hukum internasional
DESCRIPTION
HukumTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang
terdapat antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang
disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang
tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan
kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan
timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama
merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan
memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin
unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat
Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan
merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam
masyarakat yang menjalin dengan erat.
Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan
pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang
Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola
kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka,
berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang
Dunia. Perubahan Kedua ialah kemajuan teknologi, kemajuan teknologi berbagai
alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara
dan perubahan ketiga ialah Perkembangan golongan yaitu timbulnya berbagai
organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari
negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum
kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai
terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif
berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara
sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum.
koordinasi, timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri
hukum subordinasi.
1
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini tentulah penulis memiliki beberapa
perumusan masalah guna meminimalisir keraguan atau pelebaran masalah.
Perumusan masalah ini, yakni sebagai berikut :
1. Apa hakekat dan dasar berlakunya Hukum Internasional sebagai sumber
material Hukum Internasional?
2. Mengapa Masyarakat Internasional dijadikan sebagai landasan sosiologis
Hukum Internasional?
3. Mengapa kesatuan asas hukum dijadikan sebagai landasan material bagi
Hukum Internasional?
4. Apa hakekat dan fungsi kedaulatan Negara dalam Masyarakat
Internasional ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah yang kami buat ini yakni, sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui hakekat dan dasar berlakunya Hukum Internasional
sebagai sumber material Hukum Internasional.
2. Untuk mengetahui Masyarakat Internasional sebagai landasan Sosiologis
Hukum Internasional.
3. Untuk mengetahui kesatuan asas hukum sebagai landasan material bagi
Hukum Internasional.
4. Untuk mengetahui hakekat dan fungsi kedaulatan Negara dalam
Masyarakat Internasional.
D. Manfaat Penulisan
Dengan diselesaikannya penulisan makalah ini, penulisan makalah ini
diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada pengembangan
ilmu hukum. Selain itu dapat memperluas pandangan ilmiah mengenai
hukum internasional.
2. Sebagai referensi bagi hukum mengenai masyarakat dan hukum
internasional khususnya di bidang hukum internasional.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Internasional
Prof.Dr.Mochtar Kusumaatmadja :
Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara antara :
1. Negara dengan negara
2. Negara dengan subyek hokum lain bukan Negara atau subyek hokum
bukan Negara satu sama lain.
Lassa Oppenheim :
Hukum nasional atau hukum internasional adalah nama dari suatu badan
ketentuan atau peraturan kebiasaan yang dianggap mengikat Negara hukum
begi Negara-negara beradab dalam perhubungannya stau sama lain.
J.L.Brierly :
Hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional dapat didefinisikan
sebagai badan hukum dan prinsip-prinsp yang mengikat Negara beradab
dalam hubungan Negara yang stu dengan Negara yang lain.
J.G. Strake :
Hukum internasional merupakan himpunan kaidah hukum yang terdiri dari
prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan tigkah laku yang harus ditaati oleh
Negara-negara dalam hubungan antara merekayang juga meliputi :
1. Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan organisai internasional dan
hubungannya dengan organisai internasional lainnya serta Negara dan
individu.
2. Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan individu dan subyek-subyek
hukum internasional bukan Negara.
Rebecca M Wallace :
Hukum Internasional merupakan peraturan-peraturan dan norma-norma
yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat
diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi
internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan lainnya.
3
Hugo de Groot :
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara antara
Negara dengan Negara, Negara dengan subjek hukum internasional lainnya
yang bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.
Wirjono Prodjodikoro :
Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum
antar berbagai bangsa di berbagai Negara.[2]
B. Teori-Teori Dasar Hukum Internasional
Teori Hukum Alami
Ajaran hukum alam mempunyai pengaruh yang besar atas hukum
internasional sejak permulaan pertumbuhannya. Ajaran ini yang mula-mula
mempunyai ciri-ciri keagamaan yang kuat, untuk pertama kalinya dilepaskan dan
hubungannya dengan keagamaan itu oleh Hugo Grotius. Hukum alam diartikan
sebagai hukum ideal yang berdasarkan atas hakekat manusia sebagai makhluk
yang berakal atau kesatuan kaedah-kaedah yang diilhamkan alam pada akal
manusia
Menurut penganut-penganut ajaran hukum alam ini hukum internasional itu
mengikat karena hukum internasional itu tidak lain dari pada “hukum alam” yang
diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Dengan lain perkataan
negara-negara itu terikat atau tunduk pada hukum internasional dalam hubungan
antara mereka satu sama lain karena hukum internasional itu merupakan bagian
dan pada hukum yang lebih tinggi yaitu “hukum alam”.
