hubungan kecacingan dengan anemia pada anak …repository.poltekkes-kdi.ac.id/955/1/kti wafiq...
TRANSCRIPT
-
HUBUNGAN KECACINGAN DENGAN ANEMIAPADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 17 ABELI
KOTA KENDARI SULAWESI TENGGARA
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan PendidikanDiploma III Politeknik Kemenkes Kendari
Jurusan Analis Kesehatan
OLEH :
WAFIQ KHAFIFAPOO320013138
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATANTAHUN 2016
-
( )
-
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
a. Nama : Wafiq Khafifa
b. Tempat/ Tanggal Lahir : Katukobari, 3 September 1994
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Suku / Bangsa : Buton/ Indonesia
e. Agama : Islam
f. Alamat : JL. Pattimura Puuwatu
II. JENJANG PENDIDIKAN
a. SD Negeri 4 Mawasangka, Tahun 2007
b. SMP Negeri 1 Mawasangka, Tahun 2010
c. SMA Negeri 1 Mawasangka, Tahun 2013
d. Sejak tahun 2013 Melanjutkan Pendidikan Di Politeknik Kesehatan
Kendari Jurusan Analis Kesehatan Sampai Sekarang
iv
-
MOTTO
Lakukanlah apapun dengan tepat , bukan hanya cepat.
Keberhasilan tak bisa dihalangi jika yang anda lakukan telah tepat
Memulai dengan penuh keyakinanMenjalankan dengan penuh keikhlasan
Menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan
Jangan ratapi kegagalan, tapi ratapilah keberhasilanmu
Sesungguhnya kesuksesan itu berjalan diatas kesusahan dan pengorbanan
Karya tulis ini Kupersembahkan kepada
Ayah dan Ibuku tercinta,
Keluarga tersayang,
Almamaterku,
Agama, Bangsa dan Negaraku
Do’a . . .
Nasehat . . .
Keikhlasan kalian . . .
v
-
ABSTRAK
Wafiq Khafifa (P00320013138) “hubungan kecacingan anemia pada anakSekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara”Pembimbing I : Masrif Bahrun, Pembimbing II Fonnie E. Hasan, (xxi :halaman, lampiran, tabel). Kecacingan adalah penyakit endemik dankronik yang diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidakmematikan tetapi mengganggu kesehatan tubuh manusia sehinggaberakibat menurunkan kondisi gizi dan kesehatan. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui hubungan kecacingan dengan anemia pada anakSekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kota Kendari Tahun 2016. Variabel dalampenelitian ini yaitu kecacingan dan anemia. Penelitian ini menggunakanpendekatan analitik dengan rancangan Cross sectional study. Sampelpenelitian ini berjumlah 44 siswa yang diambil secara ProportionalRandom Sampling . Pengumpulan data terdiri atas data primer yaitukejadian kecacingan dan anemia dan data sekunder berupa pendekatandokumen yang ada di SDN 17 Abeli. Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa dari 31 siswa yang menderita anemia sebagian besar (80.65%, n =25) adalah siswa yang menderita kecacingan, sebaliknya dari 13 siswayang tidak anemia sebagian besar (76.92%, n = 10) adalah siswa yangtidak menderita kecacingan. Hasil analisis statistik untuk melihathubungan kecacingan dengan anemia menggunakan uji korelasi produktmoment diperoleh nilai p = 0.000, sehingga dapat disimpulkan bahwakejadian kecacingan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadiananemia. Oleh karena itu disarankan perlu membiasakan diri untukmemanfaatkan jamban yang telah tersedia dan meningkatkan hygieneperorangan, baik dari kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelummakan, setelah buang air besar (BAB) dan setelah bermain sertamembiasakan memotong kuku setiap minggu agar terhindar dari penyakitinfeksi kecacingan dan anemia.
Kata Kunci : Kecacingan, Anemia
Daftar Pustaka : 31 buah (2002-2015)
vi
vi
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan Kecacingan
dengan Anemia pada Anak Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kota Kendari
Sulawesi Tenggara” sebagai salah satu tugas akhir untuk menyelesaikan
pendidikan program Diploma III (D-III) Politeknik Kesehatan Kendari
Jurusan Analis Kesehatan.
Rasa hormat, terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya penulis ucapkan kepada Ayahanda La Saafi dan Ibunda Herlin
tercinta atas bantuan moril maupun material, motivasi, dukungan dan cinta
kasih yang tulus serta do’anya demi kesuksesan studi penulis jalani selama
menuntut ilmu hingga selesainya Karya Tulis Ilmiah ini.
Proses penulisan Karya Tulis Ilmiah ini telah melewati
perjalanan panjang, dan penulis banyak mendapatkan petunjuk dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis juga menghaturkan rasa terima kasih kepada Bapak Masrif
Bahrun, SKM., M.Kes selaku pembimbing I dan Ibu Fonnie E. Hasan.,
DCN., M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
kesabaran dalam membimbing dan atas segala waktu dan pikiran selama
menyusun Karya Tulis ini. Ucapan terima kasih penulis juga tujukan
kepada :
1. Bapak Petrus, SKM. M.Kes Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Kendari.
2. Kepala Kantor Badan Riset Sultra yang telah memberikan izin
penelitian kepada penulis dalam penelitian ini.
3. Ibu Ruth Mongan, B.Sc., S.Pd., M.Pd selaku Ketua Jurusan Analis
Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
4. Tim Penguji ( Muhaimin Saranani, S.Kep.,Ns.,M.Sc, Anita Rosanty.
SST.,M.Kes, Satya Darmayani, S.Si.,M.Eng)
vii
-
5. Ibu Sitti Kamaria, S.Pd selaku Kepala Sekolah SDN 17 Abeli Kota
Kendari beserta seluruh guru yang telah mengizinkan dan menfasilitasi
Penulis selama penyusunan Karya Tulis ini.
6. Ibu Satya Darmayani, S.Si., M.Eng selaku Kepala Laboratorium
Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
7. Bapak dan Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis
Kesehatan serta seluruh staf atas segala fasilitas dan pelayanan
akademik yang diberikan selama penulis menuntut ilmu.
8. Kupersembahkan kepada saudara-saudaraku Kakak Hasan, S.Gz, Muh.
Dahlan, AMG, La Moga, SE, Helsin, dan adikku tercinta Ahmad
Hidayat, Musyawir, Nur Saleha, Rati terima kasih telah memberikan
motivasi dan do’a serta kasih sayang selama penulis mengikuti
pendidikan.
9. Terima kasih buat sahabat-sahabatku tercinta (La Karana, Jumiati Ria,
Nur Mely, La Ode Ofar dan Nurfia serta teman-teman angkatan 2013)
yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, dimana selama penulis duduk
di bangku kuliah telah banyak membantu dan menemani penulis dalam
suka dan duka.
Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan dan
keterbatasan yang ada pada penulis, sehingga bentuk dan isi Karya Tulis
Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat banyak
kekeliruan, serta kekurangan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis ini.
Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
penelitian selanjutnya di Poltekkes Kemenkes Kendari Khususnya Jurusan
Analis Kesehatan serta mendapat ridho dari Allah SWT, Amin.
Kendari, Agustus 2016
Penulis
viii
-
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iv
MOTTO ...................................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Cacing...................................................... 5
B. Tinjauan Umum Tentang Nematoda Usus........................................ 6
C. Tinjauan Umum Tentang Anemia .................................................... 17
D. Tinjauan Umum Tentang Anak Sekolah Dasar ................................ 22
E. Tinjauan Umum Tentang Hubungan Kecacingan dengan Anemia pada
Anak Sekolah .................................................................................... 23
ix
-
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Dasar Pemikiran................................................................................ 26
B. Kerangka Pikir .................................................................................. 27
C. Variabel Penelitian............................................................................ 27
D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif ...................................... 28
E. Hipotesis Penelitian........................................................................... 28
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Dasar Pemikiran Jenis Penelitian...................................................... 29
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 29
C. Populasi dan Sampel ......................................................................... 29
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data.................................................... 30
E. Instrumen Penelitian.......................................................................... 31
F. Prosedur Kerja ................................................................................... 31
G. Pengolahan Data ............................................................................... 35
H. Analisa Data...................................................................................... 36
I. Penyajian Data................................................................................... 36
J. Etika Penelitian .................................................................................. 36
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ................................................................................................ 38
B. Pembahasan....................................................................................... 45
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 46
B. Saran.................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
-
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Sarana SDN 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara
Tahun 2016 ...................................................................................... 34
Tabel 5.2 Prasarana SDN 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara
Tahun 2016 ...................................................................................... 35
Tabel 5.3 Distribusi Tenaga Pengajar SDN 17 Abeli Kota Kendari
Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ....................................................... 35
Tabel 5.4 Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin SDN 17 Abeli Kota
Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ......................................... 36
Tabel 5.5 Distribusi Sampel Menurut Umur SDN 17 Abeli Kota Kendari
Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ....................................................... 36
Tabel 5.6 Distribusi Sampel Menurut Kelas SDN 17 Abeli Kota Kendari
Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ....................................................... 37
Tabel 5.7 Distribusi Sampel Menurut Kecacingan SDN 17 Abeli Kota
Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ......................................... 37
Tabel 5.8 Distribusi sampel Menurut Anemia SDN 17 Abeli Kota Kendari
Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ....................................................... 38
Tabel 5.9 Distribusi Kecacingan dengan Anemia SDN 17 Abeli Kota
Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ......................................... 38
xi
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Korelasi Uji Product Moment SPSS Versi 20
Lampiran 2 : Master Tabel Pengumpulan Data
Lampiran 3 : Form Hasil Pemeriksaan Kecacingan
Lampiran 4 : Form Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Lampiran 5 : Form Hasil Pemeriksaan Kecacingan
Lampiran 6 : Form Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Lampiran 7 : Surat permohonan Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes
Kendari
Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 9 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari SDN 17
Abeli Kota Kendari
Lampiran 10 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Laboratorium
Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 11 : Dokumentasi Penelitian
xii
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Siklus Hidup Ascaris Lumbricoides ........................................... 7
Gambar 2 : Siklus Hidup Trichuris Trichura ................................................ 9
Gambar 3 : Siklus Hidup Cacing Tambang ................................................... 11
Gambar 4 : Siklus Hidup Enterobius Vermicularis........................................ 13
Gambar 5 : Rantai Karbon Hemoglobin (Hb) Darah ..................................... 20
xiii
-
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia merupakan masalah kesehatan dunia karena prevalensinya
masih tinggi terutama di Negara berkembang seperti Indonesia. Kelompok
yang rentan menderita anemia adalah anak usia sekolah dasar. Kondisi ini
sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia karena pertama, anak sekolah
merupakan generasi penerus bangsa sehingga perlu dipersiapkan dengan baik
kualitasnya. Kedua, anak sekolah sedang mengalami pertumbuhan secara
fisik dan mental yang sangat diperlukan guna menunjang kehidupannya di
masa datang. Ketiga, guna mendukung keadaan tersebut diatas, anak sekolah
memerlukan kodisi tubuh yang optimal dan bugar, sehingga memerlukan
status gizi yang lebih baik (Ipa dan Sirajuddin, 2010).
Berdasarkan data WHO (2008) diketahui bahwa total keseluruhan
penduduk dunia yang menderita anemia adalah 1,62 miliar orang dengan
prevalensi anak sekolah yaitu 25,4% dan menyatakan bahwa 305 juta anak
sekolah di seluruh dunia menderita anemia. Laporan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa anemia gizi besi masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia dengan prevalensi pada
anak usia 5 - 12 tahun sebesar 29%.
Anemia disebabkan oleh faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor
ekstrinsik yang mempengaruhi kejadian anemia, antara lain pengetahuan
tentang gizi khususnya anemia, infeksi dan kebiasaan hidup. Faktor instrinsik
yang mempengaruhi kejadian anemia, antara lain kehilangan darah secara
kronis, seperti infeksi kecacingan, asupan zat besi (Tablet Fe), Vitamin B12,
dan asam folat (vitamin B9) tidak cukup (Melisa, 2012).
Kecacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif),
penyerapan (absorpsi), dan metabolisme makanan. Secara kumulatif infeksi
cacinganan dapat menimbulkan kurangan gizi berupa kalori dan protein, serta
kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan
menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak. Khusus anak usia sekolah,
1
-
keadaan ini akan berakibat buruk pada kemampuannya dalam mengikuti
pelajaran di sekolah. Sehubungan dengan tingginya angka prevalensi infeksi
cacingan, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu pada daerah
iklim tropik, yang merupakan tempat ideal bagi perkembangan telur cacing,
perilaku yang kurang sehat seperti buang air besar di sembarang tempat,
bermain tanpa menggunakan alas kaki, sosial ekonomi, umur, jenis kelamin,
mencuci tangan, kebersihan kuku, pendidikan dan perilaku individu, sanitasi
makanan dan sanitasi sumber air (Andaruni, 2012).
Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 lebih
dari 1.5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi cacing nematode
usus. Di Indonesia sendiri prevalensi kecacingan tahun 2012 menunjukkan
angka diatas 20% dengan prevalensi tertinggi mencapai 76.67%.
Berdasarkan data pada sebuah jurnal Penelitian yang dilakukan di Nigeria
2011 mengungkap bahwa dari 316 anak sekolah yang menjadi sampel di tiga
wilayah pedesaan, 38,6% menderita anemia dan secara keseluruhan
prevalensi status kecacingan di tiga wilayah adalah : Ascaris lumbricoides
(75,6%), cacing tambang (16,19%) dan Trichuris trichiura (7,3%). Dalam
penelitian tersebut terdapat hubungan yang merujuk pada data tentang
tingginya prevalensi anemia dan prevalensi kecacingan. Prevalensi
kecacingan pada murid Sekolah Dasar di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara sebesar 20%. Prevalensi anemia pada murid Sekolah Dasar di
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan sebesar 40%, terdapat hubungan
yang signitifikan antara kecacingan dengan anemia dimana hasil yang
diperoleh ñ=0,001. Berdasarkan hasil penelitian (2015) pada Sekolah dasar
Negeri 3 Abeli dari 134 responden terdapat 55 responden (41.0%) yang
positif terinfeksi cacing usus, sedangkan 79 responden (59.0%) tidak
terinfeksi cacing usus.
Berdasarkan data-data yang diperoleh maka, peneliti tertarik untuk
mengetahui “hubungan kecacingan dengan anemia pada anak Sekolah Dasar
Negeri 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara”.
2
-
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan kecacingan dengan anemia pada anak Sekolah
Dasar Negeri 17 Abeli ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kecacingan dengan anemia pada anak
Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui status kecacingan di Sekolah Dasar Negeri 17
Abeli.
b. Untuk mengetahui status Anemia anak Sekolah Dasar Negeri 17
Abeli.
c. Untuk menganalisis hubungan kecacingan dengan anemia pada Anak
Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan bagi ilmu
pengetahuan khususnya jurusan Analis Kesehatan untuk dapat
memberikan pengetahuan baru tentang kecacingan dengan anemia
sehingga dapat digunakan sebagai bahan perbaikkan maupun peningkatan
pengetahuan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan informasi serta menambah wawasan tentang
kecacingan dengan anemia.
b. Bagi Institusi
Sebagai masukkan tentang hubungan kecacingan dengan
anemia.
c. Bagi Peneliti
3
-
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang kecacingan
dengan anemia.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi
bagi penelitian lain untuk mengadakan penelitian lanjut tentang
kecacingan dengan anemia.
4
-
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Cacing
1. Pengertian Cacing
Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik yang
diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak
mematikan tetapi mengganggu kesehatan tubuh manusia sehingga
berakibat menurunkan kondisi gizi dan kesehatan masyarakat (Akhsin,
2010).
Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang
sifatnya mrugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa
jenis cacing yang termaksud nematoda usus (Gandahusada, dkk. 2006).
2. Cara Penularannya
Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah termaksud dalam kelurga
nematoda saluran cerna. Penularan dapat melalui 2 cara yaitu (Sudoyo,
dkk. 2006) :
1) Infeksi Langsung
Penularan langsung dapat terjadi bila telur cacing dari tepi anal masuk
langsung ke mulut tanpa berkembang dulu di tanah. Cacing ini terjadi
pada cacing kremi dan trichuris trichura. Penularan langsung dapat
terjadi setelah periode berkembangnya di tanah kemudian telur
tertelan melalui tangan atau makanan yang tercemar seperti ascaris
lumbricoides.
2) Larva Menembus Kulit
Penularan melalui kulit terjadi pada cacing tambang dimana telur
terlebih dahulu menetas di tanah kemudian larva menginfeksi melalui
kulit.
5
-
B. Tinjauan Umum Tentang Nematoda Usus
1. Pengertian Nematoda Usus
Nematoda usus adalah telur cacing yang terdapat dalam usus,
tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang
berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi
dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter. Nematoda usus
biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing dewasa
melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacing ini
menyebabkan penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan darah,
iritasi dan alergi (Margono, 2008).
Menurut Natadisatra & Agoes (2009), nematoda usus dibagi atas
dua kelompok, yaitu:
1) Soil Transmitted Helminths (STH)
2) Non Soil Transmitted Helminths (Non STH)
1. Soil Transmitted Helminths (STH)
Soil Transmitted Helminths (STH) adalah Nematoda yang
dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses
pematangan sehingga terjadi perubahan dari stadium non-infektif
menjadi stadium infektif. Soil Transmitted Helminths (STH) terdiri
dari (Natadisatra & Agoes, 2009) :
a. Ascaris Lumbricoides
1. Taksonomi (Klasifikasi)
Phylum: Nematoda
Kelas : Nematoda
Sub Kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Family : Ascarididae
Genus : Ascaris
Species : Ascaris lumbricoides
Hospes : Manusia
7
-
2. Morfologi
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm,
sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan
ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di
ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada
sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau
gelang kopulasi. Stadium dewasa cacing ini hidup di rongga
usus muda. Cacing dewasa hidup pada usus manusia.
Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000
telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x
45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya
lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi
inilah yang dapat menginfeksi manusia. Dalam lingkungan
yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk
infektif dalam waktu 3 minggu.
3. Siklus Hidup
Gambar 1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides.
Apabila tertelan oleh manusia dan menetes di usus
halus, maka larvanya dapat menembus dinding usus halus
68
-
dan menuju pembuluh darah. Atau saluran limfe., lalu
dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke
paru, larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu
dinding alveolus, masuk rongga alveolus kemudian naik ke
trakea melalui bronkus dan bronkeolus.
Larva yang berada di trakea kemudian menuju ke
faring sehingga menimbulkan rangsangan pada faring.
Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan
tertelan ke esophagus kemudian menuju usus halus. Di usus
halus, larva berubah menjadi cacing dewasa, sejak telur
matang, tertelan sampai cacing dewasa bertelur dibutuhkan
waktu kurang lebih 2 bulan.
4. Patologi Klinis:
Infeksi Ascaris Lumbricoides disebut Ascariasis
atau infeksi Ascaris. Pada infeksi ringan oleh cacing dewasa
menyebabkan gejala gastrointestinal ringan seperti kurang
nafsu makan, mual, diare, obstipasi, dan sakit perut.
Sedangkan pada infeksi berat dapat mempengaruhi faal usus
sehingga terjadi malabsorbsi terutama pada anak-anak.
5. Diagnosis
Adanya telur dalam tinja. Cacing dewasa yang
keluar melalui mulut, hidung, dan anus.
b. Trichuris Trchiura
1. Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super family : Ttichinelloidea
Genus : Trichuris
Species : Trichuris trichiura
Hospes : Manusia
9
-
2. Morfologi
Cacing jantan panjangnya 30-45 mm, bagian
anterior halus seperti cambuk, bagian ekor melingkar.
Cacing betina panjangnya 30-50 mm, bagian anterior halus
seperti cambuk, bagian ekor lurus berujung tumpul.
