
sebelumnya, tenaga kerja generasi milenial dikenal tidak setia terhadap
organisasi di mana mereka bekerja (Aydogmus, 2016). Generasi ini bahkan
terbukti menunjukkan intensi turnover yang lebih tinggi dibandingkan generasi
sebelumnya (Rani & Samuel, 2018). Mereka memiliki ekspektasi yang tinggi
(Sujansky & Ferri-Reed, 2009), dan ditemukan memiliki entitlement yang
lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya (Allen et al, 2015). Sejak
generasi milenial mulai memadati lapangan kerja secara global, media dan
percetakan populer telah mendokumentasikan masalah-masalah entitlement di
tempat kerja seperti ekpektasi akan pujian untuk kinerja yang biasa-biasa saja,
intoleransi terhadap evaluasi negatif, ekspektasi terhadap imbalan yang tidak
realistis (Harvey & Dasborough, 2015).
Tingginya kecenderungan psychological entitlement yang ditandai oleh
adanya perasaan layak dan berhak atas imbalan tertentu, mengakibatkan
munculnya ekspektasi-ekspektasi yang diharapkan terjadi (Campbell et al.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
2004; Grubbs & Exline, 2016; Rani & Samuel, 2018). Di tempat kerja, generasi
milenial mengekspektasikan sesuatu yang mereka anggap “keren”, adanya
jaminan promosi karir, adanya jaminan kesehatan, dan waktu jam kerja yang
fleksibel (Sujansky & Ferri-Reed, 2009). Karyawan generasi milenial percaya
bahwa mereka tidak perlu bekerja dan berusaha sebanyak generasi yang lebih
tua untuk mendapatkan promosi karir karena mereka merasa layak (Kelly &
McGowen, 2011 dalam Aydogmus, 2016). Generasi milenial bahkan juga
memandang bahwa mereka merupakan tenaga kerja yang diinginkan serta
layak mendapatkan perlakuan spesial (Lancaster & Stillman, 2010 dalam
Aydogmus, 2016).
Sebagai aset perusahaan, organisasi berusaha mempertahankan tenaga
kerja generasi milenial beserta ekspektasi mereka yang mulai menjadi
tantangan saat ini. Beberapa upaya yang telah dilakukan perusahaan di
antaranya meningkatkan kualitas fasilitas pendukung pekerjaan, kenaikan gaji,
adanya fasilitas rekreasi, dan adanya waktu istirahat lebih fleksibel. Meski
upaya-upaya tersebut sudah dilakukan, namun tidak semua ekspektasi dari
tenaga kerja generasi milenial dapat dipenuhi. Akibatnya, rasa kecewa muncul
atas ketidaksesuaian ekspektasi yang terjadi.
Grubbs dan Exline (2016) menyebutkan bahwa hadirnya karakteristik
entitlement pada seseorang menyebabkan mereka sering mempersepsikan
terjadinya ketidaksesuaian ekspektasi antara apa yang diharapkan dengan apa
yang senyatanya didapatkan. Dengan hadirnya karakteristik ini, karyawan akan
semakin mudah mengalami kekecewaan karena kesenjangan ekspektasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
tidak realistis dengan realita yang dialami (Grubbs & Exline, 2016; Rani &
Samuel, 2018). Sebagai akibatnya, kekecewaan yang muncul dalam pekerjaan
dapat menjadi evaluasi negatif karyawan terhadap pekerjaannya dan
memunculkan intensi turnover. Terlepas dari konteks generasi milenial,
penelitian yang dilakukan Harvey dan Martinko (2009) dengan tujuan serta
populasi yang berbeda, secara empirik telah membuktikan bahwa entitlement
dan intensi turnover memiliki hubungan positif yang signifikan.
