identifikasi urin
DESCRIPTION
Uji identifikasi urinTRANSCRIPT
BAB I : PENDAHULUAN
Urinalisis adalah analisa fisik, kimia, dan mikroskopik terhadap urine. Uji urine rutin
dilakukan pertama kali pada tahun 1821. Sampai saat ini, urine diperiksa secara manual
terhadap berbagai kandungannya, tetapi saat ini digunakan berbagai strip reagen untuk
melakukan skrining kimia dengan cepat.urinalisis berguna untuk mendiagnosa penyakit ginjal
atau infeksi saluran kemih, dan untuk mendeteksi adanya penyakit metabolic yang tidak
berhubungan dengan ginjal. Berbagai uji urinalisis rutin dilakukan seperti warna, tampilan,
dan bau urine diperiksa, serta pH, protein, keton, glukosa dan bilirubin diperiksa secara strip
reagen. Berat jenis diukur dengan urinometer, dan pemeriksaan mikroskopik urine sedimen
urine dilakukan untuk mendeteksi eritrosit, leukosit, epitel, kristal dan bakteri.
1
BAB II : TUJUAN PRAKTIKUM
A. Pemeriksaan fisik
Mengamati sifat fisik urin
B. Pemeriksaan kimiawi
1. Derajat Keasaman (pH)
Menentukan pH urin
2. Uji Benedict Semikuantitatif
Menentukan kadar glukosa urin secara semikuantitatif
3. Uji Heller
Menentukan adanya protein secara kualitatif di dalam urin
4. Uji Koagulasi Panas
Menentukan adanya protein secara kualitatif di dalam urin
5. Uji Gerhardt
Mengetahui adanya asam asetoaetat dalam urin
6. Uji Rothera
Membuktikan adanya badan keton di dalam urin
7. Percobaan Kreatinin urin
Menentukan kreatinin urin sebatas kualitatif
8. Pemeriksaan Urobilinogen
Menentukan urobilinogen dalam urin
9. Uji Fehling
Menentukan karbohidrat dalam urin
10. Uji Gmelin
Menentukan adanya pigmen empedu
2
BAB III : HASIL PENGAMATAN
2.1 Pemeriksaan Fisik
Jenis Pemeriksaan Hasil Keterangan
Volume 43 ml x 6 = 258 ml Tidak normal
Warna Kuning emas normal
Buih Tidak berbuih normal
Kekeruhan Tidak keruh normal
Bau Bau lemah atau tidak menyengatNormal, karena belum terkontaminasi
mikroba
2.2 Pemeriksaan Kimiawi
2.2.1 Derajat Keasaman (pH) dan Uji Benedict Semikuantitatif
Reaksi uji Hasil pengamatan Kesimpulan
Derajat keasaman (pH) Berwarna hijau muda (pH=6) Urin bersifat asam
Uji benedict semikuantitatif
- Urin praktikan
- Glukosa 0,3 %
- Glukosa 1 %
- Glukosa 5 %
Terbentuk endapan berwarna hijau
Terbentuk endapan merah
Terbentuk endapan merah
Terbentuk endapan merah
< 0,5%
> 2,0%
> 2,0%
> 2,0%
3
2.2.2 Uji Heller, Koagulasi Panas, Gerhardt, Rothera, Kreatinin, Urobilinogen
Reaksi Uji Hasil Pengamatan Kesimpulan
Uji Heller
- Urin praktikan
- Sampel A
- Sampel B
Tidak terbentuk presipitasi warna putih
Terbentuk presipitasi warna putih
Tidak terbentuk presipitasi warna putih
Negatif, tidak mengandung protein
Positif, mengandung protein
Negatif, tidak mengandung protein
Uji Koagulasi Panas
- Urin praktikan
- Sampel A
- Sampel B
Tidak terbentuk endapan
Terbentuk endapan asam asetat
Tidak terbentuk endapan
Negatif, tidak mengandung protein
Positif, mengandung protein
Negatif, tidak mengandung protein
Uji Gerhardt
- Urin praktikan
- Sampel A
- Sampel B
Tidak terbentuk warna merah
Tidak terbentuk warna merah
Tidak terbentuk warna merah
Negatif, tidak mengandung asam
asetoasetat
Negatif, tidak mengandung asam
asetoasetat
Negatif, tidak mengandung asam
asetoasetat
Uji Rothera
- Urin praktikan
- Sampel A
- Sampel B
Tidak terjadi perubahan warna ungu
Tidak terjadi perubahan warna ungu
Tidak terjadi perubahan warna ungu
Negatif, tidak mengandung badan
keton
Negatif, tidak mengandung badan
keton
Negatif, tidak mengandung badan
keton
