hubungan pekerja anak dengan pencapaian … · 12 jumlah dan persentase status kegiatan anak di...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN
PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH
TANGGA
ZAHRA FIRDAUSI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Pekerja
Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah
Tangga” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Zahra Firdausi
NIM I34120034
ABSTRAK
ZAHRA FIRDAUSI. Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga. Di bawah bimbingan EKAWATI SRI
WAHYUNI dan DINA NURDINAWATI.
Pekerja Anak menjadi kondisi dilematis mengenai peran mereka sebagai generasi
penerus bangsa yang harus mendapatkan pendidikan yang layak disamping
keharusan mereka bekerja untuk membantu ekonomi rumah tangga. Penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis hubungan antara anak yang bersekolah sambil
bekerja dengan anak yang hanya bersekolah, dilihat dari capaian pendidikan dan
tingkat kesejahteraan rumah tangganya. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif dengan metode survei menggunakan instrumen kuesioner
dan didukung oleh data kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Hasil
penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pencapaian pendidikan dan
tingkat kesejahteraan rumah tangga dengan status anak sebagai pekerja anak. Anak
yang bekerja cenderung memiliki capaian pendidikan yang rendah dan dengan
tingkat kesejahteraan rumah tangga yang juga rendah dibandingkan dengan anak
yang hanya bersekolah.
Kata kunci: pekerja anak, pencapaian pendidikan, tingkat kesejahteraan rumah
tangga
ABSTRACT
ZAHRA FIRDAUSI. Relation between Child Labor and Educational
Achievement, and Household’s Welfare. Supervised by EKAWATI SRI
WAHYUNI and DINA NURDINAWATI.
Child Labor is a dilemma because on one side children should get decent education
while on the other side is necessary work to helped household’s economic. The
Purpose of this research is to identify the relations between children as a child
labor and children who study to educational achievement and household’s welfare.
The research use is quantitative approach with survey that using quesionaire and
supported by qualitative approach with in-depth interviews. The research shows
that that educational achievement and household’s welfare level has relations with
the children as a child labor. Child labor tend to have lower educational
achievement and household’s welfare than the children that just as a student.
Keyword: child labor, educational attainment, household’s welfare level
HUBUNGAN PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN
PENDIDIKAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH
TANGGA
ZAHRA FIRDAUSI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
berjudul “Hubungan Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga” dengan lancar, tanpa hambatan dan rintangan yang
berarti.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Ekawati Sri
Wahyuni, MS dan Ibu Dina Nurdinawati, Msi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti serta sabar menghadapi
penulis dalam proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada keluarga penulis Bapak Eka Firdaus, Ibu Aan
Mardiah, Miqdad Firdaus, Hana S Firdausi dan Miftah S Firdaus, juga kepada
teman-teman penulis Ridho, Aden, Nensi, Dinda, Ferdhian, Delys, Suhaila, Efriska,
Dara, Enggal, Shifa, Nanda, Abed, Vany dan teman-teman KPM 49 yang telah
membantu dan menyemangati penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Bogor, Juli 2016
Zahra Firdausi
13
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
PENDEKATAN TEORITIS 5
Tinjauan Pustaka 5
Pekerja Anak 5
Kondisi Pekerja Anak di Indonesia 6
Pekerja Anak dan Pendidikan 7
Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Pekerja Anak
dan Pendidikan
7
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga 8
Kerangka Pemikiran 9
Hipotesis Penelitian 10
PENDEKATAN LAPANG 11
Metode Penelitian 13
Lokasi dan Waktu Penelitian 13
Teknik Pengumpulan Data 13
Teknik Penentuan Responden dan Informan 14
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 14
Definisi Operasional 16
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21
Sejarah Desa 21
Kondisi Geografis 21
Kondisi Demografi 22
Kondisi Sosial dan Ekonomi 23
Sarana dan Prasarana 23
KARAKTERISTIK RESPONDEN 27
Golongan Umur 27
Jenis kelamin 29
Status Kegiatan Anak 30
KONDISI PENDIDIKAN DAN PEKERJA ANAK DI DESA
LINGKUNGPASIR
34
Gambaran Umum Pendidikan dan Pekerja anak di Desa
Lingkungpasir
34
Jam Kerja Anak 39
Pendapatan Pekerja Anak 40
GAMBARAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PEKERJA
ANAK
41
Jumlah Anggota Rumah Tangga 43
Pendidikan Kepala Rumah Tangga 43
Pekerjaan Kepala Rumah Tangga 45
Kesejahteraan Rumah Tangga 46
PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN DAN
TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA
47
Pencapaian Pendidikan Pekerja Anak 48
Status Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga
49
Pengaruh Upah Pekerja Anak Bagi Kesejahteraan Rumah Tangga 51
PENUTUP 53
Simpulan 54
Saran 55
DAFTAR PUSTAKA 56
LAMPIRAN 58
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
1 Peubah dan indikator anggota rumah tangga 16
2 Peubah dan indikator karakteristik pekerja anak 17
3 Peubah dan indikator pencapaian pendidikan anak 18
4 Peubah dan indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui
pengukuran skor taraf hidup rumah tangga)
19
5 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di
Desa Lingkungpasir tahun 2015
22
6 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa
Lingkungpasir tahun 2015
22
7 Jumlah sumber daya sosial budaya di Desa Lingkungpasir tahun
2015
23
8 Jumlah Sarana dan Prasaran yang ada di Desa Lingkungpasir tahun
2015
24
9 Jumlah uraian sumber daya alam yang terdapat di Desa
Lingkungpasir tahun 2015
25
10 Jumlah dan persentase umur responden di Desa Lingkungpasir
tahun 2015
27
11 Jumlah dan persentase jenis kelamin responden di Desa
Lingkungpasir tahun 2015
28
12 Jumlah dan persentase status kegiatan anak di Desa Lingkungpasir
tahun 2016
29
13 Jumlah dan persentase responden terhadap kehadiran di sekolah di
Desa Lingkungpasir tahun 2016
34
14 Jumlah dan persentase responden dengan kemampuan menerima
pelajaran di sekolah Desa Lingkungpasir tahun 2016
35
15 Jumlah dan persentase jenis pekerjaan pekerja anak di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
37
16 Jumlah dan persentase jam kerja pekerja anak di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
38
17 Jumlah dan presentase pendapatan pekerja anak di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
39
18 Jumlah dan persentase jumlah angota rumah tangga (ART)
responden Desa Lingkungpasir tahun 2016
41
19 Jumlah dan persentase pendidikan kepala rumah tangga responden
di Desa Lingkungpasir tahun 2016
42
20 Jumlah dan persentase jenis pekerjaan kepala rumah tangga
responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016
43
21 Jumlah dan persentase tingkat pendapatan rumah tangga
responden di Desa Lingkungpasir tahun 2016
45
22 Jumlah dan persentase hubungan antara status kegiatan anak yaitu
sebagai pekerja anak dengan pencapaian pendidikan di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
47
23 Jumlah dan persentase hubungan antara status kegiatan anak yaitu
sebagai pekerja anak dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga
di Desa Lingkungpasir tahun 2016
49
24 Analisis taraf hidup rumah tangga responden di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
50
25 Korelasi antara status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan
pencapaian pendidikan dan taraf hidup rumah tangga di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
50
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran 11
2 Status kegiatan anak sebagai pekerja anak 30
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat
57
2 Daftar responden 58
3 Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait di Desa
Lingkungpasir
59
4 Dokumentasi Penelitian 61
5 Contoh raport sekolah anak-anak di Desa Lingkungpasir 64
6 Olahan data menggunakan SPSS 65
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pekerja anak adalah masalah sosial yang telah menjadi isu dan agenda
global bangsa-bangsa di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pada tahun (2009) data
Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukan, jumlah pekerja anak di dunia
mencapai sekitar 200 juta jiwa. Dari jumlah itu, 75% berada di Afrika, 7% di
Amerika Latin, dan 18% di Asia.Di Indonesia, diperkirakan terdapat 2.4 juta
pekerja anak. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 pada BPS (2011)
terdapat 2.7 juta anak berumur 10-15 tahun pada 33 provinsi di Indonesia, meliputi
117.996 jiwa di antaranya merupakan pekerja anak..
Menurut Todaro (2003) Pekerja anak seringkali menjadi masalah serius di
negara-negara berkembang, ketika anak di bawah usia 14 tahun bekerja, waktu
bekerja mereka telah menggantikan waktu mereka untuk belajar di sekolah.
Berkaitan dengan hal tersebut tingkat kesehatan para pekerja anak lebih buruk bila
dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja. Dalam UU Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang
berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat
izin orang tua dan hanya bekerja maksimal 3 jam sehari.
Basu dan Tzannatos (2003) menyatakan bahwa sudah sangat jelas, rumah
tangga mengirim anak mereka untuk bekerja hanya saat mereka terdorong karena
kondisi mereka terjerat dalam kemiskinan. Menurut BKKBN (2011) terdapat enam
indikator sebuah keluarga atau rumah tangga dikatakan sejahtera, salah satunya
adalah anak dalam keluarga yang berusia 7-15 tahun diwajibkan untuk bersekolah.
Anak-anak yang merupakan masa depan bangsa menyebabkan Indonesia tidak akan
maju jika anak-anak Indonesia tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan
pendidikan yang layak Pendidikan akan menyiapkan sumber daya manusia untuk
membangun Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dengan sengaja
diselenggarakan untuk membantu perkembangan kepribadian dan kemampuan
setiap anak agar kelak dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan hidupnya di masa
yang akan datang. Di satu sisi terdapat pertentangan mengenai keharusan anak
bekerja untuk memperoleh kesejahteraan karena kondisi ekonomi keluarganya
dengan hak seorang anak untuk mengenyam pendidikan yang layak dan hanya
fokus pada pendidikan demi masa depannya, namun ternyata sebanyak 81,8%
pekerja anak juga bersekolah. Realitas menunjukkan bahwa kemiskinan orangtua
membuat anak kehilangan kesempatan dan hak untuk memperoleh pendidikan.
Salah satu fenomena pekerja anak ditemukan di Desa Lingkungpasir.
Terdapat anak-anak usia sekolah yang bekerja membantu orang tua hingga anak-
anak tersebut mengorbankan waktu sekolah dan bermain. Hal ini dibuktikan saat
anak-anak tersebut bekerja membantu orang tua, dalam satu hari penuh mereka
hanya akan bekerja dan tidak pergi ke sekolah. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk mengetahui bagaimana hubungan status anak sebagai pekerja anak dengan
pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa
Lingkungpasir Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut.
2
Perumusan Masalah
Pada penelitian sebelumnya Usman dan Nachrowi (2004) mengatakan
bahwa anak-anak terjun ke dunia kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu yang terdapat dalam diri, sedangkan
faktor eksternal merupakan hal-hal di luar diri anak yang menarik anak untuk
bekerja. Keputusan seorang anak untuk bekerja terkait erat dengan status ekonomi
keluarga. Pada penelitian sebelumnya, Nandi (2006) mengatakan bahwa
kemiskinan merupakan akar permasalahan dari persoalan pekerja anak, namun
kemiskinan bukan satu-satunya alasan dari munculnya pekerja anak. Status pekerja
anak itu sendiri juga mencegah anak-anak dari memperoleh keterampilan dan
pendidikan yang mereka butuhkan untuk masa depan yang lebih baik. Secara tidak
langsung, kondisi seperti inilah yang akan melanggengkan rantai kemiskinan itu
sendiri. Dalam penelitian ini, dapat dirumuskan masalahnya adalah bagaimana
karakteristik sosial ekonomi pekerja anak di desa?
Pada penelitian sebelumnya Guarcello, Lyon, dan Rosati (2008)
menyatakan bahwa status kegiatan anak sebagai pekerja anak dipandang merugikan
kemampuan anak untuk masuk dan bertahan dalam sekolah, dan membuat anak-
anak sulit untuk memperoleh manfaat pendidikan dari kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Kegiatan anak-anak yang bekerja sekaligus bersekolah mempengaruhi
persentase kehadiran anak di sekolah. Menurut Chandra (2014) kendala utama bagi
pendidikan semua anak adalah status sebagai pekerja anak. Bekerja penuh waktu
membuat anak-anak tidak dapat mengembangkan proses berpikir yang lebih baik.
Kesehatan dan keselamatan anak juga rentan saat berada di tempat kerja, juga
kondisi emosional anak yang tidak baik karena seringkali mendapat perlakuan
buruk saat bekerja. Dalam penelitian ini selanjutnya dapat dirumuskan masalah
yaitu bagaimana hubungan status kegiatan anak (pekerja anak dan anak yang
hanya bersekolah) dengan pencapaian pendidikan?
Pada penelitian sebelumnya Nandi (2006) menyatakan bahwa keluarga
miskin terpaksa mengerahkan sumber daya keluarga untuk secara kolektif
memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi demikian mendorong anak-anak yang belum
mencapai usia untuk bekerja, terpaksa harus bekerja. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa anak-anak yang bekerja ternyata bukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri,
melainkan justru untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Salah
satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga menurut BKKBN (2011) adalah
semua anak usia 7-15 tahun dalam keluarga harus mengenyam pendidikan dan tidak
memiliki status lain yang dapat mengganggu pendidikannya sehingga anak tidak
sejahtera, sehingga dapat dirumuskan masalahnya adalah bagaimana pengaruh
upah pekerja anak terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga pekerja anak?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan-
permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu:
1. Menganalisis karakteristik sosial ekonomi pekerja anak di desa
2. Menganalisis hubungan status anak sebagai pekerja anak dan anak yang hanya
bersekolah dilihat dari capaian pendidikan
3
3. Menganalisis pengaruh upah pekerja anak terhadap tingkat kesejahteraan
rumah tangga pekerja anak
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak
yang berminat maupun pihak yang terkait dengan masalah pekerja anak di suatu
wilayah. Secara spesifik penelitian ini memiliki manfaat dan dapat digunakan oleh
berbagai pihak di antaranya sebagai berikut:
1. Bagi akademisi
Penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber informasi mengenai hubungan
pekerja anak dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah
tangga, serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu,
diharapkan pula dapat menambah khasanah dalam kajian ilmu pengetahuan
kependudukan, khususnya pada fokus perhatian peningkatan kualitas pendidikan
dan kesejahteraan pekerja anak di pedesaan.
2. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat
mengenai pentingnya pendidikan bagi masyarakat desa khususnya pekerja anak
mengingat pembangunan suatu daerah dilihat dari kualitas sumber
dayamanusianya.
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pekerja Anak
Tiga teori yang melatarbelakangi keberadaan pekerja anak menurut Irwanto (1995)
pertama, teori budaya. Menurut teori tersebut bahwa dalam budaya tertentu anak memang
diharapkan menimba pengalaman bekerja dari orang dewasa sejak usia muda. Kedua, teori
kemiskinan, faktor mendasar terjadinya fenomena anak bekerja adalah kemiskinan.
Kemiskinan itulah yang harus menjadi sasaran intervensi bahwa keadaan ini memang tidak
dapat dipungkiri. Penghasilan orang tua dari anak yang bekerja sangat minim dan banyak
di antaranya merupakan orang tua tunggal yang kepala keluarganya wanita. Ketiga, teori
ekonomi, teori ini menyatakan bahwa perhitungan ekonomis rasional merupakan motivasi
yang utama yang melatarbelakangi persoalan pekerja anak. Pertimbangan akan tingginya
ongkos karena peluang yang hilang untuk memperoleh penghasilan karena terus untuk
menyekolahkan anak merupakan faktor pendorong utama.
Definisi
Menurut Subri (2003) menyatakan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang
melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya atau untuk orang lain, dengan
membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan maupun tidak.
Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa
pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh
dipekerjakan dengan syarat mendapat izin orang tua dan hanya bekerja maksimal 3 jam
sehari.
Faktor Bekerja Anak
Menurut Rizkiantoi R, Muflikhati I, Hermawati N (2013) motivasi anak terjun ke
dunia kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala
sesuatu yang terdapat dalam diri, sedangkan faktor eksternal merupakan hal-hal di luar
yang menarik anak untuk bekerja. Keputusan seorang anak untuk bekerja terkait erat
dengan status ekonomi keluarga menurut Usman dan Nachrowi (2004).
Kemiskinan memainkan peran utama dalam munculnya pekerjaan anak. Rumah
tangga yang tergolong menengah ke bawah akan sangat mungkin untuk mengirim anaknya
bekerja demi membantu ekonomi keluarga. Menurut Ben (1994) pendapatan penghasilan
yang sangat rendah mengartikan bahwa semua anggota keluarga termasuk anak-anak harus
berpartisipasi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga agar dapat bertahan hidup.
Kemiskinan rumah tangga ini dapat dilihat melalui tingkat kesejahteraan rumah tangga
tersebut yang dapat diamati melalui pengeluaran atau pendapatan per kapita rumah tangga
tersebut.
Menurut Priyambada (2002) walaupun kemiskinan adalah faktor yang penting
dalam mempengaruhi keputusan keluarga akan timbulnya pekerja anak, itu bukanlah faktor
tunggal, faktor lainnya adalah akses pendidikan. Alternatif bila anak tidak bekerja adalah
sekolah, namun jika orangtua tidak mampu membayar biaya pendidikan (termasuk
transportasi ke sekolah, uang jajan, uang buku, dll), anak-anak tidak dapat bersekolah dan
harus bekerja untuk keluarga atau untuk orang lain, selanjutnya adalah norma dan sikap
sosial.
Stigma masyarakat mengenai pekerja anak berbeda di tiap masyarakat. Masyarakat
yang memiliki stigma rendah, orangtua tidak akan terpengaruh oleh tekanan tetangga untuk
menyekolahkan anak-anak mereka dan mereka tetap akan mempekerjakan anak-anaknya.
6
Faktor berikutnya adalah permintaan dari rumah tangga, pertanian keluarga atau usaha
keluarga. Banyak anak-anak yang bekerja untuk orangtua mereka, jika anak-anak
melakukan pekerjaan rumah tangga, maka orangtua mereka bisa bekerja di tempat lain
untuk menambah penghasilan. Faktor terakhir adalah permintaan dari usaha-usaha lain.
Anak-anak adalah tenaga kerja yang murah dan banyak jumlahnya sehingga banyak usaha-
usaha kecil yang suka mempekerjakan pekerja anak. Pekerja anak juga lebih mudah diatur
karena mereka lebih tidak mampu untuk mempertahankan hak dan kepentingan mereka
dibandingkan orang dewasa.
