hubungan pola asuh demokratis terhadap

21
1

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

1

Page 2: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

2

Page 3: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

3

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF RAMAJA

Abdaul Habiburrahman

Hepi Wahyuningsih

INTI SARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Pola Asuh

Demokratis terhadap Kesejahteraan subjektif Remaja. Hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif pada Pola Asuh

Demokratis terhadap Kesejahteraan subjektif Remaja. Responden dalam

penelitian ini berjumlah 180 anak Remaja, berusia 15-17 tahun. Penelitian ini

menggunakan dua alat ukur, yaitu skala Kesejahteraan subjektif yang

dikembangkan oleh diener (1999) dan skala Pola Asuh Demokratis yang

dikembangkan oleh Hadi (1991). Hasil analisis data menggunakan teknik korelasi

Product Moment dari Pearson dengan bantuan program komputer untuk analisis

statistika yaitu IMB SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi 22.0

for Windows menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Pola Asuh

Demokratis dan Kesejahteraan subjektif pada Remaja (r = 0,505 dengan p = 0,000

(p<0,05)). Hal ini berarti semakin tinggi Pola Asuh Demokratis, maka semakin

tinggi Kesejahteraan subjektif yang dimiliki oleh Remaja. Dengan demikian,

hipotesis diterima.

Kata Kunci : Pola Asuh Demokratis, Kesejahteraan subjektif, Remaja

Page 4: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

4

LATAR BELAKANG

Kebahagiaan di dalam hidup adalah suatu hal yang menjadi harapan di

dalam kehidupan banyak orang, bahkan sepertinya semua orang mendambakan

kehidupan yang berbahagia. Menurut Seligman (2006) istilah kebahagiaan juga

banyak dikenal dalam psikologi positif. Teori psikologi menggunakan istilah yang

lebih tepat yang dapat didefinisikan secara operasional, yakni kesejahteraan

subjektif yang selanjutnya akan disebut dengan SWB, bukannya kebahagiaan.

Hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai sumber dan

penyebab kebahagiaan. Sejumlah pakar mengidentikkan kebahagiaan dengan

waktu dan pengalaman hidup yang menyenangkan. Penelitian Thomas dan Diener

(Diener, Lucas, & Oshi, 2005) menemukan bahwa kebahagiaan dipengaruhi oleh

suasana hati individu pada suatu saat tertentu, keyakinannya tentang kebahagiaan,

serta seberapa mudahnya seseorang menerima informasi positif dan negatif. Di

sisi lain, kebahagiaan juga berkaitan dengan seberapa mampu individu

mempersepsi pengalaman hidupnya secara positif. Tingkat kebahagiaan akan

berubah seiring berjalannya perjalanan hidup seseorang, terutama karena

kejadian-kejadian hidup yang dapat meningkatkan kebahagiaan (pernikahan,

kelahiran anak, kesuksesan, dll), namun kebahagiaan juga dapat menurun karena

adanya peristiwa yang menyedihkan (kematian kerabat, perceraian, kegagalan),

sehingga tingkat kebahagiaan tidak akan menetap. Perubahan tingkat kebahagiaan

seseorang disebabkan adanya kemampuan adaptasi individu terhadap situasi di

lingkungannya.

Page 5: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

5

Seseorang akan di tandai tidak bahagia dengan kegalauan, jika kegalau yg

berlebihan bisa mengakibatkan stress. Seperti dalam kasus berikut Ahli psikologi,

Hellen Damayanti, mengatakan, survei menunjukkan 44 persen pelajar merasa

stress menghadapi ujian dan tugas. Menurut dia di Jakarta, Rabu, tingkat stress

remaja menjelang ujian nasional sangat tinggi, sedangkan 12 persen diliputi

kegalauan akibat rasa takut tidak naik kelas. "Faktor lain karena para pelajar

merasa bingung mencari sekolah lanjutan atau pindah ke sekolah yang dinilainya

tepat," katanya. Padahal, lanjut Damayanti, tips memilih sekolah lanjutan adalah

memilih sekolah atau akademi atau universitas dari ilmu yang didapatkan.