Uji Kreatinin
- Urin praktikan
- Sampel A
- Sampel B
Terbentuk endapan merah bata
Terbentuk endapan kuning
Terbentuk endapan kuning
Positif, mengandung kreatinin
Negatif, tidak mengandung kreatinin
Negatif, tidak mengandung kreatinin
Uji Urobilinogen
- Urin praktikan
- Sampel A
Terjadi perubahan warna dari jingga ke
merah bata
Tidak terjadi perubahan warna
Positif, mengandung urobilinogen
Negatif, tidak mengandung
urobilinogen
- Sampel B Tidak terjadi perubahan warna Negatif, tidak mengandung
urobilinogen
2.2.3 Uji Fehling dan Uji Gmelin
Reaksi Uji Hasil Pengamatan Kesimpulan
Uji Fehling
- Urin praktikan
- Sampel A
- Sampel B
Tidak terbentuk endapan
merah bata
Tidak terbentuk endapan
merah bata
Terbentuk endapan merah bata
Negatif, tidak mengandung
karbohidrat
Negatif, tidak mengandung
karbohidrat
Positif, mengandung karbohidrat
Uji Gmelin
- Urin praktikan
- Sampel A
- Sampel B
Terbentuk warna jingga
Terbentuk lapisan bening,
kuning, putih
Tidak terjadi perubahan warna
Positif, mengandung pigmen
empedu
Negatif, tidak mengandung pigmen
empedu
Negatif, tidak mengandung pigmen
empedu
5
BAB IV : PEMBAHASAN
Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning
keruh. Urin berbau khas yaitu berbau ammonia. Purin yang terkandung dalam urin berkisar
antara 4,8 – 7,5 dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein serta akan
menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin yakni 1,002 – 1,035
g/ml. Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut
A. Pemeriksaan Fisik
1. Jumlah (volume)
Banyaknya urin yang dikeluarkan oleh ginjal dalam 24 jam atau volume urin
normal orang dewasa berkisar antara 1200-1500 ml/sehari. Volume masing-
masing orang bervariasi tergantung pada luas permukaan tubuh, pemakaian
cairan, dan kelembapan udara / penguapan. Dalam Praktikum yang kami lakukan
urin praktikan tidak normal karena volumenya 43 ml sehingga dalam sehari
volumenya menjadi 258 ml. Jumlah ini dibawah kadar normal
2. Warna
Warna urin ditentukan oleh besarnya diuresis. Semakin besar diuresis, maka
semakin muda warna urin tersebut. Biasanya warna urin normal berkisar antara
kuning muda sampai kuning tua. Warna tersebut disebabkan oleh beberapa
macam zat warna, terutama urochrom dan urobilin. Urin praktikan yang kami uji
berwarna kuning emas sehingga masuk dalam kategori normal
3. Buih
Buih pada urin normal berwarna putih, Jika urin mudah berbuih, menunjukkan
bahwa urin tersebut mengandung protein. Sedangkan jika urin memiliki buih yang
berwarna kuning, menunjukkan bahwa terdapat pigmen empedu (bilirubin) dalam
urin. Pada urin praktikan yang kami uji tidak terdapat buih yang artinya normal.
6
4. Kekeruhan
Cara menguji kejernihan sama seperti menguji warna yaitu jernih, agak keruh,
keruh dan sangat keruh. Tidak semua macam kekeruhan bersifat abnormal. Urin
normal pun akan menjadi keruh jika dibiarkan atau didinginkan. Pada urin
praktikan yang kami uji tidak keruh atau jernih yang menandakan bahwa urin
praktikan normal
5. Bau
Bau urin yang normal tidak keras. Bau urin yang normal disebabkan dari sebagian
oleh asam-asam organic yang mudah menguap. Kemungkinan adanya zat warna
abnormal berupa hasil metabolisme abnormal, tetapi dapat juga berasal dari suatu
jenis makanan atau obat-obatan. Beberapa keadaan warna urin akan dapat berubah
setelah dibiarkan. Urin praktikan yang kami uji berbau lemah atau tidak
menyengat yang menandakan urin praktikan normal karena belum terkontaminasi
mikroba.