Teori Kehendak Negara
Aliran ini mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional itu atas
kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Menurut
mereka pada dasarnya negaralah yang merupakan sumber segala hukum dan
hukum internasional itu mengikat karena negara-negara itu atas kemauan sendiri
mau tunduk pada hukum internasional. Aliran ini menyadarkan teori mereka pada
falsafah Hegel yang dahulu mempunyai pengaruh yang luas di Jerman. Salah
seorang yang paling terkemuka dan aliran ini adalah George Jellineck yang
terkenal dengan “Selbst-limitation-theonie”-nya. Seorang pemuka lain dan aliran
4
ini adalah Zorn yang berpendapat bahwa hukum internasional itu tidaklah lain dan
pada hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu negara. Hukurn
Internasional bukan suatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat
diluar kemauan Negara
Kelemahan teori-teori ini adalah bahwa mereka tidak dapat menerangkan
dengan rnemuaskan bagaimana caranya hukum internasional yang tergantung
pada kehendak negara-negara dapat mengikat negara-negara itu. Teiepel berusaha
untuk membuktikan bahwa hukum internasional itu mengikat bagi negara-negara,
bukan karena kehendak mereka satu persatu untuk terikat melainkan karena
adanya suatu kehendak bersama, yang lebih tinggi dan kehendak masing-masing
negara, untuk tunduk pada hukum internasional. Triepel mendasarkan kekuatan
mengikat hukum internasional pada kehendak negara tetapi membantah
kemungkinan suatu negara melepaskan dirinya dari ikatan itu dengan suatu
tindakan sepihak.
Teori Madzhab Weina
Suatu norma hukumlah yang merupakan dasar terakhir dari pada kekuatan
mengikat dan pada hukum internasional. Demikianlah pendirian suatu aliran yang
terkenal dengan nama Madzhab Weina. Menurut madzhab ini kekuatan-kekuatan
mengikat suatu kaedah hukum internasional didasarkan suatu kaedah yang lebih
tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada suatu kaedah yang lebih tinggi
lagi dan demikian seterusnya. Pada puncaknya kaedah-kaedah hukum dimana
terdapat kaedah dasar yang tidak dapat lagi dikembalikan pada suatu kaedah yang
lebih tinggi, melainkan harus diterima adanya sebagai suatu hypothese asal yang
tidak dapat diterangkan secara hukum.
Ajaran madzhab Weina ini mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu
kaedah dasar, memang dapat menerangkan secara logis dari mana kaedah-kaedah
hukum internasional itu memperoleh kekuatan mengikatnya akan tetapi ajaran ini
tidak dapat menerangkan mengapa kaedah dasar itu sendiri mengikat. Dengan
demikian maka seluruh sistem yang logis tadi menjadi tergantung-gantung di
awang-awang jadinya. Sebab tak mungkin persoalan kekuatan mengikat hukum
internasional itu disandarkan atas suatu hypothese. Dengan pengakuan bahwa
persoalan kaedah dasar merupakan suatu pensoalan di luar hukum (metayunidis)
5
yang tidak dapat diterangkan, maka persoalan mengapa hukum internasional itu
mengikat dikembalikan kepada nilai-nilai kehidupan manusia diluar hukum yakni
rasa keadilan dan moral.
Teori Aliran Madzhab Perancis
Madzahab Perancis dengan pemuka-pemukanya terutama Fauchile, scelle
dan Duguit mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional seperti juga
segala hukum pada faktor-faktor biologis, sosial dan sejarah kehidupan manusia
yang mereka namakan fakta-fakta kemasyarakatan yang menjadi dasar. Menurut
mereka persoalannya dapat dikembalikan pada sifat alami manusia sebagai
makhluk sosial, hasratnya untuk berabung dengan manusia lain dan kebutuhannya
akan solidaritas. Kebutuhan dan naluri sosial manusia sebagai orang seorang
menurut mereka juga dimiliki oleh bangsa-bangsa. Jadi dasar kekuatan mengikat
hukum (internasional) terdapat dalam kenyataan sosial bahwa mengikatnya
hukum itu perlu mutlak bagi dapat terpenuhinya kebutuhan manusia (bangsa)
untuk hidup bermasyarakat.
