hubungan dukungan sosial suami dengan postpartum blues
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Periode kehamilan dan melahirkan merupakan periode kehidupan
yang penuh dengan potensi stres. Seorang wanita dalam periode kehamilan dan
periode melahirkan (post partum) cenderung mengalami stres yang cukup besar
karena keterbatasan kondisi fisik yang membuatnya harus membatasi aktivitas.
Secara psikologis seorang ibu post partum akan melalui proses adaptasi psikologis
masa postpartum (Sarwono, 2005). Dalam masa adaptasi ini sebagian wanita
mampu beradaptasi terhadap peran barunya, sebagai seorang ibu yang baik, tetapi
ada sebagian lainnya yang tidak berhasil beradaptasi sehingga jatuh dalam kondisi
gangguan psikologis postpartum. Banyak fenomena membuktikan hampir
sebagian besar wanita didunia mengalami Postpartum Blues dalam mengasuh
bayi mereka, terutama pada ibu- ibu primipara. Ditinjau dari sisi psikologis,
kebutuhan ibu bukan hanya sebatas berupa dukungan spiritual dan materil semata,
ibu juga membutuhkan dukungan secara sosial dari orang terdekatnya, khususnya
suami. Realitanya banyak ibu yang kurang mendapatkan dukungan sosial,
disebabkan karena teralihkannya perhatian suami kepada kehadiran orang baru
dalam keluarganya, yaitu anak . Hal inilah yang terkadang membuat ibu merasa
dirinya terabaikan atau terlupakan oleh suami, serta bertambah lama depresi ibu
pasca bersalin.
1
2
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 5 ibu primipara terdapat 2
ibu primipara ( 40 % ) yang mengaku mendapat dukungan sosial dari suami dan 3
ibu primipara ( 60 % ) yang kurang mendapat dukungan sosial dari suami saat
mengalami Postpartum Blues. Dari penelitian sebelumnya di Semarang telah
ditemukan 11 orang wanita (44%) yang mengalami Postpartum Blues. Dan secara
keseluruhan, di Indonesia angka kejadian Postpartum Blues antara 50-70% dari
wanita primipara. Sedangkan di luar negeri melaporkan angka kejadian yang
cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan
karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.
Secara psikologis, saat hamil semua perhatian tertumpah kepada si
ibu, termasuk dipenuhinya semua keinginannya yang terkadang aneh. Namun
begitu melahirkan, semua perhatian beralih ke si bayi. Sementara si ibu yang lelah
dan sakit pasca melahirkan merasa lebih butuh perhatian. Kondisi ini
menyebabkan ibu merasa depresi, depresi ini biasanya berlangsung sampai 14
hari usai melahirkan. Gejala yang umum tampak adalah keluar keringat dingin,
sesak napas, sulit tidur, gelisah, tegang, bingung, terasing, sedih, sakit, marah,
merasa bersalah, tak berharga, punya pikiran negatif tentang suami. Kurangnya
dukungan dari suami akan memperparah keadaan psikis ibu yang tengah
mengalami Postpartum Blues, hal ini karena suami adalah orang pertama yang
menyadari akan adanya perubahan dalam diri pasangannya. Apabila ibu menilai
bahwa suami memberikan dukungan terhadap dirinya, maka akan dapat
memungkinkan terjadi pengaruh positif dalam diri ibu tersebut. Para ibu yang
memiliki jaringan sosial yang baik, akan lebih siap menghadapi kondisi setelah
3
melahirkan. Sebaliknya apabila ibu menilai bahwa suaminya kurang memberikan
dukungan terhadap dirinya, maka akan dapat memungkinkan terjadinya
peningkatan depresi ibu ke arah yang lebih serius yaitu depresi postpartum.
Sedangkan Stres serta sikap tidak tulus ibu yang terus-menerus diterima oleh bayi
dapat berdampak kepada anak. misalnya anak mudah menangis, cenderung rewel,
pencemas sekaligus pemurung. Dampak lain yang tak kalah merugikan adalah
anak cenderung mudah sakit. Sedangkan dampak bagi suami sendiri adalah
semakin meningkatnya tanggung jawab menjadi seorang ayah akibat berperan
ganda selama istri mengalami Postpartum Blues. Hal ini menjadikan suami
menjadi seseorang yang pemurung dan pemarah. Jika dibiarkan, suamipun bisa
terkena Postpartum Blues juga.
Penanganan Postpartum Blues salah satunya berupa dukungan sosial,
menurut Sarason (2005) dukungan sosial diartikan sebagai keberadaan atau
kemampuan seseorang dimana individu dapat bergantung padanya, yang
menunjukkan kalau dia peduli terhadap individu, bahwa individu ini berharga dan
dia mencintai atau menyayangi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial
dapat diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu dukungan emosional, dukungan
berupa penghargaan, dukungan berupa bantuan langsung dan dukungan
informasional. Dari semua sumber dukungan sosial, dukungan sosial dari suami
merupakan dukungan yang pertama dan utama dalam memberikan dukungan
kepada istri. Mengingat demikian pentingnya dukungan sosial suami terhadap ibu
yang mengalami Postpartum Blues, maka salah satu cara yang diambil peneliti
4
adalah mengadakan penyuluhan tentang dukungan sosial suami dengan
Postpartum Bluespada ibu post partum primipara.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan penelitian ini
sebagai berikut :
Adakah hubungan antara dukungan sosial suami dengan Postpartum
Blues pada ibu post partum primipara usia 21 – 25 th di Ruang Bogenvile RSU
Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial suami dengan
Postpartum Blues pada ibu primipara usia 21 – 25 th di Ruang Bogenvile RSU
Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi dukungan sosial suami pada ibu primipara di Ruang
Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.
2. Mengidentifikasi Postpartum Blues pada ibu primipara di Ruang
Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.
3. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial suami dengan Postpartum
Blues di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.
6
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmu dalam
khasanah keilmuan psikologi selanjutnya, terutama dalam perkembangan
psikologi klinis, khususnya informasi yang berhubungan dengan Postpartum
Blues pada ibu primipara.
1.4.2 Praktis
1. Bagi Responden
Agar ibu primipara mendapatkan dukungan sosial suami semaksimal
mungkin sehingga dapat meminimalisir terjadinya Postpartum Blues.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan tentang pentingnya
dukungan sosial suami dengan Postpartum Blues.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang
berkaitan terhadapPostpartum Blues pada ibu primipara.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dukungan Sosial Suami
2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu
khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang- orangyang memiliki hubungan
emosional yang dekat dengan orang tersebut (As’ari, 2005).
Dukungan sosial adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan dan
perhatian dari orang lain yaitu orang yang berarti dalam kehidupan individu yang
bersangkutan, pengakuan, kepercayaan seseorang dan bantuan langsung dalam
bentuk tertentu (Katc dan Kahn, 2000).
Dukungan sosial adalah kenyamanan, bantuan, atau informasi yang
diterima oleh seseorang melalui kontak formal dengan individu atau kelompok (
Landy dan Conte, 2007).
Dukungan sosial adalah informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan
yang nyata, atau tingkah laku yang diberikan oleh orang- orang yang akrap
dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal- hal
yang dapat memberikan keuntungan emosional atau brpengaruh pada tingkah laku
penerimanya (Kuntjoro, 2002).
7
8
Dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, keperdulian dari orang-
orang yang bias diandalkan, menghargai dan menyayangi kita (Kuntjoro, 2002).
2.1.2 Pengertian Suami
Suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita
(Tim Penyusun Kamus Pusat Besar, 2005).
Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami
mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan
suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan
hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai
kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga ( chaniago,
2002).
2.1.3 Pengertian Dukungan Sosial Suami
Dukungan suami diterjemahkan sebagai sikap penuh perhatian yang
ditujukan dalam bentuk kerjasama yang baik, serta memberikan dukungan moral
dan emosional (Jacinta, 2005).
2.1.4 Variabel- variable yang Mempengaruhi Dukungan Sosial Suami
1) Keintiman
Dukungan sosial lebih banyak didapat dari keintiman dari pada aspek-
aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka dukungan yang
diperoleh akan semakin besar.
9
2) Harga Diri
Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain merupakan
suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan menerima bantuan orang lain
diartikan bahwa individu yang bersangkutan tidak mampu lagi dalam berusaha.
3) Keterampilan Sosial
Indifidu dengan pergaulan yang luas akan memiliki ketrampilan sosial
yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang luas pula. Sedangkan,
individu yang memiliki jaringan individu yang kurang luas memiliki keterampilan
sosial yang rendah.
