hukum keputusan hakim

20

Click here to load reader

Upload: almoon2

Post on 07-Aug-2015

70 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

TRANSCRIPT

Page 1: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Hadits Ahkam II Yang

Dibimbing Oleh: Bapak Drs. H. Saifuddin, M. Hi

Disusun Oleh :

Anwar Nuris

NIM: 083091011

PRODI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

JURUSAN SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

April, 2012

1

Page 2: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hakim adalah jabatan yang sangat mulia, hal ini disebabkan karena hakim

mengemban tugas yang sangat berat. Nabi Muhammad SAW dalam salah satu

haditsnya bersabda bahwa Beliau hanyalah manusia biasa yang menetapkan

sesuatu berdasarkan yang tampak oleh kemampuan indera manuia saja. Padahal,

persidangan sangat mungkin terjadinya penipuan-penipuan yang menyebabkan

hakim meleset dalam memutuskan suatu perkara. Sedemikian mulianya posisi dan

eksistensi seorang hakim, hingga jika sudah berusaha dengan sungguh-sungguh

memutuskan perkara, dan ternyata keputusannya tersebut salah, baginya tetap

mendapat pahala satu.

Dalam memutuskan suatu perkara, sesungguhnya hakim mendasarkan

segala keputusannya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist. Namun, apabila ada

suatu perkara yang lukisannya tidak tergambar jelas dalam Al-Qur’an dan Hadist

maka hakim harus menggunakan akalnya (Ar-Ra’yu ) atau ijtihad. Ijtihad adalah

usaha sungguh-sungguh dengan menggunakan segala daya dan dana serta rasio

untuk mempelajari Hukum Islam dari sumbernya yang asli yakni Al-Qur’an dan

Al-Hadist, kemudian mengalirkan garis hukum baru daripadanya atau untuk

mencapai tujuan tertentu menyusun suatu pendapat mengenai atau berhubungan

dengan suatu Tata Hukum. Hasil ijtihad ini nantinya bisa menjadi keputusan

hakim.

Beratnya tanggung jawab Hakim disebabkan oleh karena Hakim dalam

menjalankan tugas dan kewenangannya harus bertanggung jawab kepada Tuhan

Yang Maha Esa, diri sendiri, para pihak, masyarakat, pengadilan yang lebih tinggi

dan ilmu pengetahuan hukum. Mengingat beratnya tanggung jawab itu maka

adanya profesionalisme dan integritas pribadi belumlah cukup, melainkan Hakim

2

Page 3: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

juga harus mempunyai iman dan taqwa yang baik, mampu berkomunikasi serta

menjaga peran, kewibawaan dan statusnya dihadapan masyarakat1.

Tugas Hakim selain bersifat praktis rutin, juga bersifat ilmiah. Sifat tugas

Hakim yang demikian ini, membawa konsekuensi bahwa Hakim harus selalu

mendalami perkembangan ilmu hukum dan kebutuhan hukum masyarakat.

Dengan cara itu, akan memantapkan pertimbangan-pertimbangan sebagai dasar

penyusunan putusannya. Dengan cara ini pula Hakim dapat berperan aktif dalam

reformasi hukum yang sedang dituntut oleh masyarakat saat ini.

Putusan Hakim sebagai proses akhir dalam penegakan hukum merupakan

kegiatan yang paling problematis, dilematis dan mempunyai tingkat kontroversi

yang tinggi. Upaya untuk mencari, menemukan dan menerapkan hukum inilah

yang kerapkali menimbulkan rasa tidak puas di kalangan masyarakat2.

Dalam hal memutuskan suatu perkara, hakim harus memperhatikan  hal-

hal berikut ini :

1. Keputusan hakim harus berdasarkan pengetahuannya (ilmu al-Qadli).

2. Keputusan hakim tidak boleh menghalalkan apa yang haram dan

mengharamkan apa yang halal.

3. Hakim dilarang memutuskan perkara dalam keadaan marah.

Dalam makalah ini akan dijelaskan tinjauan hadits yang menjelaskan

keputusan hakim tidak boleh menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang

halal. Agar lebih fokus, pemakalah membatasi pembahasan ini pada beberapa

hadits sesuai dengan topik pembahasan dan relevan dengan kondisi zaman

sekarang. Selain itu, hadits yang disajikan adalah hadits Ahad yang Shahih dan

Hasan. Sehingga, hadits yang Dha’if atau Maudlu’ tidak masuk dalam bahasan.

1.2 Rumusan Masalah

1 Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, Laporan Akhir Rekrutmen Dan Karir Di Bidang Peradilan, Disusun Oleh Kelompok Kerja A.2 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta, 10 Januari 2003, page.iii2 Zudan Arif Fakrulloh, Hakim Sosiologi, Hakim Masa Depan, dalam http://www.indomedia.com/bernas/9708/26/UTAMA/26opi.htm, diakses pada tanggal 11 Juni 2008

3

Page 4: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

1. Bagaimana tinjauan hadits tentang keputusan hakim tidak boleh

menghalalkan yang haram ?

1.3 Tujuan

1. Memahami keputusan hakim tidak boleh menghalalkan yang haram.

BAB II

4

Page 5: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Hadits

A. Hadits-Hadits Tentang Keputusan Hakim Tidak Boleh Menghalalkan

Yang Haram.

� : الله صلى الله ول� رس� قال قال عنه الله رضي ب�ري�دة عن�

, في ) : �د وواح النار في ث�نان ا �ثالثة ضاة� ال�ق� وسلم عليه

. , , .�ل ورج� ال�جنة في و فه� به فقضى ال�حق عرف �ل رج� ال�جنة

. , , , النار في و فه� ك�م ال�ح� في وجار به يق�ض فلم� ال�حق عرف

, , في و فه� ل2 جه� على للناس فقضى ال�حق يع�رف لم� �ل ورج�

,  النار ( ال�حاكم� حه� وصح بعة� ر� األ� رواه�

Artinya:

“ Dari Buraidah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu

'alaihi wa Sallam bersabda: "Hakim itu ada tiga, dua orang di neraka dan

seorang lagi di surga. Seorang yang tahu kebenaran dan ia memutuskan

dengannya, maka ia di surga; seorang yang tahu kebenaran, namun ia

tidak memutuskan dengannya, maka ia di neraka; dan seorang yang tidak

tahu kebenaran dan ia memutuskan untuk masyarakat dengan

ketidaktahuan, maka ia di neraka." (Riwayat Imam Empat. Hadits shahih

menurut Hakim)3.

B. Makna Mufrodat

ضاة� ال�ق� : seorang hakim

� tiga macam : ثالثة

ث�نان dua : ا

النار Di neraka : في

3 Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Astqolani, Bulughul Maram, Min Adilatil Ahkam,(al-mamlakah al-Saudiyah, al-‘arobiyyah:Darus Shiddiq, 2002), 354.

5

Page 6: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

�د وواح : dan satu

ال�جنة Di surga : في

�ل seorang hakim : رج�

mengetahui, memahami : عرف

kebenaran : ال�حق

memutuskan : فقضى

ض يق� tidak memutuskan : فلم�

Diberi : جار

ك�م ال�ح� dalam mengadili, menghukumi : في

يع�رف tidak mengetahui, memahami : لم�

kepada manusia : للناس

ل2 جه� : على atas ketidaktahuannya, ketidakpahamannya,

kebodohannya.

C. Penjelasan Hukum

Dalam hukum Islam, masalah putusan tidaklah berbeda dengan arti atau

makna yang terdapat dalam hukum nasional, yang masih berbau hukum Eropa

Continental. Putusan Hakim adalah merupakan suatu hukum atau undang-undang

yang mengikat antara para pihak yang bersangkutan, sedangkan menurut hukum

Islam adalah suatu hak bagi mahkum-lah (pihak yang dimenangkan) dari

mahkum-alaih (pihak yang dikalahkan), jadi tidaklah ada perbedaan4.

Mengambil suatu putusan oleh para hakim, dalam hukum Islam adalah merupakan

suatu perintah dan begitu juga isi dari pada putusan itu haruslah ditaati oleh para

muslim. \

Lebih dari itu, hakim harus memutus suatu perkara dengan adil dan tidak

boleh menghalalkan yang haram. maksudnya, membela pihak yang salah karena

ia seorang pejabat/ orang terpandang dan mengabaikan hak-hak pihak lemah.

4 Muhammad Salam Madzkur, Peradilan Dalam Islam, (Surabaya, Binas Ilmu, 1990), 127.

6

Page 7: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

Hal ini sesuai dengan firman Allah pada surat An-Nisaa' ayat 58-59, yang

mengatur sebagai berikut :

Artinya:

"Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu supaya menunaikan

amanat kepada ahlinya (rakyat umum) dan apabila kamu (para hakim)

hendak memutuskan sesuatu hukum diantara manusia hendaklah

memutuskan itu adil. Sesungguhnya amat baik pelajaran yang diajarkan

oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat”.

"Hai orang- orang yang beriman taatilah (hukum) Allah dan taatilah

(hukum) pesuruh-Nya dan taatilah (hukum yang dibuat oleh) ulul amri

kamu (sesuai dengan hukum Allah dan hukum pesuruh-Nya itu) dan jika

timbul kembali pertentangan di antara kamu (dan ulul amri kamu)

kembalikan hal itu semua (hukum) Allah dan (hukum) pesuruh-Nya itu,

jika kamu masih percaya pada Allah dan hari kemudian. Demikian itulah

jalan yang terbaik dan terindah".(QS. An-Nisa’: 58-59)5.

Dari ayat tersebut diatas dapat dilihat bahwa hakim dalam mengambil

suatu putusan itu, disamping berdasarkan kepada ketentuan yang terdapat dalam

Al-Qur'an dan Hadist juga melihat ketentuan yang dibuat oleh para pemuka

agama atau pimpinan, dan apabila terjadi pertentangan kembalilah kepada hukum

Allah (Al-Qur'an).

Dalam suatu hadits ada suatu larangan bagi seorang hakim untuk tidak

memutus dalam sesuatu perkara kalau sedang marah atau emosi, dan dalam

keadaan tidak sempurna jalan pikirannya. Hal ini sesuai dengan hadist yang

5Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia Pers, 1988), 337.

7

Page 8: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

diriwayatkan oleh Jama'ah sebagai berikut yang artinya :"Janganlah hakim

menghukum antara dua orang sewaktu dia sedang marah"6. Hal ini sebagai upaya

alternatif preventif agar putusan seorang hakim tidak salah, sebagaimana

dijelaskan oleh hadits sebagai berikut :

� : ول رس� ع�ت� سم قال عنه الله رضي �رة بك أبي وعن� ( : بي�ن �أحد ك�م� يح� ال ول� يق� وسلم عليه الله صلى الله

بان�, ( غض� و وه� ث�ني�ن علي�ه  ا �تفق م�

Artinya: “Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah seseorang

menghukum antara dua orang dalam keadaan marah." Muttafaq Alaihi.

Dari hadis tersebut bisa diambil suatu kesimpulan bahwa larangan untuk

mengambil suatu keputusan tersebut adalah agar jangan sampai terjadi keputusan

yang tidak adil. Karena keputusan hakim yang tidak adil menyebabkan

putusannya salah berdasarkan kriteria hakim yang ke dua, yaitu masuk ke neraka.

Kaitannya dengan hal ini, maka sesungguhnya kedudukan seorang hakim

menempati posisi yang rawan, berdasarkan hadits :

� : قال قال عنه الله رضي ري�رة ه� أبي وعن�

ال�قضاء ) ولي من� وسلم عليه الله صلى الله ول� رس�

كDين2 ( س بغي�ر ذ�بح سة�  فقد� ال�خم� ب�ن�  رواه� ا حه� وصح

بان, ح واب�ن� زي�مة خ�

Artinya:

“ Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu

'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa diangkat sebagai hakim, ia

6 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Cetakan XVII, (Jakarta: Attahiryah, 1976), 447.

8

Page 9: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

telah disembelih dengan pisau." (Riwayat Ahmad dan Imam Empat.

Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

Seorang hakim dalam memutuskan suatu pertikaian diantara manusia,

landasan hukum yang dipergunakan adalah sebagaimana yang disebutkan dalam

kitab-kitab Fiqih Islam, yaitu nash-nash yang pasti ketetapan adanya dan pasti

petunjuk hukumnya dari Al-Qur'an dan sunnah serta hukum-hukum yang telah

disepakati oleh ulama. Dengan demikian putusan itu baru sempurna dalam hukum

Islam.

Kaitannya dengan hal ini, Amirul Mukminin Umar bin Khottob

mengantisipasi para hakim dengan mengirim surat kepada hakim Abu Musa al-

Asy’ari seorang hakim di Yaman yang memuat ketentuan-ketentuan seorang

hakim sebagai berikut :

Surat Umar tersebut berisikan 10 (sepuluh) butir yang merupakan

pemikiran Umar dalam bidang peradilan yang masih berlaku sampai sekarang,

yang dalam istilah kutipan M. Fauzan disebut Naskah Asas-asas Hukum Acara7

sebagai berikut8:

1. Kedudukan lembaga peradilan.

“Sesungguhnya memutuskan suatu perkara adalah fardlu9 yang dikokohkan dan sunnah yang arus diikuti”.

Kedudukan lembaga peradilan ditengah-tengah masyarakat suatu Negara

hukumnya wajib (sangat urgen) dan sunnah yang harus diikuti/ dipatuhi.

2. Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya.

7 Asas-asas hukum acara pengadilan Agama; Asas Personalitas Keislaman, Asas Kebebasan, Asas Wajib Mendamaikan, Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan, Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, Asas Legalitas, Asas Equality, Asas Aktif Memberi Bantuan. Selengkapnya, lihat Sulaikin Lubis, et, al. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia, Cet. III (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 65. 8 M Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di

Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), Cet. II, hal. 93-94.9 Ini sesuai dengan asas hukum acara perdata peradilan agama bahwa hakim memutus perkara yang diajukan kepadanya dan tidak boleh menolaknya.

9

Page 10: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

“pahamilah apabila diajukan kepadamu suatu perkara dan putuskanlah apabila telah jelas (duduk perkaranya), karena sebenarnya tidaklah ada artinya bicara soal keadilan tanpa ada pelaksanaannya10”.

Pahami persoalan suatu kasus gugatan yang diajukan dan ambillah

keputusan setelah jelas persoalan mana yang benar dan mana yang salah.

Karena sesungguhnya, suatu kebenaran yang tidak memperoleh perhatian

hakim akan menjadi sia-sia.

3. Menyamakan pandangan kepada kedua belah pihak dan berlaku adil.

“Samaratakanlah manusia (pihak-pihak yang berperkara) dalam majelismu, dalam pandanganmu, dan dalam keputusanmu, sehingga orang yang berpangkat (pejabat) tidak akan mengaharapkan penyelewenganmu, dan orang yang lemah tidak akan putus asa mendambakan keadilanmu11.

Dudukkan kedua belah pihak di persidangan dengan sederajat, pandang

mereka dengan pandangan yang sama, agar orang yang terhormat tidak

melecehkan anda, dan orang yang lemah tidak merasa teraniaya.

4. Kewajiban pembuktian

“bukti itu wajib bagi penggugat (penuduh), sedang sumpah itu (wajib) atas pihak yang menolak (gugatan/ tuduhan).Penggugat wajib membuktikan gagatannya, sedangkan tergugat wajib

membuktikan bantahannya (dengan sumpah).

5. Lembaga Damai

“Penyelesaian perkara secara damai dibenarkan, sepanjang tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal”12.

6. Penundaan persidangan

10 Ini sesuai dengan asas, bahwa hakim dalam memutuskan suatu perkara hakim wajib menadasarkannya pada keterangan-keterangan dari para pihak dan apabila telah nyata-nyata jelas, maka hakim di larang memutuskan kecuali apa yang disampaikan oleh para pihak.11 Dalam teori hukum positif hal ini disebut asas equality before the law.

12 Sebagaimana asas hukum acara pengadilan agama bahwa, seorang wajib mendamaikan para pihak yang bersengketa sebelum menyelesaikannya melalui cara pengadilan (jalur non litigasi). Dalam praktek, biasanya hal ini dilakukan melalui mediasi.

