hubungan pemberian susu formula dengan …repository.poltekkes-kdi.ac.id/182/1/hubungan pemberian...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PEMBERIAN SUSU FORMULA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-6 BULANDI PUSKESMAS LEPO-LEPO KOTA KENDARI
TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan pada Program Studi Diploma III Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Kendari
Disusun Oleh:
ANNISA FAUZIAHNIM. P00324013001
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANANPROGRAM STUDI DIII
TAHUN 2016
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Hubungan Pemberian Susu Formula dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari
Tahun 2016
Annisa Fauziah1, Petrus2, Arsulfa3
Latar Belakang: Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari dengan perubahan konsistensi tinja menjadi cair, dengan atau tanpa darah. Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan pemberian susu formula dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016.Metode Penelitian: Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi usia 0-6 bulan yang berkunjung di Poli Anak Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari dari tanggal 27 April-14 Mei 2016 berjumlah 33 bayi. Sampel penelitian sebanyak 30 bayi dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Accidental Sampling. Analisis data untuk mengetahui interaksi dua variabel menggunakan uji Chi Square dan Ratio Prevalens.Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil uji Chi Square pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) didapatkan nilai X2 hitung sebesar 4,043 lebih besar dari X2 tabel yaitu 3,841. Dari perhitungan Ratio Prevalens, bayi yang diberikan susu formula 2 kali lebih besar mengalami diare dibandingkan bayi yang tidak diberikan susu formula.Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari tahun 2016.Saran: Menyarankan kepada seluruh ibu menyusui sebaiknya memberikan bayinya susu formula pada saat bayi berumur di atas 6 bulan.Kata Kunci: Susu formula dengan kejadian diare
1. Mahasiswa Jurusan DIII Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari2. Pembimbing I3. Pembimbing II
vi
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas
a. Nama : Annisa Fauziah
b. Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 15 Mei 1997
c. Suku : Bugis
d. Agama : Islam
e. Alamat : Jl. Titang No 20
II. Jenjang Pendidikan
a. TK Al-Hidayah Kendari tamat tahun 2003
b. MIS Pesri Kendari tamat tahun 2009
c. SMP Negeri 1 Kendari tamat tahun 2011
d. SMA Negeri 1 Kendari tamat tahun 2013
e. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan DIII Kebidanan sejak tahun
2013
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas limpahan rahmat, hidayat, dan karunia yang diberikan,
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Hubungan Pemberian Susu
Formula dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas
Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini telah melewati perjalanan panjang.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
bapak Petrus, SKM, M.Kes selaku pembimbing I dan ibu Arsulfa, S.Si.T,
M.Keb selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan
pemikirannya dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab guna
memberikan bimbingan serta petunjuk kepada penulis dalam proses
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini sehingga dapat terselesaikan. Tidak
lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kendari
2. Ibu Halijah, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kendari
3. Ibu dr. Jenny Arni Harly Tombili selaku Kepala Puskesmas Lepo-Lepo
Kota Kendari
viii
4. Ibu Hj. Nurnasari, SKM, M.Kes selaku penguji I, ibu Halijah, SKM,
M.Kes selaku penguji II, dan ibu Askrening, SKM, M.Kes selaku
penguji III, yang telah memberi saran dan masukan dalam
penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini
5. Para dosen dan seluruh staf di lingkungan Politeknik Kesehatan
Kendari
6. Teristimewa kepada Ayahanda Ir. Muh. Thamrin dan Ibunda Jumarni
NDR, SH yang senantiasa memberikan doa, semangat, motivasi, dan
cinta kepada penulis selama menempuh pendidikan
7. Adik-adikku terkasih Cha-Cha dan Dhiva yang telah memberikan
perhatian, dukungan, serta berbagi kasih sayang dengan penulis
8. Terkhusus sahabat sejati Alvina dan Jelita terima kasih atas doa,
dukungan, dan persahabatan terindah yang diberikan kepada penulis
9. Teman kelompok praktik klinik kebidanan Ainul, Sumi, Ulmi, Wina, Iun
10.Seluruh rekan-rekan mahasiswi Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kendari Angkatan 2013
Karya Tulis Ilmiah ini merupakan jerih payah maksimal dari penulis,
mungkin masih banyak kesalahan dan kekurangan oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga Karya
Tulis Ilmiah ini bermanfaat.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Kendari, 01 Juli 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. iHALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. iiHALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iiiHALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................ ivABSTRAK .......................................................................................... vRIWAYAT HIDUP ............................................................................... viKATA PENGANTAR ........................................................................... viiDAFTAR ISI......................................................................................... ixDAFTAR TABEL ................................................................................ xDAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiBAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1B. Rumusan Masalah ................................................................... 4C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 5D. Manfaat Penelitian .................................................................... 5E. Keaslian Penelitian ................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan tentang Susu Formula ............................................... 8B. Tinjauan tentang Diare .............................................................. 14C. Hubungan Pemberian Susu Formula dengan Kejadian Diare
pada Bayi Usia 0-6 Bulan ......................................................... 22D. Kerangka Teori ......................................................................... 24E. Kerangka Konsep ..................................................................... 25F. Hipotesis ................................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIANA. Jenis dan Desain Penelitian ..................................................... 26B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 27C. Populasi dan Sampel ............................................................... 27D. Definisi Operasional ................................................................. 28E. Instrumen Penelitian ................................................................. 28F. Prosedur Pengumpulan Data ................................................... 29G. Pengolahan Data ...................................................................... 29H. Analisis Data ............................................................................ 30I. Penyajian Data ......................................................................... 32J. Etika Penelitian ......................................................................... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................... 33B. Hasil Penelitian ........................................................................ 36C. Pembahasan ........................................................................... 38
BAB V PENUTUPA. Kesimpulan ............................................................................... 41B. Saran ....................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1. Jumlah dan Jenis Tenaga Kesehatan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ……………………………………………………………….. 35
2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemberian Susu pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016 ……………………………………………………………….. 36
3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016 ……………………………………………………………….. 36
4. Hubungan Pemberian Susu Formula dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016 ……………………………………………... 37
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 Pengantar Kuesioner
Lampiran 5 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 6 Kuesioner Penelitian
Lampiran 7 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 8 Master Tabel
Lampiran 9 Analisis Hasil Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari 3 kali sehari dengan perubahan konsistensi tinja
menjadi cair, dengan atau tanpa darah (Suraatmaja, 2010). Penyakit diare
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun
(Khoirunnisa, 2010). World Health Organization (WHO) mengestimasikan
bahwa terdapat lebih dari 2 milyar kasus diare di dunia dan 1,5 juta di
antaranya berakhir fatal (Wardianti, 2013).
Faktor penyabab diare tidak berdiri sendiri akan tetapi saling terkait
dan sangat kompleks. Pemberian susu formula sebagai pengganti Air
Susu Ibu (ASI) pada bayi, penggunaannya semakin meningkat dan
merupakan salah satu faktor penyebab diare pada bayi. Pemberian susu
formula dianjurkan setelah bayi memasuki usia 6 bulan karena pada usia
dibawah 6 bulan, kebutuhan gizi bayi masih dapat dipenuhi oleh ASI
(Suraatmaja, 2010).
ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, terutama bagi bayi usia 0-6
bulan. Pada usia 6-12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi
dan ditambah Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Sampai umur 2 tahun,
2
pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat.
Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tahun
2014, diketahui rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI sampai
usia 3 bulan.
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat penting bagi tumbuh kembang
yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena
itu, pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga
kesehatan agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar (Banudi,
2012). Selain itu, pemberian ASI dapat menurunkan risiko kematian bayi.
Kita ketahui bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu
indikator kesehatan di suatu negara. Data SDKI tahun 2012 menunjukkan
AKB di Indonesia cukup tinggi yaitu 32/1000 kelahiran hidup.
Mengacu pada target program Departemen Kesehatan RI tahun
2014 sebesar 80%, maka secara nasional cakupan pemberian ASI
ekslusif sebesar 52,3% belum mencapai target. Menurut provinsi hanya
terdapat 1 provinsi yang berhasil mencapai target yaitu Provinsi Nusa
Tenggara Barat (84,7%). Provinsi Jawa Barat (21,8%), Papua Barat
(27,3%), dan Sumatera Utara (37,6%) merupakan 3 provinsi dengan
pencapaian terendah.
Rendahnya cakupan ASI tersebut diiringi dengan peningkatan
pemberian susu formula. Data Riskesdas menyebutkan makanan
pralakteal yang paling banyak diberikan kepada bayi usia 0-6 bulan
3
adalah susu formula. Pada tahun 2010 bayi yang diberikan susu formula
sebesar 71,3% dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 79,8%.
Bayi yang diberikan susu formula mempunyai risiko 14 kali
mengalami diare dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi susu
formula. Sebanyak 40 kelompok kasus, 37 bayi (92,5%) pada kelompok
kasus menderita diare dan diberi susu formula (Astari, 2013).
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka
kejadian diare yang cukup tinggi. Indonesia menduduki peringkat ke 13
negara dengan kasus diare tertinggi yaitu sebanyak 3,5 juta kasus diare
pada balita (DepKes RI, 2015).
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.501 kasus diare
sepanjang tahun 2011 lalu di 12 provinsi, jumlah ini meningkat drastis
dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu
sebanyak 1.436 orang. Diawal tahun 2012, tercatat 2.159 orang di Jakarta
yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. Melihat data tersebut
dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan,
departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu prioritas
kesehatan ditingkat lokal dan nasional karena mempunyai dampak besar
pada kesehatan masyarakat (DepKes RI, 2012).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2014 jumlah kejadian diare pada semua kelompok umur
sebesar 50.108 jiwa dari total tersebut, sebanyak 16.469 (32,87%) terjadi
pada balita.
4
Data dari Dinas Kesehatan Kota Kendari tahun 2010 menunjukkan
prevalensi kejadian diare di Kota Kendari tahun 2010 sebesar 23,40%
(5.312 kasus) dan 3.134 kasus (58,9 %) terjadi pada bayi usia 0-6 bulan
dengan korban meninggal 2 orang dengan usia rata-rata dibawah 6 bulan
(CFR 0,04%). Pada tahun 2011 meningkat menjadi 23,47% (5.614 kasus)
dan sebanyak 3.390 kasus (60,4%) terjadi pada bayi usia 0-6 bulan
dengan korban meninggal 3 orang dengan usia rata-rata dibawah 6 bulan
(CFR 0,05%) dan pada tahun 2012 meningkat kembali kembali menjadi
26,52% (6.923 kasus), sebanyak 4.122 kasus (59,5%) terjadi pada bayi
usia 0-6 bulan dengan korban meninggal 3 orang dengan usia rata-rata
dibawah 6 bulan (CFR 0,04%) (Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2012).
Berdasarkan data register Puskesmas Lepo-Lepo pada tahun 2014
jumlah kunjungan bayi usia 0-6 bulan yang menderita diare sebanyak 82
bayi. Pada tahun 2015 tercatat jumlah bayi usia 0-6 bulan yang
berkunjung ke Puskesmas Lepo-Lepo sebanyak 946 bayi. Sedangkan
jumlah kunjungan bayi yang menderita diare pada tahun 2015 sebanyak
105 (11,09%). Pada bulan Januari-Maret tahun 2016 tercatat jumlah
kunjungan bayi usia 0-6 bulan yang menderita diare sebanyak 26 bayi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah terdapat
hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian diare pada
bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari tahun 2016?”.
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan pemberian susu formula dengan kejadian
diare pada bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari
tahun 2016.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi pemberian susu formula pada bayi
usia 0-6 bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari tahun
2016.
b. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian diare pada bayi usia 0-6
bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari tahun 2016.
c. Menganalisis hubungan pemberian susu formula dengan kejadian
diare pada bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota
Kendari tahun 2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber
informasi penentu kebijakan baik Departemen Kesehatan, Dinas
Kesehatan, maupun instansi terkait dalam menyusun perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi program yang terkait dalam upaya
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada bayi usia 0-6 bulan
akibat diare setelah pemberian susu formula.
6
2. Manfaat ilmiah
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
informasi dalam memperkaya wawasan ilmu pengetahuan dan bahan
kepustakaan sekaligus dapat dijadikan acuan untuk penelitian
selanjutnya.
3. Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
pengalaman berharga sekaligus bahan pengetahuan bagi peneliti
tentang permasalahan kesehatan khususnya yang berhubungan
dengan kejadian diare dan pemberian susu formula.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini sebelumnya pernah diteliti oleh beberapa orang
peneliti diantaranya:
a. Herlina, Andika (2011) Hubungan Cara Penyediaan Susu Formula
dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir
Selatan. Desain yang digunakan adalah metode survey analitik
dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Populasi
penelitian ini adalah seluruh bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Balai Selasa Kecamatan Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir
Selatan sejumlah 102 bayi. Sampel diambil secara Purposive
Sampling.
7
b. Wardianti, Tunik (2013) Penyajian Susu Formula terhadap Kejadian
Diare pada Bayi Usia 0-24 Bulan di RS Surabaya Medical Service.
Desain yang digunakan adalah metode survey analitik dengan
menggunakan pendekatan Cross Sectional. Populasi ini adalah
seluruh anak usia 0-24 bulan di RS Surabaya Medical Service.
Populasi penelitian ini adalah seluruh bayi yang dirawat di ruang Irna
RS Surabaya Medical Service sejumlah 38 bayi. Sampel diambil
secara Purposive Sampling. Jenis data yang digunakan adalah data
primer dan sekunder.
c. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak dari judul, usia
sampel, besar sampel, teknik pengambilan sampel, tempat, dan waktu
penelitian. Jumlah variabel yang digunakan adalah 2 variabel dengan
melihat hubungan antar kedua variabel dengan menggunakan desain
penelitian Cross Sectional Study dengan teknik pengambilan sampel
yaitu Accidental Sampling.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Susu Formula
1. Pengertian susu formula
Menurut WHO (World Health Organization), susu formula adalah
susu yang sesuai dan bisa diterima sistem tubuh bayi. Susu formula
yang baik tidak menimbulkan gangguan saluran cerna seperti diare,
muntah atau kesulitan buang air besar. Susu formula bayi adalah
cairan atau bubuk dengan formula tertentu yang diberikan pada bayi.