Teori Positivisme
Pada teori ini kekuatan mengikatnya hukum internasional pada kehendak
negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Hukum internasional
itu sendiri berasal dan kemauan negara dan berlaku karena disetujui oleh negara.
Kelemahan dari teori ini adalah tidak dapat menjelaskan jika ada negara yang
tidak setuju apakah hukurn internasional tidak lagi mengikat, tidak dapat
menjelaskan jika ada negara baru tetapi langsung terikat oleh hukum
internasional, tidak dapat menjelaskan mengapa ada hukum kebiasaan, kemauan
negara hanya Facon De Parler (perumpamaan), berlakunya hukum internasional
tergantung dan society of state. Sedangkan kelebihannya Praktek-praktek negara
dan hanya peraturan-peraturan yang benar-benar ditaati yang menjadi hukum
internasional.
6
C. Hakekat dan Dasar Berlakunya Hukum Internasional sebagai Sumber
Material Hukum Intrnasional
John Austin menyatakan bahwa : ‘’ every law or rule (taken with the
largest signification which can be given to the term properly) is a command….’’
Menurut dia hukum internasional itu itu bukan hukum dalam arti yang
sebenarnya (properly so called). Ia menempatkannya segolongan dengan ‘’the
laws set by fashion’’ sebagai ‘’rules of positive morality’’. Tetapi akan adanya
hukum adat di Indonesia sebagai suatu system hukum yang tersendiri untuk
menginsafi kelirunya pikiran Austin mengenai hakikat hukum. Adanya badan
legislative, badan kehakiman dan polisi merupakan cirri yang jelas dari suatu
system hukum positif yang efektif, akan tetapi ini tidak berarti bahwa tanpa
lembaga-lembaga ini tidak terdapat hukum.
Aliran yang mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional itu atas
kehendak Negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional.menurut
mereka pada dasarnya negaralah yang merupakan sumber segala hukum, dan
hukum internasional itu mengikat karena Negara itu atas kemauan mereka sendiri
mau tunduk pada hukum internasional. Salah seorang yang paling terkenal dalam
aliran ini adalah George Jellineck yang terkenal, seorang pemuka lain dari aliran
ini ialah Zorn yang berpendapat bahwa hukum internasional itu tidak lain
daripada hukum tata Negara yang mengatur hubungan luar suatu Negara. Segi
dari teori kehendak, pada hakekatnya hendak mengembalikan kekuatan
mengikatnya hukum internasional itu pada kehendak Negara untuk diikat oeh
hukum internasional ialah bahwa teori-teori ini pada dasarnya memandang hukum
internasional sebagai hukum perjanjian antara Negara-negara. Persetujuan Negara
untuk tunduk pada hkum internasional menghendaki adanya suatu hukum atau
norma sebagai sesuatu yang telah ada terlebih dahulu, dan berlaku lepas dari
kehendak Negara (aliran obyektivis). Bukan kehendak Negara melainkan suatu
norma hukumlah yang merupakan dasar terakhir kekuatan mengikat hukum
internasional. Inilah suatu aliran yang terkenal dengan nama mazhab Wiena.
Menurut mazhab ini kekuatan mengikat suatu kaidah hokum internasional
didasarkan suatu kaidah yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula
7
pada suatu kaidah yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada
suatu kaidah yang lebih tinggi lagi dan demikian seterusnya.
Mazhab Perancis dengan para pemukanya antara lain terutama
Fauchile, Scelle danDuguit mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional
seperti juga segala hukum pada factor biologis, social dan sejarah kehidupan
manusia yang mereka namakan fakta kemasyarakatan (‘’fait social’’) yang
menjadi dasar kekuatan mengikatnya segala hukum, termasuk hukum
internasional. Dasar kekuatan mengikat hukum (termasuk hukum internasional)
terdapat dalam kenyataan social bahwa mengikatnya hukum itu mutlak perlu
untuk dapat terpenuhinya kebutuhan manusia ( bangsa) untuk hidup
bermasyarakat.
D. Masyarakat Internaional sebagai Landasan Sosiologis Hukum
Internasional
Masyarakat intenasional adalah suatu kompleksitas bersama, yang jalin-
menjalin secara tetap dan terus-menerus antara sejumlah negara-negara yang
berdaulat dan sederajat.
Masyarakat internasional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.
2. Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas
kemerdekaan dan persamaan derajat.
3. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka
seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus
sebagai Kepala Gereja.
4. Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang
banyak mengambil oper pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum
Romawi.
5. Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang
mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang
besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.
6. Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi
internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum
Internasional.
8
7. Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi
keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum
(ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai
salah satu cara penggunaan kekerasan.
Karena masyarakat internasional berlainan dari suatu negara dunia
merupakan kehidupan bersama dari negara-negara yang merdeka dan sederajat,
unsur pertama yang harus dibuktikan ialah adanya sejumlah negara di dunia ini.
Adanya sejumlah besar negara didunia ini merupakan suatu kenyataan
yang tidak dapat dibantah lagi dan jelas bagi setiap orang yang memperhatikan
kehidupan sehari-hari. Jumlah negara didunia pada dewasa ini melebihi seratus
negara. Akan tetapi, adanya sejumlah besar negara belum berarti adanya suatu
masyarakat internasional. Pertama-tama harus dapat pula ditunjukan adanya
hubungan yang tetap antara anggota masyarakat internasional, apabila Negara itu
masing-masing hidup terpencil satu dari yang lainnya. Adanya hubungan yang
tetap dan terus-menerus demikian, juga merupakan kenyataan yang tidak dapat
dibantah lagi.
Saling membutuhkan antar bangsa-bangsa diberbagai lapangan kehidupan
yang mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus-menerus antara
bangsa-bangsa, mengakibatkan pula timbulnya kepentingan untuk memelihara
dan mengatur hubungan demikian.
Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan internasional ini
dibutuhkan hukum guna menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap
hubungan yang teratur. Hubungan antara orang atau kelompok orang yang
tergabung dalam ikatan kebangsaan atau kenegaraan yang berlainan itu dapat
merupakan hubungan taklangsung atau resmi yang dilakukan oleh para pejabat
Negara yang mengadakan berbagai perundingan atas nama Negara dan
meresmikan persetujuan yang dicapai dalam perjanjian antarnegara.
Disamping hubungan antarnegara yang resmi demikian, orang dapat juga
mengadakan hubungan langsung secara perseorangan atau gabungan dilapangan
perniagaan, keagamaan, ilmu penegetahuan, olahraga atau perburuhan yang
melintasi batas negara. Jadi, yang dinamakan masyarakat internasional itu pada
hakikatnya ialah hubungan kehidupan antar manusia. Masyarakat internasional
9
sebenarnya merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka
ragam masyarakat yang jalin menjalin dengan erat.
Tiga Tradisi Teori Dalam Masyarakat Internasional, berupa tiga kategori
dasar yaitu realis, rasionalis, dan revolusionis.
1. Realis adalah doktrin yang disitu persaingan dan konflik antara negara
“melekat” di dalam hubungan mereka. Kaum realis menekankan “elemen
anarki politik kekeuasaan, dan peperangan” (Wight 1991: 15-24).
Realisme memusatkan pada kenyataan apa itu dari pada yang ideal apa
yang seharusnya. Dengan demikian, realisme menimbulkan penghindaran
khayalan dan “penerimaan apa adanya terhadap sisi kehidupan yang tidak
menyenangkan”. Oleh karena itu, kaum realis cenderung pesimis tentang
sifat manusia: peradaban manusia dibagi menjadi “penjahat dan penipu”,
kaum realis bertahan hidup dan berhasil dengan mengalahkan penjahat dan
mengambil keuntungan dari mereka yang bodoh atau naïf. Hal itu
menunjukan politik dunia tidak dapat maju tetapi pada dasarnya selalu
tetap sama dari waktu ke waktu atau tempat ke tempat. Realisme pada sisi
yang ekstrim adalah suatu penolakan bahwa masyarakat Internasional
hidup;yang hidup adalah keadaan alami hobbesian. Satu- satunya
masyarakat politik dan tentu saja, komunitas moral adalah negara. Tidak
ada kewajiban internasional diluar atau diantara negara- negara.
2. Rasionalis adalah mereka para teoritisi yang yakin bahwa manusia selalu
memakai akal pikiran, dapat mengenali hal yang benar untuk dilakukan,
dan dapat belajar dari kesalahannya dan dari yang lainnya. (Wight 1991:
14- 24). Kaum rasionalis yakin bahwa masyarakat kiranya dapat diataur
untuk hidup bersama sekalipun mereka tidak memiliki pemerintahan
bersama, seperti dalam kondisi hubungan internasional yang anarkis.
Rasionalisme pada sisi yang ekstrim - jika mungkin sampai batas yang
merupakan jiwa yang sederhana- adalah dunia sempurna tentang saling
menghargai, perjanjian dan aturan hukum diantara negara- negara. Dalam
hal ini rasionalisme menunjukkan ” Jalan tengah” dari politik
Internasional, memisahkan kaum realis pesimis disatu sisi dari kaum
revolusionis optimis di sisi lain.
10
3. Revolusionis adalah mereka para teoritisi yang menunjukkan dirinya
dengan rasa kemanusiaan dan yakin pada “persatuan moral” dari
masyarakat dunia diluar negara (Wight 1991: 8- 12). Mereka adalah para
pemikir “Kosmopolitan” daripada pemikir state-centric, pemikir solidaris
daripada pemikir prularis, dan teori internasionalnya memiliki karakter
yang progresifyng bahkan karakter penganut dalam hal bertujuan
mengubah dunia menjadi lebih baik. Perubah sosial revolusioner adalah
tujuannya. Hal ini menimbulkan munculnya dunia ideal semacam itu,
apakah dunia ideal di dasarkan pada agama revolusioner seperti Kristen,
atau ideologi revolusioner, seperti liberalisme republikan atau Marxisme-
Leninisme. Bagi revolusionis, sejarah bukan hanya potongan kejadian dan
peristiwa. Melainkan sejarah memiliki tujuan, manusia memiliki takdir.
Kaum revolusionis optimis mengenai sifat manusia: mereka percaya pada
kesempurnaan manusia. Tujuan akhir sejarah Internasional adalah untuk
memungkinkan manusia mencapai pemenuhan diri dan kebebasan. Bagi
Kant, revolusi menimbulkan pembentukan system negara
konstitusional-”republic” yang bersamaan dapat membangun perdamaian
abadi. Bagi Marx revolusi menimbulkan penghancuran negara kappitalis,
menggulingkan system kelas yang menjadi landasannya, dan membentuk
masyarakat tanpa kelas. Ketika revolusi itu dicapai, manusia tidak hanya
akan terbebas tetapi juga bersatu kembali, dan tidak ada tempat baik bagi
negara maupun bagi hubungan Internasional. Revolusionisme pada sisi
ekstrim adalah pernyataan bahwa satu-satunya masyarakat nyata di muka
bumu adalah masyarakat dunia yang terdiri dari manusia, yaitu peradaban
manusia.
Empat kunci yang ditekankan dalam teori masyarakat internasional.
1. Ditekankan pada pemikiran operatif terkemuka yang terlihat membentuk
pemikiran, kebijakan dan aktifitas dari rakyat yang terlibat dalam
hubungan internasional: warganegara khususnya.
2. Ditekankan pada dialog antara pemikiran, nilai dan keyakinan terkemuka
yang turut berperan dalam pelaksanaan kebijakan luar negri.
3. Ditekankan pada dimensi sejarah dari hubungan internasioanal.
11
4. Ditekankan pada aspek hubungan internasional yang paling mendasar dan
yang paling singkat: aspek normative seperti yang terlihat dalam
keterangan sejarah.[9]
D. Kesatuan Asas Hukum sebagai Landasan Matterial bagi Hukum
Internasional
Di atas telah diuarikan dua segi dari masyarakat internasional sebagai
dasar sosiologis hukum internasional yaitu adanya sejumlah Negara-negara itu
untuk mengadaka hubungan satu sama lain. Kebutuhan bangsa bangsa untu hidup
berdampingan secara teratur ini merupakan suatu keharusan kenyatan sosial yang
tidak dapat dielakkan. Alternatifnya pada zaman ini yang mengenal alat senjata
pemusnah missal ialah kehancuran peradaban manusia. Hubunan yang teratur
demikian itu tidak emata mata merupakan akibat dari fakta adanya sejumlah
Negara dan kemajuan dalam berbagai perhubungan Negara.
Faktor pengikat yang nonmaterial ialah adanya asas kesamaan hukum
antara bangsa-bangsa didunia ini, betapapun berlainan wujudnya hukum positif
yang berlaku dimasing-masing negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum
bangsa-bangsa.
Asas pokok hukum yang bersamaan inilah yang dalam ajaran mengenai
sumber hukum formal dikenal dengan asas hukum umum yang diakui oleh
bangsa-bangsa yang beradab merupakan penjelmaan hukum alami (natuurrecht).
Adanya hukum alami yang mengharuskan bangsa-bangsa didunia ini hidup
berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan
naluri untuk mempertahakan jenisnya (instinct for survival).
E. Hakekat dan Fungsi Kedaulatan Negara dalam Masyarakat Internasional
Hakikat dan fungsi kedaulatan dalam masyarakat internasional perlu
dijelaskan mengingat pentingnya peran negara dalam masyarakat dan hukum
internasional dewasa ini. Kedaulatan merupakan kata yang sulit karena oaring
memberikan arti yang berlainan padanya. Menuru sejarah, asal kata kedaulatan
yang dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah souvereignityberasla dari bahasa
latin superanus berarti teratas. Negara dikatakan berdaulat karena kedaulatan
12
merupakan suatu sifat hakiki negara. Bila dikatakan negara itu berdaulat,
dimaksudkan bahwa negara itu mempunyai kekuasaan tertinggi. Pengertian
kedaulatan negara sebagai kekuasaan tertinggi inilah yang banyak menimbulkan
salah paham.
Menurut asal katanya, kedaulatan memang berarti kekuasaan tertinggi.
Negara berdaulat memang berarti bahwa negara itu tidak mengakui kekuasaan
yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri. Dengan perkataan lain, Negara
memiliki monopoli kekuasaan, suatu sifat khas organisasi masyarakat dan
kenegaraan dewasa ini yang tidak lagi membenarkan orang perseorangan
mengambil tindakan sendiri apabila ia dirugikan. Walaupun demikian, kekuasaan
tertinggi ini mempunyai batas-batasnya. Ruang berlaku kekuasaan tertinggi ini
dibatasi oleh batas wilayah negara itu, artinya suatu negara hanya memiliki
kekuasaan tertinggi didalam batas wilayahnya.
Bahwa kekuasaan suatu negara terbatas dan bahwa batas itu terdapat
dalam kedaulatan negara lain merupakan konsekuensi yang logis dari paham
kedaulatan sendiri dan mudah sekali dipahami apabila kita mau memikirkan
persoalan ini secara konsekuen. Dilihat secara demikian, paham kedaulatan tidak
usah bertentangan dengan adanya suatu masyarakat internasional yang terdiri dari
negara-negara yang masing-masing berdiri sendiri. Paham demikian juga tidak
akan bertentangan dengan hukum internasional yang mengatur masyarakat itu.
Dalam maknanya sebagai kekuasaan yang tertinggi, makna kedaulatan
telah diakui sejak Aristoteles dan sarjana hukum Romawi. Pengertian ini sampai
batas-batas tertentu masih dianut sampai abad pertengahan, dengan memahami
kedaulatan sebagai wewenang tertinggi dari suatu kesatuan politik.
Semula kedaulatan dihubungkan dengan kekuasaan gereja yang
mutlak,sejalan dengan bergesernya pusat kekuasaan ke tangan penguasa sekuler,
muncul beberapa teori baru tentang pemusatan kekuasaan tertinggi. Sebagai
contoh Dante mnyatakan kekuasaan tertinggi harus dipusatkan pada kekaisaran
Romawi Suci.
Perkembangan selanjutnya terjadi ketika para ahli ilmu politik memandang
makna kedaulatan dari dua sudut, yaitu:
1. Sudut Intern Kedaulatan
13
2. Sudut Ekstern Kedaulatan
Sudut Intern Kedaulatan
Kedaulatan dipandang sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu kesatuan
politik, Jean Bodin adalah salah satu ahli ilmu politik kebangsaan Perancis yang
memandang kedaulatan dalam hubungannya dengan negara, yaitu bahwa sebagai
atribut dan ciri negara yang sekaligus sebagai pembeda negara dari persekutuan
lainnya, menurut beliau hakikat negara terletak pada kedaulatannya. Sudut
pandang intern ini sering disebut dengan paham monisme tentang kedaulatan,
belakangan paham ini dikritik karena dianggap sebagai penghalang pertumbuhan
hukum internasional yang bertujuan mengatur hubungan antar negara.
Sudut Ektern Kedaulatan
Kedaulatan dipandang dalam hubungannnya dengan aspek mengenai
hubungan antar negara, sudut pandang ini dipopulerkan oleh Grotius, yang
belakangan dikenal sebagai bapak hukum internasional.
Makna kedaulatan dalam konteks hubungan antar negara menjadi senakin
penting setelah ditandatangani Konferensi Montevideo tahun 1933. menurut
konferensi ini, sebagai subjek hukum Internasional, negara harus memiliki
kualifikasi berikut:
1. Penduduk yang tetap
2. Wilayah tertentu
3. Pemerintah yangberdaulat
4. Kemampuan mengadakan hubungan dengan Negara lain
Unsur ke 4 ini merupakan unsur yang khusus dalam hubungannya dengan
negara sebagai subjek hukum internasional. Bagi sarjana hukum internasional
unsur ini pula yang menjadi unsur konstitutif yang terpenting, pandangan ini
berbeda dengan konsep ilmu politik, yang menganggap tiga unsur pertama
sebagai unsur konstitutif suatu negara.
Dikaji dari sudut pandang hukum internasional, kedaulatan mewakili
totalitas hak-hak negera dalam menjalankan hubungan luar negeri dan menata
urusan-urusan dalam negarinya (Davidson, 1994). Menurut sudut pandang ini, ciri
utama negara yang berdaulat adalah bahwa kemampuannya untuk melakukan
sendiri pengawasan terhadap wilayahnya dan orang-orang yang berada di dalam
14
wilayah itu, kecuali bila hal itu bertentangan dengan aturan-aturan hukum
internasional.
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suatu kumpulan bangsa untuk dapat benar-benar dikatakan suatu
masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur pengikat yaitu adanya asas
kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini. Betapapun berlainan
wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu
masyarakat hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam (naturerech) yang
mengharuskan bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara damai dapat
dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan
jenisnya. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional
inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam
setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah
hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan
bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.
B. Saran
Untuk ini kami menyarankan agar lebih banyak lagi membaca literatur-
literatur tentang Hukum Internasional. Selain itu juga untuk mencari info atau
bahan-bahan tentang Hukum Internasional bukan hanya dari buku saja tetapi kita
dapat mengaksesnya di internet. Jika kita membaca dan memahami seluk beluk
Hukum Internasional maka kita dapat mengerti dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari sebagai manusia yang tertib hukum.
16
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional, P.T.Alumni, Bandung.
Starke, J.G., 1989, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta.
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ppkn4419/Materi3/Hakikat%20Kedaulatan.htm
http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/04/masyarakat-internasional/
http://nirmalawlintang.blogspot.com/2012/06/hukum-internasional.html
http://edifitrianudin.blogspot.com/2012/03/definisi-hukum-internasional-oleh-para.html
17
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas makalah ini dengan judul “Hubungan Masyarakat Internasioanal dengan Hukum Internasional” tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengasuh Mata Kuliah dan kepada teman-teman yang telah berpartisipasi dalam penyelesaikan Tugas Makalah ini.
Penulis menyadari pastilah dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekhilafan baik dari segi isi dan kaedah penulisannya untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan pembuatan makalah di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Medan, Januari 2015
Penulis
18
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah........................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
A. Pengertian Hukum Internasional ............................................. 3
B. Teori-Teori Dasar Hukum Internasional ................................. 4
C. Hakekat dan Dasar Berlakunya Hukum Internasional
sebagai Sumber Material Hukum Internasional ...................... 7
D. Masyarakat Internasional sebagai Landasan Sosiologis
Hukum Internasional ............................................................... 8
E. Kesatuan Asas Hukum Sebagai Landasan Material bagi
Hukum Internasional ............................................................... 12
F. Hakekat dan Fungsi Kedaulatan Negara dalam
Masyarakat Internasional.......................................................... 12
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 16
A. Kesimpulan .............................................................................. 16
B. Saran ........................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17
19
20