10

Page 11: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

“Barang siapa menyatakan ada suatu hal yang tidak ada ditempatnya atau sesuatu keterangan, berilah tempo (waktu sela) kepadanya untuk dilaluinya. kemudian jika dia memberi keterangan hendaklah anda memberikan kepadanya haknya. Jika dia tidak mampu memberikan yang demikian, anda dapat memutuskan perkara yang merugikan haknya, karena yang demikian itu lebih mantap lagi keudzurannya- tak ada jalan baginya untuk mengatakan ini itu lagi- dan lebih menampakkan apa yang tersembunyi”.

7. Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal.

“Janganlah dihalangi oleh suatu putusan yang telah diputuskan pada hari ini, kemudian tinjau kembali putusan itu lalu tunjuk pada kebenaran untuk kembali kepada kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal yang qadim yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu. Kembali pada hak, lebih baik dari pada terus bergelimang dalam kebatilan”13.

8. Kewajiban untuk menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran

logis.

“Pergunakanlah kekuatan logis suatu kasus perkara yang diajukan dengan menggali dan memahami hukum yang hidup, apabila hukum suatu perkara kurang jelas dalam al-Quran dan Sunnah. Kemudian bandingkanlah permasalahan tersebut satu sama lain, dan ketahuilah (kenalilah) hukum yang serupa, kemudian ambillah mana yang lebih mirip dengan kebenaran”14.

9. Orang Islam haruslah berlaku adil.

“Orang Islam dengan orang Islam lainnya haruslah adil, terkecuali orang yang sudah pernah menjadi saksi palsu atau pernah dijatuhi hukuman had atas orang yang diragukan asal-usulnya, karena sesunggunya Allah yang mengendalikan rahasia hamba dan menutupi hukuman atas mereka, terkecuali dengan adanya keterangan dan sumpah”15.

10. Larangan bersidang ketika sedang emosional.

“Jauhilah dirimu dari marah, pikiran kacau, perasaan tidak senang, dan berlaku kasar terhadap para pihak. Karena kebenaran itu hanya berada dalam jiwa yang tenang dan niat yang bersih”.

13 Maksudnya adalah jangan sampai engkau terhalang untuk menubah suatu keputusan yang telah engkau jatuhkan apabila ternyata setelah engkau tinjau kembali, keputusan itu mengandung kesalahan. Lihat, Muhammad, Peradilan….. hal. 45.14 Hal yang dimaksud Umar yaitu Deduksi Analogis (Qiyas). 15 Lebih lanjut mengenai kriteria adil bagi seorang muslim, lihat Abdul, Ijtihad…. hal. 128.

11

Page 12: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian cukup panjang di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang

hakim tidak boleh memutuskan hukum dengan cara menghalalkan yang haram

dan mengharamkan yang halal. Hal ini sebagaimana ketentuan al-Qur’an dan

12

Page 13: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

dikuatkan oleh sebuah Hadits. Agar putusan hakim tidak terjerumus dalam

putusan yang membawanya kepada api neraka, maka haruslah memutuskan

berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.

DAFTAR PUSTAKA

Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, Laporan Akhir Rekrutmen Dan

Karir Di Bidang Peradilan, Disusun Oleh Kelompok Kerja A.2 Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta, 10 Januari 2003, page.iii

13

Page 14: HUKUM KEPUTUSAN HAKIM

Zudan Arif Fakrulloh, Hakim Sosiologi, Hakim Masa Depan, dalam

http://www.indomedia.com/bernas/9708/26/UTAMA/26opi.htm, diakses Pada

tanggal 11 Mei 2012.

Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Astqolani. 2002. Bulughul Maram, Min Adilatil

Ahkam, al-mamlakah al-Saudiyah, al-‘arobiyyah:Darus Shiddiq. .

Muhammad Salam Madzkur. 1990. Peradilan Dalam Islam, Surabaya. Binas

Ilmu.

Hasbullah Bakry, 1988. Pedoman Islam di Indonesia. Jakarta: Universitas

Indonesia Pers.

Sulaiman Rasjid. 1976. Fiqih Islam. Cetakan XVII. Jakarta: Attahiryah.

Sulaikin Lubis, et, al. 2008. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di

Indonesia, Cet. III. Jakarta: Kencana.

M Fauzan, 2005. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan

Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, Jakarta: Kencana.

14