Susu formula berfungsi sebagai pengganti ASI. Susu formula memiliki
peranan yang penting dalam makanan bayi karena seringkali
digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi bagi bayi. Oleh karena
itu, komposisi susu formula yang diperdagangkan dikontrol dengan
hati-hati. Oleh FDA (Food and Drugs Association atau Badan
Pengawas Obat dan Makanan Amerika) mensyaratkan produk ini
harus memenuhi standar ketat agar bisa memenuhi kebutuhan gizi
pada bayi, bisa diterima saluran pencernaan, dan tidak mengandung
bahan-bahan yang tidak diperlukan tubuh. Susu formula adalah susu
yang dibuat dari susu sapi atau susu buatan yang dibuat
komposisinya sehingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI. Alasan
dipakainya susu sapi sebagai bahan dasar disebabkan oleh
banyaknya susu yang dapat dihasilkan oleh peternak (Pudjiadi, 2002).
9
2. Komposisi susu formula
Komposisi zat gizi susu formula selalu sama untuk setiap kali
minum (sesuai aturan pakai), hanya sedikit mengandung imunoglobin
yang sebagian besar merupakan jenis yang “salah” (tidak diperlukan
tubuh). Selain itu, tidak mengandung sel-sel darah putih dan sel-sel
lain dalam keadaan hidup (Pudjiadi, 2002).
a. Lemak
Kadar lemak disarankan antara 2,7-4,1 g/100 ml. Komposisi
asam lemaknya harus sesuai hingga bayi umur 1 bulan dapat
menyerap sedikitnya 85%.
b. Protein
Kadar protein harus berkisar antara 1,2 dan 1,9 g/100 ml.
Dengan rasio laktalbumin/kasein ± 60/40. Oleh karena kandungan
protein daripada formula ini relatif rendah maka komposisi asam
aminonya harus identik atau hampir identik dengan yang terdapat
dalam protein ASI. Protein demikianlah yang dapat dipergunakan
seluruhnya oleh bayi pada minggu-minggu pertama setelah
dilahirkan. Pemberian protein yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan meningginya kadar ureum, amoniak, serta asam
amino dalam darah.
Perbedaan antara protein ASI dan susu formula terletak
pada kandungannya (susu fomula mengandung 3,3 g/100 ml) dan
rasio antara protein whey dan kaseinnya pada ASI 60/40,
10
sedangkan pada susu sapi 20/80. Bayi baru lahir dan terutama
yang dilahirkan sebagai prematur dapat mengubah asam amino
metionin menjadi sistein, sehingga pemberian susu sapi tanpa
diubah dahulu menyebabkan kekurangan relatif sistein.
Penambahan protein whey akan memperbaiki susunan asam
aminonya hingga mendekati kandungan sistein yang terdapat
dalam ASI. Beberapa produsen susu menambahkan taurin pada
produk susu formula.
c. Karbohidrat
Kandungan karbohidrat yang disarankan pada susu formula
antara 5,4 dan 8,2 g/100 ml. Dianjurkan supaya sebagai
karbohidrat hanya atau hampir seluruhnya memakai laktosa,
selebihnya glukosa atau destrin-maltosa. Tidak dibenarkan pada
pembuatan susu formula ini untuk memakai tepung atau madu,
maupun diasamkan (acidified) karena belum diketahui efek
sampingnya dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
d. Mineral
Mineral dalam susu sapi seperti natrium, kalium, kalsium,
fosfor, magnesium, klorida, lebih tinggi 3-4 kali dibandingkan
dengan yang terdapat dalam ASI. Pada pembuatan susu formula
adaptasi kandungan berbagai mineral harus diturunkan hingga
jumlahnya berkisar antara 0,25 dan 0,34 g/100 ml. Kandungan
mineral dalam susu formula adaptasi memang rendah dan
11
mendekati yang terdapat pada ASI. Penurunan kadar mineral
sangat diperlukan oleh karena bayi baru lahir belum dapat
mengekresi dengan sempurna kelebihan kadar mineral.
e. Energi
Banyaknya energi dalam susu formula bisanya disesuaikan
dengan jumlah energi yang terdapat pada ASI.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula
Beberapa teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pemberian susu formula pada bayi usia kurang dari 6 bulan, yaitu
sebagai berikut.
a. Menurut teori yang dikemukakan oleh Jalaluddin (2000)
mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pemberian susu
formula, adalah sebagai berikut.
1) Faktor fungsional
Faktor fungsional yang menentukan distribusi berasal dari
kebutuhan, pengalaman juga menentukan persepsi bukan
stimulasi itu, pada kasus dimana ibu menganggap remeh
pemberian ASI dan dengan mudah menggantikannya dengan
susu formula disebabkan karena faktor pekerjaan. Disini
dilihat faktor kebutuhan ekonomi telah diutamakan.
2) Faktor perhatian
Dimana ketika stimulasi atau rangkaian stimulasi menjadi
menonjol dalam kesadaran pada saat stimulasi lain melemah.
12
Ditentukan oleh situasional atau determinan yang bersifat
eksternal (menarik perhatian). Contoh sekarang yang dapat
kita lihat dengan meningkatnya atau gencarnya iklan susu
formula dengan berbagai daya tariknya yang disajikan
dibandingkan dengan iklan pemberian ASI yang nyaris tak
nampak.
3) Faktor struktural
Faktor struktural yang menentukan distribusi dalam
memahami seseorang dapat dilihat dari konteksnya,
lingkungannya, dan masalah yang dihadapi, disini individu
dianggap sebagai anggota kelompok, akan dipengaruhi oleh
keanggotaan kelompoknya. Dapat dilihat contoh latar
belakang budaya dalam suatu masyarakat yaitu kebiasaan
dan pola pemberian makanan bayi dari masyarakat setempat.
b. Menurut Moehdji (2002)
Moehdji mengemukakan bahwa penelitian dan pengamatan yang
dilakukan diberbagai daerah menunjukkan dengan jelas adanya
kecenderungan peningkatan jumlah ibu yang tidak menyusui
bayinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu
formula:
1) Iklan yang menyesatkan dari berbagai produk susu formula
menyebabkan ibu beranggapan bahwa makanan-makanan itu
lebih baik dari ASI.
13
2) Pemberian susu botol di klinik bersalin, puskesmas, dan
rumah sakit.
3) Setelah melahirkan ibu bekerja seperti biasa.
4) Adanya keyakinan bahwa bayi mendapat kepuasan lebih
besar dengan pemberian susu formula ketimbang menyusui.
5) Adanya anggapan bahwa dengan menyusui akan merubah
bentuk payudara dan kecantikannya akan hilang.
6) Memberikan susu formula telah mengikuti perkembangan
zaman (ingin dianggap modern).
7) Adanya masalah kesehatan pada ibu dan bayinya sehingga
susu formula diberikan.
4. Mekanisme terjadinya diare karena pemberian susu formula
Susu formula mengandung laktosa yaitu jenis karbohidrat
(disakarida) yang banyak terdapat dalam susu sapi. Laktosa
seharusnya dapat diserap tubuh setelah dipecah atau dicerna menjadi
glukosa dan galaktosa. Hasil pemecahan laktosa inilah yang dapat
dimanfaatkan oleh tubuh sebagai sumber energi. Pemecahan laktosa
terjadi dengan adanya enzim laktase. Enzim laktase ini dihasilkan oleh
jonjot-jonjot usus halus tubuh manusia. Pada bayi usia 0-6 bulan
enzim laktase terdapat dalam jumlah yang sedikit, maka laktosa
tersebut sulit untuk dicerna. Bila susu formula yang tinggi kadar
laktosanya beredar di usus besar maka yang terjadi adalah tekanan
osmosis usus yang lebih tinggi akan menarik molekul air dari dalam
14
usus besar, sehingga air dalam lumen usus bertambah. Hal ini
menyebabkan terbentuknya tinja yang lunak bahkan encer. Bila
laktosa masuk ke usus halus, maka laktosa ini akan dipecah oleh
bakteri usus menjadi gas dan asam laktat yang menyebabkan perut
kembung dan diare (Suraatmaja, 2010).