Menurut pendapat Suyanto yang dikutip oleh Endrawati (2013) menunjukan bahwa
selain tekanan kemiskinan, masih terdapat faktor-faktor lain yang mendorong anak-anak di
pedesaan cenderung atau terpaksa terlibat dalam kegiatan produktif bekerja, yaitu faktor
kultur atau budaya masyarakat atau juga disebut sebagai faktor tradisi, yang memandang
bahwa anak-anak yang sejak dini terbiasa bekerja, merupakan bagian dari proses sosialisasi
untuk melatih anak mandiri dan merupakan bentuk darma bakti anak kepada orang tua.
Kemungkinan anak yang bekerja juga sebagai bentuk pelarian dari beban pekerjaan di
rumah yang acapkali dipandang menjenuhkan, disamping mereka juga ingin merasakan
suasana yang lain seperti layaknya teman-temannya yang sudah bekerja di luar rumah
terlebih dahulu atas kemauan sendiri.
Dampak Pekerja Anak
Menurut Avianti dan Sihaloho (2013) anak-anak yang bekerja di industri kecil
berperan dalam menyumbangkan pendapatan kepada keluarganya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dengan bekerjanya seorang anak dalam keluarga, maka akan
mengurangi jumlah tanggungan keluarga tersebut. Namun di sisi lain bekerjanya seorang
anak juga berdampak pada tidak terpenuhinya hak mereka untuk mendapatkan pendidikan
yang layak serta hak-hak lain yang mestinya diperoleh anak-anak seusia mereka.
Menurut ILO (2009) anak yang telah memutuskan untuk terjun ke dunia kerja akan
memiliki motivasi yang rendah untuk melanjutkan sekolah. Anak yang ikut bekerja
memiliki peluang yang besar untuk juga berdampak pada kegagalan dan belajar dalam
waktu yang sama juga akan berdampak pada prestasi yang rendah. Irwanto (1995)
menyatakan bahwa keterlibatan anak dalam aktivitas ekonomi secara penuh didasarkan
pada trade of yang optimal. Anak-anak harus terpaksa meninggalkan bangku sekolah,
untuk bekerja penuh dalam rangka ikut meningkatkan pendapatan keluarga yang umumnya
sangat marginal. Bertambahnya anggota keluarga yang mencari nafkah, maka pendapatan
per kapita keluarga diharapkan naik meskipun anak harus meninggalkan bangku sekolah.
Kondisi Pekerja Anak di Indonesia
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 pada BPS (2011) terdapat 2.7 juta
anak berumur 10 -15 tahun pada 33 provinsi di Indonesia, meliputi 117.996 jiwa termasuk
pekerja anak. Menurut tingkat laju pertumbuhan penduduk, Provinsi Banten merupakan
Provinsi yang memilki laju pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 2.97%.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
6 menyatakan bahwa wajib belajar diselenggarakan pada usia 7 sampai 15 tahun, hal ini
tentu bertentangan dengan terjadinya pekerja anak di Indonesia. Perkembangan pekerja
anak tahun 2002-2003 dapat dilihat berdasarkan hasil Survey Angkatan Kerja Nasional
yang diuraikan di bawah ini. Pada tahun 2002 terdapat 842.228 orang yang bekerja,
menurun menjadi sebesar 566.526 pada tahun 2003. Pekerja anak di perdesaan lebih
banyak dibandingkan di perkotaan.
7
Pekerja Anak dan Pendidikan
Anak-anak merupakan masa depan bangsa, Indonesia tidak akan maju jika anak-
anak Indonesia tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak
karena pendidikan akan menyiapkan sumber daya manusia untuk membangun Indonesia
menuju masa depan yang lebih baik. Pembangunan di Indonesia tidak akan berjalan dengan
sukses tanpa disertai dengan pembangunan di bidang pendidikan. Menurut Guarcello et al.
(2008) pekerja anak dipandang merugikan kemampuan anak untuk masuk dan bertahan
dalam sekolah, dan membuat anak-anak sulit untuk memperoleh manfaat pendidikan dari
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan anak-anak yang bekerja sekaligus
bersekolah mempengaruhi presentase kehadiran anak di sekolah.
Menurut Fitdiarini dan Sugiharti (2008) Pekerja anak membawa pada suatu kondisi
dilematis, yaitu di satu pihak mereka sebagai generasi penerus bangsa yang harus
dipersiapkan sejak dini sebagai modal pembangunan, di pihak lain mereka terpaksa harus
bekerja atau memilih untuk bekerja karena kondisi ekonomi keluarganya dan yang nantinya
akan mempengaruhi perkembangan anak-anak tersebut, dapat menyebabkan mereka putus
sekolah, atau menyebabkan proses belajar di sekolah menjadi tidak efektif. Rendahnya
tingkat pendidikan pekerja anak disebabkan lantaran kurangnya kesadaran dari para
orangtua terhadap pentingnya arti pendidikan bagi anak. Anak-anak kurang dimotivasi
untuk bersekolah sehingga mereka malas untuk bersekolah ataupun melanjutkan sekolah
setelah lulus. Faktor lain yang menjadi alasan rendahnya pendidikan pekerja anak adalah
adanya anggapan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjamin bagi seseorang
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak serta uang yang banyak. Alasan lain yang
menyebabkan rendahnya pendidikan pekerja anak adalah faktor biaya, orangtua
berpenghasilan rendah sehingga kurang mampu untuk membiayai anak-anak mereka ke
jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Putri (2015) berawal dari pendidikan orang tua yang rendah, adanya
keterbatasan ekonomi dan tradisi, maka banyak orang tua mengambil jalan pintas agar
anaknya berhenti sekolah dan lebih baik bekerja dengan alasan wanita tidak perlu sekolah
tinggi-tinggi, biaya pendidikan mahal, dan sekolah tinggi akhirnya hanya menjadi
pengangguran. Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidakberdayaan ekonomi, membuat
orang tua cenderung berpikiran sempit terhadap masa depan anaknya sehingga tidak
memperhitungkan manfaat sekolah yang lebih tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan
anak di masa datang. Situasi tersebut yang pada akhirnya juga mendorong anak untuk
memilih menjadi pekerja anak.
Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Terhadap Pekerja Anak dan Pendidikan
Menurut Putri (2015) variabel pekerjaan kepala rumah tangga dibidang sektor
pertanian berhubungan dengan kecenderungan anak untuk bersekolah. Hal ini
menunjukkan bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di sektor pertanian
memiliki probabilitas yang lebih rendah untuk bersekolah daripada anak yang kepala rumah
tangganya bekerja di sektor non pertanian. Variabel sektor pertanian berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bekerja, bersekolah dan bekerja,
tidak bersekolah dan tidak bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang kepala rumah
tangganya bekerja di sektor pertanian memilki probabilitas lebih tinggi untuk bekerja,
bersekolah dan bekerja, tidak bersekolah dan tidak bekerja daripada anak yang kepala
rumah tangganya bekerja di sektor non pertanian
Variabel pekerjaan kepala rumah tangga yaitu bidang formal berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap kecenderungan anak untuk bersekolah. Hal ini menunjukkan
8
bahwa anak yang kepala rumah tangganya bekerja di bidang formal memilki probabilitas
lebih tinggi untuk bersekolah dibandingkan dengan anak yang kepala rumah tangganya
bekerja di bidang informal. Bekerja di bidang formal umumnya lebih baik dibandingkan
dengan bekerja di bidang informal karena para kepala rumah tangga yang bekerja di sektor
formal biasanya dapat mencukupi kehidupan keluarganya sehingga tidak perlu menyuruh
anaknya untuk bekerja.
Variabel pendidikan kepala rumah tangga baik lulusan SMP, lulusan SMA, serta
lulusan Perguruan Tinggi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kecenderungan anak untuk bersekolah. Semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga,
maka akan cenderung untuk mendorong anaknya memiliki pendidikan yang tinggi juga,
karena pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin baik pula
pekerjaan yang didapatkan. Kepala rumah tangga dari anak yang memiliki pekerjaan yang
baik atau dapat dikatakan sebagai keluarga yang mapan tidak perlu menyuruh anaknya
untuk bekerja.
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
BPS (2011) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach) agar sebuah keluarga dapat dikatakan sejahtera. Dengan pendekatan ini,
kurangnya kesejahteraan rumah tangga yang digambarkan sebagai kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan.
Keluarga yang sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak,
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan
seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009 dalam BKKBN 2011).
Menurut BKKBN (2011) terdapat enam indikator tahapan Keluarga Sejahtera I (KS
I) atau indikator”kebutuhan dasar keluarga” (basic needs), dari 21 indikator keluarga
sejahtera yaitu:
1. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
Pengertian makan adalah makan menurut pengertian dan kebiasaan masyarakat
setempat, seperti makan nasi bagi mereka yang biasa makan nasi sebagai makanan
pokoknya (staple food), atau seperti makan sagu bagi mereka yang biasa makan sagu
dan sebagainya.
2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan
bepergian.
Pengertian pakaian yang berbeda adalah pemilikan pakaian yang tidak hanya satu
pasang, sehingga tidak terpaksa harus memakai pakaian yang sama dalam kegiatan
hidup yang berbeda beda. Misalnya pakaian untuk di rumah (untuk tidur atau
beristirahat di rumah) lain dengan pakaian untuk ke sekolah atau untuk bekerja (ke
sawah, ke kantor, berjualan dan sebagainya) dan lain pula dengan pakaian untuk
bepergian (seperti menghadiri undangan perkawinan, piknik, ke rumah ibadah dan
sebagainya).
3. Rumah yang di tempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik.
Pengertian Rumah yang di tempati keluarga ini adalah keadaan rumah tinggal keluarga
mempunyai atap, lantai dan dinding dalam kondisi yang layak dihuni, baik dari segi
perlindungan maupun dari segi kesehatan.
4. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
Pengertian sarana kesehatan adalah sarana kesehatan modern, seperti Rumah Sakit,
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, Apotek, Posyandu, Poliklinik,
Bidan Desa dan sebagainya, yang memberikan obat obatan yang diproduksi secara
9
modern dan telah mendapat izin peredaran dari instansi yang berwenang (Departemen
Kesehatan/Badan POM).
5. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi.
Pengertian Sarana Pelayanan Kontrasepsi adalah sarana atau tempat pelayanan KB,
seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, Apotek,
Posyandu, Poliklinik, Dokter Swasta, Bidan Desa dan sebagainya, yang memberikan
pelayanan KB dengan alat kontrasepsi modern, seperti IUD, MOW, MOP, Kondom,
Implan, Suntikan dan Pil, kepada pasangan usia subur yang membutuhkan (hanya
untuk keluarga yang berstatus Pasangan Usia Subur).
6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
Pengertian Semua anak umur 7-15 tahun adalah semua anak 7-15 tahun dari keluarga
(jika keluarga mempunyai anak 7-15 tahun), yang harus mengikuti wajib belajar 9
tahun. Bersekolah diartikan anak usia 7-15 tahun di keluarga itu terdaftar dan aktif
bersekolah setingkat SD/sederajat SD atau setingkat SLTP/sederajat SLTP.
Kerangka Pemikiran
Status anak sebagai pekerja juga keharusannya untuk mendapatkan pendidikan,
membuat banyaknya anak-anak yang masih bersekolah tetapi juga bekerja demi memenuhi
kebutuhan dirinya dan membantu ekonomi keluarganya. Karakteristik keluarga menjadi
salah satu faktor munculnya pekerja anak.
Pekerjaan, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan terakhir orang tua dan tingkat
kesejahteraan rumah tangga berpengaruh terhadap status kegiatan anak yaitu untuk
bersekolah, atau bersekolah sambil bekerja, sehingga terdapat proses sosialisasi yang
terjadi di dalam keluarga yang mendasari cara pandang atau keputusan anak dalam hal
pendidikannya. Pekerja anak (buruh) adalah anak yang bekerja dan mendapatkan upah atas
pekerjaannya, sementara pekerja anak (rumah tangga) adalah anak yang bekerja tetapi tidak
mendapatkan upah (membantu orang tua). Pekerja anak dipandang merugikan dan
mempengaruhi prestasi akademik. Anak-anak yang menggabungkan pekerjaan dan
sekolah, mengakibatkan anak-anak ini meninggalkan sekolah sebelum waktunya untuk
bekerja.
Pendidikan bagi anak-anak tidak terkecuali pekerja anak harus tetap didapatkan
terlepas dari keharusan atau keinginan mereka untuk bekerja. Status kegiatan anak yang
bersekolah maupun anak yang bersekolah sambil bekerja mempengaruhi pencapaian
pendidikan mereka atau bahkan mereka harus sampai putus sekolah. Pekerja anak berasal
dari rumah tangga yang tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Upah yang diperoleh pekerja anak memiliki hubungan terhadap tingkat
kesejahteraan rumah tangga dari pekerja anak. Secara ringkas kerangka analisis disajikan
pada gambar di bawah ini.
10
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:
1. Diduga pencapaian pendidikan pekerja anak lebih rendah dibandingkan
dengan anak yang hanya bersekolah
2. Diduga upah pekerja anak mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah
tangga pekerja anak.
Karakteristik Rumah Tangga Anak:
a. Pekerjaan kepala rumah tangga
b. Pendidikan kepala rumah tangga
c. Jumlah anggota rumah tangga
d. Tingkat kesejahteraan rumah tangga
Status Kegiatan Anak
Hanya Bersekolah
Status Kegiatan Anak
Pekerja Anak
Pencapaian Pendidikan Anak
(Guarcello, Lyon, dan Rosati
2008):
a. Rencana pendidikan
b. Prestasi pendidikan
- kehadiran di sekolah
- kemampuan akademik
Kontribusi Upah
Pekerja Anak bagi
Kesejahteraan Rumah
Tangga
- Pengeluaran rumah
tangga
- Pendapatan riil
- Pendapatan total
Keterangan:
Berhubungan
Dijelaskan secara deskriptif
11
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei yang termasuk ke dalam
penelitian eksplanatori. Penelitian eksplanatori untuk menjelaskan hubungan kausal
antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Pendekatan yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif.
Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian
berupa kuesioner, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara
mendalam dengan menggunakan pedoman pertanyaan kepada informan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk,
Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih dengan alasan di
lokasi tersebut terdapat banyak anak-anak usia sekolah yang masih aktif bersekolah
namun juga bekerja. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan dimulai pada
bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2016 dengan kegiatan lapang pada bulan
Maret selama 3 minggu. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi,
kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan
perbaikan laporan penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara survei,
observasi, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden
maupun informan. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen
tertulis di kantor desa dan kantor kecamatan, BPS Kabupaten Bogor, data pada
Survei Pekerja Anak (SPA) serta buku, internet, jurnal-jurnal penelitian dan laporan
penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu juga termasuk data
monografi dan profil Desa Lingkungpasir.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner dan
pertanyaan terstruktur sebagai pedoman wawancara mendalam. Kuisioner
digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif, sementara data kualitatif
diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam menggunakan panduan
pertanyaan terstruktur. Kuisioner yang digunakan terbagi menjadi empat bagian.
Pertama kuisioner yang menanyakan mengenai karakteristik pekerja anak. Kedua,
mengenai karakteristik rumah tangga dari pekerja anak tersebut. Ketiga, kuisioner
yang menunjukkan mengenai pencapaian pendidikan anak dan Keempat mengenai
tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui pengukuran taraf hidup rumah tangga.
Uji kuisioner dilakukan untuk mengetahui apakah pertanyaan dapat ditangkap oleh
responden dan informan.
12
Teknik Penentuan Responden dan Informan
Subjek dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Responden
adalah orang yang memberikan informasi mengenai diri mereka sendiri sebagai
sumber data. Populasi dalam penelitian adalah seluruh anak di Desa Lingkungpasir.
Populasi sampelnya adalah anak-anak usia 7-15 tahun yang aktif bersekolah, dan
kerangka samplingnya adalah seluruh anak-anak usia 7-15 tahun yang memiliki
status sebagai pekerja anak dan masih aktif bersekolah di Desa Lingkungpasir,
Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut. Total responden dalam penelitian ini adalah
50, 30 responden diambil dari anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan
20 responden diambil dari anak-anak yang hanya bersekolah. Unit analisis dalam
penelitian ini adalah individu. Setiap responden diwawancarai dengan
menggunakan kuisioner. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
program komputer dengan software (perangkat lunak) Microsoft Excel 2013 dan
SPSS.
Pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposive) dan
jumlah minimalnya tidak ditentukan. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan
dalam penelitian ini meliputi rumah tangga tempat anak tersebut tinggal, guru,
teman sekolah, rekan kerja anak, pemilik tempat kerja, serta berberapa masyarakat
desa yang memiliki pengetahuan dan informasi mengenai pekerja anak di Desa
Lingkungpasir.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil dari kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Data
dimasukan ke microsoft excel 2013 kemudian dilakukan pengkodean data. Setelah
pengkodean, selanjutnya data diolah dengan menggunakan software (Statistical
Program for Social Sciences) for Windows versi 2.3 dan Microsoft Exel 2013. Data
kuantitatif tersebut disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi
menggunakan software SPSS. Analisis hubungan dalam penelitian ini
menggunakan uji korelasi Chi Square.
Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian
data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses
pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara
mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk
mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak
perlu. Kedua ialah penyajian data dengan menyusun segala informasi dan data yang
diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah
laporan. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan
dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi.
Dalam melakukan pengolahan data, berikut penjelasan bagaimana data
pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dilakukan:
1. Karakteristik Individu dan Rumah Tangga a. Golongan umur: Penggolongan umur menggunakan standar deviasi yang
digolongkan menurut golongan umur rendah, sedang, dan tinggi. Setiap
golongan akan dimasukkan kedalam kelompok sebagai penanda. Golongan
13
usia rendah adalah responden dengan usia <11 tahun yang akan
dikategorikan sebagai kelompok 1. Golongan sedang adalah responden
dengan usia 11-12 tahun dan dikategorikan sebagai kelompok 2, sedangkan
golongan Tua merupakan responden dengan usia lebih dari 12tahun.
b. Jenis Kelamin: Digolongkan kedalam dua golongan yaitu laki-laki dan
perempuan dengan kode golongan 1 untuk laki-laki dan 2 untuk perempuan
c. Status kegiatan anak Digolongkan kedalam dua golongan yaitu anak yang
memiliki status sebagai pekerja anak dengan kode golongan 1, dan golongan
2 untuk anak yang memiliki status hanya bersekolah.
d. Tingkat Pendidikan: Tingkat pendidikan diukur menggunakan
penggolongan berdasarkan variasi jenjang pendidikan responden
e. Jam kerja: Penggolongan jam kerja anak mengacu pada UU No.13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Golongan jam kerja dibagi menjadi 2,
rendah dan tinggi. Termasuk kedalam golongan jam kerja rendah apabila ≤3
jam, dan tergolong tinggi apabila jam kerja >3 jam.
f. Jumlah anggota rumah tangga: Jumlah anggota rumah tangga digolongkan
menjadi 3 golongan yaitu rendah, sedang dan tinggi diukur menggunakan
standar deviasi dari hasil dan rata-rata yang didapatkan dari penelitian ini.
2. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan diolah dengan menggunakan data pemasukkan dan
pengeluaran rumah tangga responden. Namun dalam penelitian ini yang
digunakan adalah data pengeluaran. Tingkat pengeluaran ini ditentukan
berdasarkan rumus yang menggunakan standar deviasi dan juga rata-rata dari
pengeluaran responden dan pengeluaran rumah tangga dalam penelitian ini.
Rumus telah terlampir dalam definisi operasional.
3. Tingkat Capaian Pendidikan Anak
Pada tingkat capaian pendidikan anak, ada dua komponen yang dilihat yaitu
rencana pendidikan dan prestasi pendidikan. Prestasi pendidikan meliputi
kehadiran di sekolah, dan performa pendidikan. Semua komponen akan
dianalisis menggunakan kuesioner. Dalam kuesioner akan diajukan beberapa
pertanyaan dan pilihan jawaban. Jumlah skoring sudah tertera pada definisi
operasional.
4. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
Pada tingkat kesejahteraan rumah tangga, terdapat dua komponen yang dilihat
yaitu kelompok pengeluaran dan kondisi perumahan dan lingkungan.
Kelompok pengeluaran digolongkan menjadi tiga golongan menurut standar
deviasi yaitu rendah, sedang dan tinggi. Rumus dan jumlah skoring sudah
tertera pada definisi operasional. Perumahan dan lingkungan juga digolongkan
menjadi tiga golongan yaitu kondisi kurang baik, sedang, dan baik. Komponen
tersebut diukur dari sejumlah pertanyaan dengan skor yang sudah tertera pada
definisi operasional.
14
Definisi Operasional
1. Karakteristik rumah tangga, yaitu ciri khas yang dimiliki oleh masing-
masing keluarga
Tabel 1 Peubah dan indikator anggota rumah tangga
Indikator Definisi Definisi
Operasional
Skala
Pengukuran
Jenis
Kelamin
Perbedaan fungsi, bentuk, dan
sifat biologi dalam upaya
meneruskan garis keturunan
1. Laki-laki
2. Perempuan Nominal
Tingkat
Pendidikan
Kepala
Rumah
Tangga
Tingkat pendidikan adalah
tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik.
Jenjang pendidikan formal
terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah,
pendidikan tinggi
1. Rendah ≤ SD
2. Sedang = SMP
3. Tinggi = ≥
SMA
Ordinal
Jenis
Pekerjaan
Bidang pekerjaan kepala
keluarga
1. Petani
Lahan milik
sendiri
Lahan milik
keluarga
2. Buruh tani
3. Pegawai Swasta
4. Wirausaha
5. Ibu rumah
tangga
6. Lainnya
Pensiun
PRT
Nominal
Tingkat
Pendapatan
Jumlah pendapatan rumah
tangga selama sebulan dengan
satuan rupiah. Rata-rata hasil
(X) kerja berupa uang yang
diperoleh per bulan. Tingkat
pendapatan diukur sesuai data
di lapangan / emik
Pendapatan diukur melalui
kelompok pengeluaran karena
jumlah pengeluaran akan
menggambarkan dengan lebih
jelas mengenai keperluan
1. Rendah, jika
pendapatan ≤ x-
½ std
2. Sedang, jika
pendapatan x- ½
std < x < x + ½
std
3. Tinggi, jika
pendapatan ≥ x +
½ std
Ordinal
15
2. Karakteristik pekerja anak, ciri khas dari anak yang memiliki status sebagai
pekerja anak.
Tabel 2 Peubah dan indikator karakteristik pekerja anak
kebutuhan sehari-hari suatu
rumah tangga
Jumlah
anggota
rumah
tangga
Jumlah semua anggota rumah
tangga yang masih hidup
yang dimiliki oleh rumah
tangga
1. Rendah, jika
pendapatan ≤ x-
½ std
2. Sedang, jika
pendapatan x- ½
std < x < x + ½
std
3. Tinggi, jika
pendapatan ≥ x +
½ std
Ordinal
Indikator Definisi Definisi
Operasional
Skala
Pengukuran
Golongan
Umur
Lama waktu hidup pekerja
anak (dalam tahun) semenjak
dilahirkan sampai ulang tahun
terakhir
1. Rendah, jika
umur ≤ x- ½ std
2. Sedang, jika
umur x- ½ std <
x < x + ½ std
3. Tinggi, jika
umur ≥ x + ½
std
Ordinal
Jenis
Kelamin
Perbedaan fungsi, bentuk, dan
sifat biologi dalam upaya
meneruskan garis keturunan
1. laki-laki
2. Perempuan Nominal
Status
Kegiatan
Anak
Status yang membedakan anak
dilihat dari kegiatannya sehari-
hari
1. Pekerja anak
2. Hanya
bersekolah
Nominal
Tingkat
Pendidikan
Tingkat pendidikan menurut
UU Republik Indonesia No. 20
tahun 2003 tingkat pendidikan
atau sering disebut jenjang
pendidikan adalah tahapan
pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik.
Jenjang pendidikan formal
terdiri dari pendidikan dasar,
1. SD
2. SMP
Ordinal
16
1. Pencapaian Pendidikan Anak
Pencapaian pendidikan anak adalah proses belajar secara formal yang di
tempuh melalui sekolah yang memungkinkan anak mengembankan dirinya.
Pendidikan anak terdiri dari rencana pendidikan dan prestasi pendidikan
(kehadiran di sekolah dan kemampuan akademik) yang meliputi:
Tabel 3 Peubah dan indikator pencapaian pendidikan anak
Indikator Definisi Definisi
Operasional
Skala
Pengukuran
Rencana
Pendidikan
Peran penting pada tahap
awal proses manajemen
pendidikan, yang dijadikan
sebagai panduan bagi
pelaksanaan, pengendalian,
dan pengawasan
penyelenggaraan pendidikan
(Somantri 2014)
Diukur dari sejumlah
pertanyaan1 dengan skor
tertinggi 2 untuk masing-
masing pertanyaan, dan skor
tertinggi 3 untuk pertanyaan
yang memiliki 3 opsi pilihan
sehingga diperoleh
penggolongan sebagai berikut
1. Rencana
pendidikan
rendah (jumlah
skor 3-6)
2. Rencana
pendidikan
sedang (jumlah
skor 7-12)
3. Rencana
pendidikan tinggi
(jumlah skor 13-
19)
Ordinal
Prestasi
Pendidikan
Keunggulan anak dalam
pendidikan formal dan
pengembangan dirinya.
1. Prestasi
pendidikan anak
rendah (jumlah
skor 2-9)
2. prestasi
pendidikan anak
Ordinal
1Terlampir pada kuesioner.
pendidikan menengah,
pendidikan tinggi
Jam kerja
Waktu yang dicurahkan dalam
kurun waktu tertentu untuk
bekerja
(Mengacu pada UU No.13
Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan)
1. rendah ≤ 3 jam
2. tinggi > 3 jam Ordinal
Jenis
Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang
dilakukan, termasuk ringan
atau berat dan memerlukan
keterampilan khusus atau
tidak
1. Buruh pabrik
2. Buruh tani
3. Pedagang
asongan
Nominal
17
Indikator Definisi Definisi
Operasional
Skala
Pengukuran
Diukur dari sejumlah
pertanyaan2 dengan skor
tertinggi 3 untuk masing-
masing pertanyaan, juga
mengacu pada lampiran
raport anak dan keterangan
dari guru sehingga diperoleh
penggolongan sebagai berikut
sedang (jumlah
skor 10-17)
3. Prestasi
pendidikan anak
tinggi (jumlah
skor 18-25)
Kehadiran
di sekolah
Presentase seorang anak hadir
dan mengikuti pembelajaran
di sekolah dari awal hingga
akhir jam pelajaran di sekolah
1. kehadiran
rendah
2. kehadiran
tinggi
Ordinal
Performa
Pendidikan
Performa seorang anak dalam
mengikuti pembelajaran di
sekolah
1. kemampuan
akademik rendah
2. kemampuan
akademik tinggi
Keterangan :
Wawancara
tenaga pendidik
Ordinal
2. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
Kondisi terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang
bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan
perawatan kesehatan (Suharto 2003)
Tabel 4 Peubah dan indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga melalui
pengukuran skor taraf hidup rumah tangga)
Dengan demikian penggolongan taraf hidup dapat dirumuskan menjadi:
2Terlampir pada kuesioner
Indikator Definisi Definisi
Operasional
Skala
Pengukuran
Kelompok
Pendapatan
Semua biaya yg dibutuhkan
RT dalam memenuhi
kebutuhan hidup dalam
jangka waktu satu bulan
1. Rendah, jika
pendapatan ≤
x- ½ std
2. Sedang, jika
pendapatan x- ½
std < x < x + ½
std
Ordinal
18
taraf hidup rendah jika skor 2-10, taraf hidup menengah 11-19, dan taraf hidup
tinggi 20-29 sesuai dengan jmlah akumulasi skoring yang didapat pada kuesioner.
3 Terlampir pada kuesioner
3. Tinggi, jika
pendapatan ≥ x
+ ½ std
Pendapatan
Riil
Pendapatan yang diperoleh
rumah tangga diluar
pendapatan pekerja anak
selama satu bulan
Numerik
Pendapatan
Total
Pendapatan yang diperoleh
rumah tangga setelah
ditambahkan oleh
pendapatan pekerja anak
selama satu bulan
Numerik
Kontribusi
upah pekerja
anak
Pendapatan total dikurangi
pendapatan riil
Dibagi menjadi
3 golongan
1. Rendah, jika
umur ≤ x- ½ std
2. Sedang, jika
umur x- ½ std <
x < x + ½ std
3. Tinggi, jika
umur ≥ x + ½
std
Ordinal
Perumahan
dan
Lingkungan
Kondisi pemukiman dan
lingkungan yang dilengkapi
dengan sarana dan
prasarana sebagai hasil
upaya pemenuhan rumah
yang layak huni
Diukur dari sejumlah
pertanyaan3 dengan skor
tertinggi 3 untuk masing-
masing pertanyaan,
sehingga diperoleh
penggolongan sebagai
berikut
1. Kondisi
perumahan dan
lingkungan
kurang baik
(jumlah skor 2-
10)
2. Kondisi
perumahan dan
lingkungan
sedang (jumlah
skor 11-19)
3. Kondisi
perumahan dan
lingkungan baik
(jumlah skor 20-
29)
Ordinal
19
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Desa
Menurut data monografi tahun 2015, Desa Lingkungpasir adalah salah satu
desa yang berada di Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut. Desa Lingkungpasir yang
merupakan desa pemekaran dari Desa Majasari, yang berdiri sekitar 12 Februari
1979. Kecamatan Cibiuk sendiri merupakan pemekaran dari Kecamatan
Kadungora. Sebelum menjadi kecamatan, Cibiuk merupakan kamantren yang
mewilayahi lima desa meliputi Desa Cipareuan, Desa Cibiuk Kidul, Desa Cibiuk
Kaler, Desa Majasari, dan Desa Lingkungpasir. Kecamatan Cibiuk resmi menjadi
kecamatan sekitar tahun 1992.
Sejarah pemberian nama Desa Lingkungpasir diusulkan oleh para tokoh
masyarakat saat musyawarah. Nama lingkungpasir dipilih dengan alasan wilayah
desa pemekaran ini secara geografis terdiri dari banyak pasir-pasir atau “dilingkung
ku pasir-pasir”. Pasir-pasir yang ada di antaranya adalah pasir Naggoh, pasir
Tanggulun, pasir Rancak, pasir Terong, pasir Monggor, pasir Kukun, pasir Biung,
pasir Panglay. Pasir itu sendiri berarti bukit dalam bahasa sunda. Desa
Lingkungpasir secara geografis dikelilingi oleh bukit-bukit, maka namanya menjadi
Desa Lingkungpasir.
Kondisi geografis
Desa Lingkungpasir adalah salah satu desa yang berada di wilayah
Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut. Letak Geografis Desa Lingkungpasir berada
di wilayah Utara Kabupaten Garut. Desa Lingkungpasir memiliki ketinggian 697
m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata kisaran 27-29ᴼ C dan curah hujan rata-
rata/tahun mencapai 2000-3000 mm. Jarak tempuh ke Ibu kota Kecamatan sejauh
7 km dengan lama tempuh menggunakan sepeda motor sekitar 30
menit. Sedangkan jarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten (Garut) sejauh 37 km
dengan lama tempuh sekitar 75 menit. Jarak tempuh ke Ibu Kota Provinsi sejauh 58
km dengan lama tempuh sekitar 120 menit
Desa Lingkungpasir sebagian besar merupakan areal pertanian tanah darat/
kebun, sedangkan luas areal persawahan hanya sebagian kecilnya saja dari luas
areal Desa Lingkungpasir dan berada disetiap dusun. Sebagai daerah pertanian,
Desa Lingkungpasir memiliki komoditi andalan yaitu penghasil jagung dan
singkong paling besar untuk wilayah kecamatan Cibiuk. Hanya saja sampai saat ini
desa Lingkungpasir masih mempunyai kendala besar, yaitu belum adanya akses
jalan (jalan produksi) menuju daerah pertanian lainnya. Secara demografi keadaan
fisik Desa Lingkungpasir memiliki batas sebagai berikut
20
1. Sebelah Utara : Desa Cijolang Kec. Limbangan Kab. Garut
2. Sebelah Timur : Desa Majasari Kec. Cibiuk Kab. Garut
3. Sebelah Selatan : Desa Harumansari Kec. Kadungora Kab. Garut
4. Sebelah Barat : Desa Ciaro Kec. Nagreg Kab. Bandung
Kondisi Demografi
Data monografi Desa Lingkungpasir sampai dengan tahun 2015
menyatakan bahwa penduduk Desa Lingkungpasir adalah sebanyak 6639 jiwa.
Jumlah penduduk laki-laki 3332, dan jumlah penduduk perempuan 3237, dan
terdapat 1674 keluarga. Sebanyak 6569 beragama islam, 6553 merupakan etnis
sunda, dan 16 etnis jawa. Dari 6569 jiwa, 515 berusia 0-3 tahun, 423 berusia 4-6
tahun, 1308 berusia 7-19 tahun, 3025 berusia 20-56 tahun, 1193 berusia 57-75
tahun, dan 105 berusia lebih dari 76 tahun.Berikut rincian tingkat pendidikan
penduduk Desa Lingkungpasir
Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa
Lingkungpasir tahun 2015
Tingkat Pendidikan Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Buta huruf 18 0.88
Tidak tamat SD 491 7.47
SD 2762 40.98
SMP 2625 39.96
SMA 716 10.89
Perguruan Tinggi 42 0.03
Total 6569 100.00
Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015
Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa
Lingkungpasir tahun 2015
Jenis Pekerjaan Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Petani 2287 40,55
Buruh tani 1159 20,55
PNS 37 0,65
TNI 3 0,05
Polisi 71 1,25
Pegawai swasta 102 1,80
Pedagang/wirausaha 420 7,44
Tukang kayu 3 0,05
Lainnya 1557 27,61
Total 5639 100,00
Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015
21
Kondisi Sosial dan Ekonomi
Terdapat beberapa kelompok sosial dan budaya di Desa Lingkungpasir.
Berikut uraian sumber daya sosial budaya yang ada di Desa Lingkungpasir sejak
terbentuknya desa ini hingga sekarang.
Tabel 7 Jumlah sumber daya sosial budaya di Desa Lingkungpasir tahun 2015
No Uraian Sumber Daya Sosial Budaya Jumlah Satuan
1 Pencak silat 3 Grup
2 Calung 1 Grup
3 Rebana 4 Grup
4 Marawis 3 Grup
5 Qosidah modern 1 Grup
6 Gotong royong 12 RW
7 Pencinta alam 1 Kelompok
Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015
Kelompok sosial budaya yang nasih aktif berjalan di Desa Lingkungpasir
adalah kelompok marawis dan gotong royong. Kelompok marawis masih aktif
dilakukan oleh anak-anak setiap mereka pulang mengaji di masjid. Secara rutin 2
sampai 3 kali dalam satu minggu mereka berlatih marawis di halaman masjid.
Kelompok gotong royong juga masih aktif dilakukan di desa. Satu minggu sekali
pada hari jum’at para pemuda dan penduduk laki-laki di Desa Lingkungpasir
bergotong royong membersihkan jalanan agar lebih mudah dilalui.
Pada tahun 2013 Desa Lingkungpasir masih mencanangkan menjadi Desa
Pertanian. Kegiatan ekonomi masyarakat desa selama ini masih didominasi oleh
sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Komoditi yang menjadi unggulan
adalah tanaman jagung dan singkong yang merupakan jenis pertanian yang sampai
saat ini sangat diutamakan oleh sebagian besar masyarakat desa. Desa
Lingkungpasir merupakan salah satu desa penghasil jagung terbesar di wilayah
Kecamatan Cibiuk. Walaupun dari sisi keuntungan yang didapat oleh masyarakat
dari hasil pertanian jagung selama ini belum begitu bisa dirasakan karena selama
ini masyarakat masih menggunakan modal bandar atau pengusaha sehingga
hasilnya sangat ditentukan oleh kebijakan pengusaha atau bandar.
Masyarakat Desa Lingkungpasir mengalami kesulitan dalam mengangkut
hasil pertanian ketika musim panen tiba, baik ketika musim jagung, singkong dan
hasil pertanian lainnya. Kendala yang ditemukan sampai saat ini adalah belum ada
akses jalan (jalan produksi), sehingga ketika musim panen tiba masyarakat harus
mengeluarkan biaya ongkos angkut yang cukup besar. Karena masyarakat harus
mengangkut hasil pertaniannya dengan kuli panggul atau ojeg yang biayanya cukup
mahal. Pertumbuhan perekonomian desa masih didominasi oleh sektor pertanian
dan perkebunan serta sebagian kecil sektor peternakan. Selain mengolah pertanian
dan perkebunan masyarakat ada juga yang memelihara ternak ayam, itik, sapi,
kambing dan ikan, hanya saja jumlahnya belum banyak. Hal ini disebabkan karena
22
minimnya permodalan bagi masyarakat untuk dapat berusaha dalam bidang
peternakan ini.
