hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik bagan deli11977
TRANSCRIPT
1. LATAR BELAKANG
Reformasi di Indonesia yang telah berlangsung selama hampir 15 tahun lamanya telah
membawa banyak perubahan dalam demokrasi di Indonesia. Proses yang dialami Indonesia
mulai sejak diterapkannya demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, sampai kepada
demokrasi pancasila merupakan suatu perjalanan dalam rangka mencapai demokratisasi yang
ideal bagi bangsa Indonesia. Demokrasi menurut asal katanya berarti rakyat berkuasa atau
government by the people (kata Yunani, demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti
kekuasaan).1 Maka dalam pemerintahan demokrasi, rakyat memiliki peranan penting di dalam
urusan negara. Hal ini memberikan suatu keleluasaan bagi rakyat Indonesia untuk
memberikan partisipasinya dalam kegiatan politik. Seperti terwujud dalam UUD 1945 pasal
28, bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagaimana ditetapkan oleh Undang – Undang.”2 Artinya negara menjamin hak
kolektifitas (hak bersama-sama) dalam melakukan kegiatan kolektif termasuk kegiatan
politik. Namun pada kenyataannya untuk mencapai suatu negara yang demokratis, masih
terasa tidak mudah untuk diwujudkan di Indonesia, dimana demokrasi menuntut banyak
aspek untuk mencapai suatu demokrasi yang ideal bagi suatu bangsa.
Kriteria untuk mencapai suatu pemerintahan yang demokratis dan ideal selalu
menuntut berbagai hal. Salah satu yang menjadi indikator suatu pemerintahan yang
demokratis mampu kita lihat dari partisipasi politik masyarakat tersebut. Partisipasi politik
adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang
menyangkut atau mempengaruhi kehidupannya.3 Partisipasi politik masyarakat adalah aspek
penting dari demokratisasi di dalam sebuah negara, dimana unsur demokrasi ditentukan oleh
1 Miriam Budiarjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Umum, 2008, hal 105. 2 Perpustakaan Nasional; UUD 1945 Negara Republik Indonesia Dalam Satu Naskah (Amandemen I-IV),Jakarta ;Pustaka Nasional, 2010.Hal.263 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Widya Sarana, 1992. Hal.140
1
bagaimana kesadaran dari warga negara untuk berpartisipasi di dalam politik dan
pemerintahan. Hal ini menjadi suatu yang penting di dalam konteks pemerintahan demokrasi
karena rakyat sebagai pemegang kedaulatan dalam pemerintahan adalah aktor yang paling
mengetahui apa yang dibutuhkan bagi dirinya. Kesadaran inilah yang perlu diwujudkan
dalam rangka mewujudkan partisipasi politik untuk mempengaruhi kebijakan dalam
pemerintahan.
Partisipasi berhubungan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat, sehingga apa
yang dilakukan rakyat dalam partisipasi politiknya menunjukkan derajat kepentingan mereka.
Kepentingan-kepentingan masyarakat tersebut dipengaruhi oleh sikap politik masyarakat,
dimana sikap politik merupakan reaksi terhadap objek tertentu yang bersifat politik, sebagai
hasil penghayatan terhadap objek tertentu. Dengan munculnya sikap politik tertentu akan
dapat diperkirakan perilaku politik apa yang sekiranya akan muncul.4 Misalnya,
ketidaksetujuan terhadap kebijakan pemerintah menaikkan pajak merupakan suatu sikap
politik. Dengan adanya ketidaksetujuan tersebut, perilaku yang diperkirakan akan muncul
adalah pernyataan keberatan, protes, ataupun unjuk rasa.
Perilaku politik merupakan hasil dari manifestasi sikap politik. Salah satu faktor yang
mempengaruhi sikap politik masayarakat adalah tingkat status sosial ekonominya. Di
samping faktor tersebut adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi, diantaranya adalah
faktor komunikasi politik, tingkat kesadaran politik,tingkat pengetahuan masyarakat terhadap
proses pengambilan keputusan, kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik, lingkungan,
dan nilai budaya. Status sosial ekonomi ialah kedudukan seseorang warga negara dalam
pelapisan sosial yang disebabkan kekayaan. Dengan status sosial ekonomi yang tinggi
diperkirakan seseorang akan memiliki tingkat pengetahuan politik, minat dan perhatian pada
politik, serta sikap dan kepercayaan yang tinggi pada pemerintah. Status sosial ekonomi
4 Sudjino, Sastroatmodjo, Perilaku Politik:IKIP Semarang Press, 1995.Hal.4.
2
memiliki pengaruh dalam membentuk sikap politik yang mendorong pandangan perilaku
politik seseorang.5 Pada gilirannya perilaku politik akan menentukan bagaimana tindakan-
tindakan masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan masyarakat itulah yang disebut dengan
partisipasi politik. Maka, berangkat dari status sosial ekonomi yang mempengaruhi sikap
politik masyarakat dapat diambil suatu kesimpulan bahwa, bila status sosial ekonomi
masyarakat tinggi akan berkorelasi positif terhadap partisipasi politik masyarakat tersebut.