Berdasarkan paparan dinamika di atas, penelitian bermaksud untuk
mengetahui hubungan antara psychological entitlement dengan intensi
turnover generasi milenial. Tingginya kecenderungan psychological
entitlement dan intensi turnover merupakan dua karakteristik yang melekat
pada karyawan generasi milenial. Tingginya entitlement pada generasi milenial
bahkan disebut sebagai pengaruh munculnya intensi turnover yang didasarkan
pada kekecewaan serta ketidaksesuaian ekspektasi. Selain itu, penelitian
terdahulu telah menyebutkan bahwa ada hubungan positif antara psychological
entitlement dengan intensi turnover meskipun yang menjadi subjek penelitian
saat itu bukan generasi milenial. Hal ini semakin mendukung dugaan bahwa
psychological entitlement pada generasi milenial memiliki hubungan yang
signifikan dengan intensi turnover mereka. Penelitian ini diharapkan mampu
menjawab pertanyaan penelitian bahwa salah satu faktor yang yang
memengaruhi intensi turnover generasi milenial adalah karakteristik
psychological entitlement.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
E. Model penelitian
Skema 4.
Hubungan antara Psychological Entitlement dengan Intensi Turnover
karyawan Generasi Milenial
F. Hipotesis penelitian
Terdapat hubungan positif yang signifikan antara psychological entitlement
dengan intensi turnover generasi milenial. Semakin tinggi tingkat
psychological entitlement generasi milenial, maka semakin tinggi pula intensi
turnovernya. Sebaliknya, semakin rendah tingkat psychological entitlement,
semakin rendah pula intensi turnover.
Timbulnya rasa kecewa
Terjadinya ketidaksesuaian ekspektasi
Psychological Entitlement
Dicirikan dengan adanya perasaan layak dan berhak
mendapatkan sesuatu, serta adanya gagasan bahwa
dirinya spesial
Muncul dan meningkatnya intensi
turnover
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif
korelasional. Creswell (2012) menyebutkan bahwa salah satu desain penelitian
kuantitatif adalah penelitian kuantitatif korelasional. Desain penelitian
kuantitatif digunakan untuk menjawab isu, keprihatinan, atau masalah tertentu
yang dirumuskan sebagai hubungan antar variabel tertentu (Supratiknya, 2015).
Variabel tersebut akan diukur menggunakan instrumen penelitian, sehingga
diperoleh data numerik yang kemudian dianalisis dengan prosedur statistik
(Creswell, 2012). Dalam menjawab masalah tersebut, hipotesis penelitian yang
telah dirumuskan akan dibuktikan dengan data relevan yang telah diperoleh dan
didukung dengan bantuan prosedur statistik. Penelitian kuantitatif korelasional
adalah sebuah metode penelitian yang menggunakan statisitik korelasional
untuk mendeskripsikan dan mengukur tingkat atau taraf hubungan skor antara
dua atau lebih variabel yang diteliti (Creswell, 2012).
B. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
Variabel merupakan karakteristik atau atribut seorang individu atau
organisasi yang dapat diukur atau diobservasi (Creswell, 2012). Variabel dalam
penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel
tergantung (dependent variable). Menurut Supratiknya (2015), variabel bebas
merupakan variabel yang memengaruhi dampak atau hasil tertentu terhadap
sebagian atau keseluruhan variasi di dalam variabel tergantung. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
penelitian ini, variabel bebas yang digunakan adalah psychological entitlement.
Supratiknya (2015) menyebutkan bahwa variabel tergantung merupakan
variabel yang diasumsikan sebagai hasil atau akibat pengaruh dari variabel
bebas. Dalam penelitian ini, variabel tergantung yang digunakan adalah intensi
turnover.
Setelah mengetahui penempatan dari kedua variabel, akan dilakukan
perumusan definisi operasional terhadap kedua variabel penelitian. Perumusan
ini disebut sebagai operasionalisasi, yaitu mendefinisikan variabel atau konsep
abstrak dengan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mengukur variabel
atau konsep abstrak tersebut (Supratiknya, 2015). Berikut definisi operasional
dari kedua variabel:
1. Psychological Entitlement
Psychological entitlement merupakan sifat kepribadian yang dicirikan
dengan adanya perasaan bahwa seseorang layak akan barang, pelayanan, serta
perlakuan spesial dibandingkan yang lain, terlepas dari sesuai atau tidaknya
usaha yang diberikan. Tiga aspek yang digunakan sebagai indikator yang
pada psychological entitlement adalah adanya pandangan bahwa dirinya
merasa berhak mendapat suatu hal, pandangan bahwa dirinya layak mendapat
sesuatu, dan gagasan bahwa dirinya adalah spesial. Psychological entitlement
diukur menggunakan skala bernama PES yang dirancang berdasarkan pada
konsep tersebut. Semakin tinggi skor total dari PES, semakin tinggi pula
kecenderungan seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang entitled.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
Sebaliknya, semakin rendah skor PES, menggambarkan rendahnya
kecenderungan sifat entitlement pada seseorang.
