ibadah
TRANSCRIPT
![Page 1: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Ibadah adalah masalah terpokok dalam ajaran agama islam, karena
hakekat diciptakannya manusia di muka bumi ini adalah untuk beribadah.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-dzariyat 56 :
“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”
Ibadah merupakan pengabdian dan dedikasi terhadap semangat hidup yang
bertujuan untuk mendapatkan keridhaahn Allah SWT, karena Allah SWT-lah
yang telah menciptakan dan memberi kehidupan kepada manusia dan makhluk
lainnya.
Perlu ditegaskan bahwa ibadah merupakan hak Allah SWT atas hamba-
Nya. Yang dijelaskan dalam sebuah dialog antara Rasulullah SAW dengan
seorang sahabat yaitu Mu’az bin Jabal (W.18H/639M) sebagai berikut :
“ Wahai Mu’az tahukah engkau tentang hak Allah terhadap hamba-hambaNya? “
Jawab Mu’az “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahuinya”. Rasulullah
menjelaskan: “Hak Allah atas hamba-hambanya adalah mereka (hamba)
menyembah (beribadah) kepada-Nya dan tidak menyekutukannya”. (HR. Bukhari
dan Muslim)
1
![Page 2: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi, Urgensi dan Kedudukan Ibadah
Definisi Ibadah
Secara etimologi Ibadah berasal dari kata ‘abada-ya’budu-‘ibadatan yang
berarti mengesakan, beribadah menyembah dan mengabdi1 kepada Allah SWT.
Ibadah juga dapat bererti ta’at, tunduk, menurut, mengikut dan juga do’a2.
Beberapa pengertian tersebut di ambil dari ayat-ayat Al-Qur’an diantaranya QS.
Yasin, An-Nisa dan Al-Mu’min.
Secara terminologis definisi ibadah dikemukakan oleh para ulama yaitu 3:
1. Menurut ulama Tauhid, Tafsir dan Hadis, Ibadah mempunyai makna “tauhid”,
mengesakan Allah, menta’zhimkan-Nya dengan sepenuh-penuhnya takhzim serta
menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kepada-Nya. Tauhid adalah
mengesakan Allah, Tuhan yang disembah serta mengi’tikadkan pula keesaan pada
zat-Nya dan pada pekerjaan-Nya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT :
“ Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
seuatupun “ (An-Nisa:36)
2. Menurut ulama Akhlak, Ibadah adalah mengerjakan segala sesuatu dengan
ketatan badan dan menegakkan syariat (hukum). Yang dimaksud dengan
mengerjakan segala sesuatu dengan ketatan badan dan menegakkan syariat yaitu
berperilaku akhlakul karimah dalam berbagai bentuk kehidupan, baik terhadap
diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bernegara.
1 Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-lughah wa al-I’lam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1987,h. 487. Bandingkan dengan Habsi al-Shiddieqy, kuliah ibadah, Jakarta:Bulan bintang, 1968, cet. IV, H.7. lihat pula ensiklopedia Hukum islam, Jakarta : PT. Ikhtiar Baru Van Hove, 1997, Jilid II, h.592
2 Lihat Hasbi al-Shiddieq, Kuliah Ibadah, dan bandingkan dengan Ensiklopedia Hukum Islam, h.592
3 Lihat Hasbi al-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, h. 7-10. Lihat juga Himpunan Putusan Tarjih , h.277
2
![Page 3: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/3.jpg)
3. Menurut ulama Tasawuf, Ibadah adalah seorang mukalaf mengerjakan sesuatu
yang berlawanan dengan keinginan hawa nafsunya untuk membesarkan tuhannya.
Mereka mengartikan ibadah dengan menepati segala janji yang ditepati Allah,
memelihara segala batas ketentuan serta meridho’i segala yang ada, dan bersabar
terhadap sesuatu yang tidak diperolehnya atau bersabar akan sesuatu yang telah
hilang.
Para ulama tasawuf membagi ibadah menjadi 3 bagian yaitu :
Beribadah kepada Allah karena mengharap benar akan memperoleh pahala-
Nya, atau karena takut akan siksa-Nya.
Beribadah kepada Allah karena memandang bahwa ibadah itu perbuatan mulia
yang dilakukan oleh orang yang mulia jiwa-Nya.
Beribadah kepada Allah karena memandang bahwa Allah berhak disembah
dengan tidak memprdulika apa yang akan diterimanya atau diperoleh dari-Nya.
4. Menurut Fuqaha’ (para ulama fiqih), Ibadah adalah apa-apa yang dikerjakan
untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala di Akhirat. Ibadah dalam
hal ini diartikan ‘al-qiyamu bi haqqihi ta’ala” (mengerjakan semua hak Allah).
5. Dalam Ensiklopedia Hukum Islam dikemukakan bahwa Ulama mahzab Syafii
mengartikan Ibadah adalah perbuatan yang dibebankan Allah SWT kepada
hambanya yang tidak selamanya sesuai dengan keinginan yang bersangkutan. Dan
menurut ulama mahzab Hanafi, ibadah adalah perbuatan mukallaf untuk melawan
hawa nafsunya dalam rangka menggangungkan Allah SWT.
6. Menurut Ibnu Taimiyah (Seorang pembaharu Islam, Yusuf Qardlawi (pemikir
islam kontemporer) dan Syekh Abu al-Ainain Badran (ahli fikih dari mesir),
Ibadah adalah ketatan dan ketundukan yang sempurna.
7. Menurut Yusuf al-Qardlawi secara tersendiri, Ibadah sebagai nama bagi semua
yang akan membuat Allah SWT senang dan ridha, baik yang terdiri atas perkataan
maupun perbuatan, baik yang bersifat lahir maupun batin dan hanya ditujukan
kepada Allah SWT tidak kepada yang lain.
3
![Page 4: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/4.jpg)
Selanjutnya Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ibadah mencakup semua
aktifitas yang dilakukan manusia yang disenangi Allah SWT dan diridhai-Nya,
baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang bersifat lahiriah
maupun batiniyah. Berdasarkan penjelasan Ibnu Taimiyah tersebut, Yusuf Al-
Qardlawi mengatakan bahwa segenap aspek kehidupan manusia bernilai ibadah.
Muhammad Abduh berpendapat, perbedaan beribadah kepada Allah SWT dengan
ibadah kepada selain Allah SWT bukan terletak pada tingkatan kedudukan dan
ketaatan tapi pada munculnya perasaan tunduk dan taat tersebut. Apabila sumber
dan penyebabnya adalah sesuatu yang bersifat lahiriyah seperti kekutan dan
kekuasaan yang bukan dari Allah SWT maka bukan merupakan ibadah. Apabila
sumber ketundukan dan ketaatan berasal dari suatu keyakinan (al-‘itiqad) bahwa
yang disembah (Al-Ma’bud) yaitu Allah memiliki keagungan, maka disebut
ibadah4.
Urgensi Ibadah
Beribadah pada hakekatnya ditujukan kepada Allah SWT, tetapi Allah tidak
memiliki kebutuhan dan kepentingan apapun terhadap perbuatan hamba-hamba-
Nya. Allah menegaskan hukum atau aturan-aturan tentang ibadah dan tata
caranya, namun kepentingan maupun manfaat ibadah (orang yang melakukan
ibadah) itu sendiri. Bahwa hakekat ibadah adalah ketundukkan, kepatuhan,
kecintaan yang sempurna kepada Allah SWT.
Ketundukan dan kepatuhan ini akan melahirkan :
1. Kesadaran bahwa dirinya adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT dan
harus mengabdi dan menyaembah kepada-Nya, sehingga ibadah menjadi
tujuan hidupnya5
2. Kesadaran bahwa sesudah kehidupan didunia ini akan ada kehidupan di
akhirat sebagai masa untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaan perintah
Allah SWT selama menjlani kehidupan di dunia6
4 Lihat Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hove, 1997, jilid IIh.5935 Lihat QS.Al-Dzariat /51:566 Lihat Qs. Al- Zalzalah/99:7-8
4
![Page 5: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/5.jpg)
3. Kesadaran bahwa dirinya diciptakan Allah SWT bukan sebagai pelengkap
alam semesta, tetapi justru menjadi sentral alam semesta.7
Allah mewajibkan manusia untuk selalu beriman dan membersihkan hati
dari perbuatan syirik. Diwajibkan shalat untuk mensucikan diri dari ketakutan.
Diperintahkan berzakat agar mensucikan jiwa serta dapat menumbuhkan harta
atau menambah rezeki. Diperintahkan berpuasa untuk menguji keikhlasan
manusia. Diperintahkan silahturahmi untuk menciptakan persaudaraan, persatuan
dan kesatuan umat Islam. Mewajibkan berlaku taat agar memperoleh nilai yang
tinggi di hadapan Allah 8
Dengan demikian, agar kita mampu mengambil hikmah dari pelaksanaan
ibadah,hendaknya kita pelajari berbagai macam hikmah ibadah tersebut. Apabila
kita mengetahui hikmah ibadah, ibadah kita akan terasa lebih khusyu’ dan ikhlas.
Kedudukan Ibadah
Ibadah merupakan suatu hal yang prinsipil dan menjadi ciri khas setiap
orang yang beragama. Maka, berbeda agama berbeda pula cara peribadatannya.
Pelaksnaan ibadah sangat berkait dengan faktor keimanan atau keyakinan dan
juga tidak terlepas dari akhlak atau perilaku, serta berhubungan erat dengan
mu’amalah atau persoalan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dalam sistem ajaran islam, terdapat persoalan-persoalan yang prinsip yaitu :
akidah, ibadah, akhlak dan muamalah. Antara yang satu dengan yang lainnya
tidak dapat dipisahkan, saling terkait dan berjalin berkelindan. Ajaran islam
sangat mendambakan kehidupan sosial yang penuh kedamaian, saling
menolong(ta’awun), saling mengingatkan (tawashaw), dan menjalin hidup penuh
rasa persaudaraan (ukhuwwah).
Iman tanpa ibadah tidak memiliki bentuk. Ibadah tanpa akidah laksana
bangunan yang rapuh, tidak kokoh. Ibadah tanpa diiringi perbuatan baik /
akhlakuk karimah bagaikan pohon tak berbuah atau sayur tanpa garam. Karena
77 Lihat Qs. Al- Baqarah/2 :298 Lihat Hasbi Al- Shiddieqy yang mengutip sebuah Atsar, Kuliah Ibadah,h.
5
![Page 6: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/6.jpg)
posisi ibadah merupaka suatu hal yang prinsip dalam islam, tanpa mengamalkan
ibadah tidak akan dinyatakan sebagai orang islam. Ibadah merupakan perwujudan
ketaatan dan ketundukkan serta kecintaan makhluk kepada khaliknya.
B. Tujuan, Macam-macam dan Prinsip Ibadah
Tujuan Ibadah
Allah SWT menciptakan manusia dimuka bumi ini sebagai “khalifah”, yang
mengemban misi untuk menjadi pemimpin, pengelola, pemakmur dan pemelihara
keselamatan alam semesta. Allah juga telah menganugerahkan manusia sebuah
perangkat istimewa yaitu berupa ilmu pengetahuan dan akal pikiran yang
membedakan dari makhluk tuhan lainnya.
Dengan bekal ilmu pengetahuan, manusia melaksanakan amanat yang
diperintahkan Allah SWT, sehingga memperoleh kedudukan yang sangat tinggi
bahkan melebihi kedudukan malaikat sekalipun. Hanya saja selain manusia
memiliki potensi kebaikan, juga memiliki potensi keburukan (seperti Zhalim dan
Jahil) yang akan menjurumuskan kedalam jurang yang paling dalam. Dan
keadaan manusia yang dilingkupi hawa nafsu akan menempatkan dirinya dalam
posisi yang sangat rendah, bahkan lebih rendah dari makhluk Allah yang paling
rendah (binatang).
Beberapa nash al-Qur’an tentang tugas dan fungsi manusia serta kedudukan
mereka :
“Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi... Dan dia
mengajarkan kepada Adam nama (benda-benda) seluruhnya,...” (QS. Al-baqarah:
30-31)
“ Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS.Al-Ahzab:72)
6
![Page 7: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/7.jpg)
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ketempatnyang serendah-
rendahnya (neraka)”. (QS.At-Tin :4-5)
Manusia terdiri dari 2 unsur yaitu jasmani dan rohani, yang harus
berkembang dengan baik dan seimbang. Unsur jasmani yang memiliki sifat
material seperti sandang, papan, dan pangan. Sedangkan unsur rohani bersifat
immateri yang membutuhkan sesutau yang bersifat immaterial seperti ajaran
akhlak, kesenian dan agama.
Jika manusia dalam kehidupan hanya mementingkan unsur jasmani saja,
maka akan menjadi materialistik. Sebaliknya, jika hanya mementingkan unsur
rohani saja, maka akan menjadi immaterialistik atau spiritualistik. Tuntutan ajaran
islam tidak mementingkan ajaran islam saja, namaun sekaligus kedua-duanya.
Islam mengandung ajaran yang berwawasan dunia dan akhirat, dan tidk
memisahkan antara dunia dan akhirat. Allah menjadikan manusia bukan untuk
sekedar hidup di dunia kemudian mati tanpa pertanggungjawaban manusia,
sebagaimana dalam firmannya:
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya kami menciptakan
kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepda
kami ?”. (QS. Al-Mu’minun:115)
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Sehingga diperlukan manusia yang bertaqwa yang mematuhi segala perintah dan
meninggalkan segala larangan Allah. Karena manusia yang bertaqwa memiliki
akhlak yang mulia yang dapat memberikan kebaikan-kebaikan, memeliharadan
menyelamatkan alam semesta sehingga islam sebagai rahmat bagi seluruh alam
akan dapat terwujud.
Terwujudnya rahmat bagi seluruh alam semesta merupakan tujuan dari
ibadah itu sendiri. Tapi perlu ditegaskan bahwa ibadah hanya sebagai washilah
7
![Page 8: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/8.jpg)
(perantara,metode atau cara), maka perwujudan ibadah berlebih-lebihan tidak
dibenarkan menurut ajaran islam9.
Macam-macam Ibadah
Ibadah terdiri atas beberapa macam tergantung sudut pandang yang
digunakan dalam memandangnya, diantaranya:
1. Ditinjau Secara Umum
Ibadah khassah (ibadah khusus) atau ibadah mahdlah
Ibadah khusus yaitu segala kegiatan yang ketentuannya ditetapakan oleh
syaria’at (Al-Qur’an dan Al-Sunnah) mulai dari ketentuan umum hingga
ketentuan rinci. Ibadah dalam arti khusus ini tidak menerima perubahan, baik
penambahan maupun pengurangan contohnya seperti shalat. Ketentuan shalat
tentang berapa raka’atnya, kapan waktunya, bagaimana tata caranya adalah sesuai
dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Kecuali hal-hal yang
berkenan dengan sarana ibadah shalat karena masalah sarana tidak termasuk
ibadah.
Ibadah ‘ammah (ibadah umum) atau ibadah ghairu mahdlah
Ibadah umum ketentuannya secara garis besar ditetapkan oleh syariat tetapi
rincian pelaksanaanya diserahkan epenuhnya kepada manusia sesuai dengan
situasi, kondisi dan kemampuan manusia itu sendiri. Ibadah dalam artian ini
adalah segala macam bentuk perbuatan manusia secara umum, asalkan
mengandung hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi semua pihak serta ditujukan
karena Allah semata. Contohnya seperti tolong-menolong, dan kasih-mengasihi.
2. Ditinjau dari Segi Pelaksanaanya
Ibadah jasmaniyah-ruhaniyah
Ibadah yang pelaksanaanya memerlukan kegiatan fisik disertai jiwa yang
tulus ikhlas kepada Allah, contohnya: shalat dan puasa.
9 Lihat dan bandingkan dengan Djaelani Husnan dkk, Kuliah Ibadah, Jakarta: IKIP Muhammadiyah Press, 1997,h.15
8
![Page 9: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/9.jpg)
Ibadah ruhaniyah-maliyah
Ibadah yang pelaksananya seperti perbuatan mengeluarkan sesuatu harta
yang menjadi hak miliknya yang diiringi niat ikhlas semata karena Allah,
contohnya: Ibadah zakat.
Ibadah jasmaniyah-ruhaniyah-maliyah
Ibadah yang memerlukan kegiatan fisik dengan melakukan beberapa bentuk
amalan, dan perlu mengeluarkan biaya sebagai ongkos perjalanannya, serta
diniatkan untuk memenuhi panggilan Allah. Contohnya: Naik Haji
3. Ditinjau dari Segi Kepentingannya
Ibadah fardiy
Bentuk ibadah yang manfaatnya hanya dapat dirasakan oleh orang yang
melakukannya saja, dan tidak ada hubungannya dengan orang lain. Ibadah ini
memeiliki hubungan hanya antara manusia dengan tuhannya, seperti Shalat dan
Puasa.
Ibadah ijtima’iy
Ibadah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh yang mengerjakan ibadah
tersebut, juga mengandung aspek sosial yakni dapat dirasakan langsung oleh
orang lain, seperti Zakat. Ibadah jenis ini memiliki hubungan antara manusia
dengan tuhannya (hablum minallah) juga memilii hubungan antara sesama
manusia (hablum minannas).
4. Ditinjau dari Segi Waktu Pelaksanaanya
Ibadah muwaqqat (terikat waktu)
Ibadah yang waktu pelaksanaanya sangat terikat oleh waktu yang telah
ditetapkan oleh Allah Rasul-Nya. Apabila melaksaakannya diluar waktu yang
ditetapkan, maka nilainya akan menjadi hampa, atau menjadi tidak sah scara
hukum, bahkan dianggap berdosa. Misalnya, Shalat dan Puasa.
Setiap shalat memiliki waktu-waktu tertentu, artinya tiap-tiap shalat
dilaksanakan pada waktunya masing-masing. Begitu juga dengan puasa, waktunya
telah ditetapkan pada bulan Ramadhan dan ibadah haji pada bulan dzulqaedah.
9
![Page 10: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/10.jpg)
Ibadah ghairu muwaqqat (tidak terikat waktu)
Ibadah yang waktu pelaksanaanyatiadak tergantung dengan waktu-waktu
tertentu, selama diizikan Allah hal itu dapat dilakukan. Contohnya, bertasbih,
berzikir dan bersedekah. Tapi dalam pelaksanaanya ada yang afdhal (diutamakan)
waktunya yaitu pada bulan ramadhan.
5. Ditinjau dari Segi status Hukum
Ibadah Wajib
Ibadah yang harus dilaksanakan, bagi pelanggarnya dianggap berdosa dan
akan memperoleh siksa Allah SWT. Contohnya: Shalat lima waktu, puasa
Ramadhan, zakat dan haji.
Ibadah sunnah
Ibadah yang dianjurkan pelaksanaanya, pelaksanaanya akan memperoleh
pahala dari allah SWT, namun bagi yang tidak melaksanakannya tidak dianggap
berdosa. Contohnya: shalat sunnat rawatib, sedekah,dan lain-lain.
6. Ditinjau dari Segi Bentuk dan Sifat
Ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan, contohnya: berzikir, berdo’a, tahmid
dan memebaca Al-Qur’an.
Ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya. Contohnya:
menolong orang lain, jihad dan mengurus jenazah.
Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujud perbuatannya.
Contohnya: shalat, puasa, zakat dan haji.
Ibadah yang tata cara dan pelaksanaanya berbentuk menahan diri. Contohnya:
puasa, iktikaf dan ihram.
Ibadah yang berbentuk menggugurkan hak. Contohnya: mema’afkan orang
yang melakukan kesalahanterhadap dirinya dan membebaskan seseorang yang
berutang kepadanya.
Prinsip Ibadah
10
![Page 11: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/11.jpg)
Prinsip ibadah yang akan dibahas dibatasi hanya ibadah khashshah dan
ibadah mahdah saja. Prinsip-prinsipnya adalah sebagai berikut:
1. Ada perintah dan ketentuan
Islam tidak memberikan otoritas kepada manusia untuk turut menentukan
ibadah, kecuali nabi utusan-Nya. Dalam melakukan ibadah kepada Allah manusia
tidak mempunyai kekuasaan untuk menentukannya, bahkan sebaliknya manusia
terikat pada ketentuan-ketentuan yang diberikan Allah dan Rasul-Nya. Berbeda
halnya dengan mu’amalah (masalah keduniaan), terdapat kelonggaran yang
demikian luas bagi manusia untuk menentukannya.
Dalam suatu qaidah ushul dikemukakan sebagi berikut:
“Ashal (hukum pokok) terhadap ibadah itu batal atau haram (tidak boleh
dikerjakan) sehingga ada dalil yang memerintahkannya”.
“Ashal (hukum pokok) dari segala sesuatu adalah boleh sehingga terdapat dalil
yang mengharamkannya”.
2. Meniadakan Kesukaran Dan Tidak Banyak Beban
Keseluruhan ibadah dalam syari’at tidak ada yang menyukarkan dan
memberatkan mukallaf. Semua ibadah berada dalam batas kewajiban dan berjalan
dengan kadar kesanggupan manusia. Prinsip ini sebagaimana diterangkan Allah
dalam Al-Qur’an berikut:
“...Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran...” (QS. Al-
baqarah:185)
“Allah tidak mebebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kejahatan) yang di usahakannya dan
ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”. (QS.Al-baqarah:286)
Seperti ibadah shalat bagi yang tidak mampu melaksanakanya karena sakit,
diperbolehkan shalat dengan cara berbaring. Demikian pula dengan puasa bagi
yang sedang melakukan perjalanan jauh, maka boleh berbuka (tidak berpuasa) dan
harus membayar puasa tersebut sebanyak yang ditinggalkannya.
11
![Page 12: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/12.jpg)
3. Hanya Allah yang Berhak Disembah
Terdapat keanekaragaman dalam tata cara pelaksanaan serta bermacam-
macam tujuan ibadah, yang membuktikan bahwa keanekaragaman itu tidak
berasal dari satu sumber. Oleh karena itu, ajaran Islam yang disampaikan oleh
nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir dan memperoleh wahyu terakhir
pula, menegaskan bahwa satu hal yang mutlak dalam hidup beragama bahwa
hanya Allah saja yang berhak disembah.
4. Tanpa Perantara
Islam sebagai agama lebih mempertegas bahwa hubungan agama dengan
tuhan (melalui ibadah) tidak perlu dengan perantara apa-apa dan melalui siapa
pun. Manusia harus melakukan langsung dengan Allah SWT.
Begitu dekatnya Allah dengan manusia, Allah sendiri yang menyatakan
secara langsung di dalam Al-Qur’an bahwa ia lebih dekat dari urat leher10. Hal ini
menunjukkan bahwa islam mengajarkan hubungan langsung dengan Allah dalam
beribadah.
5. Ikhlas Dalam Beribadah
Dalam beribadah harus disadari dengan niat yang tulus, semata-mata hanya
mengharap ridha Allah. Dalam hadis nabi dinyatakan bahwa segala sesuatu itu
tergantung dar niatnya (innama al-a’amal bi al-niat). Dalam Al-Qur’an
dinyatakan bahwa orang-orang ahli kitab hanya untuk beribadah kepada Allah
dengan niat yang tulus dan murni, taat kepada Allah dan menjauhi kemusyrikan
serta mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
Niat yang tulus murni adalah ikhlas dalam istilah ajaran islam. Oleh karena
itu ikhlas adalah sikap jiwa yang menjadi landasan atau sendi dalam beribadah.
Dengan ikhlas itu manusia akan terhindar dari perbuatan sesat dantindak
kemusyrikan yang merupakan dosa terebesar yang tidak akan diampuni.
C. Hubungan Ibadah Dengan Akhlak
10Lihat Qs. Qaf/50: 16
12
![Page 13: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/13.jpg)
Pada hakekatnya, manusia diperintahkan supaya mengabdi kepada allah
SWT, sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk mengabaikan kewajiban
beribadah kepada-Nya.11 Ibadah merupakan inti ajaran islam yang mengandung
makna adanya penyerahan diri secara sempurna pada kehendak Allah. Manusia
yang telah menyatakan dirinya sebagai muslim dituntut senantiasa melaksanakan
ibadah sebagai petanda keikhlasan mengabdikan diri kepada-Nya. Tanpa ketaatan
beribadah, berarti pengakuannya sebagai eorang muslim perlu dipertanyakan.
