i laporan kinerja apbn 2019 - e-renggar.kemkes.go.id · berdasarkan peraturan daerah provinsi jawa...
TRANSCRIPT
i
LAPORAN KINERJA
APBN 2019
PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
(SATKER DEKON 07)
DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Piere Tendean No. 24
SEMARANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena atas izin dan rahmat-Nya, Laporan
Kinerja Seksi Farmasi, Makanan Minuman dan Perbekalan Kesehatan, Bidang Bindal Sumber
Daya Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019 dapat diselesaikan.
Laporan Kinerja APBN ini menggambarkan pencapaian kinerja atas pelaksanaan tugas dan
fungsi Seksi Farmasi, Makanan Minuman dan Perbekalan Kesehatan pada tahun 2019 melalui
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2019 Dana Dekonsentrasi melalui menu wajib
dan menu pilihan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan anggaran APBN tahun 2019.
Melalui Laporan Kinerja ini, Seksi Farmasi, Makanan Minuman dan Perbekalan Kesehatan
melaporkan kinerjanya yang diukur dari pencapaian kinerja pada program dan kegiatan yang
dilakukan pada tahun 2019, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) tahun 2018 – 2023 dan Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2018 – 2023 serta Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI tahun 2015 – 2019.
Semoga laporan ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi bagi para pelaksana program dan
kegiatan untuk menjadi lebih baik dalam merealisasikan seluruh program dan kegiatan pada
tahun berikutnya.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang terlibat sehingga dapat
diselesaikan dan disusun Laporan Kinerja ini.
Demikian Laporan Kinerja Seksi Farmasi, Makanan Minuman dan Perbekalan Kesehatan
Bidang Bindal Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019,
mudah-mudahan dapat bermanfaat dalam perkembangan pembangunan kesehatan di
Indonesia.
Semarang, Januari 2020
Kepala Bidang SDK
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Rahmah Nur Hayati, SKM, M.Kes
Pembina Tingkat I
NIP. 19680520 199203 2 005
BAB I PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan periode 2015-2019 dilaksanakan untuk mencapai sasaran
meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Dalam pencapaian sasaran tersebut, Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan berperan melalui meningkatkan akses, kemandirian, serta mutu sediaan farmasi dan
alat kesehatan. Pencapaian sasaran program akan semakin didorong di tahun 2019, yang
merupakan tahun strategis dalam penentuan keberhasilan di akhir 2015-2019.
Dalam mewujudkan peningkatan akses, kemandirian, serta mutu sediaan farmasi dan
alat kesehatan, Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tiga tujuan utama, yaitu:
Terwujudnya peningkatan ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, yang dicapai melalui
meningkatnya kapasitas supply chain management obat di Instalasi Farmasi Kab/Kota,
meningkatnya promosi penggunaan obat rasional, dan meningkatnya mutu pelayanan
kefarmasian di Puskesmas; terwujudnya kemandirian bahan baku obat, obat tradisional, dan
kemandirian alat kesehatan, yang dicapai melalui menguatnya upaya kemandirian di bidang
bahan baku obat dan obat tradisional serta meningkatnya daya saing industri farmasi dan alat
kesehatan; dan terjaminnya mutu alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
(PKRT) di peredaran, yang dicapai melalui meningkatnya pengawasan pre-market serta post-
market alat kesehatan dan PKRT.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah, Urusan Kesehatan merupakan urusan pemerintahan yang dilakukan bersama antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kab/Kota (konkuren). Sejalan
dengan kebijakan pembangunan kesehatan, upaya-upaya pelaksanaan Program Kefarmasian
dan Alat Kesehatan diselenggarakan dengan mengedepankan unsur keterpaduan antara
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kab/Kota. Penerapan
keterpaduan tersebut, salah satunya dilaksanakan dengan dekonsentrasi.
Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang Pemerintah Pusat kepada Gubernur
sebagai wakil Pemerintah di daerah. Dengan demikian, dekonsentrasi disusun untuk
mempercepat pencapaian tujuan dan target program. Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan mengalokasikan dana dekonsentrasi untuk mendukung tercapainya prioritas
nasional dan target-target Rencana Kerja Pemerintah tahun 2019, melalui peran serta
Pemerintah Daerah Provinsi dan Kab/Kota. Peran serta tersebut tertuang dalam bentuk
kegiatan yang sudah ditetapkan, sehingga bila dilaksanakan dengan baik akan mendukung
tercapainya peningkatan akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 58 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Peraturan Gubernur
Jawa Tengah maka kedudukan, tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan Provinsi
JawaTengah Bidang Pembinaan dan Pengendalian Sumber Daya Kesehatan mempunyai
tugas pokok dan fungsi :
1. Tugas Pokok :
Melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di
bidang pengembangan sumber daya manusia kesehatan dan organisasi profesi, farmasi,
makanan, minuman dan perbekalan kesehatan, dan manajemen informasi dan
pengembangan kesehatan.
