identifikasi karakteristik permukiman kumuh · dari hasil penelitian, permukiman kumuh di jakarta...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH
(Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)
Oleh :
Gusmaini
A14051081
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH
(Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)
Oleh :
GUSMAINI
A14051081
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
SUMMARY
GUSMAINI, Slum Area Characterization (Case of Jatinegara, East Jakarta).
Supervised by DYAH RETNO PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO,
and ASDAR ISWATI
Housing expansion in urban areas has a direct link to increasing
population. In many regions, boosting inhabitants are determined by rising birth
rate and urbanization. Since the land is generally limited, soaring inhabitants
coupled with ineffective planning result to increasing the number of slum areas. In
Jakarta, slum area is manifested as small, low maintenance cost housing.
Frequently, the housing is subject to be sold or lent to the squatters.
Jakarta’s slum areas were studied previously. Nonetheless, very limited
reports, if any, construct a better understanding on their spatial distribution and
inhabitant’s activities (movement). This research fills the gaps through offering a
method of slum mapping. The other goals include slum area characterization and
factors affecting slum development and to assess mobility of the squatters.
Using the high-resolution QuickBird data, it shown that primary identifier
for slum area was its pattern. Jakarta’s slum can be recognized straightforwardly
through its disorder pattern with less (or even no) passages between houses.
Asbestos or zincalume roofs were another identification key suitable to detect the
area from space. These types of roof were generally observed in the study area, in
addition to clay (genteng). Both roofs are shown in white using natural colour
scheme. In order to assess factors determining slum areas, the Hayashi
Quantification II was employed. The analysis used to identifies factors affecting
dwellers mobility of people in the slums was the Hayashi Quantification I.
It is shown that slum area was mainly developed along rivers and local
road. Field surveys were conducted to determine housing characteristics such as
floor and roof types, and ventilation. Brick houses were commonly observed,
however about 28% of the houses were built semi-permanently (half-bricks with
particle board or triplek). Some of the houses were found detrimental, i.e. without
sufficient ventilation. The survey discovered that average alley was about 1 meter.
Most of the dwellers took low-level jobs such as daily-based workers or informal
traders. These were due to insufficient education where about 42% of them were
primary school (SD) graduates.
It was revealed that factors determining slum areas included origins,
location of the house, its size and alley width. Using Hayashi Quantification I, the
research successfully identifies factors affecting dwellers mobility; those were
number and location of activities, primary and secondary jobs and dweller’s
origin.
As seen from the Spatial Plan of East Jakarta 2010, there was about 11,14
Ha slums area located at housing areas and approximately 14,34 Ha at greenery open spaces.
RINGKASAN
GUSMAINI. Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus
Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur). Di bawah bimbingan DYAH RETNO
PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO, dan ASDAR ISWATI
Perkembangan lingkungan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas
dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk baik karena faktor pertumbuhan
penduduk secara alami serta proses urbanisasi. Pertumbuhan penduduk dan
terbatasnya lahan di daerah perkotaan menyebabkan semakin berkembangnya
rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan disewakan kepada para pendatang.
Rumah-rumah petak kecil tersebut kemudian berkembang menjadi kawasan padat
dan kumuh yang disebut dengan kawasan kumuh (slum area). Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh, mempelajari
karakteristik permukiman kumuh, mengetahui faktor penciri yang menentukan
kawasan kumuh, dan mempelajari mobilitas masyarakat di permukiman kumuh.
Analisis yang digunakan pertama dalam penelitian ini adalah analisis citra.
Kunci interpretasi untuk identifikasi permukiman pada citra Quickbird adalah
pola dari bentuk permukiman. Ciri-ciri permukiman kumuh yang tampak pada
citra adalah mempunyai pola tidak teratur, rapat tidak ada jarak antar rumah,
sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan
genteng. Pada citra tersebut, atap asbes terlihat sebagai warna putih, sedangkan
rumah yang beratapkan genteng terlihat berwarna oranye. Untuk mengetahui
faktor penciri permukiman kumuh digunakan metode Kuantifikasi Hayashi II.
Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas
masyarakat di permukiman kumuh adalah metode Kuantifikasi Hayashi I.
Dari hasil penelitian, permukiman kumuh di Jakarta Timur banyak
dijumpai di sekitar sungai dan berada di jalan lokal. Kondisi rumah pemukiman
kumuh umumnya berlantai keramik dan sebagian berlantaikan tanah. Kondisi atap
rumah permukiman kumuh umumnya menggunakan asbes atau seng. Jenis
dinding rumah umumnya tembok namun terdapat kurang lebih 28 % dinding
rumah semi permanen yaitu ½ tembok, ½ triplek. Sebagian rumah (21%) di
permukiman kumuh tidak memiliki ventilasi. Berdasarkan survei lapang, lebar
rata-rata jalan terdekat dengan rumah adalah sekitar 1 m. Masyarakat yang tinggal
di permukiman kumuh umumnya bekerja sebagai buruh harian dan pedagang
informal. Sekitar 42% masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh hanya
berpendidikan SD.
Pada penelitian ini dijumpai bahwa faktor penciri permukiman kumuh
adalah asal daerah, lokasi rumah, luas rumah, dan lebar jalan. Hasil analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh
menghasilkan beberapa faktor penting antara lain: jumlah kegiatan, pendidikan,
alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan, pekerjaan lain, dan
asal daerah.
Jika dilihat dari Rencana Tata Ruang wilayah Jakarta Timur 2010 terdapat
11,14 Ha permukiman kumuh berada pada peruntukkan lahan untuk perumahan,
dan sekitar 14,34 Ha lahan berada pada peruntukkan ruang terbuka hijau.
JUDUL : Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi
Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)
PENULIS : GUSMAINI
NRP : A14051081
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I
Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si
NIP. 19710412 199702 2001
Dosen Pembimbing II
Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc
NIP. 19700903 200812 1001
Dosen Pembimbing III
Dr. Ir. Asdar Iswati, M.S
NIP. 19600410 198503 2001
Mengetahui :
Ketua Departemen Tanah
Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc
NIP.1962 11131987031 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 16 Agustus 1986
sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan
Sudirman Tanjung dan Murni Chaniago.
Penulis memulai pendidikan formal di SD Kartika X-6 pada
tahun 1992 di Jakarta lulus pada tahun 1999. Kemudian pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 164 hingga lulus tahun 2002, dan
pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta. Pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
Ketika menyandang predikat sebagai mahasiswa penulis bergabung
dengan BEM FAPERTA Kabinet Matahari sebagai staf Departemen Pertanian.
Selain itu penulis juga aktif berpartisipasi sebagai penyelenggara pada kegiatan
dalam kampus. Dalam bidang akademis penulis berperan aktif sebagai asisten
praktikum Perencanaan Tata Ruang dan Penggunaan Lahan. Selain itu penulis
juga pernah berkesempatan menjadi asisten peneliti pada kajian perubahan
penggunaan lahan di sekitar jalan tol, kerjasama P4W-IPB dengan Asdep Data
dan Informasi Lingkungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun
2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT serta Shalawat
dan salam kepada Nabi Muhammad SAW atas rahmat, karunia serta ridho-Nya
sehingga penulis dapat menyelesai skripsi yang bertajuk ”Identifikasi
Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara) sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada program studi
Manajemen Sumber Daya Lahan, IPB.
Melalui lembaran ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada Ibu Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si, selaku dosen pembimbing yang selama
ini telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi kepada penulis terutama dalam
hal penulisan dan pengerjaan analisis statistik hingga terselesaikannya skripsi ini,
kepada Bapak Bambang H. Trisasongko, M.Sc, selaku dosen pembimbing atas
kesabaran, bimbingan, masukan serta nasehat yang diberikan kepada penulis
selama menyelesaikan tugas akhir ini, serta kepada Ibu Dr. Asdar Iswati selaku
dosen pembimbing yang telah senantiasa memberikan nasehat, perhatian, serta
motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Kemudian kepada Bapak
Dr. Boedi Tjahjono selaku dosen penguji, penulis ucapakan terima kasih atas
segala saran dan masukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
They are the best lecturers in my life.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:
1. Amak, Apa, Ita, Cani, Inet, Ajo Napis serta seluruh keluarga besar Enyta
Jaya atas segala doa tulus yang dipanjatkan, kasih sayang, perhatian serta
perjuangan yang tiada henti hingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan sampai pada jenjang S1.
2. Keponakan-keponakan tercinta Nadya, Nada, Sera, Vina, Roihan, dan
Rima atas segala gelak tawa kalian yang telah memberikan motivasi untuk
menjadi tauladan yang baik bagi kalian semua.
3. Adik Bagus Sriana dan keluarga yang telah memberikan motivasi,
perhatian serta kasih sayangnya.
4. Para sahabat Tia, Windy, Ulfah, Rizky, Novia atas segala waktu serta
canda tawa kalian saat suka dan duka. Serta kepada warga Nabila
Anggrek K’Tilla, Dilla, Lola, Ana, Nia atas kebersamaannya.
ii
5. Rekan-rekan seperjuangan di laboratorium Perencanaan Pengembangan
Wilayah atas segala bantuannya Nana, Suwi, Puput, Novem, Eka, Fifi,
Topan, especially Ava dan Widya Together to be Better.
6. Staf Laboratorium Perencanaan Pengembangan wilayah especially mba
Dian dan mba Emma, terima kasih atas bantuannya selama ini.
7. Rekan-rekan Soiler’ 42 atas kebersamaannya, especially Ayu dan Ican,
Viva Soil
8. Para Responden yang berada di permukiman kumuh, terima kasih atas
waktu yang telah diberikan.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari
tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian semoga segala sesuatu
yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar belakang........................................................................................ 1
1.2. Tujuan .................................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
2.1. Permukiman Kumuh .............................................................................. 4
2.2. Urbanisasi .............................................................................................. 7
2.3. Aplikasi Geospasial dalam Pemukiman Kumuh ................................... 9
III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 11
3.1. Lokasi Penelitian.................................................................................... 11
3.2. Bahan dan Alat....................................................................................... 11
3.3. Tahap Kegiatan Penelitian ..................................................................... 11
3.3.1. Penetapan Lokasi Contoh ............................................................. 11
3.3.2. Inventarisasi Karakteristik Tempat Tinggal dan Aktifitas
Masyarakat Permukiman Kumuh ................................................. 12
3.3.3. Identifikasi Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh ............. 13
3.3.4. Teknik Analisis Data .................................................................. 13
3.3.4.1.Analisis Identifikasi Permukiman Kumuh Secara Spasial 13
3.3.4.2.Analisis Penentuan Faktor Penciri Pemukiman Kumuh .. 14
3.3.4.3.Analisis Penentuan Faktor –Faktor yang Mempengaruhi
Mobilitas .......................................................................... 15
IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI .................................................. 17
4.1. Geografi dan Lingkungan .................................................................... 17
4.2. Administrasi dan Luas Lahan .............................................................. 17
4.3. Kependudukan ..................................................................................... 19
4.5. Perekonomian ...................................................................................... 20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 22
5.1. Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur 22
5.1.1. Distribusi Spasial Permukiman Kumuh ..................................... 24
5.2. Karakterisasi Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur ............ 26
5.2.1. Karakteristik Lokasi ................................................................... 26
5.2.2. Deskripsi Rumah Masyarakat di Permukiman Kumuh .............. 30
5.2.3. Karakteristik Pendidikan dan Jenis Pekerjaan ........................... 36
5.3. Faktor Penciri Kekumuhan .................................................................. 37
5.4. Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh .................................... 38
5.4.1. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas ...................................... 39
5.4.1.1.Keterkaitan Karakteristik Pelaku Dengan
MobilitasMasyarakat Permukiman Kumuh..................... 40
5.4.1.2.Aktivitas Masyarakat Permukiman Kumuh dan Moda
Transportasi ..................................................................... 42
5.4. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Permukiman
Kumuh ................................................................................................ 44
VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 49
6.1. Kesimpulan .......................................................................................... 49
6.2. Saran .................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 51
LAMPIRAN ................................................................................................... 53
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Poligon Merah Menunjukkan (A) Kelurahan Bukit Duri, (B)
Kelurahan Kampung Melayu Yang Letaknya Pada Citra Quickbird
Terlihat Berdekatan ................................................................................ 13
2. Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 15
3. Peta Administrasi Kotamadya Jakarta Timur ......................................... 18
4. Pertumbuhan Penduduk .......................................................................... 20
5. Grafik PDRB Berdasarkan Harga Konstan ............................................ 21
6. Sebaran Lokasi Kumuh di Jakarta Timur ............................................... 22
7. Sebaran Lokasi Kumuh di Kecamatan Jatinegara Berdasaran Data
Evaluasi RW Kumuh DKI 2008 ............................................................. 24
8. Pola Pemukiman Tidak Teratur Yang Merupakan Daerah Kumuh:
Atap Seng(A), Atap Genteng (B), dan Atap Asbes(C): Kenampakan
Citra Quickbird Pada Daerah Kumuh Yang Terletak di Kelurahan
Cipinang Besar Utara .............................................................................. 25
9. Pola Permukiman Teratur di Kelurahan Cipinang Besar Selatan Pada
Citra Quickbird: Pola Teratur dan Tampak Rapi Antara Rumah dan
Jalan Dapat di Bedakan .......................................................................... 25
10. (a) Permukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung,
Dekat Pasar Mester Atau Pasar Jatinegara, (B) Pemukiman Kumuh
Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung ............................................... 26
11. Frekuensi Jumlah Permukiman Kumuh Terhadap Lokasi Permukiman
di Jakarta Timur ...................................................................................... 26
12. Peta Sebaran Permukiman Kumuh di Jakarta Timur .............................. 28
13. (a) Penampakan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra
Berada di Sekitar Jalan Tol,(b) Penampakan Obyek Foto Lokasi
Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Tol ............................................... 29
14. (a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari
Citra Berada di Sekitar Jalan Arteri, (b) Penampakan Obyek Foto
Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Arteri ............................... 29
15. (a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari
Citra Berada di Sekitar Jalur Kereta Api, (b) Penampakan Obyek Foto
Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalur Kereta Api ....................... 29
16. Lokasi Permukiman Kumuh Reponden di Kecamatan Jatinegara ......... 30
17. Sebaran Pemukiman Kumuh Kecamatan Jatinegara .............................. 31
vi
18. Jenis Atap di Pemukiman Kumuh .......................................................... 32
19. Foto Jenis Atap di Permukiman Kumuh (a) Atap Genteng di
Kelurahan Rawa Bunga, dan (b) Atap Seng di Kelurahan Cipinang
Besar Utara ............................................................................................. 32
20. Jenis Lantai di Pemukiman Kumuh ........................................................ 33
21. (a) Jenis Rumah Kumuh Berlantai 2 Yang Rata-Rata Terletak di Dekat
Sungai, (b) Jenis Rumah Kumuh Yang Berlantai Tanah, Lokasi
Terletak di Kelurahan Cipinang Besar Utara ......................................... 33
22. Jenis Dinding di Pemukiman Kumuh ..................................................... 34
23. Lokasi Rumah Yang Dimanfaatkan Sebagai Warung di Kelurahan
Cipinang Besar Utara .............................................................................. 34
24. MCK Umum (a) Terletak di Kelurahan Kampung Melayu, (b)
Terletak di Kelurahan Rawa Bunga ........................................................ 35
25. Jenis Ventilasi Yang Terletak di Lokasi Kelurahan Cipinang Besar
Utara ....................................................................................................... 36
26. Tingkat Pendidikan Responden di Permukiman Kumuh di Daerah
Penelitian ................................................................................................ 36
27. (a) Jenis Pekerjaan Dan (B) Total Pendapatan di Permukiman Kumuh
28. di Daerah Penelitian ................................................................................ 37
29. Peta Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh Kecamatan
Jatinegara ................................................................................................ 39
30. Hubungan Antara Kategori (A) Tingkat Pendidikan, (B) Jenis
Pekerjaan, (C) Pekerjaan Lain, (D) Asal Daerah Dengan Rataan
Frekuensi Kegiatan ................................................................................. 41
31. Hubungan Antara (a) Jumlah Kegiatan, (b) Tujuan Kegiatan, (c)
Lokasi Kegiatan, (d) Alat Transportasi Dengan Rataan Frekuensi
Kegiatan .................................................................................................. 43
32. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur 2010 Dan Lokasi
Permukiman Kumuh Pada Peruntukan Lahan Dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah ....................................................................................... 48
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Jumlah Sebaran Responden Pada Setiap Kelurahan Berdasarkan
Kedekatannya Terhadap Obyek Penting ................................................ 12
2. Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor Penciri Tingkat
Kekumuhan ............................................................................................. 14
3. Data, Sumber Data, Variabel Serta Teknik Analisis Yang Digunakan
Dalam Penelitian Ini Adalah ................................................................... 16
4. Jumlah RW, RW kumuh, Jumlah RT dan RT Kumuh Kecamatan
Jakarta Timur 2008 ................................................................................. 19
5. Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Kecamatan, 2006-
2007 ........................................................................................................ 19
6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur .................................... 20
7. Jumlah KK Kumuh di Kecamatan Jatinegara ......................................... 23
8. Luas Sebaran Permukiman Kumuh Hasil Klasifikasi Citra Quickbird .. 27
9. Rata-Rata Luas Rumah dan Lebar Jalan di Setiap Kategori Kumuh...... 34
10. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi II ................................... 38
11. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi I ..................................... 40
12. Luas Permukiman Kumuh Pada Berbagai Peruntukan Lahan Rencana
Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur Tahun 2010. ................................... 45
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Tabel Peubah Yang Digunakan pada Analisis Hayashi I ............................ 54
2. Tabel Jumlah Perjalanan Masyarakat Permukiman Kumuh Kecamatan
Jatinegara berdasarkan Kegiatan serta Lokasi Tujuan ......................... 56
3. Tabel Hasil Analisis Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan........................... 57
4. Tabel Hasil Analisis Identifikasi Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas
Masyarakat di Permukiman Kumuh..................................................... 58
5. Tabel Data Evaluasi Rukun Warga (RW) Kumuh DKI Jakarta 2008 ......... 60
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota
menyebabkan permintaan kebutuhan lahan semakin meningkat dibandingkan
ketersediaan lahan yang strategis. Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta yang relatif
tinggi menyebabkan besarnya peluang lapangan usaha dibandingkan dengan di
daerah lain. DKI Jakarta sebagai pusat aktifitas pemerintahan dan perekonomian
menjadi kota metropolitan terbesar di Indonesia dan memiliki daya tarik kuat bagi
penduduk Indonesia untuk bermigrasi. Menurut data Dinas Kependudukan, hingga
Juni 2007 jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 7.552.444 jiwa dengan tingkat
persebaran 20,8% di Jakarta Barat, 15,7% di Jakarta Utara, 11,6% di Jakarta Pusat,
0,3% di Kepulauan Seribu, 28,6% di Jakarta Timur, dan 23,0% di Jakarta Selatan.
