identifikasi pengetahuan higienitas dan sanitasi …

10
JURNAL MITRA Vol. 2 No. 2 November 2018 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - UNIKA ATMA JAYA 137 IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI MASYARAKAT PENGOLAH DODOL PIDADA DI WILAYAH MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI IDENTIFICATION OF HYGIENE AND SANITATION KNOWLEDGE OF PIDADA DODOL MAKER COMMUNITY IN MUARA GEMBONG BEKASI AREA Vivitri Dewi Prasasty, Mario Gunadi 1 , Vinvin 2 Fakultas Teknobiologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jalan Raya Cisauk-BSD, Tangerang 15345, Indonesia [email protected] ABSTRACT Pidada fruit (Sonneratia caseolaris) is a type of fruit from mangrove plants that are used as processed food ingredients into pidada dodol by the coastal community in Muaragembong. The purpose of this community service was to observe the hygiene and sanitation of pidada dodol processing by the people of Biyambong Neighborhood, Mekar Village, Muaragembong Sub- district, Bekasi Regency. Processing pidada dodol is still done traditionally, so it is very important for the community to be aware of the hygiene and sanitation in producing good quality dodol. The expected benefit of this community service activity was to help pidada dodol producers pay attention to the hygiene and safety aspects when making pidada dodol. The results of this community service indicated that the community served understood the importance of hygiene and sanitation during the processing of dodol pidada. Through counseling and the questionnaire on hygiene and sanitation aspects of dodol processing, it is expected that the dodol makers on the coastal of Muaragembong would be more aware of the hygiene and sanitation so that their products become safer and healthier. Keywords: hygiene; pidada dodol maker; sanitation ABSTRAK Buah pidada (sonneratia caseolaris) merupakan salah satu jenis buah dari tumbuhan mangrove yang dimanfaatkan sebagai bahan olahan pangan menjadi dodol pidada oleh masyarakat pesisir pantai Muara Gembong. Tujuan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk mengetahui gambaran higienitas dan sanitasi pengolahan dodol pidada yang diproduksi oleh warga Kampung Biyambong, Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Karena pengolahan dodol pidada dikerjakan secara tradisional, penting diketahui pemahaman mengenai higienitas dan sanitasi untuk menghasilkan olahan dodol yang berkualitas baik. Pengabdian kepada masyarakat ini diharapkan mampu memberi masukan kepada pengolah dodol mengenai aspek kebersihan dan keamanan dalam pengolahan dodol pidada. Dari hasil kegiatan ini, diperoleh gambaran bahwa pengolah dodol telah memahami pentingnya higienitas dan sanitasi selama pengolahan dodol pidada. Dengan diadakannya penyuluhan dan pengisian kuesioner aspek higienitas dan sanitasi pengolahan dodol, diharapkan kesadaran warga pengolah dodol di pesisir pantai Muara Gembong meningkat betapa pentingnya kebersihan diri dan lingkungan pada masa depan agar dodol yang dihasilkan aman dan sehat. 1 Mahasiswa Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya 2 Mahasiswa Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI …

JURNAL MITRA Vol. 2 No. 2 November 2018

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - UNIKA ATMA JAYA 137

SIMPULAN DAN SARAN Pembuatan keripik singkong di Desa Ponggang sudah dilakukan sesuai dengan

ketentuan UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan melalui pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian, proses produksinya sudah memerhatikan kebersihan dan kesehatan produk pangan.

Cara penentuan bahan kemasan produk pangan sudah berpedoman pada Pasal 82 dan Pasal 83 UU No.18 Tahun 2012 yang menjelaskan bahwa fungsi kemasan untuk melindungi produk pangan yang ada di dalamnya. Di samping itu, bahan kemasan tidak boleh mencemari produk yang ada di dalamnya. Untuk pembukuan sederhana diperlukan pendampingan secara berkala karena mereka belum biasa melakukan pembukuan secara teratur dan tertib.

Kelompok usaha keripik singkong telah memperoleh Sertifikat P-IRT dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dengan Nomor 2163213010784-22 yang berarti salah satu pengurusnya sudah mengikuti pelatihan proses produksi pangan yang higienis, pengemasan, labeling, dan pembukuan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Subang.

Perluasan jaringan pemasaran masih terbatas di Subang dan beberapa koperasi kampus di Jakarta. Untuk menjaga keberlangsungan produksi, pendampingan perlu dilanjutkan agar pelaku usaha tetap berpegang pada visi dan misi Kelompok Wanita Mandiri, yaitu kemandirian ekonomi keluarga yang dibangun secara bersama-sama melalui kelompok dengan pendekatan produk pascapanen hasil sumber daya alam di wilayah Ponggang sebagai visinya dan membuat usaha bersama yang dikelola secara bersama sebagai misinya. Selain itu, perlu dilakukan pelatihan penjualan produk secara daring atau bekerja sama dengan blibli.com atau bukalapak.com.

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan dana hibah pengabdian kepada masyarakat pada tahun 2016 dengan skema Iptek bagi Masyarakat (IbM). Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada warga Desa Ponggang yang bersedia untuk bekerja sama dalam mengelola usaha keripik singkong, terutama Kelompok Usaha Wanita Mandiri, serta mahasiswa prodi Teknik Industri yang membantu memberikan penyuluhan dalam membuat desain kemasan produk.