2. Fungsi :
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di
bidang pengembangan sumber daya manusia kesehatan dan organisasi profesi
b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di
bidang farmasi, makanan, minuman dan perbekalan kesehatan
c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di
bidang manajemen informasi dan pengembangan kesehatan
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Bidang Pembinaan dan Pengendalian Sumber Daya Kesehatan, membawahkan :
1. Seksi Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Organisasi Profesi
2. Seksi Farmasi, Makanan-Minuman dan Perbekalan Kesehatan
3. Seksi Manajemen Informasi dan Pengembangan Kesehatan
Seksi Farmasi, Makanan Minuman dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang
farmasi, makanan, minuman dan perbekalan kesehatan, meliputi :
1. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang kefarmasian,makanan
minuman dan perbekalan kesehatan;
2. Menyiapkan bahan pengoordinasian pelaksanaan kebijakan teknis di bidang
kefarmasian, makanan minuman dan perbekalan kesehatan;
3. Menyiapkan bahan penyusunan standar operasional kefarmasian,makanan minuman
dan perbekalan kesehatan skala Daerah;
4. Menyiapkan bahan fasilitasi pelaksanaan layanan kefarmasian,makanan minuman dan
perbekalan kesehatan skala Daerah;
5. Menyiapkan bahan pelaksanaan bimbingan teknis kefarmasian,makanan minuman dan
perbekalan kesehatan skala Daerah;
6. Menyiapkan bahan rekomendasi teknis ijin pedagang besar farmasi cabang dan cabang
penyalur alat kesehatan;
7. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan di bidang kefarmasian, makanan, minuman
dan perbekalan kesehatan; dan
8. Melakukan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh pimpinan.
B. Sumber Daya.
Jumlah karyawan di Seksi Farmasi, Makanan Minuman dan Perbekalan Kesehatan per 30
Desember 2019 adalah 10 orang (termasuk Kasie), pendidikan terakhir dengan perincian
sebagai berikut :
1. Apoteker dan Pasca Sarjana : 3 orang
2. Apoteker : 3 orang
3. Sarjana Farmasi : 1 Orang
4. Sarjana keperawatan : 1 orang
5. Sarjana Ekonomi : 2 orang
C. Kegiatan Dana Dekonsentrasi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun
Anggaran 2019
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Dana Dekonsentrasi Program Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Tahun Anggaran 2019 merupakan bagian dari keseluruhan penganggaran
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan, yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
1. Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian;
2. Kegiatan Peningkatan Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan;
3. Kegiatan Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian;
4. Kegiatan Peningkatan Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT;
5. Kegiatan Peningkatan Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT; serta
6. Kegiatan Dukungan Manajemen dan Tugas Teknis Lainnya pada
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
BAB III
HASIL KEGIATAN
A. KEGIATAN DANA APBN (DEKONSENTRASI SATKER 07 DINKES PROV. JATENG) TA. 2019. 1. Sosialisasi Pelaksanaan Gema Cermat dan Optimalisasi Agent of Change
(AoC) Dalam Rangka Mendukung Germas di Kabupaten/Kota, Provinsi a. Hasil :
1) Sosialisasi Pelaksanaan Gema Cermat dan Optimalisasi Agent of Change
(AoC) dalam Rangka Mendukung Germas di Kab/Kota Provinsi dilaksanakan
pada 28 Juni 2019. Tempat pelaksanaan kegiatan di Hotel Aston Imperium
Purwokerto, Jl. Overste Isdiman No.33 Purwokerto, Kabupaten
Banyumas.Peserta 152 orang yang terdiri dari Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI) Kab. Banyumas, organisasi kemahasiswaan (mahasiswa) Universitas
Muhammadiyah Purwokerto dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
2) Dalam pertemuan ini dihasilkan persamaan persepsi dalam Gerakan Cerdas
Menggunakan Obat memahami penggunaan obat yang tidak rasional
dikarenakan penggunaan obat yang tidak tepat di masyarakat. Untuk
meningkatkan POR di masyarakat dilaksanakan Gerakan Masyarakat Cerdas
Menggunakan Obat (Gema Cermat), dimana pelaksanaannya memerlukan
dukungan dan keterlibatan semua pihak. Komitmen bersama Apoteker di
sarana pelayanan kefarmasian untuk menjadi motivator, edukator dan agen
perubahan (Agent of Change/ AoC) Gema Cermat, dengan melakukan
edukasi pada masyarakat secara massif dan berkesinambungan.
b. Rencana Tindak Lanjut:
1) Dinas Kesehatan Kab. Banyumas menindaklanjuti kegiatan sosialisasi
Gema Cermat dengan membangun jejaring lintas sektor.
2) Dinas Kesehatan Kab. Banyumas dan Puskesmas mengupayakan
pembiayaan Gema Cermat melalui sumber-sumber yang memungkinkan
(BOK, kerjasama dengan OP atau sumber lain).
3) Apoteker di Fasyankes dan kader masyarakat aktif melaksanakan sosialisasi
tentang penggunaan obat yang baik dan benar.
4) Dinas Kesehatan Kab. Banyumas dan PC IAI Banyumas berkoordinasi
untuk mengusulkan Apoteker di wilayah Banyumas agar diberikan
pembekalan Apoteker Agent of Change. Usulan melalui Dinas Kesehatan
Prov. Jawa Tengah.
5) Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan (melampirkan dokumentasi) Gema
Cermat secara berjenjang ke Dinas Kesehatan Kab. Banyumas dilanjutkan
ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
2. Evaluasi Pelaksanaan Gema Cermat Dan Optimalisasi Agent Of Change (Aoc)
Dalam Rangka Mendukung Germas di Kabupaten/Kota, Provinsi a. Hasil :
1) Evaluasi Pelaksanaan Gema Cermat dan Optimalisasi Agent of Change
(AoC) dalam Mendukung dilaksanakan pada 22 April 2019. Tempat
pelaksanaan kegiatan di Hotel Patra Jasa, Jl. Sisingamangaraja, Candi
Baru, Kota Semarang. Peserta terdiri dari 200 orang yang terdiri dari
Apoteker Agent of Change (AoC) terpilih, Puskesmas, Dinas Kesehatan
Kab/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (Kota Semarang,
Kota Surakarta, Kab. Grobogan dan Kab. Pati).
2) Program Gema Cermat telah berhasil dilakukan pada sasaran tertentu dan
mencapai target, sebaiknya dikembangkan lebih lanjut untuk sasaran yang
lebih luas, sehingga semakin besar populasi masyarakat yang terpapar dan
telah diedukasi.
3) Kualitas dan kuantitas Agent of Change perlu ditingkatkan untuk melakukan
upaya perubahan perilaku tidak hanya kepada masyarakat tetapi juga pada
tenaga kesehatan lain. Dengan demikian jumlah tenaga kesehatan yang
melakukan edukasi kepada masyarakat akan semakin meningkat dan
cakupan masyarakat yang teredukasi akan semakin luas. Pengetahuan,
keterampilan dan peran kader Gema Cermat di komunitas juga perlu
ditingkatkan.
4) Pelaksanaan pengembangan program Gema Cermat diharapkan dapat
meningkatkan penggunaan obat rasional pada masyarakat.
b. Rencana Tindak Lanjut:
1) Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dan Puskesmas mengupayakan
pembiayaan Gema Cermat melalui sumber-sumber yang memungkinkan
(BOK, kerjasama dengan OP atau sumber lain).
2) Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota mengupayakan advokasi,
publikasi dan komunikasi Gema Cermat bersama stakeholder terkait (lintas
sektor, lintas program termasuk organisasi profesi kesehatan).
3) AoC wajib melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan (melampirkan
dokumentasi) Gema Cermat secara berjenjang ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
setiap tiga bulan sebagai bahan evaluasi tingkat Provinsi.
4) Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota membentuk komunitas
AoC/Gema Cermat sebagai sarana penyebaran informasi Gema Cermat .
5) Apoteker AoC dan Puskesmas melakukan pembinaan jejaring untuk
melakukan sosialisasi Gema Cermat kepada masyarakat.
6) Dinas Kesehatan Provinsi berupaya menjaga kelangsungan program
kegiatan Gema Cermat .
3. Pembekalan Tenaga Kefarmasian Dalam Melaksanakan Pelayanan
Kefarmasian Sesuai Standar dan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas (2
April 2019 dan 30 April 2019) a. Hasil :
1) Disampaikan evaluasi pelaporan ketersediaan obat dan pelaporan yanfar
2) Peningkatan pelayanan kefarmasian
3) Peningkatan penggunaan obat rasional
4) Standar pelayanan kefarmasian diterapkan untuk menjaga mutu pelayanan
kefarmasian.
b. Rencana Tindak Lanjut
1) Puskesmas melaporkan ketersediaan obat dan vaksin esensial setiap bulan
max tanggal 1 ke dkk bulan berikutnya
2) DKK melaporkan ketersediaan obat dan vaksin esensial setiap bulan ke
provinsi max tanggal 5 bulan berikutnya
3) Puskesmas melaporkan por setiap triwulan ke dkk max tanggal 5 bulan
berikutnya
4) DKK melaporkan por setiap triwulan ke prop max tanggal 10 bulan
berikutnya.
4. Meningkatkan Kapasitas SDM Dalam Pengelolaan Vaksin Dan Penerapan E-
Logistik Di Instalasi Farmasi Provinsi/Kab/Kota Tahun 2019 (24-26 April 2019)
a. Hasil:
1) Petugas dapat melaksanakan pengelolaan vaksin
2) Petugas dapat mengoperasikan aplikasi e-logistik
3) Petugas melaporkan data ketersediaan obat dan perbekes ke web bankdata
elogisitk pusat.
4) Diperoleh data ketersediaan obat di seluruh Instalasi Farmasi Propinsi dan
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
b. Rencana Tindak Lanjut:
1) Instalasi Farmasi Dinkes Kab/Kota melaporkan ketersediaan obat 150 item
melalui integrasi ke web bank data e logistik setiap bulan
(bankdataelog.kemkes.go.id/apps) maksimal tanggal 10 bulan berikutnya.
2) Instalasi farmasi Dinkes Kab/Kota melaporkan evaluasi penerapan sistem e-
logistik setiap bulan, maksimal tanggal 10 bulan berikutnya.
3) Dinkes prov Jateng menyampaikan ke Kemenkes untuk memperbaiki sistem
upload data melalui csv.
5. Melaksanakan Workshop E-Monev Katalog Dalam Mendukung Perencanaan
Kebutuhan Obat (RKO) dan Sipnap Untuk Unit Layanan Tahun 2019 (2-3 Mei
2019) a. Hasil:
1) Mendapatkan mekanisme penerimaan pelaporan yang efektif yang berasal
dari Dinas Kesehatan, Fasyankes milik pemerintah & swasta (yang bekerja-
sama dengan BPJS) dan Industri Farmasi, sehingga mendapatkan data
realisasi e-catalog dan Rencana Kebutuhan Obat (RKO).
2) Peningkatan perizinan dan pelaporan produksi dan distribusi narkotika,
psikotropika dan prekursor farmasi di sarana kefarmasian.
3) Evaluasi Terhadap Validasi Pengisian RKO:
Obat –obat yang diinput dalam kolom Rencana Pengadaan tahun 2020
adalah obat yang rencananya akan dibeli / diadakan oleh faskes ybs.
Masih ditemukan Faskes yang mengisi Rencana Kebutuhan Obat-Obat
Program yang seharusnya dipenuhi/diadakan oleh Pusat (Kemenkes),
sehingga terjadi duplikasi RKO, yaitu : Obat Program HIV, Obat Program
TBC, Vaksin Dasar, Malaria, Filaria, Methadon injeksi
4) Permasalahan :
Beberapa Faskes belum mengirim RKO 2020
Pengiriman RKO 2020 tidak tepat waktu (paling lambat 30 April 2019)
Faskes yang sudah mengirimkan RKO 2020 belum mendapatkan akses
e-purchasing.
RKO yang disampaikan, realisasi pembelian / pengadaannya berbeda
jauh.