Telurnya berukuran ± 50 x 22 mikron, bentuk seperti
tempayan dengan kedua ujung menonjol, berdinding tebal
dan berisi larva.
3. Siklus Hidup
Gambar 2. Siklus hidup Trichuris trichiura.
Bila telur tersebut tertelan, larva infektif akan
menetas di dalam usus halus dan masuk ke dalam kripta
lieberkaha. Bermigrasi ke daerah ileocecal dan menjadi
dewasa setelah 3 bulan.
4. Patologi Klinik
Infeksi ringan tidak menyebabkan gejala klinis yang
khas. Infeksi berat dan menahun menyebabkan disentri,
prolapsus rekti, apendisitis, anemia berat, sakit perut, mual
dan muntah.
5. Diagnosis
Telur dalam tinja.
9
-
c. Cacing Tambang (Necator Americanus dan Ancylostoma
Duodenale)
1. Necator Americanus
Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super family : Rhabditoidea
Genus : Necator
Species : Necator americanus
Hospes : Manusia
2. Ancylostoma Duodenale
Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Sub class : Secernemte
Ordo :Rhabditida
Super family :Rhabditoidea
Genus : Ancylostoma
Species : Ancylostoma duodenale
3. Morfologi
Warna putih abu-abu sampai kemerah-merahan.
Memiliki bentuk yang khas terutama pada cacing betina
Necator Americanus menyerupai huruf S sedangkan pada
Ancylostoma Duodenale menyerupai huruf C. Bagian
anterior, terdapat buccal capsule (rongga mulut) sedangkan
pada ujung posterior cacing jantan terdapat bursa copulasi.
Necator Americanus memiliki buccal capsule sempit, pada
dinding ventral terdapat sepasang benda pemotong
berbentuk bulan sabit. Cacing jantan berukuran 7-9 mm x
o.3 mm, memiliki bursa copulasi bulat dengan dorsal rays
10
-
dua cabang. Cacing betina memiliki ukuran 9-11 mm x 0.4
mm, pada ujung posterior tidak didapatkan spina kaudal,
vulva terletak pada bagian anterior kira-kira oada
pertengahan tubuh. Ancylostoma Duodenale memiliki
buccal capsule lebih besar dari pada Necator Americanus,
memiliki dua pasang gigi ventral yang runcingdan sepasang
gigi dorsal rudimenter. Cacing jantan berukuran 8-11 mm x
0.5 mm, bursa copulasi melebarseperti paying dengan
dorsal rays tunggal, bercabang pada ujungnya, didapat dua
spikula yang letaknya berjauhan serta ujungnya runcing.
Cacing betina berukuran 10-13 mm x 0.6 mm, pada ujung
posterior terdapat spina kaudal, vulva terletak pada bagian
posterior pertengahan tubuh. Jumlah telur perhari yang
dihasilkan seekor cacing betina Necator Americanus sekitar
9.000-10.000 sedangkan pada Ancylostoma Duodenale
10.000-20.000
4. Siklus Hidup
Gambar 3. Siklus hidup Cacing TambangTelur keluar bersama feses pada tanah yang cukup
baik, suhu optimal 23-330C dalam 24-48 jam akan menetas,
keluar larva Rhabditiform. Jika larva menyentuh kulit
11
-
manusia, larva secara aktif menembus kulit masuk ke dalam
kapiler dara, terbawa aliran darah.
5. Patologi Klinis
Infeksi cacing tambang pada hakikatnya adalah
infeksi menahun sehingga sering tidak menunjukkan gejala
akut. Larva menembus kulit membentuk maculopapula dan
eritem, sering disertai rasa gatalyang hebat. Waktu larva
dalam aliran darah dalam jumlah banyak tau pada orang
yang sensitive dapat menimbulkan bronchitis atau bahkan
pneomonitis. Cacing dewasa melekat dan melukai mukosa
usus, menimbulkan perasaan tidak enak di- perut, mual, dan
diare. Seekor cacing dewasa mengisap darah 0.2-0-3 ml
sehari sehingga dapat menimbulkan anemi yang progresif,
hipokrom, mikrositer, tipe defisiensi besi. Pada infeksi
berat, Hb dapat turun sampai 2g/dl, penderita merasa sesak
napas, lemah dan pusing kepala.
6. Diagnosis
Gejala klinis biasanya tidak spesifik sehingga untuk
menegakkan diagnosis infeksi cacing tambang
perludilakukan pemeriksaan laboratorium untuk dapat
menemukan telur cacing tambang di dalam tinja.
2. Non-Soil Transmitted Helminths (Non-STH)
Non-Soil Transmitted Helminths (Non-STH) adalah
nematoda yang dalam siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah
untuk proses pematangan. Non-Soil Transmitted Helminths (Non-
STH) terdiri dari:
a. Enterobius Vermicularis
1. Klasifikasi
Phylum : Nematoda
Class : Phasmidhia
Ordo : Rabditida
Super family : Oxyuridae
12
-
Genus : Enterobius
Species : Enterobius vermicularis
Hospes : Manusia.
2. Morfologi
Memiliki warna keputih-putihan. Pada ujung
anterior terdapat pelebaran menyerupai sayap yang di sebut
ala cephalic lateral. Mulutnya dikelilingi 3 buah bibir, yaitu
sebuah bibir dorsal dan 2 buah bibir lateroventral. Cacing
betina berukuran 8-13 mm x 0.3-0.5 mm Cacing jantan
berukuran 2-5 mm x 0.1-0.3mm
3. Siklus Hidup
Gambar 4. Siklus hidup Enterobius Vermicularis
Telur- telur tersembunyi dalam lipatan perianal
sehingga jarang keluar dan didapatkan di dalam tinja.
Beberapa jam kemudian telur telah menjadi matang dan
infektif, selanjutnya terjadi auto infeksi karena daerah
perianal gatal.
4. Patologi Klinis
Cacing ini relatif tidak berbahaya, jarang
menimbulkan lesi besar. Menimbulkan rasa gatal di sekitar
anus pada malam hari, menjadi lemah, dan nafsu makan
menurun.
13
-
5. Diagnosis :
Adanya telur dan cacing dewasa
b. Trichinella Spiralis
1. Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super family : Ttichinelloidea
Genus : Trichinella
Species : Trichinella spiralis
Hospe : Manusia, Babi, Tikus, Beruang, dll.
2. Morfologi
Cacing jantan berukuran 1.5 x 0.04 mm, ujung
posterior melengkung ke depan. Cacing betina berukuran 3-
4 mm.
3. Siklus Hidup
Cacing jantan setelah kopulasi akan mati, cacing
betina menjadi besar dan panjang, masuk kedalam mukosa
villi intestinal yang dalam sekali sampai sinus limpatikus.
Pada hari ke lima, karena cacing ini bersifat vivipar, larva
dikeluarkan dari induknya satu per satu masuk kedalam
sinus limpatikus tadi., kemudian terbawa aliran limfe
melalui duktus thoracicus masuk ke dalam aliran darah ke
jantung kanan, ke paru-paru, ke jantung kiri kemudian
tersebar ke seluruh tubuh.
4. Patologi Klinis
Cacing dewasa masuk ke mukosa usus
menyebabkan sakit perut, diare, mual, dan muntah. Larva di
oto menyebabkan mialgia (nyeri pada oto) dan miositis
(radang otot) yang di sertai demam, hipireosinofilia,
leukositosis.
14
-
5. Diagnosis
Eosinofili disertai demam tinggi, myalgi, dan
gangguan gastrointestinal. Untuk kepastian diagnosis,
dilakukan pemeriksaan biopsi otot untuk menemukan larva
di dalam otot penderita, dilakukan pada minggu ke 3-
4.Mencari cacing dewasa di dalam tinja atau larva di dalam
cairan cerebrospinal, transudat, dan eksudat. Diagnosis
imunologi, yaitu untuk menemukan adanya zat anti
terhadap cacing ini di dalam serum.
c. Strongyloides Stercoralis
1. Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super family : Rhabiditoidea
Genus : Strongyloides
Species : Strongyloides stercoralis
Hospes : Manusia.
2. Morfologi
Cacing Betina berukuran 2.5-4.3 mm, sedangkan
pada jantan 2.70-3.17 mm. Telur berukuran 36-54 21 mm,
mempunyai 2 kutub yang mendatar, menyerupai telur
Trichuris Tricura, tetapi kulitnya berlekuk.
3. Siklus Hidup
Siklus hidup cacing ini belum diketahui dan masih
dalam penelitian. Ditemukan ikan air tawar sebagai hospes
perantara yang mengandung larva infektif.
4. Patologi Klinis
Infeksi ringan menyebabkan diare, muntah, dan
nyeri diperut. Pada infeksi kronis penderita sangat lemah,
kelemahan seluruh otot. Pada tinja ditemukan protein dan
15
-
lemak serta kalium yang tinggi, disebabkan oleh gangguan
penyerapan akibat peradangan dan iritasi.
5. Diagnosis
Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan
menemukan telur di dalam tinja. (Rusmartini.2009).
2. Dampak Infeksi Kecacingan
Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung,
namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Kecacingan
dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan
produktivitas penderita sehingga secara ekonomi dapat menyebabkan
banyak kerugian yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber
daya manusia. Infeksi cacing pada manusia dapat dipengaruhi oleh
perilaku, lingkungan tempat tinggal dan manipulasinya terhadap
lingkungan (Wintoko, 2014).
Infeksi cacing gelang yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak. Infeksi cacing
tambang mengakibatkan anemia defesiensi besi, sedangkan Trichuris
trichiura menimbulkan morbiditas yang tinggi (Satari, 2010). Pada infeksi
Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah, turunnya berat badan
dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5
juta dan hemoglobin 30% di bawah normal. Infeksi cacing tambang
umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal
sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah
0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan
kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat
(Margono, 2008).