Seperti diungkapkan dalam penelitian oleh Frank Linderfeld menemukan bahwa
faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah
kepuasan finansial. Dalam studinya ia juga mengemukakan bahwa status sosial ekonomi yang
rendah menyebabkan seseorang merasa teralienasi dari kehidupan politik, dan orang yang
bersangkutan pun akan menjadi apatis. Hal ini tidak terjadi dengan orang yang memiliki
kemapanan ekonomi. 6 Sebaliknya, dalam penelitian yang dilakukan oleh Lipset dan Deustch
di Amerika Serikat dengan kajian perilaku warga negara dalam pemilihan umum ditemukan
suatu pola bahwa pendapatan, pendidikan, dan status sosial merupakan faktor penting dalam
proses partisipasi. Dengan kata lain, tingkat pendapatan yang tinggi, pendidikan yang tinggi,
dan status sosial yang tinggi, cenderung memepengaruhi tingginya partisipasi politik
masyarakat tersebut.7
Pemilihan kepala daerah merupakan rekruitmen politik yaitu penyeleksian rakyat
terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik Gubernur/Wakil
Gubernur maupun Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota.8 Pemilihan kepala
daerah merupakan bentuk dari partisipasi politik yang memberikan kesempatan bagi
masyarakat untuk dapat ambil bagian dalam menentukan wakil-wakil mereka yang akan
5 Ramlan, Surbakti, Op Cit., hal.232.6 Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 156. 7 Miriam, Budiarjo, Op Cit., hal.98 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, (Filosofi, Sistem dan Problema Penerapan di Indonesia), Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2005, hal.203
3
melaksanakan fungsi pemerintahan. Bila partisipasi politik bertujuan untuk mencapai
kepentingan dan tujuan masyarakat maka Pilkada sendiri juga hendaknya menjadi wadah
yang mampu menampung partisipasi politik masyarakat agar tercapainya kepentingan dan
tujuan masyarakat tadi. Bermaknanya Pilkada dalam rangka sebagai wadah partisipasi politik
masyarakat menjadi indikator demokratisnya suatu bangsa.
Pilkada SUMUT 2013 telah berlangsung 7 Maret 2013. Hasil rekapiltulasi KPU
menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pemilih sebesar 48,50 persen, dan yang tidak ikut
memilih atau golput mencapai 51,50 persen.9 Dengan tingkat partisipasi pemilih yang belum
mencapai lebih dari 50% maka rendahnya partisipasi politik di SUMUT menunjukkan bahwa
PILKADA SUMUT 2013 belum mampu menjadi wadah bagi masyarakat untuk
mengaspirasikan kepentingan mereka. Namun disamping rendahnya tingkat partisipasi politik
tersebut banyak faktor yang mempengaruhi sehingga partisipasi politik belum mencapai
seperti yang diharapkan. Sebab tindakan-tindakan politik masyarakat dipengaruhi oleh motif-
motif politik yang terbentuk dalam menyuarakan hak pilihnya.10
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa faktor yang mempengaruhi
partisipasi politik masyarakat salah satunya adalah tingkat status ekonomi masyarakat
tersebut. Maka dengan rendahnya tingkat partisipasi politik maysarakat di SUMUT, apakah
faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat partisipasi politik di SUMUT disebabkan oleh
rendahnya tingkat ekonomi? Untuk itulah penelitian ini akan menjadi studi yang
membuktikan apakah ada hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat?
Dalam studi ini, peneliti mengambil salah satu objek penelitian yang berada di Lingkungan V
Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Daerah ini merupakan daerah dengan
rata-rata masyarakatnya adalah tingkat ekonomi menengah ke bawah. Seperti kita ketahui
9 http://news.detik.com/read/2013/03/15/203521/2195547/10/tingkat-golput-dalam-pilgub-sumut-lebih-dari-50-persen10 Sudjino, Sastroatmodjo, Op Cit.,hal.82
4
juga bahwa daerah yang timpang secara ekonomi juga daerah yang sarat dengan tujuan-
tujuaan politik demi kepentingan daerah tersebut. Maka berdasarkan atas pemaparan yang
telah diuraikan di atas, peneliti mengangkat permasalahn penelitian ini dengan judul :
Hubungan Tingkat Ekonomi Terhadap Partisipasi Politik Pada PILKADA SUMUT
2013 di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan”.
2. Perumusan Masalah
Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan.11 Berdasarakan latar
belakang yang telah dipaparkan di atas, peneliti mengangkat objek penelltian yang berlokasi
di daerah Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan untuk
membuktikan apakah ada hubungan tingkat ekonomi berkorelasi dengan partisipasi politik
masyarakat. Daerah tersebut merupakan daerah yang mayoritas dengan tingkat ekonomi
menengah ke bawah. Hal ini berdasarkan sumber yang diperoleh dari data kelurahan bahwa
jumlah masyarakat di daerah masih berada di kategori masyarakat “prasejahtera” (keluarga
yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari kebutuhan dasarnya, seperti kebutuhan
akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang, ataupun kesehatan) adalah lebih dari 50 %
jumlah masyarakat disana.12 Salah satu faktor penyebabnya adalah sumber terbesar
matapencaharian masyarakat Kelurahan Bagan Deli adalah nelayan dan buruh nelayan,
dimana penghasilan yang diperoleh dari hasil perikanan tidaklah menentu dan sangat
ditentukan oleh kondisi alam.
