identifikasi fluida

103
IDENTIFIKASI FLUIDA MENGGUNAKAN PARAMETER LAMBDA-MU RHO STUDI KASUS LAPANGAN BLACKFOOT TESIS NINA AMELIA SASMITA 0606001405 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM MAGISTER FISIKA JAKARTA JUNI 2009 Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

Upload: dedy-dayat

Post on 22-Nov-2015

56 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Skripsi

TRANSCRIPT

  • IDENTIFIKASI FLUIDA MENGGUNAKAN PARAMETER LAMBDA-MU RHO

    STUDI KASUS LAPANGAN BLACKFOOT

    TESIS

    NINA AMELIA SASMITA 0606001405

    UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM MAGISTER FISIKA JAKARTA JUNI 2009

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • IDENTIFIKASI FLUIDA MENGGUNAKAN PARAMETER LAMBDA-MU RHO

    STUDI KASUS LAPANGAN BLACKFOOT

    TESIS

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains.

    NINA AMELIA SASMITA 0606001405

    UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM MAGISTER FISIKA KEKHUSUSAN GEOFISIKA RESERVOAR

    JAKARTA JUNI 2009

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang

    dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Nina Amelia Sasmita

    NPM : 0606001405

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 5 Juni 2009

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • iii

    HALAMAN PENGESAHAN

    Thesis ini diajukan oleh : Nama : Nina Amelia Sasmita NPM : 0606001405 Program Studi : Magister Fisika Kekhususan : Geofisika Reservoar Judul Tesis : Identifikasi Fluida Menggunakan Parameter

    Lambda-Mu Rho Studi Kasus Lapangan Blackfoot

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Magister Sains pada Program Studi Geofisika Reservoar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

    DEWAN PENGUJI

    Pembimbing : Dr. Abdul Haris ( ) Penguji : Prof. Dr. Suprayitno Munadi ( ) Penguji : Dr. Waluyo ( )

    Penguji : Dr. Ricky Adi Wibowo ( )

    Ketua Program : Dr. Dedi Suyanto ( )

    Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 5 Juni 2009

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya sampaikan kepada Allah S.W.T karena atas berkat dan rahmat-

    Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam

    rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains Jurusan

    Fisika, Bidang Studi Geofisika reservoir pada Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Saya mengadari bahwa, tanpa bantuan

    dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada

    penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh

    karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada;

    1. Bapak Dr. Dedi Suyanto selaku Ketua Program Magister Pascasarjana

    FMIPA, Universitas Indonesia.

    2. Bapak Dr. Abdul Haris selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan

    waktu, perhatian dan nasehat-nasehat selama bimbingan.

    3. Bapak Prof. Dr. Suprajitno Munadi selaku dosen yang telah memberikan

    bimbingan, perhatian dan semangat untuk dapat menyelesaikan kuliah ini.

    4. Dosen-dosen Geofisika Reservoar yang telah memberikan pengetahuan dan

    berbagi pengalaman.

    5. Orang tuaku tercinta, mama, papa, dan adik-adikku, Nano dan Rian, serta

    keluarga besarku yang telah memberikan motivasi, dorongan dan doa yang

    tiada henti-hentinya.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • v

    6. Teman-teman seperjuangan Geofisika Reservoar angkatan 2006, Dina, Iin,

    Vita, Teh Yuli, Mas budi, Mas Eko, Mas Rainer, Mas Yogi, Mbak Ray,

    terima kasih untuk semangat dan motivasinya.

    7. Pihak tata usaha Jurusan Fisika, yang dengan iklas dan rela membantu

    kelancaran perkuliahanku.

    8. Semua pihak tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

    penulis.

    Akhir kata saya berharap Allah S.W.T berkenan membalas segala kebaikan

    semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

    pengembangan ilmu.

    Jakarta, 5 Juni 2009

    Penulis

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • vi

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitass Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Nina Amelia Sasmita NPM : 0606001405 Program Studi : Magister Sains Departemen : Fisika Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis karya : Tesis Demi pemgembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Rayalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    IDENTIFIKASI FLUIDA MENGGUNAKAN PARAMETER

    LAMBDA-MU RHO STUDI KASUS LAPANGAN BLACKFOOT

    Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Jakarta Pada Tanggal : 5 Juni 2009

    Yang menyatakan

    ( Nina Amelia Sasmita)

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • vii

    ABSTRAK Nama : Nina Amelia Sasmita Program Studi : Magister Fisika Kekhususan : Geofisika Reservoar Judul Thesis : Identifikasi Fluida Menggunakan Parameter Lambda-Mu Rho

    Studi Kasus Lapangan Blackfoot Karakteristik reservoar telah dilakukan dengan mengintegrasikan data geofisika dan petrofisika. Dengan mengestimasi modulus elastik dari data seismik pre-stack, satu langkah lebih maju dari analisa AVO tradisional, dapat dilakukan untuk menentukan distribusi reservoir dan kandungan fluidanya. Pada studi ini elastik parameter dipresentasikan dalam parameter lambda-mu rho yang dikenal dengan analisis lambda-mu rho (LMR). Parameter LMR dilakukan pada parameter elastik yang diperoleh melalui estimasi impedansi gelombang P (Zp) dan impedansi gelombang S (Zs) yang dihasilkan dari proses inversi seismik. Proses inversi seismik mengacu pada reflektifitas gelombang P dan gelombang S yang diekstraksi dari data seismik pre-stack melalui proses AVO analisis. Hasil dari parameter LMR ini digunakan untuk memetakan distribusi reservoar dan kandungan fluida untuk studi kasus Lapangan Blackfoot. Identifikasi litologi diharapkan dapat dilakukan melalui analisis parameter mu-rho sedangkan identifikasi kandungan fluida dapat dilakukan melalui analisis lambda-rho. Hasil studi menunjukkan bahwa lambda-rho sangat sensitif terhadap keberadaan gas seperti yang diperlihatkan pada data sumur beserta hasil penyebaran dari data inversi. Sedangkan parameter mu-rho sangat membantu dalam penelusuran distribusi reservoarnya melalui batuan pasir yang ditandai dengan harga mu-rho yang tinggi. Kata kunci : Parameter LMR, AVO, Inversi.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • viii

    ABSTRACT Name : Nina Amelia Sasmita Program Study : Master of Physics Section : Reservoir Geophysics Thesis Title : Fluid Identification Using Parameter Lambda-Mu Rho, Case

    Study Blackfoot Field Reservoir characterization has been carried out by integrating the geophysical and petro-physical data. By estimating elastic modulus from seismic pre-stack data, it advance one step further than traditional AVO analysis, in mapping the reservoir distribution and in identifying fluids content. In this study the parameter elastic are represented in lambda-mu rho parameters, the so called as lambda-mu rho (LMR) analysis. LMR parameters from elastic parameter are obtained from estimation of P wave impedance (Zp) and S wave impedance (Zs) from seismic inversion process. The seismic inversion process is based on the reflectivity of P wave and S wave, which is obtained from AVO analysis. The result from analysis LMR parameters is used to mapping reservoir distribution and fluid contents at Blackfoot field. The litologhy identification can be estimated from mu-rho analysis and for fluid content can be estimated from lambda-rho analysis. This study shows that the lambda-rho is very sensitive for gas sand reservoir. This sensitivity is shown on the well data and inversion result. Mu-rho parameter is good parameter in estimating reservoir distribution of sandstone, which is indicated by the high value. Key words : LMR parameters, AVO, Inversion.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • ix

    DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. ii LEMBAR PENGESAHAN.. iii KATA PENGANTAR.. iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi ABSTRAK vii DAFTAR ISI. ix DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR TABEL. xv 1. PENDAHULUAN 1

    1.1. Latar Belakang 1 1.2. Identifikasi Masalah 2 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 2 1.4. Batasan Masalah. 3 1.5. Metodologi Penelitian. 3 1.6. Sistematika Penelitian. 3

    2. GEOLOGI REGIONAL. 5

    2.1. Geologi Regional 5 2.2. Petroleum System... 8

    3. TEORI DASAR.... 10 3.1. Parameter Petrofisika 10 3.1.1. Densitas. 10 3.1.2. Kecepatan.. 11 3.1.3. Poisson Ratio 12 3.2. Parameter Elastik 3.2.1. Impedansi Akustik.... 13 3.2.2. Reflectivity.13 3.2.3. Persamaan Fatti et al. 14 3.2.4. Parameter Lame 15 3.3. AVO (Amplitude versus Offset) 20 3.3.1. Prinsip AVO. 20 3.3.2. Teori AVO 21 3.3.2.1. Persamaan Zeoppritz. 21 3.3.2.2. Aproksimasi Persamaan Zeoppritz... 22 3.3.3. AVO dalam Karakterisasi Reservoar 24 3.4. Inversi... 27 3.4.1. Teori Inversi... 27 3.5.2. Spare Spike Inversion.... 29

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • x

    4. PENGOLAHAN DATA. 32 4.1. Data Penelitian.. 32 4.2. Pengolahan Data... 33 4.2.1. Pengolahan Data Sumur 33 4.2.2. Pengolahan Data Seismik AVO 34 4.2.2.1. Data CDP Gather.. 35 4.2.2.2. Super Gather..... 35 4.2.2.3. Angle Gather..... 37 4.2.2.4. Melakukan analisa FRM (Fluid Replacement Modelling) ....... 37 4.2.2.5. Pengikatan data seismik terhadap Sumur (well-seismic tie)... 37 4.2.2.6. Gradien dan Intercept.... 40 4.2.2.7. Menentukan reflektifitas gelombang P dan gelombang S. 40 4.2.3. Pengolahan Data Seismik Inversi. 42 4.2.3.1. Pembuatan Model Awal AI.. 42 4.2.3.1.1. Picking Horizon. 42 4.2.3.1.2. Pembuatan Initial Model 43 4.2.3.1.3. Analisis Seismik Inversi Spare Spike 43 4.2.3.1.4. Inversi Spare Spike 45 4.2.3.1.5. Perhitungan Lambda-Mu-Rho (LMR)... 45 5. PEMBAHASAN. 47 5.1. Data Sumur... 47 5.1.1. Sumur 01-17. 47 5.1.2. Sumur 08-08. 54 5.1.3. Sumur 09-08. 60 5.2. Data Seismik. 66 5.2.1. AVO.. 66 5.2.2. INVERSI... 71 5.2.2.1. Analisis penampang Rp dan Rs 72 5.2.2.2. Analisis Initial Model AI dan SI... 72 5.2.2.3. Analisis Inversi Spare Spike. 74 5.2.2.4. Analisis Lambda-Mu-Rho LMR... 76 6. KESIMPULAN 83 DAFTAR REFERENSI 84

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • xi

    DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Glauconitic Incised-Valley System Lapangan Blackfoot.. 5 Gambar 2.2. Struktur Lapangan Blackfoot.... 6 Gambar 2.3. Kolom stratigrafi Lapangan Blackfoot..... 7 Gambar 2.4. Tipe lapangan Blackfoot yang merupakan bagian dari area

