hubungan asupan energi dan zat gizi serta gaya … · dyslipidemia is a disorder of lipid levels in...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA
GAYA HIDUP DENGAN PROFIL LIPID ORANG DEWASA
DISLIPIDEMIA
ALNA HOTAMA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Asupan
Energi dan Zat Gizi serta Gaya Hidup dengan Profil Lipid Orang Dewasa
Dislipidemia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Alna Hotama
NIM I14080031
ABSTRAK
ALNA HOTAMA. Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Gaya Hidup
dengan Profil Lipid Orang Dewasa Dislipidemia. Dibimbing oleh Evy
Damayanthi dan Cesilia Meti Dwiriani.
Dislipidemia merupakan gangguan kadar lemak dalam darah dan
merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit kardiovaskular dan
metabolik. Penelitian dilakukan untuk mempelajari karakteristik responden;
asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, gaya hidup dan status gizi serta
hubugannya dengan profil lipid orang dewasa dislipidemia. Desain penelitian
adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Kabupaten Bogor. Responden
adalah 14 pria dan 22 wanita dewasa berusia 24-56 tahun dengan kadar kolesterol
>200 mg/dl. Data yang dikumpulkan meliputi data primer (pengetahuan gizi) dan
data sekunder (karakteristik responden, riwayat kesehatan, berat dan tinggi badan,
profil lipid, asupan energi dan zat gizi). Profil lipid dianalisis menggunakan serum
darah vena dengan spektofotometri. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan ada
hubungan positif nyata antara jumlah batang rokok yang dihisap dengan total
trigliserida darah (p<0,05) serta hubungan yang negatif nyata antara asupan
kolesterol dengan kadar HDL (p<0,05), sedangkan variabel lainnya tidak
berhubungan.
Kata kunci: asupan energi dan zat gizi, gaya hidup, profil lipid, dislipidemia.
ABSTRACT
ALNA HOTAMA. The Relationship between Energy and Nutrition Intake and
Lifestyle with Lipid Profile of Dyslipidemic Adult. Supervisied by Evy Damayanthi
and Cesilia Meti Dwiriani.
Dyslipidemia is a disorder of lipid levels in the blood and is one of the risk
factors of cardiovascular and metabolic deseases. The study was conducted to
analyze the subject characteristics; energy and nutrients intake; lifestyle;
nutritional status and the relationship between those variables with lipid profile.
Design of this study was cross sectional. Research was done in District of Bogor.
Subject were 14 adult men and 22 women aged 24-56 years as with total
cholesterol >200 mg/dl. Data includes primary data (nutrition knowledge) and
secondary data (subject characteristics, medical history, body weight and height,
lipid profiles, intake of energy and nutrients). Lipid profile were analyzed using
venous blood serum with spectrophotometry. Pearson correlation test showed that
there was positif relationship between the number of cigarettes smoking and blood
triglycerides level (p<0.05) and a negative relationship between cholesterol intake
and level level of HDL (p<0,05). Other variabels observed were not significantly
related.
Keywords: energy and nutrient intake, lifestyle, lipid profiles, dyslipidemia.
HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA GAYA
HIDUP DENGAN PROFIL LIPID ORANG DEWASA
DISLIPIDEMIA
ALNA HOTAMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi
pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Gaya Hidup
dengan Profil Lipid Orang Dewasa Dislipidemia
Nama : Alna Hotama
NIM : I14080031
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi,MS
Pembimbing I
Dr. Ir.Cesilia Meti Dwiriani,M.Sc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr.Rimbawan
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala, karena
hanya dengan nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Hubungan Asupan Energi, Zat Gizi dan Gaya Hidup dengan Profil
Lipid Dewasa Dislipidemia” ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi wasallam serta
keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Tidak
lupa penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, M.S selaku dosen pembimbing skripsi dan
dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing, memberikan
saran, masukan dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa membimbing, memberikan saran, masukan dan arahannya kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji
skripsi atas saran, masukan dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Kedua orang tua Hasan Bisri dan Emih Rohaemih serta adik-adikku (Aisa
Fitnada, Wimantira dan Nurin) yang senantiasa memberi dukungan moral,
spiritual, material dan kasih sayangnya.
5. Keluarga Besar Asrama TPB IPB, Senior Resident serta adik adik IPB 48-5.
6. Sahabat-sahabatku di GM 45 Genk Ukhty (Gita Wahyu A, Azni Ratnarosada,
Fannisa Fitridina, A Nur Rahmah Kurnia Sari), teman-teman satu bimbingan
(Rahayu, Ilma, Rohman) dan teman-teman GM 45 lainnya atas semangat,
perhatian serta kebersamaannya.
7. Teman-teman pembahas seminar yang telah memberikan saran selama
seminar.
Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan hal-hal yang
tidak berkenan selama penyusunan skripsi. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat.
Bogor, Oktober 2014
Alna Hotama
DAFTAR ISI
PRAKATA vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2 Hipotesis 2 Manfaat Penelitian 2
KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE 5
Desain, Tempat, dan Waktu 5 Jumlah dan Teknik Penarikan Responden 5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5 Pengolahan dan Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Karakteristik Responden 7
Pola Konsumsi Pangan 15 Konsumsi Pangan 18 Asupan Energi dan Zat Gizi serta Tingkat Kecukupannya 21 Gaya Hidup 24 Status Gizi 28 Hubungan karakteristik responden dengan profil lipid 29 Hubungan gaya hidup dengan profil lipid 29
Hubungan konsumsi dengan profil lipid 30 SIMPULAN DAN SARAN 31
Simpulan 31 Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 36 RIWAYAT HIDUP 36
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan cara pengumpulan 6
2 Kategori batasan IMT 7
3 Karakteristik umum responden dengan rata-rata nilai profil lipid
responden 9 4 Sebaran responden berdasarkan profil lipid 10 5 Persentase responden berdasarkan jawaban benar pengetahuan gizi 12 6 Sebaran responden berdasarkan kategori pengetahuan gizi 13 7 Sebaran responden berdasarkan riwayat penyakit orangtua 13 8 Sebaran responden berdasarkan jenis dan lama menderita penyakit 14 9 Sebaran responden berdasarkan konsumsi obat 15 10 Rata-rata frekuensi konsumsi dan jumlah konsumsi snack gurih/siap
saji 15 11 Rata-rata frekuensi konsumsi dan jumlah konsumsi konsumsi buah
dan sayur 16 12 Rata-rata frekuensi konsumsi dan jumlah konsumsi makanan
berlemak dan berminyak 16 13 Rata-rata frekuensi konsumsi dan jumlah konsumsi minuman 17 14 Rata-rata konsumsi pangan dan intake zat gizi responden 19 15 Rata-rata asupan energi dan zat gizi berdasarkan jenis kelamin 21 16 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi 21 17 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan protein 22 18 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan lemak 23 19 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan kolesterol 23 20 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan olahraga dan rata-rata nilai
profil lipid 24 21 Sebaran responden berdasarkan jenis, durasi dan frekuensi olahraga 25
22 Sebaran responden berdasarkan status merokok dan rata-rata nilai
profil lipid 16 23 Kebiasaan merokok responden dan rata-rata nilai profil lipid 27
24 Sebaran resonden berdasarkan kebiasaan konsumsi jamu dan obat
warung 16
25 Sebaran responden berdasarkan status gizi 28
DAFTAR GAMBAR
1 Skema kerangka pemikiran 4
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Uji Pearson dan Spearman 36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini masalah kesehatan telah bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit
tidak menular. Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis yang
tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan
umumnya berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah
penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner dan stroke), kanker, penyakit
pernafasan kronis (asma dan penyakit paru obstruksi kronis) dan diabetes.
Penyakit ini dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor risiko
yang sama (common underlying risk factor). Prevalensi penyakit tidak menular
cenderung mengalami peningkatan diantaranya prevalensi Diabetes melitus dari
1,1% (2007) menjadi 2,1% (2013), prevalensi hipertensi dari 7,6% (2007) menjadi
9,5% (2013) (Kemenkes 2013). Diperkirakan pada tahun 2020, kematian akibat
PTM sebesar 73% dari seluruh kematian di dunia dan sebanyak 66% diakibatkan
penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke dimana faktor risiko
utama penyakit tersebut adalah hipertensi dan dislipidemia (Depkes 2007).
Dislipidemia adalah gangguan perubahan pada kadar lemak dalam darah.
Gangguan itu dapat berupa peningkatan kadar total kolesterol atau
hiperkolesterolemia, penurunan kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL),
peningkatan kadar kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) atau peningkatan
kadartrigliserida dalam darah (hipertrigliserida) (Marmot 1993). Dislipidemia
merupakan masalah kesehatan yang cukup dominan di negara-negara maju.Di
Indonesia, ancaman dislipidemia tidak boleh diabaikan. Abnormalitas kadar lipid
dalam darah merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit
kardiovaskular dan metabolik misalnya aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
stroke, sindrom metabolik dan sebagainya. Menurut pedoman National
Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III),
pemeriksaan profil lipoprotein (kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida) perlu
dilakukan berkala setiap 5 tahun sekali pada setiap individu umur ≥20 tahun
(Kemenkes 2013).
Dewasa ini, terjadi perubahan dalam pola makan dan gaya hidup
masyarakat Indonesia. Pengadopsian kebiasaan makan negara maju oleh
masyarakat Indonesia dapat memperburuk keadaan status gizi masyarakat
Indonesia. Perubahan pola makan yang mengarah ke makanan siap saji tinggi
lemak, protein, dan garam tetapi rendah serat pangan dapat menyebabkan
berkembangnya penyakit seperti dislipidemia. Asupan lemak yang berlebih dapat
meningkatkan kadar lemak dalam darah secara langsung. Asupan lemak yang
berlebih dalam jangka waktu yang lamadidugaakan meningkatkan timbunan
lemak dalam jaringan darah. Keadaan ini menyebabkan arteriol berkontraksi dan
menyempit pada lingkar dalamnya (Beavers 2008). Kadar kolesterol darah
dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya adalah konsumsi pangan dan
aktivitas fisik.
Almatsier (2006) mengungkapkan bahwa kadar kolesterol dipengaruhi
oleh asupan lemak, karbohidrat dan protein. Lemak, karbohidrat, dan protein di
dalam tubuh dapat diubah menjadi asetil KoA yang merupakan bahan pembentuk
2
kolesterol dalam tubuh. Mahan dan Escott-Stump (2008) menyatakan bahwa
asupan serat, asupan kolesterol dan aktivitas fisik juga dapat mempengaruhi kadar
kolesterol darah. Hasil dari penelitian Waloya (2013) menunjukkan bahwa
dislipidemia di kota dan kabupaten Bogor sebesar 31,25% untuk pria dan 12,5%
untuk wanita pada usia 25-64 tahun. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti
tertarik untuk mengkaji asupan energi dan zat gizi serta gaya hidup responden
orang dewasa dengan dislipidemia.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari asupan zat gizi
serta gaya hidup responden di Kabupaten Bogor dengan profil lipid.
Tujuan Khusus:
1. Mengidentifikasi karakteristik responden yang terdiri dari umur, jenis
kelamin, pendapatan, etnis, pendidikan, pengetahuan gizi dan riwayat
kesehatan responden.
2. Menghitung asupan energi dan zat gizi responden.
3. Menilai gaya hidup responden yang terdiri atas kebiasaan merokok dan
kebiasaan olahraga.
4. Menilai status gizi responden.
5. Menganalisis hubungan karakteristik responden, asupan energi, zat gizi,
gaya hidup dan status gizi reponden dengan profil lipid.
Hipotesis
Terdapat hubungan antara karakteristik responden, asupan energi dan zat
gizi, gaya hidup serta status gizi responden dengan profil lipid.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada responden
tentang asupan energi, zat gizi, gaya hidup dan status gizi dalam upaya
peningkatan produktivitas kerja responden. Selain itu, hasil penelitian ini juga
dapat memperkaya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang gizi dan kesehatan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang perilaku sehat yang
baik dan benar bagi penderita dislipidemia sehingga dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari agar frekuensi kemunculan penyakit dislipidemia dapat
diminimalkan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai gaya hidup yang baik kepada masyarakat umum serta dapat menjadi
bahan acuan dalam pembentukan perilaku sehat.
3
KERANGKA PEMIKIRAN
Kejadian dislipidemia dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor yang
dapat dikontrol maupun yang tidak dapat dikontrol. Profil lipid pada dewasa
dislipidemia dapat dipengaruhi oleh karakteristik responden (umur, jenis kelamin,
pendapatan, asal daerah, pendidikan dan pengetahuan gizi), gaya hidup (kebiasaan
merokok dan kebiasaan olahraga), status gizi dan riwayat kesehatan.
Karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendapatan, asal daerah,
pendidikan dan pengetahuan gizi) mempengaruhi gaya hidup (kebiasaan merokok
dan kebiasaan olahraga). Semakin meningkatnya pendapatan seseorang, biasanya
akan mengubah gaya hidupnya. Pada umumya, gaya hidup masyarakat Indonesia
cenderung berubah dari rural menjadi urban. Karakteristik responden (umur, jenis
kelamin, pendapatan, asal daerah, pendidikan dan pengetahuan gizi) juga
mempengaruhi pola konsumsi (frekuensi konsumsi pangan dan konsumsi energi,
protein, lemak, serat dan kolesterol). Pengetahuan dapat diperoleh seseorang
melalui pendidikan formal, nonformal, maupun informal. Tingkat pengetahuan
gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilakunya dalam memilih
makanan, yang akhirnya akan berpengaruh terhadap keadaan gizi orang tersebut
(Khomsan 2007). Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan
semakin baik pula keadaan gizinya (Sukandar 2007).