Tingkat partisipasi politik masyarakat di daerah Lingkungan V sendiri tercatat bahwa
hanya 36 % dari jumlah pemilih tetap yang memberikan hak suaranya pada PILKADA
11 Consuelo, G. Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: UI-Press,1993, hal.3. 12 Anonim 1, Data Kelurahan Bagan Deli, Medan, 2013
5
SUMUT 2013.13 Apakah hubungan tingkat ekonomi mempengaruhi partisipasi politik
masyarakat di daerah tersebut? Untuk itulah, berdasarkan permasalahan ini, peneliti
merumuskan masalah pada penelitian ini sebagai berikut : “ apakah ada hubungan tingkat
ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan?”
3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
3.1 Tujuan Penelitian
Untuk memberi kegunaan dari penelitian ini, dimana penulis membuat suatu tujuan
dari penelitian ini yang tentunya adalah untuk menjawab dari rumusan masalah di atas yaitu:
a. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat status sosial ekonomi masyarakat
terhadap partisipasi politik masyarakat di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan pada PILKADA SUMUT 2013.
b. Untuk mengetahui masalah partisipasi politik masyarakat di Lingkungan V Kelurahan
Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan pada PILKADA SUMUT 2013.
3.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi di bidang ilmu
politik dan dapat memberikan informasi mengenai perilaku pemilih masyarakat,
2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
macam – macam perilaku pemilih pada saat kegiatan politik (Pilkada).
13 Anonim 2, Data Kelurahan Bagan Deli, Medan, 2013
6
3. Bagi peneliti, sebagai penelitian dan memperluas khasanah dan pengetahuan di bidang
ilmu politik, khususnya mengenai perilaku pemilih masyarakat dalam pemilihan kepala
daerah.
4 Kerangka Teori
4.1 Pengertian Ekonomi
Di dalam struktur sosial kemasyarakatan banyak terdapat ukuran–ukuran di dalam
pelapisan-pelapisan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut yang lebih dikenal dengan
istilah stratifikasi sosial. Diantaranya adalah pelapisan yang terjadi karena kekayaan
seseorang yang lebih dikenal dengan sebutan tingkat ekonomi. Ekonomi sendiri adalah
sebuah cabang ilmu sosial yang berobjek pada individu dan masyarakat, secara estimologis
dapat diartikan ekonomi teridiri dari dua suku kata bahasa Yunani yaitu, oikos dan nomos
yang berarti tata laksana rumah tangga.14 Untuk melihat defenisi ekonomi sendiri secara utuh
yang dijelaskan oleh Rosyidi, ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
berdaya upaya untuk memberikan pengetahuan dan pengertian tentang gejala-gejala
masyarakat yang timbul karena perbuatan manusia dalam usahanya untuk memenuhi
kebutuhannya atau untuk mencapai kemakmuran.15 Dari defenisi tersebut dapat dikatakan
bahwa ekonomi secara umum mengkaji mengenai pemenuhan kebutuhan manusia dan
kemakmuran manusia. Dua hal pokok dari permasalahan ekonomi tersebut yaitu kebutuhan
dan pencapaian kemakmuran merupakan salah satu dasar di dalam pelapisan sosial
masyarakat bila dihubungkan dengan permasalahan mikro tingkat ekonomi masyarakat,
dengan kata lain semakin makmur seseorang dan semakin mampu untuk memenuhi
14 Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1996, hal.5.15 Ibid, hal.7
7
kebutuhannya maka semakin tinggi pula tingkat ekonomi seseorang di dalam struktur sosial
kemasyarakatan.
Selanjutnya, kita dapat melihat defenisi yang diungkap Silk, dimana ilmu ekonomi
adalah suatu studi tentang kekayaan dan merupakan suatu bagian yang penting daripada studi
tentang manusia. Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang telah dibentuk oleh kerjanya
sehari-hari, serta sumber-sumber material yang mereka dapatkan.16 Dari defenisi di atas,
terdapat satu unsur yaitu kekayaan yang menjadi ukuran di dalam studi tentang ekonomi
tersebut dimana unsur kekayaan dan sumber-sumbernya merupakan akses di dalam
pemenuhan tingkatan kebutuhan manusia. Dengan kekayaan maka pemenuhan kebutuhan
akan tercapai di mana semakin kaya seseorang maka akan semakin tinggi kemampuannya
untuk memenuhi tingkatan kebutuhannya.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ekonomi adalah studi tentang individu dan
masyarakat yang mengkaji tentang pemenuhan kebutuhan individu dan masyarakat yang
terdiri dari berbagai hierarkis kebutuhan dan keinginan masyaraakat, dimana konsep dari
uraian di atas menghasilkan beberapa unsur untuk mendukung konsep tersebut namun
kesemuanya itu apabila ditelaah tetap mengacu pada satu konsep yaitu kemampuan akses
terhadap pemenuhan tingkat-tingkat kebutuhan dan keinginan manusia yang bermuara
kepada kemakmuran seseorang, kemampuan akses tersebut diwujudkan melalui pendapatan
seseorang dan kekayaannya yang bertujuan untuk pemenuhan berbagai tingkatan kebutuhan
dan keinginannya tersebut. Aspek-aspek yang mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut
tergolong dalam unsur indikator penentuan tingkatan ekonomi seseorang.
