hubungan faktor budaya organisasi dengan perilaku
TRANSCRIPT
HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU
CARING PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL
MAKASSAR
RELATIONSHIP BETWEEN ORGANIZATIONAL CULTURE AND
NURSES” CARING ATTITUDE IN FAISAL MUSLIM HOSPITAL OF
MAKASSAR
SAMILA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
TESIS
HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU
CARING PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL
MAKASSAR
SAMILA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
iii
HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU
CARING PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL
MAKASSAR
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan
Disusun dan diajukan oleh
SAMILA
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
iv
TESIS
HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU
CARING PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL
MAKASSAR
Disusun Dan Diajukan Oleh :
SAMILA
Nomor Pokok P4200211018
Telah Dipertahankan Di Depan Panitia Ujian Tesis
Pada Tanggal Agustus 2013
Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat
Menyetujui,
Komisi Penasehat
Dr. Elly L. Sjatar, S.Kp, M.Kes. . Dr. dr. Irfan Idris, M.Kes.
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana
Magister Ilmu Keperawatan, Universitas Hasanuddin,
Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp, M.Kes. Prof. Dr. Ir. Mursalim
v
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Samila
Nomor Pokok : P4200211018
Program studi : Magister Ilmu Keperawatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Agustus 2013
Yang menyatakan,
Samila
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan
dengan baik. Selama penulisan tesis penulis tidak terlepas dari berbagai
hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan dan kerjasama dari
berbagai pihak baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu dengan kerendahan hati,
perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.Sc, selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
2. Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
3. Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Magister
Ilmu Keperawatan FK.Unhas.
4. Dr.Elly.L.Sjatar,S.Kp.M.Kes sebagai Ketua Komisi Penasehat yang
telah memberikan ilmunya,meluangkan waktunya memberikan
bimbingan,arahan,koreksi dan saran sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
5. Dr. dr. Irfan Idris,M.Kes. selaku anggota Komisi Penasihat yang telah
memberikan ilmunya dan meluangkan waktunya memberikan
bimbingan, koreksi dan saran sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
vii
6. Dr.Hj.Nurhayati Ingratubun,M.Kes, selaku kepala Puskesmas
Cendrawasih Makassar yang telah memberikan izin untuk
menjalankan studi di Program Magister Keperawatan Unhas
7. Prof.Dr Syarifuddin Wahid,PhD,SpPA, selaku Direktur RSI Faisal
Makassar yang telah memberikan izin penelitian di instanssinya.
8. Kepada Ayahanda H.La Mochtar dan Bunda Hj Wa Ania, terima kasih
atas cinta kasih dan doa yang selalu diberikan.
9. Kepada Suami dan anak - anakku tercinta; atas cinta, dukungan, dan
pengertiannya yang begitu besar selama penulis mengikuti proses
pendidikan.
10. Kepada teman-temanku angkatan kedua Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan: yulia, Asmawati Sudin, Husni, Yenni, Naomi, Maudy,
Anik, Hasrat, dan lainnya yang tidak sempat disebutkan satu persatu,
atas dukungan dan motivasinya.
Penulis menyadari akan berbagai keterbatasan dan kekurangan dalam
penyusunan tesis ini, oleh sebab itu segala kritikan dan saran yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis
ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Wassalam.
Makassar, Agustus 2013
Samila
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan
dengan baik. Selama penulisan tesis penulis tidak terlepas dari berbagai
hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan dan kerjasama dari
berbagai pihak baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu dengan kerendahan hati,
perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
11. Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.Sc, selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
12. Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
13. Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Magister
Ilmu Keperawatan FK.Unhas.
14. Dr.Elly.L.Sjatar,S.Kp.M.Kes sebagai Ketua Komisi Penasehat yang
telah memberikan ilmunya,meluangkan waktunya memberikan
bimbingan,arahan,koreksi dan saran sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
15. Dr. dr. Irfan Idris,M.Kes. selaku anggota Komisi Penasihat yang telah
memberikan ilmunya dan meluangkan waktunya memberikan
bimbingan, koreksi dan saran sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
ix
16. Dr.Hj.Nurhayati Ingratubun,M.Kes, selaku kepala Puskesmas
Cendrawasih Makassar yang telah memberikan izin untuk
menjalankan studi di Program Magister Keperawatan Unhas
17. Prof.Dr Syarifuddin Wahid,PhD,SpPA, selaku Direktur RSI Faisal
Makassar yang telah memberikan izin penelitian di instanssinya.
18. Kepada Ayahanda H.La Mochtar dan Bunda Hj Wa Ania, terima kasih
atas cinta kasih dan doa yang selalu diberikan.
19. Kepada Suami dan anak - anakku tercinta; atas cinta, dukungan, dan
pengertiannya yang begitu besar selama penulis mengikuti proses
pendidikan.
20. Kepada teman-temanku angkatan kedua Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan: yulia, Asmawati Sudin, Husni, Yenni, Naomi, Maudy,
Anik, Hasrat, dan lainnya yang tidak sempat disebutkan satu persatu,
atas dukungan dan motivasinya.
Penulis menyadari akan berbagai keterbatasan dan kekurangan dalam
penyusunan tesis ini, oleh sebab itu segala kritikan dan saran yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis
ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Wassalam.
Makassar, Agustus 2013
Samila
x
ABSTRAK
Rumah sakit merupakan salah satu organisasi pelayanan dibidang
kesehatan yang memiliki budaya organisasi yang tercermin dalam visi,
misi, serta tujuan yang ingin dicapai.Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui hubungan faktor budaya organisasi dengan perilaku caring
perawat di Rumah Sakit Islam (RSI) Faisal Kota Makassar.Penelitian ini
menggunakan desain penelitian cross sectional study.Penelitian
dilaksanakan diruang instalansi rawat inap,Sampel yang diambil adalah
perawat sebanyak 57 orang.Pengambilan sampel dilakukan secara total
sampling. Pengumpulan data melalui kusioner,observasi dan
wawancara.Data dianalisis dengan menggunakan uji chisquare.
Responden yaitu sebanyak 52 (91,2%) mempersepsikan struktur
organisasi baik,sedangkan 5 (8,8%) mempersepsikan struktur organisasi
kurang. hubungan komunikasi dengan perilaku caring yaitu sebanyak 40
(95,2%) menyatakan baik sedangkan Responden yang menyatakan
komunikasi dengan perilaku caring yang kurang sebanyak 3 (20%48
(94,1%) yang mempunyai persepsi yang baik tentang reward dengan
perilaku caring sedangkan responden yang mempunyai persepsi reward
dengan caring yang kurang sebanyak 4 (66,7%). pengambilan keputusan
dengan perilaku caring yaitu sebanyak 48 (92,3%),sedangkan 4 (80%)
responden yang mempersepsikan pengambilan keputusan dengan
perilaku caring yang kurang baik. desain pekerjaan dan perilaku caring
xi
yang baik sebanyak 45 (91,8%) sedangkan responden yang mempunyai
persepsi desain pekerjaan dan perilaku caring yang kurang 7 (87,5%)
kepemimpinan dengan perilaku caring yang baik sebanyak 50 (92,6%)
sedangkan responden yang mempunyai persepsi kepemimpinan dengan
perilaku caring yang kurang sebanyak 2 (66,7%). Kesimpulan dari
penelitian ini tidak ada hugan yang bermakna antara faktor budaya
organisasi dengan perilaku caring,ada faktor lain yang perlu di teliti.
Kata kunci: Budaya organisasi,perilaku caring
xii
ABSTRAC
The hospital is one of the areas of health care organization that has a
culture that is reflected in the organization's vision, mission, and goals to
be achieved., Purpose of this study was to determine the correlation
between organizational culture with nurse caring behaviors in Islamic
Hospital (RSI) Faisal Town this Makassar.Research use cross- sectional
research design implemented study.Research the plant in the room
hospitalization, nurses sample taken is performed as many as 57 samples
in total peopel.taking sampling, data collection through questionnaire,
observation and wawancara.Data analyzed using chi-square test. as many
as 52 respondents (91.2%) perceive a good organizational structure, while
5 (8.8%) perceive less organizational structure,. communication
relationships with caring behavior as many as 40 (95.2%) respondents
stated that both states while communication with a less caring behavior of
3 (20% 48 (94.1%) who had a good perception of the reward with caring
behavior while respondents who have the perception that caring less
reward with 4 (66.7%). decision making with caring behavior that is as
much as 48 (92.3%), while 4 (80%) of respondents who perceive the
decision-making with caring behavior is not good. job design and good
caring behavior by 45 (91.8%), while respondents who perceive the design
work and less caring behavior 7 (87.5%) leadership with a good caring
behavior by 50 (92.6%), while respondents have the perception that
xiii
leadership with caring behavior that is less by 2 (66.7%).conclusion of this
study there was no significant hugan between organizational cultural
factors with caring behavior, there are other factors that need to be
investigated.
Keywords: organizational culture, caring behavior
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………… i
HALAMAN PENGAJUAN………………………………………… iii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS…………………………….... v
KATA PENGANTAR……………………………………………… vi
ABSTRAK INDONESIA………………………………………….. viii
ABSTRAK INGGRIS ……………………………………………... ix
DAFTAR ISI………………………………………………………... x
DAFTAR GAMBAR……………………………………………….. xiii
DAFTAR TABEL…………………………………………………... xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………... xvi
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………... 1
A. Latar Belakang……………………………………………….... 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………. 4
C. Tujuan Penelitian……………………………………………... 5
D. Manfaat………………………………………………………… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………. 7
A. KonsepPerilaku Caring………………………………………. 7
B. Tinjauan Budaya Organisasi................................................
1. Pengertian …………………………………………..
19
16
xv
2. Faktor yang mempengaruhi budaya organisasi ..............
C. PENELITIAN TERDAHULU………………………..................
D. KERANGKA TEORI………..................................................
BAB III KERANGKA KONSEP……………………………………..
A. Kerangka Konsep…………………………………….……….
B. Hipotesa Penelitian……………………………………………
18
29
30
32
32
33
C. Defenisi Operasional…………………………………………
BAB.IV METODE PENELITIN……………………………………..
A. Desain Penelitian……………………………………………..
B. Populasi dan Sampel…………………………………………
C. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………..
D. Teknik Pengumpulan Data……………………………..........
E. Pengolahan Data dan Analisis Data………………………..
F. Etika Penelitian………………………………………………..
34
37
37
37
38
39
42
45
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………….. 52
A. Hasil Penelitian ……………………………………………... 52
B. Pembahasan………………............................................... 63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………………………… …. 69
A. Kesimpulan…………………………………………………… 69
B. Saran ……………………………….................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Tabel 2.1. Hasil penelitian terdahulu………………… 29
2. Tabel 5.1 Tabel Karakteristik Responden.………………….
3. Tabel 5.2. Gambaran Distribusi Budaya organisasi di RSI
Faisal .....................................................................................
4. Tabel 5.3. Gambaran perilaku caring perawat di RSI Faisal
Makassar.......................................................
5. Tabel 5.4. Hub.struktur organisasi dengan perilaku caring...
6. Tabel 5.5. Gambaran Hub.Komunikasi dengan perilaku
caring perawat..............................................................
7. Tabel 5.6. Gambaran Hub.Reward dengan perilaku caring
perawat.............................................................................
8. Tabel 5.7. Gambaran Pengambilan keputusan dgn perilaku
caring perawat.....................................
9. Tabel 5.8. Gambaran Desain pekerjaan dgn Caring
perawat.................................................................................
10. Tabel 5.9. Gambaran Kepemimpinan dengan perilaku caring
perawat ...........................................................
50
55
56
57
58
58
59
59
60
61
62
xvii
DAFTAR GAMBAR
No. halaman
1. Skema 2.1. Kerangka Teori…………………. 31
2. Skema 2.2. Kerangka konsep………………………………… ... 33
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu organisasi pelayanan dibidang
kesehatan yang memiliki budaya organisasi yang tercermin dalam visi, misi, serta
tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit yakni
memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan dan
berkualitas. Kualitas pelayanan sangat ditunjang oleh perilaku atau kinerja
pemberi pelayanan, yang salah satunya adalah perawat (Pohan, 2007).
Perawat merupakan tenaga kesehatan dengan proporsi terbanyak di
rumah sakit dan memegang peranan penting dalam memberikan pelayanan
kesehatan.Kualitas pelayanan kesehatan dapat terwujud dengan pelaksanaan
asuhan keperawatan yang profesional. Profesionalisme perawat diikuti oleh
pengetahuan dan keterampilan khusus yang meliputi keterampilan intelektual,
teknikal, dan interpersonal yang pelaksanaannya harus mencerminan perilaku
caring atau kasih sayang/cinta (Johnson,1989,dalam Dwiyanti 2007).
Perilaku caring perawat merupakan salah satu perilaku anggota
organisasi yang dipengaruhi oleh budaya organisasi.Menurut Gibson (1987) dalam
Ilyas,Y (2002) ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku caring dan kinerja
yaitu meliputi Faktor individu,Faktor Psikologi,dan Faktor budaya
organisasi.Gibson (1987) dalam Ilyas Y (200) menyampaikan model teori kinerja
dan melakukan analisis terhadap sejumlah faktor yang mempengaruhi perilaku
xix
caring dan kinerja individu. Faktor individu, dikelompokan pada subvariabel
kemampuan, ketrampilan,latar belakang keluarga,pengalaman kerja, tingkat sosial
dan demografi.Faktor psikologi terdiri atas sub variabel persepsi, kepribadian,
sikap, motivasi dan kepuasaan kerja. Faktor organisasi terdiri atas sub variabel
Struktur organisasi,desian pekerjaan, kepemimpinan, dan sistem penghargaan,
Komunikasi, Pengambilan keputusan. Dari pernyataan Gibson tersebut
menjelaskan bahwa faktor organisasi seperti budaya organisasi akan berpengaruh
terhadap perilaku caring atau kinerja perawat.
Salah satu unsur penting diperhatikan dari aspek organisasi adalah
budaya organisasi. Menurut Robbin (2006) budaya organisasi mempunyai peran
penting dalam mempengaruhi setiap saat menjalankan aktivitas dan dapat
dibedakan melalui sistem yang dianut oleh anggota organisasi dalam hal ini rumah
sakit. Menurut Mangkunegara (2000) Budaya organisasi adalah seperangkat sikap,
nilai, norma, keyakinan dan perilaku yang dimiliki oleh sekelompok orang yang
dikembangkan dan dikomunikasikan dari generasi ke generasi berikutnya untuk
membina hubungan dan mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal,
sehingga secara akumulatif berfungsi untuk mempertahankan eksistensi diri dalam
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dan kinerja dan perilaku individu
dalam organisasi.
Penelitian Supiatin (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara faktor individu, organisasi dan perilaku caring perawat. Hasil
Penelitian yang dilakukan oleh Rini (2012 tentang budaya organisasi yang
berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di RSAS kota gorontalo
xx
menunjuk ada hubungan yang bermakna antara status
pernikahan,komunikasi,pelatihan,reward,pengambilan keputusan dan manajemen
dengan perilaku caring.Variabel yang paling dominan berhubungan dengan
perilaku caring perawat adalah pelatihan.
Penelitian Anjarwarni,dilanjutkan oleh purwaningsih (2003),tentang
pengaruh pelatihan perilaku caring terhadap kinerja perawat dengan jenis
penelitian quasi eksperimen, didapatkan hasil adanya peningkatan kinerja perawat
pelaksanaa secara perilaku (knowledge, psikomotor, dan afektif) setelah
penerapan faktor karatif, namun ada perbedaan kinerja perwat pelaksanaa setelah
penerapan faktor karati caring pada perawat yang diberi pelatihan caring dan
perawat yang tidak diberi pelatihan caring. Berdasarkan penelitian tersebut belum
terlihat dampak dari kinerja tersebut pada peningkatan kepuasaan pasien setelah
perawat menerapkan caring,dan belum diketahui juga kepuasaan keluarga pasien
atas perilaku caring perawat yang sudah diberikan.
Rumah Sakit Islam Faisal merupakan rumah sakit swasta milik yayasan
Rumah Sakit Islam Makassar dengan Tipe RS Utama (setara tipe B Rumah Sakit
Pemerintah) “Tenaga Keperawatannya berjumlah 102 perawat. Kualifikasi
pendidikan, S1 keperawatan 12,6%, DIII keperawatan 78,2% dan S2 0,3%.
Kapasitas tempat tidur berjumlah 395 TT. Bed Occupation Rate (BOR) RSI Faisal
pada 2010 berjumlah 66,47%, 2011 berjumlah 70,79% dan 2012 berjumlah
63,38%. (Data bidang keperawatan dan medical record RSI Faisal, 2012). tempat
tidur (BOR) Berdasarkan hasil residensi yang lalu didapatkan bahwa kepuasaan
pasien terhadap pelayanan keperawatan yaitu 70 %.
xxi
Hasil wawancara dengan kepala bidang keperawatan RSI Islam,pada saat
pengambilan data awal pasien selalu menuliskan keluhannya pada lembar kusioner
tentang kepuasan pasien. Perawat jarang memberi informasi sebelum melakukan
tindakan, kurang tanggap, kurang memperhatikan. pasien Keluhan yang
disampaikan tersebut merupakan gambaran nyata atas ketidakpuasan pasien
terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Keluhan pasien terhadap perawat
bersumber dari tidak terpenuhinya kebutuhan (bio-psiko- sosial-spiritual-kultural).
Kondisi ini dapat dihindari dengan memenuhi kebutuhan pasien yang dilandasi
perilaku caring.
Hasil penelitian Anjaswarni (2002),tentang hubungan perilaku caring
perawat terhadap kepuasaan pasien,dengan jenis diskriptif desain crossectional
didapatkan hasil 53% kepuasaan pasien diatas rata-rata. Tingkat kepuasaan klien
terhadap perilaku caring perawat telah mendekati harapan pasien. Penelitian
Novayanti Tanjung dan Salbiah (2003) tentang harapan pasien dalam kepuasaan
perilaku caring perawat dirumah sakit Deli Serdang Lubukpakam, dengan desain
penelitian deskrifsi korelasi,didapatkan hasil 94,3% pasien memiliki harapan yang
tinggi tentang perilaku caring perawat dan 78,6% pasien merasa puas terhadap
perilaku caring perawat,ini memperlihatkan adanya pengaruh harapan pasien
terhadap tingkat kepuasaan pasien pada perilaku caring perawat.