B. Pemeriksaan Kimiawi
1. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) urin normal berkisar antara 5,0 – 8,5. Akan tetapi pH
urin dapat menjadi terlalu asam (hiperasiditas) atau urin bersifat lebih basa.
Terlalu banyak mengkonsumsi protein dapat mengasamkan urin, dan
mengkonsumsi sayuran dapat membasakan urin. pada ginjal yang tidak normal
keseimbangan asam basanya tidak terkontrol atau dalam kondisi labil sehingga
suasana asam basa atau dengan kata lain pH dalam ginjal normal tidak stabil.
Pada hasil praktikum yang telah kami amati, lakmus merah dicelupkan pada
urin praktikan berubah menjadi warna merah, lakmus biru berubah menjadi warna
merah juga, pada indikator universal dicelupkan pada urin praktikan berubah
menjadi warna hijau muda. Diperoleh hasil bahwa urin praktikan memiliki pH = 6
yang menunjukkan bahwa urin tersebut bersifat asam. Sehingga urin praktikan
dikatakan normal karena tidak melebihi nilai pH urin normal.
7
2. Uji Benedict Semikuantitatif
Pereaksi benedict mengandung kuprisulfat dalam suasana basa yang akan
tereduksi oleh gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas sehingga
menghasilkan adanya endapan warna merah. Glukosa akan mereduksi garam-
garam kompleks yang terdapat pada pereaksi benedict (ion cupri direduksi
menjadi cupro) dan mengendap dalam bentuk CuO dan Cu2O. Hal ini dibuktikan
dengan terbentuknya kupriooksida yang berwarna merah. Pada praktikum yang
kami lakukan sampel urin dari praktikan menghasilkan warna hijau. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya glukosa dalam urin praktikan. Sedangkan sampel
glukosa 0,3%, 1%, dan 5% menghasilkan warna merah.
Reaksi pada uji benedict :
Tabel penafsiran hasil uji benedict semikuantitatif
Warna Penilaian Kadar
Biru jernih Negatif 0
Hijau / kuning hijau + < 0,5 %
Kuning / kuning
kehijauan++ 0,5 – 1,0 %
Jingga +++ 1,0 – 2,0 %
Merah ++++ >2,0 %
8
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dari tiap tabung reaksi yaitu
berupa warna larutan maka dapat ditentukan kadar glukosa yang terkandung dalam
larutan dari masing – masing tabung dengan melihat tabel penafsiran hasil uji
benedict semikuantitatif maka diperoleh kadar glukosa dari masing-masing larutan
yaitu urin praktikan mengandung kadar < 0,5 %, glukosa 0,3 % mengandung kadar
> 2,0 %, glukosa 1% mengandung kadar > 2,0 %, glukosa 5% mengandung > 2,0 %.
3. Uji Heller
Uji heller digunakan untuk menentukan adanya protein secara kualitatif di
dalam urin. Adanya protein ditunjukkan dengan terbentuknya cincin putih
(presipitasi putih). Hal ini menandakan bahwa di dalam urin terkandung albumin
atau protein. Dikarenakan urin akan pecah kemudian akan mengalami denaturasi
oleh HNO3. Protein albumin jika terkena asam pekat (HNO3) akan terjadi
denaturasi protein dipermukaan, tetapi jika berlangsung lama denaturasi akan
berlangsung terus menerus sampai cincin putih menghilang dan menimbulkan
adanya presipitasi.
Pada praktikum yang kami lakukan, sampel A dan sampel urin praktikan tidak
menghasilkan presipitasi warna putih yang menandakan tidak adanya protein
dalam urin tersebut. Sedangkan pada sampel A terjadi presipitasi warna putih
yang menandakan adanya protein
4. Uji Koagulasi Panas
Dalam uji koagulasi panas telah terjadi perubahan struktur tersier ataupun
kwartener, sehingga protein tersebut mengendap. Perubahan struktur tersier
albumin ini tidak dapat diubah kembali ke bentuk semula, ini bisa dilihat dari
tidak larutnya endapan albumin itu dalam air. Protein yang tercampur oleh
senyawa logam berat akan terdenaturasi. Hal ini terjadi pada albumin yang
terkoagulasi setelah ditambahkan CH3COOH. Senyawa-senyawa logam tersebut
akan memutuskan jembatan garam dan berikatan dengan protein membentuk
endapan logam proteinat. Protein akan terkoagulasi oleh pemanasan.