16 Ibid, hal.27
8
4.2 Status Sosial Ekonomi
Di dalam melakukan pemisahan atau penentuan tingkatan-tingkatan atau pelapisan
status ekonomi seseorang di dalam masyarakat tidak terlepas dari konsep sosiologis tentang
terjadinya stratifikasi (pengelompokan) sosial di dalam masyarakat. Konsep ini diperlukan
dalam penelitian ini, dimana konsep ini menjelaskan tetang dasar terjadinya tingkatan-
tingkatan atau lapisan-lapisan di dalam kehidupan masyarakat.
Pengertian stratifikasi sosial itu adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas
rendah yang terdiri dari berbagai dasar bentuk indikator dalam penentuan kelas tinggi dan
rendah tersebut.17 Stratifikasi sosial selalu terdapat di dalam sebuah masyarakat di manapun
masyarakat itu berada, artinya setiap masyarakat selalu terdiri dari tingkatan atau pelapisan-
pelapisan di dalam struktur masyarakat itu sendiri yang menentukan posisi atau kedudukan
individu di dalam masyarakat tersebut, yang didasarkan atas adanya sesuatu yang dihargai di
masyarakat. Sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat tersebut itulah yang tentunya sebagai
sebab timbulnya sistem yang berlapis-lapis di dalam masayarakat. Sesuatu yang dihargai di
dalam masyarakat itu mungkin sesuatu barang, mungkin berupa uang atau benda-benda
bernilai ekonomis, mungkin berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, atau mungkin juga
keturunan dari keluarga yang terhormat.
Sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang
hidup teratur. Barang yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak
dianggap masyarakat yang berkedudukan dalam lapisan atas begitu juga sebaliknya.18 Maka,
bentuk-bentuk dasar di dalam lapisan masyarakat tersebut sangat beragam tetapi tetap
menjurus kepada sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat.
17 Soerjono Soekatno, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT.RafaGrafindo Persada,2001, hal.252 18 Ibid, hal.251
9
Yang dimaksud status ekonomi adalah kedudukan seseorang di dalam pelapisan
masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan.19 Faktor kekayaan tersebut dasar penentuan
pelapisan seseorang di dalam masyarakat berdasarkan status ekonominya dan sebagai dasar
di dalam menentukan tinggi rendahnya status ekonomi individu di dalam masyarakat. Unsur-
unsur yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam melihat pemilikan kekayaan seseorang
individu di dalam masyarakat, walaupun berkait dengan konsep status sosial lainnya, dapat
dijadikan indikator di dalam melihat status ekonomi seseorang di dalam masyarakat.
Ukuran atau kriteria yang ditawarkan para ahli dalam menggolong-golongkan anggota
masyarakat berdasarkan status ekonominya dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai dasar di
dalam melihat tinggi rendahnya ukuran kekayaan seseorang. Berdasarkan yang diungkapkan
oleh Soekanto, bahwa yang termasuk di dalam ukuran kekayaan seseorang dapat dilihat dari
bentuk rumah bersangkutan, mobil pribadinya, cara-cara mempergunakan pakaian, kebiasaan
untuk belanja barang-barang mahal.20 Lalu Surbakti sendiri mengungkapkan bahwa ukuran
status ekonomi seseorang dapat diketahui dari pendapatan, pengeluaran, ataupun pemilikan
benda-benda berharga dari orang tersebut.21
Dari penjelasan yang dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa seseorang itu
termasuk dalam status ekonomi tinggi, sedang, dan rendah dalam lapisan masyarakat adalah
berdasarkan banyak tidaknya bentuk penghargaan masyarakat kepadanya dilihat dari
kekayaan seseorang sebagai kunci akses terhadap pemenuhan tingkatan kebutuhan dan
keinginan seseorang tersebut dalam masyarakat. Maka ukuran yang dipakai dalam penelitian
ini untuk melihat tingkat ekonomi seseorang adalah penghasilan, pengeluaran, pemilikan
terhadap benda-benda berharga, jabatan pekerjaan/matapencaharian, dan pemenuhan
19 Ramlan Surbakti, Op Cit., hal.144. 20 Soerjono Soekanto, Op Cit., hal.263.21 Ramlan Surbakti, Op.Cit.,hal.144.
10
tingkatan kebutuhan. Bedasarkan ukuran ini, maka dapat ditetapkan seseorang berada dalam
kedudukan status ekonomi tinggi, sedang, dan rendah.
Semakin tinggi faktor-faktor di atas dimiliki seseorang, maka semakin tinggi
tingkatan status ekonominya dan sebaliknya. Adanya status ekonomi yang berbeda akan
sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam pembentukan sikap politiknya dan tingkah laku
politiknya yang tertuang di dalam partisipasi politik yang dilakukan pada pemilihan kepala
daerah.
4.3 Pengertian Partisipasi Politik
Secara umum definisi Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok
orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih
pimpinan Negara dan secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan
pemerintah. Berikut beberapa definisi Partisipasi politik dari beberapa ahli. Adapun
pengertian partisipasi politik menurut Michael Rush dan Philip Althoft yakni:
“Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan
pemimpin pemerintahan”.22
Segala kegiatan warga negara yang mempengaruhi proses pembuatan serta
pelaksanaan kebijakan umum termasuk dalam memilih pemimpin pemerintahan dapat
digolongkan sebagai kegiatan partisipasi politik. Dalam hubungan dengan negara – negara
baru Samuel P. Hunington dan Joan Nelson dalam bukunya yang berjudul Pembangunan
Politik di Negara-Negara Berkembang memberi tafsiran yang lebih luas dengan memasukan
secara eksplisit tindakan ilegal dan kekerasan. Menurut mereka partisipasi politik adalah:
“Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi – pribadi, yang dimaksud
untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, karena Partisipasi bisa 22 Michael Rush dan Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2003, hal. 121.
11
bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis,
secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif”.23
Kemudian Ramlan Surbakti juga memberikan pengertian yang sejalan dengan
pengertian partisipasi politik diatas, yakni:
“Partisipasi politik sebagai kegiatan warganegara biasa dalam mempengaruhi proses
pembuata dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut serta menentukan
pemimpin pemerintahan”.24
Partisipasi politik tersebut didefinisikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik yang dilakukan oleh warga negara biasa. Lalu
kemudian Miriam Budiardjo mendefinisikan partisipasi politik tersebut sebagai berikut:
“Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut serta aktif
dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara, secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan negara. Kegiatan ini
mencakup seperti memberikan suara pada pemilihan umum, menghadiri rapat umum,
menjadi salah satu anggota partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan
(contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya”.25
Dalam hal ini, Miriam Budiardjo mendefenisikan partisipasi politik tersebut sebagai
kegiatan individu atau kelompok yang bertujuan agar masyarakat tersebut ikut aktif dalam
kehidupan politik, memilih pimpinan publik atau mempengaruhi kebijakan publik.
Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan di
atas, secara substansial menyatakan bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan oleh
23 Samuel P. Huntington dan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990),
hal. 16-18.
24 Ramlan Surbakti, Op Cit., hal.118. 25 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Gramedia, 1998, hal. 1.
12
masyarakat merupakan kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak
menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi politik dilakukan oleh warga negara
preman atau masyarakat biasa, sehingga seolah-olah menutup kemungkinan bagi tindakan-
tindakan serupa yang dilakukan oleh warga negara asing yang tinggal di negara yang
dimaksud. Selain itu dalam partisipasi politik berarti dimungkinkan terdapat hubungan antara
pemerintah dan masyarakatnya. Kita ketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan
politik itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan dan warga
negara biasa yang tidak memiliki jabatan dalam pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan,
yang berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik adalah pemerintah, akan
tetapi masyarakat mempunyai hak untuk mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan
keputusan yang dibuat oleh pemerintahan tersebut.26
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membedakan partisipasi menjadi dua yakni:
partisipasi otonom (dilakukan pribadi secara sadar) dan partisipasi yang dimobilisasi
(digerakkan).27 Apabila kegiatan partisipasi itu dilakukan oleh pelakunya sendiri, maka
partisipasi tersebut dapat digolongkan kedalam partisipasi otonom, sedangkan jika kegiatan
tersebut digerakkan oleh orang lain maka dapat dimasukkan kedalam partisipasi mobilisasi.
Masyarakat Indonesia yang memiliki karakteristik, seperti pendidikan rendah, ekonomi
kurang baik dan kurang memiliki akses informasi membuat pola partisipasinya cenderung
dimobilisasi. Karakteristik tersebut belum mendorong masyarakat untuk membangun suatu
pola partisipasi yang mandiri. Sejak merdeka, elite-elite partai cenderung menggunakan cara-
cara mobilisasi ataupun penetrasi ke masyarakat untuk mendukung partai politik tertentu.
Demokrasi parlementer yang dinilai memiliki ruang publik dan kebebasan politik yang
memadai juga ditandai dengan intervensi elite lokal maupun pusat untuk mendapatkan
dukungan dari masyarakat.
26 Sudijono, Sastroatmodjo, Op. Cit., hal. 5-627 Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 9-12
13
Kemudian adapun fungsi dari partisipasi politik di antaranya dikemukakan oleh
Robert Lane, yakni sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ekonomis, penyesuaian diri,
mengejar nilai-nilai khusus, dan pemenuhan kebutuhan psikologis.28 Bagi pemerintah,
partisipasi politik dapat dikemukakan dalam berbagai fungsi. Fungsi yang Pertama:
partisipasi politik masyarakat untuk mendukung program-program pemerintah. Hal ini berarti
bahwa peran serta masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan program
pembangunan. Fungsi yang Kedua: partisipasi masyarakat berfungsi sebagai organisasi yang
menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan
dan meningkatkan pembangunan. Ketiga: sebagai sarana untuk memberikan masukan , saran,
dan kritik terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan-pelaksanaan
pembangunan. Organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan (ormas) dan organisasi sosial
politik (orsospol) merupakan contoh dari fungsi politik ini.29
Uraian di atas memperlihatkan bahwa partisipasi politik sebagai suatu bentuk kegiatan
atau aktivitas dapat dilihat dari beberapa sisi. Sehubungan dengan itu penelitian yang
dilakukan penulis adalah menyangkut partisipasi politik atau keikutsertaan masyarakat
pemilih, dikaitkan dengan faktor sosial ekonomi di Kelurahan Bagan Deli Pada PILKADA
SUMUT 2013, maka disini yang akan dilihat adalah menyangkut:
a. Keikutsertaan seseorang dalam kampanye oleh salah satu partai
b. Keanggotaan seseorang dalam salah satu organisasi peserta pemilu
c. Pemberian suara kepada kekuatan politik tersebut
4.4 Bentuk Partisipasi Politik
28 Michael Rush dan Philip Althoff, Op. Cit., hal. 181-182.
29 Sudjono, Sastroatmodjo, Op. Cit., hal.86.
14
Secara sederhana, Gabriel Almond membagi bentuk partisipasi politik menjadi dua,
yakni: Pertama, partisipasi secara konvensional di mana prosedur dan waktu partisipasinya
diketahui publik secara pasti oleh semua warga. Hal ini dapat dilihat dalam bentuk pemberian
suara (voting), diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam
kelompok kepentingan, serta komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif.
Kedua, partisipasi secara non-konvensional. Artinya, prosedur dan waktu partisipasi
ditentukan sendiri oleh anggota masyarakat yang melakukan partisipasi itu sendiri. Dapat
dilihat dari tindakan pengajuan petissi, berdemonstrasi, konfrontasi, mogok, tindak kekerasan
politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan), serta perang gerilya dan revolusi.30
Dalam buku Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Phillip Althoff juga
mengidentifikasikan bentuk-bentuk partisipasi politik yang mungkin, yakni sebagai berikut:
• Mencari jabatan politik / administratif,
• Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik,
• Menjadi anggota pasif organisasi politik,
• Menjadi anggota aktif organisasi semi-politik ( quasi-political ),
• Menjadi anggota pasif suatu organisasi semi-politik,
• Menjadi partisipan dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya,
• Menjadi partisipan dalam diskusi politik informal,
• Menjadi partisipan dalam pemungutan suara ( voting )31
30 Budi Suryadi, Sosiologi Politik, Sejarah, Definisi, dan Perkembangan Konsep, (Yogyakarta: IRCISOD,
2007), hal. 133-134.
31 Michael Rush dan Philip Althoff, Op. Cit., hal. 124.
15
Sedangkan Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk
partisipasi politik tersebut menjadi:
1. Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari
dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau
tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
2. Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan
maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
3. Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota
maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
4. Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan
pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
5. Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna
mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau
harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik
(assassination), revolusi dan pemberontakan.32
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi
bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan
individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu,
penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah
masuk ke dalam kajian ini. Di negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi
politik masyarakat yang paling mudah diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung.
Perilaku warga negara yang dapat dihitung itensitasnya adalah melalui perhitungan
32 Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 16-18.
16
persentase orang yang menggunakan hak pilihnya ( voter turnout ) dibanding dengan warga
negara yang berhak memilih seluruhnya.
4.5 Hubungan Tingkat Ekonomi Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat
Bagi sebuah negara yang demokrasi untuk mencapai suatu demokratisasi yang tinggi
maka hal ini dapat diwujudkan dengan meningkatkan partisipasi politik warga negara
tersebut. Namun, pada kenyataannya kalau kita merujuk pada perkembangan demokratisasi
pada negara-negara dunia ketiga lebih banyak mengalami permasalahan penegakan
demokrasi khususnya dibanding dengan negara-negara maju lainnya. Dari berbagai penelitian
yang dilaksanakan di negara dunia ketiga banyak terdapat permasalahan rendahnya wujud
demokratisasi, sehingga dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa negara dunia ketiga adalah
negara-negara yang pertumbuhan ekonomi atau tingkat ekonominya cenderung lebih rendah
dibanding dengan negara-negara maju. Hal ini diperjelas lagi oleh pendapat Lipset dan
Lerner dimana adanya hubungan yang positif antara pembangunan ekonomi dan demokrasi
juga hubungan antara modernisasi sosio-ekonomi dengan partisipasi politik.33
Tingkat ekonomi suatu negara menjadi faktor atau variabel penentu di dalam
mewujudkan sebuah negara yang demokratis. Dalam konteks mikro perwujudan demokrasi di
dalam sebuah negara ditentukan oleh bagaimana keterlibatan rakyat di dalam pemerintahan
sebuah negara, hal ini akan mengacu pada partisipasi politik masyarakat, dimana semakin
tinggi partisipasi politik masyarakat maka akan semakin baik wujud demokratisasi di negara
tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Sastroatmodjo, bahwa partisipasi politik merupakan
aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi.34 Maka dapat diartikan bahwa faktor
utama perwujudan demokrasi di dalam sebuah negara adalah partisipasi warganya di dalam
proses politik di negara tersebut. Pada gilirannya tingkat kemakmuran sebuah negara akan
33 Samuel P. Hutington & Nelson, Op.Cit., hal.2734 Sudjino, Sastroatmodjo, Op.Cit.,hal.67
17
mempengaruhi warga negaranya untuk berpartisipasi di dalam proses politik yang akan
berdampak demi terwujudnya demokratisasi.
Dalam konteks mikro, tingkat ekonomi masyarakat akan mempengaruhi tingkat
partisipasi politik masyarakat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Samuel P. Huntington
yang menyatakan bahwa terdapat korelasi antara pembangunan sosial dengan partisipasi
politik, dan tingkat status sosial ekonomi masyarakat. Mereka yang berpendikan lebih tinggi,
berpenghasilan lebih besar, dan mempunyai status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya lebih
partisipatif daripada mereka yang miskin dan tidak berpendidikan.35 Selain itu ditegaskan
juga oleh Surbakti, bahwa seseorang yang memiliki status sosial dan status ekonomi yang
tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat
dan perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan pada pemerintah. Sebaliknya
masyarakat yang miskin dalam sumber-sumber ekonomi akan mengalami kesukaran untuk
memenuhi tuntutan dan harapan masyarakatnya yang akan menyebabkan timbulnya frustasi
dan keresahan yang pada gilirannya melumpuhkan demokrasi.36 Maka dari ungkapan tersebut
dapat dikatakan bahwa tingkat ekonomi seseorang berkorelasi dan sebagai salah satu variabel
yang menentukan terwujudnya partisipasi politik seseorang tersebut di dalam proses politik.
5. Hipotesa
Hipotesa adalah kesimpulan sementara atau preposisi tentative tentang hubungan
antara dua variabel atau lebih. Hipotesis yang baik harus memenuhi dua kriteria, pertama
hipotesis harus menggambarkan hubungan antara variabel. Kedua hipotesis harus
memberikan petunjuk bagaimana pengujian hubungan tersebut.37 Maka penulis merumuskan
hipotesa dalam penelitian ini bahwa: Tingkat ekonomi berkorelasi terhadap partisipasi politik
masyarakat.
35 Samuel P. Huntington dan Nelson, Op. Cit., hal. 60-66. 36 Ramlan, Surbakti, Op.Cit., hal.144,23237 Masri dan Effendi, Singarimbun, Motede Penelitian Survai, Yogyakarta: LP3ES, 1981, hal.21-22
18
Maka penulis juga merumuskan secara statistik, dua alternative hipotesa untuk
memahami pengujian hubungan kedua variabel diatas yaitu sebagai berikut:
Ho : Tidak ada hubugan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarkat
Ha : Ada hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat.
6. Metodologi Penelitian
6.1 Bentuk dan Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah analisa kuantitatif, dengan format penelitian
eksplanasi yaitu penelitian yang ingin melihat hubungan atau korelasi diantara dua variabel
yaitu variabel bebas dan variabel terikat.38 Sebagai variabel bebas adalah tingkat ekonomi dan
variabel terikat adalah partisipasi politik yang akan diuji dengan rumus statistik.
6.2 Lokasi Penelitian
Dalam menganalisis penelitian ini, maka peneliti melakukan penelitian di tempat yang
berlokasi di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.
7. Populasi dan Sampel Penelitian
7.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
38 Burhan, Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001, hal.51
19
kesimpulannya.39 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Pemilih yang terdaftar dalam
PILKADA SUMUT 2013 yang berdomisili di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli,
Kecamatan Medan Belawan.
7.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut.40 Untuk menentukan jumlah sample dalam penelitian ini, penulis menggunakan
rumus Taro Yamane, yaitu:
N = N
N.d2 + 1 ……………41
Keterangan:
n= Jumlah Sampel
N= Jumlah populasi
d2= Presisi (tingkat kesalahan penarikan sample ditetapkan 10% dengan tingkat
kepercayaan 90%)
Adapun jumlah populasi pemilih yang terdaftar dalam PILKADA SUMUT 2013 di
Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan berjumlah 1151 orang.
Dari rumus diatas, maka jumlah sampel yang akan diambil adalah:
1151
N = = 92,0063
1151 × (0,01)2 + 1
Dengan demikian jumlah responden yang dijadikan obejek penelitian ini digenapkan
menjadi 92 orang.
39 Sugiyono, “Statistika Untuk Penelitian”, Bandung: Alfabeta, 2006, hal. 55. 40 Ibid,41 Rahmat Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rodaskarya, 1995), hal. 82.
20
8. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data guna dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan
metode, yaitu :
1. Observasi : Mengadakan pengamatan langsung unutk memperoleh gambaran nyata
mengenai situasi kondisi social dari lokasi yang diteliti.
2. Wawancara : melakukan tanya jawab dengan beberapa orang yang menguasai lokasi
atau daerah yang akan diteliti
3. Studi Dokumentasi : meneliti bahan-bahan tulisan dan dokumen kelurahan
4. Kuesioner tertutup (penyebaran angket) : menyebarkan daftar pertanyaan yang akan
ditanyakan kepada responden.
9. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, seluruh data ataupun informasi yang sudah terkumpul akan disusun
sedemikian rupa secara sederhana dan sistematis yang lalu kemudian diuraikan dengan cara
menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam proses pengumpulan data tersebut.
Setelah data-data dan informasi tersebut terkumpul dan disusun dengan teratur, maka akan
dilakukan analisis data. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat ekonomi masyarakat
berpengaruh terhadap Partisipasi politik di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan
Medan Belawan yang dibahas dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan analisa
dengan alat uji statistik menggunakan analisis regresi linier dengan rumus sebagai berikut:
Y = a + bX………..42
Keterangan:
Y = Variabel dependen (Tingkat Partisipasi Politik)
X = Variabel independen (Tingkat Ekonomi )
a = Konstanta yang merupakan nilai Y bila X = 0
42 Sugiyono, Op.Cit., hal.204
21
b = Koefesien arah regresi, berupa pertambahan / pengurangan Y
10. Defenisi Konsep
Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan defenisi yang dipakai
oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun fenomena
alami. Agar tidak menimbulkan kekaburan dan kesalahan di dalam pengertian konsep yang
dipergunakan, maka perlu ditegaskan batasan-batasan yang dipergunakan dalam tulisan ini.
Adapun defenisi konsep yang dikemukakan disini adalah sebagai berikut:
10.1 Status ekonomi atau Tingkat ekonomi
Tingkatan stratifikasi social atau pelapisan social kemasyarakatan yang didasarkan pada
penghargaan kepada seseorang di dalam masyarakat dilihat dari kekayaan seseorang tersebut
sebagai kunci akses terhadap pemenuhan tingkatan-tingkatan kebutuhan dan keinginan manusia
yang dipandang di dalam masyarakat, artinya semakin tinggi penghargaan masyarakat terhadap
seseorang dilihat dari kekayaan seseorang tersebut, maka akan semakin tinggi pula tingkat
ekonomi atau status ekonominya di dalam masyarakat tersebut.
10.2 Partisipasi Politik
Kegiatan, keterlibatan, keikutsertaan seseorang warga Negara biasa secara sukarela yang
dilakukan secara legal di dalam proses momen politik tertentu yang diantaranya bertujuan untuk
melakukan pemilihan terhadap penguasa atau pejabat pemerintahan baik ditingkat pusat maupun
daerah (lokal) secara langsung maupun tidak langsung.
11. Defenisi Operasional
Definisi operasional ialah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan
karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Karakteristik-karakteristk
22
tersebut dapat dideskripsikan melalui indicator-indikator yang dapat diukur. Dalam penelitian ini
yang menjadi defenisi operasional adalah :
1. Variabel X (Variabel Bebas) atau variabel pengaruh (independent variable) adalah variabel
penyebab yang diduga, terjadi lebih dahulu. Tingkat status sosial ekonomi masyarakat
(individu) yang diukur dari indikator berikut:
a. Tingkat Pendapatan
b. Tingkat Pengeluaran (pemenuhan kebutuhan)
c. Tingkat Kekayaan (pemilikan benda berharga)
d. mata pencaharian/pekerjaan
2. Variabel Y (Variabel Terikat) atau variabel terpengaruh (dependent variable) adalah variabel
akibat yang diperkirakan terjadi kemudian. Partisipasi Politik yang mereka lakukan dapat
diukur dengan indicator-indikator, yaitu:
a. Keterlibatan dalam proses PILKADA
b. Keikutsertaan dalam kampanye
c. Keikutsertaan dalam menyuarakan hak pilihnya pada PILKADA SUMUT 2013
d. Dukungan terhadap kandidat Gubernur/Wakil Gubernur.
12. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini menggambarkan susunan dan dijabarkan tetapi rencaan
penulisan atau bentuk fisik hasil penelitian. Sehingga dapat mempermudah isi dan skripsi ini,
maka penulis membagi ke dalam 4 (empat) bab. Untuk itu disusun sistematika sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
23
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini membahas gambaran secara umum kecamatan Medan Belawan seperti letak
geografis, batas wilayahm, dan mengenai demografis.
BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Bab ini memuat penyajian data dan analisa data yang diperoleh dari kuesioner yang telah
diberikan kepada responden. Data tersebut disajikan dan dianalisa sesuai dengan karakteristik
responden dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi politik masyarakat.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang terkait dengan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
24
25