Berdasarkan latar belakang terebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian guna memperoleh informasi yang jelas tentang “Hubungan Faktor
Budaya Organisasi dengan Perilaku perawat di rumah sakit islam
Makassar.”
xxii
B. Rumusan Masalah
Fenomena yang ditemui di RSI Faisal Makassar memperlihatkan bahwa
belum optimalnya kinerja perawat didalam menerapkan asuhan keperawatan
dimana terlihat dari pengambilan data awal yang didapatkan bahwa klien masih
mempersepsikan perawat belum belum berperilaku etik dalam memberikan asuhan
keperawatan.Terkait dengan perilaku caring perawat terlihat dari keluhn klien
yang menyatakan bahwa perawat tidak ramah,kurang perhatian,kurang tanggap
terhadap keluhan klien dan kurang jelas dalam memberikan informasi mengenai
perkembangan klien.
Perilaku caring yang kurang optimal berpengaruh terhadap
ketidakpuasan pasien. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja
perawat misalnya dengan pembinaan secara langsung oleh atasan ataupun
pelatihan-pelatihan profesional keperawatan, sosialisasi, dan telaah kasus, akan
tetapi hasilnya kurang optimal. Berdasarkan fenomena yang terjadi di RSI Faisal
Makassar maka Pertanyaan penelitiannya Hubungan Faktor Budaya organisasi
dengan perilaku caring perawat di RSI, Faisal Kota Makassar.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian yaitu mengetahui hubungan faktor budaya
organisasi dengan perilaku caring perawat di Rumah Sakit Islam (RSI)
Faisal Kota Makassar.
2. Tujuan Khusus
xxiii
Tujuan khusus penelitian adalah untuk :
a. Menganalisis hubungan struktur organisasi, sebagai faktor budaya
organisasi dengan perilaku caring perawat di RSI Faisal Kota
Makassar.
b. Menganalisis hubungan komunikasi,sebagai faktor budaya organisasi
dengan perilaku caring perawat RSI Faisal Kota Makassar.
c. Menganalisa hubungan Reward sebagai faktor budaya organisasi
dengan perilaku caring perawat di RSI Faisal Kota Makassar
d. Menganalisa hubungan Pengambilan keputusan sebagai faktor budaya
organisasi dengan perilaku caring perawat di RSI Faisal Makassar.
e. Menganalisa hubungan Desain pekerjaan sebagai faktor budaya
organisasi dengan perilaku caring perawat di RSI Faisal Makassar.
f. Menganalisa hubungan Kepemimpinan sebagai faktor budaya
organisasi dengan perilaku caring perawat di RSI Faisal Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil Penelitian ini diharapkan akan melengkapi bahan penelitian
selanjutnya dalam rangka menambah khasanah akademik sehingga
berguna untuk pengembangan ilmu, khususnya bidang Manajemen Sumber
Daya Manusia.
xxiv
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pihak Rumah Sakit Islam Faisal Makassar dalam strategi yang tepat supaya
dapat meningkatkan kinerja karyawannya,dengan menggunakan budaya
organisasi dan perilaku caring perawat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
xxv
A. Konsep Perilaku Caring
Perilaku adalah bentuk nyata suatu perbuatan untuk mencapai apa yang
diinginkan, baik berupa benda atau kepuasan tertentu. Perilaku terbentuk melalui
interaksi antara individu dengan lingkungannya, di mana setiap individu memiliki
karakter masing-masing yang kemudian akan dibawanya memasuki lingkungan
yang memiliki karakteristik tertentu yaitu keteraturan yang diwujudkan dalam
susunan hirarki, pekerjaan, tugas, wewenang, tanggung jawab dan sistem imbalan
serta pengendalian. (Scott dalam Moenir, 2001:150).
Saat individu berinteraksi, maka terbentuklah perilaku. Proses interaksi
tersebut digambarkan Thoha (1995:31) sebagai berikut:
Sumber: Thoha (1995:31)
Konsep tersebut mengisyaratkan bahwa dalam organisasi memiliki
perilaku individu tertentu sebagai hasil interaksi individu tersebut dengan
organisasi. Winardi (1992:140) menyatakan bahwa perilaku pada dasarnya
berorientasi pada tujuan, dengan perkataan lain perilaku kita pada umumnya
dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai suatu tujuan spesifik tersebut.
Karakteristik individu
Kemampuan, Kebutuhan,
Kepercayaan,
Pengalaman
Pengharapan
Perilaku Dalam
Organisasi
Gambar 2 Model Umum Perilaku Individu dalam Organisasi
xxvi
Tujuan spesifik tersebut tidak secara sadar diketahui secara sadar oleh individu
yang bersangkutan".
Perilaku berkaitan dengan kemampuan dan kualitas seseorang dalam
pelaksanaan pekerjaannya untuk mengidentifikasi cara melakukan pekerjaan
dengan balk dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada dalam proses
organisasi dan pelayanan untuk mewujudkan tujuan organisasi secara efektif dan
efisien.
Siagian (1995:36) merumuskan kecenderungan perilaku negatif yang
terjadi dan harus dihindari dalam meningkatkan produktivitas kerja dan mutu
pelayanan publik yaitu :
1) Patologi yang disebabkan karena kurangnya atau rendahnya
pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai
kegiatan operasional.
Ketidakmampuan menjabarkan kebijaksanaan pimpinan,
ketidaktelitian, rasa puas diri, bertindak tanpa pikir, kebingungan,
tindakan yang "counter productive", tidak adanya kemampuan
berkembang, mutu hasil pekerjaan yang rendah, kedangkalan,
ketidakmampuan belajar, Ketidaktepatan tindakan, inkompetensi,
ketidakcekatan, ketidakteraturan, melakukan kegiatan yang tidak
relevan, sikap ragu-ragu, kurangnya imajinasi, kurangnya prakarsa,
kemampuan rendah (mediocrity), bekerja tidak produktif,
ketidakrapian dan stagnasi.
xxvii
2) Patologi yang timbul karena tindakan para anggota organisasi yang
melanggar norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Penggemukan pembiayaan, ketidakjujuran, korupsi,
tindakan yang kriminal, penipuan. kleotokrasi, kontrak fiktif, sabotase,
tata buku yang tidak benar dan pencurian.
3) Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku yang bersifat
disfungsional atau negatif.
Bertindak sewenang-wenang, pura-pura sibuk, paksaan, konspirasi, sikap
takut, penurunan mutu, tidak sopan, diskriminasi, dan kerja yang legalistik,
dramatisasi, sulit dijangkau, tidak acuh, tidak disiplin inersia, kaku (tidak
fleksibel), tidak berprikemanusiaan, tidak peka, tidak sopan, tidak peduli mutu
kinerja, salah tidak, semangat yang salah tempat, negativisme, melalaikan tugas,
tanggung jawab yang rendah, lesu darah, paperasseri, melaksanakan kegiatan
yang tidak relevan, cara kerja yang berbelit-belit (red tape) kerahasiaan,
pengutamaan kepentingan sendiri, suboptimasi, sycophanty, tampering, imperatif
wilayah kekuasaan, tokenisme, tidak profesionai, tidak wajar, melampaui
wewenang, vested interest, pertentangan kepentingan dan pemborosan
Kaitannya dengan perilaku Caring dalam ilmu keperawatan adalah ilmu
tentang kebutuhan manusia dan cara memenuhi kebutuhan dasar. Caring
merupakan esensi dari praktik keperawatan dalam memenuhi kebutuhan manusia.
Perawat sebagai caring profession harus memahami secara eksplisit dan implisit
tentang apa yang terkandung dalam caring profesional.
Caring dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dalam cara bermakna,
xxviii
dan memicu eksistensi yang lebih memuaskan. Caring merupakan suatu proses
yang memberikan kesempatan pada seseorang, baik pemberi asuhan maupun
penerima asuhan untuk pertumbuhan pribadi (Morrison & Burnard, (2007/ 2009).
Aspek utama caring menurut Morison & Burnard meliputi pengetahuan,
pengalaman, kesabaran, kejujuran, rasa percaya, kerendahan hati, harapan dan
keberanian.
Caring merupakan ilmu tentang manusia, bukan hanya sebagai perilaku
namun merupakan suatu cara sehingga sesuatu menjadi berarti dan memberi
motivasi untuk berbuat. Watson (1979) dengan teori of human care mempertegas
bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara
pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi klien sebagai
manusia. Bentuk hubungan perawat dan klien adalah hubungan yang wajib
dipertanggungjawabkan secara profesional (Tomey & Aligood, 2006).
Watson (dalam Tomey & Aligood, 2006) menyatakan caring tidak dapat
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui genetika, melainkan
melalui budaya profesi. Caring bersifat sangat personal sehingga pengungkapan
caring pada tiap klien berbeda. Persepsi transkultural yang dikemukakan
Leininger (1988, dalam Potter & Perry, 2009) menekankan pentingnya
pemahaman perawat tentang pelayanan kultural. Perawat perlu mempelajari
kebiasaan kultur yang berbeda agar dapat mengenali dan memenuhi semua
kebutuhan klien.
Caring merupakan sentral praktik keperawatan. Potter & Perry (2009)
menjelaskan bahawa caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara
xxix
manusia berfikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Klien dan
keluarga mengharapkan kualitas hubungan individu yang baik dari perawat.
Percakapan yang terjadi antara klien dan perawat pada umumnya sangat singkat
dan tidak menggambarkan adanya suatu hubungan.
Teori yang mendukung pernyataan bahwa caring merupakan sentral
praktik keperawatan dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam praktik
keperawatan adalah teori yang dikemukakan oleh Swanson. Swanson (1991,
dalam Potter & Perry, 2009) mendefinisikan bahwa caring adalah suatu teknik
perawatan dalam keterkaitan nilai dengan perasaan seseorang terhadap
commitment dan tanggung jawab teori Swanson berguna dalam memberikan
petunjuk bagaimana membangun strategi caring yang berguna dan efektif.
Caring merupakan hubungan pemberi layanan yang dapat bersifat
terbuka maupun tertutup. Perawat dan klien masuk dalam suatu hubungan yang
tidak hanya sekedar seseorang “ melakukan tugas untuk” yang lainnya. Ada
hubungan memberi dan menerima yang terbentuk sebagai awal dari saling
mengenal dan peduli antara perawat dan klien (Benner 2004, dalam Potter &
Perry, 2009).
Perilaku caring merupakan manifestasi perhatian kepada orang lain,
berpusat pada orang, menghormati harga diri dan kemanusiaan. Caring
mempunyai komitmen untuk mencegah terjadinya sesuatu yang buruk, memberi
perhatian dan konsen, menghormati kepada orang lain dan kehidupan manusia.
Caring juga merupakan ungkapan cinta dan ikatan, otoritas dan keberadaan, selalu
bersama, empati, pengetahuan, penghargaan dan menyenangkan (Dwidiyanti,
xxx
2007).
Pelaksanaan caring dalam praktik keperawatan menurut Larson (1994,
dalam Watson 2004) terdiri atas 6 dimensi. Dimensi ini meliputi kesiapan dan
kesediaan, kemampuan perawat dalam memberikan penjelasan dan memfasilitasi,
kenyamanan, tindakan antisipasi, membina hubungan saling percaya, memonitor
dan follow up kesehatan klien.
1. Kesiapan dan Kesediaan
Tujuan dari sikap ini untuk menciptakan hubungan perawat dan klien yang
terbuka saling menghargai perasaan dan pengalaman antar perawat, klien dan
keluarga. Perawat harus mematuhi dan menerima pikiran dan perasaan positif dan
negatif yang berbeda pada situasi berbeda (Larson 1994, dalam Watson 2004).
Individu merupakan totalitas dari bagian-bagian yang memiliki harga diri
didalam dirinya yang memerlukan perawatan, penghormatan, dipahami dalam
memenuhi kebutuhannya. Lingkungan yang memiliki sifat caring yang selalu
bersedia untuk membantu klien dapat meningkatkan dan membangun potensi
klien untuk membuat pilihan tindakan baik bagi dirinya (Davis, 2000).
Manifestasi perilaku perawat: memberi kesempatan pada klien untuk
mengekspresikan perasaannya, perawat mengungkapkan penerimaannya terhadap
klien, mendorong klien untuk mengungkapkan harapannya, menjadi pendengar
yang aktif, menyatakan kesediaan untuk selalu membantu dalam mengatasi
masalah klien.
Sikap ini membutuhkan kesiapan mental dan fisik dari perawat. Tahap ini
xxxi
merupakan tahap pra interaksi dalam membina hubungan terapeutik keperawatan
yang harus dipersiapkan oleh perawat (Stuart & Laraia, 2005).
2. Penjelasan dan fasilitasi
Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan
pendekatan dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan secara
sistematis. Pendekatan dan pemecahan masalah harus didasari dengan explain dan
fasilitation. Explain dan fasilitation yaitu kemampuan perawat untuk memberikan
penjelasan yang berkaitan dengan perawatan klien, pengambilan keputusan dan
pendidikan kesehatan bagi klien serta keluarga (Larson 1994 dalam Watson
2004).
Upaya pendidikan kesehatan bagi klien dan keluarga akan lebih efektif
jika dilakukan dengan hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal dalam
memenuhi kebutuhan personal dapat memberikan kesempatan untuk pertumbuhan
personal klien. Proses pembelajaran interpersonal dapat memotivasi klien untuk
bertanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri (Watson, 2004).
Manifestasi perilaku caring: klien mempunyai tanggung jawab untuk
belajar. Perawat bertanggung jawab mengajarkan klien dengan menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk pemberian pendidikan kesehatan sesuai
kebutuhan klien. penjelasan keluhan dan tindakan yang dilakukan secara rasional
dan ilmiah, meyakinkan klien tentang kesediaan perawat untuk memberikan
informasi, melakukan proses keperawatan sesuai dengan masalah klien,
memenuhi kebutuhan klien dan keluarga, membantu keputusan pemecahan
masalah secara ilmiah dalam menyelenggarakan pelayanan berfokus pada klien,
xxxii
melindungi klien dari praktik yang merugikan, menjadi mediator antara klien
dengan anggota kesehatan lainnya (Stuart & Laraia, 2005).
3. Kenyamanan
Perawat membantu klien mendapatkan kebutuhan dasar dengan caring
dengan memperhatikan kenyamanan klien. Larson (1994 dalam Watson 2004)
mengemukakan perawat harus mempunyai kemampuan comfort dalam memenuhi
kebutuhan dasar klien meliputi fisik, emosional, dengan penuh penghargaan.
Pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar harus dicapai terlebih dahulu
sebelum beralih ketingkat selanjutnya. Kebutuhan klien yang paling mendasar
adalah makan, minum, eliminasi, dll. Kebutuhan klien tinggkat tinggi adalah
psikososial yaitu kemampuan aktivitas dan seksual. Kebutuhan aktualisasi
tertinggi adalah kebutuhan intra dan interpersonal (Webster, 2001)
Manifestasi perilaku caring perawat: bersedia membantu kebutuhan
activity daily living (ADL) dengan tulus dan menyatukan perasaan bangga dapat
menolong klien, menghargai dan menghormati privacy klien, menunjukkan
kepada klien bahwa klien orang yang pantas dihormati dan dihargai (Stuart &
Laraia, 2005).
4. Tindakan Antisipasi
Perawat harus memiliki sikap anticipates dalam perilaku caring.
Pelaksanaan caring dalam dimensi ini adalah melakukan pencegahan dan
mengantisipasi perubahan-perubahan yang tidak dinginkan dari kondisi klien.
Perawat dapat menyiapkan sesuatu yang dibutuhkan bila hal itu terjadi (Larson
1994, dalam Watson 2004). Perawat harus dapat belajar menghargai
xxxiii
kesensitifitasan perasaan klien dan dirinya sendiri. Sensitif terhadap diri sendiri
akan menjadikan lebih sensitif terhadap orang lain dan menjadi lebih tulus dalam
memberikan bantuan kepada orang lain, lebih empati dalam proses interpersonal
perawat dan klien (Clark, 2003).
Manifestasi perilaku caring perawat: sikap empati, tenang dan sabar,
menemani dan mendampingi klien, menempatkan dalam posisi klien, ikut
merasakan dan prihatin terhadap ungkapan penderitaan yang di ungkapkan oleh
klien, memahami perilaku klien baik perilaku positif dan negatif dengan
mengidentifikasi kebutuhan psikologis klien. Gangguan biologis dapat disebabkan
oleh adanya ganguan psikologis dan biologis itu sendiri (Stuart & Laraia, 2005).
5. Membina Hubungan Saling Percaya
Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan harus dapat membina
hubungan saling percaya dengan klien. Larson (1994, dalam Watson 2004)
mengemukakan perilaku caring perawat harus mencerminkan trusting
relationship yaitu kemampuan perawat membina hubungan interpersonal dengan
klien, menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap klien, dan selalu memahami
klien sesuai kondisinya.
Perawat dalam membina hubungan interpersonal dengan klien harus
memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati. Sikap ini
merupakan hubungan saling menguntungkan dan sangat penting bagi
terbentuknya transcultural caring. Transcultural caring merupakan sikap antara
perawat dan klien yang dapat meningkatkan penerimaan, perwujudan perasaan
positif dan negatif (Clark, 2003). Pendapat ini didukung oleh Potter & Perry
xxxiv
(2009) mengemukan hubungan saling percaya diawali dengan belajar membangun
dan mendukung pertolongan-kepercayaan, hubungan caring, melalui komunikasi
yang efektif dengan klien.
Manifestasi perilaku caring perawat: congruence, emphaty, non posesive
warmth dan effective communication. Congruence berarti hadir secara fisik, jujur,
nyata dan alami. Emphaty adalah kemampuan untuk merasakan dan memahami
persepsi dan perasaan klien. Non posesive warmth diperlihatkan dengan volume
suara yang sedang, sikap tenang, postur badan dan wajah yang terbuka.
Komunikasi yang efektif memiliki aspek kognitif, afektif dan respon
perilaku. Mengenalkan diri saat awal kontak, meyakinkan klien tentang
kehadirannya bahwa perawat adalah orang yang siap menolong setiap dibutuhkan,
mengenali kebiasaan klien, hobi atau kesukaan klien, bersikap hangat, bersahabat,
dan menyediakan waktu bagi klien untuk mengekspresikan perasaan dan
pengalamanya melalui komunikasi yang efektif, serta menjelaskan setiap tindakan
yang dilakukan (Stuart & Laraia, 2005).