Sarana dan Prasarana
Desa Lingkungpasir memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap
guna mendukung aktivitas dan juga kegiatan yang dilakukan oleh penduduk desa.
Sarana dan prasarana yang dimiliki Desa Lingkungpasir di antaranya adalah sarana
dan prasarana dalam bidang kesehatan, perekonomian, perhubungan,
pemerintahan, tempat peribadatan, dan pendidikan (pendidikan umum dan
pendidikan Islam).Berikut ini merupakan tabel yang menunjukan jumlah sarana dan
prasarana yang terdapat di Desa Lingkungpasir.
Tabel 8 Jumlah Sarana dan Prasaran yang ada di Desa Lingkungpasir tahun 2015
No Uraian Sumber Daya Pembangunan Jumlah Satuan
1 Prasarana umum
a. Jalan 5 Km
b. Jembatan 11 Unit
2 Prasarana Pendidikan Unit
a. Gedung Paud 5 Unit
b. Gedung TK 5 Unit
c. Gedung SD/MI 6 Unit
d. Gedung SMP 2 Unit
e. Taman Pendidikan Al-qur’an 3 Unit
3 Prasarana kesehatan
a. Posyandu 1 Unit
b. MCK umum 9 Unit
c. Sarana air bersih 1 Unit
d. Pustu 1 Unit
4 Prasarana ekonomi
a. BUMDES 1 Unit
5 Kelompok tani
a. Jumlah kelompok pertanian 13 Klp
b. Jumlah kelompok peternakan 2 Klp
c. Jumlah kelompok kehutanan 2 Klp
d. Jumlah kelompok wanita tani 1 Klp
6 Sarana umum
a. Masjid 9 Unit
b. Langgar 11 Unit
c. Pos KAMLING 7 Unit
Sumber: Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015
Berdasarkan tabel 8 kendala dalam hal sarana prasarana paling utama yang
dialami oleh Desa Lingkungpasir adalah jalanan yang rusak sehingga mengganggu
proses pendistribusian hasil panen dan transportasi, sehingga untuk distribusi, biaya
yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi. Sarana MCK umum yang terdapat di Desa
Lingkungpasir walaupun sudah cukup banyak namun kondisinya kurang baik.
23
Tabel 9 Jumlah uraian sumber daya alam yang terdapat di Desa Lingkungpasir
tahun 2015
No Uraian Sumber Daya Alam Volume Satuan
1 Luas Wilayah 502.07 Ha
2 Tanah carik desa 17.00 Ha
3 Komplek balai desa 0.14 Ha
4 Lahan Persawahan 35.15 Ha
5 Tanah kuburan 1.70 Ha
6 Pekarangan penduduk 65.30 Ha
7 Tanah wakaf 0.70 Ha
8 Mata air 6.00 Titik
9 Sungai 6.00 Titik
Sumber : Data Monografi Desa Lingkungpasir 2015
Desa Lingkungpasir dengan daerah curah hujan yang cukup tinggi
menjadikan daerah tersebut cukup subur untuk dijadikan lahan pertanian. Namun
kendala lain yang dirasakan adalah jalanan yang kurang baik sehingga menyulitkan
pendistribusian hasil pertanian. Lahan yang terdapat di desa ini juga masih luas dan
belum banyak digunakan untuk membangun perumahan.
KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN RUMAH TANGGA
Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi umur,
jenis kelamin, dan status kegiatan anak, sedangkan karakteristik rumah tangga
merupakan ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing keluarga dan merupakan
gambaran spesifik mengenai rumah tangga responden. Pada penelitian ini
karakteristik rumah tangga terdiri dari jumlah anggota rumah tangga (ART),
Pendidikan kepala rumah tangga, jenis pekerjaan kepala rumah tangga, dan
pendapatan rumah tangga.
Golongan Umur
Salah satu yang diukur dari karakteristik responden adalah umur, meliputi
umur anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan yang hanya bersekolah.
Umur merupakan lama waktu hidup individu (dalam tahun) semenjak dilahirkan
sampai ulang tahun terakhir. Dari hasil penelitian, diperoleh minimum umur
responden adalah 9 tahun, maksimal umur responden yang didapat adalah 15 tahun
dan diperoleh rata-rata umur yaitu sekitar 12-13 tahun. Umur responden tersebut
kemudian digolongkan menjadi tiga golongan. Berikut jumlah dan persentase
penggolongan umur responden.
Tabel 10 Jumlah dan persentase umur responden di Desa Lingkungpasir tahun
2015
Umur
(tahun)
Pekerja anak Hanya bersekolah
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Rendah (<11) 9 30,00 7 35,00
Sedang (11-12) 2 6,66 6 30,00
Tinggi (>12) 19 63,33 7 35,00
Total 30 100,00 20 100,00
Tabel 10 menunjukan dari keseluruhan responden yang berjumlah 50 orang,
16 orang berusia <11 tahun, 8 orang berusia 11-12 tahun, dan 26 orang berusia >12
tahun. Responden yang memiliki status sebagai pekerja anak banyak ditemukan
pada kisaran umur >12 tahun, namun yang banyak ditemukan sebagai pekerja anak
didominasi oleh responden yang berusia 15 tahun. Hampir tidak ditemukan anak-
anak usia di bawah 9 tahun yang bersekolah sambil bekerja. Tenaga pendidik yang
menjadi informan mengatakan bahwa anak-anak di desa ini dominan mulai
membantu orang tua mereka untuk bekerja pada saat anak-anak tersebut duduk
dibangku SD kelas 4 atau setara dengan umur 9 tahun atau lebih.
Hal ini menunjukan bahwa golongan umur yang banyak ditemukan pekerja
anak adalah pada umur anak-anak diatas 12 tahun terutama anak-anak usia 15
tahun, oleh karena itu umur responden ditentukan agar fokus kepada anak-anak
26
yang bersekolah dan berumur antara 7-15 tahun disamping data yang diperoleh
menunjukkan bahwa anak-anak yang bersekolah sekaligus bekerja memang banyak
ditemukan di golongan umur tersebut.
“Di sini, anak-anak yang sering bolos sekolah untuk bantu
bapak ibunya kebanyakan dikelas 3 sd neng. Umur segitu
soalnya udah bisa diajak bantu-bantu” (ML, 25 Tahun, Wali
kelas murid kelas 3 SD)
Responden dengan umur di bawah 9 tahun tidak tertutup
kemungkinannya untuk menjadi pekerja anak jika umurnya sudah bertambah
nanti. Semakin besar anak, orang tua mempunyai anggapan bahwa mereka
sudah bisa dipercayai untuk membantu pekerjaan orang tua..
Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga merupakan hal yang dilihat dari karakteristik responden
pada penelitian ini. Jenis kelamin merupakan perbedaan fungsi, bentuk, dan sifat
biologi dalam upaya meneruskan garis keturunan. Berikut tabel yang menunjukan
jumlah dan persentase laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini.
Tabel 11 Jumlah dan persentase jenis kelamin responden di Desa Lingkungpasir
tahun 2015
Jenis kelamin Pekerja anak Hanya bersekolah
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Laki-laki 20 66.66 9 45.00
Perempuan 10 33.33 11 55.00
Total 30 100.00 20 100.00
Tabel 11 menunjukan Jenis kelamin untuk responden yang memiliki status
sebagai pekerja anak di dominasi oleh laki-laki dengan jumlah 20 orang dan 10
orang untuk jenis kelamin perempuan, sedangkan jenis kelamin untuk responden
yang hanya bersekolah didominasi oleh perempuan dengan jumlah 11 orang, dan 9
orang untuk jenis kelamin laki-laki. Kecenderungan responden laki-laki untuk
bekerja ataupun untuk bersekolah sambil bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan
responden perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki status
sebagai pekerja anak sebagian besar laki-laki dikarenakan pekerjaan yang mereka
lakukan tidak harus memiliki keahlian khusus selain fisik yang kuat, serta laki-laki
dianggap nantinya sebagai tulang punggung keluarga yang harus bekerja agar
kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi.
Dalam penelitian yang dilakukan Pitriyan (2006) juga menyatakan bahwa
anak laki-laki lebih dominan sebagai pekerja dibandingkan dengan anak
perempuan. Orang tua di Desa Lingkungpasir pada dasarnya membiasakan anak-
27
anak mereka untuk terbiasa membantu orang tuanya untuk bekerja, terutama laki-
laki yang dianggap nantinya akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar.
“si Aggi kan laki-laki terus udah gede,masa iya dia ga bantu
bapaknya di kebun. dia juga seneng kerja karena ya temen-temen
seumurannya juga pada kerja semua bantu ibu bapaknya” (Naeni, 47
Tahun, Ibu Rumah Tangga)
Sebagian besar warga di Desa Lingkungpasir masih memandang bahwa
anak-anak perempuan mereka tidak perlu untuk bersekolah hingga sampai ke
jenjang yang tinggi serta menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Mayoritas
warga Desa Lingkungpasir yang berjenis kelamin perempuan mengenyam
pendidikan terakhir hanya sampai sekolah dasar. Sudah cukup bagi mereka jika
anak mereka sudah bisa membaca dan menulis, dan jika usianya telah cukup untuk
membantu kedua orangtuanya.
Status Kegiatan Anak
Pada penelitian ini status kegiatan anak terbagi menjadi dua yaitu anak yang
memiliki status sebagai pekerja anak, dan anak yang memiliki status hanya
bersekolah. Anak yang memiliki status sebagai pekerja anak adalah anak usia
sekolah dan masih aktif bersekolah tetapi dalam kesehariannya anak tersebut juga
bekerja, sedangkan anak yang hanya bersekolah adalah anak usia sekolah dan aktif
bersekolah serta dalam kesehariannya anak tersebut tidak bekerja. Berikut jumlah
dan persentase status kegiatan anak pada penelitian ini.
Tabel 12 Jumlah dan persentase status kegiatan anak di Desa Lingkungpasir tahun
2016
Status Kegiatan Anak Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Pekerja anak 30 60,00
Hanya bersekolah 20 40,00
Total 50 100,00
Jumlah keseluruhan responden pada penelitian ini sebanyak 50 orang,
dengan 30 orang adalah anak yang memiliki status sebagai pekerja anak dan
bersekolah, dan 20 orang anak yang memiliki status hanya bersekolah. Status
kegiatan anak ini menunjukan hubungan masing-masing dengan pencapaian
pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga responden yang akan
dijelaskan pada penelitian ini. Dari 30 anak yang memiliki status sebagai pekerja
anak, akan dibedakan menjadi dua jenis pekerja anak dilihat dari status pekerjaan
dan upah yang diterima yaitu sebagai pekerja buruh atau pekerja keluarga.
28
Gambar 2 Status pekerjaan dari pekerja anak di Desa Lingkungpasir
Pekerja anak (buruh) adalah mereka yang bekerja pada orang lain, baik
diberi imbalan dalam bentuk upah atau dalam bentuk lain sesuai dengan hasil
kerjanya, sementara pekerja anak (keluarga) adalah mereka yang bekerja pada
orang tua, keluarga, atau membantu pekerjaan orang tua dengan diberi imbalan
ataupun tidak. 20 anak yang memiliki status hanya bersekolah akan dijadikan
sebagai kelompok pengontrol mengenai bagaimana status anak sebagai pekerja
anak memilki hubungan dengan pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan
rumah tangga.
Bentuk pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja anak (buruh) salah satunya
adalah mengepress karet silk untuk digunakan pada tabung gas elpiji. Dalam satu
hari mereka akan bekerja dengan jam kerja sekitar 8 jam dalam sehari dengan upah
Rp 40.000–50.000/hari, sedangkan pekerja anak (keluarga) terbagi menjadi
beberapa jenis pekerjaan tergantung juga dari jenis pekerjaan orangtuanya.
Beberapa dari pekerja keluarga membantu orang tuanya di kebun sehabis pulang
sekolah atau seharian penuh saat musim panen musim panen, sebagian pekerja
keluarga membantu orang tuanya dengan berjualan saat jam istirahat di sekolah,
menjaga ternak, dan menggunting olahan karet silk dengan bahan yang diperoleh
dari home industry yang diambil oleh pekerja anak (keluarga) tersebut setiap
harinya saat pulang sekolah.
Anak-anak yang hanya bersekolah di Desa Lingkungpasir pada
kenyataannya tidak hanya bersekolah saja. Setelah pulang sekolah, banyak dari
anak tersebut yang memiliki tugas di rumah yang membebani meskipun tetap saja
mereka lakukan karena hal itu merupakan perintah dari orang tua masing-masing,
salah satu contohnya adalah mengasuh adik. Anggota keluarga dalam jumlah
banyak di Desa Lingkungpasir menyebabkan banyaknya tanggungan dalam satu
keluarga, sehingga orang tua yang memiliki anak-anak yang masih kecil sementara
mereka harus bekerja sehingga anak yang lain dalam keluarga tersebut dibebankan
untuk mengasuh adik kecilnya.
Pekerja anak
(buruh)33%
Pekerja anak
(keluarga)67%
PEKERJA ANAKPekerja anak (buruh) Pekerja anak (keluarga)
29
“Saya main sambil bawa-bawa adek teh, soalnya kan bapak kerja
terus ibu sibuk ngurus rumah sama jaga warung” (RN, 13 tahun)
Hal ini sudah biasa terjadi di desa pada setiap keluarga dengan anak-anak
yang banyak dan masih memiliki anak kecil, anak-anak terbiasa membantu orang
tua untuk mengasuh adiknya sambil melakukan kegiatan lain. Hal yang sudah
menjadi kebiasaan tersebut secara tidak langsung sebenarnya membebani kegiatan
sehari-hari mereka. Sepulang sekolah anak tersebut mengasuh adiknya sambil
bermain dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk belajar selama di rumah.
Mayoritas warga Desa Lingkungpasir tidak memiliki toilet pribadi di rumah
mereka, sehingga mereka menggunakan MCK umum yang telah disediakan
pemerintan desa. Jarak yang cukup jauh dari rumah warga ke MCK umum
membuat warga seringkali menimba air dan menampungnya di rumah untuk
kepeerluan memasak dan lainnya. Orang tua meminta anak-anak mereka untuk
menimba sebelum atau sesudah mereka sekolah dan hal tersebut dianggap cukup
membebani kegiatan mereka sehari-hari.
KONDISI PENDIDIKAN DAN PEKERJA ANAK DI DESA
LINGKUNGPASIR
Gambaran Umum Pendidikan dan Pekerja anak di Desa Lingkungpasir
Pada data kondisi pendidikan yang diperoleh dari monografi Desa
Lingkungpasir tahun 2015, sebanyak 18 orang masih buta huruf dan 491 orang
bahkan tidak menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD). Kesadaran penduduk
desa terhadap pendidikan masih rendah, meskipun sarana dan bangunan untuk
sekolah sudah cukup memadai. Di Desa Lingkungpasir, terdapat 6 bangunan
Sekolah Dasar (SD) dan 2 bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP), sementara
untuk bangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) belum tersedia di desa tersebut.
Penduduk di Desa Lingkungpasir sebagian besar hanya menyekolahkan
anak-anaknya hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun banyak juga
anak-anak yang sudah malas untuk bersekolah dan memilih berhenti sebelum
mereka duduk di bangku SMP. Orang tua mereka juga tidak melarang mereka untuk
tetap melanjutkan sekolah asalkan mereka tetap membantu pekerjaan orang tua.
Berikut jumlah dan persentase golongan pendidikan anak yang menjadi responden
di Desa Lingkungpasir.
Tabel 13 Jumlah dan persentase golongan pendidikan responden di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Golongan
Pendidikan
Pekerja anak Hanya bersekolah
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
SD 11 36.67 13 65.00
SMP 19 63.33 7 35.00
Total 30 100.00 20 100.00
Berdasarkan tabel 13 anak-anak yang memiliki status sebagai pekerja anak
banyak ditemukan pada golongan pendidikan jenjang SMP. Hal tersebut
dikarenakan pada jenjang yang lebih tinggi dan dengan usia yang semakin
bertambah menjadikan mereka sudah diperbolehkan untuk bekerja dengan
anggapan bahwa usia mereka telah cukup untuk membantu orang tua dengan
bekerja atau membantu meringankan pekerjaan orang tua.
Di Desa Lingkungpasir, permasalahan yang paling mencolok selain kondisi
pendidikannya yang masih rendah, adalah pembangunan infrastrukturnya yaitu
jalan yang cukup buruk sehingga hampir semua rencana pembangunan desa
difokuskan hanya kepada pembangunan infrastruktur. Pak Wawan selaku sekretaris
desa menyampaikan bahwa memang ada program tahunan yang dikhususkan untuk
menangani masalah kesejahteraan dan pendidikan di Desa Lingkungpasir, namun
saat ini masih difokuskan pada yang lebih prioritas yaitu pembangunan jalan.
32
Prioritas permasalahan utama di Desa Lingkungpasir menurut aparat desa
yaitu kondisi jalan yang sangat buruk dan penerangan yang kurang memadai di
sepanjang jalan menyebabkan warga desa lingkungpasir tidak berani bepergian jauh
saat malam hari. Pembangunan infrastruktur jalan yang di prioritaskan dijadikan
alasan mengapa persoalan mengenai pendidikan di Desa Lingkungpasir dianggap
tidak terlalu penting untuk ditangani dalam jangka waktu dekat.
“Saya bingung neng sama orang desa. Katanya sih program
utama untuk sekarang itu benerin jalan. Padahal itu dari dulu
neng, tapi jalanan sampe sekarang masih aja jelek. Pendidikan
kan padahal dasar pembangunan juga neng. kalau warga desa
pendidikannya rendah, kan pembangunan apapun di desa juga
jadi gak maju-maju akhirnya” (ML, 24 tahun).
Sudah terdapat bangunan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah
pertama (SMP) di Desa Lingkungpasir dan anak-anak bisa bersekolah tanpa
membayar uang gedung dan iuran setiap bulan. Hampir semua anak di desa sudah
bersekolah meskipun hanya sampai jenjang SMP karena di desa belum terdapat
gedung sekolah untuk SMA. Sebagian besar anak-anak berhenti dan tidak
melanjutkan sekolahnya setelah lulus dari sekolah menengah pertama, kemudian
membantu pekerjaan orang tua atau pergi keluar desa untuk mencari pekerjaan.