2. Intensi Turnover
Intensi turnover merupakan keinginan serta pertimbangan akhir
karyawan dalam memutuskan untuk meninggalkan organisasi. Intensi
turnover dalam penelitian ini akan diukur dengan skala intensi turnover yang
dirancang oleh Landau dan Hammer (1986), di mana item-itemnya sesuai
dengan aspek yang telah disebutkan dalam model Mobley (1986). Aspek-
aspek yang dimaksud yaitu adanya pemikiran untuk keluar dari organisasi
setelah mempertimbangkan berbagai hal, adanya keinginan atau intensi untuk
mencari alternatif pekerjaan lain, dan adanya keinginan atau intesni untuk
keluar dari tempat kerja. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka
semakin tinggi intensi turnover. Sebaliknya, semakin rendah skor yang
diperoleh, maka semakin rendah intensi turnover.
C. Subjek
Subjek dalam penelitian ini merupakan tenaga kerja generasi milenial.
Kriteria utama yang harus dipenuhi adalah berada di jarak usia tertentu dan
memiliki status sebagai karyawan sebuah perusahaan. Sesuai landasan teori,
ada yang menyebut bahwa generasi milenial paling awal lahir pada tahun 1980,
ada pula yang menyebut 1982 (Moreno et al., 2017). Oleh karena itu, peneliti
memutuskan untuk mengacu pada salah satu tahun kelahiran, yaitu tahun 1980.
Dengan demikian, mereka yang menjadi sampel dalam penelitian ini akan
berkisar di umur 19-39 tahun. Kriteria kedua, subjek sedang bekerja sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
karyawan tetap di perusahaan. Kriteria ketiga, paling sedikit sudah menjalani
6 bulan masa kerja. Kriteria masa kerja juga ditentukan mempertimbangkan
bahwa karyawan perlu menjalani masa kerja tertentu untuk melakukan evaluasi
terhadap hal-hal yang mempengaruhi intensi mereka untuk menetap atau
keluar.
D. Sampling Penelitian
Teknik sampling yang digunakan adalah non-probabilitas convenient
sampling. Convenient sampling merupakan proses penentuan sampel yang
dipilih berdasarkan kemudahan atau ketersediaan untuk mengaksesnya
(Supratiknya, 2015). Teknik ini digunakan untuk mencari sampel yang banyak
dan tersebar di populasi yang besar jumlahnya. Penelitian akan dilakukan
dengan menyebarkan skala kuisioner secara online kepada karyawan generasi
milenial di Indonesia. Kuisioner secara online dirancang menggunakan google
form dan dibagikan melalui media sosial melalui tautan.
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menyebarkan kuisioner. Model skala yang digunakan adalah model Likert.
Skala Likert merupakan metode penskalaan yang meminta subjek untuk
menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuan dalam sebuah kontinum yang terdiri
atas lima respon, yaitu: sangat setuju, setuju, tidak tahu/netral, tidak setuju, dan
sangat tidak setuju (Supratiknya, 2014: 269).
Dalam perkembangannya, terdapat modifikasi skala Likert yaitu:
penggunaan jumlah genap opsi jawaban; penggunaan opsi dalam jumlah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
sedikit atau kurang dari lima; dan penggunaan opsi jawaban dalam jumlah
banyak atau lebih dari lima (Supratiknya, 2014: 271). Penelitian ini
menggunakan modifikasi dengan opsi jawaban berjumlah tujuh, yaitu: sangat
setuju, setuju, agak setuju, netral/tidak tahu, agak tidak setuju, tidak setuju,
tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Menurut Supratiknya (2014: 271),
penggunaan opsi jawaban dalam jumlah banyak atau lebih dari lima dapat
meningkatkan konsistensi internal skala.
Tabel 1.