DAFTAR REFERENSI Gani, Venus dkk (1997). Akuntansi keuangan menengah. Semarang: STIE Stikubank. Kotler, P. (2003). Marketing insight from A to Z. USA: John Wiley and Sons, Inc. Paramasivan, C. & Subramanian, T. (2009). Financial management. New Age

International (P) Ltd., Publishers. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi

Pangan. Robbins, S. P. & Judge, T. A. (2011). Organizational behavior. New Jersey: Pearson

Education, Inc. UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI MASYARAKAT PENGOLAH DODOL PIDADA DI WILAYAH

MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI

IDENTIFICATION OF HYGIENE AND SANITATION KNOWLEDGE OF PIDADA DODOL MAKER COMMUNITY IN

MUARA GEMBONG BEKASI AREA

Vivitri Dewi Prasasty, Mario Gunadi1, Vinvin2 Fakultas Teknobiologi

Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jalan Raya Cisauk-BSD, Tangerang 15345, Indonesia

[email protected]

ABSTRACT

Pidada fruit (Sonneratia caseolaris) is a type of fruit from mangrove plants that are used as processed food ingredients into pidada dodol by the coastal community in Muaragembong. The purpose of this community service was to observe the hygiene and sanitation of pidada dodol processing by the people of Biyambong Neighborhood, Mekar Village, Muaragembong Sub-district, Bekasi Regency. Processing pidada dodol is still done traditionally, so it is very important for the community to be aware of the hygiene and sanitation in producing good quality dodol. The expected benefit of this community service activity was to help pidada dodol producers pay attention to the hygiene and safety aspects when making pidada dodol. The results of this community service indicated that the community served understood the importance of hygiene and sanitation during the processing of dodol pidada. Through counseling and the questionnaire on hygiene and sanitation aspects of dodol processing, it is expected that the dodol makers on the coastal of Muaragembong would be more aware of the hygiene and sanitation so that their products become safer and healthier. Keywords: hygiene; pidada dodol maker; sanitation

ABSTRAK

Buah pidada (sonneratia caseolaris) merupakan salah satu jenis buah dari tumbuhan mangrove yang dimanfaatkan sebagai bahan olahan pangan menjadi dodol pidada oleh masyarakat pesisir pantai Muara Gembong. Tujuan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk mengetahui gambaran higienitas dan sanitasi pengolahan dodol pidada yang diproduksi oleh warga Kampung Biyambong, Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Karena pengolahan dodol pidada dikerjakan secara tradisional, penting diketahui pemahaman mengenai higienitas dan sanitasi untuk menghasilkan olahan dodol yang berkualitas baik. Pengabdian kepada masyarakat ini diharapkan mampu memberi masukan kepada pengolah dodol mengenai aspek kebersihan dan keamanan dalam pengolahan dodol pidada. Dari hasil kegiatan ini, diperoleh gambaran bahwa pengolah dodol telah memahami pentingnya higienitas dan sanitasi selama pengolahan dodol pidada. Dengan diadakannya penyuluhan dan pengisian kuesioner aspek higienitas dan sanitasi pengolahan dodol, diharapkan kesadaran warga pengolah dodol di pesisir pantai Muara Gembong meningkat betapa pentingnya kebersihan diri dan lingkungan pada masa depan agar dodol yang dihasilkan aman dan sehat.

1 Mahasiswa Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya 2 Mahasiswa Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya

Page 2: IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI …

IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI MASYRAKAT PENGOLAH DODOL PIDADA DI WILAYAH MUARA GEM-BONG, KABUPATEN BEKASI / Vivitri Dewi Prasasty, Mario Gunadi, Vinvin

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - UNIKA ATMA JAYA138

Kata kunci: higienitas; pengrajin dodol pidada; sanitasi PENDAHULUAN

Tanaman bakau (mangrove), atau lazim disebut hutan bakau, berfungsi sebagai sarana pelindungan terhadap abrasi. Letaknya yang berada di garis pantai menjadi daerah sumber resapan air yang potensial (Haryani, 2013). Selain itu, tanaman bakau menjadi habitat flora dan fauna sehingga menambah biodiversitas ekosistem pantai. Pemanfaatan utama tanaman bakau bagi kehidupan merupakan bentuk usaha pelestarian lingkungan. Tak terbatas hanya itu, tanaman bakau juga memiliki beragam fungsi ekonomi, antara lain sebagai bahan baku industri, seperti pulp, tekstil, makanan ringan; sebagai bibit ikan, udang, kerang, dan kepiting; sebagai kayu bakar, arang, serta kayu untuk bangunan dan perabot rumah tangga (Karuniastuti, 2016; Setyawan & Winarno, 2006).

Tanaman bakau menghasilkan buah yang dapat diolah sebagai makanan dan minuman, seperti dodol dan sirup. Buah tanaman bakau dikenal dengan nama buah pidada. Dengan dimanfaatkannya buah pidada sebagai bahan pangan, kondisi ekonomi masyarakat serta keluarga petani dan nelayan di wilayah hutan bakau dapat ditingkatkan. Olahan pangan buah pidada mempunyai ciri khas rasa masam dan manis. Hal ini disebabkan buah pidada mengandung vitamin C yang cukup tinggi sehingga dapat bersifat antioksidan tubuh yang baik (Maulana dkk., 2013; Manalu, 2011).

Dodol pidada merupakan olahan makanan alternatif yang berasal dari tanaman bakau (mangrove) (Prabowo, 2015). Bahan utama dodol pidada dibuat dari campuran daging buah pidada dan gula putih yang diberi air, kemudian dipanaskan beberapa jam. Bahan baku yang digunakan untuk dodol pidada berasal dari buah mangrove jenis Sonneratia caseolaris (Subekti, 2012). Ibu-ibu di sekitar Desa Pantai Bahagia Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, membuat panganan ini untuk mengisi waktu senggang mereka. Dodol ini diketahui mampu bertahan hingga enam bulan setelah proses produksi. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan mengidentifikasi pengetahuan mengenai sanitasi dan higienitas kelompok pengolah dodol pidada dalam memproses olahan buah pidada sebagai dodol.

METODE PELAKSANAAN Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan pada 6 Mei 2017 di

kediaman Ibu Siti Hodijah, warga Kampung Biyambong, Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Peserta adalah ibu-ibu usia muda hingga usia lanjut dengan rentang usia 22—65 tahun, berjumlah 21 orang.

Tahapan yang dilakukan adalah menyusun kuesioner untuk mengukur hasil kegiatan edukasi. Tujuan penyebaran kuesioner ini untuk mengetahui pengetahuan mengenai cakupan sanitasi dan higienitas dari berbagai aspek yang berkaitan dengan proses pengolahan dodol pidada. Pengisian kuesioner ini didampingi oleh dua mahasiswa Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya.