5. Peran dan tanggung jawab bidan
Menurut Taylor (2005) secara ringkas peran dan tanggung jawab
bidan adalah sebagai berikut.
a) Mengetahui jenis susu formula yang sehat untuk bayi.
b) Mengetahui tentang susu formula, cara membuat, dan
penyimpanannya.
c) Memberikan penyuluhan kesehatan kepada orang tua untuk
memastikan bahwa bayi mendapatkan nutrisi yang baik dengan
teknik pemberian makanan yang aman dan benar.
d) Memberikan dorongan dan dukungan pada orang tua dalam
pilihannya.
B. Tinjauan tentang Diare
1. Pengertian
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari dengan perubahan
konsistensi tinja menjadi cair, dengan atau tanpa darah (Suraatmaja,
2010).
15
2. Gejala klinis diare
Menurut Sudarti (2010), adalah anak cengeng, gelisah, suhu
meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair berlendir terkadang
disertai darah, lama-lama berwarna hijau dan asam, anus lecet,
dehidrasi, bila terjadi dehidrasi berat volume darah akan berkurang,
nadi cepat dan kecil, denyut jantung cepat, tekanan darah menurun,
kesadaran menurun, dan diakhiri syok, berat badan turun, turgor kulit
buruk, mata dan ubun-ubun cekung, selaput lendir dan mulut serta
kulit menjadi kering.
3. Patofisiologi
Menurut Suraatmaja (2010), sebagai akibat diare akut maupun
kronis akan kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa,
hipoglikemia, gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan
makanan kurang, pengeluaran bertambah), dan gangguan sirkulasi
darah.
4. Penyebab diare
Menurut Khoirunnisa (2010) pada garis besarnya diare
disebabkan oleh 4 faktor yaitu sebagai berikut.
a. Infeksi
1) Infeksi internal yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran
pencernaan yang merupakan penyebab utama terjadinya
diare. Penyebab diare infeksi internal dapat dibagi menjadi 3
16
kelompok berdasarkan penyebabnya, yaitu virus, bakteri, dan
parasit. Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare akut
pada 20%-80% anak di dunia. Di Indonesia menunjukkan
bahwa sekitar 55% kasus diare akut pada anak balita
disebabkan oleh Rotavirus (Karyana, 2006).
a) Infeksi bakteri: E. Coli, Shigella, Salmonella,
Camphylobacter, Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO), Adenovirus,
Rotavirus.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris irichiuri, Oxyuris,
strongylodies), protozoa (Entamoeba hystolitica), jamur
(Candida albicans).
2) Parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar organ
pencernaan. Misalnya OMA (Otitis Media Akut), Faringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis, dan sebagainya.
b. Malabsorbsi
1) Karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa). Monosakarida (intoleransi glukosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak adalah intoleransi laktosa.
2) Lemak
3) Protein
c. Makanan, misalnya makanan kadalwarsa, keracunan, alergi.
d. Psikologis, misalnya rasa takut atau cemas.
17
5. Faktor risiko terjadinya diare
a. Umur
Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan
anak. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami dari
anak pada usia dibawah 24 bulan (Wardianti, 2013).
b. Jenis kelamin
Risiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih
rendah dari pada golongan pada laki-laki, karena aktivitas laki-laki
dengan lingkungan lebih tinggi (Astari, 2013).
c. Status gizi
Status gizi berpengaruh pada diare. Pada anak yang kurang
gizi karena pemberian makanan yang kurang, kejadian diare lebih
berat, berakhir lebih lama, dan lebih sering terjadi. Pada penderita
kurang gizi terjadi atrofi semua organ termasuk atrofi mukosa usus
halus yang menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dan
diabsorbsi dengan sempurna. Risiko meninggal akibat diare
persisten dan disentri meningkat pada anak yang kurang gizi
(Suraatmaja, 2010).
d. Lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih
dengan sanitasi yang buruk, penyakit mudah menular. Pada
beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare
merupakan penyakit endemik (Suraatmaja, 2010).
18
e. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi
status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan
ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga
khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki
status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan
balita tersebut terkena diare. Mereka yang berstatus ekonomi
rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare
(Astari, 2013).
f. MP-ASI
Pemberian MP-ASI berisiko untuk menderita diare dari pada
bayi dengan ASI ekslusif selama 6 bulan pertama kehidupan. Baik
itu jenis, porsi, serta usia pemberian sehingga risiko kematian
karena diare lebih tinggi.
Tinja bayi yang minum ASI, secara alami lebih lunak dari
pada tinja bayi yang yang minum susu sapi. Diare pada bayi yang
minum ASI adalah tidak biasa dan harus dianggap infeksi sampai
terbukti penyebab lain (Nelson, 2000).
ASI pada dasarnya tidak terkontaminasi oleh bakteri,
organisme pathogen, sedangkan susu formula terkontaminasi oleh
bakteri yang tidak berbahaya akan tetapi dapat berpotensi tinggi
terhadap kejadian diare (Nelson, 2000).
19
Penyebab diare utama pada bayi adalah sensitivitas
(ambang kepekaan) terhadap susu sapi atau protein kedelai.
Intoleransi karbohidrat biasanya akibat dari defisiensi disakarida.
Akibat lain adalah makanan karbohidrat kompleks yang tidak
dapat dicerna secara berlebihan dan diabsorbsi secara sempurna.
(Nelson, 2000).
Infeksi enteropatogen (bakteri, virus, dan parasit) dengan
manifestasinya adalah diare, enteropatogen menimbulkan diare
non radang disebakan oleh bakteri yang menginfeksi usus secara
langsung atau menghasilkan sitotoksin. Diare yang disebabkan
oleh MP-ASI termasuk dalam kategori diare enteropatogen non
radang. Faktor yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi
dengan enteropatogen adalah umur muda, defisiensi imun,
campak, malnutrisi, perjalanan ke daerah endemik, kekurangan
ASI (penggunaan MP-ASI), kontak dengan sanitasi yang buruk,
makan-makanan yang terkontaminasi (Nelson, 2000).
Enteropatogen bakteri adalah Aeromonas sp,
Campylobacter jejeni, Clostridium difficle, E. coli, Pseudomonas,
Shigelloides, Salmonella sp, Shigella sp, Vibrio parahaemolyticus,
dan Yersinea enterocolitica. Enteropatogen parasit adalah Giardia
lamblia, Cryptosporidum, Entamoeba hystolitica, Strongyloides
bieneusi. Enteropatogen virus adalah Rotavirus, Adenovirus
enteric, Astrovirus, dan Kalsivirus (Nelson, 2000).