Hanya beberapa orang tua dari anak-anak di Desa Lingkungpasir yang sadar akan
pentingnya pendidikan dan tetap menyekolahkan anaknya meskipun jarak dari desa
ke sekolah cukup jauh dan dengan kondisi jalan yang kurang baik, meskipun di
Desa Lingkungpasir untuk mengenyam pendidikan di jenjang SD dan SMP tidak
dipungut biaya, namun masih banyak sekali anak-anak yang bersekolah, tetapi
tingkat kehadirannya di sekolah sangat rendah. Berikut tabel yang menunjukan
jumlah dan persentase kehadiran anak di sekolah.
Tabel 14 Jumlah dan persentase responden terhadap kehadiran di sekolah di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Kehadiran di
sekolah
Pekerja anak Hanya bersekolah
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Rendah 21 70.00 9 45.00
Tinggi 9 30.00 11 55.00
Total 30 100.00 20 100.00
Tabel 14 menunjukan bahwa sebanyak 21 dari 30 anak yang memiliki status
sebagai pekerja anak memiliki tingkat kehadiran di sekolah yang rendah karena
pernah atau sering membolos tanpa alasan yang jelas dibandingkan dengan anak
yang berstatus hanya bersekolah. Sebanyak 70% pekerja anak pernah membolos
sekolah dengan berbagai macam alasan, sedangkan hanya sekitar 45% dari jumlah
anak yang hanya bersekolah yang pernah membolos.
33
Anak yang memiliki status sebagai pekerja anak juga cenderung mudah
kelelahan saat harus bekerja dan bersekolah, meskipun waktu kerja berbeda dengan
waktu untuk bersekolah dan responden mengaku bahwa jam kerja tidak
mengganggu kegiatan lainnya, namun secara tidak langsung mempengaruhi
aktifitas lainnya.
“Saya masuk sekolah terus kok teh, tapi kadang suka enggak kalau
lagi capek, lagian telat bangun juga terus terlambat deh pasti, jadi
yaudah di rumah aja sekalian istirahat” (AS, 14 tahun)
Alasan anak sering tidak masuk sekolah selain kelelahan adalah karena
orang tua mereka juga tidak menegur dan memperbolehkan. Salah satu responden
bernama imam seringkali tidak masuk sekolah karena membantu orang tuanya di
kebun, terutama saat musim panen tiba. Orang tua responden tidak melarangnya
ketika responden tidak masuk sekolah, asalkan responden membantu orang tuanya.
“Imam kan anak saya satu-satunya teh, lalaki. kalau bukan dia yang
bantuin saya, terus siapa lagi?” (Kaba, 48 tahun, buruh tani)
Namun beberapa dari mereka juga ada yang menjadikan alasan tidak masuk
ke sekolah karena harus membantu orang tua bekerja. Namun pada kenyataannya
mereka hanya malas untuk pergi sekolah, serta banyak juga anak-anak di Desa
Lingkungpasir tidak masuk sekolah atau membolos dengan alasan yang tidak jelas.
Guru dan wali kelas sudah mencoba mencari tahu dari teman-teman sekelas atau
bertanya langsung kepada orang tua, tetapi banyak dari orang tua mengaku tidak
tahu alasan mengapa anak mereka malas-malasan untuk bersekolah dan tidak
menganggap hal itu adalah sebuah masalah selama anak-anak mereka masih
membantu mereka bekerja. Beberapa dari orang tua mengaku anaknya berpamitan
untuk berangkat sekolah tetapi tidak berada di sekolah pada hari yang sama. Setelah
diselidiki, beberapa anak-anak memang membolos sekolah tanpa sepengetahuan
orang tua mereka.
“Kata teman sekelasnya dia gak masuk karena bantu bapaknya di
kebon, tapi waktu saya mau pulang kerumah sebentar, saya lihat lagi
pada asik nongkrong di warung” (Asep, 52 tahun, guru)
Selain dari persentase kehadiran di sekolah, kemampuan anak menerima
pelajaran juga memiliki hubungan dengan status kegiatan anak tersebut. Dengan
status anak sebagai pekerja anak dan anak yang hanya bersekolah, terdapat
perbedaan dalam capaian pendidikannya dan dapat dilihar dari kemampuannya
dalam menerima pelajaran saat di sekolah. Berikut tabel yang akan menunjukan
jumlah dan persentase responden dengan kemampuannya dalam menerima
pelajaran di Desa Lingkungpasir.
34
Tabel 15 Jumlah dan persentase responden dengan kemampuan menerima pelajaran
di sekolah Desa Lingkungpasir tahun 2016
Kemampuan
menerima
pelajaran
Pekerja anak Hanya bersekolah
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Kurang
mampu
22 73,33 7 35,00
Mampu 8 26,67 13 65,00
Total 30 100,00 20 100,00
Berdasarkan tabel 14 dan tabel 15 kondisi pendidikan di Desa
Lingkungpasir dapat dilihat bahwa anak yang memiliki status sebagai pekerja anak
sebanyak 70% atau sekitar 21 dari 30 anak memiliki tingkat kehadiran yang rendah
di sekolah atau seringkali membolos dengan alasan yang tidak jelas. Anak yang
memiliki status sebagai pekerja anak juga kurang mampu dalam menerima
pelajaran disekolah jika dibandingkan dengan anak yang hanya bersekolah.
Sebanyak 73% pekerja anak kurang mampu menerima pelajaran dibandingkan
dengan sebanyak 35% anak yang hanya bersekolah juga kurang mampu.
“Saya sering ngantuk teh kalau dikelas, abisnya saya ketinggalan
banyak materi jadi saya bingung, yaudah jadi tidur aja deh” (MS, 15
tahun).
Ketertinggalan materi dalam pelajaran menyebabkan anak malas untuk
memperhatikan pelajaran selama dikelas. Tidak ada kebijakan khusus di sekolah
bagi anak-anak yang bekerja dan juga tidak ada hukuman atau peraturan apapun
yang melarang murid-murid untuk membolos sekolah dengan alasan bekerja atau
membantu orang tua. Hal ini seperti sudah lumrah terjadi di desa ini. Kesulitan
menerima pelajaran tidak ditanggapi lebih jauh oleh wali kelas dari masing anak-
anak tersebut. Pihak sekolah diwakili oleh guru pernah mencoba bertanya kepada
beberapa orang tua dari pekerja anak yang seringkali membolos sekolah serta
memiliki kesulitan dalam menerima pelajaran, namun orang tua selalu mengatakan
bahwa anak-anak tersebut pada dasarnya malas untuk pergi ke sekolah dan lebih
memilih membantu orang tua mereka bekerja.
“Kadang suka males teh merhatiin guru, omongannya saya gak
ngerti. Mendingan nanti minta dijelasin temen aja jadi lebih ngerti”
(SN, 12 tahun).
Desa Lingkungpasir memiliki banyak anak-anak yang terbiasa bekerja
membantu pekerjaan orang tuanya. Banyak dari mereka justru meninggalkan
sekolah dan akhirnya hanya bekerja meneruskan pekerjaan orang tuanya. Tidak
ada penanggulangan khusus mengenai banyaknya pekerja anak di Desa
Lingkungpasir oleh aparat desa. Aparat desa tidak mengakui bahwa banyak sekali
anak-anak yang bekerja dan pada akhirnya berhenti untuk melanjutkan pendidikan
mereka namun pak Wawan mengaku mengenal beberapa orang tua yang memiliki
35
anak yang bekerja. Menurut pak Wawan orang tua dari anak yang memiliki status
sebagai pekerja anak memperbolehkan mereka bekerja hanya untuk meringankan
pekerjaan orang tua sebagai bentuk bakti, bukan untuk membantu
perekonomiannya.
“Banyak di sini mah neng, anak-anak yang suka ikut bapaknya ke
kebon, tapi itu abis pulang sekolah kok neng, jadi gak ganggu
rutinitas sekolah mereka” (Wawan, 45 tahun, Sekretaris desa)
Pada kenyataannya terdapat home industry milik warga di Desa
Lingkungpasir kampung Cihanja yang mempekerjakan anak-anak usia sekolah
untuk membuat karet silk yang nantinya akan digunakan untuk tabung gas elpiji.
Motivasi bekerja mereka bermacam-macam dan usianya masih di bawah 18 tahun
serta masih aktif bersekolah. Beberapa dari anak-anak hanya ke pabrik untuk
mengambil bahan karet yang telah jadi dan mengguntingnya untuk kemudian
dikembalikan dan mendapat upah sesuai berapa banyak yang telah mereka gunting,
beberapa anak lagi berjualan di sekolah dan beberapanya membantu orang tua
mereka di kebun. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak tersebut sudah
dijelaskan sebelumnya pada karakteristik responden, namun berikut rincian jumlah
dan persentase jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak di Desa
Lingkungpasir.
Tabel 16 Jumlah dan presentase jenis pekerjaan pekerja anak di Desa Lingkungpasir
tahun 2016
Jenis pekerjaan Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Buruh pabrik 20 66,67
Buruh tani 8 26,67
Pedagang asongan 2 6,67
Total 30 100,00
Berdasarkan tabel 16 sebanyak 30 orang dari responden yang memiliki
status sebagai pekerja anak dibagi menjadi tiga bagian menurut jenis pekerjaannya.
Terdapat 20 anak yang tergolong sebagai pekerja buruh pabrik, dan 8 anak
tergolong kedalam pekerja buruh tani, dan 2 anak tergolong kedalam pedagang
asongan. Pekerja buruh adalah anak-anak yang bekerja pada orang lain dan dibayar
atau diupah sesuai jerih payahnya, sedangkan pekerja keluarga atau rumah tangga
adalah anak-anak yang bekerja membantu pekerjaan orang tuanya dengan diberikan
imbalan ataupun tidak.
Pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja buruh di Desa Lingkungpasir
adalah membuat karet silk untuk tabung gas elpiji. Setelah pulang sekolah mereka
pergi ke rumah seorang warga yang memiliki rumah produksi karet silk dan warga
tersebut mempekerjakan orang berbagai golongan usia, salah satunya adalah anak
usia sekolah untuk membuat karet silk. Sebagian dari mereka yang bekerja di home
industry menggunting karet silk yang dibawa dari pabrik ke rumah untuk
36
diserahkan kembali jika telah selesai digunting-gunting. Bahan karet silk yang telah
digunting dihargai Rp2000 - 3000 per plastik sesuai dengan kesanggupan mereka
menyelesaikannya dalam kurun waktu satu hari.
Jam Kerja Anak
Anak-anak yang memiliki status sebagai pekerja anak memiliki jam kerja
atau biasa disebut sebagai waktu yang dicurahkan dalam kurun waktu tertentu untuk
bekerja. Dari hasil penelitian, ditemukan minimal jam kerja yang dimiliki
responden adalah 2 jam per hari, dan maksimal jam kerja 8 jam per hari, dan rata-
rata jam kerja responden adalah 5 jam per hari. Kemudian jam kerja responden
digolongkan menjadi dua golongan. Berikut adalah jumlah dan persentase jam kerja
dari pekerja anak di Desa Lingkungpasir
Tabel 17 Jumlah dan persentase jam kerja pekerja anak di Desa Lingkungpasir
tahun 2016
Rata-rata jam kerja
(per hari)
Pekerja anak
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Rendah (≤3 jam) 10 33,33
Tinggi (>3 jam) 20 66,67
Total 30 100,00
Jam kerja anak digolongkan menjadi 2 golongan yaitu rendah dan tinggi.
Jam kerja yang tergolong rendah adalah jika anak bekerja dalam kurun waktu ≤3
jam, dan tergolong tinggi dengan kurun waktu >3 jam. 10 orang pekerja anak
tergolong jam kerja rendah dan 20 orang sisanya tergolong jam kerja tinggi.
Pekerja anak yang tergolong memiliki jam kerja yang tinggi adalah anak-
anak dengan jenis pekerjaan sebagai pekerja anak (buruh). Dalam satu hari, mereka
bekerja 8 jam sehari setelah pulang sekolah. Mereka bekerja dimulai dari pukul
16.00 WIB sampai dengan selesai. Pekerja dibagi menjadi dua shift, shift pagi dan
shift malam. Karena shift pagi anak-anak harus sekolah, maka mereka mengambil
shift malam agar tidak mengganggu kegiatan sekolah mereka. Sebagian besar
pekerja anak bekerja 4-5 hari dalam satu minggu tergantung dari kemauan mereka
sendiri.
Pekerja anak yang tergolong memiliki jam kerja rendah adalah anak-anak
yang memiliki jenis pekerjaan sebagai pekerja anak (keluarga) yaitu bekerja pada
keluarga atau membantu pekerjaan orang tuanya yang sebagian besar adalah buruh
tani. Sebagian dari mereka bekerja untuk mendapatkan tambahan uang saku atau
orang tua mereka membiasakan mereka untuk bekerja dan tidak memberi mereka
upah karena bekerja membantu orang tua dianggap sebagai melatih anak untuk
terbiasa bekerja dan kelak meneruskan pekerjaan orang tuanya.
37
Dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, disebutkan
bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak
boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin dari orang tua dan bekerja
maksimal 3 jam sehari. Hal ini membuktikan bahwa meskipun anak-anak telah
mendapat izin bekerja dari orang tua mereka, jam kerja mereka yang lebih dari 3
jam seharusnya dijadikan pertimbangan dan menjadi alasan yang kuat untuk
mencegahnya melakukan pekerjaan tersebut karena secara langsung maupun tidak
akan mempengaruhi kegiatannya sehari-hari.
Pendapatan Pekerja Anak
Pendapatan adalah jumlah uang yang diperoleh dari hasil kerja seorang
individu dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, pendapatan
pekerja anak dalam satu hari paling kecil adalah Rp2.000 per hari dan pendapatan
paling besar adalah Rp5.000 per hari dengan rata-rata pendapatannya sebesar
Rp14.285 per hari. Pendapatan pekerja anak digolongkan menjadi tiga golongan
berdasarkan rata-rata pendapatan yang diperoleh dari keseluruhan jumlah pekerja
anak, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berikut rincian jumlah dan persentase dari
pendapatan pekerja anak.
Tabel 18 Jumlah dan persentase pendapatan pekerja anak per hari di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Pekerja Anak
Golongan Pendapatan (Rp/hari) Total
Rendah
(≤5000)
Sedang
(10000 –
15000)
Tinggi
(≥ 25000)
N % N % N % N %
Buruh pabrik - - 10 33,33 10 33,33 20 66,66
Buruh tani 3 10,00 5 16,67 8 26,67
Pedagang asongan 1 3,33 1 2 6,66
Total 30 100,00
Golongan pendapatan tergolong rendah adalah jika pendapatan di bawah
Rp5.000, tergolong sedang jika pendapatan di antara Rp10.000–15.000, dan
tergolong tinggi jika pendapatan lebih dari Rp25.000. Sebanyak 10 orang pekerja
anak termasuk kedalam golongan yang memiliki pendapatan rendah, 10 orang
memiliki pendapatan sedang, dan 7 orang sisanya tergolong memiliki pendapatan
yang tinggi. Sumbangan pekerja anak untuk ekonomi keluarganya tidak kecil.
Pendapatan pekerja anak dengan golongan rendah banyak ditemukan pada pekerja
anak dengan jenis pekerjaan sebagai buruh tani dan pedagang asongan.
Khaerunnisa pemilik home industry karet silk tempat anak-anak bekerja
memberi upah kepada mereka sekitar Rp40.000-50.000 per hari dengan waktu 8
jam bekerja. Tidak ada perekrutan dan pemberhentian khusus. Semua anak-anak
bekerja dengan kemauan mereka sendiri dan akan diberhentikan jika sering tidak
38
masuk kerja tanpa alasan yang jelas karena masih banyak anak lainnya yang
bersedia menggantikan mereka bekerja dan tidak dapat di rekrut karena
keterbatasan alat produksi. Saat bekerja, selain mendapatkan upah, mereka diberi
jatah makan siang (bagi shift pagi) dan makan malam (bagi shift malam) juga
makanan ringan dan uang rokok (bagi yang merokok).
“Anak-anak seneng kerja di sini karena dapet makan selain upah dari
kerjaan mereka neng. Gapapa deh saya repot dikit masaknya
sekalian juga buat keluarga saya kok” (Khaerunnisa, 25 tahun,
pemilik home industry karet silk)
Banyak anak-anak yang bekerja karena kemauan sendiri dan pendapatan
dari hasilnya bekerja digunakan untuk keperluan pribadi. Alasan mereka bekerja
selain karena ingin mendapatkan uang dan bisa membeli kebutuhan sendiri, adalah
karena mereka senang bisa mendapat teman dan pengalaman baru. Awal mula
mereka bekerja juga karena ajakan dari teman-teman sekolahnya.
“Saya seneng teh kalau di tempat kerja. Banyak temen, bisa ngobrol
sambil kerja. kalau di rumah terus saya bosen. Ini juga saya kerja
karena ikutan temen-temen” (Dandi, 15 tahun)
Namun tidak sedikit juga anak-anak yang bekerja dan memberikan hasil
pendapatan mereka untuk membantu ekonomi keluarga. Hal tersebut biasanya
dikarenakan oleh jumlah anggota keluarga yang terlalu banyak sampai anak juga
harus ikut bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan juga sebagai bentuk
bakti mereka kepada orang tua.
“Saya udah dibiasain sama bapak ibu saya buat ikut kerja teh, adek
saya banyak, ya jadinya saya bantuin bapak ibu, paling enggak saya
gak minta uang jajan lagi dari bapak dan bisa jajanin adek saya
kadang-kadang” (AJ, 14 tahun, pekerja anak).
Membantu orang tua memang bagian dari kewajiban seorang anak sebagai
bentuk bakti dan pembiasaan yang baik dan perlu dilakukan sejak dini, namun hal
tersebut lebih tepat jika tidak sampai mengganggu kegiatan sehari-hari anak
terutama mengenai pendidikannya. Seorang anak memiliki hak untuk belajar dan
mengenyam pendidikan sebaik mungkin dan tidak melakukan kegiatan yang
sampai membebaninya.
GAMBARAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA
PEKERJA ANAK
Jumlah Anggota Rumah Tangga
Jumlah anggota rumah tangga adalah orang-orang yang masih hidup dan
tinggal satu atap dengan responden. Dari hasil penelitian, diperoleh jumlah anggota
rumah tangga minimal responden adalah 3 orang, jumlah maksimal anggota rumah
tangga responden adalah 11 orang, dan rata-rata jumlah anggota rumah tangganya
adalah 5-6 orang. Jumlah anggota rumah tangga digolongkan menjadi 3 golongan,
yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Anggota rumah tangga tergolong rendah apabila
anggotanya berjumlah 3-5 orang, tergolong sedang jika berjumlah 6-8 orang, dan
tergolong tinggi jika berjumlah 13-15 orang. Berikut rincian jumlah dan persentase
jumlah anggota rumah tangga responden.
Tabel 19 Jumlah dan persentase angota rumah tangga (ART) responden Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Anggota Rumah
Tangga (ART)
Pekerja anak Hanya bersekolah
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Rendah (<4) 5 16,66 5 25.00
Sedang (5-7) orang 20 66,66 15 75.00
Tinggi (>7 orang) 5 16,66 - -
Total 30 100.00 20 100.00
Tabel 19 menunjukkan bahwa di dalam rumah tangga dengan jumlah
anggota rumah tangga yang tinggi terdapat anak-anak yang memiliki status sebagai
pekerja anak, hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi jumlah ART maka
kecenderungan anak untuk ikut bekerja akan semakin besar. Kebutuhan rumah
tangga yang besar yang dimiliki sebuah rumah tangga mengharuskan anak-anak
membantu meringankan pekerjaan orang tuanya atau justru meringankan beban
ekonomi dengan ikut membantu menghasilkan uang demi memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Pendidikan Kepala Rumah Tangga
Pendidikan kepala rumah tangga adalah pendidikan terakhir yang
ditamatkan oleh kepala rumah tangga dari responden. Pendidikan kepala rumah
tangga digolongkan menjadi 3 golongan yaitu rendah, sedang, tinggi. Berikut
rincian jumlah dan persentase pendidikan kepala rumah tangga responden
40
Tabel 20 Jumlah dan presentase pendidikan kepala rumah tangga responden di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Pendidikan
Kepala
Rumah
Tangga
(KRT)
Pekerja anak Hanya bersekolah
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
SD 24 80.00 12 60.00
SMP 4 13.33 6 30.00
SMA 2 6.67 2 10.00
Total 30 100.00 20 100.00
Berdasarkan tabel 20 pendidikan kepala rumah tangga yang hanya sampai
SD tergolong rendah, hanya sampai SMP tergolong sedang, dan sampai SMA
tergolong tinggi. Terdapat 36 orang kepala rumah tangga responden yang memiliki
pendidikan tergolong rendah dengan 24 orang KRT dari anak yang memiliki status
sebagai pekerja anak dan 12 KRT dari anak yang hanya bersekolah, 10 orang
tergolong sedang dengan 4 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja
anak dan 6 orang KRT dari anak yang hanya bersekolah, dan 4 orang sisanya
tergolong tinggi dengan 2 orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak
dan 2 orang KRT dari anak yang hanya bersekolah. Banyak dari pekerja anak yang
berasal dari keluarga yang kepala rumah tangganya memiliki pendidikan yang
tergolong rendah yaitu hanya sampai jenjang sekolah dasar (SD).
Pada penelitian sebelumnya tahun 2015, Putri mengatakan bahwa berawal
dari pendidikan orang tua yang rendah, adanya keterbatasan ekonomi dan tradisi,
maka banyak orang tua mengambil jalan pintas agar anaknya berhenti sekolah dan
lebih baik bekerja dengan alasan:
1. Wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi
Warga desa masih berpikiran bahwa anak-anak perempuan mereka tidak
perlu sekolah tinggi karena pada akhirnya hanya akan di rumah
mengurus rumah tangga dan mengasuh anak.
2. Biaya pendidikan mahal
Biaya sekolah untuk jenjang SD dan SMP di Desa Lingkungpasir sudah
dibebaskan, namun hal ini masih dijadikan alasan kenapa anak-anak
tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Sekolah tinggi akhirnya jadi pengangguran
Berdasarkan pengalaman bahwa sekolah tidak menjamin pekerjaan,
yang membuat warga desa tidak terlalu memperdulikan pendidikan.
Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidakberdayaan ekonomi, orang tua
cenderung berpikiran sempit terhadap masa depan anaknya sehingga tidak
memperhitungkan manfaat sekolah yang lebih tinggi dapat meningkatkan
41
kesejahteraan anak di masa datang. Situasi tersebut yang mendorong anak untuk
memilih menjadi pekerja anak.
“si Risa mah sekolahnya gak usah tinggi-tinggi gapapa neng. dia kan
anak cewek, biar aja bantu-bantu ibunya di rumah” (DA, 36 tahun,
buruh tani)
Hal ini menunjukkan bahwa kepala rumah tangga dengan pendidikan
rendah cenderung tidak terlalu mementingkan pendidikan bagi anak-anaknya
sehingga anak yang bersekolah sambil bekerja sama sekali bukan masalah bagi
mereka. Pendidikan yang rendah membuat KRT tidak dapat memiliki pekerjaan
yang baik dan mapan sehingga anak-anak mereka pada akhirnya secara langsung
maupun tidak, diharuskan untuk ikut bekerja.
Pekerjaan Kepala Rumah Tangga
Pekerjaan kepala rumah tangga dari responden di Desa Lingkungpasir
terdiri dari petani, buruh tani, pegawai swasta, wirausaha, ibu rumah tangga, dan
lainnya. Berikut rincian jumlah dan persentase pekerjaan kepala rumah tangga dari
responden.
Tabel 21 Jumlah dan persentase jenis pekerjaan kepala rumah tangga responden di
Desa Lingkungpasir tahun 2016
Pekerjaan Kepala
Rumah Tangga
(KRT)
Pekerja anak Hanya bersekolah
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Petani 2 6.67 - -
Buruh Tani 18 60.00 4 20.00
Pegawai Swasta 1 3.33 - -
Wirausaha 6 20.00 14 70.00
Ibu Rumah
Tangga
1 3.33 1 5.00
Lainnya (pension
dan PRT)
2 6.67 1 5.00
Total 30 100.00 20 100.00
Berdasarkan tabel 21 sejumlah 2 orang KRT dari anak yang berstatus
sebagai pekerja anak bekerja sebagai petani, 22 orang KRT bekerja sebagai buruh
tan dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak 18 orang KRT dan anak
yang hanya bersekolah sebanyak 4 orang KRT. Bekerja sebagai pegawai swasta 1
orang KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak. Wirausaha 20 orang
KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak 6 orang dan dari anak
yang hanya bersekolah sebanyak 14 orang KRT. Sebanyak 2 orang KRT berprofesi
sebagai ibu rumah tangga dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak sebanyak
1 orang dan dari anak yang hanya bersekolah 1 orang, dan 3 KRT lainnya dengan
2 KRT dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak dan 1 KRT dari anak yang
42
hanya bersekolah. Pekerjaan kepala rumah tangga mempengaruhi kecenderungan
anak untuk bekerja terutama ketika kepala rumah tangga bekerja sebagai buruh tani.
Pada penelitian sebelumnya tahun 2008 menurut Fitdiarini resiko terhadap
munculnya pekerja anak pada keluarga petani lebih tinggi dibandingkan dengan
keluarga non-petani, dan hal ini sejalan dengan hasil secara deskriptif bahwa
sebagian besar (76,6%) pekerja anak bekerja pada sektor pertanian. Hal ini terjadi
karena untuk bisa memasuki pekerjaan pada sektor pertanian tidak dibutuhkan
keahlian yang bersifat khusus.
Orang tua atau kepala rumah tangga dengan pekerjaan berpenghasilan baik
dan hidup berkecukupan bahkan mapan, menjadikan anak dari keluarga tersebut
akan fokus untuk hanya bersekolah saja dan tidak perlu lagi ikut bekerja membantu
meringankan beban ekonomi keluarga.
“Daripada main, atau bolos sekolah karena males, ya mending saya
ajak ke kebon bantuin saya. Biar dia tau dan jadi biasa kan nanti kalau
sekolahnya udahan lulus, dia bisa bantuin saya”(SS, 40 tahun, buruh
tani)
Pekerjaan yang memiliki pendapatan yang baik di desa ini bukan berasal
dari pekerjaan di sektor pertanian meskipun Desa Lingkungpasir termasuk desa
dengan jagung sebagai komoditas unggulnya. Kepala rumah tangga yang bekerja
sebagai buruh tani yang justru paling banyak memiliki anak yang berstatus sebagai
pekerja anak. Karena penghasilan orang tua yang kurang mencukupi kebutuhan
sehari-hari, mereka memang sudah dibiasakan bekerja di kebun untuk membantu
orang tua dan agar sudah terbiasa nantinya untuk membantu di kebun.
Kesejahteraan Rumah Tangga
Pekerja anak didominasi oleh rumah tangga dengan kesejahteraan rumah
tangga yang tergolong rendah. Banyak dari rumah tangga yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan sehari-hari menyebabkan anak harus ikut bekerja. Berikut
jumlah dan persentase status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan tingkat
kesejahteraan rumah tangga.
Tabel 22 Jumlah dan persentase status kegiatan anak yaitu sebagai pekerja anak
dengan tingkat kesejahteraan (diukur dengan taraf hidup) rumah tangga
di Desa Lingkungpasir tahun 2016
Status
Kegiatan
Anak
Golongan Skor Pencapaian Taraf
Hidup
Total
Rendah Sedang Tinggi
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
Pekerja
anak
15 50.00 11 36.77 4 13.33 30 100.00
Hanya
bersekolah
2 10.00 3 15.00 15 75.00 20 100.00
Total 17 34.00 14 28.00 19 38.00 50 100.00
43
Dari 30 anak yang memiliki status sebagai pekerja anak, sejumlah 15 anak
menunjukkan skor taraf hidup yang tergolong rendah, 11 anak menunjukkan skor
sedang, dan 4 anak menunjukkan skor tinggi. Dari jumlah 20 anak yang hanya
bersekolah, 2 di antaranya menunjukkan skor taraf hidup yang tergolong sedang, 3
di antaranya menunjukkan skor sedang, dan 15 sisanya menunjukkan skor tinggi
pada taraf hidup. Tabel 22 menunjukkan bahwa status anak sebagai pekerja anak
memiliki hubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangganya diukur dari taraf
hidup.
Rumah tangga dengan taraf hidup yang rendah mendominasi munculnya
pekerja anak. Hal ini menunjukan bahwa ketika suatu rumah tangga tidak dapat
memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan baik, maka anak-anak yang berasal
dari rumah tangga atau keluarga tersebut diharuskan ikut membantu orang tua
mereka dalam pekerjaannya atau justru ikut bekerja untuk meringankan beban
ekonomi rumah tangga terlepas apakah hal tersebut merupakan keinginan mereka
ataukah sebuah keharusan.
Pada kuisioner tingkat kesejahteraan yang diukur dengan taraf hidup,
tingkat pendapatan yang diukur menggunakan kelompok pengeluaran menunjukan
dengan jelas selisih antara pendapatan dan jumlah yang harus dikeluarkan untuk
kebutuhan sehari-hari. Banyak dari rumah tangga yang memiliki selisih lebih
banyak, harus berhutang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada setiap rumah
tangga tersebut, terdapat anak-anak yang berstatus sebagai pekerja anak
PEKERJA ANAK DENGAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN
DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA
Pencapaian Pendidikan Pekerja Anak
Status kegiatan anak sebagai pekerja anak mempengaruhi pencapaian
pendidikan yang meliputi performa pendidikan dan rencana pendidikannya dimasa
mendatang. Anak dengan status sebagai pekerja anak merupakan faktor rendahnya
capaian pendidikan anak di Desa Lingkungpasir. Berikut tabulasi silang antara
status kegiatan anak dan pencapaian pendidikan anak di Desa Lingkungpasir.
Tabel 23 Jumlah dan persentase status kegiatan anak yaitu sebagai pekerja anak
dengan pencapaian pendidikan di Desa Lingkungpasir tahun 2016
Status
Kegiatan
Anak
Golongan Skor Pencapaian Pendidikan Total
Rendah Sedang Tinggi
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
Pekerja
anak
20 66.77 6 20.00 4 13.33 30 100.00
Hanya
bersekolah
0 00.00 8 40.00 12 60.00 20 100.00
Total 20 40.00 14 28.00 16 32.00 50 100.00
Dari 30 anak yang memiliki status pekerja anak, sejumlah 20 anak
menunjukkan skor pencapaian pendidikan yang tergolong rendah, 6 anak
menunjukkan skor sedang, dan 4 anak menunjukkan skor tinggi. Sedangkan dari 20
anak yang hanya bersekolah, tidak terdapat anak dengan golongan capaian
pendidikan yang rendah, 8 di antaranya menunjukkan skor pencapaian pendidikan
tergolong sedang, dan 12 sisanya menunjukkan skor tinggi pada pencapaian
pendidikan. Status kegiatan anak sebagai pekerja anak mempengaruhi pencapaian
pendidikannya karena menurut tabel tabulasi silang tersebut, sebagian besar anak
dengan pencapaian pendidikan yang rendah dimiliki oleh anak yang berstatus
sebagai pekerja anak.
Pekerja anak dikatakan sebagai penghambat dari pencapaian pendidikan
dan berefek terhadap kemampuan anak untuk masuk dan bertahan di sekolah
(Chanda 2014). Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat kehadiran anak-anak yang
berstatus sebagai pekerja anak dan bagaimana sebagian besar dari mereka merasa
kesulitan menerima dan mengikuti pelajaran yang berlangsung di kelas. Banyak
dari mereka menyatakan bahwa ketika mereka sudah tertinggal materi pelajaran,
mereka akan merasa malas untuk mengejar ketertinggalan dan hanya akan duduk
diam dikelas. Beberapa dari anak yang berstatus sebagai pekerja anak pernah
tinggal kelas dengan berbagai alasan. Alasan yang banyak ditemukan dari beberapa
anak yang pernah tinggal kelas adalah sakit dan merasa sudah tertinggal materi
dalam pelajaran di sekolah
46
“Iya teh, saya pernah tinggal kelas gara-gara sakit. Tapi saya
juga gak terlalu suka sekolah sih teh, ngebosenin. Mending kerja
bareng temen, ketemu temen, bisa ngobrol, main, lebih seru”
(AR, 15 tahun).
Salah satu pekerja anak pernah tinggal kelas dengan alasan sakit, namun
sampai saat ini responden masih bekerja sebagai pekerja buruh di home industry
milik teh Anis dengan jam kerja 8 jam dalam kurun waktu satu hari, dan 5 kali
dalam seminggu. Orang tua dari responden membiarkan begitu saja responden
tetap bekerja dan tidak melarang meskipun responden tersebut pernah sakit dan
tinggal kelas karena sakit. Selain sakit, alasan yang sering ditemukan saat
penelitian adalah anak-anak memang kurang meminati untuk bersekolah jika
mereka berfikir bahwa dengan bekerja mereka sudah bisa mempunyai uang sendiri
dan tidak perlu lagi susah-susah bersekolah.
Tidak semua anak dengan prestasi pendidikan yang baik selalu memiliki
performa yang baik saat disekolah. Prestasi yang baik pada akhirnya tidak akan
bertahan apabila seorang anak memiliki performa yang semakin buruk dalam hal
menerima materi pelajaran ataupun aktifitas selama dikelas. Hal ini terlihat pada
salah satu responden yang memiliki status sebagai pekerja anak. Nilai akademik
anak tersebut masih diatas rata-rata teman-teman sekelasnya, tetapi performa
pendidikan anak tersebut menurun secara perlahan. Penurunan performa
pendidikan dapat dilihat dari kehadiran anak tersebut di sekolah, juga akhlak dan
kepribadiannya menurut wali kelasnya dilihat dari lampiran penilaian setiap
semester yang diperoleh di tempatnya bersekolah. Hampir setiap hari anak tersebut
masuk kelas terlambat dan beberapa kali dalam satu semester tidak hadir di sekolah
tanpa alasan yang jelas.Jika dibiarkan, wali kelasnya mengatakan bahwa nilai
akademik anak tersebut perlahan juga dapat menurun.
Status Pekerja Anak dengan Pencapaian Pendidikan
Status anak sebagai pekerja anak memiliki hubungan yang erat dengan
capaian pendidikan anak tersebut yang kemudian menjadi alasan kuat munculnya
pekerja anak. Hasil pengujian status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan
pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraannya (diukur dengan taraf hidup
rumah tangga) dapat dilihat pada tabel korelasi berikut.
47
Tabel 24 Korelasi antara status kegiatan anak sebagai pekerja anak dengan
pencapaian pendidikan dan taraf hidup rumah tangga di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Status kegiatan anak
(pekerja anak)
Pencapaian
pendidikan
Koefisien p-value Koefisien p-value
Status kegiatan anak
(pekerja anak)
- - 0.610 0.020
Hasil pengujian dengan menggunakan uji korelasi Chi Square pada Tabel
24 menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara pekerja anak dengan
pencapaian pendidikan dengan nilai probabilitas sebesar 0.020 (p < 0,05) dengan
nilai koefisien sebesar 0,610. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja anak memiliki
hubungan korelasi yang moderat dengan pencapaian pendidikan. Hal ini juga
menunjukan bahwa terdapat hubungan nyata antara pekerja anak dengan tingkat
kesejahteraan rumah tangga yang (diukur dengan taraf hidup) dengan nilai
probabilitas sebesar 0.026 (p < 0.05) dengan nilai koefisien sebesar 0.594. Variabel
pencapaian pendidikan merupakan variabel dengan nilai koefisien korelasi yang
paling besar jika dibandingkan dengan variabel tingkat kesejahteraan rumah tangga.
Hal ini menunjukkan bahwa pekerja anak memiliki korelasi yang tinggi terhadap
pencapaian pendidikan.Pencapaian pendidikan yang rendah banyak ditemukan
pada anak-anak yang bersekolah sambil bekerja dibandingkan dengan anak-anak
yang hanya bersekolah.
Hasil pengujian dengan menggunakan uji Chi Square pada Tabel 24
menunjukan bahwa variabel pencapaian pendidikan memiliki hubungan nyata
terhadap pekerja anak dengan nilai koefisien sebesar 0.591 dengan nilai probabilitas
sebesar 0 (p < 0.05). Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk anak-
anak karena generasi yang baik akan tercipta dari generasi yang mengenyam
pendidikan dengan baik pula. Munculnya status anak yang tidak hanya bersekolah
tetapi juga bekerja secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi aktifitas
mereka terutama dibidang pendidikan. Anak-anak dengan status sebagai pekerja
anak mengakibatkan rendahnya pencapaian pendidikan anak tersebut.