6. Memonitor dan Follow Up Kesehatan Klien
Pengenalan pengaruh lingkungan non fisik dan fisik perawat harus
menjamin kemampuan profesionalnya dan keamanan tindakan keperawatan dalam
membimbing dan mengawasi klien. Perilaku ini menurut Larson (1994 dalam
Watson, 2004) adalah monitors dan follows. Perawat membuat pemulihan suasana
pada semua tingkatan fisik maupun non fisik yang bersifat suportif, protektif, dan
korektif. Perawat juga perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan
eksternal klien terhadap kesehatan/kondisi penyakit klien.
xxxv
Manifestasi perilaku caring perawat: meningkatkan kebersamaan,
keindahan, kenyamanan, kepercayaaan dan kedamaian dengan cara; menyetujui
keinginan klien untuk bertemu dengan pemuka agama dan menghadiri
pertemuannya, bersedia mencarikan alamat dan atau menghubungi keluarga yang
ingin ditemui oleh klien. Menyediakan tempat tidur yang selalu rapih dan bersih,
menjaga kebersihan dan ketertiban ruang perawatan, melakukan kunjungan rumah
saat klien pulang (Stuart & Laraia, 2005).
B. Konsep Budaya Organisasi
1. Pengertian
Terminologi budaya organisasi pada dasarnya sudah dikemukakan
beberapa ahli, diantaranya Triguno (1909:3) mendefinisikan budaya organisasi
yaitu suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang
menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan
suatu kelompok atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap, perilaku,
kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau
bekerja.
Budaya Organisasi tidak muncul begitu saja, tetapi harus diupayakan
melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya
manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-teknik pendukung.
Budaya Organisasi merupakan landasan untuk merubah cara kerja lama menjadi
cara kerja baru yang berorientasi untuk memenuhi kebutuhan dan memberi
kepuasan kepada masyarakat.
xxxvi
Dikemukakan Paramitha (1986:89) bahwa, budaya organisasi adalah
sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan efisiensi kerja dan kerja sama manusia yang dimiliki oleh suatu
golongan masyarakat. Budaya organisasi pegawai dalam organisasi publik
menjadi persoalan utama dalam pelayanan publik. Jika organisasi ingin tetap
bertahan dan bersaing dengan lingkungan manajemen yang sempurna, harus
memusatkan lebih banyak perhatiannya pada usaha mengenali sumber daya
pegawai dengan latar belakang budayanya agar mampu mewujudkan tujuan
organisasi.
Hidayat (1996:87-88) mengemukakan bahwa pada umumnya organisasi
sering menghadapi tiga masalah yang meliputi kurang efektif, inefisien dan mutu
pelayanan yang kurang. Budaya yang berorientasi kepada pencapaian target
merupakan salah satu ciri dari organisasi birokrasi. Ciri lainnya yaitu adanya
budaya peran artinya semua pekerjaan dilakukan secara rutin, teratur dan
sistematik; kekuatan dana dan kewenangan disalurkan melalui peraturan dan
prosedur.
Kombinasi budaya yang berorientasi kepada target dan peran tersebut
membentuk suatu sikap pandang yang mengacu kegiatan (activity) dan
pertanggungjawaban (accountability). Kelemahan dari kedua sikap tersebut
adalah bahwa aspek hasil (result) dan aspek mutu pelayanan kurang mendapat
porsi yang sesuai. Sikap pandang dan praktek manajemen yang kurang mengacu
pada hasil (result oriented) serta budaya yang berorientasi pada target telah
menjadi faktor penyebab rendahnya mutu pelayanan. Kekuatan kerja dapat
xxxvii
menaklukkan individualisme dan mampu menyesuaikan dengan kebutuhan
komunitas lingkungan yang bersandar pada norma-norma budaya organisasi yang
dianut dalam organisasi melalui aktualisasi sikap dan perilaku bekerja (Ndraha,
1999:189).
Paramitha (1986:76) membagi budaya organisasi menjadi :
a. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan
dengan kegiatan lain seperti bersantai atau semata-mata memperoleh
kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa
melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.
b. Perilaku pada waktu bekerja seperti : rajin, berdedikasi bertanggung
jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk
mempelajari tugas kewajibannya, suka membantu sesama karyawan,
atau sebaliknya
Setiap dan semua organisasi merupakan kumpulan sejumlah manusia
sebagai anggota organisasi, termasuk di dalamnya para pemimpin (manajer),
setiap hari saling berinteraksi satu sama lain,baikdalam melaksanakan pekerjaan
maupun kegiatan diluar pekerjaan. Interaksi itu yang bersifat formal dan informal,
hanya akan berlangsung harmonis dalam arti efektif dan efesien apabila setiap
anggota organisasi menerima, menghormati dan menjalankan nilai-nilai atau
norma-norma tertentu yang sama di dalam organisasi.
Nilai-nilai atau norma norma sebagai unsur budaya manusia itu hidup
dan berkembang secara dinamis sesuai dengan kondisi organisasi dan menjadi
kendali cara berpikir, bersikap dan berprilaku hidup bersama dalam kebersamaan
xxxviii
sebagai sebuah organisasi. Nilai-nilai atau norma-norma itulah yang kemudian
menjadi budaya organisasi.
Robbin (2006) mendefinisikan budaya organisasi (organizational
culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota
yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Sedangkan
budaya organisasi menurut Barry Cushway dan Derek Lodge (1995; dalam
Nawawi, 2003) adalah suatu kepercayaan dan nilai-nilai yang menjadi falsafah
utama yang dipegang teguh oleh anggota organisasi dalam menjalankan atau
mengoperasionalkan kegiatan organisasi.
2. Faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi
Budaya organisasi terdiri atas sejumlah karakteristik yang menjadi basis
bagi sikap pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai
organisasi,bagaimana segala sesuatu dilakukan di dalamnya dan cara para anggota
diharapkan berprilaku.
Caring merupakan aplikasi dari proses keperawatan sebagai bentuk
kinerja yang ditampilkan oleh seorang perawat. Gibson, James, & John (2000)
mengemukakan 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja individu meliputi
faktor individu, psikologis, dan organisasi.
1. Faktor individu
a. Kemampuan; adalah kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas
dalam suatu pekerjaan. Setiap individu mempunyai kemampuan yang
xxxix
berbeda-beda memiliki kemampuan berfikir. Kemampuan individu
tersusun atas beberapa faktor yaitu : Kemampuan intelektual; Kemampuan
fisik dan Kemampuan spiritual
b. Ketrampilan, seorang manajer perlu mengetahui kemampuan dan
keterampilan dari karyawan yang diperlukan untuk menjalankan sebuah
pekerjaan yang efektif. Informasi ini digunakan dalam mendefenisikan
persyaratan kerja untuk seleksi dan penempatan, menetapkan jalur karier,
merencanakan desain organisasi, menentukan kebutuhan pelatihan dan
kadang-kadang membuat evaluasi pekerjaan. Analisis pekerjaan
menentukan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan dengan
mengartikan perilaku yang dibutuhkan. Kemampuan dan keterampilan
yang dimiliki oleh karyawan harus dapat dianalisis lebih lanjut sebagai
timbangan yang perlu dalam penerapan secara operasional
c. Latar belakang keluarga, pengaruh tanggung jawab keluarga berbeda
antara pria dan wanita. Pria dengan beban keluarga tinggi berhubungan
dengan peningkatan jam kerja yang lebih tinggi dibandingkan pria dengan
beban keluarga yang rendah. Sebaliknya efek yang berlawanan terjadi
pada wanita, karena beban kerja yang tinggi akan mengurangi jam kerja
perminggu, sedangkan beban keluarga yang rendah meningkatkan jam
kerja (Shye, 1991) dalam Suarli, S (2009). Weisman dan Teitelbaum
(1987) dalam Suarli, S (2009), menemukan bahwa perbedaan efek dari
variabel keluarga pada pria dan wanita adalah komponen utama dalam
keseluruhan perbedaan jenis kelamin dalam jam kerja perminggu.
xl
d. Pengalaman tingkat sosial, pengalaman adalah apa yang didapatkan
individu karena proses interaksi dengan lingkungannya. Lingkungan
adalah tempat dimana individu tersebut berinteraksi, dan interaksi yang
dilakukan oleh seseorang dengan lingkungannya merupakan cerminan dari
perilaku atau interaksi individu tersebut. Individu berinteraksi dengan
lingkungannya dalam kegiatan pekerjaan, kepentingan pribadi ataupun
kepentingan yang lain. Beberapa penelitian menyatakan kemampuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh individu tidak jarang didapatkan dari
pengalaman individu tersebut setelah menggeluti pekerjaannya dalam
jangka waktu yang lama dan akhirnya akan menunjukkan kinerja yang
baik.
e. demografi
2. Faktor psikologis
a. Persepsi
Adalah sebagai tanggapan/penerimaan langsung dari sesuatu; proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui penginderaannya. Persepsi adalah
proses dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan
pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman
psikologi.
Persepsi juga diartikan sebagai suatu proses dimana individu-
individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar
memberi makna kepada lingkungan mereka. Persepsi dapat juga dilihat dari
proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi
xli
tentang lingkungannya, baik lewat pendengaran, penglihatan, penghayatan,
perasaan danb penciuman. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengembangan persepsi antara lain :
(1) Psikologi, yaitu persepsi individu tentang apa yang terjadi di dunia ini
(2) Famili; yaitu pengaruh besar dari keluarga termasuk orang tua yang
telah mengembangkan suatu cara yang baik
(3) Kebudayaan
b. Sikap
Sikap adalah evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang yang
relative konsisten terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap dapat juga diartikan
sebagai suatu perasaan yang timbul pada diri seseorang terhadap objek, baik
sebelum dan sesudah melihat, merasakan dan menikmati objek tersebut
(Husein Umar, 1998) dalam wibowo, (2011)
c. Motivasi
Motivasi adalah cara mendorong semangat kerja seseorang agar
mau bekerja dengan memberikan secara optimal kemampuan dan keahliannya
guna mencapai tujuan organisasi. Motivasi adalah suatu kekuatan yang
dihasilkan dari keiunginan seseorang, untuk memuaskan kebutuhannya.
(Wayne F.Cascio). Motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi
perilaku seseorang supaya mengarah kepada tercapainya tujuan organisasi.
(Berelson dan Steiner)
Motivasi menjadi penting karena dengan motivasi diharapkan setiap
karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktifitas yang
xlii
tinggi. Perilaku seseorang dipengaruhi dan dirangsang oleh keinginan,
pemenuhan kebutuhan serta tujuan dan kepuasan kerjanya.
3. Faktor organisasi
a. Struktur Organisasi
Struktur organisasi terdiri dari hubungan pekerjaan dan kelompok
pekerjaan yang relatif tetap dan stabil.Tujuan utama strukturorganisasi ialah
untuk mempengaruhi perilaku individu dan kelompok sehingga dapat mencapai
prestasi yang efektif.Ada empat keputusan manajerial yang penting dalam
menentukan struktur organisasi. Keputusan itu adalah ;
1) Pembagian kerja ; Pemilihan keseluruhan tugas menjadi tugas dan
pekerjaan yang lebih kecil, sebenarnya bergantung pada keuntungan
tekhnis dan ekonomis dari spesialisasi pekerjaan.
2) Pendelegasian wewenang ; memungkinkan untuk mengambil keputusan
dan menuntut ketaatan tanpa persetujuan pimpinan lebih tertinggi.
Setiap individu dalam sebuah organisasi, baik manajer maupun bukan
manajer, memiliki wewenang tertentu.
3) Departementalisasi pekerjaan menjadi kelompok-kelompok ;
Pengelompokan pekerjaan menjadi departemen, mengharuskan
diadakannya seleksi dasar umum, sehingga bisa mengevaluasi
keefektifan organisasi secara menyeluruh.
4) Rentang kendali
Keempat keputusan penting itu saling berhubungan dan saling
bergantung, meskipun masing-masing mengandung masalah khusus trtentu
xliii
yang dipandang terpisah satu sama lain.
b. Desain pekerjaan
Desain pekerjaan adalah hasil analisis pekerjaan.Dalam desain
pekerjaan dikhususkan tiga ciri pekerjaan yaitu :
1) Cakupan ;Cakupan pekerjaan (job range) mengacu pada jumlah tugas
yang dilakukan seseorang pemegang pekerjaan
2) Kedalaman;(depth); yaitu jumlah kebijaksanaan yang dipunyai
individu untuk menentukn aktivitas dan hasil kerja.
3) Hubungan kerja ;Ditentukan oleh keputusan para manejer berdasarkan
departementalisasi dan rentang kendali.Manajer bertanggung jawab
untuk mengkoordinasikan kelompok yang dibentuk sesuai dengan
tujuan organisasi.
c. Kepemimpinan
Kepemimpinan universal sifatnya, ia selalu ada dan senantiasa
diperlukan pada setiap usaha bersama manusia. Kepemimpinan merupakan
kunci pembuka bagi suksesnya sebuah organisasi. Kepemimpinan kadangkala
diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan membuat keputusan.
Menurut Geoge R.Terry kepemimpinan adalah aktivitas untuk
mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan menurut Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, (1997) dalam
Ilyas Y (2001), Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktifitas
individu atau kelompok untuk mencapai untuk mencapai tujuan dalam situasi
tertentu, ( Ilyas Y, 2001).
xliv
Menurut Hersey dan Blanchart, kepemimpinan adalah setiap upaya
seseorang yang mencoba untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau
kelompok, upaya untuk mempengaruhi tingkal laku ini bertujuan mencapai
tujuan perorangan ataupun tujuan organisasi. Dari pengertian kepemimpinan
diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah bagian penting dari
manajemen, sehingga para manajer harus merencanakan dan
mengorganisasikan dengan baik. Menurut Chapman, 1997 variabel-variabel
kepemimpinan antara lain:
(1) Memiliki kemampuan dalam berkomunikasi; setiap pemimpin harus
mampu memberikan informasi yang jelas dan mempunyai kemampuan
berkomunikasi yang baik dan lancar. Komunikasi yang baik dan lancar
akan memudahkan bawahan guna menangkap apa yang dikehendaki oleh
pemimpin baik itu jangka panjang ataupun jangka pendek.
(2) Memiliki kemampuan memotivasi bawahannya, baik itu motivasi finansial
maupun non finansial. Perhatian seorang pemimpin sangat berarti bagi
bawahannya, karyawan/bawahan akan mera diperhatikan oleh pimpinan
sehingga akan memberikan suasana yang kondusif bagi keberhasilan
perusahaan
(3) Memiliki kemampuan memimpin, tidak semua orang mampu memimpin
karena berkaitan dengan bakat seseorang. Kemampuan seseorang dalam
memimpin itu berbeda-beda dan dapat dilihat dari gaya kepemimpinan
mereka, apakah gaya kepemimpinanya otokratik, partisipatif atau bebas
kendali, dan masing-masing gaya kepemimpinan ada kelebihan dan
xlv
kekurangannya
(4) Memiliki kemampuan mengambil keputusan, seorang pemimpin harus
memiliki kemampuan mengambil keputusan berdasarkan fakta dan
peraturan yang berlaku diperusahaan serta keputusan yang diambil
tersebut mampu memberikan motivasi kepada karyawan untuk bekerja
lebih baik bahkan mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan
produktivitas kerja.
(5) Memiliki kekuasaan yang positif, seorang pemimpin dalam menjalankan
perusahaan meskipun dalam gaya kepemimpinan yang berbeda-beda tentu
saja harus memberikan rasa aman bagi karyawan/bawahan yang bekerja
positif.
Beberapa jenis keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin adalah :
(a) Keterampilan teknis; yaitu keterampilan yang mengacu pada
pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam menjalankan suatu
proses atau tehnik. Keterampilan tehnik berfokus pada benda.
(b) Keterampilan manusiawi; yaitu kemampuan bekerja secara efektif
dengan orang-orang yang membina tim. Setiap pemimpin memerlukan
keterampilan manusiawi yang efektif. Keterampilan manusiawi
berfokus pada orang.
(c) Keterampilan konseptual; yaitu kemampuan untuk berfikir dalam
kaitannya dengan model, kerangka, hubungan yang luas seperti
rencana jangka panjang dan jangka pendek.keterampilan konseptual
xlvi
berurusan dengan gagasan.
Sifat-sifat kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
menurut Edwin Ghiselli adalah:
(a) Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas atau
melaksanakan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengawasan
dan pengarahan pekerjaan orang lain.
(b) Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian
tanggung jawab, dan keinginan sukses
(c) Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan daya fikir
(d) Ketegasan atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan
dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat
(e) Kepercayaan diri atau pandangan terhadap dirinya sebagai
kemampuan menghadapi masalah.
(f) Inisiatif/kemampuan untuk bertindak dan tidak bergantung
mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara
baru atau inovasi.
d. Sistem penghargaan ( Reward )
Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan kinerja adalah
melalui kompensasi. Kompensasi biasa didefenisikan sebagai sesuatu yang
diterima oleh karyawan sebagai imbalan jasa atas pekerjaan mereka. Akan
tetapi sebelum kompensasi diberikan , terlebih dahulu dilakukan proses
kompensasi yaitu suatu jaringan berbagai subproses untuk memberikan balas
jasa kepada karyawan untuk pelaksanaan pekejaan dan untuk memotivasi
xlvii
karyawan agar mencapai tingkat prestasi yang diinginkan (Husein Umar, 1998)
dalam Wibowo,(2011).
Dari sudut kepentingan karyawan, Karyawan harus mendapatkan
perhatian yang baik dari pihak manajemen perusahaan, dimana besar kecilnya
kompensasi yang mereka terima memungkinkan bertahan untuk bekerja
diperusahaan tersebut. Dari sudut kepentingan organisasi, tentang kemampuan,
pengetahuan dan keterampilan, serta waktu dan tenaga para karyawan dapat
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga organisasi
dapat bertumbuh dan berkembang, baik dalam arti kuantitatif maupun
kualitatif.
Maka dari itu sistem kompensasi yang baik adalah sistem
kompensasi yang mampu menjamin kepuasan kerja karyawan sehingga akan
memotivasi kinerja karyawan nantinya. Ketidakpuasan karyawan terhadap
kompensasi yang diterima dari organisasi dalam bekerja akan memberikan
dampak yang tidak baik berupa keluhan yang cenderung negatif, produktifitas
kerja yang menurun, tingkat kemangkiran tinggi, mogok kerja dan lain-lain jika
tidak cepat diatasi.