9
Terjadinya koagulasi disebabkan karena ion H+ dari CH3COOH terikat pada
gugus negatif pada protein. Ketika ion H+ dari asam asetat masuk ke dalam
larutan, akan mempengaruhi keseimbangan dan pengkutuban muatan dari molekul
protein. Perubahan pengkutuban ini menyebabkan rusaknya konformasi alamiah
protein seperti struktur tersier dan struktur kwartener protein. Rusaknya
konformasi alamiah protein menyebabkan terganggunya stabilitas dari larutan
protein, sehingga larutan protein mengalami koagulasi.
Pada praktikum yang kami lakukan sampel urin praktikan dan sampel B tidak
menghasilkan adanya endapan yang artinya tidak mengandung protein. Sedangkan
pada sampel A terbentuk endapan yang menandakan adanya protein.
5. Uji Gerhardt
Uji Gerhardt digunakan untuk menunjukkan adanya asam asetoasetat dalam
urin. Asetoasetat merupakan merupakan salah satu bahan bakar utama dalam
jaringan. Uji ini didasarkan pada reaksi antara asam asetoasetat dengan FeCl3.
Apabila urin maupun sampel ditambahkan dengan FeCl3 kemudian filtrat berubah
menjadi warna merah, maka urin maupun sampel tersebut positif mengandung
asetoasetat. Karena FeCl3 akan mengoksidasi asetoasetat sehingga membentuk
komplek warna merah. Pemeriksaan badan keton dengan reagen FeCl3 ini dapat
mendeteksi asam asetoasetat lebih dari 5 – 10 mg/dL, tetapi cara ini kurang peka
untuk aseton dan tidak bereaksi dengan asam β hidroksi butirat. Hasil positif palsu
mungkin didapat bila urin mengandung bromsulphthalein, metabolit levodopa dan
pengawet 8-hidroksi-quinoline yang berlebihan.
Pada praktikum yang kami lakukan semua sampel (urin praktikan, sampel A,
dan sampel B) tidak terbentuk warna merah. Hal ini menandakan bahwa semua
sampel tidak mengandung asam asetoasetat
10
6. Uji Rothera
Dalam keadaan normal, urin mengandung badan keton namun jumlahnya
sedikit (3-15 mg/24 jam). Akan tetapi, jumlah badan keton akan meningkat pada
diabetes, kalaparan, kehamilan, anestesi menggunakan eter, diet tinggi lemak, dan
beberapa jenis alkalosis. Badan keton (Aseton, Asetoasetat dan asam β-
hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak
dapat digunakan. Asetoasetat dan β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar
respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan
korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah
mencukupi maka akan diekskresi kedalam urin, dan apabila kemampuan ginjal
untuk mengeksresi keton telah melampaui batas maka terjadi ketonemia. Badan
keton yang dijumpai diurine terutama adalah aseton dan asetoasetat. Asetoasetat
dalam urin tidak stabil dan mudah berubah secara spontan menjadi aseton.
Pada hasil praktikum kami, didapatkan hasil bahwa pada urin praktikan,
sampel A dan sampel B negatif mengandung badan keton, karena larutan tetap
berwarna kuning dan tidak terjadi perubahan warna ungu pada sampel tersebut. Hasil
positif ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi warna ungu karena
terbentuknya senyawa kompleks. Hal ini dikarenakan adanya donor elektron dari
atom pusat yaitu Fe, dan yang berperan menjadi ligan adalah aseton. Na-nitroprusid
atau Na2Fe(CN)6NO dalam suasana basa akan pecah menjadi Na4Fe(CN)6.NaNO2 dan
Fe(OH)3 yang merupakan oksidator kuat, agar kompleks ini stabil maka diperlukan
larutan penyangga yaitu amonium hidroksida. Asetoasetat dan Aseton akan
dioksidasi dan membentuk kompleks warna ungu.
