hukum internasional

23
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional . Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu. Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa- bangsa atau negara. Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara: (i) negara dengan negara (ii) negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. Perbedaan dan persamaan Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata. Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya). Bentuk Hukum internasional Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu : Hukum Internasional Regional Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula- mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum. Hukum Internasional Khusus Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara- negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan. Hukum Internasional dan Hukum Dunia

Upload: siti-rohaeti

Post on 01-Jul-2015

341 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUKUM INTERNASIONAL

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.

Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.

Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:

(i) negara dengan negara(ii) negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.

Perbedaan dan persamaan

Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.

Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).

Bentuk Hukum internasional

Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :

Hukum Internasional Regional Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.

Hukum Internasional Khusus Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.

Hukum Internasional dan Hukum Dunia

Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.

Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi.

Masyarakat dan Hukum Internasional

Adanya masyarakat-masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis hukum internasional.

Page 2: HUKUM INTERNASIONAL

1. Adanya suatu masyarakat Internasional. Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.

2. Asas hukum yang bersamaan sebagai unsur masyarakat hukum internasional. Suatu kumpulan bangsa untuk dapat benar-benar dikatakan suatu masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur pengikat yaitu adanya asas kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini. Betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam (naturerech) yang mengharuskan bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya.

Kedaulatan Negara : Hakekat dan Fungsinya Dalam Masyarakat Internasional.

Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya:

1. Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.2. Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.

Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur.

Masyarakat Internasional dalam peralihan: perubahan-perubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur masyarakat internasional.

Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia

Perubahan Kedua ialah kemajuan teknologi.

Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara.

Perkembangan golongan ialah timbulnya berbagai organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi, timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi.

Sejarah dan Perkembangannya

Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.

Zaman dahulu kala sudah terdapat ketentuan yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa:

Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya.Penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum.

Page 3: HUKUM INTERNASIONAL

Kebudayaan Yahudi

Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan cara melakukan perang.Dalam hukum perang masih dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.

Lingkungan kebudayaan Yunani.Hidup dalam negara-negara kita.Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.

Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia.

Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides. Juga asas “pacta sunt servanda” merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.

Abad pertengahan

Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.

Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktekan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya praktek Diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di bidang Hukum Perang.

Perjanjian Westphalia

Perjanjian Damai Westphalia terdiri dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrück (15 Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648). Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di Kekaisaran Suci Romawi dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan Belanda.

Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah :

1. Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa .

2. Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.3. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas

kepentingan nasional negara itu masing-masing.4. Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian

Westphalia.

Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.

Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional.

Page 4: HUKUM INTERNASIONAL

Ciri-ciri masyarakat Internasional

1. Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.2. Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat.3. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman

abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.4. Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil alih pengertian lembaga

Hukum Perdata, Hukum Romawi.5. Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi

menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.6. Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya

ketentuan hukum Internasional.7. Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai

doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.

Tokoh Hukum Internasional

Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasional atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskan dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktek negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.

Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes.

Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaedah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka.

Balthazer Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.

Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasional atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskan dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktek negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.

Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes.

Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaedah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka.

Balthazer Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.

Page 5: HUKUM INTERNASIONAL

A. Pengertian Hukum Internasional

 

Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional

publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional

publik dan hukum perdata internasional.

Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau

persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata.

Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur

hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum

perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda.

(Kusumaatmadja, 1999; 1)

Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional,

antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan

Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan

persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang

menyatakan diri di dalamnya ”.

Sedang menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan

antara negara-negara”

Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk

Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-

subjek hukum lainnya.

Salah satu definisi yang lebih lengkap yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum

internasional adalah definisi yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde :

“ hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :

a. organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau individu-individu ;

b. peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional” (Phartiana, 2003; 4)

 

Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum

internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan

Page 6: HUKUM INTERNASIONAL

yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan

negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja, 1999; 2)

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang

lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku,

hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam

pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.

Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek

hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana

sebelumnya.

 

 

B. Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional

Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi

Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville

adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius

Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.

Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga

dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations

(Inggris). (Kusumaatmadja, 1999 ; 4)

Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak

ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa.

Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial,

kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh

dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional. (Phartiana, 2003 ; 41)

Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan

Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis.

Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari

buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang

dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-

prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini

adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.

(Mauna, 2003 ; 6)

Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah

prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional

adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-

kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract

Page 7: HUKUM INTERNASIONAL

Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama.

Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan

Emerich de Vattel

Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktor-faktor penunjang,

antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-

prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain, (2). Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian

(law-making treaties) di bidang perang, netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-

perundingan multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.

Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena dipengaruhi

faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan

meningkatnya hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang

mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang,

(3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat

global, (4). Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan

berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang

menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang. (Mauna, 2003; 7)

 

C. Sumber-sumber Hukum Internasional

Pada azasnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber

hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi

dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri.

Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari

hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau

wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.

Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:

1. dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;

2. metode penciptaan hukum internasional;

3. tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu

persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)

Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang

dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:

1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;

2. Kebiasaan internasional (international custom);

3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;

Page 8: HUKUM INTERNASIONAL

4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang

merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197)

 

D. Subyek Hukum Internasional

Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul

kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan hukum

internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional

Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah:

1. Negara

Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu

negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:

a. penduduk yang tetap;

b. wilayah tertentu;

c. pemerintahan;

d. kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain

 

1. Organisasi Internasional

Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe :

a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang

bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;

b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat

spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor

Organization, dan lain-lain;

c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain:

Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.

 

1. Palang Merah Internasional

Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi

internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan

hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal

mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss,

didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di

Page 9: HUKUM INTERNASIONAL

bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan

simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-

masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang

Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss.

(Phartiana, 2003; 123)

 

1. Tahta Suci Vatikan

Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal

11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di

Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi

Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya,

tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan,

sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci

dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara

membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di

Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara.

(Phartiana, 2003, 125)

 

1. Kaum Pemberontak / Beligerensi (belligerent)

Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara

berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun

apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-

akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil

oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri,

walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat

pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang

mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional

1. Individu

Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan

membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat,

terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal

Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-

konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu

sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.

7. Perusahaan Multinasional

Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena baru dalam hukum dan hubungan

internasional. Eksistensinya dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di

beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-

Page 10: HUKUM INTERNASIONAL

perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja

berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.

 

E. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional

Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum

nasional, yaitu: teori Dualisme dan teori Monisme.

Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem hukum yang

secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang

terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional

dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan

antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.

Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama

lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum

nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding

dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan

Tsani, 1990; 26)

 

F. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai.

Ketentuan hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara.

Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1 Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara

Damai yang ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal

2 ayat (3) Piagan Perserikatan bangsa-Bangsa dan selanjutnya oleh Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum

Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta agar

“semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar perdamaian,

keamanan internasional dan keadilan tidak sampai terganggu”.

Penyelesaian sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian melalui pengadilan dan di luar

pengadilan. Yang akan dibahas pada kesemapatan kali ini hanyalah penyelesaian perkara melalui pengadilan.

Penyelesaian melalui pengadilan dapat ditempuh melalui:

1. Arbitrase Internasional

Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan sengketa

internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang memberi keputusan dengan

tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu cara

penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang telah disetujui sebelumnya oleh

para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting dalam arbitrase adalah :

(1). Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan

Page 11: HUKUM INTERNASIONAL

(2). Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. (Burhan Tsani, 1990; 211)

Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya persetujuan para pihaklah yang

mengatur pengadilan arbitrase.

Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota yang ditunjuk

oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan

anggota tambahan yang dipilih dengan cara lain.

Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas dasar

persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase

tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:

1. persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;

2. metode pemilihan panel arbitrase;

3. waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);

4. batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;

5. prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan. (Burhan

Tsani, 1990, 214)

Masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase internasional, antara lain:

1. Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional (Court of Arbitration of the International Chamber of

Commerce) yang didirikan di Paris, tahun 1919;

2. Pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional (International Centre for Settlement of

Investment Disputes) yang berkedudukan di Washington DC;

3. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia (Regional Centre for Commercial Arbitration),

berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia;

4. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika (Regional Centre for Commercial Arbitration),

berkedudukan di Kairo, Mesir. (Burhan Tsani; 216)

1. Pengadilan Internasional

Pada permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa mendorong masyarakat internasional untuk

membentuk suatu badan peradilan yang bersifat permanent, yaitu mulai dari komposisi, organisasi,

wewenang dan tata kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara yang

bersengketa.