Menurut Sunarto (2006), penghargaan dapat berupa kompensasi
yang terdiri atas :
(1) kompensasi finansial yakni sesuatu yang diterima oleh karyawan
dalam bentuk gaji, upah, bonus, premi, tunjangan hari raya,
pengobatan, jaminan kesehatan asuransi dan lain-lain.
(2) Kompensasi nonfinasial, sesuatu yang diterima karyawan selain dalam
xlviii
bentuk uang. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan karyawan
dalam jangka panjang, seperti program-program pelayanan bagi
karyawan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang
menyenangkan seperti kreasi, tempat ibadah, kafetaria, hubungan
dengan teman kerja atau atasan yang lebih baik, penghargaan prestasi
kerja, promosi jabatan dan sarana kesehatan dan keselamatan.
Tujuan pemberian kompensasi :
a) Bagi tenaga kerja; dengan adanya kompensasi tenaga kerja akan
mendapatkan keuntungan finansial dan nonfinansial
b) Bagi perusahaan; meningkatkan kepuasan dan produktivitas kerja
karyawan agar tenaga kerja termotivasi untuk bekerja lebih
semangat, lebih disiplin dan lebih cepat.( Wibowo, 2011)
e. Komunikasi (Communication).
Komunikasi merupakan proses penyampaian dan pertukaran
informasi dari pengirim kepada penerima, baik secara lisan, tertulis maupun
menggunakan alat komunikasi. Komunikasi memiliki peranan yang penting
dalam membentuk organisasi yang efektif dan efisien. Informasi yang akurat,
jujur, mengenai suatu pekerjaan selama proses perekrutan dan seleksi,
memberikan asumsi dan nilai bagi karyawan, sehingga berpengaruh terhadap
motivasi dan kinerja karyawan (Robbins & Judge, 2008).
Komunikasi merupakan kumpulan dari individu yang berinteraksi
satu sama lain sehingga masalah komunikasi memegang peran sentral.
xlix
Komunikasi yang baik menciptakan saling pengertian dan akan memperkuat
kohesi dan tercapainya tujuan-tujuan kelompok yang berdampak pada tujuan
organisasi (Sopiah, 2009).
Komunikasi berfungsi sebagai pengendali perilaku anggota. Fungsi
ini berjalan ketika karyawan diwajibkan untuk menyampaikan keluhan terkait
dengan pelaksanaan tugas kewajiban kayawan itu didalam perusahaan.
Karyawan juga akan termotivasi dalam meningkatkan kinerja, jika karyawan
diberikan informasi tentang seberapa baik hasil kerja dan cara untuk
meningkatkan kinerjanya (Sully & Dallas, 2005)
Hasil riset Rodwell et.al. (1998) menyimpulkan bahwa ada hubungan
positif dan signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap praktik
komunikasi organisasional dengan kinerja karyawan. Pendapat ini didukung
oleh Sulistyo (2009) menekankan terdapat pengaruh yang signifikan antara
komunikasi organisasional terhadap kinerja karyawan.
Komunikasi dapat berperan sebagai pengungkapan emosi. Anggota
kelompok dapat menunjukkan rasa kekecewaan atau kepuasan karyawan
melalui komunikasi. Komunikasi juga berperan sebagai pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Informasi yang didapat melalui komunikasi dapat
dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan baik secara individu maupun
kelompok (Sopiah, 2009).
f. Pengambil keputusan
Decision making (pengambil keputusan) merupakan proses
identifikasi permasalahan dan peluang, serta pemilihan alternatif pemecahan
l
masalah. Pelibatan pihak lain dalam pengambilan keputusan berperan dalam
pembelajaran individu dan organisasi. Individu merasa perusahaan
membutuhkan dirinya, dan nilai ini memotivasi karyawan tersebut untuk
meningkatkan kinerjanya (Daft,2008).
Peraturan dan kebijakan merupakan hasil dari pengambilan
keputusan. Peraturan dan kebijakan mulai dari level yang tertinggi sampai
terendah dapat kondusif bagi karyawan untuk meningkatkan kinerja atau
sebaliknya. Peraturan yang bersifat bottom up dapat membuat karyawan lebih
apresiatif karena merasa dilibatkan dalam pembuatan aturan tersebut.
Karyawan akan merasa berkewajiban untuk melaksanakan aturan-aturan
tersebut (Sopiah, 2009).
Dimensi ini fokus pada bagaimana kebijakan dibuat dan konflik
dipecahkan. Kebijakan dan keputusan tersebut apakah dilakukan secara tepat
atau lambat, apakah organisasi bersifat birokratis, apakah pembuat keputusan
bersifat sentralis atau desentralisasi. Riset oleh Ricardo, Ronald, & Jolly (2003)
mendapatkan hasil ada pengaruh antara pengambilan keputusan terhadap
peningkatan budaya organisasi.
C. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Rini Fahriani Zees
1 Judul Analisis Faktor budaya organisasi yang berhubungan dengan
perilaku caring perawat pelaksana
Teknik Teknik yang digunakan adalah SPSS dalam menganalisa data
li
Variabel Budaya organisasi, Perilaku caring
Hasil Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
status pernikahan, komunikasi, pelatihan, reward, pengambilan
keputusan, dan manajemen dengan perilaku caring perawat
2 Peneliti Purwaningsih
Judul Pengaruh pelatihan perilaku caring terhadap kinerja perawat
pelaksana
Jenis
Penelitian
Quasi Eksperimen
Variabel Perilaku caring
Kinerja perawat
Hasil Hasil yang didapatkan adanya pebedaan antara perawat yang telah
mendapatkan pelatihan caring dan yang tidak mendapat
pelatihan,dimana perawat yang mendapat pelatihan terjadi
peningkatan kinerja dibandingkan dengan yang tidak mendapat
pelatihan caring.
3. Penelitian Anjaswarni
Judul Hubungan perilaku caring perawat terhadap Kepuasaan Pasien
Jenis
Penelitian
Diskriptif Crossectional
Hasil Hasil yang didapatkan belum diketahuinya kinerja perawat dalam
melaksanakan penerapan caring pada pasien
4 Peneliti M.Hanafi AL.Rizal
Judul Pengaruh budaya organisasi dan kepuasan kerja
terhadap kinerja karyawan
Teknik Simple random sampling dengan metode peneiltian
analisis regresi linear berganda
Hasil Hasil mnunjukkan bahwa budaya organisasi
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan
5 Penelitian Budaya organisasi dan kepuasan kerja perawat
lii
Jenis penelitian
Variabel
Hasil Penelitian
Deskripsi Korelasi
Budaya organisasi
Kepuasan kerja perawat
Hasil yang didapat ada hubungan budaya organisasi
dendan kepuasan kerja perawat pelaksana.
D. Kerangka Teori
Perawat dalam berperilaku caring dipengaruhi oleh faktor individu,
psikologi dan budaya organisasi.Watson (2004) menyatakan caring perawat tidak
dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi: melalui genetika melainkan,
melalui budaya profesi. Budaya organisasi menurut Gibson, Ivancevich dan
Donnelly (1985) yang dapat mempengaruhi perilaku meliputi Komunikasi,
Struktur Organisasi, Reward, Pengambilan keputusan, Desain Pekerjaan selain
faktor budaya organisasi, yang bisa mempengaruhi perilaku caring perawat
sebagai wujud kinerjanya meliputi; Karakteristik individu,dan psikologi. Kerangka
teoritis dapat dilihat pada skema berikut .
Skema 2.1. Kerangka Teori
Faktor Budaya Organisasi
1.Komunikasi
2.Struktur Organisasi
3.Pengambilan Keputusan
4.Reward
liii
BAB III
KERANGKA KONSEP
Faktor Psikologi
1.Persepsi
2.Sikap
3.Motivasi
4.Kepuasan Kerja
(Gibson,James,& John 2000)
Faktor Individu
1.Kemampuan dan Ketrampilan
2.Latar belakang keluarga
3.Tingkat sosial
4.Demografi
(Gibson,James,& John 2000)
liv
A. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual penelitian merupakan suatu hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti.
Kerangka konsep berguna untuk menghubungkan atau menjelaskan secara
panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas (Setiadi, 2007). Kerangka ini
didapatkan dari konsep ilmu/ teori yang dipakai sebagai landasan penelitian pada
tinjauan pustaka.
Hasil kajian literatur pada tinjauan pustaka, caring dalam asuhan
keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan. Faktor yang mempengaruhi kinerja perawat salah satunya
adalah budaya organisasi. Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas (independent) adalah budaya organisasi.
Budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut
oleh para anggota dan dapat mempengaruhi perilaku karyawan. Penelitian ini akan
mengelompokkan faktor budaya organisasi menjadi 5 sub variabel meliputi;
Struktur Organisasi, Desain Pekerjaan, Kepemimpinan, Reward, komunikasi,
pengambilan keputusan, (Gibson,ivanelly,Dannelly 1985).
2. Variabel terikat (dependent) adalah perilaku caring.
Perilaku caring merupakan esensi dari praktik keperawatan sehingga
mempunyai arti yang dalam terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Pada
penelitian ini, perilaku caring akan dikelompokkan menjadi 6 indikator yang
meliputi kesiapan dan kesediaan, penjelasan dan fasilitasi, tindakan antisipasi,
tindakan kenyamanan, membina hubungan saling percaya, memonitor dan follow
lv
up kesehatan klien (Larson, 1998 & dalam Watson 2004).
3. Variabel confounding (variabel pengganggu)
Yaitu karakteristik perawat dengan sub variabel; umur, jenis kelamin,
pendidikan, status pernikahan, dan lama kerja (Gibson, James, & John, 2000).
Variabel ini merupakan faktor yang memiliki kontribusi terhadap budaya
organisasi dan perilaku caring perawat.
Variabel yang akan diteliti digambarkan dalam skema.
Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Variable Independen Variable Dependen
Budaya Organisasi :
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan alternatif dugaan jawaban yang dibuat
1. Srtuktur Organisasi
PERILAKU
CARING
PERAWAT
KINERJA 2. Desain Pekerjaan
3. Kepemimpinan
5. Komunikasi
4. Reward
6. Pengambil Keputusan
Karakteristik Perawat
Variable Confounding
lvi
oleh peneliti bagi masalah yang diajukan dalam penelitian. Arikunto (2010)
menjelaskan dugaan jawaban yang dibuat peneliti merupakan kebenaran yang
sifatnya sementara yang akan diuji dengan data yang dikumpulkan melalui
penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini meliputi:
1. Ada hubungan antara komunikasi, sebagai faktor budaya organisasi dengan
prilaku caring perawat
2. Ada hubungan antara pengambilan keputusan sebagai faktor budaya organisasi
dengan perilaku caring perawat
3. Ada hubungan Reward sebagai faktor organisasi dengan perilaku caring
perawat
4. Ada hubungan antara Sruktur Organisasi sebagai faktor organisasi dengan
perilaku caring perawat
5. Ada hubungan antara Desain pekerjaan sebagai faktor budaya dengan
perilaku caring perawat.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan suatu cara utuk memberikan
pemahaman yang sama tentang pengertian variabel yang akan diukur untuk
menentukan metode penelitian yang akan digunakan dalam analisis data. Definisi
operasional diperlukan agar pengukuran variabel atau pengumpulan data
konsisten antara sumber data (responden) yang satu dengan responden yang lain
(Notoatmodjo, 2010).
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel
No. Variable/ Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala
lvii
sub variable operasional ukur
1 Variable dependen
Periaku caring
perawat
Seluruh perilaku
dan tindakan
keperawatan yang
diberikan untuk
menolong Pasien
keluar dari
masalah kesehatan
yang
alami,misalnya
perilaku kesiapan
dan kesediaan,
fasilitas dan
penjelasan,
kenyamanan,
tindakan, membina
hubungan saling
percaya, dan
pemantauan
berkelanjutan.
Di ukur dengn
kuisioner C, terdiri
dari 39 item
pertanyaan perilaku
caring dengan
menggunakan skala
likert :
Pertanyaan positif,
skor :
1= sangat tidak setuju
2= tidak setuju
3= setuju
4= sangat setuju
Pertanyaan negatif
skor:
1= sangat setuju
2= setuju
3= tidak setuju
4= sangat tidak setuju
Kurang
(jika ≤ 118
) baik (jika
>118)
Ordinal
2 Variabel independen
Budaya organisasi
a. Organisasi Hubungan
pekerjaan dan
kelompok
pekerjaan yang
relatif tetap dan
stabil.
Diukur dengan
kuisioner B, No. 1, 2,
3, 4, 5, 6 dan 7
Kurang
(jika nilai
≤ 28)
Baik (jika,
nilai < 28)
Ordinal
b. Desain
Pekerjaan
Desain pekerjaan
adalah hasil dari
analisis pekerjaan
Diukur dengan
kosioner B no
8,9,10,11 dan 12
Kurang
(jika nilai
≤ 23
Baik jika
nilai < 23)
Ordinal
c. Kepemimpinan Kepemimpinan
adalah aktivitas
untuk
mempengaruhi
individu atau
kelompok agar
diarahkan untuk
mencapai tujuan
organisasi dalam
situasi tertentu).
Kurang
(jika nilai
≤ 26
Baik jika
nilai > 25
ordinal
lviii
d. Komunikasi Proses
Penyampaian dan
pertukaran
informasi tentang
caring perawat dari
pengirim kepada
penerima baik
secara lisan
maupun tulisan.
Diukur dengan
kusioner B No.
Kurang
jika ≤
16,baik
jika > 16
Ordinal
e. Reward Salah satu cara
manajemen untuk
meningkatkan
kinerja adalah
melalui pemberian
reawrd yang
mendukung
perilaku caring
Diukur dengan
koesioner
B,No.13,14,15,dan 16
Kuarang
(Jika nilai
≤ 13)
Baik ( jika
nilai >14
Ordinal
f. Pengambilan
keputusan
Proses identifikasi
permasalahan dan
peluang serta
pemilihan
alternatif
pemecahan
masalah.
Diukur dengan
koesioner
B,No.35,36,37,38.dan
39
Kurang
(jika nilai
≤ 12 )
Baik (jika
nilai > 12)
Ordinal
3 Variable counfaunding
Karakteristik
perawat
a. Umur Lama hidup
perawat di hitung
sejak tanggal
kelahiran hingga
tanggal ulang
tahun terakhir pada
saat mengisi
koesioner
Di ukur dengan
koesioner A no 1.
1=<25 th
2=25-45
th
3=≥45 th
ordinal
b. Jenis kelamin Karakteristik
perawat yang
terdiri dari laki-
laki dan
perempuan
Di ukur dengan
koesioner A no 2
1=pria
2=wanita
nominal
c. Pendidikan Pendidikan formal
yang terakhir
diikuti dan telah
selesai dibuktikan
dengan tanda lulus
dari institusi
Di uku dengan
koesioner A no 3
1= SPK
2=D3
3=S1
Ordinal
Lanjutan
lix
pendidikan
tersebut
d. Status pernikahan Perawat yang
terikat pernikahan
yang sah secara
hukum
Di ukur dengan
koesioner A no 6
1= belum
menikah
2=
menikah
nominal
e. Masa kerja Lama perawat
bekerja di ruang
rawat inap
Di ukur dengan
koeisoner A no 5
1=<5 th
2=≥5th
Ordinal
lx
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Deskriptif analitik yang menjelaskan
suatu keadaan atau situasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional.
Cross sectional bertujuan untuk meneliti hubungan antara variabel independen dan
variabel dependent yang dilakukan observasi dan diukur sekaligus dalam waktu
yang sama (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
faktor budaya organisasi yang berhubungan dengan perilaku caring perawat RSI
Faisal Kota Makassar.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek (manusia, binatang atau
percobaan, data laboratorium) yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik
yang ditentukan. Sugiyono (2010) menjelaskan populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perawat di ruang rawat inap berjumlah 57 perawat.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang dapat mewakili atau
representatif. Menurut Sugiyono (2010) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang mewakili atau representatif.
lxi
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Total sampling
dengan jumlah sampling sebesar 57 perawat
Tabel 4.1
Distribusi Jumlah Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah sakit islam
Tahun 2012.
No Nama Ruangan Jumlah Perawat
1 Perawatan I 13 perawat
2 Perawatan II 17 perawat
3 Perawatan III (Kebidanan) 4 perawat
4 Perawatan IV 15 perawat
5 Perawatan V 18 perawat
Total 57 perawat
Penelitian ini menggunakan total sampling sebagai teknik sampling,
setelah dilakukan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi perawat yaitu :
1. Perawat yang bertugas di ruang rawat inap
2. Pendidikan Diploma Tiga (DIII), Sarjana (SI)
3. Masa kerja minimal 1 tahun
4. bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Kriteria ekslusif :
1. Perawat yang sedang cuti
2. Perawat yang sedang sakit (dirawat di RS atau ada surat dokter jika
dirawat di rumah)
lxii
3. Perawat yang sedang mengikuti tugas belajar.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap RSI Faisal Kota
Makassar. Alasan peneliti memilih rumah sakit ini, karena rumah sakit ini
merupakan rumah sakit pusat rujukan dari tatanan pelayanan kesehatan yang
ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian juga interest dengan visi rumah
sakit yaitu peningkatan mutu dengan peayanan manusiawi yang
mengasumsikan bahwa rumah sakit ingin meningkatkan mutu pelayanan
khususnya pelayanan keperawatan.
Peneliti menggunakan instalasi rawat inap dengan tujuan untuk
mendapatkan karakteristik yang homogen dari sampel penelitian. Ruang
intensif seperti ICU/ ICCU, UGD, OKB, memiliki karakteristik pasien dengan
tingkat ketergantungan penuh (total care) sedangkan ruang rawat inap sebagian
besar memiliki tingkat ketergantungan yang sedang (parsial care). Perbedaan
tingkat ketergantungan berdampak terhadap perbandingan jumlah perawat dan
pasien. Perawat yang bertugas di ruang intensif dituntut harus memiliki
keahlian khusus dan jumlahnya lebih banyak dari ruang rawat inap. Perbedaan
karakteristik pasien dan perawat tersebut menjadikan populasi pelayanan
keperawatan menjadi heterogen, sedangkan penelitian yang dilakukan saat ini
membutuhkan populasi yang homogen. Oleh karena itu ruang intensif tidak
dimasukkan dalam populasi penelitian.
2. Waktu Penelitian
lxiii
Penelitian dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari
pembimbing dan izin penelitian. Penelitian dimulai dari penyusunan proposal
sampai dengan penyusunan laporan tesis dilaksanakan pada bulan April 2013
– Juli 2013.