Berdasarkan data bulan Februari 2008 jumlah penduduk yang datang ke Jakarta
Barat sebesar 220 jiwa, ke Jakarta Utara sebesar 216 jiwa, ke Jakarta Pusat sebesar
212 jiwa, ke Jakarta Timur 1726 jiwa, dan ke Jakarta Selatan sebesar 757 jiwa (Suku
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya, 2008).
Pertumbuhan perekonomian menyebabkan Jakarta menjadi daya tarik yang
sangat kuat bagi sebagian penduduk di wilayah lain, pada akhirnya menjadi salah
satu penyebab utama fenomena urbanisasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Urbanisasi yang terjadi di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak seimbangnya
peluang untuk mencari nafkah di daerah pedesaan dan perkotaan sehingga
memperkuat daya tarik kota karena dianggap mampu memberikan masa depan lebih
baik bagi masyarakat perdesaan. Pada tahun 2007, untuk pertama kalinya dalam
sejarah dunia penduduk perkotaan akan melebihi penduduk pedesaan (UN-Habitat,
2007).
Pelaku urbanisasi terdiri dari tenaga terdidik serta tidak terdidik. Salah satu
dampak negatif urbanisasi khususnya terkait dengan kaum pendatang yang tidak
terdidik adalah berkembangnya sektor informal serta munculnya lingkungan kumuh.
Upaya pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana permukiman
yang terjangkau dan layak huni belum sepenuhnya dapat memenuhi besarnya
permintaan hunian layak tersebut. Pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan
menyebabkan semakin berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan
disewakan kepada para pendatang. Rumah petak-petak kecil tersebut kemudian
berkembang menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan
2
kumuh (Slum Area). Permukiman kumuh dapat dikatakan sebagai pengejawantahan
dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuh tersebut masyarakat
miskin tinggal di wilayah perkotaan.
Permukiman kumuh dapat ditemui di berbagai belahan dunia. Di negara maju
seperti Amerika Serikat, berbagai wilayah permukiman kumuh telah ada lebih dari
satu abad yang lalu, seperti yang terjadi pada kawasan ghetto di Los Angeles (de
Graaf, 1970). Negara berkembang seperti Kenya juga menghadapi masalah
lingkungan dari pemukiman kumuh ini, terutama pada aspek kesehatan (Kimani-
Murage and Ngindu 2007). Di negara miskin seperti Uganda, masalah permukiman
kaum miskin diketahui berasosiasi dengan penyakit HIV/AIDS (Nyanzi, 2009).
Di Indonesia, kawasan permukiman kumuh telah teridentifikasi di berbagai
tingkat perkotaan, baik pada perkotaan dengan penduduk tinggi maupun sedang.
Pada daerah Bandung kondisi masyarakat di permukiman kumuh ditandai oleh
rendahnya tingkat pendidikan kepala keluarga, yaitu antara berkisar SD dan SMP.
Kondisi ini menyebabkan mereka sulit untuk memiliki pekerjaan tetap, sehingga
umumnya bekerja pada sektor informal (Lestari, 2006). Kota Surakarta yang
merupakan salah satu di antara sepuluh kota besar di Indonesia yang sedang dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan, juga mempunyai masalah permukiman
kumuh karena arus urbanisasi ke daerah ini semakin besar, sehingga terbentuk
lingkungan perumahan yang berpendapatan rendah (Prasetyo, 2009). Kondisi seperti
ini juga terjadi di kota Medan (Zulkarnain, 2004).
Sebagai kota terbesar di Indonesia, Jakarta juga menghadapi masalah
permukiman kumuh. Lokasi yang cenderung tersebar menjadikannya sulit dikelola,
sehingga hampir setiap administratif kota di Jakarta memiliki wilayah kumuh. Salah
satu wilayah penting dari Provinsi DKI Jakarta dengan permasalahan tersebut adalah
Kota Jakarta Timur. Kota ini didesain menjadi daerah pengembangan untuk
permukiman penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi terutama industri pengolahan
dan pariwisata (BPS, 2007). Menurut data Dinas Kependudukan DKI Jakarta dan
Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya, persebaran penduduk yang
paling padat dan jumlah pendatang yang terbanyak adalah menuju ke Jakarta Timur.
Adanya kawasan industri merupakan salah satu alasan besarnya arus migrasi ke
wilayah tersebut.
3
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh di wilayah Jakarta Timur,
(2) Mempelajari karakteristik permukiman kumuh di wilayah Jakarta Timur,
(3) Mengetahui faktor penciri yang menentukan kawasan kumuh, dan
(4) Mempelajari mobilitas masyarakat di permukiman kumuh.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Permukiman Kumuh
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 4 tahun 1992, perumahan
adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan,
misalnya pendidikan, pasar, transportasi, pelayanan kesehatan, pelayanan keuangan,
dan administrasi. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan
perdesaan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Sementara itu, Undang - undang No 4 tahun 1999 mendefinisikan bahwa
satuan lingkungan permukiman merupakan kawasan perumahan dengan luas wilayah
dan jumlah penduduk tertentu, yang dilengkapi dengan sistem prasarana, sarana
lingkungan, dan tempat kerja terbatas dengan penataan ruang yang terencana dan
teratur sehingga memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal. UU
tersebut menyatakan bahwa perumahan dan permukiman merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan. Perumahan, lingkungan permukiman serta prasarana dan
sarana pendukungnya diperlukan dalam kawasan permukiman untuk memenuhi
fungsinya sebagai kebutuhan dasar manusia, pengembangan keluarga dan
mendorong kegiatan ekonomi.
Dinas Tata kota DKI Jakarta (1997) mendefinisikan permukiman kumuh
sebagai permukiman yang berpenghuni padat, kondisi sosial ekonomi umumnya
rendah, jumlah rumah sangat padat, dan ukurannya di bawah standar, prasarana
lingkungan hampir tidak ada, atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan,
umumnya dibangun di atas tanah Negara atau milik orang lain, tumbuh tidak
terencana dan umumnya berada di lokasi yang strategis di pusat-pusat kota.
Aturan normatif lain terkait dengan permukiman kumuh dituangkan dalam
bentuk kebijakan penanganan permukiman kumuh sesuai dengan Surat Edaran
Menpera No. 04/SE/M/I/93 tahun 1993, yang menyatakan bahwa perumahan dan
permukiman kumuh adalah lingkungan hunian dan usaha yang tidak layak huni yang
keadaannya tidak memenuhi persyaratan teknis, sosial, kesehatan, keselamatan dan
kenyamanan serta tidak memenuhi persyaratan ekologis dan legal administratif yang
penanganannya dilaksanakan melalui pola perbaikan/pemugaran, peremajaan
maupun relokasi sesuai dengan tingkat/ kondisi permasalahan yang ada.
5
Pendapat lain tentang definisi permukiman kumuh dinyatakan oleh
Sadyohutomo (2008), yaitu tempat tinggal penduduk miskin di pusat kota dan
permukiman padat tidak teratur di pinggiran kota yang penghuninya umumnya
berasal dari para migran luar daerah. Sebagian dari permukiman ini merupakan
permukiman yang ilegal pada tanah yang bukan miliknya, tanpa seijin pemegang hak
tanah sehingga disebut sebagai permukiman liar (wild occupation atau squatter
settlement). Tanah-tanah yang diduduki secara liar ini adalah tanah-tanah pemerintah
atau negara, misalnya sempadan sungai, sempadan pantai, dan tanah instansi yang
tidak terawat.
Penyebab munculnya permukiman kumuh adalah sebagai berikut
(Sadyohutomo, 2008):
1. Pertumbuhan kota yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan
yang cukup
2. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun
prasarana (terutama jalan) pada daerah perkembangan permukiman baru.
Seiring dengan kebutuhan perumahan yang meningkat maka masyarakat
secara swadaya memecah bidang tanah dan membangun permukiman tanpa
didasari perencanaan tapak (site plan) yang memadai. Akibatnya bentuk dan
tata letak kaveling tanah menjadi tidak teratur dan tidak dilengkapi prasarana
dasar permukiman.
Menurut Ooi dan Phua (2007) penghuni liar dan tempat tinggal kumuh
terbentuk karena ketidakmampuan pemerintah kota dalam merencanakan dan
penyediaan perumahan yang terjangkau bagi kalangan yang berpendapatan rendah di
suatu populasi perkotaan. Oleh karena itu bangunan liar dan pemukiman kumuh
adalah solusi dari perumahan bagi populasi perkotaan yang berpendapatan rendah.
Pada daerah mega urban atau area metropolitan, sebagian dari masalah terkait dengan
koordinasi antara kekuasaan yang berbeda dalam pengelolaan pembangunan
ekonomi, perencanaan kota, dan alokasi lahan.
Menurut Avelar et al. (2008) karakteristik permukiman kumuh mempunyai
kondisi perumahan dengan kepadatan tinggi dan ukuran unit perumahan relatif kecil,
atap rumah di daerah kumuh biasanya terbuat dari bahan yang sama dengan dinding.
Karakteristik pemukiman kumuh yang paling menonjol adalah kualitas bangunan
rumahnya yang tidak permanen, dengan kerapatan bangunan yang tinggi dan tidak
teratur, prasarana jalan yang sangat terbatas kalaupun ada berupa gang-gang sempit
yang berliku-liku, tidak adanya saluran drainase dan tempat penampungan sampah,
sehingga terlihat kotor. Tidak jarang pula pemukiman kumuh terdapat di daerah yang
secara berkala mengalami banjir (Rebekka, 1991)
6
Menurut hasil penelitian Suparlan (2000), ciri-ciri dari pemukiman kumuh
adalah:
1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
2. Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya
mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam
pengunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga
mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan
ekonomi penghuninya.
4. Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup
secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu
terwujud sebagai:
a. Sebuah komunitas tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu
dapat digolongkan sebagai hunian liar.
b. Satuan komunitas tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau
sebuah RW.
c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau
RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah kelurahan, dan bukan hunian
liar.
5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen.
Warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat pendapatan yang
beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat permukiman
kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan
ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.
6. Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di
sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor
informal.
Menurut Sueca (2004) rumah kumuh memberikan jawaban hidup bagi orang
yang tinggal di dalamnya. Tanpa bantuan sedikitpun dari pemerintah, penduduk
mampu membangun perekonomian secara mandiri, serta tidak memerlukan kredit
perbankan. Penduduk mampu memanfaatkan sumber daya yang amat terbatas agar
dapat bertahan hidup dan umumnya mampu mendaur ulang bahan-bahan yang tidak
terpakai menjadi sesuatu yang berguna. Dengan demikian secara swadaya, kebutuhan
dasar perumahan dapat dipenuhi. Secara ekonomi, permukiman ini juga memasok
barang dan tenaga kerja yang murah, terutama dalam sektor informal.
Munculnya permukiman liar dan permukiman yang tidak layak huni
sebenarnya merupakan kelemahan manajemen dalam mengelola tata ruang kota.
7
Upaya telah dilakukan untuk mengurangi persoalan permukiman kumuh yaitu
dengan perbaikan kondisi lingkungan dan membuat rumah susun yang telah
melibatkan partisipasi masyarakat (Bandiyono, 2004).
Menurut Dinas Tata Kota DKI Jakarta, kawasan kumuh dikelompokkan
berdasarkan beberapa kriteria yaitu kepadatan penduduk eksisting, tata letak
bangunan, keadaan konstruksi, ventilasi, kepadatan bangunan, keadaan jalan,
drainase, pemakaian air bersih, pembuangan limbah manusia, dan pembuangan
sampah. Stratifikasi kumuh berat, sedang, ringan dan sangat ringan ditentukan
berdasarkan nilai indeks komposit dari 10 peubah tersebut.
2.2. Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa atau daerah ke kota.
Urbanisasi terjadi karena adanya anggapan bahwa kota adalah tempat untuk
mengubah nasib, tempat untuk mencari penghidupan yang lebih baik dan tempat
untuk mencari kesenangan. Urbanisasi merupakan salah satu indikator dari tingkat
kemajuan ekonomi suatu negara atau wilayah. Persebaran penduduk yang tidak
merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan
kehidupan sosial kemasyarakatan.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti
persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari
desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri
dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Beda
dari keduanya adalah migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari
desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas
Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara atau tidak
menetap. Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa,
seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan,
informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain
sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong,
memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk
yang menarik perhatian atau faktor penarik (Wikipedia, 2009).
Faktor penyebab terjadinya urbanisasi adalah :
1. Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah
2. Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap
3. Banyak lapangan pekerjaan di kota
4. Di kota banyak perempuan cantik dan laki-laki ganteng
8
5. Pengaruh buruk sinetron Indonesia
6. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas
Sedangkan faktor pendorong terjadinya urbanisasi adalah sebagai berikut :
1. Lahan pertanian yang semakin sempit
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
5. Diusir dari desa asal
6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
Dalam rangka menemukan sebuah definisi atau konsepsi urbanisasi
diperlukan beberapa pertimbangan, dimana pertimbangan ini didasarkan atas sifat
yang dimiliki arti dan istilah urbanisasi, yaitu multi-sektoral dan kompleks, misalnya
saja (Ningsih, 2002) :
1. Dari segi demografi, urbanisasi ini dilihat sebagai suatu proses yang
ditunjukkan melalui perubahan penyebaran penduduk dalam suatu wilayah.
Masalah-masalah mengenai kepadatan penduduk berakibat lanjut terhadap
masalah perumahan dan masalah kelebihan tenaga kerja menjadi masalah
yang sangat merisaukan karena dapat menghambat pembangunan.
Pemerintah secara khusus menangani masalah perumahan dengan
diadakannya Departemen Perumahan.
2. Dari segi ekonomi, urbanisasi adalah perubahan struktural dalam sektor mata
pencaharian. Ini dapat dilihat dari banyaknya penduduk desa yang
meninggalkan pekerjaannya di bidang pertanian, beralih bekerja menjadi
buruh atau pekerja kasar yang sifatnya non agraris di kota. Masalah-masalah
yang menyangkut mata pencaharian sektor informasi atau yang lebih dikenal
dengan istilah pedagang kaki lima.