Pemberian Skor Pada Skala Likert
Skor Item Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 7 1
Setuju (S) 6 2
Agak Setuju (AS) 5 3
Netral (N) 4 4
Agak Tidak Setuju (ATS) 3 5
Tidak Setuju (TS) 2 6
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 7
Penelitian ini akan menggunakan dua skala, yaitu skala psychological
entitlement dan skala intensi turnover.
1. Psychological Entitlement Scale (PES)
PES merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui
kecenderungan psychological entitlement. PES pertama kali dikonstruksi
oleh Campbell et al. (2004). Konsep perancangan alat ukur ini berdasar pada
subskala Narcissistic Personality Inventory – Entitlement (NPI-E). Dalam
studinya, Campbell et al. (2004) menjelaskan bahwa NPI-E menunjukkan
beberapa kelemahan, salah satunya mengenai bagaimana beberapa item
dinilai kurang menggambarkan entitlement. Oleh karena itu, Campbell
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
36
menggarisbawahi konsep entitlement yang digunakan dalam perancangan
alat ukur tersebut merupakan sebuah kepekaan seseorang di mana dirinya
merasa lebih berhak dan layak dibandingkan orang lain dalam segala jenis
situasi. Contohnya, entitlement tidak hanya sebatas “Saya berhak
mendapatkan nilai baik karena sudah bekerja keras” namun juga berbagai
macam situasi lain seperti “Saya berhak menjadi raja di sebuah toko karena
saya adalah pelanggan” atau “Saya merasa perlu didahulukan karena saya
sudah menunggu lama”.
Ada tiga konsep dalam psychological entitlement yaitu adanya
pandangan bahwa dirinya merasa berhak mendapat suatu hal, pandangan
bahwa dirinya layak mendapat sesuatu, dan gagasan bahwa dirinya adalah
spesial. Dalam alat ukur PES, konsep utama yang menjadi acuan adalah
adanya pandangan bahwa dirinya merasa berhak mendapat suatu hal dan
pandangan bahwa dirinya layak mendapat sesuatu (Campbell et al., 2004).
Namun, Grubbs dan Exline (2016) dalam rumusan literaturnya
menyebutkan bahwa hadirnya gagasan bahwa diri seseorang spesial
merupakan fitur penting psychological entitlement. Konsep ini tampak
dalam nuansa yang ditunjukkan oleh kesembilan item PES meski tidak
disebutkan secara eksplisit dalam Campbell et al.
Dalam menggunakan PES, peneliti terlebih dahulu melakukan
proses back-translation karena item-item PES menggunakan bahasa asing.
Metode back-translation merupakan proses memastikan validitas dari hasil
terjemahan dari penelitian lintas budaya (Brislin, 1970). Skala asli yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
37
masih dalam bahasa asing terlebih dahulu diterjemahkan ahli yang
berbahasa bilingual ke dalam bahasa yang target, lalu hasil terjemahan
bahasa target akan dikonversikan kembali ke dalam bahasa asing oleh ahli
berbahasa bilingual agar peneliti dapat melakukan pemeriksaan terhadap
perubahan atau kesesuaian makna sebelum dan sesudah diterjemahkan.
2. Skala Intensi Turnover
Skala intensi Turnover rancangan Landau dan Hammer (1986)
disusun berdasarkan aspek intensi turnover dari model Mobley (1986),
yaitu:
a. Adanya pemikiran untuk keluar dari organisasi setelah
mempertimbangkan berbagai hal.
b. Adanya keinginan atau intensi untuk mencari alternatif pekerjaan lain,
dan
c. Adanya keinginan atau intensi untuk keluar dari tempat kerja.
Dalam menggunakan skala intensi turnover, peneliti terlebih dahulu
melakukan proses back-translation karena item-item skala intensi turnover
menggunakan bahasa asing. Metode back-translation merupakan proses
memastikan validitas dari hasil terjemahan dari penelitian lintas budaya
(Brislin, 1970). Skala asli yang masih dalam bahasa asing terlebih dahulu
diterjemahkan ahli yang berbahasa bilingual ke dalam bahasa yang target,
lalu hasil terjemahan bahasa target akan dikonversikan kembali ke dalam
bahasa asing oleh ahli berbahasa bilingual agar peneliti dapat melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
38
pemeriksaan terhadap perubahan atau kesesuaian makna sebelum dan
sesudah diterjemahkan.
