identitas hukum: pengentasan kemiskinan melalui ...hari di dalam inkubator. sangen dan ahadi adalah...

8
Pengentasan Kemiskinan MELALUI PENINGKATAN Akses Terhadap Pelayanan DasaR Identitas hukum: Pagi itu Sangen akan melahirkan. Ahadi, suaminya, dan anggota keluarga lainnya membawa Sangen ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Beberapa waktu sebelumnya Sangen pernah diperingatkan bahwa dia akan melahirkan bayi yang berisiko kemudian disarankan untuk mengurus Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mengantisipasi biaya perawatan ibu dan anak yang diperlukan setelah melahirkan. Sangen melahirkan bayi bernama Kamarsah pada tanggal 25 Juni 2016. Kamarsah lahir dengan kondisi Bayi Berat Badan Rendah dan kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung, Lombok Utara untuk mendapatkan perawatan. Kamarsah dirawat selama 22 hari di dalam inkubator. Sangen dan Ahadi adalah pasangan muda yang menikah satu tahun yang lalu. Pasangan yang tidak pernah mengenyam pendidikan ini hidup sederhana bersama dengan ibu Ahadi yang bernama Jumenah, di sebuah rumah gedek sederhana berukuran 3 x 6 meter, berlantaikan tanah. Ahadi adalah petani berita kompak NEWSLETTER EDISI I: SEPTEMBER 2016 1 EDISI I Bappenas Memimpin Sinergi Pemenuhan Identitas Hukum RAHMA IRYANTI Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan “Diperlukan kerjasama yang kuat antar sektor, baik dari lembaga yang bertugas menyelenggarakan layanan administrasi kependudukan, kesehatan, pendidikan maupun sektor bantuan dan perlindungan sosial. Penguatan kolaborasi secara vertikal juga diperlukan untuk memastikan tersedianya data yang akurat serta dinamis untuk perencanaan program pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga pada tingkat desa. Dengan sistem Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati (CRVS) yang baik, maka efektivitas kebijakan dan program yang telah dibuat menjadi semakin mudah diukur oleh pemerintah.” yang menanam jagung setahun sekali pada musim hujan saja. Sekali panen, dia mendapatkan Rp 2,5 juta yang nantinya dia gunakan untuk membeli bibit dan memenuhi kebutuhan sehari-hari selama satu tahun. Ahadi tidak mampu untuk membiayai perawatan intensif Kamarsah sebesar Rp 6,8 juta. Pasangan ini tidak memiliki Kartu Keluarga (KK) maupun Kartu Tanda Penduduk (KTP), dokumen yang diperlukan untuk mengurus BPJS Kesehatan yang dapat membantu mereka untuk membiayai perawatan pasca kelahiran yang diperlukan. Kepemilikan identitas hukum bukan menjadi prioritas Ahadi dan Sangen. Selain ketidaktahuan akan manfaat identitas hukum untuk mendapatkan layanan dasar, Ahadi juga menemui hambatan untuk mengurus dokumen tersebut. “Jauh, satu jam naik motor. Saya tidak punya motor. Naik ojek biayanya Rp 100 ribu pulang pergi. Tidak mungkin sehari jadi, pasti akan harus datang lagi, dan belum tentu sudah selesai.” kata Ahadi. Tidak jauh berbeda dengan kisah Ahadi dan keluarganya, Adzam Riski mengalami hal yang serupa. Sudah

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Identitas hukum: Pengentasan Kemiskinan MELALUI ...hari di dalam inkubator. Sangen dan Ahadi adalah pasangan muda yang menikah satu tahun yang lalu. Pasangan yang tidak pernah

Pengentasan Kemiskinan MELALUI PENINGKATAN Akses Terhadap Pelayanan DasaR

Identitas hukum:

Pagi itu Sangen akan melahirkan. Ahadi, suaminya, dan anggota keluarga lainnya membawa Sangen ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Beberapa waktu sebelumnya Sangen pernah diperingatkan bahwa dia akan melahirkan bayi yang berisiko kemudian disarankan untuk mengurus Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mengantisipasi biaya perawatan ibu dan anak yang diperlukan setelah melahirkan.

Sangen melahirkan bayi bernama Kamarsah pada tanggal 25 Juni 2016. Kamarsah lahir dengan kondisi Bayi Berat Badan Rendah dan kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung, Lombok Utara untuk mendapatkan perawatan. Kamarsah dirawat selama 22 hari di dalam inkubator.