3. Dalam pengertian sosiologi maka urbanisasi dikaitkan dengan sikap hidup
penduduk dalam lingkungan pedesaan yang mendapat pengaruh dari
kehidupan kota. Dalam hal ini apakah mereka dapat bertahan pada cara hidup
desa ataukah mereka mengikuti arus cara hidup orang kota yang belum
mereka kenal secara mendalam, sehingga akan dapat menimbulkan masalah-
masalah sosiologis yang baru. Dari segi sosiologi, urbanisasi dapat
menimbulkan lapisan sosial yang baru dan menjadi beban kota, karena
kebanyakan dari mereka yang tidak berhasil hidup layak di kota dan akan
menjadi penggelandang membentuk daerah slum atau daerah hunian liar
Menurut McGee (1990) proses perkembangan dan urbanisasi kota-kota di
Indonesia (terutama di Pulau Jawa) ditandai oleh adanya restrukturisasi internal kota-
9
kota besarnya. Kota-kota di Indonesia pada beberapa dekade mendatang cenderung
akan terus berkembang baik secara demografis, fisik, maupun spasial. Fenomena
menyusutnya penduduk perdesaan dalam dua dekade yang lalu akibat adanya migrasi
besar-besaran penduduk perdesaan. Hal ini memberi indikasi bahwa kota-kota di
Indonesia akan berkembang pesat baik secara demografis maupun spasial di masa
mendatang.
Lipton (1977) menyatakan bahwa urbanisasi merupakan refleksi dari gejala
kemandegan ekonomi di desa yang dicirikan oleh sulitnya mendapatkan pekerjaan
dan fragmentasi lahan (sebagai faktor pendorong), serta daya tarik kota dengan
penghasilan tinggi (sebagai faktor penarik). Faktor pendorong dan faktor penarik
sama-sama menjadi determinan penting. Urbanisasi menjadi pilihan yang rasional
bagi penduduk di dalam usaha mengejar pendapatan yang lebih baik ketimbang tetap
bertahan di desa. Meningkatnya proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari
kebijaksanaan pembangunan perkotaan, khususnya pembangunan ekonomi yang
dikembangkan oleh pemerintah.
Peningkatan jumlah penduduk akan berkorelasi positif dengan meningkatnya
urbanisasi di suatu wilayah. Ada kecenderungan bahwa aktivitas perekonomian akan
terpusat pada suatu area yang memilik tingkat konsentrasi penduduk yang cukup
tinggi. Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan
ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk,
sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan. Di sini
dapat dilihat adanya keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan
konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di
daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana
dan prasarana yang lengkap. Karena mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara
lain biaya distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang
kepada pusat kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih mudah
memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian,
urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan penduduk atau masyarakat.
2.3. Aplikasi Geospasial dalam Pemukiman Kumuh
Mengingat dampak yang ditimbulkan cukup signifikan pada aspek ekonomi
dan kemanusiaan, pemukiman kumuh membutuhkan mekanisme pemantauan yang
memadai. Pemantauan dapat dilakukan melalui pendekatan survei lapang yang saat
ini banyak digunakan oleh dinas dan Badan Pusat Statistik. Mekanisme tersebut
10
cukup bermanfaat untuk meninjau masalah dalam ruang lingkup tertentu, namun sulit
divalidasi melalui proses yang melibatkan informasi spasial seperti luasan atau lokasi
geografisnya.
Dengan semakin berkembangnya teknologi geospasial terutama sensor
penginderaan jauh, identifikasi atau pemetaan permukiman kumuh secara spasial
dimungkinkan. Dengan pendekatan tersebut diharapkan ketimpangan informasi yang
belum dapat dicakup oleh pendekatan pertama dapat dikurangi. Namun demikian,
hasil studi literatur menunjukkan bahwa aplikasi penginderaan jauh dalam
pemantauan permukiman kumuh cukup terbatas. Percobaan pendahuluan dilakukan
oleh Raghavswamy et al. (1989) dalam memetakan lingkungan kumuh di Bombai,
India menggunakan citra Landsat Thematic Mapper. Satelit generasi baru seperti
ASTER juga telah dimanfaatkan untuk tujuan ini (Netzband and Rahman, 2009)
pada metropolitan Delhi di India.
Perkembangan teknologi sensor saat ini mampu menghasilkan citra satelit
dengan resolusi spasial yang tinggi, seperti Quickbird. Citra satelit Quickbird adalah
citra satelit yang cocok untuk studi daerah perkotaan yang menunjukkan fitur yang
cukup detail untuk analisis yang diperlukan. Citra satelit ini diluncurkan pada tanggal
28 Februari 2005. Resolusi spasial data citra Quickbird adalah 0.6 m untuk
pankromatik dan 2.4 m untuk multispektral. Resolusi spasial yang sangat tinggi
memungkinkan untuk membedakan konstruksi dalam ukuran kecil. Quickbird
multispektral memiliki tiga band yaitu biru (0,45-0.52 mm), hijau (0,52-0,60 mm),
merah (0,63-0,69 mm) dan satu band inframerah dekat (0,76-0,90 mm). Data citra ini
terekam dalam skala warna 11 bit yang menghasilkan tingkat intensitas yang lebar
(sampai 2048 tingkatan warna atau rona) (Avelar et al., 2008).
11
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada
Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang
Cempedak, Cipinang Besar Utara, Cipinang Besar Selatan, Kampung Melayu, Rawa
Bunga, Balimester, Cipinang Muara, Bidara Cina. Survei lapangan dan kuesioner
dilakukan di 4 kelurahan yang berada di Kecamatan Jatinegara yaitu kelurahan
Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, Rawa Bunga, dan Balimester dan 1
kelurahan yang berada di Kecamatan Tebet yaitu Kelurahan Bukit Duri yang
berbatasan dengan kelurahan Kampung Melayu.
.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat kuesioner,
data statistik BPS, data Direktori RW Kumuh 2008 serta citra digital QuickBird
tahun 2006. Peralatan yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System),
seperangkat komputer, dan perangkat lunak yang terdiri dari Microsoft Office, Quick
basic QB45, dan ArcView GIS 3.3.
3.3. Tahap Kegiatan Penelitian
3.3.1. Penetapan Lokasi Contoh
Penetapan lokasi permukiman kumuh didasarkan pada data tabular BPS DKI
yaitu “Evaluasi RW Kumuh DKI 2008”. Dari data ini diperoleh informasi bahwa
jumlah Kepala Keluarga (KK) kumuh paling banyak terdapat di Kecamatan
Jatinegara. Sebagai tambahan dan perbandingan, Kelurahan Bukit Duri di Kecamatan
Tebet juga ditetapkan sebagai salah lokasi contoh, kelurahan ini berbatasan langsung
dengan Kelurahan Kampung Melayu (lihat Gambar 1).
Klasifikasi permukiman kumuh dilakukan berdasarkan data yang terdapat
pada “Evaluasi RW Kumuh DKI 2008”. Klasifikasi tersebut berdasarkan kategori
permukiman kumuh yang digunakan oleh Dinas Perumahan DKI Jakarta (1997)
yaitu:
1. Kawasan permukiman kepadatan rendah (kumuh ringan) apabila jumlah
penduduk < 300 jiwa / Ha.
2. Kawasan permukiman kepadatan sedang (kumuh sedang) apabila jumlah
12
penduduk 300-800 jiwa / Ha.
3. Kawasan permukiman kepadatan tinggi (kumuh berat) apabila jumlah
penduduk >800 jiwa / Ha.
3.3.2. Inventarisasi Karakteristik Tempat Tinggal dan Aktifitas Masyarakat
Permukiman Kumuh
Inventarisasi karakteristik tempat tinggal dan aktifitas masyarakat di
permukiman kumuh dilakukan dengan cara survei lapangan di beberapa kawasan
permukiman kumuh yang berada di Kecamatan Jatinegara dan Kelurahan Bukit Duri.
Cek lapang dilakukan untuk memperoleh data primer dan sekunder tentang
keadaan lingkungan kawasan kumuh di daerah yang diteliti. Melalui wawancara,
data kondisi lingkungan dan kegiatan penghuni di lingkungan kawasan kumuh
tersebut dapat dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara lengkap dan detil
tentang daerah yang diteliti. Pada setiap titik pengamatan lapang, koordinat lokasi
yang diperoleh dari GPS dicatat dan selanjutnya dibandingkan dengan kenampakan
citra Quickbird.
Informasi yang digali melalui kuesioner meliputi keberadaan lokasi dan
situasi rumah, jenis penerangan yang digunakan di sekitar rumah, tempat
pembuangan sampah yang biasa digunakan oleh masyarakat, tempat MCK yang
digunakan setiap hari, sumber air bersih yang biasa digunakan oleh masyarakat, luas
rumah yang ditempati, lebar jalan yang terdekat dengan rumah, status kepemilikan
lahan, serta kondisi fisik rumah yang berupa jenis lantai, jenis dinding, jenis atap,
dan ventilasi. Tabel 1 menyajikan sebaran responden berdasarkan lokasi tempat
tinggalnya, sedangkan Gambar 1 menyajikan situasi lokasi penelitian.
Tabel 1. Jumlah Sebaran Responden Pada Setiap Kelurahan Berdasarkan
Kedekatannya Terhadap Obyek Penting
Kecamatan Kelurahan Sungai Pasar Sungai,
Pasar
Jalan
Raya
Rel
Kereta
Jatinegara Balimester 0 5 0 0 0
Jatinegara Cipanang Besar Utara 24 0 0 10 0
Jatinegara Kampung Melayu 0 0 17 0 0
Jatinegara Rawa Bunga 5 1 0 0 0
Tebet Bukit Duri 1 0 0 0 9
13
Gambar 1. Poligon Merah Menunjukkan (A) Kelurahan Bukit Duri, (B) Kelurahan Kampung
Melayu Yang Letaknya Pada Citra Quickbird Terlihat Berdekatan
Jumlah responden tersebut ditetapkan proporsional terhadap jumlah KK
kumuh dari data Badan Pusat Statistik 2008. Direktori KK Kumuh terbitan BPS
tersebut menyajikan jumlah KK kumuh di setiap RW di wilayah Jakarta Timur.
Selain itu juga disesuaikan dengan lokasi dan kedekatannya dengan berbagai penciri
lokasi (sungai, pasar, jalan raya dan jalan kereta) ditetapkan sebaran sebagaimana
disampaikan pada Tabel 1 tersebut. Total jumlah responden adalah sebanyak 72 KK.
Dari setiap responden KK tersebut digali informasi aktifitas seluruh anggota
keluarga. Total individu yang menjadi responden aktifitas dengan demikian 312
orang.
3.3.3. Identifikasi Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh
Mobilitas atau pergerakan masyarakat permukiman kumuh diidentifikasi
melalui wawancara kepada penghuni permukiman kumuh. Wawancara ini berkaitan
dengan perilaku sehari-hari dari penghuni permukiman kumuh. Selanjutnya
informasi hasil wawancara terkait orientasi pemenuhan fasilitas digunakan untuk
penentuan titik-titik koordinat lokasi yang sering digunakan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari.
3.3.4. Teknik Analisis Data
3.3.4.1.Analisis Identifikasi Permukiman Kumuh Secara Spasial
Analisis spasial untuk mengidentifikasi permukiman kumuh diawali dengan
koreksi geometri dan dilanjutkan dengan digitasi layar (on screen digitizing). Tiga
unsur spasial yang dapat dibentuk melalui digitasi layar ini antara lain titik, garis, dan
poligon. Proses interpretasi cakupan permukiman kumuh selanjutnya dilakukan
berdasarkan titik yang sebelumnya telah direkam oleh perangkat GPS. Hasil proses
dijitasi layar adalah sebaran pemukiman kumuh pada lokasi yang terpilih.
14
3.3.4.2.Analisis Penentuan Faktor Penciri Pemukiman Kumuh
Untuk menentukan faktor penciri permukiman kumuh digunakan metode
Kuantifikasi Hayashi II. Analisis tersebut ditujukan untuk menduga parameter
koefisien keterkaitan antara peubah-peubah penjelas dengan satu peubah tujuan
tertentu yang bersifat kategori kelompok (Grouping Variables). Selanjutnya, dari
hasil pengujian terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan ini diperoleh
peubah-peubah penjelas yang nyata kaitannya dengan tingkat kekumuhan suatu
kawasan. Peubah yang ditelaah dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan
Peubah X Kategori
Asal 1 = Jabodetabek
2 = Banten, Jawa,Yogyakarta
3 = Luar Jawa
Pendidikan 1 = Tidak Sekolah
2 = SD
3 = SMP,SMA,S1
Pekerjaan 1= Pegawai, Wiraswasta
2= 2= Buruh, Pedagang Informal, Pemulung,Supir
3= Ibu rumah tangga, Pensiunan, Pengangguran
Lokasi Rumah 1= Dekat Sungai
2= Dekat Pasar
3= Dekat Jalan Raya
Buang Sampah 1= Sungai, Selokan
2= Dibakar
3= Dikumpulkan, Gerobak, Tempat Sampah
Skor Kualitas Rumah 1= Rendah
2= Sedang
3= Baik
Skor Polusi 1= Rendah
2= Tinggi
Luas Rumah 1= 0-26
2= 26-52
3= >52
Lebar Jalan 1= 0-1
2= >1
Persamaan pengujian korelasi parsial peubah yang berperan nyata terhadap tingkat
kekumuhan di suatu lokasi adalah sebagai berikut:
22
2
nt
tr , dimana t= nilai t- tabel
15
Nilai t tabel diidentifikasi dari tabel t-student pada tingkat kepercayaan (1-α) * 100%
tertentu dengan derajat bebas (n-2). Dalam hal ini ditetapkan tingkat kepercayaan
sebesar 95%. Dari hasil persamaan tersebut diperoleh nilai batas kritis yang
digunakan sebagai titik ambang korelasi yang nyata pada tingkat kepercayaan 95%
tersebut. Nilai korelasi parsial dinyatakan nyata pada tingkat kepercayaan 95% jika
nilai korelasi parsial lebih besar dari nilai r hasil perhitungan.
3.3.4.3.Analisis Penentuan Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Untuk mengidentifikasi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh,
penelitian ini menggunakan pendekatan Kuantifikasi Hayashi I. Pada analisis ini
peubah tujuan frekuensi kegiatan di ukur dalam skala kuantitatif dan peubah-peubah
penjelas (Lampiran 1) diukur dalam skala kualitatif.
Struktur data dan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini disajikan
pada Tabel 3, sedangkan keterkaitan antar sub komponen penelitian digambarkan
pada diagram alir pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
16
Tabel 3. Data, Sumber Data, Variabel Serta Teknik Analisis Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini Adalah
No Tujuan Data & alat yang
digunakan
Sumber Data Variabel yang digunakan Teknik Analisis
1 Identifikasi
Permukiman Kumuh
Peta Administrasi
Jakarta Timur, Citra
Quickbird,
Data Direktori RW
kumuh DKI 2008
Bappenas
Badan Pusat Statistik
DKI Jakarta
Kenampakan visual (tekstur, rona,
hue, keteraturan pola/bentuk)
Koreksi Geometri, Digitasi
On Screen, Tumpang tindih
Peta (Overlay)
2 Karakteristik
Permukiman Kumuh
Kamera, kuesioner Badan Pusat Statistik,
Pemda Jakarta Timur
Jumlah Penduduk, pencemaran air
dan udara, tempat pembuangan
sampah, MCK, fasilitas
pendidikan dasar, fasilitas
kesehatan, sumber air bersih
Deskriptif
3 Mobilitas
Masyarakat
Permukiman Kumuh
Pengisian Kuesioner,
GPS
Badan Pusat Statistik,
Pemda Jakarta Timur,
Responden di kawasan
Permukiman Kumuh
Jumlah penduduk, jumlah sarana
dan prasarana yang digunakan,
jarak, arah perjalanan, moda
transportasi
Analisis Sosiogram,
deskriptif, Analisis Hayashi I
4 Faktor Penciri
Permukiman kumuh
Pengisian Kuesioner Responden di kawasan
Permukiman Kumuh
Asal, pendidikan, pekerjaan, skor
kualitas rumuh,skor polusi, lokasi
rumah, cara buang sampah,lebar
jalan terdekat,luas rumah
Analisis Hayashi II
17
IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI
4.1. Geografi dan Lingkungan
Jakarta Timur terletak pada wilayah bagian Timur ibukota Republik
Indonesia, dengan letak geografis berada pada 1060
49' 35
'' Bujur Timur dan 06
0 10
'
37''
Lintang Selatan. Rata-rata ketinggian tempat daerah penelitian 50 meter di atas
permukaan laut, dengan kemiringan lereng yang relatif landai, terdiri 95 % daratan
dan selebihnya rawa atau pesawahan. Wilayah Jakarta Timur umumnya didominasi
oleh kelas pemanfaatan lahan permukiman yang mencapai 80% pada wilayah
administrasinya secara keseluruhan. Kota Jakarta Timur terdiri dari 10 kecamatan
yang tersebar dengan batas-batas wilayah administrasi diantaranya:
Sebelah Utara : Kota Jakarta Pusat dan Jakarta Utara
Sebelah Timur : Kota Bekasi – Jawa Barat
Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor – Jawa Barat
Sebelah Barat : Kota Jakarta Selatan
Kondisi iklim wilayah Jakarta Timur relatif panas, dengan suhu rata-rata
berkisar antara 27-31 0C, kelembaban rata-rata berkisar antara 40%-60%, curah hujan
rata-rata adalah 2.000 mm per tahun dengan curah hujan maksimum pada bulan
Januari.