Ibadah secara ritus atau tindakan ritual mempunyai dimensi eksetoris
(simbol), yakni kaifiat atau manasik ibadah yang harus dilaksanakan menurut
tuntunan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Disamping itu, ibadah juga
mengandung dimensi esoteris yakni esensi (inti sari) dan substansi (hakikat)
ibadah, yang hanya dipahami oleh beberpa orang tertentu saja.12 Dalam banyak
isyarat Al-Qur’an dan Al-Sunnah, dimesi esotoris ini menjadi lebih penting tanpa
meninggalkan dimensi eksetorisnya karena merupakan ruha ibadah.
Dimensi Eksetoris Ibadah
Ibadah memiliki prinsip adanya perintah dan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh syari’at. Sebagai misalnya, Allah memerintahkan orang-orang
beriman untuk mengamalkan shalat sedangkan tata caranya mengikuti petunjuk
Rasul-Nya. Pelaksanaan shalat sesuai dengan petunjuk Rasul, sebagaimana cara
berdiri, ruku’, sujud dan duduk serta bacaanya dengan baik dan benar adalah
makna eksoteris ibadah.
Perintah dapat berupa suruhan maupun larangan sedangkan ketentuan
adalah adalah ketetapan berupa hukum, waktu dan tata cara semuanya tidak boleh
bertentangan dengan perintah dan ketentuan tersebut. Apabila terjadi
penyimpangan dari perintah dan ketentuan, maka akan menjadikan ibadah itu
tergelincir kepada sikap primitif dalam mengekspresikan ketundukkanya kepada
al-Khaliq (Pencipta).
11 Lihat Qs. Al-Dzariyat/51: 56
12 John M.Echols Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1990, h.218
13
![Page 14: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/14.jpg)
Oleh karena itu, dimensi eksoterik (khususnya dalam ibadah mahdhah)
pelaksanaanya haruslah berdasarkan perintah dan ketentuan dari nash (syaria’at),
berdasarkan petunjuk dari Allah yang tercantum dalam al-Qur’an, serta mengikuti
praktek perbuatan rasul yang menjadi suri tauladan umat manusia. Bahwa dalam
melaksanakaan ibadah (mahdhah) tidak boleh disusupi unsur bid’ah, yakni
mengada-ngadakan yang tidak berdasarkan tuntunan Rasulullah SAW. Jadi,
dimensi eksoteris dalam beribadah adalah mengamalkan praktek ibadah, yang
bersifat lahiriah sesuai dengan tuntunan syari’at.
Dimensi Esoteris ibadah
Pengalaman ibadah seharusnya tidak sekedar berdimensi eksoteris, yang
hanya bersifat simbolik dan lahiriah namun hendaknya sampai kepada
pemahaman dan penghayatannya. Pemahaman dalam ibadah adalah memahami
makna-makna dan nilai-nilai dari esensi ibadah, sedangkan penghayatan ibadah
adalah melakukan apresiasi dan ekspresi ibadah dengan diiringi perbuatan-
perbuatan yang bersifat aplikatif yang sejalan dengan hakikat dan hikmah ibadah.
Ibadah yang dilakukan manusia harus bermakna didalam kehidupan
kesehariannya. Bila pengalaman ibadah tidak memiliki makna, maka amalan
ibadah secara eksoterik tidak akan membawa manfaat , baik bagi dirinya maupun
sesama.
Ibadah dalam dimensi esoteris lebih tertuju kepada kandungan makna
ibadah itu sendiri diiringi rasa keikhlasan untuk mendapat ridha ilahi. Pelaksanaan
ibadah harus mencapai esensi dan hakikat tujuannya, yang akan memberi dampak
positif bagi si pelaku sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
Dari uraian diatas, makna ibadah tidaklah semata dilakukan dalam satu
dimensi saja. Kedua-duanya harus seiring dan sejalan. Bila hanya berdimensi
eksoteris, maka ibadah tidak memiliki makna dan tidak memperoleh hakikat
tujuan ibadah itu sendiri. Namun jika hanya mengamalkan ibadah esoteris saja
juga dianggap tidak sah, sebab ibadah itu harus secara lahiriahpraktek
perbuatannya dilakukan sesuai dengan petunjuk dan tuntunan syariat.
14
![Page 15: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/15.jpg)
Hubungan ibadah dengan akhlak walaupun tidak tepat benar dapat ditarik
suatu kesamaan pandangan bahwa pengamalan ibadah tidak berdiri sendiri, baik
dari segi lahiriah maupun kandungan jiwa ibadah tersebut. Ibadah dan akhlak satu
dengan lainnya menyatu dan seharusnya demikian, antara satu dengan lainya tidak
terpisahkan. Dalam melakukan ibadah mengandung implikasi akhlak . Demikian
halnya dengan berakhlakul karimah merupakan efek atau akibat melakukan ibdah
yang teratur, baik dan benar.
Setelah memahami makna eksoteris dan esoteris ibadah, maka dalam
mempraktekkan ibadah akan timbul suatu kesadaran terhadap aplikasi dan
implikasi amaliah ibadahnya, baik terhadap dirinya maupun masyarakat
sekitarnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibadah adalah segala bentuk ucapan dan perbuatan manusia yang ditujukan
kepada Allah SWT dalam rangka ketaatan dengan mematuhi perintah-Nya
15
![Page 16: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/16.jpg)
mengharapkan ridha dan pahala-Nya dan mengagungkan-Nya, sekaligus
menundukkan dan serta menghambakan diri sebagai rasa cinta kepada-Nya
Hakikat tujuan beribadah adalah untuk mencapai ridha Allah dalam rangka
taqarrub (mendekatkan diri) kepada-Nya. Kaitan implikasi ibadah bagi
perwujudan kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan di dunia, ditujukan untuk
membina jiwa dan akhlak manusia kepada jalan kebenaran yang akan menuntun
kepada perbaikan-perbaikan bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Ibadah terdiri atas beberapa macam tergantung sudut pandang yang
digunakan dalam memandangnya, diantaranya:
Ditinjau Secara Umum, seperti :ibadah mahdlah, ibadah ghairu mahdlah
Ditinjau dari Segi Pelaksanaanya, Seperti: Ibadah jasmaniyah-ruhaniyah,
Ibadah ruhaniyah-maliyah, Ibadah jasmaniyah-ruhaniyah-maliyah
Ditinjau dari Segi Waktu Pelaksanaanya, seperti: Ibadah muwaqqat (terikat
waktu), Ibadah ghairu muwaqqat (tidak terikat waktu)
Ditinjau dari Segi status Hukum, seperti: Ibadah Wajib, Ibadah sunnah
Hubungan Ibadah Dengan Akhlak dibagi menjadi dua yaitu:
Dimensi Eksetoris Ibadah
Dimensi eksoterik pelaksanaanya haruslah berdasarkan perintah dan
ketentuan dari syaria’at, berdasarkan petunjuk dari Allah yang tercantum
dalam al-Qur’an, serta mengikuti praktek perbuatan rasul yang menjadi suri
tauladan umat manusia. Dalam melaksanakaan ibadah (mahdhah) tidak
boleh disusupi unsur bid’ah, yakni mengada-ngadakan yang tidak
berdasarkan tuntunan Rasulullah SAW
Dimensi Esoteris
Ibadah dalam dimensi esoteris lebih tertuju kepada kandungan makna
ibadah itu sendiri diiringi rasa keikhlasan untuk mendapat ridha ilahi.
16
![Page 17: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/17.jpg)
Pelaksanaan ibadah harus mencapai esensi dan hakikat tujuannya, yang akan
memberi dampak positif bagi si pelaku sendiri maupun lingkungan
sekitarnya.
B. SARAN
Pembuatan makalah ini masih banyak membutuhkan kritik dan saran
untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan lagi. Jika masih ada kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Kritik juga dapat membangun kreativitas kami
lebih luas dan lebih baik lagi
17
![Page 18: Ibadah](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082318/55cf9b32550346d033a51659/html5/thumbnails/18.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Ma’rifat iman KH dkk, Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta:
UHAMKA Press, 2012
Djaelani Husnan dkk, Kuliah Ibadah, Jakarta: IKIP Muhammadiyah Press,
1997
Majelis Tarjih PP.Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih, Jakarta: 1996
Ma’rifat iman KH dan Nandi Rahman, Ibadah Akhlak Tinjauan Eksoteris dan
esoteric, Jakarta: UHAMKA Press,1998
Ensiklopedia Hukum Islam,Jakarta : PT.Ikhtiar Baru van Hove, 1997, jilid II
18