humpty dumpty
DESCRIPTION
humpty dumptyTRANSCRIPT
i
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. “N” DENGAN ENSEFALITIS DISERTAI GIZI KURANG DI RUANG
MELATI 2 INSTALASI KESEHATAN ANAK RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA
DISUSUN OLEH:
SITI MARIA ULFAH
2120101741
AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2013
ii
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. “N” DENGAN ENSEFALITIS DISERTAI GIZI KURANG DI RUANG
MELATI 2 INSTALASI KESEHATAN ANAK RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA
Laporan Kasus ini Diajukan Guna Melengkapi Syarat untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan pada Akademi
Keperawatan Yayasan Notokusumo Yogyakarta
DISUSUN OLEH:
SITI MARIA ULFAH
2120101741
AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA
2013
iii
iv
v
MOTTO
“Nilai dari seseorang itu ditentukan dari keberaniannya memikul tanggung jawab, mencintai hidup dan pekerjaannya.”
“Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah.”
Kahlil Gibran (1883-1931); Penyair, Filsuf
“Belajar tanpa berpikir tak ada gunanya. Berpikir tanpa belajar sangat berbahaya.” Sukarno (1901-1970); Presiden RI Pertama
“Jika Anda dapat memimpikannya, Anda dapat melakukannya.”
Walter Elias Disney (1961-1966); Produser film dan inovator animasi
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‘alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini dengan tepat waktu.
Laporan asuhan keperawatan ini merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi Diploma III Keperawatan, penulis menyadari bahwa sepenuhnya laporan ini dapat tersusun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dr. Mochammad Syafak Hanung, Sp.A selaku direktur utama
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan izin penulis untuk
mengikuti ujian akhir program yang di laksanakan di RSUP. Dr. Sardjito.
2. Ibu Endang Sumirih, Bsc., S.Pd., M.Kes selaku Direktur AKPER
Notokusumo Yogyakarta yang telah mengizinkan penulis diterima di
Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta sampai selesainya
pendidikan ini.
3. Ibu Wiwi Kustio P, A.Kep., S.Pd., MPH selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing dan mengarahkan sehingga laporan ini terselesaikan
dengan tepat waktu.
4. Ibu Maria Putri Sari Utami, S.Kep., Ns selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan dan saran dalam uji praktek lahan.
5. Ibu Budi Winarni, S.Kep., Ns. selaku penguji dari lahan yang telah
memberikan masukan serta saran – sarannya.
6. Bapak dan Ibu yang selalu menjadi motivasi dan semangatku selama ini.
Doa kalian selalu menyertaiku dan doaku selalu menyertai kalian disini.
7. Kepada segenap keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan
kepada saya selama kuliah sampai selesainya tugas akhir ini.
8. Kepada Sdr. Ari Wahyu Diananto yang telah mampu menyemangati,
mendukung saya, dan memberikan waktu untuk menyelesaikan kegiatan
akhir program sehingga dapat memperoleh hasil yang memuaskan.
vii
9. Kepada Sdr. Priyo Kusumo dan Sdr. Tunggal Yunanto yang telah banyak
memberikan saran dan motivasi yang membangun untuk menyelesaikan
serangkaian kegiatan akhir program dan Sdri. Novita Purwanti Putri yang
telah membantu dalam kelancaran UAP stase anak.
10. Teman - teman seperjuanganku: Siti Ma’arifah, Erna Mutiarikhana, dan
Suryani.
11. Teman – teman yang pernah menjadi partner saat praktek klinik dan
teman – teman kelas III A.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.
Penulis berharap semoga karya tulis (KTI) ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan pembaca lain untuk menjadikan wawasan dan pengetahuan baru atau lebih. Dan kiranya karya tulis ini dapat dijadikan referensi bagi yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Yogyakarta, Juli 2013
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
MOTTO v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xiii
BAB I KONSEP DASAR MEDIK
I. ENSEFALITIS
A. Pengertian 1
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Presipitasi 2
2. Faktor Predisposisi 3
3. Patofisiologi 3
4. Manifestasi Klinik 6
5. Klasifikasi 6
6. Pemeriksaan diagnostic 7
7. Komplikasi 9
8. Penatalaksanaan Medis 9
C. Diangnosa Keperawatan 11
D. Fokus Intervensi 12
ix
II. GZI KURANG
A. Pengertian 19
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Presipitasi 20
2. Faktor Predisposisi 21
3. Patofisiologi 22
4. Manifestasi Klinik 23
5. Klasifikasi 24
6. Pemeriksaan diagnostic 28
7. Komplikasi 28
8. Penatalaksanaan Medis 29
C. Diangnosa Keperawatan 31
D. Fokus Intervensi 32
BAB II RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Dasar 36
2. Data Fokus 38
3. Analisa Data 45
B. Diangnosa Keperawatan
Rumusan Diagnosa 47
C. Rencana Tindakan Keperawatan 51
D. Catatan Perkembangan 70
x
BAB III PEMBAHASAN
A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian 95
2. Diagnosa Keperawatan 111
3. Perencanaan 119
4. Pelaksanaan 133
5. Evaluasi 139
B. Dokumentasi 146
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 149
B. Saran 156
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Intervensi Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak 12
Tabel 2. Intervensi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas 14
Tabel 3. Intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh 16
Tabel 4. Intervensi Risiko Jatuh 18
Tabel 5. Intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh 32 Tabel 6. Intervensi Resiko Kerusakan Integritas Kulit 33
Tabel 7. Intervensi Resiko Infeksi 34
Tabel 8. Intervensi Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan 35 Tabel 9. Interpretasi penilaian DDST 41
Tabel 10. Pengkajian Risiko Jatuh 42
Tabel 11. Analisa Data 44
Tabel 12. Rencana Tindakan Keperawatan Hipertermi 51
Tabel 13. Rencana Tindakan Keperawatan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dan Kebutuhan Tubuh 55
Tabel 14. Rencana Tindakan Keperawatan Ansietas Orang Tua 58
Tabel 15. Rencana Tindakan Keperawatan Resiko Jatuh 60
Tabel 16. Rencana Tindakan Keperawatan Resiko Infeksi 63
Tabel 17. Rencana Tindakan Keperawatan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan 67
xii
Tabel 18.1. Catatan Perkembangan Hipertermia 70
Tabel 18.2. Catatan Perkembangan Hipertermia 73
Tabel 19.1. Catatan Perkembangan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh 75
Tabel 19.2. Catatan Perkembangan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh 77
Tabel 20.1. Catatan Perkembangan Ansietas Orang Tua 79
Tabel 20.2. Catatan Perkembangan Ansietas Orang Tua 81
Tabel 21.1. Catatan Perkembangan Resiko Jatuh 83
Tabel 21.2. Catatan Perkembangan Resiko Jatuh 85
Tabel 22.1. Catatan Perkembangan Resiko Infeksi 87
Tabel 22.2. Catatan Perkembangan Resiko Infeksi 89
Tabel 23.1. Catatan Perkembangan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan 91
Tabel 23.2. Catatan Perkembangan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan 93
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ensefalitis dengan Penyebab Virus Herpes Simpleks 1
Gambar 2. Virus Herpes Simpleks 3
Gambar 3. Patofisiologi Ensefalitis disertai Gizi Kurang 5
Gambar 4. CT-scan otak normal dan CT-scan ensefalitis 8
Gambar 5. CT-scan otak dengan ensefalitis 8
Gambar 6. Patofisiologi Gizi Kurang 23
Gambar 7. Kwashiorkor dan Marasmus 24
Gambar 8. Marasmus 25
Gambar 9. Kwashiorkor 27
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK
ENSEFALITIS
A. Pengertian
Encephalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam
mikroorganisme. (Naga, 2012)
Ensefalitis adalah sindroma demam akut dengan bukti terkena
meningeal dan gangguan fungsi serebrum, serebelum atau batang otak; dapat
disebabkan karena terkena virus, dengan herpes simpleks sebagai penyebab
yang paling sering. (Saputra, 2010)
Gambar 1. Ensefalitis dengan penyebab Virus Herpes Simpleks
(WebMD Corporation, 2011)
1
2
Ensefalitis ialah reaksi keradangan yang mengenai jaringan otak oleh
berbagai macam mikroorganisme, penyebab yang terpenting dan tersering
ialah virus. (Soegijanto, 2002)
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. (Muttaqin,
2008)
Berdasarkan literatur di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
ensefalitis adalah infeksi pada jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai
macam mikroorganisme.
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Presipitasi dan Faktor Predisposisi
a. Faktor Presipitasi
Etiologi menurut Naga (2012)
Ada berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan
encephalitis, diantaranya bakteri, protozoa, cacing, jamur, dan virus.
Dari sekian banyak penyebab tersebut, yang paling sering menyerang
adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang
otak atau adanya reaksi radang akut, baik akibat infeksi sistemik
maupun vaksinasi.
3
Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus herpes simpleks,
arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, mumps, dan
adenovirus. (Muttaqin, 2008)
Gambar 2. Virus Herpes Simpleks (Pakistani, 2011)
b. Faktor Predisposisi
Muttaqin (2008) menyebutkan bahwa, ensefalitis bisa juga
terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi
pertusis.
2. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Riyadi dan Suharsono (2010), virus dapat
masuk ke tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas, dan saluran cerna,
setelah masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh
dengan beberapa cara:
4
a. Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir
permukaan atau organ tubuh.
b. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah
kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ
tersebut.
c. Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah
pertama kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar
ke organ lain.
d. Penyebaran melalui syaraf: virus berkembang biak di permukaan
selaput lendir dan menyebar melalui saraf.
Pada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada
kelainan neurologis. Virus akan berkembang biak, kemudian menyerang
susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti kelainan neurologis.
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:
a. Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang
sedang berkembang biak.
b. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskuler, dan varavaskuler, sedang virusnya
sendri sudah tidak ada dalam jaringan otak.
c. Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten.
5
Pathway Ensefalitis disertai Gizi Kurang
Gambar 3. Patofisiologi Ensefalitis disertai Gizi Kurang
(Muttaqin, 2008 dan Almatsier, 2004)
Gangguan perfusi
jaringan serebral
Pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Kesadaran
menurun
Penumpukan
sekret
Gangguan
bersihan jalan
nafas
Gangguan mobiltas fisik
Kecemasan orang tua
Pembentukan
eksudat dan
transudat
Kesulitan
mengunyah Kejang dan
nyeri kepala
Suhu tubuh
meningkat Edema
serebral
Kerusakan
saraf
cranial V
Iritasi
korteks
serebral
Area fokal
Reaksi kuman
patogen Kerusakan
saraf
cranial IX
Sulit
makan
Peradangan di otak
Virus atau bakteri masuk jaringan otak secara local, hematogen, dan melalui saraf-saraf
Faktor-faktor predisposisi: pernah mengalami campak, cacar air, herpes, dan bronkopneumonia
Resiko jatuh
Resiko kejang
berulang
Defisiensi kalori yang lama
Penghancuran jaringan lemak
(kebutuhan energi)
Menghilangnya lemak di bawah kulit
Penciutan atau pengecilan otot
Pengkisutan tubuh yang menyeluruh
6
3. Manifestasi Klinik
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis
ensefalitis. Masa prodormal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan
demam, dan muntah. Pada anak dapat disertai kejang. Kadang-kadang
disertai tanda neurologis fokal berupa afasia dan ataksia. (Muttaqin,
2008)
4. Klasifikasi
Naga (2012) menjabarkan klasifikasi enchepalitis, antara lain:
a. Infeksi virus yang bersifat epidemik:
1) Golongan enterovirus: Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus
ECHO.
2) Golongan virus ARBO: Western equine encphepalitis, St. Louis
enchepalitis, Eastern equine enchepalitis, Japanese B
enchepalitis, Russian spring summer enchepalitis, Murray valley
enchepalitis.
b. Infeksi virus bersifat sporadik: Rabies, Herpes simpleks, Herpes
zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan
jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Ensefalitis pasca-infeksi: pasca-morbili, pasca-varisela, parcarubela,
pasca-vaksinasi, pasca-mononukleosis infeksious, dan jenis-jenis
yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
7
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus
ensefalitis tatapi baru Japanese B encephalitis yang ditemukan.
Klasifikasi ensefalitis menurut Muttaqin (2008), didasarkan pada
faktor penyebabnya, meliputi:
a. Ensefalitis supuratif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah
Staphylococcus aurens, Sterptococcus, E. Colli, Mycobacterium, dan
T. Pallidum.
b. Sedangkan ensefalitis dengan virus penyebab adalah virus RNA
(Virus Parotitia), virus morbili, virus rabies, virus Rubella, virus
dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes
simpleks, dan varicella.
5. Pemeriksaan diagnostic
Riyadi dan Suharsono (2010) menyebutkan bahwa, pemeriksaan
penunjang pada ensefalitis, meliputi:
a. Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun
tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih jumlah sel 50-200
dengan dominasi lemposit. Kadar protein kadang-kadang meningkat
sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
b. Gambaran EEG (Elektroensefalografi) memperlihatkan proses
implamasi difus (aktifitas lambat-bilateral). Bila terdapat tanda klinis
8
vokal yang ditunjang dengan gambaran EEG (Elektroensefalografi)
atau CT-Scan (Computerized Tomography) dapat dilakukan biopsi
otak didaerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis vokal,
biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya
menjadi predileksi virus herpes simplex.
Gambar 4. CT-scan otak normal dan CT-scan ensefalitis
(WebMD Corporation, 2011)
Gambar 5. CT-scan otak dengan ensefalitis (Pakistani, 2011)
9
6. Komplikasi
Menurut Riyadi dan Suharsono (2010), komplikasi ensefalitis meliputi:
a. Retardasi mental.
b. Iritabel.
c. Gangguan motorik.
d. Epilepsi.
e. Emosi tidak stabil.
f. Sulit tidur.
g. Halusinasi.
h. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan sosial lain.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Saputra (2010), terapi yang diberikan pada ensefalitis,
meliputi:
a. Tidak ada pengobatan farmakologik yang spesifik untuk kebanyakan
pathogen virus. Asiklovir 30 mg/kg/BB selama 14 hari dipakai untuk
ensefalitis herpes simpleks. Asiklovir 10 kg/kg BB/ hari IV setiap 8
jam selama 10-14 jam (Riyadi dan Suharsono, 2010).
b. Pemberian kortikosteroid jangka pendek untuk mengendalikan edema
otak dan mencegah herniasi.
c. Perawatan suportif, evaluasi berulang dan pemeriksaan neurologis.
10
d. Bantuan pernapasan untuk pasien yang sakit berat atau tidak ada
risiko terjadinya aspirasi.
e. Hindari infus cairan hipotonik untuk mengurangi risiko hiponatremia.
f. Pemberian antikonvulsan dan penanganan lanjut pada pasien kritis
yang mengalami kejang.
g. Perawatan secara baik untuk cegah dekubitus, kontraktur, dan
thrombosis dalam pada pasien koma.
Riyadi dan Suharsono (2010) menjelaskan bahwa penatalaksanaan
dari ensefalitis adalah:
a. Penatalaksanaan secara umum tidak spesifik, tujuannya adalah
mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas
tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa
darah.
b. Bila tanda peningkatan tekanan intraktrial dapat diberikan merital
0,5-29/kg BB IV dalam periode 8-12 jam.
c. Pada pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada
tenggorok paralisis pita suara dan otot nafas dilakukan drainase
postural dan aspirasi mekanis yang periodic.
11
C. Diangnosa Keperawatan
Menurut Nanda International (2013), diagnosa keperawatan meliputi:
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor resiko
peningkatan tekanan intracranial, aterosklerosis aortic.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
secret, kemampuan buruk menurun akibat penurunan kesadaran.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
4. Risiko jatuh dengan faktor resiko kejang, perubahan status mental, dan
penurunan tingkat kesadaran.
12
D. Fokus Intervensi
Menurut Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition (2004),
fokus intervensi meliputi:
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor resiko
peningkatan tekanan intracranial, aterosklerosis aortic.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi perfusi
jaringan otak meningkat.
Criteria hasil: tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi
negative, keonsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda-
tanda vital dalam batas normal, dan syok dapat dihindari.
Tabel 1. Intervensi Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
No Intervensi Rasional 1. 2. 3. 4.
Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi. Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, napas irregular, reflex pupil menurun, kelemahan). Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan segera perubahan-perubahan tekanan intracranial ke dokter. Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring.
Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intracranial. Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal.
Perubahan-perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intracranial dan penting untuk intervensi awal.
Untuk mencegah peningkatan tekanan intracranial.
13
No Intervensi Rasional 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring. Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher. Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan enema). Anjurkan klien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut. Waktu prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan periode relaksasi; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu. Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada klien. Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensori, dan intelektual. Kolaborasi pemberian steroid osmotic.
Untuk mengurangi tekanan intracranial. Untuk mengurangi keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intracranial. Untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.
Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu. Untuk merujuk ke rehabilitasi. Untuk menurunkan tekanan intracranial.
14
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan, jalan napas
kembali efektif.
Criteria hasil: secara subjektif sesak nafas negative, frekuensi napas 16-
20x/menit, tidak menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS negative,
ronkhi negative, mengi negative, dapat mendemonstrasikan batuk efektif.
Tabel 2. Intervensi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
No Intervensi Rasional 1. 2. 3. 4.
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori, warna, dan kekentalan sputum.
Atur posisi fowler dan semifowler. Ajarkan cara batuk efektif. Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada.
Memantau dan mengatasi komplikasi potensial. Pengkajian fungsi pernapasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernapasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, akibat adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma berkembang dengan cepat. Peninggian kepala tempat tidur memudahkan pernapasan, meningkatkan ekspansi dada, dan meningkatkan batuk lebih efektif. Klien berada pada risiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut. Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif.
15
No Intervensi Rasional 5. 6.
Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari.
Lakukan pengisapan lendir di jalan napas.
Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mucus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh. Pengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas menjadi bersih.
16
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dalam waktu 3x24 jam.
Criteria hasil: turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat
kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat 1 kg, Hb dan
albumin dalam batas normal.
Tabel 3. Intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
No Intervensi Rasional 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Observasi tekstur dan turgor kulit. Observasi asupan dan keluaran. Observasi posisi dan keberhasilan sonde. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan reflex batuk. Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk, dan adanya secret.
Auskultasi bising usus, amati penurunan atau hiperaktivitas bising usus.
Timbang berat badan sesuai indikasi. Berikan makanan dengan cara meninggikan kepala.
Mengetahui status nutrisi klien. Mengetahui keseimbangan nutrisi klien. Untuk menghindari risiko infeksi atau iritasi. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien. Dengan mengkaji faktor-faktor tersebut dapat menentukan kemampuan menelan klien dan mencegah risiko aspirasi. Fungsi gastrointestinal bergantung pada kerusakan otak. Bising usus menentukan respons pemberian makan atau terjadinya komplikasi misalnya pada ileus. Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan. Menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi.
17
No Intervensi Rasional 9. 10. 11.
Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
Mulailah untuk memberikan makan per oral setengah cair dan makanan lunak ketika klien dapat menelan air. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang.
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi dari luar. Makanan lunak atau cair mudah untuk dikendalikan di dalam mulut dan menurunkan terjadinya aspirasi. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
18
4. Risiko jatuh dengan faktor resiko kejang, perubahan status mental, dan
penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang
disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Criteria hasil: klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang.
Tabel 4. Intervensi Risiko Jatuh
N0 Intervensi Rasional 1. 2. 3. 4.
Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnya.
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien. Pertahankan bedrest total selama fase akut. Kolaborasi pemberian tarapi; diazepam, fenobarbital.
Gambaran iritabilitas system saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi. Melindungi klien bila kejang terjadi.
Mengurangi risiko jatuh atau cedera jika terjadi vertigo dan ataksia. Untuk mencegah atau mengurangi kejang. Catatan: fenobarbital dapat menyebabkan depresi pernapasan dan sedasi.
KONSEP DASAR MEDIK
GIZI KURANG
A. Pengertian
Gizi kurang adalah apabila seseorang yang kekurangan gizi disebabkan
oleh konsumsi gizi yang tidak mencukupi kebutuhannya dalam waktu
tertentu. (Adiningsih, 2010)
Gizi kurang adalah suatu proses kurang makan ketika kebutuhan normal
terhadap satu atau beberapa nutrien tidak terpenuhi, atau nutrien-nutrien
tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar daripada yang didapat.
(Gibney, et all, 2005)
Gizi kurang adalah jika sedikit dibawah standar. Status gizi balita
secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan
menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar)
yang telah ditetapkan. (Dorland, 2000)
Kurang Energi Protein (KEP) adalah suatu keadaan di mana rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Kurangnya zat gizi makro (energi
dan protein) pada balita bisa menyebabkan KEP. (Febry dan Zulfito
Marendara, 2008)
19
20
Berdasarkan literatur di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
gizi kurang adalah gizi yang kurang dari normal dan disebabkan pemenuhan
nutrien yang kurang.
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Presipitasi dan Faktor Predisposisi
Gibney, et all (2005) menjabarkan faktor presipitasi dan faktor
predisposisi dari gizi kurang, yaitu:
a. Faktor Presipitasi
Ada lima mekanisme yang dapat mengakibatkan defisiensi
nutrien, yaitu mekanisme yang bekerja sendiri atau berupa gabungan
dapat mengurangi status gizi, meliputi:
1) Penurunan asupan nutrien, misalnya pada bencana kelaparan atau
anoreksia akibat sakit kronis seperti anoreksia nervosa.
2) Penurunan absorbs nutrien, misalnya malabsorbsi karbohidrat dan
asam amino yang menyeluruh pada penyakit kolera sebagai
akibat dari waktu transit intestinal yang cepat atau malabsorbsi
gula setelah terjadi defisiensi lactase yang ditimbulkan oleh diare.
3) Penurunan pemakaian nutrien dalam tubuh, misalnya penggunaan
obat antimalaria yang mengganggu metabolisme folat, dan
defisiensi enzim congenital yang sebagian membatasi lintasan
metabolic nurien seperti yang terjadi pada fenilketonuria.
21
4) Peningkatan kehilangan nutrien (yang paling sering terjadi
melalui traktus gastrointestinal, dapat juga melalui kulit atau
urine), misalnya protein-losing enteropathy pada penyakit
inflamasi usus dan kehilangan nutrien melalui kulit yang terbakar
serta terkelupas.
5) Peningkatan kebutuhan nutrien (melalui keadaan patofisiologis
seperti inflamasi kronis), misalnya peningkatan laju metabolic
pada keadaan demam atau hipertiroidisme.
b. Faktor Predisposisi
1) Bencana
Bencana alam dan bukan alam merupakan situasi paling kondusif
untuk terjadinya gizi kurang, misalnya peperangan, kekeringan,
badai, angin puting beliung, dan banjir.
2) Gizi dan imunitas pada keadaan gizi kurang
Sanitasi yang buruk dan pasokan air minum yang tidak pasti
dijumpai di antara kelompok-kelompok masyarakat di negara
berkembang. Angka vaksinasi yang rendah juga dapat ditemukan
di sana. Diare maupun infeksi pernapasan yang sering kambuh
berkaitan dengan bentuk tubuh yang lebih pendek dalam
masyarakat miskin di negara berkembang.
22
3) Aspek social dan perilaku yang berkaitan dengan gizi kurang
Frekuensi dan durasi pemberian ASI yang tidak cukup menjadi
faktor risiko untuk terjadinya defisiensi makronutrien maupun
mikronutrien pada usia dini. Keadaan gizi kurang yang banyak
ditemukan pada bayi-bayi terlihat ketika para ibu memilih untuk
menggunakan susu formula sebagai pengganti ASI.
4) Pasokan makanan
Distribusi pangan dalam berbagai kawasan dan antar-kawasan
merupakan tantangan yang besar karena wilayah yang
membutuhkan produk pangan sering kali memiliki sistem
transportasi yang buruk.
2. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Almatsier (2004), kurang kalori akan terjadi
manakala kebutuhan tubuh akan kalori tidak tercukupi oleh diit. Dalam
keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein
dan lemak merupakan yang sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan
tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 24 jam dapat
23
terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah
beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah
menjadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak
dipecah menjadi asam lemak, gliserol, dan keton bodies. Otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi
jika kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-
kira kehilangan separuh dari tubuh.