3. Upaya Pencegahan
Menurut Siregar (2008) upaya pencegahan kecacingan ada 2, yaitu:
1) Pencegahan Primer
Pencegahan cacing usus ini dapat dilakukan dengan
memutuskan rantai daur hidup dengan cara: berdefekasin dikakus,
menjaga kebersihan, mandi dan cuci tangan secara teratur. Melakukan
16
-
Penyuluhan kesehatan kepada anak sekolah mengenai sanitasi
lingkungan yang baik dan personal higiene serta cara menghindari
infeksi cacing seperti : tidak membuang tinja di tanah, membiasakan
mencuci tangan sebelum makan, membiasakan menggunting kuku
secara teratur, membiasakan diri buang air besar di jamban,
membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang air
besar, membiasakan diri memakai alas kaki bila keluar rumah.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder cacing usus ini dapat dilakukan dengan
memeriksakan diri secara teratur ke Puskesmas, Rumah Sakit serta
menganjurkan makan obat cacing 6 bulan sekali khususnya anak yang
rentan terinfeksi cacing.
C. Tinjauan Umum Tentang Anemia
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel
darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal.
Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan
keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis
anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan (Smeltzer, 2002).
Anemia adalah suatu keadaan penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal (Depkes, 2007).
Anemia adalah suatu keadaan tubuh yang ditandai dengan
defisiensi pada ukuran dan jumlah eritrosit atau pada hemoglobin yang
tidak mencukupi untuk fungsi pertukaran O2 dan CO2 diantara jaringan
dan darah (Prawirohardjo. 2002).
2. Pengertian Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah molekul yang terdiri dari 4 kandungan Hem
(beisi zat besi) dan 4 rantai globulin (alfa, beta, gama, dan delta), berada
dalam eritrosit dan bertugas utama untuk mengangkut oksigen. Kuantitas
darah dan warna merah darah ditentukan oleh kadar hemoglobin (Sutedjo,
2009).
17
-
Hemoglobin merupakan zat protein yang terdapat dalam sel darah
merah (eritrosit) yang memberi warna merah pada darah dan merupakan
pengangkut oksigen utama dalam tubuh (Riswanto, 2013).
Hemoglobin adalah suatu pigmen (yang berwarna secara alami).
Karena kandungan besinya maka hemoglobin tampak kemerahan jika
berikatan dengan O2 dan keunguan jika mengalami deoksigenasi. Karena
itu, darah arteri yang teroksigenasi penuh akan berwarna merah dan darah
vena yang telah kehilangan sebagian dari kandungan O2 nya ditingkat
jaringan, memiliki rona kebiruan (Sacher dan Ronald, 2004).
3. Pembentukan Hemoglobin (Hb)
Pembentukan hemoglobin memerlukan bahan-bahan penting, yaitu
besi (Fe), vitamin B12 (siano-kobalamin), dan asam folat (asam
pteroilglutamat). Diperlukan 1 mg besi untuk setiap milliliter (ml) eritrosit
yang diproduksi. Setiap hari, 20-25 mg besi diperlukan untuk
pembentukan eritrosit (eritropoiesis): sebanyak 95% didaur ulang dari besi
yang berasal dari perputaran eritrosit dan katabolisme hemoglobin. Jika
kekurangan besi (Fe), pembelahan sel akan menghasilkan sel-sel eritrosit
yang berukuran lebih kecil dan penurunan jumlah hemoglobin. Vitamin
B12 dan asam folat diperlukan untuk sintesis dan pertukaran molekul
karbon. Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan gangguan produksi
DNA, kelainan perkembangan inti sel dan sitoplasma eritrosit,
pembentukan sel megaloblastik yang besar dan kurang matang (Riswanto,
2013).
4. Struktur Hemoglobin (Hb)
Setiap organ utama dalam tubuh manusia tergantung pada oksigen
untuk pertumbuhan dan fungsinya, dan proses ini berada di bawah
pengaruh hemoglobin. Molekul hemoglobin terdiri dari dua struktur
utama, yaitu hem dan globin, serta struktur tambahan.
a) Heme
Struktur ini melibatkan empat atom besi dalam bentuk Fe2+ dikelilingi
oleh cincin protoporfirin IX, karena zat besi dalam bentuk Fe3+, tidak
dapat mengikat oksigen. Protoporfirin IX adalah produk akhir dalam
18
-
sintesis molekul heme protoporfirin ini hasil dari interaksi suksinil
koenzim A dan asam delta-aminolevulinat, di dalam mitokondria dari
eritrosit berinti, dengan pembentukakan beberapa produk antara
porfobilinogen, uroporfirinogen, dan coproporfirin. Besi bergabung
dengan protoporfirin untuk membentuk hem molekul lengkap. Cacat
pada salah satu produk dapat merusak fungsi hemoglobin (Kiswari,
2014).
b) Globin
Terdiri dari asam amino yang dihubungkan bersama untuk
membentuk rantai polipeptida. Hemoglobin dewasa terdiri atas rantai
alfa (α) dan rantai beta (β). Rantai alfa memiliki 14 asam amino,
sedangkan rantai beta memiliki 146 asam amino. Heme dan globin
dari molekul hemoglobin dihubungkan oleh ikatan kimia (Kiswari,
2014).
c) Struktur Tambahan
Struktur tambahan yang mendukung molekul hemoglobin adalah 2.3-
difosfogliserat (2.3-DPG), suatu zat yang dihasilkan melalui jalur
Embden Meyerhof yang anaerob selama proses glikolisis. Struktu ini
berhubungan erat dengan afinitas oksigen dari hemoglobin (Kiswari,
2014).
Gambar 5. Rantai Karbon Hemoglobin (Hb) Darah.
19
-
5. Nilai Normal Hemoglobin (Hb)
Menurut Sutedjo (2009), nilai normal hemoglobin dalam darah,
yaitu:
Wanita : 12-16 gr/dl
Laki-laki : 14-18 gr/dl
Anak : 12-16 gr/dl
Bayi baru lahir : 12-24 gr/dl
6. Masalah Klinis
Menurut Riswanto (2013), masalah klinis hemoglobin ada 2 (dua),
yaitu :
1) Penurunan kadar hemoglobin disebut dengan anemia.
Penyebab anemia bermacam-macam, yaitu:
a. Gangguan Pembentukkan Eritrosit
Penyakit defisiensi, seperti: anemia difisiensi besi (ADB),
anemia sideroblastik, anemia megaloblastik, anemia pernisiosa,
anemia pada penyakit kronis, (misalnya kanker, penyakit ginjal,
sirosis hati, dsb). Gangguan fungsi sum-sum tulang dalam
memproduksi eritrosit, seperti: sindrom myelodisplastik, anemia
aplstik, anemia fanconi, leukemia, dan limfoma Hodgkin.
b. Kehilangan Eritrosit yang Berlebihan
Kehilangan darah akut atau kronis (menahun). Peningkatan
destruksi eritrosit (hemolisis), seperti anemia hemolitik autoimun,
sferositosis herediter, eliptositosis herediter, stomatositosis
herediter, defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD),
anemia sel sabit (sickle cell anemia), talasemia, paroxysmal
nocturnal hemoglobinuria (PNH), infeksi malaria, hipersplenisme,
dsb.
c. Klasifikasi Anemia berdasarkan Morfologi dan Etiologi
1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV
-
2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fi dan
MCH 27-34 pg, misalnya anemia pasca perdarahan akut,
anemia aplastik, anemia hemolitik didapat, anemia akibat
penyakit kronik, anemia pada gagal ginjal kronik, anemia
pada sindrom mielodiplastik, dan anemia pada keganasan
hematologik.
3. Anemia makrositer, bila MCV >95 fi, misalnya bentuk
megaloblastik (anemia defisiensi asam folat, dan anemia
defisiensi B12), dan bentuk non megaloblastik (anemia pada
penyakit hati kronik, anemia pada hipotidorisme, dan anemia
pada sindrom mielodiplastik). (Nurarif dan Kusuma, 2013).
4. Gejala khas masing-masing anemia:
a. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca
perdarahan, anemia defisiensi besi.
b. Ikterus, urin berwarna kuning tua/cokelat, perut
mrongkol/makin buncit pada anemia hemolitik.
c. Mudah infeksi pada anemia aplastic dan anemia karena
keganasan.
5. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda anemia umum: pucat, takhikardi, pulsus celer,
suara pembuluh darah spontan, bising karotis, bising sistolik,
anorganik, perbesaran jantung.
Manifestasi Khusus pada anemia:
1) Defisiensi besi: spoon nail, glositis.
2) Defisiensi B12: paresis, ulkus ditungkai.
3) Hemolitik: ikterus, splenomegali.
4) Aplastik: anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi.
(Nurarif dan Kusuma, 2013).
2) Peningkatan Kadar Hemoglobin
Terjadi karena keadaan hemokosentrasi (jumlah eritrosit lebih besar
dari pada plasma), dan dapat di jumpai pada dehidrasi, polisitemia
(peningkatan abnormal jumlah eritrosit), luka bakar yang parah, gagal
21
-
jantung kronis (chronic heart failure, CHF), dan pengaruh obat-
obatan.
D. Tinjauan Umum Tentang Anak Sekolah Dasar
1. Pengertian Anak Sekolah Dasar
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66
Tahun 2010, sekolah dasar adalah salah satu pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
Suharjo (2006) menyatakan bahwa sekolah dasar pada dasarnya
merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program
pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun. Hal ini juga
diungkapkan Ihsan (2008) bahwa sekolah dasar ditempuh selama 6
tahun.
Menurut Wong (2009), usia sekolah dasar adalah anak pada usia
6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode
ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya
sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan
orang lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-
dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan
dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu.
2. Karakteristik Anak Sekolah Dasar
Sekolah memainkan peran yang sangat penting sebagai dasar
pembentukan sumber daya manusia yang bermutu. Melalui sekolah, anak
belajar untuk mengetahui dan membangun keahlian serta membangun
karakteristik mereka sebagai bekal menuju kedewasaan. Karakteristik
anak usia sekolah dasar, yaitu
a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan
pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah
b. Pada masa ini (terutama pada umur 6-8 tahun) anak memperhatikan
nilai (angka rapor).
c. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai hal yang
baik mengenai prestasi sekolah.
22
-
d. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya,
biasanya untuk bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini
biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang
tradisional melainkan mereka membuat peraturan sendiri (Anonim,
2013).