20
6. Macam-macam diare
Secara klinis yaitu berdasarkan sindrom yang ditujukan penyakit
diare dibedakan menjadi 3 diare, yaitu sebagai berikut.
a) Diare cair akut
Diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak
yang sebelumnya sehat, berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan
kebanyakan kurang dari 7 hari). Pengeluaran tinja lunak dan cair
yang sering dan tanpa darah atau kadang-kadang disertai muntah
sebelum atau sesudah diare. Muntah terjadi karena lambung ikut
meradang atau akibat gangguan keseimbangam asam basa dan
elektrolit. Penyebabnya adalah Rotavirus, E. coli, Shigella, dan
Cryptosporideum.
b) Disentri
Jenis diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari
disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan yang cepat, dan
kerusakan mukosa usus yang penyebab utamanya adalah
Shigella.
c) Diare kronik
Istilah lain diare kronik adalah diare persisten. Diare yang
mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14 hari dan
kehilangan berat badan atau tidak mengalami penambahan berat
badan selama itu. Penyebabnya adalah E. coli, Enteroaggegative,
Shigella, dan Cryptosporideum.
21
Akibat diare akut maupun diare kronik akan terjadi
kehilangan air dan elektrolit yang mengakibatkan gangguan
keseimbangan asam basa (asidosis metabolic, hipokalsemia),
gangguan gizi akibat kelaparan, hipoglikemia, gangguan sirkulasi
darah.
7. Cara penularan diare
Penyebaran kuman diare biasanya melalui mulut (orofekal)
antara lain melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi tinja.
Penyebaran kuman dan peningkatan risiko terjadinya diare, yaitu
sebagai berikut.
a) Tidak memberikan ASI ekslusif dan ketidaktepatan pemberian
MP-ASI berisiko tinggi untuk menderita diare.
b) Menggunakan susu botol
Penggunaan susu botol menyebabkan pencemaran oleh kuman
berasal dari tinja dan sukar dibersihkan sewaktu susu dimasukkan
kedalam botol.
c) Menggunakan air minum yang tercemar bakteri
Bakteri masuk pada saat air disimpan di rumah atau wadah yang
ada sejak diambil dari sumber (yaitu sumber air yang terdapat
bakteri dari tinja).
d) Tidak mencuci tangan secara benar.
e) Tidak membuang tinja bayi dengan benar.
f) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
22
C. Hubungan Pemberian Susu Formula dengan Kejadian Diare pada
Bayi Usia 0-6 Bulan
Susu formula mengandung laktosa yaitu jenis karbohidrat
(disakarida) yang banyak terdapat dalam susu sapi. Laktosa seharusnya
dapat diserap tubuh setelah dipecah atau dicerna menjadi glukosa dan
galaktosa. Hasil pemecahan laktosa inilah yang dapat dimanfaatkan oleh
tubuh sebagai sumber energi. Pemecahan laktosa terjadi dengan adanya
enzim laktase. Enzim laktase ini dihasilkan oleh jonjot-jonjot usus halus
tubuh manusia. Pada bayi usia 0-6 bulan enzim laktase terdapat dalam
jumlah yang sedikit, maka laktosa tersebut sulit untuk dicerna. Bila susu
formula yang tinggi kadar laktosanya beredar di usus besar maka yang
terjadi adalah tekanan osmosis usus yang lebih tinggi akan menarik
molekul air dari dalam usus besar, sehingga air dalam lumen usus
bertambah. Hal ini menyebabkan terbentuknya tinja yang lunak bahkan
encer. Bila laktosa masuk ke usus halus, maka laktosa ini akan dipecah
oleh bakteri usus menjadi gas dan asam laktat yang menyebabkan perut
kembung dan diare (Suraatmaja, 2010).
Bayi pada saat berusia 0-6 bulan sistem pencernannya belum
sempurna. Pori-pori berongga pada usus halus memungkinkan bentuk
protein ataupun kuman akan masuk dalam sistem peredaran darah dan
dapat menimbulkan diare (Nelson, 2000).
Diare pada bayi yang berusia 0-6 bulan dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain karena infeksi, alergi, kelainan absorbsi pada saluran
23
pencernaan, jenis makanan yang dikonsumsi bayi yang mengandung
bakteri patogen, kelainan psikologis pada bayi, misalnya kelelahan dan
pemberian MP-ASI yang terlalu dini (Nelson, 2000).
Penyebaran kuman diare biasanya melalui mulut (orofekal) antara
lain melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi feses. Feses
dapat menyebabkan penyebaran kuman dan peningkatan risiko terjadinya
diare. Tidak memberikan ASI ekslusif, penggunaan susu formula,
penggunaan air minum yang tercemar bakteri, tidak mencuci tangan
dengan bersih pada saat menyiapkan susu untuk bayi, tidak membuang
feses bayi dengan benar, dan menyimpan makanan pada suhu kamar
(Suraatmaja, 2010).
24
D. Kerangka Teori
Gambar Kerangka Teori: Astari (2013), Suraatmaja (2010), Nelson (2002)
Faktor Infeksi1. Bakteri2. Virus3. Jamur4. Parasit
Faktor non infeksi1. Alergi2. Malabsorbsi3. Makanan
Faktor psikologis
Kejadian Diare
25
E. Kerangka Konsep
Sesuai dasar penelitian yang diteliti maka dibuat kerangka konsep
sebagai berikut:
Gambar Kerangka Konsep
Keterangan
1. Variabel Independen : pemberian susu formula
2. Variabel Dependen : kejadian diare
F. Hipotesis
Terdapat hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian
diare pada bayi usia 0-6 bulan.
Pemberian susu formula Kejadian diare
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang menggunakan
desain Cross Sectional Study. Dalam desain Cross Sectional Study,
variabel independen atau faktor risiko dan efek dinilai secara simultan
pada satu saat.
Gambar Desain Penelitian (Sastroasmoro, 2011)
Tidak diare
Diare
Bukan susu formula
Populasi(sampel)
Susu formula
Diare
Tidak diare
27
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Poli Anak Puskesmas Lepo-Lepo
Kota Kendari pada tanggal 27 April-14 Mei tahun 2016.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi yang
berkunjung ke Poli Anak Puskesmas Lepo-Lepo pada tanggal
27 April-14 Mei 2016 sebanyak 33 bayi.
2. Sampel
Penetapan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
(Sastroasmoro, 2011)
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
α = tingkat kesalahan 5% (0,05)
Besar sampel:
Sehingga besar sampel sebanyak 30 bayi usia 0-6 bulan dengan
teknik pengambilan sampel menggunakan Accidental Sampling.
28
D. Definisi Operasional
1. Susu formula adalah susu yang dibuat dari susu sapi atau susu
buatan yang diubah komposisinya sehingga dapat dipakai sebagai
pengganti ASI (Pudjiadi, 2002).
Dengan kriteria:
a. Diberikan susu formula : apabila diberikan susu sebagai pengganti
ASI.
b. Tidak diberikan susu formula : apabila diberikan ASI.
2. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari 3 kali sehari dengan perubahan konsistensi tinja
menjadi cair, dengan atau tanpa darah (Suraatmaja, 2010).
Dengan kriteria:
a. Diare : apabila buang air besar dengan frekuensi lebih dari
3 kali sehari dengan konsistensi tinja encer.
b. Tidak diare : apabila buang air besar tidak lebih dari 3 kali dan
konsistensi tinja lunak.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sastroasmoro, 2011).
Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi variabel:
1. Pernyataan tentang pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan.
2. Pernyataan tentang kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan.
29
F. Prosedur Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data tentang pemberian susu formula dan data tentang kejadian
diare pada bayi usia 0-6 bulan, data dikumpulkan dengan cara
wawancara menggunakan kuesioner.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari buku register Poli Anak Puskesmas
Lepo-Lepo mengenai jumlah bayi secara keseluruhan dan jumlah bayi
yang mengalami diare tahun 2016.
G. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dilakukan pengolahan data agar dapat
dilakukan analisis sehingga menghasilkan informasi yang benar, ada
4 tahapan pengolahan data yang harus dilalui, yaitu:
1. Edit data (Editing)
Pada tahap ini, peneliti terlebih dahulu memeriksa kelengkapan isi
kuesioner yang telah diisi responden.
2. Mengkode data (Coding)
Pada tahap ini, peneliti memberikan kode-kode pada setiap data yang
telah dikumpulkan dengan tujuan memudahkan pengolahan data.
3. Pemasukan data (Entry)
Data yang telah dikumpulkan diolah dalam komputer dengan program
Microsoft Excel.
30
4. Pembersihan data (Cleaning)
Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data
yang sudah dientri.
5. Tabulating
Pada tahap ini, peneliti membuat tabel yang berisikan data sesuai
dengan analisis yang dibutuhkan.
H. Analisis Data
1. Analisis univariabel
Mendeskripsikan pemberian susu formula dan kejadian diare
pada bayi usia 0-6 bulan. Hasilnya akan ditampilkan dalam distribusi
frekuensi masing-masing variabel, dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
(Notoatmodjo, 2010)
Keterangan :
P = presentase
F = frekuensi
N = jumlah populasi
2. Analisis bivariabel
Menganalisis hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen. Analisis dalam penelitian ini menggunakan Uji Chi Square
dan analisis menggunakan Ratio Prevalens (RP).
31
a. Uji Chi Square
Untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel menggunakan
rumus sebagai berikut.
(Dahlan, 2010)
Keterangan :
X2 = nilai Chi Square
∑ = jumlah
fo = nilai frekuensi yang diobservasi
fe = nilai frekuensi yang diharapkan
Hasil perhitungan X2 hitung kemudian dibandingkan dengan X2
tabel, pengambilan kesimpulan dari uji hipotesis adalah sebagai
berikut:
1) Apabila X2 hitung ≥ X2 tabel, hipotesis diterima maka ada
hubungan yang signifikan antara kedua variabel.
2) Apabila X2 hitung < X2 tabel, hipotesis ditolak maka tidak ada
hubungan yang signifikan antara kedua variabel.
b. Ratio Prevalens (RP)
Besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dapat
dilihat dari hasil perhitungan nilai Ratio Prevalens (RP)
menggunakan rumus sebagai berikut.
32
Keterangan:
a = subjek dengan faktor risiko yang mengalami efek
b = subjek dengan faktor risiko yang tidak mengalami efek
c = subjek tanpa faktor risiko yang mengalami efek
d = subjek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami efek
Estimasi Confidence Interval (CI) ditetapkan pada tingkat
kepercayaan 95% dengan interpretasi:
1) Jika RP > 1, merupakan faktor risiko terjadinya kasus.
2) Jika RP = 1, tidak ada hubungan faktor risiko dan kasus.
3) Jika RP < 1, merupakan faktor proteksi atau perlindungan
terhadap terjadinya kasus (Sastroasmoro, 2011).
I. Penyajian Data
Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel kemudian
dinarasikan.
J. Etika Penelitian
Peneliti menjamin hak-hak responden dengan terlebih dahulu
melakukan Informed Consent sebelum melakukan wawancara. Dalam
meminta persetujuan dari responden menjelaskan terlebih dahulu topik,
tujuan penelitian, teknis pelaksanaan penelitian, dan hak-hak reponden.
Peneliti menjaga kerahasian identitas responden dengan cara
menggunakan nama dalam bentuk inisial.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak geografis
Puskesmas Lepo-Lepo merupakan puskesmas perawatan
(kebidanan dan unit gawat darurat). Puskesmas Lepo-Lepo terletak di
Jl. Christina M. Tiahahu No. 117, RT 02/RW 01 Kelurahan
Lepo-Lepo, Kecamatan Baruga, Kota Kendari. Wilayah kerja
Puskesmas Lepo-Lepo terdiri dari 4 kelurahan yaitu Lepo-Lepo,
Wundudopi, Baruga, dan Watubangga dengan luas wilayah kerja
± 13.130 Ha. Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo adalah
sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Kecamatan Wua-Wua dan Kecamatan Kadia
b. Sebelah Timur : Kecamatan Poasia
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Konda (Kab. Konsel)
d. Sebelah Barat : Kecamatan Ranomeeto (Kab. Konsel) dan
Kecamatan Mandonga (Kota Kendari)
2. Data Demografi
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo pada
tahun 2016 sebanyak 20.981 jiwa dengan rincian sebagai berikut:
Kelurahan Lepo-Lepo 4.611 jiwa (21, 98%), Kelurahan Wundudopi
34
3.391 jiwa (16,16%), Kelurahan Baruga 8.081 jiwa (38,51%), dan
Kelurahan Watubangga 4.898 jiwa (23,34%).
3. Sarana kesehatan
Sarana kesehatan yang tersedia di Puskesmas Lepo-Lepo adalah:
a) Ruang Kepala Puskesmas : 1
b) Ruang Administrasi : 1
c) Ruang Kartu : 1
d) Ruang Polikilinik Umum : 1
e) Ruang Poliklinik Gigi : 1
f) Ruang Poliklinik Anak : 1
g) Klinik Saintifikasi Jamu : 1
h) Ruang Poli KIA : 1
i) Ruang Imunisasi : 1
j) Ruang Rawat Inap : 5
k) Ruang Jaga Perawat : 2
l) Kamar Bersalin : 1
m) Ruang Rawat Kebidanan : 1
n) Ruang Jaga Bidan : 1
o) Ruang UGD : 1
p) Apotek : 1
q) Laboratorium : 1
r) Instalasi Gizi : 1
s) Ruang Kesling : 1
35
4. Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas
Lepo-Lepo pada tahun 2016 sebanyak 140 orang yang terdiri dari
tenaga medis, tenaga paramedis, dan tenaga non keperawatan.
Tabel 1. Jumlah dan Jenis Tenaga Kesehatan di PuskesmasLepo-Lepo Kota Kendari Provinsi Sulawesi TenggaraTahun 2016
NoJenis Tenaga
KesehatanStatus
JumlahPNS Honorer Sukarelawan
1 Dokter Umum 3 - - 32 Dokter Gigi 1 - - 13 Sarjana
Keperawatan9 - 11 20
4 Sarjana Kesehatan Masyarakat
17 - 1 18
5 Sarjana Kebidanan 3 - - 36 Sarjana Kesehatan
Lingkungan1 - - 1
7 Apoteker 2 - - 28 Ahli Madya
Keperawatan16 - 18 34
9 Ahli Madya Kebidanan
17 - 12 29
10 Ahli Madya Gizi 3 - 2 511 Ahli Kesehatan
Lingkungan1 - 1 2
12 Ahli Madya Analis Kesehatan
1 1 1 3
13 Perawat 9 - - 914 Perawat Gigi 2 - - 215 Bidan 4 - - 416 SPAG 1 - - 117 SPPH 2 - - 218 SMF 1 - - 1
Jumlah 93 1 46 140
36
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini disajikan dalam beberapa tabel distribusi
frekuensi disertai dengan narasi berdasarkan hasil analisis univariabel dan
analisis bivariabel.