Tabel 2.
Item Skala Intensi Turnover
Intensi Turnover (Mobley,
1986) Nomor item Jumlah
Adanya pemikiran untuk
keluar dari organisasi setelah
mempertimbangkan berbagai
hal.
2 1
Adanya keinginan atau
intensi untuk mencari
alternatif pekerjaan lain
3 1
Adanya keinginan atau
intesni untuk keluar dari
tempat kerja
1 1
Total 3
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas Alat Ukur
Validitas adalah kualitas esensial yang menunjukkan sejauh mana
suatu tes sungguh-sungguh mengukur atribut psikologis yang hendak
diukur (Supratiknya, 2014: 121). Penelitian ini menggunakan jenis
validitas isi yang mengacu pada taraf sejauh mana unsur-unsur instrument
asesmen relevan dan mencerminkan konstruk sasaran (Haynes, Richard, &
Kubany, 1995 dalam Supratiknya, 2016: 20). Isi mengacu pada tema-tema,
pilihan kata, serta format atau bentuk item, tugas, atau pernyataan yang
digunakan (Supratiknya, 2014: 123). Salah satu cara untuk mengukur
validitas isi adalah penilaian pakar atau ahli (expert judgement) terhadap
kesesuaian antara bagian-bagian tes dan konstruk yang diukur oleh sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
39
tes melalui analisis logis atau empiris (Supratiknya, 2014). Pada penelitian
ini, expert judgement validitas isi dilakukan oleh dosen pembimbing.
Selain expert judgement, skala PES terbukti memiliki validitas konstruk
yang baik (Campbell et al., 2004). Skala intensi turnover juga memiliki
memiliki validitas konstruk yang baik, karena dirancang berdasarkan teori
Mobley (1986).
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah konsistensi yang diperoleh dari pengukuran jika
prosedur pengetesan dilakukan secara berulang kali terhadap suatu
populasi atau kelompok (Supratiknya, 2014: 127). Reliabilitas alat ukur
yang digunakan dalam penelitian ini dilihat melalui koefisisen Alpha
Cronbach (α) yang menghasilkan estimasi konsistensi internal. Apabila
koefisien reliabilitasnya semakin mendekati angka 1, alat ukur memiliki
tingkat reliabilitas yang tinggi. Sebaliknya apabila semakin mendekati 0,
maka tingkat reliabilitas alat ukur dapat dikatakan rendah (Supratiknya,
2015). Koefisien minimum yang dipandang memuaskan untuk reliabilitas
adalah sebesar 0,70; jika koefisien minimum kurang dari 0,70 alat ukur
dipandang kurang memadai karena menunjukkan bahwa inkosistensi alat
ukur sedemikian besar, sehingga interpretasi skor menjadi meragukan
(Supratiknya, 2014: 288-289). Berikut adalah tabel kriteria reliabilitas:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
40
Tabel 3.
Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha Cronbach (Budi, 2006)
Koefisien Reliabilitas Kriteria
0,00 – 0,20 Kurang Reliabel
> 0,20 – 0,40 Agak Reliabel
> 0,40 – 0,60 Cukup Reliabel
> 0,60 – 0,80 Reliabel
> 0,80 – 1,00 Sangat Reliabel
Reliabilitas pada PES dapat dikatakan baik. PES memiliki
reliabilitas internal yang baik dengan koefisien alpha sebesar 0.85
(Campbell et al, 2004). PES menunjukkan reliabilitas tes retes yang baik
karena nilai alphanya yang lebih dari 0.70. Campbell menguji sampel tes
retes jangka waktu 1 bulan dan sampel tes retes jangka waktu 2 bulan.
Ditemukan bahwa sampel 1 bulan memiliki koefisien alpha sebesar 0.83
dan sampel 2 bulan sebesar 0.88. Selain itu pada uji coba alat ukur yang
sudah diterjemahkan, koefisien alpha PES ditemukan sebesar 0,826.
Reliabilitas skala intensi turnover mencapai nilai alpha cronbach sebesar
0,81 (Landau & Hammer 1986). Pada uji coba alat ukur yang sudah
diterjemahkan, koefisien alpha skala intensi turnover yang didapat sebesar
0,871. Nilai-nilai α yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa
kedua skala memiliki reliabilitas yang memuaskan.