Pasal 14 Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Dewan untuk menyiapkan sebuah institusi Mahkamah

Permanen Internasional. Namun, walaupun didirikan oleh Liga Bangsa-Bangsa, Mahkamah Permanen

Internasional, bukanlah organ dari Organisasi Internasional tersebut. Hingga pada tahun 1945, setelah

berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia mengadakan konferensi di San Fransisco untuk

Page 12: HUKUM INTERNASIONAL

membentuk Mahkamah Internasional yang baru. Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional.

Menurut Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan bahwa Mahkamah Internasional

merupakan organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Namun sesungguhnya, pendirian Mahkamah Internasional yang baru ini, pada dasarnya hanyalah

merupakan kelanjutan dari Mahkamah Internasional yang lama, karena banyak nomor-nomor dan pasal-

pasal yang tidak mengalami perubahan secara signifikan

Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk:

1. melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang didasarkan pada

persetujuan para pihak yang bersengketa;

2. memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat nasehat. Advisory Opinion

tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun biasanya diberlakukan sebagai

“Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasive kuat (Burhan Tsani,

1990; 217)

Sedangkan, menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum

internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:

1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;

2. Kebiasaan internasional (international custom);

3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;

4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang

merupakan sumber hukum internasional tambahan.

 

Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex aequo et bono, yaitu

didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika

ada kesepakatan antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional sifatnya final,

tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga diambil atas dasar suara mayoritas.

Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke

Mahkamah Internasional.

Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak secara unilateral, namun

kemudian harus ada persetujuan dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di

hapus dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional tidak akan memutus perkara

secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).

G. Peradilan-Peradilan Lainnya di Bawah Kerangka Perserikatan Bangsa-bangsa

Page 13: HUKUM INTERNASIONAL

1. Mahkamah Pidana Internasional (International Court of Justice/ICJ)

Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak pembentukannya telah memainkan peranan penting dalam bidang

hukum inetrnasional sebagai upaya untuk menciptakan perdamaian dunia.

Selain Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) yang berkedudukan di Den Haag,

Belanda, saat ini Perserikatan Bangsa-bangsa juga sedang berupaya untuk menyelesaikan “hukum acara”

bagi berfungsinya Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), yang statuta

pembentukannya telah disahkan melalui Konferensi Internasional di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998.

Statuta tersebut akan berlaku, jika telah disahkan oleh 60 negara.

Berbeda dengan Mahkamah Internasional, yurisdiksi (kewenangan hukum) Mahkamah Pidana

Internasional ini, adalah di bidang hukum pidana internasional yang akan mengadili individu yang

melanggar Hak Asasi Manusia dan kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras), kejahatan humaniter

(kemanusiaan) serta agresi.

Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak secara otomatis terikat dengan yurisdiksi

Mahkamah ini, tetapi harus melalui pernyataan mengikatkan diri dan menjadi pihak pada Statuta

Mahkamah Pidana Internasional. (Mauna, 2003; 263)

 

2. Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (The International Criminal Tribunal for

the Former Yugoslavia/ICTY)

 

Melalui Resolusi Dewan Keamanan Nomor 827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa

membentuk The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, yang bertempat di Den Haag,

Belanda. Tugas Mahkamah ini adalah untuk mengadili orang-orang yang bertanggungjawab atas

pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional yang terjadi di negara bekas

Yugoslavia. Semenjak Mahkamah ini dibentuk, sudah 84 orang yang dituduh melakukan pelanggaran berat

dan 20 diantaranya telah ditahan.

Pada tanggal 27 Mei 1999, tuduhan juga dikeluarkan terhadap pemimpin-pemimpin terkenal, seperti

Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal Yugoslavia), Milan Milutinovic (Presiden Serbia), yang

dituduh telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar hukum perang. (Mauna, 2003;

264)

 

 

3. Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda)

Mahkamah ini bertempat di Arusha, Tanzania dan didirikan berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan

Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 955, tanggal 8 November 1994. tugas Mahkamah ini adalah untuk

meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan pembunuhan missal sekitar 800.000 orang Rwanda,

Page 14: HUKUM INTERNASIONAL

terutama dari suku Tutsi. Mahkamah mulai menjatuhkan hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul

Akayesu, mantan Walikota Taba, dan juga Clement Kayishema dan Obed Ruzindana yang telah dituduh

melakukan pemusnahan ras (genosida) . Mahkamah mengungkap bahwa bahwa pembunuhan massal

tersebut mempunyai tujuan khusus, yaitu pemusnahan orang-orang Tutsi, sebagai sebuah kelompok suku,

pada tahun 1994.

Walaupun tugas dari Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan Mahkamah

Kriminal untuk Rwanda belum selesai, namun Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah menyiapkan

pembentukan mahkamah- untuk Kamboja untuk mengadili para penjahat perang di zaman pemerintahan

Pol Pot dan Khmer Merah, antara tahun 1975 sampai dengan 1979 yang telah membunuh sekitar 1.700.000

orang.

Jika diperkirakan bahwa tugas Mahkamah Peradilan Yugoslavia dan Rwanda telah menyelesaikan

tugas mereka, maka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengeluarkan resolusi untuk

membubarkan kedua Mahkamah tersebut, yang sebagaimana diketahui memiliki sifat ad hoc (sementara).

(Mauna, 2003; 265)

 

REFERENSI

Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung

Brownlie Ian, 1999, Principles of Public International Law, Fourth Edition, Clarendon Press, Oxford

Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta : Penerbit Liberty.

Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-9, Putra Abardin

Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Cetakan ke-

4, PT. Alumni, Bandung

Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung

Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Penerbit Mandar

Maju, Bandung

 

Page 15: HUKUM INTERNASIONAL

Pengertian Hukum Internasional

By Dadot on Jul 18, 2010 in Kewarganegaraan

Hubungan kerjasama yang terjadi antarnegara didorong kebutuhan satu sama lain. Adanya perkembangan globalisasi menuntut setiap negara untuk menyesuaikan diri. Setiap negara harus menjalin hubungan dengan negara lain untuk dapat saling melengkapi. Dalam melaksanakan hubungan kerjasama tersebut tentunya diperlukan sebuah aturan yang tegas yang mengikat semua pihak yang terkait dalam hubungan tersebut.

Adanya aturan dalam sebuah hubungan dimaksudkan untuk mewujudkan kelancaran dan keberhasilan dalam mencapai tujuan bersama. Selain itu, juga untuk menghindari kerugian yang diderita suatu negara akibat tindakan dari negara lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu hukum internasional. Hukum internasional bertujuan untuk mengatur masalah-masalah bersama dalam suatu hubungan antara subjek-subjek hukum internaional. Selain itu, hukum internasional berperan penting untuk mengatur dan menjaga tatanan hukum dunia yang aman, tertib, dan damai.

Beberapa tokoh dibawah ini memberikan definisi mengenai hukum internasional, antara lain sebagai berikut :

1. Oppenheim, membedakan hukum internasional menjadi dua bagian sebagai berikut.

a. Hukum perdata Internasional (Privat International Law)

Yaitu hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antara warga negara suatu negara dengan warga negara dari negara lain (hukum antar bangsa).

Misalnya, hukum yang mengatur tentang tata cara memeiliki rumah di negara lain, sewa-menyewa, mengurus kekayaan yang terdapat di negara lain, dan sebagainya.

b. Hukum Publik Internasional (Public Internasional Law)

Yaitu hukum internasional yang mengatur negar ayang satu dengan engara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antar negara).

Misalnya, hukum tentang tata cara diplomatik, konsul, penerimaan tamu negara asing, hukum perang, dan hukum damai. Hukum publik internasional ini sering disebut sebagai hukum internasional dalam arti sempit.

2. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H.

Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata. Meliputi antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara, dan antara ubjek hukum bukan negara satu sama lain.

3. Prof. Dr. J.G. Starke

Hukum internasional adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara.

4. Wirjono Prodjodikoro

Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antarberbagai bangsa di berbagai negara.

Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan satu definisi tentang hukum internasiona, yakni keseluruhan peraturan hukum yang mengatur kedudukan hukum dan hubungan hukum dalam pergaulan internasional yang mempunyai akibat hukum.

Page 16: HUKUM INTERNASIONAL

Hugo Grotius 1583 - 1645

Perintis Hukum Internasional Modern

Hugo Grotius dikenal oleh umum terutama karena pelariannya dari Kastil Loevestein dengan menggunakan peti buku pada tanggal 22 Maret 1621. Beliau ditahan di kastil itu pada tahun 1619 dengan tuduhan pengkhianatan. Sebagai purnakaryawan Rotterdam dan penasehat politis & hukum bagi jaksa agung Oldenbarneveldt, Grotius merupakan salah seorang pemain utama dalam Perundingan Gencatan Senjata. Setelah kejatuhan Oldenbarneveldt, Grotius hanya tinggal menghitung waktu. Walaupun beliau tidak dihukum mati (seperti pelindungnya), namun Grotius dipenjarakan seumur hidup. Dengan tipu muslihat menggunakan peti buku beliau berhasil melarikan diri dan tidak selamanya tinggal di penjara. Namun demikian, beliau harus menghabiskan sisa hidupnya dalam pengasingan di luar negeri. Grotius wafat tahun 1645 di Rostock.

Pada tahun 1621, Hugo Grotius tidak lagi tinggal di Belanda namun kegiatan intelektual dan reputasi akademiknya terus berkembang. Beliau sudah mempunyai reputasi yang baik sejak masa mudanya. Dianggap sebagai seorang anak yang ajaib, Grotius lahir tahun 1583 di Delft dan pada usia sebelas tahun terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Leiden. Di sini beliau dianggap sebagai penerus Erasmus. Grotius muda mempunyai kepandaian dalam banyak bidang. Beliau dapat menulis syair dalam Bahasa Latin sebagaimana beliau dengan mudahnya menulis anotasi tentang teks kuno Bahasa Yunani dan Romawi. Pada tahun 1598 raja Prancis menyebutnya sebagai "keajaiban Belanda".

Hugo Grotius merupakan seseorang yang mempunyai begitu banyak keahlian sampai akhir hayatnya. Beliau menulis karya-karya tentang teologi, sejarah, dan khususnya, topik-topik hukum. Pada awalnya, pengaruh akar Belanda dapat terlihat jelas dalam tulisannya. Misalnya, menggunakan banyak contoh sejarah dan hukum untuk membuktikan bahwa Belanda mempunyai bentuk pemerintahan yang ideal sejak masa kaum Batavia, atau bahwa Belanda mempunyai kebebasan memanfaatkan laut karena dianggap wilayah perairan internasional (Mare Liberum). Cara yang digunakannya untuk mencapai kesimpulan tersebut sangat khas cendikiawan humanis seperti Grotius. Menggunakan kepandaiannya yang mengagumkan, tujuan utama beliau adalah menciptakan keteraturan dan struktur dari ilmu pengetahuan yang sudah ada sebagaimana dapat ditemukan dalam karya-karya penulis klasik. Pendekatan ini menghasilkan cara pandang yang baru, khususnya melalui tulisan-tulisannya tentang hukum seperti De iure belli ac pacis ("Hukum tentang Perang dan Damai"). Ditulis pada tahun 1625, karya ini menjadi prinsip-prinsip fundamental bagi hukum internasional.

Di Belanda, Grotius dikenal sebagai Hugo de Groot, dan secara luas masih diingat karena kisah pelariannya menggunakan peti buku. Di luar negeri, nama Grotius diasosiasikan dengan seseorang yang mempunyai kecerdasan luar biasa dalam bidang hukum. Bersama dengan para korban lainnya yang juga Stadholder (de Witt bersaudara dan Oldenbarneveldt), Hugo Grotius dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap para penentang monarki (Oranje). Pada tahun 1780-an, saat periode Patriot, beberapa barang peninggalan Grotius ditemukan, termasuk dua buah peti buku.