hubungan obesitas terhadap kadar …daerah santri jadi dokter yang telah memberikan penulis...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN OBESITAS TERHADAP
KADAR MALONDIALDEHID (MDA) PLASMA
PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Rico Irawan
NIM: 110103000055
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
HUBTINGAN OBESITAS TERITADAP KADAR T4{I ONDIALDEHID (IIDA)PLASMA PADA MAHASISWA PROGRAM STTTDI PEI\IDIDIKAN DOKTER
UIN SYARIF IIIDAYATTILLAH JAKARTA 2013
. \..
' Laporan PenelitianDiajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan llmu
Kesehatan untuk Memenuhi Fersyaratan Memperoleh GelarSarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh:Rics Irawan
NM: I10103000055
Pembimbing I Pembimbing 2
*n,r>ffifrc- V.dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D
PROGRAM STIJDI PtrNDIDIKAN DOKTERTAKUI,TAS IGDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAI\
TTNTYERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1434W20t3 M
lil
PENGESAJIAN PAI\ITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul HIIBITNGAN OBESITAS TERIIADAP KADARMALONDALDEITTD (MDA) PLASMA PADA MAHASTSWA PROGRAMSTUDI PEIIDIDII(AN DOKTER T]IN SYARIF IIIDAYATULLAH JAKARTA2013 yang diajukan oleh Rico Irawan (NIM: 110103000055), telah diujikan dalamsidang di Fakultas Kedokteran\dan llmu Kesehatan pada hari senin, 09 September2013. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperolehgelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 09 Septemb er 2013
Ketua Sidang
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I Pembimbing 2
dr.
hiV
V.Penguji I
dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD-KGEH
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK t rN sH Jakarta Kaprodi PSPD FKIK urN srr Jakarta
K. Tadjudin, SpAnd
vl"dr. Siti Nur Aisyah J, Ph.D dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D dr. Siti Nur Aisyah J, Ph.D
rdini, M.Gizi, SpGK
Prof
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 09 September 2013
Rico Irawan
iii
HUBUNGAN OBESITAS TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA)
PLASMA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh:
Rico Irawan
NIM: 110103000055
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN OBESITAS TERHADAP KADAR
MALONDIALDEHID (MDA) PLASMA PADA MAHASISWA PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013 yang diajukan oleh Rico Irawan (NIM: 110103000055), telah diujikan dalam
sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada hari Senin, 09 September
2013. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 09 September 2013
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Siti Nur Aisyah J, Ph.D
Pembimbing 1
dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D
Pembimbing 2
dr. Siti Nur Aisyah J, Ph.D
Penguji 1
dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK
Penguji 2
dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD-KGEH
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN SH Jakarta
Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd
Kaprodi PSPD FKIK UIN SH Jakarta
dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT, yang Maha Penolong setiap makhluk atas ilmu dan
ketaqwaannya. Sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian
ini. Sholawat teriring salam semoga tercurahkan pada Nabi Muhammd SAW, sebagai
tauladan yang baik, yang mampu membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju
zaman yang penuh dengan ilmu dan hikmah seperti saat ini.
Syukur Walhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan Laporan Penelitian ini
yang berjudul “Hubungan Obesitas Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA)
Plasma pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2013”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK Selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D dan dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D sebagai
dosen pembimbing riset penulis, yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga
dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis
selama penelitian dan penyusunan riset ini.
4. drg. Laifa Annisa Herdarmin, Ph.D, selaku penanggung jawab modul riset
Program Studi Pendidikan Dokter 2010
5. dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD-KGEH dan dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku
penguji 1 dan penguji 2, yang telah memberikan koreksi serta masukan pada
penelitian ini.
vi
6. Ibu Endah Wulandari, S.Si, M.Biomed selaku kepala Laboratorium biokimia, dan
ibu Ayu selaku laboran yang telah membantu penulis dalam penelitian di
laboratorium.
7. Ibunda Yuniarti dan Ayahanda Siswanto, kedua orang tua penulis yang tercinta,
yang memberikan motivasi dan kasih sayang kepada penulis. Serta adik penulis
Riza Utami yang senantiasa memberikan doa untuk penyelesaian penelitian ini.
8. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, serta Tim pengelola Beasiswa Kemitraan
Daerah Santri Jadi Dokter yang telah memberikan penulis kesempatan untuk
menyelesaiakan studi di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. KH. Affandi, BA, dan segenap asatidz Ponpes Nurul Huda Sukaraja OKU Timur,
serta Ust. Muslih, S.Pd.I yang telah memberikan pendidikan ilmu agama,
dukungan moril, dan doa restu.
10. Teman-teman perjuangan riset kelompok enam, Fifin Fitriani, Nurliya Khanifa,
Meliansari, dan Tomi Wibowo.
11. Saudara Tri Bayu Purnama, rekan penulis yang telah memberikan bantuan
mengenai ilmu statistik.
12. Seluruh Teman-teman PSPD angkatan 2010 dan terkhusus RDM (Rumah dokter
Muslim) and Friends, yang selalu ada saat suka dan duka, serta seluruh pihak yang
telah membantu penyelesaian laporan penelitian ini
Semoga dengan terselesaikannya Laporan Penelitian ini dapat menambah
pengetahuan kita semua. ”Tiada gading yang tak retak” demikian pepatah
mengatakan. Karena itu tiada menutup kemungkinan jika dalam penulisan Laporan
Penelitian ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, segala kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan
penelitian ini dan akan penulis terima dengan senang hati.
Waallaahu al-muwaafiq ilaa aqwaami ath-thaariiq
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 09 September 2013
Penulis
vii
ABSTRAK
Rico Irawan. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan Obesitas Terhadap Kadar
Malondialdehid (MDA) Plasma pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013
Obesitas meningkatkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) yang menyebabkan Stres
Oksidatif. Stres Oksidatif dalam tubuh dapat diukur dengan menggunakan salah satu
parameternya yaitu Malondialdehid (MDA) plasma. MDA merupakan satu dari beberapa
substansi dengan berat molekul ringan sebagai produk akhir peroksida lipid di dalam tubuh
akibat reaksi ROS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan obesitas terhadap
kadar Malondialdehid (MDA) plasma, dengan cara membandingkan kadar MDA pada
mahasiswa dengan status IMT normal dan obesitas. Subyek berjumlah 38 orang, terdiri dari
laki-laki 23 orang (60.5%) dan perempun 15 orang (39.5%) yang berusia 18-22 tahun.
Pemeriksaan kadar MDA plasma menggunakan metode TBARs (Thiobarbituric Acid and
Reactive Substances) dengan teknik spektrofotometri, selanjutnya data dianalisis
menggunakan uji Mann-Whitney. Penelitian ini melaporkan bahwa rerata kadar MDA plasma
pada mahasiswa dengan status IMT normal adalah 1,03.10-6
±0,43.10-6
, sedangkan pada
mahasiswa obesitas adalah 1,97.10-6
±1,20.10-6
. Hal ini menunjukkan pada mahasiswa dengan
status obesitas memiliki kadar MDA plasma lebih tinggi dibandingkan mahasiswa dengan
status IMT normal, dan diperoleh nilai p value= 0,000 (p<0,01). Perbedaan kadar MDA
plasma ini signifikan secara statistik.
Kata Kunci: Obesitas, MDA plasma
ABSTRACT
Rico Irawan. Medical Study Program. Relationship of Obesity Against Malondialdehyde
(MDA) Plasma Levels among Students of Medical Education Study Program Syarif
Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2013
Obesity increase Reactive Oxygen Species (ROS) production, that caused of Oxidative
Stress. Oxidative stress in the body can be measured by using one of the parameters which
Malondialdehyde (MDA) plasma. MDA is one of the few substances with a low molecul
weight as the end product of lipid peroxidation caused by reaction of ROS in the body. The
objective of this study was to know relationship of obesity against Malondialdehyde (MDA)
plasma level by comparing the MDA plasma level among students with normal BMI’s status
and obesity. Thirty eight students were participated in this study, which are 23 men (60,5%)
and 15 women (39,5%), age 18-22 years old were subjected to MDA plasma test using
TBARs (thiobarbituric Acid Reactive and Substances) methodes with spectrophotometry
technique. The data were analyzed by Mann-Whitney test. This study reported that the mean
of MDA plasma levels among students with normal BMI’s status is 1,03.10-6
±0,43.10-6
, while
the mean of MDA plasma levels among student with obesity is 1,97.10-6
±1,20.10-6
. The
students with obesity had higher MDA plasma levels than students with normal BMI’s status,
and obtained p value= 0,000 (p<0,01). There was statistically significance different between
obesitay and normal BMI’s status in MDA plasma levels.
Keywords: Obesity, MDA plasma
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................... vii
ABSTRACT ............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xi
DAFTAR DIAGRAM ............................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 4
2.1 Landasan Teori ................................................................... 4
2.1.1 Obesitas .................................................................... 4
2.1.1.1 Pengertian Obesitas ....................................... 4
2.1.1.2 Klasifikasi Obesitas ........................................ 4
ix
2.1.1.3 Etiologi Obesitas ........................................... 5
2.1.1.4 Patofisiologi Obesitas ................................... 8
2.1.1.5 Tatalaksana Obesitas ..................................... 12
2.1.1.6 Komplikasi Obesitas ........................................ 14
2.1.2 Radikal Bebas ............................................................. 16
2.1.2.1. Dampak Radikal Bebas Bagi Tubuh ............. 18
2.1.2.2 Obesitas Memicu Stres Oksidatif .................. 19
2.1.3 Peroksida Lipid ........................................................... 20
2.1.3 Malondialdehid (MDA) Produk Peroksida Lipid ....... 23
2.1.5 Pemeriksaan MDA Plasma ......................................... 24
2.2 Kerangka Teori .................................................................. 27
2.2 Kerangka Konsep ............................................................... 28
2.3 Definisi Operasional .......................................................... 29
Bab 3. METODE PENELITIAN .......................................................... 30
3.1 Desain Penelitian ................................................................. 30
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................. 30
3.3 Cara Pengambilan Sampel ................................................. 31
3.4 Populasi dan Sampel .......................................................... 31
a. Populasi Target ................................................................ 31
b. Populasi Terjangkau ......................................................... 31
3.5 Kriteria Inklusi dan Eklusi ................................................. 31
3.6 Besar Sampel ..................................................................... 32
3.7 Alur Penelitian ................................................................... 32
3.8 Rencana Analisis ................................................................ 34
3.9 Izin dan Etika Penelitian .................................................... 34
3.10 Alat, bahan, dan cara kerja ............................................... 34
x
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 36
4.1 Hasil ...................................................................................... 36
4.1.1 Analisi Univariat ........................................................... 37
4.1.2 Analisis Bivariat ........................................................... 48
4.2 Pembahasan........................................................................... 49
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 53
5.1 Simpulan ............................................................................... 53
5.2 Saran ..................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 55
LAMPIRAN ............................................................................................. 59
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi IMT pada orang dewasa menurut WHO ................ 5
Tabel 2.2. Klasifikasi IMT pada orang dewasa menurut Asia Pasifik ...... 5
Tabel 2.2. Jenis-jenis Reactive Oxygen Species (ROS) ............................ 17
Tabel 3.1. Rincian waktu penelitian .......................................................... 30
Tabel 4.1. Karakteristik Subyek penelitian ............................................... 36
Tabel 4.2. Distribusi status obesitas menurut Karakteristik Subyek ......... 37
Tabel 4.3. Distribusi kadar MDA menurut karakteristik subyek .............. 43
Tabel 4.4. Hubungan status IMT terhadap kadar MDA plasma ............... 48
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pusat pengaturan nafsu makan ............................................. 11
Gambar 2.2. Radikal bebas memediasi kerusakan jaringan ...................... 21
Gambar 2.3. Peroksida Lipid .................................................................... 22
Gambar 2.4. reaksi Malondialdehid (MDA) dengan TBA ....................... 25
xiii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1. Hubungan Jenis kelamin terhadap kadar MDA plasma ...... 44
Diagram 4.3. Kelompok umur dan MDA plasma ..................................... 45
Diagram 4.3. kebiasaan makan per hari dan MDA plasma ....................... 46
Diagram 4.4. Konsumsi buah dan sayur dengan MDA plasma ................ 47
Diagram 4.5. Status IMT dengan kadar MDA plasma.............................. 49
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin................................................................................ 59
Lampiran 2 Kuesioner ............................................................................... 60
Lampiran 3 Inform Consent ...................................................................... 62
Lampiran 4 Data Hasil Uji Statistik ......................................................... 63
Lampiran 5 Alat dan bahan penelitian ..................................................... 71
Lampiran 6 Riwayat Penulis ..................................................................... 72
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Obesitas dan overweight telah menjadi proporsi epidemi di banyak
negara Asia, terutama negara padat penduduk. Obesitas merupakan masalah
global yang tidak hanya terjadi di negara maju tetapi juga di negara
berkembang seperti Indonesia. Obesitas juga banyak ditemukan di daerah
perkotaan, hal ini disebabkan oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
berdampak terhadap perubahan gaya hidup, yaitu aktifitas rendah sedangkan
diet tinggi lemak dan karbohidrat.1
Telah diketahui bahwa obesitas sesungguhnya merupakan salah satu
penyakit degeneratif yang cukup serius, sebab obesitas ini merupakan pintu
masuk atau faktor risiko bagi timbulnya penyakit degeneratif, seperti penyakit
jantung koroner, hipertensi, diabetes, dan penyakit metabolik lainnya.33
Obesitas berhubungan dengan reaksi inflamasi pada jaringan adiposa
dan inflamasi tersebut berhubungan dengan resiko gangguan metabolik serta
kardiovaskular.2
Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya metabolisme
lemak akan menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS)
meningkat, baik di sirkulasi maupun di sel adiposa. Peningkatan Reactive
Oxygen Species (ROS) di dalam sel adiposa dapat menyebabkan
keseimbangan reaksi reduksi oksidasi terganggu, sehingga terjadi penurunan
enzim antioksidan di dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut dengan stres
oksidatif. Indikator utama yang digunakan untuk melihat adanya peroksida
lipid dan parameter terjadinya suatu stres oksidatif ialah malondialdehid
(MDA). MDA merupakan satu dari substansi dengan berat molekul ringan
yang dihasilkan sebagai produk akhir peroksida lipid di dalam tubuh akibat
adanya reaksi radikal bebas.4
Penelitian yang dilakukan oleh Yesilbursa et al, menyebutkan bahwa
pada seorang yang obesitas dapat terjadi peningkatan peroksida lipid endogen,
2
dengan ditemukan kadar MDA plasma yang lebih tinggi dibandingkan pada
orang yang Indeks Massa Tubuh (IMT)-nya normal, dengan diperoleh rerata
pada obesitas sebesar 2,00±0,77 dan non obesitas sebesar 1,63±0,14.3
Penelitian sebelumnya oleh Farshad Amirkizhi et al. menjelaskan
bahwa kadar MDA plasma pada subyek dengan obesitas lebih tinggi daripada
subyek tidak obesitas. Hal ini menunjukkan adanya hubungan erat antara
tingkat kerusakan metabolik bersamaan dengan gangguan stres oksidatif.9
Obesitas terjadi karena interaksi yang sangat kompleks antara riwayat
orang tua obesitas (parental fatness), pola makan, dan gaya hidup. Prevalensi
obesitas pada remaja di Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun ke
tahun. Oleh sebab itu, sangat penting di lakukan penelitian tentang hubungan
obesitas terhadap kadar MDA plasma pada mahasiswa, mengingat resiko
obesitas pada remaja kemungkinan besar terbawa hingga masa dewasa,
sehingga resiko timbulnya komplikasi cukup besar.7
1.2 . Rumusan Masalah
Bagaimana Hubungan obesitas terhadap kadar malondialdehid (MDA)
plasma pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta?