3. Kebutuhan Gizi Pada Anak Sekolah Dasar
Anak usia sekolah dasar dapat digambarkan sebagai anak
berumur 6 sampai 12 tahun, dengan karakteristik pertumbuhan yang
semakin meningkat tetapi dengan sedikit masalah pemberian makanan.
Waktu lebih banyak dihabiskan di sekolah sehingga anak usia ini mulai
menyesuaikan dengan jadwal rutin. Mereka juga mencoba mempelajari
keterampilan fisik dan menghabiskan banyak waktu untuk berolahraga
dan bermain. Anak pada usia sekolah dasar tumbuh dengan perbedaan
tinggi badan yang sudah mulai tampak. Ada sebagian anak yang terlihat
relatif lebih pendek atau lebih tinggi. Komposisi tubuh anak usia sekolah
dasar juga mulai berubah. Komposisi lemak meningkat setelah anak
berusia 6 tahun (Damayanti & Muhilal, 2006).
Pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah dasar akan
lebih maksimal jika kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi. Selain itu,
pembiasaan pola makan sehat di dalam keluarga harus benar-benar
ditanamkan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal
(Damayanti & Muhilal, 2006).
E. Tinjauan Umum Tentang Hubungan Kecacingan Dengan Anemia PadaAnak Sekolah
Penyakit infeksi cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia yang dapat menimbulkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein
serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan
menimbulkan gangguan kembang tumbuh anak. Ozasuwa (2011)
mengungkapkan bahwa anak-anak lebih rentan terinfeksi parasit dibanding
orang dewasa, karena respon imun mereka yang lebih rendah, higiene dan
sanitasi yang buruk, dan kondisi lingkungan yang disukai untuk
perkembangan parasit yang pada akhirnya menginfeksi host. Anak Sekolah
23
-
Dasar kurang memiliki perilaku hidup bersih dan sehat seperti kebiasaan cuci
tangan sebelum makan dan setelah buang air besar (BAB), kebersihan kuku,
perilaku jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol,
serta perilaku bermain ditempat yang kotor yang mengandung telur cacing
sehingga dapat menginfeksi anak tersebut (Winita, dkk, 2012).
Cacing yang masuk ke dalam mukosa usus dapat menimbulkan iritasi
dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi
perdarahan. Perdarahan inilah yang menyebabkan anemia. Infeksi rendah
biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas. (Ozasuwa. 2011)
Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung,
namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing
gelang yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan
dan perkembangan pada anak-anak. Infeksi cacing tambang (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus) mengakibatkan anemia defesiensi besi,
sedangkan Trichuris trichiura menimbulkan morbiditas yang tinggi (Ozasuwa,
2011).
Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian kalori yang
dikonsumsi manusia tidak dimanfaatkan badan karena adanya parasit dalam
tubuh. Pada infeksi ringan akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrien
lebih kurang 3% dari kalori yang dicerna, pada infeksi berat 25% dari kalori
yang dicerna tidak dapat dimanfaatkan oleh badan. Infeksi Ascaris
lumbricoides yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan kalori
protein dan diduga dapat mengakibatkan defisiensi vitamin A (Hidayat, 2002).
Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah,
turunnya berat badan dan anemia (eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin
30% di bawah normal). Anemia berat ini dapat terjadi karena infeksi Trichuris
trichiura mampu menghisap darah sekitar 0,005 ml/hari/cacing (Gandahusada
dkk, 2004).
Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun,
cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing
tambang mampu menghisap darah 0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi
24
-
berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat
menyebabkan anemia berat (Gandahusada dkk, 2004).
25
-
BAB IIIKERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang
sifatnya merugikan, dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis
cacing yang termaksud nematoda usus.
Penyakit infeksi cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia yang dapat menimbulkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein
serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan
menimbulkan gangguan kembang tumbuh anak.
Akibat lain dari infeksi kecacingan adalah kehilangan darah secara
kronis sebagai salah satu penyebab anemia.
Anemia adalah suatu keadaan tubuh yang ditandai dengan defisiensi
pada ukuran dan jumlah eritrosit atau pada hemoglobin yang tidak
mencukupi untuk fungsi pertukaran O2 dan CO2 diantara jaringan dan darah.
Anemia disebabkan oleh faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor
ekstrinsik yang mempengaruhi kejadian anemia, antara lain pengetahuan
tentang gizi khususnya anemia, infeksi dan kebiasaan hidup. Faktor instrinsik
yang mempengaruhi kejadian anemia, antara lain kehilangan darah secara
kronis, seperti infeksi kecacingan, asupan zat besi (Tablet Fe), Vitamin B12,
dan asam folat (vitamin B9) tidak cukup.
26
-
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan dasar pemikiran diatas, dapat disimpulkan dengan bagan
kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar 6. : Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
: Variabel bebas yang diteliti
: Variabel bebas yang tidak diteliti
: Variabel terikat yang diteliti
: Garis penghubung variabel yang diteliti
: Garis penghubung variabel yang tidak diteliti
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent (Bebas)
Variabel independent dalam penelitian ini adalah kecacingan.
2. Variabel Dependent (Terikat)
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah Anemia.
Anemia
Kecacingan
Tablet Fe
Vitamin B12
Asam Folat(Vitamin B9)
27
-
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Kecacingan adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa
cacing, dalam penelitian ini kecacingan diidentifikasi melalui sampel feces
siswa, dilakukan dengan metode native selanjutnya dibagi dalam dua
kategori sebagai berikut :
Kritreria Objektif:
- Kecacingan : hasil pemeriksaan ditemukan adanyatelur cacing
- Tidak kecacingan : hasil pemeriksaan tidak ditemukantelur cacing
2. Anemia adalah suatu keadaan penurunan kadar hemoglobin, hematokrit
dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal., yang diidentifikasi melalui
pemeriksaan sampel darah anak sekolah dasar dengan metode
imunokromatografi menggunakan alat Easy Touch, selanjutnya hasil
pemeriksaan dikelompokkan dalam 2 kategori dengan kriteria objektif
sebagai berikut :
- Anemia : kadar Hb ≤ 12 g/dl.- Tidak anemia : kadar Hb ≥12 g/dl.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah ada Hubungan Kecacingan dengan
Anemia Anak Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi
Tenggara.
28
-
BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik
dengan pendekatan Cross sectional study, yaitu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara
pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada waktu yang
sama (Notoatmodjo, 2010).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli
Kota Kendari Sulawesi Tenggara, sedangkan pemeriksaan sampel feses
dari anak Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli dilakukan di Laboratorium
Analis Kesehatan Poltekkes Kendari
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada hari rabu tanggal 20-23 Juli 2016.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SDN 17
Abeli dengan jumlah 147 siswa, dimana terdapat 76 siswa laki-laki dan 71
siswa perempuan
2. Sampel
Besar sampel yang diambil pada penelitian menggunakan teori
Arikunto (2006) bahwa jika dalam populasi lebih dari 100 orang, maka
jumlah sampel yang diambil adalah 10-30%. Mengingat jumlah populasi
dalam penelitian ini 147 orang maka penentuan jumlah sampel
menggunakan rumus sebagai berikut :
30% x 147 = 30 x 147 = 4410 = 44.1100 100
dibulatkan menjadi 44 orang. Adapun tekhnik pengambilan sampel yangdigunakan yaitu Proportional Random Sampling, sehingga perhitunganjumlah sampel yang diambil berkelas adalah sebagai berikut :
29
-
- Kelas 1 dengan jumlah siswa 32, maka besar sampel yang diambildikelas 1 adalah:
(44/147) x 32 = 9.5 dibulatkan 9 orang.
- Kelas 2 dengan jumlah siswa 22, maka besar sampel yang diambildikelas 2 adalah:
(44/147) x 22 = 6.6 dibulatkan 7 orang.
- Kelas 3 dengan jumlah siswa 28, maka besar sampel yang diambildikelas 3 adalah:
(44/147) x 28 = 8.4 dibulatkan 8 orang.
- Kelas 4 dengan jumlah siswa 21, maka besar sampel yang diambildikelas 4 adalah:
(44/147) x 21 = 6.3 dibulatkan 6 orang.
- Kelas 5 dengan jumlah siswa 22, maka besar sampel yang diambildikelas 5 adalah:
(44/147) x 22 = 6.6 dibulatkan 7 orang.
- Kelas 6 dengan jumlah siswa 22, maka besar sampel yang diambildikelas 6 adalah:
(44/147) x 22 = 6.6 dibulatkan 7 orang.
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian adalah data tentang kecacingan
dan kadar hemoglobin (Hb) anak SDN 17 Abeli.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum
tentang SDN 17 Abeli.
2. Cara Pengumpulan Data
a. Data tentang kecacingan diperoleh melalui hasil pemeriksaan telur
cacing dalam tinja yang diidentifikasi menggunakan mikroskop
perbesaran 10x dan dilanjutkan dengan perbesaran 40x.
30
-
b. Data tentang anemia diperoleh melalui pemeriksaan sampel darah
dengan metode imunokromatografi menggunakan alat Nesco.
c. Gambaran umum SDN 17 Abeli, diperoleh melalui pendekatan
dokumen yang ada di sekolah.
E. Instrumen Penelitian
1. Alat:
a. Mikroskop
b. Objek Glass
c. Deck Glass
d. Lidi/Tusuk Gigi
e. Pot Feses
f. Autochek
g. Lancet Steril
h. Easy Touch
2. Bahan:
a. Sampel Feses
b. Sampel Darah kapiler
c. Kapas Alkohol 70%
d. Strip Hb
e. Lugol
F. Prosedur Kerja
1. Pemeriksaan Feses Metode Langsung (Direct Slide)
Pemeriksaan Makroskopi
A. Pra Analitik
a. Persiapan Siswa
Siswa tidak dibenarkan makan obat karena preparat besi akan
mempengaruhi warna tinja dan sebaiknya dihentikan 4-6 hari
sebelum pengambilan sampel. Begitupun dengan obat- obat
antidiare, golongan tetracycline, barium, bismuth, minyak atau
magnesium akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
b. Persiapan sampel
31
-
Sampel sebaiknya tinja segar (pagi hari) sebelum sarapan pagi,
atau tinja baru, defekasi spontan dan diperiksa dilaboratorium
dalam waktu 2-3 jam setelah defekasi.
c. Pengumpulan/ pengambilan sampel
Wadah : Pot plastik yang bermulut lebar, tertutup rapat dan bersih.