4.2. Administrasi dan Luas Lahan
Secara administratif wilayah Jakarta Timur dibagi menjadi 10 Kecamatan, 65
Kelurahan, 673 Rukun Warga dan 7.513 Rukun Tetangga. Berdasarkan data BPS,
luas wilayah Jakarta Timur adalah 188,03 km2 atau sekitar 23,39% dari wilayah
provinsi DKI Jakarta.
Setiap kecamatan mempunyai jumlah kelurahan yang berbeda. Kecamatan
Matraman mempunyai jumlah 6 kelurahan. Sementara Kecamatan Jatinegara
mempunyai 8 kelurahan. Gambar berikut menyajikan peta administrasi wilayah
studi.
18
CakungPulogadung
Matraman
Jatinegara
Duren Sawit
Makasar
Kramat Jati
Pasar Rebo
CiracasCipayung
6°20' 6°20'
6°15' 6°15'
6°10' 6°10'
106°50'
106°50'
106°55'
106°55'
JAKARTA SELATAN
JAKARTA BARAT
JAKARTA PUSAT
JAKARTA UTARA
KODYA BEKASI
PETA ADMINISTRASI
JAKARTA TIMUR
U
2000 0 2000 4000M
Batas Kelurahan
Cakung
Cipayung
Ciracas
Duren Sawit
Jatinegara
Kramat Jati
Makasar
Matraman
Pasar Rebo
Pulogadung
LEGENDA
JAKARTA BARAT
JAKART A UT ARA
JAKARTA PUSAT
JAKARTA TI MU R
JAKART A SELAT AN
PETA ADMINISTRASI
DKI JAKARTA
Gambar 3. Peta Administrasi Kotamadya Jakarta Timur
Secara geografis, kesepuluh kecamatan tersebut dibagi menjadi dua wilayah,
yaitu wilayah Selatan yang terdiri dari atas lima kecamatan yaitu Kecamatan Kramat
Jati, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Pasar Rebo, dan
Kecamatan Makasar. Sedangkan yang termasuk wilayah utara adalah Kecamatan
Matraman, Kecamatan Jatinegara, Kecamatan Pulogadung, Kecamatan Duren Sawit,
dan Kecamatan Cakung. Masing-masing kecamatan mempunyai kondisi fisik yang
berbeda. Dari sisi fisik kekumuhan jumlah RW yang kumuh masing-masing
kecamatan juga berbeda. Secara terinci jumlah RW kumuh yang ada di Kotamadya
Jakarta Timur berdasarkan data dari BPS tahun 2008 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa, kecamatan yang terdapat RW kumuh paling
banyak adalah Kecamatan Jatinegara. Sementara yang jumlah RW kumuhnya paling
sedikit adalah Kecamatan Ciracas dan Cipayung.
19
Tabel 4. Jumlah RW, RW kumuh, Jumlah RT dan RT Kumuh Kecamatan Jakarta
Timur 2008
Kecamatan Jumlah
RW
Jumlah
RW
Kumuh
Jumlah
RT
Jumlah
RT
Kumuh
Ciracas 49 1 593 3
Cipayung 56 1 494 1
Makasar 53 9 569 14
Kramat Jati 65 9 652 50
Jatinegara 90 22 1141 137
Duren Sawit 95 9 1113 23
Cakung 84 7 935 34
Pulogadung 91 11 1021 40
Matraman 62 8 800 37 Sumber Data : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2008
4.3. Kependudukan
Jumlah penduduk Jakarta Timur pada tahun 2007 tercatat sebanyak 2.168.601
jiwa tediri dari jumlah berjenis kelamin laki-laki sebesar 1.148.397 jiwa dan peduduk
berjenis kelamin perempuan sebesar 1.020.204 jiwa, dengan jumlah rumah tangga
sebanyak 601.847. Tabel 5 menyajikan jumlah rumah tangga dan penduduk menurut
kecamatan, berdasarkan Tabel 5 jumlah penduduk yang paling banyak terdapat pada
kecamatan Duren Sawit. Dinamika jumlah penduduk wilayah kajian disajikan pada
Gambar 4.
Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Kecamatan, 2006-2007
Kecamatan Rumah tangga Penduduk
Jumlah % Jumlah %
Pasar Rebo 32.030 5,32 162.747 7,5
Ciracas 51.469 8,55 202.815 9,35
Cipayung 32.704 5,43 125.716 5,8
Makasar 41.635 6,92 180.581 8,33
Kramat Jati 54.058 8,98 206.327 9,51
Jatinegara 76.501 12,71 263.949 12,17
Duren Sawit 90.976 15,12 320.925 14,8
Cakung 86.924 14,44 232.140 10,7
Pulo Gadung 74.582 12,39 280.147 12,92
Matraman 60.968 10,13 193.254 8,91
Jumlah 601.847 100 2.168.601 100 Sumber Data : BPS Kota Administrasi Jakarta Timur dalam Jakarta Timur Dalam Angka 2008
20
Gambar 4. Pertumbuhan Penduduk
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan penduduk di semua
kecamatan di Jakarta Timur bersifat fluktuatif. Jumlah penduduk di Kecamatan
Jatinegara dan Kecamatan Cipayung dari tahun 2004 sampai tahun 2006 meningkat,
namun pada tahun 2007 mengalami penurunan. Di Kecamatan Pulo Gadung,
Kecamatan Matraman, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan
Duren Sawit, dan Kecamatan Makasar, jumlah penduduk terlihat relatif konstan.
Jika dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan golongan umur dengan
asumsi bahwa penduduk usia produktif untuk bekerja yaitu mulai dari usia 15 - 49
yaitu sebesar 1.480.633 orang atau sekitar 61.15%.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur
Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
0-4 104.181 8,65 90.200 7,41 194.381 8,03
5-9 96.514 8,02 101.926 8,37 198.440 8,2
10-14 97.416 8,09 99.220 8,15 196.636 8,12
15-49 719.796 5.980 760.837 6.248 1.480.633 61,15
50-64 144.771 12,03 121.770 10 266.541 11,01
65+ 41.041 3,14 43.747 3,59 84.788 3,5 Sumber data : Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007 dalam Jakarta Timur Dalam Angka
4.5. Perekonomian
Wilayah Jakarta Timur merupakan salah satu wilayah perindustrian
sedang/besar yang penting di DKI Jakarta. Sektor perekomonian yang paling
berperan di Jakarta Timur berdasarkan harga konstan adalah sektor industri
pengolahan. Sektor ini mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pertumbuhan
21
berbagai sektor di Kota Jakarta Timur pada periode tahun 2000 – 2007 disajikan
pada gambar berikut.
Gambar 5. Grafik PDRB Berdasarkan Harga Konstan
22
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur
Di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Timur merupakan salah satu
wilayah yang mempunyai berbagai keunikan baik secara geografis, demografis serta
hidrologis. Dari sisi geografis, Kota Jakarta Timur merupakan wilayah yang terluas
dan terdiri dari beberapa perkampungan. Dari sisi demografisnya, Jakarta Timur
memiliki jumlah penduduknya terbanyak dibandingkan dengan wilayah Jakarta
lainnya. Sementara itu, dari sisi hidrologis, Jakarta Timur dilewati oleh beberapa
sungai dan kanal antara lain: Cakung Drain, Kali Ciliwung, Kali Malang, Kali
Sunter, dan Kali Cipinang.
Menurut BPS pada tahun 2000 dalam rangka pembangunan wilayah DKI
Jakarta, Kota Jakarta Timur diarahkan menjadi daerah pengembangan untuk
permukiman penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi terutama industri pengolahan
dan pariwisata. Banyaknya lapangan pekerjaan di wilayah ini telah mendorong
proses migrasi dan menetap, sehingga kebutuhan perumahan menjadi sangat tinggi.
Untuk migran yang tidak terdidik dengan pekerjaan yang terbatas, maka wilayah
permukiman kumuh menjadi pilihan. Gambar 6 menyajikan distribusi permukiman
kumuh di tingkat kecamatan Jakarta Timur.
Gambar 6. Sebaran Lokasi Kumuh di Jakarta Timur
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa wilayah yang memiliki KK
kumuh paling banyak adalah Kecamatan Jatinegara dengan jumlah KK kumuh
sebesar 8023 KK, sedangkan untuk wilayah yang mempunyai KK kumuh paling
sedikit adalah Kecamatan Ciracas dengan jumlah sebesar 144 KK. Informasi
tersebut memberikan gambaran bahwa ketimpangan perekonomian dan kondisi
23
lingkungan di Jakarta Timur sangat besar. Hal ini tentu saja membawa dampak yang
serius dan membutuhkan mekanisme penataan ruang yang baik.
Berdasarkan informasi di atas, penelitian ini memfokuskan pada kawasan
kumuh yang berada di Kecamatan Jatinegara karena kawasan ini mempunyai jumlah
KK tertinggi secara relatif dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Kecamatan
Jatinegara ini mempunyai 8 kelurahan yaitu Kelurahan Cipinang Muara, Cipinang
Besar Selatan, Cipinang Besar Utara, Cipinang Cempedak, Rawa Bunga, Bidara
Cina, Balimester, Kampung Melayu. Setiap kelurahan mempunyai KK kumuh yang
berbeda-beda. Tabel 7 menyajikan data jumlah KK kumuh di Kecamatan Jatinegara.
Seperti yang terlihat pada tabel tersebut bahwa jumlah KK kumuh paling banyak
terdapat pada Kelurahan Kampung Melayu, sedangkan jumlah KK kumuh Kelurahan
Balimester adalah 0. Namun demikian, berdasarkan data evaluasi RW Kumuh DKI
2004 dan data dari Kelurahan Balimester, kelurahan tersebut masih mempunyai KK
kumuh.
Tabel 7. Jumlah KK Kumuh di Kecamatan Jatinegara
Kelurahan KK Kumuh
2008
KK Kumuh
2004
Bali Mester 0 869
Bidara Cina 209 1262
Cipinang Besar Selatan 215 2014
Cipinang Besar Utara 3027 4094
Cipinang Cempedak 300 64
Kampung Melayu 3233 1991
Rawa Bunga 1039 1544 Sumber Data : BPS dalam Evaluasi RW Kumuh DKI 2008
Lokasi kawasan kumuh di Kecamatan Jatinegara umumnya tersebar pada
daerah bantaran sungai (Gambar 7). Hal ini cukup relevan mengingat bahwa
Kecamatan Jatinegara dibatasi oleh sungai Ciliwung dan Kali Sunter, serta dilalui
oleh Kali Cipinang. Disamping itu, terdapat juga sungai buatan yaitu Kali Malang
yang digunakan sebagai pengendalian banjir dan irigasi serta untuk instalasi air
minum.
24
Gambar 7. Sebaran Lokasi Kumuh di Kecamatan Jatinegara Berdasaran Data Evaluasi RW
Kumuh DKI 2008
5.1.1. Distribusi Spasial Permukiman Kumuh
Kelemahan mendasar dari data BPS tentang permukiman kumuh adalah
ketiadaan batas yang jelas pada masing-masing lokasi yang ditetapkan sebagai
permukiman kumuh, sehingga penetapan luas serta analisis spasial lanjutan tidak
dapat dilakukan. Hal ini dapat dimengerti mengingat data tersebut diperoleh dari
hasil pendataan lapangan oleh dinas. Untuk mengurangi kelemahan tersebut,
penelitian ini menggunakan citra resolusi tinggi Quickbird tahun pengamatan 2006.
Kunci interpretasi untuk menentukan kenampakan kawasan kumuh pada citra
adalah dengan melihat pola dari permukiman. Pola pemukiman teratur menunjukkan
kenampakan lebih rapi dan dapat diidentifikasinya jarak antar rumah serta dapat
dibedakan jelas antara jalan dengan rumah. Menurut Kusumawati (2006) pola
permukiman tidak teratur menunjukkan 2 kemungkinan yaitu permukiman kumuh
atau bukan permukiman kumuh. Ciri-ciri pemukiman kumuh yang nampak pada citra
adalah berpola tidak teratur, ukuran rumah kecil-kecil, rapat tidak ada jarak antara
rumah yang satu dengan yang lainnya, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau
seng dan sebagian kecil beratapkan genteng (Gambar 8). Atap seng pada citra
Quickbird umumnya terlihat berwarna hitam (pada Citra ditandai dengan huruf a),
untuk asbes berwarna putih keabu-abuan (pada citra dengan huruf c) sedangkan
untuk genteng umumnya berwarna oranye (pada citra terlihat dengan huruf b).
Kenampakan pada citra tersebut sangat berbeda dengan kenampakan pada
perumahan teratur seperti tersaji pada Gambar 9.
25
Gambar 8. Pola Pemukiman Tidak Teratur Yang Merupakan Daerah Kumuh: Atap
Seng(a), Atap Genteng (b), dan Atap Asbes(c): Kenampakan Citra Quickbird
Pada Daerah Kumuh Yang Terletak di Kelurahan Cipinang Besar Utara
Gambar 9. Pola Permukiman Teratur di Kelurahan Cipinang Besar Selatan Pada Citra
Quickbird: Pola Teratur dan Tampak Rapi Antara Rumah dan Jalan Dapat di
Bedakan
Hasil identifikasi citra pada wilayah kumuh menunjukkan bahwa wilayah
kumuh mempunyai pola yang tidak teratur, sebagian besar rumah beratapkan asbes
atau seng. Sejalan dengan informasi yang diperoleh dari data statistik, lokasi
pemukiman kumuh umumnya berada di sekitar sungai. Pengecekan lapang dilakukan
pada setiap lokasi yang diidentifikasi memiliki permukiman kumuh. Data geografis
direkam dengan memanfaatkan GPS dan pada setiap titik yang diamati, beberapa
gambar diambil untuk dokumentasi lapang (Gambar 10).
26
a.
b. Koordinat (106.86°,-6.22°)
Gambar 10. (a) Permukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung, Dekat Pasar
Mester Atau Pasar Jatinegara, (B) Pemukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat
Sungai Ciliwung
5.2. Karakterisasi Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur
5.2.1. Karakteristik Lokasi
Berdasarkan hasil interpretasi citra Quickbird 2006, terlihat bahwa
kenampakan permukiman kumuh secara spasial umumnya berasosiasi dengan
kedekatannya terhadap sungai dan jalan lokal. Beberapa permukiman kumuh ditemui
berlokasi di sekitar jalur rel kereta api, jalan tol, jalan kolektor serta jalan arteri
seperti tersaji pada Gambar 11. Kenampakan permukiman kumuh dari citra
Quickbird tersebut, dilengkapi dengan foto lapangan, pada berbagai lokasi disajikan
pada Gambar 13 sampai dengan Gambar 15.
Gambar 11. Frekuensi Jumlah Permukiman Kumuh Terhadap Lokasi Permukiman di Jakarta
Timur
Hasil interpretasi citra Quickbird pada seluruh wilayah Jakarta Timur
disajikan pada Gambar 12. Luas permukiman kumuh berdasarkan hasil klasifikasi
27
pada citra Quicbird dapat dilihat pada Tabel 8. Dari tabel tersebut dapat diketahui
bahwa setiap Kecamatan di Jakarta Timur mempunyai luas permukiman kumuh yang
relatif beragam. Luas permukiman kumuh yang terluas terdapat pada Kecamatan
Jatinegara yaitu sekitar 15,97 Ha, sedangkan luas permukiman kumuh yang terkecil
berada pada Kecamatan Cipayung yaitu sekitar 0,58 Ha. Total keseluruhan luas
permukiman kumuh di Jakarta Timur yaitu sekitar 36,81 Ha.