1.3 . Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan obesitas terhadap kadar
malondialdehid (MDA) plasma pada mahasiswa Pendidikan Dokter UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui karakteristik subyek penelitian
Mengetahui hubungan karakteristik subyek dengan kejadian obesitas
Mengetahui hubungan karakteristik subyek dengan kadar
malondialdehid (MDA) plasma
Mengetahui perbedaan kadar MDA pada mahasiswa dengan obesitas
dan mahasiswa dengan IMT normal.
3
1.4 . Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam menerapkan
ilmu yang diperoleh selama menjalani perkuliahan.
Menambah pengetahuan tentang hubungan obesitas dengan kadar
malondialdehid (MDA) plasma
b. Bagi Institusi
Memajukan UIN Syarif Hidayatullah dan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah dengan mempublikasikan penelitian ini.
c. Bagi Keilmuan
Dapat memberikan informasi mengenai hubungan obesitas terhadap
kadar MDA plasma.
Sebagai data dan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut
tentang hubungan obesitas terhadap kadar MDA plasma.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Obesitas
2.1.1.1. Pengertian Obesitas
Obesitas dapat didefinisikan sebagai kondisi abnormal atau
akumulasi lemak berlebihan pada jaringan adiposa yang meluas hingga
dapat mengganggu tingkat kesehatan.6
Obesitas merupakan suatu penyakit
multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan,
sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan
jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang
bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar
dan kemudian bertambah banyak.13
World Health Organization (WHO) mendefinisikan obesitas
sebagai keadaan abnormal atau akumulasi lemak yang berlebihan yang
menyajikan risiko untuk kesehatan.1
Masalah obesitas dapat terjadi pada
usia anak-anak, remaja hingga dewasa. Obesitas didefinisikan dengan
Indeks Masa Tubuh (IMT) >30 dan dikatakan overweight jika IMT >25.5,7
2.1.1.2.Klasifikasi Obesitas
Body Mass Index (BMI) atau indeks masa tubuh (IMT) digunakan
untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. IMT
merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk
mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang
dewasa. Saat ini IMT menjadi indikator paling bermanfaat untuk
menentukan barat badan lebih atau obesitas.10,12
5
Tabel 2.1 Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa
berdasarkan IMT menurut WHO
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang <18,5
Kisaran normal 18,5 – 24,9
Berat badan lebih > 25
Pra-obes 25,0 – 29,9
Obesitas tingkat I 30,0 – 34,9
Obesitas tingkat II 35,0 – 39,9
Obesitas tingkat III > 40
(sumber: Aru W Sudoyo, 2006)
Tabel 2.2 Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar
perut menurut kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT
(kg/m2)
Resiko Ko-Morbiditas
Lingkar perut
< 90 cm (laki-laki) ≥ 90 cm (laki-laki)
<80 cm (perempuan) ≥ 80 cm (perempuan)
Berat badan kurang < 18,5 Rendah Sedang
Kisaran normal 18,5-22,9 Sedang Meningkat
Berat badan lebih ≥ 23,0
· Beresiko 23,0 – 24,9 Meningkat Moderat
Obes I 25,0 – 29,9 Moderat Berat
Obes II ≥ 30,0 Berat Sangat berat
(sumber: Aru W Sudoyo, 2006)
2.1.1.3.Etiologi Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan kandungan lemak di
jaringan adiposa. Penyebab obesitas banyak, dan sebagian belum jelas.
Beberapa faktor yang mungkin terlibat adalah sebagai berikut:13
6
a) Gangguan Jalur sinyal leptin
Sebagian kasus obesitas dilaporkan berkaitan dengan resistensi
leptin. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pada orang dengan
obesitas, pusat-pusat hipotalamus yang berperan dalam homeostatis energi
disetel lebih tinggi. Setelah obesitas tercapai, yang diperlukan untuk
mempertahankan kondisi adalah bahwa energi yang masuk setara dengan
yang keluar.
Defek reseptor leptin di otak tidak berespon terhadap tingginya
kadar leptin darah yang berasal dari jaringan lemak yang banyak. Karena
itu otak tidak mendeteksi leptin sebagai sinyal untuk menurunkan nafsu
makan sampai titik patokan yang lebih tinggi (simpanan lemak lebih
banyak). Selain itu, gangguan transpor leptin menembus sawar darah otak
atau defisiensi salah satu pembawa pesan kimiawi di jalur leptin bisa
menjadi penyebab.
b) Kurang Olahraga
Banyak penelitian memperlihatkan bahwa, secara rerata, orang
gemuk tidak makan lebih banyak dibandingkan dengan orang kurus.
Orang dengan kelebihan berat tidak makan berlebihan tetapi kurang gerak.
Hal ini disebut sindrom couch potato (menonton sambil makan cemilan).
Karena itu, teknologi modern juga berperan ikut disalahkan atas epidemi
obesitas saat ini.
c) Kemiskinan/ Kemakmuran
Semakin tinggi status ekonomi dari seseorang semakin mudah
seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Tanpa harus
mengeluarkan banyak tenaga, barang yang diinginkannya akan
dimilikinya. Hal ini akan menimbulkan penurunan pemakaian kalori
sehingga glukosa tidak terpakai dan akan diubah oleh hati menjadi
glikogen atau disimpan di bawah kulit berupa lemak, lama kelamaan akan
timbul obesitas. Di Amerika Serikat, sudah terbukti bahwa obesitas
berkaitan dengan status sosial-ekonomi.34
7
d) Non-exercise activity thermogenesis, NEAT
NEAT merujuk pada energi yang dikeluarkan oleh aktifitas fisik di
luar olahraga yang direncanakan. Mereka yang sering mengetuk-
ngetukkan kaki atau jenis aktivitas fisik spontan berulang menghabiskan
kilokalori yang cukup besar sepanjang hari tanpa disadari.
Menurut Zainun Mutadin (2002), tingkat pengeluaran energi tubuh
sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi
tergantung dari dua faktor :
tingkat aktivitas dan olah raga secara umum
angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan
untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh.
Dari kedua faktor tersebut, metabolisme basal memiliki tanggung
jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas
fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang
dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan,
aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting.35
e) Perbedaan dalam mengekstraksi energi dari makanan
Studi-studi memperlihatkan bahwa orang langsing mengubah lebih
banyak energi makanan menjadi panas dari pada menjadi energi untuk
digunakan atau disimpan. Sedangkan orang dengan obesitas mungkin
memiliki sistem metabolik yang lebih efisien dalam mengekstraksi energi
dari makanan. Suatu sifat yang bermanfaat dalam situasi kekurangan
makanan tetapi menjadi beban dalam mempertahankan berat ketika
makanan berlimpah.
f) Kecenderungan herediter
Perbedaan dari jalur-jalur regulatorik untuk keseimbangan energi,
baik jalur untuk mengatur asupan makanan maupun yang mempengaruhi
pengeluaran energi, sering berasal dari variasi genetik.
Berat badan seseorang 40 – 70% ditentukan secara genetik (Aru W
S, 2006). Faktor resiko terkuat terjadinya obesitas pada anak dan remaja
adalah mempunyai orang tua yang juga penderita obesitas. Baik obesitas
terjadi pada ibu atau ayah, hal ini tidak membawa banyak perbedaan.
8
Diduga, mempunyai orang tua yang keduanya penderita obesitas akan
membawa faktor risiko yang lebih besar daripada hanya salah satu saja
yang menderita obesitas.13
g) Pembentukan sel lemak dalam jumlah berlebihan akibat makan
berlebihan
Sekali terbentuk maka sel lemak tidak lenyap dengan pembatasan
makan dan penurunan berat. Bahkan ketika seseorang berdiet telah
kehilangan banyak lemak trigliserida yang tersimpan di sel-sel ini, sel-sel
tersebut tetap ada dan siap diisi kembali.
2.1.1.4.Patofisiologi Obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu
makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor
biologik spesifik.6
2.1.1.4.1. Pemasukan dan pengeluaran energi
Masukan energi berasal dari makanan yang masuk. Sedangkan
pengeluaran energi digolongkan ke dalam 2 kategori, yaitu kerja eksternal
dan kerja internal. Kerja eksternal adalah energi yang dikeluarkan ketika
otot rangka berkontraksi untuk memindahkan benda eksternal atau
menggerakkan tubuh. Kerja Internal adalah semua pengeluaran energi
biologis lain yang tidak melakukan kerja mekanis di luar tubuh. Kerja
internal mencakup dua jenis aktivitas yang dependen energi: 1) aktivitas
otot rangka yang digunakan untuk tujuan internal. 2) semua aktivitas yang
mengeluarkan energi yang harus berlangsung untuk mempertahankan
hidup, seperti pompa jantung, sintesis, dan kegiatan seluler lainnya.12
2.1.1.4.2. Masukan energi harus sama dengan pengeluaran energi
Karena energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, maka
masukan energi harus sama dengan pengeluaran energi. Terdapat tiga
kemungkinan status keseimbangan energi, yaitu: keseimbangan energi
netral, keseimbangan energi positif, dan keseimbangan energi negatif.
9
2.1.1.4.3. Asupan makanan terutama dikendalikan oleh hipotalamus12
2.1.1.4.3.1. Peran Nukleus Arkuatus: NPY dan Melanokortin
Nukleus arkuatus hipotalamus berperan sentral dalam kontrol
jangka panjang keseimbangan energi dan berat tubuh serta kontrol pendek
asupan makanan sehari-hari. Nukleus arkuatus adalah kumpulan neuron
berbentuk busur yang terletak dekat dengan dasar ventrikel ketiga.
Nukleus arkuatus memiliki dua subset neuron yang berfungsi
berlawanan. Satu subset mengeluarkan neuropeptida Y (NPY) dan yang
lain mengeluarkan melanokortin. Neuropeptida Y (NPY) perangsang nafsu
makan paling kuat yang pernah ditemukan, menyebabkan peningkatan
asupan makanan sehingga mendorong pertambahan berat. Sedangkan
melanokortin sekelompok hormon yang secara mengejutkan berperan
dalam keseimbangan energi. Melanokortin, terutama α melanocyte
stimulating hormone (α-MSH), menekan nafsu makan sehingga terjadi
penurunan asupan makanan dan penurunan berat, sebagai respon terhadap
peningkatan simpanan lemak.12
2.1.1.4.3.2. Leptin dan Insulin (jangka panjang)
Sel lemak (adiposit) diketahui berperan aktif dalam keseimbangan
energi. Adiposit mengeluarkan hormon, secara kolektif disebut adipokin.
Salah satu adipokin yang terpenting adalah leptin, suatu hormon yang
esensial bagi regulasi berat tubuh normal. Jumlah leptin dalam darah
adalah indikator yang baik jumlah total lemak trigliserida yang disimpan di
jaringan lemak. Semakin besar simpanan lemak, semakin banyak leptin
dibebaskan ke dalam darah.12
Leptin menekan nafsu makan sehingga menurunkan nafsu makan
dan mendorong penurunan berat badan, dengan menghambat sinyal NPY
dan merangsang malanokortin dari hipotalamus. Sebaliknya, penurunan
simpanan lemak dan penurunan sekresi leptin akan menyebabkan
peningkatan nafsu makan dan penambahan berat badan.
10
Insulin adalah suatu hormon yang disekresi oleh pankreas sebagai
respon terhadap peningkatan konsentrasi glukosa dan nutrien lain di darah
setelah makan, merangsang penyerapan, pemakaian, dan penyimpanan
nutrien-nutrien ini oleh sel. Sehingga penimgkatan sekresi insulin dapat
menghambat sel penghasil NPY, serta menekan asupan makan.
2.1.1.4.3.3. Pengaruh Psikososial dan Lingkungan
Stres, rasa cemas, depresi, dan kebosanan juga terbukti mengubah
perilaku makan melalui cara yang tidak berkaitan dengan kebutuhan.
Orang sering makan untuk memuaskan kebutuhan psikologis bukan
menghilangkan lapar.
Telah dilaporkan adanya dua hormon peptida yang diproduksi di
saluran pencernaan yang diketahui mempengaruhi perilaku makan jangka
pendek, sedangkan leptin dan insulin mengatur berat badan dalam jangka
waktu hitungan bulan atau tahun. Terdapat area di otak pada hipotalamus
yaitu Nukleus Arkuatus yang berperan menggabungkan aktivitas hormon-
hormon tersebut di atas, memberikan sinyal kepada tubuh untuk mengatur
kesimbangan asupan makanan dan penggunaan energi (Gambar 2.1).
