ia.6.adsorbsi isotermis
TRANSCRIPT
LABORATORIUM
KIMIA FISIKA
Percobaan : ADSORBSI ISOTERMIS Kelompok : I A
Nama : 1. Angga Septian E. NRP. 2313 030 059 2. Govindra Okta Soti P. NRP. 2313 030 047 3. Rizka Amalia K. Putri NRP. 2313 030 073 4. Lia Wisnu Sri Pamungkas NRP. 2313 030 075
Tanggal Percobaan : 18 Nopember 2013
Tanggal Penyerahan : 25 Nopember 2013
Dosen Pembimbing : Warlinda Eka Triastuti, S.Si, M.T.
Asisten Laboratorium : Dhaniar Rulandari W.
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
i
ABSTRAK
Percobaan adsorbsi isotermis ini bertujuan untuk mengamati peristiwa adsorbsi
dari suatu larutan pada suhu konstan. Larutan yang digunakan adalah asam asetat 0,15
N; 0,12 N; 0,09 N; 0,06 N; 0,03 N; 0,015 N dengan pengadukan selama 30 menit.
Metode percobaan Absorbsi Isotermis yaitu pertama letakkan 1 gram karbon aktif
ke dalam 6 Erlenmeyer. Lalu, membuat larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15 N;
0,12 N; 0,09 N; 0,06 N; 0,03 N; dan 0,015 N dibuat dari larutan 0,15 N. Masukkan 100 ml
larutan 0.03 N asam asetat ke dalam Erlenmeyer yang tidak ada karbon aktifnya, yang
selanjutnya akan digunakan sebagai kontrol. Kemudian tutup semua Erlenmeyer tersebut
dan mengocoknya secara periodik selama 30 menit dan mendiamkannya paling sedikit
selama 1 jam agar terjadi keseimbangan. Setelah itu saring masing-masing larutan
memakai kertas saring halus, membuang 10 ml pertama dari filtrat untuk menghindarkan
kesalahan akibat adsorb oleh kertas saring. Yang terakhir menitrasi 25 ml larutan filtrat
dengan larutan 0,1 N NaOH baku dengan indikator PP. Tahap ini dilakukan sebanyak 2
kali untuk setiap larutan dan kemudian diambil Volume rata-rata NaOH yang dibutuhkan
untuk mentitrasi filtrat.
Dari percobaan Adsorbsi Isothermis ini dapat disimpulkan bahwa nilai adsorbsi
semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi larutan adsorbat yang digunakan.
Adsorben yang digunakan adalah karbon aktif yang merupakan suatu adsorben yang
sangat baik dan dapat menyebabkan besarnya adsorbsi yang terjadi kerena memiliki
permukaan yang luas. Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa proses adsorbsi asam
asetat oleh karbon aktif termasuk adsorbs fisik dan merupakan adsorbsi isotermis bertipe
Freundlich.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAKS ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ........................................................................................ I-1
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................... I-1
I.3 Tujuan Percobaan ................................................................................... I-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori ............................................................................................ II-1
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan .............................................................................. III-1
III.2 Bahan yang Digunakan ........................................................................ III-1
III.3 Alat yang Digunakan ............................................................................ III-1
III.4 Prosedur Percobaan .............................................................................. III-1
III.5 Diagram Alir Percobaan ........................................................................ III-2
III.6 Gambar Alat Percobaan ........................................................................ III-3
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan .................................................................................... IV-1
IV.2 Pembahasan .......................................................................................... IV-2
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ V-1
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ vi
DAFTAR NOTASI ................................................................................................ vii
APPENDIKS ......................................................................................................... viii
LAMPIRAN
- Laporan Sementara
- Fotokopi Literatur
- Lembar Revisi
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1.1 Adsorbsi Fisika Dan Adsorbs Kimia…...……………………………………II-2
Gambar II.1.2 Adsorbsi Koloid……. ……………………………………………………….II-3
Gambar II.1.3 Percobaan Titrasi…… ……………………………………………………….II-11
DAFTAR TABEL
Tabel II.1.3 Perbedaan Adsorbsi Fisik dan Kimia………………………………………...II-2
Tabel IV.1.1 Hasil Titrasi Larutan Asam Asetat dengan Titran 0,1 N NaOH.…………...IV-1
Tabel IV.1.2 Hasil Perhitungan N Akhir, N Kontrol, dan Faktor Koreksi……………......IV-1
Tabel IV.1.3 Hasil Perhitungan Larutan Asam Asetat……………………………………IV-2
iv
DAFTAR GRAFIK
Grafik IV.2.1 Hubungan Normalitas Asam Asetat dengan Volume Titrasi NaOH ................ IV-3
Grafik IV.2.2 Hubungan Normalitas Asam Asetat dengan mol Asam Asetat yang
Teradsorbsi ..................................................................................................... IV-4
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari proses penyerapan suatu zat larutan dan gas sering kita
jumpai, misalnya pada sakal industri berupa penyerapan zat warna. Istilah penyerapan
tersebut dikenal juga dengan Adsorbsi. Menurut Daintith (1994), Adsorpsi atau penyerapan
adalah pembentukan lapisan gas pada permukaan padatan atau kadang-kadang cairan.
Istilah adasorbsi dan absorbsi sangatlah berbeda.
Dalam proses adsorpsi ada zat yang terserap pada suatu permukaan zat lain yang
disebut adsorbat, sedangkan zat yang permukaannya dapat menyerap zat lain disebut
adsorben. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi, sebab pada proses absorpsi zat yang terserap
menembus ke dalam zat penyerap. Secara kimia absorpsi adalah masuknya gas ke dalam
padatan atau lareutan, atau masuknya cairan ke dalam padatan. Dalam proses adsorbsi
menggunakan karbon aktif berupa arang sebagai adsorban yang berfungsi untuk menyerap
zat atau larutan dalam pelarut.