Tabel 8. Luas Sebaran Permukiman Kumuh Hasil Klasifikasi Citra Quickbird
Kecamatan Kumuh Tidak
Kumuh
Cakung 2.41 4135.96
Cipayung 0.58 2838.35
Ciracas 1.09 1728.30
Duren Sawit 1.74 2129.25
Jatinegara 15.97 1296.96
Kramat Jati 1.62 1217.58
Makasar 1.08 2399.91
Matraman 1.80 473.97
Pasar Rebo 1.60 1397.16
Pulogadung 8.92 1447.51
Total 36.81 19064.95
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar (66%) kawasan
kumuh berada di dekat sungai dan hanya sekitar 8% berada di sekitar pasar.
Kawasan kumuh yang berada di dekat sungai adalah kawasan kumuh berat, kumuh
sedang, dan kumuh ringan, dan yang berada di dekat pasar adalah kumuh sangat
ringan dan sebagian kumuh sedang.
28
Cakung
Cipayung
Makasar
Ciracas
Duren Sawit
Jatinegara
Pulogadung
Pasar Rebo
Kramat Jati
Matraman
6°21' 6°21'
6°18' 6°18'
6°15' 6°15'
6°12' 6°12'
106°51'
106°51'
106°54'
106°54'
106°57'
106°57'
PETA SEBARAN PERMUKIMAN KUMUH
JAKARTA TIMUR
U
TB
S1000 0 1000 M
Batas Kecamatan
Kawasan Kumuh
Jalan Arteri
SungaiKereta Api Rangkap
Jalan KolektorJalan Lokal
Jalan Tol
LEGENDA
Sumber : Hasil Klasifikasi Citra Quickbird Tahun 2006 dan Survei Lapang 2009
KODYA BEKASI
JAKARTA SELATAN
JAKARTA PUSAT
JAKARTA UTARA
JAKARTA BARAT
JAKARTA SELATAN
JAKARTA UTARA
JAKARTA PUSAT
JAKARTA TIMUR
Gambar 12. Peta Sebaran Permukiman Kumuh di Jakarta Timur
29
a.
b. Koordinat ( 106.95°,-6.20°)
Gambar 13. (a) Penampakan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di
Sekitar Jalan Tol,(b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di
Sekitar Jalan Tol
a.
b. Koordinat (106.88°,-6.19°)
Gambar 14. (a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra
Berada di Sekitar Jalan Arteri, (b) Penampakan Obyek Foto Lokasi
Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Arteri
a. b. Koordinat (106.89°,-6.21°)
Gambar 15. (a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra
Berada di Sekitar Jalur Kereta Api, (b) Penampakan Obyek Foto Lokasi
Permukiman Kumuh di Sekitar Jalur Kereta Api
30
Gambar 16. Lokasi Permukiman Kumuh Reponden di Kecamatan Jatinegara
Secara umum lokasi permukiman kumuh ini dipilih oleh penghuni pada
lokasi yang tidak jauh dari tempat-tempat strategis dalam mencari pekerjaan.
Misalnya Kelurahan Cipinang Besar Utara yang berada di tengah Kota Jakarta
Timur, kawasan ini dibatasi oleh dua jalan arteri utama, yaitu Jl. D.I Panjaitan dan Jl.
Bekasi Timur Raya sehingga memudahkan masyarakat kawasan kumuh mengakses
berbagai fasilitas kota termasuk akses ke lapangan kerja di sektor informal.
Kelurahan Kampung Melayu, Kelurahan Bali Mester, Kelurahan Rawa Bunga serta
Kelurahan Bukit Duri berada di dekat Pasar Jatinegara. Lokasi pasar yang dekat
dengan permukiman kumuh memudahkan para ibu rumah tangga dalam berbelanja
kebutuhan sehari-hari, serta memudahkan dalam mencari pekerjaan. Hal ini
berdampak langsung pada efisiensi waktu dan biaya perjalanan. Gambar 17
menyajikan peta sebaran pemukiman kumuh hasil delineasi menggunakan citra
Quickbird dan pengamatan lapang di wilayah studi.
.
5.2.2. Deskripsi Rumah Masyarakat di Permukiman Kumuh
Berdasarkan hasil penarikan contoh di wilayah Kecamatan Jatinegara,
umumnya masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh berat, kumuh sedang, dan
kumuh ringan mempunyai atap rumah berupa asbes (83%), sedangkan rumah yang
beratapkan genteng dari seluruh kawasan kumuh sekitar 17%. Persentase jenis atap
dan kenampakkan obyek di permukiman kumuh pada empat kelas tingkat
kekumuhan disajikan pada Gambar 18 dan Gambar 19.
31
Cakung
Maka sar
Duren Sawit
Jatinegara
Pulogadung
Krama t J ati
Matra man
6°15' 6°15'
6°14' 6°14'
6°13' 6°13'
6°12' 6°12'
106°51'
106°51'
106°52'
106°52'
106°53'
106°53'
106°54'
106°54'
JAKARTA SELATANJAKARTA SELATAN
PETA SEBARANPERMUKIMAN KUMUH
KECAMATAN JATINEGARA
U
500 0 500 1000 M
Kecamatan Lain
Kecamatan Jatinegara
Kawasan Kumuh
Jalan ArteriSungai
Kereta api
Jalan Kolektor
Jalan Lokal
Jalan Tol
LEGENDA
JAKARTA UTA RA
JAKARTA TIMUR
JAKARTA BARAT
JAKARTA SELATAN
JAKARTA PUSAT
BOGORBOGOR
TAN GGERANGTAN GGERANG
BEKASIBEKASI
LAUTLAUT
Gambar 17. Sebaran Pemukiman Kumuh Kecamatan Jatinegara
32
Gambar 18. Jenis Atap di Pemukiman Kumuh
a.
b.
Gambar 19. Foto Jenis Atap di Permukiman Kumuh (a) Atap Genteng di Kelurahan Rawa
Bunga, dan (b) Atap Seng di Kelurahan Cipinang Besar Utara
Jenis lantai di permukiman kumuh disajikan pada Gambar 20. Gambar
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar (60%) rumah yang berada di lokasi
kawasan kumuh berlantai keramik dan terletak di dekat sungai dan daerah rawan
banjir. Alasan utama penggunaan keramik adalah agar mudah dibersihkan sewaktu
banjir usai. Menurut Rashid et al (2007) masyarakat di permukiman kumuh
umumnya tetap memilih tinggal di lokasi banjir karena berharap mendapat insentif
ekonomi khususnya pada saat relokasi daripada mempertimbangkan aspek kesehatan
lingkungan seperti di lokasi-lokasi yang bebas banjir.
Kondisi permukiman kumuh yang berada di dekat sungai umumnya
mempunyai 2 lantai. Hal ini dilakukan agar pada saat banjir bisa menyelamatkan
barang-barang berharga yang dimiliki. Rumah tingkat umumnya berbahan kayu
seperti yang terlihat pada Gambar 21a.
33
Gambar 20. Jenis Lantai di Pemukiman Kumuh
a.
b.
Gambar 21. (a) Jenis Rumah Kumuh Berlantai 2 Yang Rata-Rata Terletak di Dekat
Sungai, (b) Jenis Rumah Kumuh Yang Berlantai Tanah, Lokasi Terletak di
Kelurahan Cipinang Besar Utara
Jenis dinding di permukiman kumuh berat, kumuh sedang, kumuh ringan dan
kumuh sangat ringan adalah sebagai berikut: 58% berdinding tembok dan 28%
berdinding semi permanen, yaitu ½ tembok dan ½ triplek atau ½ tembok dan ½ seng
(Gambar 22). Rumah di permukiman kumuh ini umumnya berupa rumah petakan-
petakan kecil yang luasnya sudah dibagi-bagi berdasarkan jumlah kepala rumah
tangga.
34
Gambar 22. Jenis Dinding di Pemukiman Kumuh
Luas hunian tempat tinggal di pemukiman kumuh sangat bervariasi, dari luas
yang terkecil 3 m2 sampai yang terbesar 165 m
2, dan rata-rata luas tempat tinggal
adalah 20,4 m2. Secara umum, rumah yang berada di permukiman kumuh ini tidak
memiliki halaman rumah. Lebar jalan rata-rata yang terdekat dengan rumah adalah
sekitar 1m (Tabel 9).
Tabel 9.Rata-Rata Luas Rumah dan Lebar Jalan di Setiap Kategori Kumuh
Kategori Kumuh Luas rumah
(m2)
Lebar jalan
(m)
Kumuh Berat 10,18 0,76
Kumuh Sedang 26,86 1,18
Kumuh Ringan 19,50 0,82
Kumuh Sangat Ringan 25,00 0,98
Gambar 23. Lokasi Rumah Yang Dimanfaatkan Sebagai Warung di Kelurahan Cipinang
Besar Utara
Jarak antara rumah yang satu dengan rumah yang lain sangat dekat, berupa
lorong, dan tidak menyisakan ruang untuk bermain anak-anak. Beberapa rumah
tangga memanfaatkan rumah mereka sebagai warung harian seperti yang terlihat
35
pada Gambar 23. Kawasan berkategori kumuh berat memiliki rata-rata luas rumah
10,18 m2 dan lebar jalan terdekat dengan rumah adalah 0,76 m.
Berdasarkan hasil penarikan contoh, sebanyak 49% responden di
permukiman kumuh umumnya tinggal di rumah sewaan dan sebanyak 51% tinggal di
rumah sendiri. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh yang
menyewa ini adalah para migran yang datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan.
Dengan cara menyewa ini mereka dapat berpindah-pindah lokasi sesuai dengan
kebutuhannya, jarak lokasi pekerjaan serta harga sewa rumah. Sewa rumah
berdasarkan hasil wawancara dengan responden umumnya berkisar Rp. 200.000/
bulan. Jika nilai sewa terlalu tinggi umumnya migran akan mencari sewa rumah yang
lebih murah. Umumnya rumah yang mereka tempati belum mempunyai fasilitas
MCK sehingga pada lokasi ini terdapat MCK umum. Walaupun sebagian telah
mempunyai kamar mandi sendiri namun tidak dilengkapi dengan jamban, sehingga
mengharuskan penghuni permukiman kumuh untuk menggunakan fasilitas MCK
bersama (Gambar 24).
a.
b.
Gambar 24. MCK Umum (a) Terletak di Kelurahan Kampung Melayu, (b) Terletak di
Kelurahan Rawa Bunga
Buruknya kondisi rumah tinggal serta kepadatan bangunan yang sangat tinggi
menyebabkan rumah-rumah tidak memiliki sistem pertukaran udara segar atau
ventilasi yang baik sehingga ruang-ruang di dalamnya tidak mendapatkan sinar
matahari dan cenderung lembab. Berdasarkan data survei lapang, rata-rata rumah
yang memiliki ventilasi yaitu sekitar 1.31 atau kurang dari 2 jendela. Bentuk
ventilasi juga bermacam-macam, diantaranya berupa ventilasi kawat atau seng sesuai
dengan dinding rumah. Contoh ventilasi di permukiman kumuh disajikan pada
Gambar 25.
36
Gambar 25. Jenis Ventilasi yang Terletak di Lokasi Kelurahan Cipinang Besar Utara
5.2.3. Karakteristik Pendidikan dan Jenis Pekerjaan
Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya adalah kaum
pendatang yang tidak terdidik. Berdasarkan hasil wawancara, sekitar 8 % masyarakat
di daerah kumuh tidak sekolah. Sebagian besar pemukim (42%) adalah tamatan SD,
sedangkan lulusan SMP sekitar 18%. Masyarakat berpendidikan SMA dan tingkat
yang sederajat sejumlah kurang lebih 30%, dan hanya 1% yang menamatkan
perguruan tinggi ( Gambar 26). Menurut Frota (2008) masyarakat miskin yang
tinggal di permukiman kumuh tidak memiliki pengetahuan, kemampuan keuangan
dan keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan dengan posisi yang lebih baik,
karena keterbatasan itu masyarakat miskin banyak bekerja di sektor informal.
Pekerjaan yang dipilih pada umumnya adalah buruh harian serta pedagang informal
(Gambar 27a).
Gambar 26. Tingkat Pendidikan Responden di Permukiman Kumuh di Daerah Penelitian
37
a.
b.
Gambar 27. (a) Jenis Pekerjaan Dan (B) Total Pendapatan di Permukiman Kumuh di
Daerah Penelitian
Kirmanto (2001) menyatakan bahwa sebagian besar pekerjaan penghuni
lingkungan permukiman kumuh adalah sektor informal yang tidak memerlukan
keahlian tertentu, misalnya sebagai buruh kasar atau kuli bangunan. Oleh karena itu,
tingkat penghasilan pemukim sangat terbatas dan tidak mampu menyisihkan
penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan permukiman. Akibatnya terjadi
degradasi kualitas lingkungan yang pada gilirannya memperluas area permukiman
kumuh.
Pendapatan masyarakat di permukiman kumuh yang tertinggi adalah sebesar
Rp 25.970.000 per tahun, dihasilkan oleh penduduk yang berprofesi sebagai supir,
sedangkan pendapatan paling rendah sebesar Rp. 10.100.000 per tahun dihasilkan
oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung (Gambar 27b). Rata-rata ibu
rumah tangga pada permukiman kumuh bekerja sebagai buruh cuci dan buruh
setrika. Lokasi pekerjaan mereka berada di sekitar lingkungan tempat tinggal.
5.3. Faktor Penciri Kekumuhan
Identifikasi penciri kekumuhan ditelaah dengan menggunakan sembilan
peubah yaitu: asal, pendidikan, pekerjaan, lokasi rumah, cara buang sampah, skor
kualitas rumah, skor polusi, luas rumah, dan lebar jalan terdekat dengan rumah, hasil
analisis faktor penciri kekumuhan dapat dilihat pada Lampiran 3. Peubah tersebut
dipilih sesuai dengan penciri kekumuhan yang dirumuskan oleh Dinas Perumahan
DKI Jakarta. Untuk mengetahui faktor penciri pemukiman kumuh tersebut
digunakan metode analisis Kuantifikasi Hayashi II. Dari proses analisis didapatkan
hasil bahwa peubah yang memiliki nilai yang nyata adalah peubah asal, lokasi
rumah, luas rumah, dan lebar jalan terdekat dengan rumah dengan eta-square yang
diperoleh sebesar 0,805 pada selang kepercayaan 95%. Berikut adalah ringkasan
hasil analisis faktor penciri kekumuhan yang disajikan pada Tabel 10.
38
Tabel 10. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi II
Peubah Koefisien Skor Kategori
Positif Negatif
Asal Jabodetabek Banten
Luar Jawa Jawa
Yogyakarta
Lokasi Rumah Dekat Pasar Dekat Sungai
Dekat Jalan Raya
Luas Rumah 26-52 m2 0-26 m2
>52 m2
Lebar Jalan >1 0-1
Berdasarkan nilai skor kategori peubah asal daerah, diketahui bahwa orang
yang berasal dari Banten, Jawa, dan Yogyakarta berada di kawasan kumuh berat, dan
orang yang berasal dari luar Jawa seperti dari Sumatera tinggal di kawasan kumuh
sedang. Hasil identifikasi lapang menunjukkan bahwa rata- rata masyarakat yang
tinggal di permukiman kumuh adalah pendatang yang sudah tinggal di permukiman
tersebut selama kurang lebih 24 tahun.
Berdasarkan nilai korelasi parsial yang terlihat pada Lampiran 3, peubah
lokasi rumah adalah peubah yang paling berpengaruh terhadap faktor penciri
kekumuhan. Lokasi kumuh berat berasosiasi dengan kedekatan terhadap sungai.
Kondisi rumah yang berada di dekat sungai umumnya rumah bersifat semi
permanen. Sedangkan kondisi rumah yang lebih baik berada di dekat jalan raya.
Kategori luas rumah juga berpengaruh nyata terhadap tingkat kekumuhan.