Setelah pengisian kuesioner selesai, dilanjutkan dengan pelaksanaan penyuluhan. Materi penyuluhan diberikan dengan presentasi menggunakan sarana salindia dan naskah cetak presentasi dibagikan kepada seluruh peserta. Setelah kegiatan ini berakhir, dilakukan analisis atas kuesioner. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dengan penampilan tabulasi yang direpresentasikan dalam bentuk diagram

lingkaran (pie) sehingga dapat diamati kecenderungan pemahaman responden mengenai sanitasi dan higienitas yang berkaitan dengan pengolahan dodol mangrove pidada.

HASIL DAN DISKUSI Kegiatan penyuluhan dilakukan dalam upaya memberi edukasi dalam

pengolahan dodol pidada skala rumah tangga. Adapun materi penyuluhan yang diberikan berupa sanitasi dan higienitas pengolahan dodol mangrove pidada (Gambar 1). Keunggulan olahan dodol ini adalah dari proses pembuatannya yang dilakukan secara alami tanpa bahan pengawet buatan atau sintetis. Meskipun demikian, olahan dodol ini memiliki keterbatasan dari segi masa simpan yang mampu bertahan hanya dalam waktu enam bulan untuk dikonsumsi meskipun beberapa pengalaman ditemukan oleh pengolah dodol jika masa simpan olahan dodol ini dapat bertahan hingga satu tahun lamanya. Namun, tetap disarankan masa simpan yang baik untuk dikonsumsi dibatasi hanya dalam waktu enam bulan dari masa produksi. Hal itu tentu saja terkait erat dengan proses pembuatan olahan dodol mangrove pidada. Semakin bersih pembuatan dodol tersebut, maka semakin baik masa simpannya. Dalam kegiatan penyuluhan ini, pelaksana memaparkan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengolahan dodol demi terjaga kualitas dodol tersebut

. Gambar 1. Penyuluhan sanitasi dan higienitas makanan

Pada penyuluhan tersebut, diberikan wacana terkait sanitasi, kemungkinan kesalahan proses, sanitasi pangan, penggunaan bahan, dan penyimpanan yang kurang baik yang dapat menyebabkan buruknya kualitas olahan dodol akibat tumbuhnya jamur (mold). Ciri-ciri dodol yang umum terjadi berjamur dipaparkan pada penyuluhan ini, yaitu terdapat lapisan berwarna putih seperti bulu-bulu halus tipis di permukaan dodol (Gambar 2a, Gambar 2b).

Page 3: IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI …

JURNAL MITRA Vol. 2 No. 2 November 2018

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - UNIKA ATMA JAYA 139

Kata kunci: higienitas; pengrajin dodol pidada; sanitasi PENDAHULUAN

Tanaman bakau (mangrove), atau lazim disebut hutan bakau, berfungsi sebagai sarana pelindungan terhadap abrasi. Letaknya yang berada di garis pantai menjadi daerah sumber resapan air yang potensial (Haryani, 2013). Selain itu, tanaman bakau menjadi habitat flora dan fauna sehingga menambah biodiversitas ekosistem pantai. Pemanfaatan utama tanaman bakau bagi kehidupan merupakan bentuk usaha pelestarian lingkungan. Tak terbatas hanya itu, tanaman bakau juga memiliki beragam fungsi ekonomi, antara lain sebagai bahan baku industri, seperti pulp, tekstil, makanan ringan; sebagai bibit ikan, udang, kerang, dan kepiting; sebagai kayu bakar, arang, serta kayu untuk bangunan dan perabot rumah tangga (Karuniastuti, 2016; Setyawan & Winarno, 2006).

Tanaman bakau menghasilkan buah yang dapat diolah sebagai makanan dan minuman, seperti dodol dan sirup. Buah tanaman bakau dikenal dengan nama buah pidada. Dengan dimanfaatkannya buah pidada sebagai bahan pangan, kondisi ekonomi masyarakat serta keluarga petani dan nelayan di wilayah hutan bakau dapat ditingkatkan. Olahan pangan buah pidada mempunyai ciri khas rasa masam dan manis. Hal ini disebabkan buah pidada mengandung vitamin C yang cukup tinggi sehingga dapat bersifat antioksidan tubuh yang baik (Maulana dkk., 2013; Manalu, 2011).

Dodol pidada merupakan olahan makanan alternatif yang berasal dari tanaman bakau (mangrove) (Prabowo, 2015). Bahan utama dodol pidada dibuat dari campuran daging buah pidada dan gula putih yang diberi air, kemudian dipanaskan beberapa jam. Bahan baku yang digunakan untuk dodol pidada berasal dari buah mangrove jenis Sonneratia caseolaris (Subekti, 2012). Ibu-ibu di sekitar Desa Pantai Bahagia Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, membuat panganan ini untuk mengisi waktu senggang mereka. Dodol ini diketahui mampu bertahan hingga enam bulan setelah proses produksi. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan mengidentifikasi pengetahuan mengenai sanitasi dan higienitas kelompok pengolah dodol pidada dalam memproses olahan buah pidada sebagai dodol.

METODE PELAKSANAAN Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan pada 6 Mei 2017 di

kediaman Ibu Siti Hodijah, warga Kampung Biyambong, Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Peserta adalah ibu-ibu usia muda hingga usia lanjut dengan rentang usia 22—65 tahun, berjumlah 21 orang.

Tahapan yang dilakukan adalah menyusun kuesioner untuk mengukur hasil kegiatan edukasi. Tujuan penyebaran kuesioner ini untuk mengetahui pengetahuan mengenai cakupan sanitasi dan higienitas dari berbagai aspek yang berkaitan dengan proses pengolahan dodol pidada. Pengisian kuesioner ini didampingi oleh dua mahasiswa Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya.