Aplikasi industri dari adsorbsi yaitu pada proses penyerapan warna pada industri
tekstil . Zat warna adalah bahan yang tidak lepas dari proses industri. Penggunaan zat
warna yang paling besar diduduki oleh industri tekstil. Dan zat warna bersifat karsinogenik
sehingga dapat menyebabkan kanker, penyakit kulit dan dapat menghambat pertumbuhan
tanaman. Pada beberapa metode yang disebutkan diatas, metode adsorpsi adalah metode
yang relatif lebih murah. Proses adsorpsi oleh karbon aktif terbukti memberikan hasil yang
baik dalam menyisihkan kandungan warna maupun organik. Pemakaian karbon aktif dalam
tangki aerasi lumpur aktif menghasilkan efisiensi pengolahan yang lebih baik dan biaya
yang lebih ekonomis Untuk lebih mengetahui tentang adsorpsi zat warna oleh karbon aktif
secara lebih mendalam, maka dilakukanlah percobaan ini. Hal tersebut dimaksudkan
supaya kita bisa lebih mengerti mengenai adsorpsi tersebut dan nantinya bisa
mengaplikasikannya dalam menjaga lingkungan kita.
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana peristiwa adsorbsi isotermis dari suatu larutan pada suhu konstan?
I.3 Tujuan Percobaan
Untuk mengamati peristiwa adsorbsi isothermis dari suatu larutan pada suhu konstan.
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Adsorbsi
II.1.1 Pengertian Adsorbsi
Adsorpsi ialah melekatnya suatu partikel ion, atom maupun molekul pada permukaan
zat lain. Adsorpsi terjadi karena adanya kekuatan partikel koloid untuk menarik partikel
yang lebih ringan dikarenakan tegangan permukaan koloid yang lebih tinggi sehingga
apabila partikel menempel akan dipertahankan pada area permukaannya. Jika partikel
koloid mengadsorpsi ion positif (+) maka koloid akan bermuatan positif. Sebaliknya
apabila yang diadsorpsi adalah ion negatif (-) maka akan menjadi muatan negatif pula
(rusdan, 2013).
Adsorpsi terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan
atau cairan (zat penjerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis pada
permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida
lainnya dengan membentuk suatu larutan (wikipedia, 2013).
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang
ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, di mana terjadi suatu ikatan
kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya (wikipedia, 2013).
II.1.2 Perbedaan Adsorpsi dan Absorpsi
Perbedaan Adsorpsi dan Absorpsi terletak daya serapnya. Pada adsorpsi daya serap
koloid hanya pada permukaannya saja tetapi pada absorpsi penyerapan terjadi hingga ke
bagian dalam dibawah permukaan suatu zat. Intinya, adsorpsi di definisikan sebagai
penyerapan partikel di permukaan suatu zat, sedangkan absorpsi di definisikan sebagai
penyerapan partikel sampai ke bawah permukaan suatu zat (anonim, 2012).
II.1.3 Jenis Adsorpsi
1. Adsorpsi Fisika
Adsorbat hanya berada di permukaan adsorben dikarenakan masih kuatnya
gaya tarik-menarik antara molekul adsorbat. Gaya yang terjadi pada adsorpsi fisika
antara permukaan adsorben dengan adsorbat adalah gaya Van Der Waals, gaya
tarik-menarik yang relatif lemah. Energi aktivasi untuk terjadinya adsorpsi fisika
cukup rendah sekitar 1 kkal/mol, sehingga lebih mudah terjadi namun tidak
memiliki ikatan yang cukup kuat sehingga adsorbat rawan lepas dari adsorben.
Adsorpsi fisika membatasi kapasitas maksimal penyerapan hidrogen ke karbon
sebesar 4.2%, karena rasio hidrogen ke karbon kurang dari satu atom hidrogen per
dua atom karbon. Adsorspsi fisika bersifat reversible (widy, 2012).
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
2. Adsorpsi Kimia
Adsorbat tidak hanya di permukaan adsorben tapi juga masuk ke dalam
adsorben melalui pori-pori yang ada pada adsorben. Ikatan yang terjadi antara
adsorbat dan adsorben adalah jenis ikatan yang kuat yaitu ikatan kovalen atau
ikatan ion. Adsorpsi kimia memerlukan energi aktivasi yang lebih besar dibanding
adsorpsi fisika yaitu 10 kkal/mol (widy, 2012).
Adsorpsi kimia bersifat irreversible, dengan teoritis maksimal kapasitas
hidrogen yang dapat terserap ke karbon yaitu 16,67%, didapat dari rasio dua atom
hidrogen per satu atom karbon. Berikut adalah gambar Ilustrasi skematik (kiri)
adsorpsi fisika dan (kanan) adsorpsi kimia
Gambar II.1.3 Adsorbsi Fisika dan Adsorbsi Kimia
(widy, 2012)
Jenis adsorpsi fisika cocok untuk aplikasi media penyimpanan hidrogen pada
karbon aktif, karena tidak memerlukan energi aktivasi yang terlalu besar, serta
sifatnya yang reversible. Hidrogen yang diserap pada karbon aktif suatu saat harus
dikeluarkan atau dilepas ikatannya dengan adsorbennya, oleh karena itu sifat
irreversible yang terdapat pada adsorpsi kimia tidak diinginkan untuk kasus
adsorpsi pada media untuk penyimpanan hidrogen (widy, 2012).
Tabel II.1.3 Perbedaan Adsorpsi Fisik dan Kimia
Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia
Molekul terikat pada adsorben oleh gaya
van der Waals
Molekul terikat pada adsorben oleh
ikatan kimia
Mempunyai entalpi reaksi – 4 sampai –
40 kJ/mol
Mempunyai entalpi reaksi – 40 sampai –
800 kJ/mol
Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayer
Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di
bawah titik didih adsorbat
Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan fungsi adsorbat
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan karakteristik adsorben dan
adsorbat
Tidak melibatkan energi aktifasi tertentu Melibatkan energi aktifasi tertentu
Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
(atriyanti, 2013)
II.1.4 Contoh Adsorpsi
Contoh Adsorpsi koloid yang paling sederhana adalah yang terjadi pada koloid
Fe(OH)3 dan As2S3. Koloid Fe(OH)3 dalam air akan menyerap ion H+
sehingga bermuatan
positif. Sedangkan Koloid As2S3 akan bermuatan negatif karena permukaannya dapat
menyerap ion S2-
Gambar II.1.4 Adsorbsi Koloid
(anonim, 2012)
II.1.5 Manfaat dan Kegunaan Adsorpsi Koloid
Adsorpsi sebagai salah satu sifat koloid mempunyai manfaat yang sangat banyak,
diantaranya:
1. Pemutihan gula pasir
2. Pewarnaan serat wol, kapas atau sutera
3. Penjernihan air sol Al(OH)3 atau tawas
4. Penggunaan norit untuk mengobati sakit perut
5. Pembersihan dengan sabun
6. Penyerapan humus oleh tanah liat
(anonim, 2012)
II.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses Adsorpsi
1. Kecepatan Pengadukan
Kecepatan pengadukan berpengaruh pada kecepatan proses adsorpsi dan
kualitas bahan yang di hasilkan. Jika pemgadukan terlalu lambat maka proses akan
berjalan proses adsorpsi akan berjalan lambat juga. Tetapi jika pengadukan terlalu
cepat maka akan muncul kemungkinan struktur adsorbat mengalami kerusakan.