5) Saran / Rekomendasi
Faskes tertib dan tepat waktu dalam mengirimkan RKO
Perhitungan RKO lebih tepat sehingga realisasi pembelian
/pengadaannya dapat lebih mendekati RKO
Dinkes kab/kota melakukan pembinaan terhadap faskes di wilayahnya
Dinkes Provinsi melasanakan pembinaan terhadap DKK dan
memfasilitasi pertemuan untuk membahas permasalahan yang ada.
Kemenkes memfasilitasi Faskes dalam akses e purchasing
b. Rencana Tindak Lanjut
1) Pelaporan SIPNAP Apotek, Klinik, RS,Instalasi Farmasi Kab/Kota melalui
aplikasi max tgl 10 bulan berikutnya.
2) Dinkes Kab Kota memverifikasi RKO faskes di wilayahnya melalui E Monev
Katalog Obat tahun 2020
3) Faskes segera melaksanakan perbaikan RKO hasil verifikasi yang telah
disampaikan oleh Dinkes kab Kota paling lambat tanggal 5 Mei 2019
6. Monitoring Ketersediaan Obat, Vaksin dan Hasil Capaian Program
Pelayanan Kefarmasian di Fasyankes
Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/MENKES/III/2006
tentang Kebijakan Obat Nasional (KONAS), dinyatakan bahwa salah satu tujuan
KONAS adalah menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat
terutama obat esensial. Adapun di dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun
2015-2019, dinyatakan bahwa sasaran hasil program kefarmasian dan alat
kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk mencapai sasaran hasil
tersebut, salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu peningkatan ketersediaan obat
publik dan perbekalan kesehatan dengan luaran yang diharapkan yaitu
meningkatnya ketersediaan obat essensial generik di sarana pelayanan kesehatan
dasar.Ketersediaan obat merupakan komponen penting yang tidak dapat dipisahkan
dalam pelayanan kesehatan, sehingga dibutuhkan pemantauan ketersediaan obat
di berbagai unit fasilitas pelayanan kesehatan seperti Instalasi Farmasi Kab/Kota,
Apotek dan Rumah Sakit yang Bekerja Sama dengan BPJS.Di era Otonomi Daerah
yang mana pengelolaan obat dilaksanakan di tingkat Kabupaten/Kota, maka
pemantauan ketersediaan obat dan vaksin di fasilitas pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara berjenjang sehingga mempermudah intervensi pusat untuk
dapat menangani kekosongan atau kekurangan obat dan vaksin di tingkat Provinsi
dan Kab/Kota.Monitoring ketersediaan obat, vaksin serta hasil capaian program
pelayanan kefarmasian oleh Dinas Kesehatan provinsi di Instalasi Farmasi
Kab/Kota, Apotek dan Rumah Sakit yang Bekerja Sama dengan BPJS sangat
membantu dalam memantau ketersediaan obat dan vaksin, oleh karena itu perlu
dilaksanakan kegiatan ini di sarana pelayanan kesehatan.
a. Hasil Kegiatan :
1) Item obat dan Vaksin Esensial :
Albendazol tab
Amoxicillin 500 mg tab
Amoxicillin syrup
Deksametason tab
Diazepam injeksi 5 mg/mL
Epinefrin (Adrenalin) injeksi 0,1% (sebagai HCL)
Fitomenadion (Vitamin K) injeksi
Furosemid tablet 40 mg/Hidroklorotiazid (HCT)
Garam oralit
Glibenklamid/Metformin
Kaptopril tab
Magnesium Sulfat injeksi 20 %
Metilergometrin Maleat inj 0,200 mg-1 ml
Obat Anti Tuberculosis dewasa
Oksitosin injeksi
Parasetamol 500 mg tab
Tablet Tambah Darah
Vaksin BCG
Vaksin DPT/ DPT-HB/ DPT-HB-Hib
Vaksin Td
2) Persentase Ketersediaan :
No Bulan Ketersediaan (%)
1 Januari 90
2 Februari 91
3 Maret 92
4 April 93
5 Mei 94
6 Juni 93
7 Juli 94
8 Agustus 100
9 September 94
10 Oktober 94.5
11 November 94.5
12 Desember 95
3) Monitoring Pelayanan Kefarmasian
No Monitoring Persentase (%)
1 Tenaga Farmasi
a Apoteker 37.5
b S1 Farmasi 2.5
c D3 Farmasi 90
d SMF 65
e Lain-lain 15
2 Buku yang Tersedia
a DOEN 75
b Fornas 95
c PPK 30
3 Implementasi FORNAS
a Tersedia Item Obat non Fornas 65
b Kendala Penerapan Fornas - Dokter masih menulis resep
obat di luar FORNAS
- Terdapat Obat di luar
FORNAS yang dimasukkan di
FORKAB
- Obat batuk untuk anak tidak
tersedia
- Kekosongan obat
- Adanya obat e-katalog tidak
dilayani
- Obat sudah tersedia di
Puskesmas namun peresepan
jarang
- Obat sudah ada di FORNAS
tetapi tidak ada di E-katalog
c Program Rujuk Balik
Dilaksanakan
90
d Kendala Penerapan Program
Rujuk Balik
- Tidak semua obat untuk PRB
ada di Puskesmas
- Banyak pasien yang belum
paham dengan PRB
Kurangnya respon umpan
balik dari RSU
e Penerapan Restriksi Fornas 70
f Masih terdapat antibiotik di Luar
Fornas
85
g Masalah Ketersediaan Obat
Fornas
- Kekosongan obat
- Pengiriman oleh distributor
terlambat
- Ketersediaan di Instalasi
Farmasi tidak lengkap
4) Kesimpulan
Ketersediaan Obat dan Vaksin Esensial di Puskesmas Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2019 sesuai target (95%)
Kendala Pelayanan Kefarmasian dan Penerapan FORNAS:
- Dokter masih menulis resep obat di luar FORNAS
- Obat batuk untuk anak tidak tersedia
- Kekosongan obat
- Adanya obat e-katalog tidak dilayani
- Obat sudah tersedia di Puskesmas namun peresepan jarang
- Obat sudah ada di FORNAS tetapi tidak ada di E-katalog
- Tidak semua obat untuk PRB ada di Puskesmas
- Banyak pasien yang belum paham dengan PRB
- Kekosongan obat
- Pengiriman oleh distributor terlambat
- Ketersediaan di Instalasi Farmasi tidak lengkap
b. Rencana Tindak Lanjut
1) DINKES KAB KOTA
Meningkatkan pelayanan farmasi klinik
Menambah tenaga kefarmasian (Apoteker) di fasyankes
Meningkatkan kepatuhan terhadap FORNAS
Meningkatkan ketersediaan obat dan vaksin
2) DINKES PROVINSI
Mengadvokasi kepada Kementerian Kesehatan dalam peningkatan
penyediaan obat – obat esensial di e katalog.
3) KEMENKES
Meningkatkan penyediaan obat – obat esensial di e katalog
Memberikan sanksi terhadap penyedia yang tidak memenuhi komitmen
pengiriman obat.
7. Peningkatan Kemampuan SDM Dalam Monitoring Perizinan Sarana Produksi
dan Distribusi Kefarmasian a. Hasil:
1) Kegiatan dilaksanakan di Hotel Chanti Kota Semarang pada tanggal 30 Juli-
1 Agustus 2019 .
2) Proses perizinan sarana di bidang kefarmasian mengacu ketentuan pada
Permenkes No. 26 Tahun 2018 sedangkan proses pembinaan tetap
mengacu pada Permenkes No.006 Tahun 2012.
3) Pengurusan Sertifikat Produksi UMOT, Sertifikat CPOTB dan izin edar
dapat dilakukan secara paralel/bersamaan.
4) Dalam OSS, sebaiknya untuk SPP-IRT memilih jenis usaha IUMK.
Kepemilikan NPWP merupakan bukti kewajiban semua warga negara dalam
pembayaran pajak sehingga harus memilikinya. Seluruh jenis izin yang
masuk dalam OSS harus diproses sesuai OSS, jika tidak OSS berarti ilegal,
hal ini justru untuk melindungi pelaku usaha. Kesulitan dalam pelaksanaan
OSS adalah kesulitan dalam melakukan integrasi sistem perizinan yang
sudah ada baik di tingkat Pusat maupun tingkat Daerah, karena masing-
masing memilki sistem aplikasi perizinan sendiri.
5) Untuk izin apotek sesuai Permenkes No. 26 Tahun 2018, filosofinya agar
apotek nantinya dimiliki oleh Apoteker sendiri (tanpa kerjasama dengan
pemilik modal) sehingga pelayanan farmasi dapat dilaksanakan secara
optimal. Saat ini ada kendala dalam pengurusan izin apotek yang
merupakan kerjasama dengan pemilik modal (PSA), yaitu tentang NPWP
yang harus milik Apoteker sedangkan faktanya NPWP tersebut milik PSA.
Solusi : ke depan akan ada opsi tentang kepemilikan apotek : perseorangan
(Apoteker) atau non perseorangan (kerjasama dengan PSA).
6) Aturan jam kerja minimal tidak dapat diterapkan untuk Apoteker karena
terkait dengan praktek kefarmasiannya (praktek profesi) sehingga tidak bisa
“dipatok” harus berapa jam seperti tenga kerja biasa (misal : dalam sehari
minimal 8 jam sesuai aturan Depnaker). Kebutuhan terhadap Apoteker
“Pendamping” tetap diperlukan untuk memastikan ada Apoteker pada jam
kerja apotek sehingga pelayanan farmasi dapat dilakukan
7) Untuk P-IRT sistem dalam OSS belum “establis”, saat ini sedang
berkoordinasi dengan BPOM terkait penerapannya.
8) Sistem perizinan dalam OSS terus dikembangkan dan peraturan/regulasi
teknis juga terus dilakukan perbaikan.
9) SIPA di RS berlaku selama 24 jam (karena ada shift jaga), maka IAI harus
cermat sebelum memberikan rekomendasi dan ikut mengawasi dalam
pelaksanaannya.
10) TTK bekerja atas dasar supervisi dari Apoteker akan tetapi dalam
implementasi untuk mendapatkan SIPTTK (3 SIPTTK di Toko Obat) masih
ada kendala/dilema, rencananya akan ada revisi peraturan tentang hal
tersebut.
11) Instalasi Farmasi Klinik (Rawat Inap) boleh menerima resep dari apotek dan
klinik (rawat jalan) lain. Standar pelayanan kefarmasian di klinik belum ada,
sedang dilakukan penyusunan standar tersebut. Klinik dan apotek adalah
sarana yang berbeda sehingga masing-masing harus memiliki izin
tersendiri.
12) Dilema : jika Apoteker boleh menjadi penanggung jawab TO maka akan
mengambil “lahan/jatah” TTK (masukan dari PAFI).
13) Permasalahan : jika harus ada kerjasama antara klinik (rawat jalan) dengan
apotek di sekitar klinik tersebut untuk meghilangkan praktek dispensing obat
oleh dokter maka justru akan melanggar hak pasien boleh membeli obat
pada apotek di mana saja.
14) Untuk produk OT, ada jalur khusus apabila produk OT tersebut akan di-
eksport.