Nukleus arkuatus memiliki dua neuron utama dengan aksi yang
berlawanan. Neuron tipe pertama memproduksi neurotransmitter peptida
yaitu neuropeptide Y (NPY) dan agoutirelated peptide (AgRP), aktivasi
neuron ini akan menstimulasi selera makan sambil mereduksi
metabolisme. Terdapat neuron lainnya yaitu neuron proopiomelanocortin
(POMC) / cocaineand amphetamine regulated transcript (CART) yang
akan melepaskan α melanocyte stimulating hormone (α MSH) yang dapat
menghambat keinginan untuk makan. Ketika cadangan lemak dan
konsentrasi leptin menurun, neuron NPY dan AgRP diaktivasi dan neuron
POMC diinhibisi sehingga terjadi kenaikan berat badan. Hormon lain yang
juga berperan dalam pengaturan berat badan adalah hormon insulin.
Reseptor insulin terdapat di seluruh bagian otak.
11
Penelitian lain mengatakan bahwa aksi hormon ini untuk menekan
selera makan terjadi secara langsung pada nukleus arkuatus. Pemberian
insulin ke dalam otak dekat nukleus arkuatus dapat menghambat produksi
NPY, yang bekerja menstimulasi selera makan.
(sumber: Kelner K, 2003)
Gambar 2.1 pusat pengaturan nafsu makan
Konsep fisiologis dari obesitas ialah terjadi ketidak seimbangan
antara asupan makanan (food intake) dan penggunaan energi (energy
expenditure),di mana terjadi peningkatan asupan makanan dan terjadi
penurunan penggunaan energi.14
2.1.1.4.3.4. Jaringan Lemak sebagai depot penyimpanan energi
Jaringan lemak sebagai depot penyimpanan energi paling besar.
Tugas utamanya untuk menyimpan energi dalam bentuk trigliserida dan
melepaskannya sebagai asam lemak bebas dan gliserol yang merupakan
sumber energi yang berasal dari lemak.
Jaringan lemak merupakan simpanan energi dalam bentuk
trigliserida melalui proses lipogenesis sebagai repon terhadap kelebihan
energi dan memobilisasi energi melalui proses lipolisis sebagai repon
terhadap kekurangan energi. Lipogenesis dirangsang oleh diet tinggi
karbohidrat, namun juga dapat dihambat oleh adanya asam lemak tak
jenuh ganda (PUFA) dan puasa.
12
Distribusi Lemak: akumulasi lemak ditentukan oleh keseimbangan
antara sintetis lemak (lipogenesis) dan pemecahan lemak (lipolisis-
oksidasi asam lemak).12
2.1.1.5.Tatalaksana Obesitas12
Penurunan berat badan mempunyai efek yang menguntungkan
terhadap penderita obesitas. Penurunan berat badan sebesar 5 – 10% dari
berat awal mengakibatkan perbaikan kesehatan secara signifikan.
Walaupun belum ada penelitian yang menunjukkan perubahan pada angka
kematian dengan penurunan berat badan pada pasien obesitas, dengan
penurunan berat badan, pengurangan pada faktor resiko ini dianggap akan
menurunkan perkembangan diabetes tipe 2 serta kardiovaskular.9
Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar,
yaitu diet rendah kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-
obatan/ bedah.
a) Terapi diet
Pada program manajemen berat badan, terapi diet perencanaan
berdasarkan individu. Terapi diet ini harus dimasukkan ke dalam status
pasien overweight. Hal ini bertujuan untuk membuat defisit 500 hingga
1000 Kcal/hari menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program
penurunan berat badan apapun.
Disamping pengurangan lemak jenuh, total lemak seharusnya
kurang dan sama dengan 30% dari total kalori. Penggunaan prosentase
lemak dalam menu sehari-hari saja tidak dapat menyebabkan penurunan
berat badan kecuali total kalori juga berkurang. Ketika asupan lemak
dikurangi, prioritas harus diberikan untuk mengurangi lemak jenuh. Hal
tersebut bermaksud untuk menurunkan kadar kolesterol-LDL.
a) Aktivitas fisik
Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari
penurunan berat badan, walaupun aktivitas fisik tidak dapat menyebabkan
penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan.
Kebanyakan penurunan berat badan terjadi karena penurunan asupan
13
kalori. Aktivitas fisik yang lama sangat membantu pada pencegahan
peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah
terjadi pengurangan resiko kardiovaskular dan diabetes mellitus lebih
banyak dibandingkan dengan pengurangan berat badan tanpa aktivitas.
Aktivitas fisik yang berdasarkan gaya hidup cenderung lebih
berhasil menurunkan berat badan dalam jangka panjang dibandingkan
dengan program latihan yang terstruktur. Untuk pasien obesitas, terapi
harus dimulai secara perlahan dan intensitasnya sebaiknya ditingkatkan
secara bertahap. Latihan dapat dilakukan seluruhnya pada satu saat atau
secara bertahap sepanjang hari.
Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30
menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan
intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu.
Dengan regimen ini, pengeluaran energi tambahan sebanyak 100 hingga
200 kalori per hari dapat dicapai.
Regimen ini dapat diadaptasi ke dalam berbagai bentuk aktivitas
fisik lain, tetapi jalan kaki lebih menarik karena keamanan dan
kemudahannya. Pasien harus dimotivasi untuk meningkatkan aktivitas
sehari-hari seperti naik tangga daripada naik lift. Seiring waktu, pasien
dapat melakukan aktivitas yang lebih berat. Strategi lain untuk
meningkatkan aktifitas fisik adalah mengurangi waktu santai (sedentary)
dengan cara melakukan aktivitas fisik rutin lain dengan resiko cedera
rendah.
b) Terapi perilaku
Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya,
diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada
saat terapi diet dan aktivitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi
pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik,
manajemen stres, stimulus control, pemecahan masalah dan dukungan
sosial.
14
c) Farmakoterapi
Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam
program manajemen berat badan. Sibutramine dan Orlistat merupakan
obat-obat penurun berat badan untuk penggunaan jangka panjang. Pada
pasien dengan indikasi obesitas, sibutramine dan orlistat sangat berguna.
Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif
menurunkan berat badan dan mempertahankannya.
Dengan pemberian sibutramine dapat muncul peningkatan tekanan
darah dan denyut jantung. Sibutramine sebaiknya tidak diberikan pada
pasien gagal jantung, jantung koroner, aritmia dan riwayat stroke.
Orlistat menghambat absorbsi lemak sebanyak 30%. Dengan
pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena
terjadi mal-absorbsi parsial. Semua pasien harus dipantau efek samping
yang timbul. Pengawasan secara berkelanjutan oleh dokter dibutuhkan
untuk mengawasi tingkat efisiensi dan keamanan.
d) Pembedahan
Terapi bedah merupakan salah satu pilihan untuk menurunkan
berat badan. Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara
klinis dengan BMI ≥40 atau ≥35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah
ini harus dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk pasien yang gagal
farmakoterapi dan menderita komplikasi obesitas yang ekstrim.
Bedah gastrointestinal (retriksi gastrik atau bypass gastric) adalah
suatu intervensi penurunan berat badan pada subyek yang termotivasi
dengan resiko operasi rendah. Suatu program yang terintegrasi harus
dilakukan baik sebelum maupun sesudah untuk memberikan panduan diet,
aktivitas fisik dan perubahan perilaku serta dukungan.
2.1.1.6.Komplikasi Obesitas
Dampak dari obesitas merupakan penyakit-penyakit yang banyak
memakan korban meninggal dunia. Termasuk jantung koroner dan
diabetes mellitus yang saat ini telah banyak dibicarakan oleh dunia
kesehatan tentang penanganannya.10
15
a) Penyakit jantung dan stroke
Seorang dengan IMT paling sedikit 30 mempunyai 50-100%
peningkatan risiko kematian dibandingkan mereka dengan IMT 20-
25. Obesitas tipe buah apel mempunyai resiko hampir 3 kali untuk
menderita penyakit jantung dibandingkan dengan berat badan normal.
Meningkatnya lemak pada daerah perut secara spesifik dihubungkan
dengan kekakuan pembuluh darah aorta, yaitu pembuluh darah arteri
utama yang memberikan darah ke organ-organ tubuh.
b) Tekanan darah tinggi
Hubungan antara obesitas dan hipertensi adalah kompleks dan
mungkin menggambarkan interaksi faktor genetik, demografi dan
biologik. Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa penurunan berat
badan bermanfaat untuk mengurangi tekanan darah.
c) Gagal jantung
Suatu penelitian tahun 2002 melaporkan bahwa obesitas mungkin
bertanggung jawab terhadap 11% gagal jantung pada pria dan 14 % pada
wanita. Tetapi mekanismenya masih belum jelas.
d) Gangguan lemak darah (Dislipidemia)
Efek obesitas pada kadar kolesterol adalah kompleks. Walaupun
obesitas tidak mempunyai hubungan yang kuat dengan kadar kolesterol,
tetapi kadar Trigliserida (TG) biasanya tinggi sedang Kolesterol baik
(HDL) cenderung menurun yang keduanya menyebabkan penyakit
jantung.
e) Resistensi insulin dan DM tipe2
Kebanyakan penderita DM tipe 2 adalah obesitas dan pada
kenyataannya memberikan kesan yang kuat bahwa penurunan BB dapat
menjadi kunci di dalam mengontrol terhadap DM tipe 2, yang mempunyai
kelainan berupa ketidakmampuan menggunakan insulin di dalam
metabolisme glukosa.
Keadaan ini sering disebut dengan resistensi insulin dan juga
dihubungkan dengan hipertensi dan kelainan pembekuan darah. Walaupun
mekanisme yang tepat hubungan antara obesitas dan DM tipe 2 sama
16
sekali belum jelas, tetapi sel-sel lemak dapat melepaskan zat kimia tertentu
yang menghambat kepekaan tubuh terhadap insulin.
f) Sindroma metabolik
Terdiri dari obesitas yang ditandai dengan penumpukan lemak
pada daerah perut, gangguan kolesterol, hipertensi, dan resistensi insulin.
Tampaknya faktor genetik berperan, walaupun obesitas dan makan yang
cepat memegang peranan penting di dalam perkembangan sindroma ini.
Sindroma metabolik secara signifikan dihubungkan dengan penyakit
jantung dan angka kematian yang lebih tinggi.
2.1.2. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu atom yang memiliki satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan pada bagian orbit luarnya, sehingga
membuat radikal bebas bersifat labil karena memiliki medan magnet yang
tidak seimbang yang dapat mempengaruhi struktur molekular dan reaksi-
reaksi biokimia di dalam tubuh. Sifat radikal bebas sangat reaktif sehingga
dapat menyerang molekul di sekitarnya.34
Sumber radikal bebas dapat di peroleh dari dua sumber, yaitu
endogen dan eksogen. Beberapa sumber eksogen antara lain: radiasi sinar
X dan sinar ultraviolet, polusi udara akibat asap kendaraan bermotor, gas
buangan dari pabrik dan asap rokok. Beberapa kondisi juga bisa memicu
terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh, misalnya stress, sakit, olah
raga berlebihan dan lain-lain.34
Secara endogen, radikal bebas terbentuk sebagai respon normal
dari serangkaian proses biokimia dalam tubuh. Secara alamiah radikal
bebas dibentuk dalam tubuh makhluk hidup termasuk manusia, binatang
dan tumbuhan. Dalam kondisi normal jumlah radikal tersebut berada
dalam keseimbangan atau terkendali. Sumber radikal bebas endogen
tersebut berasal dari proses oto-oksidasi, oksidasi enzimatik, respiratory
burst, reaksi yang dikatalisis ion logam transisi, dan ischemia reperfusion
injury.34
17
Radikal bebas dalam tubuh dapat berasal dari dalam (endogen) atau
dari luar tubuh (eksogen). Secara endogen, radikal bebas dapat berasal dari
makanan sumber lemak yang dapat membentuk peroksidasi lipid di dalam
tubuh. Selain itu, radikal bebas endogen juga bisa disebabkan oleh kondisi
stress, sakit dan olah raga yang berlebihan.
Bentuk senyawa dari radikal bebas di antaranya radikal
superoksida (O2-) dan radikal hidroksida (OH
+). Senyawa tersebut
merupakan jenis radikal bebas yang sebenarnya. Dua senyawa lain yang
berhubungan merujuk pada jenis lainya, yaitu spesies oksigen non radikal
di antaranya hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen singlet (O2-).
Senyawa – senyawa tersebut dikenal sebagai Reactive Oxygen Species
(ROS). Walaupun proses oksidasi esensial untuk kehidupan, beberapa
proses oksidasi dapat menyebabkan kerusakan sel.34
Tabel 2.3 Jenis-jenis Reactive Oxygen Species (ROS)
ROS KETERANGAN
Anion superoksida O2-
Tidak terlalu merusak, tetapi dapat
membentuk hidrogen peroksida, yang
merupakan reduktan logam transisi
dalam pembentukan radikal hidroksil.
Radikal hidroksil OH-
Radikal pengoksidasi yang sangat reaktif
dan dapat bereaksi dengan hampir
seluruh biomolekul.
Radikal peroksil LO2-
Dihasilkan antara lain pada proses
peroksidasi lipid.
Hydrogen peroksida H2O2
Hidrogen peroksida bukan radikal bebas
tetapi dikategorikan sebagai ROS.
Molekul ini merupakan sumber radikal
hidroksil dalam kondisi jenuh ion logam
transisi, juga terlibat dalam pembentukan
HOCl
Oksigen singlet O2
Meskipun bukan radikal bebas, tetapi
merupakan pengoksidasi yang kuat.
Nitrogen oksida NO-
Radikal bebas dalam bentuk gas
18
Peroksinitrit ONOO-
Terbentuk dari reaksi NO- dengan O2
-
Asam hipoklor HOCl
Dihasilkan oleh netrofil pada proses
inflamasi terbentuk dari H2O2 dan Cl-
yang dikatalisis oleh mieloperoksidase.
Reactive oxygen species (ROS) secara endogen dapat diproduksi
oleh tubuh melalui proses produksi energi, sintesis senyawa biologis, dan
fagositosis yang terjadi pada aktivitas sistem imun. Walaupun radikal
bebas dapat di hasilkan secara endogen dari dalam tubuh, secara fisiologis
sel-sel tubuh juga dapat menghasilkan sejumlah enzim dan senyawa
antioksidan yang berperan untuk melawan stres oksidatif yang terjadi di
dalam tubuh.34
Secara alami tubuh dapat menghasilkan antioksidan, yang disebut
sebagai antioksidan endogen seperti superoksida dismutase (SOD),
katalase (CAT), glutation peroksidase (GPx), glutation reduktase (GR) dan
seruloplasmin.
