humpty dumpty

213
i LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. “N” DENGAN ENSEFALITIS DISERTAI GIZI KURANG DI RUANG MELATI 2 INSTALASI KESEHATAN ANAK RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA DISUSUN OLEH: SITI MARIA ULFAH 2120101741 AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA 2013

Upload: oscar-simanjuntak

Post on 07-Feb-2016

75 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

humpty dumpty

TRANSCRIPT

Page 1: Humpty Dumpty

i

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. “N” DENGAN ENSEFALITIS DISERTAI GIZI KURANG DI RUANG

MELATI 2 INSTALASI KESEHATAN ANAK RSUP Dr. SARDJITO

YOGYAKARTA

DISUSUN OLEH:

SITI MARIA ULFAH

2120101741

AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Humpty Dumpty

ii

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. “N” DENGAN ENSEFALITIS DISERTAI GIZI KURANG DI RUANG

MELATI 2 INSTALASI KESEHATAN ANAK RSUP Dr. SARDJITO

YOGYAKARTA

Laporan Kasus ini Diajukan Guna Melengkapi Syarat untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan pada Akademi

Keperawatan Yayasan Notokusumo Yogyakarta

DISUSUN OLEH:

SITI MARIA ULFAH

2120101741

AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA

2013

Page 3: Humpty Dumpty

iii

Page 4: Humpty Dumpty

iv

Page 5: Humpty Dumpty

v

MOTTO

“Nilai dari seseorang itu ditentukan dari keberaniannya memikul tanggung jawab, mencintai hidup dan pekerjaannya.”

“Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah.”

Kahlil Gibran (1883-1931); Penyair, Filsuf

“Belajar tanpa berpikir tak ada gunanya. Berpikir tanpa belajar sangat berbahaya.” Sukarno (1901-1970); Presiden RI Pertama

“Jika Anda dapat memimpikannya, Anda dapat melakukannya.”

Walter Elias Disney (1961-1966); Produser film dan inovator animasi

Page 6: Humpty Dumpty

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‘alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini dengan tepat waktu.

Laporan asuhan keperawatan ini merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi Diploma III Keperawatan, penulis menyadari bahwa sepenuhnya laporan ini dapat tersusun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Mochammad Syafak Hanung, Sp.A selaku direktur utama

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan izin penulis untuk

mengikuti ujian akhir program yang di laksanakan di RSUP. Dr. Sardjito.

2. Ibu Endang Sumirih, Bsc., S.Pd., M.Kes selaku Direktur AKPER

Notokusumo Yogyakarta yang telah mengizinkan penulis diterima di

Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta sampai selesainya

pendidikan ini.

3. Ibu Wiwi Kustio P, A.Kep., S.Pd., MPH selaku dosen pembimbing yang

telah membimbing dan mengarahkan sehingga laporan ini terselesaikan

dengan tepat waktu.

4. Ibu Maria Putri Sari Utami, S.Kep., Ns selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan dan saran dalam uji praktek lahan.

5. Ibu Budi Winarni, S.Kep., Ns. selaku penguji dari lahan yang telah

memberikan masukan serta saran – sarannya.

6. Bapak dan Ibu yang selalu menjadi motivasi dan semangatku selama ini.

Doa kalian selalu menyertaiku dan doaku selalu menyertai kalian disini.

7. Kepada segenap keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan

kepada saya selama kuliah sampai selesainya tugas akhir ini.

8. Kepada Sdr. Ari Wahyu Diananto yang telah mampu menyemangati,

mendukung saya, dan memberikan waktu untuk menyelesaikan kegiatan

akhir program sehingga dapat memperoleh hasil yang memuaskan.

Page 7: Humpty Dumpty

vii

9. Kepada Sdr. Priyo Kusumo dan Sdr. Tunggal Yunanto yang telah banyak

memberikan saran dan motivasi yang membangun untuk menyelesaikan

serangkaian kegiatan akhir program dan Sdri. Novita Purwanti Putri yang

telah membantu dalam kelancaran UAP stase anak.

10. Teman - teman seperjuanganku: Siti Ma’arifah, Erna Mutiarikhana, dan

Suryani.

11. Teman – teman yang pernah menjadi partner saat praktek klinik dan

teman – teman kelas III A.

12. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

Penulis berharap semoga karya tulis (KTI) ini bermanfaat khususnya bagi

penulis sendiri dan pembaca lain untuk menjadikan wawasan dan pengetahuan baru atau lebih. Dan kiranya karya tulis ini dapat dijadikan referensi bagi yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang.

Yogyakarta, Juli 2013

Penulis

Page 8: Humpty Dumpty

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ii

HALAMAN PERSETUJUAN iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

MOTTO v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xiii

BAB I KONSEP DASAR MEDIK

I. ENSEFALITIS

A. Pengertian 1

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Faktor Presipitasi 2

2. Faktor Predisposisi 3

3. Patofisiologi 3

4. Manifestasi Klinik 6

5. Klasifikasi 6

6. Pemeriksaan diagnostic 7

7. Komplikasi 9

8. Penatalaksanaan Medis 9

C. Diangnosa Keperawatan 11

D. Fokus Intervensi 12

Page 9: Humpty Dumpty

ix

II. GZI KURANG

A. Pengertian 19

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Faktor Presipitasi 20

2. Faktor Predisposisi 21

3. Patofisiologi 22

4. Manifestasi Klinik 23

5. Klasifikasi 24

6. Pemeriksaan diagnostic 28

7. Komplikasi 28

8. Penatalaksanaan Medis 29

C. Diangnosa Keperawatan 31

D. Fokus Intervensi 32

BAB II RESUME KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Data Dasar 36

2. Data Fokus 38

3. Analisa Data 45

B. Diangnosa Keperawatan

Rumusan Diagnosa 47

C. Rencana Tindakan Keperawatan 51

D. Catatan Perkembangan 70

Page 10: Humpty Dumpty

x

BAB III PEMBAHASAN

A. Proses Keperawatan

1. Pengkajian 95

2. Diagnosa Keperawatan 111

3. Perencanaan 119

4. Pelaksanaan 133

5. Evaluasi 139

B. Dokumentasi 146

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 149

B. Saran 156

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: Humpty Dumpty

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Intervensi Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak 12

Tabel 2. Intervensi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas 14

Tabel 3. Intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh 16

Tabel 4. Intervensi Risiko Jatuh 18

Tabel 5. Intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh 32 Tabel 6. Intervensi Resiko Kerusakan Integritas Kulit 33

Tabel 7. Intervensi Resiko Infeksi 34

Tabel 8. Intervensi Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan 35 Tabel 9. Interpretasi penilaian DDST 41

Tabel 10. Pengkajian Risiko Jatuh 42

Tabel 11. Analisa Data 44

Tabel 12. Rencana Tindakan Keperawatan Hipertermi 51

Tabel 13. Rencana Tindakan Keperawatan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dan Kebutuhan Tubuh 55

Tabel 14. Rencana Tindakan Keperawatan Ansietas Orang Tua 58

Tabel 15. Rencana Tindakan Keperawatan Resiko Jatuh 60

Tabel 16. Rencana Tindakan Keperawatan Resiko Infeksi 63

Tabel 17. Rencana Tindakan Keperawatan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan 67

Page 12: Humpty Dumpty

xii

Tabel 18.1. Catatan Perkembangan Hipertermia 70

Tabel 18.2. Catatan Perkembangan Hipertermia 73

Tabel 19.1. Catatan Perkembangan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh 75

Tabel 19.2. Catatan Perkembangan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh 77

Tabel 20.1. Catatan Perkembangan Ansietas Orang Tua 79

Tabel 20.2. Catatan Perkembangan Ansietas Orang Tua 81

Tabel 21.1. Catatan Perkembangan Resiko Jatuh 83

Tabel 21.2. Catatan Perkembangan Resiko Jatuh 85

Tabel 22.1. Catatan Perkembangan Resiko Infeksi 87

Tabel 22.2. Catatan Perkembangan Resiko Infeksi 89

Tabel 23.1. Catatan Perkembangan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan 91

Tabel 23.2. Catatan Perkembangan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan 93

Page 13: Humpty Dumpty

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ensefalitis dengan Penyebab Virus Herpes Simpleks 1

Gambar 2. Virus Herpes Simpleks 3

Gambar 3. Patofisiologi Ensefalitis disertai Gizi Kurang 5

Gambar 4. CT-scan otak normal dan CT-scan ensefalitis 8

Gambar 5. CT-scan otak dengan ensefalitis 8

Gambar 6. Patofisiologi Gizi Kurang 23

Gambar 7. Kwashiorkor dan Marasmus 24

Gambar 8. Marasmus 25

Gambar 9. Kwashiorkor 27

Page 14: Humpty Dumpty

BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

ENSEFALITIS

A. Pengertian

Encephalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam

mikroorganisme. (Naga, 2012)

Ensefalitis adalah sindroma demam akut dengan bukti terkena

meningeal dan gangguan fungsi serebrum, serebelum atau batang otak; dapat

disebabkan karena terkena virus, dengan herpes simpleks sebagai penyebab

yang paling sering. (Saputra, 2010)

Gambar 1. Ensefalitis dengan penyebab Virus Herpes Simpleks

(WebMD Corporation, 2011)

1

Page 15: Humpty Dumpty

2

Ensefalitis ialah reaksi keradangan yang mengenai jaringan otak oleh

berbagai macam mikroorganisme, penyebab yang terpenting dan tersering

ialah virus. (Soegijanto, 2002)

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang

disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. (Muttaqin,

2008)

Berdasarkan literatur di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian

ensefalitis adalah infeksi pada jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai

macam mikroorganisme.

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Faktor Presipitasi dan Faktor Predisposisi

a. Faktor Presipitasi

Etiologi menurut Naga (2012)

Ada berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan

encephalitis, diantaranya bakteri, protozoa, cacing, jamur, dan virus.

Dari sekian banyak penyebab tersebut, yang paling sering menyerang

adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang

otak atau adanya reaksi radang akut, baik akibat infeksi sistemik

maupun vaksinasi.

Page 16: Humpty Dumpty

3

Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus herpes simpleks,

arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, mumps, dan

adenovirus. (Muttaqin, 2008)

Gambar 2. Virus Herpes Simpleks (Pakistani, 2011)

b. Faktor Predisposisi

Muttaqin (2008) menyebutkan bahwa, ensefalitis bisa juga

terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi

pertusis.

2. Patofisiologi

Patofisiologi menurut Riyadi dan Suharsono (2010), virus dapat

masuk ke tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas, dan saluran cerna,

setelah masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh

dengan beberapa cara:

Page 17: Humpty Dumpty

4

a. Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir

permukaan atau organ tubuh.

b. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah

kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ

tersebut.

c. Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah

pertama kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar

ke organ lain.

d. Penyebaran melalui syaraf: virus berkembang biak di permukaan

selaput lendir dan menyebar melalui saraf.

Pada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada

kelainan neurologis. Virus akan berkembang biak, kemudian menyerang

susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti kelainan neurologis.

Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:

a. Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang

sedang berkembang biak.

b. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang berakibat

demielinisasi, kerusakan vaskuler, dan varavaskuler, sedang virusnya

sendri sudah tidak ada dalam jaringan otak.

c. Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten.

Page 18: Humpty Dumpty

5

Pathway Ensefalitis disertai Gizi Kurang

Gambar 3. Patofisiologi Ensefalitis disertai Gizi Kurang

(Muttaqin, 2008 dan Almatsier, 2004)

Gangguan perfusi

jaringan serebral

Pemenuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Kesadaran

menurun

Penumpukan

sekret

Gangguan

bersihan jalan

nafas

Gangguan mobiltas fisik

Kecemasan orang tua

Pembentukan

eksudat dan

transudat

Kesulitan

mengunyah Kejang dan

nyeri kepala

Suhu tubuh

meningkat Edema

serebral

Kerusakan

saraf

cranial V

Iritasi

korteks

serebral

Area fokal

Reaksi kuman

patogen Kerusakan

saraf

cranial IX

Sulit

makan

Peradangan di otak

Virus atau bakteri masuk jaringan otak secara local, hematogen, dan melalui saraf-saraf

Faktor-faktor predisposisi: pernah mengalami campak, cacar air, herpes, dan bronkopneumonia

Resiko jatuh

Resiko kejang

berulang

Defisiensi kalori yang lama

Penghancuran jaringan lemak

(kebutuhan energi)

Menghilangnya lemak di bawah kulit

Penciutan atau pengecilan otot

Pengkisutan tubuh yang menyeluruh

Page 19: Humpty Dumpty

6

3. Manifestasi Klinik

Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis

ensefalitis. Masa prodormal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan

demam, dan muntah. Pada anak dapat disertai kejang. Kadang-kadang

disertai tanda neurologis fokal berupa afasia dan ataksia. (Muttaqin,

2008)

4. Klasifikasi

Naga (2012) menjabarkan klasifikasi enchepalitis, antara lain:

a. Infeksi virus yang bersifat epidemik:

1) Golongan enterovirus: Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus

ECHO.

2) Golongan virus ARBO: Western equine encphepalitis, St. Louis

enchepalitis, Eastern equine enchepalitis, Japanese B

enchepalitis, Russian spring summer enchepalitis, Murray valley

enchepalitis.

b. Infeksi virus bersifat sporadik: Rabies, Herpes simpleks, Herpes

zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan

jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

c. Ensefalitis pasca-infeksi: pasca-morbili, pasca-varisela, parcarubela,

pasca-vaksinasi, pasca-mononukleosis infeksious, dan jenis-jenis

yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

Page 20: Humpty Dumpty

7

Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus

ensefalitis tatapi baru Japanese B encephalitis yang ditemukan.

Klasifikasi ensefalitis menurut Muttaqin (2008), didasarkan pada

faktor penyebabnya, meliputi:

a. Ensefalitis supuratif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah

Staphylococcus aurens, Sterptococcus, E. Colli, Mycobacterium, dan

T. Pallidum.

b. Sedangkan ensefalitis dengan virus penyebab adalah virus RNA

(Virus Parotitia), virus morbili, virus rabies, virus Rubella, virus

dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes

simpleks, dan varicella.

5. Pemeriksaan diagnostic

Riyadi dan Suharsono (2010) menyebutkan bahwa, pemeriksaan

penunjang pada ensefalitis, meliputi:

a. Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun

tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih jumlah sel 50-200

dengan dominasi lemposit. Kadar protein kadang-kadang meningkat

sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

b. Gambaran EEG (Elektroensefalografi) memperlihatkan proses

implamasi difus (aktifitas lambat-bilateral). Bila terdapat tanda klinis

Page 21: Humpty Dumpty

8

vokal yang ditunjang dengan gambaran EEG (Elektroensefalografi)

atau CT-Scan (Computerized Tomography) dapat dilakukan biopsi

otak didaerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis vokal,

biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya

menjadi predileksi virus herpes simplex.

Gambar 4. CT-scan otak normal dan CT-scan ensefalitis

(WebMD Corporation, 2011)

Gambar 5. CT-scan otak dengan ensefalitis (Pakistani, 2011)

Page 22: Humpty Dumpty

9

6. Komplikasi

Menurut Riyadi dan Suharsono (2010), komplikasi ensefalitis meliputi:

a. Retardasi mental.

b. Iritabel.

c. Gangguan motorik.

d. Epilepsi.

e. Emosi tidak stabil.

f. Sulit tidur.

g. Halusinasi.

h. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan sosial lain.

7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Saputra (2010), terapi yang diberikan pada ensefalitis,

meliputi:

a. Tidak ada pengobatan farmakologik yang spesifik untuk kebanyakan

pathogen virus. Asiklovir 30 mg/kg/BB selama 14 hari dipakai untuk

ensefalitis herpes simpleks. Asiklovir 10 kg/kg BB/ hari IV setiap 8

jam selama 10-14 jam (Riyadi dan Suharsono, 2010).

b. Pemberian kortikosteroid jangka pendek untuk mengendalikan edema

otak dan mencegah herniasi.

c. Perawatan suportif, evaluasi berulang dan pemeriksaan neurologis.

Page 23: Humpty Dumpty

10

d. Bantuan pernapasan untuk pasien yang sakit berat atau tidak ada

risiko terjadinya aspirasi.

e. Hindari infus cairan hipotonik untuk mengurangi risiko hiponatremia.

f. Pemberian antikonvulsan dan penanganan lanjut pada pasien kritis

yang mengalami kejang.

g. Perawatan secara baik untuk cegah dekubitus, kontraktur, dan

thrombosis dalam pada pasien koma.

Riyadi dan Suharsono (2010) menjelaskan bahwa penatalaksanaan

dari ensefalitis adalah:

a. Penatalaksanaan secara umum tidak spesifik, tujuannya adalah

mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas

tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga

keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa

darah.

b. Bila tanda peningkatan tekanan intraktrial dapat diberikan merital

0,5-29/kg BB IV dalam periode 8-12 jam.

c. Pada pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada

tenggorok paralisis pita suara dan otot nafas dilakukan drainase

postural dan aspirasi mekanis yang periodic.

Page 24: Humpty Dumpty

11

C. Diangnosa Keperawatan

Menurut Nanda International (2013), diagnosa keperawatan meliputi:

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor resiko

peningkatan tekanan intracranial, aterosklerosis aortic.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi

secret, kemampuan buruk menurun akibat penurunan kesadaran.

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.

4. Risiko jatuh dengan faktor resiko kejang, perubahan status mental, dan

penurunan tingkat kesadaran.

Page 25: Humpty Dumpty

12

D. Fokus Intervensi

Menurut Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition (2004),

fokus intervensi meliputi:

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor resiko

peningkatan tekanan intracranial, aterosklerosis aortic.

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi perfusi

jaringan otak meningkat.

Criteria hasil: tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi

negative, keonsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda-

tanda vital dalam batas normal, dan syok dapat dihindari.

Tabel 1. Intervensi Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

No Intervensi Rasional 1. 2. 3. 4.

Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi. Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, napas irregular, reflex pupil menurun, kelemahan). Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan segera perubahan-perubahan tekanan intracranial ke dokter. Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring.

Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intracranial. Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal.

Perubahan-perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intracranial dan penting untuk intervensi awal.

Untuk mencegah peningkatan tekanan intracranial.

Page 26: Humpty Dumpty

13

No Intervensi Rasional 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring. Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher. Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan enema). Anjurkan klien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut. Waktu prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan periode relaksasi; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu. Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada klien. Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensori, dan intelektual. Kolaborasi pemberian steroid osmotic.

Untuk mengurangi tekanan intracranial. Untuk mengurangi keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intracranial. Untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.

Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu. Untuk merujuk ke rehabilitasi. Untuk menurunkan tekanan intracranial.

Page 27: Humpty Dumpty

14

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi

secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan, jalan napas

kembali efektif.

Criteria hasil: secara subjektif sesak nafas negative, frekuensi napas 16-

20x/menit, tidak menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS negative,

ronkhi negative, mengi negative, dapat mendemonstrasikan batuk efektif.

Tabel 2. Intervensi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

No Intervensi Rasional 1. 2. 3. 4.

Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori, warna, dan kekentalan sputum.

Atur posisi fowler dan semifowler. Ajarkan cara batuk efektif. Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada.

Memantau dan mengatasi komplikasi potensial. Pengkajian fungsi pernapasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernapasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, akibat adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma berkembang dengan cepat. Peninggian kepala tempat tidur memudahkan pernapasan, meningkatkan ekspansi dada, dan meningkatkan batuk lebih efektif. Klien berada pada risiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut. Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif.

Page 28: Humpty Dumpty

15

No Intervensi Rasional 5. 6.

Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari.

Lakukan pengisapan lendir di jalan napas.

Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mucus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh. Pengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas menjadi bersih.

Page 29: Humpty Dumpty

16

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.

Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dalam waktu 3x24 jam.

Criteria hasil: turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat

kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat 1 kg, Hb dan

albumin dalam batas normal.

Tabel 3. Intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh

No Intervensi Rasional 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Observasi tekstur dan turgor kulit. Observasi asupan dan keluaran. Observasi posisi dan keberhasilan sonde. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan reflex batuk. Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk, dan adanya secret.

Auskultasi bising usus, amati penurunan atau hiperaktivitas bising usus.

Timbang berat badan sesuai indikasi. Berikan makanan dengan cara meninggikan kepala.

Mengetahui status nutrisi klien. Mengetahui keseimbangan nutrisi klien. Untuk menghindari risiko infeksi atau iritasi. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien. Dengan mengkaji faktor-faktor tersebut dapat menentukan kemampuan menelan klien dan mencegah risiko aspirasi. Fungsi gastrointestinal bergantung pada kerusakan otak. Bising usus menentukan respons pemberian makan atau terjadinya komplikasi misalnya pada ileus. Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan. Menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi.

Page 30: Humpty Dumpty

17

No Intervensi Rasional 9. 10. 11.

Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.

Mulailah untuk memberikan makan per oral setengah cair dan makanan lunak ketika klien dapat menelan air. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang.

Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi dari luar. Makanan lunak atau cair mudah untuk dikendalikan di dalam mulut dan menurunkan terjadinya aspirasi. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

Page 31: Humpty Dumpty

18

4. Risiko jatuh dengan faktor resiko kejang, perubahan status mental, dan

penurunan tingkat kesadaran.

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang

disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.

Criteria hasil: klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang.

Tabel 4. Intervensi Risiko Jatuh

N0 Intervensi Rasional 1. 2. 3. 4.

Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnya.

Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien. Pertahankan bedrest total selama fase akut. Kolaborasi pemberian tarapi; diazepam, fenobarbital.

Gambaran iritabilitas system saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi. Melindungi klien bila kejang terjadi.

Mengurangi risiko jatuh atau cedera jika terjadi vertigo dan ataksia. Untuk mencegah atau mengurangi kejang. Catatan: fenobarbital dapat menyebabkan depresi pernapasan dan sedasi.

Page 32: Humpty Dumpty

KONSEP DASAR MEDIK

GIZI KURANG

A. Pengertian

Gizi kurang adalah apabila seseorang yang kekurangan gizi disebabkan

oleh konsumsi gizi yang tidak mencukupi kebutuhannya dalam waktu

tertentu. (Adiningsih, 2010)

Gizi kurang adalah suatu proses kurang makan ketika kebutuhan normal

terhadap satu atau beberapa nutrien tidak terpenuhi, atau nutrien-nutrien

tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar daripada yang didapat.

(Gibney, et all, 2005)

Gizi kurang adalah jika sedikit dibawah standar. Status gizi balita

secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan

menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar)

yang telah ditetapkan. (Dorland, 2000)

Kurang Energi Protein (KEP) adalah suatu keadaan di mana rendahnya

konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak

memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Kurangnya zat gizi makro (energi

dan protein) pada balita bisa menyebabkan KEP. (Febry dan Zulfito

Marendara, 2008)

19

Page 33: Humpty Dumpty

20

Berdasarkan literatur di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian

gizi kurang adalah gizi yang kurang dari normal dan disebabkan pemenuhan

nutrien yang kurang.

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Faktor Presipitasi dan Faktor Predisposisi

Gibney, et all (2005) menjabarkan faktor presipitasi dan faktor

predisposisi dari gizi kurang, yaitu:

a. Faktor Presipitasi

Ada lima mekanisme yang dapat mengakibatkan defisiensi

nutrien, yaitu mekanisme yang bekerja sendiri atau berupa gabungan

dapat mengurangi status gizi, meliputi:

1) Penurunan asupan nutrien, misalnya pada bencana kelaparan atau

anoreksia akibat sakit kronis seperti anoreksia nervosa.

2) Penurunan absorbs nutrien, misalnya malabsorbsi karbohidrat dan

asam amino yang menyeluruh pada penyakit kolera sebagai

akibat dari waktu transit intestinal yang cepat atau malabsorbsi

gula setelah terjadi defisiensi lactase yang ditimbulkan oleh diare.

3) Penurunan pemakaian nutrien dalam tubuh, misalnya penggunaan

obat antimalaria yang mengganggu metabolisme folat, dan

defisiensi enzim congenital yang sebagian membatasi lintasan

metabolic nurien seperti yang terjadi pada fenilketonuria.

Page 34: Humpty Dumpty

21

4) Peningkatan kehilangan nutrien (yang paling sering terjadi

melalui traktus gastrointestinal, dapat juga melalui kulit atau

urine), misalnya protein-losing enteropathy pada penyakit

inflamasi usus dan kehilangan nutrien melalui kulit yang terbakar

serta terkelupas.

5) Peningkatan kebutuhan nutrien (melalui keadaan patofisiologis

seperti inflamasi kronis), misalnya peningkatan laju metabolic

pada keadaan demam atau hipertiroidisme.

b. Faktor Predisposisi

1) Bencana

Bencana alam dan bukan alam merupakan situasi paling kondusif

untuk terjadinya gizi kurang, misalnya peperangan, kekeringan,

badai, angin puting beliung, dan banjir.

2) Gizi dan imunitas pada keadaan gizi kurang

Sanitasi yang buruk dan pasokan air minum yang tidak pasti

dijumpai di antara kelompok-kelompok masyarakat di negara

berkembang. Angka vaksinasi yang rendah juga dapat ditemukan

di sana. Diare maupun infeksi pernapasan yang sering kambuh

berkaitan dengan bentuk tubuh yang lebih pendek dalam

masyarakat miskin di negara berkembang.

Page 35: Humpty Dumpty

22

3) Aspek social dan perilaku yang berkaitan dengan gizi kurang

Frekuensi dan durasi pemberian ASI yang tidak cukup menjadi

faktor risiko untuk terjadinya defisiensi makronutrien maupun

mikronutrien pada usia dini. Keadaan gizi kurang yang banyak

ditemukan pada bayi-bayi terlihat ketika para ibu memilih untuk

menggunakan susu formula sebagai pengganti ASI.

4) Pasokan makanan

Distribusi pangan dalam berbagai kawasan dan antar-kawasan

merupakan tantangan yang besar karena wilayah yang

membutuhkan produk pangan sering kali memiliki sistem

transportasi yang buruk.

2. Patofisiologi

Patofisiologi menurut Almatsier (2004), kurang kalori akan terjadi

manakala kebutuhan tubuh akan kalori tidak tercukupi oleh diit. Dalam

keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk

mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.

Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein

dan lemak merupakan yang sangat penting untuk mempertahankan

kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan

tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk

menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 24 jam dapat

Page 36: Humpty Dumpty

23

terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah

beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah

menjadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak

dipecah menjadi asam lemak, gliserol, dan keton bodies. Otot dapat

mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi

jika kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan

mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-

kira kehilangan separuh dari tubuh.

Pathway Gizi Kurang

Defisiensi kalori yang lama

Penghancuran jaringan lemak (kebutuhan energi)

Menghilangnya lemak di bawah kulit

Penciutan atau pengecilan otot

Pengkisutan tubuh yang menyeluruh

Gambar 6. Patofisiologi Gizi Kurang (Almatsier, 2004)

3. Manifestasi Klinik

Tanda-tanda yang paling utama daripada KEP (Kekurangan Energi

Protein) adalah pertumbuhan fisik yang kurang normal berupa penurunan

berat badan, jaringan lemak terasa lunak dan otot-otot daging tidak

Page 37: Humpty Dumpty

24

kencang dan ini biasanya tampak bila paha bagian dalam diraba. Anak

menjadi kurang responsive mengarah kepada apatis. Perkembangan

kepandaian lebih lambat daripada yang normal. (Suhardjo, 2010)

4. Klasifikasi

Gambar 7. Kwashiorkor dan Marasmus (Health Drip.com, 2012)

Menurut Gibney, et all (2005), ada dua sindrom klinis gizi kurang

yang parah (KEP atau Kekurangan Energi Protein), yaitu marasmus,

kwashiorkor, dan kwashiorkor-marasmik.

a. Marasmus

Marasmus terjadi akibat kekurangan energi. Gangguan gizi ini

biasanya terjadi pada anak usia tahun pertama yang tidak mendapat

cukup ASI (Air Susu Ibu). Gejalanya meliputi: berat badan sangan

rendah, kemunduran pertumbuhan otot (atrophi), wajah anak seperti

orang tua (old face), ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran

Page 38: Humpty Dumpty

25

tubuh, cengeng dan apatis (kesadaran menurun), mudah terkena

penyakit infeksi, kulit kering dan berlipat-lipat karenan tidak ada

jaringan lemak di bawah kulit, sering diare, dan rambut tipis dan

mudah rontok. (Febry dan Zulfito Marendara, 2008)

Marasmus ditandai oleh pelisutan tubuh ekstrem; tubuh penderita

marasmus terlihat hanya “tulang dan kulit”. Marasmus merupakan

adaptasi fisiologis terhadap keterbatasan energi dan makanan.

Penderita marasmus lebih rentan terhadap infeksi dan memiliki

kemungkinan yang lebih besar untuk meninggal atau mengalami

disabilitas karena infeksi.

Gambar 8. Marasmus (The New Zealand Digital Library Project)

Page 39: Humpty Dumpty

26

b. Kwashiorkor

Kwashiorkor terjadi akibat kekurangan protein. Penyakit gangguan

gizi ini banyak dijumpai pada anak usia 1 sampai 3 tahun. Orang tua

biasanya tidak menyadari bahwa anaknya sakit. Hali ini disebabkan

kebutuhan energinya tercukupi sehingga berat badan menjadi normal.

Apalagi ditambah dengan adanya oedem (sembap) pada badan anak

karena kekurangan protein. Gejalanya meliputi: oedem pada kaki dan

muka (moon face), rambut berwarna jagung dan tumbuh jarang,

perunahan kejiwaan seperti apatis, wajah memelas, cengeng, dan

nafsu makan kurang, serta muncul kelainan kulit mulai dari bintik-

bintik merah yang kemudian berpadu menjadi bercak hitam. (Febry

dan Zulfito Marendara, 2008)

Kwashiorkor merupakan kumpulan klinis gejala edema dan gizi

kurang. Keadaan ini paling sering terlihat pada anak-anak balita dan

biasanya disertai dengan iritabilitas (keadaan rewel), anoreksia, serta

ulserasi pada kulit. Iritabilitas merupakan perubahan status mental

secara patologis dan menjadikan pemberian makan kepada penderita

kwashiorkor sebagai tugas yang menantang. Perubahan metabolisme

terjadi lebih berat pada kwashiorkor, dan case fatality rate (CFR)

pada keadaan ini lebih tinggi dibandingkan pada marasmus.

Kwashiorkor dapat terjadi karena kehilangan antioksidan yang

menyertai defisiensi energi dari makanan.

Page 40: Humpty Dumpty

27

Gambar 9. Kwashiorkor (The New Zealand Digital Library Project)

c. Kwashiorkor-marasmik

Jika gejala edema dan pelisutan berat terjadi bersama-sama,

keadaan ini dinamakan kwashiorkor marasmik dan prognosis

kwashiorkor-marasmik lebih buruk daripada prognosis marasmur

atau kwashiorkor saja. Gambaran klinis kwashiorkor marasmik

serupa dengan gambaran klinis kwashiorkor.

Tipe Kwashiorkor marasmus, pada penyakit ini timbul jika

makanan sehari-hari anak tidak cukup mengandung energi dan

protein untuk pertumbuhan normal. (Febry dan Zulfito Marendara,

2008)

Page 41: Humpty Dumpty

28

5. Pemeriksaan diagnostic

Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan

laboratorium, yaitu: albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hemoglobin,

Hematocrit, transferin (Hidayat, 2008).

6. Komplikasi

Gibney, et all (2005) menjabarkan komplikasi dari gizi kurang,

antara lain:

a. Efek jangka pendek

Stunting (tubuh yang pendek) menggambarkan gizi kurang yang

sudah berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk

berkembang serta pulih kembali, sementara wasting (pelisutan tubuh)

dapat terjadi karena periode keadaan gizi kurang yang relative lebih

singkat dan dapat pulih dengan cepat.

b. Efek jangka panjang

Anak-anak yang bertubuh pendek (stunted) pada usia kanak-kanak

dini terus menunjukkan kemampuan yang lebih buruk dalam fungsi

kognitif yang beragam dan prestasi sekolah yang lebih buruk jika

dibandingkan dengan anak-anak yang bertumbuh normal hingga usia

12 tahun. Mereka juga memiliki permasalahan perilaku, lebih

terhambat, dan kurang perhatian serta lebih menunjukkan gangguan

tingkah laku (conduct disorder).

Page 42: Humpty Dumpty

29

7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis menurut Suhardjo (2010), meliputi:

a. Keadaan ini memerlukan diit yang berisi jumlah cukup protein yang

kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, perotein, mineral, dan

vitamin.

b. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.

c. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare

berat.

d. Pengkajian riwayat status ekonomi, kaji riwayat pola makan,

pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil

laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.

e. Penatalaksanaan diit

Tujuan diit: memberikan makanan TKTP (Tinggi Kalori Tinggi

Protein) secara bertahap sesuai dengan keadaan pasien untuk

mencapai keadaan gizi optimal.

f. Pemberian cairan atau makan

Tahapan pemberian cairan atau makanan:

1) Tahap stabilisasi atau fase inisial

Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa

kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain

mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian

cairan intravena.

Page 43: Humpty Dumpty

30

Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau

Ringer Lactat Dextrose 5%.

Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula

diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml

sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.

2) Tahap transisi atau fase penyesuaian

Tujuan: memberi bentuk, jenis dan cara pemberian makanan yang

sesuai dengan kemampuan digesti dan absorbsi penderita.

Porsi kering tapi sering (6-12x pemberian sehari):

a) Umur < 1 tahun/BB < 7kg:

Cair-semi solid seperti makanan bayi, ASI diteruskan bila

masih ada dan diperlukan pada saat setelah makan atau mau

tidur.

b) Umur > 1 tahun/BB > 7kg:

Semi solid-solid berupa makanan anak 1 tahun bentuk cair

kemudian lunak dan makanan padat, cairan 150-200 ml/kg

BB/hari.

Kalori yang diberikan 50-100 kalori/kgBB/hari dengan

protein 2 gram/kgBB/hari. Susu formula atau rendah laktosa.

Bila tak minum susu formula susu formula diberi makanan

yang tak mengandung protein susu sapi dan bebas laktosa

(preda= formula bubur-tempe).

Page 44: Humpty Dumpty

31

3) Tahap rehabilitasi atau fase penyembuhan

Intake kalori 100-175 kalori/kgBB/hari. Bentuk jenis dan

cara pemberian disesuaikan dengan makin meningkatnya

kemampuan digesti dan absorbsi.

Jenis makanan diupayakan disesuaikan dengan apa yang

mungkin dapat diberikan di rumah.

4) Tahap pembinaan atau fase pemulihan

Bimbingan pada orang tua untuk memberikan makanan

sesuai dengan kebutuhan, dapat dimulai setiap tahap, dalam

bentuk dan jenis makanan yang dapat disediakan oleh mereka di

rumah. Intake 100-120 kalori/kg BB/hari, protein 2-3 gram/kg

BB/hari. Anak dengan gizi kurang yang telah kembali nafsu

makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti

yang dimakan sehari-hari.

C. Diangnosa Keperawatan

Diangnosa Keperawatan menurut Nanda International (2013):

1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).

2. Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko gangguan nutrisi

atau status metabolic.

3. Resiko infeksi dengan faktor resiko kerusakan pertahanan tubuh.

Page 45: Humpty Dumpty

32

4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan

melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat

masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.

D. Fokus Intervensi

Fokus intervensi menurut Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth

Edition (2004):

1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).

Tabel 5. Intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

No Intervensi Rasional

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Kaji adanya alergi makanan.

Monitor intake nutrisi.

Monitor mual, muntah.

Monitor lingkungan selama makan.

Timbang berat badan pasien tiap 3 hari.

Anjurkan memakan makanan hangat, sedikit-sedikit tapi sering.

Kelola pemberian antiemetic.

Menentukan pilihan makanan yang tepat diberikan pada pasien.

Memberikan informasi tentang status gizi pasien.

Mengetahui kondisi pasien saat ini.

Lingkungan yang bersih meningkatkan nafsu makan.

Untuk mengevaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.

Makan makanan hangat dapat menghindari mual, muntah.

Mencegah mual, muntah.

Page 46: Humpty Dumpty

33

2. Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko gangguan nutrisi

atau status metabolic.

Tabel 6. Intervensi Resiko Kerusakan Integritas Kulit

No Intervensi Rasional

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin.

Ubah posisi tiap 2 jam.

Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol.

Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.

Bersihkan dan keringkan kulit. Jagalah linen tetap kering.

Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.

Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.

Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.

Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.

Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.

Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.

Meningkatkan integritas kulit dan mengurangi risiko kelembapan kulit.

Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.

Mempertahankan keutuhan kulit.

Page 47: Humpty Dumpty

34

3. Resiko infeksi dengan faktor resiko kerusakan pertahanan tubuh.

Tabel 7. Intervensi Resiko Infeksi

No Intervensi Rasional

1.

2.

3.

4.

5.

Pertahankan sistem steril.

Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.

Observasi luka sekitar insersi.

Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.

Berikan antibiotic sesuai indikasi.

Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi atau sepsis lanjut.

Pasien yang mengalami keadaan yang berat berisiko untuk syok bedah atau septic sehubungan dengan manipulasi atau instrumentasi.

Adanya insisi meningkatkan risiko untuk infeksi.

Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan risiko infeksi luka.

Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan risiko infeksi.

Page 48: Humpty Dumpty

35

4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan

melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat

masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat (Kim, et all. 2006).

Tabel 8. Intervensi Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan

Intervensi Rasional

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Bantu ibu dalam memberikan perawatan yang adekuat.

Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.

Libatkan orang terdekat dalam perawatan bayi.

Pantau keselamatan anak di dalam lingkungan rumah; libatkan layanan perlindungan anak sesuai kebutuhan.

Sarankan cara untuk memberikan lingkungan yang sesuai dan stimulasi didasarkan pada isyarat dari anak.

Pantau status nutrisi; kolaborasi dengan ahli gizi, kaji tehnik pemberian makan ibu, dan bantu atau dorong ibu untuk memilih makanan yang mengandung kalori dan nutrisi.

Ibu akan yakin dan percaya diri dalam merawat anak.

Dengan memberikan perhatian pada ibu dapat meningkatkan harga diri dan meningkatkan perhatian ibu kepada bayinya.

Ibu yang kecanduan mempunyai keterampilan koping yang terbatas dan dapat membutuhkan bantuan untuk merawat bayi mereka secara adekuat.

Penggunaan alcohol menurunkan inhibisi dan merusak penilaian. Hal ini mengakibatkan gangguan kemampuan dalam berperan sebagai orang tua, yang menempatkan anak pada resiko yang lebih tinggi terhadap penganiayaan fisik dan seksual serta pelalaian.

Anak yang diberikan stimulasi akan bertambah baik pada fungsi yang mengalami keterlambatan.

Nutrisi yang cukup akan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi semakin baik.

Page 49: Humpty Dumpty

BAB II

RESUME KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Nama Mahasiswa : Siti Maria Ulfah

Tanggal Ujian : 24-26 Juni 2013

Tempat Ujian : Bangsal Melati 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Tanggal Pengkajian : 24 Juni 2013

Sumber Data : Pasien, keluarga pasien, status pasien, tim kesehatan

Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi

dokumentasi

1. Data Dasar

a. Pasien

Nama : An. “N”

Umur : 8 bulan 15 hari

Tanggal lahir : 9 Oktober 2013

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo, Sleman

Diagnosa Medis : Ensefalitis dengan gizi kurang

36

Page 50: Humpty Dumpty

37

Tanggal masuk : 4 Juni 2013

No. CM : 01.63.7X.XX

b. Penanggung Jawab

Nama : Bp. “M”

Umur : 36 tahun

Pekerjaan : Karyawan swasta

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo,

Sleman

Hubungan dengan pasien : Ayah

Pendidikan : SLTA

c. Riwayat Kesehatan

1) Presipitasi : belum diketahui secara pasti.

2) Predisposisi : pasien berumur 8 bulan 15 hari, memiliki riwayat

kejang demam, sistem imun pasien masih rendah

sehingga pasien masih rentan dengan penularan

penyakit atau terjangkit penyakit.

Page 51: Humpty Dumpty

38

2. Data Fokus

a. Keluhan utama

Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya panas, panasnya naik turun

dan bila panas, anak rewel. Pasien makan menggunakan NGT dan

disuapi bila makan atau minum susu. Ibu pasien khawatir dengan

kondisi kesehatan anaknya karena panas tidak kunjung turun tetapi

naik-turun.

b. Alasan masuk rumah sakit

Lima hari sebelum masuk rumah sakit, pasien BAB cair lima kali

dengan ampas, warna kekuningan terdapat lendir, muntah tiap makan

dan minum, dibawa ke Puskesmas diberi puyer dan oralit, kemudian

anak mengalami demam, dibawa ke RB Widuri, Sleman dirujuk ke

RSUD Sleman, kejang empat kali (+ 3 menit) diantara kejang, anak

tidak sadar.

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum: lemah

a) Kesadaran: Compos mentis

Pengukuran GCS : respon verbal : 6

respon motorik : 5

respon mata : 4

Page 52: Humpty Dumpty

39

b) Tanda-tanda vital

Suhu : 38o C

Nadi : 160 x/menit

Respirasi : 42 x/menit

c) Status Gizi

BB : 5,6 kg

PB : 62 cm

LLA (kiri) : 11,5 cm

LK : 41 cm

LD : 38 cm

Z-Score berdasarkan BB/U= BB/U: <-2 SD - ≥ -3 SD (gizi

kurang)

Status gizi: kurang

2) Pemeriksaan Secara Sistemik

a) Kepala

(1) Bentuk : microcephaly.

(2) Mata : mata cowong, konjungtiva anemis.

(3) Hidung : terpasang NGT hari ke 6.

(4) Mulut : mukosa bibir kering.

b) Ekstremitas atas kanan:

terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) Cairan DS ½ NS 12 tpm

kondisi baik, kering.

Page 53: Humpty Dumpty

40

d. Pemeriksaan Diagnostik

1) 14 Juni 2013

Pemeriksaan darah (kultur)

jenis kuman= negatif (kuman tidak tumbuh)

2) 8 Juni 2013: Pemeriksaan laboratorium (darah rutin)

WBC: 14,1 10^3/uL normal = 4,0 – 11,0

HgB: 9,0 g/dL normal = 12,0 – 16,0

3) Terapi yang didapat

a) Per-Oral

Calsium Junior sendok takar setiap 24 jam

Zink 20 mg setiap 24 jam

Paracetamol 60 mg setiap 4 jam

b) Intra-vena

Phenobarbital 25 mg setiap 12 jam

Ceftazidime 30 mg setiap 8 jam

Cloramphenicol 65 mg setiap 12 jam

Farmadol 60 mg bila suhu > 37,5o C

e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan:

BB: 5,6 kg

TB: 62 cm

Page 54: Humpty Dumpty

41

Tabel 9. Interpretasi penilaian DDST

Motorik Kasar Motorik Halus Bahasa Sosial 1) Duduk

tanpa pegangan (F)

2) Berdiri dengan pegangan (F)

3) Bangkit untuk berdiri (F)

4) Bangkit terus duduk (F)

1) Menggaruk manik-manik (F)

2) Memindahkan kubus (F)

3) Mengambil 2 kubus (F)

4) Memegang dengan ibu jari dan jari (P)

5) Membenturkan 2 kubus (F)

1) Meniru bunyi kata-kata (F)

2) Papa/mama tidak spesifik (P)

3) Papa/mama spesifik (F)

1) Berusaha mencapai keinginan (F)

2) Makan sendiri (F)

3) Tepuk tangan (F)

4) Melambaikan tangan (F)

5) Menyatakan keinginan (F)

Keterangan:

P : Pass/ Lewat

F : Fail/ Gagal

R : Refusal/ menolak

NP : No Opportunity/ ada hambatan

Hasil DDST didapatkan nilai anak adalah Global Developmental

Delay.

Page 55: Humpty Dumpty

42

Tabel 10. Pengkajian Risiko Jatuh

PENGKAJIAN & INTERVENSI RISIKO JATUH PASIEN ANAK (HUMPTY DUMPTY)

Nama : An.”N” Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo, Sleman

Tgl Lahir : 9 Oktober 2012 Instalasi : INSKA

RSUP Dr.Sardjito Ruangan : Melati II

Pengkajian risiko jatuh dilakukan saat pasien masuk, ketika terjadi perubahan kondisi, ketika pindah dari bangsal lain atau setelah kejadian jatuh.

PARAMETER KRITERIA TANGGAL WAKTU

24 Juni 2013

25 Juni 2013

26 Juni 2013

Umur Dibawah 3 tahun 4 4 4 4 3 – 7 tahun 3 8 -13 tahun 2 >13 tahun 1

Jenis kelamin Laki – laki 2 Perempuan 1 1 1 1

Diagnosis Kelainan Neorologi 4 4 4 4 Perubahan dalam oksigenasi (Masalah Saluran Nafas, Dehidrasi, Anemia, Anoreksia, Sinkop/sakit kepala, dll)

3

Kelainan Psikis/Perilaku 2 Diagnosis lain 1

Gangguan Kognitif

Tidak sadar terhadap keterbatasan 3 3 3 3 Lupa keterbatasan 2 Mengetahui kemampuan diri 1

Faktor lingkungan

Riwayat jatuh dari tempat tidur saat bayi – anak

4

Pasien menggunakan alat bantu atau box atau mebel

3

Pasien berada di tempat tidur 2 Di luar ruang rawat 1 1 1 1

Respon Terhadap Operasi/ Obat Penenang/ Efek Anestesi

Dalam 24 jam 3 3 3 3 Dalam 48 jam riwayat jatuh 2 >48 jam 1

Penggunaan Obat Bermacam – macam obat yang digunakan : obat sedatif (kecuali pasien ICU yang menggunakan sedasi dan paralisis), Hipnotik, Barbiturat, Fenotiazin, Antidepresan, Laksansia/Diuretika, Narkotik

3 3 3 3

Salah satu dari pengobatan di atas 2 Pengobatan lain 1

TOTAL SKOR 19 19 19 RR : Risiko Rendah (7-11), RT : Risiko Tinggi (≥12) (Lingkaran) RR/RT RR/RT RR/RT RR/RT RR/RT

Nama & paraf yang melakukan pengkajian

Ulfah

Ulfah Ulfah

Intervensi pencegahan risiko jatuh (Beri tanda √) TANGGAL 24 Juni 2013

25 Juni 2013

26 Juni 2013

WAKTU 08.00 08.00 08.00 Resiko Rendah (RR) 1. Pengecekan ‘BEL’ mudah dijangkau

2. Roda tempat tidur berada pada posisi terekunci 3. Posisikan tempat tidur pada posisi terendah 4. Naikkan pagar pengaman tempat tidur 5. Berikan edukasi pasien

Risiko Tinggi (RT) 1. Pasang tanda risiko jatuh segitiga warna kuning pada tempat tidur pasien, pintu. √

2. Lakukan intervensi jatuh standar 3. Berikan edukasi pasien √ √ √ 4. Strategi mencegah jatuh dengan penilaian jatuh

yang lebih detil serta analisis cara berjalan sehingga dapat ditentukan intervensi spesifik seperti menggunakan terapi fisik atau alat bantu jalan jenis terbaru untuk membantu mobilisasi.

5. Pasien ditempatkan dekat nurse station 6. Handrail mudah dijangkau pasien dan kokoh √ √ √ 7. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu

pasien √ √ √

Nama dan paraf yang melakukan intervensi pencegahan risiko jatuh Ulfah Ulfah Ulfah

Page 56: Humpty Dumpty

43

f. Aspek Mental Intelektual Sosial Spiritual

1) Gambaran diri: Ibu pasien merasa cemas dan bingung dengan

keadaan anaknya saat ini.

3. Pengelompokan data

Data Subyektif:

Ibu pasien mengatakan:

“Anak saya panas, panasnya naik-turun dan bila panas, anak rewel.”

“Anak saya makan menggunakan NGT dan disuapi bila minum susu.”

“Saya khawatir dengan kondisi anak saya karena panas tidak kunjung

turun tetapi naik-turun.”

“Anak saya belum bisa makan sendiri, memanggil nama “mamak-

bapak”.

Data Obyektif:

1) Kulit teraba hangat, warna kemerahan.

2) Tanda-tanda vital:

Suhu = 38oC

Nadi = 16o x /menit

Respirasi = 42 x /menit

3) Terpasang NGT hari ke-6.

4) Mata cowong, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering.

5) 3 jam sekali makan melalui NGT sebanyak 90 cc.

6) Kebutuhan energi = 558 kkal/hari

Z-score = status gizi kurang

Page 57: Humpty Dumpty

44

BB/U = <-2 SD - > - 3 SD (gizi kurang)

BB = 5,6 kg TB = 62 cm LLA (kiri) = 11,5 cm

LK = 41 cm LD = 38 cm

7) Ibu pasien terlihat khawatir ketika suhu tubuh anak tinggi.

8) Terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) cairan DS ½ NS 12 tpm

ditangan kanan, kondisi baik, kering.

9) Pemeriksaan laboratorium (darah rutin) 8 Juni 2013 = WBC 14,1

10^3/uL dan HgB 9,0 g/dL

Hasil pemeriksaan darah (kultur)14 Juni 2013 = jenis kuman =

negatif, kuman tidak tumbuh

10) Pengkajian risiko jatuh (Humpty Dumpty) 24/6/13 total skor 19.

11) Hasil DDST: Global Develop Mental Delay

Motorik kasar : duduk tanpa pegangan, berdiri dengan

pegangan, bangkit untuk berdiri, bangkit

terus duduk.

Motorik halus : menggaruk manik-manik, memindahkan

kubus, mengambil 2 kubus,

membenturkan 2 kubus.

Sosial : meniru bunyi kata-kata, papa/mama

spesifik.

Bahasa : berusaha mencapai keinginan, makan

sendiri, tepuk tangan, melambaikan

tangan, menyatakan keinginan.

Page 58: Humpty Dumpty

45

4. Analisa Data

Tabel 11. Analisa Data

No. Data senjang Etiologi Problem 1. DS: Ibu pasien mengatakan,

“Anak saya panas, panasnya naik turun dan bila panas, anak rewel.”

DO: - kulit teraba hangat, warna

kemerahan. - Suhu 38o C. - Nadi 160 x /menit. - Respirasi 42 x /menit.

Ensefalitis (infeksi virus)

Hipertermi

2. DS: Ibu pasien mengatakan, “Anak saya makan menggunakan NGT dan disuapi bila minum susu.” DO : - Terpasang NGT hari ke-6. - 3 jam sekali makan melalui

NGT sebanyak 90 cc. - Kebutuhan energi = 558

kkal/hari. - Mata cowong, konjungtiva

anemis, mukosa bibir kering. - Z score = status gizi kurang

BB/U = < -2 SD - > - 3 SD (gizi kurang) BB = 5,6 kg TB = 62 cm LLA (kiri)= 11,5 cm LK = 41 cm LD = 38 cm

Ketidakmampuan mencerna nutrisi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. DS: Ibu pasien mengatakan, “Saya khawatir dengan kondisi anak saya karena panas tidak kunjung turun tetapi naik turun.”

DO: Ibu pasien terlihat khawatir ketika suhu tubuh anak tinggi.

Perubahan status kesehatan anak

Ansietas orang tua

4. DS: - DO: Pengkajian resiko jatuh (Humpty Dumpty) 24/6/13 total skor 19.

Riwayat kejang dan usia anak kurang dari 1 tahun

Resiko jatuh

Page 59: Humpty Dumpty

46

No. Data senjang Etiologi Problem 5. DS: -

DO: - Pemeriksaan darah (kultur) =

jenis kuman = negatif, kuman tidak tumbuh.

- Terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) cairan D ½ NS 12 tpm ditangan kanan, kondisi baik, kering.

- WBC 14,1 10^3/uL dan HgB 9,0 g/dL (8 Juni 2013).

Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb)

Resiko infeksi

6. DS: Ibu pasien mengatakan, “Anak saya belum bisa makan sendiri, memanggil nama mamak-bapak.” DO: Hasil DDST: Global Develop Mental Delay - Motorik kasar: duduk tanpa

pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit untuk berdiri, bangkit terus duduk.

- Motorik halus: menggaruk manik-manik, memindahkan kubus, mengambil 2 kubus, membenturkan 2 kubus.

- Sosial: meniru bunyi kata-kata, papa/mama spesifik.

- Bahasa: berusaha mencapai keinginan, makan sendiri, tepuk tangan, melambaikan tangan, menyatakan keinginan.

Efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten

Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

Page 60: Humpty Dumpty

47

B. Diangnosa Keperawatan

Rumusan diagnosa berdasarkan prioritas:

1) Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus), ditandai

dengan:

DS:

Ibu pasien mengatakan, “Anak saya panas, panasnya naik turun dan

bila panas, anak rewel.”

DO:

- kulit teraba hangat, warna kemerahan.

- Suhu 38o C.

- Nadi 160 x /menit.

- Respirasi 42 x /menit.

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi, ditandai dengan:

DS:

Ibu pasien mengatakan, “Anak saya makan menggunakan NGT dan

disuapi bila minum susu.”

DO:

- Terpasang NGT hari ke-6.

- 3 jam sekali makan melalui NGT sebanyak 90 cc.

Page 61: Humpty Dumpty

48

- Kebutuhan energi = 558 kkal/hari.

- Mata cowong, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering.

- Z score = status gizi kurang

BB/U = < -2 SD - > - 3 SD (gizi kurang)

BB = 5,6 kg TB = 62 cm LLA (kiri)= 11,5 cm

LK = 41 cm LD = 38 cm

3) Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak,

ditandai dengan:

DS:

Ibu pasien mengatakan, “Saya khawatir dengan kondisi anak saya

karena panas tidak kunjung turun tetapi naik turun.”

DO:

Ibu pasien terlihat khawatir ketika suhu tubuh anak tinggi.

Page 62: Humpty Dumpty

49

4) Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak kurang

dari 1 tahun, ditandai dengan:

DS: -

DO:

Pengkajian resiko jatuh (Humpty Dumpty) 24/6/13 total skor 19.

5) Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan sekunder

(penurunan Hb), ditandai dengan:

DS: -

DO:

- Pemeriksaan darah (kultur) = jenis kuman = negatif, kuman tidak

tumbuh.

- Terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) cairan D ½ NS 12 tpm ditangan

kanan, kondisi baik, kering.

- WBC 14,1 10^3/uL dan HgB 9,0 g/dL (8 Juni 2013).

Page 63: Humpty Dumpty

50

6) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan

efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten, ditandai

dengan:

DS:

Ibu pasien mengatakan, “Anak saya belum bisa makan sendiri,

memanggil nama mamak-bapak.”

DO: Hasil DDST: Global Develop Mental Delay

- Motorik kasar: duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan,

bangkit untuk berdiri, bangkit terus duduk.

- Motorik halus: menggaruk manik-manik, memindahkan kubus,

mengambil 2 kubus, membenturkan 2 kubus.

- Sosial: meniru bunyi kata-kata, papa/mama spesifik.

- Bahasa: berusaha mencapai keinginan, makan sendiri, tepuk tangan,

melambaikan tangan, menyatakan keinginan.

Page 64: Humpty Dumpty

51

C. Rencana Tindakan Keperawatan

Tabel 12. Rencana Tindakan Keperawatan Hipertermi

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional 1. Hipertermi

berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus), ditandai dengan:

DS: Ibu pasien mengatakan, “Anak saya panas, panasnya naik turun dan bila panas, anak rewel.”

DO: - Kulit teraba

hangat, warna kemerahan.

- Suhu 38o C. - Nadi 160 x

/menit. - Respirasi 42 x

/menit.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, suhu tubuh pasien menurun dengan criteria hasil: - Suhu 37,5 oC

– 38,5 0C - Tidak ada

perubahan warna kulit

- Nadi 100-160 x/menit

- Respirasi 30-60 /menit

1. Monitor suhu secara kontinyu setiap 4 jam.

2. Monitor warna dan suhu kulit.

3. Kompres pasien pada lipatan aksila dengan kompres hangat.

4. Ajarkan keluarga meningkatkan intake cairan dan nutrisi.

1. Mengetahui peningkatan suhu pasien.

2. Mengetahui intensitas panas pasien.

3. Membantu kulit vasodilatasi sehingga panas yang ada di dalam tubuh berpindah ke luar.

4. Mengurangi panas dengan rehidrasi cairan dan nutrisi.

24 Juni 2013 Pukul 08.00 1. Mengukur suhu tubuh. 2. Mengkaji warna kulit.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.00 3. Mengompres pasien

pada lipatan aksila dengan kompres hangat.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.00 4. Mengelola pemberian

Paracetamol 60mg melalui oral.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 08.10

1. Suhu 38o C 2. Kulit kemerahan,

teraba hangat.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.20

3. Pasien sudah dilakukan kompres hangat di aksila.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.10

4. Paracetamol 60 mg sudah masuk melalui NGT.

Ulfah

Page 65: Humpty Dumpty

52

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional - Ibu dapat

mengkontrol panas anak dengan kompres air hangat

5. Kelola pemberian antipiretic: Paracetamol 60 mg melalui oral setiap 4 jam dan Farmadol 60mg melalui Intra Vena bila suhu > 37,5oC.

5. Menurunkan panas.

24 Juni 2013 Pukul 14.00 5. Mengukur suhu tubuh. 6. Mengkaji warna kulit.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 20.00 7. Mengelola pemberian

Farmadol 60mg melalui Intra Vena.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 14.10

6. Suhu 37,8 oC 7. Kulit kemerahan,

teraba hangat.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 20.10

8. Farmadol 60 mg melalui Intra Vena sudah masuk.

Ulfah Pukul 21.00 S:

Ibu pasien mengatakan, “Anak saya panas lagi.”

O: - Kulit teraba

hangat, warna kemerahan.

Page 66: Humpty Dumpty

53

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional - Suhu 38 oC

- Nadi 148 x/menit - Respirasi 42

x/menit A:

Hipertermi teratasi sebagian.

P Lanjut intervensi 1. Monitor suhu

secara kontiyu. 2. Monitor warna

dan suhu kulit. 3. Kompres pasien

pada lipatan aksila dengan kompres hangat.

4. Ajarkan keluarga meningkatkan intake cairan dan nutrisi.

5. Kelola pemberian antipretik,

Page 67: Humpty Dumpty

54

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional Paracetamol 60

mg / 4 jam melalui oral dan Farmadol 60 mg melalui Intra Vena bila suhu > 37,5o C.

Ulfah

Page 68: Humpty Dumpty

55

Tabel 13. Rencana Tindakan Keperawatan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dan Kebutuhan Tubuh

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional 2. Ketidakseimbang

an nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi, ditandai dengan:

DS:

Ibu pasien mengatakan, “Anak saya makan menggunakan NGT dan disuapi bila minum susu.”

DO: - Terpasang NGT

hari ke-6. - 3 jam sekali

makan melalui NGT sebanyak 90 cc.

- Kebutuhan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kebutuhan nutrisi dapat optimal dengan kriteria hasil: - BB = 5,6-6,2 kg - Porsi makan dapat dihabiskan diit 90 cc setiap 3 jam - mukosa bibir lembab - status gizi baik - pasien tidak aspirasi

1. Kaji berat badan dan jumlah asupan kalori anak.

2. Berikan makanan

yang hangat.

3. Anjurkan

keluarga untuk memberikan makanan sedikit-sedikit tapi sering.

4. Kelola pemberian diit: TKTP melalui NGT/ 3 jam.

1. Berat badan sebagai salah satu indikator jumlah massa sel dalam tubuh.

2. Mengurangi ke-kentalan sekresi mukus dan mengurangi mual.

3. Mengurangi

masa makanan yang banyak pada lambung.

4. Memenuhi

kebutuhan nutrisi.

24 Juni 2013 Pukul 08.00 1. Mengukur berat badan. 2. Mengajarkan keluarga

untuk memberikan makanan sedikit-sedikit tapi sering.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.00 3. Mengelola pemberian

susu formula melalui NGT.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 08.15 1. Berat badan 5,9 kg. 2. Keluarga memahami

dan memberikan diit 45 cc per 1,5 jam.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.15 3. Menyonde susu

formula 40 cc, residu 5 cc.

Ulfah

Page 69: Humpty Dumpty

56

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional energi = 558

kkal/hari. - Mata cowong,

konjungtiva anemis, mukosa bibir kering.

- Z score = status gizi kurang

BB/U = < -2 SD - > - 3 SD (gizi kurang) BB = 5,6 kg TB = 62 cm LLA (kiri): 11,5 cm LK = 41 cm LD = 38 cm

24 Juni 2013 Pukul 12.00 4. Mengelola pemberian

susu formula 45cc melalui NGT.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 12.15 4. Residu 0 cc,

menyonde susu formula 45 cc. Pasien tidak aspirasi.

Ulfah Pukul 14.00 S : - O : Diit: susu formula

85 cc masuk melalui NGT.

Pasien tidak aspirasi.

BB = 5,9 kg A : Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian.

P : Lanjut intervensi 1. Kaji berat dan

jumlah asupan kalori anak.

Page 70: Humpty Dumpty

57

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional 2. Berikan

makanan yang hangat.

3. Kelola pemberian diit: TKTP melalui NGT setiap 3 jam.

Ulfah

Page 71: Humpty Dumpty

58

Tabel 14. Rencana Tindakan Keperawatan Ansietas Orang Tua

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional 3. Ansietas orang

tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak, ditandai dengan DS:

Ibu pasien mengatakan, “Saya khawatir dengan kondisi anak saya karena panas tidak kunjung turun tetapi naik turun.”

DO: Ibu pasien terlihat khawatir ketika suhu tubuh anak tinggi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kecemasan orang tua berkurang dengan kriteria hasil: - Orang tua

ampu mengidentifikasi dan mengungkap kan gejala cemas.

- Wajah rileks.

1. Gunakan pendekatan yang menyenangkan.

2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.

3. Ajarkan untuk

menggunakan teknik relaksasi.

4. Libatkan keluarga untuk menemani pasien.

1. Mempererat hubungan antara perawat keluarga pasien.

2. Mengurangi

kekhawatiran terhadap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.

3. Mengurangi

ketegangan sehingga pikiran menjadi rileks.

4. Kedekatan ibu

anak akan mengurangi tingkat kecemasan.

24 Juni 2013 Pukul 08.00 1. Melakukan pendekatan

yang menyenangkan kepada keluarga.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.00 2. Menjelaskan prosedur

yang akan dilakukan kepada pasien.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 08.15 1. Hubungan saling

percaya dengan ibu pasien terjalin, ibu pasien kooperatif.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 10.15 2. Menjelaskan

prosedur tentang pemberian makan lewat NGT juga pemberian obat Paracetamol 60 mg.

Ulfah

Page 72: Humpty Dumpty

59

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional - Orang tua

mampu mengontrol kecemasan

24 Juni 2013 Pukul 12.30 3. Melibatkan keluarga

untuk menemani pasien.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 12.45 3. Ibu menemani

pasien, pasien tidur.

Ulfah Pukul 14.00 S : - O : Ibu pasien nampak

rileks. A : Ansietas orang tua

teratasi sebagian. P : Lanjut intervensi

1. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.

2. Ajarkan teknik relaksasi.

3. Libatkan keluarga untuk menemani pasien.

Ulfah

Page 73: Humpty Dumpty

60

Tabel 15. Rencana Tindakan Keperawatan Resiko Jatuh

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional 4. Resiko jatuh

dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak kurang dari 1 tahun , ditandai dengan:

DS: -

DO:

Pengkajian resiko jatuh (Humpty Dumpty) 24/6/13 total skor 19.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria: - Pasien aman

dari jatuh. - Keluarga

menemani pasien.

- Handrail terpasang di sisi tempat tidur.

1. Pasang tanda resiko jatuh, segitiga warna kuning tempat tidur pasien.

2. Pasien handrail mudah dijangkau keluarga dan kokoh.

3. Libatkan keluarga

pasien untuk selalu menunggu pasien.

4. Ajarkan keluarga

untuk mengenali resiko jatuh terhadap anak.

1. Sebagai peringatan tentang resiko jatuh.

2. Melindungi pasien dari resiko jatuh.

3. Melindungi dan menjaga pasien dari resiko jatuh.

4. Mengurangi resiko jatuh.

24 Juni 2013 Pukul 08.00 1. Memasang tanda

resiko jatuh, segitiga warna kuning pada tempat tidur.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.00 2. Memastikan handrail

mudah dijangkau keluarga dan kokoh.

3. Mengajarkan keluarga untuk mengenali resiko jatuh terhadap anak.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 08.15 1. Segitiga warna

kuning sudah terpasang di sisi dinding tempat tidur.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.20 2. Handrail sudah

dipasang. 3. Keluarga paham dan

akan berupaya melindungi pasien.

Ulfah

Page 74: Humpty Dumpty

61

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional 5. Kelola pemberian

Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.

24 Juni 2013 Pukul 09.00 4. Melibatkan keluarga

pasien untuk selalu menunggu pasien.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 18.00 5. Memberikan injeksi

Phenobarbital 25 mg melalui Intra Vena.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 12.15 6. Keluarga menemani

pasien.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 18.10 7. Phenobarbital 25 mg

sudah diinjeksikan melalui Intra Vena, pasien tenang,

Ulfah Pukul 21.00 S : O : Handrail terpasang.

Keluarga menemani pasien.

A : Resiko jatuh tidak terjadi

P : Lanjut intervensi

Page 75: Humpty Dumpty

62

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional 1. Pastikan

handrail mudah dijangkau keluarga dan kokoh.

2. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.

3. Kelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.

Ulfah

Page 76: Humpty Dumpty

63

Tabel 16. Rencana Tindakan Keperawatan Resiko Infeksi

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional 5. Resiko infeksi

dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb), ditandai dengan:

DS: - DO: - Pemeriksaan

darah (kultur)= jenis kuman = negatif, kuman tidak tumbuh.

- Terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) cairan D ½ NS 12 tpm ditangan kanan, kondisi baik, kering.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam infeksi tidak terjadi dengan criteria hasil: - pasien bebas

dari tanda dan gejala infeksi pada daerah hidung (NGT), daerah IV cateter.

- Suhu 37,5 oC – 38,5 0C

- Pasien terlihat bersih, wangi dan rapi setelah dimandikan

1. Monitor tanda dan gejala infeksi

2. Monitor suhu tubuh.

3. Batasi

pengunjung. 4. Motivasi keluarga

agar pasien berkeinginan untuk istirahat.

5. Ajarkan keluarga

tanda, gejala infeksi dan pencegahan infeksi.

6. Kelola pemberian

antibiotic: Ceftazidime 3x80

1. Mengetahui tingkatan infeksi pasien.

2. Mengetahui kondisi tubuh

3. Mengurangi

kontak penularan infeksi.

4. Istirahat yang

cukup mampu membuat perasaan nyaman dan tubuh segar

5. Agar keluarga

meminimalkan terjadinya infeksi.

6. Antibiotic

berguna untuk mencegah

24 Juni 2013 Pukul 08.00 1. Mengkaji tanda dan

gejala infeksi. 2. Mengukur suhu tubuh.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 10.00 3. Membatasi

pengunjung. 4. Mengukur suhu tubuh.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 08.10

1. Tidak ada tanda dan gejala infeksi pada daerah hidung (NGT), daerah IV cateter, kondisi bersih, kering.

2. Suhu 38o C

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.10 3. Pasien hanya ditunggu

oleh ibu, bila ada pengunjung, mereka sudah tahu untuk bergantian membesuk.

4. Suhu 37,8 oC

Ulfah

Page 77: Humpty Dumpty

64

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional - WBC 14,1

10^3/uL dan HgB 9,0 g/dL (8 Juni 2013).

- Leukosit 4,0-11,0 10^3/uL

- HgB 12,0 – 16,0 g/dL

mg melalui Intra Vena dan Cloramphenicol 2x65 mg melalui Intra Vena.

infeksi. 24 Juni 2013 Pukul 12.00 5. Mengelola pemberian

Ceftazidime 80 mg melalui Intra Vena.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 13.00 6. Memotivasi keluarga

agar pasien berkeinginan untuk istirahat.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 12.10 5. Injeksi Ceftazidime

80 mg melalui Intra Vena sudah masuk, pasien menangis.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 13.15 6. Pasien tidur siang.

Ulfah

Page 78: Humpty Dumpty

65

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional 24 Juni 2013

Pukul 18.00 7. Mengelola pemberian

Cloramphenicol 65 mg melalui Intra Vena.

8. Mengukur suhu tubuh.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 20.00 9. Mengelola pemberian

Ceftazidime 80 mg melalui Intra Vena.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 18.10 6. Injeksi

Cloramphenicol 65 mg melalui Intra Vena sudah masuk, pasien tenang.

7. Suhu 38 oC

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul. 20.10 9. Injeksi Ceftazidime

80 mg melalui Intra Vena sudah masuk, pasien tenang.

Ulfah Pukul 21.00 S : - O :

Injeksi Ceftazidime 80 mg dan Cloramphenicol 65

Page 79: Humpty Dumpty

66

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional mg sudah

diberikan. Suhu 38 oC

A : Resiko infeksi tidak terjadi. P : Lanjut intervensi

1. Monitor tanda dan gejala infeksi serta suhu tubuh.

2. Ajarkan keluarga pencegahan infeksi.

3. Kelola pemberian antibiotic melalui Intra Vena: Ceftazidime 3x80 mg dan Cloramphenicol 2x65 mg.

Ulfah

Page 80: Humpty Dumpty

67

Tabel 17. Rencana Tindakan Keperawatan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional 6. Keterlambatan

pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten, ditandai dengan: DS:

Ibu pasien mengatakan, “Anak saya belum bisa makan sendiri, memanggil nama mamak-bapak.”

DO: Hasil DDST: Global Develop Mental Delay - Motorik kasar:

duduk tanpa pegangan,

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 3 x24 jam, pasien dapat terstimulasi sesuai kemampuan dalam pertumbuhan dan perkembangan dengan criteria: - Mencapai

pertumbuhan dan perkembangan sesuai kemampuan anak.

- Orang tua memberikan stimulus untuk

1. Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.

2. Berikan stimulasi/ rangsangan untuk perkembangan kepada anak (asah).

3. Berikan kasih sayang (asah).

1. Dengan memberikan perhatian pada ibu dapat meningkatkan harga diri dan meningkatkan perhatian ibu kepada bayinya.

2. Merangsang perkembangan anak.

3. Mempererat hubungan antar anak – ibu.

24 Juni 2013 Pukul 08.00

1. Mendukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.00 2. Memberikan stimulasi/

rangsangan untuk perkembangan kepada anak.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 08.15 1. Ibu antusias

mengajak pasien mangobrol, ibu member pujian kepada pasien.

Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.15 2. Anak mau

menggengam tangan perawat.

Ulfah

Page 81: Humpty Dumpty

68

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional berdiri dengan

pegangan, bangkit untuk berdiri, bangkit terus duduk.

- Motorik halus: menggaruk manik-manik, memindahkan kubus, mengambil 2 kubus, membenturkan 2 kubus.

- Sosial: meniru bunyi kata-kata, papa/mama spesifik.

- Bahasa: berusaha mencapai keinginan, makan sendiri, tepuk tangan, melambaikan tangan,

perkembangan dan pertumbuhan anak sesuai kemampuan

4. Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.

4. Merangsang perkembangan anak.

24 Juni 2013 Pukul 11.00 3. Memberikan kasih

sayang.

Ulfah

24 Juni 2013 Pukul 11.10 3. Pasien

menunjukkan respon dengan memalingkan menatap bila disapa.

Ulfah Pukul 14.00 S : O : Pasien dapat

menggenggam tangan, mengoceh.

A : Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan teratasi sebagian.

P : Lanjut intervensi 1. Dukung ibu

dengan memberikan pujian untuk

Page 82: Humpty Dumpty

69

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Implementasi Evaluasi

Tujuan Intervensi Rasional menyatakan

keinginan.

setiap pencapaian yang positif.

2. Berikan stimulasi perkembangan anak.

3. Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.

Ulfah

Page 83: Humpty Dumpty

70

D. Catatan Perkembangan

Tabel 18.1. Catatan Perkembangan Hipertermia

No SOAP Implementasi Evaluasi 1. 25 Juni 2013

Pukul 06.00 S : Ibu pasien

mengatakan, “Anak saya badannya masih panas.”

O : - Kulit Teraba Hangat, Warna Kemerahan

- Suhu 38,5 oC - Nadi 147 X

/Menit - Respirasi 42 x

/menit A : Hipertermi teratasi

sebagian. P : Lanjut intervensi

1. Monitor suhu secara kontinyu setiap 4jam. 2. Monitor warna dan suhu kulit.

25 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Mengukur suhu tubuh. 2. Mengkaji warna kulit. 3. Mengajarkan keluarga meningkatkan intake cairan

dan nutrisi.

Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 06.15 3. Mengelola pemberian Paracetamol 60 mg melalui

oral. 4. Mengompres hangat pada lipatan aksila.

Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 09.00 5. Mengukur suhu tubuh. 6. Mengkaji warna kulit. 7. Mengompres hangat pada lipatan aksila, leher,

lipatan paha.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 06.10 1. Suhu tubuh 385 0C. 2. Kulit kemerahan, teraba hangat. 3. Keluarga mengerti dan akan meningkatkan intake

cairan dan nutrisi.

Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 06.35 3. Paracetamol 60 mg masuk melalui NGT. 4. Pasien sudah dilakukan kompres hangat di aksila.

Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 09.35 5. Suhu 38 oC. 6. Kulit kemerahan, teraba hangat. 7. Pasien sudan dikompres hangat.

Ulfah

Page 84: Humpty Dumpty

71

No SOAP Implementasi Evaluasi 3. Kompres pasien

pada lipatan aksila dengan kompres hangat.

4. Ajarkan keluarga memingkatkan intake cairan dan nutrisi.

5. Kelola pemberian antipiretik: Paracetamol 60 mg setiap 4jam melalui oral dan Farmadol 60 mg melalui Intra Vena bila suhu > 37,5oC.

25 Juni 2013 Pukul 10.00 8. Mengelola pemberian antipiretik Paracetamol 60

mg melalui oral. 9. Mengukur suhu tubuh. 10. Mengkaji warna kulit.

Ulfah

25 Juni 2013 Puku14.00 11. Mengukur suhu tubuh. 12. Mengkaji warna kulit. 13. Menganjurkan keluarga untuk kompres panas.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 10.10 8. Paracetamol 60 mg melalui oral sudah masuk. 9. Suhu tubuh 383 oC. 10. Kulit kemerahan, teraba hangat.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 14.10 11. Suhu 385 oC. 12.Warna kulit kemerahan, teraba hangat. 13. Pasien sudah tidak teraba panas.

Ulfah Pukul 14.30 S : Ibu pasien mengatakan, “Anak saya masih panas

sudah saya kompres hangat”. O : Suhu 385 oC.

Parasetamol 60 mg melalui oral sudah masuk, pasien tidak aspirasi.

A : Hipertermi teratasi sebagian. P : Lanjut intervensi

1. Monitor suhu secara kontinyu setiap 4jam. 2. Monitor warna dan suhu kulit. 3. Kompres pasien pada lipatan aksila dengan

Page 85: Humpty Dumpty

72

No SOAP Implementasi Evaluasi kompres hangat.

4. Kelola pemberian antipiretik: Paracetamol 60 mg setiap 4jam melalui oral Farmadol 60 mg melalui Intra Vena bila suhu > 37,5oC.

Ulfah

Page 86: Humpty Dumpty

73

Tabel 18.2. Catatan Perkembangan Hipertermia

No SOAP Implementasi Evaluasi 1. 26 Juni 2013

Pukul 06.00 S : Ibu pasien

mengatakan “Anak saya badannya masih panas.

O : Kulit teraba panas, warna kemerahan.

Suhu 38o C. Nadi 153x/menit. Respirasi 42

x/menit. A : Hipertensi terjadi

sebagian. P : Lanjut intervensi

1. Monitor suhu secara kontinyu setiap 4jam.

2. Monitor warna kulit

3. Kompres hangat pasien pada lipatan aksila

4. Kelola pemberian antipiretik.

26 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Mengatur suhu tubuh. 2. Mengkaji warna kulit. 3. Mengelola pemberiam antipiretik Paracetamol 60

mg/per-oral.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 09.00 4. Mengompres hangat pasien diseluruh tubuh,

lipatan kaki. 5. Mengukur suhu tubuh. 6. Mengkaji warna kulit

Ulfah 26 Juni 2013 Pukul 10.00 7. Mengukur suhu tubuh. 8. Mengelola pemberiam antipiretik Paracetamol 60

mg/per-oral.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 05.45 1. Suhu 385 oC. 2. Kulit kemerahan teraba hangat. 3. Parcetramol 60 mg melalui oral, sudah masuk

melalui NGT.

Ulfah 26 Juni 2013 Pukul 09.15 4. Tubuh pasien tidak hangat. 5. Sudah turun menjadi 381 oC. 6. Warna kulit tidak kemerahan.

Ulfah 26 Juni 2013 Pukul 10.15 7. Suhu 383 oC. 8. Parcetramol 60 mg/ per oral, sudah masuk melalui

NGT.

Ulfah

Page 87: Humpty Dumpty

74

No SOAP Implementasi Evaluasi Paracetamol 60

mg setiap 4jam melalui oral dan

Farmadol 60 mg melalui Intra Vena bila suhu ≥ 37,5oC.

26 Juni 2013 Pukul 13.00 9. Mengukur suhu tubuh.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 13.10 9. Suhu 381 oC.

Ulfah Pukul 14.00 S : - O : Kulit teraba hangat, tidak kemerahan Suhu 38 oC. Nadi 151x/menit. Respirasi 42 x/menit A : Hipertermi teratasi. P : Pertahankan kondisi!

Ulfah

Page 88: Humpty Dumpty

75

Tabel 19.1. Catatan Perkembangan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh

No SOAP Implementasi Evaluasi 2. 25 Juni 2013

Pukul 06.00 S : O : - Terpasang NGT

hari ke-7 - Mata cowong,

kanjungtiva anemis, mukosa bibir kering

- BB : 5,7 kg - TB : 62 cm - Z scor : gizi

kurang (status gizi)

A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian.

P : Lanjut intervensi 1. Kaji berat badan

25 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Mengkaji jumlah asupan kalori anak.

Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 10.00 2. Mengelola pemberian susu formula 45 cc melalui

NGT, yang masih hangat.

Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 12.00 3. Mengelola pemberian susu formula 45 cc melalui

NGT.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 06.15 1. Jumlah asupan kalori 558 kkal/hari.

Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 10.15 1. Menyonde susu formula 45 cc, residu 0 cc. Pasien

tidak aspirasi.

Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 12.15 3. Menyonde susu formula 45 cc, residu 0 cc. Pasien

tidak aspirasi.

Ulfah

Page 89: Humpty Dumpty

76

No SOAP Implementasi Evaluasi dan jumlah asupan

kalori anak. 2. Berikan makanan yang hangat. 3. Kelola pemberian diit TKTP melalui NGT setiap 3 jam.

Pukul 14.00 S : O : - Terpasang NGT hari ke-7

- Diiit susu formula 90 cc masuk melalui NGT, pasien tidak aspirasi.

- BB : 5,7 kg - Jumlah asupan kalori 558 kkal/hari.

A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian.

P : Lanjut intervensi 1. Kaji berat badan. 2. Berikan makanan yang hangat. 3. Kalori pemberian diit: TKTP melalui NGT

setiap 3 jam.

Ulfah

Page 90: Humpty Dumpty

77

Tabel 19.2. Catatan Perkembangan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh

No SOAP Implementasi Evaluasi 2. 26 Juni 2013

Pukul 06.00 S : - O : Terpasang NGT

hari ke-8. Mata cowong,

kunjungtiva anemis, mukosa bibir. pecah-pecah. BB : 5,8 kg TB : 62 cm Z scor : gizi kurang

(status gizi) A : Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian.

P : Lanjut intervensi 1. Kaji berat badan

26 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Mengkaji jumlah asupan kalori anak.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 06.15 1. Jumlah asupan kalori 578 kkal/hari.

Ulfah 26 Juni 2013 Pukul 09.00 2. Mengelola pemberian susu formula melalui oral

dengan menyuapi pasien.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 09.15 2. Pasien menghabiskan susu 5 cc dengan disuapi,

pasien tidak aspirasi.

Ulfah 26 Juni 2013 Pukul 10.00 3. Mengelola pemberian susu formula melalui NGT.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 10.15 3. Menyonde susu formula 45 cc, residu 0 cc. Pasien

tidak aspirasi.

Ulfah

Page 91: Humpty Dumpty

78

No SOAP Implementasi Evaluasi dan jumlah

asupan kalori anak.

2. Berikan makanan yang hangat.

3. Kelola pemberian diit TKTP melalui NGT setiap 3 jam.

26 Juni 2013 Pukul 13.00 4. Mengelola pemberian susu formula melalui NGT.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 13.15 5. Menyonde susu formula melalui NGT 40 cc,

residu 0 cc. Pasien tidak aspirasi.

Ulfah Pukul 14.00

S : O : - Diiit susu formula 90 CC masuk melalui NGT.

- BB : 5,8 kg A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh teratasi. P : Pertahankan kondisi!

Ulfah

Page 92: Humpty Dumpty

79

Tabel 20.1. Catatan Perkembangan Ansiaetas Orang Tua

No SOAP Implementasi Evaluasi 3. 25 Juni 2013

Pukul 06.00 S : Ibu mengatakan, “Wah,

panasnya tidak juga turun.”

O : Ibu pasien terlihat khawatir dengan anak.

A : Ansietas orang tua teratasi sebagian.

P : Lanjut intervensi 1. Jelaskan semua

prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.

2. Ajarkan teknik relaksasi.

3. Libatkan keluarga untuk menemani pasien.

25 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Menjelaskan prosedur dan apa yang dirasakan

selama prosedur.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 06.15 1. Keluarga memehami tentang memandikan

pasien dan kekhawatiran ibu berkurang, keluarga juga mengerti tentang manfaat kompres hangat.

Ulfah 25 Juni 2013

Pukul 10.00 2. Mengajarkan teknik relaksasi kepada orang tua

pasien.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 10.15 2. Orang tua pasien dapat melakukan teknik

relaksasi: nafas dalam secara mandiri.

Ulfah 25 Juni 2013

Pukul 12.30 3. Melibatkan keluarga untuk menemani pasien.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 12.45 3. Ibu memahami pasien, pasien tidur.

Ulfah

Page 93: Humpty Dumpty

80

No SOAP Implementasi Evaluasi Pukul 14.00

S : - O : Ibu pasien nampak rileks. Orang tua mampu

mengontrol kecemasan. A : Ansietas orang tua teratasi sebagian. P : Lanjut intervensi

1. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.

2. Ajarkan teknik relaksasi. 3. Libatkan keluarga untuk menemani pasien.

Ulfah

Page 94: Humpty Dumpty

81

Tabel 20.2. Catatan Perkembangan Ansietas Orang Tua

No SOAP Implementasi Evaluasi 3. 26 Juni 2013

Pukul 06.00 S : Ibu pasien

mengatakan, “Saya sudah tidak cemas lagi dengan anak saya, saya yakin dia bisa sembuh dan mendapat perawatan yang baik di sini.”

O : Ibu pasien terlihat tenang dan rileks.

A : Ansietas orang tua teratasi sebagian.

P : Lanjut intervensi 1. Jelaskan semua

prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.

2. Ajarkan teknik relaksasi.

3. Libatkan keluarga untuk menemani

Pasien.

26 Juni 2013 Pukul 06.10 1. Menjelaskan prosedur dan apa yang dirasakan

selama prosedur.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 06.25 1. Menjelaskan tentang memandikan pasien dan

kompres hangat.

Ulfah 26 Juni 2013

Pukul 09.00 2. Mengajarkan teknik relaksasi kepada orang tua

pasien.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 09.15 2. Ibu pasien mampu melakukan nafas dalam

secara mandiri.

Ulfah 26 Juni 2013

Pukul 12.00 3. Melibatkan keluarga untuk menemani pasien.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 12.15 3. Ibu memahami pasien, pasien tidur.

Ulfah Pukul 14.00 S : Ibu pasien mengatakan, “Saya yakin anakku

sembuh.” O : Ibu rileks, tenang. Orang tua mampu mengontrol

kecemasan A : Ansietas orang tua teratasi.

Page 95: Humpty Dumpty

82

No SOAP Implementasi Evaluasi P : Stop intervensi!

Ulfah

Page 96: Humpty Dumpty

83

Tabel 21.1. Catatan Perkembangan Resiko Jatuh

No SOAP Implementasi Evaluasi 4. 25 Juni 2013

Pukul 06.00 S : O : Hasil pengkajian

resiko jatuh (Humpty Dumpty) 25/6/13 total skor 19.

A : Resiko jatuh tidak terjadi.

P : Lanjut intervensi 1. Pastikan handrail

mudah dijangkau keluarga dan kokoh.

2. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.

3. Kelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.

25 Juni 2013 Pukul 06.05 1. Mengelola pemberian Phenobarbital 25 mg melalui

Intra Vena.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 06.05 1. Phenobarbital 25 mg sudah masuk melalui Intra

Vena, pasien tenang.

Ulfah 25 Juni 2013

Pukul 08.00 2. Memastikan handrail mudah dijangkau keluarga

dan kokoh.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 08.15 2. Handrail mudah dijangkau dan kokoh, handrail

selalu terpasang.

Ulfah 25 Juni 2013

Pukul 11.00 3. Melibatkan keluarga pasien untuk selalu

menunggu pasien.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 11.10 3. Keluarga menunggu pasien.

Ulfah

Page 97: Humpty Dumpty

84

No SOAP Implementasi Evaluasi Pukul 14.00

S : - O : Handrail terpasang. Terpasang segitiga kuning.

Keluarga menunggu pasien. Pasien terlihat bersih, wangi dan rapi setelah dimandikan.

A : Resiko jatuh tidak terjadi. P : Lanjut intervensi

1. Pastikan handrail mudah dijangkau keluarga dan kokoh.

2. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.

3. Kelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.

Ulfah

Page 98: Humpty Dumpty

85

Tabel 21.2. Catatan Perkembangan Resiko Jatuh

No SOAP Implementasi Evaluasi 4. 26 Juni 2013

Pukul 06.00 S : - O : Hasil pengkajian resiko

jatuh (Humpty Dumpty) 25/6/13 total skor 19.

A : Resiko jatuh tidak terjadi.

P : Lanjut intervensi 1. Pastikan handrail

mudah dijangkau keluarga dan kokoh.

2. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.

3. Kelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.

26 Juni 2013 Pukul 06.05 1. Mengelola pemberian Phenobarbital 25 mg

melalui Intra Vena.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 06.05 1. Phenobarbital 25 mg sudah masuk melalui

Intra Vena, pasien tenang.

Ulfah 26 Juni 2013

Pukul 08.00 2. Memastikan handrail mudah dijangkau

keluarga. Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 08.15 2. Handrail sudah terpasang dan mudah

dijangkau.

Ulfah 26 Juni 2013

Pukul 11.00 3. Melibatkan keluarga pasien untuk selalu

menunggu pasien.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 11.10 3. Ibu pasien menemani pasien, pasien tidur.

Ulfah

Page 99: Humpty Dumpty

86

No SOAP Implementasi Evaluasi Pukul 14.00

S : - O : Handrail terpasang. Terpasang segitiga kuning.

Keluarga menunggu pasien. Pasien terlihat bersih, wangi dan rapi setelah dimandikan

A : Resiko jatuh tidak terjadi. P : Pertahankan kondisi!

Ulfah

Page 100: Humpty Dumpty

87

Tabel 22.1. Catatan Perkembangan Resiko Infeksi

No SOAP Implementasi Evaluasi 5. 25 Juni 2013

Pukul 05.30 S : - O : - Terpasang NGT

hari ke-8 - Terpasang IV

cateter H-1 (24/6/13) cairan DS ½ NS 12 tpm, kondisi bersih, kering di tangan kanan.

A : Resiko infeksi tidak terjadi.

P : Lanjut intervensi 1. Monitor tanda dan

gejala infeksi. 2. Memonitor suhu

tubuh. 3. Ajarkan keluarga

tanda dan gejala infeksi dan pencengahan infeksi.

4. Bantu perawatan diri: mandi pasien.

25 Juni 2013 Pukul 05.30 1. Mengkaji tanda dan gejala infeksi serta mengukur

suhu tubuh. 2. Membantu perawatan diri: mandi pasien.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 05.45 1. Tidak ada tanda dan gejala infeksi pada daerah

hidung (NGT); daerah IV cateter, kondisi bersih, kering. Suhu 385 oC.

2. Pasien harum, bersih dan segar.

Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 10.00 3. Mengajarkan keluarga mencegah infeksi. 4. Mengukur suhu tubuh.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 10.20 3. Keluarga mengetahui dan mampu

mendemonstrasikan teknik cuci tangan. 4. Suhu 381 oC.

Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 13.00 5. Mengelola pemberian Ceftadizime 80mg melalui

Intra Vena.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 13.10 5. Injeksi Ceftadizime 80mg melalui Intra Vena

sudah diberikan kepada An. “N”.

Ulfah

Page 101: Humpty Dumpty

88

No SOAP Implementasi Evaluasi 5. Kelola pemberian

anti biotic melalui Intra Vena:

Ceftazidime 3x80mg dan Cloramphenicol 2x65 mg.

Pukul 14.00 S : - O : Tidak ada tanda dan gejala infeksi. Injeksi

Ceftadizime 80mg melalui Intra Vena sudah diinjeksi. Suhu 38 oC.

A : Resiko Infeksi tidak terjadi. P : Lanjut intervensi

1. Monitor tanda dan gejala infeksi 2. Memonitor suhu tubuh. 3. Ajaran keluarga pencegahan infeksi. 4. Kelola pemberian antibiotic melalui Intra

Vena: Ceftazidime 80mg dan Cloramphenicol 65 x mg.

Ulfah

Page 102: Humpty Dumpty

89

Tabel 22.2. Catatan Perkembangan Resiko Infeksi

No SOAP Implementasi Evaluasi 5. 26 Juni 2013

Pukul 05.30 S : - O : - Terpasang NGT hari

ke-9 -Terpasang IV cateter

H-1 (25/6/13) cairan DS ½ NS 12 tpm, kondisi bersih, kering di kaki kanan.

A : Resiko infeksi tidak terjadi.

P : Lanjut intervensi 1. Monitor tanda dan

gejala infeksi. 2. Memonitor suhu

tubuh. 3. Ajarkan keluarga

tanda dan gejala infeksi.

4. Bantu perawatan diri: mandi pasien.

5. Kelola pemberian anti biotic melalui Intra Vena:

26 Juni 2013 Pukul 05.30 1. Mengkaji tanda dan gejala infeksi. 2. Mengukur suhu tubuh. 3. Membantu perawatan diri: mandi pasien. 4. Mengajarkan tanda dan gejala infeksi.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Terdapat kemerahan yang sudah membaik

didaerah luka infus sebelumnya. 2. Suhu 385 0C 3. Pasien harum dan segar, kemerahan sudah

diolesi Caladin. 4. Pasien mengetahui tanda infeksi dan sudah bisa

menangani.

Ulfah 26 Juni 2013

Pukul 10.00 5. Mengganti NGT yang baru. 6. Mengukur suhu tubuh.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 10.20 5. NGT H-0 (26/6/13), tidak ada infeksi disekitar

selang NGT di hidung dan pipi. 6. Suhu 381 0C Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 12.10 7. Ceftazidime 80 mg melalui Intra Vena sudah

masuk, anak tidak menangis. Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 12.00 7. Mengelola pemberian Ceftazidime 80 mg melalui

Intra Vena.

Ulfah

Page 103: Humpty Dumpty

90

No SOAP Implementasi Evaluasi Ceftazidime

3x80mg dan Cloramphenicol 2x65 mg.

5. Ganti NGT yang baru.

Pukul 14.00 S : - O : Tidak ada tanda dan gejala infeksi.

Terpasang NGT H-0 (26/6/13). Terpasang IV cateter di kaki kiri H-1 (25/6/13)

cairan DS ½ NS 12 tpm, kondisi bersih, kering.

Suhu 38 0C A : Resiko infeksi tidak terjadi. P : Pertahankan kondisi!

Ulfah

Page 104: Humpty Dumpty

91

Tabel 23.1. Catatan Perkembangan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan

No SOAP Implementasi Evaluasi 6. 25 Juni 2013

Pukul 06.00 S : Ibu pasien

mengatakan, “Anak saya masih dibantu bila miring.”

O : Pasien belum bisa melakukan makan sendiri, duduk. Miring dibantu oleh ibu.

A : Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan teratasi sebagian.

25 Juni 2013 Pukul 07.00 1. Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk

setiap pencapaian yang positif.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 07.15 1. Ibu memuji dan mengajak pasien untuk megeja

nama “mamak-bapak”, pasien hanya mampu bergumam.

Ulfah 25 Juni 2013

Pukul 10.00 1. Memberikan stimulus perkembangan dengan

memegang kubus dan memindahkan kubus.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 10.15 2. Anak sudah bisa memegang kubus, namun

genggaman masih lemah, belum bisa memindahkan kubus.

Ulfah 25 Juni 2013

Pukul 13.00 2. Memotivasi keluarga untuk menstimulasi anak.

Ulfah

25 Juni 2013 Pukul 13.10 3. Keluarga akan menstimulasi anak agar

perkembangannya membaik.

Ulfah

Page 105: Humpty Dumpty

92

No SOAP Implementasi Evaluasi P : Lanjut intervensi

1. Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.

2. Berikan stimulus perkembangan anak.

3. Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.

Pukul 14.00 S : - O : Pasien sudah bisa memegang kubus. A : Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

teratasi sebagain. P : Lanjut intervensi

1. Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.

2. Berikan stimulus perkembangan anak. 3. Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.

Ulfah

Page 106: Humpty Dumpty

93

Tabel 23.2. Catatan Perkembangan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan

No SOAP Implementasi Evaluasi 6. 26 Juni 2013

Pukul 06.00 S : Ibu mengatakan, “Saya

sudah melatih anak saya untuk menggenggam, memindahkan benda.”

O : Pasien sudah bisa menggenggam, mengoceh tidak spesifik.

A : Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan teratasi sebagian.

P : Lanjut intervensi 4. Dukung ibu dengan

memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.

5. Berikan stimulasi perkembangan anak.

6. Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.

26 Juni 2013 Pukul 07.00 1. Mendukung ibu dengan memberikan pujian

untuk setiap pencapaian yang positif.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 07.15 1. Ibu memberikan pujian kepada anaknya yang

sudah bergumam dan mau memainkan kedua tangannya.

Ulfah 26 Juni 2013

Pukul 09.00 2. Memberikan stimulus perkembangan anak

dengan kerincingan.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 09.15 2. Pasien mampu merespon bunyi dengan

menengok dan mampu memegang kerincingan dan memainkannya.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 13.00 3. Memotivasi keluarga untuk menstimulasi anak.

Ulfah

26 Juni 2013 Pukul 13.10 3. Ibu pasien sudah melakukan stimulasi dengan

menggunakan kerincingan dan mengajak komunikasi pasien.

Ulfah

Page 107: Humpty Dumpty

94

No SOAP Implementasi Evaluasi Pukul 14.00

S : - O : Pasien sudah bisa melakukan stimulasi

dengan kerincingan. A : Keterlambatan pertumbuhan dan

perkembangan teratasi sebagian. P : Lanjut intervensi

1. Berikan stimulus perkembangan anak. 2. Motivasi keluarga untuk menstimulasi

anak.

Ulfah

Page 108: Humpty Dumpty

BAB III

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan secara

komprehensif dan tindakan keperawatan selama 3 hari mulai tanggal 24 – 26 Juni

2013 telah ditetapkan data dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Pembahasan

ini adalah menerapkan tentang kesenjangan atau perbedaan antara teori yang ada

dengan kasus yang nyata dan di analisa secara ilmiah.

A. Proses Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai

sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

(Nursalam, 2013)

Dalam tahap pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa

metode yaitu: wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi

dokumentasi. Dimana dalam tahap pengumpulan data ini penulis tidak

menemui suatu hambatan apapun. Hal ini dikarenakan keadaan pasien

yang kooperatif sehingga memudahkan penulis dalam mengumpulkan

data. Adapun data yang penulis dapatkan sudah sesuai dengan teori, yaitu

bersumber dari pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, tim kesehatan

lain dan catatan medik pasien.

95

Page 109: Humpty Dumpty

96

Dari hasil pengkajian pada kasus, didapatkan data pada pasien

dengan ensefalitis disertai gizi kurang:

a. Data yang sesuai dengan teori Muttaqin (2008) serta Suhardjo (2010)

dan kasus

1) Demam

Demam adalah peningkatan abnormal suhu badan rektal

minimal 38 0C. Demam merupakan tanda adanya masalah yang

menjadi penyebab, bukan suatu penyakit, dan tidak terjadi

dengan sendirinya. Data klinis terkait menemukan tanda yang

menunjukkan keseriusan demam) misalnya, anak yang aktif dan

sadar memiliki suhu 40 0C secara umum kurang

mengkhawatirkan dibanding dengan bayi yang lesu dan letargik

dengan suhu 39 0C. (Muscari, 2005)

Demam merupakan gejala suatu penyakit akibat reaksi

tubuh untuk melawan infeksi atau penyakit, yang disebabkan

oleh infeksi virus atau bakteri. Ketika melawan penyakit atau

infeksi yang masuk, tubuh akan mengeluarkan sejumlah panas ke

kulit tubuh. Jadi, demam adalah proses alami tubuh untuk

melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam biasanya

tidak berbahaya, kecuali bila suhunya mencapai lebih dari 41 0C.

(Suririnah, 2009)

Pada ensefalitis, demam terjadi karena virus atau bakteri

masuk jaringan otak secara local, hematogen, dan melalui saraf-

Page 110: Humpty Dumpty

97

saraf sehingga menyebabkan peradangan di otak. Hal ini memicu

terjadinya reaksi kuman pathogen yang menimbulkan suhu tubuh

meningkat. (Muttaqin, 2008)

Hasil pemeriksaan fisik An. “N” yang mendukung data

demam, meliputi: suhu tubuh 38 0C, kulit teraba panas dan

kemerahan. Ibu pasien mengatakan bahwa, anaknya mengalami

panas sejak seminggu yang lalu, panas berkisar antara 37,7 0C

sampai 38,5 0C.

2) Penurunan berat badan

Penurunan berat badan adalah gejala nonspesifik, yang bisa

berhubungan dengan kelaianan pencernaan, kelainan sistemik

atau kadang-kadang kelainan psikiatrik dengan adanya

penurunan nafsu makan. (Davey, 2011)

Penurunan berat badan yang terjadi pada ensefalitis disertai

gizi kurang disebabkan oleh peradangan di otak sehingga pada

saraf-saraf otak terutama saraf cranial V dan IX mengalami

kerusakan. Kerusakan saraf cranial V akan mengakibatkan anak

kesulitan mengunyah sedangkan kerusakan saraf cranial IX akan

berdampak kesulitan makan pada anak. Apabila anak mengalami

kerusakan ke-dua saraf tersebut maka terjadi d efisiensi kalori

yang lama sehingga mengakibatkan pemenuhan nutrisi akan

Page 111: Humpty Dumpty

98

kurang dari kebutuhan tubuh. Hal ini menyebabkan penurunan

berat badan pada anak. (Muttaqin, 2008)

Penurunan berat badan pada An. “N” didukung dengan

data: sebelum masuk Rumah Sakit, pasien mengalami diare lebih

dari lima kali, berat badan pasien 5,6 kg yang seharusnya berat

badan ideal anak adalah 9,6 kg yang dihitung menggunakan

rumus Berat Badan Ideal Anak (BBI Anak) yakni: 2n + 8. Pasien

mendapatkan diit TKTP dengan kebutuhan energi: 558 kkal/hari

yang diberikan melalui NGT.

3) Jaringan lemak terasa lunak dan otot-otot daging tidak kencang

Jaringan lemak atau adiposa adalah sebentuk jaringan ikat

yang dikhususkan untuk menimbun lipid. Meskipun banyak jenis

sel mengandung sedikit cadangan karbohidrat dan lipid, jaringan

lemak adalah cadangan energi tubuh yang paling besar. (Fawcett,

2002)

Jaringan otot yang mencapai 40% sampai 50% berat tubuh,

pada umumnya tersusun dari sel-sel kontraktil yang disebut

serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan

pergerakan dan melakukan pekerjaan. Fungsi dari otot, meliputi:

menghasilkan pergerakan, sebagai penopang tubuh dan

mempertahankan postur, dan sebagai produksi panas. (Sloane,

2004)

Page 112: Humpty Dumpty

99

Pada anak dengan gizi kurang, terjadi defisiensi kalori yang

lama sehingga mengakibatkan penghancuran jaringan lemak

yang dipergunakan sebagai pengganti karbohidrat dalam

memenuhi kebutuhan energi. Seiring dipergunakannya lemak

dalam waktu yang lama pula, lemak di bawah kulit menjadi

hilang. Selain itu berdampak pada penciutan atau pengecilan otot

karena tidak ada nutrisi yang mencukupi tubuh untuk tumbuh

dan berkembang. (Almatsier, 2004)

Data ini muncul karena asupan nutrisi dari An. “N” kurang

dari kebutuhan tubuh. Hasil pemeriksaan fisik yang telah

dilakukan terhadap An. “N” turgor kulit kembali lambat, teraba

jaringan lemak terasa lunak dan otot-otot daging tidak kencang.

Pasien lemas dan malas untuk melakukan aktivitas. Pasien hanya

tiduran saja di tempat tidur.

4) Kepandaian lebih lambat daripada normal

Ciri khas seorang bayi atau anak ialah bertumbuh dan

berkembang, tumbuh ialah proses bertambahnya ukuran berbagai

organ (fisik) disebabkan karena peningkatan ukuran masing-

masing sel dalam kesatuan sel yang membentuk organ tubuh atau

pertambahan, jumlah keseluruhan sel atau kedua-duanya.

Perkembangan adalah suatu proses pematangan majemuk yang

berhubungan dengan aspek diferensiasi bentuk atau fungsi

Page 113: Humpty Dumpty

100

termasuk dengan perubahan sosial dan emosi. Dengan demikian

proses perkembangan berhubungan dengan aspek nonfisik

seperti kecerdasan, tingkah laku dan lain-lain. (Supartini, 2004)

Pertumbuhan dan perkembangan pada anak terjadi mulai

dari pertumbuhan dan perkembangan secara fisik, intelektual,

maupun emosional. Pertumbuhan dan perkembangan secara fisik

dapat berupa perubahan ukuran besar kecilnya fungsi organ

mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh.

Pertumbuhan dan perkembangan intelektual anak dapat dilihat

dari kemampuan secara simbolik maupun abstrak, seperti

berbicara, bermain, berhitung, membaca, dan lain-lain.

Pertumbuhan dan perkembangan secara emosional anak dapat

dilihat dari perilaku sosial di lingkungan anak. (Alimul, 2008)

Adanya gizi kurang pada anak, selain mengakibatkan

penurunan berat badan dan jaringan lemak terasa lunak dan otot-

otot daging tidak kencang berdampak pada tingkat kepandaian

yang menurun. Perlunya asupan nutrisi yang seimbang, agar sel-

sel otak tumbuh maksimal dan secara otomatis kecerdasan anak

juga maksimal. Nutrisi yang baik pada balita yaitu dengan cara

menjamin asupan AA dan DHA selama masa pertumbuhan sel

otak anak masih berlangsung (masa balita) harus sesuai dengan

kebutuhan anak. Jangan sampai berlebihan dan kekurangan.

Karena bila hal itu terjadi justru akan membahayakan kesehatan

Page 114: Humpty Dumpty

101

anak itu sendiri. Apabila pemenuhan nutrisi anak kurang dari

kebutuhan tubuh, maka akan berpengaruh pada perkembangan

sel-sel otak anak sehingga kepandaian anak menjadi lebih lambat

daripada normal.

Pada pengkajian DDST, An. ”N” memiliki banyak

keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan dalam empat

sektor, yakni: motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan sosial

yang dituliskan dengan lambang ”P” (Pass atau lewat: tidak

mampu melakukan kriteria penilaian). Berdasarkan hasil

interpretasi hasil DDST tersebut, dapat disimpulkan bahwa An.

”N” mengalami Global Developmental Delay.

b. Data yang ada dalam teori Muttaqin (2008) serta Suhardjo (2010)

tetapi tidak ada dalam kasus

1) Muntah

Muntah adalah gejala umum dari virus lambung dan

seharusnya tidak berlangsung lebih lama dari 24 jam. Demam

ringan atau diare bisa menyertai mual dan muntal. (Purwoko,

2007)

Muntah adalah pengeluaran paksa makanan yang tercerna-

sebagian dan juga getah pencernaan dari saluran gastrointestinal

bagian atas. (Fried dan George J. Hademenos, 2011)

Page 115: Humpty Dumpty

102

Muntah terjadi karena proses di mana terjadi kontraksi yang

kuat dari diafragma dan otot abdomen tanpa evakuasi isi

lambung. Muntah diawali ketika pusat muntah di medula

oblongata distimulasi, baik secara langsung (muntah sentral) atau

melalui berbagai serat aferen (muntah refleks). Muntah akibat

berbagai hal diperantarai oleh berbagai jalur dan transmitor.

Terapi terbaik adalah langsung pada penyebabnya. (Grace dan

Neil R. Borley, 2011)

Pasien tidak mengalami muntah, sebelum, pada, dan selama

pemberian nutrisi melalui NGT. Nutrisi diberikan setiap tiga jam

sekali (90 cc) dan diberikan dengan porsi sedikit-sedikit tapi

sering, yaitu setiap 1,5 jam dengan 45 cc. Ibu pasien mengatakan

bahwa, sebelum masuk Rumah Sakit, pasien mengalami muntah

tiap makan dan minum. Setelah dirawat di Rumah Sakit pasien

tidak muntah lagi.

2) Kejang

Kejang adalah kelainan sistem sarat pusat yang terjadi

secara mendadak dengan manifestasi klinik kehilangan

koordinasi neuromotorik. Kejang dapat diikuti kehilangan atau

penurunan kesadaran; dan terjadi berulang. (Manuba dan Ida

Ayu Chandranita Manuba, 2007)

Page 116: Humpty Dumpty

103

Serangan kejang (seizure) merupakan badai arus listrik di

dalam otak, terdiri atas pelepasan muatan yang abnormal atau

berlebihan dari neuron. Otak dibanjiri oleh aktivitas yang kacau

dan tidak teratur sehingga timbul serangan kejang. Oleh karena

iru, serangan kejang lebih merupakan gejala dari penyakit.

(Oman, et all. 2008)

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan

sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal

dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Betz dan Linda

A. Sowden, 2009)

Pada ensefalitis, kejang terjadi karena virus atau bakteri

masuk jaringan otak secara local, hematogen, dan melalui saraf-

saraf sehingga menyebabkan peradangan di otak. Hal ini memicu

terjadinya iritasi korteks serebral area fokal. (Muttaqin, 2008)

Kejang fokal terjadi karena lepas muatan listrik dimulai

dari daerah fokus kejang di otak unilateral: lobus temporalis,

lobus frontalis, korteks motorik, dan lain-lain. Jadi kejang pada

penderita yang dimulai dengan kejang lengan kanan disertai aura

berupa perasaan seperti mengecap permen merupakan kejang

parsial, menandakan adanya lesi pada lobus frontalis atau lobus

temporalis. Sedangkan kejang parsial terjadi disertai gangguan

kesadaran dikenal sebagai kejang parsial kompleks, dan tidak

harus dibedakan dengan kejang parsial sederhana yang tidak

Page 117: Humpty Dumpty

104

disertai gangguan kesadaran. (Weiner dan Lawrence P. Levitt,

2001)

Berdasarkan pengkajian kepada An. ”N”, pasien tidak

mengalami kejang. Ibu pasien mengatakan bahwa, sebelum

masuk Rumah Sakit, pasien mengalami kejang empat kali (±3

menit) diantara kejang An. ”N” tidak sadar (kejang parsial).

Setelah dirawat di Rumah Sakit pasien tidak mengalami kejang

lagi.

3) Afasia

Afasia adalah kehilangan kemampuan sebagian atau

seluruhnya untuk menggunakan atau mamahami bahasa. Ini

menunjukkan putusnya proses asosiatif yang disebabkan oleh

kerusakan otak organik. (Semiun, 2010)

Afasia merupakan kelainan yang muncul akibat kerusakan

dari bagian otak yang mengurusi masalah berbahasa. Afasia

umumnya terjadi mendadak, sering kali muncul sebagai akibat

dari stroke atau cedera kepala. Meski demikian, afasia dapat pula

muncul secara perlahan seperti pada kasus tumor otak, demensia,

dan infeksi. Kelainan ini mengganggu ekspresi dan pemahaman

bahasa termasuk dalam hal membaca dan menulis. (Satyanegara,

2010)

Page 118: Humpty Dumpty

105

Gangguan wicara berkaitan dengan gangguan pada otak.

Gangguan ini terjadi karena pecahnya pembuluh darah,

tersumbatnya pembuluh darah, atau terhambatnya aliran oksigen

pada otak. Jika terjadi kerusakan pada hemisfer kiri, timbullah

gangguan wicara yang dinamakan afasia. Penderita afasia masih

dibedakan atas penderita afasia Broca dan afasia Wernicle,

bergantung pada bagian otaknya yang mana yang mengalami

kerusakan. (Kushartanti, dkk, 2005)

Pasien memang belum dapat tumbuh sesuai dengan tingkat

pertumbuhan dan perkembangan yang normal, terutama sektor

bahasa, namun An. ”N” sudah dapat menangkap respon yang

diberikan orang terdekat (Ibu, Ayah, dan nenek) dengan

bergumam. An. ”N” menatap orang yang mengajaknya

berkomunikasi dengannya.

4) Ataksia

Ataksia adalah inkoordinasi gerakan kompleks, misalnya

ketidakmampuan berjalan mengikuti garis lurus. (Davey, 2011)

Ataksia merupakan gangguan koordinasi dan irama.

Beberapa bagian susunan saraf pusat berperan dalam proses

koordinasi suatu gerakan, oleh karenanya ataksia dapat

diakibatkan oleh gangguan fungsi pada berbagai tingkat

neuraksia. Cara yang paling baik untuk menentukan penyebab

Page 119: Humpty Dumpty

106

ataksia adalah dengan menentukan pada tingkat mana terjadi

gangguan tersebut. (Weiner dan Lawrence P. Levitt, 2001)

Pasien memang belum dapat tumbuh sesuai dengan tingkat

pertumbuhan dan perkembangan yang normal, terutama sektor

motorik kasar, namun An. ”N” dilatih oleh Ibu untuk

memposisikan anak miring kanan dan miring kiri, sehingga anak

terstimulasi untuk melakukannya sendiri.

5) Apatis

Apatis adalah tidak peka terhadap pengalaman-pengalaman

yang biasanya menimbulkan rasa senang dan rasa sakit.

Penampilan wajah individu yang apatis adalah kosong tanpa

ekspresi, dan individu yang menderita gangguan afektif ini tidak

memperlihatkan dorongan atau minat terhadap hal-hal yang

sebelumnya menarik baginya. (Semiun, 2010)

Pada ensefalitis dengan gizi kurang, apatis terjadi karena

virus atau bakteri masuk jaringan otak secara local, hematogen,

dan melalui saraf-saraf sehingga menyebabkan peradangan di

otak. Hal ini memicu terjadinya pembentukan eksudat dan

transudat kemudian menyebabkan edema serebral sehingga

kesadaran menurun. (Muttaqin, 2008)

An. ”N” merespon segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

Kesadaran anak sepenuhnya, Compos mentis dengan nilai GCS

Page 120: Humpty Dumpty

107

(Glasgow Coma Scale) 15 dengan nilai respon verbal 6

(mengikuti perintah), respon motorik 5 (sadar dan orientasi baik),

dan respon mata 4 (membuka mata secara spontan).

c. Data yang ada pada kasus, tetapi tidak ada dalam teori Muttaqin

(2008) serta Suhardjo (2010)

1) Konjungtiva anemis

Konjungtiva anemis biasanya menunjukkan hemoglobin

kurang dari 10 g/dL. (Davey, 2011)

Pasien pucat dan pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa

konjungtiva anemis. Hasil pemeriksaan laboratorium, nilai

Hemoglobin yaitu 9 g/dL pada tanggal 8 Juni 2013. Adanya hasil

Hemoglobin yang rendah menyebabkan konjungtiva menjadi

anemis.

2) Pemasangan NGT

Menurut Aziz (2011), NGT adalah kependekan dari

Nasogastric tube. Alat ini adalah alat yang digunakan untuk

memasukkan nutrisi cair dengan selang plasitic yang dipasang

melalui hidung sampai lambung. Ukuran NGT bayi yaitu 6 Fr.

Indikasi pasien yang di pasang NGT adalah diantaranya

sebagai berikut: pasien tidak sadar, pasien karena kesulitan

Page 121: Humpty Dumpty

108

menelan, pasien yang keracunan, pasien yang muntah darah, dan

pasien Pra atau Post operasi esophagus atau mulut.

Tujuan pemasangan NGT adalah sebagai berikut:

memberikan nutrisi pada pasien yang tidak sadar dan pasien yang

mengalami kesulitan menelan, mencegah terjadinya atropi

esophagus atau lambung pada pasien tidak sadar, untuk

melakukan kumbang lambung pada pasien keracunan, dan untuk

mengeluarkan darah pada pasien yang mengalami muntah darah

atau pendarahan pada lambung.

Agar memudahkan An. “N” mendapatkan asupan nutrisi

yang adekuat, maka dilakukan pemasangan NGT dengan

pemberikan setiap tiga jam sekali (90 cc) dan diberikan dengan

porsi sedikit-sedikit tapi sering. Pemasangan NGT pada An. ”N”

diharapkan dapat meningkatkan berat badan pasien sehingga

pasien menuju pada berat badan yang cukup sesuai usianya.

3) Pemasangan IV cateter

Indikasi pemasangan IV cateter adalah untuk pemberian

obat dan atau penggantian volume darurat, pemberian cairan,

transfuse penggantian, serta pemantauan tekanan vena sentral.

Prosedur pemasangan dengan mencari vena yang sesuai misalnya

vena sefalika dan balisika di lengan atau vena safena di tungkai.

(Haws, 2008)

Page 122: Humpty Dumpty

109

Pemasangan IV cateter pada An. “N” bertujuan untuk

memberi terapi cairan dan elektrolit bagi tubuh. Serta berfungsi

dalam memasukan terapi lain yang berulang melalui intra vena,

sehingga tidak dilakukan penusukan pada vena untuk injeksi

yang berulang yang dapat menjadi faktor resiko terhadap infeksi.

Terapi yang didapat An. “N” meliputi infus DS ½ NS, 12 tetes

per menit, obat injeksinya meliputi: Phenobarbital 2 x 25 mg

setiap 12 jam, Ceftazidime 3 x 30 mg setiap 8 jam,

Cloramphenicol 2 x 65 mg setiap 12 jam, dan Farmadol 60 mg

bila suhu lebih dari 37,5o C.

4) Terpasang kanul nasal 1 liter per menit

Terapi oksigen harus diberikan pada semua pasien dengan

syok, tetapi staf keperawatan yang terlibat harus waspada bila

masker oksigen atau tent dapat meningkatkan ansietas pasien dan

harus disiapkan untuk mengatasi kejadian ini. Kanula nasal

(selang bercabang) adalah alat aliran rendah yang murah dan

yang paling sering digunakan untuk menghantarkan oksigen.

Kanula memiliki selang sepanjang 0,6-1,3 cm dimasukkan ke

dalam lubang hidung. Satu sisi selang dihubungkan ke selang

oksigen dan suplai oksigen. (Berman, et all, 2009)

An. “N” diberikan terapi oksigen 1 liter per menit dengan

kanul nasal karena pasien memiliki riwayat syok. Ibu

Page 123: Humpty Dumpty

110

mengatakan bahwa pasien selama dirawat di Rumah Sakit tidak

mengalami syok seperti dahulu sebelum masuk rumah sakit.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari

individu atau kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat

menidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga

status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah.

(Nursalam, 2013)

Berdasarkan teori, pada pasien dengan ensefalitis disertai dengan

gizi kurang terdapat tujuh diagnosa keperawatan. Berdasarkan hasil

pengkajian muncul empat diagnosa keperawatan yang sesuai dengan

teori dan dua diagnosa keperawatan yang tidak ada pada teori.

Adapun diagnosa keperawatan yang penulis temukan yaitu:

a. Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan teori Nanda International

(2013) dan kasus

1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.

Page 124: Humpty Dumpty

111

Menurut Nanda International (2013), ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu kedaan

dimana individu tidak puasa, mengalami atau beresiko

mengalami penurunan berat badan karena intake makanan yang

tidak adekuat. (Carpenito, 2006)

Diagnosa keperawatan ini muncul karena adanya hasil yang

menunjukan bahwa status gizi pasien kurang, berat badan pasien

5,6 kg. Pasien mendapatkan diit TKTP dengan kebutuhan

energi: 558 kkal/hari. Nutrisi diberikan setiap tiga jam sekali (90

cc) dan diberikan dengan porsi sedikit-sedikit tapi sering, yaitu

setiap 1,5 jam dengan 45 cc melalui NGT.

2) Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak

kurang dari 1 tahun.

Menurut Carpenito (2009), risiko jatuh adalah kondisi

ketika individu sangat rentan mengalami jatuh.

Pasien berumur 8 bulan dan memiliki riwayat kejang. Pada

kasus yang dialami An. “N” didukung dengan data:

DS: -

Page 125: Humpty Dumpty

112

DO:

Pengkajian resiko jatuh (Humpty Dumpty) 24/6/13 total skor

19.

3) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan

dengan efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak

konsisten.

Menurut Nanda International (2013), keterlambatan

pertumbuhan dan perkembangan adalah penyimpangan atau

kelainan dari aturan kelompok usia.

Perubahan pertumbuhan dan perkembangan adalah keadaan

di mana seorang individu mempunyai atau berisiko untuk

mengalami kerusakan kemampuan untuk melakukan tugas dari

kelompok usianya atau mengalami kerusakan pertumbuhan.

(Carpenito, 2006)

Diagnosa keperawatan ini muncul karena adanya hasil yang

menunjukan bahwa pasien mengalami ganguan tumbuh

kembang, didukung dengan data pasien terpasang IV cateter,

NGT, dan kanul nasal; bentuk kepala microcephaly dengan

ukuran lingkar kepala 41 cm, Berat badan pasien 5,6 kg, tinggi

badan 62 cm, lingkar lengan atas 11,5 cm, lingkar dada 38 cm.

Usia pasien 8 bulan dan dari hasil pengkajian menggunakan

Page 126: Humpty Dumpty

113

lembar DDST didapatkan hasil anak adalah Global

Developmental Delay.

Hasil DDST: Global Develop Mental Delay

- Motorik kasar: duduk tanpa pegangan, berdiri dengan

pegangan, bangkit untuk berdiri, bangkit terus duduk.

- Motorik halus: menggaruk manik-manik, memindahkan

kubus, mengambil 2 kubus, membenturkan 2 kubus.

- Sosial: meniru bunyi kata-kata, papa/mama spesifik.

- Bahasa: berusaha mencapai keinginan, makan sendiri, tepuk

tangan, melambaikan tangan, menyatakan keinginan.

4) Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan

sekunder (penurunan Hb).

Menurut Nanda International (2013), resiko infeksi adalah

mengalami peningkatan risiko terserang organism patogenik.

An. “N” berada di lingkungan yang rentan akan penularan

infeksi, hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada

An. “N”. Pada kasus yang dialami An. “N” diagnosa resiko

infeksi didukung dengan data:

DS: -

DO:

Page 127: Humpty Dumpty

114

a) Pemeriksaan darah (kultur) = jenis kuman = negatif, kuman

tidak tumbuh.

b) Terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) cairan D ½ NS 12 tpm

ditangan kanan, kondisi baik, kering.

c) WBC 14,1 10^3/uL dan HgB 9,0 g/dL (8 Juni 2013).

b. Diagnosa keperawatan yang ada dalam teori Nanda International

(2013) tetapi tidak ada dalam kasus

1) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor

resiko peningkatan tekanan intracranial, aterosklerosis aortik.

Menurut Nanda International (2013), resiko

ketidakefektifan perfusi jaringan otak adalah beresiko

mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat

mengganggu kesehatan.

Diagnosa ini tidak muncul karena pasien dalam kesadaran

penuh yaitu Compos mentis dengan nilai GCS (Glasgow Coma

Scale) 15. Pasien dapat merespon segala sesuatu yang ada

disekitar pasien.

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

akumulasi secret, kemampuan buruk menurun akibat penurunan

kesadaran.

Page 128: Humpty Dumpty

115

Menurut Nanda International (2013), ketidakefektifan

bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk

membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk

mempertahankan bersihan jalan napas.

Diagnosa ini tidak muncul karena pasien tidak mengalami

batuk. Hal ini didukung dari ibu pasien yang menyatakan bahwa

anaknya tidak sesak nafas. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan

data: Respirasi 42x/menit, auskultasi paru vesikuler, tidak ada

suara nafas tambahan.

3) Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko gangguan

nutrisi atau status metabolic, hipertermia.

Menurut Nanda International (2013), resiko kerusakan

integritas kulit adalah berisiko mengalami perubahan kulit yang

buruk.

Diagnosa ini tidak muncul karena An. ”N” tidak mengalami

kerusakan integritas kulit. Pasien dimandikan dengan sabun oleh

Ibu pasien sehari 2 kali, rambut dibasahi ketika mandi. Setelah

mandi, An. ”N” diusapi minyak dan diberi bedak. Ibu menjaga

kebersihan pasien dengan mengganti pakaian setelah mandi dan

apabila pakaian basah setelah pasien mengompol.

Page 129: Humpty Dumpty

116

c. Diagnosa keperawatan yang ada pada kasus tetapi tidak ada dalam

teori Nanda International (2013)

1) Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).

Menurut Nanda International (2013), hipetermia adalah

peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.

Diagnosa hipertermi ini muncul karena pasien masih

mengalami peningkatan suhu tubuh. Hasil pengkajian terhadap

An. “N” didapatkan data pemeriksaan fisik, meliputi: suhu

tubuh 38 0C, kulit teraba panas dan kemerahan. Ibu pasien

mengatakan bahwa, anaknya mengalami panas sejak seminggu

yang lalu, panas berkisar antara 37,7 0C sampai 38,5 0C.

2) Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status

kesehatan anak.

Menurut Nanda International (2013), ansietas adalah

perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai

respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak

diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh

antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat

kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya

bahaya dan memampukan untuk bertindak menghadapi

ancaman.

Page 130: Humpty Dumpty

117

Ansietas adalah keadaan dimana individu atau kelompok

mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi

system saraf otonom dalam berespons terhadap ancaman yang

tidak jelas, nonspesifik. (Carpenito, 2006)

Diagnosa ansietas pada orangtua ini muncul karena pasien

adalah anak yang masih dibawah umur 1 tahun dan merupakan

anak yang disayangi bagi kedua orang tua sehingga orangtua

pasti khawatir dengan keadaan anaknya. Ditandai dengan ibu

khawatir dengan keadaan anaknya dan ibu bertanya “Saya

khawatir dengan kondisi anak saya karena panas tidak kunjung

turun tetapi naik turun.”

3. Perencanaan

Menurut Nursalam (2013), perencanaan meliputi pengembangan

strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-

masalah yang telah diidentifikasi pada diagnosis keperawatan. Tahap ini

dimulai setelah menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan

rencana dokumentasi. (Nursalam, 2013)

Sedangkan dalam menentukan tujuan yang akan dicapai penulis

menggunakan dasar SMART (Speciffic, Measurable, Achivable, Realistik,

Time limited). Dan untuk merencanakan tindakan keperawatan mencakup

Observasi, Nursing treatment, health education dan kolaborasi.

(Rokmah, dan Saiful Wahid, 2010)

Page 131: Humpty Dumpty

118

Data penyusunan rencana tindakan keperawatan untuk masing-

masing diagnosa keperawatan yang muncul sudah disesuaikan dengan

teori. Pada diagnosa keperawatan tertentu ada perubahan pada rencana

tindakan keperawatan karena disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi

pasien.

Adapun masalah keperawatan sesuai prioritas adalah:

a. Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.

c. Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan

anak.

d. Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak

kurang dari 1 tahun.

e. Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan

sekunder (penurunan Hb).

f. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan

efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten.

Pembahasan perencanaan sebagai berikut:

a. Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).

Page 132: Humpty Dumpty

119

Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa

pemberian terapi Paracetamol 60 mg melalui oral setiap 4 jam dan

Farmadol 60mg melalui Intra Vena bila suhu lebih dari 37,5oC akan

membantu menurunkan panas pada pasien sehingga tubuh akan

berespon mengeluarkan panas dan menjadikan suhu tubuh menurun,

dengan demikian diharapkan suhu tubuh pasien menurun, dengan

criteria hasil:

1) Suhu 37,5 oC – 38,5 0C

Penulis menetapkan suhu dengan criteria di atas disebabkan

bahwa pasien sudah tiga hari mengalami panas yang suhunya

berkisar 37,5 oC – 38,5 0C, bila suhu yang ditetapkan

menggunakan standart suhu normal yaitu 36,5 oC – 37,5 0C,

criteria ini terlalu berat untuk keadaan pasien yang

mengaharuskan pasien berada dalam suhu normal dalam waktu

tiga hari perawatan.

2) Tidak ada perubahan warna kulit

3) Nadi 100-160 x/menit

4) Respirasi 30-60 /menit

5) Ibu dapat mengontrol panas anak dengan kompres air hangat.

Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions

Classification (NIC), Fourth Edition (2004), dan kasus:

1) Monitor suhu secara kontinyu setiap 4 jam.

Page 133: Humpty Dumpty

120

Adanya peningkatan suhu pasien setiap perbedaan waktu ketika

dilakukan pemeriksaan tanda vital, akan berguna untuk

menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi

hipertermi. Terapi Paracetamol 60 mg melalui oral dapat

diberikan secara tepat setiap 4 jam sekali dan dilakukan kompres

hangat pada pasien untuk menurunkan suhu tubuh pasien.

2) Monitor warna dan suhu kulit.

Panas yang dihasilkan tubuh pasien akan menyebabkan

perubahan warna kulit pada pasien. Untuk itu perlunya

memonitor perubahan warna kulit terutama ketika pasien

mengalami peningkatan suhu.

3) Kompres pasien pada lipatan aksila dengan kompres hangat.

Selain menggunakan antipiretik untuk menurunkan panas.

Kompres hangat juga membantu kulit vasodilatasi sehingga

panas yang ada di dalam tubuh berpindah ke luar. Sehingga suhu

tubuh akan menurun dengan dilakukannya kompres hangat.

4) Ajarkan keluarga meningkatkan intake cairan dan nutrisi.

Cairan berguna untuk mengurangi suhu tubuh yang tinggi

dengan rehidrasi cairan sedangkan pemenuhan nutrisi membantu

metabolisme tubuh sehingga tubuh memiliki energi untuk

mempertahankan suhu tubuh yang normal.

Page 134: Humpty Dumpty

121

5) Kelola pemberian antipiretic: Paracetamol 60 mg melalui oral

setiap 4 jam dan Farmadol 60mg melalui Intra Vena bila suhu

lebih dari 37,5oC.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.

Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa

pemberian nutrisi anak melalui NGT akan mengefektifkan

pemenuhan nutrisi sesuai jumlah asupan yang diperlukan tubuh yaitu

558 kkal/hari dengan 90 cc setiap 3 jam sehingga pemberian nutrisi

yang rutin kepada pasien diharapkan kebutuhan nutrisi dapat

optimal, dengan criteria hasil:

1) BB = 5,6-6,2 kg

2) Porsi makan dapat dihabiskan diit 90 cc setiap 3 jam

3) Mukosa bibir lembab

4) Status gizi baik

5) Pasien tidak aspirasi

Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions

Classification (NIC), Fourth Edition (2004) dan kasus:

1) Kaji berat badan.

2) Berikan makanan yang hangat.

Page 135: Humpty Dumpty

122

3) Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan sedikit-sedikit

tapi sering.

Intervensi yang ada dalam teori Nursing Interventions

Classification (NIC), Fourth Edition (2004), tetapi tidak ada dalam

kasus:

1) Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk, dan adanya

secret.

Pasien mampu menelan dan memiliki reflex batuk yang baik.

2) Berikan makanan dengan cara meninggikan kepala.

Pasien sudah dalam posisi kepala lebih atas dari pada kaki

dengan diberi alas kain yang tebal oleh Ibu sehingga anak tidak

akan tersedak ketika diberi makan lewat selang NGT.

3) Mulailah untuk memberikan makan per oral setengah cair dan

makanan lunak ketika klien dapat menelan air.

An. “N” sudah diberikan makanan setengah cair yang diberikan

melalui NGT, berupa susu formula dengan diit TKTP.

4) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui

IV atau makanan melalui selang.

Pasien sudah terpasang IV cateter di tangan kanan tanggal 24

Juni 2013 dan selang NGT hari ke-6 pada tanggal 24 Juni 2013.

Page 136: Humpty Dumpty

123

Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada dalam teori

Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition (2004),

penulis merencanakan intervensi dengan teori Doengoes (2000):

1) Kaji jumlah asupan kalori anak.

Asupan kalori yang sesuai dengan kebutuhan anak akan

membantu dalam peningkatan berat badan anak.

2) Kelola pemberian diit: TKTP melalui NGT setiap 3 jam.

Pemberian diit TKTP akan meningkatkan berat badan anak.

c. Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan

anak.

Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa

pengetahuan dan pemahaman orang tua tentang kesehatan anak akan

bertambah dengan penjelasan atau informasi tentang kondisi

kesehatan anak, sehingga dengan pemahaman orang tua tersebut

diharapkan kecemasan orang tua berkurang, dengan criteria hasil:

1) Orang tua mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala

cemas.

2) Wajah rileks.

3) Orang tua mampu mengontrol kecemasan.

Page 137: Humpty Dumpty

124

Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions

Classification (NIC), Fourth Edition (2004) dan kasus:

1) Gunakan pendekatan yang menyenangkan.

Pembinaan hubungan saling percaya dengan orang tua yang baik

akan mempererat hubungan antara perawat keluarga pasien.

2) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama

prosedur.

Mengurangi kekhawatiran terhadap tindakan yang akan

dilakukan kepada pasien.

3) Ajarkan untuk menggunakan teknik relaksasi.

Mengurangi ketegangan sehingga pikiran menjadi rileks.

4) Libatkan keluarga untuk menemani pasien.

Kedekatan ibu anak akan mengurangi tingkat kecemasan.

d. Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak

kurang dari 1 tahun.

Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa

anak dengan usia kurang dari satu tahun akan beresiko untuk

terjadinya jatuh serta didukung dengan data memiliki riwayat kejang.

Sehingga dalam waktu yang singkat, diperlukan dukungan keluarga

untuk melindungi anak, pasien akan merasa aman dengan adanya

Page 138: Humpty Dumpty

125

orang tua yang menemani pasien selama perawatan, diharapkan

resiko jatuh tidak terjadi, dengan criteria hasil:

1) Pasien aman dari jatuh.

2) Keluarga menemani pasien.

3) Handrail terpasang di sisi tempat tidur.

Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions

Classification (NIC), Fourth Edition (2004) dan kasus:

1) Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang,

papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien.

2) Kelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.

Intervensi yang ada dalam teori Nursing Interventions

Classification (NIC), Fourth Edition (2004), tetapi tidak ada dalam

kasus:

1) Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot-otot muka

lainnya.

An. “N” tidak mengalami kejang sejak dirawat di Rumah Sakit,

pasien hanya mengalami demam.

2) Pertahankan bedrest total selama fase akut.

Keadaan pasien lemas, kesadaran compos mentis. Pasien dapat

beristirahat dan melakukan aktivitas yaitu tidur di tempat tidur.

Page 139: Humpty Dumpty

126

Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada dalam teori

Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition (2004),

penulis merencanakan intervensi berdasarkan Humpty Dumpty:

1) Pasang tanda resiko jatuh, segitiga warna kuning tempat tidur

pasien.

Adanya tanda peringatan tentang resiko jatuh, akan membantu

orang tua memperhatikan criteria resiko jatuh terutama bagi

keselamatan anak.

2) Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.

Kerterlibatan orang tua akan melindungi dan menjaga pasien

dari resiko jatuh.

3) Ajarkan keluarga untuk mengenali resiko jatuh terhadap anak.

Pengetahuan orang tua yang baik akan mengurangi resiko jatuh.

e. Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan

sekunder (penurunan Hb).

Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa

pemberian terapi antibiotic melalui Intra Vena: Ceftazidime 3x80 mg

dan Cloramphenicol 2x65 mg dapat mengurangi terjadinya infeksi

pada anak sehingga pasien dengan perawatan yang lama dan

terpasang NGT, infuse cateter, dan kanul nasal, tidak mengalami

tanda dan gejala infeksi noosokomial. Supaya pasien tidak terkena

Page 140: Humpty Dumpty

127

infeksi nosokomial maka dilakukan perawatan terutama tentang

kebersihan diri dan kondisi dari daerah insersi yang dimiliki anak,

dengan demikian diharapkan infeksi tidak terjadi, dengan criteria

hasil:

a) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

b) Pasien terlihat bersih, wangi dan rapi setelah dimandikan.

c) Leukosit 4,0-11,0 10^3/uL

Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions

Classification (NIC), Fourth Edition (2004) dan kasus:

1) Monitor tanda dan gejala infeksi serta suhu tubuh.

2) Kelola pemberian antibiotic: Ceftazidime 3x80 mg melalui Intra

Vena dan Cloramphenicol 2x65 mg melalui Intra Vena.

Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada dalam teori

Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition (2004),

penulis merecanakan intervensi dengan teori Doengoes (2000):

1) Batasi pengunjung.

Membatasi pengunjung mengurangi kontak penularan infeksi.

2) Motivasi keluarga agar pasien berkeinginan untuk istirahat.

Istirahat yang cukup mampu membuat perasaan nyaman dan

tubuh segar.

Page 141: Humpty Dumpty

128

3) Ajarkan keluarga tanda, gejala infeksi dan pencegahan infeksi.

Peningkatan pengetahuan keluarga akan meminimalkan

terjadinya infeksi.

f. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan

efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten.

Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa

keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan

waktu yang lama untuk mencapai mendekati atau normal, sehingga

dalam waktu yang singkat, penulis melakukan stimulasi pada anak

dengan rutin dan mempertimbangkan kemampuan anak, hal ini

diharapkan pasien dapat terstimulasi sesuai kemampuan dalam

pertumbuhan dan perkembangan, dengan criteria hasil:

a) Mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai kemampuan

anak.

b) Orang tua memberikan stimulasi untuk perkembangan dan

pertumbuhan anak sesuai kemampuan.

Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions

Classification (NIC), Fourth Edition (2004) dan kasus:

1) Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian

yang positif.

Page 142: Humpty Dumpty

129

Intervensi yang ada dalam teori Nursing Interventions

Classification (NIC), Fourth Edition (2004), tetapi tidak ada dalam

kasus:

1) Bantu ibu dalam memberikan perawatan yang adekuat.

Ibu An. “N” sudah memberikan perawatan yang baik untuk

kebersihan anak juga dalam pemenuhan kebutuhan dasar

lainnya.

2) Libatkan orang terdekat dalam perawatan bayi.

An. “N” dirawat oleh Ibu selama di Rumah Sakit, nenek sering

membantu Ibu pasien untuk menunggui An. “N”, Ayah pasien

juga sering menengok dan mengajak bercanda anaknya.

3) Pantau keselamatan anak di dalam lingkungan rumah; libatkan

layanan perlindungan anak sesuai kebutuhan.

Saat di rumah, An. “N” selalu mendapatkan pengawasan yang

ketat oleh sang Ibu, bukan semata-mata over protective namun

Ibu pasien selalu mengawasi dan menjaga agar putrinya tidak

terjadi suatu apa. Begitupun di Rumah Sakit, Ibu pasien menjaga

pasien dengan baik, terutama menjaga dari risiko jatuh.

4) Pantau status nutrisi; kolaborasi dengan ahli gizi, kaji tehnik

pemberian makan ibu, dan bantu atau dorong ibu untuk memilih

makanan yang mengandung kalori dan nutrisi.

Page 143: Humpty Dumpty

130

Pemenuhan nutrisi sudah dilakukan dalam intervensi diagnosa

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,

sehingga dalam diagnosa ini tidak perlu dicantumkan kembali

intervensi yang sama.

Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada dalam teori

Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition (2004),

penulis merencanakan intervensi dengan teori Doengoes (2000):

1) Berikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan kepada

anak (asah).

Pemberian stimulasi yang rutin akan membantu anak merespon

tindakan yang dilakukan kepada anak sehingga anak dapat

melanjutkan perkembangan dan pertumbuhan sesuai usianya.

2) Berikan kasih sayang (asah).

Pemberian kasih sayang kepada anak akan mempererat

hubungan antara Ibu dan anak, perawat dan anak sehingga

dalam melakukan stimulasi akan mempermudah komunikasi

dengan anak.

3) Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.

Keluarga yang memperhatikan perkembangan anak akan

termotivasi untuk menstimulasi anak.

Page 144: Humpty Dumpty

131

4. Pelaksanaan

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk

mencapai tujuan yang spesifik. (Nursalam, 2013)

Tahap ini merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah

ditetapkan agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi secara optimal. Setiap

implementasi pada kasus ini telah disesuaikan dengan intervensi yang

telah dirumuskan.

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada An. “N” yang

berkesinambungan dengan adanya kerja sama yang baik antara penulis,

perawat bangsal, pembimbing lapangan maupun pembimbing akademik,

pasien dan keluarga, tenaga kesehatan lainnya, juga tidak terlepas dari

tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai sehingga membantu

terlaksananya rencana tindakan keperawatan yang dibuat.

Pelaksanaan merupakan tindakan yang nyata dilaksanakan untuk

memecahkan masalah yang berkaitan dengan keadaan kesehatan pasien.

Dalam tahap implementasi atau pelaksanaan keperawatan, penulis

melaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan. Juga ditambah

dengan beberapa, serta ada beberapa tindakan yang tidak sesuai rencana

yang disesuaikan dengan kondisi pasien.

Adapun pembahasan pelaksanaan masing-masing diagnosa yang

ada sebagai berikut:

Page 145: Humpty Dumpty

132

a. Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).

1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:

a) Memonitor suhu secara kontinyu setiap 4 jam.

b) Memonitor warna dan suhu kulit.

c) Mengompres pasien pada lipatan aksila dengan kompres

hangat.

d) Mengajarkan keluarga meningkatkan intake cairan dan

nutrisi.

e) Mengelola pemberian antipiretic: Paracetamol 60 mg melalui

oral setiap 4 jam dan Farmadol 60mg melalui Intra Vena bila

suhu lebih dari 37,5oC.

2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan

penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua

tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.

3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak

ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.

1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:

a) Mengkaji berat badan dan jumlah asupan kalori anak.

b) Memberikan makanan yang hangat.

Page 146: Humpty Dumpty

133

c) Menganjurkan keluarga untuk memberikan makanan sedikit-

sedikit tapi sering.

d) Mengelola pemberian diit: TKTP melalui NGT setiap 3 jam.

2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan

penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua

tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.

3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak

ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.

c. Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan

anak.

1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:

a) Mengguunakan pendekatan yang menyenangkan.

b) Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama

prosedur.

c) Mengajarkan untuk menggunakan teknik relaksasi.

d) Melibatkan keluarga untuk menemani pasien.

2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan

penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua

tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.

3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak

ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.

Page 147: Humpty Dumpty

134

d. Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak

kurang dari 1 tahun.

1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:

a) Memasang tanda resiko jatuh, segitiga warna kuning tempat

tidur pasien.

b) Melibatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.

c) Mengajarkan keluarga untuk mengenali resiko jatuh terhadap

anak.

d) Mengelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra

Vena.

2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan

penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua

tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.

3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak

ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.

e. Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan

sekunder (penurunan Hb).

1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:

a) Memonitor tanda dan gejala infeksi serta suhu tubuh.

b) Membatasi pengunjung.

c) Memotivasi keluarga agar pasien berkeinginan untuk

istirahat.

Page 148: Humpty Dumpty

135

d) Mengajarkan keluarga tanda, gejala infeksi dan pencegahan

infeksi.

e) Mengelola pemberian antibiotic: Ceftazidime 3x80 mg

melalui Intra Vena dan Cloramphenicol 2x65 mg melalui

Intra Vena.

2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan

penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua

tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.

3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak

ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.

f. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan

efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten.

1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:

a) Mendukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap

pencapaian yang positif.

b) Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan

kepada anak (asah).

c) Memberikan kasih sayang (asah).

d) Memotivasi keluarga untuk menstimulasi anak.

2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan

penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua

tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.

Page 149: Humpty Dumpty

136

3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak

ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,

rencana intervensi, dan implementasinya. Evaluasi sebagai sesuatu yang

direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan

klien. Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu

tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan keperawatan.

(Nursalam, 2013)

Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan rencana

keperawatan dalam melakukan tindakan keperawatan untuk memenuhi

kebutuhan pasien. Evaluasi proses dibuat untuk mengetahui keberhasilan

dari tindaan yang dilakukan. Sedangkan evaluasi hasil adalah merupakan

kedaan pasien sebagai respon terhadap penafsiran hasil evaluasi yaitu

tujuan kasus ini. Ada empat pilihan dalam menafsirkan hasil evaluasi

yaitu tujuan tercapai seluruhnya, tujuan tercapai sebagian, tujuan tidak

tercapai, dan muncul masalah baru.

Adapun evaluasi dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien

An. “N” yang penulis kelola adalah:

a. Diagnosa keperawatan dengan kriteria tujuan tercapai

Page 150: Humpty Dumpty

137

1) Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).

Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu suhu tubuh

pasien dalam rentang 37,5 oC – 38,5 0C, obat antipiretik

Paracetamol 60 mg setiap 4 jam melalui oral dan Farmadol 60

mg melalui Intra Vena bila suhu lebih dari 37,5oC rutin

diberikan kepada pasien, Ibu mampu melakukan kompres

hangat pada anak.

Kriteria tujuan yang tercapai adalah:

a) Suhu tubuh pasien 38 0C dengan rentang yang ditetapkan

penulis 37,5 oC – 38,5 0C.

b) Warna kulit tidak merah, sudah seperti warna kulit

biasanya.

c) Nadi 151x/menit dengan batas normal 100-160 x/menit.

d) Respirasi 42 x/menit dengan batas normal 30-60 /menit.

e) Ibu dapat mengontrol panas anak dengan kompres air

hangat dilipatan tubuh anak, meliputi: asksila, lipatan kaki,

leher, dan membalutkan waslap atau handuk mengitari

tubuh pasien.

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.

Page 151: Humpty Dumpty

138

Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu intake nutrisi

mampu habis, 90 cc setiap 3 jam melalui selang NGT dengan

pembagian diit sedikit-sedikit tapi sering sehingga dalam waktu

1,5 jam pasien mendapat 45 cc susu formula. Menunjukkan

adanya peningkatan berat badan, dan pasien tidak aspirasi

selama makan.

Kriteria tujuan yang tercapai adalah:

a) Peningkatan Berat Badan, saat dikaji tanggal 22 Juni 2013

berat badan pasien 5,6 kg, setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam berat badan mampu naik

menjadi 5,8 kg.

b) Diit TKTP berupa susu formula, dapat dihabiskan 90 cc

setiap 3 jam melalui selang NGT.

c) Pasien tidak aspirasi selama, saat, setelah, dan makan.

3) Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status

kesehatan anak.

Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu orang tua

pasien mengerti dengan tindakan yang dilakukan kepada An.

“N”, orang tua pasien mengatakan sudah tidak cemas lagi

dengan keadaan anaknya setelah diberi penjelasan mengenai

anaknya.

Page 152: Humpty Dumpty

139

Kriteria tujuan yang tercapai adalah:

a) Orang tua mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala

cemas dengan alasan bahwa mereka khawatir dengan anak

karena masih berusia kurang dari 1 tahun dan merupakan

anak yang mereka sayangi.

b) Wajah orang tua pasien rileks.

c) Orang tua mampu mengontrol kecemasan dengan tehnik

relaksasi secara mandiri.

4) Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak

kurang dari 1 tahun.

Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu orang tua

pasien mengerti bahwa An. “N” beresiko untuk mengalami jatuh

dikarenakan pasien berumur dibawah 1 tahun dan memiliki

riwayat kejang, orang tua pasien selalu menemani pasien dan

menjaga pasien.

Kriteria tujuan yang tercapai adalah:

a) Orang tua selalu menjaga pasien sehingga An. “N” aman

dari jatuh.

b) Keluarga menemani pasien.

c) Handrail terpasang disisi tempat tidur.

Page 153: Humpty Dumpty

140

b. Diagnosa keperawatan dengan kriteria tujuan tercapai sebagian

1) Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan

sekunder (penurunan Hb).

Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu pasien bebas

tanda dan gejala infeksi, obat antibiotic: Ceftazidime 3x80 mg

melalui Intra Vena dan Cloramphenicol 2x65 mg melalui Intra

Vena rutin diberikan.

Kriteria tujuan yang telah teratasi adalah:

a) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

b) Pasien terlihat bersih, wangi dan rapi setelah dimandikan.

Kriteria tujuan yang belum teratasi adalah:

a) Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8 Juni 2013:

WBC 14,1 10^3/uL dengan batas normal Leukosit 4,0-11,0

10^3/uL.

Hemoglobin 9,0 g/dL dengan batas normal Hemoglobin

12,0 – 16,0 g/dL

Diagnosa ini teratasi sebagian karena adanya:

a) Faktor pendukung

(1) Keluarga dan pasien kooperatif.

(2) Adanya komunikasi dan hubungan yang baik antara

perawat, pasien dan keluarga.

(3) Adanya fasilitas yang memadai.

Page 154: Humpty Dumpty

141

b) Faktor penghambat

(1) Pasien masih menjalani perawatan dirumah sakit

dengan pemasangan IV cateter, kanul nasal, dan NGT.

(2) Pemeriksaan laboratorium untuk angka leukosit dan

hemoglobin belum ada rencana untuk dilakukan

pemeriksaan lagi.

2) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan

dengan efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak

konsisten.

Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu dalam waktu

yang singkat perawat bisa menstimulasi pertumbuhan dan

perkembangan anak dan anak mampu melakukan kegiatan

sesuai dengan kemampuan anak.

Kriteria tujuan yang telah teratasi adalah:

a) Mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai

kemampuan anak, meliputi:

(1) Anak menoleh kearah suara bunyi-bunyian.

(2) Anak mendengar jika diajak bicara dan memberikan

respon menatap yang mengajak komunikasi dan

bergumam.

(3) Anak mampu meraih benda yang diberikan dan

menggenggam kubus serta kerincingan.

Page 155: Humpty Dumpty

142

b) Orang tua memberikan stimulus untuk perkembangan dan

pertumbuhan anak sesuai kemampuan, meliputi:

(1) Mengajak komunikasi anak dengan bercerita dan

bercanda.

(2) Melatih anak unruk miring kanan dan miring diri

dengan bantuan orang tua.

(3) Menstimulasi dengan sumber suara menggunakan alat

permainan kerincingan.

Kriteria tujuan yang belum teratasi adalah:

a) Anak bisa melambaikan tangan dan bertepuk tangan.

b) Anak bisa menggaruk atau mengambil manik-manik.

c) Anak dapat meniru bunyi kata-kata.

Diagnosa ini teratasi sebagian karena adanya:

a) Faktor pendukung

(1) Pasien dan keluarga pasien kooperatif.

(2) Adanya fasilitas yang tersedia (mainan kubus dan

kerincingan).

b) Faktor penghambat

(1) Pasien mengalami penurunan berat badan, lemas,

aktivitas hanya di atas tempat tidur sehingga

pertumbuhan dan perkembangan anak tidak berjalan

sesuai dengan usianya.

Page 156: Humpty Dumpty

143

(2) Keterbatasan waktu untuk melakukan asuhan

keperawatan sehingga penulis memberikan

perencanaan selanjutnya bagi keluarga untuk terus

menstimulasi tumbuh kembang anaknya.

c. Diagnosa keperawatan dengan kriteria tujuan belum teratasi

Diagnosa keperawatan dengan kriteria tujuan belum teratasi tidak

ada dikarenakan semua diagnosa keperawatan teratasi sesuai dengan

kriteria hasil yang di terapkan penulis.

B. Dokumentasi

Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau

tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang buktibagi individu

yang berwenang. (Potter, 2005)

Dokumentasi merupakan kumpulan informasi kesehatan dan kesehatan

pasien yang dilakukan perawat sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat

terhadap asuhan keperawatn yang dilakukan perawat terhadap pasien dalam

melakukan asuhan keperawatan.

Dokumentasi merupakan kumpulan informasi kesehatan pasien yang

dilakukan perawat sebagai penanggung jawab dan penanggung gugat

Page 157: Humpty Dumpty

144

terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan perawat terhadap pasien dalam

melakukan asuhan keperawatan.

Dokumentasi yang penulis gunakan berorientasi pada masalah

keperawatan. Pada kasus ini penulis mendokumentasikan secara lengkap

sesuai tahap-tahap proses keperawatan antara lain:

1. Pengkajian

Penulis mendokumentasikan semua data yang ditemukan baik data

subjektif maupun data objektif yang ditemukan saat pengkajian.

2. Diagnosa Keperawatan

Penulis menuliskan analisa data dan urutan diagnosa keperawatana

berdasarkan prioritas masalah. Diagnosa dituliskan secara lengkap

dengan adanya unsur masalah (problem), penyebab (etiologi), dan data

senjang (symtom).

3. Perencanaan

Pada tahap perencanaan penulis mendokumentasikan tujuan dari rencana

keperawatan yang meliputi karakterisik SMART, intervensi keperawatan

dengan karakteristik ONEC, dan rasional setiap intervensi keperawatan

yang disusun.

4. Implementasi

Pada Implementasi, penulis mendokumentasikan semua tindakan yang

dilakukan pada pasien kelolaan dalam buku status pasien dan dalam

asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis hal yang

Page 158: Humpty Dumpty

145

didokumentasikan meliputi: tanggal, jam, jenis tindakan, nama dan paraf

penulis.

5. Evaluasi

Pada evaluasi, yang dilakukan menulis terdiri atas evaluasi proses dan

evaluasi hasil. Dimana evaluasi didokumentasikan dalam bentuk

pendokumentasian SOAP.

Pada pasien kelolaan telah dilakukan pendokumentasian secara lengkap

dengan mencantumkan tanggal, jam, respon pasien terhadap tindakan

keperawatan yang dilakukan, paraf dan nama terang pada buku status

pasien dan dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis.

Page 159: Humpty Dumpty

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelayanan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat

memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan kepuasan

pelayanan kesehatan dan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk,

serta penyelenggaraanya sesuai dengan kode etik profesi yang telah

diterapkan.

Dari hal-hal tersebut maka setiap perawat dituntut untuk mempunyai

keterampilan dan pengetahuan yang memadai, sehingga tercapai kesembuhan

dan kemandirian yang optimal.

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien An. “N” dengan

“Ensefalitis disertai Gizi Kurang” selama 3 hari sejak tanggal 24 Juni 2013

sampai 26 Juni 2013 secara komprehensif di Ruang Melati 2 RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta, penulis menemukan beberapa pengalaman nyata

mengenai proses keperawatan dimulai dari tahap pengkajian sampai evaluasi

serta pendokumentasian.

146

Page 160: Humpty Dumpty

147

1. Pengkajian

Format pengkajian dalam asuhan keperawatan yang penulis gunakan

mencakup aspek bio-psiko-sosial-spiritual dan intelektual. Untuk

merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada pasien maka

pengkajian yang dilakukan perawat harus lengkap, beberapa metode yang

dapat digunakan untuk memperoleh data yang akurat adalah dengan

wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumentasi,

sedangkan sumber data diperoleh dari pasien, keluarga pasien, tim

kesehatan, dan buku status kesehatan pasien. Pengkajian yang dilakukan

pada An. “N” dengan “Ensefalitis disertai Gizi Kurang” mencakup

keluhan utama, riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

diagnostic, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, dan aspek ansietas

orang tua anak.

Pada kasus keperawatan yang penulis kelola, pasien dan keluarga

pasien kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan perawat

dan sangat membantu perawat. Oleh sebab itu perawat bisa menggali

sebanyak-banyaknya informasi baik dari pasien sendiri maupun dari

keluarga pasien. Data yang informasi yang didapat dari pasien dan

perawat ini nantinya akan dijadikan data dasar dalam melakukan

perencanaan dan implementasi pada masalah pasien.

Page 161: Humpty Dumpty

148

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau

status kesehatan pasien yang aktual dan potensial, dimana pemecahannya

dapat dilakukan dalam batas waktu wewenang perawat. Adapun diagnosa

keperawatan diangkat sudah dirumuskan secara lengkap meliputi

masalah, penyebab, dan data senjang. Dalam menegakan diagnosa

keperawatan pada pasien harus memperhatikan kebutuhan dasar manusia

berdasar kebutuhan dasar hierarki Maslow. Prioritas tertinggi diberikan

pada diagnosa yang mengancam keselamatan jiwa pasien.

Penulis mengangkat 6 diagnosa pada tanggal 24 Juni 2013:

a. Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.

c. Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan

anak.

d. Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak

kurang dari 1 tahun.

e. Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan

sekunder (penurunan Hb).

f. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan

dengan efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak

konsisten.

Page 162: Humpty Dumpty

149

3. Perencanaan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah–masalah yang

diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah

menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana

dokumentasi.

Dalam menyusun rencana penulis mengingat dan

mempertimbangkan latar belakang pendidikan, kondisi pasien, kebutuhan

pasien, dan keluarga pasien terutama dalam setiap menetapkan health

education dalam rencana, penulis mempertimbangkan tingkat

pengetahuan pasien dan kemampuan pasien sehingga health education

tersebut nantinya bisa dimengerti pasien dan keluarga. Perencanaan yang

dibuat oleh penulis dimasukan dalam tiap diagnosa sehingga

pelaksanaanya bisa terorganisir.

Pada perencanaan penulis mencantumkan tujuan, kriteria hasil, dan

rencana tindakan. Perencanaan mengacu pada diagnosa keperawatan

yang muncul. Perencanaan yang ditetapkan telah mencakup prioritas

masalah dan tujuan berdasar kriteria SMART yaitu Spesifik, Measurable,

Achivable, Rational, Time limited. Pada intervensi juga sudah mencakup

empat aspek yaitu Observasi, Nursing treatment, Health Education, dan

Kolaborasi.

Page 163: Humpty Dumpty

150

Dalam hal ini penulis mengusahakan kelengkapan isi perancanaan

tersebut. Dalam kasus yang dikelola, penulis menambahkan intervensi

atau rencana sendiri pada beberapa diagnosa.

4. Implementasi

Pelaksanaan yang dilakukan penulis pada pasien sesuai dengan

rencana yang telah disusun dan telah sesuai teori yaitu Observasi,

Nursing treatment, Helth Education dan Kolaborasi tetapi tidak semua

intervensi dilakukan setiap melakukan asuhan keperawatan. Penulis

selalu memberikan health education pada setiap melakukan tindakan

keperawatan yaitu menjelaskan pada pasien tentang prosedur apa yang

akan dilakukan pada pasien, penulis mempertimbangkan tingkat

pengetahuan pasien, latar belakang juga kondisi pasien dan keluarga

pasien hal ini supaya pasien dan keluarga pasien mudah menerima dan

menyerap anjuran yang diberikan penulis.

Dalam melakukan setiap tindakan keperawatan diharapkan

diharapkan harus sesuai dengan prinsip dan prosedur Rumah Sakit.

Sedangkan dari penyuluhan, mendorong keluarga pasien untuk merubah

pola hidup mereka menjadi lebih sehat. Hal yang penting lainnya yaitu

diharapkan keluarga mampu meningkatkan kebiasaan hidup bersih dan

sehat dalam keluarga pasien sehingga dapat meminimalisir terjadinya

infeksi pada pasien serta meningkatkan derajat kesehatan keluarga.

Selanjutnya, sarana dan prasarana yang lengkap dapat menunjang

Page 164: Humpty Dumpty

151

kelancaran pemberian asuhan keperawatan. Dalam

mengimplementasikan rencanan keperawatan, sehingga pasien

diharapkan pasien mendapatkan kualitas asuhan keperawatan yang

optimal dari penulis (pemberi asuhan keperawatan).

5. Evaluasi

Penulis melakukan evaluasi proses dan hasil. Penulis tidak

mengalami kesulitan dalam melakukan evaluasi hasil dan proses karena

pasien sangat kooperatif. Setiap harinya dilakukan evaluasi SOAP untuk

mengetahui perkembangan pasien atau mencapas tujuan. Tetapi selama

melakukan evaluasi hasil tidak semua kriteria hasil dapat dicapai. Hal ini

dikarenakan dalam menentukan kriteria hasil penulis memberi patokan

atau kriteria waktu untuk mencapai kriteria hasil tersebut dalam setiap

diagnosa sedangkan dalam pelaksanaanya penulis hanya melakukan

asuhan keperawatan selama dilakukan keperawatan sehingga beberapa

diagnosa evaluasi hasilnya belum sesuai dengan kriteria hasil yang di

tetapkan dalam tujuan.

Untuk evaluasi proses yang perlu dievaluasi adalah ketepatan pada

proses tindakan keperawatan dan respon pasien terhadap tindakan yang

diberikan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang telah

dilaksanakan dan mengacu pada tujuan.

Page 165: Humpty Dumpty

152

6. Pendokumentasian

Untuk lebih mengetahui atau memonitor perkembangan status pasien

sebaiknya pendokumentasian dilengkapi dari mulai pengkajian sampai

evaluasi, hal ini juga dapat digunakan sebagai sarana komunikasi yang

efektif bagi tim kesehatan yang ada.

Dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan An. “N” dengan

“Ensefalitis disertai Gizi Kurang” penulis melakukan pendokumentasian

pada tahap–tahap proses keperawatan yaitu:

a. Pengkajian

Penulis mendokumentasikan semua data yang diperoleh saat

pengkajian, baik data yang berupa data subyektif maupun obyektif

dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa dituliskan secara lengkap yang mencakup unsur masalah

(problem), penyebab (etiology), dan data data senjang (symptoms)

dan disusun berdasar urutan prioritas masalah lalu didokumentasikan

pada buku status pasien dan dalam asuhan keperawatan yang disusun

oleh penulis.

c. Perencanaan

Perencaan yang susun oleh penulis mencakup tujuan yang terdiri dari

unsur SMART (Specific, Measurable, Achivable, Realistic, time

limited ) dan Intervensi yang mengandung unsur ONEC (Observasi,

Nursing treatment, Education, Colaboration) yang semuanya itu

Page 166: Humpty Dumpty

153

didokumentasikan oleh penulis di dalam buku status pasien dan juga

di dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis.

d. Implementasi

Pada implementasi, penulis mendokumentasikan semua tindakan

yang dilakukan pada pasien kelolaan dalam buku status pasien dan

dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis.

Hal yang didokumentasikan meliputi: tanggal, jam, jenis tindakan,

nama dan paraf penulis.

e. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan menulis terdiri atas evaluasi proses dan

evaluasi hasil. Dimana evaluasi didokumentasikan dalam bentuk

pendokumentasian SOAP.

Pada pasien kelolaan telah dilakukan pendokumentasian secara

lengkap dengan mencantumkan tanggal, jam, respon pasien terhadap

tindakan keperawatan yang dilakukan, paraf dan nama terang pada

buku status pasien dan dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh

penulis.

B. Saran

Dari hasil pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan

An. “N” dengan “Ensefalitis disertai Gizi Kurang” di Ruang Melati 2 RSUP

Dr. Sardjito pada tanggal 24 Juni 2013 sampai dengan 26 Juni 2013, penulis

tidak menemukan adanya temuan baru yang menyangkut proses pemberian

asuhan keperawatan kepada pasien. Proses keperawatan berjalan dengan

Page 167: Humpty Dumpty

154

lancar berkat dukungan semua tim kesehatan dan pasien serta keluarga pasien

yang kooperatif. Penulis memberikan beberapa saran, diantaranya:

1. Bagi Ruang Melati 2 RSUP Dr. Sardjito

Tetap menjaga protap yang sudah diterapkan di bangsal yaitu

menggunakan APD saat memberikan pelayanan kesehatan kepada semua

pasien.

2. Bagi pengelolaan kasus yang serupa dengan kasus

a. Pengkajian keperawatan anak mencakup aspek bio-psiko-sosial-

spiritual. Tak kalah pentingnya untuk melakukan pengkajian tingkat

perkembangan serta pertumbuhan dan risiko jatuh terutama pada

anak yang berusia kurang dari satu tahun. Selain itu, pengkajian

tingkat pengetahuan, koping, dan ansietas orang tua diharapkan

mampu memberikan data yang bersangkutan dengan pasien. Maka

dari itu perlunya perhatian supaya dalam pengkajian anak akan

maksimal.

b. Pemberian asuhan keperawatan kepada anak melibatkan peran serta

orang tua anak. Untuk itu perlunya hubungan saling percaya yang

baik antara perawat dan orang tua agar tujuan dari pokok bahasan

yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik pula. Pemilihan

bahasa dalam menyampaikan materi penyuluhan, berkomunikasi

mau pun dalam penulisan dalam media haruslah dapat dipahami oleh

orang tua. Sikap selama berinteraksi dan memberikan penyuluhan

sebaiknya lebih menghormati dan menghargai mereka sebagai orang

Page 168: Humpty Dumpty

155

tua. Bila hal ini diperhatikan dan dilakukan maka pemberian asuhan

keperawatan kepada anak akan lancar tanpa di-reject oleh orang tua.

c. Anak-anak sangat rentan terjadinya infeksi didukung dengan

lingkungan Rumah Sakit yang memiliki banyak mikroorganisme

yang dapat membahayakan anak. Maka dari itu, kebiasaan bersih dan

sehat perlu perawat sampaikan kepada orang tua supaya orang tua

ikut serta dalam pemeliharaan kesehatan anak, diantaranya dengan

demonstrasi cara mencuci tangan dengan sabun, menggosok gigi,

dan mandi.

d. Hospitalisasi pada anak akan menyebabkan kejenuhan dan

kemalasan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Sehingga perlunya

dilakukan program terapi bermain yang akan membuat anak bebas

berekspresi dengan bermain. Selain itu bermain berguna sebagai

stimulus tumbuh kembang pasien dan mengurangi cemas karena

hospitalisasi selama dirumah sakit.

e. Perlunya dukungan orang tua untuk memberikan stimulasi

pertumbuhan dan perkembangan kepada anak agar dapat tumbuh

sesuai batas normal pada anak seusianya.

Page 169: Humpty Dumpty

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Sri. 2010. Waspadai Gizi Balita Anda. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Alimul, Hidayat, A. Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk

Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama Baughman, Diane C. dan JoAnn C. Hackley. 2000. Buku Saku dari Brunner &

Suddarth: Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta EGC Berman, Audrey, et all. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klinis, Edisi 5. Jakarta:

EGC Betz, Cecily Lynn dan Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri,

Edisi 5. Jakarta: EGC Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

---------------------------- 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Davey, Patrick. 2011. At a Glance Medicine. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama

Dochterman, Joanne McCloskey and Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition. Mosby: St. Louis

Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,

Edisi 3. Jakarta: EGC Dorland, W.A. Newman. 2000. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

Fawcett, Doa W. 2002. Buku Ajar Histologi: Edisi 12. Jakarta EGC Febry, Ayu Bulan dan Zulfito Marendara. 2008. Buku Pintar Menu Balita.

Jakarta: KAWAHmedia Fried, George H. dan George J. Hademenos. 2011. Scaum’s Outlines: Biologi,

Edisi 2. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama

Page 170: Humpty Dumpty

2

Gibney, Michael J et all. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC Grace, Pierce A. dan Neil R. Borley. 2011. At a Glance Ilmu Bedah, Edisi Ketiga.

Jakarta: Penerbit Erlangga Haws, Paulette S. 2008. Asuhan Neonatus: Rujukan Cepat. Jakarta: EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak: untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Indriasari, Devi. 2009. 100% Sembuh Tanpa Dokter. Yogyakarta: Percetakan

Galangpress Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Lingustik.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Manuba, Ida Bagus Gde dan Ida Ayu Chandranita Manuba. 2007. Pengantar

Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, Edisi 3.

Jakarta: EGC Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Ganguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Naga, Sholeh S. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta:

Diva Press Nanda Internatioal. 2013. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-

2014. Jakarta: EGC Nursalam, 2013. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik.

Jakarta: Salemba Medika Oman, Katheleen S et all. 2008. Panduan Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC

Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajaran Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC

Purwoko, Susi. 2007. Pertolongan Pertama dan RJP pada Anak, Edisi 4. Jakarta:

Arcan Riyadi, Sujono dan Suharsono. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit.

Yogyakarta: Gosyen Publishing

Page 171: Humpty Dumpty

3

Rokmah, Nikmatur dan Saiful Wahid. 2010. Proses Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Saputra, Lyndon. 2010. Intisari Ilmu Penyakit Dalam: disertai Contoh Kasus

Klinik. Jakarta: Binarupa Aksara Publishing Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Syaraf, Edisi 4. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama Semiun, Yustinus. 2010. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Soegijanto, Soegeng. 2002. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika

Suhardjo. 2010. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

Suranto, Adji. 2010. Jangan Panik Bunda. Jakarta: Penebar Plus+

Suririnah. 2009. Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi

Weiner, Howard L. dan Lawrence P. Levitt. 2001. Buku Saku Neurologi, Edisi 5.

Jakarta: EGC

Admin. 2012. Health Drip.com: A complete Health E-Guide [internet]. Kwashiorkor and Marasmus. Available from: <http://healthdrip.com/wp-content/uploads/2012/05/Kwashiorkor-and-Marasmus.jpg> [Accessed 2 July 2013].

Aziz, Abdul. 2011. Website UNAIR [internet]. Proses Pemasangan NGT.

Surabaya: Keperawatan, UNAIR. Tersedia dalam: <http://abdulaziz-fkp10.web.unair.ac.id/artikel_detail-35674-Keperawatan-Proses%20pemasangan%20NGT.html> [Diakses 3 Juli 2013]

Pakistani, Wahid. 2011. Major Disease Human Face [internet]. Major Brain Disease Encephalitis. Available from: <http://major-diseases2011.blogspot.com/2011/05/major-brain-disease-encephalitis.html> [Accessed 2 July 2013].

Page 172: Humpty Dumpty

4

Training Manual. The New Zealand Digital Library Project [internet]. A training manual in combating childhood communicable diseases: Session 30. Trainer Attachment 30B: Marasmus, Volume II. New Zealand: Department of Computer Science, University of Waikato. Available from: <http://www.nzdl.org/gsdlmod?e=d-00000-00---off-0hdl--00-0----0-10-0---0---0direct-10---4-------0-1l--11-en-50---20-about---00-0-1-00-0-0-11-1-0utfZz-8-10&a=d&cl=CL1.17&d=HASH01e2f30ee0fe70805b50d009.2.3.5> [Accessed 2 July 2013].

Training Manual. The New Zealand Digital Library Project [internet]. A training

manual in combating childhood communicable diseases: Session 29: Recognizing malnutrition, Volume II. New Zealand: Department of Computer Science, University of Waikato. Available from: < http://www.nzdl.org/gsdlmod?e=d-00000-00---off-0hdl--00-0----0-10-0---0---0direct-10---4-------0-1l--11-en-50---20-about---00-0-1-00-0-0-11-1-0utfZz-8-00&cl=CL1.17&d=HASH9f92934afdeb9fff421dbe.1.2.4&gt=1> [Accessed 2 July 2013].

Traughber, Paul. 2011. WebMD Corporation [internet]. Brain & Nervous System

Health Center: Encephalitis. Idaho: Boise. Available from: <http://www.webmd.com/brain/encephalitis> [Accessed 2 July 2013].

Page 173: Humpty Dumpty

LAMPIRAN

RESUME KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Siti Maria Ulfah

Tanggal Ujian : 24-26 Juni 2013

Tempat Ujian : Bangsal Melati 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Tanggal Pengkajian : 24 Juni 2013

Sumber Data : Pasien, keluarga pasien, status pasien, tim kesehatan

Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi

dokumentasi

A. Identitas

1. Identitas Pasien

Nama : An. “N”

Umur : 8 bulan 15 hari

Tanggal lahir : 9 Oktober 2013

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo, Sleman

Diagnosa Medis : Ensefalitis dengan gizi buruk

Tanggal masuk : 4 Juni 2013

No. CM : 01.63.7X.XX

Page 174: Humpty Dumpty

2

2. Penanggung Jawab

Nama : Bp. “M”

Umur : 36 tahun

Pekerjaan : Karyawan swasta

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo, Sleman

Hubungan dengan pasien : Ayah

Pendidikan : SLTA

B. Riwayat Kesehatan

1. Kesehatan Pasien

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Lima hari sebelum masuk rumah sakit, pasien BAB cair lima kali

dengan ampas, warna kekuningan terdapat lendir, muntah tiap makan

dan minum, dibawa ke Puskesmas diberi puyer dan oralit, kemudian

anak mengalami demam, dibawa ke RB Widuri, Sleman dirujuk ke

RSUD Sleman, kejang empat kali (+ 3 menit) diantara kejang, anak

tidak sadar.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Setelah pasien lahir di RSUD Sleman, selang beberapa hari kemudian

pasien dirawat kembali di RSUD Sleman 4 hari karena kejang demam.

Pasien memiliki riwayat syok.

Page 175: Humpty Dumpty

3

c. Riwayat Alergi

Ibu mengatakan anaknya tidak ada alergi obat, dan alergi makanan

atau minuman (susu).

d. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1) Prenatal

Ibu hamil usia 31 tahun, merupakan kehamilan ke-2, control rutin

ke Puskesmas 2 minggu sekali. Mendapatkan vitamin dan tablet

penambah darah. Mendapat suntik TT 1 kali. Keluhan selama

kehamilan muntah-muntah, nyeri kepala kadang muncul.

2) Perinatal

Anak lahir spontan ditolong oleh bidan di RSUD Sleman. BBL =

1900 gram. Dirawat di RSUD Sleman 4 hari karena kejang

demam.

3) Postnatal

Anak imunisasi rutin ke Posyandu, ASI eksklusif 6 bulan.

e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

1) Pertumbuhan:

BB : 5,6 kg

TB : 62 cm

LLA (kiri): 11,5 cm

LK : 41 cm

LD : 38 cm

Page 176: Humpty Dumpty

4

2) Perkembangan:

Tabel 22. Perkembangan An. “N”

Motorik Kasar Motorik Halus Bahasa Sosial

Miring 4 bulan Mengoceh 3 bulan

Tersenyum sepontan 3 bulan.

Menatap 3 bulan.

Tabel 23. Interpretasi penilaian DDST An. “N”

Motorik Kasar Motorik Halus Bahasa Sosial 1) Duduk tanpa

pegangan (F) 2) Berdiri

dengan pegangan (F)

3) Bangkit untuk berdiri (F)

4) Bangkit terus duduk (F)

1) Menggaruk manik-manik (F)

2) Memindahkan kubus (F)

3) Mengambil 2 kubus (F)

4) Memegang dengan ibu jari dan jari (P)

5) Membenturkan 2 kubus (F)

1) Meniru bunyi kata-kata (F)

2) Papa/mama tidak spesifik (P)

3) Papa/mama spesifik (F)

1) Berusaha mencapai keinginan (F)

2) Makan sendiri (F)

3) Tepuk tangan (F)

4) Melambaikan tangan (F)

5) Menyatakan keinginan (F)

Keterangan:

P : Pass/ Lewat

F : Fail/ Gagal

R : Refusal/ menolak

NP : No Opportunity/ ada hambatan

Hasil DDST didapatkan nilai anak adalah Global Developmental

Delay

Page 177: Humpty Dumpty

5

Tabel 24. Pengkajian Risiko Jatuh

PENGKAJIAN & INTERVENSI RISIKO JATUH PASIEN ANAK (HUMPTY DUMPTY)

Nama : An.”N” Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo, Sleman

Tgl Lahir : 9 Oktober 2012 Instalasi : INSKA

RSUP Dr.Sardjito Ruangan : Melati II

Pengkajian risiko jatuh dilakukan saat pasien masuk, ketika terjadi perubahan kondisi, ketika pindah dari bangsal lain atau setelah kejadian jatuh.

PARAMETER KRITERIA TANGGAL WAKTU

24 Juni 2013

25 Juni 2013

26 Juni 2013

Umur Dibawah 3 tahun 4 4 4 4 3 – 7 tahun 3 8 -13 tahun 2 >13 tahun 1

Jenis kelamin Laki – laki 2 Perempuan 1 1 1 1

Diagnosis Kelainan Neorologi 4 4 4 4 Perubahan dalam oksigenasi (Masalah Saluran Nafas, Dehidrasi, Anemia, Anoreksia, Sinkop/sakit kepala, dll)

3

Kelainan Psikis/Perilaku 2 Diagnosis lain 1

Gangguan Kognitif

Tidak sadar terhadap keterbatasan 3 3 3 3 Lupa keterbatasan 2 Mengetahui kemampuan diri 1

Faktor lingkungan

Riwayat jatuh dari tempat tidur saat bayi – anak

4

Pasien menggunakan alat bantu atau box atau mebel 3

Pasien berada di tempat tidur 2 Di luar ruang rawat 1 1 1 1

Respon Terhadap Operasi/ Obat Penenang/ Efek Anestesi

Dalam 24 jam 3 3 3 3 Dalam 48 jam riwayat jatuh 2 >48 jam

1

Penggunaan Obat

Bermacam – macam obat yang digunakan : obat sedatif (kecuali pasien ICU yang menggunakan sedasi dan paralisis), Hipnotik, Barbiturat, Fenotiazin, Antidepresan, Laksansia/Diuretika, Narkotik

3 3 3 3

Salah satu dari pengobatan di atas 2 Pengobatan lain 1

TOTAL SKOR 19 19 19 RR : Risiko Rendah (7-11), RT : Risiko Tinggi (≥12) (Lingkaran) RR/RT RR/RT RR/RT RR/RT RR/RT

Nama & paraf yang melakukan pengkajian

Ulfah

Ulfah Ulfah

Intervensi pencegahan risiko jatuh (Beri tanda √) TANGGAL 24 Juni 2013

25 Juni 2013

26 Juni 2013

WAKTU 08.00 08.00 08.00 Resiko Rendah (RR) 6. Pengecekan ‘BEL’ mudah dijangkau

7. Roda tempat tidur berada pada posisi terekunci 8. Posisikan tempat tidur pada posisi terendah 9. Naikkan pagar pengaman tempat tidur 10. Berikan edukasi pasien

Risiko Tinggi (RT) 8. Pasang tanda risiko jatuh segitiga warna kuning pada tempat tidur pasien, pintu. √

9. Lakukan intervensi jatuh standar 10. Berikan edukasi pasien √ √ √ 11. Strategi mencegah jatuh dengan penilaian

jatuh yang lebih detil serta analisis cara berjalan sehingga dapat ditentukan intervensi spesifik seperti menggunakan terapi fisik atau alat bantu jalan jenis terbaru untuk membantu mobilisasi.

12. Pasien ditempatkan dekat nurse station 13. Handrail mudah dijangkau pasien dan

kokoh √ √ √

14. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien

√ √ √

Nama dan paraf yang melakukan intervensi pencegahan risiko jatuh Ulfah Ulfah Ulfah

Page 178: Humpty Dumpty

6

f. Riwayat Imunisasi

Tabel 25. Riwayat Imunisasi An. “N”

Imunisasi Umur Pemberian Tempat Pemberian

Hepatisis B 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan

RSUD Sleman Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas

BCG 0 bulan (Hasil positif) Skar = 2 × 2 mm

RSUD Sleman

DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan

Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas

Polio 2 bulan 3 bulan 4 bulan

Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas

Imunisasi dasar lengkap menurut PPI dan menurut IDAI.

2. Kesehatan Keluarga

a. Genogram

Gambar 9. Genogram pasien An. “N”

8 th 1,5 th 13 th 4 th

8 th 8 bln

12 th 4 th 8 th 7 th

31 th 35 th 36 th

57 th

32 th

Page 179: Humpty Dumpty

7

Keterangan:

= Laki-laki = Perempuan = Pasien An. “N” 8 bulan = Tinggal satu rumah = Status pernikahan = Status keturunan

Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakak lak-laki yang

sudah bersekolah di SD kelas satu.

b. Riwayat kesehatan keluarga

Ibu pasien mengatakan di dalam keluarga tidak ada menderita

penyakit seperti pasien. Dalam keluarga tidak ada yang menderita

penyakit menular, tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus,

alergi, dan asma.

C. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1. Aspek Fisik Biologis

a. Pola nutrisi

1) Sebelum sakit pasien minum ASI sejak umur 0 bulan – 6 bulan

ASI Esklusif. Pasien minum ASI sesuai keinginan anak. Pasien

diberikan makan makanan tambahan bubur Promina.

2) Selama sakit ibu pasien mengatakan anaknya diberikan makanan

lewat selang (NGT/ parenteral). Setiap 3 jam sekali diberikan

Page 180: Humpty Dumpty

8

nutrisi, diit TKTP (kebutuhan energi= 98 kkal/kg/hari) melalui

parenteral sebanyak 90 cc, berupa susu = 558 kkal/hari.

b. Pola eliminasi

1) Sebelum sakit ibu pasien mengatakan pasien BAB 1-2 kali sehari

warna kuning dengan konsistensi lembek. BAK 4-10 kali sehari

berwarna kuning jernih mengompol.

2) Selama sakit ibu pasien mengatakan 1-2 kali sehari BAB, lembek,

berwarna kuning. BAK lancar berwarna kuning jernih, 6-8x/hari

dan mengompol.

c. Pola Aktivitas dan Istirahat Tidur

1) Sebelum sakit, ibu pasien mengatakan pasien mulai tidur malam

sekitar jam 20.00-05.00 WIB. Pasien terbiasa tidur siang hari.

Aktivitas pasien bermain dengan orang tua, kakak, dan tetangga.

2) Selama sakit, ibu pasien mengatakan anaknya tidur siang selama

5-6 jam. Tidur malam pukul 20.00-05.00 WIB, terbangun bila

panas. Aktivitas pasien hanya tiduran. Pasien lemas.

d. Pola Kebersihan Diri

1) Kebersihan kulit

a) Sebelum sakit pasien dimandikan oleh ibunya dua kali sehari

dengan menggunakan air hangat dan menggunakan sabun

mandi, setelah itu badan pasien diberi minyak telon dan

bedak.

Page 181: Humpty Dumpty

9

b) Selama sakit pasien dimandikan oleh ibunya dua kali sehari

dengan cara dilap dan menggunakan sabun dan air hangat,

sehabis mandi badan pasien diberi minyak telon. Kulit

tampak bersih, tidak ada luka dan gatal-gatal.

2) Rambut

a) Sebelum sakit, ibu mengatakan rambut anaknya dicuci tiga

kali dalam seminggu dengan menggunakan sampo bayi.

b) Selama sakit rambut hanya dilap setiap kali mandi tanpa

menggunakan sampo, rambut bersih, tidak ada ketombe.

3) Telinga

a) Sebelum sakit, ibu mengatakan telinga anaknya selalu

dibersihkan setelah dimandikan. Telinga bersih, fungsi

pendengaran baik.

b) Selama sakit, ibu pasien mengatakan telinga dibersihkan

setelah mandi. Telinga pasien tidak ada serumen.

4) Mata

a) Sebelum sakit, ibu mengatakan selalu membersihkan saat

mandi.

b) Selama sakit, ibu pasien mengatakan selalu membersihkan

mata pada saat mandi dengan menggunakan air. Mata bersih

tidak ada kotoran mata.

Page 182: Humpty Dumpty

10

5) Mulut

a) Sebelum sakit, mulut dibersihkan saat mandi, gigi tumbuh

pada bagian depan atas dan bawah.

b) Selama sakit lidah pasien terlihat kotor, mukosa bibir kering.

2. Aspek Mental Intelektual Sosial Spiritual

a. Konsep Diri

1) Identitas diri

Orang tua menyadari bahwa anaknya yang berumur 8 bulan

mengalami sedang sakit.

2) Harga diri

Orang tua pasien tidak mengalami rendah diri atas kondisi yang

dialami oleh anaknya dan masih dihaargai oleh keluarga.

3) Gambaran diri

Ibu merasa cemas dan bingung dengan keadaan anaknya saat ini.

4) Peran diri

Dalam keadaan sakit keluarga pasien terutama ibu pasien berfungsi

sebagai seorang ibu yang melindungi dan merawat anaknya dan

dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien dibantu oleh ibunya

dan perawat.

b. Intelektual

Ibu pasien mengatakan bingung dan cemas dengan keadaan anaknya.

Ekspresi wajah terlihat cemas dan bingung. Ibu selalu bertanya kenapa

panas anaknya tidak turun-turun.

Page 183: Humpty Dumpty

11

c. Hubungan interpersonal

Keluarga pasien membina hubungan baik dengan orang di rumah

maupun di lingkungan baru.

d. Support sistem

Keluarga dan petugas kesehatan mendukung kesembuhan anaknya.

e. Aspek social

Keluarga menjalin hubungan baik dengan lingkungannya.

f. Mental spiritual

Keluarga pasien beragama Islam, orang tua selalu berdoa untuk

kesembuhan anaknya.

D. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum: lemah

a. Kesadaran: Compos mentis

Pengukuran GCS : respon verbal : 6

respon motorik : 5

respon mata : 4

b. Tanda-tanda vital

Suhu : 38o C

Nadi : 160 x/menit

Respirasi : 42 x/menit

c. Status Gizi

BB : 5,6 kg

Page 184: Humpty Dumpty

12

PB : 62 cm

LLA (kiri): 11,5 cm

LK: 41 cm

LD: 38 cm

Z-Score berdasarkan BB/U:

BB/U: <-2 SD - ≥ -3 SD (gizi kurang)

Status gizi: kurang

Keterangan:

Normal : -2SD s/d 2 SD atau gizi baik

Kurus : <-2SD s/d -3SD atau gizi kurang

Kurus sekali : <-3SD atau gizi buruk

Gemuk : >2SD atau gizi lebih

2. Pemeriksaan Secara Sistemik

a) Kepala

(1) Bentuk : Microcephaly.