15) Peraturan tentang registrasi obat tradisional senantiasa berubah, sehingga
apabila ada peraturan baru maka akan dilakukan penyesuaian mengikuti
peraturan baru tersebut (peraturan yg lama sudah tidak dipakai).
16) Untuk kemasan : bila ada perubahan kemasan obat tradisional, biasanya
kemaan yang lama masih bisa dipakai selama masih memenuhi syarat
bahkan agar dihabiskan dalam waktu tertentu, bila waktunya tidak cukup
bisa minta tambahan waktu untuk menghabiskan dengan membuat surat
resmi ke BPOM.
17) Prinsip mendapatkan Sertifikat CPOTB bertahap : mengajukan permohonan
kepada BBPOM atau Loka, lalu BBPOM/Loka menerbitkan rekomendasi
kepada BPOM selanjutnya BPOM melakukan penilaian, BPOM akhirnya
menerbitkan/tidak SKPA CPOTB.
18) Penjelasan tentang “trial” obat tradisional : pada saat usaha obat tradisional
melakukan pengembangan produk maka harus ada uji coba formulasi obat
tradisional baru tersebut (bukan uji coba di pasaran) yang dilakukan dalam
skala laboratorium dalam jumlah secukupnya (sebagai gambaran : untuk
industri besar biasanya sepersepuluh kapasitas mesin produksi).
8. Melaksanakan Rapat Koordinasi Nasional Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan a. Hasil :
1) Rapat Koordinasi Nasional (RAKONAS) Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Regional Barat Tahun 2019 telah diselenggarakan di Bandar
Lampung tanggal 20-23 Maret 2019 dengan dihadiri peserta perwakilan
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Kota dari 16 provinsi dan peserta
pusat. Provinsi Jawa Tengah mengirimkan 43 peserta dari Dinkes Kab Kota
di Jawa Tengah dan Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Tempat pelaksanaan
kegiatan di Hotel Novotel Lampung, Jl. Gatot Subroto No.136, Sukaraja,
Bumi Waras, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
2) Persamaan persepsi antara Pusat dan Daerah tentang arah program Ditjen
Kefarmasian dan Alkes sesuai Renstra Kemenkes.
3) Keterpaduan lintas sektor dalam upaya peningkatan Program Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
4) Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan dasar perencanaan,
pengganggaran dan pelaksanaan kegiatan prioritas di bidang pembangunan
kesehatan, yang dalam pelaksanaannya memerlukan kolaborasi pusat dan
daerah. Pelaksanaan SPM berpedoman pada UU No 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah, PP Nomor 2 Tahun 2018 tentang SPM,
Permendagri No 100 Tahun 2018 tentang Penerapan SPM dan Permenkes
Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan
Dasar Bidang Kesehatan. SPM ini harus dimanfaatkan sebagai bahan
advokasi untuk mendukung perencanaan – penganggaran bidang
kesehatan, terutama untuk Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan di
pusat dan daerah.
5) Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan berperan dalam mendukung
Program Indonesia Sehat dan penanganan 5 masalah prioritas bidang
kesehatan tahun 2019, yaitu percepatan penurunan Angka Kematian Ibu
(AKI)/ Angka Kematian Neonatal (AKN), penurunan stunting, percepatan
eliminasi tuberculosis (TBC), pencegahan dan pengendalian Penyakit Tidak
Menular (PTM) serta peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dasar
lengkap melalui jaminan akses terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan
serta berupaya mendorong perubahan paradigma menuju paradigma sehat.
b. Saran/ Rekomendasi :
1) Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan Pemerintah Daerah dalam hal
ini Dinkes Provinsi dan Dinkes Kabupaten/Kota mewujudkan jaminan
akses terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan, dan mendorong
paradigma sehat, dalam pembangunan kesehatan menuju Universal
Health Coverage (UHC) diwujudkan melalui:
Jaminan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan vaksin yang
berkualitas.
Berperan dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam
penanggulangan penyakit tidak menular.
Melakukan pelayanan kefarmasian yang bermutu, dan melakukan
langkah-langkah spesifik untuk memperkuat pengendalian resistensi
antimikroba.
Peningkatan daya saing industri dan kepedulian penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dalam negeri.
Peningkatan mutu pelayanan publik di bidang sediaan farmasi dan alat
kesehatan serta
Penguatan SDM dalam pengawasan alat kesehatan dan PKRT di daerah.
2) Dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan perlu meningkatkan pemanfaatan teknologi digital untuk
menjamin akses sediaan farmasi dan alat kesehatan bagi pembangunan
kesehatan. Untuk itu, diperlukan penguatan inovasi, komitmen, dan
kolaborasi antara pusat dengan daerah dalam pelaksanaan program dan
komitmen.
3) Peserta merekomendasikan RAKONAS Regional Barat Tahun 2020 agar
dilaksanakan di Provinsi Riau.
9. Melaksanakan Reviu Dana Alokasi Khusus (DAK) Sub Bidang Pelayanan Kefarmasian dan Reviu Pemutakhiran Data Kefarmasian dan Alkes a. Hasil :
1) Kegiatan dilaksanakan tanggal 29-30 Agustus 2019 di Star Hotel Kota Semarang.
Peserta yang datang dari Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah berjumlah 77 peserta.
2) Komitmen bersama Dinas Kesehatan Kab/Kota dapat secara rutin mengupdate
SIMADA setiap bulan sebelum tanggal 10.
3) Mulai tahun 2019 SIMADA merupakan prasyarat untuk Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota mengajukan alokasi dana DAK, jika tdk mengudate SIMADA
maka secara otomatis tidak dapat mengajukan dana DAK.
4) Pengajuan DAK yang diperoleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
pembelanjaan dana DAK haru sesusai dengan peraturan yang ada.
b. Saran / Rekomendasi :
1) Petugas khusus dari Dinas Kesehatan Kab/Kota yang mengupdate SIMADA,
agar setiap tanggal 10 data kefarmasian dan ALKES dapat terbaharui. Dalam
rangka desk DAK tahun anggaran 2020 dipersiapkan data dukungnya sehingga
tidak mempersulit ketika melakukan desk.
2) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah melakukan Verikasi data SIMADA yang
telah diupdate oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota setelah tanggal 10.
3) Petugas SIMADA Kementerian Kesehatan RI agar berkomitmen maksimal untuk
menjawab pertanyaan dari Kab/Kota dalam konsultasi tentang SIMADA
4) Memperbaiki/melengkapi variabel yang diperlukan oleh Kab/Kota untuk
penyempurnaan aplikasi SIMADA.
10. Memberikan Dukungan Administrasi Kegiatan Dekonsentrasi Program Kefarmasian
dan Alat Kesehatan a. Administrasi Kegiatan digunakan untuk :
1) Kegiatan Konsultasi ke Pusat yang dilaksanakan untuk berkonsultasi dengan
Ditjen Farmalkes tentang permasalahan dan penyelesaiannya pada Program
Kefarmasian dan Alkes di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah yang aktual,
yaitu :
Kegiatan administrasi
Mengenai RKAKL.
Obat Publik (Oblik).
Prodis Kefarmasian
Alkes
2) Honor Operasional Satuan Kerja
3) Pelaksanaan FGD Dalam Rangka Monitoring Terpadu Dengan Pusat
Fokus Group Diskusi dengan Kementerian Kesehatan tentang pelaksanaan
kegiatan Dana Dekon tahun 2019. Diadakan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah dengan peserta Farmamin dan Perbekes. Kementerian Kesehatan
memberikan arahan tentang kegiatan Dana Dekon serta memberikan masukan
untuk penyelesaian-penyelesaian masalah yaitu tentang aplikasi-aplikasi
perizinan di Kementerian Kesehatan.
11. Melaksanakan Sampling Produk Alkes dan PKRT
a. Hasil:
a. Sampling Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
pengambilan sampel dilakukan dengan lokasi:
RSUD Moewardi, Jl. Kol. Sutarto N0 132 Surakarta
RSUD Karanganyar, Jl. Laksda Yos Sudarso Karanganyar
RSUD Tidar, Jl. Tidar No.30 A, Kemirirejo, Kec. Magelang Tengah, Kota
Magelang
RSUD Muntilan, Jl. Kartini No.13, Balemulyo, Muntilan, Kec. Muntilan, Kab.
Magelang
RSUD Bendan Pekalongan, Jl. Sriwijaya No.2, Bendan, Kota Pekalongan
RSUD Sunan Kalijaga, Jl. Sultan Fatah No. 669 Demak
RSUD Dr. M. Ashari Pemalang, Jl. Gatot Subroto No.41, Bojongbata, Kec.
Pemalang, Kab. Pemalang
RSUD Pandan Arang, Jl. Kantil No.14, Pulisen, Boyolali, Lorjurang, Pulisen,
Kec. Boyolali, Kab. Boyolali
RSUD Kota Salatiga, Jl. Osamaliki No.19, Kota Salatiga
RSUD RAA.Soewondo, Jl. Dr. Soesanto No 114 Pati
RSUD Dr. Soeselo, Jl. Dr. Sutomo No 63 Kab. Tegal
Distributor Alat Kesehatan PT. Wisnu Prasetya Pratama, Banyumas.
b. Alat Kesehatan yang diuji yaitu:
Kasa Pembalut
Disposible Syringe
Infusion Set
IV. Catheter
Sarung Tangan Bedah
Urine Bag
Kasa Steril
Needle
Foley Catheter
Solution Administration Set
Kasa Hidrofil
c. Pengujian sampel ke laboratorium yang terakreditasi, yaitu :Unit Layanan
Pengujian Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam,
Surabaya 60286, Telpon/fax : 031-5036779.
d. 60 sampel Alat Kesehatan yang dikirim untuk diuji 59 sampel memenuhi
persyaratan dan 1 sampel yaitu kasa gulung hydrophile (Firt Med) AKD
11603310401 yang diambil dari Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali tidak
memenuhi syarat daya serap.
12. Melaksanakan Inspeksi Sarana Produksi Alkes dan PKRT dan Sarana Penyalur
Alat Kesehatan a. Hasil:
1) Inspeksi sarana produksi Alkes dan PKRT terhadap 31 sarana, didapatkan hasil sebagai berikut :
Sarana dengan penilaian tidak memenuhi syarat mayor < 60 sebesar 3
sarana.
Sarana dengan penilaian tidak memenuhi syarat minor 60–80 sebesar 26
sarana.
Sarana dengan penilaian memenuhi syarat > 80 sebesar 2 sarana.
2) Inspeksi sarana distribusi Alkes dan PKRT terhadap 20 sarana, didapatkan
hasil sebagai berikut :
Sarana dengan penilaian tidak memenuhi syarat minor 60–80 sebesar 20
sarana.
b. Saran/ Rekomendasi :
1) Sarana distribusi Alkes dan sarana produksi PKRT wajib menerapkan
Permenkes No. 26 Th. 2018 tentang Pelayanan Perijinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan.
2) Sarana distribusi Alkes dan sarana produksi PKRT wajib menerapkan CPAKB
dan CPKRTB sampai dengan bulai Mei 2021.
3) Sarana distribusi Alkes wajib melaporkan kegiatan distribusi melalui e-report
setiap 1 tahun sekali.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dinkes Provinsi, Dinkes Kab/Kota, Instalasi Farmasi Kab/Kota, Puskesmas dan Rumah
Sakit umumnya sudah melakukan pengelolaan sediaan farmasi berdasarkan
pedoman/standar secara optimal, tetapi untuk pelaporan tidak sesuai dengan waktu
yang sudah di tentukan.
2. Fasyankes (puskesmas, rumah sakit) umumnya sudah melakukan proses pelayanan
yang baik sesuai standar (standar yanfar di puskesmas, standar yanfar di rumah sakit),
tetapi pelaksanaan farmasi klinik belum belum dilaksanakan secara optimal dan
pelaporan tidak sesuai dengan waktu yang sudah di tentukan.
3. Fasyankes (Puskesmas atan Rumah Sakit) pada umumnya belum melaksanakan
pelayanan farmasi klinik secara optimal berdasarkan pedoman/standar yang berlaku.
4. Sarana produksi di bidang kefarmasian umumnya belum konsisten melakukan proses
produksi yang baik (CPOB, CPOTB, CPKB, CPAKB, CPPKRTB) sesuai standar.
5. Sarana distribusi di bidang kefarmasian, yang terdiri dari sarana distribusi obat PBF
Cabang dan sarana distribusi alat kesehatan Cabang PAK umumnya belum konsisten
melakukan proses distribusi yang baik (CDOB, CDAKB) sesuai standar.
6. Kurangnya sosialisasi dari Ditjen Binfar dan Alkes terhadap regulasi terbaru di bidang
kefarmasian terutama dalam bentuk pertemuan.
7. Belum adanya harmonisasi antar instansi yang terkait dalam pembuatan regulasi di
bidang kefarmasian dan Alkes sehingga terjadi ketidakjelasan dalam pelaksanaannya,
misal : dalam perijinan sarana produksi dan distribusi.
8. Masih kurangnya juknis/juklak, pedoman atau surat edaran dari Ditjen Binfar dan Alkes
yang menjabarkan secara operasional terhadap regulasi di bidang kefarmasian yang
berlaku.
9. Proses perizinan sarana di bidang kefarmasian mengacu ketentuan pada Permenkes
No. 26 Tahun 2018 sedangkan proses pembinaan tetap mengacu pada Permenkes
tentang ijin produksi dan distribusi bidang kemarmasian dan Perbekes (Permenkes : No.
1175 Tahun 2010, No 1189 Tahun 2010, No 1190 Tahun 2010, No 1191 Tahun 2010,
No 1799 Tahun 2010 dan No.006 Tahun 2012), sedangkan pembinaan pelayanan
kefarmasian tetap mengacu pada Permenkes tentang pelayanan kefarmasian di
fasyankes (Permenkes No. 72 Tahun 2016 dan No. 74 Tahun 2016).
B. Saran / Rekomendasi
1. Melakukan pertemuan dan pembekalan/pelatihan secara berjenjang tentang
pengelolaan sediaan farmasi sesuai pedoman/standar bagi petugas pengelola di Dinkes
Provinsi, Dinkes Kab/Kota, Instalasi Farmasi Kab/Kota, Puskesma dan Rumah Sakit
terutama terkait dengan sistem pelaporan.
2. Melakukan pembekalan/pelatihan secara bverjenjang bagi petugas Instalasi Farmasi
Provinsi atau Kab/Kota dan RumahSakit serta penanggung jawab teknis sarana
produksi, sarana distribusi dan sarana pelayanan tentang cara produksi, cara distribusi
dan cara pelayanan yang baik.
3. Perlu dan penting adanya sosialisasi lewat pertemuan terhadap regulasi terbaru di
bidang kefarmasian kepada Dinkes Provinsi, Dinkes Kab/Kota dan stakeholder terkait.
4. Perlu adanya koordinasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dalam pembuatan
regulasi di bidang kefarmasian agar jelas dalam pelaksanaannya dan tidak tumpang
tindih, misal : dalam perijinan sarana produksi dan distribusi.
5. Segera dibuat juknis/juklak, pedoman atau surat edaran yang menjabarkan secara
operasional regulasi yang berlaku di bidang kefarmasian agar terjadi persepsi dan
pemahaman yang sama dalam pelaksanaannya.
6. Melakukan pembinaan dan pengawasan melalui bimbingan teknis (bimtek) / fasilitasi
teknis (fastek) secara berjenjang sesuai kewenangan dan tupoksi masing-mansing pada
sarana produksi, sarana distribusi dan sarana pelayanan dengan berpedoman pada
peraturan yang berlaku.
1. Lampiran I : Capaian Kinerja Keuangan
a. APBN
No Kegiatan Volume Alokasi
Anggaran
Realiasasi
Anggaran
Realisasi (%) Justifikasi
/
Reasoning
Fisik
Vol
Keuangan
PROGRAM
KEFARMASIAN
DAN ALAT
KESEHATAN
2.575.686.000 2.334.011.150 100 90,62
A. Peningkatan
Pelayanan
Kefarmasian
113
Fasyankes
541.628.000 462.479.950 100 85,39
B. Peningkatan
Tata Kelola
Obat Publik
dan Perbekalan
Kesehatan
1 Provinsi 892.926.000 827.626.500 100 92,69
C. Peningkatan
Produksi dan
Distribusi
Kefarmasian
125 Sarana 334.617.000 324.053.800 100 96,84
D. Dukungan
Manajemen
dan
Pelaksanaan
Tugas Teknis
Lainnya pada
Program
Kefarmasian
dan Alkes
1 Provinsi 435.698.000 388.136.100 100 89,08
E. Peningkatan
Penilaian Alkes
dan PKRT
150 Orang 104.037.000 98.072.000 100 94,27
F Peningkatan
Pengawasan
Alkes dan
PKRT
30 Produk 266.780.000 233.642.800 100 87,58