i. uas. building trustworthiness

Upload: vivian-goh

Post on 15-Oct-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cb

TRANSCRIPT

  • Pertemuan 12

    Membangun Kepercayaan

  • 1

    PERTEMUAN 12: MEMBANGUN KEPERCAYAAN

    Tujuan Pembelajaran:

    1. Memberikan pengetahuan tentang aspek kepercayaan (trust) yang sangat penting dalam

    kehidupan sehari-hari

    2. Membantu mahasiswa menganalisa seberapa percayakah saya pada orang lain?

    3. Membantu mahasiswa agar dapat membangun kepercayaan dalam keluarga dan

    pergaulan serta dapat mengatasi masalah masalah yang berhubungan dengan

    kepercayaan

    Kata Kunci: Trust, trustworthy, self-trust, honesty, integrity, congruence, humility, courage, self

    disclosure, stereotype.

    A. Ilustrasi

    Dikisahkan pada masa perang gerilya clash kedua (1948-1949) mulai berjalan di Klaten, tatkala Jendral Sudirman dan pasukannya baru keluar dari kota Jogja dan tiba di Klaten yang terletak di sebelah timur Jogja. Daerah itu terkenal oleh penduduknya yang berkecukupan dan banyak industri. Seorang staff Jendral Sudirman mengusulkan pada Si Panglima untuk meminta pada penduduk yang kaya agar memberikan harta bendanya demi membiayai perang gerilya. Apa jawaban Jendral Sudirman? Jendral Sudirman diam dan memanggil ajudannya. Beliau menyuruh ajudannya kembali ke Jogja untuk menemui istrinya. Dimintanya si ajudan meminta istrinya untuk menyerahkan semua perhiasan yang dibelinya sejak jaman Belanda, untuk membiayai perang gerilya. Sang Jendral memilih menyuruh istrinya untuk menyerahkan harta benda demi perjuangan. Ternyata Istri Jendral Sudirman-pun rela menyerahkan semua perhiasannya untuk membiayai perjuangan kemerdekaan Seandainya Indonesia memiliki pemimpin-pemimpin dengan kemampuan memimpin dan kebesaran hati dan dapat dipercaya serta penuh integritas seperti Jendral Sudirman, dapat dibayangkan bagaimana majunya Indonesia.

    Beliau dalam keadaan sakit parah, paru-paru tinggal sebelah, tetap memaksakan diri bergerilya melawan Belanda. Bukan materi yg beliau kejar, bukan gaji besar, bukan fasilitas. Beliau bahkan tidak digaji. Presiden dan Wapres sudah ditangkap Belanda dalam Agresi Militer (Aksi Polisionil) Belanda ke-dua. Beliau menjual perhiasan istrinya untuk modal perjuangan, berpindah dari hutan ke hutan, dengan kondisi medan yg sangat berat, dibayang-bayangi pengejaran tentara Belanda lewat darat dan udara.

    Di tengah kondisi kesehatan beliau yg makin mengkhawatirkan itu, banyak pihak yg menyarankan agar beliau berhenti bergerilya, namun semangat juang beliau tidak dapat dipatahkan oleh siapapun juga. Beliau terus gigih berjuang, tidak mempedulikan lagi keselamatan dirinya. Bagi beliau, lebih baik hancur dan mati daripada tetap dijajah. Berkat perjuangan yg tak kenal menyerah itulah, Belanda kewalahan secara militer.

  • 2

    Kekuatan gerilya Pak Dirman luar biasa. Belanda hanya mampu menguasai perkotaan, sedangkan di luar itu, sudah masuk wilayah gerilya tentara dan pejuang kita. Di sisi lain, tekanan diplomatis terhadap Belanda juga bertubi2, karena dunia internasional melihat bahwa dengan eksistensi TNI yg ditunjukkan oleh Pak Dirman membuktikan bahwa Republik Indonesia itu ada, dan bukan sekedar kumpulan gerombolan ekstrimis seperti yg santer dipropagandakan Belanda.

    Akhirnya, Belanda pun benar2 angkat tangan, dan terpaksa mengajak RI untuk

    berunding kembali. Perjanjian Roem Royen pun terwujud pada tanggal 7 Mei 1949,

    dimana Indonesia dan Belanda sepakat untuk mengakhiri permusuhan. Presiden pun

    telah dibebaskan oleh Belanda dan dikembalikan ke ibukota negara, waktu itu masih

    Yogyakarta. Namun ini masih belum final dan Pak Dirman tetap belum yakin dengan hasil

    perjanjian itu. Beliau tetap bersikeras melanjutkan perjuangan sampai seluruh tentara

    Belanda benar-benar hengkang dari tanah air. Akhirnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX

    meminta kepada Kolonel Gatot Soebroto untuk menulis surat kepada Pak Dirman agar

    kembali ke ibukota. Berikut adalah penggalan surat Kolonel Gatot Soebroto yang

    meminta Pak Dirman untuk berhenti bergerilya dan beristirahat:

    "...tidak asing lagi bagi saya, tentu saya juga mempunyai pendirian begitu. Semua-

    semuanya Tuhan yang menentukan, tetapi sebagai manusia diharuskan ikhtiar. Begitu pula

    dengan keadaan adikku, karena kesehatannya terganggu harus ikhtiar, mengaso sungguh-

    sungguh, jangan mengalih apa-apa. Laat alles waaien. Ini bukan supaya jangan mati konyol,

    tetapi supaya cita-cita adik tercapai. Meskipun buah-buahnya kita tidak turut memetik, melihat

    pohonnya subur, kita merasa gembira dan mengucapkan banyak terimakasih kepada Yang Maha

    Kuasa. Ini kali saya selaku Saudara tua dari adik minta ditaati..."

    Pak Dirman pun akhirnya luluh. Bagaimanapun, perjuangan adalah jalan beliau, dan

    kini beliau menyadari, bahwa hasil perjuangan itu sudah mendekati akhirnya. Sebagai

    persiapan pulangnya Pak Dirman ke ibukota, Sri Sultan pun mengirimkan baju kebesaran.

    Namun dengan halus dan bijaksana, kiriman itu beliau tolak. Pak Dirman memilih datang

    sebagaimana adanya sebagaimana ketika meninggalkan ibukota untuk bergerilya,

    dengan segala kekurangan dan penderitaan. Beliau datang dengan tandu, dikawal banyak

    sekali anak buah beliau yang mencintai beliau. Setibanya di Gedung Agung, Presiden

    Soekarno langsung menyambut dan Bung Karno merangkul Pak Dirman yang akhirnya

    tiba kembali di ibukota negara setelah berbulan2 bergerilya keluar masuk hutan. Bung

    Karno sendiri tidak tahan melihat kondisi Pak Dirman yang tampak kurus sekali dan

    pakaiannya yang sangat lusuh.

    Perundingan pun berlanjut kepada Konferensi Meja Bundar. Puncaknya, tidak lama

    berselang, Belanda terpaksa mengakui kedaulatan RI pada tanggal 27 Desember 1949,

    dan benar-benar hengkang dari ibu pertiwi. Pengakuan Kedaulatan RI oleh Belanda, 27

    Desember 1949, yg merupakan hasil jerih payah perjuangan Pak Dirman. Sayang sekali,

    seakan-akan senada dengan ucapan Pak Gatot Soebroto, Pak Dirman sepertinya memang

    ditakdirkan hanya untuk berjuang, bukan untuk menikmati kemerdekaan yg telah beliau

  • 3

    perjuangkan. Beliau wafat dalam sakit beliau pada tanggal 29 Januari 1950, hanya

    berselang 1 bulan setelah pengakuan kedaulatan RI.

    Contoh ini menunjukkan bagaimana keterbukaan dan kepercayaan membuahkan

    keterbukaan dan kepercayaan pula dari pihak lainnya. Kepercayaan harus dipupuk terus

    menerus hingga terbentuk kepercayaan timbal balik.

    Pertanyaan penuntun: 1. Semangat dan keteladanan apa yang dapat kita petik dari kisah jendral Sudirman

    dihubungkan dengan Trust dan Trustworthy?

    2. Apakah pak Dirman punya rasa minder sehingga tidak mau meminta sumbangan

    pada rakyat yang mampu untuk membiayai perjuangan atau itu merupakan contoh

    integritas diri seorang figur pemimpin? Jelaskan!

    3. Apa hubungannya antara integritas diri, dan Kepercayaan {trust} dalam kisah

    Sudirman diatas?

    B. Apakah Kepercayaan (Trust)

    Trust adalah Konsep yang meliputi kepercayaan sesorang dalam hal integritas dan

    realibilitas terhadap suatu hal atau terhadap orang lain. Kita akan dikenal sebagai orang

    yang dapat dipercaya bila memiliki beberapa karakteristik, seperti: memiliki integritas,

    kejujuran, ketulusan, berkompetensi, memiliki pengetahuan dan kemampuan, loyalitas,

    konsisten antara tindakan dahulu dengan sekarang. Semua sepakat bahwa trust itu penting,

    seperti dalam proses belajar mengajar di kampus bisa berlangsung secara maksimal bila ada

    trust antara dosen dan mahasiswa. Persahabatan terjalin erat apabila dibangun dan

    dilandasi kepercayaan diantara para pihak yang terlibat. Pernikahan, dibangun di atas trust

    yang tumbuh di antara antara suami dan istri. Organisasi, berdiri karena ada trust di antara

    anggotanya. Perusahaan, berdiri karena ada trust antara pemilik usaha, pelanggan, pekerja

    dan mitra kerjanya. Transaksi bisnis, terjadi karena ada trust antara penjual dan pembeli.

    Negara, berdiri karena masih ada trust di antara warga negara dan penyelenggara

    pemerintahannya. Tanpa trust, tanpa kepercayaan, maka ikatan tadi akan runtuh.

    Kepercayaan akan mulai timbul pada saat suatu relasi mulai terjadi dan kepercayaan

    tersebut mengalami perubahan secara konstan selama relasi tersebut terus terjalin.

    Kepercayaan merupakan sesuatu yang sulit untuk dibangun, namun mudah sekali untuk

    dihancurkan. Kerjasama dapat meningkatkan kepercayaan, sebaliknya persaingan dapat

    menurunkan kepercayaan.

    Trust adalah The one thing that changes everythings demikian kata Stephen Covey

    dalam buku The Speed of Trust. Keterpercayaan, menurut Covey, bukan sesuatu yang

    bersifat abstrak, melainkan dapat diukur dan dikuantifikasi. Dampak dari menanamkan

    keterpercayaan dalam lingkungan kerja juga dapat mengeluarkan hasil nyata dalam bentuk

    kenaikan profit, meningkatnya efektivitas kerja, menjaga kesetiaan pelanggan, dsb.

  • 4

    C. Elemen Kepercayaan

    1. Ada risiko dalam mempercayai orang lain. Memang pilihan kita untuk dapat

    menghasilkan keuntungan maupun kerugian. Misalnya: Pada saat kita memilih untuk

    meminjamkan sejumlah uang kepada teman kita, maka kemungkinannya adalah uang

    kita kembali dan relasi menjadi bertambah erat (keuntungan) atau uang kita tidak

    kembali dan relasi menjadi buruk (kerugian).

    2. Konsekuensi yang akan kita terima (menguntungkan atau merugikan) tergantung

    pada perilaku dari orang lain. Keuntungan atau kerugian yang akan kita terima sangat

    ditentukan oleh itikad baik dari teman kita tersebut.

    3. Penderitaan kita akibat konsekuensi yang merugikan akan lebih besar dibandingkan

    dengan kesenangan akibat konsekuensi yang menguntungkan. Penderitaan (kerugian,

    rasa dikhianati, dicemooh keluarga) yang akan kita tanggung apabila teman kita tidak

    mengembalikan uang kita akan lebih besar dibandingkan dengan kesenangan yang kita

    rasakan apabila uang kita kembali.

    4. Ada keyakinan, orang lain akan berperilaku dengan cara tertentu, sehingga kita akan

    cenderung memperoleh keuntungan daripada kerugian. Nah, elemen terakhir inilah

    yang paling menentukan apakah kita akan meminjamkan uang kita atau tidak. Jika kita

    yakin bahwa teman kita tersebut tidak akan mengkhianati kepercayaan kita, maka kita

    akan berani mengambil risiko untuk meminjamkan uang kita. Namun, jika kita merasa

    belum yakin akan itikad baik dari teman kita, maka kita tidak akan berani untuk

    meminjamkan uang kita.

    Tingkatan kepercayaan dalam suatu relasi terus berubah tergantung pada

    kemampuan dan kesediaan kita untuk mempercayai (trusting) dan dapat dipercaya

    (trustworthy). Mempercayai menunjukkan kesediaan kita untuk mengambil risiko

    memeroleh konsekuensi yang menguntungkan atau merugikan dalam berinteraksi

    dengan orang lain. Dapat dipercaya menunjukkan kesediaan kita untuk menanggapi

    pengambilan risiko dari orang lain dengan suatu cara yang menjamin bahwa orang

    tersebut akan memperoleh konsekuensi yang menguntungkan.

    D. Lima Tingkatan Kepercayaan

    Covey mengingatkan bahwa membangun keterpercayaan dalam organisasi terdiri

    atas lima tingkatan yang akan menghasilkan gelombang perubahan. Kelima tingkatan

    gelombang itu adalah percaya pada diri sendiri, percaya dalam hubungan dengan orang

    di sekitar kita, percaya dalam organisasi, dipercaya pasar, serta dipercaya masyarakat.

    Kelima tingkatan ini saling berkaitan.

  • 5

    Konsep 5 gelombang kepercayaan.

    Konsep membangun sebuah kepercayaan yang akan membuat kecepatan bisnis

    meningkat, dan turunnya biaya. Di awal, yang harus dibangun adalah diri sendiri.

    Berurutan kepercayaan keluar menuju ke hubungan, organisasi, pasar dan terakhir

    masyarakat.

    "As trust is manifest in each successive wave, the effect of trust becomes

    cumulative and exponential" (Stephen MR Covey)

    Ada 4 elemen inti yang harus dibangun untuk memperkuat kepercayaan dalam diri

    sendiri. Yaitu : integritas, niatan, kapabilitas dan hasil.

    Selanjutnya ada 13 sikap yang menunjukkan seseorang itu memiliki hight trust

    leaderships : talk straight, demonstrate respect, create transparency, right wrongs,

    show loyalty, deliver results, get better, confront reality, clarify expectations, practice

    accountability, listen first, keep commitments, dan extend trust.

    Ada 3 cara untuk membangun diri sendiri ke tingkat high trust leadership :

    1. Bangun kepercayaan terus menerus dalam diri sendiri baik dalam kehidupan

    personal maupun profesional,

    2. Dengan tulus terus memperluas kepercayaan itu keluar,

    3. Segera memperbaiki kepercayaan jika dalam perjalanannya dia cedera.

    Perubahan dalam organisasi dimulai dengan tingkatan pertama, yaitu percaya

    pada pada diri sendiri. Pada tahap ini, kita membangun kredibilitas diri sendiri sehingga

    pihak lain akan percaya pada kita. Selanjutnya, pada tahap hubungan dengan orang di

    sekitar, kita perlu membangun keterpercayaan melalui tindakan baik yang konsisten

    dan berulang-ulang. Ini kemudian menjadi dasar bagi terbentuknya keterpercayaan

    organisasi. Di level ini, kita perlu membangun struktur, sistem kerja dan simbol-simbol

    yang menumbuhkan sikap saling percaya.

    Dari keterpercayaan dalam organisasi, selanjutnya kita bergerak ke tingkat

    keterpercayaan pasar. Kerja tim yang solid dalam organisasi kita akan membantu

    terciptanya reputasi. Reputasi ini berdampak positif pada brand organisasi kita.

    Terakhir, kita dapat membuat organisasi kita dipercaya masyarakat dengan

    memberikan kontribusi kepada masyarakat.

    Tugas pertama seorang pemimpin adalah menginspirasi keterpercayaan.

    Keterpercayaan terdiri atas dua dimensi; karakter dan kompetensi. Karakter mencakup

    integritas, motif, dan niat. Kompetensi mencakup kemampuan, ketrampilan, kinerja dan

    rekam jejak. Kedua dimensi tadi (karakter dan kompetensi) sangat penting.

  • 6

    E. Mulai dari Lingkungan Terkecil: Rumah

    Covey juga mengingatkan bahwa membangun keterpercayaan dimulai dari rumah.

    Hal ini terlihat saat Stephen menulis tentang pengalamannya saat diperkenalkan

    dengan prinsip dipercaya oleh ayahnya, Stephen senior. Oleh ayahnya, Stephen diberi

    tugas untuk memelihara rumput halaman rumahnya agar tetap subur dan bersih. Dia

    benar-benar dibiarkan oleh ayahnya untuk melakukan hal itu. Ayahnya memperlihatkan

    dengan jelas bahwa ia memberikan delegasi wewenang kepada Stephen kecil untuk

    mengurus halaman rumahnya. Stephen kecil belum mengerti tentang uang, pangkat,

    gaji, atau persaingan. Tetapi saat itu dia tahu bahwa dia dipercaya ayahnya, dan itu

    membuatnya tidak ingin mengecewakannya. Itulah yang kemudian membuatnya

    berusaha dengan maksimal untuk membersihkan halaman depan rumahnya.

    Percaya seperti inilah yang dapat mendorong produktivitas dan kemudian

    menaikkan profit. Ini dijelaskan dalam salah satu cerita mengenai seorang penjual

    donat dan kopi di jalanan di New York City. Selama waktu sarapan dan makan siang,

    tokonya selalu dipenuhi antrian orang yang ingin membeli donat dan kopinya.

    Meskipun hal ini pertanda bagus, tetapi Jim juga melihat bahwa banyak orang yang

    merasa bosan mengantri, lalu pergi begitu saja dan tidak jadi membeli. Jim sadar,

    bahwa karena dia harus melayani semua pelanggan, dia menjadi penghambat terbesar

    bagi dirinya sendiri untuk menjual lebih banyak donat. Jim kemudian memutuskan

    untuk menaruh satu keranjang yang berisi uang pecahan kecil untuk kembalian. Dia

    mempercayakan pelanggannya untuk membayar sendiri dan mengambil sendiri

    kembaliannya di dalam keranjang itu, tanpa perlu harus melalui Jim. Alih-alih uangnya

    dicuri, Jim malah menemukan bahwa banyak pelanggan justru memberi tip dalam

    jumlah besar. Ini juga mempercepat antrian orang yang akan membeli donatnya,

    sehingga dia bisa menjual lebih banyak donat. Jim menemukan, bahwa pelanggannya

    senang merasa dipercaya. Tidakkah demikian juga dengan rekan kerja, bawahan dan

    atasan ?

    Dalam bisnis. Trust diakui memiliki korelasi yang erat dengan biaya dan kecepatan.

    Pada interaksi bisnis yang dijalankan dengan trust yang tinggi, maka kecepatan akan

    tinggi, dan biaya akan rendah. Sebaliknya, trust yang rendah akan menyebabkan biaya

    yang tinggi dan kecepatan yang rendah. Misalnya, ketika kita menjual barang pada

    orang yang kita percayai, maka biasanya eksekusi nya akan lebih cepat, bahkan bisa

    dibayar kemudian. Sebaliknya, kalau pembeli belum dipercaya maka kita akan

    menerapkan prosedur yang lebih ketat, ada biaya dimuka, dsb. Meskipun mengakui

    betapa pentingnya trust, namun sangat jarang kita memikirkan apa dan bagaimana

    trust bisa dikembangkan. Akibatnya seringkali kita membina hubungan bisnis maupun

    hubungan sosial, dengan trust yang rendah, yang mengakibatkan biaya tinggi dan

    kecepatan rendah tadi. Membangun trust tidak semudah mengucapkan kata-kata

    Percayalah ... seperti rayuan pemuda kepada pacarnya. Namun, meski tidak mudah,

  • 7

    bisa dipelajari. Berikut beberapa catatan dalam mengembangkan trust. Trust harus

    diraih, bukan diberikan. Seringkali orang berharap akan dapat memiliki trust ketika

    berinteraksi dengan seseorang yang merupakan anggota dari kelompok tertentu yang ia

    percayai. Dan hampir dipastikan ia akan kecewa. Misalnya, ketika kita berinteraksi

    dengan seseorang dengan gelar keagamaan tertentu, atau anggota kelompok

    keagamaan tertentu, seringkali kita langsung memiliki trust. Namun trust yang

    demikian seringkali hanya bersifat semu, kerena belum teruji oleh perbuatan. Pada

    akhirnya konsistensi perbuatan-perbuatan pribadi tersebut yang akan membuat kita

    memiliki trust atau tidak, bukan gelar yang dimiliki, bukan karena keturunan seseorang

    yang hebat, atau bukan karena anggota organisasi yang besar dan terkenal.

    Dalam bisnis dan kehidupan, trust adalah sesuatu yang harus diraih melalui proses,

    bukan sesuatu yang secara instan bisa diberikan atau diwariskan begitu saja. Kalau saja

    trust bisa diwariskan atau dihibahkan kepada anggota-anggota organisasi yang

    terpercaya, betapa mudahnya pekerjaan bank-bank kita dalam menyalurkan kredit.

    Kenyataannya tidak demikian.Semua berawal dari self-trust Seringkali kita mendengar

    keluhan-keluhan tentang rendahnya trust dari pelanggan, rendahnya trust dari kolega

    kita. Atau tidak adanya trust diantara anggota masyarakat kita. Kita mencoba mencari-

    cari solusi untuk organizational trust, market trust atau societal trust tadi. Akan sulit

    selama kita belum menyentuh akar sebenarnya yaitu self-trust. Trust dari pribadi kita

    sendiri. Membangun self-trust, tidak lepas dari: karakter dan kemampuan kita.

    Bagian terpenting dari karekter adalah integritas. Yaitu bagaimana kita menjalani

    nilai-nilai yang kita anut secara konsisten. Sekedar berkata jujur tidak cukup. Namun

    juga harus dibuktikan dengan perbuatan yang kongruen dengan perkataan tadi. Serta

    dihiasi dengan sikap berani sekaligus rendah hati. Berani menyatakan pendapat,

    mengatakan yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah, namun rendah hati

    dengan tidak arogan menganggap dirinya pasti benar dan orang lain pasti salah. Inilah

    landasan integritas yang merupakan modal pertama dalam membangun trust.

    Integritas tanpa kemampuan belum cukup untuk membangun trust. Maka selain

    menjadi pribadi yang penuh integritas, kita juga harus terbukti mampu. Dikenal sebagai

    pribadi yang ber-integritas akan membuat orang mengenal Anda sebagai orang baik,

    namun belum tentu dipercaya, jika Anda tidak memiliki catatan bahwa Anda memiliki

    kemampuan. Kemampuan tidak hanya diukur dari seberapa banyak Anda tahu, namun

    menyeluruh, mencakup: Talents (bakat), Attitude (sikap), Skills (keahlian), Knowledge

    (pengetahuan) dan Style (gaya atau sentuhan personal Anda).

    Selain itu, karakter dan kemampuan kita harus dibuktikan dengan hasil (result).

    Ibarat pohon, karakter adalah akar, kemampuan adalah batang dan daun, namun tetap

    saja, buah adalah yang akan dilihat dan dinikmati. Karakter yang baik, kemampuan yang

    mumpuni, harus dibuktikan dengan result yang nyata. Dengan tiga modal tadi, maka

    self-trust dapat kita tumbuhkan.

  • 8

    F. Trust bisa Naik dan Turun

    Memiliki hubungan sosial ataupun bisnis dengan trust yang tinggi, dapat membuat

    kita lengah. Seringkali kita berasumsi bahwa trust adalah abadi. Padahal fakta nya tidak

    demikian. Trust bisa saja naik, atau turun, bahkan hilang. Seperti yang dikatakan oleh

    Suzanne De Janasz dalam bukunya yang berjudul Interpersonal skill in Organisation

    bahwa trust atau kepercayaan itu dibangun oleh lima pilar penting yaitu dibangun oleh

    pilar kompetensi, pilar konsisten , pilar loyalitas dan pilar keterbukaan serta pilar

    integritas diri namun apabila dari kelima pilar tersebut salah satu pilar tidak ada yaitu

    pilar integritas diri, maka semua elemen atau pilar yang membangun kepercayaan/

    Trust tersebut semuanya akan kurang berarti. Trust yang meningkat harus menjadi

    agenda kita. Trust yang menurun, sedapat mungkin kita cegah. Penurunan trust

    biasanya terjadi apabila kita tidak menjaga self-trust kita masing-masing. Mungkin

    integritas yang mulai luntur, atau kemampuan yang tidak relevan lagi di masa sekarang,

    atau bisa jadi result yang tidak lagi terbukti. Kesemuanya dapat mempengaruhi trust.

    G. Kejujuran dalam Membangun Kepercayaan

    Melalui buku The Speed of Trust, karya Stephen M.R. Covey, arti kejujuran dalam

    bahasa inggris adalah HONESTY yang artinya telling the truth and leaving the right

    impression. Jadi kalau sekedar menyampaikan berita yang benar tapi dengan impresi

    yang salah, masih belum dikatakan sebagai jujur. Namun, lebih jauh, kejujuran yang

    dimaksud untuk meningkatkan kepercayaan (trust), honesty saja tidak cukup, namun

    dibutuhkan yang lebih dari sekedar honest, yaitu dibutuhkan INTEGRITY. Untuk

    integrity dibutuhkan CONGRUENCE, HUMILITY dan COURAGE.

    Congruence dapat diartikan memiliki kesamaan dari luar maupun dari dalam (the

    same inside and out not compliance). Jadi pribadi orang tersebut tidak ada yang

    disembunyikan, karakter melekat dengan sifatnya. Humility ditekankan sebagai humble

    person, atau orang yang bersahaja. Stephen M.R. Covey mengungkapkan:

    A Humble Person is more concerned about what is right than about being right,

    about acting on good ideas than having ideas, about embracing new truth than

    defending outdated position, about building the team than exalting self, about

    recognizing contribution than being recignized for making it.

    Courage artinya memiliki keberanian untuk mengungkapkan kebenaran. Courage

    sangat penting dalam menumbuhkan integrity, sebagaimana Winston Churchill pernah

    berkata: Courage is the first of the human qualities becouse it is a quality which

    guarantees all the others. Jadi untuk menumbuhkan KEPERCAYAAN yang yang

    berlandas asas kejujuran membutuhkan integritas. Integritas ini membutuhkan sifat-

    sifat HONESTY, CONGRUENCE, HUMILITY dan COURAGE. hubungan yang berkelanjutan

    (sustainable relation) membutuhkan tingkat integritas yang tinggi yang akan

    menumbuhkan kepercayaan yang berkelanjutan. Sebagaimana pesan yang disampaikan

  • 9

    oleh Albert Einstein: Whoever is careless with the truth is small matters cannot be

    trusted with important matters.

    H. Pentingnya Motivasi

    Kepercayaan dimulai dari hati setiap orang. ingin menjadi orang yang dapat

    dipercaya. Dari keinginan itu akan memiliki motivasi kuat untuk tetap menjaga nama

    baiknya. Kita akan berusaha keras agar dipercaya orang lain. dengan tidak pernah

    berbohong, dalam hal-hal besar maupun kecil. Dan juga selalu menepati setiap janji.

    kita dapat mempertanggung jawabkan semua perbuatan kita karena karena tidak

    pernah merugikan orang lain. Berbeda dengan orang yang berusaha agar orang percaya

    padanya, tapi dengan hanya menggunakan kata-kata manis, cerita-cerita bohong, dan

    janji-janji yang kemudian tak dapat ditepati lagi. Bahkan janji yang telah dibuat diatas

    kertas bermeterai pun ternyata diabaikan dan dilanggarnya. Orang seperti itu telah

    merugikan sesamanya. Ia telah merusak nama baik perusahaan. Ia telah mengkhianati

    profesinya. Ia juga telah menghancurkan nama baiknya.

    I. Membuka Diri

    Membuka diri terhadap orang lain (self disclosure) itu ibarat mata uang, memiliki

    dua sisi. Di satu sisi berarti memasuki hubungan yang lebih matang. Di sisi lain, terdapat

    risiko dicemooh dan dikhianati. Bagaimanapun, self disclosure merupakan isyarat

    berkembangnya hubungan yang sehat yang perlu dikelola.

    Kadang-kadang kita dibuat kagum oleh seseorang yang dengan sangat terbuka

    dapat menceritakan apa saja yang ia pikirkan, rasakan, dan inginkan. Meskipun banyak

    kesulitan atau kekurangan, hidup seolah dirasa sebagai hal yang ringan, dan dilakoni

    tanpa beban. Kita dapat menjadi lebih nyaman berinteraksi dengan pribadi seperti itu.

    Karena ia terbuka, kita pun dapat menjadi lebih terbuka, dan akhirnya relasi

    berlangsung lebih akrab dan saling percaya.

    Kita dapat menemukan bahwa keterbukaan diri diperlukan, terutama dalam

    hubungan-hubungan jangka panjang (persahabatan, perkawinan, pekerjaan, dan

    sebagainya), dan bahwa perlu ada aturan main tertentu agar keterbukaan diri itu

    bersifat konstruktif. De Janasz, Dowd, dan Schneider dalam bukunya Interpersonal Skills

    in Organizations memberikan informasi mengenai bagaimana membuka diri, manfaat,

    serta hal-hal yang menghambat.

  • 10

    J. Hal yang Diungkapkan

    Ada rambu-rambu dalam pengungkapan diri agar hubungan menjadi efektif:

    1. Lebih mengungkapkan perasaan daripada fakta.

    Bila kita mengungkapkan perasaan terhadap orang lain, berarti kita mengizinkan

    orang lain mengenali siapa kita sesungguhnya. Misalnya, informasi bagaimana kita

    mengembangkan hubungan dengan saudara-saudari kita membuat orang lain

    memahami kita, daripada sekadar memberikan informasi bahwa kita memiliki saudara.

    2. Semakin diperluas dan diperdalam.

    Mungkin kita masih mengalami perasaan tidak nyaman berbagi pengalaman

    dengan seseorang yang seharusnya dekat dengan kita. Untuk itu perlu dilakukan

    pengembangan hubungan ke arah yang lebih dalam (lebih mengungkapkan perasaan

    terhadap isu tertentu) dan diperluas (dengan mendiskusikan berbagai isu, seperti

    pekerjaan, keluarga, pengalaman masa kecil, pengalaman religius, dan sebagainya).

    3. Fokus pada masa kini, bukan masa lampau.

    Bila berbagi pengalaman soal masa lalu menjelaskan mengapa dulu kita melakukan

    tindakan tertentu adalah bersifat katarsis (melepaskan ketegangan), tetapi dapat

    meninggalkan perasaan bahwa kita lemah. Hal ini terjadi terutama bila keterbukaan

    tidak berlangsung timbal balik. Jadi, lebih baik kita fokus pada situasi sekarang.

    4. Timbal balik.

    Kita harus selalu mencocokkan tingkat keterbukaan kita dengan tingkat keterbukaan

    orang yang kita jumpai. Hati-hati, jangan terlalu membuka diri secara dini, sebelum

    melewati masa-masa pengembangan hubungan yang familier dan saling percaya. Di sisi

    lain, bila diperlukan, tidak perlu menunggu orang membuka diri. Jangan takut untuk

    memulai langkah penting membangun hubungan. Berikan contoh, dan orang lain akan

    menyesuaikan diri.

    K. Tips Hukum Kepercayaan

    Ada tiga hukum kepercayaan, yaitu :

    1. Ketika kita menerima hak dan kewajiban secara seimbang dari orang lain, maka

    hukum kepercayaan itu akan terbentuk

    2. Hukum kepercayaan adalah satu perasaan tanpa pamrih, tanpa balas budi dalam

    mengerjakan tanggung jawab yang diberikan oleh orang lain

    3. Kepercayaan itu adalah berpikir benar tanpa curiga kepada orang lain.

  • 11

    L. Manfaat Kepercayaan

    1. Kalau kita memiliki kepercayaan, kita mampu menerima hal-hal yang lebih besar.

    2. Kita mampu untuk berkreasi lebih leluasa.

    3. Kalau kita memiliki kepercayaan, baik itu kepercayaan diri maupun kepercayaan dari

    orang lain. Maka kita mampu mengembangkan diri secara maksimal.

    4. Kita bisa mengekpresikan kreatifitas kita dengan bebas.

    5. Kalau kita memiliki kepercayaan kita pasti bisa memaksimalkan potensi diri kita.

    Musuh dalam hukum kepercayaan, adalah pengkhianatan, kepahitan, ceroboh, bebal,

    dan membenarkan diri sendiri.

    Cara membangun kepercayaan :

    1. Mengerjakan hal yang bisa dikerjakan tanpa harus menunggu hal-hal yang besar.

    2. Selesaikan tanggung jawab dalam tugas, jangan setengah setengah, jangan

    semangat di depan.

    3. Berilah pertanggung jawaban kepada yang berwenang, kalau kita hanya

    menyelesaikan tanggung jawab, tanpa melaporkan pertanggung jawaban kita. Orang

    akan melihat kita kurang bisa dipercaya.

    4. Pikirkanlah dampak akibat sebagai hasil pikiran kita.

    5. Tanamlah budi baik dengan sukarela.

    6. Singkirkanlah perasaan curiga, pikiran negatif, perasaan emosional untuk

    mendapatkan rasa percaya kepada orang lain.

    Kalau kita memiliki kerendahan hati, tidak sombong, kita mengutamakan orang lain

    lebih daripada kita, sikap melayani + ketulusan + kesetiaan, maka besarnya kepercayaan

    itu ditentukan oleh hal-hal tersebut. Lakukan dengan setia maka kepercayaan itu akan

    semakin besar. Kepercayaan akan selalu diuji oleh waktu.

    M. Masalah Penghambat Kepercayaan

    Masalah yang sering menghambat dalam menumbuh kembangkan kepercayaan

    biasanya ada 3 hal yaitu :

    Persepsi Sosial sering diartikan sebagai proses mempersepsi objek-objek dan peristiwa sosial individu untuk mencoba memahami apa yang tampak dan tidak tampak pada alat inderanya. Persepsi sosial melibatkan proses mempersepsi orang lain, penampilan fisik, aspek-aspek psikologi serta perilakunya.Persepsi yang dihasilkan oleh individu sangat subjektif karena dipengaruhi oleh perasaan, nilai-nilai

  • 12

    dan kepercayaan yang dimiliki oleh individu. Sehingga tidak heran jika ada suatu objek dipersepsikan berbeda oleh masing-masing orang yang mengamatinya.

    Stereotipe adalah pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu tersebut. Stereotipe dapat berupa prasangka positif dan negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar.

    Prasangka atau praduga merupakan adanya suatu pikiran atau sikap mengira-ngira terhadap suatu kondisi dimana kita sendiri belum tahu persis kondisi yang sebenarnya. Suatu prasangka memang tidak selalu pada hal negatif, ada juga prasangka positif (kurang lebihnya tidak akan menimbulkan dampak negatif).Namun, ketika prasangka buruk yang hadir pada diri kita, misalnya kita berpikiran buruk tentang orang lain, segenap sikap kita terhadap orang lain itu akan dituntun oleh prasangka itu. Dalam psikologi, ada yang disebut sebagai selective perception. Manusia pada dasarnya mempersepsi dunia secara selektif, dan itu sangat tergantung pada sikap yang kita bangun mengenai dunia. Sebagai contoh, kalau kita memang sudah percaya bahwa Si A itu jahat, maka setiap kali kita bertemu dengan Si A, kita akan cenderung memberi perhatian terhadap hal-hal dalam diri orang itu yang akan mengukuhkan ketidaksukaan kita. Kita mengabaikan hal-hal baik mengenai dirinya, bahkan ketika ada orang lain yang menyatakan pendapat lain tentangnya.

    N. Kesimpulan

    Kepercayaan (trust) akan mulai timbul pada saat suatu relasi mulai terjadi dan

    kepercayaan tersebut akan mengalami perubahan secara konstan selama relasi

    tersebut terus terjalin. Kepercayaan merupakan sesuatu yang sulit untuk dibangun,

    namun mudah sekali untuk dihancurkan. Kerjasama dapat meningkatkan kepercayaan,

    sebaliknya streotip, prasangka dan persaingan dapat menurunkan kepercayaan.

    REFERENSI

    1. De Janasz S C, Dowd, K.O, Schneider B.Z, Interpersonal Skills in Organizations, 3th edition.

    2009. Mc Graw Hill, Singapore

    2. Stephen M. R. Covey, The Speed of Trust, 2006. Free Press, New York

  • 13

    WORK SHEET

    1. Kelompok yang dapat menimbulkan stereotype:

    2. Hal hal yang dapat menghambat saya untuk dapat menerima orang lain :

    3. Hasil self assessment: Seberapa percaya saya pada orang lain

    4. Pendapat saya mengenai hasil self assessment