Sangen dan Ahadi adalah pasangan muda yang menikah satu tahun yang lalu. Pasangan yang tidak pernah mengenyam pendidikan ini hidup sederhana bersama dengan ibu Ahadi yang bernama Jumenah, di sebuah rumah gedek sederhana berukuran 3 x 6 meter, berlantaikan tanah. Ahadi adalah petani

beritakompak NEWSLETTER EDISI I: SEPTEMBER 2016

1EDISI I

Bappenas Memimpin Sinergi Pemenuhan Identitas Hukum

RAHMA IRYANTIDeputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang

Kependudukan dan Ketenagakerjaan

“Diperlukan kerjasama yangkuat antar sektor, baik dari

lembaga yang bertugasmenyelenggarakan layananadministrasi kependudukan,

kesehatan, pendidikanmaupun sektor bantuan dan

perlindungan sosial.Penguatan kolaborasi secara

vertikal juga diperlukan untukmemastikan tersedianya data

yang akurat serta dinamisuntuk perencanaan programpemerintah di tingkat pusat,

provinsi, kabupaten,kecamatan hingga pada

tingkat desa. Dengan sistemPencatatan Sipil dan Statistik Hayati

(CRVS) yang baik, makaefektivitas kebijakan dan

program yang telah dibuatmenjadi semakin mudahdiukur oleh pemerintah.”

yang menanam jagung setahun sekali pada musim hujan saja. Sekali panen, dia mendapatkan Rp 2,5 juta yang nantinya dia gunakan untuk membeli bibit dan memenuhi kebutuhan sehari-hari selama satu tahun. Ahadi tidak mampu untuk membiayai perawatan intensif Kamarsah sebesar Rp 6,8 juta.

Pasangan ini tidak memiliki Kartu Keluarga (KK) maupun Kartu Tanda Penduduk (KTP), dokumen yang diperlukan untuk mengurus BPJS Kesehatan yang dapat membantu mereka untuk membiayai perawatan pasca kelahiran yang diperlukan. Kepemilikan identitas hukum bukan menjadi prioritas Ahadi dan Sangen. Selain ketidaktahuan akan manfaat identitas hukum untuk mendapatkan layanan dasar, Ahadi juga menemui hambatan untuk mengurus dokumen tersebut. “Jauh, satu jam naik motor. Saya tidak punya motor. Naik ojek biayanya Rp 100 ribu pulang pergi. Tidak mungkin sehari jadi, pasti akan harus datang lagi, dan belum tentu sudah selesai.” kata Ahadi.

Tidak jauh berbeda dengan kisah Ahadi dan keluarganya, Adzam Riski mengalami hal yang serupa. Sudah

Page 2: Identitas hukum: Pengentasan Kemiskinan MELALUI ...hari di dalam inkubator. Sangen dan Ahadi adalah pasangan muda yang menikah satu tahun yang lalu. Pasangan yang tidak pernah

satu tahun semenjak teman-temannya mulai bersekolah di SDN 3 Pemenang Timur, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Pada suatu hari dia mendatangi ibunya “Aku mau sekolah, Bu” katanya sambil menangis.

Ibu Adzam, Maskiah, adalah janda yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh angkut pasir. Kurangnya informasi membuatnya tidak menyadari bahwa KK perlu diperbarui dengan namanya sebagai kepala keluarga sejak ia berpisah dari suaminya tujuh tahun yang lalu. Dengan tidak adanya KK, Maskiah tidak mencatatkan kelahiran Adzam. Maskiah memutuskan untuk tidak menyekolahkan Adzam karena Adzam tidak memiliki akta kelahiran, yang menjadi syarat administrasi masuk sekolah.

Tergerak keinginan Adzam untuk sekolah, Maskiah mendaftarkan Adzam dengan menggunakan Surat Keterangan Lahir (SKL) dan formulir KK. Pada hari ini, Adzam adalah salah satu murid kelas satu SDN 3Pamenang Timur. Namun demikian, dokumen tersebut hanya solusi sementara. Adzam diberi waktu satu bulan untuk dapat menyerahkan akte kelahiran dan KK untuk dapat melanjutkan sekolahnya.