Reaksinya :
CH3
C = O + Fe(CN)3NO + OH- (CN)3Fe - N = CH – C – CH2 -4 + H2O
CH3 O
11
7. Uji Kreatinin
Prinsip dari pemeriksaan kreatinin urin ini dalam suasana alkalis. Kreatinin bila
ditambah asam pikrat akan membentuk suatu warna kompleks yang berwarna
kuning orange. Intensitas warna sebanding dengan konsentrasi dan dapat diukur
secara fotometri. Dalam penambahan asam pikrat bertujuan untuk mereaksikan
kreatinin agar terbentuk kompleks berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan prinsip
test kreatinin, yaitu berdasarkan reaksi antara kreatinin dengan asam pikrat yang
membentuk larutan kuning. Selain itu dengan penambahan asam pikrat, urin
ditambah dengan NaoH 1% juga bertujuan untuk membuat suasana basa pada
larutan. Agar reaksi antara asam pikrat dengan kreatinin dapat menghasilkan
larutan kompleks berwarna kuning, suasana larutan harus dalam keadaan basa.
Dari percobaan ini diperoleh pada tabung urin praktikan terbentuk larutan
warna merah. Warna merah urin menunjukkan adanya kreatinin pikrat yang
terjadi karena kreatinin berikatan dengan pikrat jenuh. Selain dengan penambahan
asam pikrat , urin ditambahkan dengan NaOH 10% yang bertujuan untuk
membuat suasana basa pada larutan. Sedangkan pada sampel A dan sampel B
tidak mengandung kreatinin karena tidak terjadi peerubahan warna pada sampel
tersebut.
8. Uji Urobilinogen
Urobilin adalah pigmen alami dalam urin yang menghasilkan warna kuning,
ketika urin kental, urobilin dapat membentuk warna orange kemerahan yang
intensitasnya bervariasi dengan derajat oksidasi. Bilirubin adalah produk
perombakan hemoglobin oleh sel-sel retikuloendotel yang tersebar diseluruh
tubuh. Bilirubin adalah senyawa pigmen berwarna kuning yang merupakan
produk katabolisme enzimatil biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat tidak larut
air, kemudian dikonjugasi oleh hati sehingga dapat larut air. Bilirubin akan diubah
oleh bakteri dalam usus halus menjadi urobilinogen. Karena proses oksidasi
urobilinogen akan berubah menjadi urobilin, yaitu zat yang memberi warna khas
pada urin
12
Pada hasil praktikum kami, pada urin praktikan terbentuk warna dari orange ke
merah bata , sampel A dan sampel B terbentuk kuning bening. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa urin praktikan positif terdapat urobilinogen, sedangkan sampel A
dan sampel B tidak terdapat urobilinogen.
9. Uji Fehling
Uji fehling bertujuan untuk membuktikan ada atau tidaknya gula pereduksi
dalam urin. Pereaksi fehling terdiri dari dua larutan yaitu fehling A dan fehling B.
Larutan fehling A adalah CuSO4 dalam air, sedangkan fehling B adalah larutan
garam K-Natrat dan NaOH dalam air. Kedua larutan ini disimpan terpisah dan
baru dicampur menjelang digunakan untuk memeriksa suatu karbohidrat. Reaksi
uji fehling yang positif yaitu menghasilkan endapan merah bata, karena berasal
dari fehling yang memiliki ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam
suasana basa akan diendapkan berwarna merah bata (Cu2O).
Pada hasil praktikum kami, urin praktikan dan sampel A tidak terbentuk
endapan merah bata, sedangkan sampel B terbentuk endapan merah bata. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa urin praktikan dan sampel A tidak mengandung
karbohidrat, sedangkan sampel B mengandung karbohidrat.
10. Uji Gmelin
Pada percobaan ini, larutan NH3 ditambahkan kedalam tabung yang berisi
cairan empedu. Tujuan dari penambahan HNO3 pekat agar terjadi oksidasi zat
warna empedu. Banyaknya HNO3 pekat yang dimasukkan kedalam tabung reaksi
diusahakan sama banyak dengan jumlah cairan empedu sehingga cairan empedu
berada pada bagian atas yang berwarna hijau dan HNO3 pekat pada bagian bawah
larutan, setelah tabung reaksi digoyangkan akan menghasilkan larutan yang
berwarna orange. Pada hasil praktikum kami diperoleh sampel A, dan sampel B
tidak terjadi perubahan warna, sedangkan sampel urin praktikan menghasilkan
warna jingga . Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel A, dan sampel B tidak
mengandung pigmen empedu dan urin praktikan mengandung pigmen empedu.
13
BAB V : KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan dan pengamatan yang kami lakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Pada pemeriksaan fisik, urin praktikan merupakan urin yang normal pada
umumnya.