Setelah pengisian kuesioner selesai, dilanjutkan dengan pelaksanaan penyuluhan. Materi penyuluhan diberikan dengan presentasi menggunakan sarana salindia dan naskah cetak presentasi dibagikan kepada seluruh peserta. Setelah kegiatan ini berakhir, dilakukan analisis atas kuesioner. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dengan penampilan tabulasi yang direpresentasikan dalam bentuk diagram

lingkaran (pie) sehingga dapat diamati kecenderungan pemahaman responden mengenai sanitasi dan higienitas yang berkaitan dengan pengolahan dodol mangrove pidada.

HASIL DAN DISKUSI Kegiatan penyuluhan dilakukan dalam upaya memberi edukasi dalam

pengolahan dodol pidada skala rumah tangga. Adapun materi penyuluhan yang diberikan berupa sanitasi dan higienitas pengolahan dodol mangrove pidada (Gambar 1). Keunggulan olahan dodol ini adalah dari proses pembuatannya yang dilakukan secara alami tanpa bahan pengawet buatan atau sintetis. Meskipun demikian, olahan dodol ini memiliki keterbatasan dari segi masa simpan yang mampu bertahan hanya dalam waktu enam bulan untuk dikonsumsi meskipun beberapa pengalaman ditemukan oleh pengolah dodol jika masa simpan olahan dodol ini dapat bertahan hingga satu tahun lamanya. Namun, tetap disarankan masa simpan yang baik untuk dikonsumsi dibatasi hanya dalam waktu enam bulan dari masa produksi. Hal itu tentu saja terkait erat dengan proses pembuatan olahan dodol mangrove pidada. Semakin bersih pembuatan dodol tersebut, maka semakin baik masa simpannya. Dalam kegiatan penyuluhan ini, pelaksana memaparkan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengolahan dodol demi terjaga kualitas dodol tersebut

. Gambar 1. Penyuluhan sanitasi dan higienitas makanan

Pada penyuluhan tersebut, diberikan wacana terkait sanitasi, kemungkinan kesalahan proses, sanitasi pangan, penggunaan bahan, dan penyimpanan yang kurang baik yang dapat menyebabkan buruknya kualitas olahan dodol akibat tumbuhnya jamur (mold). Ciri-ciri dodol yang umum terjadi berjamur dipaparkan pada penyuluhan ini, yaitu terdapat lapisan berwarna putih seperti bulu-bulu halus tipis di permukaan dodol (Gambar 2a, Gambar 2b).

Page 4: IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI …

IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI MASYRAKAT PENGOLAH DODOL PIDADA DI WILAYAH MUARA GEM-BONG, KABUPATEN BEKASI / Vivitri Dewi Prasasty, Mario Gunadi, Vinvin

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - UNIKA ATMA JAYA140

a. b.

Gambar 2a. Morfologi jamur yang tumbuh dalam olahan makanan; 2b. Morfologi dodol berjamur (mold)

https://panganpedia.com

Kondisi dodol berjamur tentunya tidak aman dikonsumsi. Penyebab utama dodol

berjamur adalah faktor kelembapan yang tinggi sehingga memudahkan jamur tumbuh dengan cepat dalam olahan dodol. Akibatnya, penyimpanan hasil olahan dodol harus memerhatikan ruang yang kering dengan ventilasi udara yang memadai. Penyakit yang dapat disebabkan akibat mengonsumsi makanan terkontaminasi jamur di antaranya sakit perut, diare, dan jika terus-menerus terpapar jamur, toksin/racun yang dihasilkan jamur dapat meningkatkan kemungkinan penyakit ginjal, hati/liver, kerusakan sistem kekebalan tubuh, dan meningkatkan risiko berbagai kanker. Maka dalam penyuluhan diberikan langkah-langkah untuk mencegah olahan dodol agar tidak berjamur, yaitu

lakukan proses pengolahan dodol dengan baik; perhatikan sanitasi/kebersihan bahan, alat, tempat produksi, lingkungan juga diri

pengrajin sendiri; tambahkan anti jamur (pengawet) yang aman jika perlu; jagalah tempat penyimpanan agar tidak lembap, sirkulasi udara baik, tidak

terkena sinar matahari langsung; perhatikan agar kemasan produk selalu tertutup rapat atau tidak mudah terbuka.

Selain itu, memerhatikan higienitas (memelihara kebersihan pengrajin) juga tidak

kalah penting dalam menunjang sanitasi olahan dodol. Dalam penyuluhan ini juga disampaikan poin-poin berikut:

mencuci tangan untuk memelihara dan melindungi kebersihan tangan; membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan

secara keseluruhan; mandi minimal dua kali sehari dalam memelihara dan melindungi kebersihan

badan; tidak merokok sambil bekerja (dengan makanan) dalam memelihara dan

melindungi kebersihan makanan; menggunakan masker di tempat kerja untuk memelihara dan melindungi tubuh

dari paparan debu.

Dari hasil penyuluhan, terlihat bahwa peserta antusias dalam mengikuti serangkaian kegiatan tersebut dengan diiringi tanya-jawab interaktif seputar materi penyuluhan. Pada akhir kegiatan, diketahui peserta penyuluhan telah memahami materi yang

disampaikan dan siap untuk mengaplikasikannya selama proses pengolahan dodol mangrove pidada.

Hasil analisis pengolahan data terhadap isian kuesioner dari sampel yang diperoleh dengan cara nonrandom sampling quota adalah dari seluruh jumlah populasi yang ada diambil sampel berdasarkan kuota yang ditentukan. Peserta kegiatan berjumlah 21 pengolah dodol pidada dan semuanya adalah perempuan (Gambar 3).