Dari sebaran nilai skor kategori, terindikasi bahwa semakin sempit luas rumah maka
kecenderungan berada di kawasan permukiman kategori kumuh berat. Ukuran rumah
yang terkecil yang ditempati oleh masyarakat di permukiman kumuh adalah rumah
dengan ukuran 3x3 m2 yang berupa rumah petakan.
Kategori lebar jalan sebagaimana dihipotesiskan teruji terkait erat dengan
tingkat kekumuhan. Semakin kecil lebar jalan lingkungan dimana satu rumah berada,
maka semakin besar peluang rumah tersebut berada di kawasan berkategori kumuh
berat. Dalam hal ini lebar tersempit adalah sekitar 0-1 meter. Sebaliknya di kawasan
kumuh ringan sampai dengan sedang kondisi jalan terdekat dengan rumah sudah
cukup baik yaitu lebih dari 1 m.
5.4. Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di permukiman kumuh
dapat diketahui bahwa tingkat mobilitas masyarakat di pemukiman kumuh relatif
39
rendah. Hal ini terlihat dari semua aktivitas yang mereka lakukan tidak jauh dari
lokasi tempat tinggal. Penduduk permukiman umumnya melakukan aktivitas sehari-
hari seperti belanja, bekerja, pendidikan formal maupun informal di kawasan dekat
tempat tinggal. Sebagian dari masyarakat pemukiman kumuh yang tinggal di
Kecamatan Jatinegara melakukan aktivitas di sekitar Kecamatan Jatinegara (367
perjalanan dari total 863 perjalanan), demikian juga dengan masyarakat pemukiman
kumuh yang berada di Kelurahan Bukit Duri.
Mobilitas yang paling jauh dilakukan adalah keluar wilayah Jabodetabek,
masyarakat di permukiman kumuh melakukan mobilitas ini untuk tujuan silaturahmi
atau mudik saat lebaran tiba. Peta mobilitas masyarakat di permukiman kumuh dapat
dilihat pada Gambar 28 serta jumlah perjalanan dapat dilihat pada Lampiran 2.
690000
690000
695000
695000
700000
700000
705000
705000
710000
710000
715000
715000
9295000 9295000
9300000 9300000
9305000 9305000
9310000 9310000
9315000 9315000
9320000 9320000
9325000 9325000
Peta Mobilitas Masyarakat
Permukiman Kumuh
U
2000 0 20004000 M
Keterangan
Mobilitas dari Jatinegarake Jakarta Timur Lainya
Mobilitas dari Jatinegarake Jakarta SelatanMobilitas dari Jatinegarake Jakarta Pusat
Mobilitas dari Jatinegarake Jakarta Barat
Mobilitas dari Jatinegarake BodetabekMobilitas dari Jatinegarake Jawa dan Luar Jawa
Jalan Arteri/UtamaJalan Kereta Api
Jalan KolektorJalan Tol Nasional
Mobilitas dari Jatinegara ke Jakarta Utara
JAKARTA SELATAN
JAKARTA UTARA
JAKARTA PUSAT
JAKARTA BARAT
JAKARTA TIMUR
BEKASI
BOGOR
TANGERANG
Gambar 28. Peta Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh Kecamatan Jatinegara
5.4.1. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di
permukiman kumuh, digunakan metode analisis Kuantifikasi Hayashi I. Dari analisis
tersebut didapatkan nilai R2
sebesar 0,605. Hal ini menunjukkan bahwa peubah yang
digunakan dapat menjelaskan 60,5% keragaman data frekuensi kegiatan yang ada di
40
kawasan permukiman kumuh. Disamping itu, hasil tersebut juga menunjukkan
masih terdapat kurang lebih 39,5% ragam yang tidak dapat dijelaskan dari metode
yang digunakan. Hal tersebut dapat bersumber dari adanya beberapa faktor penting
lainnya yang belum dapat diintegrasikan dalam penelitian ini.
Hubungan antara peubah tujuan dengan peubah penjelas dapat dilihat dari
nilai skor kategori. Apabila nilai skor kategori peubah penjelas bertanda negatif
maka hal tersebut menunjukkan bahwa peubah penjelas tersebut berkorelasi negatif
terhadap peubah tujuan dan mengindikasikan bahwa peubah penjelas tersebut
mempunyai frekuensi kegiatan yang rendah. Sebaliknya, apabila nilai skor kategori
peubah penjelas bertanda positif maka peubah penjelas tersebut berkorelasi positif
terhadap peubah tujuan dan menggambarkan bahwa skor kategori pada peubah
penjelas mempunyai frekuensi kegiatan yang tinggi. Nilai skor kategori dari peubah-
peubah penjelas terhadap frekuensi kegiatan disajikan pada Lampiran 4.
Tabel 11 menyajikan ringkasan hasil analisis Hayashi I untuk
mengidentifikasi peubah yang secara statistik nyata pada α= 0,05 mempengaruhi
mobilitas penduduk di permukiman kumuh. Peubah-peubh tersebut adalah jumlah
kegiatan, pendidikan, alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan
dan pekerjaan lain. Seluruh peubah tersebut memiliki nilai korelasi parsial lebih
tinggi dari nilai kritis yaitu sebesar 0,231. Pada α= 0,1 peubah yang nyata adalah
peubah asal daerah. Peubah-peubah tersebut memiliki korelasi parsial lebih tinggi
dari nilai kritis yaitu sebesar 0,195.
Tabel 11. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayashi I
Keterangan Peubah
Nyata Pada α= 0,05 Jumlah kegiatan
Pendidikan
Alat transportasi
Tujuan kegiatan
Lokasi kegiatan
Pekerjaan
Ada/tidak pekerjaan lain
Nyata Pada α= 0,1 Asal daerah
R2 0,621
5.4.1.1.Keterkaitan Karakteristik Pelaku Dengan Mobilitas Masyarakat
Permukiman Kumuh
Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya adalah masyarakat
miskin yang tak terdidik. Mayoritas penghuni permukiman kumuh tersebut adalah
pendatang yang mencari pekerjaan. Tingkat pendidikan masyarakat pemukim ini
41
rendah, yaitu mayoritas tingkat SD, bahkan ada yang tidak pernah sekolah.
Rendahnya pendidikan masyarakat mengakibatkan terbatasnya alternatif pekerjaan.
Pilihan pekerjaan untuk masyarakat berpendidikan rendah tersebut adalah sektor
informal seperti buruh. Oleh karena itu, sebagaimana disampaikan pada bagian
sebelumnya sedikit diantara penghuni permukiman kumuh yang mempunyai
pekerjaan lebih dari satu jenis.
Gambar 29 menjelaskan hubungan antara tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,
ada tidaknya pekerjaan lain serta asal daerah terhadap frekuensi kegiatan masyarakat
di permukiman kumuh berdasarkan hasil wawancara dengan responden.
(a).
(b).
(c).
(d).
Gambar 29. Hubungan Antara Kategori (A) Tingkat Pendidikan, (B) Jenis Pekerjaan, (C)
Pekerjaan Lain, (D) Asal Daerah Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan
Berdasarkan hasil analisis Kuantifikasi Hayashi 1, peubah tingkat pendidikan
berkorelasi posisif dengan frekuensi kegiatan. Hal tersebut ditunjukkan oleh tingkat
pendidikan SD, SMP, S1 yang berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan,
sedangkan tingkat pendidikan SMA dan tidak sekolah berkorelasi negatif dengan
frekuensi perjalanan. Jika dilihat pada Gambar 29a terlihat bahwa penduduk dengan
tingkat pendidikan SMA dan tidak sekolah memiliki rata-rata mobilitas tahunan
terendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya. Dilihat dari jumlah
frekuensi responden di wilayah contoh, diketahui bahwa mayoritas penduduk (112
responden) berpendidikan SD.
42
Pada hasil analisis selanjutnya ditunjukkan bahwa kelompok penduduk ibu
rumah tangga dan pemulung mempunyai nilai skor yang berkorelasi negatif dengan
frekuensi kegiatan. Fenomena tersebut menunjukkan fakta bahwa ibu rumah tangga
dan pemulung secara relatif lebih sedikit melakukan aktivitas. Dari data responden
yang ditunjukkan pada Gambar 29b terlihat bahwa ibu rumah tangga mempunyai
frekuensi kegiatan yang paling kecil. Aktifitas ibu rumah tangga umumnya dilakukan
di sekitar rumah seperti berbelanja atau beberapa diantaranya bekerja sebagai buruh
cuci di lingkungan tempat tinggal. Berdasarkan hasil analisis, jenis pekerjaan dengan
aktivitas terbanyak adalah sekolah karena dilakukan setiap hari.
Peubah pekerjaan lain berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan. Dari
nilai skor, diketahui bahwa adanya pekerjaan lain berkorelasi positif dengan
frekuensi kegiatan, sedangkan tidak adanya pekerjaan lain akan berkorelasi negatif.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya pekerjaan lain menyebabkan masyarakat
banyak melakukan aktivitas setiap harinya, sedangkan tidak adanya pekerjaan lain
menyebabkan sedikitnya aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat di permukiman
kumuh.
Selanjutnya, peubah asal daerah berkorelasi positif terhadap frekuensi
kegiatan. Sebagian besar responden adalah penduduk asli Jakarta (98 responden) dan
migran Jawa Tengah (87 responden). Berdasarkan pola aktifitas responden
berdasarkan asal daerah yang ditunjukkan pada Gambar 29d, terlihat bahwa
masyarakat yang berasal dari Sumatera, Jawa Timur dan Yogyakarta lebih aktif
melakukan kegiatan dibandingkan dengan penduduk yang berasal dari daerah lain.
5.4.1.2.Aktivitas Masyarakat Permukiman Kumuh dan Moda Transportasi
Dari hasil analisis kuantifikasi Hayashi I yang ditunjukkan pada Tabel
Lampiran 3, diketahui bahwa peubah jumlah kegiatan paling berpengaruh nyata
terhadap frekuensi kegiatan. Pada nilai skor kategori ditunjukkan bahwa penduduk
yang melakukan mobilitas lebih dari tiga kali dalam sehari cenderung mempunyai
frekuensi kegiatan yang tinggi yaitu 102. Hal ini diduga disebabkan oleh jenis
kegiatan yang lebih beragam. Dari hasil wawancara yang disajikan pada Gambar 30a
terlihat bahwa semakin banyak jumlah kegiatan maka semakin banyak frekuensi
kegiatan yang dilakukan.
Selanjutnya dari Tabel Lampiran 4 diketahui bahwa aktifitas rekreasi
berkorelasi negatif dengan frekuensi kegiatan. Kegiatan berekreasi jarang dilakukan
oleh masyarakat di permukiman kumuh, namun dilakukan oleh hampir seluruh
responden. Pada Gambar 30b terlihat bahwa frekuensi kegiatan rekreasi paling rendah
43
dibandingkan dengan frekuensi kegiatan yang lain. Hal ini karena terbatasnya
penghasilan dan tidak adanya waktu untuk melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan
rekreasi ini dilakukan setahun sekali pada saat libur sekolah atau libur nasional
seperti hari raya. Lokasi yang dipilih untuk rekreasi ini adalah lokasi yang biayanya
terjangkau seperti Kebun Binatang Ragunan, Monumen Nasional, Taman Mini
Indonesia Indah, serta Pantai Ancol.
a.
b.
c.
d.
Gambar 30. Hubungan Antara (a) Jumlah Kegiatan, (b) Tujuan Kegiatan, (c) Lokasi
Kegiatan, (d) Alat Transportasi Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan
Berikutnya, dari nilai skor diketahui bahwa kegiatan belanja paling
berpengaruh terhadap peningkatan frekuensi kegiatan. Kegiatan belanja dilakukan
oleh hampir seluruh responden. Jika dilihat dari data responden pada Gambar 30b
terlihat bahwa rata-rata frekuensi belanja sekitar 239 kali. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden hanya sebagian ibu rumah tangga yang melakukan
kegiatan ini setiap harinya. Beberapa diantara ibu rumah tangga melakukan kegiatan
belanja seminggu 3 kali, bahkan ada yang melakukannya hanya sebulan sekali.
Frekuensi belanja ibu rumah tangga tersebut menyesuaikan dengan kondisi keuangan
rumah tangganya.
Selanjutnya dilakukan analisis karakterisasi masyarakat permukiman kumuh
berdasarkan tujuan kegiatan. Berdasarkan hasil identifikasi diketahui bahwa tujuan
lokasi kegiatan dengan frekuensi tertinggi adalah Jawa (Jawa Timur, Jawa Tengah).
44
Fenomena ini menunjukkan banyaknya masyarakat memilih Jawa sebagai tujuan
kegiatan yang terkait dengan asal dari penduduk di permukiman contoh. Jika dilihat
dari nilai skor kategori maka Jawa berkorelasi negatif dengan frekuensi kegiatan.
Indikasi ini menunjukkan bahwa tujuan ke daerah tersebut sangat jarang dilakukan,
umumnya dilakukan hanya satu kali dalam setahun pada saat mudik lebaran. Pada
Gambar 30c ditunjukkan lokasi yang sering menjadi tujuan kegiatan adalah lokasi
yang terdekat dengan tempat tinggal seperti di daerah kecamatan Jatinegara atau
beberapa kecamatan lain di wilayah Jakarta timur.
Alat transportasi berkorelasi positif dengan frekuensi kegiatan. Dalam hal ini
jenis alat transportasi sepeda dan jalan kaki merupakan yang terbanyak. Hal ini
dikarenakan lokasi kegiatan penghuni umumnya di sekitar lokasi tempat tinggal.
Terdapat masyarakat di permukiman kumuh yang mempunyai mobil sendiri.
Kendaraan tersebut merupakan sarana usaha catering dan dijadikan sebagai
kendaraan sewaan. Beberapa diantaranya juga memiliki sepeda motor untuk ojek.
5.4. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Permukiman Kumuh
Rencana tata ruang wilayah merupakan wadah spasial dari seluruh aspek
pembangunan termasuk ekonomi dan sosial budaya. Dengan kata lain penataan ruang
merupakan rencana implementasi dari keterpaduan pembangunan di berbagai bidang.
Menurut Direktur Jendral Penataan Ruang, jumlah penduduk perkotaan yang terus
meningkat dari waktu ke waktu akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan
terhadap pemanfaatan ruang kota. Oleh karena itu, penataan ruang kota perlu
mendapatkan perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan
kawasan hunian, fasilitas umum, dan sosial serta ruang-ruang terbuka publik di
perkotaan.
Kawasan bangunan umum merupakan kawasan yang diarahkan dan
diperuntukkan bagi pengembangan perkantoran, perdagangan jasa, pemerintahan dan
fasilitas umum atau fasilitas sosial beserta penunjangnya dengan koefisien dasar
bangunan lebih besar dari 20%. Sedangkan kawasan bangunan umum kepadatan
rendah adalah kawasan bangunan umum yang secara keseluruhan koefisien dasar
bangunannya maksimum 20%. Berdasarkan hasil operasi tumpang tindih antara
sebaran permukiman kumuh di wilayah Jakarta Timur dan RTRW wilayah tersebut
diketahui bahwa di area peruntukkan kawasan bangunan umum sebagaimana
disajikan pada Tabel 12, terdapat kurang lebih 1,30 hektar lahan yang dimanfaatkan
untuk permukiman kumuh, dan sekitar 5,34 hektar lahan pada peruntukan bangunan
umum kepadatan rendah ditempati oleh permukiman kumuh. Secara keseluruhan
45
kawasan kumuh adalah sebesar 36,81 hektar yang menyebar di seluruh peruntukan
lahan perkotaan.
Arahan pembangunan perumahan dalam RTRW Jakarta Timur Tahun 2010
terbagi atas perumahaan, perumahan kepadatan rendah serta campuran perumahan
dengan bangunan umum. Dari Tabel 12 terlihat bahwa kawasan permukiman kumuh
(11,14 Ha) terletak pada peruntukan lahan untuk kawasan perumahan yang
merupakan suatu kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan
permukiman dengan koefisien dasar bangunan lebih besar dari 20%. Perumahan
dengan kepadatan rendah merupakan kawasan yang memiliki fungsi konservasi
sehingga kepadatan rendah dan ketinggian bangunannya dibatasi untuk
mengakomodasi fungsi resapan air, fungsi daerah penyangga, dan fungsi ruang
terbuka hijau.
Tabel 12. Luas Permukiman Kumuh Pada Berbagai Peruntukan Lahan Rencana
Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur Tahun 2010.