Beri label : nama, tanggal, nomor pasien, jenis kelamin, umur.
Tinja tidak boleh mengenai bagian luar wadah dan diisi jangan
terlalu penuh.
d. Cara pengambilan
Tinja segar sebaiknya tinja pagi hari atau tinja baru dan defekasi
spontan. Ambil tinja bagian tengahnya sebesar ujung ibu jari
menggunakan lidi steril, masukkan kedalam wadah dan tutup rapat.
e. Persiapan Alat dan bahan
Alat:
- Lidi
- Pot Feses
Bahan:
- Sampel FesesB. Analitik
Cara kerja:
- Sampel diperiksa ditempat yang terang
- Perhatikan warna, bau, konsistensi, adanya darah, lender, nanah,
cacing dll.
C. Pasca Analitik
Hasil
- Warna : normal tinja berwarna kuning coklat. Warna tinja yang
abnormal dapat disebabkan atau berubah oleh pengaruh jenis
makanan, obat- obatan dan adanya perdarahan pada saluran
pencernaan
- Bau : bau normal tinja disebabkan olah indol, skatol dan asam
butirat. Tinja yang abnormal mempunyai bau tengik, asam, basi.
- Konsistensi : tinja normal agak lunak dan mempunyai bentuk
seperti sosis
32
-
- Lendir : Adanya lendir berarti ada iritasi atau radang dinding usus.
Lendir pada bagian luar tinja, lokasi iritasi mungkin pada usus
besar dan bila bercampur dengan tinja, iritasi mungkin pada usus
kecil.
- Darah : Normal tinja tidak mengandung darah. Perhatikan apakah
darah itu segar (merah muda), coklat atau hitam, apakah bercampur
atau hanya dibagian luar tinja saja.
Warna Tidak Patologis Patologis
Coklat, Coklattua, kuningcoklat, coklat tuasekali
Oksidasi normal daripigmen empedu
Dibiarkan lama diudara
Makanan yang mengandungbanyak daging
Hitam Makanan mengandung zat
besi , bismuth
Pendarahan
disaluran cerna
bagian proksimal
Abu- abu / putih Makanan mengandung
coklat
Steatore
(konsistensi
seperti bubur dan
berbuih)
Abu- abu muda
sekali
Makanan mengandung
banyak bahan susu barium
Obstruksi saluran
empedu
Hijau atau kuning
hijau
Makanan mengandung
banyak bayam, sayuran
hijau lain. Pencahar berasal
dari sayuran.
Makanan melalui
usus dalam waktu
cepat hingga
pigmen empedu
belum sempat
teroksidasi
Merah Makanan yang mengandung
banyak lobak merah (bit)
Pendarahan yang
berasal dari saluran
cerna bagian distal
33
-
Tabel Keadaan yang mempengaruhi warna tinja
Pemeriksaan Mikroskopik
A. Pra Analitik
a. Persiapan Siswa dan persiapan sampel sama dengan pemeriksaan
makroskopis
b. Persiapan Alat dan bahan
Alat:
- Lidi
- Kaca objek
- Kaca penutup
- Mikroskop
Bahan
- Reagen : Larutan lugol
- Sampel feses
B. Analitik
- Tetesi kaca objek disebelah kiri dengan 1 tetes NaCl 0,9% dan
sebelah kanan dengan 1 tetes larutan eosin 2% atau larutan lugol
- Ambil tinja dibagian tengahnya atau pada permukaan yang
mengandung lendir, darah atau nanah + seujung lidi
- Aduk sampai rata pada masing- masing larutan
- Tutupi dengan kaca penutup
- Periksa dibawah mikroskop, mula- mula dengan pembesaran 10x
kemudian 40x. Amati apakah ada telur cacing, amuba, eritrosit,
leukkosit, sel epitel, Kristal, sisa makanan dll
C. Pasca Analitik
Hasil :
- Kecacingan : apa bila ditemukan adanya telur cacing.
- Tidak Kecacingan : tidak ditemukan adanya telur cacing
2. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Metode Imunokromatografi
A. Pra Analitik
1. Persiapan sampel : Tidak memerlukakan persiapan khusus
2. Persiapen sampel : Darah kapiler
34
-
3. Persiapan alat dan bahan
Alat :
- Easy Touch
- Autochek
- Lancet Steril
Bahan:
- Kapas Alkohol 70%
- Strip Hb Easy Touch
- Sampel darah kapiler
B. Analitik
1. Siapkan alat Easy Touch, pasang chip (memory), masukkan strip
Hb.
2. Bersihkan ujung jari pasien dengan kapas alkohol 70% dan tunggu
sampai kering.
3. Tusuk dengan lancet steril, darah harus keluar dengan sendirinya
tanpa harus ditekan.
4. Tetesan darah pertama dihapus dengan kapas kering.
5. Masukkan specimen darah ke dalam strip Hb.
6. Tunggu hasilnya dan catat hasil pemeriksaannya.
C. Pasca Analitik
Hasil : anak-anak ≥ 12 g/dl
D. Pengolahan Data
Data diolah secara manual dan system komputerisasi program
Microsoft excel dan SPSS, dengan mekanisme sebagai berikut :
1. Data tentang kecacingan diolah berdasarkan hasil pengamatan
kandungan telur cacing dalam tinja, selanjutnya dikelompokkan sesuai
kriteria objektif.
2. Data tentang anemia diolah berdasarkan hasil pemeriksaan sampel
darah melalui metode imunokromatografi menggunakan alat Easy
Touch, selanjutnya dikelompokkan sesuai kriteria objektif.
E. Analisa Data
35
-
1. Analisa Univariat
Analisa univariat merupakan analisis deskriptif yang dilakukan
untuk mengetahui gambaran umum variabel yang diteliti, yang dinyatakan
dalam bentuk proporsi atau presentase, dengan merujuk pada rumus:
X = x k
Keterangan:
X = Presentase hasil yang dicapai
F = Variabel yang diteliti
n = Jumlah sampel penelitian
k = Konstanta 100% (Arikunto, 1998: 35)
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independent dalam hal ini kecacingan dengan variabel dependent anemia,
menggunakan uji statistik korelasi product moment, dengan bantuan
software SPSS versi 20 for windows, pada tingkat kepercayaan 95%
dengan interprestasi hasil uji, hipotesis diterima jika nilai p < 0.05.
F. Penyajian Data
Data disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel disertai dengan
narasi dan penjelasannya.
G. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu memandang adanya
rekomendasi dari pihak atas pihak lain dengan mengajukkan permohonan izin
kepada instansi tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah
dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang
meliputi:
1. Informad Consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan
diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan
manfaat penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak akan
memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.
2. Anomality
36
-
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
37
-
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis
Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli terletak di Kelurahan Poasia
Kecamatan Abeli Kota Kendari. Luas wilayah SDN 17 Abeli 13.200
m2 dan lintang/bujur 3.9856000/122.5903000.
b. Jumlah Siswa
Jumlah siswa di SDN 17 Abeli Kota Kendari tahun 2016
sebanyak 147 siswa, dimana terdapat 76 siswa laki-laki dan 71 siswa
perempuan.
c. Sarana dan Prasarana SDN 17 Abeli
Tabel 5.1Sarana SDN 17 Abeli
Sarana JumlahRuang belajar 6 ruanganRuang kepala sekolah 1 ruanganRuang Guru 1 ruanganPerpustakaan 1 ruanganUKS 1 ruanganWC 2 ruangan
Sumber : SDN 17 Abeli 2016
Tabel 5.1 memberikan informasi bahwa secara umum
jumlah ruang kelas belajar siswa di SDN 17 Abeli telah memenuhi
standar minimal 6 ruangan kelas belajar.
Tabel 5.2Prasarana SDN 17 Abeli
Prasarana JumlahPapan Tulis 6 buahKursi 174 buahMeja 174 buahRak Buku 3 buahLemari 1 buahTempat Sampah 8 buah
Sumber : SDN 17 Abeli 2016
38
-
Tabel 5.1 memberikan informasi bahwa secara umum
jumlah papan tulis di SDN 17 Abeli telah memenuhi standar
minimal 6 ruangan kelas belajar.
d. Tenaga Pengajar
Tabel 5.3
Distribusi Tenaga Pengajar SDN 17 Abeli Kota Kendari 2016
No. Tenaga Pengajar n %
1.
2.
PNS
Guru GTT/PTT Kota/Kabupaten
6 orang
5 orang
54,55
45,45
Jumlah 11 100
Sumber : data SDN 17 Abeli 2016
Tabel 5.3 memberikan gambaran bahwa dari 11 tenaga
pengajar di SDN 17 Abeli sebesar 54,55% yang berstatus PNS,
selebihnya 45,45% berstatus guru GTT.
2. Gambaran Umum Sampel
a. Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin
Tabel 5.4
Distribusi Sampel Menurut Jenis KelaminJenis Kelamin n %
Laki-laki
Perempuan
20
24
45,5
54,5
Jumlah 44 100
Sumber : data primer 2016
Tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar
(54,5%) sampel berjenis kelamin perempuan dan selebihnya (45,5%)
sampel berjenis kelamin laki-laki.
39
-
b. Distribusi Sampel Menurut Umur
Tabel 5.5
Distribusi Sampel Menurut Umur
Umur (Tahun) n %
5 – 7
8 – 12
14
30
31,8
68,2
Jumlah 44 100
Sumber : data primer 2016
Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar
(68,2%) sampel berumur 8 – 12 tahun dan selebihnya (31,8%)
sampel berumur 5 – 7 tahun.
c. Distribusi Sampel Menurut Kelas
Tabel 5.6
Distribusi Sampel Menurut Kelas
Kelas n %
I
II
III
IV
V
VI
9
7
8
6
7
7
20,5
15,9
18,2
13,6
15,9
15,9
Jumlah 44 100
Sumber : data primer 2016
Tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar
(20,5%) sampel berada di kelas I dan selebihnya (13,6%) sampel
berada di kelas IV.