Apabila jumlah radikal bebas lebih tinggi dibandingkan
antioksidan endogen dapat menimbulkan stres oksidatif dalam tubuh. Stres
oksidatif dalam tubuh menimbulkan kerusakan pada sel. Stres oksidatif
dalam tubuh dapat diukur dengan menggunakan salah satu parameternya
yaitu kadar MDA plasma. Semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi
dalam tubuh maka semakin tinggi kadar MDA plasma.
2.1.2.1. Dampak Radikal Bebas Terhadap Tubuh
Radikal bebas bersifat destruktif, sangat reaktif dan mampu
bereaksi dengan makromolekul sel, seperti protein, lipid, karbohidrat, atau
DNA. Reaksi antara radikal bebas dan molekul itu berujung pada
timbulnya suatu penyakit, yaitu antara lain:33
a. Kerusakan DNA pada inti sel
Senyawa radikal bebas merupakan salah satu faktor penyebab
kerusakan DNA dengan mengoksidasi DNA. Sel yang mengandung DNA
19
rusak (damaged DNA) tersebut bila membelah sebelum DNA tersebut
diperbaiki, akan mengakibatkan perubahan genetik secara permanen, hal
tersebut merupakan langkah pertama dalam karsinogenesis. Oksidasi DNA
oleh senyawa radikal bebas dapat menginisiasi terjadinya kanker.
b. Kerusakan protein
Perubahan LDL (Low Density Lipoprotein) menjadi bentuk LDL
teroksidasi yang diperantarai oleh radikal bebas dapat menyebabkan
kerusakan dinding arteri dan kerusakan bagian arteri lainnya.
Meningkatnya kadar LDL oleh oksigen reaktif dapat merusak dinding
arteri yang menyebabkan aterosklerosis.
c. Kerusakan lipid peroksida
Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada ikatan
lemak tak jenuh dalam fosfolipid membran biologi (lipid peroksidasi).
Peroksidasi lipid pada membran merusak struktur membran dan
menyebabkan hilangnya fungsi dari organel sel.
2.1.2.2.Obesitas Memicu Stres Oksidatif
Obesitas adalah suatau penyakit kronik yang berasal multifaktorial
dan dapat didefinisikan dengan peningkatan akumulasi lemak tubuh.
Obesitas juga berkaitan dengan interaksi sosial, behavioral, psikologikal,
metabolik, seluler, dan faktor molekuler.19
Jaringan adiposa tidak hanya sebagai cadangan trigliserida organ,
namun pada suatu studi menjelaskan bahwa jaringan adiposa putih
berperan juga pada produksi subtansi bioaktif yang disebut adipokin.
Selain adipokin, dapat ditemukan komponen inflamasi, seperti Interleukin-
6 (IL-6); oleh karena itu mempengaruhi efek langsung pada kontrol berat
badan. Hal ini merupakan peran leptin, yang bertindak pada sistem limbik
dengan menstimulasi pengeluaran dopamin, yang dapat membuat merasa
penuh. Sehingga adipokin tersebut menginduksi Reactive Oxygen Species
(ROS), selanjutnya dapat menimbulkan suatu proses yang disebut Stres
Oksidatif (OS).5 Telah diketahui bahwa peningkatan produksi ROS dapat
berhubungan dengan kerusakan sel, termasuk oksidasi sel membran dan
20
protein yang berkonjugasi dengan gangguan homeostasis redoks selular.
Reaksi demikian dapat menyebabkan peroksida lipid dan akhirnya terjadi
stres oksidatif.9
Obesitas merupakan kondisi kelebihan lemak yang tersimpan
dalam jaringan adiposa. Asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam sel
akan menyebabkan terbentuknya peroksida lipid. Faktor yang
menyebabkannya adalah pola makan dan mengkonsumsinya secara
berlebihan, sehingga terjadi hiperlipidemia.
Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan tingginya konsentrasi
lipid yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi trigliserida, LDL
(Low Density Lipoprotein), dan kolesterol darah melebihi batas normal
(pada manusia > 200 mg/dl).10
Faktor-faktor yang menyebabkan
hiperlipidemia adalah obesitas, usia, kurang olahraga, stres, gangguan
metabolisme, gangguan genetik, dan pola konsumsi makanan sehari-hari
yang dapat meningkatkan konsentrasi lipid.10
Keadaan ini dapat ditimbulkan karena meningkatnya peroksidasi
lipid yang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh, seperti organ
hati. Yagi et al. (1994) menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi lipid
peroksida di hati dapat merusak sel hati sehingga peroksida akan keluar
dari hati menuju pembuluh darah dan dapat merusak organ atau jaringan
lain.
2.1.3. Peroksidasi Lipid
Peroksidasi (auto-oksidasi) lipid merupakan salah satu molekul
yang paling sensitif terhadap serangan radikal bebas sehingga terbentuk
lipid peroksida. Peroksidasi lipid adalah reaksi yang terjadi antara radikal
bebas dengan asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated fatty acid,
PUFA) yang sedikitnya memiliki tiga ikatan rangkap.35
Peroksidasi (auto-oksidasi) lipid yang terpajan oleh oksigen
bertanggung jawab tidak saja terhadap pembusukan makanan, tetapi juga
21
kerusakan jaringan in vivo. Efek merugikan diperkirakan disebabkan oleh
radikal bebas (ROO•, RO•, OH•) yang dihasilkan sewaktu terbentuknya
peroksidasi dari asam lemak yang mengandung ikatan rangkap yang
diselilingi metilen, radikal asam lemak yang terdapat pada asam lemak
tidak jenuh ganda alami.8
(sumber: Marks, 2010)
Gambar 2.2 Radikal bebas memediasi kerusakan jaringan
Peroksidasi lipid adalah suatu reaksi berantai yang menghasilkan
radikal bebas secara terus menerus dan lebih lanjut. Umumnya peroksidasi
lipid dapat melalui tiga tahap reaksi, yaitu inisiasi, propagasi, dan
terminasi. Proses peroksidasi lipid dalam reaksi berantai secara
keseluruhan sebagai berikut :
Inisiasi :
ROOH + Logam (n) +
ROO* + Logam ( n-1 ) +
H+
X* + RH R* + XH
Propagasi :
R* + O2 ROO*
ROO* + RH ROOH + R* dst
Terminasi :
ROO* + ROO* ROOR + O2
ROO* + R* ROOR
R* + R* RR
22
Karena prekusor molekular untuk proses inisiasi umumnya adalah
produk hidroperoksida ROOH, peroksidasi lipid adalah reaksi berantai
yang berpotensi merugikan. Untuk mengendalikan dan mengurangi
peroksida lipid, baik manusia dalam aktivitasnya maupun alam
menggunakan antioksidan. Antioksidan alami antara lain vitamin E
(tokoferol) yang larut lemak, dan urat serta vitamin C yang larut air.
Betakarotin adalah suatu antioksidan pada PO2 darah.8
Antioksidan terbagi menjadi dua kelas: (1) antioksidan preventif
yang mengurangi laju inisiasi reaksi berantai; dan (2) antioksidan pemutus
rantai yang mengganggu propagasi reaksi berantai di atas. Antioksidan
preventif mencakup katalase dan peroksidase lain misalnya glutation
peroksidase yang bereaksi dengan ROOH. Peroksidase juga dikatalis in
vivo oleh senyawa heme dan lipoksigenase yang terdapat di trombosit dan
leukosit. Produk auto-oksidasi atau oksidasi enzimatik yang penting secara
fisiologis adalah oksisterol dan isoprostan.8
(Sumber: Harper, 2010)
Gambar 2.3 peroksidasi lipid
Reaksi peroksidasi lipid diawali dengan pemisahan sebuah atom
hidrogen oleh radikal bebas dari suatu grup metilena (-CH2-) PUFA.
Radikal tersebut menghasilkan pembentukan suatu radikal karbon (-•CH-)
pada PUFA. Radikal karbon ini dapat distabilkan melalui suatu pengaturan
ulang ikatan rangkap yang menghasilkan pembentukan diena terkonjugasi.
23
Bila diena terkonjugasi bereaksi dengan O2 akan terbentuk radikal
peroksida lipid (ROO•).
Selanjutnya radikal peroksida lipid dapat juga menghilangkan
sebuah atom hidrogen dari molekul lipid lainnya yang berdekatan untuk
membentuk hidroperoksida lipid dan juga membentuk radikal karbon
lainnya. Jika radikal karbon lain tersebut bereaksi lagi dengan oksigen
maka reaksi peroksidasi lipid akan terus berlanjut. Pembentukan
endoperoksida lipid pada PUFA yang mengandung sedikitnya tiga ikatan
rangkap akan mendorong pembentukan malondialdehid (MDA) sebagai
produk dari reaksi peroksidasi tersebut. 8,11
2.1.4. Malondialdehid (MDA) Sebagai Produk Peroksida Lipid
Lipid peroksida atau lipid hidroperoksida merupakan suatu
molekul yang stabil pada suhu fisiologis atau suhu tubuh. Kadar lipid
peroksida dapat diukur dengan metode asam tiobarbiturat (TBA) yang
mengukur adanya MDA. TBA akan bereaksi dengan gugus karbonil dari
MDA, yaitu satu molekul MDA akan berikatan dengan dua molekul TBA
sehingga membentuk senyawa kompleks berwarna merah. Terbentuknya
warna merah tersebut akan diukur serapannya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 532 nm yang sebanding dengan tingkat oksidasi
lipid. Pada reaksi ini ada sejumlah senyawa lain yang juga bereaksi dengan
TBA, namun karena jumlahnya kecil maka bisa diabaikan. Senyawa-
senyawa itu diantaranya adalah glukosa <0.4 mg (2.2 μmol) dan sukrosa
<8.56 mg (25.0 μmol) (Ohkawa et al. 1979). Uji TBA ini merupakan uji
yang spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tak jenuh dan baik
diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan yang mengandung asam
lemak tak jenuh.35,19
Menurut Pryor et al dalam Winarsi, Malondialdehid (MDA) adalah
senyawa aldehida yang merupakan produk akhir peroksida lipid di dalam
tubuh. Senyawa ini memiliki tiga rantai karbon, dengan rumus molekul
C3H4O2, MDA juga merupakan produk dekomposisi dari asam amino,
24
karbohidrat kompleks, pentose dan heksosa. Selain itu, MDA juga
merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi
ionisasi dalam tubuh dan produk sampah biosintesis prostaglandin yang
merupakan produk akhir oksidasi lipid membran.
Menurut Helliwell dan Gutteridge , MDA merupakan produk
oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh radikal bebas. Di samping itu, MDA
juga merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh radikal
bebas. Konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi
dalam membran sel. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh
penurunan kadar MDA.
Pengukuran MDA mudah dilakukan baik secara spektrofotometrik
atau fluorometrik. Karena MDA tidak stabil, maka cara penyimpanan
sampel harus terlindung dari cahaya dan bila tidak segera diperiksa harus
disimpan pada suhu -700
C, penyimpanan -200
C tidak memadai.35
Uji TBARs (thiobarbituric acid reactive substances), merupakan
salah satu uji yang paling lama dan paling sering digunakan untuk
mengukur proses peroksidasi lipid asam lemak tidak jenuh. Uji TBARs
dapat menilai stress oksidatif berdasarkan reaksi asam tiobarbiturat dengan
malondialdehid (MDA). Supernatan plasma direaksikan dengan asam
tiobarbiturat menghasilkan kromofor berwarna merah muda yang dibaca
pada panjang gelombang 532 nm.19
2.1.5. Pemeriksaan Malondialdehid (MDA) plasma
MDA merupakan satu dari beberapa substansi dengan berat
molekul ringan yang dihasilkan pada proses peroksidasi lipid. Banyak
peneliti menemui kegagalan pengukuran MDA bebas. Hal ini diakibatkan
kadarnya sangat rendah dan secara cepat bereaksi dengan grup amine dan
thiol, serta dalam jaringan dimetabolisir oleh enzim aldehid dehidrogenase
dan terbentuk asetil CoA, MDA juga dengan mudah diekskresi lewat
urin.17
25
Conjugated atau polymerazed MDA dapat terhidrolisa dalam
medium asam dan labil dalam pemanasan. Metode TBARS menggunakan
teknik kolorimetri dengan melihat perubahan warna, tetapi mempunyai
hasil yang tidak spesifik ,oleh karena juga terukur aldehid yang lain. Hasil
TBA–MDA mempunyai hasil yang lebih baik dengan menggunakan
teknik fluorometri. Pemeriksaan yang lebih spesifik menggunakan metode
high performance liquid chromatography (HPLC)/ spektrofotometri, dan
memenuhi kriteria akurasi, spesifisitas dan sensitivitas dan metode ini
sebagai pilihan untuk evaluasi status stres oksidatif
(Sumber: Helliwell dan Gutteridge 1994)
Gambar 2.4 reaksi malondialdehid dengan TBA
Pengukuran MDA mudah dilakukan baik secara spektrofotometrik
atau fluorometrik. Uji TBARs (thiobarbituric acid reactive substances),
merupakan salah satu uji yang paling lama dan paling sering digunakan
untuk mengukur proses peroksidasi lipid asam lemak tidak jenuh. Uji
TBARs dapat menilai stres oksidatif berdasarkan reaksi asam tiobarbiturat
dengan malondialdehid (MDA). Supernatan plasma direaksikan dengan
asam tiobarbiturat menghasilkan kromofor berwarna merah muda yang
dibaca pada panjang gelombang 532nm.