    Blackfeet... 8 Gambar 2.5. Model facies Blackfoot. 9 Gambar 3.1 Properti batuan ditentukan berdasarkan tipe matriks, porositas dan jenis fluida (Russell, 2004)..... 10 Gambar 3.2. Hubungan reflektivitas, amplitudo dan impedansi akustik... 13 Gambar 3.3. Ilustrasi material yang memiliki harga rigiditas dan kompresibilitas yang berbeda (Pan Canadian Petroleum, 2005). 15 Gambar 3.4. vs cross plot data log sumur gas (Goodway et al,1997). 18 Gambar 3.5. Crossplot Lambda-Mu-Rho dengan klasifikasi parameter lame (combinasi dari Goodway,2001, Downton, 2000)... 18 Gambar 3.6. Menunjukkan zona gas dengan Lambda-Rho yang rendah (biru) dan Mu-Rho yang tinggi (merah dan kuning). Biasanya inversi AVO untuk Lambda-Rho dan Mu-Rho dilakukan pada reservoar klastik... 19 Gambar 3.7. Hubungan antar offset dengan sudut datang terhadap anomali 22 Gambar 3.8. Plot Koefisien Refleksi terhadap sudut datang. 25 Gambar 3.9. Ilustrasi perubahan amplitudo terhadap jarak berdasarkan

    klasifikasi Rutherford dan Williams (1989). 26 Gambar 3.10. Crossplot intersep AVO terhadap gradient... 27 Gambar 3.11. Pembagian kategori metoda inverse seismic (Sukomono, 2002) 28 Gambar 3.12. Ilustrasi proses inversi seismik. 29 Gambar 3.13. Asumsi dasar dari metoda inversi maksimum spare-spike (Russell, 1997).. 30 Gambar 4.1. Base map Lapangan Blackfoot. 32 Gambar 4.2. Diagram proses pengolahan data seismik : AVO-Inversi 33 Gambar 4.3. Penampang CDP gather 35 Gambar 4.4. Super gather...... 35 Gambar 4.5. Super gather yang telah melalui proses trim static... 36 Gambar 4.6. Penampang angle gather... 36 Gambar 4.7. Wavelet dari ektraksi secara statistik data seismic, frekeunsinya yaitu antara 0 sampai 60 Hz, dengan frekeunsi

    dominan adalah 20 Hz...... 38 Gambar 4.8. Hasil korelasi well to seismic sumur 01-17, yaitu 0,855.. 38 Gambar 4.9. Hasil korelasi well to seismic sumur 08-08, yaitu 0,909.. 39 Gambar 4.10. Hasil korelasi well to seismic sumur 09-08, yaitu 0,875... 39 Gambar 4.11. Hasil AVO atribut volume, data intercept (A) dengan color data P*G (intercept * gradient) 40

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • xii

    Gambar 4.12. Penampang seismik Rp (reflektivitas gelombang P) pada xline 45..41 Gambar 4.13. Penampang seismik Rs (reflektivitas gelombang S) pada xline 45..41 Gambar 4.14. Initial model akustik impedan dari Rp pada xline 45... 42 Gambar 4.15. Initial model shear impedan dari Rs pada inline 21. 43 Gambar 4.16. Salah satu hasil nalisa inversi yaitu untuk sumur 01-17 didapat nilai korelasi adalah 0,935155.. 44 Gambar 4.17. Hasil Inversi reflektivitas gelombang P (Rp) yaitu Ip pada xline 45 dengan data sumur adalah kurva P impedan... 44 Gambar 4.18. Hasil Inversi reflektivitas gelombang S (Rs) yaitu Is pada xline 45 dengan data sumur adalah kurva S impedan... 45 Gambar 4.19. Penampang seismik Lambda-Rho pada xline 45, dengan data

    sumur adalah kurva lambda-rho.... 46 Gambar 4.20. Penampang seismik Mu-Rho pada xline 45 dengan data sumur adalah kurva mu-rho.. 46 Gambar 5.1. Zona target berdasrakan analisa data sumur gamma ray, induction log, NPSS log, RHOB log pada sumur 01-17.. 47 Gambar 5.2. Cross plot Gamma Ray vs Density pada sumur 01-17 48 Gambar 5.3. Cross plot Gamma Ray vs P Impedance pada sumur 01-17. 49 Gambar 5.4. (a) Cross plot Poisson Ratio vs P Impedance dengan color key induction deep dan densitas dan (b) cross plot Vp/Vs vs P impedance dan hasil zonasinya pada sumur 01-17... 50 Gambar 5.5. (a) Cross plot P impedance vs S impedance dengan color key water saturation dan hasil zonasi pada sumur 01-17 dengan warna kuning nilai Sw < 30% dan warna abu-abu nilai Sw > 70% (b) Cross plot P impedance vs S impedance dengan color key induction deep... 51 Gambar 5.6. Cross plot Mu-Rho vs Neutron Porosity, dengan biru adalah wet zone dan merah adalah hidrokarob, dengan hasil zonasi dapat dilihat pada sumur 01-17. 52 Gambar 5.7. (a) Cross plot Lambda-Rho vs Mu-Rho dengan color key induction deep; (b) Cross plot Lambda-Rho vs Mu-Rho dengan color key water saturatin; (c) hasil cross plot (a) pada sumur 01-17; (d) hasil cross plot (b) pada sumur 01-17 53 Gambar 5.8. Zona target berdasrakan analisa data sumur gamma ray, induction log, NPSS log, RHOB log pada sumur 08-08.. 54 Gambar 5.9. Cross plot Gamma Ray vs Density pada sumur 08-08 55 Gambar 5.10. Cross plot Gamma Ray vs P Impedance pada sumur 08-08..... 55 Gambar 5.11. (a) Cross plot Poisson Ratio vs P Impedance dengan color key induction deep dan densitas dan (b) cross plot Vp/Vs vs P impedance dan hasil zonasinya pada sumur 08-08 56 Gambar 5.12. (a) Cross plot P impedance vs S impedance dengan color key

    induction deep dan hasil zonasi pada sumur 08-08 (b) Cross plot P impedance vs S impedance dengan color key water saturation. 57

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • xiii

    Gambar 5.13. Cross plot Mu-Rho vs Neutron Porosity, dengan biru adalah wet zone dan merah adalah hidrokarob, dengan hasil zonasi dapat dilihat pada sumur 08-08. 58 Gambar 5.14. (a) Cross plot Lambda-Rho vs Mu-Rho dengan color key induction deep; (b) Cross plot Lambda-Rho vs Mu-Rho dengan color key water saturatin; (c) hasil cross plot (a) pada sumur 08-08; (d) hasil cross plot (b) pada sumur 08-08. 59 Gambar 5.15. Zona target berdasrakan analisa data sumur gamma ray, induction log, NPSS log, RHOB log pada sumur 09-08.. 60 Gambar 5.16. Cross plot Gamma Ray vs Density pada sumur 09-08 61 Gambar 5.17. Cross plot Gamma Ray vs P Impedance pada sumur 01-17.... 61 Gambar 5.18. (a) Cross plot Poisson Ratio vs P Impedance dengan color key induction deep dan densitas; (b) cross plot Vp/Vs vs P impedance pada sumur 09-08 62 Gambar 5.19. Cross plot P impedance vs S impedance dengan color key water saturation dan hasil zonasi pada sumur 08-09 63 Gambar 5.20. Cross plot Mu-Rho vs Neutron Porosity, dengan biru adalah wet zone dan merah adalah hidrokarob, dengan hasil zonasi dapat dilihat pada sumur 09-08. 64 Gambar 5.21. Gambar 5.14. (a) Cross plot Lambda-Rho vs Mu-Rho dengan color key induction deep; (b) Cross plot Lambda-Rho vs Mu-Rho dengan color key water saturatin; (c) hasil cross plot (a) pada sumur 09-08; (d) hasil cross plot (b) pada sumur 09-08.. 65 Gambar 5.22. Avo atribut dengan acuan yaitu P*G pada daerah sumur 09-08.. 66 Gambar 5.23. Avo atribut dengan acuan yaitu P*G pada daerah sumur 08-08.. 67 Gambar 5.24. Avo atribut dengan acuan yaitu P*G pada daerah sumur 01-17.. 67 Gambar 5.25. Slice atribut AVO (a) Gradient, (b) Intercept, (c) A*B dan (d) Poisson ratio 68 Gambar 5.26. Cross plot intercept dan gradient.. 69 Gambar 5.27. Hasil cross plot AVO pada sumur 01-17.. 70 Gambar 5.28. Hasil cross plot AVO pada sumur 08-08.. 70 Gambar 5.29. Hasil cross plot AVO pada sumur 09-08.. 71 Gambar 5.30. Penampang reflektivitas Rp pada xline 45 71 Gambar 5.31. Penampang reflektivitas Rs pada xline 45 72 Gambar 5.32. Initial model akustik impedan dari Rp pada xline 45... 73 Gambar 5.33. Initial model shear impedan dari Rs pada inline 21.. 73 Gambar 5.34. Analisis inverse model based pada Rp dengan hasil korelasi total yaitu 0,82948... 74 Gambar 5.35. Analisis inverse model based pada Rs dengan hasil korelasi total yaitu 0,908675. 74 Gambar 5.36. Hasil Inversi reflektivitas gelombang P (Rp) yaitu Ip pada xline 45 dengan data sumur adalah kurva P impedan... 75

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • xiv

    Gambar 5.37. Hasil Inversi reflektivitas gelombang S (Rs) yaitu Is pada xline 45 dengan data sumur adalah kurva S impedan... 75 Gambar 5.39. Gambar penampang seismik Mu-rho pada xline 45. 76 Gambar 5.40. Gambar penampang seismik Lambda-rho pada xline 45.. 77 Gambar 5.41. Slice penampang mu-rho (a) slice pada kedalaman 1550 ms, 10 ms dari tengahnya (b) slice pada kedalaman 1550 ms, 20 ms dibawah kedalamannya.. 78 Gambar 5.42. Hasil cross plot penampang seismik mu-rho dengan lambda-rho 80 Gambar 5.43. Hasil cross plot lambda-rho vs mu-rho pada penampang seismik . 81 Gambar 5.44. Slice penampang lambda-rho (a) slice pada kedalaman 1550 ms, 10 ms dari tengahnya (b) slice pada kedalaman 1550 ms,

    (a) window 30 ms diatasnya (b) windows 20 ms diantaranya dan (c) window 30 ms dibawahnya.. 82

    Gambar 5.45. Cross plot dan dengan pembagian zona fluida dan litologi... 82 Gambar 5.46. Hasil cross plot dan pada penampang seismic berdasarkan zona... 83

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • xv

    DAFTAR TABEL Tabel 1. Analisa petrofisika menggunakan Parameter Lame (Gooway, 2001)... 17 Tabel 2. Kesimpulan 4 kelas anomali AVO. 26

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Selain mampu memetakan dimensi suatu perangkap minyak dan gas bumi,

    metode seismik mampu memetakan variasi sifat fisik batuan dengan pendekatan

    kecepatan penjalarannya. Dengan berkembangnya teknologi akuisisi dan

    pengolahan data, memungkinkan sinyal refleksi dan transmisi dapat direkam dan

    diproses secara akurat, sehingga informasi yang dibawanya sangat membantu

    dalam penafsiran sifat fisik batuan bawah permukaan.

    Data seismik memiliki karakter yang berbeda-beda, sehingga metoda yang

    digunakan untuk menentukan karakteristik reservoar suatu daerah tertentu tidak

    akan sama dengan daerah lainnya. Karakteristik reservoar dari data seismik dapat

    dilakukan dengan mengidentifikasi keberadaan fluida dan juga mengestimasi

    sebaran litologi. Salah satu metoda yang digunakan untuk tujuan identifikasi

    fluida adalah metoda AVO-Inversi. Metoda ini merupakan teknik pre-stack yang

    digunakan pada seismik gather yang mampu membedakan antara efek yang

    diakibatkan oleh litologi dan fluida. Kelebihan lain dari proses ini yaitu tidak

    mahal dan dapat dilakukan lebih cepat bila dibandingkan proses seismik lainnya.