Menurut Marilyn (1998) faktor- faktor yang mempengaruhi
1) Kelas sosial
2) Bentuk- bentuk keluarga
3) Latar belakang keluarga
4) Tahap siklus kehidupan keluarga
5) Peristiwa situasional khususnya masalah- masalah kesehatan atau sakit
2.1.5 Bentuk- bentuk Dukungan Sosial Suami
1) Adanya kedekatan smosional
2) Suami mengijinkan istri terlibat dalam suatu kelompok yang
menginginkannya untuk berbagi minat
3) Perhatian
4) Suami menghargai atas kemampuan dan keahlian istri
5) Suami dapat diandalkan saat istri membutuhkan bantuan
10
6) Suami merupakan tempat bergantung untuk menyelesaikan masalah istri
(Kuntjoro, 2002).
2.1.6 Jenis- jenis Dukungan Sosial Suami
House (Suhita, 2005) berpendapat bahwa ada empat aspek dukungan social yaitu :
1) Emosional
Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya pada
orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi yakin bahwa orang lain
tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang kepada dirinya.
2) Instrumental
Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong
orang lain sebagai contohnya adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana
pendukung lain dan termasuk didalamnya memberikan peluang waktu.
3) Informative
Aspek ini berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah pribadi.
Terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain yang dibutuhkan
oleh individu yang bersangkutan.
4) Penghargaan
Aspek ini terdiri atas dukungan peran sosial yang meliputi umpan balik,
perbandingan sosial, dan afirmasi.
11
Menurut Barrera (Suhita, 2005) terdapat lima macam dukungan sosial suami
yaitu:
1) Bantuan Materi: dapat berupa pinjaman uang.
2) Bantuan Fisik: interaksi yang mendalam, mencakup pemberian kasih sayang
dan kesediaan untuk mendengarkan permasalahan.
3) Bimbingan: termasuk pengajarandan pemberian nasehat.
4) Umpan Balik: pertolongan seseorang yang paham dengan masalahnya
sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat untuk menyelesaikan
masalah.
5) Partisipasi Sosial: bersenda gurau dan berkelakar untuk menghibur seseorang.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
dukungan sosial adalah aspek emosional, aspek instrumental, aspek informatif,
dan aspek penghargaan. Dukungan sosial dapat diwujudkan dengan bantuan
materi, bantuan fisik, bimbingan, umpan balik, dan partisipasi sosial.
2.1.7 Sumber- Sumber Dukungan Sosial
Sumber- sumber dukungan social menurut suhita (2005) yaitu :
1) Suami
Menurut Wirawan (1991) hubungan prkawinan merupakan hubungan akrap
yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi
perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permasalahan bersama.
12
2) Keluarga
Menurut Heardman (1990) keluarga merupakan sumber sumber dukungan
social karna dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling
mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga
sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat
mengeluarkan keluhan- kuluhan bilamana individu sedang mengalami
permasalahan.
3) Teman/ Sahabat
Menurut Kail dan Neilsen (Suhita, 2005) teman dekat merupakan sumber
dukungan social karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama
mengalami suatu permasalahan. Sedangkan menurut Ahmadi (1991) bahwa
prsahabatan adalah hubungan yang saling mendukung, saling memelihara,
pemberian dalam persahabatan dapat terwujud barang atau perhatian tanpa unsure
eksploitasi.
2.1.8 Komponen Dukungan Sosial Suami
1) Kedekatan Emosional (Emotional Attechement)
2) Integrasi Sosial (Social Integration)
3) Adanya Pengukuran (Reassurance off Worth)
4) Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance)
5) Bimbingan (Guindance)
6) Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)
13
2.1.9 Pengukuran Dukungan Sosial Suami
Masing- masing pertanyaan pada masing- masing item mempunyai skor 1
:
Skor < 10 = dukungan sosial suami kurang
Skor 11 – 15 = dukungan sosial suami sedang
Skor 16 – 20 = dukungan sosial suami baik
(Setiadi, 2007)
2.2 Adaptasi Psikologis Postpartum
2.2.1 Adaptasi Psikologis
Adaptasi adalah suatu proses yang konstan dan berkelanjutan yang
membutuhkan perubahan dalam hal struktur, fungsi dan prilaku sehingga
seseoramh bisa lebih sesuai dengan lingkungan tertentu. Proses ini melibatkan
interaksi indifidu dan lingkungan. Hasil akhirnya tergantung pada tingkat
kesesuaian antara kesesuaian dan kapasitas seseorang dan sumber dukungan
sosialnya di satu sisi dan jenis tantangan atau stresor yang dihadapi di sisi yang
lain.maka adaptasi adalah suatu proses indifidual dimana masing- masing individu
mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah atau berespon dengan tingkat
yang berbeda- beda (Smeltzer S.C., 2001).
14
2.2.2 Fase Perubahan Adaptasi Psikologi
Menurut Reva Rubin (1963) seorang ibu yang baru melahirkan mengalami
adaptasi psikologis pada fase nifas dengan melalui tiga fasebpenyesuaian ibu
(Prilaku ibu) terhadap perannya sebagai ibu.
Dalam menjalani adaptasi psikologis setelah melahirkan, Reva Rubin
(1963) mengatakan bahwa ibu akan melalui fase- fase sebagai berikut:
1. Fase Taking In (Perilaku Dependen)
1) Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu mengharapkan
segala kebutuhannya terpenuhi oleh orang lain.
2) Berlangsung selama 1-2 hari setelah melahirkan, dimana fokus perhatian ibu
terutama pada dirinya sendiri.
3) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya
dalam tanggung jawabnya.
4) Disebut fase Taking In (fase menerima) selama 1-2 hari pertama ini, karena
selama waktu ini, ibu yang baru melahirkan memerlukan perlindungan dan
perawatan.
5) Sedangkan dikatakan sebagai fase dependen selama 1-2 hari pertama ini
karena pada waktu ini, ibu menunjukkan kebahagiaan/ kegembiraan untuk
menceritakan pengalamannya melahirkan.
6) Pada fase ini, ibu lebih mudah tersinggung dan cenderung pasif terhadap
lingkungannya disebabkan karena faktor kelelahan. Oleh karena itu, ibu
15
perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur. Disamping itu,
kondisi tersebut perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik.
2. Fase Taking Hold (Perilaku Dependen-Independen)
1) Pada fase Taking Hold atau dependen mandiri ini, secara bergantian timbul
kebuuhan ibu untuk mendapatkan perawatan dan penerimaan dari orang lain
dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri.
2) Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan.
3) Pada fase ini, ibu sedah mulai menunjukkan kepuasan (terfokus pada
bayinya).
4) Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya.
5) Pada fase ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam
melakukan perawatan terhadapbayinya.
6) Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya
sendiri dan juga pada bayinya.
7) Ibu melai berinisisatif untuk melakukan tindakan (mobilisasi), melakukan
aktifitas perawatan diri dan sering mengungkapkan perhatian tentang fungsi
tubuh. Meskipun demikian ibu masih sering merasa kelelahan karena
pengaruh perubahan hormonal, proses penyembuhan dari uterus dan
perinium.
16
3. Fase Letting Go (perilaku Interdependen)
1) Menerima tanggung jawab peran barunya yang berlangsung setelah 10 hari
pasca melahirkan.
2) Ibu sedah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
3) Keinginan ibu untuk merawat diri dan bayinya sangat meningkat pada fase
ini.
4) Terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk mengobservasi bayi.
2.3 Postpartum Blues
2.3.1 Pengertian Postpartum Blues
Periode postpartumadalah periode waktu yang muncul sesegera setelah
seorang wanita melahirkan hingga 52 minggu (Registered Nurses’ Association of
Ontario, 2005).
Postpartum Bluesadalah perasaan sedih dan depresi segera setelah
persalinan, dengan gejala dimulai dua atau tiga hari pasca persalinan dan biasanya
hilang dalam waktu satu atau dua minggu (Gennaro, dalam Bobak dkk., 1994).
Postpartum Bluesmerupakan keadaan psikologis ini yang dapat dijelaskan
sebagai tingkat depresi postpartumringan, dengan reaksi yang dapat muncul setiap
saat pasca persalinan, seringkali pada hari ke-tiga atau ke-empat dan mencapai
puncaknya antara hari ke-lima hingga hari ke-empat belas pasca persalinan
(Bobak dkk., 1994).