D. Teknik Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu kuesioner A untuk
karakteristik perawat, kuesioner B untuk mengukur persepi perawat tentang
budaya organisasi dan kuesioner C untuk mengukur persepsi perawat tentang
perilaku caring.
1. Kuesioner A
Kuesioner A merupakan kuesioner tentang karakteristik perawat yang
meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, dan lama kerja.
Pengumpulan data variabel umur dikategorikan < 25 tahun, 25- 45 tahun, dan >
45 tahun. Lama kerja dikategorikan menjadi< 5 tahun dan ≥ 5 tahun. Jenis
kelamin dikategorikan menjadi pria dan wanita, pendidikan dikategorikan
menjadi DIII, dan SI, status pernikahan dikategorikan menjadi menikah dan
belum menikah. Cara pengisian ini dilakukan dengan memberi tanda check list
(√).
2. Kuesioner B
Kuesioner B merupakan kuesioner tentang budaya organisasi meliputi
komunikasi, pelatihan dan pengembangan, reward, pengambilan keputusan,
pengambilan resiko, kerja sama, dan paktik manajemen.
lxiv
Tabel 4.2
Distribusi Pernyataan Positif dan Negatif Variabel Budaya Organisasi
No Variabel Positif Negatif
1 Struktur organisasi 1,2,3,4,5,6 7,8
2 Desain pekerjaan 9,10,13,14,15,16,17 11, 12
3 Kepemimpinan 18,19, 20,22,23,24,25,26 19, 21
4 Komunikasi 27,28,29,30,31
5 Reward 34, 35 33, 36
6 Pengambilan keputusan 37 38, 39
Skala yang digunakan adalah skala likert 1 - 4 dengan kriteria untuk
pernyataan positif (favorable) Sangat setuju, jika pernyataan tersebut sangat
sesuai dengan kondisi yang dialami perawat pelaksana saat ini. (nilai 4), Setuju,
jika pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi yang dialami perawat saat ini
(nilai 3), Tidak setuju, jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan kondisi
yang dialami perawat pelaksana saat ini (nilai 2), Sangat tidak setuju, jika
pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan kondisi yang dialami
perawat saat ini (nilai 1). Kriteria penilaian untuk pertanyaan negatif
(unfavorable) merupakan kebalikan dari pertanyaan positif.
3. Kuesioner C
Kuesioner C merupakan penampilan perilaku caring yang akan
dipersepsikan oleh perawat yang bekerja di ruang rawat inap. Kuesioner ini
disusun berdasarkan Care Q (the Nurse Behavior Caring Study) berdasarkan
pendapat Larson (1998, dalam Watson 2004). Peneliti menggunakan instrumen
lxv
ini karena sudah teruji di dalam menilai perilaku caring. Instrumen ini lebih
aplikatif sesuai dengan kondisi lapangan dan sangat sederhana. Pernyataan
dalam kusioner dibuat dalam bentuk pernyataan positif dan negatif.
Skala yang digunakan adalah skala likert 1-4 dengan kriteria untuk
pernyataan positif (favorable) Selalu, jika kegiatan semua dilakukan (nilai 4),
Sering, jika kegiatan sebagian besar dilakukan (nilai 3), Jarang, jika kegiatan
sewaktu-waktu dilakukan (nilai 2), Tidak Pernah, jika kegiatan tidak dilakukan
(nilai 1). Kriteria penilaian untuk pertanyaan negatif (unfavorable)
merupakan kebalikan dari pertanyaan positif.
4. Prosedur Pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan langkah - langkah
sebagai berikut :
a. Prosedur administratif
b. Prosedur tehnik.
E. Pengolahan data dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dan Penganalisisan data dilakukan berdasarkan 4
tahap yaitu editing, coding, entry, cleaning ( Hostono,2007)
a. Editing
Memeriksaa Kembali Kelengkapan Pengisian koesioner,kejelasan,dan
kesesuaian jawaban yang dikembalikan oleh responden.
b. Coding
lxvi
Memberikan kode/tanda berupa angka pada jawaban responden yang
diterima,tujuannya adalah untuk menyederhanakan jawaban.
c. Entry
Melakukan entry data ke paket komputer terhadap semua data koesioner
yang sudah terisi penuh dan benar dan telah dilakukan coding.
d. Cleaning
Memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan untuk memastikan
kembali data telah bersih dari kesalahan baik pada waktu pemberian
kode maupun pemberian skor data.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis pada satu Variabel
(prasetyo& jannah,2010). Analisis univariat bertujuan untuk
mendiskripsikan karakteriktis masing-masing variabel yang diteliti
didalam penelitian.Analisis univariat dalam penelitian ini berbentuk data
kategorik.yang dilakukan pada variabel yang di teliti.Penyajian analisis
univariat menggunakan frekuensi dan presentase.
b. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel (prasetyo & jannah 2010 ),Pada penelitian ini menggunakan Uji
Chi Square yang di gunakan untuk vaariabel independen berbentuk data
kategorik dan dependennya kategorik.
c. Analisis Multivariat.
lxvii
Analisis multivariat dilakukan untuk mrngetahui variabel
independen dan konfonding yang paling berhubungan dengan variabel
dependen. Uji statistik yang digunakan dalm penelitian ini adalah uji
regresi logistik ganda. Hontono (2007) mendefinisikan ujiregresi logistik
ganda dalam salah satu pendekatan model matematis yang digunakan
untuk menganalisis hubungan satu atau beberapa variabel independen
dengan sebuah variabel dependen kategorik yang bersifat dilotom/binary
Analisis multivariat logistik ganda mencakup 2 hal yaitu model
prediksi dan model faktor resiko. Model prediksi bertujuan memperoleh
model terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap terbaik
untuk memprediksikan kejadian variabel dependen. Pada pemodelan ini
semua variabel dianggap penting sehingga dapat melakukan estimasi
pada beberapa koefisien regres logistik sekaligus.
Prosedur pemodelan meliputi; melakukan anlisis bivariat dan
seleksi kandidat, pmodelan multivariat, dan pemodelan akhir. Penjelasan
setiap tahapan tersebut sebagai berikut:
1) Seleksi kandidat variabel independen
Tahap awal dalam analisis multivariat dengan melakukan seleksi
kandidat variabel independen dengan uji bivariat kemudian
dimasukan kedalam model untuk dilanjutkandalam analisis
multivariat. Masing-masingvariabel independen dilakukan analisis
multivariat dengan variable dependen. Variabel yang pada saat
dilakukan uji memiliki P< 0.25 dan mempunyai kemaknaan secara
lxviii
substansi dapat dijadikan sebagai kandidat yang akan dimasukkan
kedalam model multivariat. Sedangkan juka analisis bivariat
menghasilkan P> 0.25 namun secara substansi penting,maka variabel
tersebut dapat dimasukkan dalam model multivariat. Teknik
pemilihan kandidat dalam analisis ini menggunakan
metoda”beckward selection”, yaitu memasukkan seluruh variabel
hasil bivariat kedalam model berdasarkan kriteria kemaknaan
statistik P< 0.25 (Hastono, 2007).
2) Pemodelan multivariat
Pada tahap ini dilakukan pemilihan variabel yang dianggap penting
untuk masuk dalam model, dengan cara mempertahankan variabel
yang mempunyai P<0.05 dan mengeluarkan variabel yang P>0.05.
Pengeluaran variabel tidak dilakukan serentak pada variabel dengan
P>0.05, namun dilakukan bertahap dimulai dari variabel yang
mempunyai P terbesar (Hastono, 2007).
Pengeluaran model dilakuakn secara bertahapdengan tujuan melihat
perubahan Odds Ratio (OR) pada masing-masing variabel. Biala
hasil perbandingan OR terlihat tidak ada yang >10% dengan
demikian variabel dapat dikeluarkan dalam model. Namun bila pada
analisis perbandingan OR, ternyata ada variabel dengan perubahan
OR >10%, dengan demikian variabel yang awalnya dikeluarkan
harus dimasukkan kembali kedalam model (Hastono, 2007).
3) Uji interaksi
lxix
Uji interaksi dilakukan pada variabel yang diduga pada substansi ada
interaksi, kalau memang tidak ada, tidak perlu dilakukan uji interaksi
(Hastono, 2007).
4) Uji confounding
Uji confounding dilakukan dengan cara melihat perbedaan nilai OR
untuk variabel utama dengan dikeluarkannya variabel confounding.
Bila perubahannya >10%, maka variabel tersebutdianggap sebagai
variabel confounding dan dipertahankan dalam yaitu model
multivariat
5) Pemodelan akhir
Pemodelan akhir dilakuakn berdasarkan hasil analisis multivariat
untuk melihat variabel nama yang paling dominan. Inteprestasi
dalam penelitian ini, yaitu penelitian cross sectional, dilakukan untuk
menjelaskan nilai OR pada masing-masing variabel (Hastono, 2007).
F. Etika Penelitian
Aspek etik yang dijalankan dalam penelitian ini memperhatikan aspek
autonomy, confidentiality, nonmaleficence, beneficence, dan justice (polit & beck,
2006: Polit dan hungler, 1999). Prinsip - prinsip etik tersebut dijaga dalam
penelitian dengan cara sebagai berikut.
1. Autonomy
Penelitian memfasilitasi subyek peelitian untuk mengambil keputusan
sendiri dalam menentukan apakah bersedia atau tidak untuk terlibat dalam
penelitin ini sebagai responden tanpa paksaan. Hal ini dilakukan dengan cara
lxx
memberikan penjelasan penelitian secara tertulis. Penjeasan penelitian meliputi
tujuan, manfaat serta prinsip keikutsertaan secara sukarela. Subyek penelitian
diberi kebebasan untuk mengundurkan diri saat penelitian tanpa sanksi apapun.
Perawat pelaksanaanmenyatakan kesediaannya berpartisipasi dalam penelitian
dengan menandatangani lembar informed consent.
2. Confidentiality
Peneliti menjamin kerahasiaan penelitian. Hal ini dilakukan dengan cara
tidak meminta subyek peneliti menyebutkan nama dalam pengisian koesioner
dan koesioner dibalikkan pada tempat khusus yang telah disediakan peneliti
dalam amplop tertutup di setiap nurse station ruangan.
3. Nonmaleficence
Penelitian mengupayakan agar subjek peneliti bebas dari rasa tidak
nyaman. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan penjelasan penelitian
secara tertulis bahwa subyek penelitian di jamin bebas dari resiko karena
penelitian ini bersifat noneksperimental serta tidak akan mempengaruhi
penilaian kinerja oleh pimpinan rumah sakit. Selain itu, pertnyaan yang
diajukan dalam koesioner penelitian tidak banyak sehingga diyakini tidak
memakan waktu yang lama. Berdasarkan uji instrumen, waktu pengisian
koesioner 15-20 menit
4. Beneficence
Hasil penelitian memiliki konstribusi unuk bidang manajemen rumah
sakit dan perawat yang dalam hal ini menjadi subyek penelitian. Hasil
penelitian menjadi masukan dalam optimalisasi caring perawat oleh manajer
lxxi
rumah sakit serta manajer keperawatan. Bila pihak manajemen mampu
meningkatkan caring perawat akan berdampak pada kepuasaan pasien dan
meningkatkan BOR rumah sakit.
5. Justice
Peneliti memperlakukan perawat sama, tanpa diskriminasi pada saat
memilih subyek peelitian. Penelitian menggunakan total populasi, sehingga
semua perawat memang mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut atau
tidak ikut berpartisipasi dalam penelitian.
lxxii
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran
mengenai karakteristik responden sebagaimana disajikan
berikut.
Tabel 5.1 Karakateristik Responden
No. Karakteristk Responden RSI Faisal Total
n % n %
1 Usia a. < 25 b. 25 – 40 c. > 40 tahun Jumlah
21 28 8 57
36,8 49,1 14 100,0
21 28 8 57
36,8 49,1 14 100,0
2 Jenis Kelamin a. Perempuan b. Laki-laki Jumlah
35 22 78
61,4 38,6 100,0
35 22 149
61,4 38,6 100,0
3 Pendidikan a. Diploma (III) b. S1Keperawatan Jumlah
45 12 57
78,9 21,1 100,0
45 12 57
78,9 21,1 100,0
4 Status Perkawinan a. Kawin b. Belum kawin
Jumlah
23 34 57
40,4 59,6 100,0
23 34 57
40,4 59,6 100,0
5 Masa kerja a. < 5 tahun b. ≥ 5 tahun Jumlah
29 28 57
50,9 49,1 100,0
29 28 149
50,9 49,1 100,0
7 Penghasilan (bulan) a. ≤ Rp.3 juta b. >Rp. 3 juta – Rp.5
juta c. < 1 juta Jumlah
22 7 11
19,3 12,3 19,3
22 7 11
19,3 12,3 19,3
lxxiii
57 100,0 57 100,0
8 Status Kepegawaian a. Pegawai tetap b. Honorer/sukarela c. Tenaga outsourcing Jumlah
37 11 9 57
64,9 19,3 15,8 100,0
37 11 9 57
64,9 19,3 15,8 100,0
Secara keseluruhan dari data pada Tabel 5.1.
menunjukkan karakteristik responden, umur responden pada
rumah sakit islam Faisal
49,1% berada pada usia dewasa awal, tingkat pendidikan
responden 78,9% diploma dan 21,1% pendidikan S1. Masa
kerja perawat RSI Faisal di atas 5 tahun sebesar 50,9% dan
kurang dari 5 tahun sebesar 49,1%. Status kepegawaian
responden, perawat yang berstatus honorer/sukarela diRSI
Faisal 19,3%, outsourching 15,8%, dan pegawai tetap
sebanyak 64,9%.
b. Budaya Organisasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSI Islam
Makassar diperoleh gambaran mengenai budaya organisasi
sebagaimana yang disajikan berikut:
Tabel 5.2.
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Struktur
Organisasi RSI Islam Faisal (N=66)
Struktur organisasi f (%)
Baik 57 100
Kurang
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
lxxiv
Tabel 5.2. menunjukkan bahwa dari 57 Responden
terdapat 57 responden (100 %) yang mempersepsikan Struktur
organisasi .
Tabel 5.3.
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Desain pekerjaan
RSI Islam Faisal (N=57)
Desain pekerjaan f (%)
Baik 49 86
Kurang 8 14
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel 5.3. didapatkan hasil di RSI Faisal Makassar,
.49.% perawat mempersepsikan Desain pekerjaan yang baik
dan 14 % yag mempersepsikan kurang.
Tabel 5.4.
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Kepemimpinan
RSI Islam Faisal (N=57)
Kepemimpinan f (%)
Baik 54 94,7
Kurang 3 5,3
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel 5.4. menunjukkan bahwa dari 57 Responden
terdapat 54 responden (94,7) yang mempersepsikan
Kepemimpinan yang baik dan 3 (5,3%) Responden yang
mempersepsikan kepemimpinan kurang
lxxv
Tabel 5.5.
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Komunikasi RSI
Islam Faisal (N=57)
Komunikasi f (%)
Baik 42 73,7
Kurang 15 26,3
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel 5.5. menunjukkan bahwa dari 57 Responden
terdapat 42 responden (73,7%) yang mempersepsikan
Kepemimpinan yang baik dan 15 (26,3%) Responden yang
mempersepsikan kepemimpinan kurang.
Tabel 5.6.
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Reward RSI
Islam Faisal (N=57)
Reward f (%)
Baik 51 89,5
Kurang 6 10,5
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel 5.6. menunjukkan bahwa dari 57 Responden
terdapat 51 responden (89,5) yang mempersepsikan reward
yang baik dan 6 (10,5%) Responden yang mempersepsikan
reward yang kurang kurang.
lxxvi
Tabel 5.7.
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pengambilan
keputusan RSI Islam Faisal (N=57)
Pengambilan keputusan f (%)
Baik 52 91,2
Kurang 5 8,8
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel 5.7. menunjukkan bahwa dari 57 Responden
terdapat 52 responden (91,2 %) yang mempersepsikan
Pengambilan keputusan yang baik dan 5 (8,8 %) Responden
yang mempersepsikan pengambilan keputusan kurang,
c. Perilaku Caring
Berdasarkan hasil penelitian di RSI Faisal Makassar
diperoleh gambaran mengenai Perilaku caring perawat
sebagaimana disajikan berikut:
Tabel 5.8.
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Kesiapan dan
kesediaan RSI Islam Faisal (N=57)
Kesiapan dan kesediaan f (%)
Baik 40 70,2
Kurang 17 29,8
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
lxxvii
Pada tabel 5.8. menunjukkan bahwa dari 57 Responden
terdapat 40 responden (91,2 %) yang mempersepsikan
kesiapan dan kesediaan yang baik dan 17 (29,8%) Responden
yang mempersepsikan kesiapan dan kesediaan kurang,
Tabel 5.9
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Penjelasan dan
fasilitas RSI Islam Faisal (N=57)
Penjelasan dan fasilitas f (%)
Baik 52 91,2
Kurang 5 8,8
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel 5.9. menunjukkan bahwa dari 57 Responden
terdapat 52 responden (91,2 %) yang mempersepsikan
Penjelasan dan fasilitas yang baik dan 5 (8,8%) Responden
yang mempersepsikan penjelasan dan fasilitas kurang,
Tabel 5.10.
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Kenyamanan
diRSI Islam Faisal (N=57)
Kenyamanan f (%)
Baik 54 94,7
Kurang 3 5,3
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel 5.10. menunjukkan bahwa dari 57 Responden
terdapat 54 responden (94,7 %) yang mempersepsikan
lxxviii
Kenyamanan yang baik dan 3 (5,3 %) Responden yang
mempersepsikan Kenyamanan kurang,
Tabel 5.11.
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Hubungan
saling percaya RSI Islam Faisal (N=57)
Hubungan saling percaya f (%)
Baik 51 89,5
Kurang 6 10,5
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel 5.11. menunjukkan bahwa dari 57 Responden
terdapat 51 responden (89,5%) yang mempersepsikan
Hubungan saling percaya yang baik dan 6 (10,5 %)
Responden yang mempersepsikan Hubungan saling percaya
kurang,
Tabel 5.12.
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Tindakan
antiseptik RSI Islam Faisal (N=57)
Tindakan antiseptik f (%)
Baik 48 84,2
Kurang 9 15,8
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel 5.12. menunjukkan bahwa dari 57 Responden
terdapat 48 responden (84,2%) yang mempersepsikan
lxxix
Tindakan antiseptik yang baik dan 9 (15,8%) Responden yang
mempersepsikan Tindakan antiseptik kurang
Tabel 5.13.
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Monitoring
dan follow up RSI Islam Faisal (N=57)
Monitoring/followup f (%)
Baik 48 84,2
Kurang 9 15,8
Jumlah 57 100
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel 5.13. menunjukkan bahwa dari 57 Responden
terdapat 48 responden (84,2%) yang mempersepsikan
Monitoring/followup yang baik dan 9 (15,8%) Responden yang
mempersepsikan Monitoring/followup kurang.
d. Obsevasi Perilaku caring perawat diRSI Faisal
Berdasarkan hasil dari obeservasi terhadap
pelaksanaan perilaku caring yang dilakukan oleh perawat di
RSI Faisal Makassar, diperoleh gambaran penerapan perilaku
caring pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat di RSI Faisal Makassar dengan hasil 55,3 %. Hal ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan perilaku caring di RSI Faisal
Makassar dikategorikan masih kurang.
lxxx
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang bermakna antara dua variabel utamanya adalah
variabel independen dengan dependen. Variabel independen
meliputi struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan,
komunikasi, reward, dan pengambilan keputusan, sedangkan
variabel dependennya adalah penerapan perilaku caring perawat.
Semua variabel yang dianalisis semuanya merupakan variabel
ordinal.
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan budaya
organisasi, dengan perilaku caring. Uji statistic yang digunakan
adalah uji uji Chi Square.
a. Hubungan struktur organisasi dengan perilaku caring
perawat
Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan
struktur organisasi dengan penerapan perilaku caring maka
didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut ;
a) Hubungan Stuktur Organisasi dengan Perilaku caring di RSI
Islam Faisal Makassar
Tabel 5.15.
Hubungan Struktur budaya organisasi dengan perilaku
caring di RSI Faisal Makassar
Struktur
orgnisasi
Perilaku caring Total v
alue
OR (95% CI)
Baik Kurang
n % n % n %
lxxxi
n % n % n %
Baik 2
52
9
91,2
5
5
5
8,8
3
57
1
100 0
Kurang 8 2 3
Jumlah 3
52
5
91,2
3
5
8
8,8
6
57
1
100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel 5.15. menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 52 (91,2%) mempersepsikan struktur
organisasi baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan
sebagian kecil yaitu sebanyak 5 (8,8%) mempersepsikan
struktur organisasi kurang memiliki perilaku caring baik.
b. Hubungan Desain pekerjaan dengan perilaku caring
Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan
desain pekerjaan dengan penerapan perilaku caring perawat
maka didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut:
Tabel 5.16.
Hubungan Desain pekerjaan dengan perilaku caring
di RSI Faisal Makassar
Desain
pekerjaan
Perilaku caring Total
v
alue
OR (95% CI)
Kurang baik
n
n
%
%
n
n
%
%
n
n
%
%
Kurang 2
1
1
12,5
5
7
8
87,5
3
8
1
100 0
1,000
8
(
0,156-
16,543 baik
7
4
8
8,2
1
45
9
91,8
4
49
1
100
Jumlah 3 8 3 8 6 1
lxxxii
5 8,8 52 91,2 57 100
Tabel 5.16. menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 45 (91,8%) dengan desain pekerjaan
yang baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan sebagian
kecil yaitu sebanyak 4 (8,2%) dengan desain pekerjaan kurang
memiliki perilaku caring baik.
Hasil uji statistic menggunakan chi sguare test th
continuity correction diperoleh nilai ρ = 1,000 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara Desain pekerjaan responden dengan Perilaku
caring perawat (ρ value= 1,000 < α value).
Pada penelitian diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar
1,607 dengan Confidence Interval (95%) : 0,156-16,543
menunjukkan bahwa dengan desain pekerjaan yang baik,
perawat dengan perilaku caring mempunyai peluang 1,6 kali
memiliki perilaku caring yang baik.
c. Hubungan Kepemimpinan dengan perilaku caring
Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan
kepemimpinan dengan penerapan perilaku caring perawat
maka didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut:
Tabel 5.17.
Hubungan Kepemimpinan dengan perilaku caring
di RSI Faisal Makassar
Kepemimpinan Perilaku caring
Total v
alue O
R Kurang baik
lxxxiii
n
n
%
%
n
n
%
%
n
n
%
%
(95% CI)
Kurang 2
1
3
33,3
5
2
6
66,7
3
3
1
100 0
0,108
8
0
0,746-
33,494 baik
7
4
7
7,4
1
50
9
91,8
4
92,6
1
100
Jumlah 3
5
8
8,8
3
52
8
91,2
6
57
1
100
Tabel 5.17. menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 45 (91,8%) dengan desain pekerjaan
yang baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan sebagian
kecil yaitu sebanyak 4 (8,2%) dengan desain pekerjaan kurang
memiliki perilaku caring baik.
Hasil uji statistic menggunakan chi sguare test th
continuity correction diperoleh nilai ρ = 1,000 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara Desain pekerjaan responden dengan Perilaku
caring perawat (ρ value= 1,000 < α value).
Pada penelitian diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar
1,607 dengan Confidence Interval (95%) : 0,156-16,543
menunjukkan bahwa dengan desain pekerjaan yang baik,
perawat dengan perilaku caring mempunyai peluang 1,6 kali
memiliki perilaku caring yang baik..
d. Hubungan Komunikasi dengan perilaku caring
lxxxiv
Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan
kepemimpinan dengan penerapan perilaku caring perawat
maka didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut
Tabel 5.18.
Hubungan Komunikasi dengan perilaku caring
di RSI Faisal Makassar
Komunikasi
Perilaku caring Total
v
alue
OR (95% CI)
Kurang baik
n
n
%
%
n
n
%
%
n
n
%
%
Kurang 2
3
2
20
5
12
8
80
3
15
1
100 0
0,108
8
0
0,746-
33,494 baik
7
2
4
4,8
1
40
4
95,2
4
42
1
100
Jumlah 3
5
8
8,8
3
52
8
91,2
6
57
1
100
Tabel 5.18. menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 40 (92,1%) dengan komunikasi
yang baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan sebagian
kecil yaitu sebanyak 3 (20 %) dengan komunikasi kurang
memiliki perilaku caring baik.
lxxxv
Hasil uji statistic menggunakan chi sguare test th
continuity correction diperoleh nilai ρ = 1,000 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara Komunikasi responden dengan Perilaku caring
perawat (ρ value= 1,000 < α value).
Pada penelitian diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar
5,000 dengan Confidence Interval (95%) : 0,746-33,494
menunjukkan bahwa dengan komunikasi yang baik, perawat
dengan perilaku caring mempunyai peluang 5 kali memiliki
perilaku caring yang baik..
e. Hubungan Reward dengan perilaku caring
Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan
komunikasi dengan penerapan perilaku caring perawat maka
didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut:
Tabel 5.19.
Hubungan Reward dengan perilaku caring
di RSI Faisal Makassar
Reward
Perilaku caring Total
v
alue
OR (95% CI)
Kurang baik
n
n
%
%
n
n
%
%
n
n
%
%
Kurang 2
2
2
33,3
5
4
8
66,7
3
6
1
100 0
0,81
8
1
1,020-
62,737 baik
7
3
4
5,9
1
48
4
94,1
4
51
1
100
Jumlah 3 8 3 8 6 1
lxxxvi
5 8,8 52 91,2 57 100
Tabel 5.19. menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 40 (92,1%) dengan Reward yang
baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan sebagian kecil
yaitu sebanyak 2 (33,3 %) dengan reward kurang memiliki
perilaku caring baik.
Hasil uji statistic menggunakan chi sguare test th
continuity correction diperoleh nilai ρ = 1,000 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara Desain pekerjaan responden dengan Perilaku
caring perawat (ρ value= 1,000 < α value).
Pada penelitian diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar,
8,000 dengan Confidence Interval (95%), 1.020- 62,737
menunjukkan bahwa dengan reward yang baik, perawat
dengan perilaku caring mempunyai peluang 8 kali memiliki
perilaku caring yang baik..
f. Hubungan Pengambilan keputuasn dengan perilaku caring
Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan
pengambilan keputusan dengan penerapan perilaku caring
perawat maka didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut:
Tabel 5.20.
Hubungan Pengambilan keputusan dengan perilaku caring
di RSI Faisal Makassar
Reward Perilaku caring Total v O
lxxxvii
kurang baik Value R (95% CI)
n
n
%
%
n
n
%
%
n
n
%
%
Kurang 2
1
2
20,
5
4
8
80
3
5
1
100 0
0,379
8
0
0.268-
33,639 baik
7
4
7
7,7
1
48
9
92,3
4
52
1
100
Jumlah 3
5
8
8,8
3
52
8
91,2
6
57
1
100
Tabel 5.20. menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 48 (92,3 %) dengan Pengambilan
keputusan yang baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan
sebagian kecil yaitu sebanyak 1 (20 %) dengan Pengambilan
keputusan kurang memiliki perilaku caring baik.
Hasil uji statistic menggunakan chi sguare test th
continuity correction diperoleh nilai ρ = 0,010 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara Desain pekerjaan responden dengan Perilaku
caring perawat (ρ value= 0,010< α value).
Pada penelitian diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar,
0,863 dengan Confidence Interval (95%) : 0,268-33,639
menunjukkan bahwa dengan pengambilan keputusan yang
baik, perawat dengan perilaku caring mempunyai peluang 863
kali memiliki perilaku caring yang baik..
B. PEMBAHASAN
lxxxviii
1. Hubungan Struktur Organisasi dengan perilaku caring
Gambaran struktur organisasi berdasarkan analisis Bivariat
didapatkan struktur organisasi di RSI Faisal Makassar 100% baik
Menurut Davis (dalam Lako, 2004: 29) budaya organisasi
merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami,
dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut
memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku
dalam organisasi.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mangkunegara (2005:
113) yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah
seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma
yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman
tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah
adaptasi eksternal dan internal
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata perawat di RSI Faisal
Makassar.Mempersepsikan budaya organisasi yang baik, hal ini
terkait dengan karakteristik responden Rumah sakit islam Faisal
yang pendidikannya sudah tidak ada lagi yang pendidikannya SPK,
sehingga menjadi salah satu indikator budaya organisasi yang
sangat penting dalam mendukung perilaku caring perawat. (tabel
5.1), ( lampiran 3A dan 3B).
Senada dengan hasil penelitian Riska (2007), .budaya
organisasi yang berfungsi sebagai kekuatan, penggerak dalam
lxxxix
pencapaian tujuan, dan pembeda antara organisasi yang satu
dengan yang lainnya. Apabila sebuah organisasi memiliki anggota
atau pegawai yang masih aktif, maka dapat diindikasikan sebagai
bukti bahwa organisasi tersebut telah mampu dan sukses dalam
memfungsikan budaya organisasi sebagai perekat di dalam
kegiatan organisasi setiap harinya serta sebagai pengikat
kekompakan antara individu dalam organisasi.begitupun dengan
pendapat yang lain struktur organisasi sebagai suatu sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi lainnya (Robbin
2006),sedangkan budaya organisasi menurut Barry Cushway dan
derek lodge dalam Nawawi, 2003 menyatakan suatu proses
kepercayaan dan nilai- nilai yang menjadi falsafah utama yang
dipegang teguh oleh anggota organisasi dalam menjalankan
kegiatan organisasi
Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.15, tidak
ada hubungan antara Struktur Organisasi dengan perilaku caring
perawat diRSI Faisal Makassar.
Kondisi tidak adanya hubungan struktur organisasi dengan
perilaku caring di RSI Faisal Makassar, tidak sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Kreitner & Kinicki (2010) budaya
organisasi yang kuat menciptakan kesamaan tujuan, motivasi
karyawan, dan struktur organisasi untuk membentuk perilaku yang
xc
dibutuhkan dalam meningkatkan prestasi kerja organisasi yang
berdampak pada kinerja anggota organisasi.
Semestinya struktur organisasi di RSI Faisal Makassar
berhubungan langsung dengan perilaku caring perawat .Kualitas
atau hasil Perilaku caring perawat di RSI Faisal Makassar tidak
sesuai berhubungan dengan faktor lain.
Perbedaan hasil penelitian antara apa yang telah diteliti oleh
penulis dengan apa yang ada di teori disebabkan karena adanya
faktor lain yang tidak diperhatikan dan dipertimbangkan oleh
penulis, seperti tidak memperhatikan susunan struktur organisasi
yang ada di rumah sakit islam faisal dan pelatihan-pelatihan guna
meningkatkan perilaku caring perawat di dalam memberikan
pelayanan kepada pasien.
2. Hubungan Desain pekerjaan dengan perilaku caring
Gambaran Desain pekerjaan berdasarkan analisis Bivariat
didapatkan Desain pekerjaan dengan perilaku caring baik 91,2%
dan desain pekerjaan dengan perilaku caring kurang 8,8% di RSI
Faisal Makassar.
Menurut Handoko(2001) desain pekerjaan berfungsi untuk
penetapan kegiatan kerja seorang individu dalam kelompok
karyawan secara organisasional yang bertujuan untuk mengatur
penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan
organisasi, teknologi, dan keprilakuan.
xci
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Simamora (2001) yang
menyatakan bahwa Desain pekerjaan merupakan proses
penentuan tugas- tugas
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pera yang akan
dilaksanakan, metode – metode yang digunakan untuk
melaksanakan tugas-tugas dan bagaimana pekerjaan tersebut
berkaitan dengan pekerjaan lainnya didalam organisasi dalam
mendukung perilaku caring perawat.
Senada dengan hasil penelitian Dwi Basmala & Wika
Adisasmit (2005) desain pekerjaan mempunyai pengaruh terhadap
kepuasan kerja perawat.
Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.16, tidak
ada hubungan antara desain pekerjaan dengan perilaku caring RSI
Faisal Makassar.
Kondisi tidak adanya hubungan desain pekerjaan dengan
perilaku caring di RSI Faisal Makassar, tidak sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Gillies ( 2000) bahwa desain
pekerjaan merupakan faktor- faktor yang berhubungan dengan isi
pekerjaan atau yang biasa disebut motivator factor,bila mana hal ini
dipenuhi akan menimbulkan kepuasan kerja. Oleh karenanya
dikatakan faktor motivator seseorang dalam melakukan suatu
pekerjaan berada pada pekerjaan itu sendiri, dan apabila tidak
dipenuhi akan menimbulkan ketidak puasan kerja.
xcii
Faktor- faktor yang dimaksud adalah wewenang/otonomi,
pengakuan, kesempatan berkarir, penghargaan, beban kerja,
lingkungan pekerjaan merupakan faktor yang di perlukan untuk
mempertahankan tingkat kepuasan perawat.
Faktor- faktor tersebut sangat berkaitan erat dengan kebijakan
organisasi, Hubungan dengan atasan langsung, Hubungan dengan
rekan kerja, Imbalan, kaulitas atasan langsung. Bila faktor tersebut
dipenuhi tidak akan menimbulkan ketidakpuasan perawat.
Semestinya desain pekerjaan di RSI Faisal Makassar
berhubungan langsung dengan perilaku caring perawat .Kualitas
atau hasil Perilaku caring perawat di RSI Faisal Makassar tidak
sesuai mungkin berhubungan dengan faktor lain.
Perbedaan hasil penelitian antara apa yang telah diteliti oleh
penulis dengan apa yang ada di teori disebabkan karena adanya
faktor lain yang tidak diperhatikan dan dipertimbangkan oleh
penulis, seperti kedisplinan perawat dalam bekerja dan kepatuhan
pada atasan, bekerjasama dengan rekan kerja,dan berusaha
mengembangkan kemampuan dan ketrampilan perawat.
Berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan oleh peneliti di
ruang perawatan I s/d V RSI Faisal Haji, banyak perawat yang
menunda-nunda pekerjaan dan masih adanya perawat yang terlihat
santai pada saat jam kerja. Sehingga pendapat peneliti
berdasarkan obeservasi dan wawancara perawat yang bertugas di
xciii
ruang perawatan yang menjadi tempat penelitian, disebabkan
perawat merasa perilaku caring bukan sebagai bagian dari
tanggung jawab, melainkan hanya sebagai rutinitas dari pekerjaan.
Asumsi peneliti menyimpulkan bahwa pekerjaan sebagai
perawat memerlukan perilaku caring perawat yang baik dari setiap
perawat yang bertugas sehingga perilaku caring itu menjadi
tnggungjawab untuk semua perawat yang bertugas di ruang
perawatan.
3. Hubungan Kepimpinan dengn perilaku caring perawat.
Gambaran Kepemimpinan berdasarkan analisis Bivariat
didapatkan Kepemimpinan dengan perilaku caring baik 91,2% dan
Kepemimpinan dengan perilaku caring kurang 8,8% di RSI Faisal
Makassar.
Menurut Terry (1977) bahwa kepemimpinan adalah hubungan
yang tercipta dari adanya pengaruh yang dimiliki oleh seseorang
terhadap orang lain sehingga orang tersebut secara sukarela mau
dan bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diingikan.
Rivai (2008), berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan suatu
proses mempengaruhi atau memberikan contoh dari pimpinan
kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan merupakan elemen yang penting dalam suatu
organisasi baik formal maupun non-formal.. Peran kepemimpinan
sangat besar untuk memotivasi anggota organisasi dalam
xciv
memperbesar energi untuk berperilaku dalam upaya mencapai
tujuan kelompok.
Umairi (2009), menjelaskan bahwa fungsi kepemimpinan
berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan
kelompok/organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa
setiap pemimpin berada dalam situasi itu dan bukan diluar.
Dalam kepemimpinan, motivasi merupakan hal penting
dipahami oleh seorang pemimpin. Menurut Siagian (1999), manajer
perlu memahami orang—orang berperilaku tertentu agar dapat
mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan
organisasi. Motivasi adalah subjek membingungkan, karena motif
tidak dapat diamati atau diukur secara tidak langsung, tetapi harus
disimpulkan dari perilaku orang yang tampak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Karolin (2000)
yang mengemukakan bahwa kepemimpinan kepala puskesmas
sangat berperan dalam pelaksanaan program gizi di puskesmas
Kota Bogor. Juga penelitian Adiono (2002) mendapatkan bahwa
perawat yang mempersepsikan kepemimpinan atasannya baik
memiliki peluang untuk mempunyai kinerja baik sebesar 4,3 kali
dibandingkan dengan perawat yang mempersepsikan
kepemimpinan atasannya kurang baik.
Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.17, tidak
ada hubungan antara Kepemimpinan dengan perilaku caring RSI
xcv
Faisal Makassar. Kondisi tidak adanya hubungan Kepemimpinan
dengan perilaku caring di RSI Faisal Makassar, tidak sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gibson (2000),
mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses
membujuk (inducing) orang lain untuk mengambil langkah menuju
sasaran bersama.
Penelitian lain yang sejalan yaitu penelitian yang dilakukan
Ayubi (2006) yang menemukan bahwa kepemimpinan
transformasional yang kuat mempengaruhi kinerja program
imunisasi menjadi lebih baik meskipun dalam keterbatasan biaya.
Sedangkan Purwanti (2008) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa kepemimpinan kepala puskesmas merupakan variabel yang
berhubungan secara statistik dengan kinerja petugas gizi
puskesmas. Widyatmini (2008) dalam penelitiannya
mengemukakan bahwa kepemimpinan sangat signifikan
mempengaruhi kinerja pegawai Dinas Kesehatan Kota Depok.
Pemimpin adalah faktor penentu dalam sukses atau gagalnya
suatu organisasi termasuk disini dalam hal kinerja perawat dirumah
sakit . Kepemimpinan yang baik mampu mengelola organisasinya,
menganalisa perubahan, mengetahui kelemahan-kelemahan dan
sanggup membawa organisasi kepada sasaran yang telah
diprogramkan.
xcvi
Tidak dapat disangkal bahwa keberhasilan suatu organisasi
baik sebagai keseluruhan maupun sebagai kelompok dalam suatu
organisasi tertentu, sangat tergantung pada mutu kepemimpinan
yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Bahkan jika
dapat diterima sebagai suatu kebenaran bahwa kepemimpinan
memainkan peranan yang sangat dominan dalam mencapai
keberhasilan organisasi dalam rumah sakit.. Dengan demikian,
kepemimpinan dapat memberikan sumbangan pada produktifitas
kinerja perawat dirumah sakit, dengan menciptakan iklim kerja yang
seimbang dengan kebutuhan psikologis sehingga pada akhirnya
mereka dengan senang hati akan melibatkan diri dalam
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan apa yang diprogramkan.
Dalam melaksanakan perilaku caring perawat membutuhkan
dukungan dari pimpinannya. Jika pimpinannya menganggap bahwa
perilaku caring hal yang penting dalam peningkatan mutu
pelayanan keperawatan di rumah sakit. Dengan kewenangan yang
dimiliki, pimpinan akan menggali semua sumber daya yang ada di
rumah sakit untuk pelaksanaan perilaku caring perawat yang baik
didalam meningkatkan pelayanan keperawatan.
4. Hubungan Komunikasi dengan perilaku caring
Gambaran Komunikasi berdasarkan analisis Bivariat
didapatkan komunikasi dengan perilaku caring baik 91,2% dan
xcvii
Kepemimpinan dengan perilaku caring kurang 8,8% di RSI Faisal
Makassar di RSI Faisal Makassar
Komunikasi adalah sebagai proses penyampaian informasi
atas pengiriman pesan kepada penerima informasi. Dengan
demikian penerimaan informasi harus memahami informasi yang
diterimanya, sebaliknya apabila penerima informasi tidak
memahami informasi yang diberikan oleh pemberi informasi berarti
tidak terjadi komunikasi yang efektif yang pada akhirnya dapat
menimbulkan suatu konflik. Komunikasi berfungsi sebagai
pengendali perilaku anggota.Fungsi ini berjalan ketika perawat
diwajibkan untuk menyampaikan keluhan terkait dengan
pelaksanaan tugas kewajiban perawat didalam organisasi.Perawat
juga akan termotivasi dalam meningkatkan kinerja,jika perawatnya
diberikan informasi tentang seberapa baik hasil kerja dan cara
meningkatkan kinerjanya (sully & Dallas,2005).
Sedangkan menurut Potter & Perry,(2005).menyatakan dalam
berkomunikasi dengan orang lain,terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi komunikasi.Faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi antara lain,perkembangan,persepsi,nilai,emosi, latar
balakang sosiokultir,gender,peran dan hubungan,dan faktor
psikologi dan sosial.Faktor tersebut akan mempengaruhi isi dan
pesan dan cara bagaiman pesan itu disampaikan, Pemahaman
terhadap faktor- faktor ini akan membantu perawat untuk
xcviii
mengetahui alasan klien jik memiliki kesulitan berkomunikasi dan
stragtegi yang dibutuhkan untuk membantu klien.
Dilihat dari pengaruhnya terhadap kehidupan sosial,
komunikasi merupakan esensi yang sangat penting dari system
sosial dalam organisasi. Komunikasi dipandang sebagai suatu
proses, ada tiga elemen pokok yang saling berkaitan terdapat pada
setiap terjadinya komunikasi yaitu sumber berita, pesan dan
penerima berita. Apabila salah satu dari tiga elemen tersebut tidak
ada berarti komunikasi tidak akan terjadi (Notoadmodjo, 2007a).
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata perawat di RSI Faisal
Makassar.Mempersepsikan Komunikasi yang baik,dan tidak
berhubungan dengan perilaku caring perawat. yaitu (tabel 5.18 )
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Manurung (2004) tentang hubungan karakterisrik
individu perawat dan organisasi dengan penerapan komunikasi
teraupetik di ruang rawat inap Perjan Rumah sakit Persahabatan
Jakarta,yang menunjukkan bahwa penerapan komunikasi
teraupetik masih relatif kurang yaitu 46,3 %,selain itu penelitian
yang serupa dilakukan oleh Yahya (2004), dirumah sakit Sumber
Waras Jakarta yang menunjukkan bahwa komunikasi perawat –
klien sudah dijalankan dengan baik, namun msih perlu adanya
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan berkomunikasi dengan
klien.
xcix
Menurut Caris-Verhallen,de Guijter dan Kerkstr (1999)
menyatakan jeleknya komunikasi dalam praktek keperawatan
merupakan sumber ketidakpuasan pasien,Hal ini terkait dengan
penelitian sebelumnya bahwa buruknya ketrampilan komunikasi
teraupetik merupakan hal yang biasa terjadi dalam praktek
keperawatan sehari- hari.( Dennison,1995).
Berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan oleh peneliti di
ruang perawatan I s/d V RSI Faisal Haji, banyak perawat yang
belum melaksanakan komunikasi teraupetik baik itu dengan pasein
maupun dengan keluarga pasien.
Asumsi peneliti menyimpulkan bahwa perawat harus
menyadari bahwa komunikasi teraupetik itu merupakan elemen
yang sangat penting sehingga harus ditampilkan oleh perawat
selama terjadi iteraksi dengan klien dan keluarga klien, guna
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan menuju
profesionalisme keperawatan.
5. Hubungan Reward dengan perilaku caring
Gambaran Reward berdasarkan analisis Bivariat didapatkan
Reward dengan perilaku caring baik 91,2% dan Reward dengan
perilaku caring kurang 8,8% di RSI Faisal Makassar di RSI Faisal
Makassar.
Reward menurut Wetson,IvonPalvow, dkk (1998 ) menyatakan
bahwa reward merupakan suatu respon terhadap tingkah laku yang
c
dapat peningkatan kemungkinan terulang kembalinya tingkah laku
tersebut.Jadi reward dapat disimpulkan sebagai suatu cara yang
digunakan untuk seseorang dalam memberikan suatu penghargaan
kepada seseorang karena sudah mengerjakkan suatu hal yang
benar, sehingga seseorang tersebut bisa semangat lagi dalam
mengerjakkan tugas tersebut.
Rumah sakit menggunkan Reward (imbalan) sebagai suatu
sistem balas jasa atas hasil kerja perawat.Rumah sakit yang
memiliki sistem reward yang didasarkan pada intangible
performance,menciptakan budaya organisasi yang berorientasi
pada hasil balas jasa berorientasi pada target pencapaian
(,2011).Dimensi ini dilihat dari perilaku apa yang mendapatkan
imbalan, tipe imbalan yang digunakan,apakah secara peribadi atau
kelompok,apakah semua karyawan mendapatkan bonus,kriteria
apa yang digunakan untuk menilai kemajuan perawat
Sedangkan menurut Robins &Judge (2008) menekankan jika
manajemen mengingikan perawat memberikan pelayanan yang
bagus,perawat harus diberikan imbalan yang layak.Pemberian
imbalan tidak selalu dalam bentuk uang sebab bentuk materi akan
sampai pada titik jenuh.Manajer keperawatan harus memperhatikan
pemberian imbalan non materil misalnya suasana kerja yang
kondusif, kesempatan pengembangan kreativitas.syarat kerja yang
tidak terlalu ketat dan kondisi kerja yang lebih manusia.Pemberian
ci
imbalan yang lebih efektif oleh manajer akan meningkatkan
produktifitas kerja perawat (Anoraga,1995).
Penelitian yang dilakukan pada RSI Faisal Makassar pada
tabel 5.19, .menyatakan tidak ada hubungan antara reward dengan
prilaku caring perawat.sementara pada karakteristik responden ada
.78,9 % yang pendidikannya DIII Keperawatan dibandingkan S1
keperawatan yang hanya .21,1%. .Perbedaan hasil penelitian
antara apa yang telah diteliti oleh penulis dengan apa yang ada di
teori disebabkan karena adanya faktor lain yang tidak diperhatikan
dan dipertimbangkan oleh penulis, seperti Kinerja dan motivasi
perawat serta survei kepuasan perawat didalam memberikan
pelayanan keperawatan.
Berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan oleh peneliti RSI
Faisal, didapati kalau di ruangan diruangan ada perawat yang judes
sama sama pasien,dan ada perawat yang suka marah dan malas/
tidak segera memberikan pelayanan keperawatan pada pasien
pada saat pasien membutuhkan perawatan.
Senada dengan penelitian yang dilkukan oleh suhadi (2005),
dirumah sakit Bahyangkara sumatera (Bengkulu).yang menyatakan
bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat
pelaksana dirumah sakit, tidak terlepas dari adanya kendala
diantara perawat senior yang lebih malas dalam menjalankan
tugasnya, pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien
cii
mulai dari tidak adanya koordinasi yang baik antar perawat, insentif
yang dibedakan berdasarkan status kepegawaian,dan lama
kerja,perawat mulai judes dan cerewet, dalam menjalankan
tugasnya karena kurangnya fasilitas yang memadai.
Hasil penelitian yang tidak sejalan yaitu, penelitian yang
dilakukan oleh Nur Mukarommah dkk (2007), di rumah sakit umum
daerah Pamekasan, didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan
antar pendidikan dengan kinerja pegawai,semakin tinggi pendidikan
seseorang maka mempunyai kinerja yang baik. Ini sependapat
dengan Nursalam (2002), semakin tinggi pendidikan sesorang
semakin baik pula kinerja seseorang, perawat dituntut mampu
melakukan komunikasi, aktifdan edukatif.
Dalam teori Malayu S,P. Hasibuan (2000) hal yang
memotivasi semangat seseorang bekerja adalah untuk memenuhi
kebutuhan/kepuasan baik material maupun nonmaterial yang
diperolehnya sebagai imbalan jasa yang diberikannya kepada
perusahaan.apabila material dan non material yang diteriamnya
semakin memuaskan,semangat kerja seseorang akan semakin
meningkat.Sehingga dapat disimpulkan kalau semangat motivasi
pengabdian (deviasi), reward bahkan jiwanya(pengorbanan)
nampak juga berpengaruh terhadap motivasi perawat dalam
bekerja, dengan sendirinya semakin meningkatkan motivasi kerja
ciii
dari perawat, kinerja perawat akan meningkat sehingga kepuasaan
kerja akan terbentuk dengan sendirinya,
6. Hubungan Pengambilan keputusan dengan perilaku caring
Gambaran pengambilan keputusan berdasarkan analisis
Bivariat didapatkan pengambilan keputusan dengan perilaku caring
baik 92,3 % dan pengambilan keputusan dengan perilaku caring
kurang 7,7 % di RSI Faisal Makassar di RSI Faisal Makassar.
Menurut Herbert A. Simon, ahli manajemen pemenang Nobel
dari Carnegie-Mellon University, keputusan berada pada suatu
rangkaian kesatuan (continuum) dengan keputusan terprogram
pada satu ujungnya dan keputusan tak terprogram pada ujung yang
lain.sejalan dengan pendapat Terry (1977) Pengambilaan
keputusan adalah pilihan alternatif, pilihan dari dua alternatif atau
lebih tindakkan pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dalam organisasi yang di pimpinnya.
Pengambilan keputusan merupakan proses identifikasi
permasalahan dan peluang serta pemecahan masalah.Pelibatan
pihak lain dalam pengambilan keputusan berperan dalam
pembelajaran individu dan organisasi.Individu merasa perusahaan
membutuhkan dirinya,dan nilai ini memotivasi perawat untuk
meningkatkan kinerjanya (Draft,2008).
Pelibatan perawat dalam proses pengambilan keputusan
sangat penting agar mereka merasa dihargai oleh atasan atau
civ
pimpinan maupun teman sejawat, karena mereka mempunyai
kesempatan untuk mengemukakan ide – ide gan solusi bagi suatu
masalah yang ada di lingkungan unit perawatan.
Senada dengan pendapat Sopiah (2009) bahwa peraturan
dan kebijakan mulai dari level yang tinggi sampai terendah dapat
kondusif bagi perawat untuk meningkatkan kinerja atau
sebaliknya.Peraturan yang bottom up dapat membuat perawat lebih
apresiatif karena merasa dilibatkan dalam pembuatan aturan dan
perawat berkewajiban untuk mentaati aturan- aturan tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukan dirumah sakit Islam Faisal
tidak ada hubungan antara pengambilan keputusan dengan
perilaku caring perawat.
Dan berdasarkan hasil observasi peneliti di rumah sakit Islam
Faisal didapati kurangnya perilaku caring perawat salah satunya
disebabkan karena belum adanya peraturan dan kebijakkan
mengenai pelaksanaan caring pada pasien, sehingga disarankan
untuk memasukkan caring perawat pada penilaian kinerja perawat
serta SOP dan SAK sebagai panduan dalam melakukan caring.
Sejalan dengan pendapat Hasibuaan (2001) yang
menyatakan bahwa kepatuhan dalam penerapan SOP pelayanan
keperawatan sebagai kebehasilan pelayanan kesehatan dan
merupakan salah satu sasaran penting dalam manajemen suber
daya manusia. Selain itu menjadi bagiaan dari kecakapan yang
cv
diperoleh perawat yang berhubungan dengan pendidikan yang
dimilikinya dan digunakkan untuk tugasnya pada waktu yang tepat
sesuai dengan ilmu yang diperolehnya.Menurut Sarwono (2004)
bahwa kepatuhan (compliance)adalah taat atau tidak taat perintah
atau keentuaan yang berlaku, dan merupakan titik awal dari sikap
dan perilaku individu,
Asumsi peneliti bahwa perawat masih memiliki inisiatif dan
motivasi yang kurang untuk mengambil suatu keputusan dan
tindakan karena masih selalu merasa takut akan dimarahi oleh
atasan,
2. Faktor perilaku caring dengan budaya organisasi
Gambaran perilaku caring perawat berdasarkan analisis
univariat menunjukkan budaya organisasi dengan perilaku caring
baik yaitu 85,6.% dan…14,2 %, .budaya organisasi dengan perilaku
caring perawat kurang dirumah sakit islam Faisal. Kondisi yang
demikian perlu dikaji faktor-faktor yang berkaitan mengapa perawat
dirumah sakit islam Faisal memandang organisasi baik namun
perilaku caringnya kurang.
Perilaku caring adalah fenomena universal yang
mempengaruhi cara manusia berpikir, merasa, dan mempunyai
hubungan dengan sesama, pemberian perhatian penuh pada klien
saat memberikan asuhan keperawatan ( Potter & Perry, 2009 ),
cvi
Menurut Caper (1979) dalam Morison & Burnard (2008),
Perilaku caring adalah sebagai sebuah nilai professional dan
personal, merupakan inti dari menyediakan standar normative yang
mengarahkan tindakan dan sikap perawat terhadap orang yang
perawat asuh. Teori Watson tentang perilaku caring (1979 ) dalam
Potter & Perry (2009) adalah model Holistik keperawatan yang
menyebutkan bahwa tujuan caring adalah untuk mendukung proses
penyembuhan secara total.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata perawat di di RSI
Faisal Makassar menunjukan perilaku caring kurang, dan budaya
organisasi baik akan dibahas sebagai berikut :
Dari hasil analisa menunjukkan perilaku caring perawat di RSI
Faisal Makassar dari aspek kesiapan dan kesediaan tergolong baik
52 ( 70,2 ) dan 5 ( 8,6% ) yang kurang.
Kesiapan dan kesediaan yaitu untuk menciptakan hubungan
perawat dan klien yang terbuka saling menghargai perasaan dan
pengalaman antar perawat, klien dan keluarga. Perawat harus
mematuhi dan menerima pikiran dan perasaan positif dan nrgatif
yang berbeda pada siyuasi berbeda ( Larson, 1994, dalam Watson
2004).
Individu merupakan totalitas dari bagian- bagian yang
memiliki harga diri di dalam dirinya yang memerlukan perawatan,
penghormatan, dipahami dalam memenuhi kebutuhannya.
cvii
Lingkungan yang memiliki sifat caring yang selalu bersedia untuk
membantu klien dapat meningkatkan dan membangun potensi klien
untuk membuat pilihan tindakan bagi dirinya ( Davis, 2000).
Mengacu pada pendapat Davis (2000) mengenai sifat caring, maka
setiap perawat khususnya di rumah sakit islam faisal Makassar,
senantiasa dituntut untuk mengdepankan privasi klien di dalam
memberikan pelayanan asuhan keperawatan,terutama kebutuhan
dasar manusia.
Senada dengan hasil penelitian Sumarwati (2006) tentang
gambaran perilaku caring perawat pada pasien penderita kanker.
Hasil penelitian menunjukan dari 67 orang responden 54 ornag
menyatakan perilaku caring perawat kurang baik karena mereka
kurang mengerti kebutuhan dasar manuusia yang di perlukan
pasien.
Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.9..
didapatkan ..perilaku caring perawat yang baik dengan fasilitas dan
penjelasan 52 ( 91,2%.dan 6(8,8 % ) perilaku caring perawat yang
kurang dengan penjelasan dan fasilitas yang kurang dirumah sakit
islam faisal Makassar.