Pathway Gizi Kurang
Defisiensi kalori yang lama
Penghancuran jaringan lemak (kebutuhan energi)
Menghilangnya lemak di bawah kulit
Penciutan atau pengecilan otot
Pengkisutan tubuh yang menyeluruh
Gambar 6. Patofisiologi Gizi Kurang (Almatsier, 2004)
3. Manifestasi Klinik
Tanda-tanda yang paling utama daripada KEP (Kekurangan Energi
Protein) adalah pertumbuhan fisik yang kurang normal berupa penurunan
berat badan, jaringan lemak terasa lunak dan otot-otot daging tidak
24
kencang dan ini biasanya tampak bila paha bagian dalam diraba. Anak
menjadi kurang responsive mengarah kepada apatis. Perkembangan
kepandaian lebih lambat daripada yang normal. (Suhardjo, 2010)
4. Klasifikasi
Gambar 7. Kwashiorkor dan Marasmus (Health Drip.com, 2012)
Menurut Gibney, et all (2005), ada dua sindrom klinis gizi kurang
yang parah (KEP atau Kekurangan Energi Protein), yaitu marasmus,
kwashiorkor, dan kwashiorkor-marasmik.
a. Marasmus
Marasmus terjadi akibat kekurangan energi. Gangguan gizi ini
biasanya terjadi pada anak usia tahun pertama yang tidak mendapat
cukup ASI (Air Susu Ibu). Gejalanya meliputi: berat badan sangan
rendah, kemunduran pertumbuhan otot (atrophi), wajah anak seperti
orang tua (old face), ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran
25
tubuh, cengeng dan apatis (kesadaran menurun), mudah terkena
penyakit infeksi, kulit kering dan berlipat-lipat karenan tidak ada
jaringan lemak di bawah kulit, sering diare, dan rambut tipis dan
mudah rontok. (Febry dan Zulfito Marendara, 2008)
Marasmus ditandai oleh pelisutan tubuh ekstrem; tubuh penderita
marasmus terlihat hanya “tulang dan kulit”. Marasmus merupakan
adaptasi fisiologis terhadap keterbatasan energi dan makanan.
Penderita marasmus lebih rentan terhadap infeksi dan memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk meninggal atau mengalami
disabilitas karena infeksi.
Gambar 8. Marasmus (The New Zealand Digital Library Project)
26
b. Kwashiorkor
Kwashiorkor terjadi akibat kekurangan protein. Penyakit gangguan
gizi ini banyak dijumpai pada anak usia 1 sampai 3 tahun. Orang tua
biasanya tidak menyadari bahwa anaknya sakit. Hali ini disebabkan
kebutuhan energinya tercukupi sehingga berat badan menjadi normal.
Apalagi ditambah dengan adanya oedem (sembap) pada badan anak
karena kekurangan protein. Gejalanya meliputi: oedem pada kaki dan
muka (moon face), rambut berwarna jagung dan tumbuh jarang,
perunahan kejiwaan seperti apatis, wajah memelas, cengeng, dan
nafsu makan kurang, serta muncul kelainan kulit mulai dari bintik-
bintik merah yang kemudian berpadu menjadi bercak hitam. (Febry
dan Zulfito Marendara, 2008)
Kwashiorkor merupakan kumpulan klinis gejala edema dan gizi
kurang. Keadaan ini paling sering terlihat pada anak-anak balita dan
biasanya disertai dengan iritabilitas (keadaan rewel), anoreksia, serta
ulserasi pada kulit. Iritabilitas merupakan perubahan status mental
secara patologis dan menjadikan pemberian makan kepada penderita
kwashiorkor sebagai tugas yang menantang. Perubahan metabolisme
terjadi lebih berat pada kwashiorkor, dan case fatality rate (CFR)
pada keadaan ini lebih tinggi dibandingkan pada marasmus.
Kwashiorkor dapat terjadi karena kehilangan antioksidan yang
menyertai defisiensi energi dari makanan.
27
Gambar 9. Kwashiorkor (The New Zealand Digital Library Project)
c. Kwashiorkor-marasmik
Jika gejala edema dan pelisutan berat terjadi bersama-sama,
keadaan ini dinamakan kwashiorkor marasmik dan prognosis
kwashiorkor-marasmik lebih buruk daripada prognosis marasmur
atau kwashiorkor saja. Gambaran klinis kwashiorkor marasmik
serupa dengan gambaran klinis kwashiorkor.
Tipe Kwashiorkor marasmus, pada penyakit ini timbul jika
makanan sehari-hari anak tidak cukup mengandung energi dan
protein untuk pertumbuhan normal. (Febry dan Zulfito Marendara,
2008)
28
5. Pemeriksaan diagnostic
Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan
laboratorium, yaitu: albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hemoglobin,
Hematocrit, transferin (Hidayat, 2008).
6. Komplikasi
Gibney, et all (2005) menjabarkan komplikasi dari gizi kurang,
antara lain:
a. Efek jangka pendek
Stunting (tubuh yang pendek) menggambarkan gizi kurang yang
sudah berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk
berkembang serta pulih kembali, sementara wasting (pelisutan tubuh)
dapat terjadi karena periode keadaan gizi kurang yang relative lebih
singkat dan dapat pulih dengan cepat.
b. Efek jangka panjang
Anak-anak yang bertubuh pendek (stunted) pada usia kanak-kanak
dini terus menunjukkan kemampuan yang lebih buruk dalam fungsi
kognitif yang beragam dan prestasi sekolah yang lebih buruk jika
dibandingkan dengan anak-anak yang bertumbuh normal hingga usia
12 tahun. Mereka juga memiliki permasalahan perilaku, lebih
terhambat, dan kurang perhatian serta lebih menunjukkan gangguan
tingkah laku (conduct disorder).
29
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut Suhardjo (2010), meliputi:
a. Keadaan ini memerlukan diit yang berisi jumlah cukup protein yang
kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, perotein, mineral, dan
vitamin.
b. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
c. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare
berat.
d. Pengkajian riwayat status ekonomi, kaji riwayat pola makan,
pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil
laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.
e. Penatalaksanaan diit
Tujuan diit: memberikan makanan TKTP (Tinggi Kalori Tinggi
Protein) secara bertahap sesuai dengan keadaan pasien untuk
mencapai keadaan gizi optimal.
f. Pemberian cairan atau makan
Tahapan pemberian cairan atau makanan:
1) Tahap stabilisasi atau fase inisial
Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa
kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain
mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian
cairan intravena.
30
Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau
Ringer Lactat Dextrose 5%.
Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula
diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml
sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
2) Tahap transisi atau fase penyesuaian
Tujuan: memberi bentuk, jenis dan cara pemberian makanan yang
sesuai dengan kemampuan digesti dan absorbsi penderita.
Porsi kering tapi sering (6-12x pemberian sehari):
a) Umur < 1 tahun/BB < 7kg:
Cair-semi solid seperti makanan bayi, ASI diteruskan bila
masih ada dan diperlukan pada saat setelah makan atau mau
tidur.
b) Umur > 1 tahun/BB > 7kg:
Semi solid-solid berupa makanan anak 1 tahun bentuk cair
kemudian lunak dan makanan padat, cairan 150-200 ml/kg
BB/hari.
Kalori yang diberikan 50-100 kalori/kgBB/hari dengan
protein 2 gram/kgBB/hari. Susu formula atau rendah laktosa.
Bila tak minum susu formula susu formula diberi makanan
yang tak mengandung protein susu sapi dan bebas laktosa
(preda= formula bubur-tempe).
31
3) Tahap rehabilitasi atau fase penyembuhan
Intake kalori 100-175 kalori/kgBB/hari. Bentuk jenis dan
cara pemberian disesuaikan dengan makin meningkatnya
kemampuan digesti dan absorbsi.
Jenis makanan diupayakan disesuaikan dengan apa yang
mungkin dapat diberikan di rumah.
4) Tahap pembinaan atau fase pemulihan
Bimbingan pada orang tua untuk memberikan makanan
sesuai dengan kebutuhan, dapat dimulai setiap tahap, dalam
bentuk dan jenis makanan yang dapat disediakan oleh mereka di
rumah. Intake 100-120 kalori/kg BB/hari, protein 2-3 gram/kg
BB/hari. Anak dengan gizi kurang yang telah kembali nafsu
makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti
yang dimakan sehari-hari.
C. Diangnosa Keperawatan
Diangnosa Keperawatan menurut Nanda International (2013):
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
2. Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko gangguan nutrisi
atau status metabolic.
3. Resiko infeksi dengan faktor resiko kerusakan pertahanan tubuh.
32
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat
masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.
D. Fokus Intervensi
Fokus intervensi menurut Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth
Edition (2004):
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
Tabel 5. Intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
No Intervensi Rasional
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kaji adanya alergi makanan.
Monitor intake nutrisi.
Monitor mual, muntah.
Monitor lingkungan selama makan.
Timbang berat badan pasien tiap 3 hari.
Anjurkan memakan makanan hangat, sedikit-sedikit tapi sering.
Kelola pemberian antiemetic.
Menentukan pilihan makanan yang tepat diberikan pada pasien.
Memberikan informasi tentang status gizi pasien.
Mengetahui kondisi pasien saat ini.
Lingkungan yang bersih meningkatkan nafsu makan.
Untuk mengevaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
Makan makanan hangat dapat menghindari mual, muntah.
Mencegah mual, muntah.
33
2. Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko gangguan nutrisi
atau status metabolic.
Tabel 6. Intervensi Resiko Kerusakan Integritas Kulit
No Intervensi Rasional
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin.
Ubah posisi tiap 2 jam.
Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol.
Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
Bersihkan dan keringkan kulit. Jagalah linen tetap kering.
Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
Meningkatkan integritas kulit dan mengurangi risiko kelembapan kulit.
Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
Mempertahankan keutuhan kulit.
34
3. Resiko infeksi dengan faktor resiko kerusakan pertahanan tubuh.
Tabel 7. Intervensi Resiko Infeksi
No Intervensi Rasional
1.
2.
3.
4.
5.
Pertahankan sistem steril.
Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
Observasi luka sekitar insersi.
Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Berikan antibiotic sesuai indikasi.
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi atau sepsis lanjut.
Pasien yang mengalami keadaan yang berat berisiko untuk syok bedah atau septic sehubungan dengan manipulasi atau instrumentasi.
Adanya insisi meningkatkan risiko untuk infeksi.
Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan risiko infeksi luka.
Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan risiko infeksi.
35
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat
masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat (Kim, et all. 2006).
Tabel 8. Intervensi Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan
Intervensi Rasional
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bantu ibu dalam memberikan perawatan yang adekuat.
Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.
Libatkan orang terdekat dalam perawatan bayi.
Pantau keselamatan anak di dalam lingkungan rumah; libatkan layanan perlindungan anak sesuai kebutuhan.
Sarankan cara untuk memberikan lingkungan yang sesuai dan stimulasi didasarkan pada isyarat dari anak.
Pantau status nutrisi; kolaborasi dengan ahli gizi, kaji tehnik pemberian makan ibu, dan bantu atau dorong ibu untuk memilih makanan yang mengandung kalori dan nutrisi.
Ibu akan yakin dan percaya diri dalam merawat anak.
Dengan memberikan perhatian pada ibu dapat meningkatkan harga diri dan meningkatkan perhatian ibu kepada bayinya.
Ibu yang kecanduan mempunyai keterampilan koping yang terbatas dan dapat membutuhkan bantuan untuk merawat bayi mereka secara adekuat.
Penggunaan alcohol menurunkan inhibisi dan merusak penilaian. Hal ini mengakibatkan gangguan kemampuan dalam berperan sebagai orang tua, yang menempatkan anak pada resiko yang lebih tinggi terhadap penganiayaan fisik dan seksual serta pelalaian.
Anak yang diberikan stimulasi akan bertambah baik pada fungsi yang mengalami keterlambatan.
Nutrisi yang cukup akan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi semakin baik.
BAB II
RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Nama Mahasiswa : Siti Maria Ulfah
Tanggal Ujian : 24-26 Juni 2013
Tempat Ujian : Bangsal Melati 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Tanggal Pengkajian : 24 Juni 2013
Sumber Data : Pasien, keluarga pasien, status pasien, tim kesehatan
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi
dokumentasi
1. Data Dasar
a. Pasien
Nama : An. “N”
Umur : 8 bulan 15 hari
Tanggal lahir : 9 Oktober 2013
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo, Sleman
Diagnosa Medis : Ensefalitis dengan gizi kurang
36
37
Tanggal masuk : 4 Juni 2013
No. CM : 01.63.7X.XX
b. Penanggung Jawab
Nama : Bp. “M”
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo,
Sleman
Hubungan dengan pasien : Ayah
Pendidikan : SLTA
c. Riwayat Kesehatan
1) Presipitasi : belum diketahui secara pasti.
2) Predisposisi : pasien berumur 8 bulan 15 hari, memiliki riwayat
kejang demam, sistem imun pasien masih rendah
sehingga pasien masih rentan dengan penularan
penyakit atau terjangkit penyakit.
38
2. Data Fokus
a. Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya panas, panasnya naik turun
dan bila panas, anak rewel. Pasien makan menggunakan NGT dan
disuapi bila makan atau minum susu. Ibu pasien khawatir dengan
kondisi kesehatan anaknya karena panas tidak kunjung turun tetapi
naik-turun.
b. Alasan masuk rumah sakit
Lima hari sebelum masuk rumah sakit, pasien BAB cair lima kali
dengan ampas, warna kekuningan terdapat lendir, muntah tiap makan
dan minum, dibawa ke Puskesmas diberi puyer dan oralit, kemudian
anak mengalami demam, dibawa ke RB Widuri, Sleman dirujuk ke
RSUD Sleman, kejang empat kali (+ 3 menit) diantara kejang, anak
tidak sadar.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: lemah
a) Kesadaran: Compos mentis
Pengukuran GCS : respon verbal : 6
respon motorik : 5
respon mata : 4
39
b) Tanda-tanda vital
Suhu : 38o C
Nadi : 160 x/menit
Respirasi : 42 x/menit
c) Status Gizi
BB : 5,6 kg
PB : 62 cm
LLA (kiri) : 11,5 cm
LK : 41 cm
LD : 38 cm
Z-Score berdasarkan BB/U= BB/U: <-2 SD - ≥ -3 SD (gizi
kurang)
Status gizi: kurang
2) Pemeriksaan Secara Sistemik
a) Kepala
(1) Bentuk : microcephaly.
(2) Mata : mata cowong, konjungtiva anemis.
(3) Hidung : terpasang NGT hari ke 6.
(4) Mulut : mukosa bibir kering.
b) Ekstremitas atas kanan:
terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) Cairan DS ½ NS 12 tpm
kondisi baik, kering.
40
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) 14 Juni 2013
Pemeriksaan darah (kultur)
jenis kuman= negatif (kuman tidak tumbuh)
2) 8 Juni 2013: Pemeriksaan laboratorium (darah rutin)
WBC: 14,1 10^3/uL normal = 4,0 – 11,0
HgB: 9,0 g/dL normal = 12,0 – 16,0
3) Terapi yang didapat
a) Per-Oral
Calsium Junior sendok takar setiap 24 jam
Zink 20 mg setiap 24 jam
Paracetamol 60 mg setiap 4 jam
b) Intra-vena
Phenobarbital 25 mg setiap 12 jam
Ceftazidime 30 mg setiap 8 jam
Cloramphenicol 65 mg setiap 12 jam
Farmadol 60 mg bila suhu > 37,5o C
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan:
BB: 5,6 kg
TB: 62 cm
41
Tabel 9. Interpretasi penilaian DDST
Motorik Kasar Motorik Halus Bahasa Sosial 1) Duduk
tanpa pegangan (F)
2) Berdiri dengan pegangan (F)
3) Bangkit untuk berdiri (F)
4) Bangkit terus duduk (F)
1) Menggaruk manik-manik (F)
2) Memindahkan kubus (F)
3) Mengambil 2 kubus (F)
4) Memegang dengan ibu jari dan jari (P)
5) Membenturkan 2 kubus (F)
1) Meniru bunyi kata-kata (F)
2) Papa/mama tidak spesifik (P)
3) Papa/mama spesifik (F)
1) Berusaha mencapai keinginan (F)
2) Makan sendiri (F)
3) Tepuk tangan (F)
4) Melambaikan tangan (F)
5) Menyatakan keinginan (F)
Keterangan:
P : Pass/ Lewat
F : Fail/ Gagal
R : Refusal/ menolak
NP : No Opportunity/ ada hambatan
Hasil DDST didapatkan nilai anak adalah Global Developmental
Delay.
42
Tabel 10. Pengkajian Risiko Jatuh
PENGKAJIAN & INTERVENSI RISIKO JATUH PASIEN ANAK (HUMPTY DUMPTY)
Nama : An.”N” Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo, Sleman
Tgl Lahir : 9 Oktober 2012 Instalasi : INSKA
RSUP Dr.Sardjito Ruangan : Melati II
Pengkajian risiko jatuh dilakukan saat pasien masuk, ketika terjadi perubahan kondisi, ketika pindah dari bangsal lain atau setelah kejadian jatuh.
PARAMETER KRITERIA TANGGAL WAKTU
24 Juni 2013
25 Juni 2013
26 Juni 2013
Umur Dibawah 3 tahun 4 4 4 4 3 – 7 tahun 3 8 -13 tahun 2 >13 tahun 1
Jenis kelamin Laki – laki 2 Perempuan 1 1 1 1
Diagnosis Kelainan Neorologi 4 4 4 4 Perubahan dalam oksigenasi (Masalah Saluran Nafas, Dehidrasi, Anemia, Anoreksia, Sinkop/sakit kepala, dll)
3
Kelainan Psikis/Perilaku 2 Diagnosis lain 1
Gangguan Kognitif
Tidak sadar terhadap keterbatasan 3 3 3 3 Lupa keterbatasan 2 Mengetahui kemampuan diri 1
Faktor lingkungan
Riwayat jatuh dari tempat tidur saat bayi – anak
4
Pasien menggunakan alat bantu atau box atau mebel
3
Pasien berada di tempat tidur 2 Di luar ruang rawat 1 1 1 1
Respon Terhadap Operasi/ Obat Penenang/ Efek Anestesi
Dalam 24 jam 3 3 3 3 Dalam 48 jam riwayat jatuh 2 >48 jam 1
Penggunaan Obat Bermacam – macam obat yang digunakan : obat sedatif (kecuali pasien ICU yang menggunakan sedasi dan paralisis), Hipnotik, Barbiturat, Fenotiazin, Antidepresan, Laksansia/Diuretika, Narkotik
3 3 3 3
Salah satu dari pengobatan di atas 2 Pengobatan lain 1
TOTAL SKOR 19 19 19 RR : Risiko Rendah (7-11), RT : Risiko Tinggi (≥12) (Lingkaran) RR/RT RR/RT RR/RT RR/RT RR/RT
Nama & paraf yang melakukan pengkajian
Ulfah
Ulfah Ulfah
Intervensi pencegahan risiko jatuh (Beri tanda √) TANGGAL 24 Juni 2013
25 Juni 2013
26 Juni 2013
WAKTU 08.00 08.00 08.00 Resiko Rendah (RR) 1. Pengecekan ‘BEL’ mudah dijangkau
2. Roda tempat tidur berada pada posisi terekunci 3. Posisikan tempat tidur pada posisi terendah 4. Naikkan pagar pengaman tempat tidur 5. Berikan edukasi pasien
Risiko Tinggi (RT) 1. Pasang tanda risiko jatuh segitiga warna kuning pada tempat tidur pasien, pintu. √
2. Lakukan intervensi jatuh standar 3. Berikan edukasi pasien √ √ √ 4. Strategi mencegah jatuh dengan penilaian jatuh
yang lebih detil serta analisis cara berjalan sehingga dapat ditentukan intervensi spesifik seperti menggunakan terapi fisik atau alat bantu jalan jenis terbaru untuk membantu mobilisasi.
5. Pasien ditempatkan dekat nurse station 6. Handrail mudah dijangkau pasien dan kokoh √ √ √ 7. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu
pasien √ √ √
Nama dan paraf yang melakukan intervensi pencegahan risiko jatuh Ulfah Ulfah Ulfah
43
f. Aspek Mental Intelektual Sosial Spiritual
1) Gambaran diri: Ibu pasien merasa cemas dan bingung dengan
keadaan anaknya saat ini.
3. Pengelompokan data
Data Subyektif:
Ibu pasien mengatakan:
“Anak saya panas, panasnya naik-turun dan bila panas, anak rewel.”
“Anak saya makan menggunakan NGT dan disuapi bila minum susu.”
“Saya khawatir dengan kondisi anak saya karena panas tidak kunjung
turun tetapi naik-turun.”
“Anak saya belum bisa makan sendiri, memanggil nama “mamak-
bapak”.
Data Obyektif:
1) Kulit teraba hangat, warna kemerahan.
2) Tanda-tanda vital:
Suhu = 38oC
Nadi = 16o x /menit
Respirasi = 42 x /menit
3) Terpasang NGT hari ke-6.
4) Mata cowong, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering.
5) 3 jam sekali makan melalui NGT sebanyak 90 cc.
6) Kebutuhan energi = 558 kkal/hari
Z-score = status gizi kurang
44
BB/U = <-2 SD - > - 3 SD (gizi kurang)
BB = 5,6 kg TB = 62 cm LLA (kiri) = 11,5 cm
LK = 41 cm LD = 38 cm
7) Ibu pasien terlihat khawatir ketika suhu tubuh anak tinggi.
8) Terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) cairan DS ½ NS 12 tpm
ditangan kanan, kondisi baik, kering.
9) Pemeriksaan laboratorium (darah rutin) 8 Juni 2013 = WBC 14,1
10^3/uL dan HgB 9,0 g/dL
Hasil pemeriksaan darah (kultur)14 Juni 2013 = jenis kuman =
negatif, kuman tidak tumbuh
10) Pengkajian risiko jatuh (Humpty Dumpty) 24/6/13 total skor 19.
11) Hasil DDST: Global Develop Mental Delay
Motorik kasar : duduk tanpa pegangan, berdiri dengan
pegangan, bangkit untuk berdiri, bangkit
terus duduk.
Motorik halus : menggaruk manik-manik, memindahkan
kubus, mengambil 2 kubus,
membenturkan 2 kubus.
Sosial : meniru bunyi kata-kata, papa/mama
spesifik.
Bahasa : berusaha mencapai keinginan, makan
sendiri, tepuk tangan, melambaikan
tangan, menyatakan keinginan.
45
4. Analisa Data
Tabel 11. Analisa Data
No. Data senjang Etiologi Problem 1. DS: Ibu pasien mengatakan,
“Anak saya panas, panasnya naik turun dan bila panas, anak rewel.”
DO: - kulit teraba hangat, warna
kemerahan. - Suhu 38o C. - Nadi 160 x /menit. - Respirasi 42 x /menit.
Ensefalitis (infeksi virus)
Hipertermi
2. DS: Ibu pasien mengatakan, “Anak saya makan menggunakan NGT dan disuapi bila minum susu.” DO : - Terpasang NGT hari ke-6. - 3 jam sekali makan melalui
NGT sebanyak 90 cc. - Kebutuhan energi = 558
kkal/hari. - Mata cowong, konjungtiva
anemis, mukosa bibir kering. - Z score = status gizi kurang
BB/U = < -2 SD - > - 3 SD (gizi kurang) BB = 5,6 kg TB = 62 cm LLA (kiri)= 11,5 cm LK = 41 cm LD = 38 cm
Ketidakmampuan mencerna nutrisi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. DS: Ibu pasien mengatakan, “Saya khawatir dengan kondisi anak saya karena panas tidak kunjung turun tetapi naik turun.”
DO: Ibu pasien terlihat khawatir ketika suhu tubuh anak tinggi.
Perubahan status kesehatan anak
Ansietas orang tua
4. DS: - DO: Pengkajian resiko jatuh (Humpty Dumpty) 24/6/13 total skor 19.
Riwayat kejang dan usia anak kurang dari 1 tahun
Resiko jatuh
46
No. Data senjang Etiologi Problem 5. DS: -
DO: - Pemeriksaan darah (kultur) =
jenis kuman = negatif, kuman tidak tumbuh.
- Terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) cairan D ½ NS 12 tpm ditangan kanan, kondisi baik, kering.
- WBC 14,1 10^3/uL dan HgB 9,0 g/dL (8 Juni 2013).
Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb)
Resiko infeksi
6. DS: Ibu pasien mengatakan, “Anak saya belum bisa makan sendiri, memanggil nama mamak-bapak.” DO: Hasil DDST: Global Develop Mental Delay - Motorik kasar: duduk tanpa
pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit untuk berdiri, bangkit terus duduk.
- Motorik halus: menggaruk manik-manik, memindahkan kubus, mengambil 2 kubus, membenturkan 2 kubus.
- Sosial: meniru bunyi kata-kata, papa/mama spesifik.
- Bahasa: berusaha mencapai keinginan, makan sendiri, tepuk tangan, melambaikan tangan, menyatakan keinginan.
Efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
47
B. Diangnosa Keperawatan
Rumusan diagnosa berdasarkan prioritas:
1) Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus), ditandai
dengan:
DS:
Ibu pasien mengatakan, “Anak saya panas, panasnya naik turun dan
bila panas, anak rewel.”
DO:
- kulit teraba hangat, warna kemerahan.
- Suhu 38o C.
- Nadi 160 x /menit.
- Respirasi 42 x /menit.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi, ditandai dengan:
DS:
Ibu pasien mengatakan, “Anak saya makan menggunakan NGT dan
disuapi bila minum susu.”
DO:
- Terpasang NGT hari ke-6.
- 3 jam sekali makan melalui NGT sebanyak 90 cc.
48
- Kebutuhan energi = 558 kkal/hari.
- Mata cowong, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering.
- Z score = status gizi kurang
BB/U = < -2 SD - > - 3 SD (gizi kurang)
BB = 5,6 kg TB = 62 cm LLA (kiri)= 11,5 cm
LK = 41 cm LD = 38 cm
3) Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak,
ditandai dengan:
DS:
Ibu pasien mengatakan, “Saya khawatir dengan kondisi anak saya
karena panas tidak kunjung turun tetapi naik turun.”
DO:
Ibu pasien terlihat khawatir ketika suhu tubuh anak tinggi.
49
4) Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak kurang
dari 1 tahun, ditandai dengan:
DS: -
DO:
Pengkajian resiko jatuh (Humpty Dumpty) 24/6/13 total skor 19.
5) Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan sekunder
(penurunan Hb), ditandai dengan:
DS: -
DO:
- Pemeriksaan darah (kultur) = jenis kuman = negatif, kuman tidak
tumbuh.
- Terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) cairan D ½ NS 12 tpm ditangan
kanan, kondisi baik, kering.
- WBC 14,1 10^3/uL dan HgB 9,0 g/dL (8 Juni 2013).
50
6) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten, ditandai
dengan:
DS:
Ibu pasien mengatakan, “Anak saya belum bisa makan sendiri,
memanggil nama mamak-bapak.”
DO: Hasil DDST: Global Develop Mental Delay
- Motorik kasar: duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan,
bangkit untuk berdiri, bangkit terus duduk.
- Motorik halus: menggaruk manik-manik, memindahkan kubus,
mengambil 2 kubus, membenturkan 2 kubus.
- Sosial: meniru bunyi kata-kata, papa/mama spesifik.
- Bahasa: berusaha mencapai keinginan, makan sendiri, tepuk tangan,
melambaikan tangan, menyatakan keinginan.
51
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Tabel 12. Rencana Tindakan Keperawatan Hipertermi
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional 1. Hipertermi
berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus), ditandai dengan:
DS: Ibu pasien mengatakan, “Anak saya panas, panasnya naik turun dan bila panas, anak rewel.”
DO: - Kulit teraba
hangat, warna kemerahan.
- Suhu 38o C. - Nadi 160 x
/menit. - Respirasi 42 x
/menit.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, suhu tubuh pasien menurun dengan criteria hasil: - Suhu 37,5 oC
– 38,5 0C - Tidak ada
perubahan warna kulit
- Nadi 100-160 x/menit
- Respirasi 30-60 /menit
1. Monitor suhu secara kontinyu setiap 4 jam.
2. Monitor warna dan suhu kulit.
3. Kompres pasien pada lipatan aksila dengan kompres hangat.
4. Ajarkan keluarga meningkatkan intake cairan dan nutrisi.
1. Mengetahui peningkatan suhu pasien.
2. Mengetahui intensitas panas pasien.
3. Membantu kulit vasodilatasi sehingga panas yang ada di dalam tubuh berpindah ke luar.
4. Mengurangi panas dengan rehidrasi cairan dan nutrisi.
24 Juni 2013 Pukul 08.00 1. Mengukur suhu tubuh. 2. Mengkaji warna kulit.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.00 3. Mengompres pasien
pada lipatan aksila dengan kompres hangat.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.00 4. Mengelola pemberian
Paracetamol 60mg melalui oral.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 08.10
1. Suhu 38o C 2. Kulit kemerahan,
teraba hangat.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.20
3. Pasien sudah dilakukan kompres hangat di aksila.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.10
4. Paracetamol 60 mg sudah masuk melalui NGT.
Ulfah
52
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional - Ibu dapat
mengkontrol panas anak dengan kompres air hangat
5. Kelola pemberian antipiretic: Paracetamol 60 mg melalui oral setiap 4 jam dan Farmadol 60mg melalui Intra Vena bila suhu > 37,5oC.
5. Menurunkan panas.
24 Juni 2013 Pukul 14.00 5. Mengukur suhu tubuh. 6. Mengkaji warna kulit.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 20.00 7. Mengelola pemberian
Farmadol 60mg melalui Intra Vena.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 14.10
6. Suhu 37,8 oC 7. Kulit kemerahan,
teraba hangat.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 20.10
8. Farmadol 60 mg melalui Intra Vena sudah masuk.
Ulfah Pukul 21.00 S:
Ibu pasien mengatakan, “Anak saya panas lagi.”
O: - Kulit teraba
hangat, warna kemerahan.
53
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional - Suhu 38 oC
- Nadi 148 x/menit - Respirasi 42
x/menit A:
Hipertermi teratasi sebagian.
P Lanjut intervensi 1. Monitor suhu
secara kontiyu. 2. Monitor warna
dan suhu kulit. 3. Kompres pasien
pada lipatan aksila dengan kompres hangat.
4. Ajarkan keluarga meningkatkan intake cairan dan nutrisi.
5. Kelola pemberian antipretik,
54
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional Paracetamol 60
mg / 4 jam melalui oral dan Farmadol 60 mg melalui Intra Vena bila suhu > 37,5o C.
Ulfah
55
Tabel 13. Rencana Tindakan Keperawatan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dan Kebutuhan Tubuh
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional 2. Ketidakseimbang
an nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi, ditandai dengan:
DS:
Ibu pasien mengatakan, “Anak saya makan menggunakan NGT dan disuapi bila minum susu.”
DO: - Terpasang NGT
hari ke-6. - 3 jam sekali
makan melalui NGT sebanyak 90 cc.
- Kebutuhan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kebutuhan nutrisi dapat optimal dengan kriteria hasil: - BB = 5,6-6,2 kg - Porsi makan dapat dihabiskan diit 90 cc setiap 3 jam - mukosa bibir lembab - status gizi baik - pasien tidak aspirasi
1. Kaji berat badan dan jumlah asupan kalori anak.
2. Berikan makanan
yang hangat.
3. Anjurkan
keluarga untuk memberikan makanan sedikit-sedikit tapi sering.
4. Kelola pemberian diit: TKTP melalui NGT/ 3 jam.
1. Berat badan sebagai salah satu indikator jumlah massa sel dalam tubuh.
2. Mengurangi ke-kentalan sekresi mukus dan mengurangi mual.
3. Mengurangi
masa makanan yang banyak pada lambung.
4. Memenuhi
kebutuhan nutrisi.
24 Juni 2013 Pukul 08.00 1. Mengukur berat badan. 2. Mengajarkan keluarga
untuk memberikan makanan sedikit-sedikit tapi sering.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.00 3. Mengelola pemberian
susu formula melalui NGT.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 08.15 1. Berat badan 5,9 kg. 2. Keluarga memahami
dan memberikan diit 45 cc per 1,5 jam.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.15 3. Menyonde susu
formula 40 cc, residu 5 cc.
Ulfah
56
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional energi = 558
kkal/hari. - Mata cowong,
konjungtiva anemis, mukosa bibir kering.
- Z score = status gizi kurang
BB/U = < -2 SD - > - 3 SD (gizi kurang) BB = 5,6 kg TB = 62 cm LLA (kiri): 11,5 cm LK = 41 cm LD = 38 cm
24 Juni 2013 Pukul 12.00 4. Mengelola pemberian
susu formula 45cc melalui NGT.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 12.15 4. Residu 0 cc,
menyonde susu formula 45 cc. Pasien tidak aspirasi.
Ulfah Pukul 14.00 S : - O : Diit: susu formula
85 cc masuk melalui NGT.
Pasien tidak aspirasi.
BB = 5,9 kg A : Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian.
P : Lanjut intervensi 1. Kaji berat dan
jumlah asupan kalori anak.
57
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional 2. Berikan
makanan yang hangat.
3. Kelola pemberian diit: TKTP melalui NGT setiap 3 jam.
Ulfah
58
Tabel 14. Rencana Tindakan Keperawatan Ansietas Orang Tua
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional 3. Ansietas orang
tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak, ditandai dengan DS:
Ibu pasien mengatakan, “Saya khawatir dengan kondisi anak saya karena panas tidak kunjung turun tetapi naik turun.”
DO: Ibu pasien terlihat khawatir ketika suhu tubuh anak tinggi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kecemasan orang tua berkurang dengan kriteria hasil: - Orang tua
ampu mengidentifikasi dan mengungkap kan gejala cemas.
- Wajah rileks.
1. Gunakan pendekatan yang menyenangkan.
2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
3. Ajarkan untuk
menggunakan teknik relaksasi.
4. Libatkan keluarga untuk menemani pasien.
1. Mempererat hubungan antara perawat keluarga pasien.
2. Mengurangi
kekhawatiran terhadap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.
3. Mengurangi
ketegangan sehingga pikiran menjadi rileks.
4. Kedekatan ibu
anak akan mengurangi tingkat kecemasan.
24 Juni 2013 Pukul 08.00 1. Melakukan pendekatan
yang menyenangkan kepada keluarga.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.00 2. Menjelaskan prosedur
yang akan dilakukan kepada pasien.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 08.15 1. Hubungan saling
percaya dengan ibu pasien terjalin, ibu pasien kooperatif.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 10.15 2. Menjelaskan
prosedur tentang pemberian makan lewat NGT juga pemberian obat Paracetamol 60 mg.
Ulfah
59
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional - Orang tua
mampu mengontrol kecemasan
24 Juni 2013 Pukul 12.30 3. Melibatkan keluarga
untuk menemani pasien.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 12.45 3. Ibu menemani
pasien, pasien tidur.
Ulfah Pukul 14.00 S : - O : Ibu pasien nampak
rileks. A : Ansietas orang tua
teratasi sebagian. P : Lanjut intervensi
1. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
2. Ajarkan teknik relaksasi.
3. Libatkan keluarga untuk menemani pasien.
Ulfah
60
Tabel 15. Rencana Tindakan Keperawatan Resiko Jatuh
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional 4. Resiko jatuh
dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak kurang dari 1 tahun , ditandai dengan:
DS: -
DO:
Pengkajian resiko jatuh (Humpty Dumpty) 24/6/13 total skor 19.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria: - Pasien aman
dari jatuh. - Keluarga
menemani pasien.
- Handrail terpasang di sisi tempat tidur.
1. Pasang tanda resiko jatuh, segitiga warna kuning tempat tidur pasien.
2. Pasien handrail mudah dijangkau keluarga dan kokoh.
3. Libatkan keluarga
pasien untuk selalu menunggu pasien.
4. Ajarkan keluarga
untuk mengenali resiko jatuh terhadap anak.
1. Sebagai peringatan tentang resiko jatuh.
2. Melindungi pasien dari resiko jatuh.
3. Melindungi dan menjaga pasien dari resiko jatuh.
4. Mengurangi resiko jatuh.
24 Juni 2013 Pukul 08.00 1. Memasang tanda
resiko jatuh, segitiga warna kuning pada tempat tidur.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.00 2. Memastikan handrail
mudah dijangkau keluarga dan kokoh.
3. Mengajarkan keluarga untuk mengenali resiko jatuh terhadap anak.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 08.15 1. Segitiga warna
kuning sudah terpasang di sisi dinding tempat tidur.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 09.20 2. Handrail sudah
dipasang. 3. Keluarga paham dan
akan berupaya melindungi pasien.
Ulfah
61
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional 5. Kelola pemberian
Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.
24 Juni 2013 Pukul 09.00 4. Melibatkan keluarga
pasien untuk selalu menunggu pasien.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 18.00 5. Memberikan injeksi
Phenobarbital 25 mg melalui Intra Vena.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 12.15 6. Keluarga menemani
pasien.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 18.10 7. Phenobarbital 25 mg
sudah diinjeksikan melalui Intra Vena, pasien tenang,
Ulfah Pukul 21.00 S : O : Handrail terpasang.
Keluarga menemani pasien.
A : Resiko jatuh tidak terjadi
P : Lanjut intervensi
62
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional 1. Pastikan
handrail mudah dijangkau keluarga dan kokoh.
2. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.
3. Kelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.
Ulfah
63
Tabel 16. Rencana Tindakan Keperawatan Resiko Infeksi
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional 5. Resiko infeksi
dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb), ditandai dengan:
DS: - DO: - Pemeriksaan
darah (kultur)= jenis kuman = negatif, kuman tidak tumbuh.
- Terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) cairan D ½ NS 12 tpm ditangan kanan, kondisi baik, kering.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam infeksi tidak terjadi dengan criteria hasil: - pasien bebas
dari tanda dan gejala infeksi pada daerah hidung (NGT), daerah IV cateter.
- Suhu 37,5 oC – 38,5 0C
- Pasien terlihat bersih, wangi dan rapi setelah dimandikan
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Monitor suhu tubuh.
3. Batasi
pengunjung. 4. Motivasi keluarga
agar pasien berkeinginan untuk istirahat.
5. Ajarkan keluarga
tanda, gejala infeksi dan pencegahan infeksi.
6. Kelola pemberian
antibiotic: Ceftazidime 3x80
1. Mengetahui tingkatan infeksi pasien.
2. Mengetahui kondisi tubuh
3. Mengurangi
kontak penularan infeksi.
4. Istirahat yang
cukup mampu membuat perasaan nyaman dan tubuh segar
5. Agar keluarga
meminimalkan terjadinya infeksi.
6. Antibiotic
berguna untuk mencegah
24 Juni 2013 Pukul 08.00 1. Mengkaji tanda dan
gejala infeksi. 2. Mengukur suhu tubuh.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 10.00 3. Membatasi
pengunjung. 4. Mengukur suhu tubuh.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 08.10
1. Tidak ada tanda dan gejala infeksi pada daerah hidung (NGT), daerah IV cateter, kondisi bersih, kering.
2. Suhu 38o C
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.10 3. Pasien hanya ditunggu
oleh ibu, bila ada pengunjung, mereka sudah tahu untuk bergantian membesuk.
4. Suhu 37,8 oC
Ulfah
64
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional - WBC 14,1
10^3/uL dan HgB 9,0 g/dL (8 Juni 2013).
- Leukosit 4,0-11,0 10^3/uL
- HgB 12,0 – 16,0 g/dL
mg melalui Intra Vena dan Cloramphenicol 2x65 mg melalui Intra Vena.
infeksi. 24 Juni 2013 Pukul 12.00 5. Mengelola pemberian
Ceftazidime 80 mg melalui Intra Vena.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 13.00 6. Memotivasi keluarga
agar pasien berkeinginan untuk istirahat.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 12.10 5. Injeksi Ceftazidime
80 mg melalui Intra Vena sudah masuk, pasien menangis.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 13.15 6. Pasien tidur siang.
Ulfah
65
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional 24 Juni 2013
Pukul 18.00 7. Mengelola pemberian
Cloramphenicol 65 mg melalui Intra Vena.
8. Mengukur suhu tubuh.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 20.00 9. Mengelola pemberian
Ceftazidime 80 mg melalui Intra Vena.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 18.10 6. Injeksi
Cloramphenicol 65 mg melalui Intra Vena sudah masuk, pasien tenang.
7. Suhu 38 oC
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul. 20.10 9. Injeksi Ceftazidime
80 mg melalui Intra Vena sudah masuk, pasien tenang.
Ulfah Pukul 21.00 S : - O :
Injeksi Ceftazidime 80 mg dan Cloramphenicol 65
66
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional mg sudah
diberikan. Suhu 38 oC
A : Resiko infeksi tidak terjadi. P : Lanjut intervensi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi serta suhu tubuh.
2. Ajarkan keluarga pencegahan infeksi.
3. Kelola pemberian antibiotic melalui Intra Vena: Ceftazidime 3x80 mg dan Cloramphenicol 2x65 mg.
Ulfah
67
Tabel 17. Rencana Tindakan Keperawatan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional 6. Keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten, ditandai dengan: DS:
Ibu pasien mengatakan, “Anak saya belum bisa makan sendiri, memanggil nama mamak-bapak.”
DO: Hasil DDST: Global Develop Mental Delay - Motorik kasar:
duduk tanpa pegangan,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 3 x24 jam, pasien dapat terstimulasi sesuai kemampuan dalam pertumbuhan dan perkembangan dengan criteria: - Mencapai
pertumbuhan dan perkembangan sesuai kemampuan anak.
- Orang tua memberikan stimulus untuk
1. Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.
2. Berikan stimulasi/ rangsangan untuk perkembangan kepada anak (asah).
3. Berikan kasih sayang (asah).
1. Dengan memberikan perhatian pada ibu dapat meningkatkan harga diri dan meningkatkan perhatian ibu kepada bayinya.
2. Merangsang perkembangan anak.
3. Mempererat hubungan antar anak – ibu.
24 Juni 2013 Pukul 08.00
1. Mendukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.00 2. Memberikan stimulasi/
rangsangan untuk perkembangan kepada anak.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 08.15 1. Ibu antusias
mengajak pasien mangobrol, ibu member pujian kepada pasien.
Ulfah 24 Juni 2013 Pukul 10.15 2. Anak mau
menggengam tangan perawat.
Ulfah
68
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional berdiri dengan
pegangan, bangkit untuk berdiri, bangkit terus duduk.
- Motorik halus: menggaruk manik-manik, memindahkan kubus, mengambil 2 kubus, membenturkan 2 kubus.
- Sosial: meniru bunyi kata-kata, papa/mama spesifik.
- Bahasa: berusaha mencapai keinginan, makan sendiri, tepuk tangan, melambaikan tangan,
perkembangan dan pertumbuhan anak sesuai kemampuan
4. Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.
4. Merangsang perkembangan anak.
24 Juni 2013 Pukul 11.00 3. Memberikan kasih
sayang.
Ulfah
24 Juni 2013 Pukul 11.10 3. Pasien
menunjukkan respon dengan memalingkan menatap bila disapa.
Ulfah Pukul 14.00 S : O : Pasien dapat
menggenggam tangan, mengoceh.
A : Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan teratasi sebagian.
P : Lanjut intervensi 1. Dukung ibu
dengan memberikan pujian untuk
69
No Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional menyatakan
keinginan.
setiap pencapaian yang positif.
2. Berikan stimulasi perkembangan anak.
3. Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.
Ulfah
70
D. Catatan Perkembangan
Tabel 18.1. Catatan Perkembangan Hipertermia
No SOAP Implementasi Evaluasi 1. 25 Juni 2013
Pukul 06.00 S : Ibu pasien
mengatakan, “Anak saya badannya masih panas.”
O : - Kulit Teraba Hangat, Warna Kemerahan
- Suhu 38,5 oC - Nadi 147 X
/Menit - Respirasi 42 x
/menit A : Hipertermi teratasi
sebagian. P : Lanjut intervensi
1. Monitor suhu secara kontinyu setiap 4jam. 2. Monitor warna dan suhu kulit.
25 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Mengukur suhu tubuh. 2. Mengkaji warna kulit. 3. Mengajarkan keluarga meningkatkan intake cairan
dan nutrisi.
Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 06.15 3. Mengelola pemberian Paracetamol 60 mg melalui
oral. 4. Mengompres hangat pada lipatan aksila.
Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 09.00 5. Mengukur suhu tubuh. 6. Mengkaji warna kulit. 7. Mengompres hangat pada lipatan aksila, leher,
lipatan paha.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 06.10 1. Suhu tubuh 385 0C. 2. Kulit kemerahan, teraba hangat. 3. Keluarga mengerti dan akan meningkatkan intake
cairan dan nutrisi.
Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 06.35 3. Paracetamol 60 mg masuk melalui NGT. 4. Pasien sudah dilakukan kompres hangat di aksila.
Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 09.35 5. Suhu 38 oC. 6. Kulit kemerahan, teraba hangat. 7. Pasien sudan dikompres hangat.
Ulfah
71
No SOAP Implementasi Evaluasi 3. Kompres pasien
pada lipatan aksila dengan kompres hangat.
4. Ajarkan keluarga memingkatkan intake cairan dan nutrisi.
5. Kelola pemberian antipiretik: Paracetamol 60 mg setiap 4jam melalui oral dan Farmadol 60 mg melalui Intra Vena bila suhu > 37,5oC.
25 Juni 2013 Pukul 10.00 8. Mengelola pemberian antipiretik Paracetamol 60
mg melalui oral. 9. Mengukur suhu tubuh. 10. Mengkaji warna kulit.
Ulfah
25 Juni 2013 Puku14.00 11. Mengukur suhu tubuh. 12. Mengkaji warna kulit. 13. Menganjurkan keluarga untuk kompres panas.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 10.10 8. Paracetamol 60 mg melalui oral sudah masuk. 9. Suhu tubuh 383 oC. 10. Kulit kemerahan, teraba hangat.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 14.10 11. Suhu 385 oC. 12.Warna kulit kemerahan, teraba hangat. 13. Pasien sudah tidak teraba panas.
Ulfah Pukul 14.30 S : Ibu pasien mengatakan, “Anak saya masih panas
sudah saya kompres hangat”. O : Suhu 385 oC.
Parasetamol 60 mg melalui oral sudah masuk, pasien tidak aspirasi.
A : Hipertermi teratasi sebagian. P : Lanjut intervensi
1. Monitor suhu secara kontinyu setiap 4jam. 2. Monitor warna dan suhu kulit. 3. Kompres pasien pada lipatan aksila dengan
72
No SOAP Implementasi Evaluasi kompres hangat.
4. Kelola pemberian antipiretik: Paracetamol 60 mg setiap 4jam melalui oral Farmadol 60 mg melalui Intra Vena bila suhu > 37,5oC.
Ulfah
73
Tabel 18.2. Catatan Perkembangan Hipertermia
No SOAP Implementasi Evaluasi 1. 26 Juni 2013
Pukul 06.00 S : Ibu pasien
mengatakan “Anak saya badannya masih panas.
O : Kulit teraba panas, warna kemerahan.
Suhu 38o C. Nadi 153x/menit. Respirasi 42
x/menit. A : Hipertensi terjadi
sebagian. P : Lanjut intervensi
1. Monitor suhu secara kontinyu setiap 4jam.
2. Monitor warna kulit
3. Kompres hangat pasien pada lipatan aksila
4. Kelola pemberian antipiretik.
26 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Mengatur suhu tubuh. 2. Mengkaji warna kulit. 3. Mengelola pemberiam antipiretik Paracetamol 60
mg/per-oral.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 09.00 4. Mengompres hangat pasien diseluruh tubuh,
lipatan kaki. 5. Mengukur suhu tubuh. 6. Mengkaji warna kulit
Ulfah 26 Juni 2013 Pukul 10.00 7. Mengukur suhu tubuh. 8. Mengelola pemberiam antipiretik Paracetamol 60
mg/per-oral.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 05.45 1. Suhu 385 oC. 2. Kulit kemerahan teraba hangat. 3. Parcetramol 60 mg melalui oral, sudah masuk
melalui NGT.
Ulfah 26 Juni 2013 Pukul 09.15 4. Tubuh pasien tidak hangat. 5. Sudah turun menjadi 381 oC. 6. Warna kulit tidak kemerahan.
Ulfah 26 Juni 2013 Pukul 10.15 7. Suhu 383 oC. 8. Parcetramol 60 mg/ per oral, sudah masuk melalui
NGT.
Ulfah
74
No SOAP Implementasi Evaluasi Paracetamol 60
mg setiap 4jam melalui oral dan
Farmadol 60 mg melalui Intra Vena bila suhu ≥ 37,5oC.
26 Juni 2013 Pukul 13.00 9. Mengukur suhu tubuh.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 13.10 9. Suhu 381 oC.
Ulfah Pukul 14.00 S : - O : Kulit teraba hangat, tidak kemerahan Suhu 38 oC. Nadi 151x/menit. Respirasi 42 x/menit A : Hipertermi teratasi. P : Pertahankan kondisi!
Ulfah
75
Tabel 19.1. Catatan Perkembangan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
No SOAP Implementasi Evaluasi 2. 25 Juni 2013
Pukul 06.00 S : O : - Terpasang NGT
hari ke-7 - Mata cowong,
kanjungtiva anemis, mukosa bibir kering
- BB : 5,7 kg - TB : 62 cm - Z scor : gizi
kurang (status gizi)
A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian.
P : Lanjut intervensi 1. Kaji berat badan
25 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Mengkaji jumlah asupan kalori anak.
Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 10.00 2. Mengelola pemberian susu formula 45 cc melalui
NGT, yang masih hangat.
Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 12.00 3. Mengelola pemberian susu formula 45 cc melalui
NGT.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 06.15 1. Jumlah asupan kalori 558 kkal/hari.
Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 10.15 1. Menyonde susu formula 45 cc, residu 0 cc. Pasien
tidak aspirasi.
Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 12.15 3. Menyonde susu formula 45 cc, residu 0 cc. Pasien
tidak aspirasi.
Ulfah
76
No SOAP Implementasi Evaluasi dan jumlah asupan
kalori anak. 2. Berikan makanan yang hangat. 3. Kelola pemberian diit TKTP melalui NGT setiap 3 jam.
Pukul 14.00 S : O : - Terpasang NGT hari ke-7
- Diiit susu formula 90 cc masuk melalui NGT, pasien tidak aspirasi.
- BB : 5,7 kg - Jumlah asupan kalori 558 kkal/hari.
A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian.
P : Lanjut intervensi 1. Kaji berat badan. 2. Berikan makanan yang hangat. 3. Kalori pemberian diit: TKTP melalui NGT
setiap 3 jam.
Ulfah
77
Tabel 19.2. Catatan Perkembangan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
No SOAP Implementasi Evaluasi 2. 26 Juni 2013
Pukul 06.00 S : - O : Terpasang NGT
hari ke-8. Mata cowong,
kunjungtiva anemis, mukosa bibir. pecah-pecah. BB : 5,8 kg TB : 62 cm Z scor : gizi kurang
(status gizi) A : Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian.
P : Lanjut intervensi 1. Kaji berat badan
26 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Mengkaji jumlah asupan kalori anak.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 06.15 1. Jumlah asupan kalori 578 kkal/hari.
Ulfah 26 Juni 2013 Pukul 09.00 2. Mengelola pemberian susu formula melalui oral
dengan menyuapi pasien.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 09.15 2. Pasien menghabiskan susu 5 cc dengan disuapi,
pasien tidak aspirasi.
Ulfah 26 Juni 2013 Pukul 10.00 3. Mengelola pemberian susu formula melalui NGT.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 10.15 3. Menyonde susu formula 45 cc, residu 0 cc. Pasien
tidak aspirasi.
Ulfah
78
No SOAP Implementasi Evaluasi dan jumlah
asupan kalori anak.
2. Berikan makanan yang hangat.
3. Kelola pemberian diit TKTP melalui NGT setiap 3 jam.
26 Juni 2013 Pukul 13.00 4. Mengelola pemberian susu formula melalui NGT.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 13.15 5. Menyonde susu formula melalui NGT 40 cc,
residu 0 cc. Pasien tidak aspirasi.
Ulfah Pukul 14.00
S : O : - Diiit susu formula 90 CC masuk melalui NGT.
- BB : 5,8 kg A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh teratasi. P : Pertahankan kondisi!
Ulfah
79
Tabel 20.1. Catatan Perkembangan Ansiaetas Orang Tua
No SOAP Implementasi Evaluasi 3. 25 Juni 2013
Pukul 06.00 S : Ibu mengatakan, “Wah,
panasnya tidak juga turun.”
O : Ibu pasien terlihat khawatir dengan anak.
A : Ansietas orang tua teratasi sebagian.
P : Lanjut intervensi 1. Jelaskan semua
prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
2. Ajarkan teknik relaksasi.
3. Libatkan keluarga untuk menemani pasien.
25 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Menjelaskan prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 06.15 1. Keluarga memehami tentang memandikan
pasien dan kekhawatiran ibu berkurang, keluarga juga mengerti tentang manfaat kompres hangat.
Ulfah 25 Juni 2013
Pukul 10.00 2. Mengajarkan teknik relaksasi kepada orang tua
pasien.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 10.15 2. Orang tua pasien dapat melakukan teknik
relaksasi: nafas dalam secara mandiri.
Ulfah 25 Juni 2013
Pukul 12.30 3. Melibatkan keluarga untuk menemani pasien.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 12.45 3. Ibu memahami pasien, pasien tidur.
Ulfah
80
No SOAP Implementasi Evaluasi Pukul 14.00
S : - O : Ibu pasien nampak rileks. Orang tua mampu
mengontrol kecemasan. A : Ansietas orang tua teratasi sebagian. P : Lanjut intervensi
1. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
2. Ajarkan teknik relaksasi. 3. Libatkan keluarga untuk menemani pasien.
Ulfah
81
Tabel 20.2. Catatan Perkembangan Ansietas Orang Tua
No SOAP Implementasi Evaluasi 3. 26 Juni 2013
Pukul 06.00 S : Ibu pasien
mengatakan, “Saya sudah tidak cemas lagi dengan anak saya, saya yakin dia bisa sembuh dan mendapat perawatan yang baik di sini.”
O : Ibu pasien terlihat tenang dan rileks.
A : Ansietas orang tua teratasi sebagian.
P : Lanjut intervensi 1. Jelaskan semua
prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
2. Ajarkan teknik relaksasi.
3. Libatkan keluarga untuk menemani
Pasien.
26 Juni 2013 Pukul 06.10 1. Menjelaskan prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 06.25 1. Menjelaskan tentang memandikan pasien dan
kompres hangat.
Ulfah 26 Juni 2013
Pukul 09.00 2. Mengajarkan teknik relaksasi kepada orang tua
pasien.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 09.15 2. Ibu pasien mampu melakukan nafas dalam
secara mandiri.
Ulfah 26 Juni 2013
Pukul 12.00 3. Melibatkan keluarga untuk menemani pasien.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 12.15 3. Ibu memahami pasien, pasien tidur.
Ulfah Pukul 14.00 S : Ibu pasien mengatakan, “Saya yakin anakku
sembuh.” O : Ibu rileks, tenang. Orang tua mampu mengontrol
kecemasan A : Ansietas orang tua teratasi.
82
No SOAP Implementasi Evaluasi P : Stop intervensi!
Ulfah
83
Tabel 21.1. Catatan Perkembangan Resiko Jatuh
No SOAP Implementasi Evaluasi 4. 25 Juni 2013
Pukul 06.00 S : O : Hasil pengkajian
resiko jatuh (Humpty Dumpty) 25/6/13 total skor 19.
A : Resiko jatuh tidak terjadi.
P : Lanjut intervensi 1. Pastikan handrail
mudah dijangkau keluarga dan kokoh.
2. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.
3. Kelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.
25 Juni 2013 Pukul 06.05 1. Mengelola pemberian Phenobarbital 25 mg melalui
Intra Vena.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 06.05 1. Phenobarbital 25 mg sudah masuk melalui Intra
Vena, pasien tenang.
Ulfah 25 Juni 2013
Pukul 08.00 2. Memastikan handrail mudah dijangkau keluarga
dan kokoh.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 08.15 2. Handrail mudah dijangkau dan kokoh, handrail
selalu terpasang.
Ulfah 25 Juni 2013
Pukul 11.00 3. Melibatkan keluarga pasien untuk selalu
menunggu pasien.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 11.10 3. Keluarga menunggu pasien.
Ulfah
84
No SOAP Implementasi Evaluasi Pukul 14.00
S : - O : Handrail terpasang. Terpasang segitiga kuning.
Keluarga menunggu pasien. Pasien terlihat bersih, wangi dan rapi setelah dimandikan.
A : Resiko jatuh tidak terjadi. P : Lanjut intervensi
1. Pastikan handrail mudah dijangkau keluarga dan kokoh.
2. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.
3. Kelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.
Ulfah
85
Tabel 21.2. Catatan Perkembangan Resiko Jatuh
No SOAP Implementasi Evaluasi 4. 26 Juni 2013
Pukul 06.00 S : - O : Hasil pengkajian resiko
jatuh (Humpty Dumpty) 25/6/13 total skor 19.
A : Resiko jatuh tidak terjadi.
P : Lanjut intervensi 1. Pastikan handrail
mudah dijangkau keluarga dan kokoh.
2. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.
3. Kelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.
26 Juni 2013 Pukul 06.05 1. Mengelola pemberian Phenobarbital 25 mg
melalui Intra Vena.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 06.05 1. Phenobarbital 25 mg sudah masuk melalui
Intra Vena, pasien tenang.
Ulfah 26 Juni 2013
Pukul 08.00 2. Memastikan handrail mudah dijangkau
keluarga. Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 08.15 2. Handrail sudah terpasang dan mudah
dijangkau.
Ulfah 26 Juni 2013
Pukul 11.00 3. Melibatkan keluarga pasien untuk selalu
menunggu pasien.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 11.10 3. Ibu pasien menemani pasien, pasien tidur.
Ulfah
86
No SOAP Implementasi Evaluasi Pukul 14.00
S : - O : Handrail terpasang. Terpasang segitiga kuning.
Keluarga menunggu pasien. Pasien terlihat bersih, wangi dan rapi setelah dimandikan
A : Resiko jatuh tidak terjadi. P : Pertahankan kondisi!
Ulfah
87
Tabel 22.1. Catatan Perkembangan Resiko Infeksi
No SOAP Implementasi Evaluasi 5. 25 Juni 2013
Pukul 05.30 S : - O : - Terpasang NGT
hari ke-8 - Terpasang IV
cateter H-1 (24/6/13) cairan DS ½ NS 12 tpm, kondisi bersih, kering di tangan kanan.
A : Resiko infeksi tidak terjadi.
P : Lanjut intervensi 1. Monitor tanda dan
gejala infeksi. 2. Memonitor suhu
tubuh. 3. Ajarkan keluarga
tanda dan gejala infeksi dan pencengahan infeksi.
4. Bantu perawatan diri: mandi pasien.
25 Juni 2013 Pukul 05.30 1. Mengkaji tanda dan gejala infeksi serta mengukur
suhu tubuh. 2. Membantu perawatan diri: mandi pasien.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 05.45 1. Tidak ada tanda dan gejala infeksi pada daerah
hidung (NGT); daerah IV cateter, kondisi bersih, kering. Suhu 385 oC.
2. Pasien harum, bersih dan segar.
Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 10.00 3. Mengajarkan keluarga mencegah infeksi. 4. Mengukur suhu tubuh.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 10.20 3. Keluarga mengetahui dan mampu
mendemonstrasikan teknik cuci tangan. 4. Suhu 381 oC.
Ulfah 25 Juni 2013 Pukul 13.00 5. Mengelola pemberian Ceftadizime 80mg melalui
Intra Vena.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 13.10 5. Injeksi Ceftadizime 80mg melalui Intra Vena
sudah diberikan kepada An. “N”.
Ulfah
88
No SOAP Implementasi Evaluasi 5. Kelola pemberian
anti biotic melalui Intra Vena:
Ceftazidime 3x80mg dan Cloramphenicol 2x65 mg.
Pukul 14.00 S : - O : Tidak ada tanda dan gejala infeksi. Injeksi
Ceftadizime 80mg melalui Intra Vena sudah diinjeksi. Suhu 38 oC.
A : Resiko Infeksi tidak terjadi. P : Lanjut intervensi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi 2. Memonitor suhu tubuh. 3. Ajaran keluarga pencegahan infeksi. 4. Kelola pemberian antibiotic melalui Intra
Vena: Ceftazidime 80mg dan Cloramphenicol 65 x mg.
Ulfah
89
Tabel 22.2. Catatan Perkembangan Resiko Infeksi
No SOAP Implementasi Evaluasi 5. 26 Juni 2013
Pukul 05.30 S : - O : - Terpasang NGT hari
ke-9 -Terpasang IV cateter
H-1 (25/6/13) cairan DS ½ NS 12 tpm, kondisi bersih, kering di kaki kanan.
A : Resiko infeksi tidak terjadi.
P : Lanjut intervensi 1. Monitor tanda dan
gejala infeksi. 2. Memonitor suhu
tubuh. 3. Ajarkan keluarga
tanda dan gejala infeksi.
4. Bantu perawatan diri: mandi pasien.
5. Kelola pemberian anti biotic melalui Intra Vena:
26 Juni 2013 Pukul 05.30 1. Mengkaji tanda dan gejala infeksi. 2. Mengukur suhu tubuh. 3. Membantu perawatan diri: mandi pasien. 4. Mengajarkan tanda dan gejala infeksi.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 06.00 1. Terdapat kemerahan yang sudah membaik
didaerah luka infus sebelumnya. 2. Suhu 385 0C 3. Pasien harum dan segar, kemerahan sudah
diolesi Caladin. 4. Pasien mengetahui tanda infeksi dan sudah bisa
menangani.
Ulfah 26 Juni 2013
Pukul 10.00 5. Mengganti NGT yang baru. 6. Mengukur suhu tubuh.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 10.20 5. NGT H-0 (26/6/13), tidak ada infeksi disekitar
selang NGT di hidung dan pipi. 6. Suhu 381 0C Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 12.10 7. Ceftazidime 80 mg melalui Intra Vena sudah
masuk, anak tidak menangis. Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 12.00 7. Mengelola pemberian Ceftazidime 80 mg melalui
Intra Vena.
Ulfah
90
No SOAP Implementasi Evaluasi Ceftazidime
3x80mg dan Cloramphenicol 2x65 mg.
5. Ganti NGT yang baru.
Pukul 14.00 S : - O : Tidak ada tanda dan gejala infeksi.
Terpasang NGT H-0 (26/6/13). Terpasang IV cateter di kaki kiri H-1 (25/6/13)
cairan DS ½ NS 12 tpm, kondisi bersih, kering.
Suhu 38 0C A : Resiko infeksi tidak terjadi. P : Pertahankan kondisi!
Ulfah
91
Tabel 23.1. Catatan Perkembangan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan
No SOAP Implementasi Evaluasi 6. 25 Juni 2013
Pukul 06.00 S : Ibu pasien
mengatakan, “Anak saya masih dibantu bila miring.”
O : Pasien belum bisa melakukan makan sendiri, duduk. Miring dibantu oleh ibu.
A : Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan teratasi sebagian.
25 Juni 2013 Pukul 07.00 1. Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk
setiap pencapaian yang positif.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 07.15 1. Ibu memuji dan mengajak pasien untuk megeja
nama “mamak-bapak”, pasien hanya mampu bergumam.
Ulfah 25 Juni 2013
Pukul 10.00 1. Memberikan stimulus perkembangan dengan
memegang kubus dan memindahkan kubus.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 10.15 2. Anak sudah bisa memegang kubus, namun
genggaman masih lemah, belum bisa memindahkan kubus.
Ulfah 25 Juni 2013
Pukul 13.00 2. Memotivasi keluarga untuk menstimulasi anak.
Ulfah
25 Juni 2013 Pukul 13.10 3. Keluarga akan menstimulasi anak agar
perkembangannya membaik.
Ulfah
92
No SOAP Implementasi Evaluasi P : Lanjut intervensi
1. Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.
2. Berikan stimulus perkembangan anak.
3. Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.
Pukul 14.00 S : - O : Pasien sudah bisa memegang kubus. A : Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
teratasi sebagain. P : Lanjut intervensi
1. Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.
2. Berikan stimulus perkembangan anak. 3. Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.
Ulfah
93
Tabel 23.2. Catatan Perkembangan Keterlambatan Pertumbuhan dan Perkembangan
No SOAP Implementasi Evaluasi 6. 26 Juni 2013
Pukul 06.00 S : Ibu mengatakan, “Saya
sudah melatih anak saya untuk menggenggam, memindahkan benda.”
O : Pasien sudah bisa menggenggam, mengoceh tidak spesifik.
A : Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan teratasi sebagian.
P : Lanjut intervensi 4. Dukung ibu dengan
memberikan pujian untuk setiap pencapaian yang positif.
5. Berikan stimulasi perkembangan anak.
6. Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.
26 Juni 2013 Pukul 07.00 1. Mendukung ibu dengan memberikan pujian
untuk setiap pencapaian yang positif.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 07.15 1. Ibu memberikan pujian kepada anaknya yang
sudah bergumam dan mau memainkan kedua tangannya.
Ulfah 26 Juni 2013
Pukul 09.00 2. Memberikan stimulus perkembangan anak
dengan kerincingan.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 09.15 2. Pasien mampu merespon bunyi dengan
menengok dan mampu memegang kerincingan dan memainkannya.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 13.00 3. Memotivasi keluarga untuk menstimulasi anak.
Ulfah
26 Juni 2013 Pukul 13.10 3. Ibu pasien sudah melakukan stimulasi dengan
menggunakan kerincingan dan mengajak komunikasi pasien.
Ulfah
94
No SOAP Implementasi Evaluasi Pukul 14.00
S : - O : Pasien sudah bisa melakukan stimulasi
dengan kerincingan. A : Keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan teratasi sebagian. P : Lanjut intervensi
1. Berikan stimulus perkembangan anak. 2. Motivasi keluarga untuk menstimulasi
anak.
Ulfah
BAB III
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan secara
komprehensif dan tindakan keperawatan selama 3 hari mulai tanggal 24 – 26 Juni
2013 telah ditetapkan data dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Pembahasan
ini adalah menerapkan tentang kesenjangan atau perbedaan antara teori yang ada
dengan kasus yang nyata dan di analisa secara ilmiah.
A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
(Nursalam, 2013)
Dalam tahap pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa
metode yaitu: wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi
dokumentasi. Dimana dalam tahap pengumpulan data ini penulis tidak
menemui suatu hambatan apapun. Hal ini dikarenakan keadaan pasien
yang kooperatif sehingga memudahkan penulis dalam mengumpulkan
data. Adapun data yang penulis dapatkan sudah sesuai dengan teori, yaitu
bersumber dari pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, tim kesehatan
lain dan catatan medik pasien.
95
96
Dari hasil pengkajian pada kasus, didapatkan data pada pasien
dengan ensefalitis disertai gizi kurang:
a. Data yang sesuai dengan teori Muttaqin (2008) serta Suhardjo (2010)
dan kasus
1) Demam
Demam adalah peningkatan abnormal suhu badan rektal
minimal 38 0C. Demam merupakan tanda adanya masalah yang
menjadi penyebab, bukan suatu penyakit, dan tidak terjadi
dengan sendirinya. Data klinis terkait menemukan tanda yang
menunjukkan keseriusan demam) misalnya, anak yang aktif dan
sadar memiliki suhu 40 0C secara umum kurang
mengkhawatirkan dibanding dengan bayi yang lesu dan letargik
dengan suhu 39 0C. (Muscari, 2005)
Demam merupakan gejala suatu penyakit akibat reaksi
tubuh untuk melawan infeksi atau penyakit, yang disebabkan
oleh infeksi virus atau bakteri. Ketika melawan penyakit atau
infeksi yang masuk, tubuh akan mengeluarkan sejumlah panas ke
kulit tubuh. Jadi, demam adalah proses alami tubuh untuk
melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam biasanya
tidak berbahaya, kecuali bila suhunya mencapai lebih dari 41 0C.
(Suririnah, 2009)
Pada ensefalitis, demam terjadi karena virus atau bakteri
masuk jaringan otak secara local, hematogen, dan melalui saraf-
97
saraf sehingga menyebabkan peradangan di otak. Hal ini memicu
terjadinya reaksi kuman pathogen yang menimbulkan suhu tubuh
meningkat. (Muttaqin, 2008)
Hasil pemeriksaan fisik An. “N” yang mendukung data
demam, meliputi: suhu tubuh 38 0C, kulit teraba panas dan
kemerahan. Ibu pasien mengatakan bahwa, anaknya mengalami
panas sejak seminggu yang lalu, panas berkisar antara 37,7 0C
sampai 38,5 0C.
2) Penurunan berat badan
Penurunan berat badan adalah gejala nonspesifik, yang bisa
berhubungan dengan kelaianan pencernaan, kelainan sistemik
atau kadang-kadang kelainan psikiatrik dengan adanya
penurunan nafsu makan. (Davey, 2011)
Penurunan berat badan yang terjadi pada ensefalitis disertai
gizi kurang disebabkan oleh peradangan di otak sehingga pada
saraf-saraf otak terutama saraf cranial V dan IX mengalami
kerusakan. Kerusakan saraf cranial V akan mengakibatkan anak
kesulitan mengunyah sedangkan kerusakan saraf cranial IX akan
berdampak kesulitan makan pada anak. Apabila anak mengalami
kerusakan ke-dua saraf tersebut maka terjadi d efisiensi kalori
yang lama sehingga mengakibatkan pemenuhan nutrisi akan
98
kurang dari kebutuhan tubuh. Hal ini menyebabkan penurunan
berat badan pada anak. (Muttaqin, 2008)
Penurunan berat badan pada An. “N” didukung dengan
data: sebelum masuk Rumah Sakit, pasien mengalami diare lebih
dari lima kali, berat badan pasien 5,6 kg yang seharusnya berat
badan ideal anak adalah 9,6 kg yang dihitung menggunakan
rumus Berat Badan Ideal Anak (BBI Anak) yakni: 2n + 8. Pasien
mendapatkan diit TKTP dengan kebutuhan energi: 558 kkal/hari
yang diberikan melalui NGT.
3) Jaringan lemak terasa lunak dan otot-otot daging tidak kencang
Jaringan lemak atau adiposa adalah sebentuk jaringan ikat
yang dikhususkan untuk menimbun lipid. Meskipun banyak jenis
sel mengandung sedikit cadangan karbohidrat dan lipid, jaringan
lemak adalah cadangan energi tubuh yang paling besar. (Fawcett,
2002)
Jaringan otot yang mencapai 40% sampai 50% berat tubuh,
pada umumnya tersusun dari sel-sel kontraktil yang disebut
serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan
pergerakan dan melakukan pekerjaan. Fungsi dari otot, meliputi:
menghasilkan pergerakan, sebagai penopang tubuh dan
mempertahankan postur, dan sebagai produksi panas. (Sloane,
2004)
99
Pada anak dengan gizi kurang, terjadi defisiensi kalori yang
lama sehingga mengakibatkan penghancuran jaringan lemak
yang dipergunakan sebagai pengganti karbohidrat dalam
memenuhi kebutuhan energi. Seiring dipergunakannya lemak
dalam waktu yang lama pula, lemak di bawah kulit menjadi
hilang. Selain itu berdampak pada penciutan atau pengecilan otot
karena tidak ada nutrisi yang mencukupi tubuh untuk tumbuh
dan berkembang. (Almatsier, 2004)
Data ini muncul karena asupan nutrisi dari An. “N” kurang
dari kebutuhan tubuh. Hasil pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan terhadap An. “N” turgor kulit kembali lambat, teraba
jaringan lemak terasa lunak dan otot-otot daging tidak kencang.
Pasien lemas dan malas untuk melakukan aktivitas. Pasien hanya
tiduran saja di tempat tidur.
4) Kepandaian lebih lambat daripada normal
Ciri khas seorang bayi atau anak ialah bertumbuh dan
berkembang, tumbuh ialah proses bertambahnya ukuran berbagai
organ (fisik) disebabkan karena peningkatan ukuran masing-
masing sel dalam kesatuan sel yang membentuk organ tubuh atau
pertambahan, jumlah keseluruhan sel atau kedua-duanya.
Perkembangan adalah suatu proses pematangan majemuk yang
berhubungan dengan aspek diferensiasi bentuk atau fungsi
100
termasuk dengan perubahan sosial dan emosi. Dengan demikian
proses perkembangan berhubungan dengan aspek nonfisik
seperti kecerdasan, tingkah laku dan lain-lain. (Supartini, 2004)
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak terjadi mulai
dari pertumbuhan dan perkembangan secara fisik, intelektual,
maupun emosional. Pertumbuhan dan perkembangan secara fisik
dapat berupa perubahan ukuran besar kecilnya fungsi organ
mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh.
Pertumbuhan dan perkembangan intelektual anak dapat dilihat
dari kemampuan secara simbolik maupun abstrak, seperti
berbicara, bermain, berhitung, membaca, dan lain-lain.
Pertumbuhan dan perkembangan secara emosional anak dapat
dilihat dari perilaku sosial di lingkungan anak. (Alimul, 2008)
Adanya gizi kurang pada anak, selain mengakibatkan
penurunan berat badan dan jaringan lemak terasa lunak dan otot-
otot daging tidak kencang berdampak pada tingkat kepandaian
yang menurun. Perlunya asupan nutrisi yang seimbang, agar sel-
sel otak tumbuh maksimal dan secara otomatis kecerdasan anak
juga maksimal. Nutrisi yang baik pada balita yaitu dengan cara
menjamin asupan AA dan DHA selama masa pertumbuhan sel
otak anak masih berlangsung (masa balita) harus sesuai dengan
kebutuhan anak. Jangan sampai berlebihan dan kekurangan.
Karena bila hal itu terjadi justru akan membahayakan kesehatan
101
anak itu sendiri. Apabila pemenuhan nutrisi anak kurang dari
kebutuhan tubuh, maka akan berpengaruh pada perkembangan
sel-sel otak anak sehingga kepandaian anak menjadi lebih lambat
daripada normal.
Pada pengkajian DDST, An. ”N” memiliki banyak
keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan dalam empat
sektor, yakni: motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan sosial
yang dituliskan dengan lambang ”P” (Pass atau lewat: tidak
mampu melakukan kriteria penilaian). Berdasarkan hasil
interpretasi hasil DDST tersebut, dapat disimpulkan bahwa An.
”N” mengalami Global Developmental Delay.
b. Data yang ada dalam teori Muttaqin (2008) serta Suhardjo (2010)
tetapi tidak ada dalam kasus
1) Muntah
Muntah adalah gejala umum dari virus lambung dan
seharusnya tidak berlangsung lebih lama dari 24 jam. Demam
ringan atau diare bisa menyertai mual dan muntal. (Purwoko,
2007)
Muntah adalah pengeluaran paksa makanan yang tercerna-
sebagian dan juga getah pencernaan dari saluran gastrointestinal
bagian atas. (Fried dan George J. Hademenos, 2011)
102
Muntah terjadi karena proses di mana terjadi kontraksi yang
kuat dari diafragma dan otot abdomen tanpa evakuasi isi
lambung. Muntah diawali ketika pusat muntah di medula
oblongata distimulasi, baik secara langsung (muntah sentral) atau
melalui berbagai serat aferen (muntah refleks). Muntah akibat
berbagai hal diperantarai oleh berbagai jalur dan transmitor.
Terapi terbaik adalah langsung pada penyebabnya. (Grace dan
Neil R. Borley, 2011)
Pasien tidak mengalami muntah, sebelum, pada, dan selama
pemberian nutrisi melalui NGT. Nutrisi diberikan setiap tiga jam
sekali (90 cc) dan diberikan dengan porsi sedikit-sedikit tapi
sering, yaitu setiap 1,5 jam dengan 45 cc. Ibu pasien mengatakan
bahwa, sebelum masuk Rumah Sakit, pasien mengalami muntah
tiap makan dan minum. Setelah dirawat di Rumah Sakit pasien
tidak muntah lagi.
2) Kejang
Kejang adalah kelainan sistem sarat pusat yang terjadi
secara mendadak dengan manifestasi klinik kehilangan
koordinasi neuromotorik. Kejang dapat diikuti kehilangan atau
penurunan kesadaran; dan terjadi berulang. (Manuba dan Ida
Ayu Chandranita Manuba, 2007)
103
Serangan kejang (seizure) merupakan badai arus listrik di
dalam otak, terdiri atas pelepasan muatan yang abnormal atau
berlebihan dari neuron. Otak dibanjiri oleh aktivitas yang kacau
dan tidak teratur sehingga timbul serangan kejang. Oleh karena
iru, serangan kejang lebih merupakan gejala dari penyakit.
(Oman, et all. 2008)
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan
sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal
dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Betz dan Linda
A. Sowden, 2009)
Pada ensefalitis, kejang terjadi karena virus atau bakteri
masuk jaringan otak secara local, hematogen, dan melalui saraf-
saraf sehingga menyebabkan peradangan di otak. Hal ini memicu
terjadinya iritasi korteks serebral area fokal. (Muttaqin, 2008)
Kejang fokal terjadi karena lepas muatan listrik dimulai
dari daerah fokus kejang di otak unilateral: lobus temporalis,
lobus frontalis, korteks motorik, dan lain-lain. Jadi kejang pada
penderita yang dimulai dengan kejang lengan kanan disertai aura
berupa perasaan seperti mengecap permen merupakan kejang
parsial, menandakan adanya lesi pada lobus frontalis atau lobus
temporalis. Sedangkan kejang parsial terjadi disertai gangguan
kesadaran dikenal sebagai kejang parsial kompleks, dan tidak
harus dibedakan dengan kejang parsial sederhana yang tidak
104
disertai gangguan kesadaran. (Weiner dan Lawrence P. Levitt,
2001)
Berdasarkan pengkajian kepada An. ”N”, pasien tidak
mengalami kejang. Ibu pasien mengatakan bahwa, sebelum
masuk Rumah Sakit, pasien mengalami kejang empat kali (±3
menit) diantara kejang An. ”N” tidak sadar (kejang parsial).
Setelah dirawat di Rumah Sakit pasien tidak mengalami kejang
lagi.
3) Afasia
Afasia adalah kehilangan kemampuan sebagian atau
seluruhnya untuk menggunakan atau mamahami bahasa. Ini
menunjukkan putusnya proses asosiatif yang disebabkan oleh
kerusakan otak organik. (Semiun, 2010)
Afasia merupakan kelainan yang muncul akibat kerusakan
dari bagian otak yang mengurusi masalah berbahasa. Afasia
umumnya terjadi mendadak, sering kali muncul sebagai akibat
dari stroke atau cedera kepala. Meski demikian, afasia dapat pula
muncul secara perlahan seperti pada kasus tumor otak, demensia,
dan infeksi. Kelainan ini mengganggu ekspresi dan pemahaman
bahasa termasuk dalam hal membaca dan menulis. (Satyanegara,
2010)
105
Gangguan wicara berkaitan dengan gangguan pada otak.
Gangguan ini terjadi karena pecahnya pembuluh darah,
tersumbatnya pembuluh darah, atau terhambatnya aliran oksigen
pada otak. Jika terjadi kerusakan pada hemisfer kiri, timbullah
gangguan wicara yang dinamakan afasia. Penderita afasia masih
dibedakan atas penderita afasia Broca dan afasia Wernicle,
bergantung pada bagian otaknya yang mana yang mengalami
kerusakan. (Kushartanti, dkk, 2005)
Pasien memang belum dapat tumbuh sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan yang normal, terutama sektor
bahasa, namun An. ”N” sudah dapat menangkap respon yang
diberikan orang terdekat (Ibu, Ayah, dan nenek) dengan
bergumam. An. ”N” menatap orang yang mengajaknya
berkomunikasi dengannya.
4) Ataksia
Ataksia adalah inkoordinasi gerakan kompleks, misalnya
ketidakmampuan berjalan mengikuti garis lurus. (Davey, 2011)
Ataksia merupakan gangguan koordinasi dan irama.
Beberapa bagian susunan saraf pusat berperan dalam proses
koordinasi suatu gerakan, oleh karenanya ataksia dapat
diakibatkan oleh gangguan fungsi pada berbagai tingkat
neuraksia. Cara yang paling baik untuk menentukan penyebab
106
ataksia adalah dengan menentukan pada tingkat mana terjadi
gangguan tersebut. (Weiner dan Lawrence P. Levitt, 2001)
Pasien memang belum dapat tumbuh sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan yang normal, terutama sektor
motorik kasar, namun An. ”N” dilatih oleh Ibu untuk
memposisikan anak miring kanan dan miring kiri, sehingga anak
terstimulasi untuk melakukannya sendiri.
5) Apatis
Apatis adalah tidak peka terhadap pengalaman-pengalaman
yang biasanya menimbulkan rasa senang dan rasa sakit.
Penampilan wajah individu yang apatis adalah kosong tanpa
ekspresi, dan individu yang menderita gangguan afektif ini tidak
memperlihatkan dorongan atau minat terhadap hal-hal yang
sebelumnya menarik baginya. (Semiun, 2010)
Pada ensefalitis dengan gizi kurang, apatis terjadi karena
virus atau bakteri masuk jaringan otak secara local, hematogen,
dan melalui saraf-saraf sehingga menyebabkan peradangan di
otak. Hal ini memicu terjadinya pembentukan eksudat dan
transudat kemudian menyebabkan edema serebral sehingga
kesadaran menurun. (Muttaqin, 2008)
An. ”N” merespon segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
Kesadaran anak sepenuhnya, Compos mentis dengan nilai GCS
107
(Glasgow Coma Scale) 15 dengan nilai respon verbal 6
(mengikuti perintah), respon motorik 5 (sadar dan orientasi baik),
dan respon mata 4 (membuka mata secara spontan).
c. Data yang ada pada kasus, tetapi tidak ada dalam teori Muttaqin
(2008) serta Suhardjo (2010)
1) Konjungtiva anemis
Konjungtiva anemis biasanya menunjukkan hemoglobin
kurang dari 10 g/dL. (Davey, 2011)
Pasien pucat dan pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa
konjungtiva anemis. Hasil pemeriksaan laboratorium, nilai
Hemoglobin yaitu 9 g/dL pada tanggal 8 Juni 2013. Adanya hasil
Hemoglobin yang rendah menyebabkan konjungtiva menjadi
anemis.
2) Pemasangan NGT
Menurut Aziz (2011), NGT adalah kependekan dari
Nasogastric tube. Alat ini adalah alat yang digunakan untuk
memasukkan nutrisi cair dengan selang plasitic yang dipasang
melalui hidung sampai lambung. Ukuran NGT bayi yaitu 6 Fr.
Indikasi pasien yang di pasang NGT adalah diantaranya
sebagai berikut: pasien tidak sadar, pasien karena kesulitan
108
menelan, pasien yang keracunan, pasien yang muntah darah, dan
pasien Pra atau Post operasi esophagus atau mulut.
Tujuan pemasangan NGT adalah sebagai berikut:
memberikan nutrisi pada pasien yang tidak sadar dan pasien yang
mengalami kesulitan menelan, mencegah terjadinya atropi
esophagus atau lambung pada pasien tidak sadar, untuk
melakukan kumbang lambung pada pasien keracunan, dan untuk
mengeluarkan darah pada pasien yang mengalami muntah darah
atau pendarahan pada lambung.
Agar memudahkan An. “N” mendapatkan asupan nutrisi
yang adekuat, maka dilakukan pemasangan NGT dengan
pemberikan setiap tiga jam sekali (90 cc) dan diberikan dengan
porsi sedikit-sedikit tapi sering. Pemasangan NGT pada An. ”N”
diharapkan dapat meningkatkan berat badan pasien sehingga
pasien menuju pada berat badan yang cukup sesuai usianya.
3) Pemasangan IV cateter
Indikasi pemasangan IV cateter adalah untuk pemberian
obat dan atau penggantian volume darurat, pemberian cairan,
transfuse penggantian, serta pemantauan tekanan vena sentral.
Prosedur pemasangan dengan mencari vena yang sesuai misalnya
vena sefalika dan balisika di lengan atau vena safena di tungkai.
(Haws, 2008)
109
Pemasangan IV cateter pada An. “N” bertujuan untuk
memberi terapi cairan dan elektrolit bagi tubuh. Serta berfungsi
dalam memasukan terapi lain yang berulang melalui intra vena,
sehingga tidak dilakukan penusukan pada vena untuk injeksi
yang berulang yang dapat menjadi faktor resiko terhadap infeksi.
Terapi yang didapat An. “N” meliputi infus DS ½ NS, 12 tetes
per menit, obat injeksinya meliputi: Phenobarbital 2 x 25 mg
setiap 12 jam, Ceftazidime 3 x 30 mg setiap 8 jam,
Cloramphenicol 2 x 65 mg setiap 12 jam, dan Farmadol 60 mg
bila suhu lebih dari 37,5o C.
4) Terpasang kanul nasal 1 liter per menit
Terapi oksigen harus diberikan pada semua pasien dengan
syok, tetapi staf keperawatan yang terlibat harus waspada bila
masker oksigen atau tent dapat meningkatkan ansietas pasien dan
harus disiapkan untuk mengatasi kejadian ini. Kanula nasal
(selang bercabang) adalah alat aliran rendah yang murah dan
yang paling sering digunakan untuk menghantarkan oksigen.
Kanula memiliki selang sepanjang 0,6-1,3 cm dimasukkan ke
dalam lubang hidung. Satu sisi selang dihubungkan ke selang
oksigen dan suplai oksigen. (Berman, et all, 2009)
An. “N” diberikan terapi oksigen 1 liter per menit dengan
kanul nasal karena pasien memiliki riwayat syok. Ibu
110
mengatakan bahwa pasien selama dirawat di Rumah Sakit tidak
mengalami syok seperti dahulu sebelum masuk rumah sakit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat
menidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah.
(Nursalam, 2013)
Berdasarkan teori, pada pasien dengan ensefalitis disertai dengan
gizi kurang terdapat tujuh diagnosa keperawatan. Berdasarkan hasil
pengkajian muncul empat diagnosa keperawatan yang sesuai dengan
teori dan dua diagnosa keperawatan yang tidak ada pada teori.
Adapun diagnosa keperawatan yang penulis temukan yaitu:
a. Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan teori Nanda International
(2013) dan kasus
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.
111
Menurut Nanda International (2013), ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu kedaan
dimana individu tidak puasa, mengalami atau beresiko
mengalami penurunan berat badan karena intake makanan yang
tidak adekuat. (Carpenito, 2006)
Diagnosa keperawatan ini muncul karena adanya hasil yang
menunjukan bahwa status gizi pasien kurang, berat badan pasien
5,6 kg. Pasien mendapatkan diit TKTP dengan kebutuhan
energi: 558 kkal/hari. Nutrisi diberikan setiap tiga jam sekali (90
cc) dan diberikan dengan porsi sedikit-sedikit tapi sering, yaitu
setiap 1,5 jam dengan 45 cc melalui NGT.
2) Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak
kurang dari 1 tahun.
Menurut Carpenito (2009), risiko jatuh adalah kondisi
ketika individu sangat rentan mengalami jatuh.
Pasien berumur 8 bulan dan memiliki riwayat kejang. Pada
kasus yang dialami An. “N” didukung dengan data:
DS: -
112
DO:
Pengkajian resiko jatuh (Humpty Dumpty) 24/6/13 total skor
19.
3) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak
konsisten.
Menurut Nanda International (2013), keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan adalah penyimpangan atau
kelainan dari aturan kelompok usia.
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan adalah keadaan
di mana seorang individu mempunyai atau berisiko untuk
mengalami kerusakan kemampuan untuk melakukan tugas dari
kelompok usianya atau mengalami kerusakan pertumbuhan.
(Carpenito, 2006)
Diagnosa keperawatan ini muncul karena adanya hasil yang
menunjukan bahwa pasien mengalami ganguan tumbuh
kembang, didukung dengan data pasien terpasang IV cateter,
NGT, dan kanul nasal; bentuk kepala microcephaly dengan
ukuran lingkar kepala 41 cm, Berat badan pasien 5,6 kg, tinggi
badan 62 cm, lingkar lengan atas 11,5 cm, lingkar dada 38 cm.
Usia pasien 8 bulan dan dari hasil pengkajian menggunakan
113
lembar DDST didapatkan hasil anak adalah Global
Developmental Delay.
Hasil DDST: Global Develop Mental Delay
- Motorik kasar: duduk tanpa pegangan, berdiri dengan
pegangan, bangkit untuk berdiri, bangkit terus duduk.
- Motorik halus: menggaruk manik-manik, memindahkan
kubus, mengambil 2 kubus, membenturkan 2 kubus.
- Sosial: meniru bunyi kata-kata, papa/mama spesifik.
- Bahasa: berusaha mencapai keinginan, makan sendiri, tepuk
tangan, melambaikan tangan, menyatakan keinginan.
4) Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb).
Menurut Nanda International (2013), resiko infeksi adalah
mengalami peningkatan risiko terserang organism patogenik.
An. “N” berada di lingkungan yang rentan akan penularan
infeksi, hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada
An. “N”. Pada kasus yang dialami An. “N” diagnosa resiko
infeksi didukung dengan data:
DS: -
DO:
114
a) Pemeriksaan darah (kultur) = jenis kuman = negatif, kuman
tidak tumbuh.
b) Terpasang IV cateter H-0 (24/6/13) cairan D ½ NS 12 tpm
ditangan kanan, kondisi baik, kering.
c) WBC 14,1 10^3/uL dan HgB 9,0 g/dL (8 Juni 2013).
b. Diagnosa keperawatan yang ada dalam teori Nanda International
(2013) tetapi tidak ada dalam kasus
1) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor
resiko peningkatan tekanan intracranial, aterosklerosis aortik.
Menurut Nanda International (2013), resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak adalah beresiko
mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat
mengganggu kesehatan.
Diagnosa ini tidak muncul karena pasien dalam kesadaran
penuh yaitu Compos mentis dengan nilai GCS (Glasgow Coma
Scale) 15. Pasien dapat merespon segala sesuatu yang ada
disekitar pasien.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret, kemampuan buruk menurun akibat penurunan
kesadaran.
115
Menurut Nanda International (2013), ketidakefektifan
bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan napas.
Diagnosa ini tidak muncul karena pasien tidak mengalami
batuk. Hal ini didukung dari ibu pasien yang menyatakan bahwa
anaknya tidak sesak nafas. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
data: Respirasi 42x/menit, auskultasi paru vesikuler, tidak ada
suara nafas tambahan.
3) Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko gangguan
nutrisi atau status metabolic, hipertermia.
Menurut Nanda International (2013), resiko kerusakan
integritas kulit adalah berisiko mengalami perubahan kulit yang
buruk.
Diagnosa ini tidak muncul karena An. ”N” tidak mengalami
kerusakan integritas kulit. Pasien dimandikan dengan sabun oleh
Ibu pasien sehari 2 kali, rambut dibasahi ketika mandi. Setelah
mandi, An. ”N” diusapi minyak dan diberi bedak. Ibu menjaga
kebersihan pasien dengan mengganti pakaian setelah mandi dan
apabila pakaian basah setelah pasien mengompol.
116
c. Diagnosa keperawatan yang ada pada kasus tetapi tidak ada dalam
teori Nanda International (2013)
1) Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).
Menurut Nanda International (2013), hipetermia adalah
peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
Diagnosa hipertermi ini muncul karena pasien masih
mengalami peningkatan suhu tubuh. Hasil pengkajian terhadap
An. “N” didapatkan data pemeriksaan fisik, meliputi: suhu
tubuh 38 0C, kulit teraba panas dan kemerahan. Ibu pasien
mengatakan bahwa, anaknya mengalami panas sejak seminggu
yang lalu, panas berkisar antara 37,7 0C sampai 38,5 0C.
2) Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status
kesehatan anak.
Menurut Nanda International (2013), ansietas adalah
perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya
bahaya dan memampukan untuk bertindak menghadapi
ancaman.
117
Ansietas adalah keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi
system saraf otonom dalam berespons terhadap ancaman yang
tidak jelas, nonspesifik. (Carpenito, 2006)
Diagnosa ansietas pada orangtua ini muncul karena pasien
adalah anak yang masih dibawah umur 1 tahun dan merupakan
anak yang disayangi bagi kedua orang tua sehingga orangtua
pasti khawatir dengan keadaan anaknya. Ditandai dengan ibu
khawatir dengan keadaan anaknya dan ibu bertanya “Saya
khawatir dengan kondisi anak saya karena panas tidak kunjung
turun tetapi naik turun.”
3. Perencanaan
Menurut Nursalam (2013), perencanaan meliputi pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-
masalah yang telah diidentifikasi pada diagnosis keperawatan. Tahap ini
dimulai setelah menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan
rencana dokumentasi. (Nursalam, 2013)
Sedangkan dalam menentukan tujuan yang akan dicapai penulis
menggunakan dasar SMART (Speciffic, Measurable, Achivable, Realistik,
Time limited). Dan untuk merencanakan tindakan keperawatan mencakup
Observasi, Nursing treatment, health education dan kolaborasi.
(Rokmah, dan Saiful Wahid, 2010)
118
Data penyusunan rencana tindakan keperawatan untuk masing-
masing diagnosa keperawatan yang muncul sudah disesuaikan dengan
teori. Pada diagnosa keperawatan tertentu ada perubahan pada rencana
tindakan keperawatan karena disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
pasien.
Adapun masalah keperawatan sesuai prioritas adalah:
a. Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.
c. Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan
anak.
d. Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak
kurang dari 1 tahun.
e. Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb).
f. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten.
Pembahasan perencanaan sebagai berikut:
a. Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).
119
Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa
pemberian terapi Paracetamol 60 mg melalui oral setiap 4 jam dan
Farmadol 60mg melalui Intra Vena bila suhu lebih dari 37,5oC akan
membantu menurunkan panas pada pasien sehingga tubuh akan
berespon mengeluarkan panas dan menjadikan suhu tubuh menurun,
dengan demikian diharapkan suhu tubuh pasien menurun, dengan
criteria hasil:
1) Suhu 37,5 oC – 38,5 0C
Penulis menetapkan suhu dengan criteria di atas disebabkan
bahwa pasien sudah tiga hari mengalami panas yang suhunya
berkisar 37,5 oC – 38,5 0C, bila suhu yang ditetapkan
menggunakan standart suhu normal yaitu 36,5 oC – 37,5 0C,
criteria ini terlalu berat untuk keadaan pasien yang
mengaharuskan pasien berada dalam suhu normal dalam waktu
tiga hari perawatan.
2) Tidak ada perubahan warna kulit
3) Nadi 100-160 x/menit
4) Respirasi 30-60 /menit
5) Ibu dapat mengontrol panas anak dengan kompres air hangat.
Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions
Classification (NIC), Fourth Edition (2004), dan kasus:
1) Monitor suhu secara kontinyu setiap 4 jam.
120
Adanya peningkatan suhu pasien setiap perbedaan waktu ketika
dilakukan pemeriksaan tanda vital, akan berguna untuk
menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi
hipertermi. Terapi Paracetamol 60 mg melalui oral dapat
diberikan secara tepat setiap 4 jam sekali dan dilakukan kompres
hangat pada pasien untuk menurunkan suhu tubuh pasien.
2) Monitor warna dan suhu kulit.
Panas yang dihasilkan tubuh pasien akan menyebabkan
perubahan warna kulit pada pasien. Untuk itu perlunya
memonitor perubahan warna kulit terutama ketika pasien
mengalami peningkatan suhu.
3) Kompres pasien pada lipatan aksila dengan kompres hangat.
Selain menggunakan antipiretik untuk menurunkan panas.
Kompres hangat juga membantu kulit vasodilatasi sehingga
panas yang ada di dalam tubuh berpindah ke luar. Sehingga suhu
tubuh akan menurun dengan dilakukannya kompres hangat.
4) Ajarkan keluarga meningkatkan intake cairan dan nutrisi.
Cairan berguna untuk mengurangi suhu tubuh yang tinggi
dengan rehidrasi cairan sedangkan pemenuhan nutrisi membantu
metabolisme tubuh sehingga tubuh memiliki energi untuk
mempertahankan suhu tubuh yang normal.
121
5) Kelola pemberian antipiretic: Paracetamol 60 mg melalui oral
setiap 4 jam dan Farmadol 60mg melalui Intra Vena bila suhu
lebih dari 37,5oC.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.
Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa
pemberian nutrisi anak melalui NGT akan mengefektifkan
pemenuhan nutrisi sesuai jumlah asupan yang diperlukan tubuh yaitu
558 kkal/hari dengan 90 cc setiap 3 jam sehingga pemberian nutrisi
yang rutin kepada pasien diharapkan kebutuhan nutrisi dapat
optimal, dengan criteria hasil:
1) BB = 5,6-6,2 kg
2) Porsi makan dapat dihabiskan diit 90 cc setiap 3 jam
3) Mukosa bibir lembab
4) Status gizi baik
5) Pasien tidak aspirasi
Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions
Classification (NIC), Fourth Edition (2004) dan kasus:
1) Kaji berat badan.
2) Berikan makanan yang hangat.
122
3) Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan sedikit-sedikit
tapi sering.
Intervensi yang ada dalam teori Nursing Interventions
Classification (NIC), Fourth Edition (2004), tetapi tidak ada dalam
kasus:
1) Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk, dan adanya
secret.
Pasien mampu menelan dan memiliki reflex batuk yang baik.
2) Berikan makanan dengan cara meninggikan kepala.
Pasien sudah dalam posisi kepala lebih atas dari pada kaki
dengan diberi alas kain yang tebal oleh Ibu sehingga anak tidak
akan tersedak ketika diberi makan lewat selang NGT.
3) Mulailah untuk memberikan makan per oral setengah cair dan
makanan lunak ketika klien dapat menelan air.
An. “N” sudah diberikan makanan setengah cair yang diberikan
melalui NGT, berupa susu formula dengan diit TKTP.
4) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui
IV atau makanan melalui selang.
Pasien sudah terpasang IV cateter di tangan kanan tanggal 24
Juni 2013 dan selang NGT hari ke-6 pada tanggal 24 Juni 2013.
123
Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada dalam teori
Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition (2004),
penulis merencanakan intervensi dengan teori Doengoes (2000):
1) Kaji jumlah asupan kalori anak.
Asupan kalori yang sesuai dengan kebutuhan anak akan
membantu dalam peningkatan berat badan anak.
2) Kelola pemberian diit: TKTP melalui NGT setiap 3 jam.
Pemberian diit TKTP akan meningkatkan berat badan anak.
c. Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan
anak.
Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa
pengetahuan dan pemahaman orang tua tentang kesehatan anak akan
bertambah dengan penjelasan atau informasi tentang kondisi
kesehatan anak, sehingga dengan pemahaman orang tua tersebut
diharapkan kecemasan orang tua berkurang, dengan criteria hasil:
1) Orang tua mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas.
2) Wajah rileks.
3) Orang tua mampu mengontrol kecemasan.
124
Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions
Classification (NIC), Fourth Edition (2004) dan kasus:
1) Gunakan pendekatan yang menyenangkan.
Pembinaan hubungan saling percaya dengan orang tua yang baik
akan mempererat hubungan antara perawat keluarga pasien.
2) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur.
Mengurangi kekhawatiran terhadap tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien.
3) Ajarkan untuk menggunakan teknik relaksasi.
Mengurangi ketegangan sehingga pikiran menjadi rileks.
4) Libatkan keluarga untuk menemani pasien.
Kedekatan ibu anak akan mengurangi tingkat kecemasan.
d. Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak
kurang dari 1 tahun.
Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa
anak dengan usia kurang dari satu tahun akan beresiko untuk
terjadinya jatuh serta didukung dengan data memiliki riwayat kejang.
Sehingga dalam waktu yang singkat, diperlukan dukungan keluarga
untuk melindungi anak, pasien akan merasa aman dengan adanya
125
orang tua yang menemani pasien selama perawatan, diharapkan
resiko jatuh tidak terjadi, dengan criteria hasil:
1) Pasien aman dari jatuh.
2) Keluarga menemani pasien.
3) Handrail terpasang di sisi tempat tidur.
Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions
Classification (NIC), Fourth Edition (2004) dan kasus:
1) Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang,
papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien.
2) Kelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra Vena.
Intervensi yang ada dalam teori Nursing Interventions
Classification (NIC), Fourth Edition (2004), tetapi tidak ada dalam
kasus:
1) Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot-otot muka
lainnya.
An. “N” tidak mengalami kejang sejak dirawat di Rumah Sakit,
pasien hanya mengalami demam.
2) Pertahankan bedrest total selama fase akut.
Keadaan pasien lemas, kesadaran compos mentis. Pasien dapat
beristirahat dan melakukan aktivitas yaitu tidur di tempat tidur.
126
Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada dalam teori
Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition (2004),
penulis merencanakan intervensi berdasarkan Humpty Dumpty:
1) Pasang tanda resiko jatuh, segitiga warna kuning tempat tidur
pasien.
Adanya tanda peringatan tentang resiko jatuh, akan membantu
orang tua memperhatikan criteria resiko jatuh terutama bagi
keselamatan anak.
2) Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.
Kerterlibatan orang tua akan melindungi dan menjaga pasien
dari resiko jatuh.
3) Ajarkan keluarga untuk mengenali resiko jatuh terhadap anak.
Pengetahuan orang tua yang baik akan mengurangi resiko jatuh.
e. Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb).
Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa
pemberian terapi antibiotic melalui Intra Vena: Ceftazidime 3x80 mg
dan Cloramphenicol 2x65 mg dapat mengurangi terjadinya infeksi
pada anak sehingga pasien dengan perawatan yang lama dan
terpasang NGT, infuse cateter, dan kanul nasal, tidak mengalami
tanda dan gejala infeksi noosokomial. Supaya pasien tidak terkena
127
infeksi nosokomial maka dilakukan perawatan terutama tentang
kebersihan diri dan kondisi dari daerah insersi yang dimiliki anak,
dengan demikian diharapkan infeksi tidak terjadi, dengan criteria
hasil:
a) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
b) Pasien terlihat bersih, wangi dan rapi setelah dimandikan.
c) Leukosit 4,0-11,0 10^3/uL
Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions
Classification (NIC), Fourth Edition (2004) dan kasus:
1) Monitor tanda dan gejala infeksi serta suhu tubuh.
2) Kelola pemberian antibiotic: Ceftazidime 3x80 mg melalui Intra
Vena dan Cloramphenicol 2x65 mg melalui Intra Vena.
Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada dalam teori
Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition (2004),
penulis merecanakan intervensi dengan teori Doengoes (2000):
1) Batasi pengunjung.
Membatasi pengunjung mengurangi kontak penularan infeksi.
2) Motivasi keluarga agar pasien berkeinginan untuk istirahat.
Istirahat yang cukup mampu membuat perasaan nyaman dan
tubuh segar.
128
3) Ajarkan keluarga tanda, gejala infeksi dan pencegahan infeksi.
Peningkatan pengetahuan keluarga akan meminimalkan
terjadinya infeksi.
f. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten.
Penulis menetapkan waktu 3 x 24 jam dengan alasan bahwa
keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan
waktu yang lama untuk mencapai mendekati atau normal, sehingga
dalam waktu yang singkat, penulis melakukan stimulasi pada anak
dengan rutin dan mempertimbangkan kemampuan anak, hal ini
diharapkan pasien dapat terstimulasi sesuai kemampuan dalam
pertumbuhan dan perkembangan, dengan criteria hasil:
a) Mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai kemampuan
anak.
b) Orang tua memberikan stimulasi untuk perkembangan dan
pertumbuhan anak sesuai kemampuan.
Intervensi yang sesuai dengan teori Nursing Interventions
Classification (NIC), Fourth Edition (2004) dan kasus:
1) Dukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap pencapaian
yang positif.
129
Intervensi yang ada dalam teori Nursing Interventions
Classification (NIC), Fourth Edition (2004), tetapi tidak ada dalam
kasus:
1) Bantu ibu dalam memberikan perawatan yang adekuat.
Ibu An. “N” sudah memberikan perawatan yang baik untuk
kebersihan anak juga dalam pemenuhan kebutuhan dasar
lainnya.
2) Libatkan orang terdekat dalam perawatan bayi.
An. “N” dirawat oleh Ibu selama di Rumah Sakit, nenek sering
membantu Ibu pasien untuk menunggui An. “N”, Ayah pasien
juga sering menengok dan mengajak bercanda anaknya.
3) Pantau keselamatan anak di dalam lingkungan rumah; libatkan
layanan perlindungan anak sesuai kebutuhan.
Saat di rumah, An. “N” selalu mendapatkan pengawasan yang
ketat oleh sang Ibu, bukan semata-mata over protective namun
Ibu pasien selalu mengawasi dan menjaga agar putrinya tidak
terjadi suatu apa. Begitupun di Rumah Sakit, Ibu pasien menjaga
pasien dengan baik, terutama menjaga dari risiko jatuh.
4) Pantau status nutrisi; kolaborasi dengan ahli gizi, kaji tehnik
pemberian makan ibu, dan bantu atau dorong ibu untuk memilih
makanan yang mengandung kalori dan nutrisi.
130
Pemenuhan nutrisi sudah dilakukan dalam intervensi diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
sehingga dalam diagnosa ini tidak perlu dicantumkan kembali
intervensi yang sama.
Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada dalam teori
Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition (2004),
penulis merencanakan intervensi dengan teori Doengoes (2000):
1) Berikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan kepada
anak (asah).
Pemberian stimulasi yang rutin akan membantu anak merespon
tindakan yang dilakukan kepada anak sehingga anak dapat
melanjutkan perkembangan dan pertumbuhan sesuai usianya.
2) Berikan kasih sayang (asah).
Pemberian kasih sayang kepada anak akan mempererat
hubungan antara Ibu dan anak, perawat dan anak sehingga
dalam melakukan stimulasi akan mempermudah komunikasi
dengan anak.
3) Motivasi keluarga untuk menstimulasi anak.
Keluarga yang memperhatikan perkembangan anak akan
termotivasi untuk menstimulasi anak.
131
4. Pelaksanaan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. (Nursalam, 2013)
Tahap ini merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah
ditetapkan agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi secara optimal. Setiap
implementasi pada kasus ini telah disesuaikan dengan intervensi yang
telah dirumuskan.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada An. “N” yang
berkesinambungan dengan adanya kerja sama yang baik antara penulis,
perawat bangsal, pembimbing lapangan maupun pembimbing akademik,
pasien dan keluarga, tenaga kesehatan lainnya, juga tidak terlepas dari
tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai sehingga membantu
terlaksananya rencana tindakan keperawatan yang dibuat.
Pelaksanaan merupakan tindakan yang nyata dilaksanakan untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan keadaan kesehatan pasien.
Dalam tahap implementasi atau pelaksanaan keperawatan, penulis
melaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan. Juga ditambah
dengan beberapa, serta ada beberapa tindakan yang tidak sesuai rencana
yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Adapun pembahasan pelaksanaan masing-masing diagnosa yang
ada sebagai berikut:
132
a. Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).
1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:
a) Memonitor suhu secara kontinyu setiap 4 jam.
b) Memonitor warna dan suhu kulit.
c) Mengompres pasien pada lipatan aksila dengan kompres
hangat.
d) Mengajarkan keluarga meningkatkan intake cairan dan
nutrisi.
e) Mengelola pemberian antipiretic: Paracetamol 60 mg melalui
oral setiap 4 jam dan Farmadol 60mg melalui Intra Vena bila
suhu lebih dari 37,5oC.
2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan
penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua
tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.
3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak
ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.
1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:
a) Mengkaji berat badan dan jumlah asupan kalori anak.
b) Memberikan makanan yang hangat.
133
c) Menganjurkan keluarga untuk memberikan makanan sedikit-
sedikit tapi sering.
d) Mengelola pemberian diit: TKTP melalui NGT setiap 3 jam.
2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan
penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua
tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.
3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak
ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.
c. Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan
anak.
1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:
a) Mengguunakan pendekatan yang menyenangkan.
b) Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur.
c) Mengajarkan untuk menggunakan teknik relaksasi.
d) Melibatkan keluarga untuk menemani pasien.
2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan
penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua
tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.
3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak
ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.
134
d. Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak
kurang dari 1 tahun.
1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:
a) Memasang tanda resiko jatuh, segitiga warna kuning tempat
tidur pasien.
b) Melibatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien.
c) Mengajarkan keluarga untuk mengenali resiko jatuh terhadap
anak.
d) Mengelola pemberian Phenobarbital 2x25 mg melalui Intra
Vena.
2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan
penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua
tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.
3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak
ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.
e. Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb).
1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:
a) Memonitor tanda dan gejala infeksi serta suhu tubuh.
b) Membatasi pengunjung.
c) Memotivasi keluarga agar pasien berkeinginan untuk
istirahat.
135
d) Mengajarkan keluarga tanda, gejala infeksi dan pencegahan
infeksi.
e) Mengelola pemberian antibiotic: Ceftazidime 3x80 mg
melalui Intra Vena dan Cloramphenicol 2x65 mg melalui
Intra Vena.
2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan
penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua
tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.
3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak
ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.
f. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak konsisten.
1) Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai rencana:
a) Mendukung ibu dengan memberikan pujian untuk setiap
pencapaian yang positif.
b) Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan
kepada anak (asah).
c) Memberikan kasih sayang (asah).
d) Memotivasi keluarga untuk menstimulasi anak.
2) Tindakan yang tidak sesuai dengan rencana yang di lakukan
penulis: tidak ada. Karena intervensi sudah mencakup semua
tindakan keperawatan yang diperlukan pasien.
136
3) Tindakan yang tidak dilakukan dari rencana keperawatan: tidak
ada. Tindakan yang sesuai dengan intervensi terlaksana semua.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasinya. Evaluasi sebagai sesuatu yang
direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan
klien. Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu
tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan keperawatan.
(Nursalam, 2013)
Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan rencana
keperawatan dalam melakukan tindakan keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Evaluasi proses dibuat untuk mengetahui keberhasilan
dari tindaan yang dilakukan. Sedangkan evaluasi hasil adalah merupakan
kedaan pasien sebagai respon terhadap penafsiran hasil evaluasi yaitu
tujuan kasus ini. Ada empat pilihan dalam menafsirkan hasil evaluasi
yaitu tujuan tercapai seluruhnya, tujuan tercapai sebagian, tujuan tidak
tercapai, dan muncul masalah baru.
Adapun evaluasi dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
An. “N” yang penulis kelola adalah:
a. Diagnosa keperawatan dengan kriteria tujuan tercapai
137
1) Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).
Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu suhu tubuh
pasien dalam rentang 37,5 oC – 38,5 0C, obat antipiretik
Paracetamol 60 mg setiap 4 jam melalui oral dan Farmadol 60
mg melalui Intra Vena bila suhu lebih dari 37,5oC rutin
diberikan kepada pasien, Ibu mampu melakukan kompres
hangat pada anak.
Kriteria tujuan yang tercapai adalah:
a) Suhu tubuh pasien 38 0C dengan rentang yang ditetapkan
penulis 37,5 oC – 38,5 0C.
b) Warna kulit tidak merah, sudah seperti warna kulit
biasanya.
c) Nadi 151x/menit dengan batas normal 100-160 x/menit.
d) Respirasi 42 x/menit dengan batas normal 30-60 /menit.
e) Ibu dapat mengontrol panas anak dengan kompres air
hangat dilipatan tubuh anak, meliputi: asksila, lipatan kaki,
leher, dan membalutkan waslap atau handuk mengitari
tubuh pasien.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.
138
Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu intake nutrisi
mampu habis, 90 cc setiap 3 jam melalui selang NGT dengan
pembagian diit sedikit-sedikit tapi sering sehingga dalam waktu
1,5 jam pasien mendapat 45 cc susu formula. Menunjukkan
adanya peningkatan berat badan, dan pasien tidak aspirasi
selama makan.
Kriteria tujuan yang tercapai adalah:
a) Peningkatan Berat Badan, saat dikaji tanggal 22 Juni 2013
berat badan pasien 5,6 kg, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam berat badan mampu naik
menjadi 5,8 kg.
b) Diit TKTP berupa susu formula, dapat dihabiskan 90 cc
setiap 3 jam melalui selang NGT.
c) Pasien tidak aspirasi selama, saat, setelah, dan makan.
3) Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status
kesehatan anak.
Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu orang tua
pasien mengerti dengan tindakan yang dilakukan kepada An.
“N”, orang tua pasien mengatakan sudah tidak cemas lagi
dengan keadaan anaknya setelah diberi penjelasan mengenai
anaknya.
139
Kriteria tujuan yang tercapai adalah:
a) Orang tua mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas dengan alasan bahwa mereka khawatir dengan anak
karena masih berusia kurang dari 1 tahun dan merupakan
anak yang mereka sayangi.
b) Wajah orang tua pasien rileks.
c) Orang tua mampu mengontrol kecemasan dengan tehnik
relaksasi secara mandiri.
4) Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak
kurang dari 1 tahun.
Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu orang tua
pasien mengerti bahwa An. “N” beresiko untuk mengalami jatuh
dikarenakan pasien berumur dibawah 1 tahun dan memiliki
riwayat kejang, orang tua pasien selalu menemani pasien dan
menjaga pasien.
Kriteria tujuan yang tercapai adalah:
a) Orang tua selalu menjaga pasien sehingga An. “N” aman
dari jatuh.
b) Keluarga menemani pasien.
c) Handrail terpasang disisi tempat tidur.
140
b. Diagnosa keperawatan dengan kriteria tujuan tercapai sebagian
1) Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb).
Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu pasien bebas
tanda dan gejala infeksi, obat antibiotic: Ceftazidime 3x80 mg
melalui Intra Vena dan Cloramphenicol 2x65 mg melalui Intra
Vena rutin diberikan.
Kriteria tujuan yang telah teratasi adalah:
a) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
b) Pasien terlihat bersih, wangi dan rapi setelah dimandikan.
Kriteria tujuan yang belum teratasi adalah:
a) Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8 Juni 2013:
WBC 14,1 10^3/uL dengan batas normal Leukosit 4,0-11,0
10^3/uL.
Hemoglobin 9,0 g/dL dengan batas normal Hemoglobin
12,0 – 16,0 g/dL
Diagnosa ini teratasi sebagian karena adanya:
a) Faktor pendukung
(1) Keluarga dan pasien kooperatif.
(2) Adanya komunikasi dan hubungan yang baik antara
perawat, pasien dan keluarga.
(3) Adanya fasilitas yang memadai.
141
b) Faktor penghambat
(1) Pasien masih menjalani perawatan dirumah sakit
dengan pemasangan IV cateter, kanul nasal, dan NGT.
(2) Pemeriksaan laboratorium untuk angka leukosit dan
hemoglobin belum ada rencana untuk dilakukan
pemeriksaan lagi.
2) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak
konsisten.
Kriteria hasil yang diharapkan penulis yaitu dalam waktu
yang singkat perawat bisa menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak dan anak mampu melakukan kegiatan
sesuai dengan kemampuan anak.
Kriteria tujuan yang telah teratasi adalah:
a) Mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai
kemampuan anak, meliputi:
(1) Anak menoleh kearah suara bunyi-bunyian.
(2) Anak mendengar jika diajak bicara dan memberikan
respon menatap yang mengajak komunikasi dan
bergumam.
(3) Anak mampu meraih benda yang diberikan dan
menggenggam kubus serta kerincingan.
142
b) Orang tua memberikan stimulus untuk perkembangan dan
pertumbuhan anak sesuai kemampuan, meliputi:
(1) Mengajak komunikasi anak dengan bercerita dan
bercanda.
(2) Melatih anak unruk miring kanan dan miring diri
dengan bantuan orang tua.
(3) Menstimulasi dengan sumber suara menggunakan alat
permainan kerincingan.
Kriteria tujuan yang belum teratasi adalah:
a) Anak bisa melambaikan tangan dan bertepuk tangan.
b) Anak bisa menggaruk atau mengambil manik-manik.
c) Anak dapat meniru bunyi kata-kata.
Diagnosa ini teratasi sebagian karena adanya:
a) Faktor pendukung
(1) Pasien dan keluarga pasien kooperatif.
(2) Adanya fasilitas yang tersedia (mainan kubus dan
kerincingan).
b) Faktor penghambat
(1) Pasien mengalami penurunan berat badan, lemas,
aktivitas hanya di atas tempat tidur sehingga
pertumbuhan dan perkembangan anak tidak berjalan
sesuai dengan usianya.
143
(2) Keterbatasan waktu untuk melakukan asuhan
keperawatan sehingga penulis memberikan
perencanaan selanjutnya bagi keluarga untuk terus
menstimulasi tumbuh kembang anaknya.
c. Diagnosa keperawatan dengan kriteria tujuan belum teratasi
Diagnosa keperawatan dengan kriteria tujuan belum teratasi tidak
ada dikarenakan semua diagnosa keperawatan teratasi sesuai dengan
kriteria hasil yang di terapkan penulis.
B. Dokumentasi
Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau
tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang buktibagi individu
yang berwenang. (Potter, 2005)
Dokumentasi merupakan kumpulan informasi kesehatan dan kesehatan
pasien yang dilakukan perawat sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat
terhadap asuhan keperawatn yang dilakukan perawat terhadap pasien dalam
melakukan asuhan keperawatan.
Dokumentasi merupakan kumpulan informasi kesehatan pasien yang
dilakukan perawat sebagai penanggung jawab dan penanggung gugat
144
terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan perawat terhadap pasien dalam
melakukan asuhan keperawatan.
Dokumentasi yang penulis gunakan berorientasi pada masalah
keperawatan. Pada kasus ini penulis mendokumentasikan secara lengkap
sesuai tahap-tahap proses keperawatan antara lain:
1. Pengkajian
Penulis mendokumentasikan semua data yang ditemukan baik data
subjektif maupun data objektif yang ditemukan saat pengkajian.
2. Diagnosa Keperawatan
Penulis menuliskan analisa data dan urutan diagnosa keperawatana
berdasarkan prioritas masalah. Diagnosa dituliskan secara lengkap
dengan adanya unsur masalah (problem), penyebab (etiologi), dan data
senjang (symtom).
3. Perencanaan
Pada tahap perencanaan penulis mendokumentasikan tujuan dari rencana
keperawatan yang meliputi karakterisik SMART, intervensi keperawatan
dengan karakteristik ONEC, dan rasional setiap intervensi keperawatan
yang disusun.
4. Implementasi
Pada Implementasi, penulis mendokumentasikan semua tindakan yang
dilakukan pada pasien kelolaan dalam buku status pasien dan dalam
asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis hal yang
145
didokumentasikan meliputi: tanggal, jam, jenis tindakan, nama dan paraf
penulis.
5. Evaluasi
Pada evaluasi, yang dilakukan menulis terdiri atas evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Dimana evaluasi didokumentasikan dalam bentuk
pendokumentasian SOAP.
Pada pasien kelolaan telah dilakukan pendokumentasian secara lengkap
dengan mencantumkan tanggal, jam, respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan, paraf dan nama terang pada buku status
pasien dan dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelayanan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan kepuasan
pelayanan kesehatan dan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk,
serta penyelenggaraanya sesuai dengan kode etik profesi yang telah
diterapkan.
Dari hal-hal tersebut maka setiap perawat dituntut untuk mempunyai
keterampilan dan pengetahuan yang memadai, sehingga tercapai kesembuhan
dan kemandirian yang optimal.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien An. “N” dengan
“Ensefalitis disertai Gizi Kurang” selama 3 hari sejak tanggal 24 Juni 2013
sampai 26 Juni 2013 secara komprehensif di Ruang Melati 2 RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta, penulis menemukan beberapa pengalaman nyata
mengenai proses keperawatan dimulai dari tahap pengkajian sampai evaluasi
serta pendokumentasian.
146
147
1. Pengkajian
Format pengkajian dalam asuhan keperawatan yang penulis gunakan
mencakup aspek bio-psiko-sosial-spiritual dan intelektual. Untuk
merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada pasien maka
pengkajian yang dilakukan perawat harus lengkap, beberapa metode yang
dapat digunakan untuk memperoleh data yang akurat adalah dengan
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumentasi,
sedangkan sumber data diperoleh dari pasien, keluarga pasien, tim
kesehatan, dan buku status kesehatan pasien. Pengkajian yang dilakukan
pada An. “N” dengan “Ensefalitis disertai Gizi Kurang” mencakup
keluhan utama, riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostic, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, dan aspek ansietas
orang tua anak.
Pada kasus keperawatan yang penulis kelola, pasien dan keluarga
pasien kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan perawat
dan sangat membantu perawat. Oleh sebab itu perawat bisa menggali
sebanyak-banyaknya informasi baik dari pasien sendiri maupun dari
keluarga pasien. Data yang informasi yang didapat dari pasien dan
perawat ini nantinya akan dijadikan data dasar dalam melakukan
perencanaan dan implementasi pada masalah pasien.
148
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau
status kesehatan pasien yang aktual dan potensial, dimana pemecahannya
dapat dilakukan dalam batas waktu wewenang perawat. Adapun diagnosa
keperawatan diangkat sudah dirumuskan secara lengkap meliputi
masalah, penyebab, dan data senjang. Dalam menegakan diagnosa
keperawatan pada pasien harus memperhatikan kebutuhan dasar manusia
berdasar kebutuhan dasar hierarki Maslow. Prioritas tertinggi diberikan
pada diagnosa yang mengancam keselamatan jiwa pasien.
Penulis mengangkat 6 diagnosa pada tanggal 24 Juni 2013:
a. Hipertermi berhubungan dengan ensefalitis (infeksi virus).
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi.
c. Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan
anak.
d. Resiko jatuh dengan faktor resiko riwayat kejang dan usia anak
kurang dari 1 tahun.
e. Resiko infeksi dengan faktor resiko tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb).
f. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan efek ketunadayaan fisik dan responsifitas yang tidak
konsisten.
149
3. Perencanaan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah–masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah
menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi.
Dalam menyusun rencana penulis mengingat dan
mempertimbangkan latar belakang pendidikan, kondisi pasien, kebutuhan
pasien, dan keluarga pasien terutama dalam setiap menetapkan health
education dalam rencana, penulis mempertimbangkan tingkat
pengetahuan pasien dan kemampuan pasien sehingga health education
tersebut nantinya bisa dimengerti pasien dan keluarga. Perencanaan yang
dibuat oleh penulis dimasukan dalam tiap diagnosa sehingga
pelaksanaanya bisa terorganisir.
Pada perencanaan penulis mencantumkan tujuan, kriteria hasil, dan
rencana tindakan. Perencanaan mengacu pada diagnosa keperawatan
yang muncul. Perencanaan yang ditetapkan telah mencakup prioritas
masalah dan tujuan berdasar kriteria SMART yaitu Spesifik, Measurable,
Achivable, Rational, Time limited. Pada intervensi juga sudah mencakup
empat aspek yaitu Observasi, Nursing treatment, Health Education, dan
Kolaborasi.
150
Dalam hal ini penulis mengusahakan kelengkapan isi perancanaan
tersebut. Dalam kasus yang dikelola, penulis menambahkan intervensi
atau rencana sendiri pada beberapa diagnosa.
4. Implementasi
Pelaksanaan yang dilakukan penulis pada pasien sesuai dengan
rencana yang telah disusun dan telah sesuai teori yaitu Observasi,
Nursing treatment, Helth Education dan Kolaborasi tetapi tidak semua
intervensi dilakukan setiap melakukan asuhan keperawatan. Penulis
selalu memberikan health education pada setiap melakukan tindakan
keperawatan yaitu menjelaskan pada pasien tentang prosedur apa yang
akan dilakukan pada pasien, penulis mempertimbangkan tingkat
pengetahuan pasien, latar belakang juga kondisi pasien dan keluarga
pasien hal ini supaya pasien dan keluarga pasien mudah menerima dan
menyerap anjuran yang diberikan penulis.
Dalam melakukan setiap tindakan keperawatan diharapkan
diharapkan harus sesuai dengan prinsip dan prosedur Rumah Sakit.
Sedangkan dari penyuluhan, mendorong keluarga pasien untuk merubah
pola hidup mereka menjadi lebih sehat. Hal yang penting lainnya yaitu
diharapkan keluarga mampu meningkatkan kebiasaan hidup bersih dan
sehat dalam keluarga pasien sehingga dapat meminimalisir terjadinya
infeksi pada pasien serta meningkatkan derajat kesehatan keluarga.
Selanjutnya, sarana dan prasarana yang lengkap dapat menunjang
151
kelancaran pemberian asuhan keperawatan. Dalam
mengimplementasikan rencanan keperawatan, sehingga pasien
diharapkan pasien mendapatkan kualitas asuhan keperawatan yang
optimal dari penulis (pemberi asuhan keperawatan).
5. Evaluasi
Penulis melakukan evaluasi proses dan hasil. Penulis tidak
mengalami kesulitan dalam melakukan evaluasi hasil dan proses karena
pasien sangat kooperatif. Setiap harinya dilakukan evaluasi SOAP untuk
mengetahui perkembangan pasien atau mencapas tujuan. Tetapi selama
melakukan evaluasi hasil tidak semua kriteria hasil dapat dicapai. Hal ini
dikarenakan dalam menentukan kriteria hasil penulis memberi patokan
atau kriteria waktu untuk mencapai kriteria hasil tersebut dalam setiap
diagnosa sedangkan dalam pelaksanaanya penulis hanya melakukan
asuhan keperawatan selama dilakukan keperawatan sehingga beberapa
diagnosa evaluasi hasilnya belum sesuai dengan kriteria hasil yang di
tetapkan dalam tujuan.
Untuk evaluasi proses yang perlu dievaluasi adalah ketepatan pada
proses tindakan keperawatan dan respon pasien terhadap tindakan yang
diberikan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang telah
dilaksanakan dan mengacu pada tujuan.
152
6. Pendokumentasian
Untuk lebih mengetahui atau memonitor perkembangan status pasien
sebaiknya pendokumentasian dilengkapi dari mulai pengkajian sampai
evaluasi, hal ini juga dapat digunakan sebagai sarana komunikasi yang
efektif bagi tim kesehatan yang ada.
Dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan An. “N” dengan
“Ensefalitis disertai Gizi Kurang” penulis melakukan pendokumentasian
pada tahap–tahap proses keperawatan yaitu:
a. Pengkajian
Penulis mendokumentasikan semua data yang diperoleh saat
pengkajian, baik data yang berupa data subyektif maupun obyektif
dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa dituliskan secara lengkap yang mencakup unsur masalah
(problem), penyebab (etiology), dan data data senjang (symptoms)
dan disusun berdasar urutan prioritas masalah lalu didokumentasikan
pada buku status pasien dan dalam asuhan keperawatan yang disusun
oleh penulis.
c. Perencanaan
Perencaan yang susun oleh penulis mencakup tujuan yang terdiri dari
unsur SMART (Specific, Measurable, Achivable, Realistic, time
limited ) dan Intervensi yang mengandung unsur ONEC (Observasi,
Nursing treatment, Education, Colaboration) yang semuanya itu
153
didokumentasikan oleh penulis di dalam buku status pasien dan juga
di dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis.
d. Implementasi
Pada implementasi, penulis mendokumentasikan semua tindakan
yang dilakukan pada pasien kelolaan dalam buku status pasien dan
dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis.
Hal yang didokumentasikan meliputi: tanggal, jam, jenis tindakan,
nama dan paraf penulis.
e. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan menulis terdiri atas evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Dimana evaluasi didokumentasikan dalam bentuk
pendokumentasian SOAP.
Pada pasien kelolaan telah dilakukan pendokumentasian secara
lengkap dengan mencantumkan tanggal, jam, respon pasien terhadap
tindakan keperawatan yang dilakukan, paraf dan nama terang pada
buku status pasien dan dalam asuhan keperawatan yang disusun oleh
penulis.
B. Saran
Dari hasil pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan
An. “N” dengan “Ensefalitis disertai Gizi Kurang” di Ruang Melati 2 RSUP
Dr. Sardjito pada tanggal 24 Juni 2013 sampai dengan 26 Juni 2013, penulis
tidak menemukan adanya temuan baru yang menyangkut proses pemberian
asuhan keperawatan kepada pasien. Proses keperawatan berjalan dengan
154
lancar berkat dukungan semua tim kesehatan dan pasien serta keluarga pasien
yang kooperatif. Penulis memberikan beberapa saran, diantaranya:
1. Bagi Ruang Melati 2 RSUP Dr. Sardjito
Tetap menjaga protap yang sudah diterapkan di bangsal yaitu
menggunakan APD saat memberikan pelayanan kesehatan kepada semua
pasien.
2. Bagi pengelolaan kasus yang serupa dengan kasus
a. Pengkajian keperawatan anak mencakup aspek bio-psiko-sosial-
spiritual. Tak kalah pentingnya untuk melakukan pengkajian tingkat
perkembangan serta pertumbuhan dan risiko jatuh terutama pada
anak yang berusia kurang dari satu tahun. Selain itu, pengkajian
tingkat pengetahuan, koping, dan ansietas orang tua diharapkan
mampu memberikan data yang bersangkutan dengan pasien. Maka
dari itu perlunya perhatian supaya dalam pengkajian anak akan
maksimal.
b. Pemberian asuhan keperawatan kepada anak melibatkan peran serta
orang tua anak. Untuk itu perlunya hubungan saling percaya yang
baik antara perawat dan orang tua agar tujuan dari pokok bahasan
yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik pula. Pemilihan
bahasa dalam menyampaikan materi penyuluhan, berkomunikasi
mau pun dalam penulisan dalam media haruslah dapat dipahami oleh
orang tua. Sikap selama berinteraksi dan memberikan penyuluhan
sebaiknya lebih menghormati dan menghargai mereka sebagai orang
155
tua. Bila hal ini diperhatikan dan dilakukan maka pemberian asuhan
keperawatan kepada anak akan lancar tanpa di-reject oleh orang tua.
c. Anak-anak sangat rentan terjadinya infeksi didukung dengan
lingkungan Rumah Sakit yang memiliki banyak mikroorganisme
yang dapat membahayakan anak. Maka dari itu, kebiasaan bersih dan
sehat perlu perawat sampaikan kepada orang tua supaya orang tua
ikut serta dalam pemeliharaan kesehatan anak, diantaranya dengan
demonstrasi cara mencuci tangan dengan sabun, menggosok gigi,
dan mandi.
d. Hospitalisasi pada anak akan menyebabkan kejenuhan dan
kemalasan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Sehingga perlunya
dilakukan program terapi bermain yang akan membuat anak bebas
berekspresi dengan bermain. Selain itu bermain berguna sebagai
stimulus tumbuh kembang pasien dan mengurangi cemas karena
hospitalisasi selama dirumah sakit.
e. Perlunya dukungan orang tua untuk memberikan stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan kepada anak agar dapat tumbuh
sesuai batas normal pada anak seusianya.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri. 2010. Waspadai Gizi Balita Anda. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Alimul, Hidayat, A. Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama Baughman, Diane C. dan JoAnn C. Hackley. 2000. Buku Saku dari Brunner &
Suddarth: Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta EGC Berman, Audrey, et all. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klinis, Edisi 5. Jakarta:
EGC Betz, Cecily Lynn dan Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri,
Edisi 5. Jakarta: EGC Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
---------------------------- 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Davey, Patrick. 2011. At a Glance Medicine. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama
Dochterman, Joanne McCloskey and Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition. Mosby: St. Louis
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
Edisi 3. Jakarta: EGC Dorland, W.A. Newman. 2000. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Fawcett, Doa W. 2002. Buku Ajar Histologi: Edisi 12. Jakarta EGC Febry, Ayu Bulan dan Zulfito Marendara. 2008. Buku Pintar Menu Balita.
Jakarta: KAWAHmedia Fried, George H. dan George J. Hademenos. 2011. Scaum’s Outlines: Biologi,
Edisi 2. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
2
Gibney, Michael J et all. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC Grace, Pierce A. dan Neil R. Borley. 2011. At a Glance Ilmu Bedah, Edisi Ketiga.
Jakarta: Penerbit Erlangga Haws, Paulette S. 2008. Asuhan Neonatus: Rujukan Cepat. Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak: untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Indriasari, Devi. 2009. 100% Sembuh Tanpa Dokter. Yogyakarta: Percetakan
Galangpress Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Lingustik.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Manuba, Ida Bagus Gde dan Ida Ayu Chandranita Manuba. 2007. Pengantar
Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, Edisi 3.
Jakarta: EGC Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Ganguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Naga, Sholeh S. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Diva Press Nanda Internatioal. 2013. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC Nursalam, 2013. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika Oman, Katheleen S et all. 2008. Panduan Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajaran Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC
Purwoko, Susi. 2007. Pertolongan Pertama dan RJP pada Anak, Edisi 4. Jakarta:
Arcan Riyadi, Sujono dan Suharsono. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
3
Rokmah, Nikmatur dan Saiful Wahid. 2010. Proses Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Saputra, Lyndon. 2010. Intisari Ilmu Penyakit Dalam: disertai Contoh Kasus
Klinik. Jakarta: Binarupa Aksara Publishing Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Syaraf, Edisi 4. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama Semiun, Yustinus. 2010. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Soegijanto, Soegeng. 2002. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika
Suhardjo. 2010. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Suranto, Adji. 2010. Jangan Panik Bunda. Jakarta: Penebar Plus+
Suririnah. 2009. Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi
Weiner, Howard L. dan Lawrence P. Levitt. 2001. Buku Saku Neurologi, Edisi 5.
Jakarta: EGC
Admin. 2012. Health Drip.com: A complete Health E-Guide [internet]. Kwashiorkor and Marasmus. Available from: <http://healthdrip.com/wp-content/uploads/2012/05/Kwashiorkor-and-Marasmus.jpg> [Accessed 2 July 2013].
Aziz, Abdul. 2011. Website UNAIR [internet]. Proses Pemasangan NGT.
Surabaya: Keperawatan, UNAIR. Tersedia dalam: <http://abdulaziz-fkp10.web.unair.ac.id/artikel_detail-35674-Keperawatan-Proses%20pemasangan%20NGT.html> [Diakses 3 Juli 2013]
Pakistani, Wahid. 2011. Major Disease Human Face [internet]. Major Brain Disease Encephalitis. Available from: <http://major-diseases2011.blogspot.com/2011/05/major-brain-disease-encephalitis.html> [Accessed 2 July 2013].
4
Training Manual. The New Zealand Digital Library Project [internet]. A training manual in combating childhood communicable diseases: Session 30. Trainer Attachment 30B: Marasmus, Volume II. New Zealand: Department of Computer Science, University of Waikato. Available from: <http://www.nzdl.org/gsdlmod?e=d-00000-00---off-0hdl--00-0----0-10-0---0---0direct-10---4-------0-1l--11-en-50---20-about---00-0-1-00-0-0-11-1-0utfZz-8-10&a=d&cl=CL1.17&d=HASH01e2f30ee0fe70805b50d009.2.3.5> [Accessed 2 July 2013].
Training Manual. The New Zealand Digital Library Project [internet]. A training
manual in combating childhood communicable diseases: Session 29: Recognizing malnutrition, Volume II. New Zealand: Department of Computer Science, University of Waikato. Available from: < http://www.nzdl.org/gsdlmod?e=d-00000-00---off-0hdl--00-0----0-10-0---0---0direct-10---4-------0-1l--11-en-50---20-about---00-0-1-00-0-0-11-1-0utfZz-8-00&cl=CL1.17&d=HASH9f92934afdeb9fff421dbe.1.2.4>=1> [Accessed 2 July 2013].
Traughber, Paul. 2011. WebMD Corporation [internet]. Brain & Nervous System
Health Center: Encephalitis. Idaho: Boise. Available from: <http://www.webmd.com/brain/encephalitis> [Accessed 2 July 2013].
LAMPIRAN
RESUME KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Siti Maria Ulfah
Tanggal Ujian : 24-26 Juni 2013
Tempat Ujian : Bangsal Melati 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Tanggal Pengkajian : 24 Juni 2013
Sumber Data : Pasien, keluarga pasien, status pasien, tim kesehatan
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi
dokumentasi
A. Identitas
1. Identitas Pasien
Nama : An. “N”
Umur : 8 bulan 15 hari
Tanggal lahir : 9 Oktober 2013
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo, Sleman
Diagnosa Medis : Ensefalitis dengan gizi buruk
Tanggal masuk : 4 Juni 2013
No. CM : 01.63.7X.XX
2
2. Penanggung Jawab
Nama : Bp. “M”
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo, Sleman
Hubungan dengan pasien : Ayah
Pendidikan : SLTA
B. Riwayat Kesehatan
1. Kesehatan Pasien
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Lima hari sebelum masuk rumah sakit, pasien BAB cair lima kali
dengan ampas, warna kekuningan terdapat lendir, muntah tiap makan
dan minum, dibawa ke Puskesmas diberi puyer dan oralit, kemudian
anak mengalami demam, dibawa ke RB Widuri, Sleman dirujuk ke
RSUD Sleman, kejang empat kali (+ 3 menit) diantara kejang, anak
tidak sadar.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Setelah pasien lahir di RSUD Sleman, selang beberapa hari kemudian
pasien dirawat kembali di RSUD Sleman 4 hari karena kejang demam.
Pasien memiliki riwayat syok.
3
c. Riwayat Alergi
Ibu mengatakan anaknya tidak ada alergi obat, dan alergi makanan
atau minuman (susu).
d. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1) Prenatal
Ibu hamil usia 31 tahun, merupakan kehamilan ke-2, control rutin
ke Puskesmas 2 minggu sekali. Mendapatkan vitamin dan tablet
penambah darah. Mendapat suntik TT 1 kali. Keluhan selama
kehamilan muntah-muntah, nyeri kepala kadang muncul.
2) Perinatal
Anak lahir spontan ditolong oleh bidan di RSUD Sleman. BBL =
1900 gram. Dirawat di RSUD Sleman 4 hari karena kejang
demam.
3) Postnatal
Anak imunisasi rutin ke Posyandu, ASI eksklusif 6 bulan.
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1) Pertumbuhan:
BB : 5,6 kg
TB : 62 cm
LLA (kiri): 11,5 cm
LK : 41 cm
LD : 38 cm
4
2) Perkembangan:
Tabel 22. Perkembangan An. “N”
Motorik Kasar Motorik Halus Bahasa Sosial
Miring 4 bulan Mengoceh 3 bulan
Tersenyum sepontan 3 bulan.
Menatap 3 bulan.
Tabel 23. Interpretasi penilaian DDST An. “N”
Motorik Kasar Motorik Halus Bahasa Sosial 1) Duduk tanpa
pegangan (F) 2) Berdiri
dengan pegangan (F)
3) Bangkit untuk berdiri (F)
4) Bangkit terus duduk (F)
1) Menggaruk manik-manik (F)
2) Memindahkan kubus (F)
3) Mengambil 2 kubus (F)
4) Memegang dengan ibu jari dan jari (P)
5) Membenturkan 2 kubus (F)
1) Meniru bunyi kata-kata (F)
2) Papa/mama tidak spesifik (P)
3) Papa/mama spesifik (F)
1) Berusaha mencapai keinginan (F)
2) Makan sendiri (F)
3) Tepuk tangan (F)
4) Melambaikan tangan (F)
5) Menyatakan keinginan (F)
Keterangan:
P : Pass/ Lewat
F : Fail/ Gagal
R : Refusal/ menolak
NP : No Opportunity/ ada hambatan
Hasil DDST didapatkan nilai anak adalah Global Developmental
Delay
5
Tabel 24. Pengkajian Risiko Jatuh
PENGKAJIAN & INTERVENSI RISIKO JATUH PASIEN ANAK (HUMPTY DUMPTY)
Nama : An.”N” Alamat : Jetis RT 006 RW 014 Caturharjo, Sleman
Tgl Lahir : 9 Oktober 2012 Instalasi : INSKA
RSUP Dr.Sardjito Ruangan : Melati II
Pengkajian risiko jatuh dilakukan saat pasien masuk, ketika terjadi perubahan kondisi, ketika pindah dari bangsal lain atau setelah kejadian jatuh.
PARAMETER KRITERIA TANGGAL WAKTU
24 Juni 2013
25 Juni 2013
26 Juni 2013
Umur Dibawah 3 tahun 4 4 4 4 3 – 7 tahun 3 8 -13 tahun 2 >13 tahun 1
Jenis kelamin Laki – laki 2 Perempuan 1 1 1 1
Diagnosis Kelainan Neorologi 4 4 4 4 Perubahan dalam oksigenasi (Masalah Saluran Nafas, Dehidrasi, Anemia, Anoreksia, Sinkop/sakit kepala, dll)
3
Kelainan Psikis/Perilaku 2 Diagnosis lain 1
Gangguan Kognitif
Tidak sadar terhadap keterbatasan 3 3 3 3 Lupa keterbatasan 2 Mengetahui kemampuan diri 1
Faktor lingkungan
Riwayat jatuh dari tempat tidur saat bayi – anak
4
Pasien menggunakan alat bantu atau box atau mebel 3
Pasien berada di tempat tidur 2 Di luar ruang rawat 1 1 1 1
Respon Terhadap Operasi/ Obat Penenang/ Efek Anestesi
Dalam 24 jam 3 3 3 3 Dalam 48 jam riwayat jatuh 2 >48 jam
1
Penggunaan Obat
Bermacam – macam obat yang digunakan : obat sedatif (kecuali pasien ICU yang menggunakan sedasi dan paralisis), Hipnotik, Barbiturat, Fenotiazin, Antidepresan, Laksansia/Diuretika, Narkotik
3 3 3 3
Salah satu dari pengobatan di atas 2 Pengobatan lain 1
TOTAL SKOR 19 19 19 RR : Risiko Rendah (7-11), RT : Risiko Tinggi (≥12) (Lingkaran) RR/RT RR/RT RR/RT RR/RT RR/RT
Nama & paraf yang melakukan pengkajian
Ulfah
Ulfah Ulfah
Intervensi pencegahan risiko jatuh (Beri tanda √) TANGGAL 24 Juni 2013
25 Juni 2013
26 Juni 2013
WAKTU 08.00 08.00 08.00 Resiko Rendah (RR) 6. Pengecekan ‘BEL’ mudah dijangkau
7. Roda tempat tidur berada pada posisi terekunci 8. Posisikan tempat tidur pada posisi terendah 9. Naikkan pagar pengaman tempat tidur 10. Berikan edukasi pasien
Risiko Tinggi (RT) 8. Pasang tanda risiko jatuh segitiga warna kuning pada tempat tidur pasien, pintu. √
9. Lakukan intervensi jatuh standar 10. Berikan edukasi pasien √ √ √ 11. Strategi mencegah jatuh dengan penilaian
jatuh yang lebih detil serta analisis cara berjalan sehingga dapat ditentukan intervensi spesifik seperti menggunakan terapi fisik atau alat bantu jalan jenis terbaru untuk membantu mobilisasi.
12. Pasien ditempatkan dekat nurse station 13. Handrail mudah dijangkau pasien dan
kokoh √ √ √
14. Libatkan keluarga pasien untuk selalu menunggu pasien
√ √ √
Nama dan paraf yang melakukan intervensi pencegahan risiko jatuh Ulfah Ulfah Ulfah
6
f. Riwayat Imunisasi
Tabel 25. Riwayat Imunisasi An. “N”
Imunisasi Umur Pemberian Tempat Pemberian
Hepatisis B 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
RSUD Sleman Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas
BCG 0 bulan (Hasil positif) Skar = 2 × 2 mm
RSUD Sleman
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas
Polio 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas Bidan di puskesmas
Imunisasi dasar lengkap menurut PPI dan menurut IDAI.
2. Kesehatan Keluarga
a. Genogram
Gambar 9. Genogram pasien An. “N”
8 th 1,5 th 13 th 4 th
8 th 8 bln
12 th 4 th 8 th 7 th
31 th 35 th 36 th
57 th
32 th
7
Keterangan:
= Laki-laki = Perempuan = Pasien An. “N” 8 bulan = Tinggal satu rumah = Status pernikahan = Status keturunan
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakak lak-laki yang
sudah bersekolah di SD kelas satu.
b. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu pasien mengatakan di dalam keluarga tidak ada menderita
penyakit seperti pasien. Dalam keluarga tidak ada yang menderita
penyakit menular, tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
alergi, dan asma.
C. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1. Aspek Fisik Biologis
a. Pola nutrisi
1) Sebelum sakit pasien minum ASI sejak umur 0 bulan – 6 bulan
ASI Esklusif. Pasien minum ASI sesuai keinginan anak. Pasien
diberikan makan makanan tambahan bubur Promina.
2) Selama sakit ibu pasien mengatakan anaknya diberikan makanan
lewat selang (NGT/ parenteral). Setiap 3 jam sekali diberikan
8
nutrisi, diit TKTP (kebutuhan energi= 98 kkal/kg/hari) melalui
parenteral sebanyak 90 cc, berupa susu = 558 kkal/hari.
b. Pola eliminasi
1) Sebelum sakit ibu pasien mengatakan pasien BAB 1-2 kali sehari
warna kuning dengan konsistensi lembek. BAK 4-10 kali sehari
berwarna kuning jernih mengompol.
2) Selama sakit ibu pasien mengatakan 1-2 kali sehari BAB, lembek,
berwarna kuning. BAK lancar berwarna kuning jernih, 6-8x/hari
dan mengompol.
c. Pola Aktivitas dan Istirahat Tidur
1) Sebelum sakit, ibu pasien mengatakan pasien mulai tidur malam
sekitar jam 20.00-05.00 WIB. Pasien terbiasa tidur siang hari.
Aktivitas pasien bermain dengan orang tua, kakak, dan tetangga.
2) Selama sakit, ibu pasien mengatakan anaknya tidur siang selama
5-6 jam. Tidur malam pukul 20.00-05.00 WIB, terbangun bila
panas. Aktivitas pasien hanya tiduran. Pasien lemas.
d. Pola Kebersihan Diri
1) Kebersihan kulit
a) Sebelum sakit pasien dimandikan oleh ibunya dua kali sehari
dengan menggunakan air hangat dan menggunakan sabun
mandi, setelah itu badan pasien diberi minyak telon dan
bedak.
9
b) Selama sakit pasien dimandikan oleh ibunya dua kali sehari
dengan cara dilap dan menggunakan sabun dan air hangat,
sehabis mandi badan pasien diberi minyak telon. Kulit
tampak bersih, tidak ada luka dan gatal-gatal.
2) Rambut
a) Sebelum sakit, ibu mengatakan rambut anaknya dicuci tiga
kali dalam seminggu dengan menggunakan sampo bayi.
b) Selama sakit rambut hanya dilap setiap kali mandi tanpa
menggunakan sampo, rambut bersih, tidak ada ketombe.
3) Telinga
a) Sebelum sakit, ibu mengatakan telinga anaknya selalu
dibersihkan setelah dimandikan. Telinga bersih, fungsi
pendengaran baik.
b) Selama sakit, ibu pasien mengatakan telinga dibersihkan
setelah mandi. Telinga pasien tidak ada serumen.
4) Mata
a) Sebelum sakit, ibu mengatakan selalu membersihkan saat
mandi.
b) Selama sakit, ibu pasien mengatakan selalu membersihkan
mata pada saat mandi dengan menggunakan air. Mata bersih
tidak ada kotoran mata.
10
5) Mulut
a) Sebelum sakit, mulut dibersihkan saat mandi, gigi tumbuh
pada bagian depan atas dan bawah.
b) Selama sakit lidah pasien terlihat kotor, mukosa bibir kering.
2. Aspek Mental Intelektual Sosial Spiritual
a. Konsep Diri
1) Identitas diri
Orang tua menyadari bahwa anaknya yang berumur 8 bulan
mengalami sedang sakit.
2) Harga diri
Orang tua pasien tidak mengalami rendah diri atas kondisi yang
dialami oleh anaknya dan masih dihaargai oleh keluarga.
3) Gambaran diri
Ibu merasa cemas dan bingung dengan keadaan anaknya saat ini.
4) Peran diri
Dalam keadaan sakit keluarga pasien terutama ibu pasien berfungsi
sebagai seorang ibu yang melindungi dan merawat anaknya dan
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien dibantu oleh ibunya
dan perawat.
b. Intelektual
Ibu pasien mengatakan bingung dan cemas dengan keadaan anaknya.
Ekspresi wajah terlihat cemas dan bingung. Ibu selalu bertanya kenapa
panas anaknya tidak turun-turun.
11
c. Hubungan interpersonal
Keluarga pasien membina hubungan baik dengan orang di rumah
maupun di lingkungan baru.
d. Support sistem
Keluarga dan petugas kesehatan mendukung kesembuhan anaknya.
e. Aspek social
Keluarga menjalin hubungan baik dengan lingkungannya.
f. Mental spiritual
Keluarga pasien beragama Islam, orang tua selalu berdoa untuk
kesembuhan anaknya.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum: lemah
a. Kesadaran: Compos mentis
Pengukuran GCS : respon verbal : 6
respon motorik : 5
respon mata : 4
b. Tanda-tanda vital
Suhu : 38o C
Nadi : 160 x/menit
Respirasi : 42 x/menit
c. Status Gizi
BB : 5,6 kg
12
PB : 62 cm
LLA (kiri): 11,5 cm
LK: 41 cm
LD: 38 cm
Z-Score berdasarkan BB/U:
BB/U: <-2 SD - ≥ -3 SD (gizi kurang)
Status gizi: kurang
Keterangan:
Normal : -2SD s/d 2 SD atau gizi baik
Kurus : <-2SD s/d -3SD atau gizi kurang
Kurus sekali : <-3SD atau gizi buruk
Gemuk : >2SD atau gizi lebih
2. Pemeriksaan Secara Sistemik
a) Kepala
(1) Bentuk : Microcephaly.
