hukum internasional

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat. Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama 1

Upload: serikat-pegawai-uisu

Post on 16-Jul-2016

29 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Hukum

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum Internasional

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang

terdapat antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang

disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang

tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan

kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan

timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama

merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan

memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin

unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat

Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan

merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam

masyarakat yang menjalin dengan erat.

Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan

pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang

Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola

kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka,

berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang

Dunia. Perubahan Kedua ialah kemajuan teknologi, kemajuan teknologi berbagai

alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara

dan perubahan ketiga ialah Perkembangan golongan yaitu timbulnya berbagai

organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari

negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum

kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai

terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif

berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara

sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum.

koordinasi, timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri

hukum subordinasi.

1

Page 2: Hukum Internasional

B.     Identifikasi dan Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini tentulah penulis memiliki beberapa

perumusan masalah guna meminimalisir keraguan atau pelebaran masalah.

Perumusan masalah ini, yakni sebagai berikut :

1. Apa hakekat dan dasar berlakunya Hukum Internasional sebagai sumber

material Hukum Internasional?

2. Mengapa Masyarakat Internasional dijadikan sebagai landasan sosiologis

Hukum Internasional?

3. Mengapa kesatuan asas hukum dijadikan sebagai landasan material bagi

Hukum Internasional?

4. Apa hakekat dan fungsi kedaulatan Negara dalam Masyarakat

Internasional ?

C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah yang kami buat ini yakni, sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui hakekat dan dasar berlakunya Hukum Internasional

sebagai sumber material Hukum Internasional.

2. Untuk mengetahui Masyarakat Internasional sebagai landasan Sosiologis

Hukum Internasional.

3. Untuk mengetahui kesatuan asas hukum sebagai landasan material bagi

Hukum Internasional.

4. Untuk mengetahui hakekat dan fungsi kedaulatan Negara dalam

Masyarakat Internasional.

D.    Manfaat Penulisan

Dengan diselesaikannya penulisan makalah ini, penulisan makalah ini

diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada pengembangan

ilmu hukum. Selain itu dapat memperluas pandangan ilmiah mengenai

hukum internasional.

2. Sebagai referensi bagi hukum mengenai masyarakat dan hukum

internasional khususnya di bidang hukum internasional.

2

Page 3: Hukum Internasional

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Pengertian Hukum Internasional

Prof.Dr.Mochtar Kusumaatmadja :

Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur

hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara antara :

1.      Negara dengan negara

2.      Negara dengan subyek hokum lain bukan Negara atau subyek hokum

bukan Negara satu sama lain.

Lassa Oppenheim :

Hukum nasional atau hukum internasional adalah nama dari suatu badan

ketentuan atau peraturan kebiasaan yang dianggap mengikat Negara hukum

begi Negara-negara beradab dalam perhubungannya stau sama lain.

J.L.Brierly :

Hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional dapat didefinisikan

sebagai badan hukum dan prinsip-prinsp yang mengikat Negara beradab

dalam hubungan Negara yang stu dengan Negara yang lain.

J.G. Strake :

Hukum internasional merupakan himpunan kaidah hukum yang terdiri dari

prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan tigkah laku yang harus ditaati oleh

Negara-negara dalam hubungan antara merekayang juga meliputi :

1.   Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan organisai internasional dan

hubungannya dengan organisai internasional lainnya serta Negara dan

individu.

2.   Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan individu dan subyek-subyek

hukum internasional bukan Negara.

Rebecca M Wallace :

Hukum Internasional merupakan peraturan-peraturan dan norma-norma

yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat

diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi

internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan lainnya.

3

Page 4: Hukum Internasional

Hugo de Groot :

Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang

mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara antara

Negara dengan Negara, Negara dengan subjek hukum internasional lainnya

yang bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.

Wirjono Prodjodikoro :

Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum

antar berbagai bangsa di berbagai Negara.[2]

B.     Teori-Teori Dasar Hukum Internasional

Teori Hukum Alami

Ajaran hukum alam mempunyai pengaruh yang besar atas hukum

internasional sejak permulaan pertumbuhannya. Ajaran ini yang mula-mula

mempunyai ciri-ciri keagamaan yang kuat, untuk pertama kalinya dilepaskan dan

hubungannya dengan keagamaan itu oleh Hugo Grotius. Hukum alam diartikan

sebagai hukum ideal yang berdasarkan atas hakekat manusia sebagai makhluk

yang berakal atau kesatuan kaedah-kaedah yang diilhamkan alam pada akal

manusia

Menurut penganut-penganut ajaran hukum alam ini hukum internasional itu

mengikat karena hukum internasional itu tidak lain dari pada “hukum alam” yang

diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Dengan lain perkataan

negara-negara itu terikat atau tunduk pada hukum internasional dalam hubungan

antara mereka satu sama lain karena hukum internasional itu merupakan bagian

dan pada hukum yang lebih tinggi yaitu “hukum alam”.

Teori Kehendak Negara

Aliran ini mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional itu atas

kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Menurut

mereka pada dasarnya negaralah yang merupakan sumber segala hukum dan

hukum internasional itu mengikat karena negara-negara itu atas kemauan sendiri

mau tunduk pada hukum internasional. Aliran ini menyadarkan teori mereka pada

falsafah Hegel yang dahulu mempunyai pengaruh yang luas di Jerman. Salah

seorang yang paling terkemuka dan aliran ini adalah George Jellineck yang

terkenal dengan “Selbst-limitation-theonie”-nya. Seorang pemuka lain dan aliran

4

Page 5: Hukum Internasional

ini adalah Zorn yang berpendapat bahwa hukum internasional itu tidaklah lain dan

pada hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu negara. Hukurn

Internasional bukan suatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat

diluar kemauan Negara

Kelemahan teori-teori ini adalah bahwa mereka tidak dapat menerangkan

dengan rnemuaskan bagaimana caranya hukum internasional yang tergantung

pada kehendak negara-negara dapat mengikat negara-negara itu. Teiepel berusaha

untuk membuktikan bahwa hukum internasional itu mengikat bagi negara-negara,

bukan karena kehendak mereka satu persatu untuk terikat melainkan karena

adanya suatu kehendak bersama, yang lebih tinggi dan kehendak masing-masing

negara, untuk tunduk pada hukum internasional. Triepel mendasarkan kekuatan

mengikat hukum internasional pada kehendak negara tetapi membantah

kemungkinan suatu negara melepaskan dirinya dari ikatan itu dengan suatu

tindakan sepihak. 

Teori Madzhab Weina

Suatu norma hukumlah yang merupakan dasar terakhir dari pada kekuatan

mengikat dan pada hukum internasional. Demikianlah pendirian suatu aliran yang

terkenal dengan nama Madzhab Weina. Menurut madzhab ini kekuatan-kekuatan

mengikat suatu kaedah hukum internasional didasarkan suatu kaedah yang lebih

tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada suatu kaedah yang lebih tinggi

lagi dan demikian seterusnya. Pada puncaknya kaedah-kaedah hukum dimana

terdapat kaedah dasar yang tidak dapat lagi dikembalikan pada suatu kaedah yang

lebih tinggi, melainkan harus diterima adanya sebagai suatu hypothese asal yang

tidak dapat diterangkan secara hukum.

Ajaran madzhab Weina ini mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu

kaedah dasar, memang dapat menerangkan secara logis dari mana kaedah-kaedah

hukum internasional itu memperoleh kekuatan mengikatnya akan tetapi ajaran ini

tidak dapat menerangkan mengapa kaedah dasar itu sendiri mengikat. Dengan

demikian maka seluruh sistem yang logis tadi menjadi tergantung-gantung di

awang-awang jadinya. Sebab tak mungkin persoalan kekuatan mengikat hukum

internasional itu disandarkan atas suatu hypothese. Dengan pengakuan bahwa

persoalan kaedah dasar merupakan suatu pensoalan di luar hukum (metayunidis)

5

Page 6: Hukum Internasional

yang tidak dapat diterangkan, maka persoalan mengapa hukum internasional itu

mengikat dikembalikan kepada nilai-nilai kehidupan manusia diluar hukum yakni

rasa keadilan dan moral.

Teori Aliran Madzhab Perancis

Madzahab Perancis dengan pemuka-pemukanya terutama Fauchile, scelle

dan Duguit mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional seperti juga

segala hukum pada faktor-faktor biologis, sosial dan sejarah kehidupan manusia

yang mereka namakan fakta-fakta kemasyarakatan yang menjadi dasar. Menurut

mereka persoalannya dapat dikembalikan pada sifat alami manusia sebagai

makhluk sosial, hasratnya untuk berabung dengan manusia lain dan kebutuhannya

akan solidaritas. Kebutuhan dan naluri sosial manusia sebagai orang seorang

menurut mereka juga dimiliki oleh bangsa-bangsa. Jadi dasar kekuatan mengikat

hukum (internasional) terdapat dalam kenyataan sosial bahwa mengikatnya

hukum itu perlu mutlak bagi dapat terpenuhinya kebutuhan manusia (bangsa)

untuk hidup bermasyarakat.

Teori Positivisme

Pada teori ini kekuatan mengikatnya hukum internasional pada kehendak

negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Hukum internasional

itu sendiri berasal dan kemauan negara dan berlaku karena disetujui oleh negara.

Kelemahan dari teori ini adalah tidak dapat menjelaskan jika ada negara yang

tidak setuju apakah hukurn internasional tidak lagi mengikat, tidak dapat

menjelaskan jika ada negara baru tetapi langsung terikat oleh hukum

internasional, tidak dapat menjelaskan mengapa ada hukum kebiasaan, kemauan

negara hanya Facon De Parler (perumpamaan), berlakunya hukum internasional

tergantung dan society of state. Sedangkan kelebihannya Praktek-praktek negara

dan hanya peraturan-peraturan yang benar-benar ditaati yang menjadi hukum

internasional.

6

Page 7: Hukum Internasional

C.  Hakekat dan Dasar Berlakunya Hukum Internasional sebagai Sumber

Material Hukum Intrnasional

John Austin menyatakan bahwa : ‘’ every law or rule (taken with the

largest signification which can be given to the term properly) is a command….’’

Menurut dia hukum internasional itu itu bukan hukum dalam arti yang

sebenarnya (properly so called). Ia menempatkannya segolongan dengan ‘’the

laws set by fashion’’ sebagai ‘’rules of positive morality’’. Tetapi akan adanya

hukum adat di Indonesia sebagai suatu system hukum yang tersendiri untuk

menginsafi kelirunya pikiran Austin mengenai hakikat hukum. Adanya badan

legislative, badan kehakiman dan polisi merupakan cirri yang jelas dari suatu

system hukum positif yang efektif, akan tetapi ini tidak berarti bahwa tanpa

lembaga-lembaga ini tidak terdapat hukum.

Aliran yang mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional itu atas

kehendak Negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional.menurut

mereka pada dasarnya negaralah yang merupakan sumber segala hukum, dan

hukum internasional itu mengikat karena Negara itu atas kemauan mereka sendiri

mau tunduk pada hukum internasional. Salah seorang yang paling terkenal dalam

aliran ini adalah George Jellineck yang terkenal, seorang pemuka lain dari aliran

ini ialah Zorn yang berpendapat bahwa hukum internasional itu tidak lain

daripada hukum tata Negara yang mengatur hubungan luar suatu Negara. Segi

dari teori kehendak, pada hakekatnya hendak mengembalikan kekuatan

mengikatnya hukum internasional itu pada kehendak Negara untuk diikat oeh

hukum internasional ialah bahwa teori-teori ini pada dasarnya memandang hukum

internasional sebagai hukum perjanjian antara Negara-negara. Persetujuan Negara

untuk  tunduk pada hkum internasional menghendaki adanya suatu hukum atau

norma sebagai sesuatu yang telah ada terlebih dahulu, dan berlaku lepas dari

kehendak Negara (aliran obyektivis). Bukan kehendak Negara melainkan suatu

norma hukumlah yang merupakan dasar terakhir kekuatan mengikat hukum

internasional. Inilah suatu aliran yang terkenal dengan nama mazhab Wiena.

Menurut mazhab ini kekuatan mengikat suatu kaidah hokum internasional

didasarkan suatu kaidah yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula

7

Page 8: Hukum Internasional

pada suatu kaidah yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada

suatu kaidah yang lebih tinggi lagi dan demikian seterusnya.

Mazhab Perancis dengan para pemukanya antara lain terutama

Fauchile, Scelle danDuguit mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional

seperti juga segala hukum pada factor biologis, social dan sejarah kehidupan

manusia yang mereka namakan fakta kemasyarakatan (‘’fait social’’) yang

menjadi dasar kekuatan mengikatnya segala hukum, termasuk hukum

internasional. Dasar kekuatan mengikat hukum (termasuk hukum internasional)

terdapat dalam kenyataan social bahwa mengikatnya hukum itu mutlak perlu

untuk dapat terpenuhinya kebutuhan manusia ( bangsa) untuk hidup

bermasyarakat.

D.  Masyarakat Internaional sebagai Landasan Sosiologis Hukum

Internasional

Masyarakat intenasional adalah suatu kompleksitas bersama, yang jalin-

menjalin secara tetap dan terus-menerus antara sejumlah negara-negara yang

berdaulat dan sederajat.

Masyarakat internasional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.

2. Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas

kemerdekaan dan persamaan derajat.

3. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka

seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus

sebagai Kepala Gereja.

4. Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang

banyak mengambil oper pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum

Romawi.

5. Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang

mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang

besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.

6. Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi

internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum

Internasional.

8

Page 9: Hukum Internasional

7. Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi

keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum

(ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai

salah satu cara penggunaan kekerasan.

Karena masyarakat internasional berlainan dari suatu negara dunia

merupakan kehidupan bersama dari negara-negara yang merdeka dan sederajat,

unsur pertama yang harus dibuktikan ialah adanya sejumlah negara di dunia ini.

Adanya sejumlah besar negara didunia ini merupakan suatu kenyataan

yang tidak dapat dibantah lagi dan jelas bagi setiap orang yang memperhatikan

kehidupan sehari-hari. Jumlah negara didunia pada dewasa ini melebihi seratus

negara. Akan tetapi, adanya sejumlah besar negara belum berarti adanya suatu

masyarakat internasional. Pertama-tama harus dapat pula ditunjukan adanya

hubungan yang tetap antara anggota masyarakat internasional, apabila Negara itu

masing-masing hidup terpencil satu dari yang lainnya. Adanya hubungan yang

tetap dan terus-menerus demikian, juga merupakan kenyataan yang tidak dapat

dibantah lagi.

Saling membutuhkan antar bangsa-bangsa diberbagai lapangan kehidupan

yang mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus-menerus antara

bangsa-bangsa, mengakibatkan pula timbulnya kepentingan untuk memelihara

dan mengatur hubungan demikian.

Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan internasional ini

dibutuhkan hukum guna menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap

hubungan yang teratur. Hubungan antara orang atau kelompok orang yang

tergabung dalam ikatan kebangsaan atau kenegaraan yang berlainan itu dapat

merupakan hubungan taklangsung atau resmi yang dilakukan oleh para pejabat

Negara yang mengadakan berbagai perundingan atas nama Negara dan

meresmikan persetujuan yang dicapai dalam perjanjian antarnegara.

Disamping hubungan antarnegara yang resmi demikian, orang dapat juga

mengadakan hubungan langsung secara perseorangan atau gabungan dilapangan

perniagaan, keagamaan, ilmu penegetahuan, olahraga atau perburuhan yang

melintasi batas negara. Jadi, yang dinamakan masyarakat internasional itu pada

hakikatnya ialah hubungan kehidupan antar manusia. Masyarakat internasional

9

Page 10: Hukum Internasional

sebenarnya merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka

ragam masyarakat yang jalin menjalin dengan erat.

Tiga Tradisi Teori Dalam Masyarakat Internasional, berupa tiga kategori

dasar yaitu realis, rasionalis, dan revolusionis.

1.   Realis adalah doktrin yang disitu persaingan dan konflik antara negara

“melekat” di dalam hubungan mereka. Kaum realis menekankan “elemen

anarki politik kekeuasaan, dan peperangan” (Wight 1991: 15-24).

Realisme memusatkan pada kenyataan apa itu dari pada yang ideal apa

yang seharusnya. Dengan demikian, realisme menimbulkan penghindaran

khayalan dan “penerimaan apa adanya terhadap sisi kehidupan yang tidak

menyenangkan”. Oleh karena itu, kaum realis cenderung pesimis tentang

sifat manusia: peradaban manusia dibagi menjadi “penjahat dan penipu”,

kaum realis bertahan hidup dan berhasil dengan mengalahkan penjahat dan

mengambil keuntungan dari mereka yang bodoh atau naïf. Hal itu

menunjukan politik dunia tidak dapat maju tetapi pada dasarnya selalu

tetap sama dari waktu ke waktu atau tempat ke tempat. Realisme pada sisi

yang ekstrim adalah suatu penolakan bahwa masyarakat Internasional

hidup;yang hidup adalah keadaan alami hobbesian. Satu- satunya

masyarakat politik dan tentu saja, komunitas moral adalah negara. Tidak

ada kewajiban internasional diluar atau diantara negara- negara.

2.   Rasionalis adalah mereka para teoritisi yang yakin bahwa manusia selalu

memakai akal pikiran, dapat mengenali hal yang benar untuk dilakukan,

dan dapat belajar dari kesalahannya dan dari yang lainnya. (Wight 1991:

14- 24). Kaum rasionalis yakin bahwa masyarakat kiranya dapat diataur

untuk hidup bersama sekalipun mereka tidak memiliki pemerintahan

bersama, seperti dalam kondisi hubungan internasional yang anarkis.

Rasionalisme pada sisi yang ekstrim - jika mungkin sampai batas yang

merupakan jiwa yang sederhana- adalah dunia sempurna tentang saling

menghargai, perjanjian dan aturan hukum diantara negara- negara. Dalam

hal ini rasionalisme menunjukkan ” Jalan tengah” dari politik

Internasional, memisahkan kaum realis pesimis disatu sisi dari kaum

revolusionis optimis di sisi lain.

10

Page 11: Hukum Internasional

3.   Revolusionis adalah mereka para teoritisi yang menunjukkan dirinya

dengan rasa kemanusiaan dan yakin pada “persatuan moral” dari

masyarakat dunia diluar negara (Wight 1991: 8- 12). Mereka adalah para

pemikir “Kosmopolitan” daripada pemikir state-centric, pemikir solidaris

daripada pemikir prularis, dan teori internasionalnya memiliki karakter

yang progresifyng bahkan karakter penganut dalam hal bertujuan

mengubah dunia menjadi lebih baik. Perubah sosial revolusioner adalah

tujuannya. Hal ini menimbulkan munculnya dunia ideal semacam itu,

apakah dunia ideal di dasarkan pada agama revolusioner seperti Kristen,

atau ideologi revolusioner, seperti liberalisme republikan atau Marxisme-

Leninisme. Bagi revolusionis, sejarah bukan hanya potongan kejadian dan

peristiwa. Melainkan sejarah memiliki tujuan, manusia memiliki takdir.

Kaum revolusionis optimis mengenai sifat manusia: mereka percaya pada

kesempurnaan manusia. Tujuan akhir sejarah Internasional adalah untuk

memungkinkan manusia mencapai pemenuhan diri dan kebebasan. Bagi

Kant, revolusi menimbulkan pembentukan system negara

konstitusional-”republic” yang bersamaan dapat membangun perdamaian

abadi. Bagi Marx revolusi menimbulkan penghancuran negara kappitalis,

menggulingkan system kelas yang menjadi landasannya, dan membentuk

masyarakat tanpa kelas. Ketika revolusi itu dicapai, manusia tidak hanya

akan terbebas tetapi juga bersatu kembali, dan tidak ada tempat baik bagi

negara maupun bagi hubungan Internasional. Revolusionisme pada sisi

ekstrim adalah pernyataan bahwa satu-satunya masyarakat nyata di muka

bumu adalah masyarakat dunia yang terdiri dari manusia, yaitu peradaban

manusia.

Empat kunci yang ditekankan dalam teori masyarakat internasional.

1.   Ditekankan pada pemikiran operatif terkemuka yang terlihat membentuk

pemikiran, kebijakan dan aktifitas dari rakyat yang terlibat dalam

hubungan internasional: warganegara khususnya.

2.   Ditekankan pada dialog antara pemikiran, nilai dan keyakinan terkemuka

yang turut berperan dalam pelaksanaan kebijakan luar negri.

3.   Ditekankan pada dimensi sejarah dari hubungan internasioanal.

11

Page 12: Hukum Internasional

4.   Ditekankan pada aspek hubungan internasional yang paling mendasar dan

yang paling singkat: aspek normative seperti yang terlihat dalam

keterangan sejarah.[9]

D.  Kesatuan Asas Hukum sebagai Landasan Matterial bagi Hukum

Internasional

Di atas telah diuarikan dua segi dari masyarakat internasional sebagai

dasar sosiologis hukum internasional yaitu adanya sejumlah Negara-negara itu

untuk mengadaka hubungan satu sama lain. Kebutuhan bangsa bangsa untu hidup

berdampingan secara teratur ini merupakan suatu keharusan kenyatan sosial yang

tidak dapat dielakkan. Alternatifnya pada zaman ini yang mengenal alat senjata

pemusnah missal ialah kehancuran peradaban manusia. Hubunan yang teratur

demikian itu tidak emata mata merupakan akibat dari fakta adanya sejumlah

Negara dan kemajuan dalam berbagai perhubungan Negara.

Faktor pengikat yang nonmaterial ialah adanya asas kesamaan hukum

antara bangsa-bangsa didunia ini, betapapun berlainan wujudnya hukum positif

yang berlaku dimasing-masing negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum

bangsa-bangsa.

Asas pokok hukum yang bersamaan inilah yang dalam ajaran mengenai

sumber hukum formal dikenal dengan asas hukum umum yang diakui oleh

bangsa-bangsa yang beradab merupakan penjelmaan hukum alami (natuurrecht).

Adanya hukum alami yang mengharuskan bangsa-bangsa didunia ini hidup

berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan

naluri untuk mempertahakan jenisnya (instinct for survival).

E.  Hakekat dan Fungsi Kedaulatan Negara dalam Masyarakat Internasional

Hakikat dan fungsi kedaulatan dalam masyarakat internasional perlu

dijelaskan mengingat pentingnya peran negara dalam masyarakat dan hukum

internasional dewasa ini. Kedaulatan merupakan kata yang sulit karena oaring

memberikan arti yang berlainan padanya. Menuru sejarah, asal kata kedaulatan

yang dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah souvereignityberasla dari bahasa

latin superanus berarti teratas. Negara dikatakan berdaulat karena kedaulatan

12

Page 13: Hukum Internasional

merupakan suatu sifat hakiki negara. Bila dikatakan negara itu berdaulat,

dimaksudkan bahwa negara itu mempunyai kekuasaan tertinggi. Pengertian

kedaulatan negara sebagai kekuasaan tertinggi inilah yang banyak menimbulkan

salah paham.

Menurut asal katanya, kedaulatan memang berarti kekuasaan tertinggi.

Negara berdaulat memang berarti bahwa negara itu tidak mengakui kekuasaan

yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri. Dengan perkataan lain, Negara

memiliki monopoli kekuasaan, suatu sifat khas organisasi masyarakat dan

kenegaraan dewasa ini yang tidak lagi membenarkan orang perseorangan

mengambil tindakan sendiri apabila ia dirugikan. Walaupun demikian, kekuasaan

tertinggi ini mempunyai batas-batasnya. Ruang berlaku kekuasaan tertinggi ini

dibatasi oleh batas wilayah negara itu, artinya suatu negara hanya memiliki

kekuasaan tertinggi didalam batas wilayahnya.

Bahwa kekuasaan suatu negara terbatas dan bahwa batas itu terdapat

dalam kedaulatan negara lain merupakan konsekuensi yang logis dari paham

kedaulatan sendiri dan mudah sekali dipahami apabila kita mau memikirkan

persoalan ini secara konsekuen. Dilihat secara demikian, paham kedaulatan tidak

usah bertentangan dengan adanya suatu masyarakat internasional yang terdiri dari

negara-negara yang masing-masing berdiri sendiri. Paham demikian juga tidak

akan bertentangan dengan hukum internasional yang mengatur masyarakat itu.

Dalam maknanya sebagai kekuasaan yang tertinggi, makna kedaulatan

telah diakui sejak Aristoteles dan sarjana hukum Romawi. Pengertian ini sampai

batas-batas tertentu masih dianut sampai abad pertengahan, dengan memahami

kedaulatan sebagai wewenang tertinggi dari suatu kesatuan politik.

Semula kedaulatan dihubungkan dengan kekuasaan gereja yang

mutlak,sejalan dengan bergesernya pusat kekuasaan ke tangan penguasa sekuler,

muncul beberapa teori baru tentang pemusatan kekuasaan tertinggi. Sebagai

contoh Dante mnyatakan kekuasaan tertinggi harus dipusatkan pada kekaisaran

Romawi Suci.

Perkembangan selanjutnya terjadi ketika para ahli ilmu politik memandang

makna kedaulatan dari dua sudut, yaitu:

1.   Sudut Intern Kedaulatan

13

Page 14: Hukum Internasional

2.   Sudut Ekstern Kedaulatan

Sudut Intern Kedaulatan

Kedaulatan dipandang sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu kesatuan

politik, Jean Bodin adalah salah satu ahli ilmu politik kebangsaan Perancis yang

memandang kedaulatan dalam hubungannya dengan negara, yaitu bahwa sebagai

atribut dan ciri negara yang sekaligus sebagai pembeda negara dari persekutuan

lainnya, menurut beliau hakikat negara terletak pada kedaulatannya. Sudut

pandang intern ini sering disebut dengan paham monisme tentang kedaulatan,

belakangan paham ini dikritik karena dianggap sebagai penghalang pertumbuhan

hukum internasional yang bertujuan mengatur hubungan antar negara.

Sudut Ektern Kedaulatan

Kedaulatan dipandang dalam hubungannnya dengan aspek mengenai

hubungan antar negara, sudut pandang ini dipopulerkan oleh Grotius, yang

belakangan dikenal sebagai bapak hukum internasional.

Makna kedaulatan dalam konteks hubungan antar negara menjadi senakin

penting setelah ditandatangani Konferensi Montevideo tahun 1933. menurut

konferensi ini, sebagai subjek hukum Internasional, negara harus memiliki

kualifikasi berikut:

1. Penduduk yang tetap

2. Wilayah tertentu

3. Pemerintah yangberdaulat

4. Kemampuan mengadakan hubungan dengan Negara lain

Unsur ke 4 ini merupakan unsur yang khusus dalam hubungannya dengan

negara sebagai subjek hukum internasional. Bagi sarjana hukum internasional

unsur ini pula yang menjadi unsur konstitutif yang terpenting, pandangan ini

berbeda dengan konsep ilmu politik, yang menganggap tiga unsur pertama

sebagai unsur konstitutif suatu negara.

Dikaji dari sudut pandang hukum internasional, kedaulatan mewakili

totalitas hak-hak negera dalam menjalankan  hubungan luar negeri dan menata

urusan-urusan dalam negarinya (Davidson, 1994). Menurut sudut pandang ini, ciri

utama  negara yang berdaulat adalah bahwa kemampuannya untuk melakukan

sendiri pengawasan terhadap wilayahnya dan orang-orang yang berada di dalam

14

Page 15: Hukum Internasional

wilayah itu, kecuali bila hal itu bertentangan dengan aturan-aturan hukum

internasional.

15

Page 16: Hukum Internasional

BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Suatu kumpulan bangsa untuk dapat benar-benar dikatakan suatu

masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur pengikat yaitu adanya asas

kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini. Betapapun berlainan

wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu

masyarakat hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam (naturerech) yang

mengharuskan bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara damai dapat

dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan

jenisnya. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional

inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam

setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah

hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan

bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.

B.     Saran

Untuk ini kami menyarankan agar lebih banyak lagi membaca literatur-

literatur tentang Hukum Internasional. Selain itu juga untuk mencari info atau

bahan-bahan tentang Hukum Internasional bukan hanya dari buku saja tetapi kita

dapat mengaksesnya di internet. Jika kita membaca dan memahami seluk beluk

Hukum Internasional maka kita dapat mengerti dan dapat menerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari sebagai manusia yang tertib hukum.

16

Page 17: Hukum Internasional

DAFTAR PUSTAKA

Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional, P.T.Alumni, Bandung.

Starke, J.G., 1989, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta.

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ppkn4419/Materi3/Hakikat%20Kedaulatan.htm

http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/04/masyarakat-internasional/

http://nirmalawlintang.blogspot.com/2012/06/hukum-internasional.html

http://edifitrianudin.blogspot.com/2012/03/definisi-hukum-internasional-oleh-para.html

17

Page 18: Hukum Internasional

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas makalah ini dengan judul “Hubungan Masyarakat Internasioanal dengan Hukum Internasional” tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengasuh Mata Kuliah dan kepada teman-teman yang telah berpartisipasi dalam penyelesaikan Tugas Makalah ini.

Penulis menyadari pastilah dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekhilafan baik dari segi isi dan kaedah penulisannya untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan pembuatan makalah di masa yang akan datang.

Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Medan, Januari 2015

Penulis

18

Page 19: Hukum Internasional

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah........................................... 2

C. Tujuan Penulisan ..................................................................... 2

D. Manfaat Penulisan ................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3

A. Pengertian Hukum Internasional ............................................. 3

B. Teori-Teori Dasar Hukum Internasional ................................. 4

C. Hakekat dan Dasar Berlakunya Hukum Internasional

sebagai Sumber Material Hukum Internasional ...................... 7

D. Masyarakat Internasional sebagai Landasan Sosiologis

Hukum Internasional ............................................................... 8

E. Kesatuan Asas Hukum Sebagai Landasan Material bagi

Hukum Internasional ............................................................... 12

F. Hakekat dan Fungsi Kedaulatan Negara dalam

Masyarakat Internasional.......................................................... 12

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 16

A. Kesimpulan .............................................................................. 16

B. Saran ........................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17

19

Page 20: Hukum Internasional

20