2. Pada Pemeriksaan kimiawi :
- Pada Derajat keasaman (pH), urin praktikan memiliki pH = 6 yang
menunjukkan bahwa urin tersebut bersifat asam. Sehingga urin praktikan
dikatakan normal karena tidak melebihi nilai pH urin normal.
- Pada Uji Benedict semikuantitatif, kadar glukosa dari masing-masing larutan
yaitu urin praktikan mengandung kadar < 0,5 %, glukosa 0,3 % mengandung
kadar > 2,0 %, glukosa 1% mengandung kadar > 2,0 %, glukosa 5%
mengandung > 2,0 %.
- Pada Uji Heller, urin praktikan dan sampel B tidak mengandung protein,
sedangkan sampel A mengandung protein.
- Pada Uji Koagulasi Panas, urin praktikan dan sampel B tidak mengandung
protein, sedangkan pada sampel A positif mengandung protein.
- Pada Uji Gerhardt, urin praktikan, sampel A dan sampel B tidak mengandung
asetoasetat
- Pada Uji Rothera, urin praktikan, sampel A dan sampel B tidak terdapat badan
keton
- Pada Uji Kreatinin, urin praktikan terdapat kreatin, sampel A dan sampel B
tidak terdapat kreatin
- Pada Uji Urobilinogen, urin praktikan terdapat urobilinogen, sedangkan
sampel A dan sampel B tidak terdapat urobilinogen
- Pada Uji Fehling, urin praktikan dan sampel A tidak mengandung karbohidrat,
sedangkan pada sampel B mengandung karbohidrat
- Pada Uji Gmelin, urin praktikan mengandung pigmen empedu, sedangkan
sampel A dan sampel B tidak mengandung pigmen empedu
14
Soal kasus
1. Dalam rangka peringatan hari kemerdekaan, diadakan bazar di taman kota Surabaya,
dimeriahkan dengan berbagai stan makanan dan mainan. Badan amal setempat
mengadakan sejumlah pemeriksaan gratis salah satunya pemeriksaan gula darah.
Remaja A berusia 17, yang mengikuti kegiatan bazar tersebut, juga melakukan
pemeriksaan gula darah, dimana hasil pemeriksaan gula darah sewaktunya 14,4
mmol/L. Hasil tersebut membuat keluarga khawatir, karena beberapa hari yang lalu
sepupu remaja tersebut terdiagnosis mengidap diabetes. 1 jam kemudian dilakukan tes
ulang menggunakan alat ukur yang dimiliki keluarga, hasilnya menunjukkan
hiperglisemia dan glikosuria +++. Apakah makna hasil pemeriksaan tersebut ?
Hiperglisemia adalah kondisi tingginya rasio gula dalam plasma darah
lebih tinggi dari 10 mmol/L atau 180 mg/dL. Gejalanya tidak terasa hingga
rasio gula mencapai 15-20 mmol atau 270 – 360 mg/dL. Penyakit yang
dapat menyebabkan gejala ini adalah diabetes mellitus.
Glikosuria adalah adanya glukosa yang berlebih dalam urin. glikosuria
merupakan gejala yang disebabkan karena tingginya glukosa dalam darah,
seperti pada penderita DM. Tingginya glukosa dalam darah pada penderita
DM dikarenakan adanya gangguan sel β-pankreas yang mensekresi
hormon insulin yang dapat menyebabkan defisiensi insulin sehingga
terjadi peningkatan glukosa dalam darah, akhirnya kerja tubulus ginjal
lebih berat dalam absobsi glukosa, sehingga tidak semua glukosa diserap
dan ada sebagian dikeluarkan melalui urin.
2. Bapak ND berusia 58 tahun, mengeluhkan sakit pinggang, hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan proteinuria. Pada pemeriksaan fisik terdapat edema pitting
pada kedua pergelangan kakinya. Jelaskan makna dari hasil tersebut !
15
Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan
pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5
kg dari berat badan normal selama mengalami edema
Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari
jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi
pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di
dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan
cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites
16
DAFTAR PUSTAKA
Halomoan. 2004. Karbohidrat. Medan (ID): USU-Press.
Hart H, Craine LE, Hart DJ. 2003. Kimia Organik. Achmadi, penerjemah. Jakarta
(ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry.
Fessenden RJ, Fessenden JS. Kimia Organik. Pudjaatmaka AH, penerjemah.
Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry.
Poedjiadi A. 2006. Dasar – Dasar Biokimia. Edisi Revisi. Jakarta: UI – Press.
Bintang, Maria. I,
17