2. Luas Permukaan
Semakin luas permukaan adsorben maka semakin banyak zat yang teradsorpsi.
3. Jenis dan Karakteristik Adsorban
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Jenis adsorben yang digunakan umumnya adalah karbon aktif. Ukuran
partikel dan luas permukaan karbon aktif akan menentukan tingkat dan kemampuan
adsorpsi. Ukuran partikel karbon mempengaruhi tingkat adsorbsi yaitu tingkat
adsorbsi naik jika ukuran partikel kecil. Oleh karena itu adsorbsi menggunakan
karbon PAC (Powdered Acivated Carbon) lebih cepat dibandingkan dengan
menggunakan karbon GAC (Granular Acivated Carbon). Kapasitas total adsorbsi
karbon tergantung pada luas permukaannya. Ukuran partikel karbon tidak
mempengaruhi luas permukaanya. Oleh sebab itu GAC atau PAC dengan berat
yang sama memiliki kapasitas adsorbsi yang sama.
4. Jenis dan karakteristik adsorbat
Jenis adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah diadsorpsi
dibandingkan rantai yang lurus. Kemampuan adsorpsi adsorbat biasanya akan
meningkat jika memiliki polarisabilitas dan berat molekul yang tinggi.
5. Kelarutan Adsorbat
Senyawa yang terlarut memiliki gaya tarik-menarik yang kuat terhadap
pelarutnya sehingga lebih sulit diadsorbsi dibandingkan senyawa tidak larut.
6. Struktur molekul adsorbat dan kosentrasinya
Hidroksil dan amino dapat mengurangi kemampuan adsorpsi, sedangkan
Nitrogen meningkatkan kemampuan tersebut. Semakin besar konsentrasi adsorbat
dalam larutan maka semakin banyak jumlah substansi yang terkumpul pada
permukaan adsorben.
7. pH
Tingkat keasaman adsorbat berpengaruh pada proses adsorpsi. Asam organik
lebih mudah teradsorbsi pada pH rendah, sedangkan adsorbsi basa organik efektif
pada pH tinggi.
8. Temperatur
Naik turunnya tingkat adsorpsi di pengaruhi oleh temperatur. Pemanasan
adsorben akan menyebabkan pori-pori adsorben terbuka sehingga daya serapnya
meningkat. Tetapi pemanasan yang terlalu juga dapat membuat struktur adsorben
rusak sehingga daya serapnya menurun.
(azizah, 2013)
II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
II.2 Adsorbsi Isotermis
II.2.1 Pengertian Adsorbsi Isotermis
Adsorpsi isotermis adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara
fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada
temperatur tertentu (anonim, 2008).
II.2.2 Hubungan Matermatik Adsorbsi Isotermis
Ada tiga jenis hubungan matematik yang umumnya digunakan untuk menjelaskan adsorpsi
isotermis
1. Isoterm Langmuir
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa:
a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat
mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya.
Tidak ada interaksi antara molekul-molekul yang terserap.
b. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
Namun, biasanya asumsi-asumsi sulit diterapkan karena hal-hal berikut:
selalu ada ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorpsi tidak
inert dan mekanisme adsorpsi pada molekul pertama sangat berbeda
dengan mekanisme pada molekul terakhir yang teradsorpsi.
Langmuir mengemukakan bahwa mekanisme adsorpsi yang terjadi
adalah sebagai berikut: A(g) + S AS, dimana A adalah molekul gas
dan S adalah permukaan adsorpsi (anonim, 2008).
Grafik II.2.2.1 Isoterm Langmuir
(Delta, 2013)
II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
2. Isoterm Brunauer, Emmet, and Teller (BET).
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang
homogen. Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi bahwa
molekul-molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di
permukaannya. Pada isoterm ini, mekanisme adsoprsi untuk setiap proses
adsorpsi berbeda-beda (anonim, 2008).
Mekanisme yang diajukan dalam isoterm ini adalah Langmuir biasanya
lebih baik apabila diterapkan untuk adsorpsi kimia, sedangkan isoterm BET akan
lebih baik daripada isotherm Langmuir bila diterapkan untuk adsoprsi fisik
(anonim, 2008).
Grafik II.2.2.2 Isoterm BET
(Delta, 2013)
3. Isoterm Freundlich
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm
adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh
Freundlich. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai
permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan
yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan persamaan yang paling banyak
digunakan saat ini (anonim, 2008).
Persamaannya adalah x/m = kC1/n
x/m = kC1/n
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Keterangan:
x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg)
m = massa dari adsorben (mg)
C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan
k,n = konstanta adsorben
(anonim, 2008)
Dari persamaan tersebut, jika konstentrasi larutan dalam kesetimbangan
diplot sebagai ordinat dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai absis
pada koordinat logaritmik, akan diperoleh gradien n dan intersep k. Dari isoterm
ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan
digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini
dapat ditentukan efisiensi dari suatu adsorben (anonim, 2008).
Grafik II.2.2.3 Isoterm Freundlich
(Delta, 2013)
II.2.3 Hal-hal yang dapat dilihat dari kurva isotermis
1. Kurva isoterm yang cenderung datar rtinya, isoterm yang digunakan menyerap
pada kapasitas konstan melebihi daerah kesetimbangan
2. Kurva isoterm yang curam artinya kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi kesetimbangan.
(anonim, 2008)
Adsorpsi ion logam oleh material padat secara kuantitatif mengikuti persamaan
Langmuir. Persamaan Langmuir merupakan tinjauan teoritis proses adsorpsi.
C/(x/m) = 1/Kb + C/b
II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Persamaan tersebut dapat digunakan pada adsorpsi oleh padatan. Konstanta pada
persamaan adsorpsi Langmuir menunjukan besarnya adsorpsi maksimum oleh adsorben,
dan K menunjukkan konstanta yang dihubungkan dengan energi ikat (anonim, 2008).
Terdapat perbedaan antara berat teradsorp teoritis dan eksperimen. Hal tersebut
menunjukan bahwa berkurangnya konsentrasi ion logam tidak hanya terjadi karena
adsorpsi secara pertukaran ion, tetapi terjadi juga pemerangkapan ion logam pada pori-pori
membran (anonim, 2008).
II.2.4 Grafik Adsorpsi Isotermis
Grafik II.2.4.1 Adsorpsi Isotermis
(Amrita, 2013)
Adsorbsi isotermis dibedakan menjadi 5 tipe:
a. Adsorpsi isotermis tipe I
Grafik II.2.4.2 Adsorpsi Isotermis Tipe I
(Amrita, 2013)
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Grafik di atas menggambarkan monolayer adsorpsi.
Grafik ini dapat dengan mudah dijelaskan menggunakan Langmuir Isoterm
Adsorpsi.
Jika persamaan BET, ketika P/P0 << 1 dan c >> 1, maka menyebabkan
pembentukan monolayer dan Tipe I Adsorpsi Isoterm diperoleh.
Contoh tipe-I adalah adsorpsi Adsorpsi Nitrogen (N2) atau Hidrogen (H)
pada arang pada suhu dekat -1800 ° C.
(Amrita, 2013)
b. Adsorpsi Isotermis Tipe II
Grafik II.2.4.3 Adsorpsi Isotermis Tipe II
(Amrita, 2013)
Adsorpsi Isoterm Tipe II menunjukkan penyimpangan besar dari model Langmuir
adsorpsi:
Wilayah datar menengah dalam isoterm sesuai dengan pembentukan
monolayer.
Dalam persamaan BET, nilai C harus sangat besar dibandingkan dengan
Contoh adsorpsi Type-II adalah Nitrogen (N2 (g)) terserap pada -1.950 ° C
pada Besi (Fe) katalis dan Nitrogen (N2 (g)) terserap pada -1.950 ° C pada
silika gel.
(Amrita, 2013)
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
c. Adsorbsi Isotermis Tipe III
Grafik II.2.4.4 Adsorbsi Isotermis Tipe III
(Amrita, 2013)
Type III Adsorpsi Isoterm juga menunjukkan penyimpangan besar dari model
Langmuir.
Dalam nilai persamaan BET jika C <<< 1 Type III Adsorpsi Isoterm diperoleh
pembentukan multilayer.
Tidak ada bagian flattish dalam kurva yang menunjukkan bahwa pembentukan
monolayer hilang.
Contoh Tipe III Adsorpsi Isoterm adalah Brom (Br2) pada 790 ° C pada silika
gel atau Iodine (I2) pada 790 ° C pada silika gel.
(Amrita, 2013)
d. Adsorbsi isotermis tipe IV
Gambar II.2.4.5 Adsorbsi Isotermis Tipe IV
(Amrita, 2013)
Tipe IV adsorpsi Isotermis
Pada daerah tekanan rendah dari grafik ini sangat mirip dengan tipe II. Hal ini
menjelaskan pembentukan monolayer diikuti oleh multilayer.
II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Wilayah datar menengah dalam isoterm sesuai dengan pembentukan
monolayer.
Tingkat kejenuhan mencapai pada tekanan di bawah tekanan uap jenuh. Hal
ini dapat dijelaskan atas dasar kemungkinan gas semakin kental di pori-pori
kapiler kecil adsorben pada tekanan di bawah tekanan saturasi (PS) gas.
Contoh Tipe IV Adsorpsi Isoterm adsorpsi adalah Benzene pada Iron Oxide
(Fe2O3) pada 500 ° C dan adsorpsi Benzene pada silika gel pada 500 ° C.
(Amrita, 2013)
e. Adsorbsi Isotermis Tipe V
Gambar II.2.4.6 Adsorbsi Isotermis Tipe V
(Amrita, 2013)
Tipe V adsorpsi Isoterm
Contoh Type V Adsorpsi Isoterm adsorpsi adalah Air (uap) pada 1000 ° C pada
arang.
Tipe IV dan V menunjukkan fenomena kondensasi kapiler gas.
(Amrita, 2013)
II.2.5 Arang Aktif
Arang adalah padatan berpori hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon.
Arang tersusun dari atom-atom karbon yng berikatan secara kovalen membentuk struktur
heksagonal datar dengan sebuah atom C pada setiap sudutnya. Susunan kisi-kisi
heksagonal datar ini tampak seolah-olah seperti pelat-pelat datar yang saling bertumpuk
dengan sela-sela di antaranya (atriyanti, 2013).
Sebagian pori-pori yang terdapat dalam arang masih tertutup oleh hidrokarbon dan
senyawa organik lainnya. Komponen arang ini meliputi karbon terikat, abu, air, nitrogen,
dan sulfur yang mempunyai luas permukaan dan jumlah pori sangat banyak. Karbon aktif
berbentuk kristal mikro karbon grafit yang pori-porinya telah mengalami pengembangan
II-12
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
kemampuan untuk mengadsorpsi gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak
larut atau yang terdispersi dalam cairan. Luas permukaan, dimensi, dan distribusi karbon
aktif bergantung pada bahan baku, pengarangan, dan proses aktivasi. Berdasarkan ukuran
porinya, ukuran pori karbon aktif diklasifikasikan menjadi 3, yaitu mikropori (diameter <2
nm), mesopori (diameter 2–50 nm), dan makropori (diameter >50 nm) (atriyanti, 2013).
Berdasarkan fungsinya karbon karbon aktif dibedakan menjadi 2 yaitu Karbon
adsorben gas (gas adsorbent carbon). Jenis arang ini digunakan untuk mengadsorpsi
kotoran berupa gas. Pori-pori yang terdapat pada karbon aktif jenis ini tergolong mikropori
yang menyebabkan molekul gas akan mampu melewatinya, tetapi molekul dari cairan tidak
bisa melewatinya. Karbon aktif jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung kelapa.
Selanjutnya adalah karbon fasa cair (liquid-phase carbon). Karbon aktif jenis ini
digunakan untuk mengadsorpai kotoran atau zat yang tidak diinginkan dari cairan atau
larutan. Jenis pori-pori dari karbon aktif ini adalah makropori yang memungkinkan
molekul berukuran besar untuk masuk. Karbon jenis ini biasanya berasal dari batu bara,
misalnya ampas tebu dan sekam padi (atriyanti, 2013).
Aktivasi adalah perubahan fisik berupa peningkatan luas permukaan karbon aktif
dengan penghilangan hidrokarbon. Ada dua macam aktifasi, yaitu aktivasi fisika dan
kimia. Aktivasi kimia dilakukan dengan merendam karbon dalam H3PO4, ZnCl2, NH4Cl,
dan AlCl3 sedangkan aktivasi fisika menggunakan gas pengoksidasi seperti udara, uap air
atau CO2 (atriyanti, 2013).
II.3 Titrasi Asam Basa
II.3.1 Pengertian Titrasi Asam Basa
Gambar II.3.1 Percobaan Titrasi
II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Titrasi asam-basa sering disebut juga dengan titrasi netralisasi. Dalam titrasi ini, kita
dapat menggunakan larutan standar asam dan larutan standar basa. Reaksi netralisasi
terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion hidroksida sebagai basa dan
membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga
dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa)
(voesvita, 2013).
Dalam menganalisis sampel yang bersifat basa, maka kita dapat menggunakan
larutan standar asam, metode ini dikenal dengan istilah asidimetri. Sebaliknya jika kita
menentukan sampel yang bersifat asam, kita akan menggunkan lartan standar basa dan
dikenal dengan istilah alkalimetri (voesvita, 2013).
Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati perubahan
pH, khususnya pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk
mengurangi kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari indicator (voesvita, 2013).
Grafik II.3.1 Titrasi Alkalimetri dengan Larutan Standar Basa NaOH
Analit bersifat asam pH mula-mula rendah, penambahan basa menyebabkan pH naik
secara perlahan dan bertambah cepat ketika akan mencapai titik ekuivalen (pH=7).
Penambahan selanjutnya menyebakan larutan kelebihan basa sehingga pH terus meningkat.
Dari Gambar II.1 juga diperoleh informasi indikator yang tepat untuk digunakan dalam
titrasi ini dengan kisaran pH pH 7 – 10 (voesvita, 2013).
II-14
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Tabel II.3.1 Indikator dan perubahan warnanya pada pH tertentu
Pamanfaatan teknik ini cukup luas, untuk alkalimetri telah dipergunakan untuk
menentukan kadar asam sitrat. Titrasi dilakukan dengan melarutkan sampel sekitar 300 mg
kedalam 100 ml air. Titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0.1 N dengan
menggunakan indikator phenolftalein. Titik akhir titrasi diketahui dari larutan tidak
berwarna berubah menjadi merah muda. Selain itu alkalimetri juga dipergunakan untuk
menganalisis asam salisilat, proses titrasi dilakukan dengan cara melarutkan 250 mg
sampel kedalam 15 ml etanol 95% dan tambahkan 20 ml air. Titrasi dengan NaOH 0.1 N
menggunakan indikator phenolftalein, hingga larutan berubah menjadi merah muda
(voesvita, 2013).
Teknik asidimetri juga telah dimanfaatkan secara meluas misalnya dalam pengujian
boraks yang seringa dipergunakan oleh para penjual bakso. Proses analisis dilakukan
dengan melaruitkan sampel seberat 500 mg kedalam 50 mL air dan ditambahkan beberapa
tetes indikator metal orange, selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,1 N (voesvita, 2013).
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan
reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang
melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi
asam basa) (voesvita, 2013).
II-15
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrat” dan biasanya diletakan di
dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai
“titran” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titran maupun titrat biasanya
berupa larutan (voesvita, 2013).
II.3.2 Prinsip Titrasi Asam basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titran ataupun titrat. Titrasi
asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrat ditambahkan titran sedikit demi sedikit
sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrat dan titran tepat
habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”. Pada saat titik ekuivalent ini
maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titran yang diperlukan
untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrat, volume dan
konsentrasi titran maka kita bisa menghitung kadar titrat (voesvita, 2013).
II.3.3 Cara Mengetahui Titik Ekuivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh
kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrat sebelum
proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen
terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
(voesvita, 2013)
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam
basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan
indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes
(voesvita, 2013).
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang
tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan
dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”
(voesvita, 2013).
II-16
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
II.3.4 Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen
basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka
rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH
– (pada basa)
(voesvita, 2013)
II.4 MSDS
II.4.1 MSDS Natrium Hidroksida
Natrium Hidroksida atau bisa disebut dengan NaOH mempunyai MSDS dibawah ini :
SIFAT FISIKA dan KIMIA :
Keadaan fisik dan penampilan: Solid.
Bau: berbau.
Molekul Berat: 40 g / mol
Warna: Putih.
pH (1% soln / air): [. Dasar] 13,5
Titik Didih: 1388 ° C (2530,4 ° F)
Melting Point: 323 ° C (613,4 ° F)
Spesifik Gravity: 2.13 (Air = 1)
Properti Dispersi: Lihat kelarutan dalam air.
Kelarutan: Mudah larut dalam air dingin.
(Anam, 2012)
II-17
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
PENANGANAN :
Kontak Mata:
Periksa dan lepaskan jika ada lensa kontak. Dalam kasus terjadi kontak, segera siram mata
dengan banyak air sekurang-kurangnya 15 menit. Air dingin dapat digunakan. Dapatkan
perawatan medis.
Kontak Kulit :
Dalam kasus terjadi kontak, segera basuh kulit dengan banyak air sedikitnya selama 15
menit dengan mengeluarkan pakaian yang terkontaminasi dan sepatu. Tutupi kulit yang
teriritasi dengan yg sesuatu melunakkan. Air dingin mungkin dapat digunakan pakaian.cuci
sebelum digunakan kembali. benar-benar bersih sepatu sebelum digunakan kembali.
Dapatkan perawatan medis dengan segera.
Kulit Serius :
Cuci dengan sabun desinfektan dan menutupi kulit terkontaminasi dengan krim anti-
bakteri.
Inhalasi:
Jika terhirup, pindahkan ke udara segar. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan buatan.
Jika sulit bernapas, berikan oksigen. Dapatkan segera perhatian medis.
Serius Terhirup:
Evakuasi korban ke daerah yang aman secepatnya. Longgarkan pakaian yang ketat seperti
kerah, dasi, ikat pinggang atau ikat pinggang. jika sulit bernapas, beri oksigen. Jika korban
tidak bernafas, lakukan pernafasan dari mulut ke mulut.
(Anam, 2012)
PERINGATAN:
Ini mungkin berbahaya bagi orang yang memberikan bantuan lewat mulut ke mulut
(resusitasi) bila bahan dihirup adalah racun, infeksi atau korosif. Cari bantuan medis
segera.
Tertelan:
Jangan mengusahakan muntah kecuali bila diarahkan berbuat demikian oleh personel
medis. Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada korban yang sadar.
Longgarkan pakaian yang ketat seperti kerah, dasi, ikat pinggang atau ikat pinggang.
(Anam, 2012)
III-1
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
1. Kecepatan pengadukan : 180 rpm
2. Waktu pengadukan : 30 menit
III.2 Bahan Yang Digunakan
1. Larutan NaOH 0,1N
2. Larutan Asam Asetat (0,15N, 0,12N, 0,09N, 0,06N, 0,03N, 0,015N)
3. Karbon aktif
4. Indikator PP
5. Aquadest
III.3 Alat Yang Digunakan
1. Erlenmeyer
2. Beaker glass
3. Pipet tetes
4. Corong kaca
5. Gelas ukur
6. Shaker
7. Buret, Klem holder, Statif
8. Kertas saring
9. Labu ukur
III.4 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Letakkan 1 gr karbon aktif ke dalam 6 erlenmeyer.
3. Membuat larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N, 0,12N, 0,09N, 0,06N,
0,03N, 0,015N dengan volume masing-masing 100ml. larutan 0,12N, 0,09N,
0,06N, 0,03N, dan 0,015N dibuat dari larutan 0,15N.
4. Memasukkan 100ml larutan 0,03N asam asetat ke dalam Erlenmeyer yang tidak ada
karbon aktifnya yang selanjutnya akan digunakan sebagai kontrol.
III-2
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
5. Menutup semua Erlenmeyer tersebut dan kocok secara periodik selama 30 menit,
kemudian diamkan paling sedikit selama satu jam agar terjadi kesetimbangan.
6. Menyaring masing-masing larutan memakai kertas saring halus, buang 10ml pertama
dari filtrat untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorbsi oleh kertas saring.
7. Menitrasi 25ml larutan filtrat dengan larutan 0,1N NaOH baku dengan indikator PP,
tahap ini dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap larutan.
III-3
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.5 Diagram Alir
MULAI
Menyiapkan alat dan bahan.
Meletakkan 1gr karbon aktif ke dalam 6 erlenmeyer
Membuat larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N, 0,12N, 0,09N,
0,06N, 0,03N, 0,015N denagn volume masing-masing 100ml. larutan
0,12N, 0,09N, 0,06N, 0,03N, dan 0,015N dibuat dari larutan 0,15N
Menyaring masing-masing larutan memakai kertas saring halus, buang
10ml pertama dari filtrate untuk menghindarkan kesalahan akibat
adsorbsi oleh kertas saring
Menutup semua Erlenmeyer tersebut dan mengocok secara periodic
selama 30 menit, kemudian mendiamkan paling sedikit selama satu jam
agar terjadi kesetimbangan
SELESAI
Menitrasi 25ml larutan filtrate dengan larutan 0,1N NaOH baku dengan
indicator PP, tahap ini dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap larutan
Memasukkan 100ml larutan 0,03N asam asetat ke dalam Erlenmeyer
yang tidak ada karbon aktifnya sebagai kontrol
III-4
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.6 Gambar Alat
Erlenmeyer
rr
Gelas ukur
Kertas saring Pipet tetes
Buret, statif, klem holder
Tabung reaksi
III-5
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Corong kaca
Labu ukur
Shaker
IV-1
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
Tabel IV.1 Hasil Titrasi Larutan Filtrat Asam Asetat (CH3COOH) dengan Titran 0,1 NaOH
Bahan Variabel Volume Titran 0,1 NaOH Volume Rata-
Rata NaOH Volume pertama
(V1)
Volume Kedua
(V2)
Larutan
Asam Asetat
(CH3COOH)
0,15 35,6 35,8 35,7
0,12 33,2 33,4 33,3
0,09 24,9 24,8 24,85
0,06 20,6 20,3 20,45
0,03 19,3 19,5 19,4
0,03* 9,4 9,4 9,4
0,015 18,1 18,2 18,05
*Tanpa karbon
Tabel IV.1.2 Hasil Perhitungan N akhir, N Kontrol, dan Faktor Koreksi
Bahan Variabel N
NaOH
V Rata-rata
NaOH (ml) N akhir N kontrol
Faktor
Koreksi
Larutan
Asam Asetat
0,15 0,1 35,7 0,14 0,03 4,7
0,12 0,1 33,3 0,13 0,03 4,3
0,09 0,1 24,85 0,09 0,03 3
0,06 0,1 20,45 0,08 0,03 2,7
0,03 0,1 19,4 0,07 0,03 2,6
0,03* 0,1 9,4 0,03 0,03 1
0,015 0,1 18,05 0,07 0,03 2,4
IV-2
Bab IV Hasil Dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Tabel IV.1.3 Hasil Perhitungan Larutan Asam Asetat Sebelum dan Sesudah Teradsorbsi oleh
Karbon Aktif
Bahan
Variabel
Faktor
Koreksi
N
Teori
Jumlah mol
Awal Akhir Teradsorbsi
Larutan
Asam Asetat
0,15 4,7 0,70 3,75 3,57 0,22
0,12 4,3 0,51 3 3,3 -0,3
0,09 3 0,27 2,25 2,48 -0,23
0,06 2,7 0,16 1,5 2,02 -0,52
0,03 2,6 0,07 0,75 1,92 -1,17
0,03* 1 0,03 0,75 0,75 0
0,015 2,4 0,036 0,375 1,82 -1,45
*Tanpa Karbon
IV.3 Pembahasan
Pada percobaan adsorbsi isothermis bertujuan untuk mengamati peristiwa adsorbsi
isothermis dari suatu larutan pada suhu konstan. Adsorpsi adalah gejala pengumpulan
molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain sebagai akibat daripada
ketidakjenuhan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Percobaan yang dilakuakan pada
bab adsorpsi isothermis yaitu menggunakan adsorben arang aktif dan adsorbat berupa
larutan organik yaitu asam asetat dengan variasi 6 konsentrasi. Konsentrasi larutan asam
asetat yaitu 0,12 N; 0,15 N; 0,05 N; 0,015 N; 0,02 N; 0,03 N. Sementara suhu dan
waktu pengocokan dibuat konstan.