Kondisi tidak adanya hubungan penjelasan dan fasilitas
dengan Perawat menggunakan metode proses keperawatan
sebagai pola piker dan pendekatan dalam penyelesaian masalah
dan pengambilan keputusan secara sistematis.Pendekatan dan
cviii
pemecahan masalah harus di dasari dengan explain dan fasilitation
yaitu kemampuan perawat untuk memberikan penjelasan yang
berkaitan dengan perawatan klien, pengambilan keputusan dan
pendidikan kesehatan bagi klien dan keluarga ( Larson 1994 dalam
Wetson ).
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Swanson
mengembangkan caring professional scale, kapan survey laporan
diri untuk menilai penyedia layanan kesehatan praktek gaya
hubungan. Item isntrumen itu diturunkan untuk mencerminkan teori
caring swanson, khususnya untuk mengukur tindakan caring
perawat. Dalam pendekatan explain dan fasilitation, perawat
mampu memberikan penjelasan yang berkaitan dengan perawatan
klien, pendidikan kesehatan bagi keluarga dan klien
seperti,memberikan informasi mengenai status penyakit klien
sesuai denagn dengan kebutuhan perawatan dan pengobatan.
Hasil uji statistik pada perilaku caring perawat dengan
Kenyamanan pasien berdasarkan hasil uji statistic yang dilakuakn
pada tabel menunjukkan perilaku caring baik sebesar 94,7 % dan
5,3% perilaku caring kurang. Hal ini menunjukkan penerapan
asuhan keperawatan terutama aspek kenyamanan pasien di rumah
sakit islam faisal Makassar lebih baik.
Aspek kenyamanan di rumah sakit islam Faisal sudah baik.
Perawat membantu klien mendapatkan kebutuhan dasar dengan
cix
caring dengan memperhatikan kenyaman klien selain itu juga
perawat harus mempunyai kemampuan comfort dalam memenuhi
kebutuhan dasar klien yang meliputi fisik, emosional, dengan penuh
penghargaan.Larson (1994) dalam Wetson 2004).Didukung oleh
pendapat stuart & Laraia ( 2005).perilaku caring perawat yaitu
bersedia membantu kebutuhan ADL ( activity daily living) dengan
tulus dan menyatukan perasaan bangga dapat menolong klien,
menghargai privacy klien, menunjukkan kepada pasein bahwa klien
orangyang pantas dihormati dan dihargai.
Hasil penelitian Anjaswarni (2002)., didapatkan bahwa
tingkat rata-rata tingkat kepuasan pasien tinggi terhadap perilaku
caring oleh perawat di RSUD Dr,Saiful Anwar Malang.Berdasarkan
pencapaian rata-rata tingkat kepuasaan ini dapat diketahui bahwa
pencapaian tingkat kepuasaan klien terhadap perilaku caring
adalah 82,25% yang berarti klien cenderung merasa puas.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andi Irawan
Simarmata (2011), tentang perilaku caring dalam memberikan
asuahan keperawatanpada pasien gangguan jiwa di rumah sakit
jiwa daerah medan,menunjukkan perawat harus lebih
memperhatikan pentingnya perilaku caring yang mengindikasikan
kesepuluh faktor kuratif dalam pemberian asuhan keperawatan
kepada pasien untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang
optimal dengan asuhan keperawatan yang bermutu.
cx
Berdasarkan hasil uji statistic univariat seperti pada tabel
5.11 didapatkan ..perilaku caring perawat yang baik dengan
Hubungan saling percaya 51 ( 89,2 %.) dan 6(10,5 % ) perilaku
caring perawat yang kurang dengan hubungan saling percaya
yang kurang dirumah sakit islam faisal Makassar.
Kondisi adanya hubungan hubungan saling percaya yaitu
Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan harus dapat
membina hubungan saling percaya dengan klien. Pendapat ini
sejalan dengan pendapat Larson (1994) dalam Wetson 2004)
mengemukakan bahwa perilaku caring perawat harus
mencerminkan kemampuan perawat membina hubungan
interpersonal dengan klien, menunjukkan rasa tanggung jawab
terhadap klien, dan selalu memahami sesuai dengan kondisi
klien.Pendapat ini di dukung oleh Potter & Perry (2009)
mengemukakan hubungan saling percaya diawali dengan belajar
membangun dan mendukung pertolongan, kepercayaan, hubungan
caring, melalui komunikasi yang efektif dengan klien.
Pendapat diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh nuhuda & dkk (2006) yang menyatakan bahwa dalam
memberikan asuhan keperawatan komunikasi teraupetik
memegang peranan yang sangat penting dalam membantu
memecahkan masalah klien, karena komunikasi yang ditujukan
untuk kesembuhan klien sehingga dalam pelaksanaannya proses
cxi
komunikasi dapat memberikan informasi dan membantu klien
untuk mengatasi persoalan yang di hadapinyapada tahap
perawatan. dengan penelitian yang dilakukan Swanson
mengembangkan caring professional scale, kapan survey laporan
diri untuk menilai penyedia layanan kesehatan praktek gaya
hubungan. Item isntrumen itu diturunkan untuk mencerminkan teori
caring swanson, khususnya untuk mengukur tindakan caring
perawat. Dalam pendekatan explain dan fasilitation, perawat
mampu memberikan penjelasan yang berkaitan dengan perawatan
klien, pendidikan kesehatan bagi keluarga dan klien
seperti,memberikan informasi mengenai status penyakit klien
sesuai denagn dengan kebutuhan perawatan dan pengobatan.
Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.13..
didapatkan ..perilaku caring perawat yang baik dengan Monitoring
dan follow up 48 ( 84,2%) dan 9 (15,8% ) perilaku caring perawat
yang kurang dengan Monitoring dan folloup yang kurang dirumah
sakit islam faisal Makassar.
Pengenalan pengaruh lingkungan non fisik dan fisi perawat
harus menjamin kemampuan profesionalnya dan keamanan
tindakan keperawatan dalam membimbing dan mengawasi klien.
Perilaku ini menurut Larson (1994,dalam Watson,2004) adalah
monitors and foolos,Dimana perawat membuat pemulihan suasana
pada semua tingkatan fisik maupun non fisik yang bersifat
cxii
suportif,protektif,dan korektif. Perawat juga perlu mengenali
lingkungan pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien
terhadap kesehatan/ kondisi penyakit klien.Pendapat ini sejalan
dengan Stuart dan Laraia,2005) menyatakan manifestasi perilaku
caring perawat ; meningkatkan kebersamaan, keindahan,
kenyamanan, kepercayaan dan kedamaian dengan cara menyutujui
keinginan klien untuk bertemu dengan pemuka agama, dan
menghadiri pertemuannya, bersedia mencarikan alamat atau
menghubungi keluarga yang ingin ditemui oleh klien, melakukan
kunjungan rumah saat klien pulang. Perencanaan pulang
keperawatan merupakan komponen yang terkait dengan rentang
keperawatan dari pasien masuk rumah sakit hingga pasien
pulang.pelaksanaan perencanaan pulang tidak terlepas dari tangan
para perawat. Perawat bertanggung jawab dalam segala bentuk
keperawatan kepada pasien.(Nursalam, 2009).
Berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan oleh peneliti di
ruang perawatan I s/d V RSI Faisal,peneliti menemukan masih ada
perawat yang 72%, memberikan perhatian terhadap kebutuhan
dasar manusia yang dibutuhkan oleh pasien, kurangnya kedisplinan
perawat dalam memberikan perawatan kepada klien sebanyak
72%, masih ada 69% perawat yang kurang menemui klien yang
menjadi tanggung jawab selama dinas, 85% perawat lambat dalam
merespon panggilan pasien yang membutuhkan pertolongan,
cxiii
perawat masih ada yang kurang menawarkan jasa bantuan kepada
pasien, 82% perawat yang kurang menunjukkan sikap ramah
kepada klien, dan kurang senang dikritik oleh klien, merasa 67%
perawat merasa jenuh untuk memahami perasaan klien yang ingin
diperhatikan semua kebutuhannya, 44% perawat jarang
melibatkan keluarga atau orang yang di anggap berarti dalam
perawatan klien, sebanyak 79% perawat yang yang jarang
melakukan observasi/ monitoring kepada pasien dengan tingkat
ketergantungan total care dan partial care, 62% perawat jarang
menjelaskan manfaat pengobatan dan penjelasan sebelum
melakukan tindakan keperawatan, dan berdasarkan hasil observasi
selama penelitian di RSI Faisal melihat Activity Daili Living (ADL)
pasien lebih banyak dilakukan oleh mahasiswa yang sedang
melakukan praktek lapangan di rumah sakit tersebut. Sehingga
pendapat peneliti berdasarkan obeservasi dan wawancara perawat
yang bertugas di ruang perawatan yang menjadi tempat penelitian,
disebabkan perawat merasa perilaku caring bukan sebagai bagian
dari tanggung jawab, melainkan hanya sebagai rutinitas dari
pekerjaan.
Asumsi peneliti menyimpulkan bahwa pekerjaan sebagai
perawat memerlukan perilaku caring perawat yang baik dari setiap
perawat yang bertugas sehingga perilaku caring itu menjadi
cxiv
tnggungjawab untuk semua perawat yang bertugas di ruang
perawatan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan hasil penelitian ini didasarkan pada tujuan penelitian,
rumusan hipotesis dan uraian hasil. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Perawat di instalasi rawat inap Rumah sakit Islam Faisal sebagian
berprilaku caring kurang.
2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara strukturr Organisasi,
Komunikasi, reward, pengambilan keputusan ,kepemimpinan, desain
cxv
pekerjjaan dengan perilaku caring perawat di instalasi rawat inap
Rumah sakit Islam Faisal Makassar..
.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, peneliti menyarankan :
1. Kepada Manajemen Rumah Sakit
a. Perlunya kebijakkan untuk memasukkan item caring kedalam SOP
dan SAK serta penilaian kinerja perawat..
b. Perlu dukungan dan kebijakan rumah sakit bagi perawat ruangan
untuk melakukan caring dengan pasien melalui pemilihan paerawat
caring atas rekomendasi pasien melalui kusioner kepuasaan pasien
dan di umumkan setiap bulan pada pagi hari.
2. Kepada Bidang Keperawatan
a. Monitoring dan evaluasi secara terjadwal setiap 1 bulan sekali
pelaksanaan caring perawat terhadap pasien diruangan melalui
kusioner kepuasan pasien.
b. Melakukan spervisi diruangan terhadap pelaksanaan caring
perawat terhadap pasien diruangan..
c. Penyegaran (in house training) tentang pelaksanaan caring perawat
terhadap pasien diruangan secara berkala terutama untuk perawat
– perawat yunior..
3. Kepada Kepala Ruangan
cxvi
a. Menjadi Role Model kepada staff dalam pelaksanaan caring
perawat terhadap pasien sesuai standar..
b. Supervisi secara terjadwal setiap 2 minggu dan menidaklanjuti hasil
supervisi terkait pelaksanaan caring perawat terhadap pasien
diruangan melali kusioner kepuasan pasien.
c. Melakukan sosialisasi pelaksanaan caring diruangan dengan
membuat motto terkait dengan pelaksanaan caring terhadap
pasien.
d. Membudayakan kegiatan pelaksanaan caring perawat terhadap
pasien dengan cara melaksanakan kegiatan dengan kesungguhan
hati didasari kecintaan terhadap profesi..
4. Untuk Perawat
Membudayakan pelaksanaan caring perawat terhadap pasien
dengan saling mengingatkan diantara teman untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan.
5. Untuk Kepentingan Pendidikan
cxvii
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineke Cipta.
Burdahyat,(2009),Analisis Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kinerja
Perawat Pelaksana di RSUD Sumedang Tesis FIK UI
Bertolino, Truxillo, & Fraccarolly. (2011) Age as moderator of the relationship of
proactive personality with training motivation, perceived career
development from training, and training behavioral intentions. Journal of
Organizational Behavior. Volume 32. Pages 248–263.
Clark, M. J. (2003). Community health nursing: Caring for populations. New
Jersey: Prentice Hall 2003.
Cahyono, J.B. (2008). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktek
kedokteran. Yogyakarta: Kanesius.
Daft, R. (2008a). Manajemen. Edisi 1. (Terj. D. Angelica) Jakarta: Salemba
Empat. (Buku asli tahun 2003).
Daft, R. (2008b). Manajemen. Edisi 2. (Terj. D. Angelica) Jakarta: Salemba
Empat. (Buku asli tahun 2003).
Dahlan, M. S. (2009). Besar sampel dan cara pengambilan sampel: Dalam
penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: salemba Medika. Davis, B.
D. (2000). Caring for people in pain. London: Routhledge.
Dessler, G. (2000) Human resource management. Seventh edition. New
Jersey: Prentice Hall, Inc.
Dwidiyanti, M. (2007). Caring kunci sukses perawat mengamalkan ilmu.
Semarang: Hasani.
Gibson, J., James, I, & John, D. (2000). Organization behavior. Boston: Mc
Graw-Hill Higher education.
Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM UI.
Ilyas, Y. (2005). Perencanaan SDM rumah sakit. Jakarta: FKM-UI.
Kreitner, R. & Kinicki. (2010). Organizational Behavior. New York: Mc Graw-
Hill Higher education.
Luthan, F. S. (1998). Organizational Bahavior. Sevent edition. Singapore: Mc.
Graw Hill.
cxviii
Loedin, A. A. (2003). Pedoman nasional etik penelitian kesehatan. Jakarta:
Komite Nasional Etik Peneltian Kesehatan.
M.Hanif AL Rizal. (2012) Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan RS Panti Wilasa ”Citarum” Kota
Semarang
Morrison, P. & Burnard, P. (2009). Caring and communicating: hubungan
interpersonal dalam keperawatan. Edisi kedua. (Terj. Widyawati,
Meiliya). Jakarta: EGC. (Buku asli 1997)
Muttaqin. (2008). Pengaruh supervisi terhadap perilaku caring perawat
pelaksana di rumah sakit umum daerah kabupaten cianjur Tesis Program
Magister Ilmu Keperawatan FIK UI. Tidak dipublikasikan.
Notoatmodjo, S. (2003). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineke Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineke Cipta.
Pangewa, M. (2007) Perilaku keorganisasian. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Panjaitan, R.(2002) Hubungan efektifitas kepemimpinan kepala ruangan
dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSPAD Gatot
Subroto Jakarta. Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI.
Tidak dipublikasikan.
Polit, D.F & Beck, C.T. (2006) Essential of nursing research: Methode,
appraisal and utilization. (6th ed). Philadelphia: Lipincot Williams &
Walkins. Profil dan data medical record RSAS Kota Gorontalo tahun
2010.
Pohan, I. (2007). Penjaminan mutu kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Potter, P. & Perry, A. G. (2009). Fundamental of nursing. 7th edition. Singapore:
Mosby Elsevier.
Prasetyo, B. & Jannah, M. (2010). Metode penelitian kuantitatif: Teori dan
aplikasi.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Rika Dinarianti,(2011),Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Intensif
Terhadap Kinerja Perawat Rumah Sakit TK.II Puteri Hijau Medan,Tesis
cxix
Program Magister Program Study Ilmu Manajemen Universitas
Sumatera Utara
Romidan simbolon (2012) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Perawat Pelaksana Diruang Rawat Inap RS.Santa Elisabet Medan Tesis
Program study S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,Universitas Sumatera
Utara
Ricardo, Ronald & Jolly, J. (2003). Organization culture and teams. Academy of
management journal.Volume 13. Page 245.Rivai, V. (2009). Manajemen
sumber daya manusia untuk perusahaan dari teori ke praktek. Jakarta:
Rajawali Pers.
Riyanto, A. (2011). Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha
medika.
Rizal, Y. (2001). Pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja karyawan
kantor direksi PTP Nusantara VII Bandar Lampung. Universitas
Brawijaya Malang. Tesis Program Magister manajemen.
Riani, A. (2011). Budaya organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Robbins, S. & Judge, T. (2008). Perilaku organisasi. (Terj. D. Angelica, R.
Cahyani, dan A. Rosyid) Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat. (Buku asli tahun
2007)
Robbins S. (2005). Prinsip-prinsip perilaku organisasi. Edisi kelima. (Terj.
Halida dan D. Sartika) Jakarta: Erlangga. (Buku asli 2002).
Rodwell, John J., Rene K., & Mark A. (1998) The relationship among work
related perceptions integral role of comunication. Employess” Journal
of management. Vol 20.
Sabri, L. (2005) Statistik kesehatan. Jakarta: Salemba Empat.
Schein. (1997). Organizational culture & leadership. San Fransisco: Jossey-Buss.
Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Candi
Gerbang Permai.
Siagiaan, P.S. (2010) Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
cxx
Sulistyo, H. (2009) Pengaruh kepemimpinan spiritual dan komunikasi
organisasi terhadap kinerja karyawan. Jurnal ekonomi & bisnis
(Ekobis).Volume 6. Hal. 21-28.
Stuart, G.W & Laraia, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing
(eight editions). USA: St. Mosby Inc.
Sully, P & Dallas, J. (2005). Essential communication skill for nursing. USA:
Philadelphia st Louis Sidney Toronto: Elsevier Mosby.
Sunarto. (2003). Teori organisasi. Yogyakarta: Amus Mahendro Total Design.
Sugiono. (2010). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
.
Sutriyanti. (2009). Pengaruh pelatihan caring terhadap kepuasan pasien Di ruang
rawat inap Rumah Sakit Curup Bengkulu. Tesis Program Magister Ilmu
Keperawatan FIK UI. Tidak dipublikasikan.
Sopiah. (2009). Perilaku organisasional. Yogyakarta: Andi Offset.
Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theorists and their work. Six
edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Watson, J. (1998). Nursing human science and human care. New York:
National language for nursing.
-------------- (2004) Assessing and measuring caring in nursing and health science.
http://books.google.co.id/books?hl=id&client=firefoxa&channel=s&rls=
org.mozilla:Cronin%20%26%harisson%CBA% 20tool&um=1&ie=UTF.
Wibowo, S. (2010). Budaya organisasi: Sebuah kebutuhan untuk
meningkatkan kinerja jangka panjang. Jakarta: Rajawali Pers.
Webster, C. (2001). Caring for health: History and diversity. Philadelphia: Open
university press.
cxxi
Zacher, H & Frese, M. (2011) Maintaining a focus on opportunities at work: The
interplay between age, job complexity, and the use of selection,
optimization, and compensation strategies. Journal of Organizational
Behavior. Volume 32. Pages 291–318.