(2) Mata : Mata cowong, konjungtiva anemis.
(3) Rambut : Bersih, rambut tipis, persebaran rambut rata.
(4) Hidung : Bersih, terpasang nasal kanul 1 /menit, NGT
hari ke 6.
13
(5) Telinga : Tidak ada serumen, bersih, fungsi pendengaran
baik.
(6) Mulut : Mukosa bibir kering, lidah kotor.
b) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada ditensi vena
jugularis.
c) Thorax
Inspeksi : Simetris, pergerakan dada seimbang
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
d) Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi, umbilikus menonjol.
Auskultasi : Bising usus 10x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Thympani
e) Genetalia
Jenis kelamin perempuan, tidak ada kelainan pada alat kelamin,
terdapat dua labia mayora dan dua labia minora. Genetalia bersih, tidak
terpasang selang kateter.
f) Ekstremitas
(1) Ekstremitas atas
14
Kanan : Kekuatan otot 4, terpasang IV line H-0 (24/6/13)
Cairan DS ½ NS 12 tpm kondisi baik, kering
Kiri : Kekuatan otot 4
(2) Ekstremitas bawah
Kanan : Kekuatan otot 3
Kiri : Kekuatan otot 3
Keterangan:
1) Skala 0: Artinya otot tak mampu bergerak, misalnya jika tapak
tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari
tetap saja ditempat walau sudah diperintahkan untuk bergerak.
2) Skala 1: Jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau
kekenyalan ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu.
3) Skala 2: Dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus
bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu
bergerak.
4) Skala 3: Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal
misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dan jari.
5) Skala4: Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang
ringan.
6) Skala 5: Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang
setimpal.
15
(3) Kulit
Capilary refill < 2 detik, turgor kulit kembali lambat, kulit teraba
hangat, warna kemerahan.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. 20 Juni 2013
MSCT kepala axial (tanpa kontras)
Kesan = - atrophy cerebri biforntoparietalis
- microcephaly
2. 14 Juni 2013
Pemeriksaan darah (kultur) = jenis kuman = negatif = kuman tidak
tumbuh
3. 8 Juni 2013
Pemeriksaan laboratorium (darah rutin)
WBC 14,1 10^3/ul normal = 4,0 – 11,0
RBC 3,61 10^6/ul normal = 4,20 – 5,40
HgB 9,0 g/dl normal = 12,0 – 16,0
F. Terapi yang Didapat
1. Per-Oral
a. Calsium Junior sendok takar /24 jam
b. Zink 20 mg/24 jam
c. Paracetamol 60 mg/4 jam
16
2. Intra-vena
a. Phenobarbital 25 mg/12 jam
b. Ceftazidime 30 mg/8 jam
c. Cloramphenicol 65 mg/12 jam
d. Farmadal 60 mg bila suhu > 37,5oC
Tabel 26. Terapi yang Didapat An. “N”
Nama Obat Dosis Indikasi Kontraindikasi
Pemberian melalui Oral
1. Calsium Junior
2. Zink
3. Paracetamol- Antipiretik-Anakgetik
1 x sendok takar /24 jam
1 x 20 mg/24 jam
60 mg/4 jam
Peningkatan kebutuhan kalsium, ricketsia dan osteomalaia, tetani laten, terapi tambahan pada osteoporosis.
Pelengkap untuk pengobatan diare pada anak-anak di bawah 5 tahun, diberikan bersama larutan oralit.
a. Mengurangi nyeri pada kondisi : sakit kepala, nyeri otot, sakit gigi, nyeri pasca operasi minor, nyeri trauma ringan.
b. Menurunkan demam yang disebabkan oleh berbagai penyakit. Pada kondisi demam, paracetamol hanya bersifat simtomatik yaitu meredakan keluhan demam (menurunkan suhu tubuh) dan tidak mengobati penyebab demam itu sendiri.
Hiperkalsemia, hiperkalsiuria berat, gangguan fungsi ginjal berat.
Hipersensitif terhadap mineral Zinc.
a. Parasetamol jangan diberikan kepada penderita hipersensitif/alergi terhadap Paracetamol.
b. Penderita gangguan fungsi hati berat.
17
Nama Obat Dosis Indikasi Kontraindikasi
Pemberian melalui Intra-Vena
1. Phenobarbital- Anti Konvulsi
2. Ceftazidime- Antibiotik (Cephalosporins)
3. Cloramphenicol- Antibiotik
2 x 25 mg/12 jam
3 x 30 mg/8 jam
2 x 65 mg/12 jam
a. Sebagai hipnotik dan sedatif, dipakai dalam keadaan insomnia, histeria, ansietas, neurosis dan migren.
b. Antikonvulsi pada keadaan epilepsi, kejang-kejang, keracunan strihnin, tetanus.
Untuk infeksi-infeksi berat sebagai berikut : Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh organisme yang peka terhadap Ceftazidime : Septikaemia, bakteriemia, meningitis, pneumonia, bronkopneumonia, pleuritis, empiema, abses paru, pielonefritis akut dan kronik, pielitis, prostatitis, kolesistitis, kolangitis, peritonitis, abses intra abdominal, penyakit inflamasi panggul, osteomielitis, osteitis, artritis septik, abses ginjal, selulitis, infeksi luka bakar.
Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan salmonelosis lainnya.
Hipersensitif terhadap barbiturat atau komponen sediaan, gangguan hati yang jelas, dispnea, obstruksi saluran nafas, porfiria, hamil.
Jika reaksi alergi terhadap Ceftazidime, obat harus dihentikan. Pemberian pada wanita hamil dan menyusui harus mempertimbangkan rasio manfaat dan resiko. Penggunaan dosis tinggi harus diberikan dengan hati-hati pada penderita yang mendapat pengobatan bersama-sama dengan obat nefrotoksik (aminoglikosida), diuretik kuat karena dapat mempengaruhi fungsi renal.
Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan kloramfenikol. Jangan digunakan untuk mengobati influenza,
18
4. Farmadol- analgesik
60 mg bila suhu > 37,5oC
Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi meningual), rickettsia, lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa bakteri gram-negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis, dan infeksi berat yang lainnya. Untuk mengobati dan mencegah nyeri yang sedang hingga berat, seperti tersebut di bawah ini: - Nyeri akut dan kronik yang berat. - Nyeri pasca bedah.
batuk-pilek, infeksi tenggorokan, atau untuk mencegah infeksi ringan.
Hipersensitif terhadap barbiturat atau komponen sediaan, gangguan hati yang jelas, dispnea, obstruksi saluran nafas, porfiria, hamil.
Pasien dengan hipersensitivitas,depresi napas akut,peningkatan tekanan kranial atau cedera kepala. Keracunan akut oleh alkohol, hipnotik, analgesik atau obat-obat yang mempengaruhi SSP lainnya. - Penderita yang mendapat pengobatan penghambat monoamin oksidase (MAO). - Penderita hipersensitif.
19
20
21
22
SATUAN ACARA PENYULUHAN
MENCUCI TANGAN
DI RUANG MELATI II RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA
Satuan Acara Penyuluhan ini diajukan guna melengkapi syarat untuk
menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan pada Akademi
Keperawatan Yayasan Notokusumo Yogyakarta
Disusun oleh:
SITI MARIA ULFAH
2120101741
AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2013
23
FORMAT
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
PENDIDIKAN KESEHATAN
Pokok bahasan : Program hidup bersih dan sehat
Sub pokok bahasan : Mencuci tangan
Sasaran : Pasien di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Target : Pasien di Ruang Melati II RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
Hari/tanggal : Selasa, 25 Juni 2013
Waktu : 10 menit
Tempat : Ruang Melati II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Penyuluh : Mahasiswi Akper Notokusumo
I. Latar Belakang
Pentingnya membudayakan cuci tangan pakai sabun secara baik dan
benar juga didukung oleh World Health Organization (WHO). Data badan
dunia itu menunjukan setiap tahun rata-rata 100 ribu anak di Indonesia
meninggal dunia karena diare. Kajian WHO menyatakan cuci tangan
memakai sabun dapat mengurangi angka diare hingga 47%. Indonesia Sehat
2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan mempunyai visi
yang sangat ideal, yakni masyarakat
Indonesia yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,
mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dari visi tersebut ada 3
prakondisi yang perlu dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, yakni: lingkungan sehat, dan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. Lingkungan sehat adalah
lingkungan yang kondusif untuk hidup sehat.
Data dari Subdit diare Dep.Kes juga menunjukan sekitar 300 orang
diantara 1000 penduduk masih terjangkit diare sepanjang tahun. Penyebab
24
utama diare adalah minimnya perilaku hidup sehat dimasyarakat, salah
satunya kurangnya pemahaman mengenai cara cuci tangan dengan sabun
secara baik dan benar menggunakan air bersih yang mengalir.
Sebuah penelitian kualitatif yang juga dilaksanakan oleh USAID tahun
2006 untuk menguak faktor-faktor pendorong dan penghambat perilaku
higinitas (termasuk di dalam CTPS) menemukan banyak hal yang cukup
penting. Cuci tangan merupakan hal yang umum bagi masyarakat, namun
pakai sabun bukanlah sesuatu yang jamak. Penggunaan sabun untuk cuci
tangan lebih disebabkan alas an kotor. Kotor itu sendiri memiliki makna
sesuatu yang kasat mata dan bau.
Salah satu studi tentang pengetahuan perilaku dan kebiasaan yang
dilaksanakan International Relief and Developmen (IRD) awal tahun 2007,
studi ini menunjukan hanya 27% siswa yang mencuci tangan pada jam
istirahat. Di kota Yogyakarta sendiri baru 55% yang memiliki fasilitas cuci
tangan. Dari jumlah ini, baru 9% sekolah yang sudah menyediakan sabun
untuk mencuci tangan. Dengan adanya kampanye cuci tangan pakai sabun
diharapkan masyarakat mampu membiasakan diri untuk mencuci tangan
pakai sabun, dan kebiasaan itu timbul dari kesadaran pribadi seseorang.
Menurut Dr. Bondan Suryanto kepala Dinas Kesehatan provinsi DIY,
kampanye CPTS sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dan mewujudkan Indonesia sehat 2010.
Mencuci tangan pakai sabun adalah cara yang tepat dan mudah serta
efektif untuk bisa mencegah diare atau penularan flu burung serta typhoid.
Pada tingkat provinsi DIY, kampanye cuci tangan pakai sabun dilaksanakan
tanggal 21 juli 2007 bertempat di lapangan parkir Mandala krida dengan
melibatkan 600 siswa SD dengan didampingi orang tua (ibu). Keterlibatan
siswa SD sebagai peserta kegiatan kampanye ini berkaitan dengan komitmen
pemerintah provinsi DIY dalam mencapai Millenium Development Goals
(MDG). Saat ini di provinsi DIY terdapat 294.511 siswa SD, apabila 600
diantara mereka terlibat dalam kampanye cuci tangan pakai sabun maka
25
berarti baru sekitar 0,2 % dari sasaran sosialisasi kegiatan ini belum lagi
siswa TK dan SMP.
II. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan, individu yang belum memiliki
pengetahuan tentang cara mencuci tangan dapat memahami pentingnya
menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan yang dimulai dari hal ringan.
III. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan selama 1x10 menit, individu
yang belum memiliki pengetahuan tentang cara mencuci tangan mampu:
a. Menjelaskan definisi mencuci tangan dengan sabun.
b. Menyebutkan waktu mencuci tangan.
c. Menjelaskan cara mencuci tangan.
d. Menyebutkan keuntungan perilaku mencuci tangan.
IV. Strategi Pelaksanaan
1. Metode : demonstrasi.
2. Media : leaflet, fliftchart, hanscrub, tisu.
3. Garis besar materi (penjelasan terlampir):
1) Definisi mencuci tangan dengan sabun.
2) Waktu mencuci tangan.
3) Cara mencuci tangan.
4) Keuntungan perilaku mencuci tangan.
26
V. Proses Pelaksanaan
No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu 1. Pendahuluan 1. Salam pembuka.
2. Menyampaikan tujuan penyuluhan.
3. Apersepsi.
1. Menjawab salam. 2. Menyimak.
3. Mendengarkan,
menjawab pertanyaan.
2 menit
2. Kerja 1. Penyampaian garis besar materi mencuci tangan dengan sabun.
2. Mendemostrasikan cuci tangan dengan hanscrub.
3. Memberi kesempatan peserta untuk bertanya.
4. Menjawab pertanyaan. 5. Evaluasi.
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian.
2. Menyimak dan mendemostrasikan.
3. Menanyakan hal-
hal yang belum jelas.
4. Memperhatikan jawaban dari penceramah.
5. Menjawab pertanyaan.
5 menit
3. Penutup 1. Menyimpulkan. 2. Salam penutup.
1. Mendengarkan. 2. Menjawab salam.
3 menit
VI. Setting Tempat
Pasien duduk berhadapan dengan penceramah.
Keterangan:
: pasien : feed back
: pemateri
VII. Pengorganisasian
Pemateri : Siti Maria Ulfah.
27
VIII. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Proses
a. Acara berjalan tepat waktu.
b. Pasien mendengarkan dengan baik.
c. Pasien aktif.
2. Evaluasi Hasil
Pasien dapat menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan:
a. Menjelaskan definisi mencuci tangan dengan sabun.
b. Menyebutkan waktu mencuci tangan.
c. Menjelaskan cara mencuci tangan.
d. Menyebutkan keuntungan perilaku mencuci tangan.
IX. Referensi
A Poter, Patricia, Pery. 2002. Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Mosby: Elsevier
Science
Hidayat, Azis. 2006. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Kusmiyati, Yuni. 2007. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan.
Yogyakarta: Fitramaya
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta
28
Lampiran: Materi
Mencuci Tangan
A. Definisi mencuci tangan
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi
dengan membersihan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh
manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci
tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan
penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang
membawa kuman dan menyebabkan pathogen berpindah dari satu orang ke
orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung
(menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk, gelas).
B. Waktu mencuci tangan
Di Indonesia diperkenalkan 5 waktu penting untuk mencuci tangan:
1. Setelah buang air besar (BAB).
2. Setelah membersihkan anak yang buang air besar (BAB).
3. Setelah menyiapkan makanan.
4. Sebelum makan.
5. Setelah memegang atau menyentuh hewan.
C. Cara mencuci tangan
Praktik cuci tangan menngunakan sabun yang benar memerlukan
sabun dan sedikit air mengalir. Air mengalir dari kran bukan kaharusan, yang
penting air mengalir dari sebuah wadah bisa berupa botol, kaleng, ember
tinggi, gentong, jerigen, atau gayung.
Tangan yang basah disabuni, digosok-gosok bagian telapak tangan
maupun punggungnya, terutama di bawah kuku minimal 20 detik. Bilas
dengan air mengalir dan keringkan dengan kain bersih atau kibas-kibaskan di
udara.
29
Menurut DepKes (2008), cuci tangan rutin atau membersihkan tangan
dengan sabun dan air harus dilakukan seperti di bawah ini:
1. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih.
2. Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair.
3. Ratakan dengan kedua telapak tangan.
4. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya.
5. Gosok dengan kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
6. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
7. Gosok ibu jari kiri putar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
8. Gosok dengan memutar ujung jaro-jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya.
9. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
10. Keringkan tangan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai
benar-benar kering.
11. Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran.
D. Keuntungan perilaku mencuci tangan
1. Melapaskan pathogen-petogen pernapasan yang terdapat pada tangan
dan permukaan telapak tangan.
2. Menghilangkan pathogen (kuman penyakit) lainnya (terutama virus
entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare namun juga gajala
penyakit pernapasan lainnya.
3. Mengurangi resiko infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit,
seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk ascariasis dan
trichuriasis.
4. Tindakan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang mudah dan
murah.
30
Penyuluhan Program Hidup
Bersih dan Sehat dengan Cuci
Tangan
Cuci Tangan PERILAKU SEHAT,
MURAH, dan MUDAH
Disampaikan oleh:
SITI MARIA ULFAH
MAHASISWA AKPER NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2013
Apa itu cuci tangan?
Mencuci tangan adalah salah satu tindakan
sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit
5 waktu yang tepat untuk cuci
tangan. 1) setelah buang air besar (BAB) 2) setelah membersihkan anak
yang buang air besar (BAB) 3) sebelum menyiapkan makanan 4) sebelum makan 5) Setelah memegang/menyentuh
hewan
Keuntungan cuci tangan
a. Melepaskan patogen-patogen
pernapasan yang terdapat pada
tangan dan permukaan telapak
tangan dan,
b. Menghilangkan patogen (kuman
penyakit) lainnya (terutama virus
entrentic) yang menjadi penyebab
tidak hanya diare namun juga
gejala penyakit pernapasan
lainnya.
c. Mengurangi risko infeksi cacing,
infeksi mata dan penyakit kulit,
seperti trakoma, dan cacingan
khususnya untuk ascariasis dan
trichuriasis.
d. Tindakan memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang
mudah dan murah.
31
Cara Cuci tangan yang benar…
Menurut Depkes (2008), cuci tangan rutin atau
membersihkan tagan dengan sabun dan air harus
dilakukan seperti dibawah:
1. Basahi tangan dengan air
mengalir yang bersih.
2. Tuangkan sabun
secukupnya, pilih sabun
cair.
3. Ratakan dengan
kedua telapak
tangan.
4. Gosok punggung dan sela-
sela jari tangan kiriengan
tangan kanan dan
sebaliknya.
5. Gosok dengan kedua
telapak tangan dan sela-sela
jari.
6. Jari-jari sisi dalam
dari kedua tangan
saling mengunci.
7. Gosok ibu jari kiri putar dalam genggaman tangan
kanan dan lakukan sebaliknya.
8. Gosok dengan
memutar ujung jari-
jari di telapak tangan
kiri dan sebaliknya.
9. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
10. Keringkan tangan dengan
handuk sekali pakai
atau tissue towel sampai
benar-benar kering.
11. Gunakan handuk
sekali pakai atau
tissue towel untuk
menutup kran.
12.
13.
14.
cucilah tangan-
mu dg benar
32
SATUAN ACARA PENYULUHAN
TERAPI BERMAIN DENGAN STIMULASI MOTORIK HALUS
DAN BAHASA DI RUANG MELATI II RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA
Satuan Acara Penyuluhan ini diajukan guna melengkapi syarat untuk
menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan pada Akademi
Keperawatan Yayasan Notokusumo Yogyakarta
Disusun oleh:
SITI MARIA ULFAH
2120101741
AKADEMI KEPERAWATAN YAYASAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2013
33
FORMAT
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
PENDIDIKAN KESEHATAN
Pokok bahasan : Terapi bermain pada anak di Rumah Sakit
Sub pokok bahasan : Stimulasi tumbuh kembang motorik halus dan bahasa
anak usia 0-12 bulan
Media : Kerincingan
Sasaran : Pasien anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Target : Ibu dan Pasien An. “N” di ruang Melati II RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta
Hari/tanggal : Selasa, 25 Juni 2013
Waktu : 30 menit
Tempat : Ruang Melati II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Penyuluh : Mahasiswi Akper Notokusumo
I. Latar Belakang
Menurut Tedjasaputra (2001), bermain dapat digunakan sebagai media
psiko terapi atau “pengobatan” terhadap anak yang dikenal dengan sebutan
tarapi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media terapi karena semala
bermain perilaku anak akan tampil lebih bebas dan bermain adalah sesuatu
yang secara alamiah sudah terberi pada seorang anak. Untuk melakukan
terapi ini diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dari yang bersangkutan
dan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan.
Bermain dapat digunakan untuk melatih kemampuan-kemampuan
tertentu dan sering digunakan untuk melatih konsentrasi ayau pemusatan
perhatian pada tugas tertentu, melatih konsep-konsep dasar seperti warna,
ukuran, bentuk, besaran, arah, keruangan, melatih ketrampilan motorik kasar,
halus, dan sebagainya.
34
II. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan terapi bermain, pasien yang mengalami keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan dapat memiliki stimulasi yang baik untuk
perkembangannya. Orang tua dapat mendukung dan menstimulasi pasien
sesuai dengan usia perkembangan pasien.
III. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti terapi bermain selama 1x30 menit, Ibu dan pasien
yang mengalami keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan dapat
melanjutkan tugas perkembangan selama perawatan diantaranya:
a. Pasien dapat menikmati permainan dengan kerincingan.
b. Melatih perkembangan perkembangan motorik halus (memegang
kerincingan, meraih benda) dan bahasa (menoleh ke bunyi kerincingan,
menoleh ke arah suara).
c. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya secara nonverbal (tersenyum,
terlihat bergembira).
d. Pasien tidak lagi merasa bosan terhadap lingkungan hospitalisasi.
IV. Strategi Pelaksanaan
1. Jenis program bermain
Mencari suara dari alat permainan yang dibunyikan ketika bayi diajak
bermain.
2. Karakteristik bermain
a. Melatih motorik halus bayi.
b. Melatih kepekaan bayi pada suara.
3. Media
a. Mainan anak-anak dengan bunyi kerincingan.
b. Kerincingan berwarna dengan model berbentuk binatang.
35
V. Proses Pelaksanaan
No. Waktu Terapis Subjek terapi
1. 5 menit Persiapan 1. Menyiapkan ruangan. 2. Menyiapkan alat-alat. 3. Menyiapkan pasien dan
keluarga.
2. 20 menit Proses 1. Membuka proses terapi
bermain dengan mengucapkan salam, memperkenalkan diri pada keluarga.
2. Menjelaskan pada keluarga tentang tujuan dan manfaat bermain dan menjelaskan cara permainan.
3. Mengajak bayi bermain.
1. Menjawab salam,
memperkenalkan diri, memperhatikan.
2. Bermain bersama dengan antusias dan mengungkapkan perasaannya.
3. 5 menit Penutup
1. Mengevaluasi (Respon bayi dan keluarga).
2. Menyimpulkan. 3. Mengucapkan salam.
Memperhatikan dan menjawab salam.
VI. Pengorganisasian
Pemateri : Siti Maria Ulfah.
VII. Kriteria Evaluasi
1. Masalah yang muncul selama bermain.
2. Ada atau tidak jalinan kerjasama antara orang tua bayi, dan perawat.
3. Terlihat respon nonverbal pasien.
4. Bayi dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
5. Orang tua dapat mendampingi kegiatan ini sampai selesai,
6. Orang tua dapat mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan
aktivitas bermain.
36
VIII. Referensi
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta:
Salemba Medika
Perry, A,G & Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:
EGC
Soetjiningsih. 2005. Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta:
IDAI
Tedjasaputra, Mayke S. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan: untuk
Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Grasindo
37
Lampiran: Materi
Terapi Bermain dengan Kerincingan
A. Definisi
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kesenangan, selain itu juga bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual dan sosial.
B. Fungsi bermain bagi bayi
1. Memacu perkembangan sensorik dan motorik halus.
2. Memacu perkembangan intelektual atau kognisi.
3. Mengembangkan kreatifitas bayi.
4. Merupakan media sosialisasi bayi.
5. Merupakan media untuk kesadaran diri.
6. Memacu perkembangan moral.
7. Sebagai alat komunikasi.
8. Sebagai sarana terapi.
C. Tujuan bermain
1. Dapat melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan, dan fantasi.
3. Dapat mengembangan kreatifitas melalui pengalaman bermain yang
tepat.
4. Agar bayi dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stres karena sakit.
D. Tujuan khusus pada permainan ini
1. Meningkatkan hubungan perawat dan klien.
2. Meningkatkan perkembangan otak bayi.
3. Membina tingkah laku positif dengan bayi.
4. Sebagai media komunikasi antara perawat dan keluarga bayi.
38
E. Prinsip bermain yang dilakukan
1. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat, dan sederhana.
2. Mempertimbangkan keamanan dan kemampuan klien.
3. Melibatkan orang tua.
4. Tidak bertentangan dengan program pengobatan.
F. Hambatan-hambatan yang mungkin terjadi
1. Bayi lelah dan bosan.
2. Bayi merasa takut dengan lingkungan.
3. Kecemasan pada orang tua.
G. Antisipasi untuk meminimalkan hambatan
1. Membatasi waktu bermain.
2. Permainan bervariasi.
3. Jadwal bermain disesuaikan (tidak ada jadwal terapi).
4. Terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada orangtua.
5. Melibatkan orang tua.
6. Konsultasi dengan pembimbing.
39
40
41