Arang digunakan untuk mengadsorpsi asam asetat dengan variasi konsentrasi
yaitu, 0,12 N; 0,15 N; 0,05 N; 0,015 N; 0,02 N; 0,03 N diperoleh dari hasil titrasi
dengan NaOH 0,1 N. Asam asetat yang dititrasi berasal dari sisa asam yang telah
diadsobrsi oleh arang pada percobaan ini. Massa arang yang digunakan dalam setiap
konsentrasi adalah 1 gram. Volume asam asetat yang digunakan dalam adsorpsi adalah
100 ml. Langkah pertama, yaitu memasukkan 1 gram arang aktif kedalam Erlenmeyer
dan menambahkan asam asetat dengan konsentrasi yang ada sebanyak 100 ml
IV-3
Bab IV Hasil Dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
kemudian tutup Erlenmeyer dan mengocoknya selama 30 menit dengan perlakuan
pengocokan setiap 5 menit dengan rentang rehat 5 menit dan suhu tetap dijaga konstan.
Langkah ini dilakukan untuk menjaga kestabilan adsorben dalam mengadsorpsi
adsorbat.
Setelah total waktu pengocokan selama 30 menit, larutan disaring dengan kertas
saring kemudian membuang 10 ml pertama dari hasil saringan (filtrate) untuk
menghindarkan kesalahan akibat adsorbsi oleh kertas saring. Kemudian mengambil 25
ml larutan filtrate untuk dititrasi dengan larutan baku NaOH. Larutan baku yang
digunakan adalah NaOH 0,1 N. Pada proses ini, digunakan volume asam asetat yang
bervariasi untuk mengetahui banyaknya asam asetat yang teradsorpsi oleh arang dan
pengaruh konsentrasi terhadap banyaknya zat yang teradsorpsi. Untuk mengetahui titik
akhir titrasi digunakan indikator PP (phenolphthalein) yang mempunyai PH 8,2-10
(bersifat basa), untuk menguji asam digunkan larutan standar basa. Pada saat titik akhir
titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
Pada tahap titrasi dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap konsentrasi larutan dan
kemudian diambil volume titran (0,1 N NaOH) rata-rata.
Dari data pengamatan dan hasil perhitungan, konsentrasi asam asetat sebelum
adsorpsi lebih tinggi daripada setelah adsorpsi. Hal ini karena asam asetat telah
diadsorpsi oleh arang aktif.
Grafik IV.2.1 Hubungan Normalitas Asam Asetat dengan Volume
Titrasi NaOH
IV-4
Bab IV Hasil Dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa volume rata-rata NaOH pada
normalitas 0,15 N sebesar 35,7 ml, pada 0,12 N volume rata-rata NaOH sebesar 33,3
ml, pada 0,09 volume rata-rata NaOH sebesar 24,85 ml, pada 0,06 N volume rata-rata
NaOH sebesar 20,45 ml, pada 0,03 N volume rata-rata NaOH sebesar 19,4 ml, pada
0,03* N volume rata-rata NaOH sebesar 9,4 ml, pada 0,015 N volume rata-rata NaOH
sebesar 18,1 ml. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar normalitas
larutan asam asetat maka semakin besar pula volume NaOH yang dibutuhkan untuk
mentitrasi larutan asam asetat tersebut. Hal ini sesuai dengan teori dimana nilai adsorbsi
semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi larutan yang diukur. Dari data
tersebut dapat diperoleh rumus perhitungan sebagai berikut :
Selain volume NaOH yang dititrasi terhadap larutan asam asetat, faktor
pengadukan juga berpengaruh dimana semakin lama waktu adsorbsi (pengadukan dan
didiamkan), maka volume titran yang diperlukan semakin sedikit.
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa jumlah mol asam asetat pada
normalitas 0,15 N sebesar 0,22 , pada 0,12 N mol yang teradsorbsi sebesar -0,3, pada
0,09 N mol yang teradsorbsi sebesar -0,23, pada 0,06 N mol yang teradsorbsi sebesar -
0.52, pada 0,03 N mol yang teradsorbsi sebesar -1,17, pada 0,03* N mol yang
Volume rata-rata NaOH = V1 NaOH x V2
NaOH
2
Grafik IV.2.2 Hubungan Normalitas Asam Asetat dengan
mol Asam Asetat yang Teradsorbsi
IV-5
Bab IV Hasil Dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
teradsorbsi sebesar 0, dan 0,015 N mol yang teradsorbsi sebesar -1,45. Hal ini tidak
sesuai dengan rumus mol teradsorbsi. Karena hal ini dapat disebabkan oleh rusaknya
indikator pp yang digunakan pada saat titrasi. Rumus mol teradsorbsi yaitu, sebagai
berikut :
Pada percobaan adsorbsi larutan asam asetat oleh karbon aktif ini termasuk dari
peristiwa adsorbsi fisik. karena banyak hal yang menunjukkan bahwa penyerapan
larutan asam asetat oleh karbon aktif termasuk adsorbsi isotermis fisik, yaitu adsorbsi
tidak terjadi pada suhu yang tinggi dan sifatnya tidak spesifik. Hal ini sesuai dengan
literature yang menyatakan bahwa penyerapan suatu zat oleh karbon aktif merupakan
jenis adsorbsi fisik. Karena pada proses penyerapan ini tidak memerlukan energy
aktivasi yang terlalu besar, serta sifatnya yang reversible. Zat yang diserap pada karbon
aktif suatu saat harus dikeluarkan atau dilepas ikatannya dengan adsorbennya, oleh
karena itu sifat irreversible yang terdapat pada adsorbsi kimia tidak diinginkan untuk
kasus adsorbsi (widy, 2012).
Selain itu, dengan percobaan ini juga dapat diketahui tipe adsorbsi asam asetat
oleh karbon aktif. Yaitu merupakan adsorbsi isotermis tipe Freundlich, karena adsorbs
ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan
tiap molekulnya mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda.
Teradsorbsi = n awal – n akhir
V-1
BAB V
KESIMPULAN
V.1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada normalitas 0,15 N mol yang teradsorbsi sebesar 0,22 mol, pada 0,12 N mol
yang teradsorbsi sebesar -0,3 mol, pada 0,9 N mol yang teradsorbsi sebesar -0,23
mol, pada 0,06 N mol yang teradsorbsi -0,52 mol, pada 0,03 N tidak ada mol yang
teradsorbsi, dan pada 0,015 N mol yang teradsorbsi sebesar -1,45 mol.
2. Semakin besar normalitas larutan asam asetat maka semakin besar pula volume
NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi larutan asam asetat tersebut.
3. Semakin besar normalitas larutan asam asetat semakin besar pula faktor koreksi
yang diperoleh. Hal ini dapat disimpulkan bahwa normalitas asam asetat berbanding
lurus dengan faktor koreksi.
4. Proses penyerapan asam asetat oleh karbon aktif termasuk adsorbsi fisik.
5. Proses penyerapan asam asetat oleh karbon aktif termasuk adsorbsi isotermis tipe
Freundlich.
vi
DAFTAR PUSTAKA
Amrita. (2013). vlab. Retrieved nopember 24, 2013, from vlab.co.in:
http://amrita.vlab.co.in/?sub=2&brch=190&sim=606&cnt=1
Anam, k. (2012, Maret). blogspot. Retrieved nopember 23, 2013, from blogspot.com:
http://khoirulazam89.blogspot.com/2012/03/msds-natrium-hidroksida.html
anonim. (2012, mei). kamuslife. Retrieved nopember 23, 2013, from kamuslife.com:
http://www.kamuslife.com/2012/05/adsorpsi-pengertian-dan-definisi-sifat.html
anonim. (2008, desember 03). wordpress. Retrieved nopember 23, 2013, from wordpress.com:
http://smk3ae.wordpress.com/2008/12/03/isotherm-adsorpsi
atriyanti, y. (2013). wordpress. Retrieved nopember 23, 2013, from wordpress.com:
http://yulia4ict.wordpress.com/kimia/laporan-kimia-fisika/isoterm-adsorbsi-karbon-aktif-2
azizah, n. (2013, April). kamusq. Retrieved nopember 23, 2013, from kamusq.com:
http://www.kamusq.com/2013/04/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-proses.html
rusdan, d. (2013, september 01). wordpress. Retrieved nopember 23, 2013, from wordpress.com:
https://dadan0793.wordpress.com/2013/09/01/pengertian-adsorpsi-dalam-ilmu-kimia
voesvita, v. (2013). wordpress. Retrieved nopember 23, 2013, from wordpress.com:
http://jenggaluchemistry.wordpress.com/titrasi-asam-basa
widy, s. (2012). blogspot. Retrieved nopember 23, 2013, from blogspot.com:
http://fannowidy.blogspot.com/2012/06/jenis-adsorpsi.html
wikipedia. (2013). Retrieved nopember 23, 2013, from wikipedia.com:
http://id.wikipedia.org/wiki/Adsorpsi
vii
DAFTAR NOTASI
Notasi Nama Notasi Satuan
M Molaritas M
N Normalitas N
n mol mmol
m Massa gram
Mr Massa atom relatif gram/mol
V Volume ml
viii
APPENDIKS
1. Perhitungan N CH3COOH
M = % x x10 x ρ
BM
=100.10.1,05
60
= 17,5 M
N = M.e
= 17,5.1
=17,5 N
2. Menghitung pengenceran
N1.V1 = N2.V2
1. 17,5.x = 0,15.1000
x = 8,6 ml
2. 0,15.x = 0,12.100
x = 80 ml
3. 0,15.x = 0,09.100
x = 60 ml
4. 0,15.x = 0,06. 100
x = 40 ml
5. 0,15.x = 0,03 100
x = 20 ml
6. 0,15 x = 0,015.100
x = 10 ml
3. Perhitungan membuat larutan NaOH 0,1 N
M = N.e = 0,1.1 = 0,1
M = m
Mr x
1000
v
ix
0,1 = m
40 x
1000
500
m = 2 gram
4. Perhitungan N akhir
Nakhir x Vtitran = NNaOH x Vrata-rata
Nakhir = NNaOH x Vrata-rata
Vtitran
Nakhir 0,15N = 0,1 x 35,7
25 = 0,1428 N ≅ 0,14 N
Nakhir 0,12N = 0,1 x 33,3
25 = 0,1332 N ≅ 0,13 N
Nakhir 0,09N = 0,1 x 24,85
25 = 0,0994 N ≅ 0,09 N
Nakhir 0,06N = 0,1 x 20,45
25 = 0,081 N ≅ 0,08 N
Nakhir 0,03N = 0,1 x 19,4
25 = 0,077 N ≅ 0,077 N
Nakhir 0,03N * =
0,1 x 9,4
25 = 0,03 N ≅ 0,03 N
Nakhir 0,015N = 0,1 x 18,15
25 = 0,0726 N ≅ 0,072 N
5. Perhitungan faktor koreksi Nkontrol
Faktor koreksi =Nakhir
Nkontrol
Faktor koreksi 0,15N = 0,140,03
= 4,6667
Faktor koreksi 0,12N = 0,130,03
= 4,3333
Faktor koreksi 0,09N = 0,090,03
= 3
Faktor koreksi 0,06N = 0,080,03
= 2,6667
x
Faktor koreksi 0,03N = 0,0770,03
= 2,5667
Faktor koreksi 0,015N = 0,0720,03
= 2,4
6. Perhitungan nawal
n awal 0,15 N = 0,15 N x 25 ml = 3,75 mmol
n awal 0,12 N = 0,12 N x 25 ml = 3 mmol
n awal 0,09 N = 0,09 N x 25 ml =2,25 mmol
n awal 0,06N = 0,06 N x 25 ml = 1,5 mmol
n awal 0,03 N = 0,03 N x 25 ml = 0,75 mmol
n awal 0,15 N = 0,015 N x 25 ml = 0,375 mmol
7. Perhitungan nakhir
n akhir 0,15 N = 0,1428 N x 25 ml = 3,57 mmol
n awal 0,12 N = 0,1332 N x 25 ml = 3,33 mmol
n awal 0,09 N = 0,0994 N x 25 ml = 2,485 mmol
n awal 0,06N = 0,081 N x 25 ml = 2,025 mmol
n awal 0,03 N = 0,077 N x 25 ml = 1,925 mmol
n awal 0,15 N = 0,0726 N x 25 ml = 1,815 mmol