Asupan energi karbohidrat, protein serat, kolesterol dan lemak
mempengaruhi tingkat kecukupan energi, karbohidrat, protein dan lemak. Tingkat
kecukupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak mempengaruhi status gizi.
Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dianjurkan untuk setiap individu menghasilkan status gizi yang baik pada
seseorang. Sebaliknya, jika konsumsi zat gizi berlebihan atau kurang akan
menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada seseorang. Secara keseluruhan,
hubungan antar variabel dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Status Gizi Profil lipid orang
dewasa dislipidemia Aktivitas Fisik
Karakteristik Responden
Umur
Jenis kelamin
Pendapatan
Asal daerah
Pendidikan
Pengetahuan gizi
Konsumsi
Frekuensi konsumsi pangan
Konsumsi energi, protein,
karbohidrat, lemak, serat,
lemak tak jenuh dan
kolesterol
Gaya Hidup
Kebiasaan merokok
Kebiasaan olahraga
Tingkat Kecukupan Energi,
Protein, Karbohidrat,
Protein ,Lemak dan kolesterol
Riwayat Kesehatan
Riwayat keluarga (genetic)
Riwayat pegawai
Obat-obatan
Keterangan
: Variabel diteliti
: Hubungan antar variabel dianalisis
: Variabel tidak diteliti
: Hubungan antar variabel tidak dianalisis
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran hubungan karakteristik responden, gaya
hidup, aktivitas fisik, riwayat kesehatan, konsumsi, status gizi dengan profil lipid
orang dewasa dislipidemia
5
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yaitu data diambil secara
observasi dalam satu waktu yang sama. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Bogor. Lokasi ini dipilih secara sengaja dengan pertimbangan dapat tercapainya
tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober-Desember 2012.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hibah KKP3T dari Kementrian
Pertanian RI Tahun 2012 dengan ketua peneliti Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS.
Kontrak nomor 1145/LB.620/I.1/3/2012, tanggal 29 Maret 2012 yang berjudul
“Perbaikan Flavor Keju Rendah Lemak serta Pengaruhnya terhadap Profil Lipid,
Aktivitas Superoksida Dismutase dan Kadar Malondialdehid pada Manusia
Dewasa Hiperlipidemia”. Penelitian ini sudah mendapatkan ethical clearence dari
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan dengan nomor
KE.01.12/EC/675/2012 tanggal 23 November 2012.
Jumlah dan Teknik Penarikan Responden
Populasi adalah responden yang bekerja di Kabupaten Bogor, kecamatan
Dramaga. Penarikan responden dilakukan secara purposive sampling dengan
kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Berstatus hiperlipidemia (kadar kolesterol total dalam darah >200 mg/dl)
2. Usia 21–60 tahun.
3. Bersedia untuk menjadi subjek penelitian.
Pemilihan responden didasarkan pada data screening darah yang
dilaksanakan pada bulan Oktober, di Ruang Sidang Direktorat Akademik dan
Pendidikan IPB. Sebanyak 364 orang yang diundang untuk menjadi subyek
penelitian, 46 responden menderita hiperlipidemia dan 36 responden yang
bersedia menjadi subyek penelitian.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer yang dikumpulkan adalah data pengetahuan gizi, sedangkan data sekunder
yang dikumpulkan meliputi data karakteristik responden (umur, jenis kelamin,
pendapatan, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan gizi), riwayat kesehatan
responden (riwayat keluarga/genetik, riwayat responden, dan obat-obatan), gaya
hidup responden (kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga), konsumsi pangan,
rekuensi konsumsi pangan, berat badan dan tinggi badan, profil lipid responden
menggunakan serum darah vena, serta status gizi responden. Data primer
dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner. Tabel 1 menunjukkan
jenis dan cara pengumpulan data.
6
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan
No Data Variabel Cara Pengumpulan Data
1 Karakteristik
responden
Umur, jenis kelamin,
pendapatan, asal daerah,
pendidikan, dan
pengetahuan gizi
Wawancara menggunakan
kuesioner
2 Riwayat kesehatan
Riwayat keluarga/genetik,
riwayat responden, dan
obat-obatan
Wawancara menggunakan
kuesioner
3 Gaya Hidup Kebiasaan merokok dan
kebiasaan olahraga
Wawancara menggunakan
kuesioner
4 Konsumsi pangan
konsumsi energi, protein,
lemak, lemak tak jenuh,
serat dan kolesterol
Recall 2x24 Jam hari libur
dan kerja
5 Frekuensi konsumsi Frekuensi konsumsi FFQ
6 Status Gizi Berat badan dan tinggi
badan.
Pengukuran langsung
menggunakan timbangan dan
microtoise.
7 Profil Lipid Kolesterol total, HDL,
LDL, Trigliserida
Serum darah dengan
spektofotometri
8 Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi Wawancara menggunakan
kuesioner
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang dilakukan berupa editing, coding, cleaning, entry,
dan analisis. Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara
statistik deskriptif menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan
Nutrisurvey 2007. Pengetahuan gizi responden diperoleh dengan memberikan
kuesioner berisi 20 pertanyaan berbentuk pilihan ganda seputar gizi secara umum
dan kolesterol. Jawaban yang benar diberi nilai 10 dan jawaban yang salah diberi
nilai 0 sehingga total nilai sebesar 100. Klasifikasi tingkat pengetahuan gizi
mengacu pada Khomsan (2000) yang terbagi menjadi tiga kategori, yaitu baik
(>80), sedang (60-80) dan buruk (<60). Konsumsi pangan (karbohidrat, protein,
lemak, karbohidrat, serat, lemak tak jenuh dan kolesterol) diolah berdasarkan data
recall makan 2 x 24 jam dengan menggunakan software nutrisurvey. Frekuensi
konsumsi pangan snack gurih/siap saji, makanan berlemak dan berminyak, buah
dan sayur, minuman diolah berdasarkan data FFQ selama 1 minggu terakhir.
Menghitung Tingkat kecukupan meliputi Tingkat Kecukupan Energi (TKE)
dan Tingkat kecukupan Protein responden normal menggunakan perhitungan
yang dikoreksi dengan berat badan aktual (dari setiap kelompok usia) dengan
rumus sebagai berikut.
AKGI = (Ba/Bs) x AKG
Keterangan :
AKGI = Angka kecukupan gizi
Ba = Berat badan aktual sehat (kg)
Bs = Berat badan acuan (kg)
AKG = Angka kecukupan gizi yang dianjutkan WNPG (2013)
7
Perhitungan tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein menggunakan
rumus dibawah ini :
TKG=(K/AKGI) x 100%
Keterangan :
TKG = Tingkat kecukupan konsumsi
K = Konsumsi gizi (recall 2x24 jam)
AKGI = Angka kecukupan gizi menurut kelompok usia
Responden underweight, overweight dan obese perhitungan tidak dikoreksi
dengan berat badan aktual sehat melainkan hanya berdasarkan berat badan acuan
sehingga tingkat kecukupan gizinya sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Hal ini dimaksudkan agar contoh underweight, overweight dan obese dapat
mencapai berat badan idealnya. Kebutuhan energi dihitung dengan
mempertimbangkan kebutuhan energi metabolisme basal (AMB) dan aktivitas
fisik. AMB dihitung dengan persamaan Harris Benedict (Almatsier 2006).
Indikator antropometri pada penelitian menggunakan indikator IMT. IMT
dihitung berdasarkan rumus : berat badan (kg) / tinggi badan (m2). IMT
dikelompokkan berdasarkan Riskesdas (2013) menjadi empat kategori.
Tabel 2 Kategori batasan IMT
Kategori IMT(kg/m2)
Underweight <18,5
Normal 18,5-24,9
Overweight 25-27
Obesitas >27
Sumber : Kemenkes (2013)
Uji korelasi Pearson dan Spearman digunakan pula untuk menganalisis
hubungan antar beberapa variabel pada penelitian ini. Selain berfokus membahas
hubungan antara konsumsi pangan dengan kadar kolesterol darah, penelitian ini
juga menyajikan dan sesekali membahas data berdasarkan gaya hidup responden.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Karakteristik umum responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 36 orang. Responden yaitu
orang yang menderita dislipidemia serta bersedia menjawab pertanyaan yang
terdapat pada kuesioner. Karakteristik responden yang dianalisis antara lain usia
responden, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan responden. Distribusi
responden berdasarkan karakteristik responden disajikan pada Tabel 3.
Karakteristik responden menurut jenis kelamin yaitu sebanyak 38,9% berjenis
kelamin pria dan sebanyak 61,1% berjenis kelamin wanita. Terlihat bahwa kadar
kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL responden yang berjenis kelamin pria
lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin wanita.
8
Berikut disajikan Tabel 3 mengenai karakteristik umum responden dengan profil
lipid responden.
Tabel 3 Karakteristik umum responden dengan profil lipid responden
Karakteristik
Responden
Responden Rata-rata (mg/dL)
n % Kolesterol Trigliserida LDL HDL Jenis Kelamin
Laki Laki 14 38,9 285,47 177,96 200,25 44,31
Perempuan 22 61,1 251,4 156,9 159,9 31
Total 36 100,0
Usia (Tahun)
19-29 1 2,8 247,8 90,3 170,4 62,5
30-49 19 52,8 259,95 135,07 197,18 44,27
50-64 16 44,4 272,46 186,53 189,05 54,26
Total 36 100,0
Tingkat Pendidikan
SD 2 5,6 251,3 139,85 249,1 59,05
SMP 3 8,3 209,97 103,8 157,4 55,93
SMA 19 52,8 275,54 168,98 192,41 49,77
D3/S1/S2/S3 12 33,3 264,86 153,28 192,95 45
Total 36 100,0
Suku Bangsa
Jawa 11 30,6 278,74 173,45 207,27 45,37
Sunda 20 55,5 261,35 155,39 184 52,4
Lainnya 5 13,9 250,62 125,08 196,34 44,9
Total 36 100,0
Pendapatan
<1 Juta 2 5,6 226,35 78,5 183,05 59,3
1–2 Juta 7 19,4 242,13 125 195,24 49,81
2–3 Juta 13 36,1 301,66 173,67 201,96 48,47
>3 juta 14 38,9 248,35 167,96 184,53 48,16
Total 36 100,0
Karakteristik usia responden dikategorikan berdasarkan AKG 2013 yaitu 19
sampai 29 tahun, 30 sampai 49 tahun dan 50 sampai 64 tahun. Setengah dari
responden (52,8%) berusia 30-49 tahun, sisanya berusia 50-64 tahun (44,4%) dan
19-29 tahun (2,8%). Rata-rata usia responden adalah 45,2±9,1 tahun dengan usia
termuda yaitu berusia 24 tahun dan usia tertua yaitu berusia 56 tahun. Maulana
(2007) menyatakan bahwa usia 45 tahun merupakan usia yang kritis dan harus
diwaspadai oleh kaum pria sedangkan pada kaum wanita yaitu pada usia 55 tahun
atau ketika sudah memasuki masa menopause.
Tingkat pendidikan responden dikategorikan menjadi 4 kategori yang
terdiri dari SD, SMP, SMA dan D3/S1/S2/S3. Pendidikan akan mempengaruhi
proses keputusan, asupan energi dan zat gizi seseorang. Konsumen yang memiliki
pendidikan yang lebih baik akan lebih responsif terhadap informasi, pendidikan
juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk atau merek (Sumarwan
9
2002). Mayoritas responden (52,8%) memiliki pendidikan terakhir ditingkat SMA,
dan sisanya menempuh pendidikan terakhir di Perguruan Tinggi baik D3, S1, S2
maupun S3 (33,3%), SMP (8,3%) dan SD (5,6%). Tingkat pendidikan bukan satu-
satunya faktor yang menentukan kemampuan seseorang dalam menyusun dan
menyiapkan hidangan yang bergizi tetapi faktor pendidikan dapat mempengaruhi
kemampuan menyerap pengetahuan gizi yang diperoleh. Tabel 3 menunjukkan
bahwa responden didominasi dari suku Sunda (55,5%) kemudian sebanyak 30,6%
responden berasal dari suku Jawa, dan sisanya 13,9% responden berasal dari suku
Minang, Betawi dan Makasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata
dislipidemia tidak hanya dialami oleh responden yang berasal dari daerah dengan
kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi lemak saja seperti daerah Sumatera,
tetapi dialami oleh responden yang berasal dari daerah lain seperti daerah Jawa.
Hal ini diduga karena responden yang berasal dari suku Jawa juga memiliki
kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak sehingga mereka menderita
dislipidemia. Modernisasi yang terus berlangsung dan kemajuan teknologi telah
membawa perubahan yang cepat pada gaya hidup, misalnya budaya hidangan
cepat saji, gaya hidup sedentary, sehingga berakibat pada aktivitas fisik yang
tidak adekwat yang pada akhirnya mempunyai efek besar terhadap perkembangan
penyakit kronis seperti PJK, dislipidemia dan hipertensi (Chandra 2004) .