Penggunaan Lahan Pada RTRW Kumuh
(Ha)
Tidak
Kumuh
(Ha)
Bangunan Umum 1,30 896,33
Bangunan Umum dan Perumahan 1,15 322,19
Bangunan Umum Kepadatan Rendah 5,34 1430,39
Industri dan Pergudangan 2,19 1754,89
Perumahan 11,14 7301,84
Perumahan Kepadatan Rendah 1,35 2103,14
Ruang Terbuka Hijau 14,34 5256,17
Total 36,81 19064,95
Permukiman kumuh terbanyak berada pada peruntukkan lahan ruang terbuka
hijau yaitu sekitar 14,34 hektar. Ruang terbuka hijau merupakan suatu kawasan atau
areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi
perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana kota/lingkungan, dan atau pengaman
jaringan prasarana dan atau budidaya pertanian yang difungsikan sebagai peresapan
air dan menghasilkan oksigen.
Kawasan permukiman kumuh, yang lokasinya sesuai dengan rencana tata
ruang, berada di kawasan perumahan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk dan
bangunan yang sangat tinggi. Penanganan yang sesuai dilakukan untuk kasus
tersebut adalah program peremajaan seperti yang dijelaskan pada undang-undang tata
ruang yang terkait dengan UU No 4 tahun 1992 Tentang Perumahan dan
Permukiman. Kemudian untuk kawasan kumuh yang berada di daerah yang tidak
46
sesuai dengan rencana tata ruang, berada di lokasi yang berbahaya/ terlarang seperti
di ruang terbuka hijau, bantaran kali, dan rel kereta api, penangannya dilakukan
dengan program re-lokasi ke rumah susun terdekat dari lokasi semula, ganti rugi
yang layak, program transmigrasi, dan dikembalikan ke daerah asal.
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam peremajaan kawasan permukiman
kumuh menurut dinas tata kota DKI Jakarta adalah sebagai berikut :
Mengupayakan dan mengakomodasikan serta dapat mengembangkan
keberagaman lapangan kerja di sektor formal maupun sektor informal secara
proporsional.
Kedekatan dengan tempat kerja/berusaha
Menciptakan rasa tempat (sense of place) dengan cara mempertahankan
karakter lokal, baik yang menyangkut aspek alamiah (pantai, topografi)
maupun aspek lingkungan binaan (bangunan atau bersejarah, landmark)
Pemenuhan kebutuhan fasilitas sosial, fasilitas umum, ruang terbuka, tempat
bermain sebagai sarana untuk kontak sosial atau interaksi sosial penghuni.
Pembenahan sistem transportasi, jejaring infrastruktur.
Untuk mengurangi penduduk musiman yang mencari nafkah di DKI Jakarta
diusulkan agar perlu disediakan bangunan rumah susun sewa yang murah
sebagai upaya mengantisipasi tumbuh dan berkembangnya kawasan-kawasan
permukiman kumuh yang baru.
Isu dan permasalahan yang teridentifikasi dalam penataan ruang terkait
dengan pembangunan perumahan dan permukiman yang dikemukakan oleh Idris
(2004) adalah
Pemanfaatan lahan perumahan dan permukiman belum sepenuhnya mengacu
pada RTRW, serta masih berorientasi pada pengembangan yang sifatnya
horizontal seperti pada kasus kota metropolitan dan kota besar sehingga
cenderung menciptakan urban spraw dan inefisiensi pelayanan prasarana dan
sarana.
Izin lokasi pemanfaatan lahan perumahan dan permukiman melebihi
kebutuhan nyata, sehingga meningkatkan luas area lahan tidur (vacant land).
Pola pemanfaatan lahan perumahan dan permukiman belum memberikan rasa
keadilan kepada penduduk berpenghasilan rendah, sehingga selalu tersingkir
keluar kota dan jauh dari tempat kerja. Sementara tuntutan pemberdayaan dan
keberpihakkan pada masyarakat tersebut semakin besar.
Pemanfaatan ruang untuk perumahan dan permukiman belum serasi dengan
pengembangan kawasan fungsional lainnya (seperti kawasan kritis, nelayan,
47
rawan, terbelakang, dsb) atau dengan program-program sektor/ fasilitas
pendukung lainnya.
Ketidakseimbangan pembangunan desa–kota, serta meningkatnya urbanisasi
yang mengakibatkan permukiman kumuh dan berkembangnya masalah sosial
di kawasan perkotaan.
Gambar 31 menyajikan peta rencana tata ruang wilayah studi dan lokasi
permukiman kumuh pada peruntukkan lahan dalam rencana tata ruang wilayah tahun
2010.
48
704000
704000
706000
706000
708000
708000
710000
710000
712000
712000
714000
714000
716000
716000
718000
718000
9296000
9296000
9298000
9298000
9300000
9300000
9302000
9302000
9304000
9304000
9306000
9306000
9308000
9308000
9310000
9310000
9312000
9312000
9314000
9314000
9316000
9316000
9318000
9318000
PETA RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTAMADYA JAKARTA TIMUR 2010
U
TB
S
1000 0 1000 2000 M
Sumber : Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta
JAKARTA UTARA
JAKARTA BARAT
JAKART A SELAT AN
JAKART A PUSAT
JAKARTA TI MU R
JAKARTA SELATAN
JAKARTA UTARA
JAKARTA PUSAT
KODYA
BEKASI
KAB
BEKASI
JAKARTA SELATAN
Bangunan UmumBangunan Umum Kepadatan RendahBangunan Umum dan PerumahanIndustri dan PergudanganPerumahanPerumahan Kepadatan RendahRuang Terbuka Hijau
Kawasan KumuhLEGENDA
Gambar 31. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur 2010 Dan Lokasi Permukiman Kumuh Pada Peruntukan Lahan Dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah
49
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Pada citra Quickbird, kawasan kumuh dapat diidentifikasi berdasarkan pola
permukiman. Pola permukiman teratur ditunjukkan oleh kenampakan lebih rapi dan
memiliki jarak antar rumah; jalan dapat dibedakan dengan tegas diantara rumah-
rumah. Ciri-ciri permukiman kumuh yang tampak pada citra adalah mempunyai pola
tidak teratur, rapat dan tidak ada jarak antar rumah, sebagian besar rumah beratapkan
asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan genteng. Pada citra, atap asbes terlihat
sebagai warna putih, sedangkan rumah yang beratapkan genteng terlihat berwarna
oranye.
Pemukiman kumuh banyak dijumpai di sekitar sungai. Kondisi rumah
pemukiman kumuh umumnya berlantai keramik dan sebagian berlantaikan tanah,
berdinding rumah tembok dan 28 % berdinding rumah semi permanen. Sebagian
rumah (21%) di permukiman kumuh tidak memiliki ventilasi, sehingga kurang
memungkinkan untuk tempat tinggal yang sehat. Rata-rata jalan terdekat dengan
rumah adalah sekitar 1 meter. Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh
umumnya bekerja sebagai buruh harian dan pedagang informal. Sebagian besar
masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh masih berpendidikan SD.
Penelitian ini menemukan bahwa faktor penciri pemukiman kumuh yaitu asal
daerah, lokasi rumah, luas rumah dan lebar jalan. Mobilitas masyarakat umumnya
rendah artinya mereka hanya melakukan aktivitas sehari- hari di sekitar tempat
tinggal untuk menghemat biaya. Faktor yang mempengaruhi mobilitas adalah jumlah
kegiatan, pendidikan, alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan,
pekerjaan lain, dan asal daerah.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur 2010 diketahui
sekitar 11,14 Ha lahan yang diperuntukkan untuk perumahan dijumpai permukiman
kumuh, dan sekitar 14,34 Ha permukiman kumuh pada ruang terbuka hijau.
Perbaikan permukiman kumuh yang sesuai dengan peruntukannya adalah dengan
cara peremajaan, sedangkan lokasi permukiman kumuh yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang yaitu yang berada di jalur hijau atau ruang terbuka hijau maka
perlu dilakukan program re-lokasi ke rumah susun terdekat dari lokasi semula, ganti
rugi yang layak, program transmigrasi, atau dikembalikan ke daerah asal.
50
6.2. Saran
Kualitas lingkungan di sekitar permukiman kumuh membutuhkan perhatian
dari pemerintah daerah DKI Jakarta. Rendahnya pendidikan masyarakat di
permukiman kumuh berimplikasi pada sedikitnya alternatif kegiatan dan kepedulian
terhadap kualitas lingkungan. Pemerintah perlu semakin meningkatkan penyuluhan
untuk peningkatan kualitas hidup dan kondisi lingkungan masyarakat di permukiman
kumuh. Kepedulian, ketegasan serta sosialisasi kepada masyarakat tentang aspek
penataan ruang kota sangat diperlukan agar tercipta sistem tata kota yang baik.
51
DAFTAR PUSTAKA
Averal, S, R. Zah, C. Tavares-Correa. 2008. Linking Socioeconomic Classes and
Land Cover Data in Lima, Peru:Assessment Through the Application of
Remote Sensing and GIS. International Journal of Applied Earth Observation
and Geoinformation 11: 27–37.
Badan Pusat Statistik Kota Adminstrasi Jakarta Timur. 2007. Jakarta Timur dalam
Angka. BPS-Statistics Jakarta Timur.
Bandiyono, S. 2004. Mobilitas Penduduk Non-Permanen di Permukiman Kumuh
Kota Ciamis: Kebijakan Pengelolaan. Makalah Kebijakan. ITB. Bandung.
De Graaf, L.B. 1970. The City of Black Angels: Emergence of the Los Angeles
Ghetto, 1890-1930. The Pacific Historical Review 39: 323-352.
Dinas Tata Kota. 1997. Pemaduselarasan Konsep Permukiman Kumuh.
Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta.
Direktur Jendral Penataan Ruang. 2008. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama
Pembentuk Kota Taman. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Frota, L. 2008. Securing Decent Work and Living Conditions in Low-Income Urban
Settlements by Linking Social Protection and Local Development: A review
of Case Studies. Habitat International 32: 203–222.
Idris, A.A. 2004. Sinkronisasi Penataan Ruang Dengan Pembangunan Perumahan
dan Permukiman. http://rudyct.com/PPS702-ipb/0823/a abdurachim idris.pdf.
Diakses 11 Januari 2010.
Kimani-Murage, E.W., A.M. Ngindu. 2007. Quality of Water the Slum Dwellers
Use:TheCase of a Kenyan Slum. Journal of Urban Health: Bulletin of the
New York Academy of Medicine 84: 829-838.
Kirmanto, D. 2001. Kebijakan dan Strategi Nasional Penataan Lingkungan
permukiman kumuh. Semiloka Rencana Pencananangan Gerakan Nasional
Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh, Palembang.
Kusumawati, A. 2006. Identifikasi dan Analisis Pola Sebaran Permukiman Kumuh
dengan Menggunakan Citra Ikonos. Skripsi S1. Departemen Tanah IPB.
Bogor.
Lestari, F. 2008. Identifikasi Tingkat Kerentanan Masyarakat Permukiman Kumuh
Perkotaan Melalui Pendekatan Sustainable Urban Livelihood (Studi Kasus :
Kelurahan Tamansari, Bandung). Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Lipton, M. 1977. Why Poor People Stay Poor: Urban Bias and World Development.
London, Temple Smith.
McGee,T.G. 1990. The Future of the Asian City : the Emergence of Desakota
Regions, Proceeding International Seminar and Workshop on the South East
Asian City of the Future, Jakarta, January 21-25 1990.
Netzband, M., A. Rahman. 2009. Physical characterisation of deprivation in cities:
52
How can remote sensing help to profile poverty (slum dwellers) in the
megacity of Delhi/India?. Joint Urban Remote Sensing Event: 1-5. DOI:
10.1109/URS.2009.5137652.
Ningsih, S. 2002. Urbanisasi dan Kaitanya dengan Hukum dan Kependudukan .
Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id, Diakses 3 Februari 2009.
Nyanzi, S. 2009. Widowed mama-grannies buffering HIV/AIDS-affected households
in a city slum of Kampala, Uganda. Gender & Development 17: 467 – 479.
Ooi, G. L., K. H. Phua. 2007. Urbanization and slum formation. Journal of Urban
Health 84: i27-i34.
Prasetyo, A. 2009. Karakteristik Permukiman Kumuh di Kampung Krajan Kelurahan
Mojongsongo Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Skripsi S1. Fakultas
Geografi. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Raghavswamy, V., N. Gautam., J. Krishnamurthy. 1989. Mapping of environs of
Dharavi slums of Greater Bombay for site suitability using enhanced Landsat
thematic mapper (TM) imagery. Journal of the Indian Society of Remote
Sensing 17: 49-54.
Rashid, H., L. M, Hun., W., Haider. 2007. Urban Flood Problems in Dhaka,
Bangladesh: Slum Residents’Choices for Relocation to Flood-Free Areas.
Environmental Management 40:95–104.
Rebekka, Y. 1991. Penyebaran Permukiman Kumuh Kecamatan Tambora,
Tamansari dan grogol Petamburan (Jakarta Barat). Skripsi S1. Jurusan
Geografi FMIPA-UI. Depok.
Sadyohutomo, M. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Bumi Akasara. Jakarta.
Sueca, N. P. 2004. Permukiman Kumuh, Masalah atau Solusi. Jurnal Permukiman
Natah. 2: 56 – 107.
Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya. 2008.
http://www.kependudukancapil.go.id, Diakses tanggal 3 Februari 2009.
Suparlan, P. 2000. Segi Sosial dan Ekonomi Pemukiman Kumuh
www.kimpraswil.go.id, Diakses 3 Februari 2009.
UN-Habitat. 2007 . A look at the urban informal economy. Habitat Debate, 13(2).
UU RI No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
Wikipedia. 2009. Urbanisasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi. Diakses 3
Februari 2009.
Zulkarnain, W. 2004. Permukiman Kumuh Sebagai Dampak Urbanisasi di Kota
Medan. Tesis Program Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara.
53
LAMPIRAN
54
Lampiran 1. Tabel Peubah Yang Digunakan pada Analisis Hayashi I
No Peubah Kategori
1 Jumlah Kegiatan 1
2
3
4
5
6
2 Usia 1= 0-15
2= 16-30
3= 31-45
4= >45
3 Status di RT 1= Ayah
2= Ibu
3= Anak
4= Anggota Lainya
4 Pendidikan 1= Tidak Sekolah
2= SD
3= SMP,SMA,S1
5 Alat Transport 1= Mobil Pribadi
2= Motor Pribadi
3= Angkutan Umum
4= Kereta
5= Bis
6= Sepeda
7= Jalan Kaki
6 Biaya Transport 1= 0-150000
2= 150001-300000
3= >300000
7 Lokasi Asal 1= Cipinang Besar Utara
2= Kampung Melayu
3= Bali Mester
4= Rawa Bunga
5= Bukit Duri
8 Asal Daerah 1= Jakarta
2= Bekasi
3= Bogor
4= Depok
5= Banten
6= Jawa Barat
7= Jawa Timur
8= Jawa Tengah
9= Yogyakarta
10= Sumatera
55
No Peubah Kategori
9 Tujuan Kegiatan 1= Belanja
2= Bekerja
3= Pendidikan Formal
4= Pendidikan Informal
5= Berobat
6= Silaturrahmi
7= Rekreasi
8= Kegiatan Lainya
10 Lokasi Kegiatan 1= Jatinegara
2= Bukit Duri
3= Jakarta Timur Lainya
4= Jakarta Selatan
5= Jakarta Pusat
6= Jakarta Utara
7= Jakarta Barat
8= Bodetabek
9= Jawa
11 Pekerjaan 1= Pengangguran
2= Pensiunan
3= Ibu rumah tangga
4= Supir
5= Pemulung
6= Buruh
7= Pedagang informal
8= Pegawai
9= Wiraswasta
10= Karyawan
11= Main
12= Sekolah
12 Pekerjaan Lain 1= Ada
2= Tidak Ada
56
Lampiran 2. Tabel Jumlah Perjalanan Masyarakat Permukiman Kumuh Kecamatan Jatinegara berdasarkan Kegiatan serta
Lokasi Tujuan
Tujuan Jatinegara Jakarta Timur
lainnya
Jakarta
Selatan
Jakarta
Pusat
Jakarta
Barat
Jakarta Utara Bodetabek Jawa dan
Luar Jawa
Bekerja 90 22 12 3 9 3 5 0
Belanja 79 0 0 0 0 0 0 0
Berobat 59 07 1 0 0 0 0 0
Kegiatan Lain 30 0 0 0 0 0 0 0
Pendidikan formal 69 12 3 1 0 0 1 0
Pendidikan Informal 60 0 1 0 0 0 0 0
Rekreasi 3 20 107 2 0 35 7 6
Silaturahmi 7 0 0 0 0 5 34 141
57
Lampiran 3. Tabel Hasil Analisis Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan
Variabel Kategori Skor
Kategori Rentang
Korelasi
Parsial
Asal 1 = Jabodetabek 0.083 1.050 0.390 *
2 = Banten, Jawa,Yogyakarta -0.118
3 = Luar Jawa 0.933
Pendidikan 1 = tidak sekolah 0.026 0.035 0.018
2 = SD -0.008
3 = SMP,SMA,S1 0.002
Pekerjaan 1= Pegawai, Wiraswasta -0.088 0.338 0.188
2= Buruh,Pedagang informal,Pemulung,Supir 0.133
3= Ibu Rt,Pensiunan,Pengangguran -0.205
Lokasi rumah 1= Dekat Sungai -1.359 2.348 0.704 *
2= Dekat Pasar 0.630
3= Dekat Jalan Raya 0.990
Buang sampah 1= Sungai,Selokan -0.024 0.101 0.034
2= Dibakar -0.085
3= Dikumpulkan,Gerobak,Tempat Sampah 0.016
Kualitas rumah 1= Rendah 0.190 0.593 0.228
2= Sedang -0.026
3= Baik -0.402
Polusi 1= Rendah -0.153 0.320 0.153
2= Tinggi 0.167
Luas rumah 1= 0-26 -0.083 0.626 0.247 *
2= 26-52 0.224
3= >52 0.544
Lebar jalan 1= 0-1 -0.199 1.573 0.644 *
2= >1 1.374
Eta Square 0.805
Y 1=Kumuh berat
2=Kumuh ringan-sedang
Outside Variabel 1= -1.481
2= 0.541
Keterangan *Berpengaruh Nyata
58
Lampiran 4. Tabel Hasil Analisis Identifikasi Faktor Yang Mempengaruhi
Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh
No Peubah Kategori Frekuensi
Nilai
Kategori Rentang
korelasi
Parsial
1 Jumlah Kegiatan 1 36 -225.739 810 0.645 **
2 90 -94.422
3 102 30.504
4 58 143.679
5 17 270.328
6 1 584.139
2 Usia 0-15 98 -22.114 63 0.147
16-30 84 -23.294
31-45 92 40.172
>45 30 14.269
3 Status di RT Ayah 66 -40.865 73 0.163
Ibu 70 -38.482
Anak 160 32.279
Anggota Lainya 8 28.270
4 Pendidikan Tidak Sekolah 35 -57.187 90 0.330 **
SD 112 31.869
SMP 60 32.359
SMA 94 -38.239
S1 3 28.396
5 Alat Transport Mobil Pribadi 1 342.789 377 0.244 **
Motor Pribadi 8 -7.873
Angkutan Umum 32 -34.132
Kereta 7 -13.026
Bis 30 11.154
Sepeda 3 141.694
Jalan Kaki 223 0.645
6 Biaya Transport 0-150000 252 7.783 110 0.163
150001-300000 48 -32.304
>300000 4 -102.698
7 Lokasi Asal Cipinang Besar Utara 144 5.638 58 0.157
Kampung Melayu 70 9.653
Bali Mester 20 15.730
Rawa Bunga 29 -2.089
Bukit Duri 41 -42.480
8 Asal Daerah Jakarta 98 -0.013 277 0.237 *
Bekasi 3 -44.456
Bogor 8 75.098
Depok 1 -28.844
Banten 26 5.098
59
No Peubah Kategori Frekuensi Nilai
Kategori Rentang
korelasi Parsial
Jawa Timur 2 232.823
Jawa Tengah 87 -18.585
Yogyakarta 10 12.880
Sumatera 6 27.853
9 Tujuan Kegiatan Belanja 1 181.393 255 0.498 **
Bekerja 27 156.429
Pendidikan Formal 2 34.529
Pendidikan Informal 10 93.223
Berobat 12 137.469
Silaturrahmi 67 34.616
Rekreasi 150 -73.159
Kegiatan Lainya 35 45.675
10 Lokasi Kegiatan Jatinegara 42 19.400 180 0.330 **
Bukit Duri 0 19.400
Jakarta Timur Lainya 16 -2.097
Jakarta Selatan 61 61.380
Jakarta Pusat 3 121.988
Jakarta Utara 9 36.013
Jakarta Barat 3 -58.164
Bodetabek 33 -51.570
Jawa 139 -23.744
11 Pekerjaan Pengangguran 8 1.455 390 0.532 **
Pensiunan 1 190.373
Ibu Rt 65 -186.719
Supir 5 3.282
Pemulung 1 -199.422
Buruh 35 16.875
Pedagang Informal 32 35.339
Pegawai 7 25.615
Wiraswasta 8 20.828
Karyawan 37 70.607
Main 18 89.306
Sekolah 85 68.559
12 Pekerjaan Lain Ada 56 85.961 105 0.286 **
Tidak Ada 248 -19.410
R- Square 0.621 R
0.788
Keterangan
*Nyata pada α= 0.1
**Nyata pada α= 0.05
60
Lampiran 5. Tabel Data Evaluasi Rukun Warga (RW) Kumuh DKI Jakarta 2008
Kecamatan Kelurahan RW Klasifikasi Luas
RW
(Ha)
Jumlah
RT
Jumlah
KK
Jumlah
Penduduk
Luas RW
Kumuh
(Ha)
Jumlah
RT
Kumuh
Jumlah
KK
Kumuh
Jumlah
Penduduk
kumuh
Ciracas Rambutan 1 Kumuh Sedang 26.5 12 1250 2356 0.3 3 144 864
Cipayung Ceger 1 Kumuh Sedang 67.6 8 1004 3968 1.5 1 200 759
Makasar Pinang Ranti 4 Kumuh Sangat Ringan 34 8 784 2099 1 1 101 257
Makasar Makasar 1 Kumuh Sangat Ringan 5.7 15 1183 4118 0.05 3 400 1500
Makasar Kebon Pala 1 Kumuh Sangat Ringan 2.5 14 1800 3500 0.1 1 25 60
Makasar Kebon Pala 6 Kumuh Sangat Ringan 6 7 582 2685 2.5 1 230 952
Makasar Kebon Pala 9 Kumuh Sedang 7.8 16 2900 5200 1.5 1 80 350
Makasar Cipinang Melayu 1 Kumuh Sedang 5.5 12 606 2306 1.1 2 63 217
Makasar Cipinang Melayu 2 Kumuh Sangat Ringan 8 11 828 3251 0.3 2 26 96
Makasar Cipinang Melayu 4 Kumuh Sedang 11.6 9 863 2831 2.2 2 159 531
Makasar Cipinang Melayu 9 Kumuh Ringan 5 9 725 3115 0.3 1 48 221
Kramat Jati Bale Kambang 5 Kumuh Sedang 17.1 9 999 3977 10.9 3 653 4189
Kramat Jati Batu Ampar 1 Kumuh Sedang 15.6 10 587 2169 7.2 5 306 1392
Kramat Jati Kampung Tengah 4 Kumuh Sedang 20.1 12 1776 6679 19 11 1654 5938
Kramat Jati Kampung Tengah 7 Kumuh Sedang 21.3 11 1127 4654 12.5 4 586 2344
Kramat Jati Kramat Jati 6 Tidak Kumuh 12.7 13 882 3446 0 0 0 0
Kramat Jati Cililitan 9 Tidak Kumuh 11.4 9 680 2524 0 0 0 0
Kramat Jati Cililitan 13 Tidak Kumuh 9.9 8 384 1466 0 0 0 0
61
Kecamatan Kelurahan RW Klasifikasi Luas
RW
(Ha)
Jumlah
RT
Jumlah
KK
Jumlah
Penduduk
Luas RW
Kumuh
(Ha)
Jumlah
RT
Kumuh
Jumlah
KK
Kumuh
Jumlah
Penduduk
kumuh
Kramat Jati Cililitan 14 Tidak Kumuh 9.1 6 326 1145 0 0 0 0
Kramat Jati Cililitan 15 Kumuh Sedang 8.9 9 1007 3138 6.5 7 196 967
Kramat Jati Cawang 1 Kumuh Sedang 10.6 5 465 1863 10.6 5 465 1863
Kramat Jati Cawang 2 Kumuh Berat 8.2 12 515 3207 4.5 6 324 1296
Kramat Jati Cawang 3 Kumuh Ringan 11.6 15 772 3059 2 3 272 1045
Kramat Jati Cawang 4 Tidak Kumuh 10 10 442 2462 0 0 0 0
Kramat Jati Cawang 11 Kumuh Sedang 16.5 10 643 2251 4.6 6 331 1326
Jatinegara Bidara Cina 6 Kumuh Sedang 8.5 15 800 2799 1.5 4 209 836
Jatinegara Cipinang Cempedak 15 Kumuh Sangat Ringan 2.5 10 640 2560 1.3 5 300 762
Jatinegara
Cipinang Besar
Selatan 6 Kumuh Sangat Ringan 19.1 14 804 2412 7.2 4 215 860
Jatinegara Cipinang Besar Utara 2 Kumuh Sedang 13.5 15 1279 3620 2.2 3 259 802
Jatinegara Cipinang Besar Utara 2 Kumuh Sangat Ringan 7.4 12 825 3780 3.2 5 453 1904
Jatinegara Cipinang Besar Utara 3 Kumuh Sedang 15.2 17 900 3504 5.2 4 288 1200
Jatinegara Cipinang Besar Utara 4 Kumuh Sedang 6.3 15 1837 4683 2.2 8 528 1848
Jatinegara Cipinang Besar Utara 5 Kumuh Sedang 10.2 11 735 3240 3 4 366 1464
Jatinegara Cipinang Besar Utara 7 Kumuh Sedang 3.6 15 683 2587 1.5 6 258 920
Jatinegara Cipinang Besar Utara 10 Tidak Kumuh 3.6 14 699 2753 0 0 0 0
Jatinegara Cipinang Besar Utara 11 Kumuh Ringan 10 15 904 3444 1.2 5 348 901
Jatinegara Cipinang Besar Utara 12 Kumuh Sedang 6.7 15 1042 4139 2.5 12 527 2100
Jatinegara Rawa Bunga 1 Kumuh Sedang 4.8 10 600 2160 0.5 6 190 678
Jatinegara Rawa Bunga 4 Kumuh Sedang 4.6 18 524 2214 0.8 5 140 493
Jatinegara Rawa Bunga 5 Kumuh Ringan 6.2 10 589 1921 1 4 207 631
Jatinegara Rawa Bunga 6 Kumuh Sedang 5.6 17 749 868 1.5 7 305 1160
62
Kecamatan Kelurahan RW Klasifikasi Luas
RW
(Ha)
Jumlah
RT
Jumlah
KK
Jumlah
Penduduk
Luas RW
Kumuh
(Ha)
Jumlah
RT
Kumuh
Jumlah
KK
Kumuh
Jumlah
Penduduk
kumuh
Jatinegara Rawa Bunga 7 Kumuh Sedang 4 13 639 2133 1 3 197 639
Jatinegara Rawa Bunga 8 Tidak Kumuh 2 8 368 2173 0 0 0 0
Jatinegara Bali Mester 1 Tidak Kumuh 2.1 14 675 3244 0 0 0 0
Jatinegara Kampung Melayu 1 Kumuh Ringan 4 8 585 2102 1 4 212 1117
Jatinegara Kampung Melayu 2 Kumuh Ringan 4.5 17 1113 4252 4.2 16 1048 3982
Jatinegara Kampung Melayu 3 Kumuh Sedang 5.2 16 1122 4588 2.5 7 533 2132
Jatinegara Kampung Melayu 4 Kumuh Sedang 6 14 862 2946 4 9 631 2104
Jatinegara Kampung Melayu 7 Kumuh Sedang 2.8 18 1103 4583 2.1 12 749 3371
Jatinegara Kampung Melayu 8 Kumuh Sedang 3.6 16 976 3647 0.7 4 60 210
Duren Sawit Pondok Bambu 4 Kumuh Sedang 4.2 12 950 4650 0.5 1 90 370
Duren Sawit Duren Sawit 13 Kumuh Ringan 8 10 609 2479 0.9 2 144 560
Duren Sawit Pondok Kelapa 6 Kumuh Sedang 6 12 755 3583 1 1 90 745
Duren Sawit Pondok Kelapa 7 Kumuh Sedang 7.6 15 1320 6708 1 1 95 384
Duren Sawit Pondok Kopi 2 Kumuh Sedang 6 7 400 1753 0.6 1 125 528
Duren Sawit Klender 1 Kumuh Sedang 2.5 12 1004 3465 1.7 7 719 2361
Duren Sawit Klender 2 Kumuh Berat 6 15 560 2228 0.8 2 157 577
Duren Sawit Klender 3 Kumuh Sedang 6.3 15 972 3649 0.8 2 153 657
Duren Sawit Klender 4 Kumuh Ringan 18.2 18 383 3250 3.4 6 441 1815
Cakung Jatinegara 5 Kumuh Sedang 6.5 11 1265 8047 2 3 89 487
Cakung Jatinegara 14 Kumuh Sedang 30.8 13 1020 6984 12.1 5 466 2418
Cakung Pulo Gebang 5 Kumuh Sedang 12.1 15 3672 12576 0.5 4 136 678
Cakung Cakung Barat 7 Kumuh Sedang 57.4 18 7254 16556 2.4 8 382 1879
Cakung Cakung Barat 8 Kumuh Sedang 35 12 359 16784 5 7 1111 5167
63
Kecamatan Kelurahan RW Klasifikasi Luas
RW
(Ha)
Jumlah
RT
Jumlah
KK
Jumlah
Penduduk
Luas RW
Kumuh
(Ha)
Jumlah
RT
Kumuh
Jumlah
KK
Kumuh
Jumlah
Penduduk
kumuh
Cakung Rawa Terate 6 Kumuh Sedang 25.3 13 1974 6768 1 4 120 492
Cakung Rawa Terate 2 Kumuh Sedang 1.8 6 814 3256 0.5 3 155 736
Pulo Gadung Pisangan Timur 5 Kumuh Ringan 8.3 11 758 3346 0.4 3 76 228
Pulo Gadung Cipinang 4 Kumuh Sedang 6.5 12 918 3907 3.6 9 529 1587
Pulo Gadung Cipinang 10 Kumuh Sangat Ringan 3 8 701 1826 0.4 3 266 601
Pulo Gadung Cipinang 16 Kumuh Sangat Ringan 5.2 8 634 2626 0.7 4 221 817
Pulo Gadung Rawamangun 5 Kumuh Ringan 3 9 724 3163 0.6 2 206 436
Pulo Gadung Kayu Putih 11 Kumuh Ringan 4.6 12 647 2588 0.6 3 206 531
Pulo Gadung Kayu Putih 15 Kumuh Sedang 6.2 7 1041 4356 1 3 2126 2965
Pulo Gadung Kayu Putih 16 Kumuh Ringan 9.3 10 1033 3114 13 3 215 564
Pulo Gadung Pulo Gadung 1 Kumuh Sedang 6.7 12 1366 4352 2 5 388 1552
Pulo Gadung Pulo Gadung 3 Kumuh Sedang 6.3 12 1637 5018 1 4 459 1101
Pulo Gadung Pulo Gadung 4 Kumuh Sedang 2.2 12 877 1834 0.1 1 90 277
Matraman Kebon Manggis 1 Kumuh Sedang 12 15 771 3344 6 8 364 1257
Matraman Pal Meriem 9 Kumuh Sedang 7.5 10 499 1775 2.8 3 150 529
Matraman Pisangan Baru 5 Kumuh Sedang 4.6 14 528 2087 2.2 7 297 1189
Matraman Pisangan Baru 9 Kumuh Ringan 4.3 8 415 1564 1.1 2 120 490
Matraman Kayu Manis 1 Kumuh Sedang 6.1 15 796 2932 2.1 5 289 1174
Matraman Kayu Manis 5 Kumuh Ringan 4 11 433 1987 7.4 2 78 363
Matraman Kayu Manis 6 Kumuh Sedang 5.4 14 447 1697 2.7 7 247 927
Matraman Utan Kayu Selatan 1 Kumuh Ringan 10.6 16 853 2819 2 3 176 622