Ada beragam faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif

Individu, yang pertama Perbedaan jenis kelamin Shuman (Eddington dan

Shuman, 2008) menyatakan penemuan menarik mengenai perbedaan jenis

kelamin dan kesejahteraan subjektif. Wanita lebih banyak mengungkapkan afek

negatif dan depresi dibandingkan dengan pria, dan lebih banyak mencari bantuan

terapi untuk mengatasi gangguan ini; namun pria dan wanita mengungkapkan

tingkat kebahagiaan global yang sama. Lebih lanjut, Shuman menyatakan bahwa

hal ini disebabkan karena wanita mengakui adanya perasaan tersebut sedangkan

pria menyangkalnya. Penelitian yang dilakukan di Negara barat menunjukkan

hanya terdapat sedikit perbedaan kebahagiaan antara pria dan wanita (Edington

dan Shuman, 2008). Diener (2009) menyatakan bahwa secara umum tidak

terdapat perbedaan kesejahteraan subjektif yang signifikan antara pria dan wanita.

Namun wanita memiliki intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih banyak

dibandingkan pria.

Page 6: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

6

Faktor kedua Tujuan, Diener (dalam Carr, 2005) menyatakan bahwa

orang-orang merasa bahagia ketika mereka mencapai tujuan yang dinilai tinggi

dibandingkan dengan tujuan yang dinilai rendah. Contohnya, kelulusan di

perguruan tinggi negeri dinilai lebih tinggi dibandingkan dengan kelulusan

ulangan bulanan. Carr (2004) menyatakan bahwa semakin terorganisir dan

konsisten tujuan dan aspirasi seseorang dengan lingkungannya, maka ia akan

semakin bahagia, dan orang yang memiliki tujuan yang jelas akan lebih bahagia.

Emmons (dalam Diener, 1999) menyatakan bahwa berbagai bentuk tujuan

seseorang, termasuk adanya tujuan yang penting, kemajuan tujuan-tujuan yang

dimiliki, dan konflik dalam tujuan-tujuan yang berbeda memiliki implikasi pada

emotional dan cognitive well-being.

Faktor ketiga adalah Agama dan Spiritualitas, Diener (2009) menyatakan

bahwa secara umum orang yang religious cenderung untuk memiliki tingkat well

being yang lebih tinggi, dan lebih spesifik. Partisipasi dalam pelayanan religius,

afiliasi, hubungan dengan Tuhan, dan berdoa dikaitkan dengan tingkat well being

yang lebih tinggi. Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kesejahteraan

subjektif berkorelasi signifikan dengan keyakinan agama (Eddington & Shuman,

2008). Ellison (dalam Eddington & Shuman, 2008), menyatakan bahwa setelah

mengontrol faktor usia, penghasilan, dan status pernikahan responden,

kesejahteraan subjektif berkaitan dengan kekuatan yang berelasi dengan Yang

Maha Kuasa, dengan pengalaman berdoa, dan dengan keikutsertaan dalam aspek

keagamaan. Pengalaman keagamaan menawarkan kebermaknaan hidup, termasuk

kebermaknaan pada masa krisis (Pollner dalam Eddington & Shuman, 2008).

Page 7: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

7

Taylor dan Chatters (dalam Eddington & Shuman, 2008) menyatakan agama juga

menawarkan pemenuhan kebutuhan social seseorang melalui keterbukaan pada

jaringan sosial yang terdiri dari orangorang yang memiliki sikap dan nilai yang

sama. Carr (2004) juga menyatakan alasan mengikuti kegiatan keagamaan

berhubungan dengan kesejahteraan subjektif, sistem kepercayaan keagamaan

membantu kebanyakan orang dalam menghadapi tekanan dan kehilangan dalam

siklus kehidupan, memberikan optimisme bahwa dalam kehidupan selanjutnya

masalah-masalah yang tidak bisa diatasi saat ini akan dapat diselesaikan.

Keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan religious memberikan dukungan sosial

komunitas bagi orang yang mengikutinya. Keterlibatan dalam kegiatan

keagamaan seringkali dihubungkan dengan lifestyle yang secara psikologis dan

fisik lebih sehat, yang dicirikan oleh prosocial altruistic behaviour, mengontrol

diri dalam hal makanan dan minuman, dan komitmen dalam bekerja keras. Diener

(2009) juga mengungkapkan bahwa hubungan positif antara spiritualitas dan

keagamaan dengan kesejahteraan subjektif berasal dari makna dan tujuan jejaring

sosial dan sistem dukungan yang diberikan oleh gereja atau organisasi

keagamaan.

Faktor keempat Kualitas hubungan sosial Penelitian yang dilakukan oleh

Seligman (dalam Diener & Scollon, 2003) menunjukan bahwa semua orang yang

paling bahagia memiliki kualitas hubungan sosial yang dinilai baik. Diener dan

Scollon (2003) menyatakan bahwa hubungan yang dinilai baik tersebut harus

mencakup dua dari tiga hubungan sosial berikut ini, yaitu keluarga, teman, dan

hubungan romantis. Arglye dan Lu (dalam Eddington dan Shuman, 2008)

Page 8: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

8

menyatakan bahwa kebahagiaan berhubungan dengan jumlah teman yang

dimiliki, frekuensi bertemu, dan menjadi bagian dari kelompok.

Faktor kelima adalah Kepribadian Tatarkiewicz (dalam Diener 1984)

menyatakan bahwa kepribadian merupakan hal yang lebih berpengaruh pada

kesejahteraan subjektif dibandingkan dengan faktor lainnya. Hal ini dikarenakan

beberapa variabel kepribadian menunjukkan kekonsistenan dengan subjective

wellbeing diantaranya self esteem. Campbell (dalam Diener, 1984) menunjukkan

bahwa kepuasan terhadap diri merupakan prediktor kepuasan terhadap hidup.

Namun self esteem ini juga akan menurun selama masa ketidakbahagiaan (Laxer

dalam Diener, 1984).

Keluarga adalah tempat pendidikan pertama dan paling utama dalam

mengasuh anak, keluarga merupakan peranan penting dalam perkembangan anak

termasuk dalam mengasuh anak. terdapat berbagai macam bentuk pola asuh yang

bias dipilih dan digunakan oleh orang tua. Sebelum berlanjut kepada pembahasan

berikutnya, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian dari pola asuh

itusendiri. Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (1988: 54), pola berarti corak, model, sistem, cara kerja,

bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga (merawat

dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan

memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga (TIM

Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1988: 692).

Page 9: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

9

Lebih jelasnya, kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan

dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap

berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat (Elaine Donelson, 1990: 5). Menurut

Ahmad Tafsir seperti yang dikutip oleh Danny I. Yatim Irwanto (1991: 94) “Pola

asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar

oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju

terbentuknya kepribadian yang utama”.

Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang

tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan

mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat

oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan

optimal. Dalam penelitian ini hanya akan membahas tiga macam pola asuh, yang

secara teoritis lebih dikenal bila dibandingkan dengan yang lainnya, yaitu pola

asuh otoriter, demokratis dan laissez faire.

Dalam penelitian ini saya mengambil pola asuh demokratis, Pola asuh

orang tua yang demokratis dapat didefinisikan sebagai pola pemeliharaan anak

atau kendali orang tua terhadap anak dengan cara kesederajatan dan lebih

mengutamakan kepentingan anak atau child centeredness (Hurlock dalam

Handayani, 2001). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) pola asuh demokratis

merupakan cara pengasuhan dimana remaja boleh mengemukakan pendapat

sendiri, mendiskusikan pandanganpandangan mereka dengan orang tua,

menentukan dan mengambil keputusan. Akan tetapi orang tua masih melakukan

pengawasan dalam hal mengambil keputusan terakhir dan bila diperlukan

Page 10: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

10

persetujuan orang tua. Barnadib (dalam Tarmudji, 2001) mengatakan bahwa

orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan anak, dan tidak

hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran tetapi juga bersedia

mendengarkan keluhan-keluhan anak berkaitan dengan persoalan-persoalannya.