1. Analisis univariabel
Dari penelitian yang dilakukan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota
Kendari diperoleh data dari tanggal 27 April-14 Mei 2016 didapatkan
sampel penelitian sebanyak 30 bayi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Distribusi kelompok berdasarkan pemberian susu
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemberian Susu Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016
No Pemberian Susu Jumlah %12
Susu formulaBukan susu formula
1911
63,336,7
Total 30 100Sumber: Data Primer Tahun 2016
Berdasarkan tabel 2, terlihat bahwa dari 30 sampel bayi usia
0-6 bulan sebagian besar diberikan susu formula yaitu sebanyak
19 bayi (63,3%).
b. Distribusi kelompok berdasarkan kejadian diare
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016
No Kejadian Diare Jumlah %12
DiareTidak diare
1812
6040
Total 30 100Sumber: Data Primer Tahun 2016
37
Berdasarkan tabel 3, terlihat dari 30 sampel bayi usia 0-6
bulan lebih banyak yang mengalami diare yaitu 18 bayi (60%).
2. Analisis bivariabel
Analisis bivariabel dilakukan terhadap variabel bebas dan terikat
yang dalam analisis ini digunakan uji Chi Square dan Ratio Prevalens.
Hubungan pemberian susu formula dengan kejadian diare pada bayi
usia 0-6 bulan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Hubungan Pemberian Susu Formula dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016
Pemberian Susu
Kejadian DiareJumlah
X2 RPDiare Tidak DiareN % N % N %
Susu formula 14 77,8 5 41,7 19 63,3 4,043 2Bukan susu
formula4 22,2 7 58,3 11 36,7
Total 18 100 12 100 30 100Sumber: Data Primer Tahun 2016
Tabel 4 menunjukan bahwa dari 18 bayi usia 0-6 bulan yang
mengalami diare hampir seluruhnya yaitu 14 bayi (77,8%) diberikan
susu formula. Sebaliknya 12 bayi usia 0-6 bulan yang tidak mengalami
diare sebagian besar tidak diberikan susu formula sebanyak 7 bayi
(58,3%).
Berdasarkan data diatas dan didukung oleh analis statistik uji Chi
Square, yang menunjukan X2 hitung sebesar 4,043 lebih besar dari
X2 tabel yakni 3,841 dan dari perhitungan Ratio Prevalens sebesar 2.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan pemberian
susu formula dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan.
38
C. Pembahasan
1. Pemberian susu formula
Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 30 sampel terdapat 19
bayi (63,3%) telah diberikan susu formula dan 11 bayi (36,7%) tidak
diberikan susu formula.
Pemberian susu formula dianjurkan setelah bayi memasuki usia
6 bulan karena pada usia dibawah 6 bulan, kebutuhan gizi bayi masih
dapat dipenuhi oleh ASI. Disamping faktor tersebut, organ-organ
pencernaan bayi umumnya pada usia dibawah 6 bulan belum siap
mencerna makanan lain selain ASI (Suraatmaja, 2010).
Menurut Moehdji (2002) pemberian makanan atau minuman
pendamping ASI berbahaya bagi bayi karena sistem pencernaan bayi
belum siap untuk mencerna makanan atau minuman selain ASI.
Selain karena sulitnya dicerna, bahaya lain dari pemberian susu
formula bagi bayi dibawah usia 6 bulan yaitu karena selama
penyimpanan susu formula ada kemungkinan terkontaminasi oleh
bakteri. Umumnya sulit memberikan susu formula pada bayi secara
hygiene.
2. Kejadian diare
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari dengan perubahan
konsistensi tinja menjadi cair, dengan atau tanpa darah (Suraatmaja,
2010). Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 30 sampel, terdapat 18
39
bayi (60%) yang menderita diare dan terdapat 12 bayi (40%) tidak
mengalami diare.
Penyebab utama diare pada bayi yang diberi susu formula
mungkin dikarenakan kelebihan minum, susu formula yang terlalu
kental atau terlalu tinggi kandungan gulanya, terutama laktosa yang
dapat menyebabkan diare. (Nelson, 2000).
Infeksi enteropatogen (bakteri, virus, dan parasit) dengan
manifestasinya adalah diare, enteropatogen menimbulkan diare non
radang disebakan oleh bakteri yang menginfeksi usus secara
langsung atau menghasilkan sitotoksin. Diare yang disebabkan oleh
MP-ASI termasuk dalam kategori diare enteropatogen non radang.
Faktor yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi dengan
enteropatogen adalah umur muda, defisiensi imun, campak,
malnutrisi, perjalanan ke daerah endemik, kekurangan ASI
(penggunaan MP-ASI), kontak dengan sanitasi yang buruk, makanan
yang terkontaminasi (Nelson, 2000).
3. Hubungan pemberian susu formula dengan kejadian diare
Pemberian susu formula dapat mempengaruhi saluran
pencernaan bayi, sehingga memberikan dampak terjadinya diare pada
bayi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 30 sampel bayi usia 0-6
bulan, yang mengalami diare sebanyak 18 bayi yang terdiri dari 14
bayi (77,8%) diberikan susu formula dan 4 bayi (22,2%) tidak
40
diberikan susu formula. Sebaliknya 12 bayi usia 0-6 bulan tidak
mengalami diare terdiri dari 5 bayi (41,7%) diberikan susu formula dan
7 bayi (58,3%) tidak diberikan susu formula. Berdasarkan data diatas
dan didukung oleh hasil analisis statistik uji Chi Square yang
menunjukkan nilai X2 hitung sebesar 4,043 lebih besar dari nilai
X2 tabel yaitu 3,841 dan nilai RP = 2 > 1, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara pemberian susu formula
dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori yang telah
dikemukakan oleh Nelson (2000), diare pada bayi yang berusia 0-6
bulan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain karena infeksi,
alergi, kelainan absorbsi pada saluran pencernaan, jenis makanan
yang dimakan pada bayi terkontaminasi bakteri patogen, dan
pemberian MP-ASI yang terlalu dini.
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian diare menurut
Wardianti (2013) kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan anak. Sementara itu, menurut Nelson (2000) Pada bayi
yang diberi MP-ASI, dapat terjadi diare yang disebabkan karena
kemungkinan kelebihan minum, formula MP-ASI terlalu tinggi
kandungan gulanya, terutama laktosa dapat menyebabkan diare. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu
Hubungan Pemberian Susu Formula dengan Kejadian Diare pada
Bayi Usia 0-6 Bulan.
41
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bayi umur 0-6
bulan yang mengalami diare dapat disimpulkan bahwa:
1. Di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari bayi yang mendapat susu
formula sebanyak 19 bayi (63,3%) sedangkan yang tidak mendapat
susu formula sebanyak 11 bayi (36,7%).
2. Di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari bayi yang mengalami diare
sebanyak 18 bayi (60%) sedangkan yang tidak mengalami diare
sebanyak 12 bayi (40%).