Nilai normal MDA tergantung metode yang digunakan , lebih dari
4 μmol/l dengan mengukur TBAR dengan metode kolorimetri, kadar
normal hingga 2,5 μmol/l dengan metode fluorometri, dan kadar 0,60 -
1μmol/l dengan metode HPLC (highperformance liquid chromatography)
26
dan metode ini yang saat ini menjadi pilihan sebagai petanda biologis stres
oksidatif.19
Dengan metode spektrofotometri dapat ditentukan kadar MDA
plasma yang menunjukkan secara spesifik kadar MDA total dan
memberikan hasil yang serupa dengan kadar MDA yang didapat
menggunakan metode HPLC, dengan koofisien variasi 1,2 – 3,4 %. Kadar
MDA dengan metode spektotrofotometri 1,04 ± 0,43 μmol/l.18
27
2.2. Kerangka Teori
Uncoupling
mitokondria
Asam lemak bebas
(FFA) berkonjugasi
dengan ROS
Obesitas
Protein
kinase C
Penyimpanan lemak
pada jar. Adiposa
berlebih
Pembentukan
ROS
(CO2
-, H2O2)
O2
-
H2O
-
OH ↑ ROS (O2
-)
Asam lemak bebas (FFA) berlebih
O2
↑ Glukosa darah
↑ ROS
(hidroxide)
↑ NADPH Oksidasi
↓ enzim antioksidan
↓ sintesis Glutation
↑ ROS ↓ enzim AOX
Otot skelet
endothelium
jaringan hati
Jar.
adiposa
Stres
Oksidatif
Jaringan
adiposa
berlebih
inflamasi
Infiltrasi
leukosit IL-6 ↑ TNFα
↑ CRP
Myeloperoksidasi
NADPH ↑ aktivitas
NADPH
↓ reseptor insulin
hiperglikemi Pembentukan ROS
Chloramin, reaktif aldehid,
tyrosin peroksida
Pembentukan
ROS
TBAR, Peroksida lipid, MDA
28
2.3. Kerangka Konsep
Keterangan :
_______ : Variabel yang diteliti
----------- : Variabel perancu
Sinar UV
Merokok
Stres
Penyakit metabolik
Olahraga
Konsumsi makanan
mengandung Lipid,
protein, dan karbohidrat
Berat badan berlebih
oleh timbunan lemak
Obesitas/ Overweight
Peningkatan profil lipid
Peroksida lipid meningkat
Radikal bebas (ROS)
Stres Oksidatif
Kematian sel
Peningkatan biomarker
stres oksidatif
Malondialdehid (MDA)
Plasma meningkat
Antioksidan < ROS
Sumber antioksidan:
Suplemen Vit. C
Vit. E
Multivitamin dan mineral
Buah dan sayuran hijau
29
2.4. Definisi Operasional
No Variabel Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran Skala
Pengukuran
1. Indeks Masa
Tubuh (IMT),
kriteria Asia
Pasifik.
Peneliti Timbangan badan
dan meteren merk
Seca dengan
ketelitian 0,1 kg.
Berat badan (Kg)
dibagi dengan tinggi
badan (m2). Kriteria:
normal (18,5-22,9)
dan Obesitas (>25).
Kategorik
2. MDA plasma Peneliti Spektrofotometer Baca pada
spektrofotometer
dibagi dengan
153.000
Numerik
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik
dengan desain cross-sectional study. Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah kadar Malondialdehid (MDA) plasma, sedangkan variabel
independen adalah IMT (Indeks Massa Tubuh), yang dikelompokkan
dalam kriteria obesitas dan normal.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta . Waktu
penelitian pada bulan Februari – September 2013.
Tabel 3.1 Rincian waktu penelitian
No Bulan Kegiatan Hasil
1 Desember s/d
Februari 2013
Pembuatan Proposal Penelitian
dan persetujuan pembimbing
Proposal
2
Maret s/d Juni 2013 - Pengurusan izin laboratorium
- Pengisian Kuesioner dan
pemeriksaan data primer
berupa status IMT
- Pengambilan darah vena
Mediana Cubiti responden dan
pemeriksaan MDA plasma
- Surat izin Lab.
- Data primer
- Data nilai
MDA plasma
3 Juli 2013 Pengumpulan data Data lengkap
4 Agustus s/d
Sepember 2013
- Pengolahan data dan laporan
Penelitian
Laporan Hasil
Penelitian
31
3.3. Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode
Consecutive Sampling, yakni metode sampling yang tergantung pada jumlah
sampel yang memenuhi kriteria inklusi selama jangka waktu pengambilan
data. Sampel diambil sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan
selama bulan Maret hingga Juni 2013
3.4. Populasi dan Sampel
a. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah semua mahasiswa
Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
b. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah mahasiswa pre
klinik Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta angkatan 2010-2012.
3.5.Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
- Mahasiswa PSPD berusia 18 – 22 tahun yang bersedia menjadi
subyek penelitian dengan menandatangani Informed Consent.
b. Kriteria Eksklusi
- Mempunyai riwayat penyakit metabolik, seperti diabetes melitus
atau toleransi glukosa terganggu, dan penyakit kronis lainya.
- Mempunyai kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol
- Mengkonsumsi obat-obatan tertentu secara rutin, termasuk suplemen
vitamin, dan sebagainya. Aktif berolahraga atau atlet
- Mempunyai gizi kurang (status IMT underweight)
- Mempunyai riwayat kelainan darah atau pembekuan darah
32
3.6. Besar Sampel
Besar sampel yang dibutuhkan dapat diohitung dengan rumus:
Dimana kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, sehingga Zα= 1,64.
Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10%, maka Zβ= 1,28. Pada penelitian
sebelumnya diketahui rerata MDA plasma pada overweight dan obesitas
sebesar 1,69±0,39. Selisih minimal yang dianggap bermakna (x1-x2)= 0,25.
Standar deviasi (s)= 0,39.
3.7. Alur Penelitian
Identifikasi subyek yang memenuhi syarat sebagai kriteria
inklusi dan eksklusi. Didapatkan sebanyak 48 orang.
Informed consent
Tidak bersedia,
sebanyak 10
orang
Bersedia,
didapatkan sebanyak 38 orang
Persiapan penelitian
Analisis data
Pemeriksaan kadar MDA plasma
setelah pengambilan sampel
Kuesioner
n= 2 (Zα+Zβ)S 2
x1-x2
n = 2((1,64+1,28)0,63))2
(0,37)
= 48,2
33
a. Persiapan Penelitian
Peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang di butuhkan pada saat
melakukan penelitian, seperti mempersiapkan alat dan bahan yang di
gunakan untuk pemeriksaan laboratorium, pembuatan kuesioner,
permohonan izin menggunakan laboratorium dan mengajukan proposal
untuk melakukan penelitian.
b. Identifikasi Subyek yang Berpotensi Masuk ke dalam Sampel Penelitian
Identifikasi subyek di lakukan oleh peneliti dengan pengisian
kuesioner, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Apabila subyek masuk ke
dalam kriteria inklusi dalam penelitian, di lanjutkan dengan prosedur
informed consent jika subyek bersedia menjadi responden dalam penelitian
yang akan di lakukan.
c. Informed Consent
Sebelum memutuskan untuk informed consent, peneliti
menjelaskan manfaat dan kerugian yang di dapatkan jika menjadi
responden dalam penelitian. Kesediaan menjadi responden dalam
penelitian, dinyatakan dengan menandatangani formulir informed consent.
Subyek yang tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, akan
di keluarkan dari alur prosedur penelitian. Kemudian jika subyek bersedia
maka di homogenkan data dengan pengelompokan obesitas dan IMT
normal.
d. Pemeriksaan Kadar MDA
Subyek yang bersedia menjadi responden dalam penelitian, di
lakukan pengambilan darah melalui vena mediana cubiti untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium kadar MDA. Pemeriksaan tersebut di lakukan di
Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
e. Analisis Data
Setelah semua data penelitian terkumpul, dilakukan analisis kadar
MDA pada responden.
34
3.8. Rencana Analisis
Analisis data yang akan di lakukan menggunakan software computer
berupa SPSS 16.0. Untuk menganalisis variabel yang menjadi subyek
penelitian.
3.9. Izin dan Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan melalui proses perizinan dari komisi
etik FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah mendapatkan perizinan,
peneliti melakukan pengambilan sampel di Laboratorium Biokimia FKIK.
Semua perizinan dilakukan di awal penelitian dan diselesaikan dalam jangka
waktu 2 bulan.
3.10. Alat, Bahan, dan langkah kerja analisisi MDA
Kuesionar (lampiran)
Alat :
- Spektrofotometer
- Sentrifuge
- Mikropipet
- Penangas air
- Kupet
- Spuit disposable
- Kapas
- Tabung EDTA
- Mikrotube/ tabung reaksi
Bahan :
- Plasma darah
- Larutan TCA 10%
- Larutan TBA 0,67%
35
Langkah kerja Analisis MDA :
1. Persiapan analisis MDA diperlukan peralatan antara lain; spuit 5
ml, swab alkohol, dan kapas untuk pengambilan darah vena
mediana cubiti.
2. Kemudian siapkan tabung EDTA (vacutainer) sesuai jumlah
sampel, untuk anti koagulasi.
3. Siapkan tabung reaksi (mikrotube) sesuai jumlah sampel sebanyak
3 kelompok masing-masing untuk plasma, larutan TBA 0,67%, dan
larutan TCA 10%.
4. Siapkan mikropipet untuk pengambilan bahan.
5. Setelah alat dan bahan disiapkan, pengambilan sampel darah vena
mediana cubiti menggunakan spuit 5 ml yang steril oleh tenaga
laboratorium yang terlatih.
6. Masukkan darah spuit ke dalam tabung EDTA, supaya tidak terjadi
koagulasi.
7. Kemudian masukkan plasma dalam tabung reaksi menggunakan
mikropipet sebanyak 0,5 ml
8. Masukkan larutan TCA 10% dalam tabung reaksi yang ada
plasmanya tadi, dan divorteks.
9. Kemudian sentrifuge selama 5 menit dengan 3000 rpm.
10. Plasma akan mengendap, ambil supernatan dengan menggunakan
mikropipet.
11. Masukkan supernatan ke dalam tabung reaksi (mikrotube) yang
berisi larutan 0,75 ml TBA 0,67%, dan divorteks.
12. Selanjutnya masukkan tabung reaksi ke dalam penangas mendidih
(suhu 100oc) selama 10-15 menit, berwarna merah muda.
13. Ambil tabung reaksi dan tunggu hingga dingin.
14. Baca dengan menggunakan Spektrofotometer pada gelombang 532
nm.
15. Analisis dan catat hasil bacaan Spektrofotometer.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Dokter
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mulai dari angkatan 2012, 2011, dan
2010 atau mahasiswa pre klinik. Usia berkisar antara 18 - 22 tahun.
Sampel yang diperoleh selama periode Januari–April 2012 sebanyak 48
orang. Setelah diseleksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi, terdapat
subyek penelitian berjumlah 38 orang mahasiswa. Sampel terdiri dari 23
orang mahasiswa laki-laki dan 15 orang mahasiswa perempuan.
Tabel 4.1 Karakteristik Subyek berdasarkan umur, jenis kelamin, dan
status IMT
N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 23 60,50
Perempuan 15 39,50
Umur
18-19 tahun 8 21,0
20 tahun 15 39,5
21-22 tahun 15 39,5
Status IMT
Normal 14 36,80
Obesitas 24 63,20
37
4.1.2. Analisis Univariat
4.1.2.1. Hubungan karakteristik subyek penelitian dengan kejadian obesitas
Obesitas merupakan hasil dari perbandingan pemakaian energi
yang tersimpan secara berlebihan dengan energi yang terpakai. Obesitas
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk
dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti
pertumbuhan fisik dan perkembangan. Beberapa faktor penyebab obesitas
antara lain asupan makanan berlebih, aktivitas fisik yang kurang,
mempunyai riwayat orang tua obesitas, gemar konsumsi makan cepat saji,
dan faktor lingkungan disertai kebiasaan yang lain.1
Tabel 4.2 Distribusi Status Obesitas berdasarkan Karakteristik Subyek
Penelitian
Status Obesitas
P Value
Non obesitas Obesitas
N % N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 11 47,8 12 52,2 0,082
Perempuan 3 20 12 80
Umur
18-19 tahun 3 37,5 5 62,5
0,520 20 tahun 4 28,6 10 71,4
21-22 tahun 7 43,8 9 56,2
Pola makan
>3 kali/ hari 13 46,4 15 53,6
0,059 <3 kali / hari 1 10,0 9 90,0
38
Buah sayur
>3 kali/ minggu 14 43,8 18 56,2
0,067
<3 kali/ minggu 0 0,00 6 100,0
Riwayat Keluarga
Ya 0 0,0 14 100,0
0,000
Tidak 14 58,3 10 41,7
Jenis Kelamin
Dari total 38 responden, distribusi jenis kelamin responden
menunjukkan laki-laki dan perempuan yang mengalami status obesitas
lebih banyak di banding dengan non obesitas (52,2% vs 47,8% pada laki-
laki dan 80% vs 20% pada perempuan). Proporsi obesitas pada perempuan
menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu sebesar
80%. Pada uji Chi Square didapatkan nilai p=0,082 (>0.05), sehingga
tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan angka
kejadian obesitas. Hal ini menunjukkan uji statistik tidak memiliki
hubungan yang bermakna.
Jumlah subyek dengan status IMT normal menunjukkan angka
yang tinggi pada laki-laki, yaitu 11 orang, dibandingkan pada perempuan
hanya berjumlah 3 orang. Sedangkan pada kasus obesitas memiliki jumlah
responden laki-laki 12 orang (52,2%) dan perempuan 12 orang (80%).
Dari analisis berdasarkan jumlah kontrol dan kasus pada perempuan
hampir mendominasi jumlah obesitas. Jadi jumlah berat badan berlebih
pada perempuan lebih banyak dibandingkan pada laki-laki. Beberapa
literatur menjelaskan bahwa laki-laki memiliki porsi aktivitas yang lebih
besar dibandingkan dengan perempuan, sehingga besar kemungkinan
perempuan memiliki peluang untuk memiliki berat badan berlebih karena
39
tidak mampu memecah lemak yang tersimpan dalam tubuhnya untuk
energi panas (aktivitas).24
Pada dasarnya struktur jaringan adiposa pada perempuan lebih
banyak dibandingkan laki-laki.Jumlah subyek perempuan yang hanya
berjumlah 3 orang dibanding subyek laki-laki 11 orang tidak dapat
dikesampingkan, hal ini juga mempengaruhi proporsi obesitas.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ratu Ayu (2011), yang menyebutkan bahwa remaja laki-
laki memiliki resiko terjadinya obesitas sebesar 1,4 kali dibandingkan
remaja perempuan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh anak perempuan
lebih sering membatasi makan untuk alasan penampilan.20
Umur
Distribusi responden berdasarkan umur terdiri atas 18 tahun sampai
22 tahun, dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu umur 18-19
tahun, 20 tahun, dan 21-22 tahun. Usia demikian bukanlah usia
pertumbuhan yang pesat seseorang karena telah melewati masa
pertumbuhan. Oleh karena itu kemungkinan tidak begitu berpengaruh
dengan peningkatan berat badan dan tinggi badan. Obesitas terjadi karena
tidak seimbangnya makanan yang dikonsumsi dengan pemakaian energi,
sehingga gaya hidup dan kebiasaan, serta lingkungan sangat berpengaruh
untuk terjadinya obesitas. Seseorang yang mengalami obesitas pada masa
anak-anak, kemungkinan bisa mengalami obesitas juga pada masa remaja
hingga dewasa jika pola makan dan aktivitas tidak terjaga.3
Pada penelitian ini subyek yang mengalami obesitas paling banyak
terdapat pada kelompok usia 20 dan 21 tahun. Pada uji Chi Square,
kelompok umur tersebut didapatkan nilai p sebesar 0,520 (>0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna
kelompok umur 18-22 tahun dengan angka kejadian obesitas.