(2) Mata : Mata cowong, konjungtiva anemis.

(3) Rambut : Bersih, rambut tipis, persebaran rambut rata.

(4) Hidung : Bersih, terpasang nasal kanul 1 /menit, NGT

hari ke 6.

Page 185: Humpty Dumpty

13

(5) Telinga : Tidak ada serumen, bersih, fungsi pendengaran

baik.

(6) Mulut : Mukosa bibir kering, lidah kotor.

b) Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada ditensi vena

jugularis.

c) Thorax

Inspeksi : Simetris, pergerakan dada seimbang

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler

d) Abdomen

Inspeksi : Tidak ada lesi, umbilikus menonjol.

Auskultasi : Bising usus 10x/menit

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Thympani

e) Genetalia

Jenis kelamin perempuan, tidak ada kelainan pada alat kelamin,

terdapat dua labia mayora dan dua labia minora. Genetalia bersih, tidak

terpasang selang kateter.

f) Ekstremitas

(1) Ekstremitas atas

Page 186: Humpty Dumpty

14

Kanan : Kekuatan otot 4, terpasang IV line H-0 (24/6/13)

Cairan DS ½ NS 12 tpm kondisi baik, kering

Kiri : Kekuatan otot 4

(2) Ekstremitas bawah

Kanan : Kekuatan otot 3

Kiri : Kekuatan otot 3

Keterangan:

1) Skala 0: Artinya otot tak mampu bergerak, misalnya jika tapak

tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari

tetap saja ditempat walau sudah diperintahkan untuk bergerak.

2) Skala 1: Jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau

kekenyalan ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu.

3) Skala 2: Dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai

perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus

bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu

bergerak.

4) Skala 3: Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal

misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dan jari.

5) Skala4: Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang

ringan.

6) Skala 5: Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang

setimpal.

Page 187: Humpty Dumpty

15

(3) Kulit

Capilary refill < 2 detik, turgor kulit kembali lambat, kulit teraba

hangat, warna kemerahan.

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. 20 Juni 2013

MSCT kepala axial (tanpa kontras)

Kesan = - atrophy cerebri biforntoparietalis

- microcephaly

2. 14 Juni 2013

Pemeriksaan darah (kultur) = jenis kuman = negatif = kuman tidak

tumbuh

3. 8 Juni 2013

Pemeriksaan laboratorium (darah rutin)

WBC 14,1 10^3/ul normal = 4,0 – 11,0

RBC 3,61 10^6/ul normal = 4,20 – 5,40

HgB 9,0 g/dl normal = 12,0 – 16,0

F. Terapi yang Didapat

1. Per-Oral

a. Calsium Junior sendok takar /24 jam

b. Zink 20 mg/24 jam

c. Paracetamol 60 mg/4 jam

Page 188: Humpty Dumpty

16

2. Intra-vena

a. Phenobarbital 25 mg/12 jam

b. Ceftazidime 30 mg/8 jam

c. Cloramphenicol 65 mg/12 jam

d. Farmadal 60 mg bila suhu > 37,5oC

Tabel 26. Terapi yang Didapat An. “N”

Nama Obat Dosis Indikasi Kontraindikasi

Pemberian melalui Oral

1. Calsium Junior

2. Zink

3. Paracetamol- Antipiretik-Anakgetik

1 x sendok takar /24 jam

1 x 20 mg/24 jam

60 mg/4 jam

Peningkatan kebutuhan kalsium, ricketsia dan osteomalaia, tetani laten, terapi tambahan pada osteoporosis.

Pelengkap untuk pengobatan diare pada anak-anak di bawah 5 tahun, diberikan bersama larutan oralit.

a. Mengurangi nyeri pada kondisi : sakit kepala, nyeri otot, sakit gigi, nyeri pasca operasi minor, nyeri trauma ringan.

b. Menurunkan demam yang disebabkan oleh berbagai penyakit. Pada kondisi demam, paracetamol hanya bersifat simtomatik yaitu meredakan keluhan demam (menurunkan suhu tubuh) dan tidak mengobati penyebab demam itu sendiri.

Hiperkalsemia, hiperkalsiuria berat, gangguan fungsi ginjal berat.

Hipersensitif terhadap mineral Zinc.

a. Parasetamol jangan diberikan kepada penderita hipersensitif/alergi terhadap Paracetamol.

b. Penderita gangguan fungsi hati berat.

Page 189: Humpty Dumpty

17

Nama Obat Dosis Indikasi Kontraindikasi

Pemberian melalui Intra-Vena

1. Phenobarbital- Anti Konvulsi

2. Ceftazidime- Antibiotik (Cephalosporins)

3. Cloramphenicol- Antibiotik

2 x 25 mg/12 jam

3 x 30 mg/8 jam

2 x 65 mg/12 jam

a. Sebagai hipnotik dan sedatif, dipakai dalam keadaan insomnia, histeria, ansietas, neurosis dan migren.

b. Antikonvulsi pada keadaan epilepsi, kejang-kejang, keracunan strihnin, tetanus.

Untuk infeksi-infeksi berat sebagai berikut : Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh organisme yang peka terhadap Ceftazidime : Septikaemia, bakteriemia, meningitis, pneumonia, bronkopneumonia, pleuritis, empiema, abses paru, pielonefritis akut dan kronik, pielitis, prostatitis, kolesistitis, kolangitis, peritonitis, abses intra abdominal, penyakit inflamasi panggul, osteomielitis, osteitis, artritis septik, abses ginjal, selulitis, infeksi luka bakar.

Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan salmonelosis lainnya.

Hipersensitif terhadap barbiturat atau komponen sediaan, gangguan hati yang jelas, dispnea, obstruksi saluran nafas, porfiria, hamil.

Jika reaksi alergi terhadap Ceftazidime, obat harus dihentikan. Pemberian pada wanita hamil dan menyusui harus mempertimbangkan rasio manfaat dan resiko. Penggunaan dosis tinggi harus diberikan dengan hati-hati pada penderita yang mendapat pengobatan bersama-sama dengan obat nefrotoksik (aminoglikosida), diuretik kuat karena dapat mempengaruhi fungsi renal.

Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan kloramfenikol. Jangan digunakan untuk mengobati influenza,

Page 190: Humpty Dumpty

18

4. Farmadol- analgesik

60 mg bila suhu > 37,5oC

Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi meningual), rickettsia, lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa bakteri gram-negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis, dan infeksi berat yang lainnya. Untuk mengobati dan mencegah nyeri yang sedang hingga berat, seperti tersebut di bawah ini: - Nyeri akut dan kronik yang berat. - Nyeri pasca bedah.

batuk-pilek, infeksi tenggorokan, atau untuk mencegah infeksi ringan.

Hipersensitif terhadap barbiturat atau komponen sediaan, gangguan hati yang jelas, dispnea, obstruksi saluran nafas, porfiria, hamil.

Pasien dengan hipersensitivitas,depresi napas akut,peningkatan tekanan kranial atau cedera kepala. Keracunan akut oleh alkohol, hipnotik, analgesik atau obat-obat yang mempengaruhi SSP lainnya. - Penderita yang mendapat pengobatan penghambat monoamin oksidase (MAO). - Penderita hipersensitif.

Page 191: Humpty Dumpty

19

Page 192: Humpty Dumpty

20

Page 193: Humpty Dumpty

21

Page 194: Humpty Dumpty

22

SATUAN ACARA PENYULUHAN

MENCUCI TANGAN

DI RUANG MELATI II RSUP Dr. SARDJITO

YOGYAKARTA

Satuan Acara Penyuluhan ini diajukan guna melengkapi syarat untuk

menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan pada Akademi

Keperawatan Yayasan Notokusumo Yogyakarta

Disusun oleh:

SITI MARIA ULFAH

2120101741

AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2013

Page 195: Humpty Dumpty

23

FORMAT

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

PENDIDIKAN KESEHATAN

Pokok bahasan : Program hidup bersih dan sehat

Sub pokok bahasan : Mencuci tangan

Sasaran : Pasien di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Target : Pasien di Ruang Melati II RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta

Hari/tanggal : Selasa, 25 Juni 2013

Waktu : 10 menit

Tempat : Ruang Melati II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Penyuluh : Mahasiswi Akper Notokusumo

I. Latar Belakang

Pentingnya membudayakan cuci tangan pakai sabun secara baik dan

benar juga didukung oleh World Health Organization (WHO). Data badan

dunia itu menunjukan setiap tahun rata-rata 100 ribu anak di Indonesia

meninggal dunia karena diare. Kajian WHO menyatakan cuci tangan

memakai sabun dapat mengurangi angka diare hingga 47%. Indonesia Sehat

2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan mempunyai visi

yang sangat ideal, yakni masyarakat

Indonesia yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,

mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata, serta

memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dari visi tersebut ada 3

prakondisi yang perlu dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya, yakni: lingkungan sehat, dan pelayanan kesehatan yang

bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. Lingkungan sehat adalah

lingkungan yang kondusif untuk hidup sehat.

Data dari Subdit diare Dep.Kes juga menunjukan sekitar 300 orang

diantara 1000 penduduk masih terjangkit diare sepanjang tahun. Penyebab

Page 196: Humpty Dumpty

24

utama diare adalah minimnya perilaku hidup sehat dimasyarakat, salah

satunya kurangnya pemahaman mengenai cara cuci tangan dengan sabun

secara baik dan benar menggunakan air bersih yang mengalir.

Sebuah penelitian kualitatif yang juga dilaksanakan oleh USAID tahun

2006 untuk menguak faktor-faktor pendorong dan penghambat perilaku

higinitas (termasuk di dalam CTPS) menemukan banyak hal yang cukup

penting. Cuci tangan merupakan hal yang umum bagi masyarakat, namun

pakai sabun bukanlah sesuatu yang jamak. Penggunaan sabun untuk cuci

tangan lebih disebabkan alas an kotor. Kotor itu sendiri memiliki makna

sesuatu yang kasat mata dan bau.

Salah satu studi tentang pengetahuan perilaku dan kebiasaan yang

dilaksanakan International Relief and Developmen (IRD) awal tahun 2007,

studi ini menunjukan hanya 27% siswa yang mencuci tangan pada jam

istirahat. Di kota Yogyakarta sendiri baru 55% yang memiliki fasilitas cuci

tangan. Dari jumlah ini, baru 9% sekolah yang sudah menyediakan sabun

untuk mencuci tangan. Dengan adanya kampanye cuci tangan pakai sabun

diharapkan masyarakat mampu membiasakan diri untuk mencuci tangan

pakai sabun, dan kebiasaan itu timbul dari kesadaran pribadi seseorang.

Menurut Dr. Bondan Suryanto kepala Dinas Kesehatan provinsi DIY,

kampanye CPTS sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

dan mewujudkan Indonesia sehat 2010.

Mencuci tangan pakai sabun adalah cara yang tepat dan mudah serta

efektif untuk bisa mencegah diare atau penularan flu burung serta typhoid.

Pada tingkat provinsi DIY, kampanye cuci tangan pakai sabun dilaksanakan

tanggal 21 juli 2007 bertempat di lapangan parkir Mandala krida dengan

melibatkan 600 siswa SD dengan didampingi orang tua (ibu). Keterlibatan

siswa SD sebagai peserta kegiatan kampanye ini berkaitan dengan komitmen

pemerintah provinsi DIY dalam mencapai Millenium Development Goals

(MDG). Saat ini di provinsi DIY terdapat 294.511 siswa SD, apabila 600

diantara mereka terlibat dalam kampanye cuci tangan pakai sabun maka

Page 197: Humpty Dumpty

25

berarti baru sekitar 0,2 % dari sasaran sosialisasi kegiatan ini belum lagi

siswa TK dan SMP.

II. Tujuan Instruksional Umum

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan, individu yang belum memiliki

pengetahuan tentang cara mencuci tangan dapat memahami pentingnya

menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan yang dimulai dari hal ringan.

III. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti pendidikan kesehatan selama 1x10 menit, individu

yang belum memiliki pengetahuan tentang cara mencuci tangan mampu:

a. Menjelaskan definisi mencuci tangan dengan sabun.

b. Menyebutkan waktu mencuci tangan.

c. Menjelaskan cara mencuci tangan.

d. Menyebutkan keuntungan perilaku mencuci tangan.

IV. Strategi Pelaksanaan

1. Metode : demonstrasi.

2. Media : leaflet, fliftchart, hanscrub, tisu.

3. Garis besar materi (penjelasan terlampir):

1) Definisi mencuci tangan dengan sabun.

2) Waktu mencuci tangan.

3) Cara mencuci tangan.

4) Keuntungan perilaku mencuci tangan.

Page 198: Humpty Dumpty

26

V. Proses Pelaksanaan

No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu 1. Pendahuluan 1. Salam pembuka.

2. Menyampaikan tujuan penyuluhan.

3. Apersepsi.

1. Menjawab salam. 2. Menyimak.

3. Mendengarkan,

menjawab pertanyaan.

2 menit

2. Kerja 1. Penyampaian garis besar materi mencuci tangan dengan sabun.

2. Mendemostrasikan cuci tangan dengan hanscrub.

3. Memberi kesempatan peserta untuk bertanya.

4. Menjawab pertanyaan. 5. Evaluasi.

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian.

2. Menyimak dan mendemostrasikan.

3. Menanyakan hal-

hal yang belum jelas.

4. Memperhatikan jawaban dari penceramah.

5. Menjawab pertanyaan.

5 menit

3. Penutup 1. Menyimpulkan. 2. Salam penutup.

1. Mendengarkan. 2. Menjawab salam.

3 menit

VI. Setting Tempat

Pasien duduk berhadapan dengan penceramah.

Keterangan:

: pasien : feed back

: pemateri

VII. Pengorganisasian

Pemateri : Siti Maria Ulfah.

Page 199: Humpty Dumpty

27

VIII. Kriteria Evaluasi

1. Evaluasi Proses

a. Acara berjalan tepat waktu.

b. Pasien mendengarkan dengan baik.

c. Pasien aktif.

2. Evaluasi Hasil

Pasien dapat menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan:

a. Menjelaskan definisi mencuci tangan dengan sabun.

b. Menyebutkan waktu mencuci tangan.

c. Menjelaskan cara mencuci tangan.

d. Menyebutkan keuntungan perilaku mencuci tangan.

IX. Referensi

A Poter, Patricia, Pery. 2002. Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Mosby: Elsevier

Science

Hidayat, Azis. 2006. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika

Kusmiyati, Yuni. 2007. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan.

Yogyakarta: Fitramaya

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta

Page 200: Humpty Dumpty

28

Lampiran: Materi

Mencuci Tangan

A. Definisi mencuci tangan

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi

dengan membersihan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh

manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci

tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan

penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang

membawa kuman dan menyebabkan pathogen berpindah dari satu orang ke

orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung

(menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk, gelas).

B. Waktu mencuci tangan

Di Indonesia diperkenalkan 5 waktu penting untuk mencuci tangan:

1. Setelah buang air besar (BAB).

2. Setelah membersihkan anak yang buang air besar (BAB).

3. Setelah menyiapkan makanan.

4. Sebelum makan.

5. Setelah memegang atau menyentuh hewan.

C. Cara mencuci tangan

Praktik cuci tangan menngunakan sabun yang benar memerlukan

sabun dan sedikit air mengalir. Air mengalir dari kran bukan kaharusan, yang

penting air mengalir dari sebuah wadah bisa berupa botol, kaleng, ember

tinggi, gentong, jerigen, atau gayung.

Tangan yang basah disabuni, digosok-gosok bagian telapak tangan

maupun punggungnya, terutama di bawah kuku minimal 20 detik. Bilas

dengan air mengalir dan keringkan dengan kain bersih atau kibas-kibaskan di

udara.

Page 201: Humpty Dumpty

29

Menurut DepKes (2008), cuci tangan rutin atau membersihkan tangan

dengan sabun dan air harus dilakukan seperti di bawah ini:

1. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih.

2. Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair.

3. Ratakan dengan kedua telapak tangan.

4. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan

sebaliknya.

5. Gosok dengan kedua telapak tangan dan sela-sela jari.

6. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.

7. Gosok ibu jari kiri putar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan

sebaliknya.

8. Gosok dengan memutar ujung jaro-jari di telapak tangan kiri dan

sebaliknya.

9. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.

10. Keringkan tangan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai

benar-benar kering.

11. Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran.

D. Keuntungan perilaku mencuci tangan

1. Melapaskan pathogen-petogen pernapasan yang terdapat pada tangan

dan permukaan telapak tangan.

2. Menghilangkan pathogen (kuman penyakit) lainnya (terutama virus

entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare namun juga gajala

penyakit pernapasan lainnya.

3. Mengurangi resiko infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit,

seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk ascariasis dan

trichuriasis.

4. Tindakan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang mudah dan

murah.

Page 202: Humpty Dumpty

30

Penyuluhan Program Hidup

Bersih dan Sehat dengan Cuci

Tangan

Cuci Tangan PERILAKU SEHAT,

MURAH, dan MUDAH

Disampaikan oleh:

SITI MARIA ULFAH

MAHASISWA AKPER NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2013

Apa itu cuci tangan?

Mencuci tangan adalah salah satu tindakan

sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit

5 waktu yang tepat untuk cuci

tangan. 1) setelah buang air besar (BAB) 2) setelah membersihkan anak

yang buang air besar (BAB) 3) sebelum menyiapkan makanan 4) sebelum makan 5) Setelah memegang/menyentuh

hewan

Keuntungan cuci tangan

a. Melepaskan patogen-patogen

pernapasan yang terdapat pada

tangan dan permukaan telapak

tangan dan,

b. Menghilangkan patogen (kuman

penyakit) lainnya (terutama virus

entrentic) yang menjadi penyebab

tidak hanya diare namun juga

gejala penyakit pernapasan

lainnya.

c. Mengurangi risko infeksi cacing,

infeksi mata dan penyakit kulit,

seperti trakoma, dan cacingan

khususnya untuk ascariasis dan

trichuriasis.

d. Tindakan memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang

mudah dan murah.

Page 203: Humpty Dumpty

31

Cara Cuci tangan yang benar…

Menurut Depkes (2008), cuci tangan rutin atau

membersihkan tagan dengan sabun dan air harus

dilakukan seperti dibawah:

1. Basahi tangan dengan air

mengalir yang bersih.

2. Tuangkan sabun

secukupnya, pilih sabun

cair.

3. Ratakan dengan

kedua telapak

tangan.

4. Gosok punggung dan sela-

sela jari tangan kiriengan

tangan kanan dan

sebaliknya.

5. Gosok dengan kedua

telapak tangan dan sela-sela

jari.

6. Jari-jari sisi dalam

dari kedua tangan

saling mengunci.

7. Gosok ibu jari kiri putar dalam genggaman tangan

kanan dan lakukan sebaliknya.

8. Gosok dengan

memutar ujung jari-

jari di telapak tangan

kiri dan sebaliknya.

9. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.

10. Keringkan tangan dengan

handuk sekali pakai

atau tissue towel sampai

benar-benar kering.

11. Gunakan handuk

sekali pakai atau

tissue towel untuk

menutup kran.

12.

13.

14.

cucilah tangan-

mu dg benar

Page 204: Humpty Dumpty

32

SATUAN ACARA PENYULUHAN

TERAPI BERMAIN DENGAN STIMULASI MOTORIK HALUS

DAN BAHASA DI RUANG MELATI II RSUP Dr. SARDJITO

YOGYAKARTA

Satuan Acara Penyuluhan ini diajukan guna melengkapi syarat untuk

menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan pada Akademi

Keperawatan Yayasan Notokusumo Yogyakarta

Disusun oleh:

SITI MARIA ULFAH

2120101741

AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2013

Page 205: Humpty Dumpty

33

FORMAT

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

PENDIDIKAN KESEHATAN

Pokok bahasan : Terapi bermain pada anak di Rumah Sakit

Sub pokok bahasan : Stimulasi tumbuh kembang motorik halus dan bahasa

anak usia 0-12 bulan

Media : Kerincingan

Sasaran : Pasien anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Target : Ibu dan Pasien An. “N” di ruang Melati II RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta

Hari/tanggal : Selasa, 25 Juni 2013

Waktu : 30 menit

Tempat : Ruang Melati II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Penyuluh : Mahasiswi Akper Notokusumo

I. Latar Belakang

Menurut Tedjasaputra (2001), bermain dapat digunakan sebagai media

psiko terapi atau “pengobatan” terhadap anak yang dikenal dengan sebutan

tarapi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media terapi karena semala

bermain perilaku anak akan tampil lebih bebas dan bermain adalah sesuatu

yang secara alamiah sudah terberi pada seorang anak. Untuk melakukan

terapi ini diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dari yang bersangkutan

dan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan.

Bermain dapat digunakan untuk melatih kemampuan-kemampuan

tertentu dan sering digunakan untuk melatih konsentrasi ayau pemusatan

perhatian pada tugas tertentu, melatih konsep-konsep dasar seperti warna,

ukuran, bentuk, besaran, arah, keruangan, melatih ketrampilan motorik kasar,

halus, dan sebagainya.

Page 206: Humpty Dumpty

34

II. Tujuan Instruksional Umum

Setelah dilakukan terapi bermain, pasien yang mengalami keterlambatan

pertumbuhan dan perkembangan dapat memiliki stimulasi yang baik untuk

perkembangannya. Orang tua dapat mendukung dan menstimulasi pasien

sesuai dengan usia perkembangan pasien.

III. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti terapi bermain selama 1x30 menit, Ibu dan pasien

yang mengalami keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan dapat

melanjutkan tugas perkembangan selama perawatan diantaranya:

a. Pasien dapat menikmati permainan dengan kerincingan.

b. Melatih perkembangan perkembangan motorik halus (memegang

kerincingan, meraih benda) dan bahasa (menoleh ke bunyi kerincingan,

menoleh ke arah suara).

c. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya secara nonverbal (tersenyum,

terlihat bergembira).

d. Pasien tidak lagi merasa bosan terhadap lingkungan hospitalisasi.

IV. Strategi Pelaksanaan

1. Jenis program bermain

Mencari suara dari alat permainan yang dibunyikan ketika bayi diajak

bermain.

2. Karakteristik bermain

a. Melatih motorik halus bayi.

b. Melatih kepekaan bayi pada suara.

3. Media

a. Mainan anak-anak dengan bunyi kerincingan.

b. Kerincingan berwarna dengan model berbentuk binatang.

Page 207: Humpty Dumpty

35

V. Proses Pelaksanaan

No. Waktu Terapis Subjek terapi

1. 5 menit Persiapan 1. Menyiapkan ruangan. 2. Menyiapkan alat-alat. 3. Menyiapkan pasien dan

keluarga.

2. 20 menit Proses 1. Membuka proses terapi

bermain dengan mengucapkan salam, memperkenalkan diri pada keluarga.

2. Menjelaskan pada keluarga tentang tujuan dan manfaat bermain dan menjelaskan cara permainan.

3. Mengajak bayi bermain.

1. Menjawab salam,

memperkenalkan diri, memperhatikan.

2. Bermain bersama dengan antusias dan mengungkapkan perasaannya.

3. 5 menit Penutup

1. Mengevaluasi (Respon bayi dan keluarga).

2. Menyimpulkan. 3. Mengucapkan salam.

Memperhatikan dan menjawab salam.

VI. Pengorganisasian

Pemateri : Siti Maria Ulfah.

VII. Kriteria Evaluasi

1. Masalah yang muncul selama bermain.

2. Ada atau tidak jalinan kerjasama antara orang tua bayi, dan perawat.

3. Terlihat respon nonverbal pasien.

4. Bayi dapat mengikuti kegiatan dengan baik.

5. Orang tua dapat mendampingi kegiatan ini sampai selesai,

6. Orang tua dapat mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan

aktivitas bermain.

Page 208: Humpty Dumpty

36

VIII. Referensi

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta:

Salemba Medika

Perry, A,G & Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:

EGC

Soetjiningsih. 2005. Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta:

IDAI

Tedjasaputra, Mayke S. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan: untuk

Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Grasindo

Page 209: Humpty Dumpty

37

Lampiran: Materi

Terapi Bermain dengan Kerincingan

A. Definisi

Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk

memperoleh kesenangan, selain itu juga bermain merupakan cerminan

kemampuan fisik, intelektual dan sosial.

B. Fungsi bermain bagi bayi

1. Memacu perkembangan sensorik dan motorik halus.

2. Memacu perkembangan intelektual atau kognisi.

3. Mengembangkan kreatifitas bayi.

4. Merupakan media sosialisasi bayi.

5. Merupakan media untuk kesadaran diri.

6. Memacu perkembangan moral.

7. Sebagai alat komunikasi.

8. Sebagai sarana terapi.

C. Tujuan bermain

1. Dapat melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan.

2. Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan, dan fantasi.

3. Dapat mengembangan kreatifitas melalui pengalaman bermain yang

tepat.

4. Agar bayi dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stres karena sakit.

D. Tujuan khusus pada permainan ini

1. Meningkatkan hubungan perawat dan klien.

2. Meningkatkan perkembangan otak bayi.

3. Membina tingkah laku positif dengan bayi.

4. Sebagai media komunikasi antara perawat dan keluarga bayi.

Page 210: Humpty Dumpty

38

E. Prinsip bermain yang dilakukan

1. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat, dan sederhana.

2. Mempertimbangkan keamanan dan kemampuan klien.

3. Melibatkan orang tua.

4. Tidak bertentangan dengan program pengobatan.

F. Hambatan-hambatan yang mungkin terjadi

1. Bayi lelah dan bosan.

2. Bayi merasa takut dengan lingkungan.

3. Kecemasan pada orang tua.

G. Antisipasi untuk meminimalkan hambatan

1. Membatasi waktu bermain.

2. Permainan bervariasi.

3. Jadwal bermain disesuaikan (tidak ada jadwal terapi).

4. Terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada orangtua.

5. Melibatkan orang tua.

6. Konsultasi dengan pembimbing.

Page 211: Humpty Dumpty

39

Page 212: Humpty Dumpty

40

Page 213: Humpty Dumpty

41