Gambar 3. Kegiatan pengisian kuesioner tentang sanitasi dan higienitas dodol mangrove

Materi di dalam kuesioner meliputi materi kelompok higienitas seperti yang

digambarkan dalam diagram. Kelompok higienitas meliputi pakaian saat mengolah dodol: sebanyak 38% responden menjawab menggunakan tutup kepala dan masker saat bekerja mengolah dodol. Pemahaman ini sangat baik dalam menunjang higienitas pengolahan dodol (Gambar 4). Aspek higienitas lain seputar kegiatan yang tidak boleh dilakukan saat mengolah dodol: sebanyak 80% responden menjawab makan/minum, bercakap-cakap, dan merokok merupakan kegiatan yang dilarang saat proses pengolahan dodol (Gambar 5).

Gambar 4. Pelengkap saat mengolah dodol Gambar 5. Kegiatan yang dilarang

saat produksi

Page 5: IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI …

JURNAL MITRA Vol. 2 No. 2 November 2018

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - UNIKA ATMA JAYA 141

a. b.

Gambar 2a. Morfologi jamur yang tumbuh dalam olahan makanan; 2b. Morfologi dodol berjamur (mold)

https://panganpedia.com

Kondisi dodol berjamur tentunya tidak aman dikonsumsi. Penyebab utama dodol

berjamur adalah faktor kelembapan yang tinggi sehingga memudahkan jamur tumbuh dengan cepat dalam olahan dodol. Akibatnya, penyimpanan hasil olahan dodol harus memerhatikan ruang yang kering dengan ventilasi udara yang memadai. Penyakit yang dapat disebabkan akibat mengonsumsi makanan terkontaminasi jamur di antaranya sakit perut, diare, dan jika terus-menerus terpapar jamur, toksin/racun yang dihasilkan jamur dapat meningkatkan kemungkinan penyakit ginjal, hati/liver, kerusakan sistem kekebalan tubuh, dan meningkatkan risiko berbagai kanker. Maka dalam penyuluhan diberikan langkah-langkah untuk mencegah olahan dodol agar tidak berjamur, yaitu

lakukan proses pengolahan dodol dengan baik; perhatikan sanitasi/kebersihan bahan, alat, tempat produksi, lingkungan juga diri

pengrajin sendiri; tambahkan anti jamur (pengawet) yang aman jika perlu; jagalah tempat penyimpanan agar tidak lembap, sirkulasi udara baik, tidak

terkena sinar matahari langsung; perhatikan agar kemasan produk selalu tertutup rapat atau tidak mudah terbuka.

Selain itu, memerhatikan higienitas (memelihara kebersihan pengrajin) juga tidak

kalah penting dalam menunjang sanitasi olahan dodol. Dalam penyuluhan ini juga disampaikan poin-poin berikut:

mencuci tangan untuk memelihara dan melindungi kebersihan tangan; membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan

secara keseluruhan; mandi minimal dua kali sehari dalam memelihara dan melindungi kebersihan

badan; tidak merokok sambil bekerja (dengan makanan) dalam memelihara dan

melindungi kebersihan makanan; menggunakan masker di tempat kerja untuk memelihara dan melindungi tubuh

dari paparan debu.

Dari hasil penyuluhan, terlihat bahwa peserta antusias dalam mengikuti serangkaian kegiatan tersebut dengan diiringi tanya-jawab interaktif seputar materi penyuluhan. Pada akhir kegiatan, diketahui peserta penyuluhan telah memahami materi yang

disampaikan dan siap untuk mengaplikasikannya selama proses pengolahan dodol mangrove pidada.

Hasil analisis pengolahan data terhadap isian kuesioner dari sampel yang diperoleh dengan cara nonrandom sampling quota adalah dari seluruh jumlah populasi yang ada diambil sampel berdasarkan kuota yang ditentukan. Peserta kegiatan berjumlah 21 pengolah dodol pidada dan semuanya adalah perempuan (Gambar 3).

Gambar 3. Kegiatan pengisian kuesioner tentang sanitasi dan higienitas dodol mangrove

Materi di dalam kuesioner meliputi materi kelompok higienitas seperti yang

digambarkan dalam diagram. Kelompok higienitas meliputi pakaian saat mengolah dodol: sebanyak 38% responden menjawab menggunakan tutup kepala dan masker saat bekerja mengolah dodol. Pemahaman ini sangat baik dalam menunjang higienitas pengolahan dodol (Gambar 4). Aspek higienitas lain seputar kegiatan yang tidak boleh dilakukan saat mengolah dodol: sebanyak 80% responden menjawab makan/minum, bercakap-cakap, dan merokok merupakan kegiatan yang dilarang saat proses pengolahan dodol (Gambar 5).

Gambar 4. Pelengkap saat mengolah dodol Gambar 5. Kegiatan yang dilarang

saat produksi

Page 6: IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI …

IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI MASYRAKAT PENGOLAH DODOL PIDADA DI WILAYAH MUARA GEM-BONG, KABUPATEN BEKASI / Vivitri Dewi Prasasty, Mario Gunadi, Vinvin

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - UNIKA ATMA JAYA142

Gambar 6. Tindakan saat batuk atau bersin

Aspek higienitas berikutnya seputar tindakan saat pengolah sedang batuk/bersin: sebanyak 62% responden mengalihkan muka dari makanan/minuman dan peralatan makan/minum dengan menutup mulut atau hidung memakai tangan atau saputangan dan setelah itu mencuci tangan (Gambar 6). Aspek higienitas lainnya meliputi langkah mencuci tangan yang benar: sebanyak 48% responden sebelum/sesudah bekerja mencuci tangan dengan air bersih dan sabun (Gambar 7). Frekuensi mandi minimal dalam satu hari: dinyatakan sebanyak 57% responden mandi sebanyak tiga kali sehari (Gambar 8). Frekuensi minimal jumlah keramas secara teratur: sebanyak 67% responden melakukan itu sebanyak satu minggu sekali (Gambar 9). Keadaan kuku pengolah dodol: sebanyak 67% responden mengaku kukunya selalu bersih, pendek, dan rapi (Gambar 10). Penggunaan cincin saat mengolah dodol: sebanyak sebanyak 38% responden melepas cincin (Gambar 11). Langkah yang harus dilakukan saat pengolah sakit: sebanyak 58% menjawab boleh hadir, tetapi tidak ikut dalam pengolahan dodol pidada dan disarankan berobat (Gambar 12).