40
Kesimpulannya diantara kelompok usia tersebut tidak bisa
menentukan secara statistik resiko terjadinya obesitas. Hal ini disebabkan
pada kelompok tersebut cenderung memiliki kebiasaan yang sama.3
Pola Makan
Kebiasaan makan setiap hari terutama makanan pokok, seperti
nasi, daging, dan berbagai makanan dengan kandungan lemak tinggi
mungkin dapat mempengaruhi obesitas. Pada penelitian ini subyek
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kebiasaan makan >3 kali per
hari dan kurang dari 3 kali per hari.
Berdasarkan tabel 4.2, status obesitas dan non obesitas rata-rata
memiliki pola makan lebih dari 3 kali per hari. Sedangkan pola makan
kurang dari 3 kali per hari justru didominasi oleh subyek obesitas (90%).
Hal ini merupakan masalah yang kompleks, berkaitan dengan gaya hidup
dan penampilan, seseorang dengan obesitas berusaha sekeras mungkin
untuk menurunkan berat badan, sehingga kelompok obesitas cenderung
mempunyai pola makan yang kurang dari 3 kali per hari, begitu juga
sebaliknya.25
Pada uji Chi Square didapatkan nilai p=0,059 (>0,05),
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
makan lebih dari 3 kali per hari dan kurang dari 3 kali per hari, namun
proporsi obesitas lebih tinggi (90%) pada kebiasaan makan <3 kali per
hari. Menurut JM. Jeffort (2010), Obesitas berkaitan dengan Night Eating
Sindrom (NES), yaitu mempunyai kebiasaan makan tidak sering akan
tetapi pada malam hari. Hal ini berkaitan dengan metabolisme basal yang
meningkat pada malam hari.
Perilaku makan memiliki keterkaitan dengan keseimbangan energi
antara yang masuk dan yang dikeluarkan, apabila tidak terjadi
keseimbangan antara energi yang masuk dan keluar, maka kelebihan
tersebut akan disimpan menjadi lemak, sehingga menjadi obesitas.
Kecenderungan perilaku makan yang kaya kalori akan menjadi ketidak
seimbangan kalori yang disimpan di jaringan adiposa. Peningkatan
41
jaringan adiposa akan meningkatkan leptin, sehingga memiliki pengaruh
terhadap pengaturan keseimbangan enegi. Perilaku makan seseorang
dipengaruhi oleh hipotalamus, yang dikontrol di beberapa tempat yaitu
yang berada di pusat ventrolateral hipotalamus dan di pusat ventromedial
hipotalamus,sebagai pusat signal di serebral kortek yang merangsang nafsu
makan.
Buah dan sayur
Sayur dan buah merupakan sumber serat yang penting bagi
seseorang, khususnya berhubungan dengan obesitas. obesitas
membutuhkan makanan tinggi serat seperti sayur dan buah. Konsumsi
serat secara linier akan mengurangi asupan lemak dan garam yang
selanjutnya akan menurunkan tekanan darah dan mencegah peningkatan
berat badan. Berbagai intervensi dalam mencegah obesitas termasuk
meningkatkan konsumsi sayur dan buah dapat menggantikan makanan
dengan densitas energi tinggi yang sering dikonsumsi anak dan remaja,
sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan berat badan. 12,18
Pada penelitian ini mahasiswa sebagai subyeknya tentu memiliki
hobi dan kebiasaan yang bervariasi, terutama mengenai kebiasaan
konsumsi buah dan sayur. Pada penelitian yang dilakukan Kartika (2010),
tentang faktor-faktor yang mempengarui obesitas, menjelaskan bahwa
mahasiswa cenderung tidak menyukai sayur-sayuran hijau, tetapi lebih
memilih makanan instant atau fast food. Pada tabel 5.2, didapatkan subyek
dengan kebiasaan konsumsi buah dan sayur lebih dari tiga kali setiap
minggu cenderung hampir sama dengan konsumsi buah sayur <3 kali
dalam seminggu. Namun seseorang dengan konsumsi buah dan sayur
kurang dari 3 kali dalam seminggu didominasi oleh orang dengan obesitas
(100%).
42
Pada uji Chi Square didapatkan nilai p=0.067 (p>0,05), karena
nilai p lebih dari 0,05 maka tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
konsumsi buah dan sayur >3 kali per minggu dan <3 kali perminggu
dengan status obesitas.
Riwayat Orang tua obesitas
Pada penelitian ini faktor perancu yang didapatkan yaitu jenis
kelamin, umur, kebiasaan makan, kebiasaan konsumsi buah dan sayur, dan
riwayat obesitas orang tua. Dari semua faktor resiko yang paling
berhubungan dengan status obesitas ialah riwayat orang tua.
Hasil uji statistik juga menunjukkan ada perbedaan yang bermakna
pada parental fatness dari remaja kelompok obesitas dengan non obesitas.
Hasil ini senada dengan penelitian Whitaker et al. dimana jika salah satu
orang tua obesitas, maka risiko anak-anak menjadi obesitas pada saat
dewasa menjadi tiga kali lipat, tetapi jika kedua orang tua mengalami
obesitas, maka risiko anak menjadi obesitas meningkat lebih dari 10 kali.25
Pada penelitian kali ini, dilakukan uji Chi Square dengan nilai
p=0,000 (<0,05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara riwayat orang tua obesitas dengan kejadian status
obesitas seseorang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya dalam
sebuah keluarga. Bila kedua orang tua mengalami obesitas, maka
kemungkinan anaknya menjadi obesitas adalah 80%. Bila hanya salah satu
orang tua yang mengalami obesitas, maka kemungkinan anak menjadi
obesitas adalah 40%, dan bila kedua orangtua tidak mengalami obesitas,
maka kemungkinan anak mengalami obesitas adalah 14%.25
Obesitas
termasuk multifactorial genetic, belum pasti diturunkan, tetapi
meningkatkan faktor resiko.
4.1.2.2. Hubungan karakteristik subyek penelitian dengan kadar MDA
plasma
Telah diseleksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi dengan cara
consecutive sampling sebanyak 38 responden mahasiswa Pendidikan
43
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bersedia mengikuti
penelitian ini. Data yang dikumpulkan adalah konsumsi buah, sayur,
kebiasan makan, konsumsi fast food, aktivitas fisik seperti olahraga,
riwayat orang tua obesitas, dan penghitungan IMT (indeks massa tubuh),
serta Malondialdehid (MDA) plasma yang dianalisa dengan menggunakan
spektrofotometer.
Tabel 4.3 Distribusi kadar MDA plasma berdasarkan karakteristik subyek
penelitian
Kadar MDA plasma
P Value
Rerata (SD) Min. Max.
Jenis Kelamin
Laki-laki 1,32.10
-6
(0,63.10-6
) 0,47.10
-6 2,78.10
-6
0,025*
Perempuan 2,09.10
-6
(1,45.10-6
) 1,01.10
-6 6,35.10
-6
Umur
18-19 tahun 2,46.10
-6
(1,98.10-6
) 0,90.10
-6 6,35.10
-6
0,517 20 tahun 1,47.10
-6
(0,63.10-6
) 0,58.10
-6 2,78.10
-6
21-22 tahun 1,33.10
-6
(0,48.10-6
) 0,47.10
-6 2,12.10
-6
Pola makan
>3 kali/ hari 1,43.10
-6
(0,80.10-6
) 0,47.10
-6 4,59.10
-6
0,049*
<3 kali / hari 2,18.10
-6
(1,56.10-6
) 1,01.10
-6 6,35.10
-6
Buah sayur
>3 kali/ minggu 1,54.10
-6
(1,04.10-6
) 0,47.10
-6 6,35.10
-6
0,167
<3 kali/ minggu 2,06.10
-6
(1,28.10-6
) 1,18.10
-6 4,59.10
-6
44
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kadar MDA plasma. Faktor-faktor yang berhubungan
secara bermakna dengan kadar MDA plasma, dengan nilai p<0,05
(signifikan), terdiri atas jenis kelamin, kelompok umur, kebiasaan makan
setiap hari, dan riwayat orang tua obesitas.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa resiko terjadinya
berat badan berlebih pada remaja dipengaruhi oleh pola makan setiap hari,
kebiasaan konsumsi makanan cepat saji, aktivitas berlebih, dan pajanan
asap kendaraan.
Diagram 4.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kadar MDA Plasma
Pada uji Mann-Whitney didapatkan nilai p sebesar 0,025 (<0,05).
Uji analisis statistik ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin dengan kadar MDA plasma. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa variabel yang telah disebutkan sebelumnya, seperti
perempuan lebih banyak proporsi obesitasnya dibandingkan laki-laki. Pada
studi sebelumnya, paling banyak dinilai oxidative stress marker (penanda
stres oksidatif) adalah jenis kelamin perempuan, karena kegiatan hormonal
perempuan lebih kompleks dan lebih tinggi.40
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
>3kali/ hari <3 kali/ hari
Kad
ar M
DA
pla
sma
(x1
0-6
)
Jenis Kelamin
*
*: p<0,05 Laki-laki Perempuan
45
Diagram 4.2 Hubungan Kelompok Umur dengan Kadar MDA plasma
Pada diagram 4.2 diatas, menunjukkan tidak ada perubahan yang
signifikan pada kelompok umur. Pada uji kruskal-wilis diperoleh nilai p=
0,517 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara kelompok umur 18-19, 20, dan 21-22 tahun.
Hal ini berseberangan dengan studi sebelumnya, dimana penelitian
dilakukan oleh Benchter, et.al. menunjukkan perubahan MDA plasma
yang meningkat terkait usia. Semakin tua umur seseorang semakin
meningkat pula MDA plasmanya.31
Semakin tua disini mengarah kepada
kebiasaan dan gaya hidup yang semakin ekstrim, seperti pekerjaan dan
lingkungan. Pekerjaan berat yang kebanyakan dilakukan oleh orang
dewasa tentu berbeda dengan mahasiswa.3
Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan faktor usia
yang terlalu kecil sehingga tidak spesifik.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
18-19 20 21-22
Kad
ar M
DA
pla
sma
(x 1
0-6
)
Kelompok Umur *: p<0,05
46
Diagram 4.3 Hubungan Kebiasaan Makan per Hari dengan Kadar MDA
plasma
Berdasarkan diagram 4.3 didapatkan kebiasaan makan setiap hari
dengan porsi yang banyak tidak menentukan status obesitas seseorang
seperti penjelasan sebelumnya. Makanan dengan porsi yang banyak
terutama makanan pokok cenderung memiliki variasi yang sama seperti
nasi, sayur dan lainnya. Berbeda dengan makanan porsi sedikit, di
Indonesia kebiasaan makan setiap hari adalah konsumsi nasi dan lauk
pauknya, sedangkan selain itu dinyatakan hanya cemilan dan makanan
ringan. Gambaran inilah yang mengarah kepada pola makan yang kurang
dari 3 kali per hari justru lebih bervariasi dan banyak kandungan
energinya, seperti makanan cepat saji, instant, dan olahan kimia yang lain,
sehingga besar kemungkinan dengan kebiasaan seperti itu dapat
meningkatkan peroksida lipid dan markernya berupa MDA juga
meningkat.
Pada Uji Kruskal-wilis,diperoleh nilai p= 0,049 (<0,05), angka
tersebut dalam ambang batas nilai p, walupun demikian tetap memiliki
hubungan yang bermakna.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
>3kali/ hari <3 kali/ hari
kad
ar M
DA
pla
sma
(x1
0-6
)
Kebiasan makan/ hari
*
*: p<0,05
47
Diagram 4.4 Hubungan Kebiasaan Makan Buah dan Sayur dengan Kadar
MDA plasma
Pada diagram 4.4 di atas, menunjukkan hubungan antara kebiasaan
konsumsi buah dan sayur dengan kadar MDA plasma. Jumlah subyek dengan
kebiasaan konsumsi buah dan sayur lebih dari 3 kali per minggu memiliki rerata
kadar MDA plasma lebih rendah dibandingkan dengan subyek yang memiliki
kebiasaan konsumsi buah dan sayur kurang dari 3 kali per minggu.
Pada uji Mann-whitney diperoleh nilai p sebesar 0,167 (p>0,05). Pada
analisis statistik tidak menunjukkan hubungan yang bermakna antara kelompok
subyek dengan konsumsi buah sayur terhadap kadar MDA plasma.
Hal ini berbeda dengan beberapa literatur yang menyebutkan bahwa buah
dan sayur mengandung vitamin yang dapat berperan sebagai antioksidan yang
penting bagi sel tubuh untuk terhindar dari kerusakan. Secara teoritis, antioksidan
dapat menghentikan dan memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas di dalam
tubuh. Sehingga kebiasaan konsumsi buah dan sayur yang sering dapat
menurunkan reaksi radikal bebas.
Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas dalam tubuh tidak
hanya dipengaruhi oleh konsumsi buah dan sayur, namun beberapa sumber radikal
bebas eksogen, seperti paparan asap kendaraan dalam aktivitas sehari-hari juga
dapat melebihi jumlah antioksidan yang ada.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
>3 kali/ minggu <3 kali/ minggu
kad
ar M
DA
pla
sma
(x 1
0-6
)
Kebiasaan konsumsi buah dan sayur
48
4.1.3. Analisi Bivariat
4.1.3.1. Hubungan Status IMT terhadap kadar MDA plasma
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kejadian obesitas dengan kadar MDA plasma. Dalam hal ini menggunakan
korelasi dan perbedaan status IMT, sehingga menggunakan dua variabel,
yaitu obesitas dan IMT normal. Oleh karena itu dalam penelitian ini
digunakan uji Mann-Whitney karena terdapat data dua variabel tidak
berpasangan dan distribusi data tidak normal.