    Banyak sekali atribut AVO-Inversi, namun yang paling sering digunakan yaitu

    atribut refleksi dari gelombang P, gelombang S dan densitas. Bila variabel

    reflektifitas ini dikombinasikan maka akan dapat membantu dalam indikator

    hidrokarbon. Respon beragam dari atribut tersebut dapat membantu dalam

    menentukan tipe fluida, saturasi dan litologi serta dapat membantu dalam

    membedakan zona reservoir hidrokarbon terhadap zona yang tidak prospektif.

    Akhir-akhir ini AVO-Inversi untuk parameter Lame (Lambda-Mu-Rho)

    telah memberikan hasil yang lebih baik dalam identifikasi reservoir. Teknik ini

    diperkenalkan oleh Goodway et al pada tahun1997. Analisa LMR ini mengunakan

    estimasi reflektivitas kecepatan gelombang P (Rp) dan reflektivitas gelombang S

    (Rs) yang diekstraksi dari data seismik prestack gather, kemudian data

    reflektivitas tersebut diinversi untuk mendapatkan estimasi impedansi-P dan

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    2

    impedansi-S, lalu mentransformasi impedansi-P dan impedansi-S tersebut menjadi

    parameter Lame yaitu Lambda-Rho () dan Mu-Rho (). Parameter Lames,

    Mu-Rho () yang berkaitan dengan rigiditas batuan memberikan informasi

    mengenai litologi. Rigiditas atau dikenal juga dengan rigiditas shear atau modulus

    shear adalah perlawanan pada strain yang menyebabkan perubahan bentuk tanpa

    adanya perubahan volume total. Biasanya digunakan dalam menentukan kualitas

    batu pasir dan tidak terpengaruh oleh fluida reservoir. Dilain sisi, parameter

    Lambda-Rho () mempresentasikan inkompresibilitas batuan yang sensitif

    terhadap tipe fluida pori, karena itu parameter ini dapat digunakan untuk

    membedakan kandungan fluida. Incompresibilitas atau modulus bulk, merupakan

    perlawanan terhadap perubahan volume akibat dari adanya perubahan pada

    tekanan, yang merupakan kebalikan dari compresibilitas.

    1.2. Identifikasi Masalah Masalah yang akan dikaji pada penelitian ini meliputi karakterisasi

    reservoir berupa kandungan fluida reservoar serta litologinya menggunakan

    metoda AVO-Inversi parameter Lambda-Mu-Rho dengan studi kasus pada

    lapangan Blackfoot, sehingga dapat diketahui mana zona reservoir dan mana zona

    yang tidak produktif.

    1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penyusunan thesis ini adalah untuk memenuhi salah satu

    persyaratan untuk menyelesaikan program pendidikan magister program studi

    Geofisika Reservoar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

    Universitas Indonesia.

    Sedangkan tujuan dari penelitian thesis ini adalah untuk mengetahui pola

    litolgi reservoar, mengidentifikasi keberadaan fluida menggunakan parameter

    Lambda-Mu Rho pada daerah target penelitian dan mementukan zona reservoar

    yang ekonomis menggunakan metoda AVO-Inversi parameter LambdaMuRho.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    3

    1.4. Batasan Masalah Beberapa batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    sebagai berikut :

    a. Data seismic yang digunakan adalah data seismic 3D, berupa data seismic

    prestak.

    b. Pengolahan data difokuskan pada daerah sekitar sumur dengan zona tarket

    berada pada keladalam 1400 m sampai 1700 m atau pada lapisan

    Glauconitic yang terdiri dari sandstone dan shale.

    c. Metoda yang digunakan adalah AVO-Inversi, dengan teknik inverse spare-

    spike.

    d. Penentuan fluida dan litologi menggunakan parameter Lambda-Mu Rho.

    1.5. Metodologi Penelitian Secara umum langkah kerja penelitian terbagi menjadi beberapa tahapan,

    yaitu :

    a. Studi Literatur menganai sifat fisis batuan, seismic refleksi, AVO, petrofisika

    dan seismic inverse yang diperlukan untuk lebih memahami metoda yang akan

    digunakan dalam memecahkan masalah, serta studi tentang geologi daerah

    penelitian.

    b. Pengumpulan data, yaitu data sumur, seismic dan geologi dan pengecekan

    kualitas data yang digunakan.

    c. Pengolahan data yang telah diperoleh, berupa pengolahan secara petrofisika

    dengan data sumur yang ada dan secara geofisika menggunakan metoda AVO-

    Inversi dengan perangkat lunak Hampson Russell.

    d. Analisa dan interpretasi hasil pengolahan data hasil petrofisika dan geofisika,

    penentuan karakterisasi reservoir, litologi, identifikasi fluida dan zona

    ekonomis.

    1.6. Sistematika Penelitian Pada Bab I yang berupa pendahuluan, akan menjelaskan tentang latar

    belakang mengapa penelitian ini dilakukan, identifikasi masalah, maksud dan

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    4

    tujuan penelitian, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika

    penelitian.

    Sedangkan pada bab II merupakan penjelasn tentang geologi daerah

    penelitian, yang mana dapat diketahui gambaran tentang geologi regional dan

    system petroleum yang ada pada daerah penelitian.

    Bab III, merupakan hasil dari tinjuan pestaka, yang berisi tetntang teori

    dasar yang melandasi penelitian ini. Pada bab ini akan didapati teori tentang fisis

    batuan, teori AVO dan teori Inversi.

    Data penlitian dan proses pengolahan datanya berada pada bab IV. Bab ini

    adalah bab Pengolahan Data, yang terdiri dari pengolahan data sumur berupa uji

    sensitivitas berupa cross plot antara data sumur yang ada dan pengolahan data

    geofisika berupa ektraksi wavelet, well seismic tie, ektraksi penambang Rp dan Rs

    yang didapat dari proses AVO, kemudian data Rp dan Rs diinversi menjadi P

    Impedansi dan S Impedansi. Hasil inilah nantinya bila diproses lebih lanjut akan

    diperoleh parameter elastik Lambda-Rho dan Mu-Rho.

    Bab V adalah pembahsan dari hasil pengolahan data yang dilakukan pada

    bab sebelumnya. Pembahsanpun dilakukan pada data sumur dan hasil proses

    geofisika.

    Dari analisa yang dilakukan, maka dapat diterik kesimpulan penelitian ini,

    yang dijelsakan pada bab V yaitu bab kesimpulan.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia 5

    BAB II

    GEOLOGI REGIONAL

    2.1. Geologi Regional

    Blackfoot merupakan bagian dari Blackfeet Indian Reservasi yang merupakan

    bagian dari cekungan Alberta, yang termasuk kedalam daerah Blackfeet, dimana

    secara tektonik dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu Disturbed/Overthrust Belt pada

    bagian barat, Foreland Basin pada bagian tengah dan Sweetgrass Arch di timur.

    Stratigrafi pada reservasi dikarakteristikkan menjadi bagian clastik yaitu Cretaceous-

    Jurassic dan karbonat pada Mississippian-Devonian.

    Gambar 2.1. Glauconitic Incised-Valley System Lapangan Blackfoot

    Geologi daerah penelitian

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia 6

    Lapangan Blackfoot sendiri terdapat pada bagian Sweetgrass Arch, dimana

    daerah ini memberikan produksi yang paling banyak diantara daerah lainnya.

    Produksinya terdapat pada bagian sedimen klastik yaitu Cretaseous dan Jurassic serta

    karbonat Mississippian.

    Gambar 2.2. Struktur Lapangan Blackfoot.

    Lapangan Blackfoot terletak sekitar 15 km di sebelah tenggara dari kota

    Strathmore, Alberta, Canada, Townhip 23, Range 23. Pada area studi ini batuan

    group Manville diendapkan secara tidak selaras berada di atas batuan grup karbonat

    Mississippian. Target reservoir adalah sediment dari incised-valley fill yang berada

    dalam formasi Glauconitic. Glauconitic incised valley terdapat di Alberta bagian

    selatan. Incised-valley fill dapat ditemukan dibeberapa bagian formasi Detrital dan

    terdistribusi pada kedalaman yang bervariasi. Grup Glauconitic dan terdiri dari shale

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia 7

    yang argilicerous dan batuan gamping berfosil serta lapisan siltstone yang tipis.

    Secara lengkapnya, batuan di daerah penelitian dapat dilihat pada kolom stratigrafi

    (gambar 2.3).

    Gambar 2.3. Kolom stratigrafi Lapangan Blackfoot.

    Lapisan shale Bantry yang tipis dan mempunyai kecepatan rendah ada di

    bawah grup Ostracod tetapi tidak persisten secara lateral. Anggota grup Sunburst

    terdiri dari lapisan batupasir berlapis dan mengandung karbon, terbentuk dari sub-

    litharenites dan quartzarenites. Formasi Detrital mempunyai litologi yang heterogen

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia 8

    dan terdiri dari bongkah rijang, Lithic Sandstone, siltstone dan batu lempung. Pada

    Glauconitic sandstone ketebalan sedimen dari valley fill bervariasi dari 0-35 meter.

    Ada tiga fase pengisisan sediment pada daerah ini. Member atas dan bawah dari grup

    Glauconitic berupa quarzt sandstone dengan porositas rata-rata 18% dimana anggota

    grup bagian tengah merupakan lithic sandstone yang kompak.

    Bagian individual memiliki ketebalan berkisar antara 0-20 m. Reservoar

    hidrokarbon ditemukan berupa jebakan struktur dan juga stratigrafi dimana channel

    sand yang porous melawan strata nonreservoar regional atau channel sediment yang

    berporositas rendah. Hidrokarbon utama adalah minyak, namun gas juga dapat

    ditemukan.

    2.2. Petroleum System

    Reservoar yang terisi hidrokarbon ditemukan pada perangkap struktur dan

    stratigrafi pada channel yang porous. Hidrokarbon yang ada disisni terutama minyak

    dengan sedikit kemunculan gas. Formasi yang berproduksi adalah Lower Cretaceous

    Glaouconitik yang dikarakterisasisecara geologi sebagai bentuk low-sinusoity channel

    seluas 1-5 km dan tebalnya mencapai 35 meter. Arus purba dari channel ini berarah

    dari selatan ke utara. Secara spesifik endapan Glauconitic terdiri dari litologi yang

    komplek dan incised-valley sistem yang mengerosi Ostracod dan dibeberapa bagian

    secara local memotong formasi Detrital.

    Ada tiga incised-valley dengan tiga kualitas batupasir dan mineralogi yang

    berbeda. Bagian atas dan bawah incised-valley merupakan reservoir utama. Channel

    fluvial merupakan reservoar yang baik pada area ini. Lithic incised-valley bertindak

    sebagai batuan penutup pada sistem ini.

    Blackfoot merupakan lapangan yang masuk pada tipe Jurrasic/Cretaseous.

    Jenis jebakan yang terdapat pada tipe ini adalah diskontinuitas batu pasir fluvial yang

    terdapat pada formasi Jurrassic Sawtooth dan Swift. Batuan sumber yang terdapat

    pada daerah ini adalah Cretaseous shale marine yang sudah matang, dengan

    reservoarnya terdapat pada batu pasir Cut Bank.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia 9

    Ganbar 2.4. Tipe Lapangan Blackfoot yang merupakan bagian dari area Blackfeet.

    Gambar 2.5. Model facies Lapangan Blackfoot.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    10

    BAB III

    TEORI DASAR

    3.1. Parameter Petrofisika

    Sifat fisika batuan dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi batuan suatu

    reservoir. Sifat fisik ini akan menentukan bagaimana kelakuan penjalaran gelombang

    di dalam batuan. Sifat fisis batuan tersebut di antaranya kecepatan gelombang P,

    kecepatan gelombang S, densitas dan poisson ratio. Setiap properti memiliki

    karakteristik masing-masing. Karakterisik dari tiap properti akan dijelaskan di bawah

    ini.

    3.1.1. Densitas

    Densitas merupakan karakter fisis yang berubah secara signifikan terhadap

    perubahan tipe batuan akibat mineral dan porositas yang dimilikinya. Densitas

    didefinisikan sebagai massa (m) batuan per satuan unit volume (v) :

    d = m/v (3.1)

    satuannya adalah kg/m3

    Densitas berkaitan dengan berbagai macam faktor, diantaranya :

    Porositas batuan

    Jenis fluida yang mengisi pori batuan.

    Gambar 3.1 Properti batuan ditentukan berdasarkan tipe matriks, porositas dan jenis

    fluida (Russell, 2004).

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    11

    Jika kita mengasumsikan adanya satu jenis mineral dan satu jenis fluida yang

    mengisi pori, maka persamaan Wyllie dapat dipergunakan untuk menentukan densitas.

    Persamaan ini ditulis sebagai berikut :

    ( ) ( ) whcwwwmb SS ++= 11 (3.2) Dimana :

    b = densitas bulk batuan

    m = densitas matriks batuan

    f = densitas fluida

    = porositas batuan

    Sw = saturasi air

    w = densitas air ( mendekati 1 gr/cm3)

    hc = densitas hidrokarbon

    Berdasarkan persamaan (3.2), perhatikan bahwa harga densitas akan turun lebih

    cepat pada reservoar gas dibandingkan pada reservoar minyak. Karena densitas sangat

    dipengaruhi oleh oleh Vp, Vs, dan AI maka harga densitas akan memegang peranan

    penting dalam proses identifikasi reservoir-reservoir tersebut.

    3.1.2. Kecepatan

    Ada dua jenis kecepatan gelombang seismik yang menjadi perhatian seorang

    geophysicist dalam menginterpretasi data seismik, yaitu kecepatan gelombang P

    (gelombang kompresi) dan kecepatan gelombang S (gelombang geser). Persamaan

    kecepatan gelombang P (Vp) dapat dijelaskan sebagai fungsi properti elastik, yaitu:

    24

    3+=

    +=

    KVp (3.3)

    Dimana = densitas, K = modulus bulk, = modulus geser (rigiditas) dan = incompresibilitas. Sedangkan persamaan gelombang S dapat ditulis sebagai berikut:

    =sV (3.4)

    dengan Vs = kecepatan gelombang S.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    12

    Vp pada batuan yang beri gas nilainya akan lebih kecil dari pada Vp pada batuan yang

    sama tapi tidak mengandung gas. Sedangkan Vs batuan yang mengandung gas akan

    lebih tinggi nilainya daripada Vs batuan yang sama tapi tidak mengandung gas. Hal ini

    disebabkan karena densitas gas lebih rendah dari pada brine.

    3.1.3. Poisson Ratio

    Poisson Ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara strain longitudinal

    (Exx) dengan strain axial (Ezz).

    zz

    xx

    EE= (3.5)

    Kecepatan gelombang seismik akan turun secara drastis dalam pori litologi yang terisi

    oleh fluida (terutama gas). Perbandingan antara Vp dengan Vs didefinisikan Poisson

    Ratio:

    =12

    2

    2

    2

    s

    p

    s

    p

    VV

    VV

    (3.6)

    Dari rumus di atas, dapat disimpulkan bahwa Poisson Ratio merupakan

    pengukuran dari Vp dan Vs yang memiliki harga antara 0 sampai 0.5. Harga Poisson

    Ratio mempunyai arti yang signifikan untuk mengenali isi fluida dalam batuan,

    contohnya minyak, air, atau gas. Dengan kata lain, perbedaan isi fluida di dalam batuan

    dimanifestasikan dengan perbedaan harga Poisson Ratio. Ostrander (1984) melakukan

    percobaan tentang penerapan Poisson Ratio di dalam pasir gas dan faktor yang

    mempengaruhi perekaman amplitude sebagai fungsi jarak. Percobaan ini menghasilkan

    kesimpulan bahwa perubahan koefisien refleksi dan sudut datang dipengaruhi oleh

    Poisson Ratio. Analisis AVO dikenali dengan adanya anomali yang dihasilkan oleh

    gas di dalam batu pasir.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    13

    3.2. Parameter Elastik

    3.2.1. Impedansi Akustik

    Acoustic impedance atau impedansi akustik didefinisikan sebagai kemampuan

    batuan untuk melewatkan gelombang seismik yang melauinya. Secara fisis, impedansi

    akustik merupakan produk perkalian antara kecepatan gelombang kompresi dengan

    densitas batuan. Semakin keras suatu batuan maka impedansi akustiknya semakin

    besar pula, sebagai contoh: batupasir yang sangat kompak memiliki impedansi akustik

    yang lebih tinggi dibandingkan dengan batulempung. Impedansi akustik biasanya

    dilambangkan dengan (Z).

    )( 31 = kgmmsVZ (3.7)

    3.2.2. Reflectivitas

    Reflektivitas adalah kontras impedansi akustik (IA) pada batas lapisan batuan

    sedimen yang satu dengan batuan sedimen yang lain. Besar-kecilnya nilai reflektivitas

    selain tergantung pada impedansi akustik, juga tergantung pada sudut datang

    gelombang atau jarak sumber kepenerima. Di dalam seismik refleksi, reflektivitas

    biasanya ditampilkan pada jarak sumber kepenerima sama dengan nol (zero offset)

    sehingga dapat diformulasikan sbb:

    12

    12

    ZZZZR +

    = (3.8)

    Gambar 3.2. Hubungan reflektivitas, amplitudo dan impedansi akustik

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    14

    Reflektivitas berbanding lurus dengan amplitudo gelombang seismik refleksi.

    Jika reflektivitas semakin tinggi, maka amplitudo-nya pun semakin tinggi pula.

    Gambar 3.2, menunjukkan hubungan reflektivitas, amplitudo dan impedansi akustik.

    3.2.3. Persamaan Fatti et al.

    Fatti et al memodifikasi persamaan Aki-Richard dan mendapatkan hubungan

    koefisien refleksi P-P (RPP

    ) sebagai berikut,

    += 2

    2

    222

    2 sin2tan21sin4)tan1(

    21)(

    p

    s

    s

    ss

    p

    ppp V

    VII

    VpV

    II

    R (3.9)

    Dimana :

    =

    =

    p

    p

    p

    pp V

    VII

    R21

    21

    =

    =

    s

    s

    s

    ss V

    VII

    R21

    21

    =DR

    Sedangkan koefisien pada persamaan diatas, yaitu :

    p

    s

    VV

    dan

    c

    cc

    =

    +==+=

    2223

    222

    21

    sin2tan21

    sin8tan1

    Dimana,

    Rp = reflectivitas gelombang P

    Rs = reflectivitas gelombang S

    RD = reflektivitas densitas

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    15

    Persamaan (3.9) dapat disederhanakan dimana nilai tan() sin() pada sudut incident yang kecil dan nilai Vp/Vs 2, perubahan yang terjadi pada densitas relatif terhadap densitas absolut tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan perubahan

    Vp dan Vs. Sehingga persamaan (3.10) menjadi:

    s

    ss

    p

    ppp I

    IVpV

    II

    R

    += 2

    22 sin4)tan1(

    21)( (3.10)

    Persamaan( 3.11) tidak memiliki batasan sudut incident dan hasilnya cukup akurat

    sampai dengan sudut incident kritis.

    3.2.4. Parameter Lame

    Menurut Kolsky, 1963, lambda () dan Mu () disebut konstanta Lame yang mengidentifikasi kelakuan medium padat isotropis. Mu () disebut juga ketegaran (rigiditas) atau modulus geser (shear modulus). Sedangkan lambda () disebut juga regangan (compresibilitas) terjadi akibat tegangan yang berarah tegak lurus arah

    regangan.

    Rigiditas () juga dapat dideskripsikan sebagai seberapa besar material berubah bentuk terhadap stres. Rigiditas sensitif terhadap matrik batuan. Semakin rapat

    matriknya maka akan semakin mudah pula mengalami slide over satu sama lainnya dan

    benda tersebut dikatakan memiliki rigiditas yang tinggi.

    Gambar 3.3. Ilustrasi material yang memiliki harga rigiditas dan kompresibilitas

    yang berbeda (PanCanadian Petroleum, 2005)

    Incompresibilitas () merupakan kebalikan dari kompresibilitas. Didefinisikan sebagai besarnya perubahan volume (dapat dikompresi) bila dikenai stres. Semakin

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    16

    mudah dikompresi maka semakin kecil harga inkompresibilitasnya dan sebaliknya.

    Perubahan ini lebih disebabkan oleh adanya perubahan pori dari pada perubahan

    ukuran butirannya. Dua parameter tersebut dapat diilustrasikan dengan gambar (3.3).

    Kartu dan lempung memiliki rigiditas rendah karena mudah untuk slide over satu

    sama lain. Batu bata dan batu gamping memiliki rigiditas yang tinggi karena sulit

    untuk slide over satu sama lainnya. Keduanya memiliki harga inkompresibilitas yang

    tinggi. Sebaliknya spon dan pasir pantai memiliki incompresibilitas rendah, dimana

    fluida yang mengisi pori mempengaruhi harga incompresibilitas. Jika gas mengisi pori

    maka batuan tersebut akan lebih mudah terkompresi dari pada terisi oleh minyak atau

    air.Sehingga gas memberikan respon incompresibilitas yang lebih rendah. Batuan

    karbonat dan beku memiliki kerangka yang lebih keras dan oleh karena mereka

    memiliki nilai inkompresibilitas yang tinggi mengingat sedikitnya pori yang

    mengandung fluida.

    Hasil AVO-inversi dapat digunakan untuk menurunkan parameter rigiditas () dan incompresibilitas () (Goodway et al, 1997). Kedua konstanta tersebut sangat dipengaruhi oleh densitas batuan karena sensitif terhadap kadungan fluida pada pori

    batuan. Dari persamaan kecepatan sebelumnya diketahui :

    24

    3+=

    +=

    KVp dan

    =sV

    Maka,

    2)2()( 22 +=+== pp VI (3.11) == 22 )( ss VI (3.12) Dari persamaan (3.11) dan (3.12), didapat dan : 22 2 sp II = (3.13) 2sI= (3.14)

    ( ) ( ) 222 2

    //s

    sp

    III == (3.15)

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    17

    Parameter lame tidak dapat diekstrak tanpa terlebih dahulu menentukan

    parameter densitas. Biasanya untuk batu pasir bergas akan memberikan nilai dan / yang rendah.

    Rigiditas (), menggunakan parameter moduli (), berfungsi sebagai indicator

    litologi karena bersifat sensitif terhadap matrik batuan dan tidak dipengaruhi oleh

    kehadiran fluida. Inkompresibilitas () tidak secara langsung diukur pada batuan

    seperti rigiditas, tetapi seperti pada persamaan diatas, ekstraksi dilakukan dengan

    menghilangkan efek rigiditas akibat matrik batuan dan meningkatkan sensitifitas

    terhadap fluida pengisi pori.

    Tabel dibawah menunjukkan pembenaran dan kelebihan penggunaan parameter

    lame dalam analisis petrofisika yang dikemukakan oleh Bill Goodway, 2001 untuk

    mendeterminasi antara lempung (shale) dan pasir terisi gas (gas sand).

    Table Vp (m/s) Vs

    (m/s) (g/cc) Vp/Vs (Vp/Vs)2 +2 /

    Shale 2898 1290 2,425 2,25 5,1 0,38 20,37 4,035 12,3 3,1 Gas sand 2857 1666 2,275 1,71 2,9 0,24 18,53 6,314 5,9 0,9

    Avg. change 1,4% 25% 6,4% 27% 55% 45% 9,2% 44% 70% 110%

    Tabel 1. Analisa petrofisika menggunakan Parameter Lame (Gooway, 2001).

    Kecepatan gelombang P (Vp) dipengaruhi ole dan . Efek dari penurunan harga

    sebagai respon langsung dari porositas gas sering berlawanan dengan kenaikan harga

    dari chapping shale ke gas sand. Sehingga dengan mengekstrak dari Vp dan

    mengkombinasikan menjadi perbandingan /, persentasi perubahannya menjadi

    sangat jauh meningkat antara shale dan gas sand. Dari sini kita dapat memanfaatkan

    parameter ini sebagai parameter yang paling sensitif untuk mendeskriminasi kehadiran

    gas dalam reservoir.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    18

    Gambar 3.4. vs cross plot data log sumur gas (Goodway et al, 1997)

    Gambar 3.4 memperlihatkan hasil cross plot parameter lame untuk data sumur.

    Sedangkan gambar 3.5 memperlihatkan hasil vs yang telah dimodifikasi oleh

    Downtown (2000).

    Gambar 3.5. Crossplot Lambda-Mu-Rho dengan klasifikasi parameter lame (combinasi

    dari Goodway,2001, Downton, 2000).

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    19

    Kedua parameter regiditas dan modulus lame dapat diperoleh dari data seismik

    pre-stack menggunakan metoda dari Goodway, et al. Sedangkan parameter densitas

    dapat diperoleh dari data sumur.

    Konsep incompresibilitas () dan rigiditas () yang ditampilkan dalam bentuk

    dan , dengan adalah densitas, dapat membantu dalam pemahaman mengapa respon AVO dapat terlihat. Seperti yang kita ketahui bahwa batuan dan fluida tidak

    dapat termampatkan dengan mudah, namun gas dapat termampatkan dengan mudah.

    Oleh sebab itu keberadaan gas pada pori-pori batuan, yang menunjang seperti pasir,

    menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap nilai incomprisibilitasnya. Gas yang

    berada dalam batuan tersebut tidak akan mempengaruhi rigiditas, sehingga respon

    AVO dapat terlihat dari kontras antara incompresibilitas dan rigiditas.

    Gambar 3.6. Menunjukkan zona gas dengan Lambda-Rho yang rendah (biru) dan Mu-Rho yang tinggi (merah dan kuning). Biasanya AVO-inversi untuk Lambda-Rho dan

    Mu-Rho dilakukan pada reservoar klastik.

    Beragam tipe litologi cenderung terpisah sepanjang bidang batas orthogonal

    pada cross plot antara dan . Akibatnya, kedua parameter ini dapat berdiri sendiri dan dapat diinterpretasikan secara terpisah, sedangkan bila dikombinasikan akan

    memberikan informasi tambahan tentang asal dan kandungan batuan fluida dari mana

    mereka berasal.

    Pada zona dengan incompresibilitas yang rendah (), diperkirakan adanya gas atau batu bara. Dengan informasi tambahan dari , gas dan pasir dapat dibedakan

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    20

    lebih jelas dari batu bara, karena pasir memiliki rigiditas yang tinggi sedangkan batu

    bara rigiditasnya rendah.

    3.3. AVO (Amplitude versus Offset)

    Metoda AVO diperkenalkan pertama kali oleh Koefoed dari Shell pada tahun

    1955, tetapi pada saat itu belum dikenal oleh industri minyak. Koefoed membuat

    kesimpulan bahwa dimasa mendatang adalah mungkin untuk menarik kesimpulan

    tentang litologi lapisan batuan dari bentuk kurva koefisien refleksi.

    Penerapan metoda AVO dilakukan pertamakali untuk eksplorasi minyak/ gas,

    tahon 1980, oleh Ostrander dari Chevron (Imran, Zulfikar, 1996). Pengamatan yang

    dilakukan Ostrander dibeberapa daerah menunjukkan bahwa kombinasi antara

    amplitudo refleksi yang tinggi dan kenaikan amplitudo terhadap sudut datang yang

    tajam merupakan karakteristik dari batupasir yang tersaturasi gas, maka nilai

    Poissonnya akan berubah secara tajam (Sarjono, 1999).

    Penelitian laboratorium yang dilakukan oleh Domenico (1984) membuktikan

    hubungan antara porositas, sifat-sifat elastis dan kecepatan gelombang. Hasil

    penelitiannya menunjukkan bahwa sedimen berisi gas mempunyai Poissons ratio

    berbeda dengan sedimen berisi air. Ostrander(1984) menyatakan bahwa penurunan

    Poissons rasio akan menghasilkan kenaikan amplitudo seismik terhadap sudut datang.

    Istilah AVO oleh sebagian ahli disebut juga dengan AVA (Amplitude versus angle of

    incidence) (Munadi, 1993). Penggunaan analisis AVO yang paling sukses adalah untuk

    mendeteksi gas sand/ reservoir batupasir yang mengandung gas, karena nilai Poissons

    rasionya yang turun drastis pada batupasir yang mengandung gas.

    3.3.1. Prinsip AVO

    Prinsip analisis AVO adalah berdasarkan anomali amplitudo, yaitu

    pertambahan amplitudo terhadap pertambahan jarak antara sumber ke penerima

    (offset) apabila gelombang seismik dipantulkan oleh lapisan berisi gas. Jarak offset

    berkaitan langsung dengan sudut datang gelombang seismik (angle of incidence)

    terhadap lapisan pemantul, makin jauh offset, maka sudut datangnya makin besar.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    21

    Walaupun analisis AVO bertumpu pada anomali amplitudo, yaitu

    bertambahnya amplitudo sinyal terpantul terhadap offset, akan tetapi ada batas

    maksimum dari offset ini yang tidak boleh dilewati, yaitu offset yang bersesuaian

    dengan sudut kritis. Diatas sudut kritis tingkah laku amplitudo sinyal terpantul tidak

    sebagaimana yang dijadikan pegangan dalam analisis AVO (Munadi, 1993).

    Pada prinsipnya, anomali AVO dapat diterangkan sebagai berikut, yaitu cepat rambat

    gelombang seismik terutama gelombang transversalnya (Vs) turun secara drastis

    didalam batuan berpori yang mengandung fluida (terutama gas). Perbandingan cepat

    rambat antara gelombang longitudinal (Vp) dan transversal (Vs) ini ditampung dalam

    suatu besaran yang disebut poissons ratio.

    Kandungan fluida dalam batuan, misalnya seperti air, minyak maupun gas

    dapat dimanifestasikan dalam perbedaan nilai Poissons ratio (Munadi, 1993). Apabila

    harga dan Vp dapat ditentukan dengan akurat, maka jenis batuan dan kandungannya

    dapat diperkirakan dari permukaan. Vp merupakan parameter yang terpenting, akan

    tetapi nilai kecepatan yang diestimasikan dari data seismik inilah yang masih rendah

    tingkat ketelitiannya. Vs lebih sulit lagi diperolehnya. Secara alamiah gelombang S

    jauh lebih sulit untuk dibangkitkan, daripada gelombang P. Cara-cara analitis numerik

    sering ditempuh oleh para ahli dalam upaya mendapatkan Vs dari gelombang P, lewat

    Poissons ratio dan sebagainya (Munadi, 1993).

    3.3.2. Teori AVO

    3.3.2.1. Persamaan Zeoppritz

    Persamaan Zoeppritz (1919) menjelaskan hubungan antara sudut datang

    (incident angle) dengan amplitudo gelombang pada batas bidang elastik dari dua

    lapisan yang memiliki karakter fisis yang berbeda (Gambar 3.3). Persamaan ini

    meliputi amplitudo dari gelombang refleksi, maupun transmisi.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    22

    Gambar 3.7. Refleksi dan transmisi gelombang P.

    Matrik dari persamaan Zeoppritz memberikan gambaran amplitude sebagai fungsi

    sudut, yaitu :

    =

    1

    1

    1

    1

    1

    211

    222

    11

    221

    1

    11

    2211

    1221

    2211

    1222

    11

    11

    2211

    2211

    2cos2sin

    cossin

    2sin2cos2sin2cos

    2cos2cos2cos2sin

    sincossincoscossincossin

    P

    S

    P

    P

    P

    S

    S

    PS

    PS

    PS

    S

    P

    S

    P

    S

    P

    VV

    VV

    VV

    VVV

    VVVV

    VV

    TTRR

    (3.16)

    Persamaan Zoppritz sangat kompleks dan membingungkan, serta hanya sedikit

    sekali memperlihatkan tinjauan fisis. Selanjutnya dalam menggunakan persamaan

    tersebut untuk perhitungan koefisien refleksi, banyak dilakukan penyederhanaan dan

    modifikasi, tergantung pada penekanan dan tinjauan penelitiannya.

    3.3.2.2. Aproksimasi Persamaan Zeopprit

    Approximasi yang paling mendekati persamaan Zoeppritz, dibuat oleh Shuey

    (1985), dengan pendekatan perhitungan koefisien refleksi gelombang P dari persamaan

    Zoeppritz dimodifikasi menjadi:

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    23

    ( )( ) ( )c

    VV

    bRA

    aR

    R pp

    pop

    22

    22 sintan21

    sin1)(

    +++ (3.17)

    keterangan:

    a = amplitudo pada sudut datang normal

    b = amplitudo pada sudut datang menengah (< 300)

    c = amplitudo pada sudut kritis (>300)

    Dengan,

    Ao = B - 2(1B) (12/1 )

    B = (Vp/Vp)/ ((Vp/Vp)+(/))

    Vp = (Vp1+Vp2)/2

    Vp = (Vp2+Vp1)

    = (1+/2)/2 = (2/1)

    = (1 + 2)/2

    = (2 - 1)

    = (1 + 2)/2

    dimana,

    = densitas rata-rata

    = Beda densitas pada interface

    = Beda poison`s rasio pada interface

    = poison`s rasio rata-rata pada interface

    = sudut datang dan transmisi rata-rata

    R() = refleksi terhadap offset/ koefisien refleksi

    Vp = kecepatan rata-rata gelombang P

    Vp = Beda kecepatan gelombang p pada interface

    Hilterman menuliskan persamaan diatas dalam bentuk lain:

    R () = Ro (1 4(Vs/Vp) 2 Sin2 + Ro (Vp/2Vp) (tan2 4(Vs/Vp)2 Sin2) (3.18)

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    24

    Selanjutnya Hilterman (1990) memodifikasi persamaan Shuey dengan asumsi

    sebagai berikut:

    (Tan2 Sin2)

  • Universitas Indonesia

    25

    negatif pada base batupasir. Kelas I ini terletak pada kuadran 4 (gambar 3.11) dan

    ditandai dengan adanya penurunan amplitude terhadap jarak.Perubahan amplitude

    terhadap jarak dikenal sebagai gradient, yang umumnya gradien untuk kelas 1 lebih

    besar dibandingkan gradien pasir gas kelas 2 dan kelas 3.

    Gambar 3.8. Plot Koefisien Refleksi terhadap sudut datang

    Kelas 2: Near Zero Impedance Sand

    Sandstone kelas 2 mempunyai harga impedansi akustik yang hampir sama dengan

    batuan penutupnya. Sandstone biasanya kompak dan cukup terkonsolidasi. Gradien

    dari sandstone kelas 2 biasanya besar tetapi lebih kecil dibandingkan gradien kelas 1,

    dimana semakin jauh terhadap offset besaran amplitudo akan mengecil. Sandstone

    kelas 2 dibagi menjadi dua yaitu kelas 2 dan 2p, untuk kelas 2p mempunyai koefisien

    refleksi positif pada zero offset dan biasanya terjadinya pembalikan polaritas di dekat

    near offset. Sedangkan Sandtone kelas 2 mempunyai koefisien refleksi nol pada offset

    sama dengan nol.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    26

    Kelas 3: Low Impedance Sand

    Sandstone kelas 3 mempunyai harga impedansi akustik rendah dibandingkann batuan

    penutupnya. Sandstone biasanya kurang terkompaksi dan kurang terkonsolidasi. Pada

    data stak seismik sandstone kelas 3 biasanya mempunyai amplitudo dan reflektifitas

    yang tinggi di keseluruhan offset, gradiennya biasanya besar tetapi lebih kecil dari

    kelas 2 dan kelas 3. Koefisien refleksi pada sudut datang normal

    adalah selalu negatif.

    Gambar 3.9. Ilustrasi perubahan amplitudo terhadap jarak berdasarkan klasifikasi

    Rutherford dan Williams (1989)

    Kelas 4

    Sandstone kelas 4 biasanya ditandai oleh anomali dengan koefisien refleksi menjadi

    positif seiring dengan meningkatnya offset, tetapi besarnya berkurang sejalan dengan

    peningkatan offset. Sandtone kelas 4 biasanya muncul pada porous sandstone yang

    dibatasi oleh litologi dengan kecepatan gelombang seismik tinggi, seperti hard shale

    (contoh : siliceous atau calcareous), siltstone, tightly cemented sand atau carbonate.

    Tabel 2. Kesimpulan 4 kelas anomali AVO

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    27

    Gambar 3.10. Crossplot intersep AVO terhadap gradien

    3.4. Inversi

    Inversi membentuk model geologi dengan cara tertentu dimana hasil sintetik

    seismogram pada level tertentu cocok dengan data yang sebenarnya. Inversi-AVO

    yaitu menggunakan persamaan AVO (yang menghubungkan antara koefisien refleksi

    dgn sudut) dan datanya berupa CDP gathers. Beda antara inversi biasa dengan Inversi-

    AVO adalah komponen shearnya. Pada inversi biasa akan dilakukan pada level post

    stack (diasumsikan 0 angle) jadi tidak perlu komponen shear. Sementara pada Inversi-

    AVO (baik dalam penentuan fluid atau sekedar lithologi) maka diperlukan komponen

    angle, jadi kita bekerja di beberapa substack (near, mid, far) dan hasilnya yaitu

    Impedan gelombang P dan gelombang S (Zp dan Zs).

    3.4.1. Teori Inversi

    Inversi seismik didefinisikan sebagai teknik pemodelan geologi bawah

    pemukaan bumi menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai

    kontrolnya (sukmono 2002). Inversi seismik juga disebutkan sebagai proses ekstraksi

    sifat fisis geologi bawah permukaan dari data seismik (Hampson & Russell, 2004).

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    28

    Tujuan dasar dari inversi seismik adalah melakukan transformasi data seismik refleksi

    menjadi nilai kuantitatif sifat fisis serta deskripsi reservoir.

    Gambar 3.11. Pembagian kategori metoda inversi seismik (Russell, 2004).

    Pemodelan inversi trace seismik merupakan proses pemodelan kebelakang

    (inversion modeling) untuk mendapatkan harga impedansi akustik secara kuantitatif

    dari data seismik. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan gambaran karakterisasi

    reservoar bawah permukaan secara lateral pada daerah tertentu dengan

    mengintegrasikan informasi data sumur yang memiliki resolusi tinggi secara vertikal

    dengan data seismik yang memiliki resolusi lateral tinggi, sehingga akan memperlebar

    pita frekuensi seismik (seismik bandwith).

    Tras seismik dihasilkan dari proses konvolusi antara koefisien refleksi dengan

    wavelet. Sedangkangkan dalam proses inversi untuk mendapatkan nilai impedansi

    akustik, adalah hasil dari proses dekonvolusi antara data seismik dan wavelet hasil

    estimasi. Selanjutnya akan diperoleh gambaran model bawah permukaan bumi dengan

    lebih detail,sehingga dapat mempermudah karakterisasi reservoir (gambar 3.13).

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    29

    Gambar 3.12. Ilustrasi proses inversin seiamik.

    3.4.2. Spare Spike Inversion

    Dasar teori dekonvolusi maximum-likelihood (MLD) telah dikembangkan oleh

    Mendel pada tahun 1984. Selanjutnya pada tahun 1985 dimodifikasi oleh Hampson dan

    Russel agar mudah diterapkan pada data seismik yang sebenarnya. Kesimpulan yang

    diperoleh dari modifikasi tersebut adalah bahwa metoda MLD dapat diperluas untuk

    digunakan dalam reflektivitas sparse. Model dasar trace seismik didefisikan dengan :

    s(t) = w(t) * r(t) + n(t) (3.24)

    dimana s(t) = trace seismik, w(t) = wavelet seismik, r(t) = reflektivitas bumi, n(t) noise.

    Perhatikan bahwa untuk menyelesaikan persamaan (3.24) harus diketahui tiga anu.

    Dengan mengunakan asumsi tertentu permasalahan dekonvolusi dapat diselesaikan.

    EARTH

    SEISMIK

    AI

    EARTH

    SEISMIK

    AI

    WAVELET

    WAVELET

    RESERVOIR CHARACTERIZATION

    SEISMIK INVERSION

    SEISMIK ACQUISITION

    konvolusi

    dekonvolusi

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    30

    Gambar. 3.13. Asumsi dasar dari metoda inversi maksimum spare-spike (Russell,

    1997)

    Seperti yang kita lihat sebelumnya, metoda rekursif seismik inversi didasarka

    pada teknik dekonvolusi klasik, dimana diasumsikan reflektivitas random dan wavelet

    fasa minimum atau fasa nol. Hal ini akan menghasilkan keluaran wavelet dengan

    frekuensi lebih tinggi, tetapi tak pernah me-recover deret koefiesien refleksi yang

    lengkap. Beberepa teknik dekonvolusi sekarang dapat dikelompokkan kedalam

    katagori metoda sparse spike. Dimana diasumsikan model reflektivitas tertentu dan

    wavelet yang diestimasi berdasarkan asumsi model tersebut. Teknik-teknik tersebut

    meliputi :

    (1) Inversi dan dekonvolusi maximum-likelihood.

    (2) Inversi dan dekonvolusi norma L1.

    (3) Dekonvolusi entropi minimum (MED)

    Dari beberapa metoda inversi yang ada, metoda spare spike memiliki kelebihan

    dibandingkan dengan metoda klasik dekonvolusi lainnya, karena spare spike

    mengestimasi dengan batasan ekstra (extra constraint), dapat digunakan dalam estimasi

    full bandwidth reflektivitas. Reflektivitas bumi terdiri dari deretan reflektivitas yang

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • Universitas Indonesia

    31

    besar dengan diikuti oleh event atau kejadian reflektivitas yang lebih kecil berupa

    Gaussian background.

    Inversi spare spike menggunakan asumsi bahwa hanya spike yang besar yang

    dianggap penting. Metoda ini mencari spike yang besar dengan memeriksa tras

    seismik. Deret reflektifitas satu spike dibuat dalam satu waktu. Spike tersebut

    ditambahkan sampai trace termodelkan secara akurat. Inversi spare spike menggunakan

    parameter yang sama dengan inversi model based. Parameter yang harus ditambahkan

    adalah parameter untuk menghitung seberapa banyak spike yang akan dipisahkan

    dalam setiap trace. Spike yang baru lebih kecil daripada sebelumnya.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 32 Universitas Indonesia

    BAB IV

    PENGOLAHAN DATA

    4.1. Data Penelitian

    Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Lapangan

    Blackfoot, yang terdiri dari :

    1. Data seismik 3D Lapangan Blackfoot, yang berupa data CDP Gather.

    Gambar 4.1. Base map Lapangan Blackfoot.

    2. Data sumur pada Lapangan Blackfoot, yaitu sumur 01-17, 09-08 dan 08-08

    dimana sumur 08-08 meiliki data kecepatan gelombang P dan gelombang S,

    sedangkan sumur 01-17 dan 09-08 hanya memiliki data kecepatan gelombang

    P, sehingga kecepatan gelombang S-nya akan dicari menggunakan persamaan

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 33 Universitas Indonesia

    Castagna. Seluruh sumur meiliki data log caliper, gamma ray, densitas,

    resistivity (induction deep dan induction medium) dan netron porosity.

    4.2. Pengolahan Data

    Pengolahan data lapangan Blackfoot dilakukan dengan dua tahapan

    umum, yaitu pengolahan data sumur dan pengolahan data seismik (AVO dan

    Inversi).

    Gambar 4.2. Diagram proses pengolahan data seismik AVO-Inversi.

    4.2.1. Pengolahan Data Sumur

    Pengolahan data sumur meliputi penentuan zona target berdasarkan analisa

    data sumur yaitu data log gamma ray, log resistivity (induction deep dan induction

    medium), log densitas dan porositas serta log gelombang P dan gelombang S,

    kemudian melakukan proses uji sensitivitas pada data log yang ada dan log

    turunan yaitu log P impedan, S impedan, Poisson ratio, water saturation, lambda-

    rho dan mu-rho.

    Uji sensitivitas bertujuan untuk melihat parameter apa yang dapat

    digunakan untuk diskriminasi litologi dan fluida daerah penelitian. Tahapan ini

    adalah untuk menginvestigasi apakah minyak, gas, dan air dapat terpisahkan

    berdasarkan data log, seperti Vp, Vs, Density, Gamma Ray, Resistivity dan

    beberapa log turunan. Daerah zona target berada pada grup Glauconitic dan terdiri

    dari shale dan batuan pasir serta lapisan siltstone yang tipis.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 34 Universitas Indonesia

    Uji sensitivitas dilakukan dengan melakukan cross plot antar data log

    sumur yang ada, yaitu :

    1. Cross plot antara log gamma ray dengan densitas digunakan untuk

    mendapatkan infromasi litologi yaitu pembagian zona yang permeable

    dengan impermeable dimana zona permeable merupakan batuan pasir dan

    impermeable batuan lempung lempung.

    2. Cross plot antara kecepatan gelombang P dengan poisson ratio, digunakan

    untuk mendapatkan informasi tentang litologi dan porositas.

    3. Cross plot antara impedansi gelombang P dengan gamma ray dengan

    menggunakan cut off gamma ray dan parameter dimensi ketiga untuk

    membedakan fluida antara hidrokarbon pada sand atau gamping dan

    lempung basah yang mengandung air.

    4. Cross plot antara Impedansi gelombang P dan Impedansi gelombang S

    digunakan untuk memberikan gambaran mengenai fluida dan litologi.

    5. Cross plot antara Mu-Rho dengan Porositas digunakan untuk melihat

    sebaran porositas pada reservoir sehingga dapat dilihat zona yang

    memiliki porositas yang tinggi atau yang rendah.

    6. Cross plot antara Mu-Rho dengan Lambda-Rho, dimana Lambda-Rho

    berhubungan dengan fluida dan Mu-Rho berkaitan dengan litologi. Secara

    teori kedua parameter ini lebih sensitive dalam mendeteksi litologi dan

    fluida bila digabungkan.

    4.2.2. Pengolahan Data Seismik AVO

    Pengolahan data seismik AVO menggunakan software Hampson Russell

    yaitu AVO. Program AVO bertujuan untuk menganalisa data seismik prestack

    dalam mengevaluasi dan modeling amplitude terhadap offset. Data yang

    diperlukan yaitu data sumur (satu atau lebih) dan data seismik (2D/3D) CDP

    gather. Pada penelitian ini seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya yaitu

    menggunakan 3 data sumur (01-17, 08-08 dan 09-08) dan data seismik 3D CDP

    gather.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 35 Universitas Indonesia

    4.2.2.1. Data CDP Gather

    Data seismik yang digunakan adalah data seismik CDP gather 3 dimensi.

    Dengan inline 1-102 dan xline 1- 111.

    Gambar 4.3. Penampang CDP gather.

    Gambar 4.4. Super gather.

    4.2.2.2. Super Gather

    Proses super gather menganalisa tiap-tiap trace pada inline dan xline dalan

    CDP gather yang tiap-tiap trace-nya menggambarkan kisaran nilai offset. Super

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 36 Universitas Indonesia

    gather adalah suatu proses perataan trace yang bertujuan untuk memperkuat

    respon amplitudo. Penampang seismik yang telah di super gather dapat terlihat

    pada gambar 4.3.

    Karena adanya residual dari moveout mengakibatkan data seismik hasil

    super gather berubah maka untuk memperbaikinya maka dilakukan trim statik,

    dengan maksimum time shift 20 ms.

    Gambar 4.5. Super gather yang telah melalui proses trim static.

    Gambar 4.6. Penampang angle gather.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 37 Universitas Indonesia

    4.2.2.3. Angle Gather

    Proses angle gather dilakukan untuk membawa tiap-tiap trace dalam

    kawasan offset kekawasan sudut (angle), proses ini dilakukan dengan ray tracing

    menggunakan fungsi kecepatan atau menggunakan data sumur log sonic atau

    kecepatan gelombang P. Data log sonik yang digunakan yaitu log sonic sumur 08-

    08.

    4.2.2.4. Melakukan analisa FRM (Fluid Replacement Modelling)

    Kecepatan gelombang Suntuk sumur 01-17 dan 09-08 didapat dengan

    menggunakan persamaan Castagna. Hasil ini akan memberikan kita log kecepatan

    gelombang S untuk wet zone. Maka untuk itulah dilakukan FRM, untuk

    memperbaiki nilai kecepatan gelombang S pada daerah hidrokarbon sand.

    4.2.2.5. Pengikatan data seismik terhadap Sumur (well-seismic tie)

    Data sumur berfungsi sebagai kontrol dalam proses inversi seismik. Proses

    well to seismic tie, adalah proses yang bertujuan untuk mengikatkan data sumur

    pada data seismik setelah dilakukan proses check-shot, sehingga data sumur dapat

    ditempatkan di posisi yang benar pada data seismik. Sebagaimana yang kita

    ketahui, data seismik umumnya berada dalam domain waktu (TWT) sedangkan

    data well berada dalam domain kedalaman. Sehingga, sebelum kita melakukan

    pengikatan, langkah awal yang harus kita lakukan adalah konversi data well

    kedomain waktu. Untuk konversi ini, kita memerlukan data sonic log dan check

    shot.

    Pada prakteknya, pengikatan data sumur ke data seismik, dilakukan

    dengan melihat kesamaan respon antara trace sintetik yang dikalkulasi dari data

    sumur, dengan data seismik dalam bentuk composite trace yang telah melalui

    proses checkshot correction. Checkshot correction merupakan proses untuk

    mendapatkan nilai konversi dari domain kedalaman ke domain waktu atau

    sebaliknya, sedangkan trace komposit didefinisikan sebagai rata-rata dari

    sejumlah trace yang berdekatan disekitar sumur.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 38 Universitas Indonesia

    Gambar 4.7. Wavelet dari ektraksi secara statistik data seismik, frekeunsinya yaitu

    antara 0 sampai 60 Hz, dengan frekeunsi dominan adalah 20 Hz.

    Proses yang cukup penting pada tahapan ini adalah ekstraksi wavelet, yang

    nantinya akan digunakan untuk pembuatan seismogram sintetik. Wavelet terbaik

    dapat dicari dari data sumur, ekstraksi secara statistik terhadap data seismik,

    dengan membaut ricker wavelet atau bandpass wavelet. Setiap wavelet, akan

    mempunyai koefisien korelasi yang menyatakan kemiripan seismogram sintetik

    yang dihasilkannya terhadap data seismik riil. Penelitian ini menggunakan

    wavelet yang diperoleh secara statistik dari data seismik dengan konstan fasa.

    Pada wavelet hasil statistik ini, frekeunsinya yaitu antara 0 sampai 60 Hz, dengan

    frekeunsi dominan adalah 20 Hz.

    Gambar 4.8. Hasil korelasi well to seismik sumur 01-17, yaitu 0,855.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 39 Universitas Indonesia

    Data seismik yang digunakan untuk acuan pada proses ini adalah CDP

    gather dengan zona target antara 1450 1600 ms yaitu zona Glauconitic. Proses

    strecth pada saat correlation data seismik dengan well memberikan hasil korelasi

    yang cukup baik. Pada sumur 01-17 hasil korelasi maksimum adalah 0,855

    (gambar 4.8), sumur 08-08 hasil maksimum korelasinya adalah 0,909 (gambar

    4.9) dan untuk sumur 09-08 hasil korelasi maksimumnya yaitu 0,875 (gambar

    4.10).

    Gambar 4.9. Hasil korelasi well to seismik sumur 08-08, yaitu 0,909.

    Gambar 4.10. Hasil korelasi well to seismik sumur 09-08, yaitu 0,875.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 40 Universitas Indonesia

    4.2.2.6. Gradien dan Intercept

    Dengan menggunakan persamaan Aki-Richard, maka akan didapat gradien

    dan intercept, yang membantu dalam proses penentuan anomali AVO. Pada

    Humspsen Rusell, proses untuk mendapatkan intercep dan gradien dilakukan pada

    AVO atribut volume dari data angle gather. Hasil dari AVO atribut volume yaitu

    penampang seismik Intercep (A) dan penampang seismik gradien (B) (gambar

    4.10).

    4.2.2.7. Menentukan reflektifitas gelombang P dan gelombang S

    Penentuan reflektivitas gelombang P dan gelombang S dilakukan pada

    data seismik angle gather menggunakan persamaan Fatti et al. Hasil dari

    pengolahan data ini akan diperoleh reflektivitas gelombang P (Rp) dan

    reflektivitas gelombang S (Rs) (gambar 4.11 dan 4.12).

    Gambar 4.11. Hasil AVO atribut volume, data intercept (A) dengan color data

    P*G (intercept * gradient) pada xline 45.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 41 Universitas Indonesia

    Gambar 4.12. Penampang seismik Rp (reflektivitas gelombang P) pada xline 45.

    Gambar 4.13. Penampang seismik Rs (reflektivitas gelombang S) pada xline 45.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 42 Universitas Indonesia

    4.2.3. Pengolahan Data Seismik Inversi

    Proses inversi dilakukan menggunakan perangkat lunak STRATA

    Hampson-Russel. Program ini terdiri dari inversi post-stack atau pre-stack data

    seismik. Data yang diperlukan antara lain yaitu data sumur (satu atau lebih

    sumur), data seismik (2D/3D) dan horizon yang digunakan sebagai panduan

    dalam menentukan initial model. Hasil dari proses ini yaitu akustic impedan,

    shear impedande dan density.

    4.2.3.1. Pembuatan Model Awal AI

    Model awal yang digunakan untuk proses inversi berdasarkan constraint

    dari sumur yang ada dan dengan input horison yang teridentifikasi.

    4.2.3.1.1. Picking Horizon

    Bagian penting dalam membuat model seismik untuk inversi adalah

    menentukan horizon, yang bertujuan sebagai pengarah batas lapisan pada daerah

    sekitar sumur.

    Gambar 4.14. Initial model akustik impedan dari Rp pada xline 45.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 43 Universitas Indonesia

    4.2.3.1.2. Pembuatan Initial Model

    Pembuatn model dilakukan pada data reflektifitas gelombang P (Rp) dan

    reflektivitas gelombang S (Rs) yang didapat dari hasil AVO. Initial model untuk

    Rp tipenya adlah untuk inverse akustik impedan (gelombang P) (gambar 4.14)

    sedangkan Rs model untuk inverse shear impedan (gelombang S) (gambar 4.15).

    Gambar 4.15. Initial model shear impedan dari Rs pada inline 21.

    4.2.3.1.3. Analisis Seismik Inversi Spare Spike.

    Ada beberapa macam metoda inverse, dalam penelitian ini metoda yang

    digunakan yaitu maximum spare spike inversi. Analisis inverse ini dilakukan

    untuk mengetahu apakah hasil initial model yang diperoleh akan memberikan

    hasil inverse yang baik. Hasilnya akan terlihat dari seberapa besar nilai korelasi

    antara hasil inverse, initial model dan data seismik aslinya. Gambar 4.16.

    Merupakan hasil analisis inverse spare spike untuk daerah sumur 01-17. Nilai

    korelasinya 0,935155 dengan tingkat error 0,35494.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 44 Universitas Indonesia

    Gambar 4.16. Salah satu hasil analisa inversi yaitu untuk sumur 01-17 didapat

    nilai korelasi adalah 0,935155.

    Gambar 4.17. Hasil Inversi reflektivitas gelombang P (Rp) yaitu Ip pada xline 45

    dengan data sumur adalah kurva P impedan.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 45 Universitas Indonesia

    4.2.3.1.4. Inversi Spare Spike.

    Dari initial model Rp dan initial model Rs maka dilakukan proses inversi

    spare spike. Zona target yang dilakukan proses inversi adalah dari kedalaman

    1450 1650 meter. Inversi yang dihasilkan yaitu akustik impedan dari initial

    model Rp (gambar 4.17) dan shear impedan dari initial model Rs (gambar 4.18).

    Gambar 4.18. Hasil Inversi reflektivitas gelombang S (Rs) yaitu Is pada xline 45

    dengan data sumur adalah kurva S impedan.

    4.2.3.1.5. Perhitungan Lamda-Miu Rho (LMR)

    Lamda dan mu merupakan konstanta elastic. Lamba menandakan

    incompressibility fluida, dimana bila nilai lamda rendah menandakan adanya

    saturasi gas. Sedangkan mu merupakan rigiditas dan bila nilainya tinggi berarti

    menunjukan lapisan pasir (quartz). Sehingga bila lamda rendah dan mu tinggi

    maka lapisan tersebut merupakan lapisan gas sand. Maka merupakan indikator

    fluida (LR) dan adalah indicator matrik (MR). Pengolahan data parameter

    Lame ini akan menghasilkan dua penampang yaitu penampang seismik Lambda-

    Rho dan penampang seismik Mu-Rho. Zona target yaitu sama dengan inversi

    antara 1450 meter sampai dengan 1650 meter.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 46 Universitas Indonesia

    Gambar 4.19. Penampang seismik Lambda-Rho pada xline 45, dengan data sumur

    adalah kurva lambda-rho.

    Gambar 4.20. Penampang seismik Mu-Rho pada xline 45 dengan data sumur

    adalah kurva mu-rho.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 47 Universitas Indonesia

    BAB V

    PEMBAHASAN

    5.1. Data Sumur

    5.1.1. Sumur 01-17

    Dari data sumur kedalaman 1650 m dapat dilihat nilai gamma ray yang kecil

    yaitu mendekati nilai 10 API, zona ini merupakan zona permeable, litologinya adalah

    batu gamping, karena daerah penelitian merupakan lapisan glauconitic yang

    mengandung pasir yang diselangi oleh lempung. Perubahan nilai pada log induction

    deep dan induction medium juga terlihat, hidrokarbon memiliki kemampuan yang

    buruk dalam mengalirkan arus listrik sehingga nilai log induksinya akan lebih besar

    dari pada zona yang mengandung air.

    Gambar 5.1. Zona target berdasrakan analisa data sumur gamma ray, induction log,

    NPSS log, RHOB log pada sumur 01-17.

    Zonatarget

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 48 Universitas Indonesia

    Untuk sumur 01-17 maka zona targetnya berada pada kedalaman 1560 1570

    m. Kedalam ini terletak antara lapisan upper glauconitic dan lower glauconitic. Zona

    target pada sumur 01-17 ini kurang bagus, karena ketebalannya tipis.

    Anlisis sensitifitas dilakukan pada beberapa log, dengan menggunakan

    variable ketiga sebagai penentu zona target yaitu inconduction deep log dan log

    turunan yaitu water saturation. Gambar 5.2. adalah cross plot antara gamma ray

    dengan densitas, cut off gamma ray-nya yaitu 80 API, untuk nilai gamma ray yang

    besar dari 80 API adalah shale dan yang kecil dari nilai cut off adalah batuan pasir.

    Induction deep log dijadikan sebagai acuan karena sangat baik dalam mendeteksi

    fluida. Nilai induction log yang tinggi (zona merah) kemungkinan mengandung

    hidrokarbon, namun belum dapat diketahui apakah gas atau minyak. Penggunaan log

    induction deep belum mampu memberikan batasan antara gas dan minyak. Zona ini

    berada pada kedalaman 1560-1570 meter. Dapat diketahui nilai densitasnya pada

    zona berwarna merah adalah 2,20 2,4 g/cc dan nilai gamma ray-nya adalah 10 30

    API.

    Gambar 5.2. Cross plot Gamma Ray vs Density pada sumur 01-17.

    Cutoff

    Hidrokarbon??

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 49 Universitas Indonesia

    Gambar 5.3. dilakukan cross plot antara gamma ray dengan P impedance,

    terlihat bahwa gamma ray dapat membedakan litologi dengan baik, antara batu

    lempung yang ditunjukkan oleh warna hijau dengan batuan pasir (ditunjukkan oleh

    warna kuning), namun tidak dapat membedakan secara signifikan kehadiran gas.

    Parameter P impedance tidak dapat membedakan litologi dengan baik, antara batuan

    lempung (shale) dengan batu pasir (sandstone), terlihat bahwa nilai P impedance

    untuk shale dan sand memiliki nilai kisaran yang hampir sama (terjadi overlap P

    impedance). Untuk nilai P impedance pada batu gamping, tampak terdapat dua

    kelompok (cluster), yang merupakan perbedaan nilai P impedance batu pasir yang

    mengandung hidrokarbon (ditunjukkan oleh warna merah) dengan yang tidak

    mengandung hidrokarbon (wet). Nilai P impedance yang mengandung hidrokarbon

    mengalami penurunan, hal ini disebakan oleh kecepatan gelombang P (P wave),

    dimana kecepatan gelompang P sangan sensitif terhadap kehadiran fluida. Nilai P

    impedance zona target (warna merah) antara 7500 8500 ((m/s)*(g/cc)).

    Gambar 5.3. Cross plot Gamma Ray vs P Impedance pada sumur 01-17.

    Poisson ratio dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan isi fluida

    dalam batuan. Dari gambar 5.4 (a) cross plot antara poisson ratio dengan P

    impedance, dengan parameter dimensi ketiganya yaitu log induction deep dan

    densitas. Terlihat bahwa nilai poisson rasio pada zona yang diduga adalah

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 50 Universitas Indonesia

    hidrokarbon dengan zona wet, memiliki nilai poisson ratio yang saling over lap.

    Begitu juga cross plot antara Vp/Vs dengan P impedance, juga terjadi over lap pada

    nilai Vp/Vs zona target (warna merah). Jadi cros plot ini tidak bias memberikan

    gambaran yang jelas. Nilai poisson ratio pada zona target yaitu 0,2 0,24 sedangkan

    nilai Vp/Vs pada zona target hidrokarbon (warna merah) adalah 1,65 - 1,70. Over

    laping dengan nilai wet zone.

    (a)

    (b)

    Gambar 5.4. (a) Cross plot Poisson Ratio vs P Impedance dengan color key induction deep dan densitas dan (b) cross plot Vp/Vs vs P impedance dan hasil zonasinya pada

    sumur 01-17.

    karbonat

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 51 Universitas Indonesia

    (a)

    (b)

    Gambar 5.5. (a) Cross plot P impedance vs S impedance dengan color key water saturation dan hasil zonasi pada sumur 01-17 dengan warna kuning nilai Sw < 30%

    dan warna abu-abu nilai Sw > 70% (b) Cross plot P impedance vs S impedance dengan color key induction deep.

    Terlihat secara umum terjadi tren kenaikan P impedance seiring dengan

    kenaikan nilai S impedance. Walaupun dengan menggunakan variable water

    saturation maupun log induction deep tetap saja, baik P impedance maupun S

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 52 Universitas Indonesia

    impedance tidak dapat memisahkan dengan baik antara zona wet dengan hidrokarbon,

    terdapat overlap. Maka dapat diketahui bahwa P impedance dan S impedance kurang

    baik dalam membedakan litologi dan fluida.

    Gambar 5.6. Cross plot Mu-Rho vs Neutron Porosity, dengan biru adalah wet zone dan merah adalah hidrokarob, dengan hasil zonasi dapat dilihat pada sumur 01-17.

    Dari cross plot gambar 5.6 dapat diketahui sebaran porositas pada kisaran

    nilai Mu-Rho 20 30 Gpa*g/cc yaitu 0,10 0,20 (zona target, warna merah). Cross

    plot ini belum mampu memberikan separasi yang jelas antara hidrokarbon dan air,

    dan harapan untuk melihat sebaran porositas pada reservoir ini belum dapat

    terpenuhi.

    Cross plot antara Lambda-Rho dengan Mu-Rho memperlihatkan pemisahan

    yang lebih jelas dalam membedakan litologi dan kandungan fluida. Parameter lame,

    Mu yang berkaitan dengan rigiditas batuan memberikan informasi mengenai litologi.

    Berdasrkan Goodwat et all (1997), parameter Mu-Rho, batu pasir memiliki rigiditas

    lebih tinggi dari pada batu lempung (shale). Dimensi ketiga berupa log Induction

    deep memberikan gambaran bahwa hidrokarbon memiliki resistivitas lebih besar dari

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 53 Universitas Indonesia

    pada air. Pada gambar di atas, hidrokarbon berada pada batu gamping dengan nilai

    Mu-Rho 20 - 30 Gpa*g/cc.

    (a) (b)

    (c) (d)

    Gambar 5.7. (a) Cross plot Lambda-Rho vs Mu-Rho dengan color key induction deep; (b) Cross plot Lambda-Rho vs Mu-Rho dengan color key water saturatin; (c)

    hasil cross plot (a) pada sumur 01-17; (d) hasil cross plot (b) pada sumur 01-17.

    Brime

    Oil

    Shale

    Oil

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 54 Universitas Indonesia

    Parameter Lame, Lambda menunjukkan incompresibilitas batauan yang

    sensitive terhadap tipe fluida pori. Oleh karena itu, digunakan untuk membedakan

    kandungan fluida. Sandstone yang mengandung gas akan lebih kompresif dari pada

    batu lempung yang mengandung gas, sehingga batu lempung yang memiliki gas akan

    memiliki nilai inkompresibilitas yang rendah. Pada log 01-17 nilai adalah 18 20

    Gpa*g/cc, pada sumur ini tidak ditemui kehadiran gas.

    5.1.2. Sumur 08-08

    Pada sumur 08-08 diketahui berdasarkan analisa data log gamma ray

    diketahui bahwa pada kedalaman 1550 1570 meter nilai gamma ray-nya rendah,

    berarti batuan pada kedalaman ini adalah batu pasir atau gamping. Dilihat dari log

    induction deep dan induction medium terlihat keniakan nilai resistivitasnya, berarti

    pada zona ini kemungkinan mengandung hidrokarbon, belum diketahu apakah gas

    atau minyak.

    Gambar 5.8. Zona target berdasrakan analisa data sumur gamma ray, inction log,

    NPSS log, RHOB log pada sumur 08-08.

    Zonatarget

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 55 Universitas Indonesia

    Pada gambar 5.9 terlihat zona impermeable dan permeable, dimana cut off

    gamma ray adalah 75 API. Dengan menggunakan variable dimensi ketiga yaitu log

    induction deep, maka warna ungu memperlihatkan nilai resistivitas yang tinggi.

    Terdapat dua zona yang memiliki nilai resistivitas tinggi dan nilai gamma ray yang

    rendah yaitu zona warna merah dan zona warna orange. Zona merah memiliki nilai

    densitas 2,25 2,30 g/cc sedangkan zona orange nilai densitas adalah 2,50 2,80

    g/cc.

    Gambar 5.9. Cross plot Gamma Ray vs Density pada sumur 08-08.

    Gambar 5.10. Cross plot Gamma Ray vs P Impedance pada sumur 08-08.

    CutoffHidrokarbon??

    Hidrokarbon??

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 56 Universitas Indonesia

    Untuk nilai P impedance pada zona target sumur 08-08, ada dua zona yaitu

    zona merah yaitu 8000 9000 ((m.s)*(g/cc)), zona orange nilai P impedance adalah

    12500 19000 ((m.s)*(g/cc)). Terjadi over lap nilai P impedan pada zona kuning

    dengan zona hijau atau pada P impedan gamping dengan P impedan shale. Sehingga

    dapat disimpulkan bahwa variable ini masih belum dapat memisahkan fluida

    hidrokarbon dengan air.

    (a)

    (b)

    Gambar 5.11. (a) Cross plot Poisson Ratio vs P Impedance dengan color key induction deep dan densitas dan (b) cross plot Vp/Vs vs P impedance dan hasil

    zonasinya pada sumur 08-08.

    Identifikasi fluida..., Nina Amelia Sasmita, FMIPA UI, 2009

  • 57 Universitas Indonesia

    Pada gambar 5.11 dapat kita kethu dari plot Poison Rati terhadap nilai P

    impedan bahwa zona orange memiliki nilai poison ratio 3, berdasrkan teori nilai poison ratio ini merupakan batuan karbonat. Zona merah memperlihatkan nilai

    poisson ratio 0,2 0,18 yang mengindikasikan sandstone.

    (a)

    (b)

    Gambar 5.12. (a) Cross plot P impedance vs