Di Desa Lingkungpasir banyak terdapat anak-anak usia sekolah yang juga
bekerja mengaku tidak masalah bagi mereka bila mereka bekerja sekaligus
bersekolah. Namun pada kenyataannya, banyak dari pekerja anak tersebut menjadi
rendah performa pendidikannya dan penurunan kemampuan mereka menerima
pelajaran di kelas. Bahkan beberapa dari pekerja anak tersebut pernah tinggal kelas
karena sakit dan masih saja diperbolehkan bekerja oleh orang tuanya. Bersekolah
sekaligus bekerja jelas memberikan pengaruh negatif bagi prestasi akademiknya
disekolah dan rencana pendidikannya di masa mendatang.
48
Pengaruh Upah Pekerja Anak Bagi Kesejahteraan Rumah Tangga
Status anak sebagai pekerja anak mempengaruhi pencapaian
pendidikannya, namun rumah tangga dengan pekerja anak menaikan tingkat
kesejahteraan rumah tangga tersebut. Terdapat hubungan antara pendapatan rumah
tangga dengan upah pekerja anak. Berikut analisis taraf hidup dari rumah tangga
pekerja anak di Desa Lingkungpasir.
Tabel 25 Analisis taraf hidup rumah tangga responden di Desa Lingkungpasir tahun
2016
Responden Pendapatan riil -
Pengeluaran RT
(Rp)
Pendapatan total -
pengeluaran RT
(Rp)
kontribusi upah
pekerja anak bagi
kesejahteraan RT
(kali)
FH -157000 -67000 0.57
ZM -1000000 -450000 0.55
RA -1035000 -385000 0.62
AJ -1309000 -559000 0.57
GR -1520000 -620000 0.59
IN -1460000 -660000 0.54
SG -1234000 -334000 0.72
NNA -1505000 -305000 0.79
LH -382000 -270000 0.29
ST -960000 -410000 0.57
NR -895000 -780000 0.12
AS -320000 -200000 0.37
RW -660000 -540000 0.18
IM -640000 -300000 0.53
YF -1190000 -540000 0.54
DR -1518000 -318000 0.79
LS -1300000 -400000 0.69
RZ -455000 -350000 0.23
ZZ -55000 35000 1.63
AYW -462000 -342000 0.25
AMN -387000 -297000 0.23
LKM 9000 99000 10
AI -714000 -114000 0.84
AR -1013000 -113000 0.88
SY -290000 610000 3.1
AR -1033000 -133000 0.87
MSF -1283000 -283000 0.77
AN -900000 300000 1.33
IF -963000 237000 1.24
DA -643000 307000 1.47
49
Berdasarkan tabel 25 mengenai analisis taraf hidup rumah tangga pekerja
anak, peran pekerja anak dalam peningkatan taraf hidup keluarga cukup besar dan
ikut andil dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari rumah tangga. Pendapatan
rumah tangga riil jika tidak dibantu oleh pendapatan yang diperoleh anak-anak
mereka yang bekerja sangat kecil dan tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-
hari. Beberapa rumah tangga bahkan masih harus berhutang meskipun telah dibantu
oleh anak-anak mereka yang bekerja.
Pendapatan pekerja anak dalam rumah tangga menaikkan kesejahteraan
rumah tangganya. Setiap upah dari pekerja anak menaikkan kesejahteraan rumah
tangganya. Kontribusi minimum yang dihasilkan dari upah pekerja anak
menaikkan kesejahteraan rumah tangganya hingga 0.13 kali. Kontribusi
maksimumnya yaitu menaikan kesejahteran rumah tangga hingga 10 kali, dan rata-
rata kontribusi upah pekerja anak menaikan tingkat kesejahteraan rumah tangganya
sebanyak 1.06 kali. Kontribusi upah pekerja anak kemudian digolongkan menjadi
tiga golongan. Berikut tabel yang menggolongkan hasil kontribusi upah pekerja
anak bagi kesejahteraan rumah tangga pekerja anak.
Tabel 26 Jumlah dan persentase kontribusi upah pekerja anak bagi kesejahteraan
rumah tangga pekerja anak di Desa Lingkungpasir tahun 2016
kontribusi upah pekerja anak
bagi kesejahteraan rumah tangga
(per bulan)
Pekerja anak
Jumlah
(orang)
Presentase
(%)
Rendah (< 0.46 kali) 7 24,10
Sedang (0.46 – 1.04 kali) 17 58,60
Tinggi (> 1.05 kali) 5 17,20
Total 30 100,00
Penggolongan kontribusi upah pekerja anak dibagi menjadi dua golongan
yaitu rendah, dan tinggi. Kontribusi upah pekerja anak yang tergolong rendah
adalah dengan jenis pekerjaan sebagai pekerja keluarga, sedangkan kontribusi upah
pekerja anak yang tergolong tinggi didominasi oleh pekerja anak dengan jenis
pekerjaan sebagai pekerja buruh. Upah anak sebagai pekerja buruh tani tergolong
rendah sehingga kontribusinya pun rendah, sedangkan upah anak sebagai pekerja
buruh tergolong tinggi maka kontribusinya bagi kesejahteraan keluarganya pun
tinggi. Setiap satu rumah tangga pada kenyataannya lebih besar jumlah
pengeluarannya dibandingkan dengan pendapatan sehingga kontribusi upah pekerja
anak terhadap pendapatan keluarga meningkatkan kesejahteraan keluarganya4.
Berikut adalah tabulasi silang dari jenis pekerjaan anak terhadap kontribusi upah
pekerja anak bagi tingkat kesejahteraan rumah tangga.
4 Upah pekerja anak memiliki kontribusi nyata terhadap pendapatan total rumah tangga,
namun rumah tangga tersebut masih memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah karena
berada di bawah garis kemiskinan pedesaan di Jawa Barat menurut BPS yaitu Rp305.618
50
Tabel 27 Tabulasi silang antara jenis pekerjaan anak terhadap kontribusi upah
pekerja anak bagi tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa
Lingkungpasir tahun 2016
Jenis
pekerjaan
pekerja anak
Golongan kontribusi upah pekerja anak
bagi kesejahteraan rumah tangga
Total
Rendah Tinggi
∑ % ∑ % ∑ %
Pekerja
buruh pabrik
12 60.00 8 40.00 20 100.00
Pekerja
buruh tani
5 62.50 3 37,50 8 100,00
Pedagang
asongan
1 50.00 1 50.00 2 100.00
Total 18 60.00 12 40.00 30 100.00
Berdasarkan tabel 27 ditemukan bahwa kontribusi upah pekerja anak paling
rendah didominasi oleh pekerja anak dengan jenis pekerjaan sebagai buruh pabrik
dan kontribusi upah paling tinggi didominasi oleh anak dengan jenis pekerjaan
sebagai pedagang asongan. Kontribusi tidak hanya dilihat dari seberapa besar upah
yang mereka hasilkan namun bagaimana jumlah kontribusinya terhadap pendapatan
rumah tangga. Orang tua dari anak yang bekerja sebagai pedagang asongan
memiliki pendapatan yang sangat kecil sehingga kontribusi upah dari anak besar.
Kemiskinan pada akhirnya menjadi salah satu alasan dan penyebab dari
fenomena pekerja anak ini. Namun tanpa adanya pekerja anak, banyak juga rumah
tangga yang kesejahteraan rumah tangganya rendah tanpa kontribusi dari upah
pekerja anak. Anak-anak yang bekerja secara tidak langsung sudah tidak
mendapatkan kesejahteraan mereka sebagai anak-anak yang sebenarnya hanya
diwajibkan untuk mengenyam pendidikan. Di pedesaan, anak-anak yang bekerja
membantu orang tuanya memang tidak jarang ditemukan, bahkan anak yang
bekerja dijadikan alasan bahwa hal tersebut dianggap sebagai proses sosialisasi bagi
orang tua yang membiasakan anaknya bekerja dengan cara membantu pekerjaan
orang tua memang sudah lumrah di sana. Namun seharusnya pekerjaan yang
dilakukan anak-anak tersebut tidak boleh sampai membebani kegiatan sehari-
harinya dan mengesampingkan pendidikan. Permasalahan pekerja anak ini jika
dibiarkan berlanjut, akan menjadi akar dari masalah-masalah lainnya.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan pekerja anak dengan
pencapaian pendidikan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa
Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, dapat diketahui bahwa dengan bekerjanya
seorang anak, berhubungan dengan tinggi rendahnya pencapaian pendidikan anak
tersebut yang meliputi prestasi pendidikan dan rencana pendidikannya, sedangkan
hubungannya dengan pekerja anak jika dilihat dari tingkat kesejahteraan rumah
tangga adalah bahwa munculnya pekerja anak di dasari salah satunya dengan
tingkat kesejahteraan keluarga yang rendah serta upah pekerja anak nyatanya
menyumbang pendapatan rumah tangga dan membantu meningkatkan
kesejahteraan rumah tangga itu sendiri.
Pencapaian pendidikan yang memiliki hubungan dengan pekerja anak
meliputi prestasi pendidikan dan rencana pendidikan. Hal tersebut diukur dengan
tingkat kehadiran anak disekolah dan performa pendidikan dilihat dari kemampuan
anak tersebut menerima pelajaran disekolah. Anak dengan status sebagai pekerja
anak memiliki prestasi dan rencana pendidikan yang rendah. Mereka seringkali
membolos karena bekerja atau sengaja tidak masuk dengan alasan bekerja. Waktu
kerja yang panjang menyebabkan sebagian dari pekerja anak seringkali terlambat
sekolah karena kelelahan setelah seharian bekerja. Meskipun jam kerja mereka
tidak sama dengan waktu mereka harus bersekolah, tetapi efek dari bekerjanya anak
tersebut mempengaruhi kemampuan anak tersebut masuk dan bertahan di sekolah.
Tingkat kesejahteraan rumah tangga memiliki hubungan dengan pekerja
anak dan diukur dengan bagaimana taraf hidup rumah tangganya. Rumah tangga
dengan tingkat taraf hidup yang rendah menjadi salah satu alasan munculnya
pekerja anak. Dalam suatu rumah tangga dengan taraf hidup yang rendah harus
mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, sehingga anak-anak harus ikut andil
dalam membantu meringankan pekerjaan orang tua atau ikut bekerja demi
membantu beban ekonomi keluarga. Anak-anak yang bekerja cenderung tidak
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan fokus untuk hanya
bekerja karena membantu orang tuanya dan sudah terbiasa bekerja. Upah dari
pekerja anak nyatanya membantu dalam meningkatkan kesejahteraan rumah
tangganya.
52
Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yang kaitannya dengan
munculnya pekerjaan anak terutama di pedesaan yakni:
1. Menyediakan program tutor sebaya atau belajar bersama sehingga pekerja anak
tidak merasa tertinggal dan semangat dalam mengikuti pelajaran.
2. Mengadakan penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan bagi anak-anak
kepada orang tua.
3. Mengkategorikan kemunculan pekerja anak sebagai salah satu indikator keluarga
miskin
DAFTAR PUSTAKA
Avianti A, Sihaloho M. 2013. Peranan Pekerja Anak di Industri Kecil Sandal
terhadap Pendapatan Rumah Tangga dan Kesejahteraan Dirinya di Desa
Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jurnal
Sosiologi Pedesaan [Internet]. [diunduh 2015 0kt 10]. Terdapat pada:
http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/9386
[BKKBN]. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2011.
Indikator Kriteria Keluarga. [Internet]. [diunduh 2016 Jan 15]. Tersedia
pada:http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/indikasi.htm.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2011. Hasil Sensus Penduduk 2010. [Internet].
[diunduh 2016 Jan 16]. Tersedia pada:
http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id=35&wilayah=jawa-timur.
Basu K, Tzannatos Z. 2003. The global child labor problem: what do we know and
what can we do?. CAE Working Paper[Internet]. [diunduh 2015 Des 20]; 3
(06). Tersedia pada: https://cae.economics.cornell.edu/Basu-
Tzannatos%2012.pdf.
Ben W. 1994. Children, work and ‘child labour’: changing responses to the
employment of children. Research Gate Publication[Internet]. [diunduh
2015 Des 28]. Tersedia pada:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1467-.
Brown. Drusilla, K. Deardoff. Alan, V. Stern. Robert, M. 2003. The Determinants
of Child Labour: Theory and Evidence, OECD Social, France: Employment
and Migration Working Papers [Internet]. [diunduh 2016 Feb 14].
Chanda P. 2014. Impact of child domestic labour on children’s education, a case
study of lusaka city in Zambia. European Scientific Journal[Internet].
[diunduh 2015 Des 24]. Tersedia pada:
http://eujournal.org/index.php/esj/article/viewFile/4021/3832.
Endrawati N. 2011. Faktor penyebab anak bekerja dan upaya pencegahannya.
Jurnal Ilmu Hukum[Internet].[diunduh 2016 Jan 3]. Terdapat pada:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/humanity/article/view/1393.
Fitdiarini N, Sugiharti L. 2008. Karakteristik dan pola hubungan determinan
pekerja anak di Indonesia. Penelitian Dinas Sosial [Internet]. [diunduh 2015
Okt 1]; 7 (1). Tersedia
pada:http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/01%20A4%20%20April%20
2008%20_10-15_.pdf.
Guarcello L, Lyon S, Rosati FC. 2008. Child labour and education for all: an issue
paper. rome. Understanding Children Work [Internet]. [diunduh 2016 Jan
11]. Tersedia
pada:http://www.ilo.org/ipec/Action/Education/ChildlabourandEducationf
orAll/lang--en/index.htm.
[ILO]. International labor Organization. 2009. Pekerja Anak di Indonesia 2009.
[Internet]. Dapat diunduh di: http://www.ilo.org/jakarta/whatwedo/
publications/lang--en/contLangid/docNameWCMS_123584/index.htm
Irwanto. 1995. Pekerja Anak di Tiga Kota Besar. Jakarta (ID): Unicef dan Pusat
Penelitian Unika Atma Jaya.
54
Nandi. 2006. Pekerja anak dan permasalahannya..GEA [Internet]. [diunduh 2015
Okt 13]; 6 (2). Tersedia pada:
NANDI/artikel%20jurnal/Artikel_di_Jurnal_GEA.pdf__Pekerja_Anak_da
n_Permasalahannya.pdf.
Priyambada A, Suryahadi A, Sumarto S. 2002. What Happened To Child Labor In
Indonesia During The Economic Crisis; The Trade-Of Between School And
Work. Jakarta (ID): SEMERU Working Paper.
Putri A. 2015. Pengaruh karakteristik individu dan rumah tangga terhadap
kecenderungan anak untuk bersekolah atau bekerja. Malang (ID). Jurnal
Ilmiah [Internet]. [diunduh 2015 Mar 10]. Tersedia pada:
www.ari.nus.edu.sg/docs/wps/wps13_207.pdf.
Rizkiantoi R, Muflikhati I, Hermawati N. 2013. Nilai ekonomi anak, motivasi,
dan self-esteem pekerja anak. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen
[Internet]. [diunduh 2015 Des 7]; 6 (03). Tersedia pada:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/99.
Rosati FC, Rossi M. 2001. Children’s working hours, school enrolment, and
human capital accumulation. Understanding Children’s Work. [Internet].
[diunduh 2015 Des 8]. Tersedia pada:http://www.ucw-
project.org/attachment/workinghours_humancapital.pdf.
Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif
Pembangunan. Jakarta. RajaGrafindo Persada.
Suharto E. 2003. Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Studi Karus Rumah
Tangga Miskin Di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial.
Todaro, Michael P, Smith SC. 2003. Economic Development. England: Pearson
Adison Wesley.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Usman H, Nachrowi N. 2004. Pekerja Anak di Indonesia: Kondisi, Determinasi,
dan Eksploitasi. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesi
Lampiran 1 Peta Desa Lingkungpasir, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat
Utara : Desa Cijolang
Timur : Desa Majasari
Selatan : Desa Harumansari
Barat : Desa Ciaro, Kabupaten Bandung
57
Lampiran 2 Daftar responden No Nama Umur Status Kegiatan
1 Fathiya 14 Pekerja anak
2 Rizkia 9 Hanya bersekolah
3 Salsa Nur Alifa 9 Hanya bersekolah
4 Alfin 11 Hanya bersekolah
5 Nauval Hakul Yakin 11 Hanya bersekolah
6 Intan Nuraeni 9 Hanya bersekolah
7 Syahrul Gunawan 12 Hanya bersekolah
8 Najwa Nur Alia 11 Hanya bersekolah
9 Lola Hermalia 11 Pekerja anak
10 Ayu 9 Hanya bersekolah
11 Nara 10 Pekerja anak
12 Aep Saipullah 14 Pekerja anak
13 Rismawati Wulandari 12 Pekerja anak
14 Deden Deni Nurizki 12 Hanya bersekolah
15 Desti 11 Pekerja anak
16 Devita Rahayu 13 Hanya bersekolah
17 Siti Nur Laela Sari 12 Hanya bersekolah
18 Rizki 14 Pekerja anak
19 Zam Zam 15 Pekerja anak
20 Ayu Wandera 13 Pekerja anak
21 Aggi Marjan Nur Hakim 15 Pekerja anak
22 Luki Muhammad Akbar 14 Pekerja anak
23 Ahmad Ilyas 15 Pekerja anak
24 Ari 15 Pekerja anak
25 Surya kencana 15 Pekerja anak
26 Ade Rosadi 15 Pekerja anak
27 M. Sidqi Al-Faaz 15 Pekerja anak
28 Anjar Nugraha 15 Pekerja anak
29 Irfan 15 Pekerja anak
30 Duki Al-roza 14 Pekerja anak
31 Yana Ferdiansyah 13 Pekerja anak
32 Indri Mulyani 10 Pekerja anak
33 Sutrisno 10 Pekerja anak
34 Ranti laela 13 Pekerja anak
35 Rani Pitriyani 13 Hanya bersekolah
36 Linda Sadiyah 11 Pekerja anak
37 Ridan Maulana 12 Hanya bersekolah
38 Zainal Maulana 11 Pekerja anak
39 Risa Aulia 11 Pekerja anak
40 Asep Jam jam 14 Pekerja anak
41 AS-Syifatun Nafsiah 12 Hanya bersekolah
42 Gilang Ramadhan 11 Pekerja anak
43 Imam Nur Syafaat 12 Pekerja anak
44 Ihwan 15 Hanya bersekolah
45 Dea Permata 14 Hanya bersekolah
46 Dandi 15 Pekerja anak
47 Syaiful Jiliana Malik 12 Hanya bersekolah
48 Firman Amaludin 14 Hanya bersekolah
49 Rika Novita 13 Hanya bersekolah
50 Ahmad Faisal 15 Hanya bersekolah
58
Lampiran 3 Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait di Desa
Lingkungpasir
Umur : “Di sini, anak-anak yang sering bolos sekolah untuk bantu bapak ibunya
kebanyakan dikelas 3 sd neng. Umur segitu soalnya udah bisa diajak bantu-
bantu”(ML, 25 Tahun, Wali kelas murid kelas 3 SD)
Jenis kelamin :
“si Aggi kan laki-laki terus udah gede, masa iya dia ga bantu bapaknya di kebun.
dia juga seneng kerja karena ya temen-temen seumurannya juga pada kerja semua
bantu ibu bapaknya” (Naeni, 47 Tahun, Ibu Rumah Tangga)
Kondisi pendidikan di Desa Lingkungpasir
“saya masuk sekolah terus kok teh, tapi kadang suka enggak klo lagi capek, lagian
telat bangun juga terus terlambat deh pasti, jadi yaudah di rumah aja sekalian
istirahat” (AS, 14 tahun)
“Imam kan anak saya satu-satunya teh, lalaki. kalau bukan dia yang bantuin saya,
terus siapa lagi?” (Kaba, 48 tahun, buruh tani)
“Kata teman sekelasnya dia gak masuk karena bantu bapaknya di kebon, tapi waktu
saya mau pulang ke rumah sebentar, saya lihat lagi pada asik nongkrong di warung”
(Asep, 52 tahun, guru)
“saya sering ngantuk teh kalau dikelas, abisnya saya ketinggalan banyak materi
jadi saya bingung, yaudah jadi tidur aja deh” (MS, 15 tahun)
“kadang suka males teh merhatiin guru, omongannya saya gak ngerti. Mendingan
nanti minta dijelasin temen aja jadi lebih ngerti” (SN, 12 tahun).
“Banyak di sini mah neng, anak-anak yang suka ikut bapaknya ke kebon, tapi itu
abis pulang sekolah kok neng, jadi gak ganggu rutinitas sekolah mereka” (Wawan,
45 tahun, Sekretaris desa)
Pendapatan pekerja anak :
“Anak-anak seneng kerja di sini karena dapet makan selain upah dari kerjaan
mereka neng. Gapapa deh saya repot dikit masaknya sekalian juga buat keluarga
saya kok” (Khaerunnisa, 25 tahun, pemilik home industry karet silk)
“Saya seneng teh kalau di tempat kerja. Banyak temen, bisa ngobrol sambil kerja.
kalau di rumah terus saya bosen. Ini juga saya kerja karena ikutan temen-temen”
(Dandi, 15 tahun)
“Saya udah dibiasain sama bapak ibu saya buat ikut kerja teh, adek saya banyak,
ya jadinya saya bantuin bapak ibu, paling enggak saya gak minta uang jajan lagi
dari bapak dan bisa jajanin adek saya kadang-kadang” (AJ, 14 tahun, pekerja anak).
Pendidikan kepala rumah tangga :
59
“Si Risa mah sekolahnya gak usah tinggi-tinggi gapapa neng. dia kan anak cewek,
biar aja bantu-bantu ibunya di rumah” (DA, 36 tahun, buruh tani)
Pekerjaan kepala rumah tangga
“Daripada main, atau bolos sekolah karena males, ya mending saya ajak ke kebon
bantuin saya. Biar dia tau dan jadi biasa kan nanti kalau sekolahnya udahan lulus,
dia bisa bantuin saya” (SS, 40 tahun, buruh tani)
Hubungan pekerja anak dengan pencapaian pendidikan
“Daripada main, atau bolos sekolah karena males, ya mending saya ajak ke kebon
bantuin saya. Biar dia tau dan jadi biasa kan nanti kalau sekolahnya udahan lulus,
dia bisa bantuin saya” (SS, 40 tahun, buruh tani)
60
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian
Lokasi tempat bekerja pekerja anak (buruh) di home industry tehAnis.
Pekerja anak (keluarga)
61
Kondisi perumahan dan lingkungan Desa Lingkungpasir
Lampiran 5 Contoh raport sekolah anak-anak di Desa Lingkungpasir
62
Lampiran 6 Olahan data menggunakan SPSS
Statistics
Gol_umur Jx Status Goljum_ART DidixXRT XerjaXRT Gol_pendapatan
N Valid 50 50 50 50 50 49 50
Missing 0 0 0 0 0 1 0
Gol_umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 7 14.0 14.0 14.0
2 17 34.0 34.0 48.0
3 26 52.0 52.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 29 58.0 58.0 58.0
2 21 42.0 42.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Status
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 30 60.0 60.0 60.0
2 20 40.0 40.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Gol_jum_ART
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 10 20.0 20.0 20.0
2 35 70.0 70.0 90.0
3 5 10.0 10.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
DidikKRT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 3 36 72.0 72.0 72.0
4 10 20.0 20.0 92.0
5 4 8.0 8.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
63
KerjaKRT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 2 2 4.0 4.1 4.1
3 22 44.0 44.9 49.0
5 1 2.0 2.0 51.0
6 20 40.0 40.8 91.8
9 2 4.0 4.1 95.9
10 2 4.0 4.1 100.0
Total 49 98.0 100.0
Missing System 1 2.0
Total 50 100.0
Pengeluaran_Tot
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 10 20.0 20.0 20.0
2 36 72.0 72.0 92.0
3 4 8.0 8.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Gol_kehadirandisekolah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 30 60.0 60.0 60.0
2 20 40.0 40.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
gol_jamkerja_
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 10 20.0 33.3 33.3
2 20 40.0 66.7 100.0
Total 30 60.0 100.0
Missing System 20 40.0
Total 50 100.0
64
Gol_luas
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 27 54.0 54.0 54.0
2 18 36.0 36.0 90.0
3 5 10.0 10.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Kerja_KRT * Status Crosstabulation
Status
Total 1 2
Kerja_KRT 2 Count 2 0 2
% within Kerja_KRT 100.0% 0.0% 100.0%
3 Count 18 4 22
% within Kerja_KRT 81.8% 18.2% 100.0%
5 Count 1 0 1
% within Kerja_KRT 100.0% 0.0% 100.0%
6 Count 6 14 20
% within Kerja_KRT 30.0% 70.0% 100.0%
9 Count 1 1 2
% within Kerja_KRT 50.0% 50.0% 100.0%
10 Count 2 1 3
% within Kerja_KRT 66.7% 33.3% 100.0%
Total Count 30 20 50
% within Kerja_KRT 60.0% 40.0% 100.0%
Gol_pendapatan * Status Crosstabulation
Status
Total 1 2
Gol_pendapatan 1 Count 15 1 16
% within Gol_pendapatan 93.8% 6.3% 100.0%
2 Count 11 5 16
% within Gol_pendapatan 68.8% 31.3% 100.0%
3 Count 4 14 18
% within Gol_pendapatan 22.2% 77.8% 100.0%
Total Count 30 20 50
% within Gol_pendapatan 60.0% 40.0% 100.0%
65
Didik_KRT * Status Crosstabulation
Status
Total 1 2
Didik_KRT 3 Count 24 12 36
% within Didik_KRT 66.7% 33.3% 100.0%
4 Count 4 6 10
% within Didik_KRT 40.0% 60.0% 100.0%
5 Count 2 2 4
% within Didik_KRT 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 30 20 50
% within Didik_KRT 60.0% 40.0% 100.0%
Goljum_ART * Status Crosstabulation
Status
Total 1 2
Goljum_ART 1 Count 12 14 26
% within Goljum_ART 46.2% 53.8% 100.0%
2 Count 15 6 21
% within Goljum_ART 71.4% 28.6% 100.0%
3 Count 3 0 3
% within Goljum_ART 100.0% 0.0% 100.0%
Total Count 30 20 50
% within Goljum_ART 60.0% 40.0% 100.0%
Status * Gol_taraf_hidup Crosstabulation
Gol_taraf_hidup
Total 1 2 3
Status 1 Count 15 11 4 30
% within Status 50.0% 36.7% 13.3% 100.0%
2 Count 2 3 15 20
% within Status 10.0% 15.0% 75.0% 100.0%
Total Count 17 14 19 50
% within Status 34.0% 28.0% 38.0% 100.0%
66
Status * Gol_skor_pendidikan Crosstabulation
Gol_skor_pendidikan
Total 1 2 3
Status 1 Count 20 6 4 30
% within Status 66.7% 20.0% 13.3% 100.0%
2 Count 0 8 12 20
% within Status 0.0% 40.0% 60.0% 100.0%
Total Count 20 14 16 50
% within Status 40.0% 28.0% 32.0% 100.0%
Symmetric Measures
Value
Approximate
Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .610 .020
N of Valid Cases 50
67
Lampiran 2 Kuisioner
Nomor Responden
Hari, Tanggal Survei
Tanggal Entri Data
Kuesioner Penelitian
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
I. Profil Responden
1 Nama :
2 Umur :
3 Jenis kelamin :
4 Status kegiatan anak : 1. Pekerja Anak (Buruh)
2. Pekerja Anak (Rumah Tangga)
3. Hanya Bersekolah
II. Keterangan Rumah Tangga
No.
Urut
ART
Nama anggota rumah
tangga (ART)
(Tulis siapa saja yang
biasanya tinggal dan
makan di rumah
tangga ini baik
dewasa, anak-anak
maupun bayi)
Hubungan
dengan
kepala
rumah
tangga
(kode)
Jenis kelamin
1. laki-laki
2. perempuan
1.
Umur
(tahun)
Pendidikan
tertinggi yang
ditamatkan
(kode)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
68
Kode kolom (3)
Hubungan dengan kepala rumah tangga:
1.Kepala rumah tangga
2.Istri/suami
3.Anak
4.Menantu
5.Cucu
6.Orangtua/mertua
7.Famili lain
8.Pembantu rumah tangga
Kode kolom (6)
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan:
1.Tidak/belumpernah bersekolah
2.Tidak tamatSD/MI
3.SD/MI
4.SMP/MTs
5.SMA/SMK/MA
6.Diploma I
7.Diploma II
8.Diploma III
9.Diploma IV/S1
III. Pencapaian Pendidikan
Rencana Pendidikan
5 Apakah anak mempunyai rencana
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi
a. Anak tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi atau putus sekolah
b. Anak belum mempunyai rencana untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi
c. Anak sudah mempunyai rencana untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi
6 Peringkat berapa yang ditargetkan anak
di semester depan
a. Tidak masuk 10 besar
b. 10 besar
c. 5 besar
7 Sejauh mana jenjang pendidikan yang
akan ditempuh anak
a. Sekolah Dasar (SD)
b. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
c. Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK)
8 Bagaimana kualitas sekolah yang
diinginkan untuk menjadi sekolah anak
a. Biaya rendah dan memiliki kualitas pendidikan
yang minimal
b. Biaya sedang dan memiliki kualitas pendidikan
yang standar
c. Biaya tinggi dan memiliki kualitas pendidikan
diatas rata-rata
9 Jumlah tahun sekolah yang sudah
ditamatkan anak
a. 2 tahun
b. 4-6 tahun
c. lebih dari 6 tahun
10 Apakah anak diizinkan bersekolah jauh
dari keluarga untuk mendapatkan
pendidikan yang lebih baik
a. Tidak, Alasan….
b. Ya
Prestasi Pendidikan
69
11 Peringkat berapa anak bapak/ibu di
sekolah
a. tidak termasuk10 besar
b. 10 besar
c. 5 besar
12 Apakah anak bapak/ibu pernah mewakili
sekolah untuk mengikuti perlombaan
a. Ya, menang
b. Ya, kalah
c. Tidak pernah
13 Apakah anak rajin mengerjakan
pekerjaan rumah yang diberikan oleh
guru
a. Ya
b. Tidak
14 Kapan anak anda mengerjakan pekerjaan
rumah tersebut
15 Apakah anak anda mengalami kesulitan
menerima pelajaran di sekolah
a. Ya
b. Tidak
16 Apakah anak pernah membolos sekolah a. Ya
b. Tidak
17 Bagaimana presentase kehadiran anak di
sekolah
a. rendah
b. tinggi
18 Bagaimana rata-rata nilai (kognitif) anak
di sekolah
a. rendah
b. tinggi
Jika status kegiatan anak hanya bersekolah, pertanyaan cukup sampai di sini
IV. Pekerja Anak
19 Sejak usia berapa mulai bekerja :
20 Apakah responden bekerja karena kemauan
sendiri
: [ ] ya [ ] tidak
21 Berapa rata-rata jam kerja responden per hari :
22 Berapa hari dalam satu minggu responden
bekerja
23 Apakah responden bekerja untuk mendapatkan
upah dalam bentuk uang maupun barang
: [ ] ya [ ] tidak
24 Apakah responden menjalankan atau melakukan
beberapa macam usaha besar atau kecil, secara
perseorangan atau dengan rekan
: [ ] ya [ ] tidak
25 Apakah responden bekerja sebagai pekerja
rumah tangga untuk mendapatkan upah
: [ ] ya [ ] tidak
26 Apakah responden bekerja dan menjadi pekerja
rumah tangga tidak mendapat upah
: [ ] ya [ ] tidak
27 Berapa penghasilan yang didapatkan responden
dari bekerja (jika ada)
:
28 Apakah responden bekerja di tanah miliknya atau
milik rumah tangganya. (sawah, kebun,
membantu mengembangkan produksi)
: [ ] ya [ ] tidak
70
IV. Pekerja Anak
29 Apakah responden bekerja di bidang pertanian : [ ] ya [ ] tidak
30 Apakah responden bekerja di bidang non
pertanian
: [ ] ya [ ] tidak
31 Apakah responden pernah terluka saat bekerja : [ ] ya [ ] tidak
32 dari cedera tersebut, apakah mempengaruhi
aktifitas pekerjaan/sekolah responden
: [ ] ya [ ] tidak
33 Apakah pekerjaan responden menyita waktu
belajar atau bermain
: [ ] ya [ ] tidak
V. Taraf Hidup Rumah Tangga
No Pertanyaan/Pilihan Jawaban
34 Rata-rata pendapatan untuk kebutuhan hidup
sehari-hari, termasuk biaya untuk pendidikan,
kesehatan, kegiatan sosial, kegiatan
keagamaan, dan rekreasi rumahtangga
Bapak/Ibu setiap bulan selama Tahun 2015?
Rp
Kepala keluarga
Istri
Anak/ lainnya
Bantuan
35 Rata-rata pengeluaran total rumah tangga
(pendapatan responden dan anggota
rumahtangga lainnya) Bapak/Ibu setiap bulan
selama Tahun 2015 ini?
Rp
Makanan
Rokok
Bahan bakar (Solar, bensin, minyak tanah,
tabung gas, dll)
Pendidikan anak
Kesehatan
Pakaian
Listrik
Air
36 Kondisi bangunan yang bapak atau ibu tempati a. Tidak permanen
b. Semi Permanen
c. Permanen
37 Luas (m2) lahan pekarangan rumah (termasuk
luas rumah) yang bapak atau ibu tempati
sekarang
71
V. Taraf Hidup Rumah Tangga
38 Status rumah dan lahan pekarangan yang bapak
atau ibu tempati sekarang
a. sewa
b. menumpang
c. milik sendiri
39 Sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari
rumahtangga bapak/ibu
a. mata air
b. Sumur
c. PAM
40 Bahan bakar (energi) yang digunakan untuk
masak sehari-hari di rumahtangga bapak/ibu
a. arang/ kayu
b. gas/ minyak tanah
c. listrik
41 Jenis penerangan yang digunakan di
rumahtangga bapak/ibu
a. biogas
b. lampu minyak tanah
c. lampu listrik
42 Tempat ART bapak/ibu mandi dan buang air
besar sehari-hari
a. kamar mandi umum tanpa septic
tank
b. kamar mandi umum dengan septic
tank
c. kamar mandi sendiri tanpa septic
tank
d. kamar mandi sendiri dengan septic
tank
43 Kepemilikan dan jumlah barang berharga 1. mobil
2. sepeda motor
3. komputer/laptop
4. TV
5. Video player
6. lemari es
7. mesin cuci
Keterangan:
jika memiliki 0-1 kategori jumlah
skor 1
jika memiliki 2-3 kategori jumlah
skor 2
jika memiliki 3 atau lebih kategori
jumlah skor 3
44 Tempat bapak/ibu/ART bapak/ibu paling sering
berobat
a. puskesmas/pustu
b. dukun/ bidan/ mantri
c. dokter praktek/rumah sakit
45 Tingkat kesejahteraan/taraf hidup rumahtangga
menurut bapak/ibu sejak tahun 2011 sampai
sekarang
a. semakin menurun
b. tetap
c. semakin meningkat
72
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Ayah penulis
bernama Eka Firdaus dan Ibu penulis bernama Aan Mardiah. Adik penulis bernama
Miqdad Firdaus, Hana Solihah Firdausi dan Miftah Sidiq Firdaus. Penulis lahir di
Depok pada tanggal 18 Oktober 1993. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah
Dasar Muhammadiyah 01 Kukusan pada tahun 2005, SMPIT As-Syifa Boarding
School tahun 2008, Madrasah Aliyah Negeri 7 Jakarta tahun 2012. Setelah lulus
Sekolah Menengah Atas, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima sebagai mahasiswi di
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Angkatan 2012/ 49.
Kegiatan penulis selama menempuh studi di IPB adalah menjadi pengurus
DPM-FEMA (Dewan Perwakilan Mahasiswa) selama satu tahun sebagai Anggota
Komisi I kepengurusan 2013-2014. Juga mengikuti berbagai kepanitiaan salah
satunya event bisnis yaitu IPB Business Festival. Beberapa kali menjuarai lomba
tulis puisi di IAC (IPB Art Contest) dan berpartisipasi aktif dalam setiap
kesempatan kegiatan menulis. Salah satu karya penulis sedang diterbitkan di buku
kumpulan puisi Forum Sastra Ilusi (FOSIL) oleh penerbit KAKAYE.