Postpartum Bluesadalah suatu tingkat keadaan depresi bersifat sementara
yang dialami oleh kebanyakan ibu yang baru melahirkan karena perubahan tingkat
17
hormon, tanggung jawab baru akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap
bayi. Keadaan ini biasanya muncul antara hari ke-tiga hingga ke-sepuluh pasca
persalinan, seringkali setelah pasien keluar dari rumah sakit. Apabila gejala ini
berlanjut lebih dari dua minggu, maka dapat menjadi tanda terjadinya gangguan
depresi yang lebih berat, ataupun psikosis postpartumdan tidak boleh diabaikan
(Novak dan Broom, 1999).
Dari tiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
Postpartum Bluesadalah suatu keadaan psikologis setelah melahirkan yang
bersifat sementara dan dialami oleh kebanyakan ibu baru, muncul pada hari ke-
tiga atau ke-empat dan biasanya berakhir dalam dua minggu pasca persalinan,
ditunjukkan dengan adanya perasaan sedih dan depresi, sebagai bentuk depresi
postpartumtingkat ringan sehingga memungkinkan terjadinya gangguan yang
lebih berat, disebabkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru
akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi.
2.3.2 Gejala-Gejala Postpartum Blues
Gejala Postpartum Blues(Novak dan Broom, 1999) yaitu suatu keadaan
yang tidak dapat dijelaskan, merasa sedih, mudah tersinggung, gangguan pada
nafsu makan dan tidur.
Selanjutnya dengan kata lain, ciri-ciri Postpartum Bluesmenurut Young dan
Ehrhardt (dalam Strong dan Devault, 1989) diantaranya:
1) Perubahan keadaan dan suasana hati ibu yang bergantian dan sulit diprediksi
seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang-kadang mengalami
kebingungan ringan atau mudah lupa.
18
2) Pola tidur yang tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru dilahirkannya,
ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan asing terhadap
lingkungan tempat bersalin.
3) Merasa kesepian, jauh dari keluarga, menyalahkan diri sendiri karena suasana
hati yang terus berubasggsssah-ubah.
4) Kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena ketergantungan bayi yang
baru dilahirkannya.
Gennaro (dalam Bobak dkk., 1994) menjelaskan bahwa selama
Postpartum Blues, ibu akan mengalami perasaan kecewa dan mudah tersinggung,
ditunjukkan dengan perilaku mudah menangis, kehilangan nafsu makan,
mengalami gangguan tidur, dan merasa cemas.
Hansen, Jones (dalam Bobak dkk., 1994) menjelaskan bahwa Postpartum
Bluesdapat menyebabkan serangan menangis, perasaan kesepian atau ditolak,
kecemasan, kebingungan, kegelisahan, kelelahan, mudah lalai, dan sulit tidur.
Kennerley dan Gath menggambarkan suatu instrumen yang reliabel dan
valid yang mengukur tujuh gejala Postpartum Blues, yaitu perubahan suasana hati
yang tidak pasti, merasa “tidak mampu”, kecemasan, perasaan emosional yang
berlebihan, mengalami kesedihan, kelelahan, dan kebingungan atau fikiran yang
kacau (dalam Bobak dkk., 1994).
2.3.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Terjadinya Postpartum Blues
Young dan Ehrhardt (dalam Strong dan Devault, 1989) membagi faktor -
faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gangguan emosional pasca
persalinan ke dalam tiga kategori:
19
a. Biologis, yaitu tekanan fisiologis yang terjadi sebagai akibat adanya
penurunan tingkat hormon tertentu secara tiba-tiba dalam jumlah yang besar,
dehidrasi, kehilangan banyak darah, dan faktor fisik lain yang dapat
menurunkan stamina ibu.
b. Psikologis, yaitu konflik tentang kemampuan wanita menjadi seorang ibu,
perasaan bingung antara penerimaan dan penolakan terhadap peran baru
sebagai ibu, permasalahan komunikasi dengan bayi dan pasangan.
c. Sosial, yaitu keadaan sosial ketika bayi dilahirkan, terutama jika bayi
mengakibatkan beban finansial atau emosional bagi keluarga.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya Postpartum
Blues(Bobak dkk., 1994) diantaranya termasuk perubahan biologis, stres, respon-
respon normal, dan masalah 19aying atau lingkungan:
1) Perubahan biologis, yaitu terjadinya fluktuasi hormon yang ditunjukkan
dengan perubahan kadar progesteron, estradiol, cortisol, dan prolaktin yang
menimbulkan reaksi afektif tertentu.
2) Situasi stres (misalnya operasi) adalah situasi yang dapat memicu timbulnya
reaksi tertentu, termasuk Postpartum Blues.
3) Respon psikologis normal adalah respon yang muncul karena meningkatnya
naluri keibuan dan perlindungan terhadap bayi.
4) Permasalahan sosial dan lingkungan, yaitu ketegangan dalam hubungan
pernikahan dan keluarga, sejarah premenstrual syndrome, kecemasan,
ketakutan akan tugas dan depresi selama kehamilan, dan penyesuaian sosial
yang buruk.
20
Bobak dan rekan-rekannya (1994) memberikan lima kriteria ibu yang
rentan mengalami gangguan emosional dan membutuhkan dukungan tambahan,
diantaranya:
1) Ibu primipara (melahirkan anak pertama) yang belum berpengalaman dalam
pengasuhan anak.
2) Wanita yang juga memiliki kesibukan dan tanggung jawab dalam
pekerjaannya.
3) Wanita yang tidak memiliki banyak teman atau anggota keluarga untuk diajak
berbagi dan memberikan perhatian terhadapnya.
4) Ibu yang berusia remaja.
5) Wanita yang tidak bersuami.
Postpartum Bluesdisebabkan oleh perubahan kadar hormonal yang cepat
pad wanita, stres pada kelahiran anak, dan kesadaran wanita tentang peningkatan
tanggung jawab yang dibawa karena menjadi ibu (Kaplan dan Sadock, 1997).
Faktor-faktor penyebab terjadinya Postpartum Bluesmenurut Kasdu
(2005) diantaranya adalah:
1) Faktor hormonal, yaitu terjadinya perubahan kadar sejumlah hormon dalam
tubuh ibu pasca persalinan, yaitu:
1. Hormon progesteron pada masa kehamilan secara perlahan meningkat
cukup tinggi, tetapi turun mendadak setelah persalinan.
2. Tingkat hormon estrogen yang mengalami proses perubahan kembali ke
keadaan sebelum hamil.
21
3. Ketidakstabilan kelenjar tiroid yang turun ketika melahirkan dan tidak
kembali pada jumlah yang normal.
4. Kadar hormon adrenalin (yang dapat memompa rasa senang) meningkat
selama kehamilan, namun turun dengan cepat pada saat melahirkan.
2) Harapan persalinan yang tidak sesuai dengan kenyataan atau adanya perasaan
kecewa dengan keadaan fisik dirinya juga bayinya.
3) Kelelahan fisik akibat proses persalinan yang baru dilaluinya.
4) Kesibukan mengurus bayi dan perasaan ibu yang merasa tidak mampu atau
khawatir akan tanggung jawab barunya sebagai ibu.
5) Kurangnya dukungan dari suami dan orang-orang sekitar.
6) Terganggu dengan penampilan tubuhnya yang masih tampak gemuk.
7) Kekhawatiran pada keadaan sosial ekonomi, seperti tinggal bersama mertua,
lingkungan rumah yang tidak nyaman, dan keadaan ibu yang harus kembali
bekerja setelah melahirkan.
Sejumlah ahli juga menyebutkan bahwa jenis kepribadian memiliki
peranan dalam hal ini, diantaranya:
1) Wanita yang menilai dirinya lebih maskulin memiliki gejala psikiatri lebih
kecil selama kehamilan tetapi lebih besar selama postpartum (Nilsson dan
Almgren dalam Kruckman dan Smith, 2005).
2) Wanita perfeksionis dengan pengharapan yang tidak realistis dan selalu
berusaha menyenangkan orang lain cenderung ragu mengungkapkan emosi
tidak menyenangkan yang mereka alami sehingga beresiko mengalami
Postpartum Blues(Barsky, 2006).
22
3) Ibu dengan harga diri yang rendah menunjukkan gejala depresi lebih nyata
dibandingkan ibu yang memiliki harga diri tinggi (Hall dkk., 1996).
Berdasarkan beberapa faktor yang dikemukakan oleh ahli-ahli di atas,
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
Postpartum Bluesdapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok:
1) Faktor Biologis
1. Faktor Hormonal, yaitu terjadinya perubahan kadar sejumlah hormon
dalam tubuh ibu pasca persalinan secara tiba-tiba dalam jumlah yang
besar, yaitu progesteron, estrogen, kelenjar tiroid, estradiol, cortisol, dan
prolaktin yang menimbulkan reaksi afektif tertentu.