Kondisi sosial ekonomi seseorang dapat didekati dari berbagai variabel
diantaranya : tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan/pengeluaran. Ada
kecenderungan orang dengan kondisi sosial ekonomi yang tinggi telah
mengundang risiko terkena penyakit degeneratif seperti dislipidemia, hipertensi
dan diabetes melitus karena terjadinya pergeseran gaya hidup ke arah yang lebih
buruk. Status sosial ekonomi yang tinggi yang ditandai dengan terjadinya
peningkatan pendapatan/kesejahteraan membuka peluang terjadinya peningkatan
konsumsi pangan secara berlebihan dan tidak terkendali/terkontrol, baik dari
aspek jumlah maupun jenisnya.
Tingginya status sosial ekonomi seseorang juga dapat mempengaruhi ola
aktivitas fisiknya. Peningkatan kesejahteraan akan membuat seseorang
mengurangi aktivitas fisiknya. Kebiasaan berjalan kaki akan tergantikan dengan
mengendarai sepeda motor atau mobil. Status sosial ekonomi yang tinggi akan
cenderung ,memdorong seseoarng terus mncari kesibukan, sehingga mengurangi
porsi seseorang untuk berolahraga. Pendapatan merupakan indikator kesejahteraan
ekonomi rumah tangga. Pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan
kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan
maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Dengan
meningkatnya pendapatan perorangan, maka terjadi perubahan-perubahan dalan
susunan makanan (Suhardjo 2003). Pada penelitian ini variabel penghasilan
responden disajikan sebagai data kategori, karena sebagian besar responden tidak
bersedia untuk mencantumkan nilai yang sebenarnya. Rata-rata pendapatan
terbesar dalam rumah tangga diatas Rp 3.000.000 dengan persentase sebesar
38,9% sedangkan sebanyak 36,1% responden memiliki pendapatan berkisar antara
Rp 2.000.000-Rp3.000.000, sisanya sebanyak 19,4% responden mempunyai
pendapatan berkisar antara Rp 1.000.000-2.000.000 dan sebanyak 5,6% responden
memiliki penghasilan kurang dari Rp 1.000.000. Pendapatan responden yang
berkisar 2-3 juta memiliki kadar kolesterol total, trigliserida dan LDL yang lebih
tinggi.
10
Profil lipid terdiri dari kolesterol total, LDL dan trigliserida. Kolesterol
darah atau biasa disebut total kolesterol merupakan ukuran total kolesterol yang
pada seluruh lipoprotein yaitu HDL, LDL, dan VLDL. Total kolesterol mencakup
kolsterol yang berada dalam seluruh fraksi lipoprotein yaitu 60-70% dibawa LDL,
20-30% dibawa oleh HDL dan 10-15% dibawa oleh VLDL. Konsumsi lemak
jenuh dan lemak trans meningkatkan kolesterol darah lebih signifikan dari
konsumsi kolesterol sendiri (Manhan & Escott-Stump 2008). Penelitian dari Lipid
Research Clinics Coronary Primary Prevention Trial (LRCCPPT) di Amerika
memperlihatkan hubungan antara penurunan kolesterol dan pengurangan risiko
penyakit jantung koroner yaitu setiap penurunan 1% kolesterol darah akan
mengurangi 2% risiko penyakit jantung koroner (Faizah 2004). Sebaran untuk
profil lipid resonden dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan profil lipid
Profil Lipid Rata-rata (mg/dL) Rujukan*
(mg/dL) n %
Koleterol 265,2±64,1 <200
Normal 4 11,1 179,9±18,2
Abnormal 32 88,9 275,83±59,6
LDL 192,8±43,9 <100
Abnormal 36 100 192,8±43,9
HDL 49,2±18,7 >40
Normal 23 63,9 59,54±14,8
Abnormal 13 36,1 30,9±7,6
Trigliserida 156,7±100,4 <150
Normal 20 55,6 105,63±24,8
Abnormal 16 44,4 220,53±122,2
*Sumber: American Heart Association (2005)
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa lebih dari setengah responden
(55,6%) memiliki kadar trigliserida dalam keadaan normal. Trigliserida
merupakan lemak darah yang cenderung naik seiring dengan konsumsi alkohol,
peningkatan berat badan, diet tinggi gula atau lemak, serta gaya hidup tidak sehat
lainnya (Maulana 2007). Tingginya kadar trigliserida contoh diduga disebabkan
oleh status gizi contoh yang umumnya overweight, obesitas dan belum mulai
mengurangi makanan yang tinggi gula dan lemak.
Kadar kolesterol total merupakan susunan dari banyak zat termasuk
diantaranya trigliserida, LDL kolesterol dan HDL kolesterol. Berdasarkan Tabel 4,
88,9% responden memiliki kadar kolesterol total tinggi. Kolesterol dalam darah
berasal dari dua sumber yaitu dari diet (kolesterol eksogen) dan dari hasil sintesis
dalam tubuh (kolesterol endogen). Kadar kolesterol yang tinggi pada responden
diduga disebabkan oleh konsumsi bahan pangan yang tinggi kandungan kolesterol.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada setiap satu persen peningkatan kadar
kolesterol darah terjadi dua persen peningkatan risikoterkena penyakit jantung
koroner (Heslet 2007).
Rata-rata Kadar HDL darah responden 49,2 mg/dl. Lebih dari separuh
responden memiliki kadar HDL yang normal (69,4%). HDL lebih dikenal sebagai
kolesterol baik. Hal tersebut disebabkan oleh HDL akan mengambil kolesterol dan
11
fosfolipid yang ada di dalam aliran darah dan menyerahkannya ke lipoprotein lain
untuk diangkut kembali ke hati guna diedarkan kembali atau dikeluarkan dari
tubuh (Almatsier 2006). Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan berhenti
merokok, mengurangi berat badan dan menambah aktifitas (exercise) (Djohan
2004). Rata–rata kadar Low Density Lipoprotein (LDL) 192,8 mg/dl dan seluruh
responden memiliki kadar LDL lebih besar dari rujukan. LDL lebih dikenal
sebagai kolesterol jahat. Hal tersebut dikarenakan jika LDL teroksidasi di
pembuluh darah akan mengakibatkan penumpukan dalam pembuluh darah.
Apabila terjadi selama bertahun-tahun, kolesterol akan menumpuk pada dinding
pembuluh darah dan membentuk plak. Plak tersebut akan bercampur dengan
protein dan ditutupi oleh sel-sel otot dan kalsiums ehingga dapat menyebabkan
aterosklerosis (Almatsier 2006).
Pengetahuan Gizi Responden
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan zat
gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan
sehingga tidak menimbulkan penyakit, serta cara mengolah makanan agar zat gizi
dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat. Pengetahuan gizi yang
diperoleh sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang, kurangnya
pengetahuan tentang gizi untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dapat
menyebabkan ganguan gizi (Suhardjo 2003). Pengetahuan dapat diperoleh
seseorang melalui pendidikan formal, nonformal, maupun informal. Tingkat
pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilakunya dalam
memilih makanan, yang akhirnya akan berpengaruh terhadap keadaan gizi orang
tersebut (Khomsan 2007). Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang
diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Sukandar 2007).
Pengetahuan gizi didefinisikan secara sederhana sebagi informasi yang
disimpan ingat dalam ingatan. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui
pendidikan gizi formal dan pendidikan gizi informal. Tabel 5 menunjukkan
persentase responden yang dapat menjawab benar untuk setiap pertanyaan
pengetahuan gizi. Pertanyaan tersebut terdiri dari makanan gizi seimbang,
makanan yang beragam, makanan yang seharusnya dikonsumsi, pangan sumber
karbohidrat, sumber protein hewani, fungsi zat besi, akibat kekurangan zat besi,
makanan yang mengandung kalsium, fungsi serat, penyakit akibat terlalu banyak
mengkonsumsi jeroan, akibat kadar lemak tidak terkontrol, pengertian
dislipidemia, akibat kolesterol yang tidak terkontrol, penyebab dislipidemia,
faktor penyebab dislipidemia yang dapat dikontrol, faktor resiko lain dislipidemia,
makanan yang dapat memicu dislipidemia, makanan yang tidak boleh dikonsumsi
penderita dislipidemia, minuman yang memicu dislipidemia, makanan yang
boleh dikonsumsi penderita dislipidemia, dan zat gizi yang melawan dislipidemia.
Terdapat 16 pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh lebih dari
75% responden yaitu pertanyaan mengenai makanan gizi seimbang, makanan
yang seharusnya dikonsumsi, pangan sumber karbohidrat, sumber protein hewani,
fungsi zat besi, makanan yang mengandung kalsium, pengertian hiperlipidemia,
akibat kolesterol yang tidak terkontrol, penyebab dislipidemia, faktor penyebab
dislipidemia yang dapat dikontrol, faktor resiko lain dislipidemia, makanan yang
tidak boleh dikonsumsi penderita dislipidemia, minuman yang memicu
12
dislipidemia, makanan yang boleh dikonsumsi penderita dislipidemia. Presentase
responden berdasarkan jawaban benar pengetahuan gizi dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 Persentase responden berdasarkan jawaban benar pengetahuan gizi
Topik No Pertanyaan Responden
n % Gizi Umum 1 Makanan gizi seimbang 36 100
2 Makanan yang beragam 16 44,4
3 Makanan yang seharusnya dikonsumsi 36 100
4 Pangan sumber karbohidrat 35 97,2
5 Sumber protein hewani 32 88,9
6 Fungsi Zat besi 27 75
7 Akibat kekurangan zat besi 31 86,1
8 Makanan yang mengandung kalsium 35 97,2
9 Fungsi serat 34 94,4
10 Penyakit akibat terlalu banyak
mengkonsumsi jeroan 28 77,8
Dislipidemia 11 Akibat kadar lemak yang tidak terkontrol 10 27,8
12 Pengertian dislipidemia 33 91,7
13 Akibat dislipidemia yang tidak terkontrol 30 83,3
14 Faktor penyebab dislipidemia yang dapat
dikontrol 33 91,7
15 Faktor resiko lain dislipidemia 31 86,1
16 Makanan yang memicu dislipidemia 19 52,8
17 Makanan yang tidak diboleh dikonsumsi
penderita dislipidemia 34 94,4
18 Minuman yang dapat memicu dislipidemia 31 86,1
19 Makanan yang boleh dikonsumsi penderita
dislipidemia 36 100
20 Zat gizi yang melawan dislipidemia 14 38,9
Terdapat 16 pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh lebih dari
75% responden yaitu pertanyaan mengenai makanan gizi seimbang, makanan
yang seharusnya dikonsumsi, pangan sumber karbohidrat, sumber protein hewani,
fungsi zat besi, makanan yang mengandung kalsium, pengertian hiperlipidemia,
akibat kolesterol yang tidak terkontrol, penyebab dislipidemia, faktor penyebab
dislipidemia yang dapat dikontrol, faktor resiko lain dislipidemia, makanan yang
tidak boleh dikonsumsi penderita dislipidemia, minuman yang memicu
dislipidemia, makanan yang boleh dikonsumsi penderita dislipidemia.
Pertanyaan tentang gizi secara umum paling banyak dijawab benar yaitu
pertanyaan mengenai makanan gizi seimbang, makanan yang seharusnya
dikonsumsi, pangan sumber karbohidrat, sumber protein hewani, fungsi zat besi,
akibat kekurangan zat besi, makanan yang mengandung kalsium sedangkan
pertanyaan tentang dislipidemia yang paling banyak dijawab benar pengertian
dislipidemia, akibat kolesterol yang tidak terkontrol, penyebab dislipidemia,
faktor penyebab dislipidemia yang dapat dikontrol, faktor resiko lain dislipidemia,
makanan yang dapat memicu dislipidemia, makanan yang tidak boleh dikonsumsi
penderita dislipidemia, minuman yang memicu dislipidemia, makanan yang boleh
dikonsumsi penderita dislipidemia dan zat gizi yang melawan dislipidemia.
13
Terdapat 5 pertanyaan yang persentasi jawaban benarnya kurang dari 75%
yaitu pertanyaan mengenai makanan yang beragam, akibat kadar lemak yang tidak
terkontrol, makanan yang memicu dislipidemia dan zat gizi yang melawan
dislipidemia. Hal ini diduga kurangnya responden dalam mendapatkan informasi
mengenai dislipidemia. Tabel 6 menunjukkan bahwa mayoritas responden
(52,8%) memiliki pengetahuan baik, sebanyak 44,4% memiliki pengetahuan
sedang sedangkan dengan pengetahuan gizi kurang hanya 2,8%. Hal ini,
berbanding terbalik dengan kadar kolesterol total, trigliserida dan LDL yang
masih tinggi dari rujukan. Berikut disajikan Tabel 6 mengenai sebaran responden
berdasarkan kategori pengetahuan gizi dengan rata-rata profil lipid.
Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan kategori pengetahuan gizi dengan rata-
rata profil lipid
Pengetahuan Gizi Responden
n % Kolesterol Trigliserida LDL HDL
Kurang (<60) 1 2,8 222,9 115 159,6 43,4
Sedang (60-80) 16 44,4 284,93 163,39 206,99 53,61
Baik (>80) 19 52,8 250,76 153,26 182,64 45,82
Total 36 100,0
Riwayat Kesehatan
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai resiko menderita suatu penyakit. Berdasarkan Tabel 7, dapat
dilihat bahwa riwayat penyakit dari ayah paling banyak dari penyakit hipertensi
dan diabetes sebesar 12,2% sedangkan menurut riwayat penyakit keluarga dari ibu
paling banyak penyakit hipertensi sebanyak 7,9%. Sebaliknya, responden yang
tidak memiliki riwayat penyakit baik dari keluarga dari ayah sebanyak 46,3% dan
dari ibu sebanyak 73,7%. Berikut disajikan Tabel 7 mengenai tabulasi silang lama
menderita dengan penyakit yang pernah di derita.
Tabel 7 Sebaran respondenberdasarkan riwayat penyakit orangtua*
Riwayat Keluarga Responden
n % Ayah
Hipertensi 5 12,2
Kolesterol 4 9,8
Diabetes 5 12,2
Lainnya 8 19,5
Tidak ada 19 46,3
Total 41 100,0
Ibu
Hipertensi 3 7,9
Kolesterol 1 2,6
Diabetes 0 0,0
Lainnya 6 15,8
Tidak ada 28 73,7
Total 38 100,0
14
Lamanya responden yang menderita sakit dengan penyakit yang pernah
diderita penyakit dibagi ke dalam tiga kategori yaitu <1 tahun, 1-3 tahun dan >3
tahun. Tabel 8 menunjukkan terdapat 12 penyakit yang diderita oleh responden,
penyakit yang banyak diderita yaitu penyakit asam urat, maag dan paru-paru.
Berikut disajikan Tabel 8 mengenai sebaran responden berdasarkan jenis dan lama
menderita penyakit.
Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan jenis dan lama menderita penyakit*
Penyakit Lama menderita penyakit Total
(orang) < 1 tahun 1-3 tahun >3 tahun
Batu ginjal 1 0 0 1
Diabetes 0 0 1 1
Asam urat 0 0 1 1
Kolesterol 0 0 1 1
Asam urat 0 1 1 2
Maag 0 2 1 3
Darah
rendah 0 1 0 1
Paru-paru 2 1 0 3
Hipertensi 0 1 0 1
Hepatitis 1 0 0 1
Alergi 0 0 1 1
Anemia 0 1 0 1
Total 4 7 6 17
*Jumlah responden 36 orang
Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau
rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian
tubuh manusia. Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih
banyak juga orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai
racun. Obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan
suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah
digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan
menimbulkan keracunan dan bila dosisnya kecil tidak akan memperoleh
penyembuhan. Bahan obat jarang diberikan sendiri–sendiri, lebih sering
merupakan suatu formula yang dikombinasi dengan satu atau lebih zat yang bukan
obat yang bermanfaat untuk kegunaan farmasi. Bentuk–bentuk sediaan yang dapat
digunakan beragam. Bentuk yang populer adalah tablet, kapsul, kaplet, suspense
dan berbagai larutan sediaan farmasi. Tabel 9 menunjukkan bahwa sebanyak
55,6% responden mengkonsumsi obat-obatan ketika mengalami sakit sedangkan
sebanyak 44,4% responden tidak mengkonsumsi obat–obatan selama 3 tahun
terakhir. Adapun jenis obat yang dikonsumsi diantaranya alopurinol, simvastatin,
simbaspatin dan obat-obat dengan resep dokter, obat dari sensi ataupun obat-obat
terapi. Berikut disajikan Tabel 9 mengenai sebaran responden berdasarkan
konsumsi obat.
15
Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan konsumsi obat
Konsumsi Obat Responden
n %
Ya 20 55.6
Tidak 16 44.4
Total 36 100.0
Pola Konsumsi Pangan
Frekuensi Konsumsi Snack gurih dan siap saji Frekuensi konsumsi merupakan frekuensi konsumsi snack gurih dan siap
saji sejumlah bahan makanan snack gurih dan siap saji selama periode tertentu
seperti dalam satu minggu. Frekuensi konsumsi snack gurih dan siap saji dalam
penelitian ini terdiri dari Mc.D/KFC/PH, sosis, nugget, kornet, biskuit asin, kripik
asin, chiki, pilus, dan crackers. Berikut disajikan Tabel 10 mengenai sebaran
kebiasaan konsumsi snack gurih/siap saji.
Tabel 10 Sebaran kebiasaan konsumsi snack gurih/siap saji No Jenis Makanan Frekuensi konsumsi
(kali/minggu)
Jumlah konsumsi
(g/minggu)
1 Mc.D/KFC/PH 0,4 328
2 Sosis 0,2 3,9
3 Nugget 0,5 31,8
4 Kornet 0,2 9,2
5 Biskuit Asin 1,1 31,7
6 Keripik Asin 1,6 57,9
7 Chiki/sejenis 0,2 6,7
8 Pilus/sejenis 0,5 13,5
9 Crackers asin 0,8 28,9
10 Lainnya 0,3 10,8
Makanan siap saji yang dimaksud adalah jenis makanan yang dikemas,
mudah disajikan, praktis atau diolah dengan cara sederhana. Makanan tersebut
umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi
dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa
bagi produk tersebut. Frekuensi konsumsi makanan snack dan siap saji yang
sering dikonsumsi dalam seminggu yaitu keripik asin (1,6±1,9 kali/minggu)
dengan jumlah konsumsi 57,9±86,5 gram, biskuit asin (1,1±1,7 kali/minggu)
dengan jumlah konsumsi 31,7±55,9 gram, kemudian crackers asin (0,8±2,2
kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 28,9±84,3 gram (Tabel 10). Menurut
Riskesdas 2013, perilaku mengonsumsi makanan asin dan cepat saji merupakan
perilaku konsumsi makanan berisiko penyakit degeneratif. Hasil Riskesdas 2013
menunjukkan terjadi peningkatan konsumsi makanan asin (Kemenkes 2013).
Mengonsumsi makanan cepat saji dan jajanan saat ini sudah menjadi kebiasaan
terutama oleh masyarakat perkotaan. Sebagian besar makanan cepat saji adalah
makanan yang tinggi gula, garam dan lemak yang tidak baik bagi kesehatan. Oleh
karena itu mengonsumsi makanan cepat saji dan makanan jajanan harus sangat
dibatasi. Pangan manis, asin dan berlemak banyak berhubungan dengan penyakit
16
kronis tidak menular seperti diabetes mellitus, tekanan darah tinggi dan penyakit
jantung,
Frekuensi konsumsi buah dan sayur Frekuensi konsumsi buah dan sayur merupakan frekuensi konsumsi
sejumlah buah dan sayur selama periode tertentu seperti dalam satu minggu.
Frekuensi konsumsi buah dan sayur meliputi dalam penelitian ini meliputi buah
segar, manisan, jus buah, es campur, buah kalengan, sayur bening, sayur bersantan,
sayur mentah, gado-gado dan sayuran mentah. Berikut disajikan Tabel 11
mengenai sebaran kebiasaan konsumsi buah dan sayur.
Tabel 11 Sebaran kebiasaan konsumsi buah dan sayur
No Jenis Makanan Frekuensi konsumsi
(kali/minggu)
Jumlah konsumsi
(g/minggu)
1 Buah segar 5,2 436,1
2 Manisan 0,3 83,3
3 Jus buah 2,5 533,33
4 Es campur 0,3 100
5 Buah kalengan 0,1 5,6
6 Sayur bening 3,5 355,6
7 Sayur bersantan 2,4 222,8
8 Sayur mentah 2,7 121,9
9 Gado-gado 2,0 213,9
10 Sayur tumis 3,3 171,4
Tabel 11 menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi buah dan sayur yang
sering dikonsumsi dalam seminggu yaitu buah segar (5,2±2,4 kali/minggu)
dengan jumlah konsumsi 436,1±330,3 gram, sayur bening (3,5±2,7 kali/minggu)
dengan jumlah konsumsi 355,6±283,3 gram, kemudian sayur tumis (3,3±2,5
kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 171,4±150,1 gram. Konsumsi sayuran dan
buah-buahan dalam jumlah tinggi, telah terbukti dapat mencegah timbulnya
osteoporosis dengan cara menjaga densitas tulang tetap baik, menurunkan resiko
timbulnya penyakit kardio-vaskuler, serta mencegah kanker prostat dan kanker
paru-paru (De Pooter, 1985). Berdasarkan Pedoman Gizi Seimbang (PGS 2014),
dianjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan 300-400 400-600 g perorang
perhari bagi remaja dan orang dewasa (Depkes 2014). Dalam penelitian (Nurhayati
2009), konsumsi buah dan sayur > 3 porsi/hari merupakan faktor protektif
(pelindung) terhadap hipertensi (H1) pada pria obes, OR=0.7(0.6-0.8). Ini berarti,
kebiasaan konsumsi buah dan sayur dengan porsi tersebut telah menurunkan risiko
hipertensi (H1) sebesar 30% pada pria obes dibanding dengan yang
mengkonsumsinya < 3 porsi/hari.
Frekuensi konsumsi makanan berlemak dan berminyak Frekuensi konsumsi makanan berlemak dan berminyak merupakan
frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan sumber lemak dan minyak selama
periode tertentu seperti dalam satu minggu. Frekuensi makanan berlemak dan
berminyak dalam penelitian ini meliputi gorengan, mie/nasi goreng, jeroan, soto
santan/gulai, cake/bolu manis, martabak manis, cokelat, bakso, mie ayam, susu
full cream, keju, es krim, ayam goreng dan ikan goreng.
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa frekuensi makanan yang
berlemak dan berminyak yang sering dikonsumsi dalam seminggu yaitu gorengan
17
(3,9±2,8 kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 287,5±288,1 gram, ikan goreng
(3,9±2,8 kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 297,6±288,4 gram, kemudian
ayam goreng (3,6±2,4 kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 190,3±129,7 gram.
Perilaku konsumsi makanan berisiko pada penduduk umur ≥10 tahun paling
banyak konsumsi bumbu penyedap (77,3%), diikuti makanan dan minuman manis
(53,1%), dan makanan berlemak (40,7%). Proporsi nasional penduduk dengan
perilaku konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan makanan gorengan ≥1
kali per hari 40,7 persen. Berikut disajikan Tabel 12 mengenai sebaran kebiasaan
makanan berlemak dan berminyak.
Tabel 12 Sebaran kebiasaan makanan berlemak dan berminyak
No Jenis Makanan Frekuensi konsumsi
(kali/minggu)
Jumlah konsumsi
(g/minggu)
1 Gorengan 3,9 287,5
2 Mie/nasi goring 2,1 419,4
3 Jeroan 0,5 31,9
4 Soto santan/gulai 0,9 177,8
5 Cake/bolu manis 1,2 88,9
6 Martabak manis 0,7 108,3
7 Cokelat 0,8 71,1
8 Bakso 1,5 412,5
9 Mie ayam 0,9 236,1
10 Susu full cream 1,3 261,1
11 Keju 0,6 11,5
12 Es krim 0,6 34,4
13 Ayam goreng 3,6 190,3
14 Ikan goreng 3,9 297,6
Frekuensi konsumsi minuman Frekuensi konsumsi minuman merupakan frekuensi konsumsi sejumlah
minuman selama periode tertentu seperti dalam satu minggu. Frekuensi minuman
dalam penelitian ini terdiri atas kopi, jus kemasan, soda, teh manis, teh tawar,
green tea, alkohol, isotonik, pop ice, minuman tingggi vitamin C, serta air putih.
Berikut disajikan Tabel 13 mengenai sebaran responden berdasarkan kebiasaan
konsumsi minuman.
Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan konsumsi minuman
No Jenis Makanan Frekuensi konsumsi
(kali/minggu)
Jumlah konsumsi
(g/minggu)
1 Kopi 2,7 436,3
2 Jus kemasan 0,9 177,8
3 Soda 2,6 526,4
4 Teh manis 3,8 569,1
5 Teh tawar 1,6 327,8
6 Green tea 0,1 11,1
7 Alkohol 0,1 8,3
8 Isotonic 0,1 19,4
9 Pop ice 0,3 17,1
10 Minuman Vit tinggi 0,3 45,8
11 Air putih 7,5 18616,7
18
Frekuensi konsumsi minuman yang sering dikonsumsi dalam seminggu
yaitu air putih (7,5±1,4 kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 18616±30193,4 ml,
teh manis (3,8±3,4 kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 569,1±699,3 ml,
kemudian kopi (2,7±3,7 kali/minggu) dengan jumlah konsumsi 436,3 ±638,8 ml
(Table 13). Perilaku konsumsi makanan berisiko pada penduduk umur ≥10 tahun
paling banyak konsumsi bumbu penyedap (77,3%), diikuti makanan dan minuman
manis (53,1%), dan makanan berlemak (40,7%). Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 30 tahun 2013 tentang pencantuman informasi kandungan gula, garam dan
lemak serta pesan kesehatan untuk pangan olahan dan pangan siap saji
menyebutkan bahwa konsumsi gula lebih dari 50g (4 sendok makan), natrium
lebih dari 2000 mg (1 sendok teh) dan lemak/minyak total lebih dari 67 g (5
sendok makan) per orang per hari akan meningkatkan risiko hipertensi, stroke,
diabetes, dan serangan jantung (Kemenkes 2013).
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu. Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari
aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah 2002).
Makanan pokok Bahan makanan pokok dianggap yang terpenting di dalam suatu susunan
hidangan di Indonesia dan biasanya dapat segera terlihat di atas piring, karena
merupakan kwuntum terbesar diantara bahan makanan yang sedang dikonsumsi
(Sediaoetama 2012). Karbohidrat memegang peranan penting, karena merupakan
sumber energi utama bagi penduduk di dunia dan banyak didapat dari alam serta
harganya relatif murah. Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia,
umbi-umbian dan kacang-kacangan kering. Hasil olahannya adalah bihun, mie,
roti dan tepung-tepungan (Almatsier 2006).
Tabel 14 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi makanan pokok masih
didominasi oleh nasi sebanyak 379,7 g/hari disusul oleh mie sebanyak 16,4 g/hari
dan roti sebanyak 5,2 g/hari. Sebanyak 54,8 g/hari responden memakan makanan
pokok seperti jagung, kentang, tepung terigu, dan umbi-umbian. Hal ini diduga
disebabkan oleh beras yang menjadi sumber karbohidrat utama di Indonesia dan
mudah didapatkan oleh responden.
Pangan hewani sebagai sumber utama protein hewani Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang penting dalam makanan
sebagai sumber asam amino (Gibson 2005). Protein menurut sumbernya dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu protein hewani (berasal dari hewan) dan
protein nabati (berasal dari tumbuhan). Bahan makanan hewani seperti telur,
daging, unggas, ikan, dan kerang merupakan sumber protein yang baik dalam
jumlah maupun mutu (Almatsier 2006). Rata-rata konsumsi lauk hewani berturut
turutyakni ikan sebanyak 49,7 g/hari, telur 24,4 g/hari, daging ayam 26,5 g/hari,
daging sapi 6,9 g/hari dan lainnya sepeti daging kambing, udang segar, daging
bebek sebanyak 54,8 g/hr. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak
sehingga dapat menyebabkan obesitas (Almatsier 2006).
19
Pangan nabati sebagai sumber utama protein nabati Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya seperti tahu dan
tempe serta kacang-kacangan lainnya. Kacang kedelai merupakan sumber protein
nabati yang memiliki mutu atau nilai biologi tertinggi. Rata–rata konsumsi lauk
nabati berturut turut yakni tempe sebanyak 19,7 g/hari, tahu sebanyak 11,8g/hari,
dan lainnya sebanyak 14,4 g/hari meliputi kacang–kacangan.Tempe dapat
menurunkan kadar kolesterol,dalam kedelai terkandung zat yang disebut sitosterol
beta yang mempunyai efek hipokolesterolemik (menurunkan kadar kolesterol).
Disamping itu, penggunaan ragi dalam proses fermentasi kacang kedelai menjadi
tempe juga dapat menekan kadar kolesterol. Hal ini disebabkan proses peragian
tersebut meningkatkan niasin dari 9 mg dalam kacang kedelai menjadi 60 mg
dalam tempe per 100 gram bahan makanan. Niasin ini dapat menurunkan
kolesterol total dan kolesterol HDL serta menaikkan kolesterol HDL (Khomsan
2002). Berikut disajikan Tabel 14 mengenai rata-rata konsumsi pangan dan
asupan zat gizi responden.
Tabel 14 Rata-rata konsumsi pangan dan asupan zat gizi responden
Bahan pangan Jumlah
(g/hari)
Energi
(Kal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Kolesterol
(mg)
Makanan Pokok
Nasi 379,7 506,6 9,6 3,6 5,9
Mie 16,4 33,2 1,1 0,5 0,5
Roti 5,2 15,5 0,4 0,3 0,0
Lainnya 46,3 76,3 2,8 2,1 4,7
Lauk Hewani
Ayam 26,5 75,9 6,1 5,2 17,6
Daging sapi 6,9 28,2 2,7 1,9 7,9
Ikan 49,7 74,5 9,5 3,8 28,1
Telur 24,4 43,6 3 3,3 101,7
Lainnya 54,8 121,7 9,5 8,8 46
Lauk Nabati
Tempe 19,7 65,4 3,4 5,0 0,0
Tahu 11,8 24,4 0,9 2,2 0,0
Lainnya 14,4 25,1 0,9 1,8 0,1
Sayuran 51 26 1,0 1,8 0,2
Buah
Mangga 57,6 37,4 0,3 0,2 0,0
Melon 3,5 1,3 0,0 0,0 0.0
Pisang 5,8 5,4 0,1 0,0 0,0
Lainnya 31,1 13,6 0,1 0,1 0,0
Susu 27,3 46,8 1,7 1,9 5
Minyak 1,8 14,4 0,0 1,6 0,1
Minuman
Teh 4,8 0,6 0,0 0,0 0,0
Kopi 4,5 9,3 0,4 0,0 0,0
Lainnya 0,3 0,6 0,0 0,0 0,0
Makanan Jajanan 58,3 138,1 3,4 6 16,7
Gula 0,7 2,7 0,0 0,0 0,0
Rata-rata Konsumsi 1401 57,8 50,6 237
20
Sayuran
Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat
untuk pertumbuhan dan perkembangan. Seseorang yang mengonsumsi cukup
sayuran dengan jenis yang bervariasi akan mendapatkan kecukupan sebagian
besar mineral mikro dan serat yang dapat mencegah terjadinya kegemukan
(Khomsan 2007). Sayuran dan buah–buahan adalah sumber serat makanan yang
paling mudah dijumpai dalam menu masyarakat. Sayuran bisa dikonsumsi dalam
bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan. Rata–rata konsumsi sayuran
responden selama recall 24 jam yakni sebanyak 51 g/hari. Khomsan (2004)
menyatakan bahwa konsumsi sayur yang dianjutkan adalah 200 gram setiap hari.
Serat pada sayuran dapat mengikat asam empedu sehingga dapat menurunkan
penyerapan lemak dan kolesterol darah, sehingga menurunkan resiko, mencegah
atau meringankan penyakit jantung koroner, hipertensi dan hiperlipidemia
(Almatsier 2006).
Buah-buahan
Konsumsi buah–buahan yang cukup dapat mengurangi resiko terjadinya
kegemukan pada seseorang. Dibandingkan dengan sumber serat pangan (dietary
fiber) lainnya, buah–buahan merupakan sumber yang sangat baik. Serat pangan
bermanfaat mencegah berbagai penyakit degeneratif. Rata–rata konsumsi buah
yakni mangga 57,6 g/hari, melon 3,5 g/hari serta pisang 5,8 g/hari, lainnya 27,9
g/hari apel, jeruk papaya, semangka. Rata–rata konsumsi buah dan hasil
olahannya sebanyak 31,1 g/hari. Buah mengandung vitamin C yang dibutuhkan
tubuh, vitamin C dikenal sebagai senyawa ampuh untuk menangkal radikal bebas.
Selain itu, vitamin C juga bermanfaat untuk meningkatkan laju pembuangan
kolesterol dalam bentuk asam empedu melalui usus. Vitamin C juga bermanfaat
untuk meningkatkan kadar HDL sehingga memperkecil peluang terjadinya
aterosklerosis yang kemudian dapat menurunkan tekanan darah (Khomsan 2002).
Susu dan olahannya
Khomsan (2002) menyatakan bahwa minum susu di pagi hari sangat baik
karena susu selain sebagai sumber vitamin dan mineral juga kaya akan lemak
sehingga akan relatif lebih tahan lapar. Rata–rata konsumsi susu sebanyak 27,3
ml/hari. Salah satu jenis susu yang kandungan lemaknya tergolong tinggi adalah
susu bubuk. Khomsan (2003) menjelaskan susu bubuk mempunyai kandungan
lemak yang tinggi.
Minyak dan lemak
Lemak menyediakan energi bagi tubuh yang relatif lebih besar daripada
karbohidrat dan protein. Selain itu, lemak berfungsi untuk pengangkut vitamin
A,D,E, dan K. Minyak goreng yang beredar dipasaran umumnya terbuat dari
bahan nabati seperti minyak sawit, minyak jagung, minyak biji matahari, dan
sebagainya. Kolesterol darah akan meningkat bila mengonsumsi bahan makanan
yang mengandung kolesterol atau mengandung asam lemak jenuh.Pada umumnya
minyak goreng mengandung asam lemak jenuh yang bervariasi. Asam lemak
jenuh berpotensi meningkatkan kolesterol darah, sedangkan asam lemak tak jenuh
dapat menurunkan kolesterol darah. Rata-rata konsumsi minyak santan dan
mentega sebanyak 1,8 g/hari. Rata-rata konsumsi minuman yakni teh sebanyak
4,8 g/hari, kopi sebanyak 4,5 g/hari serta lainnya 0,2 g/hari seperti sirup. Rata–rata
21
konsumsi jajanan 58,3 g/hari sedangkan rata–rata konsumsi gula sebanyak 0,7
g/hari (Tabel 14).
Asupan Energi dan Zat Gizi serta Tingkat Kecukupannya
Kecukupan gizi merupakan suatu taraf asupan (intake) yang dianggap
dapat memenuhi kecukupan gizi semua orang yang sehat menurut berbagai
kelompoknya sehingga kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya.
Kecukupan pangan dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Ukuran
kualitataif meliputi nilai sosial beragam jenis pangan dan nilai cita rasa sedangkan
nilai kuantitatif yang umum digunakan adalah kandungan zat gizi. Berikut di
sajikan Tabel 15 rata-rata asupan energi dan zat gizi berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 15 Rata-rata asupan energi dan zat gizi berdasarkan jenis kelamin
Energi/ Zat Gizi Rata-rata Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Energi (kal) 1401 ± 423,2 1426± 547 1384 ± 335
Protein (g) 57,8± 21,6 57,4± 27,3 58,1± 17,8
Lemak (g) 50,6 ± 23,5 50,2 ± 27,7 50,8 ± 21,1
Karbohidrat (g) 179,7 ± 47,6 184,7 ± 59,6 176,5 ± 39,4
Serat (g) 7,5 ± 4,1 6,5 ± 2,9 8,1± 4,7
Lemak tak jenuh (g) 12,3 ± 7 12 ± 8,7 12,5 ± 5,9
Kolesterol (mg) 237 ± 202 206 ± 238,4 256,2± 178,4
Energi
Rata-rata asupan energi responden sebanyak 1401 Kal (Tabel 15).
Berdasarkan AKG 2013, angka kecukupan energi umur 30-49 untuk laki-laki
sebesar 2625 Kal sedangkan untuk perempuan sebesar 2150 Kal. Rata-rata
konsumsi responden lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata asupan energi
orang indonesia sebesar 1736 Kal (Depkes 2007). Hal ini diduga adanya flat-slope
syndrome, dimana responden memiliki sindrom ketika menceritakan recall akan
cenderung lebih sedikit dalam hal konsumsi, sedangkan yang kurus cenderung
akan berlebihan ketika di recall (Flegal 1999). Berdasarkan Tabel 15, tingkat
kecukupan energi responden berada pada kategori defisit berat (44,4%), defisit
ringan (22,2%) dan normal (19,4%). Tidak ditemukan responden yang mengalami
kelebihan energi, hasil yang serupa juga didapat dari penelitian-penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Puspitasari (2006), Sari (2011) dan Rahmariza
(2012). Hasil penelitian tersebut melaporkan bahwa tingkat kecukupan energi
orang dewasa sebagian besar tergolong defisit. Berikut disajikan Tabel 16 sebaran
tingkat kecukupan energi.
Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi
Tingkat kecukupan energi (%) n %
Defisit tingkat berat (<70) 16 44.,4
Defisit tingkat sedang (70–79) 5 13,9
Defisit tingkat ringan (80–90) 8 22,2
Normal (90–119) 7 19,5
Total 36 100,0
22
Protein
Protein merupakan bahan pembentuk energi disamping karbohidrat dan
lemak. Protein sebagai pembentuk energi, angka yang ditunjukkan akan
tergantung dari macam serta jumlah bahan makanan nabati dan hewani yang
dikonsumsi setiap hari. Rata-rata asupan protein sebanyak 57,6 g. Bila
dibandingkan dengan angka kecukupan protein menurut AKG 2013 dengan rataan
umur responden 30-49 tahun, Laki-laki 65 gram dan perempuan 57 gram. Protein
berfungsi sebagai zat pembangun, berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan
jaringan dan mengantikan sel–sel yang mati. Selain itu, protein juga berfungsi
dalam mengatur proses–proses dalam mengatur proses–proses metabolisme dalam
bentuk enzim dan hormon. Kekurangan protein, menyebabkan gangguan pada
absorsi dan transportasi zat-zat gizi (Almatsier 2006). Tabel 17 menunjukkan
bahwa sebanyak 36,1% responden memiliki tingkat kecukupan protein termasuk
kategori berlebih, responden yang memiliki tingkat kecukupan protein dengan
kategori normal hanya 22,2% dan sebanyak 13,9% responden memiliki tingkat
kecukupan protein termasuk kategori defisit berat, sedang dan ringan.Lemak
merupakan satu komponen multifungsi yang sangat penting untuk kehidupan.
Selain memiliki sisi positif, lemak juga mempunyai sisi negatif terhadap
kehidupan. Penambahan lemak dalam makanan memberikan efek rasa lezat dan
tekstur makanan menjadi lembut serta gurih. Di dalam tubuh, lemak menghasilkan
energi dua kali lebih banyak dibandingkan dengan protein dan karbohidrat yaitu 9
kkal/gram lemak yang dikonsumsi. Kadar lemak yang tinggi dalam menu sehari-
hari akan berakibat gangguan metabolisme lemak. Dianjurkan untuk
mengkonsumsi lemak kurang dari 30% total kalori (Khomsan 2002). Berikut
disajikan Tabel 17 sebaran tingkat kecukupan protein.
Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan protein
Tingkat kecukupan protein (%) n %
Defisit tingkat berat (<70) 5 13,9
Defisit tingkat sedang (70–79) 5 13,9
Defisit tingkat ringan (80–90) 5 13,9
Normal (90–119) 8 22,2
Kelebihan (>120) 13 36,1
Total 36 100,0
Lemak Rata-rata asupan lemak berdasarkan tabel 15 sebesar 50,6 gram. Secara
nasional, rata-rata konsumsi lemak di Indonesia telah sesuai dengan yang
dianjurkan yaitu 47 gram/kapita/hari atau 25 persen dari total konsumsi energi
Menurut PUGS, asupan lemak dalam makanan sehari-hari tidak lebih dari 30%
dari kebutuhan energy (Kemenkes 2014). Asupan lemak yang berlebihan dapat
mengakibatkan peningkatan trigliserida, kolesterol total dan LDL total. Resiko
kesehatan seperti ateroklerosis dan penyakit kardiovaskuler dapat timbul akibat
asupan lemak yang tinggi. Jumlah lemak pada pria dewasa muda umumnya
berkisar antara 15-20% dari berat badan total dan 20-25% pada wanita. Biasanya
jumlah lemak dalam tubuh cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.
Dikalangan pria jumlah lemak kira-kira 12% dari berat badan total pada waktu
23
usia sekolah, lalu kian meningkat dengan bertambahnya usia. Pada usia 40 tahun,
jumlah lemak sudah berkisar 22% dan di usia 50 tahun rata-rata 24%. Pada wanita
di usia sekolah jumlah lemak rata-rata 27%, lalu meningkat menjadi 32% pada
usia 40 tahun dan 34% pada usia 50 tahun (Baraas 1993). Berikut disajikan Tabel
18 sebaran tingkat kecukupan lemak.
Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan lemak
Tingkat kecukupan lemak n %
Cukup (≤30% kecukupan energi) 27 75
Lebih (>30% kecukupan energi) 9 25
Total 41 100
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
(75%) memiliki tingkat kecukupan lemak yang cukup, hanya sebesar 24%
responden yang memiliki tingkat kecukupan lemak lebih.
Kolesterol
Rata-rata asupan kolesterol berdasarkan Tabel 15 sebesar 237 mg. Almatsier
(2006) menyatakan bahwa asupan kolesterol yang dianjurkan adalah ≤300 mg
sehari. Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam darah, diproduksi
oleh hati dan sangat diperlukan oleh tubuh. Kolesterol berlebih akan menimbulkan
masalah terutama pada pembuluh darah jantung dan otak. Setiap penurunan 1%
dari jumlah kolesterol, risiko untuk terkena serangan jantung turun sebanyak 2%,
risiko serangan jantung turun sampai 4% ketika HDL meningkat 2%, tubuh
manusia membuat dua pertiga kolesterolnya, sepertiga sisanya diperoleh dari
makanan. Darah mengandung 80% kolesterol yang diproduksi oleh tubuh sendiri
dan 20% berasal dari makanan. Urutan perubahan makanan untuk menurunkan
kadar kolesterol berdasarkan prioritas adalah jumlah lemak, lemak jenuh, dan
kolesterol (Almatsier 2006). Berikut disajikan Tabel 19 sebaran tingkat
kecukupan kolesterol.
Tabel 19 Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan kolesterol
Tingkat kecukupan kolesterol n %
Cukup (≤300 mg) 29 80,6
Lebih (>300 mg) 7 19,4
Total 36 100,0
Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (80,6%) memiliki
tingkat kecukupan kolesterol yang cukup, hanya sebanyak 21,9% responden yang
memiliki tingkat kecukupan lemak lebih.
Karbohidrat Di dalam tubuh, karbohidrat yang didapatkan dari konsumsi oleh manusia dapat
tersimpan di dalam hati dan otot sebagai simpanan energi dalam bentuk glikogen.
Rata–rata konsumsi karbohidrat responden 179,7 gram (Tabel 15). Menurut
PUGS, konsumsi karbohidrat harus dibatasi konsumsinya sekitar 50-60% dari
kebutuhan energi. Semakin banyak seseorang mengkonsumsi makanan tinggi
karbohidrat terutama sukrosa dan fruktosa akan meningkatkan laju lipogenesis
dan esterifikasi asam lemak sehingga meningkatkan sintesis triasilgliserol dan
24
sekresi VLDL. Asupan karbohidrat yang tinggi akan meningkatkan kadar
trigliserida (Murray et al 2003)
Serat Pangan
Rata–rata asupan serat berdasarkan Tabel 15 sebesar 7,5 gram. Jumlah
tersebut berbeda sangat jauh dengan asupan serat yang dianjurkan oleh WHO
yaitu sebesar 25-30 gr per hari. Hal tersebut diduga disebabkan masih kurangnya
konsumsi sayuran dan buah–buahan oleh responden. Jumlah konsumsi serat perlu
ditingkatkan agar perannya dalam mengurangi kadarkolesterol dalam darah dapat
berjalan dengan optimal. Makanan yang mengandung serat sangat penting untuk
keseimbangan kadar kolesterol. Selain itu dapat menurunkan kadar kolesterol
karena manfaat untuk mengangkut asam empedu, serat juga dapat mengatur kadar
gula darah dan menurunkan tekanan darah. Hasil penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa faktor–faktor penyebab rendahnya kadar kolesterol HDL di
antaranya adalah kebiasaan merokok, jenis kelamin, obesitas, aktivitas fisik, dan
konsumsi serat. Rata-rata asupan lemak tak jenuh responden sebesar 12,3 gram
(Tabel 15).
Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor sosial, budaya
dan lingkungan. Perubahan kebiasaan makan menyebabkan perubahan pada gaya
hidup. Hal ini juga berarti bahwa gaya hidup dapat menetukan bentuk pola
konsumsi pangan. Dislipidemia sebagian besar (hingga 80%) disebabkan oleh
faktor gaya hidup, sedangkan 20% sisanya disebabkan oleh faktor genetik (Smith
2007). Gaya hidup mempengaruhi kebiasaan makan seseorang atau sekelompok
orang dan akan berdampak tertentu (positif atau negatif) khususnya yang
berkaitan dengan gizi (Suhardjo 2003). Gaya hidup yang diteliti meliputi
kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi minuman alkohol, dan kebiasaan
berolahraga.
Kebiasaan olahraga
Olahraga bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2,
ke miokard, menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang
bersamaan dengan menurunnya LDL, menurunkan kolesterol darah total,
trigliserida dan kadar gula darah penderita DM, serta menurunkan tekanan darah
dan meningkatkan kesegaran jasmani. Berikut disajikan Tabel 20 mengenai
sebaran kebiasaan olahraga dengan rata-rata profil lipid.
Tabel 20 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan olahraga dan rata-rata profil
lipid
Kebiasaan
Olahraga
Responden Rata-rata (mg/dL)
n % Kolesterol Trigliserida LDL HDL
Ya 27 75 266,75 166,15 197,1 47,75
Tidak 9 25 260,41 128,34 180,04 53,61
Total 36 100,0
Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa mayoritas responden (77,8%)
memiliki kebiasaan berolahraga. Hanya 22,2% responden yang tidak memiliki
25
kebiasaan olahraga. Berolahraga dapat meningkatkan HDL kolesterol dalam darah
dari 20-30%, sehingga terdapat kemungkinan bahwa kemampuan HDL
menyingkirkan kolesterol biasa meningkat selama latihan fisik (Heslet 2007).
Berikut disajikan Tabel 21 mengenai jenis, durasi dan frekuensi olahraga.
Tabel 21 Sebaran responden berdasarkan jenis, durasi dan frekuensi olahraga
Kebiasaaan Olahraga Responden
n %
Jenis Olahraga
Jogging 6 17,1
Jalan kaki 13 37,2
Badminton 4 11,4
Bersepeda 4 11,4
Lari 2 5,7
Lainnya 6 17,2
Total 35 100,0
Durasi Olahraga
<30 menit 10 28,6
30-60 menit 21 60
>60 menit 4 11,4
Total 35 100
Frekuensi Olahraga
1-2 kali/minggu 26 74,3
3-4 kali/minggu 4 11,4
5-6 kali/minggu 1 2,9
≥7 kali/minggu 4 11,4
Total 35 100,0
Tabel 21 menunjukkan bahwa jenis olahraga yang paling banyak dilakukan
oleh responden adalah jalan kaki (37,2%), sebanyak 17,1% responden melakukan
olahraga seperti jogging, sisanya badminton, bersepeda (11,4%), lari (5,7%) dan
olahraga lainnya (17,2%) seperti tenis meja, sit up, senam dan yoga. Mayoritas
responden (60%) melakukan olahraga dalam durasi 30-60 menit, sedangkan
sisanya 28,6% responden berolahraga dalam durasi <30 menit dan 11,4%
responden berolahraga dalam durasi >60 menit. Olahraga yang dilakukan selama
30 menit dengan intensitas sedang setiap hari bermanfaat untuk mencegah
peningkatan berat badan yang tidak sehat untuk beberapa orang yang
membutuhkan tambahan olahraga atau pembatasan kalori untuk meminimalkan
kemungkinan peningkatan berat badan selanjutnya dan olahraga secara teratur
dapat menurunkan secara signifikan kolesterol total, trigliserida, dan kolesterol
LDL (2,1±1,8 mg/dL, p=0,001; 17±3,5 mg/dL, p<0,0001; dan 0,7±1,7 mg/dL,
p<0,0001) (Fan et al, 2009).
Sebagian besar responden (74,3%) memiliki frekuensi olahraga sebanyak 1-
2 kali/minggu (Tabel 21). Hal ini diduga karena dalam satu minggu responden
memiliki waktu libur sebanyak dua hari yang dimanfaatkan untuk berolahraga.
Oswari (1997) menjelaskan bahwa frekuensi latihan dalam seminggu paling
sedikit 3 kali tetapi akan lebih baik bila dilakukan sebanyak 4 sampai 5 kali dalam
seminggu, hasilnya lebih baik daripada tidak latihan sama sekali.
26
Kebiasaan merokok responden
Rokok adalah racun yang bekerja lambat tapi pasti. Rokok adalah silinder
dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung
negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi dauntembakau yang telah
dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar
asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya. Sebatang rokok,
mengandung kurang lebih delapan belas racun. Apabila sebatang rokok disulut,
maka dihamburkanlah aneka macam racun bersama asap yang keluar diantaranya
gas karbonmonoksida, nitrogen peroksida, ammonia, benzene, methanol, perylene,
hydrogen cyanide, acrolein, acetilen, benzaldehyde, arsenikum, benzopyrene,
urethane, coumarin, ortocresol, nikotin, tar dan lain lain (Bangun 2008). Berikut
disajikan Tabel 22 mengenai sebaran status rokok dan profil lipid responden.
Tabel 22 Sebaran responden berdasarkan status merokok dan profil lipid
responden
Status Merokok Responden Rata-rata (mg/dL)
n % Kolesterol Trigliserida LDL HDL
Pernah Merokok 17 47,2 276,87 173,24 208,6 42,69
Tidak Pernah Merokok 19 52,8 254,7 141,9 178,71 55,05
Total 36 100,0
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 22 diketahui bahwa sebagian
besar responden (52,8%) memiliki kebiasaan tidak merokok, sedangkan sebanyak
47,2% responden memiliki kebiasaan merokok. Dijelaskan secara deskriptif,
responden yang pernah merokok memiliki kadar trigliserida, kolesterol total dan
kadar LDL yang tinggi serta kadar HDL yang rendah. Pengkajian lebih dalam
tentang kebiasaan merokok responden meliputi status merokok saat ini dan
frekuensi rokok yang dikonsumsi dalam sehari. Berdasarkan tabel diatas,
menunjukan bahwa sebanyak 47,1% responden masih merokok dan sebanyak
52,9% responden berhenti merokok. Responden yang masih merokok memiliki
kadar trigliserida, kolesteroltotal dan kadar LDL yang tinggi serta kadar HDL
yang rendah dibandingkan dengan responden yang berhenti merokok. Tabel 23
menunjukkan bahwa jumlah rokok yang dikonsumsi oleh mayoritas responden
yang memiliki kebiasaan merokok, termasuk dalam kategori sedang (50%) yaitu
10 sampai 19 batang perhari, disusul kategori rendah (1 sampai 9 batang perhari)
sebesar 37,5%, kemudian kategori berat (≥ 20 batang perhari) sebesar 12,5%.
Semakin banyak jumlah batang rokok yang digunakan akan meningkatkan kadar
trigliserida, kolesterol total dan kadar LDL yang tinggi serta menurunkan kadar
HDL. Menurut Bangun (2008), merokok biasanya dilakukan untuk
menghilangkan ketegangan atau stress, mencari inspirasi, penghilang rasa jenuh
dan kesepian, pencuci mulut, serta anti mulut asam.
Penelitian ini sejalan dengan Sukadiono (2010), semakin banyak jumlah
batang rokok yang dihisap akan meningkatkan kadar LDL dalam darah. Secara
nasional, rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari oleh lebih dari
separuh (52,3%) perokok adalah 1-10 batang dan sekitar 20 persen sebanyak 11-
20 batang per hari (Depkes 2010). Sedangkan menurut Riskesdas 2013, penduduk
umur ≥15 tahun yang merokok dan mengunyah tembakau sebesar (36,3%), batang
rokok yang dihisap perhari penduduk umur ≥10 tahun di Indonesia adalah 12,3
27
batang (setara satu bungkus). Berikut disajikan Tabel 23 mengenai kebiasaan
merokok dan rata-rata profil lipid responden.
Tabel 23 Kebiasaan merokok responden dan rata-rata profil lipid responden
Kebiasaan Merokok Responden Rata-rata (mg/dL)
n % Kolesterol Trigliserida LDL HDL
Masih Merokok 8 47,1 296,1 193,58 193,43 43,63
Berhenti Merokok 9 52,9 259,78 155,16 222,1 41,86
Total 17 100,0
Rendah (1-9 batang) 3 37,5 241,8 91,83 175,03 49,97
Sedang (10-19 batang) 4 50 338 274,33 207,83 40,8
Berat (≥20 batang) 1 12,5 291,4 175,8 191 35,9
Total 8 100,0
Faktor penentu kadar kolesterol adalah jumlah batang rokok yang dihisap
per hari, bukan lamanya waktu seseorang memulai kebiasaan merokok (Mamat
2010).
Kebiasaan Konsumsi Jamu dan Obat Jamu merupakan salah satu warisan dari nenek moyang Indonesia dimana
jamu merupakan obat alternatif yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang
berkhasiat terhadap kesehatan maupun kecantikan. Bahan-bahan jamu sendiri
diambil dari tanaman herbal Indonesia baik itu dari akar,daun, buah, bunga,
maupun kulit kayu. Berikut disajikan Tabel 24 sebaran responden berdasarkan
kebiasaan konsumsi jamu dan obat warung.
Tabel 24 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan konsumsi jamu dan obat
warung
Kebiasaan Konsumsi Responden
n %
Suplemen/Jamu
Ya 22 61,1
Tidak 14 38,9
Total 36 100,0
Konsumsi Obat Warung
Ya 11 30,6
Tidak 25 69,4
Total 36 100,0
Berdasarkan Tabel 24 diatas diketahui bahwa hampir dari keseluruhan
responden (61,1%) mengkonsumsi jamu/supplemen, sedangkan sebanyak 38,9%
responden tidak mengkonsumsi jamu/suplemen. Jamu adalah jenis herbal yang
belum melalui proses uji kelayakan, hanya berdasarkan pengalaman masyarakat
sedangkan suplemen merupakan zat tambahan bukan zat penganti. Suplemen
mengandung satu jenis atau lebih zat gizi yang mempunyai fungsi sebagai obat.
Jamu/suplemen yang banyak dikonsumsi adalah temulawak, jamu sodok,
habbatussauda, vitamin C, stimuno, nuerobion, kunyit asam. Masyarakat
Indonesia lazim mendengar dan mengenal istilah obat warung. Obat warung
adalah istilah yang biasa diberikan bagi obat–obatan yang bisa dibeli bebas dan
tidak membutuhkan resep dokter. Sebagian besar responden 69,4% tidak
28
mengkonsumsi obat warung, sedangkan sebanyak 30,5% responden
mengkonsumsi obat warung. Obat yang umumnya dikonsumsi terdiri atas promag,
mixagrip, oskadon, dan lain-lain. Obat–obatan semacam ini bisa diperoleh di
warung, supermarket, minimarket, apotik, dan hampir semua toko barang
kebutuhan sehari-hari.
Persentase penduduk Indonesia yang pernah mengkonsumsi jamu
sebanyak 59,12% yang terdapat pada semua kelompok umur, laki-laki dan
perempuan, baik di perdesaan maupun perkotaan. Persentase penggunaan tanaman
obat berturut-turut adalah jahe (50,36%) diikuti kencur (48,77%), temulawak
(39,65%), meniran (13,93%) dan pace (11,17%). Selain tanaman obat di atas,
sebanyak 72,51% menggunakan tanaman obat jenis lain. Bentuk sediaan jamu
yang paling banyak disukai penduduk adalah cairan, diikuti seduhan/serbuk,
rebusan/ rajangan, dan bentuk kapsul/pil/tablet. Penduduk Indonesia yang
mengkonsumsi jamu, sebesar 95,60% (Depkes 2010).
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
pengunaan zat-zat gizi kurang, baik, dan lebih (Almatsier 2006). Penilaian status
gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu antropometri, klinis,
biokimia dan biofisik sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu
survey konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi. Riskesdas 2013
menyatakan bahwa pengukuran status gizi untuk orang dewasa dapat
menggunakan kriteria IMT (Indeks Massa Tubuh). Hasil IMT diklasifikasi
berdasarkan cut off point Riskesdas 2013 yaitu <18,5 (kurus), 18,5-24,9 (normal),
25-27 (gizi lebih), >27 (obes) (Kemenkes 2013). Berikut disajikan Tabel 25
sebaran status gizi dan rata-rata profil lipid.
Tabel 25 Sebaran responden berdasarkan status gizi dan rata-rata profil lipid
Status Gizi
(IMT)
Kolesterol
total (mg/dL)
LDL
(mg/dL)
HDL
(mg/dL)
Trigliserida
(mg/dL) n %
Normal 14 38,9 278,4±41,9 205,7±42,1 49,2±13,1 134,7±65,1
Lebih 8 22,2 272,7 ±109,1 175,1±33 42,8±21,6 233,4±172
Obes 14 38,9 247,6±48,3 190,1±49,4 52,9±21,9 134,9±48,3
Total 36 100
Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa sebanyak 38,9% responden
dengan status gizi obesitas dan normal, sebanyak 22,2 % dengan status
overweight. Banyaknya responden yang berstatus gizi lebih dan obese ini diduga
karena sebagian besar responden termasuk kategori yang rendah (sedentary)
sehingga peluang terjadinya penyimpanan energi berlebih menjadi semakin besar.
Berdasarkan Tabel 25, responden dengan status gizinya berlebih cenderung
mempunyai kadar kolesterol yang tinggi, hal ini menunjukkan bahwa semakin
meningkat status gizi seseorang maka terjadi peningkatan pada kadar LDLnya.
Hal ini diduga disebabkan oleh seseorang yang status gizinya berlebih umumnya
memiliki kandungan lemak yang tinggi dalam tubuhnya sehingga dapat
meningkatkan kadar LDL dalam lipid darah (Patel 1994). Seseorang dengan
aktivitas fisik ringan cenderung menyimpan energi hasil dari makanan yang
dikonsumsi. Energi berlebih akan disimpan di dalam tubuh dalam bentuk lemak.
29
Menurut Depkes (2007), status gizi merupakan salah satu faktor resiko terjadi
penyakit degeneratif yang disebabkan oleh gangguan tekanan darah maupun
kolesterol.
Hubungan Antar Variabel
Hubungan karakteristik responden dengan profil lipid
Berdasarkan uji korelasi Pearson, tidak ada hubungan yang nyata (p>0,05)
antara umur dengan profil lipid. Hal ini bertentangan dengan penelitian Lina
(2010), Baraas (1999). Peningkatan kolesterol total ditentukann oleh
meningkatnya kolesterol LDL. Pada usia yang semakin tua kadar kolesterol
totalnya relatif lebih tinggi dari pada kadar kolesterol total pada usia muda.Hal ini
dikarenakan makin tua seseorang aktifitas reseptor LDL mungkin makin
berkurang. Sel reseptor ini berfungsi sebagai hemostasis pengatur peredaran
kolesterol dalam darah dan banyak terdapat dalam hati,kelenjar gonad dan
kelenjar adrenal. Apabila sel reseptor ini terganggu maka kolesterol akan
meningkat dalam sirkulasi darah (Heslet 1997).
Hubungan pengetahuan gizi dengan profil lipid
Menurut Nurmansyah (2006), tingkat pendidikan dapat berpengaruh
terhadap perilaku konsumsi seseorang yang disebabkan oleh pola pikir dan
pengalamannya. Seseorang yang mempunyai pengetahuan dan tingkat pendidikan
yang lebih tinggi cenderung akan memilih pangan yang lebih baik kualitasnya
daripada yang berpendidikan rendah. Selain melihat dari sisi kualitas pangan yang
dikonsumsinya, konsumen dengan pendidikan yang lebih tinggi juga akan melihat
lebih jauh terhadap keburukan dan resiko dalam mengkonsumsi pangan, serta
cenderung berperilaku lebih kritis dalam pembelian dan pemilihan suatu produk. Menurut Sanjur (1982), pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi
makanan tidak selalu linier artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi, belum
tentu konsumsi makanan menjadi lebih baik. Konsumsi makanan jarang
dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi
dengan sikap dan praktek gizi. Berdasarkan uji korelasi Pearson, tidak ada
hubungan yang nyata (p>0,05) antara pengetahuan gizi dengan profil lipid. Hal ini
diduga, kadar profil lipid tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan gizi saja.
Hubungan gaya hidup dengan profil lipid
Berdasarkan uji korelasi Spearman, tidak ada hubungan yang nyata
(p>0,05) antara kebiasaan merokok dengan kadar profil lipid responden. Menurut
Jacobson (1995) bahwa secara kuantitas merokok berhubungan erat dengan kadar
kolesterol HDL dari mulai perokok ringan sampai berat, sedangkan menurut
Schultemaker (2002) dalam penelitiannya terhadap 492 hiperkolesterolnemia
diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang relatif nilai rata-rata total
kolesterol antara perokok dan tidak perokok yaitu 2,2 persen, LDL 5,5 persen
HDL 8,1 persen,trigliserida 13,7 persen. Merokok dapat mengubah metabolisme
kolesterol ke arah aterogenik. Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol
darah dan dapat menurunkan kadar HDL (Bruce 1986). Rokok dapat
meningkatkan kadar LDL dalam darah dan menurunkan kadar HDL. Framingham
Heart Study yang meneliti pria dan wanita sekitar 20-49 tahun dilaporkan bahwa
kadar kalesterol HDL lebih rendah 4,5–6,5 % pada perokok, dan pada studi lain
30
dilaporkan bahwa pria yang merokok lebih dari 20 batang sehari akan mengalami
penurunan HDL hingga 11% dibandingkan bukan perokok. Asap rokok (CO)
memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat dari kemampuan
oksigen, sehingga menurunnya kapasitas sel dar merah pembawa oksigen ke
jantung dan jaringan lainnya (Karyadi 2002).
Berdasarkan uji korelasi pearson, ada hubungan yang nyata (p<0,05) antara
jumlah batang rokok yang dikonsumsi dengan total kolesterol dan trigliserida
dalam darah. Rokok dapat merendahkan kadar kolesterol HDL sekitar 4,5-6%
akibatnya kadar kolesterol LDL semakin tinggi dan hal ini memberikan pengaruh
pada kadar kolesterol total yang relatif semakin tinggi pula (Povey 2002).
Berdasarkan uji korelasi spearman, tidak ada hubungan yang nyata
(p>0,05) antara kebiasaan olahraga dengan kadar profil lipid responden. Tidak
terdapatnya hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan kadar lipid darah
dapat disebabkan oleh perbedaan antara pengambilan darah dengan kegiatan
olahraga yang terakhir dilakukan.Kebiasaan berolahraga dapat mempengaruhi
kadar lipid darah dalam waktu setidaknya 24-48 jam sesudah berolahraga. Hal
tersebut tentunya dapat mempengaruhi hasil laboratorium pada saat pengambilan
darah untuk mengecek kadar lipid darah (Durstine 2001),sehingga kadar lipid
darah antara contoh yang berolahraga dan tidak cenderung terlihat sama.
Berdasarkan uji pearson, tidak dan hubungan yang nyata (p>0,05) antara lamanya
berolahraga dengan kadar profil lipid responden.
Hubungan konsumsi dengan profil lipid
Hasil analisis korelasi pearson menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan (p<0,05) antara total kolesterol dengan frekuensi konsumsi chiki, LDL
dengan frekuensi konsumsi crackers asin, HDL dengan frekuensi sayur mentah
dan sayur tumis. Penelitian Ramon Estruck et al. (2009) yang dilakukan terhadap
772 responden juga menyimpulkan bahwa responden dengan konsumsi tinggi
serat menunjukkan adanya peningkatan kadar kolesterol HDL. Akan tetapi,
menurut penelitain Ria (2009) asupan serat larut air dari buah dan sayur tidak
berhubungan dengan kadar kolesterol total darah sebelum ataupun setelah
dikontrol. LDL dengan frekuensi konsumsi alkohol.
Hasil analisis korelasi pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan (p>0,05) antara kadar profillipid responden dengan aasupanenergi,
protein, lemak, karbiohidrat, serat, lemak tak jenuh, dan kolesterol, akan tetapi ada
hubungan nyata (p<0,05) antara konsumsi kolesterol dengan k-HDL responden.
Hasil uji ini bertentangan dengan penelitian Fatimah (2011) yang menunjukkan
terdapat perbedaan bermakna pada asupan protein (p<0.05). Hal ini dapat terjadi
karena protein berpengaruh terhadap kadar kolesterol darah. Beberapa penelitian
menunjukkan protein yang berasal dari bahan pangan hewani berpotensi
menyebabkan hiperkolesterolemia, sedangkan protein yang berasal dari bahan
nabati dapat mencegah terjadinya hiperkolesterolemia.
Hasil penelitian di RSCM Jakarta tahun 2003 pada manusia menunjukkan
bahwa penggantian sumber protein campuran hewani dan nabati dengan protein
kedelai sebagai sumber utama protein terdapat penurunan kolesterol darah
sebanyak 20%. Hal ini disebabkan protein nabati (kedelai) berpengaruh terhadap
penurunan absorbsi kolesterol dalam usus halus, serta dapat mengurangi absorbsi
kembali asam empedu. Hasil penelitian pada ayam juga menunjukkan bahwa
31
kadar kolesterol serum kelompok kasein lebih tinggi daripada kelompok protein
kedelai. Hasil penelitian pada kelinci juga menunjukkan bahwa protein hewani
(biasanya kasein) lebih cholesteremic dan aterogenik daripada protein nabati
(biasanya protein kedelai). Dalam penelitian Fatimah (2011) juga ditemukan
adanya hubungan antara konsumsi serat dengan kadar kolesterol HDL. Kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida menurun dan kolesterol HDL
meningkat sesudah suplementasi vitamin E (Diah et al 2011).
Hubungan status gizi dengan profil lipid Berdasarkan uji korelasi Pearson, tidakada hubungan yang nyata (p>0,05)
antara status gizi dengan profil lipid responden.Namun, jika dijelaskan secara
deskriptif, responden yangmemiliki status gizi overweight cenderung memiliki
kadar trigliserida, kolesteroltotal dan kadar LDL yang tinggi serta kadar HDL
yang rendah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sebagian besar usia responden (52,8%) berusia 30-49 tahun, 61,1%
responden yang berjenis kelamin perempuan, setengah responden memiliki
pendidikan terakhir ditingkat SMA (52,8%). Responden berasal dari suku sunda
(55,5%). Rata-rata pendapatan terbesar dalam rumah tangga diatas Rp 3.000.000
(38,9%). 52,8% responden memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tergolong baik
(>80%). Riwayat penyakit dari ayah paling banyak dari penyakit hipertensi 13%
dan diabetes 12,2%, sedangkan menurut riwayat penyakit keluarga dari ibu paling
banyak penyakit hipertensi sebanyak 7,9 %.
Umumya responden mengkonsumsi buah segar (5,2 kali/minggu), gorengan
(3,9 kali/minggu) dan ikan goreng (3,9 kali/minggu). Rata–rata konsumsi
makanan perhari menurut golongan makanan selama recall 24 jam diantaranya
nasi 379,7g, ikan 49,7g, tempe 19,7g, sayuran 51g, mangga 57,6g, susu dan
olahannya 27,3g, minyak santan dan mentega 1,8g. Rata–rata Asupan energy
1401 Kal, protein 57,8 g, lemak 50,6 g, karbohidrat 1749,7g, serat7,5g, lemak tak
jenuh 12,3g, kolesterol 237 mg. Lebih dari separuh responden (44,4%) memiliki
tingkat kecukupan energi defisit berat, 36,1% responden memiliki tingkat
kecukupan protein berlebih. 3/4 responden memiliki tingkat kecukupan lemak
yang cukup dan 80,6% responden memiliki tingkat kecukupan kolesterol yang
cukup. Sebanyak 38,9% responden dengan status gizi normal dan obesitas.
Sebagian besar responden (80,6%) memiliki kebiasaan tidak merokok dan
77,8% responden memiliki kebiasaan berolahraga dengan frekuensi berolahraga
1-2 kali/minggu selama 30-60 menit. Uji korelasi pearson menunjukkan ada
hubungan yang nyata antara jumlah batang rokok yang dikonsumsi dengan total
trigliserida dalam darah (p<0,05). Tidak terdapat hubungan yang signifikan
(p>0.05) antara kadar profil lipid responden dengan konsumsi energi, protein,
lemak, karbiohidrat, serat, lemak tak jenuh dan kolesterol, akan tetapi ada
hubungan nyata antara konsumsi kolesterol dengan kadar HDL responden.
32
Saran
Responden sebaiknya memperhatikan konsumsi pangan baik porsi dan
jenisnya, agar didapatkan konsumsi pangan yang beragam dan berimbang dan
menyempatkan waktu berolahraga minimal seminggu sekali dengan durasi waktu
30-60 menit agar terhindar dari gangguan koleterol. Melihat rendahnya skor
pengetahuan gizi untuk soal mengenai dislipidemia sehingga perlu pendidikan gizi
mengenai dislipidemia kepada masyarakat umum.
DAFTAR PUSTAKA
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan
Dasar 2007. Jakarta (ID): Depkes RI.
__________. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta (ID): Depkes RI.
[Kemenkes RI] Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
__________. 2013. Angka Kecukupan Gizi 2013. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
__________. 2014. Pedoman Gizi Seimbang 2014. Jakarta (ID): Kemenkes RI
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.
Bangun A P. 2008. Sikap Bijak bagi Perokok. Jakarta: Indocamp.
Baraas F. 1993. Upaya Menuju Jantung Sehat Tentang Kolesterol.Jakarta (ID):
Data Jantung Indonesia.
Braverman E dan Dasha. 2008. Penyakit Jantung dan Penyembuhannya Secara
Alami. Jakarta (ID): PT Bhuana Ilmu Populer.
Beavers DG. 2008. Bimbingan Dokter pada Tekanan Darah. Jakarta: Dian Rakyat.
Bruce TA, Rubenstein C. 1986. Ischemic Heart Disease, Curent Diagnosis.
Philadelpia: Connand Conn.
Chandra. Tony. 2004. Homosistein Sebagai Faktor Risiko Independen Pada
Penyakit Jantung Koroner. Semarang : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UNDIP.
Dahlan S. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta (ID) : Salemba
Medika.
Djohan TBA. 2004. Penyakit Jantung Koroner dan Hypertensi.
http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri10.pdf.
Diah Krisnansari, Martha Irene Kartasurya, M. Zen Rahfiludin. 2011.
Suplementasi Vitamin E dan Profil Lipid Penderita Dislipidemia: Studi
pada Pegawai Rumah Sakit Profesor Dokter Margono Soekarjo
Purwokerto. Media Medika Indonesiana Volume 45, 16 Nomor 1, Tahun
2011.
33
Durstine JL. 2001. Exercise and Lipid Disorders dalam Exercise and Sports
Cardiology. Thompson PD (editor). New York: McGraw Hill.
Faizah Z. 2004. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner Pada Masa Anak dan
Remaja. Semarang : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP.
Fan AZ et al. 2009. Validation of reported physical activity for cholesterol control
using two different physical activity instruments. Vascular Health and
Risk Management 2009; 5: 649-61.
Fatimah. 2011. Senam aerobik dan konsumsi zat gizi serta pengaruhnya terhadap
kadar kolesterol total darah wanita. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2011 8
(1): 23–27
Flegal K. 1999. Evaluating Epidemiologic Evidence of The Effects of Food and
Nutrient Exposures. Am J Clin Nutr. 69 (6): 1339s-1344s.
Gibson RS. 2005. Principal of Nutrition Assesment. Oxford (US): Oxford
University Press.
Hardinsyah et al. 2002. Modul Ketahanan Pangan 03: Analisis Kebutuhan
Konsumsi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Pusat Studi Kebijakan Pangan
dan Gizi (PSKPG) dan Departemen Pertanian, Pusat Pengembangan
Konsumsi Pangan (PPKP) Badan Bimas Ketahanan Pangan.
Heslet L. 2007. Kolesterol Yang Perlu Anda Ketahui. Anton Adiwiyoto,
penerjemah. Jakarta (ID) : Kesaint Blanc. Terjemahan dari: Cholesterol.
Jacobson et al. 1995. The Relationship between Smoking, Cholesterol, and HDL-
C Levels in Adult Women. Women and Health. 23: 27-29.
Karyadi E. 2002. Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, Jantung
Koroner. Jakarta: PT. Intisari Mediatama.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi [diktat]. Bogor : Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
________. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan GMSK
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
________. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT.
Grasindo.
________. 2007. Studi Implementasi Program Gizi: Pemanfaatan, Cakupan,
Keefektifan, dan Dampak terhadap Status Gizi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Krisnatuti D, Yenrina R. 1999. Perencanaan Menu Bagi Penderita Jantung
Koroner. Bogor (ID): PT Trubus Agriwidaya.
Lina. 2010. Kadar kolesterol tota pada usia 25-60 tahun. Jurnal Universitas
Muhammadiyah Surabaya. Vol 5 No. 1 Pebruari 2010.
Mahan LK and Escott-Stump S. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy 12th
edition. Philadelphia (US): Saunders Elsevier.
34
Mamat. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar kolsesterol HDL.
Gizi Indo 2010 33(2):143-149
Marmot M G. 1993. Epidemiology of tryglicerides and coronary heart disease.
Lancet. 342: 781.
Maulana M. 2007. Penyakit Jantung: Pengertian, Penanganan, dan Pengobatan.
Jogjakarta (ID): Kata Hati.
Murray RK, et al.2003. Biokimia harper. Jakarta. EGC. Edisi 25:120-148,613-622
Nurhayati Siti. 2009. Gaya hidup dan status gizi seta hubungannya dengan
hipertensi dan diabetes melitus pada pria dan wanita dewasa di DKI
Jakarta [Tesis]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian
Bogor.
Nurmansyah M. 2006. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
rumah tangga dalam mengkonsumsi daging pasca isu flu burung [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Oswari E. 1997. Menyongsong Usia Lanjut dengan Bugar dan Bahagia. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Povey, R. 2002. Memantau Kadar Kolesterol Anda. Jakarta : Arean
Puspitasari M. 2006. Pola konsumsi pangan pria dewasa di pedesaan dan
perkotaan Bogor, kaitannya dengan faktor risiko penyakit jantung koroner
[skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian
Bogor.
Rahmariza E. 2012.Tingkat kecukupan gizi karyawan dan penyelenggaraan
makanan di Pangansari Utama catering tambang Senakin Kalimantan
Selatan [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian
Bogor.
Ramon, et al., 2009. Effects of dietary fiber intake on risk factors for
cardiovascular disease in subjects at high risk. J Epidemiol Community
Health 2009,63:582-588.
Saidin M. 2000. Kandungan kolesterol dalam berbagai makanan hewani.
BulPenelit Kesehat.27 (2): 224 – 230.
Sari DM. 2011. Gaya hidup, intake zat gizi dan morbiditas orang dewasa yang
berstatus gizi obes dan normal [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi
Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Sanjur. 1982. Social and Cultrural Perspectives in Nutrition. New Jersey:
Prentice Hall Inc.
Schuitemaker GE, Dinant GJ, van der Pol GA, van Wersch WJ. 2002.
Relationship between smoking habits and low-density lipoprotein-
cholesterol, high-density lipoprotein-cholesterol, and triglycerides in a
percholesterolemic adult cohort, in relation to gender and age. Clinical and
Experimental Medicine. 2 (2): 83-88.
Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi Untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta (ID):
Dian Rakyat.
35
Smith DG. 2007. Epidemiology of Dyslipidemia and Economic Burden on the
Healthcare System. Am J manag Care; 13;S68-71.
Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukadiono MM. 2010. Analisa Kadar LDL Kolesterol pada Perokok di Desa
Tambak Cemandi RT 04 RW 02 Kabupaten Sidoarjo. Media Informasi
Ilmiah No. 50/Th XVII/April/2010.
Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi, dan Sanitasi Petani
Sawah Beririgasi di Banjar Jawa Barat. Bogor: Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Sumarwan, U. 2002. Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Cetakan I. Ghalia Indonesia dengan MMA-IPB. Bogor.
Waloya T, Rimbawan, Nuri Andarwulan. 2013. Hubungan antara konsumsi
pangan dan aktivitas fisik dengan kadar kolesterol darah pria dan wanita
dewasa di Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2013. 8(1): 9-16.
36
LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Pearson dan Spearman
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Malingping, Kabupaten Lebak, Banten pada
tanggal 12 Desember 1990. Merupakan anak pertama dari empat orang bersaudara
pasangan Hasan Bisri dan Emih Rohaemih
Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu TK Pelita tahun 1995
hingga 1996, kemudian melanjutkan ke SDN 1 Malingping Utara 2 hingga tahun
2002, tahun 2002 hingga 2005 melanjutkan studi ke SMP Negeri 1 Malingping,
dan tahun 2005 melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Malingping hingga
tahun 2008. Penulis diterima sebagai Mahasisiwa Gizi Masyarakat angkatan 45,
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam seperti Koperasi
Mahasiswa sebagai staf anggota EO 2008/2009, Koran Kampus sebagai staf
anggota Perusahaan 2008/2009, Himpunan Mahasiswa Gizi IPB sebagai staf
anggota Humas 2009/2010, Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia sebagai
staf anggota PSDM 2009/2011, Forum Syiar Fakultas Ekologi Manusia sebagai
Kadiv Depkeu dan Kominfo 2009/2011, Senior Resident Asrama Tingkat
Persiapan Bersama IPB 2011-2014, MC di acara asrama maupun acara IPB serta
penulis juga terlibat di proyek penelitian hibah KKP3T dari Kementrian Pertanian
RI Tahun 2012 dengan ketua peneliti Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS. Kontrak
nomor 1145/LB.620/I.1/3/2012, tanggal 29 Maret 2012 yang berjudul “Perbaikan
Flavor Keju Rendah Lemak serta Pengaruhnya terhadap Profil Lipid, Aktivitas
Superoksida Dismutase dan Kadar Malondialdehid pada Manusia Dewasa
Hiperlipidemia.
Selama masa kuliah, penulis memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik dan menjadi asisten Pendidikan Agama Islam pada periode 2010-2012.
Pada bulan Juli-Agustus 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa
Dukuh Tengah, Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal dan pada April 2012
penulis mengikuti Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Ciawi.