Pada penelitian ini diperolah subyek berdasarkan status IMT yang
terdiri dari normal dan obesitas menurut kriteria Asia Pasifik.13
Masing-
masing berjumlah 14 (36,80%) dan 24 (63,20%).
Pada uji Mann-Whitney diperoleh nilai p= 0,000 (<0,01)
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan
kadar MDA plasma.
Tabel 4.4 Hubungan Status IMT terhadap Kadar MDA Plasma
Variabel
Status IMT
P Value
Normal Obesitas
MDA plasma 1,03.10-6
± 0,43.10-6
1,97.10-6
± 1,20.10-6
0,000** **:
Signifikan (p<0,01)
Studi sebelumnya menjelaskan kadar MDA menurun pada
penderita obesitas yang mendapatkan terapi penurunan berat badan
dibandingkan kelompok yang tidak mendapatkan terapi. Hal ini
menunjukkan bahwa penurunan pada penanda peroksida lipid (MDA)
berhubungan dengan penurunan berat badan.
49
Diagram 4.5 Hubungan Masing-masing Status IMT dengan MDA plasma
Diagram 4.5 di atas menunjukkan bahwa dari tiga kelompok status
IMT terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dan normal dengan
nilai p= 0,000 (p<0,05). Pada penelitian ini pengelompokan status IMT
obesitas dan IMT normal berdasarkan kriteria Asia Pasifik.
4.2. Pembahasan
Obesitas dan Peroksida Lipid
Obesitas meningkatkan mekanisme dan proses metabolik, sehingga
meningkatkan pemakaian oksigen miokardium. Peningkatan konsumsi
oksigen dapat meproduksi ROS, seperti superoksida, radikal hidroksil dan
hidrogen peroksidase akibat dari peningkatan respirasi mitokondria.29
Keluarnya elektron dapat menstimulasi reduksi satu elektron molekul
oksigen pada pembentukan radikal superoksida. 30
Kejadian peroksida lipid sebagai akibat stress oksidatif dapat
dinilai dengan adanya marker stress oksidatif. Pada beberapa literatur
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Normal Obesitas
Kad
ar M
DA
(x1
0-6
)
Status IMT **: p<0,01
**
50
memaparkan obesitas memiliki kadar MDA lebih tinggi dibandingkan
yang non obesitas.
Penetapan kadar MDA dengan metode uji asam tiobarbiturat
(TBA) dapat diukur secara spektrofotometrik berdasarkan prinsip bahwa
asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) dapat mengalami proses
peroksidasi menjadi peroksida lipid yang kemudian mengalami
dekomposisi menjadi malondialdehid (MDA). MDA bila direaksikan
dengan asam tiobarbituburat (thiobarbiriuric acid atau TBA), akan
membentuk senyawa berwarna merah muda yang menyerap cahaya pada
panjang gelombang 532 nm. Jumlah MDA yang terbentuk dapat
menggambarkan proses peroksidasi lipid.22
Lipid peroksidase adalah suatu proses yang menghasilkan radikal
bebas yang berlangsung di setiap struktur membran sel. Pada sebuah studi
menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan lipid peroksidase.
Mekanisme selanjutnya obesitas dapat bebas meningkatkan peroksidase
lipid secara progresif dan akumulasi sel-sel mati yang disebabkan oleh
tekanan massa tubuh yang besar. Kematian sel tersebut disebabkan oleh
pelepasan sitokin, seperti TNF-α yang dapat menghasilkan ROS dari
jaringan saat terjadi peroksidase lipid.30,22
Perubahan MDA sebagai penanda peroksidase lipid, dapat dilihat
pada overweight dan obesitas. Mungkin dianggap sebagai potensi faktor
resiko komplikasi kardiovaskular .31
Studi sebelumnya menjelaskan bahawa kadar MDA pada seseorang
obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan non obesitas yang kesehatannya
terkontrol. 5Penelitian sebelumnya oleh Fershad tahun 2007, memaparkan
terjadi perbedaan yang signifikan, dimana di teliti antara perempuan
obesitas dan non-obes dengan p=0,0001.22
Pada penelitian ini, kadar MDA pada kelompok obesitas lebih
tinggi daripada non obesitas. Hal ini kemungkinan ditandai oleh beberapa
hal seperti peningkatan oksi-disability lipoprotein, atau penurunan
51
antioksidan. Hal ini juga menjelaskan hubungan konsentrasi TNF-α yang
juga meningkat pada obesitas dan menstimulasi ROS yang dihasilkan oleh
leukosit.28,3
Obesitas juga berhubungan dengan peningkatan endogen lipid
peroksidase dan oksidase LDL.30
LDL oksidasi berhubungan dengan
aterogenesis. 18
Kolesterol LDL dirusak oleh ROS dengan monosit atau
makrofag di endotelium.11
Sehingga ROS mempercepat terjadinya
peroksidase lipid, yang menyebabkan penyakit kardiovaskular yang
distimulus oleh ROS. Peningkatan ROS pada perempuan yang mengalami
obesitas mungkin dapat dihasilkan pada kerusakan oksidatif pada sel lipid
dan protein.9,10
Penelitian sebelumnya oleh Fatehmanrazzi et al. menunjukkan
bahwa obesitas pada perempuan yang diberikan terapi berupa restriksi diet
energi selama 12 minggu, menunjukkan perubahan yang signifikan.
Terdapat hubungan bermakna dengan nilai p=0,001.
Pada sebuah studi, penurunan berat badan dapat spesifik berperan
dalam menurunkan kadar MDA sebagai indikator perubahan stres
oksidatif dan profil lipid.42
Konsentrasi MDA secara signifikan dapat
diturunkan ketika mereduksi berat badan. MDA sebagai indikator lipid
peroksidase karena molekul ini merupakan produk utama pada stres
oksidatif. 19
.
Malondialdehid (MDA) plasma adalah satu dari beberapa indikator
yang digunakan untuk mengetahui terjadinya peroksidase lipid. Studi
sebelumnya menjelaskan rerata kadar MDA pada kelompok obesitas lebih
tinggi dibandingkan non obesitas. 31
Obesitas dapat meningkatkan resiko
terjadinya gangguan kesehatan, terutama penyakit jantung koroner,
diabetes, hipertensi, batu empedu, dan berbagai jenis kanker. 4
Jumlah MDA dapat digunakan sebagai indikator adanya kerusakan
yang terjadi akibat aktivitas radikal bebas.Radikal bebas dapat
mengakibatkan kerusakan oksidatif terhadap protein, DNA, lemak dan
52
komponen dari sel yang lain. Stres oksidatif terjadi ketika keadaan dimana
Reactive Oxygen Species (ROS) dari radikal bebas yang di hasilkan lebih
besar di bandingkan dengan enzim dan antioksidan yang tersedia sebagai
mekanisme proteksi dari dalam sel. Selain itu, radikal bebas juga dapat
merusak struktur jaringan beserta fungsinya, dengan demikian turut
memberikan kontribusi dalam proses inflamasi, proses penuaan dan
pembentukan aterosklerosis sebagai pencetus timbulnya penyakit
kardiovaskular dan juga penyakit lainya.1,2
Reaksi auto-oksidasi pada radikal bebas di sebabkan oleh ROS
yang berperan dalam proses pembentukan peroksida lipid. Peroksidasi di
mulai dengan ekstraksi atom hidrogen yang mempunyai ikatan rangkap
terkonjugasi di dalam asam lemak. Asam lemak utama yang mengalami
peroksidasi lipid di membran sel terutama adalah asam lemak
polyunsaturated yang menyebabkan degradasi lemak sehingga membentuk
produk akhir seperti malondialdehid (MDA). Jumlah MDA tersebut dapat
digunakan sebagai indikator adanya kerusakan yang terjadi akibat aktivitas
radikal bebas.1,2
Konsentrasi MDA secara signifikan dapat diturunkan ketika
mereduksi berat badan. MDA sebagai indikator lipid peroksidase karena
molekul ini merupakan utama pada stres oksidatif. 19
BOSS (Biomarker oxidative Stress study) tahun 2002, merupakan
penelitian terakhir yang secara lengkap dilakukan, yang disponsori dan
diorganisir oleh National Institute of Environmental Health Sciences
(NIEHS) di Amerika Serikat, yang merupakan penelitian komprehensif
pertama untuk menilai beberapa marker stres oksidatif dengan model yang
sama untuk menentukan petanda biologis yang tidak invasif, mempunyai
spesifisitas, sensitifitas dan selektifitas terbaik.19
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan Obesitas terhadap kadar
Malondialdehid (MDA) plasma, di mana terjadi peningkatan kadar
MDA plasma pada kelompok obesitas. Peningkatan MDA plasma
sebagai indikator terjadinya stess oksidatif disebabkan oleh adanya
peningkatan peroksidasi lipid yang dipicu oleh radikal bebas akibat
peningkatan lemak tubuh pada orang dengan berat badan berlebih.
2. Dari beberapa karakteristik subyek penelitian, terdapat hubungan
riwayat orang tua obesitas dengan kejadian obesitas pada mahasiswa.
Orang yang memiliki riwayat orang tua obesitas memiliki kejadian
obesitas lebih tinggi.
3. Pada beberapa karakteristik subyek penelitian;
a. terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kadar MDA
plasma. Di mana jenis kelamin perempuan memiliki kadar
MDA plasma lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
b. terdapat hubungan antara kebiasaan makan perhari dengan
kadar MDA plasma, di mana kebiasaan makan kurang dari tiga
kali perhari memiliki kadar MDA plasma lebih tinggi
dibandingkan kebiasaan makan lebih dari 3 kali per hari
c. kebiasaan konsumsi buah dan sayur kurang dari 3 kali per
minggu memiliki kadar MDA plasma lebih tinggi dibandingkan
kebiasaan konsumsi buah dan sayur kurang dari 3 kali per
minggu.
54
4. Terdapat perbedaan kadar MDA plasma antara obesitas dan IMT
normal. Kelompok obesitas memiliki kadar MDA plasma lebih tinggi
dibandingkan kelompok IMT normal.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas
pemeriksaan Malondialdehid (MDA) dengan menggunakan metode
pemeriksaan yang lebih akurat
2. Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian lebih jauh mengenai
obesitas dan dampaknya terhadap kesehatan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi.
3. Perlu dilakukan penelitian dengan beberapa variasi jenis obesitas,
seperti obesitas sentral
4. Penelitian lebih luas yang mencakup kelompok umur yang memiliki
perbedaan lebih besar, pada naka-anak hingga lansia
55
DAFTAR PUSTAKA
1. Ramachandran, Ambady and Snehalatha, Chamukuttan. Rising Burden of
Obesity in Asia in World Health Organization, “Obesity and Overweight,
Fact Sheet No. 311, September 2006. Journal of Obesity Volume 2010.1-2
2. Inoue, el al. The Asia-Pacific perspective: Redefining obesityand its
treatment. Japan: WHO Western Pacific Region, International Association
for Study of Obesity. 2, 2000. 9-13.
3. D Yesilbursa, et al. Lipid peroxides in obese patients and effects of weight
loss with orlistat on lipid peroxides level. International Journal of Obesity.
2005. 29, 142–145
4. Nielsen, Flemming. Plasma malondialdehyde as biomarker for oxidative
stress: reference interval and effects of life-style factors. Denmark:
Clinical Chemistry 43:7 1209–1214
5. Fernández-Sánchez, Alba et al. Inflammation, Oxidative Stress, and
Obesity. International Journal of Molecular Sciences. 2011, 12, 3117-3132
6. World Health Organisation. Obesity: preventing and managing the global
epidemic. Report of a WHO consultation. Geneva: WHO, 2000;894:i-xii,
1-253.
7. Suryaputra, Kartika dan Nadhiroh, Siti Rahayu. Perbedaan Pola Makan
dan Aktivitas Fisik antara Remja Obesitas dengan Non Obesitas. Jakarta:
Jurnal Universitas Indonesia, Makara of Health Series, Vol 16, No 1
(2012)
8. Mayes, Peter A. Lipids of Physiologic Significance in: Murray. Harpers’
Illustrated Biochemistry 26th
edition. New York. 2000. (14) 118-119
9. Prazny M, Skrha J, Hilgertova J. Plasma malondialdehydeand obesity: is
there a relationship? ClinChem Lab Med 1999; 37(11-12): 1129-30.
10. Longo, Dan L. Et al. Biology of Obesity in: Harrison's Principles of
Internal Medicine 18th edition. The McGraw-Hill Companies. 2012
Chapter 77.
11. Sikaris, K. The clinical biochemistry of obesity. Clin. Biochem. Rev. 2004,
25, 165–181.
56
12. Sherwood, Lauralee. Keseimbangan Energi dan pengaturan Suhu tubuh
dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi 6. Jakarta; Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2012. (17)701-8
13. Sugondo, S. Obesitas dalam: Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, jilid III edisi V. Jakarta; Internal Publisging. 2009 (309)
1973-1981
14. Barret, Kim E. Barman, Susan M. Boitano, Scott. Brooks, Heddwen L.
Ganong’s Review of Medical Physiology 23rd
. United State of America;
The McGraw-Hill Companies. 2010
15. Marks, Dawn Marks Allan Smith, Colleen. Oxygen Toxicity and Free
Radical Injury in Basic Medical Biochemistry 2th ed. 2000. 24 (439-457)
16. Furukawa S. Increased oxidative stress in obesity and its impact on
metabolic syndrome. J Clin Invest, The Journal of Clinical Investigation.
2004. J. Clin. Invest. 114:1752–1761
17. Donne D, Isabella, Rossi, Ranieri, Colombo, Roberto et al. Biomarker of
oxidative damaged in human disease. Clinical Chemistry 2006 ; 52 : 1 –
23.
18. Asni, Enikarmila. dkk. Pengaruh Hipoksia Berkelanjutan terhadap Kadar
Malondialdehid, Glutation Tereduksi dan Aktivitas Katalase Ginjal Tikus.