Gambar 7. Situasi mencuci tangan Gambar 8. Frekuensi minimal mandi dalam sehari

Gambar 9. Frekuensi minimal jumlah Gambar 10. Keadaan kuku

keramas secara teratur pengolah dodol

Gambar 11. Penggunaan cincin Gambar 12. Kondisi apabila sakit saat mengolah dodol

Kelompok sanitasi terdiri atas enam aspek. Perlakuan terhadap dodol yang

selesai dimasak: 76% responden menjawab dimasukkan ke dalam wadah tertutup dengan celah sedikit untuk penguapan air (Gambar 13). Terhadap pertanyaan air yang digunakan untuk mengolah dodol: 90% responden menjawab tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak keruh (Gambar 14). Ihwal proses pencucian peralatan yang baik, dijawab 48% peserta dengan cara digosok dengan deterjen, dibilas dengan air hingga bersih, lalu dikeringkan (Gambar 15). Mengenai tempat cuci tangan pengolah dodol: 90% responden mengatakan terpisah dengan tempat pencucian bahan mentah dan peralatan pengolahan dodol (Gambar 16). Masalah penggunaan pisau untuk memotong dodol sebelum dodol dikemas, dijawab 81% responden dengan cara menggunakan pisau bersih yang dicuci dan dikeringkan sebelum dipakai setiap hari (Gambar 17). Penyimpanan dodol yang sudah dikemas plastik: sebesar 57% responden menjawab di ruang kering, bebas debu, tidak terkena cahaya matahari langsung (Gambar 18).

Page 7: IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI …

JURNAL MITRA Vol. 2 No. 2 November 2018

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - UNIKA ATMA JAYA 143

Gambar 6. Tindakan saat batuk atau bersin

Aspek higienitas berikutnya seputar tindakan saat pengolah sedang batuk/bersin: sebanyak 62% responden mengalihkan muka dari makanan/minuman dan peralatan makan/minum dengan menutup mulut atau hidung memakai tangan atau saputangan dan setelah itu mencuci tangan (Gambar 6). Aspek higienitas lainnya meliputi langkah mencuci tangan yang benar: sebanyak 48% responden sebelum/sesudah bekerja mencuci tangan dengan air bersih dan sabun (Gambar 7). Frekuensi mandi minimal dalam satu hari: dinyatakan sebanyak 57% responden mandi sebanyak tiga kali sehari (Gambar 8). Frekuensi minimal jumlah keramas secara teratur: sebanyak 67% responden melakukan itu sebanyak satu minggu sekali (Gambar 9). Keadaan kuku pengolah dodol: sebanyak 67% responden mengaku kukunya selalu bersih, pendek, dan rapi (Gambar 10). Penggunaan cincin saat mengolah dodol: sebanyak sebanyak 38% responden melepas cincin (Gambar 11). Langkah yang harus dilakukan saat pengolah sakit: sebanyak 58% menjawab boleh hadir, tetapi tidak ikut dalam pengolahan dodol pidada dan disarankan berobat (Gambar 12).

Gambar 7. Situasi mencuci tangan Gambar 8. Frekuensi minimal mandi dalam sehari

Gambar 9. Frekuensi minimal jumlah Gambar 10. Keadaan kuku

keramas secara teratur pengolah dodol

Gambar 11. Penggunaan cincin Gambar 12. Kondisi apabila sakit saat mengolah dodol

Kelompok sanitasi terdiri atas enam aspek. Perlakuan terhadap dodol yang

selesai dimasak: 76% responden menjawab dimasukkan ke dalam wadah tertutup dengan celah sedikit untuk penguapan air (Gambar 13). Terhadap pertanyaan air yang digunakan untuk mengolah dodol: 90% responden menjawab tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak keruh (Gambar 14). Ihwal proses pencucian peralatan yang baik, dijawab 48% peserta dengan cara digosok dengan deterjen, dibilas dengan air hingga bersih, lalu dikeringkan (Gambar 15). Mengenai tempat cuci tangan pengolah dodol: 90% responden mengatakan terpisah dengan tempat pencucian bahan mentah dan peralatan pengolahan dodol (Gambar 16). Masalah penggunaan pisau untuk memotong dodol sebelum dodol dikemas, dijawab 81% responden dengan cara menggunakan pisau bersih yang dicuci dan dikeringkan sebelum dipakai setiap hari (Gambar 17). Penyimpanan dodol yang sudah dikemas plastik: sebesar 57% responden menjawab di ruang kering, bebas debu, tidak terkena cahaya matahari langsung (Gambar 18).

Page 8: IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI …

IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI MASYRAKAT PENGOLAH DODOL PIDADA DI WILAYAH MUARA GEM-BONG, KABUPATEN BEKASI / Vivitri Dewi Prasasty, Mario Gunadi, Vinvin

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - UNIKA ATMA JAYA144

Gambar 13. Perlakuan terhadap dodol Gambar 14. Air yang digunakan selesai dimasak untuk mengolah dodol

Gambar 15. Proses pencucian Gambar 16. Tempat cuci tangan peralatan yang baik pengolah dodol

Gambar 17. Pisau yang digunakan untuk Gambar 18. Penyimpanan dodol memotong dodol sebelum dikemas setelah dikemas plastik

Pengetahuan yang berkaitan dengan sanitasi dan higienitas para pengolah dodol pidada sangat penting dalam pengelolaan makanan karena berdampak pada keamanan makanan yang diolahnya, seperti yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2003).

Notoatmodjo mengatakan bahwa pada dasarnya perilaku baik seseorang tentunya dipengaruhi oleh pengetahuan yang memadai. Peningkatan pengetahuan pengolah dodol pidada melalui edukasi kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat. Diharapkan kegiatan ini bersifat berkesinambungan. Diharapkan juga mereka mampu menerapkannya dalam mengolah makanan sesuai dengan prinsip sanitasi dan higienitas makanan sehingga dapat meminimalkan kontaminasi terhadap makanan dan meningkatkan kualitas makanan yang layak dikonsumsi oleh konsumen.