40
-
3. Analisis Univariat
a. Distribusi Sampel Menurut Kecacingan
Tabel 5.7
Distribusi Sampel Menurut Kecacingan
Kecacingan n %
Kecacingan
Tidak kecacingan
28
16
63.64
36.36
Jumlah 44 100
Sumber : data primer 2016
Tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar
(63.64%) sampel kecacingan dan selebihnya (36.36%) tidak
kecacingan.
d. Distribusi Sampel Menurut Anemia
Tabel 5.8
Distribusi Sampel Menurut Anemia
Anemia n %
Anemia
Tidak anemia
31
13
70,45
29,55
Jumlah 44 100
Sumber : data primer 2016
Tabel 5.8 diatas menunjukkan bahwa dari 44 sampel
sebagian besar (70,45%) sampel mengalami anemia dan selebihnya
(29,55%) tidak anemia.
41
-
b) Analisis Bivariat
a. Hubungan Kecacingan dengan Anemia
Tabel 5.9
Distribusi Hubungan Kecacingan dengan Anemia
Statuskecacingan
Status anemia Total
Anemia %Tidak
anemia % n %
Kecacingan
Tidak kecacingan
25
6
80.65
19.35
3
10
23.08
76.92
28
16
63.64
36.36
Jumlah 31 100 13 100 44 100Sumber : data primer 2016
Tabel 5.9 memberikan informasi bahwa dari 31 siswa yang
menderita anemia sebagian besar (80.65%, n = 25)adalah siswa yang
menderita kecacingan, sebaliknya dari 13 siswa yang tidak anemia
sebagian besar (76.92%, n = 10) adalah siswa yang tidak menderita
kecacingan.
Hasil analisis statistik untuk melihat hubungan kecacingan
dengan anemia menggunakan uji korelasi product moment diperoleh
nilai p = 0.000, sehingga dapat disimpulkan bahwa kejadian
kecacingan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
anemia pada anak SDN 17 Abeli Kota Kendari.
B. Pembahasan
1. Kecacingan
Hasil penelitian sebagaimana disajikan tabel 5.7 menunjukan
bahwa dari 44 siswa terdapat sebagian besar (63.64%) sampel kecacingan.
Tingginya prevalensi kecacingan pada anak SDN 17 Abeli patut diduga
disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang higienis dan kebanyakan
anak-anak bermain dengan tanah. Salah satu penyakit kecacingan yang
masih banyak ditemukan yaitu jenis cacing nematoda usus dalam hal ini
Soil Transmited Helminth yaitu penularan atau dalam siklus hidupnya
melalui media tanah yang berarti proses pematangan parasit dari bentuk
non infektif (belum berkembang biak) menjadi infektif (berkembang biak)
42
-
terjadi di tanah. Masalah kecacingan sangat erat kaitannya dengan iklim
dan kebersihan diri perorangan, rumah maupun lingkungan sekitarnya
(Natadisatra & Agoes, 2009).
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ozasuwa
(2011) yang menyatakan bahwa anak-anak lebih rentan terinfeksi parasit
(cacing) dibanding orang dewasa, karena respon imun mereka yang lebih
rendah, hygiene dan sanitasi yang buruk, dan kondisi lingkungan yang
disukai untuk perkembangan parasit dan pada akhirnya menginfeksi host
Golongan anak sekolah dasar merupakan kelompok usia yang
rentan terhadap infeksi cacing. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan bermain
pada anak yang tidak memperhatikan kebersihan diri dan lingkungannya.
Demikian pula dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dijual
disekolah, tanpa memperhatikan hygiene serta sanitasi makanan dan
lingkungan (Hasyim, dkk. 2013).
2. Anemia
Hasil penelitian sebagaimana disajikan tabel 5.8 menunjukan
bahwa dari 44 siswa terdapat sebagian besar (70,45%) menderita anemia.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Siswono (2004)
yang menyatakan bahwa anemia disebabkan oleh faktor instrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik yang mempengaruhi kejadian anemia
antara lain kehilangan darah secara kronis, seperti penyakit ulkus
peptikum, hemoroid, dan infestasi parasit, serta asupan zat besi tidak
cukup. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kejadian anemia antara lain
pengetahuan tentang gizi khususnya anemia, tingkat pendidikan, tingkat
ekonomi, infeksi dan kebiasaan hidup.
Arisman (2004) menyatakan bahwa anak usia sekolah merupakan
salah satu golongan yang rawan mengalami anemia. Faktor utama
timbulnya anemia adalah timbulnya faktor pangan yang tidak seimbang
dan kurang beragam. Akibat dari anemia untuk anak sekolah adalah
penurunan kapasitas dan kemampuan belajar dan juga anak lebih muda
terinfeksi.
43
-
3. Hubungan Kecacingan dengan Anemia
Hasil penelitian sebagaimana tabel 5.9 dari 31 siswa yang
menderita anemia sebagian besar (80.65%, n = 25) adalah siswa yang
menderita kecacingan, sebaliknya dari 13 siswa yang tidak anemia
sebagian besar (76.92%, n = 10) adalah siswa yang tidak menderita
kecacingan.
Hasil analisis statistik untuk melihat hubungan kecacingan dengan
anemia menggunakan uji korelasi product moment diperoleh nilai p =
0.000, sehingga dapat disimpulkan bahwa kejadian kecacingan memiliki
hubungan yang signifikan dengan kejadian anemia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dikemukakan
oleh (Andaruni, 2012) yang mengungkapkan bahwa kecacingan dapat
menyebabkan anemia, secara kumulatif infeksi cacing dapat menimbulkan
kekurangan gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah.
Cacing yang masuk dalam mukosa usus dapat menimbulkan iritasi
dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi
perdarahan. Perdarahan inilah yang menyebabkan anemia (Ozasuwa,
2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Nahdiyati, dkk (2012) tentang
“Studi Infeksi Kecacingan dan Anemia Pada Siswa Sekolah Dasar Di
Daerah Endemik Malaria, Kabupaten Mamuju” mengungkapkan bahwa
terdapat hubungan antara kecacingan dengan anemia. Penelitian yang
sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Hasyim, dkk. (2013)
tentang “Hubungan Kecacingan Dengan Anemia Pada Murid Sekolah
Dasar Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Manado” memiliki
hubungan yang bermakna antara kecacingan dengan anemia pada murid
sekolah dasar. Hasil penelitian yang sama dilakukan di Negeria oleh
Ozasuwa (2011) tentang “A Significant Association Between Intestinal
Helminth Infection and Anaemia Burden in Children in Rural
Communities of Edo state” mengungkapkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara infeksi kecacingan dengan kejadian anemia.
44
-
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Prevalensi kecacingan dari 44 siswa sebagian besar (63.64%) sampelkecacingan dan selebihnya (36.36%) tidak kecacingan.
2. Prevalensi anemia menunjukkan dari 44 siswa sebagian besar (70,45%)sampel mengalami anemia dan selebihnya (29,55%) tidak mengalamianemia.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecacingan dan anemia pada
anak SDN 17 Abeli Kota Kendari.
B. Saran
1. Untuk siswa SDN 17 Abeli perlu membiasakan diri untuk memanfaatkanjamban yang telah tersedia dan meningkatkan hygiene perorangan, baikdari kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, setelahbuang air besar (BAB) dan setelah bermain serta membiasakan memotongkuku setiap minggu agar terhindar dari penyakit infeksi kecacingan dananemia.
2. Untuk pihak SDN 17 Abeli perlu melakukan pemantauan berkala padasiswa-siswinya, untuk berprilaku hidup sehat dan bersih denganpengaktifan UKS untuk mengawasi PHBS di sekolah.
3. Untuk pihak Puskesmas perlu memberikan penyuluhan berkaitan PHBSpada anak sekolah seperti kebersihan kuku, dan cuci tangan yang baik,serta melakukan pemeriksaan dan pengobatan setiap 6 bulan sekali di SDN17 Abeli.
4. Untuk dijadikan sebagai referensi peneliti selanjutnya dengan metode yangberbeda dan melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecacingandan anemia.
46
-
DAFTAR PUSTAKA.
Akhsin, Z. 2010. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika
Andaruni. 2012. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Infeksi Cacing Pada Anak DiSDN 01 Pasirlangu Cisarua. Fakultas Ilmu Keperawatan UniversitasPadjajaran. Bandung
Anita & Nurhayani. 2015. Hubungan Higiene Perorangan dengan Infeksi CacingUsus pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 3 Abeli Kota Kendari
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC
Darmayani & Muhilal. 2006. Gizi Seimbang Untuk Anak Usia Sekolah Dasar.Jakarta: PT Primamedia Pustaka
Gandahusada, S, dkk. 2006. Parasitologi Kedokteran, Cetakan Ke-VI. Jakarta :FKUI
Hasyim, dkk. 2013. Hubungan Kecacingan Dengan Anemia Pada Murid SekolahDasar Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013. Program Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado
Ihsan, F. 2008. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Kiswari, Rukman. 2014. Hematologi & Transfusi. Jakarta : Erlangga
Margono, S. 2008. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4.Jakarta: FKUI
Melisa, dkk.2012. Status Anemia Gizi Besi dan Konsumsi Zat Gizi pada Anakusia Di Lima Panti Asuhan Di Kota Denpasar. Indonesian Journal ofPublic Health, Vol. 1 No. 1 : 35 – 42. PS.IKM, Fakultas Kedokteran,Universitas Udayana. Denpasar
Nahdiyati, dkk. 2012. Studi Infeksi Kecacingan dan Anemia Pada Siswa SekolahDasar Di Daerah Endemik Malaria, Kabupaten Mamuju. Media GiziMasyarakat Indonesia, Vol.1,No.2,Februari 2012 : 104-108. Pusat StudiGizi Pangan dan Kesehatan, Lembaga Penelitian, Universitas Hasanudin.Makasar
Natadisatra, D & Agoes, R. 2009. Parasitologi Kedokteran (Ditinjau dari organtubuh yang Diserang). Jakarta : EGC
Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nurarif, AH & Kusuma, H. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan keperawatanProfesional. Yogyakarta : Media Action Publishing
-
Osazuwa. 2011 A Significant Association Between Intestinal Helminth Infectionand Anaemia Burden in Children in Rural Communities of Edo state.Nigeria : North American Journal of Medical Sciences
Permono, dkk. 2010. Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta : AmaraBooks
Rusmartini. 2009. Penyakit Oleh Cacing Usus Dalam Parasotologi KedokteranEdisi I. Jakarta : EGC
Sacher & Ronald. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC
Samudar, dkk. 2013. Hubungan Infeksi Kecacingan Dengan Status HemoglobinPada Anak Sekolah Dasar Diwilayah Pesisir Kota Makassar. JurnalFakultas Kesehatan Masyarakat, Hal 1-2. Program Studi IlmuGizi FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar
Siregar, B. 2008. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan InfeksiKecacingan Yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Murid SD Negeri 06Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis Tahun 2008. FKM USU. Medan
Sirajuddin & Masni. 2015. Kejadian Anemia pada Siswa Sekolah Dasar WilayahPesisir Kota Makassar.
Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Buku. Jakarta : EGC
Sudoyo, A, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : FKUI
Suharjo. 2006. Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar Teori dan Praktek. Jakarta :Departemen Pendidikan Nasional
Sutanto, Inge, dkk. 2010. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : FKUI
Sutedjo. 2009. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil PemeriksaanLaboratorium. Yogyakarta : Amara Books
Swarjana, dkk. 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV. AndiOffset
Wintoko, R. 2014. Hubungan aspek personal hygiene dan aspek perilaku denganKontaminasi telur cacing pada kuku siswa kelas 3, 4, dan 5 di SDN 2Rajabasa Kabupaten Bandar Lampung Tahun 2014. JuKe Unila. Lampung
Wong. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
-
LAMPIRAN
-
Lampiran 1.
CORRELATIONS
/VARIABLES=K A
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/STATISTICS DESCRIPTIVES XPROD
/MISSING=PAIRWISE.
Descriptive Statistics
Mean Std.
Deviation
N
KECACING
AN,64 ,487 44
ANEMIA ,70 ,462 44
Correlations
KECACINGAN ANEMIA
KECACINGAN
Pearson Correlation 1 ,546**
Sig. (2-tailed) ,000
Sum of Squares and Cross-
products10,182 5,273
Covariance ,237 ,123
N 44 44
ANEMIA
Pearson Correlation ,546** 1
Sig. (2-tailed) ,000
Sum of Squares and Cross-
products5,273 9,159
Covariance ,123 ,213
N 44 44
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
-
Lampiran 2
MASTER TABEL PENGUMPULAN DATA
No. NamaSampel
Umur JK Kelas Hasil Pemeriksaan KecacinganHasil Pemeriksaan
HBNilai Kategori
1 A1 6 L I Kecacingan 11.2 Anemia2 A2 6 L I Kecacingan 9.2 Anemia3 A3 5 P I Kecacingan 9.8 Anemia4 A4 6 P I Kecacingan 10.2 Anemia5 A5 6 L I Kecacingan 8.4 Anemia6 A6 5 P I Tidak Kecacingan 9.1 Anemia7 A7 7 P I Kecacingan 12 Tidak Anemia8 A8 6 P I Tidak Kecacingan 13.6 Tidak Anemia9 A9 7 L I Tidak Kecacingan 14.2 Tidak Anemia10 B1 7 P II Kecacingan 10.6 Anemia11 B2 8 L II Kecacingan 10.7 Anemia12 B3 7 L II Tidak Kecacingan 14.6 Tidak Anemia13 B4 6 L II Kecacingan 8.3 Anemia14 B5 7 P II Tidak Kecacingan 14.2 Tidak Anemia15 B6 7 P II Kecacingan 10.2 Anemia16 B7 8 P II Kecacingan 10.6 Anemia17 C1 9 P III Tidak Kecacingan 12.2 Tidak Anemia18 C2 9 P III Kecacingan 9.4 Anemia19 C3 8 P III Kecacingan 10.7 Anemia20 C4 9 P III Tidak Kecacingan 12.9 Tidak Anemia21 C5 9 P III Kecacingan 8.8 Anemia22 C6 9 P III Tidak Kecacingan 11.3 Anemia23 C7 9 P III Kecacingan 9.8 Anemia24 C8 8 L III Kecacingan 10.2 Anemia25 D1 10 L IV Kecacingan 11.2 Anemia26 D2 9 P IV Tidak Kecacingan 9.7 Anemia27 D3 9 P IV Kecacingan 9.8 Anemia28 D4 10 P IV Kecacingan 8.6 Anemia29 D5 10 P IV Kecacingan 9.2 Anemia30 D6 10 L IV Tidak Kecacingan 13.2 Tidak Anemia31 E1 11 L V Kecacingan 9.4 Anemia32 E2 10 L V Tidak Kecacingan 10.2 Anemia33 E3 11 P V Kecacingan 12.5 Tidak Anemia34 E4 11 L V Tidak Kecacingan 14.6 Tidak Anemia
-
35 E5 11 L V Kecacingan 11.8 Anemia36 E6 10 P V Tidak Kecacingan 11.1 Anemia37 E7 11 L V Tidak Kecacingan 13.7 Tidak Anemia38 F1 12 P VI Kecacingan 9.1 Anemia39 F2 12 L VI Kecacingan 10.1 Anemia40 F3 12 L VI Tidak Kecacingan 11.9 Anemia41 F4 12 L VI Tidak Kecacingan 15.1 Tidak Anemia42 F5 11 L VI Kecacingan 12.2 Tidak Anemia43 F6 12 P VI Kecacingan 12.8 Tidak Anemia44 F7 12 L VI Kecacingan 10 Anemia
-
Lampiran 3
Form Hasil Pemeriksaan Kecacingan
No. NamaSampel
Umur Hasil
Keterangan
AscarisLumbricoides
TrichurisTrichura Kecacingan
TidakKecacingan
Infertil Fertil
1.
2.
3.
4.
dst.
-
Lampiran 4
Form Hasil Pemeriksaan Hemoglobin Darah (Hb)
No.Nama
SampelUmur Hasil (g/dl)
Keterangan
Anemia Tidak Anemia
1.
2.
3.
4.
dst.
-
Lampiran 5
Form Hasil Pemeriksaan Kecacingan
No. NamaSampel
Umur HasilKeterangan
KecacinganTidak
KecacinganAscarisLumbricoides
TrichurisTrichura
Infertil Fertil1. A1 6 √
2. A2 6 √ √
3. A3 5 √
4. A4 6 √
5. A5 6 √ √
6. A6 5 √
7. A7 7 √ √
8. A8 6 √
9. A9 7 √
10. B1 7 √ √
11. B2 8 √
12. B3 7 √
13. B4 6 √ √
14. B5 7 √
15. B6 7 √ √
16. B7 8 √ √
17. C1 9 √
18. C2 9 √ √
19. C3 8 √ √
-
20. C4 9 √
21. C5 9 √ √
22. C6 9 √
23. C7 9 √ √
24. C8 8 √ √
25. D1 10 √ √
26. D2 9 √
27. D3 9 √ √
28. D4 8 √ √
29. D5 10 √ √
30. D6 10 √
31. E1 11 √ √
32. E2 10 √
33. E3 11 √ √
34. E4 11 √
35. E5 11 √ √
36. E6 10 √
37. E7 11 √
38. F1 12 √ √ √
39. F2 12 √ √
40. F3 12 √
41. F4 12 √
42. F5 11 √ √
43. F6 12 √ √
-
Lampiran 6
Form Hasil Pemeriksaan Hemoglobin Darah (Hb)
No. Nama Sampel Umur Hasil
(g/dl)
Keterangan
Anemia Tidak Anemia
1. A1 6 11.2 √
2. A2 6 9.2 √
3. A3 5 9.8 √
4. A4 6 10.2 √
5. A5 6 8.4 √
6. A6 5 9.1 √
7. A7 7 12.0 √
8. A8 6 13.6 √
9. A9 7 14.2 √
10. B1 7 10.6 √
11. B2 8 10.7 √
12. B3 7 14.6 √
13. B4 6 8.3 √
14. B5 7 14.2 √
15. B6 7 10.2 √
16. B7 8 10.6 √
17. C1 9 12.2 √
18. C2 9 9.4 √
19. C3 8 10.7 √
-
20. C4 9 12.9 √
21. C5 9 8.8 √
22. C6 9 11.3 √
23. C7 9 9.8 √
24. C8 8 10.2 √
25. D1 10 11.2 √
26. D2 9 9.7 √
27. D3 9 9.8 √
28. D4 8 8.6 √
29. D5 10 9.2 √
30. D6 10 13.2 √
31. E1 11 9.4 √
32. E2 10 10.2 √
33. E3 11 11.5 √
34. E4 11 14.6 √
35. E5 11 11.8 √
36. E6 10 11.1 √
37. E7 11 13.7 √
38. F1 12 9.1 √
39. F2 12 10.1 √
40. F3 12 11.9 √
41. F4 12 15.1 √
42. F5 11 12.2 √
43. F6 12 12.8 √
-
Lampiran 11
Dokumentasi
Telur Cacing Ascaris Lumbricoides Infertil
Telur Cacing Ascaris
Lumbricoides Fertil
Telur Cacing Trichuris Trichura
-
Easy Touch (Pemeriksaan Hb) Strip Hemoglobin
Pemeriksaan Hemoglobin Alat Pemeriksaan Feses
-
Pot Feses Pembuatan Sediaan
Pembuatan Sediaan Pemeriksaan Feses Pemeriksaan Feses