Selanjutnya Barnadib (dalam Tarmudji, 2001) juga mengatakan bahwa anak yang

berada dalam pola pengasuhan demokratis akan memiliki sifat dapat menghargai

orang lain, percaya diri, sosialnya baik, tanggung jawab dan mudah menyesuaikan

diri. Watson (dalam Marsudi, 1996) menyatakan bahwa anak yang diasuh dengan

pola asuh demokratis akan menunjukkan perilaku yang rasional, teliti, penuh

kesadaran, mudah menyesuaikan diri, dan dapat merasakan apabila melakukan

suatu kesalahan. Menurut Dalimunthe (dalam Handayani, 2001) ada beberapa

aspek untuk melihat pola asuh demokratis orang tua, yaitu: aspek pandangan

orang tua terhadap anak yang memandang sedang berkemban sesuai

kemampuannya mengurusi dirinya, menentukan kebutuhan dirinya sendiri dan

orang tua sebagai pembimbing agar anak menjadi lebih baik, aspek cara

komunikasi dengan cara komunikasi dua arah dimana orang tua memberi

kesempatan pada anak untuk mengekspresikan pendapatnya, berdiskusi, dan

orang tua juga mampu memahami komunikasi non verbal anak, aspek penerapan

disiplin melalui aturan-aturan atau kontrol diterapkan oleh orang tua dengan

memberi penjelasan rasional pada anak, melibatkan pemahaman anak, bersifat

terbuka, anak mendapatkan kesempatan untuk memahami arti dan kegunaan

aturan atau kontrol terhadap tingkah lakunya.

Page 11: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

11

Kesejahteraan subjektif (SWB) merupakan kebahagian individu seseorang

hal ini bisa ditinjau dari segi pola asuh orang tua yang seperti apa. Dalam hal ini

bisa disesuaikan dengan pola asuh demokratis orang tua hal ini sesuai dengan

penelitian yang sebelumnya yang mendekati sesuai dengan judul diatas sebagai

contoh penelitian yang mendekati dengan sesuai judul di atas adalah penelitan

dari Anastasia Arika Widiani dan Heni Nugraheni yang berjudul tentang

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEMANDIRIAN

REMAJA yang hasilnya kesimpulan ada hubung positif yang sangan signifikan

antara pola asuh demokratis dengan kemandirian remaja, menyatakan bahwa hal

ini semakin tingginya pola asuh demokratis yang diberikan oleh orang tua dan

dipandang oleh remaja maka akan semakin tinggi kemandirian remaja. Dan

sebaliknya semakin rendahnya pola asuh demokratis yang diberikan oleh orang

tua maka semakin rendahnya kemandirian reamaja.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan pola asuh demokratis pada Kesejahteraan subjektif remaja.

METODE PENGUMPULAN DATA

Metode analisis data yang digunakan yaitu menggunakan metode analisis

kuantitatif dengan cara mengumpulkan data serta memaparkan variabel-variabel

yang menggambarkan hubungan antara pola asuh demokratis dan kesejahteraan

subjektif dalam kategori yang akan menjadi skor total pengisian kuesioner oleh

responden. Selain itu metode analisis data yang digunakan peneliti dalam

penelitian ini adalah metode statistika yaitu teknik korelasi Pearson, yang

Page 12: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

12

dianalisis menggunakan bantuan software IMB SPSS V.22. Metode ini digunakan

untuk mengetahui korelasi antara dua variabel yaitu antara pola asuh demokratis

dan kesejahteraan subjektif pada remaja.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Responden dari penelitian ini adalah siswa siswi di SMA N 2 Ngaglik

dengan rentang umur 16 tahun sampai 17 tahun. Berikut ini adalah gambaran

umum dari responden penelitian:

Demografi Responden Berdasarkan Usia

No. Usia (tahun) Frekuensi Persentase

1 15 7 3.9

2 16 132 73.3

3 17 41 22.8

Jumlah 180 100%

Sumber : Data primer yang diolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 180 responden yang diberikan

kuesioner, responden berusia 16 tahun adalah yang terbanyak yaitu 132 siswa

(73.3%). Responden berusia 17 tahun sebanyak 41 siswa (22.8%) dan sebanyak 7

siswa (3.9%) berusia 15 tahun.

Selanjutnya dilakukan kategorisasi terhadap variabel Kesejahteraan

subjektif. Kategorisasi pertama-tama dilakukan dengan menentukan skor ideal

yaitu dengan rumus skor terendah/skor tertinggi dikali jumlah aitem (Azwar,

2012). Skor ideal untuk variabel Kesejahteraan subjektif adalah sebagai berikut :

Skor maksimal = skor tertinggi x jumlah aitem = 5 x 32 = 160

Skor minimal = skor terendah x jumlah aitem = 1 x 32 = 32

Rumus kategorisasi data menurut Azwar (2012) :

Tinggi : X ≥ (Mi + 1SDi)

Page 13: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

13

Sedang : (Mi - 1SDi) ≤ X < (Mi + 1SDi)

Rendah: X < (Mi - 1SDi)

Keterangan :

Mi : ½ (skor ideal tertinggi + skor ideal terendah) = ½ (160 + 32) = 96

SDi : 1/6 (skor ideal tertinggi - skor ideal terendah) = 1/6 (160 + 32) = 21

Hasil pengkategorian variabel Kesejahteraan subjektif adalah sebagai berikut:

Kategorisasi Kesejahteraan subjektif

Kategor

isasi

Interval

Skor

Frekuensi Presentase

Tinggi X ≥ 117 128 71.1

Sedang 75 ≤ X <

117

51 28.3

Rendah X < 75 1 0.6

Jumlah 180 100

Berdasarkan tabel 4.3 di atas diperoleh data bahwa skala Kesejahteraan

subjektif sebagian besar partisipan penelitian ini (71,1%) dikategorikan dalam

tingkat tinggi.

Selanjutnya dilakukan kategorisasi terhadap variabel pola asuh demokratis.

Kategorisasi pertama-tama dilakukan dengan menentukan skor ideal yaitu dengan

rumus skor terendah/skor tertinggi dikali jumlah aitem (Azwar, 2012). Skor ideal

untuk variabel pola asuh demokratis adalah sebagai berikut :

Skor maksimal = skor tertinggi x jumlah aitem = 4 x 38 = 152

Skor minimal = skor terendah x jumlah aitem = 1 x 38 = 38

Rumus kategorisasi data menurut Azwar (2012) :

Page 14: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

14

Tinggi : X ≥ (Mi + 1SDi)

Sedang : (Mi - 1SDi) ≤ X < (Mi + 1SDi)

Rendah: X < (Mi - 1SDi)

Keterangan :

Mi : ½ (skor ideal tertinggi + skor ideal terendah) = ½ (152 + 38) = 95

SDi : 1/6 (skor ideal tertinggi - skor ideal terendah) = 1/6 (152 - 38) = 19

Hasil pengkategorian variabel pola asuh demokratis adalah sebagai berikut:

Kategorisasi Pola Asuh Demokratis

Kategorisasi Interval Skor Frekuensi Presentase

Tinggi X ≥ 114 131 72.8

Sedang 76 ≤ X < 114 48 26.7

Rendah X < 76 1 0.6

Jumlah 180 100

Berdasarkan tabel 4.3 di atas diperoleh data bahwa skala pola asuh

demokratis sebagian besar partisipan penelitian ini (72.8%) dikategorikan dalam

tingkat tinggi.

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi

normal atau tidak. Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan uji

Kolmogorov-Smirnov yang dilihat dari nilai residualnya. Data dikatakan

terdistribusi normal bila residual yang dihasilkan di atas nilai signifikansi yang

ditetapkan yaitu apabila > 0,05 (Sunjoyo, 2013). Hasil uji normallitas dapat dilihat

pada tabel 4.6 berikut :

Page 15: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

15

Uji Normalitas

Kesejahteraan subjektif & Pola Asuh Demokratis

SWB 0,046

Pola asuh

demokratis

0,200

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa nilai residual

berdistribusi normal karena nilai Sig. Atau nilai probabilitas residual variabel

lebih dari 0,05.

a. Uji linieritas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah garis regresi antara kedua

variabel membentuk garis yang linier atau tidak. Dalam penelitian ini, uji

linearitas dilakukan dengan uji Pearson Product Moment menggunakan sofware

IMB SPSS V22. Hasil uji linearitas dilihat dari nilai sig. (p) dengan ketentuan bila

deviation from linierity p > 0,05 artinya terbentuk hubungan linier antara kedua

variabel. Sedangkan, apabila data memiliki nilai p < 0,05 artinya data tersebut

tidak membentuk hubungan yang linier.

Uji Linearitas

Kesejahteraan subjektif & Pola Asuh

Demokratis

Deviation From Linierity 0,502

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat disimpulkan bahwa variabel

Kesejahteraan subjektif & Pola Asuh Demokratis memiliki hubungan linier

karena nilai sig. > 0,05.

Page 16: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

16

b. Uji hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan

positif antara pola asuh demokratis dengan kesejahteraan subjektif . Penelitian ini

melibatkan responden dengan rentang umur 15 tahun sampai 17 tahun. Uji

hipotesis dilakukan menggunakan teknik Pearson Correlation dengan

menggunakan program IMB SPSS V22.

Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel pola asuh

demokratis dan subective well-being adalah (r = 0,505). Hal ini menunjukkan

bahwa hipotesis penelitian diterima dan ada hubungan positif antara pola asuh

demokratis dan subective well-being. Hasil analisis data menunjukkan nilai p=

0,000 (p<0,01) sangat signifikan dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,505 yang

artinya semakin tinggi pola asuh demokratis maka subective well-being begitu

juga sebaliknya semakin rendah pola asuh demokratis maka akan semakin rendah

subective well-being. Diketahui sumbangan efektif dari variabel sebesar 0,460

yang artinya variabel subective well-being memiliki sumbangan efektif 46%

terhadap variabel pola asuh demokratis. Hasil uji hipotesis ini dapat dilihat di

tabel berikut:

Hasil Uji Hipotesis

Variabel r r² P Keterangan

Pola asuh demokratis &

kesejahteraan subjektif 0,505 0,460 0,000

Sangat

Berkorelasi

Page 17: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

17

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan positif antara

pola asuh demokratis dengan kesejahteraan subjektif remaja. Responden yang

terlibat pada penelitian ini berjumlah 180 responden. Hipotesis penelitian ini yaitu

adanya hubungan positif antara variabel pola asuh demokratis terhadap subective

well-being. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ada

hubungan positif antara pola Asuh demokratis pada kesejahteraan subjektif

remaja. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,505 dengan p

= 0,000. Sumbangan efektif pola asuh demokratis dan kesejahteraan subjektif

sebesar 46%. Artinya, semakin tinggi kesejahteraan subjektif maka semakin tinggi

pola asuh demokratis yang dimiliki responden.

Menurut Diener (1994) menyatakan bahwa kesejahteraan subjektif

memiliki tiga bagian penting, pertama merupakan penilaian subyektif berdasarkan

pengalamanpengalaman individu, kedua mencakup penilaian ketidakhadiran

faktor-faktor negatif, dan ketiga penilaian kepuasan global. Menurut sutari imam

mengatakan bahwa orang tua yang demokratis selalu memperhatikan

perkembangan anak, dan tidak hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran

tetapi juga bersedia mendengarkan keluhan-keluhan anak berkaitan dengan

persoalan-persoalannya (Sutari Imam Barnadib, 1986). Berdasarkan dari hasil

penelitian diatas bahwa skala variabel kesejahteraan subjektif menunjukan 71,1%

atau 128 responden dikatagorikan tingkat tinggi, 28,3% atau 51 responden

dikatagorikan tingkat sedang, dan 0,6% atau 1 responden dikatagorikan tingkat

rendah. Skala variabel pola asuh demokratis menunjukan 72,8% atau 131

Page 18: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

18

responden dikatagorikan tingkat tinggi, 26,7% atau 48 reponden dikatagorikan

tingkat sedang, 0,6% atau 1 responden dikatagorikan tingkat rendah.

KESIMPULAN

Secara keseluruhan penlitian ini masih banyak sekali kekurangan. Peneliti

menyadari kekurangan peneliti dalam mengadaptasi alat ukur yang dipakai. Selain

itu pada saat pengambilan data dilakukan, sebaiknya peneliti selanjutnya

memperhatikan kondisi dan waktu responden. Diharapkan pada pengambilan data,

responden dalam keadaan yang santai dan tidak sedang melakukan suatu

pekerjaan sehingga dalam pengisian angket responden lebih bisa berkonsentrasi

agar hasil dari angket yang diisi tersebut sesuai dengan apa yang dirasakan

responden. Kekurangan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian dengan topik yang

sama agar penelitian lebih sempurna.

Berdasarkan analisis hasil data penelitian maka dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan positif antara pola asuh demokratis pada kesejahteraan subjektif

remaja. Hal ini berarti semakin tinggi kesejahteraan subjektif, maka semakin

tinggi pula pola asuh demokratis dan sebaliknya, semakin rendah subective well-

being, maka semakin rendah pula pola asuh demokratis. Jadi hipotesis yang

menyatakan ada hubungan positif pada pola asuh demokratis dengan

kesejahteraan subjektif diterima. Kategori skor untuk pola asuh demokratis berada

pada kategori yakin dan kategori skor untuk kesejahteraan subjektif berada pada kategori

sesuai.

Page 19: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

19

SARAN

Ada beberapa saran yang dikemukakan peneliti berkaitan dengan hasil

penelitian, antara lain:

1. Bagi Responden Penelitian

Diharapkan bagi responden penelitian kedepannya bisa lebih bersungguh-

sungguh dalam mengisi angket-angket penelitian yang lain. Dikarenakan

penelitian dilakukan untuk mengukur aspek-aspek yang terdapat dari subjek

penelitian. Dan hasil yang didapat dari hasil yang sebenar-benarnya sesuai dengan

apa yang dirasa subjek akan mendukung hasil penelitian. Dan mungkin kelak data

tersebut dapat berguna untuk suatu hal.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan lebih mampu mengkondisikan

responden penelitian, agar responden mampu mengisi kuisioner dengan sungguh-

sungguh. Semakin sesuai data dengan apa yang dirasa subjek maka hasil

penelitian akan semakin valid

Page 20: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

20

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2012a. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, 2012b. Validitas & Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Diener, E. 2009. The Science of Kesejahteraan subjektif The Collected Works of

Ed Diener. USA: Spinger.

Diener, E. 2003. Personality, Culture, and Subjecktive Well-Being: Emotional and

Cognitive Evaluation of Life. Journal Of Pshychology vol 54: 403-419.

Eid, M & Larsen, R. J. 2008. Ed Diener and the Science of Subjective Well-

Being. Guilford Publication.

Hadi, S. 1984. Metodologi Riset (Jilid III). Yogyakarta: Andi Offset.

Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Alih Bahasa: Istiwadayanti dan Soedjarwo. Jakarta:

Erlangga.

Hurlock, 1999. Psikologi Perkembangan “Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan”. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kurniasari, C. 2004. Hubungan Antara Persepsi Pola Asuh Demokratis Dengan

Kecerdasan Emosi Pada Remaja. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Darma.

Page 21: HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS TERHADAP

21

Meilita, jamilah. 2013. Pengaruh Tipe Kepribadian & Dukungan Sosial Terhadap

Kesejahteraan subjektif Mahasiswa Perantau. Skripsi. Uin Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Muba, W. 2009. Predictors Of Kesejahteraan subjektif. Journal pf Positive

Pshychological Assesment. Vol I, 2435.

Mujamiasih, Murti. 2013. Subjective Well-being (SWB): Studi Indigenious Pada

PNS dan Karyawan Swasta yang Bersuku Jawa di Pulau Jawa. Skripsi.

Jurusan Psikologi Universitas Negri Semarang.

Rizky, A. H. 2015. Pengaruh Self-compassion Terhadap Kesejahteraan subjektif

Pada Mahasiswa Asal Luar Jawa Tahun Pertama Universitas Negri

Semarang. Skripsi. Fakultas Pendidikan Universitas Negri Semarang.

Setiawan, N.D. 1996. Persepsi Anak terhadap Pola Asuh Demokratis Orang Tua

Berdasarkan Status Kerja ibu. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Shinta, D. S. 2008. Hubungan Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis

Orang Tua dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Skripsi. Fakultas Psikologi Sanata

Darma.