3. Ada hubungan pemberian susu formula dengan kejadian diare pada
bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari, bayi yang
diberikan susu formula 2 kali lebih besar mengalami diare
dibandingkan bayi yang tidak diberikan susu formula.
B. Saran
Menyarankan kepada seluruh ibu menyusui, sebaiknya memberikan
bayinya susu formula pada saat bayi berumur di atas 6 bulan karena
sistem pencernaan bayi pada usia 6 bulan mulai sempurna dan kebutuhan
gizinya semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Astari, N. 2013. Hubungan pemberian susu formula dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan.pdf-adobereader. Di unduh tanggal 12 April 2015, pukul 20.15 WITA.
Banudi. 2012. Gizi Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Dahlan, S. 2010. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.
Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia. http://www.depkes.go.id/downloads.pdf. Di unduh tanggal 5 Desember 2015, pukul 15.30 WITA.
_____________. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. http://www.depkes.go.id/downloads.pdf. Di unduh tanggal 5 Desember 2015, pukul 15.30 WITA.
Herlina, A. 2011. Hubungan cara penyediaan susu formula dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan.pdf-adobereader. Di unduh tanggal 12 April 2015, pukul 20.35 WITA.
Jalaluddin. 2000. Psikologi Komunikasi. Jakarta: Rosda.
Johnson & Taylor. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta: EGC.
Karyana, IPG. 2006. Diare: Virus atau Bakteri. http://www.pghnai.com/.
Di akses tanggal 28 Februari 2016, pukul 21.08 WITA.
Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Yogyakarta: Numed.
Moehdji, S. 2002. Ilmu Gizi 1. Jakarta: Papas Sinar.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 1. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pudjiadi, S. 2002. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: FKUI.
Rukiyah, AY; Yulianti, L; dan Liana, M. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info Media.
Sastroasmoro, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.
SDKI. 2012. Angka Kematian Bayi. http://www.bps.go.id/. Di akses tanggal 6 Januari 2015, pukul 09.25 WITA.
Sudarti. 2010. Hubungan susu formula dengan kejadian diare.pdf-adobe reader. Di unduh tanggal 7 Januari 2016, pukul 11.35 WITA.
Suraatmaja, S. 2010. Gastroenterologi Anak. Denpasar: Sagung Seto.
Wardianti, T. 2013. Penyajian susu formula terhadap kejadian diare pada bayi usia 0-24 bulan.pdf-adobereader. Di unduh tanggal 12 April 2015, pukul 20.44 WITA.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN DIII KEBIDANANPENGANTAR KUESIONER
KepadaYth. Ibu RespondenDi-
Tempat
Untuk keperluan penelitian dalam rangka penyusunan Karya Tulis
Ilmiah pada program studi DIII Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari,
ibu-ibu berkesempatan terpilih sebagai responden pada penelitian saya
yang berjudul “Hubungan Pemberian Susu Formula dengan Kejadian
Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari
Tahun 2016”.
Informasi yang ibu-ibu berikan semata-mata untuk keperluan
penelitian dan akan dijamin kerahasiaannya. Dengan demikian ibu
diharapkan dapat memberikan informasi yang sebaik-baiknya dan
sejujur-jujurnya sesuai dengan kenyataan yang ada.
Demikian atas perhatian dan partisipasi ibu-ibu saya ucapkan
terima kasih.
Kendari, 2016
(Annisa Fauziah)
Lampiran 5
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Dengan menandatangani lembar persetujuan ini, saya bersedia
turut berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh
mahasiswa yang bernama Annisa Fauziah dengan judul penelitian
“Hubungan Pemberian Susu Formula dengan Kejadian Diare pada Bayi
Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2016”
Setelah mendapat penjelasan tentang tujuan dan manfaat
penelitian bahwa segala informasi tentang penelitian ini akan dirahasiakan
dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, saya mengerti dan
menyadari bahwa penelitian ini tidak akan merugikan atau berakibat
negative terhadap saya. Sehingga jawaban yang diberikan adalah
jawaban yang sebenar-benarnya.
Kendari, 2016
Responden
Lampiran 6
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PEMBERIAN SUSU FORMULA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI PUSKESMAS LEPO-LEPO
KOTA KENDARITAHUN 2016
PETUNJUK PENGISIAN
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan sebenar-benarnya dengan cara
mengisi langsung pertanyaan atau salah satu jawaban dengan melingkari
jawaban yang sesuai dengan kondisi bayi.
a. Jika bayi ibu saat ini telah diberikan susu formula, jawablah pertanyaan
nomor 1 sampai dengan nomor 5
b. Jika bayi ibu tidak diberikan susu formula, cukup menjawab pertanyaan
nomor 4 dan nomor 5
Nomor Responden :
Nama Pewawancara :
Hari, Tanggal/Bulan/Tahun Wawancara :
A. Identitas Responden dan Bayi
Nama bayi (inisial) :
Umur : bulan
Jenis kelamin :
Nama ibu (inisial) :
Umur ibu : tahun
Alamat :
B. Pemberian Susu Formula dan Kejadian Diare
1. Berapa usia bayi ibu, saat pertama kali diberikan susu formula
…... bulan
2. Setelah bayi ibu mendapatkan susu formula pertama kali, apakah
bayi ibu mengalami diare?
a. Ya
b. Tidak
3. Sebutkan jenis susu formula yang saat ini diberikan pada bayi!
…………………………………………………………………………….
4. Apakah bayi ibu pernah mengalami diare?
a. Ya
b. Tidak
5. Berapa usia bayi ibu, saat pertama kali mengalami diare …...
bulan
Lampiran 7
Lampiran 8
MASTER TABELHUBUNGAN PEMBERIAN SUSU FORMULA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI PUSKESMAS LEPO-LEPO
KOTA KENDARI TAHUN 2016
No Nama Umur JkPemberian Susu
Kejadian Diare
Sufor Bukan Sufor DiareTidak Diare
1 By H 3 bulan L √ √
2 By Y 4 bulan P √ √
3 By A 4 bulan L √ √
4 By U 4 bulan P √ √
5 By A 1 bulan P √ √
6 By R 5 bulan L √ √
7 By P 2 bulan P √ √
8 By K 5 bulan L √ √
9 By K 6 bulan P √ √
10 By K 1 bulan L √ √
11 By A 5 bulan L √ √
12 By A 6 bulan P √ √
13 By K 5 bulan P √ √
14 By S 4 bulan L √ √
15 By C 2 bulan P √ √
16 By J 6 bulan L √ √
17 By M 5 bulan P √ √
18 By A 2 bulan P √ √
19 By S 2 minggu P √ √
20 By M 6 bulan L √ √
21 By A 4 bulan P √ √
22 By P 5 bulan P √ √
23 By D 3 bulan L √ √
24 By F 1 bulan L √ √
25 By A 2 bulan L √ √
26 By R 1 bulan P √ √
27 By A 2 bulan P √ √
28 By F 4 bulan L √ √
29 By G 4 bulan L √ √
30 By M 1 bulan L √ √
Lampiran 9
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Hubungan Pemberian Susu Formula dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari
Tahun 2016
Pemberian SusuKejadian Diare
JumlahX2 RPDiare Tidak Diare
N % N % N %Susu formula 14 77,8 5 41,7 19 63,3 4,043 2Bukan susu
formula4 22,2 7 58,3 11 36,7
Total 18 100 12 100 30 100Perhitungan: