hukum islam lanjut (cepot)
DESCRIPTION
hukum islam lanjutTRANSCRIPT
“Hukum Islam”
Untuk memenuhi tugas Semester Pendek mata kuliah
Hukum Islam Lanjut
Disusun Oleh:
Faisal Reynaldi R
4301-12-032
Sekolah Tinggi Hukum Bandung
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
1. Definisi Sumber-Sumber Hukum Islam.
2. Rumusan masalah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Macam Sumber Hukum Islam yang Wajib Dipatuhi dan Digunakan
Sebagai Pedoman dalam Berkehidupan Hablumminallah wa Hablumminanas.
1.1. Al-Qur’an
1.2 Al hadist
1.3 Ijtihad
1.4 Ijma’
1.5 Qiyas
2. Tujuan Diciptakannya Hukum Islam Tersebut oleh Allah SWT kepada seluruh
Umat Islam
BAB III
PENUTUP
3. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan pembuatan tugas makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini berjudul “Hukum Islam“.
Di dalam pembuatan makalah ini, kami berusaha menguraikan dan menjelaskan
tentang definisi hukum islam. Akhir kata kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini
masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya, oleh karena itu kami
mengharapkan saran, kritik dan petunjuk dari berbagai pihak untuk pembuatan makalah
ini menjadi lebih baik dikemudian hari.
Semoga makalah yang telah kami buat ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan
informasi pada masa yang akan datang, khususnya bagi Mahasiswa/I Fakultas Hukum
Sekolah Tinggi Hukum Bandung. Terima kasih
Bandung, 2 Juli 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Definisi Sumber-Sumber Hukum Islam.
Sumber-sumber hukum islam adalah sumber-sumber yang dipakai acuan
sebagai pedoman untuk berkehidupan Hablumminallah wa Hablumminanas. Sumber-
sumber hukum islam antara lain : Al-Qur’an, Al-hadist, Ijtihad, Ijma’, Qaul shahabi, Qiyas,
Maslahah, Mursalah, Urf syari’at umat sebelum islam, dan Istihan. Namun yang penulis
bahas dalam makalah ini hanyalah sumber-sumber hukum islam yang berkaitan dengan
Al-Qur’an, Al-hadist, Ijtihad, Ijma’, dan Qiyas.
Sumber-sumber hukum di atas bersifat naqli, yaitu Al-Qur’an, Al-hadist, Ijma’.
Sedangkan yang bersifat aqli yaitu Qiyas dan Ijtihad, dalam hal ini berperan menjelaskan
adalah akal.
Sumber-sumber hukum islam itu adalah aturan-aturan dalam agama Islam tidak
bermaksud untuk memberatkan manusia dalam kehidupannya di dunia. Namun aturan
Islam memuat berbagai manfaat yang dapat diraih oleh manusia bila mereka
melaksanakannya dengan sempurna.
2. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari sumber hukum islam yang terdiri dari Al-Qur’an, Al-hadist,
Ijtihad, Ijma’, dan Qiyas ?
2. Apa Tujuan Diciptakannya Hukum Islam Tersebut oleh Allah SWT kepada Seluruh
Umat Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Macam Sumber Hukum Islam yang Wajib Dipatuhi dan Digunakan
Sebagai Pedoman dalam Berkehidupan Hablumminallah wa Hablumminanas.
1.1. Al-Qur’an
Mengenai asal kata Al-Qur’an para pemuka agama berselisih pendapat. Menurut
Asy-Syafi’i dalam sebuah buku yang berjudul “sumber-sumber hukum islam” kata Al-
Qur’an itu ditulis dan dibaca tanpa hamzah. Al-Qur’an tidak berasal dari suatu kata
tetapi ia merupakan sebutan khusus bagi kitab suci yang diberikan kepada nabi
Muhammad SAW.
Menurut Al Asy’ari dalam sebuah buku yang berjudul “sumber-sumber hukum
islam” kata Al-Qur’an diambil dari kata “Qarana” yang berarti menggabungkan. Karena
Al-Qur’an adalah meruipakan gabungan ayat-ayat dan surat-surat.
Menurut penelitian Dr. Subhi shalih, pendapat paling kuat dalam sebuah buku
yang bejudul “sumber-sumber hukum islam” bahwa kata Al-Qur’an merupakan asdar
dan muradif dengan “Qara’ah” sebagaimana dalam firman Allah syrat Al Qiyamah yang
artinya : “sesunnguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya dan membacanya.
Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaan itu” (QS. Al Qiyamah : 17-
18).
Menurut istilah Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya
Nabi Muhammad SAW dengan bahasa Arab yang di riwayatkan secara muatawatir dan
tertulis dalam mushaf.
Ada beberapa ulama yang mengartikan Al-Qur’an menurut bahasa antara lain
adalah Az-Zajjaj, beliau mengartikan bahwa Al-Qur’an artinya adalah mengumpulkan
karena Al-Qur’an berasal dari kata “Qar’I” dan firman Allah disebut demikian, karena Al-
Qur’an mengumpulkan surat-suratnya menjadi satu kesatuan, atau karena
mengumpulkan saripat kitab-kitab suci Allah yang turun sebelumnya.
1.2 Al hadist
Hadist menurut bahasa mempunyai beberapa arti yaitu : Jadid berarti baru ; Qarib
berarti dekat ; Khabar berarti berita atau warta dan sebagainya.
Dari ketiga arti tersebut yang sesuai dengan pembahasan adalah Hadist dalam arti
Khabar. Allah memakai kata “Hadist” dengan arti Khabar dalam firman-Nya yang
artinya : “maka hendaklah mereka mendatangkan suatu kabar yang sepertinya (Al-
Qur’an) jika mereka itu orang-orang yang benar” (QS. At thur :34).
Dalam hadist kata “Hadist” juga dipakai dalam arti Khabar yaitu sabda Nabi saw
yang artinya :
“Hampir-hampir aka nada seseorang diantara kamu yang akan berkata : ”Ini
kitabullah. Apa halal didalamnya kami halalkan. Apa yang haram kami haramkan.
Ketahuilah, barang siapa sampai kepadanya suatu “Khabar” dari aku, lalu ia dustakan
berarti ia telah mendustakan 3orang, dia mendustakan Allah, dia mendustakan Rasul-
Nya, dan dia mendustakan orang yang menyampaikan berita itu”. (HR. ahmad dan Ad
Damiry).
Sebagian muhatsin berpendapat bahwa pengertian hadist di atas merupakan
pengertian yang sempit. Menurut mereka hadist mempunyai cakupan pengertian yang
lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadist marfu’)
saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadist mauquf),
dan tabi’in (hadist maqtu’), sebagaimana disebut oleh Al-Tirmizi.
Artinya : “bahwasannya hadist itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’, yaitu
sesuatu yang sisadarkan kepada Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang
maukuf, yaitu yang disandarkan kepada sahabat dan maqtu’ yaitu yang disandarkan
kepada tabi’in”.
Menurut istilah hadist mempunyai beberapa pengertian yang berbeda.
Perbedaan ini disebabkan oleh berbedanya para ulama dalam memandang hadist.
Menurut istilah hadist ialah segala ucapan segala perbuatan dan segla keadaan
Nabi SAW. Sedangkan menurut para ulama ahli ushul, hadist adalah segala perkataan
segala perbuatan dan segala taqrir (ketetapan) NabiSaw yang berkaitan dengan hukum.
Berdasarkan pengertian hadist menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadist adalah segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. Baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan
yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan
kepada manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan hadist. Ini berarti bahwa ahli ushul
membedakan diri Muhammad sebagai Rasul dan sebagai manusia biasa. Yang dikatakan
Hadist adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh
Nabi Muhammad SAW. Sebagai Rasulullah SAW. Inipun menurut mereka harus berupa
ucapan dan perbuatan beliau serta ketetapan-ketetapannya. Sedangkan kebiasaan-
kebiasaannya tata cara berpakaian cara tidur dan sejenisnya merupakan kebiasaan
manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadist.
Berdasarkan pengertian hadist di atas maka hadist dapat di bedakan menjadi tiga
macam yaitu : Hadist Qouliyah, Hadist Fi’liyah, dan Hadist Taqririyah.
ü Hadist Qouliyah
Hadist yang berupa perkataan. Seperti sabda Rasulullah SAW.
ü Hadist Fi’liyah
Hadist Fi’liyah atau amaliyah adalah hadist yang berupa perbuatan. Seperti praktek
wudhu Rasulullah shalat dan haji beliau, putusan beliau yang berdasarkan seorang saksi
ditambah sumpah penggugat.
ü Hadist Taqririyah
Ketetapan atau persetujuan Raslullah terhadap apa saja yang muncul dari tindakan
sahabat beliau, baik berupa perbuatan perkataan, dengan cara diam dan tidak
mengingkari atau menyatakan kerelaan dan menganggap baik hal tersebut.
1.3 IJTIHAD
Secara etimologi kata ijtihad terbentuk dari kata dasar “jahada” yang berarti
seseorang telah mencurahkan segala kemampuannya untuk memperoleh hakikat suatu
tertentu.
Sedangkan menurut istilah dalam ilmu fiqih ijtihad berarti mengarahkan tenaga
dan fikiran dengan sungguh-sungguh untuk menyelidiki dan mengeluarkan
(mengistibatkan) hukum-hukum yng terkandung dalam Al-Qur’an dan hadist dengan
syarat-syarat tertentu.
Sebagian ulama’ mendefinisikan ijtihad dalam pengertian umum bahwa ijtihad
adalah menhasilakn (memaksimalkan) kesungguhannya dalam mencari sesuatu yang
ingin dicapai sehingga dapat diharapkan tercapainya atau diyakini sampai kepada
tujuannya.
Menurut praktek sahabat ijtihad adalah penelitian dan pemikiran untuk
mendapatkan sesuatu yang terdekat dengan kitab Allah SWT, dan sunnah Rasulullah
SAW baik melalui suatu nasakh yang disebut qiyas maupun melalui sesuatu maksud dan
tujuan umum.
Menurut mayoritas ulama’ ushul ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan
oleh seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian ijtihad dhann
(pendugaan kuat) mengenai hukum syara’.
Dari definisi secara etimologi diatas mengandung pengertian bahwa mujtahid
mengerahkan kemampuannya artinya mencurahkan kemampuan seoptimal mungkin
sehingga ia merasakan bahwa dirinya tidak sanggup lagi melebihi dari tingakt itu.
1.4 IJMA’
Ijma’ berasal dari derivasi kata “jama’a” yang berarti gabungan, kumpulan, satuan
dan yang semisalnya. Secara etimologi berarti ketetapan atau kesepakatan. Dinamakan
demikian karena ijma’ “konsensus” muncul dari sekumpulan pendapat yang tertampung
setelah melalui proses sharing pendapat dan hujjah yang dikemukakan.
Secara terminology Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid tehadap suatu
permasalahan hukum syara’ pada zaman setelah wafatnya Rasullulah SAW. Umumnya
pemasalahan syara’ yang muncul tidak ditemui dalam nashsecara jelas. Semua mujtahid
berkumpul dan saling berbagi pandangan. Pandangan-pandangan mereka itu
dilandaskan dengan Al-Qur’an dan Hadist. Dengan tujuan diperolehnya konklusi yang
disepakati oleh seluruh mujtahid yang hadir. Menurut bahasa Ijma’ mempunyai dua arti
yaitu :
a) Kesepakatan seperti perkataan : “Jamaal qaumu ‘alaa kadzaa idzaa itafaquu alaihi”.
Artinya suatu kamu telah berijma’ begini, jika mereka sudah sepakat kepadanya.
b) Kebulatan tekat atau niat.
Imam Syafi’I dalam bukunya ar-risalah yang telah dikutip dalam buku Materi Pendidikan
Islam Untuk Perguruan Tinggi menyatakan bahwa Ijma’ adalah kesepakatan seluruh
umat islam dalam permasalahan tetentu yang sudah ma’ruf. Sebagai contoh Ijma’nya
umat islam dalam pengharaman khamar, wajibnya puasa Ramadhan dan jumlah rakaat
dalam shalat fardu. Mereka menyatakan bahwa kesepakatan seluruh umat islam tidak
akan terjadi kecuali dalam hal-hal yang sudah jelas kedudukan hukumnya.
Ijma’ dapat di bagi menjadi dua macam yaitu :
1. Ijma’ Bayani
Ijma’ Bayani merupakan pendapat dari para ahli fiqih yang mengeluarkan pendapatnya
masing-masing untuk menentukan suatu masalah, dan semua pendapat ini sama atau
disepakati (ijmali). Ijma’ ini dilakukan dengan ijtihad yaitu berpikir sungguh-sungguh
dengan mempergunakan intelektual atau akal, mempelajari sumber hukum islam yang
asli (murni) yaitu Al-Qur’an dan Hadist Rasul kemudian mengalirkan garis hukum baru
daripadanya.
2. Ijma’ sukuti
Suatu pendapat dari seorang ahli hukum atau beberapa ahli hukum tetapi ahli-ahli
hukum lainnya tidak membantah. Misalnya : semasa hidup Nabi, Nabi melakukan shalat
tarawih sebanyak 8 rakaat, di zaman Umar Bin Khattab r.a20 rakaat tidak ada sahabat
yang membantah. Dengan ini shalat tarawih diterima dengan Ijma’ Suyuti.
1.5 Qiyas
Menurut bahasa qiyas berarti “menyamakan”. Menurut istilah ahli ushul Qiyas adalah
menyamakan hukum suatu perkara yang belum ada hukumnya dengan hukum perkara
lain yang sudah di tetapkan oleh nash karena adanya persamaan dalam illat (alasan)
hukum yang tidak bisa diketahui dengan semata-mata memahami lafadh-lafadhnya dan
mengetahui dilalah-dilalah bahasanya.
Secara bahasa Qiyas berasal dari bahasa arab yang artinya hal mengukur,
membandingkan aturan. Ada juga yang mengartikan Qiyas dengan mengukur suatu atas
sesuatu yang lain dan kemudian menyamakan antara keduanya. Ada kalangan ulama
yang mengartikan Qiyas sebagai mengukur dan menyamakan.
Menurut istilah ushul fiqh, sebagaimana dikemukakan Wahbah al-Zuhaili, Qiyas adalah
menhubungkan atau menyamakan hukum suatu yang ada ketentuan hukumnya karena
ada illat antara keduanya. Ibnu subkhi mengemukakan dalam kitab Jam’u al-jawami,
Qiyas adalah menghubungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui
Karena kesamaan dalam illat hukumnya menurut mujtahid yang menghubungkannya.
Qiyas sebagaimana yang diamalkan oleh para mujtahid adalah menghubungkan hukum
suatu perkara dengan hukum perkara lain yang sudah ditetapkan, karena adanya
persamaan dalam illat hukum, yang tidak diketahui dengan semata-mata memahami
bahasanya. Qiyas merupakan hujjah ilahiyah yang datang dari sisi Allah untuk
mengetahui hukum-hukum-Nya dan bukan merupakan perbuatan yang didatangkan
bagi seseorang.
Makna Qiyas majazi merupakan amalan para mujtahid yang ditegakkan untuk
mengistibatkan hukum syara’. Berdasarkan keterangan tersebut maka sebagian ulama
mengatakan bahwa Qiyas itu adalah mengeluarkan hukum bukan menetapkan hukum.
2. Tujuan Diciptakannya Hukum Islam Tersebut oleh Allah SWT kepada
Seluruh Umat Islam.
Tujuan Allah SWT menciptakan hukum islam adalah agar umat manusia dalam
menjalankan kehidupannya dapat memperoleh manfaat, tidak kacau dan tidak tersesat.
Hukum islam sendiri sebenarnya sudah jelas dan lengkap, sebenarnya tidak ada alasan
lagi bagi manusia untuk mengabaikan hukum islam.
Hukum islam diciptakan agar umat islam mengenal aturan islam, pelaksanaan
hukum bagi kaum muslimin sebenarnya tidak hanya mengejar tujuan hukum islam yang
dijelaskan di atas. Namun lebih kea rah ketundukan seorang muslim kepada perintah
dan larangan Allah SWT.
Hukum islam telah menerapkan aturan-aturan beserta hukum yang betujuan
mencegah terjadinya kerusakan atas nasab dan keturuna manusia. Islam menetapkan
aturan yang melarang umatnya mengosumsi segala sesuatu yang dapat merusak akal.
Islam mengharamkan minuman yang memabukkan dan merusak ingatan seperti alcohol,
narkoba, dan ganja. Disisi lain islam mewajibkan umatnya agar menuntut ilmu,
mentadabuuri alam, dan berpikir untuk mengembangkan kemampuan akal. Allah
memuji orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
3. Kesimpulan
Sumber-sumber hukum islam adalah aturan-aturan didalam agama Islam tidak
bermaksud untuk membertakan manusia dalam kehidupannya di dunia. Namun aturan
islam memuat berbagai manfaat yang dapat diraih oleh manusia bila mereka
melaksanakannya dengan sempurna,
Definisi macam-macam hukum islam :
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi
Muhammad SAW dengan bahasa arab secara mutawatir dan tertulis dalam mushaf.
Al-Hadist adalah segala ucapan, segala perbuatan, dan segala keadaan Nabi
SAW. Sedangkan menurut para ulama’ ahli ushul, hadist adalah segala perkataan, segala
perbuatan, dan segala taqrir (ketetapan) Nabi SAW yang berkaitan dengan hukum.
Berdasarkan pengertian hadist menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadist adalah segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. Baik ucapan perbuatan maupun ketetapan yang
berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang di syari’atkan kepada
manusia.
Ijtihad berarti mengarahkan tenaga dan fikiran dengan sungguh-sungguh untuk
menyelidiki dan engeluarkan (mengistibatkan) hukum-hukum yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan Hadist dengan syarat-ayarat tertentu.
Ijma’ adalah kesepakan para mujtahid terhadap suatu permasalahan syara’ pada
zaman setelah wafatnya RasulullahSAW. Umumnya permasalahan syara’ yang muncul
tidak ditemui dalam nash yang jelas. Semua mujtahid berkumpul dan saling berbagi
pandangan. Pandangan-pandangan mereka itu dilandaskan dengan Al-Qur’an dan
Hadist.
Qiyas adalah menghubungkan atau menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada
ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena ada illat
antara keduanya.
Tujuan diciptakannya hukum islam tersebut oleh Allah SWT kepada seluruh
umat islam adalah tujuan Allah SWT menciptakan hukum islam adalah agar umat
manusia dalam menjalankan kehidupannya dapat memperoleh manfaat, tidak kacau
dan tidak tersesat. Melatih ketundukan seorang muslim kepada perintah dan larangan
Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Lismanto dalam Pembaharuan Hukum Islam Berbasis Tradisi: Upaya Meneguhkan
Universalitas Islam dalam Bingkai Kearifan Lokal
Azyumardi azra,toto suryana, h. iskhak abdulhaq, h. hafiduddin. 2002. Pendidikan agama
islam pada perguruan tinggi islam. Jakarta.departemen agama RI
Daradjat,zakiah dkk, 2000. Ilmu pendidikan islam. Jakarta : bumi aksara