2. Faktor Kelelahan Fisik, yaitu kelelahan fisik akibat proses persalinan yang
baru dilaluinya, dehidrasi, kehilangan banyak darah, atau kelelahan fisik
lain yang dapat menurunkan stamina ibu.
3. Faktor Kesehatan, seperti sejarah premenstrual syndrome.
2) Faktor Psikologis
1. Faktor Kepribadian, yaitu: 1) Wanita yang menilai dirinya lebih maskulin.
2) Wanita perfeksionis dengan pengharapan yang tidak realistis dan selalu
berusaha menyenangkan orang lain. 3) Ibu dengan harga diri yang rendah.
4) Wanita yang mudah mengalami kecemasan, ketakutan akan tugas dan
terjadinya depresi selama kehamilan.
2. Karakteristik lain individu, yaitu: 1) Ibu primipara (melahirkan anak
pertama). 2) Ibu yang berusia remaja.
23
3) Faktor Sosial
1. Respon terhadap kehamilan dan persalinan, yaitu: 1) Kehamilan yang
tidak diinginkan. 2) Perasaan bingung antara penerimaan dan penolakan
terhadap peran baru sebagai ibu. 3) Tidak ada pengalaman dalam
pengasuhan anak.
2. Kenyataan persalinan yang tidak sesuai dengan harapan, yaitu: 1)
Kesibukan mengurus bayi dan perasaan ibu yang merasa tidak mampu
atau khawatir akan tanggung jawab barunya sebagai ibu. 2) Perasaan
kecewa dengan keadaan fisik dirinya juga bayinya.
3. Keadaan sosial ekonomi, yaitu: 1) Wanita yang harus kembali bekerja
setelah melahirkan. 2) Keadaan sosial ekonomi yang tidak mendukung.
4. Dukungan Sosial, yaitu: 1) Ketegangan dalam hubungan pernikahan dan
keluarga. 2) Penyesuaian peran yang buruk. 3) Kurangnya dukungan dari
suami dan orang-orang sekitar. 4) Wanita yang tidak bersuami.
2.3.4 Dukungan Sosial Suami Dalam Postpartum Blues
1) Pahami kebutuhan istri. Suami sebisanya memahami bahwa yang paling
dibutuhkan istri pasca melahirkan adalah istirahat, istirahat. Dan istirahat.
2) Jika suami tidak bisa terlibat terlalu banyak dalam urusan perawatan bayi
karena berbagai alasan, sebaiknya suami bisa meluangkan waktunya untuk
menemani istri dalam perawatan bayi.
3) Kesediaan suami mengambil alih sebagian tugas-tugas rumah tangga yang
selama ini dilakukan istri, akan sangat menolong. Misalnya mencuci piring,
24
mempersiapkan sarapan, menyapu dan membersihkan rumah, mempersiapkan
air hangat untuk mandi bagi istri maupun bayi.
4) Kewajiban suami membagi perhatian secara adil kepada bayi dan ibunya.
Meskipun kehadiran bayi sangat menyenangkan dan membahagiakan,
ingatlah ibu yang melahirkannya, perhatikan istri. Menelepon istri jika suami
ada di luar kota. Akan membuatnya sangat berarti. Atau, memberinya
kecupan dan mengucapkan kata-kata sayang sebelum suami berangkat
bekerja.
5) Perlunya sentuhan fisik sangat dirasakan pada masa-masa pasca melahirkan.
Menyisir rambut istri, memeluknya, atau mengelus-elus punggungnya akan
membuatnya merasa nyaman dan meredakan rasa lelahnya. Lebih dari itu,
istri akan merasa diperhatikan dan tidak sekadar dianggap sebagai mesin
penghasil anak belaka.
2.3.5Edinburgh Postnatal Depresi Scale (EPDS)
1) Definisi EPDS
Depresi postpartum adalah komplikasi yang paling umum saat melahirkan.
10 pertanyaan Skala Depresi Postnatal Edinburgh adalah cara yang berharga dan
efisien untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko untuk depresi “perinatal”.
EPDS ini mudah dijalankan dan telah terbukti menjadi alat skrining yang efektif.
Ibu yang mendapat skor di atas 13 kemungkinan akan menderita penyakit
depresi yang bervariasi keparahannya. EPDS tidak mutlak menjadi skor penilaian
klinis. Harus hati hati melakukan sebuah penilaian klinis untuk menginformasikan
25
diagnosis. Skala menunjukkan bagaimana ibu telah merasakan selama seminggu
sebelumnya. Dalam kasus yang masih meragukan EPDS bias diulangi 2 minggu
kemudian. Skala tidak akan menditeksi ibu dengan neurosis kecemasan, fobia,
atau gangguan kepribadian.
Menurut Cox (2002), untuk mendeteksi adanya depresi postpartum atau
resiko untuk mengalami depresi postpartum, dapat digunakan alat ukur Edinburgh
Postnatal Depresi scale (EPDS) pada awal postpartum untuk mengidentifikasi
berbagai resiko penyebab depresi postnatal. EPDS adalah alat yang berbentuk
skala yang berfungsi untuk mengidentifikasi adanya resiko timbulnya depresi
postpartum selama tujuh hari pasca persalinan dengan sepuluh pertanyaan. EPDS
juga telah teruji validitasnya dibeberapa negara seperti Belanda, Swedia,
Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS bisa digunakan dalam minggu pertama
pasca bersalin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya dua
minggu kemudian.
Menurut Regina (2001), di luar negri skrining yang digunakan untuk
menditeksi gangguan mood depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin
yang rutin dilakukan. Untuk skrining depresi postpartum dapat digunakann
kuesioner Edinburg Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner
dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan
depresi selama tujuh hari pasca salin. Pertanyaan- pertanyaannya berhubungan
dengan labilitas perasaan, kecemasan, rasa bersalah, keinginan untuk bunuh diri
serta mencakup hal- hal lain yang terdapat pada depresi postpartum. Kuesioner
EPDS terdiri dari sepuluh pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki 4
26
(empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih sendiri oleh
ibu dan rat- rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit jumlah skor dari sepuluh
pertanyaan yang diajukan dalam EPDS 30 skor, semakin besar jumlah skor gejala
depresi semakin berat.skor diatas 12 memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi
positif 73% untuk mendiagnosis depresi postpartum.
Pertanyaan- pertanyaan pada EPDS berhubungan dengan labilitas perasaan
(suasana hati yang terus menerus berubah- ubah dan tidak dimengerti), kecemasan
(rasa cemas yang dialami ibu tanpa sebab yang jelas) serta perasaan bersalah
(perasaan menyalahkan diri sendiri atas semua rasa ketidakmampuan menjadi
seorang ibu).
2) Cara Menggunakan EPDS
1. Ibu diminta utnuk memeriksa respon paling dekat yang datang dengan apa
yang dia rasakan dalam 7 hari.
2. Semua item harus diselesaikan.
3. Perawatan harus keluar untuk menghindari kemungkinan ibu mendiskusikan
jawaban dengan lain (jawaban berasal dari ibu atau wanita hamil).
4. Ibu harus menyelesaikan skala sendiri, kecuali dia memiliki keterbatasan
bahasa inggris atau memiliki kesulitan dengan membaca.
3) Cara Skoring EPDS
Pernyataan 1,2, dan 4 ( Tidak ada tanda bintang ) skornya :
a. 0
b. 1
27
c. 2
d. 3
Pernyataan 3,5,6,7,8,9, dan 10 ( Ditandai dengan tanda bintang ) skornya :
a. 3
b. 2
c. 1
d. 0
Penghitungan skor :
Skor maksimal : 30
Kemungkinan Depresi : 10 atau kurang
Selalu lihat item 10 (berfikiran untuk bunuh diri)
Penghitungan skor :
0 -8 : kemungkinan depresi rendah
8 – 12 : baru pengalaman mempunyai bayi atau mengalami Postpartum
Blues
13 – 14 : tanda- tanda kemungkinan terjadi PPD; take preventive measures
15+ : kemungkinan pasti mengalami depresi postpartum secara klinis
28
2.4 Kerangka Konseptual Dan Hipotesis
2.4.1 Kerangka Konseptual
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 3.1 Krangka Konseptual Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan
Postpartum Blues pada ibu primipara usia 21-25 th di Ruang
Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.