Jakarta: Indonesia Scientific Journal. Majalah Kedokteran IDI. 2009
19. Siswonoto, Susilo. Correlation of Plasma Malondyaldehide with clinical
outcome acute Ischemic Stroke. Semarang; Bagian ilmu bedah Saraf
FKUNDIP.2008.
20. Sartika, Ratu AD. Faktor Risiko Obesitas Ank 5-15 tahun di Indonesia.
Makara, Kesehatan, Vol. 15, NO. 1. 37-43. 2011
21. Ramezani, Fatemeh. Et al. The Effect of Weight Loss on Plasma MDA,
Lipid Profil and ApoA and ApoB in obese woman. Tehran, Iran. ARYA
Atherosclerosis Journal 2008, 4(2): 77-81
22. Amirkhizi, Farshad. Et al. Is Obesity Associated With Increase Plasma
Lipid Peroxidation and Oxidative Stress in Woman. Iran: Nutrition and
Biochemistry Dept. School of Public Health, Tehran University of
Medical Sciences. ARYA Atherosclerosis Journal 2007, 2(4): 189- 192
57
23. Wardle J. Eating Behavior and Obesity. Obes. Rev. 2007; 8 (Suppl.1): 73-
75.
24. Soetjiningsih. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta:
Agung Seto; 2004
25. Muwakhidah & Tri, Dian H. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan
Obesitas pada Remaja. Surakarta: FIKUNS. 2008
26. Dewi, Mira. Resistensi Terkait Obesitas, mekanisme Endokrin dan
Intrinsik sel. Bogor: Jurnal Kesehatan, Vol. 1 No. 2. 2008 , Hal 133-140
27. Lachieitner M, Koch T, Harold M, Dzien A, Hoppiahler F. Tumour
necrosis factor-alpha plasma level in patients with type 1 diabetes mellitus
and its association with glycaemic control and cardiovascular risk factors.
J Intern Med 2000; 248: 67-76.
28. Prazny M, Skrha J, Hilgertova J. Plasma malondialdehyde and obesity: is
there a relationship? Clin Chem Lab Med 1999; 37: 1129–1130
29. Mutlu-Turkoglu U, Oztezcan S, Telci A, Orhan Y, Aykac-Toker G,Sivas
A, Uysal M. An increase in lipoprotein oxidation and endogenous lipid
peroxides in serum of obese women. Clin Exp Med 2003; 2: 171–174.
30. Severina C.V.C. Lima1, et al. Plasma lipid profile and lipid peroxidation
in overweight or obese children and adolescents. Journal of Pediatric.
2004 80(1):23-8
31. Ramatina. Effectiveness of Various Antioxidant Supplements on Reducing
Oxidative Status (Level of Plasma Malondialdehid (MDA)) among Extension
Students of Bogor Agriculture University. IPB; Bogor. 2011
32. Gurav, S., N. Deshkar, V. Gulkari, N. Duragkar, A. Patil. 2007. Free
Radical Scavenging Activity Polygala chinensis Linn. Pharmacology
online, 2: 245-253
33. Kanazawa M, Yoshiike N, Osaka T, Numba Y, Zimmet P, Inoue S.
Criteria and classification of obesity in Japan and Asia-Oceania. Asia
Pasifik Journal 8:S732-7. 2002
58
34. Gutteridge, John.M.C and Halliwell, Barry. Free Radicals and
Antioxidants in the Year 2000. Oxygen Chemistry Laboratory, Royal
Brompton Hospital, London. 2000;899:136-47.
35. Taylor, AG and Vincent HK. Biomarkers and potential mechanisms of
obesity-induced oxidant stress in humans. USA; International Journal of
Obesity, London. 30(3):400-18. 2006
59
LAMPIRAN 1
Surat Izin Pengguanaan Lab
Jakarta, April 2013
Hal : Izin Penggunaan Peralatan di Lab. MCB Untuk Penelitian
Yth.,
Endah Wulandari, S.Si, M.Biomed
Di Tempat.
Assalamu’alaikum Wr. Wb,
Dengan hormat, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rico Irawan
NIM : 1110103000055
Judul Penelitian : Hubungan kejadian Obesitas terhadap kadar MDA plasma
pada mahasiswa PSPD FKIK UIN Jakarta 2013
Penggunaan alat :
- Centrifuge ( 1 buah ) - Mikropipet ( 1 buah )
- Penagas air ( 1 buah ) - Kupet ( 3 buah )
- Tabung reaksi ( 84 buah ) - Gelas beker ( 2 buah )
- Rak tabung reaksi ( 2 buah ) - Turniket ( 1 buah )
- Spektrofotometer ( 1 buah ) - Rotator ( 1 buah )
Bermaksud mengajukan surat permohonan izin untuk dapat bekerja di :
Laboratorium : Biochemistry, Molecular and Clinical Pathology ( MCB )
Periode : Februari – April 2013 Pukul 07.00 – 16.00 WIB
Demikian surat permohona izin ini saya buat. Sebelumnya atas izin ibu, saya
mengucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Mahasiswa
Rico Irawan
Mengetahui,
Pembimbing I Penanggung Jawab Lab. MCB
dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D Endah Wulandari S.Si, M.Biomed
60
LAMPIRAN 2
Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Kejadian Overweight atau Obesitas
Terhadap Kadar Melandialdehid (MDA)pada Mahasiswa
Prodi Pendidikan Dokter FKIK UIN Jakarta tahun 2013
No :
1. Identitas
Nama :
Jenis Kelamain : L/P *
Umur :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Phone Number :
2. Riwayat Penyakit
I. Apakan anda mempunyai riwayat penyakit metabolik (DM tipeII, dll)
a. Ya b. tidak
II. Apakah anda mempunyai riwayat alergi (obat, debu, dan benda-benda lain
alergen)
a. Ya b. Tidak
III. Apakan di keluarga anda ada yaang mempunyai riwayat penyakit metabolik
a. Ya b. tidak
IV. Apakan di keluarga anda ada yang memiliki berat badan berlebih
a. Ya b. tidak
3. Life Style Individu
I. Berapa kali anda konsumsi makanan (pokok) dalam satu hari
61
(lanjutan)
a. Ya >3 kali b. <3 kali
II. Seberapa sering anda konsumsi buah dan sayur dalam seminggu
a. Ya> 3 kali b. <3 kali
III. Seberapa anda konsumsi makanan cepat saji (Fast food)dalam 1 minggu
a. > kali b. <3 kali
IV. Apakan anda mempunyai kebiasaan merokok
a. Ya b. tidak
V. Berapa kali anda berolah raga dalam 1 minggu
a. >3/ kali b. <3 kali
VI. Apakan anda mempunyai riwayat penyakit metabolik
a. Ya b. tidak
VII. Apakah anda mengkonsumsi suplemen vitamin
a. Ya b. tidak
4. Data Pemeriksaan Primer
I. Tinggi Badan :
II. Berat Badan :
III. IMT (bb/(tb)2) :
IV. Sejak kapan anda memiliki berat badan berlebih ?
April, 2013
Responden
....................................
62
LAMPIRAN 3
Informed Consent
LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN (Inform Consent)
Saya yang namanya tersebut dibawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis kelamin : L/P
Alamat :
Saya menegerti sepenuhnya atas keterangan dan penjelasan secara lengkap
serta memahami resiko dan manfaat dari keikutsertaan saya pada penelitian ini,
maka saya menyatakan setuju untuk ikut serta berpartisipasi sebagai subjek
penelitian.
Ciputat, April 2013
Peneliti Subjek Penelitian
Rico Irawan __________________
NIM: 110103000055
63
LAMPIRAN 4
Data Hasil Uji Statistik
1. Karakteristik Subyek Penelitian
a. Jenis Kelamin
Jenis_kelamin
Frequency
Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki2 23 60.5 60.5 60.5
Perempuan 15 39.5 39.5 100.0
Total 38 100.0 100.0
b. Status IMT
Status_IMT
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid obesitas 24 63.2 63.2 63.2
normal 14 36.8 36.8 100.0
Total 38 100.0 100.0
c. Status Obesitas
Obesitas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid non obes 14 36.8 36.8 36.8
obes 24 63.2 63.2 100.0
Total 38 100.0 100.0
d. Kebiasaan makan per hari
Makan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid > 3 28 73.7 73.7 73.7
<3 10 26.3 26.3 100.0
Total 38 100.0 100.0
64
e. Konsumsi Buah dan Sayur per hari
buah_sayur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >3 32 84.2 84.2 84.2
<3 6 15.8 15.8 100.0
Total 38 100.0 100.0
f. Riwayat Orang tua obesitas
riwayat_ortu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 14 36.8 36.8 36.8
tidak 24 63.2 63.2 100.0
Total 38 100.0 100.0
g. Umur
umur_
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 18-19 8 21.1 21.1 21.1
20 15 39.5 39.5 60.5
21-22 15 39.5 39.5 100.0
Total 38 100.0 100.0
2. Analisis data Kategorik – Karakteristik Subyek dengan kejadian Obesitas
a. Jenis Kelamin dg Obesitas
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.021a 1 .082
Continuity Correctionb 1.944 1 .163
Likelihood Ratio 3.163 1 .075
(lanjutan)
(lanjutan)
65
Fisher's Exact Test .101 .080
Linear-by-Linear Association 2.942 1 .086
N of Valid Casesb 38
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,53.
b. Kebiasaan makan per hari dengan obesitas
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.202a 1 .040
Continuity Correctionb 2.783 1 .095
Likelihood Ratio 4.841 1 .028
Fisher's Exact Test .059 .043
Linear-by-Linear Association 4.092 1 .043
N of Valid Casesb 38
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,68.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Konsumsi buah dan sayur per minggu dengan obesitas
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.156a 1 .041
Continuity Correctionb 2.489 1 .115
Likelihood Ratio 6.156 1 .013
Fisher's Exact Test .067 .049
Linear-by-Linear Association 4.047 1 .044
N of Valid Casesb 38
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,21.
d. Riwayat orang tua obes dengan kejadian obesitas
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 12.931a 1 .000
(lanjutan)
66
Continuity Correctionb 10.545 1 .001
Likelihood Ratio 17.415 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 12.590 1 .000
N of Valid Casesb 38
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,16.
b. Computed only for a 2x2 table
e. Kelompok umur dengan obesitas
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.291a 2 .524
Likelihood Ratio 1.306 2 .520
Linear-by-Linear Association .389 1 .533
N of Valid Cases 38
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2,95.
3. Analisis Hubungan karakteristik subyek penelitian dengan Kadar MDA
a. Jenis kelamin dengan MDA P
Descriptives
Jenis_kelamin Statistic Std. Error
Baru Laki2 Mean 1.3226 .13132
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.0503
Upper Bound 1.5949
5% Trimmed Mean 1.2897
Median 1.1600
Variance .397
Std. Deviation .62977
Minimum .47
Maximum 2.78
Range 2.31
(lanjutan)
67
Interquartile Range .73
Skewness .894 .481
Kurtosis .302 .935
Perempuan Mean 2.0973 .37531
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.2924
Upper Bound 2.9023
5% Trimmed Mean 1.9215
Median 1.6800
Variance 2.113
Std. Deviation 1.45357
Minimum 1.01
Maximum 6.35
Range 5.34
Interquartile Range .92
Skewness 2.358 .580
Kurtosis 5.334 1.121
Tests of Normality
Jenis_kelamin
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Baru Laki2 .161 23 .127 .926 23 .088
Perempuan .360 15 .000 .660 15 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Man-Whitney
Test Statisticsb
baru
Mann-Whitney U 97.500
Wilcoxon W 373.500
Z -2.240
Asymp. Sig. (2-tailed) .025
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .024a
(lanjutan)
68
b. Kebiasaan makan per hari
Test Statisticsb
baru
Mann-Whitney U 80.500
Wilcoxon W 486.500
Z -1.973
Asymp. Sig. (2-tailed) .049
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .047a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Makan
c. Konsumsi buah dan sayur
Test Statisticsb
baru
Mann-Whitney U 61.500
Wilcoxon W 589.500
Z -1.381
Asymp. Sig. (2-tailed) .167
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .172a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: buah_sayur
d. Kelompok umur
Test Statisticsa,b
Baru
Chi-Square 1.320
Df 2
Asymp. Sig. .517
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
umur_
(lanjutan)
69
4. Status IMT dengan MDA plasma – Bivariat
Normalitas
Descriptives
Status_IMT Statistic Std. Error
Baru obesitas Mean 1.9754 .24604
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.4664
Upper Bound 2.4844
5% Trimmed Mean 1.8022
Median 1.6650
Variance 1.453
Std. Deviation 1.20534
Minimum 1.01
Maximum 6.35
Range 5.34
Interquartile Range .90
Skewness 2.642 .472
Kurtosis 7.736 .918
normal Mean 1.0336 .11710
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .7806
Upper Bound 1.2865
5% Trimmed Mean 1.0056
Median 1.0050
Variance .192
Std. Deviation .43814
Minimum .47
Maximum 2.10
Range 1.63
Interquartile Range .57
Skewness .993 .597
Kurtosis 1.410 1.154
(lanjutan)
70
Tests of Normality
Status_IMT
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
baru obesitas .266 24 .000 .684 24 .000
normal .138 14 .200* .934 14 .343
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Uji Mann-Whitney
Test Statisticsb
baru
Mann-Whitney U 43.000
Wilcoxon W 148.000
Z -3.784
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Status_IMT
(lanjutan)
71
LAMPIRAN 5
(Alat dan Bahan Penelitian)
Spuit 5 ml, untuk pengambilan darah
vena mediana cubitu Tabung EDTA/ vacutainer
Larutan TCA 10%, Sentrifugator
Larutan TBA 0,67%,
Penangas air Spektrofotometer
72
LAMPIRAN 6
(Riwayat Penulis)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rico Irawan
Tempat, Tanggal Lahir : Martapura, 15 Nopember 1992
Alamat : Jl. Kebun Duku No. 015 RT.04 RW.02 Bukit Sari
Martapura OKU Timur Sumatera Selatan 32181
Email : [email protected]
No.Telpon : 085764649736
Riwayat Pendidikan
1998 – 2004 : SD Negeri 152 OKU
2004 – 2007 : SMP Negeri 1 Martapura
2007 – 2010 : MA Nurul Huda Sukaraja OKU Timur Sumsel
2010 – sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta