hubungan pola asuh otoritatif terhadap ...digilib.unila.ac.id/57917/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN POLA ASUH OTORITATIF TERHADAP KEMANDIRIAN
ANAK USIA 5-6 TAHUN
(Skripsi)
Oleh
SITI ROHIMAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
HUBUNGAN POLA ASUH OTORITATIF TERHADAP KEMANDIRIAN
ANAK USIA 5-6 TAHUN
(Skripsi)
Oleh
SITI ROHIMAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
HUBUNGAN POLA ASUH OTORITATIF TERHADAP KEMANDIRIAN
ANAK USIA 5-6 TAHUN
(Skripsi)
Oleh
SITI ROHIMAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
HUBUNGAN POLA ASUH OTORITATIF TERHADAPKEMANDIRIAN ANAK USIA 5-6 TAHUN
Oleh
SITI ROHIMAH
Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya kemandirian anak usia 5-6
tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh
otoritatif terhadap kemandirian anak usia 5-6 tahun di pekon Sukamarga
dengan menggunakan metode kuantitatif dengan analisis data korelasi.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 51 orang tua yang mempunyai anak
usia 5-6 tahun di pekon Sukamarga, dengan menggunakan teknik
Purposive Random Sampling. Pengumpulan data pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik kuesioner pola asuh otoritatif dan
koesioner kemandirian anak. Hasil penelitian menggunaka teknik korelasi
spearman rank menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat
antara pola asuh otoritatif terhadap kemandirian anak usia 5-6 tahun.
Kata Kunci : anak usia dini, kemandirian anak, pola asuh otoritatif.
ABSTRACT
CORRELATION OF AUTORITATIVE PARENTING STYLES TO EARLYCHILD’S AUTONOMY (5-6 YEARS OLD)
By
SITI ROHIMAH
The problem in this research was the low of autonomy of children aged 5-6years old. The objectives of this research is to determine the relationship ofauthoritative parenting to early child’s autonomy(5-6 years old) in PekonSukamarga by using quantitative methods with correlation data analysis.The sample in this research amounted to 51 parents who had children aged5-6 years old in pekon sukamarga by using purposive random samplingtechnique. Data collection in this study was conducted by authoritativeparenting questionares and child’s autonomy questionares. The data wasproceed by spearman rank correlation techniques and showed that there wasa very close relationship between authoritative parenting to the autonomy ofchildren aged 5-6 years old.
Keywords: authoritative parenting, child’s autonomy, early childhood.
HUBUNGAN POLA ASUH OTORITATIF TERHADAP KEMANDIRIANANAK USIA 5-6 TAHUN
Oleh
SITI ROHIMAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Jurusan Ilmu PendidikanFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
HUBUNGAN POLA ASUH OTORITATIF TERHADAP KEMANDIRIANANAK USIA 5-6 TAHUN
Oleh
SITI ROHIMAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Jurusan Ilmu PendidikanFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
HUBUNGAN POLA ASUH OTORITATIF TERHADAP KEMANDIRIANANAK USIA 5-6 TAHUN
Oleh
SITI ROHIMAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Jurusan Ilmu PendidikanFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Siti Rohimah dilahirkan di Desa Sukamarga, Kabupaten
Lampung barat, pada 20 Desember 1997. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Alidan dan ibu Aliya.
Penulis mengawali pendidikan di SD Negri 01 Sukamarga pada tahun
2004-2009.
Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 01 Sukamarga pada tahun 2010-
2012. Kemudian melanjutkan di Madarasah Aliyah Ringin Sari pada tahun 2013-2015.
Pada bulan September tahun 2015 sampai dengan sekarang penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG PAUD), Jurusan Ilmu
Pendidikan FKIP Universitas Lampung melalui jalur MANDIRI. Peneliti melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur dan
melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di TK Pertiwi Taman Bogo pada bulan
Juli-Agustus 2018.
MOTTO
“Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia
ialah menundukan diri sendiri”
( Ibu Kartini)
“Kesuksesan bukan dilihat dari hasilnya, tetapi dilihat dari prosesnya, karena hasil bisa
direkayasa dan dibeli sedangkan proses selalu jujur menggambarkan siapa diri kita sebenarnya”
(Albert Einstein)
“Cinta seorang ibu menghadirkan kedamaian dan kenyamanan sedangkan cinta seorang ayah
akan memberimu kekuatan”
(Siti Rohima)
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmanirrohim…
Kupersembahkan karya ini sebagai rasa syukur kepada ALLAH SAW beserta
Nabi
junjungan kami Muhammad SAW dan ucapan terima kasih serta rasa banggaku
kepada:
Ibuku tercinta (Aliya)
Yang menyayangi dan mencintaiku sejak aku dalam kandungannya,, memberi dukungan dan
motivasi untuk setiap langkahku untuk meraih masa depan yang lebih baik, yang selalu
mengajariku keikhlasan,ketulusan, kesederhanaan dan kerendahan hati.
Ayahku tersayang (Alidan)
Yang telah menjadi sosok seorang superhiro hebat dan kuat dalam hidupku, selalu menasehati
ketika aku melakukan kesalahan, memberi dukungan dan kasih sayang di setiap
langkahku yang mencintai dan menyayangiku sepenuh hatinya.
Adikku Tercinta (Muhamad Ari Wibowo dan Azi Santoso)
Yang selalu memberikan do’a, kasih sayang dan kebahagian, saling
mendukung.
Almamater tercinta Universitas Lampung
Sebagai tempat dalam menggali ilmu dan pengalaman,
serta menjadikanku sosok yang lebih mandiri.
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Terhadap Kemandirian Anak Usia Dini 5-6 Tahun di Pekon Sukamarga Kecamatan Suoh
Kabupaten Lampung Timur”, penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Riswandi M. Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas
Lampung.
3. Ibu Dr. Riswanti Rini, M. Si., sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Universitas
Lampung selaku dosen penguji yang telah memberikan perbaikan, pengarahan serta
saran yang baik sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
4. Ibu Ari Sofia, S. Psi., M. A., Psi., selaku Plt Ketua Program Studi S-1 PAUD FKIP
Universitas Lampung sekaligus Pembimbing Akademik dan Pembimbing I, yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi dan kepercayaan dalam membimbing
penulis menyusun skripsi ini.
iii
5. Ibu Susanthi Pradini, S. Psi., M. Psi., selaku Pembimbing II, yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, motivasi dan kepercayaan dalam membimbing penulis
menyusun skripsi ini.
6. Dosen-dosen PG-PAUD yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan dosen
FKIP Universitas Lampung, yang telah memberikan ilmu dalam membantu proses
penyelesaian skripsi ini.
7. Tomi Ari Wibowo yang selalu memberikan dukungan dan bantuan, serta dengan penuh
kesabaran mendengarkan segala keluh kesah disaat penulis merasa jenuh dan lelah
selama penyusunan skripsi.
8. Sahabat-sahabatku Nur, Wewen, Wirda, Alfi, Eka, terima kasih atas bantuan, dukungan
serta semangat dan motivasi yang kalian berikan.
9. Teman-teman seperjuangan PG-PAUD angkatan 2015 terimakasih telah membantu
menuliskan cerita selama di perkuliahan semoga kita tetap menjalin silaturahmi yang
baik.
10. Almamater tercinta yang telah memberikan kebanggaan dan semangat bagi penulis.
Bandar Lampung, 26 Juni 2019
Penulis,
Siti Rohimah
NPM 1513054028
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... viDAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viiDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang........................................................................................... 11.2 Indentifikasi Masalah................................................................................ 91.3 Batasan Masalah ....................................................................................... 91.4 Rumusan Masalah ..................................................................................... 91.5 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 91.6 Manfaat Penilitian..................................................................................... 10
II. KAJIAN PUSTAKA2.1 Anak Usia Dini.......................................................................................... 122.2 Pola Asuh Orang Tua................................................................................ 13
2.2.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua .................................................. 132.2.2 Jenis – Jenis Pola Asuh Orang Tua ............................................... 152.2.3 Pola Asuh Otoritatif........................................................................ 172.2.4 Dimensi Pola Asuh......................................................................... 192.2.5 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh .......................... 20
2.3 Kemandirian Anak Usia Dini................................................................... 222.3.1 Pengertian Kemandirian Anak....................................................... 222.3.2 Ciri – Ciri Kemandirian Anak ....................................................... 252.3.3 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Anak ............. 282.3.4 Menanamkan Kemandirian Pada Anak......................................... 292.3.5 Peran Orang Tua Dalam Menumbuhkan Kemandirian Anak...... 302.3.6 Faktor Penghambat Kemandirian Anak........................................ 31
2.4 Penelitian Relevan .................................................................................... 332.5 Kerangka Pikir .......................................................................................... 342.6 Hipotesis penelitian................................................................................... 37
v
III. METODE PENELITIAN3.1 Jenis Penelitian...................................................................................... 383.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 383.3 Prosedur Penelitian ................................................................................... 393.4 Populasi Dan Sampel ................................................................................ 39
3.4.1 Populasi ........................................................................................... 393.4.2 Sampel............................................................................................. 40
3.5 Definisi Variabel ....................................................................................... 423.5.1 Definisi Konseptual Variabel X .................................................... 423.5.2 Definisi Konseptual Variable Y .................................................... 43
3.6 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 443.6.1 Kuesioner/Angket .......................................................................... 44
3.7 Instrument Penelitian ................................................................................ 453.8 Uji Instrumen ............................................................................................ 47
3.8.1 UjiValiditas ..................................................................................... 473.8.2 Uji Reliabilitas ................................................................................ 50
3.9 Teknik Analisis Data ................................................................................ 523.9.1 Interval Kategori ............................................................................ 523.9.2 Uji Hipotesis ................................................................................... 53
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1Hasil Penelitian ....................................................................................... 54
4.1.1 Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 544.1.2 Gambaran Lokasi Penelitian ....................................................... 554.1.3 Deskripsi Data Penelitian ............................................................ 564.1.4 Analisis Uji Hipotesis ................................................................. 594.1.5 Hasil Pembahasan......................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 66LAMPIRAN.............................................................................................................. 70
V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 645.2 Saran ....................................................................................................... 64
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Hasil Observasi Prapenelitian Di Dusun Sukamarga............................. 8
3.1 Jumlah Dusun di Pekon Sukamarga Kecamatan Suoh .......................... 40
3.2 Jumlah Dusun Yang Menjadi Sampel Penelitian ................................... 41
3.3 Kisi Instrumen Pola Asuh Otoritatif dan kemandirian ......................... 46
3.4 Hasil Uji Validitas Instrumen Pola Asuh Otoritatif.............................. 48
3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Kemandirian.......................................... 49
3.6 Pedoman memberikan interprestasi koefisien korelasi ....................... 53
4.1 Frekuensi Pola Asuh Otoritatif .............................................................. 57
4.2 Frekuensi Kemandirian Anak ................................................................ 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Pikir Penelitian........................................................................ 37
3.1 Rumus Korelasi Product Moment.......................................................... 47
3.2 Rumus Alfa Cronbach............................................................................. 51
3.3 Rumus Interval ....................................................................................... 52
3.4 Rumus Korelasi Spreman Rank ............................................................. 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Prapenelitian..................................................................................... 70
2. Data Keluarga Berencana Pekon Sukamarga ........................................... 71
3. Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Otoritatif .................................................. 72
4. Kisi-kisi Instrumen Kemandirian.............................................................. 75
5. Kuesioner Uji Coba Penelitian.................................................................. 78
6. Rekapitulasi Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen Pola
Asuh Otoritatif ........................................................................................... 83
7. Rekapitulasi Uji Validitasdan Realibilitas Instrumen
Kemandirian Anak .................................................................................... 85
8. Kuesioner Penelitian.................................................................................. 88
9. Hasil Rekapitulasi Penelitian ................................................................... 93
10. Surat Validasi Instrumen ........................................................................ 97
11. Surat Izin Penelitian ................................................................................ 99
12. Surat Izin Prapenelitian ........................................................................... 100
13. Surat Balasan Penelitian.......................................................................... 101
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak usia dini merupkan anak usia 5-6 tahun masa tersebut merupakan
proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek dalam rangka
kehidupan anak. Anak usia dini memiliki rentang usia yang sangat berharga
dibanding usia-usia selanjutnya. Periode usia dini dalam perjalanan
kehidupan manusia merupakan periode penting bagi pertumbuhan otak,
intelegensi, kepribadian, aspek perkembangannya lainnya. Artinya
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini maka dapat
mengakibatkan terhambatnya pada masa-masa selanjutnya.
Pendidikan anak usia dini merupakan bagian dari pencapaian tujuan
pendidikan nasional. Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang
menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi
kehidupan selanjutnya. Menurut Nurmalitasari (2015) menyebutkan bahwa
usia dini disebut juga sebagai tahap perkembangan kritis atau usia emas
(golden ages). Pada tahap ini sebagian besar jaringan sel-sel otak berfungsi
sebagai pengendali setiap aktivitas dan kualitas manusia.
2
Menurut Musyarofah (2017) mengemukakan:
Masa usia dini (0-6 tahun) merupakan masa peka yaitu masa
terjadinya fungsi-fungsi pematangan fisik dan psikis yang siap
merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini adalah
masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan
kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri,
disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama
Perkembangan aspek tersebut dapat disimpulkan yaitu aspek moral agama,
kognitif atau intelektual, fisik motorik, bahasa, dan sosialemosional. Semua
aspek tersebut harus dikembangkan secara berdampingan, dan memiliki
kedudukan yang sama penting dalam perkembangan anak. Apabila ada salah
satu aspek perkembangan yang tidak berkembang secara optimal maka akan
berdampak negatif bagi anak. Menurut Jahja (2011:49) salah satu yang
sangat penting dalam perkembangan anak usia dini adalah perkembangan
sosial emosional karena perkembangan sosial emosional merupakan aktivitas
yang berhubungan dengan orang lain baik teman sebaya, guru, orang tua
maupun saudara. Ketika anak berhubungan dengan orang lain terjadi
peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna dalam kehidupannya yang dapat
membantu pembentukan kepribadianya salah satunya kemandirian.
Sofia, Vivi dan Eska (2016) juga menyebutkan dalam penelitiannya bahwa
pendapatan orang tua dan gaya pengasuhan orang tua berpengaruh terhadap
perkembangan sosial emosional anak. Gaya pengasuhan orang tua didominasi
oleh gaya pengasuhan otoritatif.
Kemandirian anak merupakan kemampuan anak dalam memenuhi
kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain, kemandirian anak sangat
3
penting dikemabangkan sejak dini. Kemandirian merupakan hal yang penting
didalam kehidupan seorang anak agar nantinya dia tidak terlalu bergantung
kepada orang tuanya ataupun orang dewasa lainnya. Menurut Komala (2015)
kemandirian anak adalah suatu pembiasaan perilaku yang tercakup dalam
kemampuan fisik, percaya diri, bertanggung jawab, dapat memecahkan
masalahnya sendiri, disiplin, pandai bergaul, mau berbagi, mampu
mengendalikan emosi. Anak yang mandiri yakin, bila ada resiko, ia mampu
untuk menyelesaikannya tanpa bantuan dari orang lain. Pribadi yang mandiri
adalah kemampuan hidup yang utama dan salah satu kebutuhan setiap
manusia di awal usianya.
Anak meskipun usianya masih sangat muda namun diharuskan memiliki
pribadi yang mandiri. Hal ini diperlukan karena ketika anak terjun ke
lingkungan di luar rumah sudah tidak tergantung kepada orangtua. Secara
umum kemandirian bisa dilihat dari tingkah laku. Tetapi kemandirian tidak
selalu berbentuk fisik yang ditampilkan dalam tingkah laku, tetapi juga ada
dalam bentuk emosional dan sosialnya. Menurut Akhmad (2015) anak yang
mandiri akan cenderung berprestasi karena dalam menyelesaikan tugas-
tugasnya anak tidak lagi tergantung pada orang lain dan anak akan mampu
menyelesaikan masalahnya, anak akan tumbuh menjadi orang yang mampu
berpikir serius dan berusaha untuk menyelesaikan sesuatu yang menjadi
tanggung jawabnya, serta lebih percaya diri. Anak yang tidak mandiri
cenderung akan menjadi anak yang pemalu dan tidak bisa melakukan
kegiatan dengan sendiri misalnya mengerjakan tugas sekolah anak harus
4
dibantu oleh orang tua dan anak masih belum bisa terlepas oleh
ketergantungan lingkungannya.
Usia dini merupakan dasar awal pembentukan perilaku. Apabila kemandirian
ditanamkan sejak dini maka anak akan dengan mudah terbiasa dan
kemandirian tersebut akan dibawa anak hingga anak dewasa kelak.
Sebaliknya jika kemandirian tidak ditanamkan oleh anak sejak usia dini maka
akan sulit bagi anak untuk mandiri di usia selanjutnya. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kemandirian menurut Cahniyo (2016) yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari emosi (Kemampuan
mengontrol emosi yang ada dalam diri nya) dan intelektual (Berhubungan
dengan kemampuan mengatasi masalah). Adapun faktor eksternal terdiri dari
lingkungan, kasih sayang, interaksi sosial, pola asuh, gen dan keturunan,
pendidikan orang tua, sistem pendidikan disekolah, jenis kelamin dan urutan
anak dalam keluarga. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
kemandirian adalah pola asuh karena di dalam pengasuhan terdapat
pembiasaan - pembiasaan yang di lakukan orang tua komunikasi/interaksi
antara orang tua dan anak dan kasih sayang.
Pola asuh orang tua sangat menentukan perkembangan anak baik dalam aspek
fisik, mental, sosial, maupun sepiritual, pada usia ini mulai di bentuk dan
diperluas perkembangan kompetensi baik kognitif, emosi maupun sosial
yang penting pada kepribadian anak selanjutnya. Pemberian stimulasi dan
pola asuh yang memadai memberikan peranan yang sangat besar pada masa
5
ini. Akan tetapi apabila terjadi kesalahan dalam memberikan pola asuh
maka akan berdampak negatif bagi anak dalam perkembangan selanjutnya.
Menurut Kordi & Rozumah (2010:218) mengemukakan,
“Parenting is one of the complex tasks every parent hopes to succeed
in. For all social and educational development, the family and
parenting style plays an important role”.
Mengasuh anak adalah salah satu tugas kompleks yang diharapkan setiap
orang tua untuk keberhasilan semua perkembangan sosial dan pendidikan
anaknya. Gaya keluarga dan pola asuh memainkan peran penting bagi
perkembangan anak. Selain itu, mengasuh anak menjadi dasar sebuah
lingkungan keluarga karena tanpa pendidikan orang tua, anak tidak mungkin
untuk bisa memenuhi peran dan tugas mereka dilingkungan keluarga dan
masyarkat.
Pola asuh orangtua dapat diartikan sebagai perlakuan orangtua terhadap anak
dalam bentuk merawat, memelihara, mengajar, mendidik, membimbing,
melatih, yang terwujud dalam bentuk pendisiplinan, pemberian tauladan,
kasih sayang, hukuman, ganjaran, dan kepemimpinan dalam keluarga melalui
ucapan - ucapan dan tindakan - tindakan orang tua. Keluarga merupakan
lingkungan pertama bagi seorang anak ketika dilahirkan ke dunia karena
orang tua merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan
anaknya. Ada beberapa macam pola asuh yang digunakan orang tua dalam
mengasuh anaknya salah satunya adalah pola asuh otoritatif.
Pola asuh otoritatif adalah pola asuh dimana orang tua memberikan
kebebasan kepada anak, kasih sayang dan perhatian kepada anak namun
6
orang tua masih menempatkan batasan dan control atas tindakan anak.
Akhmad (2015) berpendapat dengan pola asuh demokratis/otoritatif, anak
akan mampu mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan
hal-hal yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk
mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri.
Daya kreativitasnya berkembang baik karena orang tua selalu merangsang
anaknya untuk mampu berinisiatif. Orang tua merencanakan kegiatan
keluarga untuk mempertimbangkan kebutuhan anak agar tumbuh dan
berkembang sebagai individu dan bahwa orang tua memberinya kesempatan
berbicara.
Menurut Juwariyah, Achmad & Kustiono (2019) berpendapat bahwa:
“The family is the first place for children to learn. Every parent hopes
that their children have a good attitude so that in the process of
spiritual quotient form, a child must be given good parenting since in
the early age. It is because the first education who has received the
children is from their parents”.
Keluarga adalah tempat pertama bagi anak-anak untuk mendapatkan
pengetahuan. Konsep pendidikan anak usia dini dalam keluarga adalah
pendidikan pertama anak-anak. Karena itu keluarga harus bertindak sebagai
tutor mereka untuk menjadikan mereka orang yang berkualitas tinggi dan
tumbuh pada tahap usia mereka. Keluarga merupakan lingkungan utama
dalam pembentukan kepribadian anak usia dini. Masa - masa awal
pertumbuhannya lebih banyak dihabiskan di dalam lingkungan keluarga
terutama kedua orang tua. Maka di dalam keluargalah seorang anak
mengalami proses pendidikan yang pertama dan utama. Pendidikan anak usia
dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh
7
pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, pembiasaan dan
pendidikan pada anak dengan menciptakan lingkungan dimana anak dapat
mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk
mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari
lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang
berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan
kecerdasan anak. Sehingga peran orang dalam lingkungan sekitarnya
termasuk teman sebaya merupakan tempat yang ikut andil dalam
pembentukan kepribadian anak.
Kenyataannya masih banyak orang tua kurang memberikan dorongan agar
anaknya mandiri, orang tua membantu kegiatan anak-anaknya dalam
kegiatan sehari - hari misal dalam kegiatan makan, memakai sepatu, orang tua
masih mengambilkan makan untuk anaknya, orang tua yang mengerjakan
tugas sekolah, membereskan mainannya, memakaikan baju, mandi walaupun
terkadang anak sudah bisa melakukannya sendiri, sehingga membuat anak
selalu tergantung kepada orang tua dalam kegiatannya. Oleh karena itu,
orangtua harus mampu menanamkan pendidikan yang baik dan benar kepada
anak sejak usia dini, agar perkembangan perilaku anak selanjutnya dapat
mencerminkan kepribadian yang diharapakan dan dibiasakan dalam
kehidupan sehari - hari, dan anak dapat bertanggung jawab atas tugasnya
sendiri tanpa bantuan orang lain.
8
Tabel 1.1 Hasil Observasi Prapenelitian Di Dusun Sukamarga Kec. Suoh
Lampung Barat
Usia anak :5-6 tahun
Dimensi Kemandirian
Presentase Tingkat
Kemandirian (%)
BB MB BSH BSB
Kemampuan anak dalam memenuhi
kebutuhannya sendiri 20 70 10 0
Kemampuan anak dalam menunjukan
rasa keyakinan pada dirinya 10 30 60 0
Kemampuan anak dalam mengikuti
peraturan 20 50 20 10
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 25 September - 3
Oktober kepada orang tua dan anak mayoritas di kedua dusun yang telah di
observasi yaitu di dusun Sukamarga dan Sugimukti masih banyak anak yang
kurang mandiri, anak tidak bisa mengerjakan sesuatunya sendiri tanpa
bantuan ibunya, misalnya anak tidak mau membereskan mainanya sendiri,
anak kurang percaya diri, anak kurang bisa menentukan pilihanya, anak di
ambilkan makananya saat hendak makan, anak selalu meminta bantuan saat
mengerjakan tugas dan masih banyak anak yang tidak mau mandi jika tidak
di mandikan ibunya dan masih ada beberapa orang tua yang menghukum
anak dan menggunakan nada tinggi.
Sehubungan dengan masalah di atas, pengasuhan menjadi suatu hal yang
sangat penting bagi kemandirian seorang anak karena lingkungan yang
pertama bagi seorang anak adalah keluarga terutama kedua orang tua.
Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui “ Hubungan pola asuh otoritatif
terhadap kemandirian anak usia 5-6 ”.
9
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat
diidentifikasi masalahnya sebagai berikut:
1. Masih banyak orang tua yang menerapkan pola asuh yang tidak
membiasakan anak untuk mandiri.
2. Orang tua seringkali membantu bahkan selalu mengambil alih tugas-tugas
yang seharusnya di lakukan oleh anak.
3. Masih ditemukannya anak yang sangat tergantung kepada orang tuanya
dalam menyelesaikan tugas sehari hari misal memakai baju, mandi,
makan dll.
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dan meluas makan peneliti membatasi
masalah yaitu :
1. Pola asuh otoritatif.
2. Kemandirian anak usia 5-6 tahun
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah di paparkan maka di
dapatkan rumusan masalah yaitu : Adakah hubungan antara pola asuh
otoritatif terhadap kemandirian anak usia 5-6 tahun?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan
pola asuh otoritatif terhadap kemandirian anak usia 5-6 tahun.
10
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini terdiri dari:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat diantaranya yaitu:
a. Hasil penelitian ini diharapakan mampu memberian informasi
mengenai hubungan pola asuh otoritatif terhadap kemandirian anak
usia 5 - 6 tahun.
b. Sebagai tambahan pengetahuan keilmuan tentang bagaimana pola
asuh yang baik bagi anak dalam mengembangkan kemandirian.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat diantaranya yaitu:
a. Peneliti Lain
Data dan informasi dari penelitian tentang gambaran mengenai
hubungan pola asuh otoritatif terhadap kemandirian anak usia 5 - 6
tahun ini diharapkan dapat memperoleh informasi yang bermanfaat
bagi pengembangan penelitian selanjutnya.
b. Orang tua
Penelitian ini diharapkan orang tua dapat memberikan pola asuh yang
tepat untuk meningkatkan kemandirian seorang anak. Selain itu
penelitian ini diharapakan memberikan wawasan kepada orang tua
untuk mempertimbangkan dalam menentukan langkah - langkah
inovatif dalam mengembangkan kemandirian anak.
11
c. Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pedoman sekolah
dalam mengelola pembelajaran dilembaga pendidikan yang
dipimpinnya.
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Anak Usia Dini
Usia dini merupakan pembentukan awal anak. Pada masa perkembangan
yang berkembang sangat pesat dibandingkan dengan usia-usia selanjutnya.
Pengertian anak usia dini itu sendiri menurut NAEYC (nasional Association
for the education of young children) dalam Nuraini (2010:3) adalah sebagai
berikut:
Anak yang berusia 0 - 8 tahun yang mendapatkan layanan pendidikan di
taman penitipan anak, penitipan anak dalam keluarga (family chaild
care home) pendidikan prasekolah baik negeri maupun swasta (TK) dan
sekolah dasar (SD).
Sedangkan Musthafa (2007:35) Anak usia dini merupakan anak yang berada
pada rentang usia antara satu hingga lima tahun.
Pengertian ini di dasarkan pada batasan pada psikologi perkembangan
yang meliputi bayi (infancy atau babyhood) berusia 0 - 1 tahun, usia
dini (early childhood) berusia 1 - 5 tahun, masa anak-anak akhir (late
childhood), berusia 6 - 12 tahun.
Berbeda halnya dengan Subdirektorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
yang membatasi pengertian istilah usia dini pada anak uisa 0 - 6 tahun, yakni
hingga anak menyelesaikan masa taman kanak-kanak dalam Susanto (2017:1)
sebagai berikut:
13
Hal ini berarti menunjukan bahwa anak-anak yang masih dalam
pengasuhan orang tua, anak-anak yang berada dalam Taman Penitipan
Anak (TPA), Kelompok Bermain (Play Group), dan Taman Kanak-
kanak (TK) merupakan cakupan definisi tersebut.
Menurut Mulyasa (2014:16) berpendapat bahwa :
Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan
sebagai lompatan perkembangan.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah di sampaikan dapat disimpulkn
bahwa anak usia dini adalah anak usia nol sampai delapan tahun dan
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak usia dini
memiliki retang usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya,
karena perkembangan kecerdasannya sangat luar biasa. Usia tersebut
merupakan fase kehidupan yang unik dan berada pada masa proses perubahan
berupa pertumbuhan, perkembangan, pematangan, dan penyempurnaan baik
aspek jasmani maupun rohaninya yang berlangsung seumur hidup bertahap
dan berkesinambungan.
2.2 Pola Asuh Orang Tua
2.2.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua merupakan bagaimana orang tua memperlakukan
anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi
anak dalam mencapai proses kedewasaan. Menurut Ebi (2017:51-52)
pola asuh menurut kamus besar Bahasa Indonesia merupakan suatu
bentuk struktur sistem dalam menjaga, merawat, mendidik, dan
membimbing anak. Dilihat dari segi bahasa terdiri dari kata “pola“ dan
“asuh”. ”Pola” berarti model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang
14
tetap). Sedangkan kata ”asuh” mengandung arti menjaga, merawat,
mendidik anak agar dapat berdiri sendiri.
Menurut Baumrind dalam Santrock (2011:101) pola asuh orang tua
merupakan sebuah pengasuhan dimana orang tua tidak boleh
menghukum anak atau menjauhi anak secara fisik, melainkan mereka
harus mengembangkan peraturan untuk anak-anak dan memberikan
kasih sayang terhadap mereka. Menurut Baumrind gaya pengasuhan
yang memadukan penghargaan terhadap individu seorang anak akan
membentuk nilai sosial anak secara perlahan dan ia membagi 4 jenis
pengasuhan yaitu pengasuhan Otoriter (authoritarian parenting),
pengasuhan Otoritatif (authoritative parenting), pengasuhan lalai
(neglectful parenting), pengasuhan permisif (Indulgent parenting).
Pola asuh orang tua sangat memiliki pengaruh yang sangat besar bagi
perkembangan dan pertumbuhan anak. Bahkan pola asuh dapat
menentukan apakah perkembangan dan pertumbuhan anak berjalan
dengan baik atau tidak. Apakah kelak anak menjadi pribadi yang manja,
kasar, mandiri, egois, pintar, ataupun memilki sikap empati tergantung
pada bagaimana pola asuh orangtuanya. Secara garis besar pola asuh
adalah suatu proses kegiatan yang menunjukkan terjadinya interaksi
antara anak dan pengasuh, dalam proses tersebut terdapat kegiatan
membimbing, mendidik, menjaga serta merawat anak untuk menjadi
sosok dewasa yang diharapkan oleh orangtua.
15
2.2.2 Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua
Orang tua adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya sehingga orang
tua harus memberikan control dan menerapkan aturan-aturan kepada
anak orang tua juga harus memberikan anak kasih sayang dan
perhatian. Dalam pola asuh sendiri ada beberapa jenis pola asuh yang
dipakai orang tua dalam penerapannya dikehidupan sehari-hari.
Baumrind dalam Santrock (2011:102-103) menggambarkan empat jenis
gaya pengasuhan yaitu:
1. Pengasuhan Otoriter (authoritarian parenting) adalah gaya
pengasuhan yang membatasi dan menghukum ketika orang tua
memaksa anak - anak untuk mengikuti arahan mereka dan
menghormati pekerjaan serta upaya mereka. Orang tua otoriter
menempatkan batasan - batasan dan kontrol yang tegas pada anak
dan memungkinkan sedikit pertukaran verbal. Anak - anak dari
orang tua yang otoriter sering tidak bahagia, takut, dan ingin
membandingkan dirnya dengan orang lain; gagal, memiliki
kemampuan komunikasi lemah dan agresif.
2. Pengasuhan Otoritatif (authoritative parenting) pola asuh ini
mendorong anak-anak untuk menjadi mandiri, tetapi masih
menempatkan batasan-batasan dan control atas tindakan mereka.
Mereka tetap memberi kehangatan, bimbingan dan komunikasi dua
arah. Orang tua yang otoritatif dapat memeluk anak dengan cara
menghibur. Anak - anak yang orangtuanya otoritatif sering gembira,
16
terkendali dan mandiri, serta berorientasi pada prestasi, mereka
cenderung memelihara hubungan yang bersahabat dengan teman
sebaya, bekerjasama dengan orang dewasa, dan dapat menangani
stres dengan baik.
3. Pengasuhan lalai (neglectful parenting) merupakan gaya pengasuhan
orang tua yang sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak-
anak tersebut cenderung tidak kompeten secara rasional, kurang
mandiri. Mereka sering memiliki harga diri yang rendah, tidak
matang setra mungkin terasing dari keluarga. Pada masa remaja,
mereka mungkin menunjukan pola pembolosan dan kenakalan.
4. Pengasuhan permisif (Indulgent parenting) merupakan gaya
pengasuhan ketika orang tua sangat terlibat dengan anak-anak
mereka, tetapi menempatkan beberapa tuntutan atau control atas
mereka. Orang tua seperti ini membiarkan anak-anak mereka
melakukan apa yang mereka inginkan. Hasilnya adalah bahwa anak-
anak tidak pernah belajar untuk mengendalikan prilaku mereka
sendiri dan selalu mengharapkan untuk mendapatkan keinginan
mereka. Beberapa orang tua sengaja membesarkan anak-anak
mereka dengan cara ini karena mereka percaya kombinasi dari
keterlibatan hangat dan beberapa batasan akan menghasilkan anak
yang kreatif dan percaya diri. Namun anak-anak yang orang tuanya
permisif jarang belajar untuk menghormati orang lain dan
mengalami kesulitan mengendalikan prilaku mereka. Mereka
17
cenderung egoisentrime, patuh dan kesulitan dalam hubungan teman
sebaya.
Berdasarkan penjelasan jenis - jenis pola asuh diatas dapat
disimpulkan bahwa menurut baumrind pengasuhan yang dapat
mengembangkan kemandirian pada anak adalah pegasuhan otoritatif
karena didalam pengasuhan ini komunikasi orang tua dan anak
terjadi dua arah dan orang tua mendorong anaknya untuk mandiri
dengan kehangatan yang diberikan orang tua. Anak-anak dengan
pengasuhan otoritatif cenderung percaya diri, bertanggung jawab dan
memiliki kemandirian berbeda halnya dengan pengasuhan yang
otoriter dan permisif, anak-anak cenderung merasa takut, pemalu dan
memiliki tingkat kemandirian dan tanggung jawab sosial yang
rendah.
2.2.3 Pola Asuh Otoritatif
Pola asuh otoritatif yaitu pola asuh dimana orang tua sangat terbuka
dalam mendengarkan pendapat anak, keinginan dan harapan anak.
Peraturan yang ada didalam keluarga biasanya dibentuk sesuai
kesepakatan bersama antara orang tua dan anak. Menurut Baumrind
dalam Santrock (2011:102-103) Pengasuhan Otoritatif (authoritative
parenting) merupakan pola asuh yang mendorong anak-anak untuk
menjadi mandiri, tetapi masih menempatkan batasan - batasan dan
control atas tindakan mereka, namun mereka tetap memberi
kehangatan, bimbingan dan komunikasi dua arah.
18
Baumrind (Casmini,2007:51) menyatakan bahwa pola asuh yang ideal
untuk perkembangan anak yaitu pola asuh otoritatif. Hal ini
dikarenakan:
1. Orang tua otoritatif memberi keseimbangan antara pembatasan dan
kebebasan, di satu sisi memberi kesempatan pengembangan percaya
diri, sedangkan di sisi lain mengatur standar, batasan serta petunjuk
bagi anak. Keluarga otoritatif lebih dapat menyesuaikan dengan
tahapan baru dari siklus keluarga.
2. Orang tua otoritatif luwes dalam mengasuh anak, mereka
membentuk dan menyesuaikan tuntutan dan harapan yang sesuai
dengan perubahan kebutuhan dan kompetensi anaknya.
3. Orang tua otoritatif lebih suka memberi anak kebebasan yang
bertahap.
4. Orang tua otoritatif lebih suka mendorong anak dalam perbincangan,
hal ini dapat mendukung perkembangan intelektual yang merupakan
dasar penting bagi perkembangan kompetensi sosial.
5. Diskusi dalam keluarga tentang pengambilan keputusan, aturan dan
harapan yang diterangkan dapat membantu anak memahami sistem
sosial dan hubungan sosial.
6. Keluarga otoritatif dapat memberi stimulasi pemikiran pada anak.
7. Orang tua otoritatif mengkombinasikan kontrol seimbang dengan
kehangatan. Sehingga anak mengidentifikasi orang tuanya. Pada
umumnya yang memperlakukan kita penuh kehangatan dan kasih
sayang.
8. Anak yang tumbuh dengan kehangatan orang tua akan mengarahkan
diri dengan meniru orang tuanya kemudian memperlihatkan
kecenderungan yang serupa.
9. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga otoritatif akan meneruskan
praktek pengasuhan yang otoritatif pula. Anak bertanggung jawab,
dapat mengarahkan diri, memiliki rasa ingin tahu dan memiliki
ketenangan diri mencerminkan adanya kehangatan dalam keluarga,
pemberian petunjuk yang luwes.
10. Orang tua merasa nyaman berada di sekitar anak yang
bertanggungjawab dan bebas, sehingga mereka memperlakukan anak
remaja lebih hangat, sebaliknya anak remaja yang berulah akan
membuat orang tuanya tidak berpikir panjang, tidak sabar, dan
berjarak.
19
Menurut Baumrind (Santrock,2007:168) juga mengemukakan bahwa
pengasuhan otoritatif merupakan pola asuh yang efektif untuk
diterapkan pada anak. Berikut alasannya:
1. Orang tua yang otoritatif merupakan keseimbangan yang tepat antara
kendali dan otonomi. Sehingga memberi kesempatan anak untuk
membentuk kemandirian dan memberikan standar, batas, dan
panduan yang dibutuhkan anak.
2. Orang tua yang otoritatif lebih cenderung melibatkan anak dalam
kegiatan memberi dan menerima secara verbal dan memperbolehkan
anak mengutarakan pandangan mereka.
3. Kehangatan dan keterlibatan orang tua yang diberikan oleh orang tua
yang otoritatif membuat anak lebih bisa menerima pengaruh orang
tua.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa pola
asuh otoritatif merupakan pola asuh yang melibatkan kombinasi antara
penerimaan dan tuntutan dari orang tua. Pola asuh otoritatif menerapkan
keseimbangan antara kendali dan otonomi, sehingga memberi anak
kesempatan untuk memberntuk kemandirian, sembari memberi panduan
standar, dan batas yang dibutuhkan oleh anak.
2.2.4 Dimensi Pola Asuh
Setiap orang tua akan memberikan pola asuh yang berbeda beda dalam
mengasuh anaknya. Menurut Baumrind dalam Respati, dkk (2006:128)
ada dua dimensi besar yang menjadi dasar dari kecenderungan jenis
pola asuh orang tua, yaitu:
1. Responsiveness atau tanggapan
Dimensi berkenaan dengan sikap orang tua yang menerima, penuh
kasih sayang, memahami, mau mendengarkan, berorientasi pada
kebutuhan anak, dan sering memberikan pujian. Pada keluarga yang
20
orang tua nya menerima dan tanggap dengan anak – anak, sering
terjadi diskusi terbuka dan sering terjadi proses memberi dan
menerima, seperti saling mengekspresikan kasih sayang dan simpati.
2. Demandingness atau tuntutan
Kasih sayang dari orang tua tidaklah cukup untuk mengarahkan
perkembangan sosial anak secara positif. Kontrol orang tua
dibutuhkan untuk mengembangkan anak agar menjadi individu
kompeten, baik secara sosial maupun intelektual. Ada orang tua yang
membuat standar tinggi untuk anak dan mereka menuntut agar
standar tersebut dipenuhi anak (demanding). Namun ada juga orang
tua menuntut sangat sedikit dan jarang sekali berusaha untuk
mempengaruhi tingkah laku anak (undemanding).
2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua
diantaranya menurut pendapat Tridhonanto (2014:24-28) ada beberapa
faktor yang mempengaruhi gaya pengasuhan orang tua, yaitu:
1. Usia orang tua
Menikah terlalu muda atau tua, tidak akan dapat menjalankan peran-
peran secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan
psikososial.
2. Keterlibatan orang tua
Kedekatan ibu dan anak sama pentingnya dengan kedekatan ayah
dan anak walaupun secara kodrati akan ada perbedaan, tetapi tidak
mengurangi makna penting dalam hubungan tersebut.
3. Pendidikan orang tua
Pendidikan dan pengalaman orang tua akan mempengaruhi dalam
menjalankan pengasuhan. Supaya lebih siap dalam menjalankan
peranya, orang tua terlibat aktif dalam upaya pendidikan anak,
mengamati sesuatu yang berorientasi pada masalah anak, menjaga
21
kesehatan anak, serta menyediakan waktu untuk anak dan memantau
perkembanganya.
4. Pengalaman dalam mengasuh anak
Hasil penelitian menunjukan bahwa orang tua yang telah
berpengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap
menjalankan peran pengasuhan.
5. Stress orang tua
Stress yang dialami orang tua akan berpengaruh terhadap
kemampuan orang tua dalam mengasuh anak, terutama dalam
strategi menghadapi masalah yang dialami anak.
6. Hubungan suami istri
Hubungan yang kurang harmonis suami istri akan berpengaruh
dalam menjalankan peranya sebagai orang tua dalam merawat dan
mengasuh anak.
Menurut Soekanto (2004:43) secara garis besar menyebutkan bahwa
ada dua faktor yang mempengaruhi dalam pengasuhan seseorang yaitu
faktor eksternal serta faktor internal. Faktor eksternal adalah lingkungan
sosial dan lingkungan fisik serta lingkungan kerja orang tua
sedangkan faktor internal adalah model pengasuhan yang pernah
didapat sebelumnya. Secara lebih lanjut pembahasan faktor-faktor
yang ikut berpengaruh dalam pola pengasuhan orang tua adalah :
1. Lingkungan sosial dan fisik tempat dimana keluarga itu tinggal.
Apabila suatu keluarga tinggal dilingkungan yang otoritas
penduduknya berpendidikan rendah serta tingkat sopan santun yang
rendah, maka anak dapat dengan mudah juga ikut terpengaruh.
2. Model pola pengasuhan yang didapat oleh orang tua sebelumnya.
Kebanyakan dari orang tua menerapkan pola pengasuhan kepada
anak berdasarkan pola pengasuhan yang mereka dapatkan
sebelumnya. Hal ini diperkuat apabila mereka memandang pola
asuh yang pernah mereka dapatkan dipandang berhasil.
3. Lingkungan kerja orang tua.
Orang tua yang terlalu sibuk bekerja cenderung menyerahkan
pengasuhan anak mereka kepada orang-orang terdekat atau bahkan
kepada babysister. Oleh karena itu pola pengasuhan yang di dapat
oleh anak juga sesuai dengan orang yang mengasuh anak tersebut.
22
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
banyak faktor yang mempengaruhi pengasuhan orang tua, seperti :
anak, orang tua, masyarakat, budaya, etnis, sosio-ekonomi dan lain
sebagainya. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi jenis gaya
pengasuhan apa yang diterapkan oleh orang tua kepada anak,
apakah orang tua menggunakan gaya pengasuhan demokratis, gaya
pengasuhan permisif atau gaya pengasuhan otoriter.
2.3 Kemandirian Anak Usia dini
2.3.1 Pengertian Kemandirian Anak
Kemandirian adalah kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhanya
sendiri tanpa bantuan orang lain. Menurut Yamin & Sanan (2010:77)
pribadi yang mandiri adalah kemampuan hidup yang utama dan salah
satu kebutuhan setiap manusia di awal usianya. Anak meskipun usianya
masih sangat muda namun diharuskan memiliki pribadi yang mandiri.
Alasanya mengapa hal ini diperlukan karena ketika anak terjun ke
lingkungan di luar rumah sudah tidak tergantung kepada orang tua.
Misalnya ketika anak sudah mulai bersekolah, orangtua tidak mungkin
menemani setiap detiknya. mereka harus belajar mandiri dalam mencari
teman, belajar dan bermain. Kemandirian dalam arti lain adalah
bagaimana anak belajar untuk mencuci tangan, makan, memakai
pakaian, mandi, dan buang air kecil/besar sendiri. Mengajarkan anak
Menjadi pribadi yang mandiri memerlukan proses, tidak memanjakan
mereka secara berlebihan dan membiarkan mereka bertanggung jawab
23
atas perbuatannya merupakan hal yang perlu dilakukan jika kita ingin
anak menjadi mandiri.
Sedangkan Desmita (2009: 185) berpendapat bahwa :
Kemandirian sendiri merupakan kemampuan untuk mengendalikan
dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas
serta berusaha sendiri untuk mengendalikan dan mengatur pikiran,
perasaan malu dan ragu-ragu.
Menurut Brewer (2007) dalam Yamin & Sanan (2010:81) menyatakan
bahwa kemandirian anak Taman Kanak-kanak aspeknya adalah
pembiasaan yang terdiri dari kemampuan fisik, percaya diri,
bertanggung jawab, disiplin, pandai bergaul, mau berbagi,
mengendalikan emosi.
1. Kemampuan fisik
Dalam hal ini mencakup kemampuan anak dalam hal memenuhi
kebutuhannya sendiri. Misalnya anak butuh makan, maka secara
mandiri anak harus bisa makan sendiri. Anak belajar untuk
mengenakan pakaian sendiri, membiasakan membersihkan diri
(mandi atau buang air) sendiri, dll.
2. Percaya diri
Kepercayaan diri merupakan sikap individu yang menunjukkan
keyakinan bahwa dirinya dapat mengembangkan rasa dihargai.
Perwujudan kemandirian anak dapat dilihat dalam kemampuan untuk
berani memilih, berani tampil bernyanyi di depan temanya dll.
24
3. Bertanggung jawab
Dalam hal ini ditunjukkan dengan kemampuan seseorang untuk
berani menanggung resiko atas konsekuensi dari keputusan yang
telah diambil.
4. Disiplin
Yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri, karakter dan keadaan
secara tertib serta efisien.
5. Pandai bergaul
Yaitu kemampuan menempatkan diri dalam berinteraksi dengan
sesamanya dimana pun berada.
6. Saling berbagi
Dalam hal ini ditunjukkan dengan kemampuan memahami
kebutuhan orang lain dan bersedia memberikan apa yang dimiliki
untuk memenuhi kebutuhan orang lain.
7. Mengendalikan emosi
Yaitu kemampuan untuk mengatasi rasa tidak puas pada saat
mengalami kejadian yang tidak sesuai dengan keingingannya.
Berdasarkan pendapat diatas dapat dinyatakan bahwa kemandirian
anak taman kanak-kanak adalah suatu pembiasaan prilaku yang
tercakup dalam kemampuan fisik, percaya diri, bertanggung jawab,
disiplin, pandai bergaul mau berbagi, mampu mengendalikan emosi.
Mengajarkan anak menjadi pribadi yang mandiri memerlukan proses,
tidak memanjakan mereka secara berebihan dan membiarkan mereka
25
bertanggungjawab atas perbuatannya merupakan hal yang perlu
dilakukan jika kita ingin anak menjadi mandiri.
2.3.2 Ciri-Ciri Kemandirian Anak
Anak yang mandiri adalah anak yang mampu memenuhi kebutuhanya
sendiri tanpa bantuan orang lain, anak yang mandiri juga mampu dalam
menunjukan rasa percaya dirinya dan dapat mengambil keputusan yang
dipilihnya. Menurut Susanto (2017:37) anak yang mandiri adalah anak
yang memiliki kepercayaan diri dan motivasi yang tinggi sehingga
dalam setiap tingkah lakunya tidak banyak menggantungkan diri pada
orang lain, biasanya pada orang tuanya.
Anak yang kurang mandiri selalu ingin ditemani atau ditunggui baik
pada saat sekolah, bermain, kemana mana harus ditemani orang tuanya
atau saudaranya, anak yang kurang mandiri juga biasanya selalu
tergantung kepada orang lain dalam menyelesaikan tugasnya sehari
hari. Berbeda dengan anak yang memilki kemandirian, yang berani
memutuskan pilihannya sendiri, tingkat kepercayaan dirinya lebih
tampak, serta mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan teman
bermain maupun orang asing yang baru dikenalnya.
Susanto, (2017:38) memberikan beberapa ciri anak mandiri yaitu
mempunyai kecenderungan memecahkan masalah daripada berkutat
dalam kekhawatiran bila terlibat masalah, tidak takut mengambil resiko
karena sudah mempertimbangkan baik buruknya, percaya terhadap
penilaian sendiri sehingga tidak sedikit-sedikit bertanya atau minta
26
bantuan, dan mempuanyai kontrol yang lebih baik terhadap hidupnya.
Beberapa ciri-ciri anak mandiri antara lain:
1. Kepercayaan pada diri sendiri
Rasa percaya diri, atau atau dalam kalangan anak muda biasanya
disebut dengan istilah “PD” ini sengaja ditempatkan sebagai ciri
pertama dari sifat kemandirian anak.
2. Motivasi itrinsik yang tinggi
Motivasi intrinsik adalah dorongan yang tumbuh dalam diri untuk
melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik biasanya lebih kuat dan abadi
dibandingkan dengam motivasi ekstrinsik, walaupun kedua motivasi
ini kadang kurang, tetapi kadang juga bertambah.
3. Mampu dan berani menentukan pilihan sendiri
Anak mandiri memiliki kemampuan dan keberanian dalam
menentukan pilihan sendiri. Misalnya, dalam memilih alat bermain
atau alat belajar yang akan digunakannya.
4. Kreativ dan inovatif
Kreativ dan inovatif pada anak usia dini merupakan cirri anak yang
memiliki kemandirian, seperti dalam melakukan sesuatu atas
kehendaknya sendiri tanpa disuruh orang lain, tidak ketergantungan
kepada orang lain dalam melakukan sesuatu, menyukai pada hal-hal
baru yang semula belum dia tahu dan ingin selalu mencoba hal-hal
yang baru.
5. Bertanggung jawab menerima konsekuensi yang menyertai
pilihanya.
Di dalam mengambil keputusan atau pilihan tentu ada konsekuensi
yang melekat pada pilihannya. Anak yang mandiri akan bertanggung
jawab atas keputusan yang diambilnya apa pun yang terjadi, tetapi
tentu saja bagi anak tanggung jawab pada tahap wajar. Misalnya
tidak menangis ketika ia salah mengambil mainannya, dan senang
hati mengganti dengan alat mainan yang lain yang diinginkannya.
6. Menyesuaikan diri dengan lingkunganya
Lingkungan sekolah (Taman Kanak-kanak) merupakan lingkungan
baru bagi anak anak. Anak yang mandiri akan cepat menyesuaikan
lingkungan yang baru sedangkan anak yang kurang mandiri tidak
dapat menyesuaikan lingkunganya. Misalnya banyak kita jumpai
anak menangis ketika pertama masuk sekolah karena mereka merasa
asing dengan lingkungan di Taman Kanak-kanak, bahkan tidak
sedikit anak yang selalu ditunggu orang tuanya ketika belajar.
7. Tidak ketergantungan kepada orang lain
Anak mandiri selalu mencoba sendiri dalam melakukan sesuatu,tidak
bergantung kepada orang lain dan anak tau kapan waktunya meminta
bantuan orang lalin.
27
Menurut Yamin & Sanan (2010:84) anak yang mandiri untuk ukuran
anak usia dini terlihat dengan ciri-ciri:
1. Dapat melakukan segala aktifitasnya secara sendiri meskipun tetap
dengan pengawasan orang dewasa.
2. Dapat membuat keputusan dan pilihan sesuai dengan pandangan,
pandangan itu sendiri diperolehnya dari melihat perilaku atau
perbuatan orang-orang disekitarnya.
3. Dapat bersosialisasi dengan orang lain tanpa perlu ditemani orangtua
4. Dapat mengontrol emosinya bahkan dapat berempati terhadap orang
lain.
Ciri - ciri kemendirian menurut Wiyani (2016:33) sebagai berikut :
1. Memiliki kepercayaan pada diri sendiri.
2. Memiliki motivasi intristik yang tinggi.
3. Mampu dan berani menentukan pilihan sendiri.
4. Kreatif dan inovatif.
5. Betanggunga jawab menerima konsekuensi yang menyertai
pilihanya.
6. Tidak bergantung dengan orang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak
dapat dikatakan mandiri apabila memiliki cirri - ciri menemukan diri
atau identitas diri, memiliki inisiatif, membuat pertimbangan-
pertimbangan dalam bertindak, bertanggung jawab atas tindakannya,
dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhanya sendiri seperti mengerjakan
aktivitasnya sendiri, bertanggung jawab atas tindakanya, memiliki
kemampuan inisiatif, mampu mengatasi masalah, percaya diri, dapat
mengambil keputusan dalam bentuk kemampuan memilih.
28
2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Anak
Pembentukan kemandirian dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan,
namun faktor yang paling berpengaruh adalah keluarga khususnya
peranan orang tua. Orang tua dapat mendorong anak untuk mandiri
dengan mengajar dan membimbing mereka melakukan rutinitas kecil
dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan demikian anak merasa diberi
kepercayaan sehingga menumbuhkan rasa percaya diri dan mengurangi
ketergantungannya pada aktivitas yang anak lakukan.
Menurut Cahniyo (2016) Kemandirian anak usia dini dipengaruhi
beberapa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal adalah faktor yang ada pada diri anak itu sendiri,
seperti:
a. Emosi, kemampuan mengkontrol emosi yang ada dalam diri nya.
b. Intelektual, berhubugan dengan kemampuan mengatasi masalah.
2. Faktor Eksternal adalah segala sesuatu yang datang dari luar dirinya.
seperti :
a. Lingkungan
b. Kasih Sayang
c. interaksi sosial
d. Pola Asuh
e. gen dan keturunan
f. pemahaman orang tua tentang pendidikan.
Menurut Ali & Ansori (2006 :111) menyebut kan faktor yang
mempengaruhi berkembanganya kemandirian, yaitu:
1. Gen atau keturunan orang tua. Gen bisa dikaitkan dengan
kemandirian. Karena anak yang biasa mandiri cenderung mengikuti
orangtuanya yang mandiri.
2. Pola asuh orang tua. Cara mendidik dan mengasuh anak usia dini
dapat menentukan kesiapan anak saat masa remaja.
3. Sistem pendidikan disekolah. Proses pendidikan disekolah yang
tidak mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung
29
menenkankan indroktinasi tanpa argumentasi akan menghambat
perkembangan kemandirian remaja sebagai siswa.
2.3.4 Menanamkan Kemandirian Pada Anak
Menanamkan kemandirian pada anak harus dilakukan sejak usia dini
menurut Yamin & Sanan (2010:100) ada beberapa hal yang menjadi
perhatian dalam menanamkan kemandirian pada anak sejak dini di
antaranya yaitu:
1. Kepercayaan
Suasana sekolah yang terasa asing dan berat bagi anak-anak karena
harapan orangtua dan guru menjadi anak yang baik, maka perlu
ditanamkan rasa percaya diri dalam diri anak-anak dengan
memberikan kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang mampu
dilakukan sendiri.
2. Kebiasaan
Dengan memberikan kebiasaan yang baik kepada anak sesuai
dengan usia dan tingkat perkembangannya, misalnya membuang
sampah pada tempatnya, melayani dirinya sendiri, memcuci tangan,
meletakkan alat permainan pada tempatnya, dll.
3. Komunikasi
Komunikasi merupakan hal penting dalam menjelaskan tentang
kemandirian kepada anak dengan bahasa yang mudah dipahami.
4. Disiplin
Kemandirian erat kaitannya dengan disiplin yang merupakan proses
yang dilakukan oleh pengawasan dan bimbingan orang tua dan guru
yang konsisten.
Menanamkan kemandirian pada anak usia dini dengan cara memberikan
kepercayaan kepada anak bahwa anak mampu melakukan apa yang
sedang anak lakukan tanpa bantuan orang lain, memberikan kebiasaan
yang baik kepada anak agar anak menjadi anak yang mandiri dan selalu
berkomunikasi antara orang tua dengan anak karena dengan
menjelaskan kemandirian kepada anak maka anak akan mengerti bahwa
anak harus melakukan sesuatu dengan mandiri tanpa bantuan dari orang
lain termasuk orang tua.
30
2.3.5 Peran Orang Tua Dalam Menumbuh Kembangkan Kemandirian
Anak
Orang tua memilki peranan penting dalam menumbuhkan kemandirian
anak usia dini karena orang tua selain sebagai pemimpin juga sebagai
guru pertama bagi anak, pembimbing, pengajar, dan fasilitator. Orang
tua selain sebagai pendidik, juga berperan sebagai contoh yang baik
bagi anak - anaknya. Artinya, apa pun yang di lakukan orag tua dapat
memiliki arti penting dalam menumbuhkan kemandirian anak sehingga
menjadi pelajaran yang berharga bagi anak - anaknya untuk kehidupan
selanjutnya.
Musthafa dalam Susanto (2017:56) memberikan tips dalam menumbuh
kembangkan kemandirian anak melalui pujian atau dukungan yang
dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Memberikan pujian yang tulus ketika anak melakukan sesuatu yang
baik.
2. Mendukung anak-anak ketika mereka melakukan sesuatu yang baik.
3. Memperlihatkan dukungan ketika anak berhasil mencapai sesuatu
yang baik dan ketika gagal mencapai sesuatu yang diinginkannya
setelah berusaha keras meraihnya.
4. Menunjukan kegembiraan ketika melihat anak - anak mendapatkan
sesuatu yang telah diupayakan dengan keras.
5. Menatap dengan penuh perhatian ketika berbicara dengan anak dan
mendengarkan baik-baik apa yang dikatakannya.
6. Melakukan komunikasi dengan baik.
7. Menyadarkan anak bahwa Anda benar-benar ingin memahami
pendapat-pendaptnya.
31
Peran orang tua dalam mengoptimalkan potensi kemandirian anak
menurut Anwar dan Arsyad (2009:27), orang tua hendaknya
menciptakan suasana yang kondusif dalamm keluarga agar potensi anak
tumbuh secara optimal. Penciptaan suasana kondusif sebagai berikut:
1. Sikap orang tua dengan memberikan kebebasan pada anak untuk
berpendapat melalui pemberian penghargaan yang tidak hanya
bersifat satu arah, sediakan tempat diskusi , dan hargai pendapat
anak sekalipun salah.
2. Memerhatikan pertanyaan-pertanyaan anak agar rasa ingin tahu anak
berkembang.
3. Bermain baik dalam arti metode belajar (learning by playing)
maupun dengan anak lainya.
4. Berikan keteladanan dengan menunjukan sikap, ucapan , dan
perilaku baik yang dapat di contoh anak.
5. Hindari hukuman fisik karena akan menimbulkan dampak yang
negative bagi anak.
6. Berikan perhatian pada kebutuhan anak khususnya yang berkaitan
dengan emosi dan intelektual anak.
Berdasarkan uraian diatas pada prinsipnya, upaya mengembangkan
kemandirian pada anak dengan memberikan kesempatan untuk terlibat
dalam berbagai aktivitas. Semakin banyak kesempatan yang diberikan
kepada anak maka anak akan semakin terampil mengembangkan skill-
nya sehingga lebih mandiri.
2.3.6 Faktor Penghambat Kemandirian Anak Usia Dini
Perilaku orang tua sangat berpengaruh terhadap munculnya
problematika kejiwaan anak yang dapat menimbulkan rasa takut dan
tidak percaya diri sehingga akhirnya dapat menimbulkan ketidak
mandirian pada anak. Berikut ini prilaku orang tua yang bisa
menimbulkan kemandirian pada anak menurut Pasha (2007:3-4), yaitu:
32
1. Over Protektif, dalam hal ini, orang tua selalu ikut campur tangan
dalam setiap masalah anak baik masalah kecil maupun masalah
besar. Biasanya anak menjadi pribadi yang lemah.
2. Lepas control artinya, orang tu selalu menuruti keinginan dan
kemauan anaknya. Dengan sikap ini, anak menjadi tidak percaya
diri.
3. Tidak peduli, artinya anak disepelekan dan dibiarkan begitu saja,
tetapi tidak diberi apresiasi atau motivasi saat mencapai suatu
keberhasilan dan tidak ada teguran ketika menemui kegagalan.
4. Memanjakan anak, artinya orang tua terlalu memanjakan anaknya
dengan memenuhi segala keinginannya sehingga anak tumbuh
dengan lepas control
5. Keras artinya, orang tua melakukan kekerasan fisik atau psikis
sehingga anak tumbuh menjadi penakut dan ragu.
6. Gamang artinya, perbuatan anak yang semestinya mendapat hadiah
malah sebaliknya kena hukuman. Dalam kondisi ini anak tumbuh
dalam keraguan, kepribadian ganda, selalu cemas, dan tidak mampu
membedakan antara benar dan salah.
7. Pilih kasih, sikap ini akan mengakibatkan kecemburuan, kebencian,
dan dendam.
Menurut Haeriah, (2018: 187) Faktor-faktor yang menjadi kendala
perkembangan kemandirian antara lain:
1. Kebiasaan selalu dibantu dan dilayani
2. Sikap orang tua yang selalu bersikap memanjakan dan memuji anak
akan menghambat kemandiriannya
3. Kurangnya kegiatan diluar rumah, disaat anak tidak mempunyai
kegiatan dengan teman-temannya akan membuat anak bosan
sehingga dia akan menjadi malas tidak kreatif serta tidak mandiri
4. Peranan anggota lain, misalnya ada saudara yang melakukan tugas
rumahnya maka akan menghambat kemandiriannya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penghambat
kemandirian anak dapat disebabkan oleh orang tua yang terlalu over
proktektif, memanjakan anak dan kebiasaan selalu dibantu sehingga
membuat anak kurang mandiri dalam mengerjakan sesuatunya dengan
sendiri.
33
2.4 Penelitian Relevan
1. Penelitian Komala (2015) di kota Bandung berdasarkan kesimpulan
penelitian bahwa orang tua hendaknya memiliki dasar untuk memberikan
pola asuh demokratis dalam mengembangkan kemandirian di lingkungan
keluarga. Orang tua dianjurkan untuk mengetahui penerapan pola asuh
demokratis yang benar yang harus dilakukan orang tua di lingkungan
keluarga. Orang tua juga perlu mengetahui perkembangan kemandirian
anak usia dini melalui pola asuh demokratis yang benar, serta orang tua
sebaiknya mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung
perkembangan kemandirian anak usia dini.
2. Penelitian Haeriah (2018) di Lombok tepatnya di Taman Kanak - Kanak
PGRI Gerunung. Berdasarkan dari hasil analisis data pola asuh orang tua
dapat mempengaruhi kemandirian anak kelompok B TK PGRI Gerunung
tahun Pelajaran 2017/2018.
3. Penelitian Akhmad (2015) di Surabaya tepatnya di Taman Kanak - Kanak
El - Hijaa Tambak Sari. Dari berbagai paparan dari bab-bab sebelumnya
serta dari perhitungan angket maka peneliti menyimpulkan sebagai
berikut: Ada hubungan pola asuh demokratis terhadap kemandirian anak
kelompok di TK El – Hijaa Tambak sari Surabaya.
4. Penelitian Kordi dan Rozumah (2010) di Selangor, Malaysia berdasarkan
kesimpulan penelitian mengungkapkan bahwa orang tua memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap prestasi sekolah anak-anak mereka.
Terutama ketika mereka terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka dan
memantau anak-anak mereka sepulang sekolah. Meskipun orang Asia
34
menggunakan pola asuh otoriter, Baumrind (1971) berpendapat bahwa
gaya itu berbahaya bagi harga diri anak - anak dan sebaliknya lebih
menyukai penggunaan gaya pengasuhan yang otoritatif, yang menurut
pendapat para cendekiawan akan mengarahkan anak - anak menjadi
otonom, berorientasi pada pencapaian, dan mengendalikan diri.
5. Penelitian Juwariyah, dkk (2019) di Semarang tepatnya TK Dharma Indra
kesimpulan dari penelitian ini adalah ada kemauan orang tua dalam TK
Dharma Indra untuk memahami pengasuhan yang demokratis di mana
orang tua memberikan kebebasan dan batasan yang jelas untuk anak-anak
mereka. Upaya orang tua untuk bergabung secara aktif dengan
mematenkan aktivitas di sekolah berdasarkan pemahaman pengembangan
anak sehingga bisa dipantau bersama.
Berdasarkan penelitian relevan yang digunakan, dapat dijadikan sebagai
pemandu peneliti dan sebagai referensi peneliti dalam melakukan penelitian.
Namun dalam penelitian ini peneliti mencari Hubungan Pola Asuh Orang
Tua Terhadap Kemandirian Anak Usia Dini 5 - 6 Tahun.
2.5 Kerangka Pikir
Masa kanak-kanak merupakan masa yang penting dalam proses kemandirian,
maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak-
anak dalam mengembangkan kemandirian sangat penting. Berdasarkan
observasi yang dilakukan di Pekon Sukamarga Kecamatan Suoh, bahwa
terdapat permasalahan yaitu masih terdapat anak yang kurang mandiri
misalnya dalam memakai baju, mandi, makan dan membereskan mainanya
35
masih dibantu oleh orang tuanya. Kemandirian memiliki beberapa indikator
yaitu kemampuan fisik, percaya diri, bertanggung jawab, disiplin, pandai
bergaul, mau berbagi, mengendalikan emosi.
Untuk dapat mandiri anak membutuhkan kesempatan, pembiasaan, dukungan
dan dorongan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya dan peran serta orang
tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak sangat penting untuk
pembentukan kepribadian anak selanjutnya. Namun pada kenyataanya masih
ada beberapa orang tua yang menerapkan pola asuh yang tidak membiasakan
anaknya untuk mengerjakan sesuatunya sendiri, orang tua terlalu membantu
anak dalam segala aktivitas sehingga menyebabkan anak ketergantungan
kepada orang tua. Jika kita perhatikan ada saja orang tua yang mengerjakan
tugas atau tanggung jawabnya anak dan membiarkan anak bermain tanpa
memikirkan tanggung jawabnya.
Pengasuhan otoritatif merupakan pengasuhan dimana orang tua memberikan
kebebasan kepada anak, memberikan kasih sayang kepada anak, dan
perhatian, tetapi orang tua masih menempatkan batasan-batasan dan control
atas tindakan mereka. Pengasuhan otoritatif juga dapat mendorong anak agar
menjadi mandiri. Pola asuh otoritatif dibagi menjadi dua dimensi pertama
dimensi responsiveness atau tanggapan dimensi yang berkenaan dengan sikap
orang tua yang menerima anak yang dibagi menjadi tiga indikator yaitu
perhatian komunikasi berorientasi pada kebutuhan anak. Kedua yaitu
demandingness atau tuntutan kontrol orang tua dibutuhkan untuk
mengembangkan anak agar menjadi individu kompeten, baik secara sosial
36
maupun intelektual, yang dibagi menjadi dua indikator utama yaitu kontrol
orang tua dan tuntutan orang tua terhadap anak.
Anak akan mandiri jika dimulai dari keluarganya dan hal ini menyebabkan
tingkat kemandirian seseorang berbeda satu dengan yang lain, hal ini
disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi kemandirian tersebut salah
satunya pola asuh. Pola asuh yang diberikan orang tua sangat membantu
dalam mengembangkan kemandirian anak.
Bahwa kemandirian anak akan tercapai apabila orang tua melakukan upaya
melalui berbagai kegiatan yang menunjang mengembangkan kemandirian
anak dengan cara membiasakan anaknya untuk mandiri sejak dini, orang tua
memberikan dukungan dan dorongan agar anak dapat melakukan aktivitasnya
sendiri. Dengan pola asuh orang tua yang baik maka anak akan berkembang
dalam aspek kemandiriannya.
37
Gambar 2.1 : Kerangka Pikir Penelitian
2.6 Hipotesis Penelitian
Terdapat hubungan pola asuh otoritatif terhadap kemandirian anak usia dini
5-6 tahun.
Faktor-faktor Pola
Asuh
1. Usia orang tua
2. Pendidikan
3. Jenis kelamin
4. Ekonomi
5. Stres orang tua
6. Hubungan
suami istri
Otoritatif
Kemandirian
Aspek-aspek
Kemandirian
1. Kemampuan fisik
2. Percaya diri
3. Bertanggung jawab
4. Disiplin
5. Pandai bergaul
6. Mau berbagi
7. Mengendalikan
emosi
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
korelasional yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui adanya
hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut (Siregar 2015: 200)
analisis hubungan (korelasi) adalah suatu bentuk analisis data dalam
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan atau bentuk arah
hubungan dua variabel dan besarnya pengaruh yang disebabkan oleh variabel
yang satu yaitu variabel bebas terhadap variabel lainnya yaitu variabel terikat.
Jadi dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui adakah hubungan pola
asuh orang tua terhadap kemandirian anak usia dini 5 - 6 tahun.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini ditujukan kepada orang tua yang mempunyai anak usia 5 - 6
tahun di Pekon Sukamarga Kecamatan Suoh. Penelitian ini dilaksakan pada
bulan maret 2019.
39
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu penelitian pendahuluan, perencanaan
penelitian dan pelaksanaan penelitian. Adapun langkah - langkah dari setiap
penelitian tersebut adalah:
1. Penelitian Pendahuluan
a. Membuat pertanyaan wawancara sederhana.
b. Melakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui penerapan pola
asuh yang digunakan orang tua yang mempunyai anak yang berusia 5-6
tahun yang akan dijadikan subjek penelitin.
c. Melakukan penelitian terhadap kemandirian anak yang berusia 5-6
tahun.
2. Tahap persiapan
a. Membuat instrumen penelitian.
3. Tahap pelaksanaan
a. Menyebar kuesioner/angket.
b. Mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2013: 177) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
40
Subjek populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki
anak usia 5-6 tahun di Pekon Sukamarga yang berjumlah 154 orang
tua.
Tabel 3.1 Jumlah Dusun di Pekon Sukamarga Kecamatan Suoh
No Nama Dusun Jumlah Keluarga
yang mempunyai usia
5-6 tahun
1 Sugimukti 35
2 Cibitung 23
3 Sidorejo 4
4 Sukaraja 9
5 Kalibata Atas 4
6 Kalibata Bawah 23
7 Talang Rejo 2
8 Sukamarga 46
9 Curug Gading 3
10 Sinar Baru 5
Jumlah 154
3.4.2 Sampel
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive
Random Sampling. Menurut Sugiyono (2013:218-218) Purposive
Random Sampling adalah teknik untuk menentukan sampel penelitian
dengan beberapa pertimbangan - pertimbangan tertentu dalam
pengambilanya sampelnya yang bertujuan agar data yang diperoleh
nantinya bisa lebih representative.
Berdasarkan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
Purposive Random Sampling dari Sepuluh dusun yang berada di Pekon
Sukamarga Kecamatan Suoh peneliti memilih dua dusun yang berada di
Pekon Sukamarga yaitu Dusun Sugimukti dan Dusun Sukamarga.
41
Tabel 3.2 Jumlah Dusun Yang Menjadi Sampel Penelitian
Nama Dusun Jumlah Keluarga Jumlah Anak Usia
5-6 tahun
Sukamarga 200 46
Sugimukti 100 35
Jumlah 300 81
Berdasarkan tabel diatas peneliti memilih dua dusun dengan
pertimbangan karena dusun Sukamarga merupakan dusun yang
menjadi pusat Pekon dari beberapa dusun yang ada, dan merupakan
dataran rendah yang memiliki jumlah kepala keluarga terbanyak yakni
200 kepala keluarga yang memiliki jumlah anak usia 5-6 tahun
terbanyak yakni 46 anak. Di dusun Sukamarga merupakan pusat
pendidikan dari beberapa dusun yang ada dan kebanyakan orang tua
sebagai wirausaha dan guru. Sedangkan yang kedua peneliti memilih
dusun Sugimukti yang merupakan dataran sedang yang memiliki
jumlah 100 kepala keluarga yang memiliki anak usia 5-6 tahun
sebanyak 35 anak dan mayoritas orang tua merupakan seorang petani
dan buruh. Riwayat pendidikan orang tua di dusun Sugimukti
mayoritas SD, SMP dan SMA. Dengan demikian kedua dusun tersebut
mewakili beberapa dusun dipekon Sukamarga dalam segi, pendidikan,
pekerjaan dan jumlah kelurga terbanyak.
Maka dari itu peneliti memutuskan untuk mengambil sampel orang tua
yang mempunyai anak usia 5 - 6 tahun di dusun Sugimukti dan
Sukamarga.
42
Alasan peneliti mengambil sampel 50 diperkuat oleh pendapat sugiyono
(2012:91) menyarankan ukuran sampel untuk peneliti minimal yang
harus diambil oleh peneliti yaitu sebanyak 30 sampel. kemudian dari
jumlah 81 orang tua yang mempunyai anak usia 5-6 tahun 30 orang tua
digunakan sebagai uji coba penelitian dan sisanya yang berjumlah 51
sebagai sampel penelitian.
3.5 Definisi Variabel
3.5.1 Definisi Konseptual Variabel X (Variabel Independen) Pola Asuh
Otoritatif
Pengasuhan Otoritatif (authoritative parenting) merupakan pola asuh
yang mendorong anak-anak untuk menjadi mandiri, tetapi masih
menempatkan batasan-batasan dan control atas tindakan mereka, namun
mereka tetap memberi kehangatan, bimbingan dan komunikasi dua
arah. Baumrind dalam Santrock (2011:101)
Definisi Operasional Variabel X (Variabel Independen) Pola Asuh
Orang Tua
Dalam penelitian ini peneliti berfokus pada gaya pengasuhan otoritatif
(authoritative parenting) yang merupakan gaya pengasuh ketika orang
tua mendorong anak-anak untuk menjadi mandiri dimana orang tua
membiasakan anaknya untuk melakukan kegitannya dengan sendiri
namun tetap dalam pengawasan orang tua misalnya, dari membiasakan
anak untuk makan sendiri, memakai baju sendiri, membereskan
mainanya sendiri dan lain-lain. Orang tua juga menempatkan batasan
dan control atas tindakan anak. Orang tua otoritatif memberi perhatian
43
kepada anak, bimbingan dan komunikasi dua arah antara orang tua dan
anak. Pola asuh otoritatif memiliki dua dimensi utama yaitu :
1. Responsiveness atau tanggapan
Dimensi yang berkenaan dengan sikap orang tua yang menerima
anak yang dibagi menjadi tiga indikator yaitu:
a. Perhatian
b. Komunikasi
c. Berorientasi pada kebutuhan anak
2. Demandingness atau tuntutan
Kontrol orang tua dibutuhkan untuk mengembangkan anak agar
menjadi individu kompeten, baik secara sosial maupun intelektual,
yang dibagi menjadi dua indikator utama yaitu:
a. Kontrol orang tua
b. Tuntutan orang tua terhadap anak
3.5.2 Definisi Konseptual Variabel Y (Variabel Dipenden) Kemandirian
Anak
Kemandirian anak adalah suatu pembiasaan prilaku dan kemampuan
anak dalam kemampuan fisik, percaya diri, bertanggung jawab, disiplin,
pandai bergaul, mau berbagi, mengendalikan emosi. (Brewer, 2007
dalam Yamin & Sanan, 2010:81).
Definisi Operasional Variabel Y (Variabel Dipenden) Kemandirian
Anak
Kemandirian adalah kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhanya
sehari hari, anak dapat dikatakan mandiri apabila dapat mengambil
keputusan yang dipilihnya, mampu mengikuti peraturan dan
44
berinteraksi dengan orang lain. Kemandirian juga merupakan
kemampuan anak memahami kebutuhan orang lain dan kemampuan
anak untuk mengatasi rasa tidak puasnya. Dengan begitu sikap
kemandirian anak dapat dilihat dari beberapa dimensi sebagai berikut:
1) Kemampuan fisik yaitu kemampuan anak dalam memenuhi
kebutuhannya sendiri, 2) Percaya diri yaitu kemampuan anak dalam
menunjukan rasa keyakinan pada dirinya, 3) Bertanggung jawab yaitu
kemampuan anak dalam mengambil keputusan yang dipilihnya, 4)
Disiplin yaitu, kemampuan anak dalam mengikuti peraturan, 5) Pandai
bergaul yaitu kemampuan anak berinteraksi dengan orang lain, 6)
Saling berbagi yaitu kemampuan anak memahami kebutuhan orang
lain, 7) Mengendalikan emosi yaitu kemampuan anak untuk mengatasi
rasa tidak puas.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Kuesioner/Angket
Pada penelitian ini metode pengumpulan data tentang gaya pengasuhan
orang tua dan kemandirian anak menggunakan angket. Angket atau
koesioner menurut Sugiyono (2010:199) menyatakan bahwa angket
adalah teknik pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
menjawabnya. Tujuan angket adalah untuk memperoleh jawaban
singkat dari responden, yaitu dengan memilih alternative jawaban dari
45
setiap pernyataan yang telah dibuat oleh peneliti dengan menggunakan
tanda ceklist pada kolom yang sesuai untuk menjawab tentang dirinya.
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen yaitu alat bantu untuk mengumpulkan data yang di lakukan pada
waktu penelitian sesuai dengan metode pengumpulan data yang di lakukan.
Jumlah instrumen yang akan digunakan dalam penelitian tergantung pada
variabel yang akan diteliti.
Angket yang digunakan oleh peneliti adalah angket pola asuh orang tua dan
kemandirian anak. Instrumen penelitian untuk variabel bebas (independen)
yaitu pola asuh orang tua dan variabel terikat (dependen) yaitu kemandirian
anak dengan menggunakan kuesioner atau angket yang di berikan kepada
orang tua.
Angket menggunakan skala Likert. Sugiyono (2013:134) menyatakan bahwa
skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Variabel dalam
skala likert yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator. Indikator-
indikator tersebut kemudian dijadikan tolak ukur untuk menyususn item-item
instrumen yang dapat berupa pertanyaan/pernyataan.
Angket dalam penelitian ini menggunakan 3 jawaban yaitu, Selalu (SL),
Jarang (JR), dan Tidak Pernah (TP) skor untuk setiap jawaban pernyataan
berkisar 1 sampai 3. Dengan ketentuan memberikan skor pada setiap jawaban
yang diberikan oleh responden dengan skor terbesar yaitu 3 akan diberikan
kepada respon yang menjawab selalu, skor 2 akan diberikan kepada respon
46
yang menjawab jarang dan skor 1 diberikan kepada respon yang menjawab
tidak pernah.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Otoritatif dan Kemandirian Variabel
Penelitian
Sub
Variabel
Dimensi Indikator Nomer
Item
Pola Asuh Pengasuhan
Otoritatif
1. Responsiv -
eness atau
tanggapan
1. Perhatian
2, 8, 5,
13, 10,
16, 9
2. Komunikasi
3, 6, 4, 7
3. Berorientasi
pada kebutuhan
anak
11, 12, 14
2. Demandin -
gness atau
tuntutan
1. Kontrol orang
tua
22, 15,
17, 21
2. Tuntutan orang
tua terhadap
anak
19, 23, 1,
18, 20
Kemandirian 1. Kemampua
n fisik
Kemampuan anak
dalam memenuhi
kebutuhannya
sendiri
1, 4, 2, 3,
5, 6, 8
2. Percaya diri Kemampuan anak
dalam menunjukan
rasa keyakinan
pada dirinya
7, 20, 31,
21, 22
3. Bertanggu-
ng jawab
Kemampuan anak
dalam mengambil
keputusan yang
dipilihnya
10, 9, 12,
24
4. Disiplin Kemampuan anak
dalam mengikuti
peraturan
14, 13,
16, 15,
17
5. Pandai
bergaul
Kemampuan anak
berinteraksi
dengan orang lain
37, 25,
26, 32,
38, 39
6. Saling
berbagi
Kemampuan anak
memahami
kebutuhan orang
lain
33, 34,
35, 36
7. Mengenda-
likan emosi
Kemampuan anak
untuk mengatasi
rasa tidak puas
27, 28,
18, 29,
30
47
3.8 Uji Instrumen
Untuk memperoleh kuesioner atau instrumen dengan hasil yang baik adalah
dengan melakukan proses uji coba. Responden yang diambil untuk keperluan
uji coba adalah responden dari tempat penelitian, yaitu orang tua yang
mempunyai anak usia 5 - 6 tahun. Uji coba dilakukan untuk mengetahui
tingkat keandalan atau keampuhan instrumen.
3.8.1 Uji Validitas
Menurut Arikunto (2010:211) sebuah instrument dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang diinginkan serta dapat mengungkap
data variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas
instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Dalam
penelitian ini untuk menentukan validitas item dilakukan langsung
terhadap teori yang diambil, dari teori tersebut melahirkan indikator-
indikator yang akan dipakai.
Uji validitas skala penelitian menggunakan korelasi product moment
yang dihitung menggunakan SPSS 23 dari rumus korelasi yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1 Rumus Korelasi Product Moment (Sugiyono, 2010)
𝑟𝑥𝑦=
𝑁 ∑ 𝑥𝑦−(∑ 𝑥)(∑ 𝑦)
√(𝑁 ∑ 2)−(∑ )2𝑥𝑥 (𝑁 ∑ 2)−(∑ )2𝑦𝑦
48
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi antara variable X dan Y
N : jumlah subyek
X : skor dari tiap-tiap item
Y : jumlah dari skor item
Uji validitas instrumen dilakukan dengan cara mengambil 30 responden
diluar sampel penelitian dengan menggunakan perhitungan SPSS 23.
Berikut adalah hasil uji validitas pola asuh orang tua dan kemandirian
anak yang dilakukan dengan menggunakan rumus product moment:
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Instrumen Pola Asuh Otoritatif
NO 𝑟 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑟 𝑇𝑎𝑏𝑒𝑙 Keterangan
1 0,558 0,361 Valid
2 0,996 0,361 Valid
3 0,917 0,361 Valid
4 0,996 0,361 Valid
5 0,917 0,361 Valid
6 0,814 0,361 Valid
7 0,996 0,361 Valid
8 0,799 0,361 Valid
9 0,917 0,361 Valid
10 0,996 0,361 Valid
11 0,996 0,361 Valid
12 0,996 0,361 Valid
13 0,996 0,361 Valid
14 0,996 0,361 Valid
15 0,892 0,361 Valid
16 0,996 0,361 Valid
17 0,917 0,361 Valid
18 0,996 0,361 Valid
19 0,996 0,361 Valid
20 0,996 0,361 Valid
21 0,907 0,361 Valid
22 0,917 0,361 Valid
23 0,996 0,361 Valid
24 0,221 0,361 Tidak Valid
49
Berdasarkan tabel diatas, uji validitas item instrument pada variabel X
pola asuh orang tua terdapat satu item yang dinyatakan tidak valid
yaitu pada item ke-24 dengan jumlah r hitung 0,221. karena terdapat
item tidak valid maka akan dihilangkan tanpa mengganti item baru, jadi
jumlah item pola asuh orang tua dari 24 menjadi 23 item.
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Kemandirian
NO 𝑟 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑟 𝑇𝑎𝑏𝑒𝑙 Keterangan
1 0, 792 0,361 Valid
2 0, 637 0,361 Valid
3 0, 643 0,361 Valid
4 0, 643 0,361 Valid
5 0, 643 0,361 Valid
6 0, 643 0,361 Valid
7 0, 624 0,361 Valid
8 0, 727 0,361 Valid
9 0, 830 0,361 Valid
10 0, 830 0,361 Valid
11 0, 129 0,361 Tidak Valid
12 0, 920 0,361 Valid
13 0, 512 0,361 Valid
14 0, 920 0,361 Valid
15 0, 491 0,361 Valid
16 0, 920 0,361 Valid
17 0, 920 0,361 Valid
18 0, 920 0,361 Valid
19 0, 242 0,361 Tidak Valid
20 0, 920 0,361 Valid
21 0, 920 0,361 Valid
22 0, 920 0,361 Valid
23 0, 274 0,361 Tidak Valid
24 0, 920 0,361 Valid
25 0, 821 0,361 Valid
26 0, 773 0,361 Valid
27 0, 523 0,361 Valid
28 0, 821 0,361 Valid
29 0, 821 0,361 Valid
30 0, 821 0,361 Valid
31 0, 920 0,361 Valid
32 0, 755 0,361 Valid
33 0, 920 0,361 Valid
50
34 0, 427 0,361 Valid
35 0, 920 0,361 Valid
36 0, 791 0,361 Valid
37 0, 748 0,361 Valid
38 0, 748 0,361 Valid
39 0, 456 0,361 Valid
Berdasarkan tabel diatas, uji validitas item instrument pada variabel Y
kemandirian anak terdapat tiga item yang dinyatakan tidak valid yaitu
pada item ke-11, dengan jumlah r hitung sebesar 0,129, item ke-19 r
hitung sebesar 0, 242, dan item ke-23 r hitung sebesar 0, 274. karena
terdapat item tidak valid maka akan dihilangkan tanpa mengganti item
baru, jadi jumlah item pola asuh orang tua dari 39 menjadi 36 item.
3.8.2 Uji Reliabilitas
Menerut Arikunto, (2010:211) reliabilitas menunjuk pada suatu
pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut
sudah baik. Instumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan
menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang
benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil, tetap
akan sama. Reliabelitas artinya dapat dipercaya, dapat diandalkan.
Setelah melakukan uji validitas instrument peneliti melakukan uji
realibitas terhadap butir - butir soal yang sudah valid. Pada penelitian
ini uji realibitasnya menggunakan rumus Alfa Cronbach yang dihitung
menggunakan rumus SPSS 23. Adapun rumus yang dipakai dalam uji
realibilitasini adalah:
51
Gambar 3.2 Rumus Alfa Cronbach (Arikunto, 2010)
Keterangan:
r1 :koefesien reabilitas instrument (cronbach alpha)
k :banyaknya butir pertanyaan atau butir soal
Σσb2 :jumlah varians butir
σ12 :varians total
Berdasarkan hasil uji reliabiltas instrument jumalah total item
reliabilitas pola asuh orang tua adalah 23 dan kemandirian anak 36.
Item yang diuji dengan Alpha Cronbach dikatakan reliabel apabila
nilainya lebih dari 0,05. Hasil perhitungan item dengan menggunakan
SPSS 23 dengan rumus Alpha Cronbach menunjukan hasil lebih dari
0,05 dengan pola asuh otoritatif ,994 dan kemandirian ,976. Karena
hasil perhitunganya lebih dari 0,05 maka instrument pada penelitian ini
dikatakan reliabel.
𝑟1=
(𝑘
𝑘−1 )(1 − ∑ 𝑎𝑏
2
𝑎2𝑡
)
52
3.9 Teknik Analisis Data
Data merupakan keterangan mengenai variable pada sejumlah responden.
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini untuk mengelola
hasil data, agar dapat mengetahui tentang hubungan pola asuh orang tua
terhadap kemandirian anak usia dini 5 - 6 tahun. Data yang diperoleh
digunakan sebagai landasan dalam menguji hipotesis penelitian. Metode
analisis yang digunakan yaitu uji korelasional.
3.9.1 Interval Kategori
Menentukan besaran rentangan kelas dalam masing-masing kategor
menggunakan rumus interval menurut Sutrisno (2006:178), sebagai
berikut:
Gambar 3.3 Rumus interval Sutrisno (2006: 196)
Keterangan :
𝔦 : Interval nilai skor
𝛮𝛵 : Nilai tertinggi
NR : Nilai terendah
K : Kategori jawaban
𝔦 = (𝑁𝑇 − 𝑁𝑅
𝐾)
53
3.9.2 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode korelasi.
Korelasi ini digunakan untuk menguji hubungan antara variable pola
asuh orang tua dengan variable kemandirian anak usia 5 - 6 tahun di
pekon Sukamarga. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan
rumus korelasi Spearman Rank yang dihitung menggunakan SPSS 23.
Gambar 3.4 Rumus Korelasi Spearman Rank
Sumber : Sugiyono (2011 : 245)
Keterangan :
= Koefisien Spearman Rank
𝑏𝑖 = Selisih peringkat setiap data
𝑛 = Jumlah seluruh anggota sampel
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat diketahui apakah
hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak:
Ho : µ = 0 : Jika Ho = 0 maka ho ditolak
Ha : µ ≠ 0 : Jika Ha ≠ 0 maka Ha diterima
Tabel 3.6 Pedoman untuk Memberikan Interprestasi Koefisien
Korelasi
Kategori Tingkat Keeratan
0,00-0,199 Sangat kurang erat
0,20-0,399 Kurang erat
0,40-0,599 Cukup erat
0,60-0,799 Erat
0,80-1,000 Sangat Erat
Sumber : Sugiyono (2010:257)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dalam
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan pola asuh otoritatif
terhadap kemandirian anak usia 5-6 tahun di Pekon Sukamarga. Hubungan
yang didapat dalam penelitian ini menunjukan bahwa pola asuh otoritatif
sangat erat hubungannya dalam menumbuhkan kemandirian anak usia dini.
Kemandirian anak akan tercapai apabila orang tua memberikan kebebasan
kepada anak, memberikan perhatian dan kasih sayang, namun orang tua harus
tetap mengontrol tindakan anak, orang tua juga dapat melakukan upaya
melalui berbagai kegiatan yang menunjang kemandirian anak, memberikan
kebiasaan-kebiasan yang dapat menumbuhkan kemandirian anak misalnya,
membiaakan anak untuk membereskan mainanya sendiri dan memenuhi
kebutuhanya sendiri.
5.2 Saran
1. Manfaat Bagi Peneliti Lain
Diharapkan peneliti lain mampu mengembangkan penelitian pola asuh
otoritatif terhadap kemandirian dengan lebih sepesifik untuk mengetahui
hubungan lain yang terjadi akibat pola asuh terhadap kemandirian ana
65
2. Manfaat Bagi Orang Tua
Bagi orang tua diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang otoritatif
kerena pola asuh otoritatif merupakan pengasuhan yang cenderung
mengkombinasikan kontrol seimbang dengan kehangatan dan kasih
sayang. orang tua otoritatif luwes dalam mengasuh anak, mereka
membentuk dan menyesuaikan tuntutan dan harapan yang sesuai dengan
perubahan kebutuhan dan kompetensi anaknya.
3. Manfaat Bagi Kepala Sekolah
Memberikan informasi kepada guru bahwa untuk mengembangkan
kemandirian anak usia dini, guru perlu memberikan perhatian dan
kebebasan kepada anak namun tetap menetapkan batasan dan control atas
tindakan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad. 2015. Hubungan Pola Asuh Demokratis Terhadap Kemandirian anak
Di Taman Kanak - Kanak El-Hijaa Tambak Sari Surabaya. Jurnal
Pendidikan Islam. 4:43-44.
Ali, Mohammad dan Ansori. 2006. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
didik. PT Bumi Karsa, Jakarta.
Anwar dan Arsyad. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini. Alfabeta, Bandung.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. PT Rineka Cipta, Jakarta
Bokko, Daniel. 2014. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat
Kemandirian Anak Usia Pra Sekolah Di Kelurahan Pantan Kabupaten
Tana Toraja. Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 3:381-396.
Cahniyo. 2016. Menumbuhkan Kemandirian Anak Usia Dini Melalui Bermain.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini. 1:20-34.
Casmini. 2007. Emotional Parenting. Pilar Media, Yogyakarta.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta didik. Remaja Rosdakarya,
Bandung
Ebi CH, Shantika. 2017. Golden Age Parenting Memaksimalkan Potensi Anak
Di Usia Emas. PT Anak Hebat Indonesia, Yogyakarta.
67
Haeriah, Baiq. 2018. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian
Anak Kelompok B Taman Kanak - Kanak PGRI Gerunung. Jurnal
Ilmiah Mandala Education. 4:184-188.
Jahja, Yurdika. 2011. Psikologi Perkembangan. Kencana, Jakarta.
Juwariyah, S., Slamet, A., dan Kustiono. 2019. Analysis of Parenting and
Involvement of Parents in Early Childhood. Journal Of Primary
Education. 8:364-370.
Komala. 2015. Mengenal dan Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini
Melalui Pola Asuh Orang Tua dan Guru. Jurnal Tunas Siliwangi. 1: 31-
45.
Kordi dan Rozumah. 2010. Parenting Attitude and Style Its Effect on
Children’s School Achievements. International Journal of
Psychological Studies. 2:217-222.
Laily, I., Herawati, N., dan Istianti. 2016. Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dengan Kemandirian Anak Usia Dini. Journal UPI. 7:1-12
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Pustaka Setia, Bandung.
Mulyasa. 2014. Manajemen PAUD. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Musthafa, Bacharudin. 2007. Early Chilhood Care and Education Indonesia
Current Pratice and Future Policy Directions. SPS-UPI, Bandung.
Musyarofah. 2017. Pengembangan Aspek Sosial Anak Usia Dini Di Taman
Kanak-Kanak ABA IV Mangli Jember. Journal of Communication.
2:99-122.
Nurani, Yuliani. 2010. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Indeks, Jakarta.
Nurmalitasari, Femmi. 2015. Perkembangan Sosial Emosi pada Anak Usia
Prasekolah. Jurnal Buletin Psikologi. 23:103-111.
68
Pasha, Hasan. 2007. Bimbingan Mendidik Anak Sejak Kecil Hingga Dewasa.
Dinamika Pustaka, Bandung.
Respati, W., Yulianto, A., dan Widiyana. 2006. Perbedaan Konsep Diri Antara
Remaja Akhir Yang Mempersepsi Pola Asuh Orang Tua Authoritarian,
Permissive, Authoritative. Jurnal Psikologi. 4:119-138.
Santrock, John W. 2011. Perkembangan anak edisi 11. Salemba Humanika,
Jakarta.
Santrock, John W. 2007. Perkembangan anak jili I edisi 11. PT Erlangga,
Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo, Jakarta
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D.Alfabeta, Bandung.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Alfabeta, Bandung.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta, Bandung.
Sunarty, Kustiah. 2016. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dan Kemandirian
Anak. Journal of EST. 1:152-160.
Susanto, Ahmad. 2017. Pendidikan Anak Usia Dini. PT Bumi Karsa, Jakarta.
Sofia, A., Irzalinda, V., dan Prawisudawati, E. 2016. Faktor-Faktor Yang
Berperan Terhadap Perkembangan Sosial Anak Usia Dini. Jurnal Ilmu
Pendidikan. 7:733-799.
Siregar. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan Perbandingn
Perhitungan Manual & SPSS. Kencana, Jakarta.
Sutrisno, Hadi. 2006. Analisis Regresi. Andi Offest, Yogyakarta.
69
Tridhonanto, Al. 2014. Mengembangkan Pola Asuh Demokratis. Gramedia,
Jakarta.
Wiyani, Novan Ardy. 2016. Bina Karakter Anak Usia Dini: Panduan Orang
Tua Dan Guru Dalam Membentuk Kemandirian Dan Kedisiplinan
Anak Usia Dini. Ar-Ruzz Media, Yogyakarta.
Yamin, Martinis dan Sabri, Sanan J. 2010. Panduan Pendidikan Anak Usia
Dini. Gaung Persada Press Group, Jakarta.
Yusuf, Syamsu. 2006. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Remaja
Rosdakarya, Bandung.