Ibu Primipara
21- 25 Th
Fase adaptasi psikologis
a. Fase Taking In
b. Fase Taking Hold
c. Fase Letting Go
Strsor :
a. Biologis
b. Psikologis
c. Sosial
Coping ibu (-) Coping ibu (+)
Postpartum Blues
Dukungan Sosial Suami
1. Dukungan Emosional
2. Dukungan Informative
3. Dukungan Instrumental
4. Dukungan Penghargaan
Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
suami :
1. Keintiman
2. Harga Diri
3. Ketrampilan Sosial
Depresi Postpartum
Menerima
peran barunya
dengan baik.
29
2.4.2 Hipotesis
H1 : Ada hubungan antara dukungan sosial suami dengan Postpartum Blues pada
ibu primipara usia 21-25 th di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin
Sudiro Husodo Mojokerto.
30
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik yang menganalisis hubungan
antara dukungan sosial suami dengan Postpartum Blues ibu primipara usia 21 – 25 th di
Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokertodengan
menggunakan metode Cross Sectional dimana melakukan pengukuran dan pengamatan
pada saat bersamaan.
30
31
3.2 Kerangka Kerja
Gambar 3.2 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami
Dengan Postpartum BluesPada Ibu Primipara Usia 21- 25 Th di Ruang Bogenvile RSU
Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.
Populasi Seluruh Ibu Primipara Usia 21- 25 Th di Ruang Bogenvile
berjumlah 30 Ibu Primipara
Sampel Ibu Primipara di Ruang Bogenvile Usia 21- 25 Th sejumlah
30 Ibu Primipara
Variabel Penelitian Dan Pengumpulan Data Kuesioner
Sampling Purposive Sampling
Analisa Data Uji Korelasi Spearman (rs)
Hasil Penelitian Hasil Penelitian Disajikan Dalam Bentuk Diagram Pie
Simpulan dan Saran
32
4.3 Sampling Desain
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu primipara usia 21- 25 Th di
Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto berjumlah 51 ibu
primipara.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini sejumlah 30 ibu primipara usia 21 – 25 Th di Ruang
Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.
3.3.3 Kriteria Penelitian
1. Semua Ibu Primipara usia 21- 25 Th (Spontan pervaginam)
2. Ibu postpartum
3. Bersedia diteliti
4. Di temani suami
3.3.4 Sampling
Pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling dimana peneliti
mengambil sampel sesuai dengan yang dikehendaki (tujuan/ masalah dalam penelitian),
sehingga sampel tersebut bias mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya.
33
3.4 Variabel penelitian
1. Variabel Independent (Variabel Bebas)
Variabel independent dalam penelitian ini adalah dukungan sosial suami.
2. variabel Dependent (Variabel Tergantung)
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah Postpartum Blues.
3.5 Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, definisi operasionalnya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami
DenganPostpartum BluesPada Ibu Primipara Usia 21- 25 Th di Ruang Bogenvile RSU
Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.
Variabel Definisi
Operasional
Parameter Alat Ukur Skala Skor
Variabel
Independen
: Dukungan
Sosial
Suami
Tindakan
positif baik
verbal atau
nonverbal
yang
diberikan
oleh suami.
Dukungan
sosial suami
meliputi :
1. Dukungan
Emosional
2. Dukungan
Instrumental
3. Dukungan
Informatif
4. Dukungan
Penilaian
Kuesioner Ordinal Favorebel “Iya”
diberi nilai = 1
Unfavorebel
“Tidak” diberi
nilai = 0
Kemudian
dikelompokkan
dalam skala
kwalitatif
1. Dukungan
kurang jika
skor < 10
2. Dukungan
sedang jika
Skor 11 – 15
3. Dukungan
baik jika Skor
16 – 20
Variabel
Dependen :
Depresi
ringan yang
Postpartum
Blues meliputi : Kuesioner Ordinal Pertanyaan 1,2, dan
4 (Tidak ada tanda
34
Postpartum
Blues
terjadi pada
ibu
postpartum
pada hari
ke-3 sampai
hari ke- 10.
1. Labilitas
Perasaan
2. Kecemasan
3. Perasaan
Bersalah
bintang) skornya :
e. 0
f. 1
g. 2
h. 3
Pertanyaan 3, 5, 6,
7 ,8, 9 dan 10
(Ditandai dengan
tanda bintang)
skornya:
a. 3
b. 2
c. 1
d. 0
Perhitungan skor :
1. 0 -8 :
kemungkinan
depresi rendah
2. 8 – 12 :
baru
pengalaman
mempunyai
bayi, atau
mengalami
Postpartum
Blues
3. 13 – 14 :
tanda- tanda
kemungkinan
terjadi PPD;
take preventive
measures
4. 15+ :
kemungkinan
pasti
mengalami
depresi
postpartum
secara klinis
35
3.6 Pengumpulan Data dan Analisis Data
3.6.1 Pengumpulan Data
1. Proses Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data ini peneliti mendapatkan rekomendasi dari Ketua Stikes
Dian Husada Mojokerto, kemudian diajukan kepada Kepala Bidang Keperawatan RSU
Dr. Wahidin Sudiro Husodountuk permohonan ijin penelitian dan tembusan kepada
Kepala Ruangan Ruang Bogenvile, peneliti menggunakan kuesioner untuk
mengumpulkan data, tanpa diberi nama tetapi diberi nomor responden yang telah diisi
oleh peneliti.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari responden dan sebagian subyek peneliti dengan
menggunakan kuesioner tanpa diberi nama tetapi hanya diberi kode khusus. Pada
penelitian kuisioner diberikan pada responden. Jenis kuesioner yang digunakan adalah
bentuk pertanyaan tertutup (closed ended question) dengan menggunakan jawaban yang
tersedia (Dikotomi Quesioner), dimana setiap pertanyaan sudah ada jawabannya.
Responden memberikan jawaban melalui tanda sesuai dengan petunjuk yang telah
disediakan. Untuk pertanyaan favorebel “ Iya” diberi skor 1 (satu) dan jawaban
Unfavorebel “Tidak” diberikan skor 0 (nol).
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan kuesioner tentang dukungan
sosial suami dan Skala Depresi Pasca Persalinan Edinburgh (EDPS).
36
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto pada bulan April 2012.
3.6.2 Analisa Data
Setelah data terkumpul melalui kuesioner dan Skala Depresi Pasca Persalinan
Edinburgh(EPDS), maka dilakukan tahap pengolahan data. Tahap yang dilalui setelah
data terkumpul adalah :
1. Editing
Pada penelitian ini editing dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
terkumpul yaitu memeriksa kembali data yang diperoleh apakah sesuai dengan yang
diharapkan atau belum, bila belum sesuai maka peneliti melakukan cek ulang kepada
responden.
2. Coding
Pada saat penelitian peneliti memberikan kode berupa angka seperti pendidikan SD
dengan kode 1, SMP dengan kode 2, SMA dengan kode 3,dan perguruan tinggi dengan
kode 4. Sedangkan status perkawinan yaitu menikah dikode 1 dan tidak menikah dikode
2. Dan kategori pekerjaan yaitu ibu rumah tangga dengan kode 1, swasta dengan kode 2,
wiraswasta dengan kode 3, dan pegawai negri dengan kode 4.
37
3. Scoring
Pengelolahan data yang digunakan dengan cara pemberian skor, dimana setiap
jawaban “ Iya “ diberikan nilai 1 (satu) dan jawaban “ Tidak “ diberikan nilai 0 (nol).
a. scoring untuk dukungan sosial suami :
N =
1. Skor <55% = dukungan sosial suami kurang
2. Skor 56 – 75% = dukungan sosial suami sedang
3. Skor 76 – 100% = dukungan sosial suami baik
b. scoring untuk EPDS
Pernyataan 1,2, dan 4 ( Tidak ada tanda bintang ) skornya :
a. 0
b. 1
c. 2
d. 3
Pernyataan 3,5,6,7,8,9, dan 10 ( Ditandai dengan tanda bintang ) skornya :
a. 3
b. 2
c. 1
d. 0
Penghitungan skor :
Skor maksimal : 30
Kemungkinan Depresi : 10 atau kurang
Selalu lihat item 10 (berfikiran untuk bunuh diri)
Keterangan : N = Nilai yang di dapat
Sp = Skor yang didapat
Sm = Skor maksimal
38
Penghitungan skor :
0 -8 : kemungkinan depresi rendah
8 – 12 : baru pengalaman mempunyai bayi atau mengalami Postpartum
Blues
13 – 14 : tanda- tanda kemungkinan terjadi PPD; take preventive measures
15+ : kemungkinan pasti mengalami depresi postpartum secara klinis
4. Tabulating
Proses tabulating meliputi, pertama mempersiapkan tabel dengan kolom dan baris
yang disusun cermat sesuai kebutuhan, kedua, menghitung frekuensi kategori jawaban
terbanyak pada setiap lembar kuesioner responden dan ketiga menyusun distribusi
frekuensi dengan tujuan agar data yang telah tersusun rapi, mudah dibaca dan dianalisis.