G. Metode Analisis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini akan diolah dan dianalisis
dengan alat bantu olah statistika IBM SPSS versi 23.00. Metode analisis yang
akan digunakan yaitu uji asumsi dan uji hipotesis. Pada uji asumsi terdiri dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
41
uji normalitas dan uji linearitas yang akan menentukan uji hipotesis pada tahap
berikutnya.
1. Uji asumsi
Sugiyono (2018) menyebutkan bahwa terdapat teknik analisis
inferensial yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya
diberlakukan untuk populasi. Pada teknik analisis inferensial terdapat
beberapa uji asumsi yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum
menentukan teknik analisis yang akan digunakan pada uji hipotesis. Dalam
penelitian ini, uji asumsi akan menggunakan uji normalitas dan uji
linearitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh berdistribusi normal atau tidak (Sugiyono, 2018). Taraf
signifikansi untuk uji normalitas adalah sebesar 0.05 (Suparno, 2011).
Data dikatakan terdistibusi normal apabila taraf signifikansinya berada
di atas 0.05 (p ≥ 0.05). Sebaliknya, data dikatakan tidak terdistribusi
normal apabila taraf signifikansinya berada di bawah 0.05 (p < 0.05).
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
bebas dan variabel tergantung yang digunakan. Hubungan antar
variabel dikatakan linear apabila perubahan nilai pada variabel bebas
diikuti perubahan nilai pada variabel tergantung. Linearitas dapat
bersifat positif atau negatif (Suparno, 2011). Linearitas bersifat positif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
42
apabila nilai pada variabel bebas naik (bertambah besar), maka nilai
pada variabel tergantung juga naik (bertambah besar). Sedangkan
bersifat negatif (inverse relationship), apabila nilai pada variabel bebas
bertambah besar, maka nilai pada variabel tergantung justru bertambah
kecil (Suparno, 2011). Sebaliknya, tidak linear artinya kedua variabel
tidak memiliki hubungan sama sekali. Taraf signifikansi untuk uji
linearitas adalah sebesar 0.05 (Suparno, 2011). Apabila taraf
signifikansi berada di atas 0.05 (p < 0.05), maka data dikatakan linear.
Sebaliknya, apabila taraf signifikansi berada di bawah 0.05 (p ≤ 0.05),
maka data dikatakan tidak linear.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis digunakan untuk menentukan dugaan terhadap ada
atau tidaknya hubungan secara signifikan antara dua variabel atau lebih
(Sugiyono, 2018). Uji hipotesis dilakukan berdasarkan uji asumsi yang
telah dilakukan sebelumnya. Apabila uji asumsi terpenuhi, maka akan
dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan analisis parametris. Uji
hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan analisis Korelasi Pearson
Product Moment, yaitu uji korelatif untuk data dengan distribusi normal.
Sebaliknya, apabila uji asumsi tidak terpenuhi, maka akan dilakukan uji
hipotesis dengan menggunakan analisis non-parametris. Uji hipotesis akan
dilakukan dengan menggunakan analisis Korelasi Spearman Rho, yaitu uji
korelatif untuk data yang tidak terdistribusi normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 30 Juli 2019 sampai dengan 20
Agustus 2019. Penelitian dilakukan dengan cara menyebarkan skala
psychological entitlement dan skala intensi turnover pada kelompok tahun
kelahiran 1980-2000. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara online melalui
google form. Skala tersebut kemudian disebarkan dalam bentuk tautan melalui
berbagai media sosial dan aplikasi seperti Instagram, WhatsApp, dan LINE.
Diperoleh 132 respon dari skala yang disebarkan melalui google form.
Respon tersebut kemudian dipilih kembali sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Beberapa respon didapat tidak sesuai dengan kriteria penelitian, di
antaranya tidak sesuai dengan masa kerja yang ditentukan dan bukan
merupakan karyawan tetap. Setelah dilakukan proses pemilihan subjek yang
sesuai kriteria, terdapat 114 respon sebagai hasil akhir jumlah data yang akan
digunakan dalam penelitia