Peran pengolah dodol pidada sangat penting dalam memproduksi produk olahan dodol pidada yang memenuhi syarat kesehatan, mulai dari perilaku sampai menyiapkan sarana dan prasarana yang terbebas dari kuman. Penggunaan peralatan yang tidak tepat juga dapat meningkatkan angka kuman yang dapat menimbulkan penyakit jika tubuh manusia terpapar kuman. Keberadaan fasilitas juga menjadi penting dalam menciptakan tempat produksi yang sehat. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Suryani (2014), ditunjukkan bahwa fasilitas yang tidak memenuhi syarat dapat meningkatkan risiko terhadap tingginya angka kuman pada peralatan makan. Berdasar pada hasil kuesioner yang dilakukan terhadap peserta pengolah dodol pidada terbukti jika pengetahuan pengolah dodol pidada sudah baik sehingga edukasi ini dirasakan keberhasilannya dalam meningkatkan kesadaran betapa pentingnya menjaga sanitasi dan higienitas di lingkungan produsen dodol pidada.

SIMPULAN DAN SARAN Pengetahuan masyarakat pengolah dodol mangrove pidada dalam hal higienitas dan sanitasi selama proses pengolahan dodol pidada sudah cukup baik. Kegiatan penyuluhan selama proses pengolahan dodol pidada ini tentunya merupakan kegiatan yang positif dalam meningkatkan pengetahuan pengolah dodol pidada di wilayah Muara Gembong Kabupaten Bekasi dalam hal sanitasi dan higienitas. Diharapkan pada masa depan, pengolah dodol pidada tersebut mampu meningkatkan kualitas produksi olahan mangrove sebagai produk olahan dodol yang sehat dan lezat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM dan PPM Unika Atma Jaya, Jakarta, atas dukungan secara moral dan finansial sehingga terlaksana dengan baik kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini.

DAFTAR REFERENSI

Haryani, N. S. (2013). Analisis perubahan hutan mangrove menggunakan citra landsat. Jurnal Ilmiah WIDYA, 1(1), 72—77.

https://panganpedia.com Karuniastuti, N. (2016). Peranan hutan mangrove bagi lingkungan hidup. Forum

Manajemen, 6(1), 1—10. Manalu, R. D. E. (2011). Kadar beberapa vitamin pada buah pedada (Sonneratia

caseolaris) dan hasil olahannya. (Skripsi tidak diterbitkan). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Maulana, R., Novita, M., Muzaifa, M., Daulay, S. (2013). Sirup buah pidada merah (Sonneratia caseolaris) sebagai sumber vitamin C dan antioksidan dari hutan mangrove. Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset dan Standardisasi Industri III, Banda Aceh.

Page 9: IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI …

JURNAL MITRA Vol. 2 No. 2 November 2018

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - UNIKA ATMA JAYA 145

Gambar 13. Perlakuan terhadap dodol Gambar 14. Air yang digunakan selesai dimasak untuk mengolah dodol

Gambar 15. Proses pencucian Gambar 16. Tempat cuci tangan peralatan yang baik pengolah dodol

Gambar 17. Pisau yang digunakan untuk Gambar 18. Penyimpanan dodol memotong dodol sebelum dikemas setelah dikemas plastik

Pengetahuan yang berkaitan dengan sanitasi dan higienitas para pengolah dodol pidada sangat penting dalam pengelolaan makanan karena berdampak pada keamanan makanan yang diolahnya, seperti yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2003).

Notoatmodjo mengatakan bahwa pada dasarnya perilaku baik seseorang tentunya dipengaruhi oleh pengetahuan yang memadai. Peningkatan pengetahuan pengolah dodol pidada melalui edukasi kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat. Diharapkan kegiatan ini bersifat berkesinambungan. Diharapkan juga mereka mampu menerapkannya dalam mengolah makanan sesuai dengan prinsip sanitasi dan higienitas makanan sehingga dapat meminimalkan kontaminasi terhadap makanan dan meningkatkan kualitas makanan yang layak dikonsumsi oleh konsumen.

Peran pengolah dodol pidada sangat penting dalam memproduksi produk olahan dodol pidada yang memenuhi syarat kesehatan, mulai dari perilaku sampai menyiapkan sarana dan prasarana yang terbebas dari kuman. Penggunaan peralatan yang tidak tepat juga dapat meningkatkan angka kuman yang dapat menimbulkan penyakit jika tubuh manusia terpapar kuman. Keberadaan fasilitas juga menjadi penting dalam menciptakan tempat produksi yang sehat. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Suryani (2014), ditunjukkan bahwa fasilitas yang tidak memenuhi syarat dapat meningkatkan risiko terhadap tingginya angka kuman pada peralatan makan. Berdasar pada hasil kuesioner yang dilakukan terhadap peserta pengolah dodol pidada terbukti jika pengetahuan pengolah dodol pidada sudah baik sehingga edukasi ini dirasakan keberhasilannya dalam meningkatkan kesadaran betapa pentingnya menjaga sanitasi dan higienitas di lingkungan produsen dodol pidada.

SIMPULAN DAN SARAN Pengetahuan masyarakat pengolah dodol mangrove pidada dalam hal higienitas dan sanitasi selama proses pengolahan dodol pidada sudah cukup baik. Kegiatan penyuluhan selama proses pengolahan dodol pidada ini tentunya merupakan kegiatan yang positif dalam meningkatkan pengetahuan pengolah dodol pidada di wilayah Muara Gembong Kabupaten Bekasi dalam hal sanitasi dan higienitas. Diharapkan pada masa depan, pengolah dodol pidada tersebut mampu meningkatkan kualitas produksi olahan mangrove sebagai produk olahan dodol yang sehat dan lezat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM dan PPM Unika Atma Jaya, Jakarta, atas dukungan secara moral dan finansial sehingga terlaksana dengan baik kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini.

DAFTAR REFERENSI

Haryani, N. S. (2013). Analisis perubahan hutan mangrove menggunakan citra landsat. Jurnal Ilmiah WIDYA, 1(1), 72—77.

https://panganpedia.com Karuniastuti, N. (2016). Peranan hutan mangrove bagi lingkungan hidup. Forum

Manajemen, 6(1), 1—10. Manalu, R. D. E. (2011). Kadar beberapa vitamin pada buah pedada (Sonneratia

caseolaris) dan hasil olahannya. (Skripsi tidak diterbitkan). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Maulana, R., Novita, M., Muzaifa, M., Daulay, S. (2013). Sirup buah pidada merah (Sonneratia caseolaris) sebagai sumber vitamin C dan antioksidan dari hutan mangrove. Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset dan Standardisasi Industri III, Banda Aceh.

Page 10: IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI …

IDENTIFIKASI PENGETAHUAN HIGIENITAS DAN SANITASI MASYRAKAT PENGOLAH DODOL PIDADA DI WILAYAH MUARA GEM-BONG, KABUPATEN BEKASI / Vivitri Dewi Prasasty, Mario Gunadi, Vinvin

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - UNIKA ATMA JAYA146

Notoatmodjo. (2003). Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Prabowo, R. E. (2015). Peluang bisnis kuliner buah mangrove. Proceeding SENDI_U. Setyawan, A. D., Winarno K. (2006). Pemanfaatan langsung ekosistem mangrove di

Jawa Tengah dan penggunaan lahan di sekitarnya: Kerusakan dan upaya restorasinya. Biodiversitas, 7(3), 282—291.

Subekti, S. (2012). Pengelolaan mangrove sebagai salah satu keanekaragaman bahan

pangan. Tidak diterbitkan. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Pandanaran, Semarang.

Suryani, D. (2014). Keberadaan angka kuman ikan bawal bakar dan peralatan makan bakar. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 191—196.

Jurnal MITRA

Gaya Selingkung

Ketentuan Umum

1. Panjang artikel minimal 10 (sepuluh) halaman, belum termasuk lampiran (jika ada). 2. Artikel ditulis menggunakan Microsoft Word versi 2010, ukuran kertas A4, spasi tunggal,

dan satu kolom. 3. Batas margin kiri 3.5 cm; margin kanan dan atas, 2.5 cm; margin bawah 3 cm; teks rata kiri

dan kanan (alignment), jenis huruf Times New Roman, 12 poin (kecuali judul artikel 14 poin, abstrak, kata kunci, nama dan identitas penulis 11 poin).

4. Paragraf pertama dan selanjutnya diawali dengan satu (1) tab (first line indent). Kata asing/daerah dalam artikel berbahasa Indonesia atau kata Indonesia/daerah dalam artikel berbahasa Inggris dicetak miring.

5. Spasi antara subjudul dan teks sebelumnya (before) adalah Auto. 6. Spasi teks ke judul tabel atau judul gambar ke teks, antara tabel atau gambar, dan antara

subjudul dan subsubjudul adalah enam (6) poin. 7. Kutipan di dalam teks ditulis seperti berikut: (Andersen, 2013; Grant, 2012); Liem (2016),

(Liem, 2016); (Nelson, Lott, & Glenn, 2000, p. 8) untuk tiga s.d. lima penulis; Cruise et al. (2011) untuk lebih dari lima penulis.

Sistematika Penulisan

1. JUDUL/TITLE: Judul ditulis ringkas, padat, dan informatif dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, 14 poin, tebal, spasi tunggal, maksimal 15 (lima belas) kata, posisi di tengah halaman, berhuruf kapital, dan berbentuk piramida terbalik.

2. Identitas penulis/IDENTITY: Artikel ditulis oleh maksimal 5 (lima) orang. Urutan penulisannya disusun ke bawah: (semua) nama lengkap penulis tanpa gelar dalam satu baris dan jika lebih dari satu penulis, batasi dengan tanda koma; (semua) fakultas, institusi dalam satu baris, dan jika lebih dari satu fakultas, batasi dengan tanda koma; surel (semua) penulis, dan jika lebih, batasi dengan tanda titik koma. Ditulis dengan huruf Times New Roman, 11 poin, spasi tunggal. Khusus untuk nama penulis dicetak tebal. Alamat surel dicetak dalam huruf miring.

3. ABSTRAK/ABSTRACT: Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Abstrak berisi latar belakang dilaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, tujuan kegiatan, metode pelaksanaan, hasil dan diskusi kegiatan, serta simpulan (dan saran/rekomendasi). Abstrak terdiri atas 150—300 kata, satu paragraf, spasi tunggal, huruf Times New Roman, 11 poin, rata kiri-kanan, tidak ada indent di awal kalimat. Jika artikel berbahasa Indonesia, abstrak ditulis dalam bahasa Inggris terlebih dahulu, diikuti dengan abstrak bahasa Indonesia; sebaliknya, jika artikel berbahasa Inggris, abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia, diikuti dengan abstrak bahasa Inggris.

4. Kata Kunci/KEY WORDS: Kata kunci ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia di kiri halaman. Kata kunci memuat konsep-konsep penting di dalam artikel. Terdiri atas 3–5 kata/frasa. Kata kunci dalam bahasa Indonesia disusun menurut abjad, berhuruf kecil, antarkata kunci dibatasi dengan tanda titik koma, dan tidak diakhiri dengan tanda titik. Ditulis dengan huruf Times New Roman, 11 poin. Kata kunci dalam bahasa Inggris mengikuti urutan kata kunci dalam bahasa Indonesia, tetapi tidak ditulis menurut abjad.

5. PENDAHULUAN: Bagian ini berisi tentang latar belakang dilakukan pengabdian kepada masyarakat, teori dan kajian terdahulu yang mendasari kegiatan, masalah yang dihadapi