Hasil presentase ditafsirkan dengan mengacu pada rumus Ali (Hasanah, 2006),
sebagai berikut :
0% = Tidak satupun
< 29 % = Sebagian kecil
30% - 49% = Hampir setengahnya
50% - 69% = Setengahnya
>70% = Sebagian besar
Untuk menganalisa hubungan antara dukungan suami dengan Baby Blues
Syndrom,digunakan Uji Korelasi Spearman (rs) dengan bantuan program SPSS.
39
Hubungan antara variable diperlihatkan dalam bentuk tabulasi silang dengan angka
kemaknaan α : 0,05.
Untuk menginterpretasi kekuatan hubungan antara dua variable penulis memberikan
criteria sebagai berikut (Sutrisno Hadi, 2003):
1. 0.000 – 0.199 = tingkat hubungan sangat rendah
2. 0.200 – 0.399 = tingkat hubungan rendah
3. 0.400 – 0.599 = tingkat hubungan sedang
4. 0.600 – 0.799 = tingkat hubungan kuat
5. 0.800 – 1.000 = tingkat hubungan sangat kuat
3.7 Etika Penelitian
Penelitian yang menggunakan subyek, tidak boleh bertentangan dengan etika. Pada
penelitian ini, peneliti telah mengajukan permohonan penelitian kepada institusi Stikes
Dian Husada Mojokerto dan kepada Kepala Ruangan Bugenvil.
Dan sebelum dilakukan penelitian, responden terleih dahulu diberikan :
3.7.1 Informed consent ( Lembar Persetujuan )
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti. Peneliti wajib
menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan. Jika responden tersebut bersedia
diteliti, maka harus menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan. Tetapi
bila responden tidak bersedia diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati hak respoden.
40
3.7.2 Anonymity ( Tanpa Nama )
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti tidak mencantumkan
nama responden pada lembar pengumpulan data hanya diberi tanda tertentu saja pada
masing- masing lembar data tersebut.
3.7.3 Confidentiality ( Kerahasiaan )
Kerahasiaan informasi dan responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tersebut saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil
penelitian.
3.8 Keterbatasan
3.8.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan kuesioner, memungkinkan responden menjawab
pertanyaan dengan tidak jujur atas tidak mengerti pertanyaan yang dimaksud dan
menimbulkan persepsi yang berbeda.
3.8.2 Alat Ukur
Alat ukur kuesioner (Dukungan Sosial Suami) memungkinkan hasilnya kurang
objektif dan sangat tergantung subjektif responden.
41
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Dan Peta Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr.Wahidin Sudiro
Husodo Mojokerto yang beralamatkan di jalan Gajah Mada No 100 Mojokerto
Jawa Timur, yaitu ruang Bogenvile. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit
swadana milik pemerintah Kota Mojokerto dengan kapasitas 144 TT. Ruang
Bogenvile terdiri dari tiga kelas dengan kapasitas 23 TT. Perawat berjumlah 19
orang, pembantu perawat 4 orang, dan administrasi 1 orang.
4.1.2 Data Umum
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Ibu
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Ibu di Ruang Bogenvile
RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April – Mei
2012.
No. Umur frekuensi prosentase
1. 21 Th 9 30 %
2. 22 Th 16 53,3 %
3. 23 Th 3 10 %
4. 24 Th 1 3,3 %
5. 25 Th 1 3,3 %
Jumlah 30 100 %
Sumber : Data Kuesioner
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa dari 30 responden, setengahnya
yaitu 16 orang responden usia 22 Th (53,3 %) dan sebagian kecil yaitu 1 orang
(3,3%) berusia 24 Th dan 25 Th (3,3%).
40
42
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu di Ruang
BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April
– Mei 2012.
No. Pendidikan Jumlah Presentase
1. SD 0 0 %
2. SMP 1 3.3 %
3. SMA 28 93,3 %
4. PT 1 3.3 %
Jumlah 30 100 %
Sumber : Data Kuesioner
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian
besar 28 orang ( 93,3 % ) responden berpendidikan SMA dansebagian kecil
1orang ( 3,3 % ) berpendidikan SMP dan SMP.
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Ruang
BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April
– Mei 2012.
No. Pekerjaan Jumlah Presentase
1. IRT 12 40 %
2. Swasta 16 53,3 %
3. Wiraswasta 2 6.7 %
4. Pegawai Negeri 0 0 %
Jumlah 30 100 %
Sumber : Data Kuesioner
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa dari 30 responden hampir
setengahnya16 orang ( 53,3 % ) responden bekerja swastadan sebagian kecil 2
orang ( 6,7 % ) responden bekerja wiraswasta.
43
4.1.3 Data Khusus
1. Dukungan Sosial Suami
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial Suami di Ruang
BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April
– Mei 2012.
No. Dukungan Sosial Suami Frekuensi Prosentase
1. Dukungan Sosial Suami
kurang
2 6,7 %
2. Dukungan Sosial Suami
Sedang
3 10 %
3. Dukungan Sosial Suami
Baik
25 83,3 %
Jumlah 30 100 %
Sumber : Data Kuesioner
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian
besar 25 orang ( 83,3 % ) responden dukungan sosial suami baik,
sebagiandansebagian kecil 2 orang ( 6,7 % ) responden dukungan sosial suami
kurang.
2. Depresi ibu postpartum
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi di Ruang BogenvileRSU Dr.
Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April – Mei 2012.
No. Tingkat Depresi Frekuensi Prosentase
1. Kemungkinan Posrpartum
Blues Kecil
26 86,7 %
2. Postpartum Blues 3 10 %
3. Kemungkinan pasti terjadi
PPD
1 3,3 %
4. Depresi Postpartum 0 0 %
Jumlah 30 100 %
Sumber : Data Kuesioner
44
Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian
besar 26 orang ( 86,7 % ) responden kemungkinan depresi kecil dansebagian kecil
1 orang ( 3,3 % ) responden kemungkinan pasti terjadi PPD.
3. Hubungan antara dukungan sosial suami dengan postpartum blues pada ibu
primipara usia 21-25 Th di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto.
Tabel 4.6 Tabulasi silang antara Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum
Blues pada Ibu Primipara Usia 21 – 25 Th di Ruang Bogenvile RSU
Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April - Mei Tahun
2012.
dukungan sosial * epds Crosstabulation
Epds
Total
Kemngkinan Depresi Rendah
postpartum blues
Tanda –tanda
kemungkinan terjadi
PPD
PPD
dukungan sosial
Kurang Count 1 1 0 0 2
% within dukungan sosial
50.0% 50.0% .0% 0% 100.0%
% of Total 3.3% 3.3% .0% 0% 6.7%
Sedang
Count 0 0 3 0 3
% within dukungan sosial
.0% .0% 100.0% 0% 100.0%
% of Total .0% .0% 10.0% 0% 10.0%
Baik Count 0 2 23 0 25
% within dukungan sosial
.0% 8.0% 92.0% 0% 100.0%
% of Total .0% 6.7% 76.7% 0% 83.3%
Total Count 1 3 26 0 30
% within dukungan sosial
3.3% 10.0% 86.7% 0% 100.0%
% of Total 3.3% 10.0% 86.7% 0% 100.0%
Sumber : kuesioner
45
Dari tabel 4.6 didapatkan tabulasi silang menunjukkan bahwa dari 30
responden hampir seluruhnya 23 orang ( 76,7 %) mendapatkan dukungan yang
baik dan kemungkinan depresi sangat kecil sedangkan sebagian kecil 1 orang ( 3,3
%) kurang mendapatkan dukungan sosial suami mengalami postpartum blues dan
kemungkinan pasti terjadi PPD.
Tabel 4.7 Hubungan antara Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues
pada Ibu Primipara Usia 21 – 25 Th di Ruang BogenvileRSU Dr.
Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April - Mei Tahun 2012
Correlations
dukungan
sosial Epds
Spearman's rho dukungan sosial Correlation Coefficient 1.000 .420*
Sig. (2-tailed) . .021
N 30 30
Epds Correlation Coefficient .420* 1.000
Sig. (2-tailed) .021 .
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari tabel 4.7 didapat bahwa dari uji hasil analisa korelasi dengan
menggunakan Spearmen’s rho didapatkan hasil p (0,021) < α (0,05), yang artinya
Ho ditolak berarti ada hubungan yang signifikan antara Dukungan Sosial Suami
dengan Postpartum Blues pada Ibu Primipara Usia 21 – 25 Th di Ruang
BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April - Mei Tahun
2012 yang menunjukkan kea rah negatif dengan kekuatan korelasi sedang.
46
4.2 Pembahasan
4.2.1 Dukungan Sosial Suami
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 didapatkan bahwa dari 30
responden sebagian besar 25 orang ( 83,3 % ) responden mendukung, sebagian
kecil3 orang ( 10 % ) responden cukup mendukung, dan sebagian kecil 2 orang (
6,7 % ) responden tidak mendukung ibu pasca partum.
Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada
individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang- orangyang memiliki
hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut (As’ari, 2005). Sedangkan
pengertian dari suami itu sendiri adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-
anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga
tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat
dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator
dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan
keluarga ( chaniago, 2002). Bahwa Dukungan suami diterjemahkan sebagai sikap
penuh perhatian yang ditujukan dalam bentuk kerjasama yang baik, serta
memberikan dukungan moral dan emosional (Jacinta, 2005). Dukungan sosial
suami dapat berupa dukungan instrumental, informasi, emosional, dan
penghargaan.Variable – variable yang mempengaruhi dukungan sosial suami
yaitu keintiman, harga diri, dan ketrampilan sosial. Suami memiliki peranan yang
sangat penting dalam memberikan support atau dukungan terhadap masalah yang
dihadapi oleh pasangan hidupnya dalam hal meminimalkan stressor yang didapat
pasca bersalin, perubahan peran menjadi ibu baru. Menurut Wirawan (1991)
47
hubungan prkawinan merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang
sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan
menyelesaikan permasalahan bersama.
Pada ibu primipara di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto menunjukkan bahwa hampir sebagian kecil ( 6,7 % ) suamitidak
mendukung dalam mengasuh bayi mereka. Suami yang kurang memberikan
dukungan sosial dikarenakan antara lain : suami sudah lelah setelah pulang
bekerja seharian, lebih berfokus pada anggota keluarga yang baru, suami takut
untuk membantu ibu dalam perawatan bayi mereka (menggendong, memandikan,
mengganti popok), Ini diperkuat dengan adanya persepsi dari orang yang lebih tua
bahwa laki- laki tidak mampu merawat bayi dengan baik karena terlalu kaku serta
tidak sabaran berbeda dengan ibu yang terkesan lebih lembut dan berhati- hati.
Hal yang sering kali di anggap sepeleh oleh suami adalah dukungan sosial
penghargaan, seringkali suami menganggap hal itu terlalu kekanak- kanakkan,
ungkapan rasa sayang kepada istri dianggap sudah ditunjukkan dengan suatu
ikatan pernikahan saja tanpa harus diucapkan secara lisan misalnya dengan suatu
pujian atau semacamnya sama halnya dengan dukungan sosial informasional yang
seringkali dianggap bahwa hal ini “wanita harusnya lebih tahu dari pada laki –
laki”, sehingga suami kurang melangkan waktu untuk sharing tentang kondisi ibu
maupun si kecil. Sebagian besar ( 83,3 % )ibu primipara di ruang Bogenvile RSU
Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto menunjukkan bahwa suami mendukung
ibu pasca melahirkan, hal ini disebabkan karenasuami mempunyai empati dan
rasa sayang kepada istrinya, merasa bertanggung jawab secara psikologis dengan
48
perannya sebagai suami, suami bisa meluangkan waktunya untuk menemani istri
dalam perawatan bayi, suami membagi perhatian secara adil kepada bayi dan
ibunya. kemudian dari hasil kuesioner dukungan sosial suami menunjukkan
adanya keeratan hubungan antara suami dan ibu. Hal ini didukung dengan
besarnya dukungan sosial emosional dan instrumental dari suami, dikarenakan
suami merasa bahagia menjalani peran barunya sebagai ayah serta kecintaannya
terhadap pasangan. Dukungan yang diberikan kepada ibu menjadi satu faktor
penting yang juga mempengaruhi ibu dalam meminimalkan stressor yang didapat
pasca melahirkan karena adanya perubahan peran yang baru sebagai ibu baru.
Dengan adanya dukungan – dukungan dari lingkungan sekitar terutama dari
pasangan hidupnya yaitu suami, ibu dapat meminimalkan stressor yang
didapatnya pasca melahirkan.
4.1.3 Postpartum Blues
Berdasarkan hasil penelitian tabel 5.5 didapatkan bahwa dari 30 responden
sebagian besar 26 orang ( 86,7 % ) responden kemungkinan postpartum blues
kecil, sebagian kecil 3 orang ( 10 % ) responden mengalami postpartum bles dan
sebagian kecil lagi 1 orang ( 3,3 % ) responden mengalami kemungkinan pasti
mengalami PPD.
Postpartum Bluesadalah suatu keadaan psikologis setelah melahirkan yang
bersifat sementara dan dialami oleh kebanyakan ibu baru, muncul pada hari ke-
tiga atau ke-empat dan biasanya berakhir dalam dua minggu pasca persalinan,
ditunjukkan dengan adanya perasaan sedih dan depresi, sebagai bentuk depresi
postpartumtingkat ringan sehingga memungkinkan terjadinya gangguan yang
49
lebih berat, disebabkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru
akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi. Menurut Young dan
Ehrhardt (dalam Strong dan Devault, 1989), faktor -faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya gangguan emosional pasca persalinan ke dalam tiga kategori
yaitu biologis, psikologi dan sosial. Lima Kriteria ibu yang rentan mengalami
gangguan emosional dan membutuhkan dukungan tambahan, diantaranya yaitu
ibu primipara, wanita yang juga memiliki kesibukan dan tanggung jawab dalam
pekerjaannya, wanita yang tidak memiliki banyak teman atau anggota keluarga
untuk diajak berbagi dan memberikan perhatian terhadapnya, ibu yang berusia
remaja, setra wanita yang tidak bersuami (Bobak dan rekan-rekannya, 1994).
Pada ibu primipara di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto bahwa hanya sebagian kecil ( 10 % )ibu terkena postpartum blues.Hal
ini terjadi dimungkinkan karena ibu sudah kurang mendapatkan informasi baik
dari media televisi ataupun media cetak dalam merawat bayi mereka. Bila
dikaitkan dengan usia ibu antara 21 - 25 tahun, dikemukakanbahwa pada usia
tersebut kematangan emosi ibu masih labil, sehingga kecenderungan untuk terjadi
depresi itu ada.Selain itu dimungkinkan karena tingkat pendidikan ibu yang
menunjukkansebagian besar adalah SMA, faktor penerimaan info dipengaruhi
oleh daya pikir dan pendidikan seseorang, dimana dijelaskan bahwa semakin
terdidik seseorang akan berpengaruh terhadap pola fikir dan tingkat kedewasaan
mereka. Faktor pendidikan menentukan mudah tidaknya seeorang menyerap dan
memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Teori Green (1980), menyatakan
bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor predisposisi seseorang untuk
50
berprilaku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengetahuan seorang ibu
mempengaruhi prilaku emosidalam melewati masa- masa adaptasi psikologis
postpartum. Apabila ibu mempunyai rasa tidak percaya diri dapat memberikan
efek yang negatif dalam mekanisme coping ibu, karena kiat sukses melewati
masa- masa adaptasi psikologis postpartum adalah rasa percaya diri. Kecemasan
dan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh ibu secara tidak langsung akan
berpengaruh juga terhadap kondisi fisik dan mental bayi, sehingga bayi cenderung
rewel, mudah menangis, pencemas, dan pemurung. alasan lainnya yaituibu
yangtidak bekerja 43,3% yang hampir setengahnya, sehingga ibu cenderung
merasa sendiri merawat bayinya, sedangkan kondisi fisik ibu masih belum pulih
seutuhnya pasca bersalin. Hal ini menyebabkan stresor yang kuat dan
menimbulkan terjadinya postpartum blues. Padahal sebenarnya hal ini dapat
diminimalisir dengan adanya dukungan dari orang- orang terdekat khususnya
suami.
4.2.3 Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues
Berdasarkan Hasil analisis hubungan antara dukungan sosial suami
dengan postpartum blues di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto. Setelah data terkumpul dilakukan analisa dengan uji statistik kolerasi
Spearman Rho diperoleh nilai koefisien sebesar 0,420 dengan nilai signifikan ( p )
0,021 ( p < 0,05 ) berarti H1 diterima. H1 diterima yang artinya ada hubungan
antara dukungan sosial suami dengan postpartum blues pada ibu primipara usia
21- 25 tahun di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto
dengan kekuatan kolerasi sedang dan korelasi bertanda negatif yang artinya
51
responden mendapatkan dukungan sosial sosial tinggi cenderung menurun
kemungkinan untuk tidak terjadi postpartum blues. Hal ini didukung dengan hasil
tabulasi silang pada tabel 5.6 dari 30 responden, kategori yang dukungan sosial
suami baik sebanyak 23 responden ( 76,7 %) kemungkinan terjadi postpartum
blues kecil dan 2 orang ( 6,7 % ) responden mengalami postpartum blues.
Kategori yang dukungan sosial suami sedang sebanyak 3 orang ( 10 % )
responden tidak mengalami postpartum blues dan 0 orang ( 0 % ) mengalami
postpartum blues. Sedangkan kategori dukungan sosial suami kurang sebanyak 1
orang ( 3,3 % ) responden mengalami kemungkinan pasti mengalami PPD, 1
orang ( 3,3 % ) mengalami postpartum bleus, dan 0 orang (0 % ) responden
kemungkinan terjadi postpartum blues kecil.
Suami berperan dalam memberikan support atau dukungan terhadap
masalah yang dihadapi oleh anggota istrinya dalam melewati masa- masa adaptasi
psokologis postpartum, dimana dukungan yang dibutuhkan tidak hanya secara
fisik tapi juga moral (Yofie dalam Hawari, 2001). Selain hal tersebut, suami
dalam membuat keputusan ditentukan oleh kemampuan keluarga, tentunya hal ini
akan berpengaruh pada dukungan yang diberikan (Gillies, et all, 1989). hubungan
prkawinan merupakan hubungan akrap yang diikuti oleh minat yang sama,
kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan
menyelesaikan permasalahan bersama (Wirawan, 1991). Peran suami dalam
meminimalkan postpartum blues yaitu memahami kebutuhan istri, suami bisa
meluangkan waktunya untuk menemani istri dalam perawatan bayi, kesediaan
suami mengambil alih sebagian tugas-tugas rumah tangga yang selama ini
52
dilakukan istri, kewajiban suami membagi perhatian secara adil kepada bayi dan
ibunya. Meskipun kehadiran bayi sangat menyenangkan dan membahagiakan,
perlu di ingat bahwa ibu yang melahirkannya, dan Perlunya sentuhan fisik sangat
dirasakan pada masa-masa pasca melahirkan.
Dengan dukungan sosial suami yang baik maka ibu tidak terjadi
postpartum blues. Sehingga kualitas dukungan yang diberikan pada ibu berupa
dukungan instrumental, dukungan informatif, kemudian dukungan emosional dan
dukungan penghargaan akan berakibat pada penanggulangan coping yang baik
pada ibu dalam melewati mada adaptasi psikologisnya. Kualitas dukungan
tersebut bisa diakibatkan salah satunya oleh karena faktor internal yaitu faktor
psikologis yaitu emosi. Dukungan suami yang diberikan kepada ibu akan
mempengaruhi kondisi psikolgis ibu, sehingga ibu akan mempunyai motivasi
yang kuat untuk melewati masa adaptasi psikologis postpartum dengan baik.
Faktor eksternal contohnya saja dari segi pendidikan, semakin tinggi bangku
sekolah maka semakin maju dan luas pula pengetahuannya, dari segi usia semakin
matang usia seseorang cara serta pola berfikirnya pun akan jauh berbeda dengan
anak- anak usia remaja, dari segi pekerjaan saat ibu memiliki banyak relasi atau
teman hal ini juga dapat mempengaruhi karena bisa berbagi pengalaman dengan
orang yang lebih dulu mengalami adaptasi postpartum blues sehingga bisa
mengurangi kemungkinan untuk postpartum blues. Dari semua hal diatas, yang
paling berpengaruh yaitu pengalaman, berbeda dengan ibu primipara yang belum
pernah melewati masa- masa adaptasi psikologis postpartum, ibu multipara yang
sudah memiliki anak ke dua atau lebih mungkin lebih bisa menangani hal tersebut
53
karena dapat berkaca dari pengalaman sebelum- sebelumnya. Oleh karena itu pada
ibu primipara lebih dibutuhkan dukungan dari orang – orang terdekat khususnya
suami sebagai pendamping hidupnya agar dapat melewati masa- masa adaptasi
postpartum tersebut dengan baik dan bahagia. Namun pada intinya faktor
eksternal tidak bisa lepas dari faktor internal, sehingga jika suami memberikan
dukungan kepada ibu maka motivasi ibu akan lebih kuat yang pada akhirnya ibu
dapat terhindar dari keadaan postpartum blues, sebaliknya bila suami tidak
memberikan dukungannya, maka ibu juga lebih besar kemungkinan untuk terjadi
postpartum blues. Berdasarkan hal tersebut, bila suami mendapatkan pengetahuan
tentang kondisi yang dijalani oleh ibu dengan benar dan tepat, tidak hanya dari
petugas kesehatan saja akan tetapi melalui informasi dari media elektronik lainnya
maka suami akan memberikan dukungan penuh kepada ibu dan ibu dapat
melewati masa- masa adaptasi psikologis postpartumnya dengan baik dan
bahagia.
54
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisa data dari penelitian yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan hal- hal sebagai berikut :
1. Uji hipotesa spearman rankdiperoleh nilai koefisien sebesar 0,420 dengan
nilai signifikan ( p ) 0,021 ( p < 0,05 ) berarti H1 diterima. H1 diterima
yang artinya ada hubungan antara dukungan sosial suami dengan
postpartum blues di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto yang menunjukkan ke arah positif dengan kekuatan kolerasi
sedang.Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa dukungan suami
mempunyai peranan penting dalam menunjang keberhasilan ibu dalam
melewati masa adaptasi psikologis postpartum sehingga tidak terjadi
postpartum blues.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden
Diharapkan responden dapat meningkatkan kewaspadaan dan lebih tanggap
akan adanya gejala- gejala postpartum blues, meningkatkan pengetahuan
khususnya kaum wanita untuk dapat mempersiapkan diri menjadi seorang
ibu.
52
55
5.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan para petugas kesehatan khususnya perawat dapat memberikan
informasi tentang kesehatan untuk mencegah dan mengatasi kejadian
Postpartum Blues dan dapat memberikan perawatan kesehatan khususnya
tentang perawatan ibu Postpartum.
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya melengkapi data-data yang lebih akurat
dengan populasi yang lebih besar serta faktor-faktor lain yang berhubungan
dengan postpartum blues.
56
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2003. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta : Salemba Medika.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., Jensen, M.D. 1994. Maternity Nursing.
Missouri: The C.V. Mosby Company.
Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas: Edisi 2. Alih Bahasa oleh Andry
Hartono. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Flint Caroline. 1994. Sensitive Midwifery. Oxford: Butterworth
Heinemann.
Grinspun, D. 2005. Intervention for Postpartum Depression. Ontario:
Registered Nurses’ Association of Ontario.
Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya. Yogyakarta: Tugu.
Henderson C. dan jone K. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan (Edisi
Bahasa Indonesia). Ed. Yulianti. Jakarta: EGC
Iskandar, S.S. 2004. Depresi Pasca Kehamilan (Postpartum Blues).
http://www.mitrakeluarga.net/depresikehamilan.html.
Jensen, M.D., Bobak, I.M. 1985. Maternity and Ginecologic Care: The
Nurse and The Family. St. Louis (Missouri): The C.V. Mosby Company.
John Cox and Jeni Holden. 2003. Perinatal Mental Health, a guide to the
Edinburgh Postnatal Depression Scale. London: SW1X.
KL. Wisner, BL Parry. 2002. Depresi Postpartum Vol. 347. Jmed: CM
Piontek.
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas
(Postpartum). Jakarta: CV. Trans Info Media.
natsirasmawi.blogspot.com/2011/03/social-support-and-behavior-
toward.html
Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Medika Salamba.
57
Pusdiknakes. 2001. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan Fisiologis
Bagi Dosen Diploma III Kebidanan. Jakarta: Pusdiknakes –WHO-JHPIEGO
Saryono, Ryan Hara Permana. 2010. Depresi Pasca Persalinan, Pedoman
Lengkap Bagi Ibu Yang Akan Atau Setelah Melahirkan. Bogor: Rekatama.
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Jakarta : Andi Offset
Suparyanto.blogspot.com/2008/11/dukungan-sosial.html
55