Adzam dan Kamarsah mewakili lebih dari 30 ribu anak Lombok Utara yang menemukan kesulitan untuk mengakses layanan dasar karena tidak memiliki identitas hukum. Di Lombok Utara, hanya 49,1% anak berumur 0-17 tahun memiliki dan dapat menunjukkan akta kelahiran.

Rendahnya kepemilikan identitas hukum ini sering ditemukan pada kelompok masyarakat miskin dan rentan di Indonesia. Hal ini mengakibatkan mereka memiliki kesulitan untuk mengakses layanan dasar. Pada saat ini, hanya setengah dari anak-anak Indonesia (di bawah 18 tahun) memiliki akta kelahiran. Berarti, ada sekitar 40 juta kelahiran yang tidak tercatat. Pemerintah ingin

meningkatkan kepemilikan akta kelahiran anak, dari tingkat kepemilikan 56% (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional [Susenas], 2014) menjadi 85% pada 2019.

Untuk memenuhi hak atas identitas dan hak atas layanan dasar, Bupati Lombok Utara, Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH meluncurkan program ‘100% Akta Kelahiran Untuk Siswa Lombok Utara’. Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK) telah mendukung Kabupaten Lombok Utara meningkatkan dan mempercepat layanan dasar, dalam pendidikan, kesehatan dan identitas hukum untuk masyarakat miskin. Tidak hanya di Kabupaten Lombok Utara, Kantor regional KOMPAK di Nusa Tenggara Barat juga akan mendukung Pemerintah Daerah Kabupaten Bima, Sumbawa, Lombok Timur dan Lombok Utara untuk memastikan hak administrasi kependudukan, khususnya kelahiran dapat terpenuhi, untuk membuka akses terhadap pelayanan dasar.

Identitas hukum adalah produk dari sistem Pencatatan Sipil dan Satistik Hayati (CRVS). CRVS bertujuan untuk meningkatkan cakupan kepemilikan dokumen identitas hukum dan mendorong pemanfaatan data statistik hayati untuk perencanaan pembangunan. Hal ini sejalan dengan tujuan pemerintah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dalam hal penguatan kualitas pelayanan dasar. Identitas hukum menjadi pintu masuk akses pelayanan dasar.

Sinergi Pemerintah Indonesia di Tingkat PusatKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meluncurkan studi, ‘Menemukan, Mencatat, Melayani: Kelahiran dan Kematian di Indonesia’. Kegiatan ini merupakan sosialisasi hasil studi dan rencana program untuk melembagakan identitas hukum dan sistem CRVS pada layanan dasar. Kegiatan yang dilaksanakan pada 28 Juli 2016 ini didukung oleh Pemerintah Australia melalui KOMPAK dan Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA) melalui studi yang dilakukan di tingkat kecamatan di Provinsi Aceh, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.

Studi yang menganalisis hambatan dan peluang dalam pencatatan kelahiran dan kematian ini bertujuan untuk menyediakan bukti-bukti tentang

berbagai hambatan, kesenjangan, kekuatan dan peluang dalam sistem yang ada saat ini serta mengidentifikasi model-model dari berbagai negara yang dapat diperbandingkan dengan Indonesia, dan menilai keberagaman konteks di Indonesia agar menjadi dasar pemecahan masalah CRVS yang tepat.

Selain peluncuran hasil studi, kegiatan yang diadakan di Hotel Arya Duta ini juga dimaksudkan untuk mendapatkan tanggapan terhadap hasil studi terkait dengan layanan pencatatan sipil, kesehatan, pendidikan dan sosial serta mendapatkan masukan mengenai peran kecamatan dan desa dalam penyediaan layanan identitas hukum, pencatatan sipil dan statistik hayati. Kegiatan ini mengundang kementerian terkait, pemerintah daerah lokasi studi, perguruan tinggi dan lembaga penelitian, mitra pembangunan, serta Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk memperoleh umpan balik mengenai pendekatan yang efektif serta arahan dalam proses perencanaan kebijakan untuk meningkatkan kepemilikan identitas hukum dan menguatkan pencatatan sipil dan statistik hayati melalui layanan dasar.

“Diperlukan kerjasama yang kuat antar sektor, baik dari lembaga yang bertugas menyelenggarakan layanan administrasi kependudukan, kesehatan, pendidikan maupun sektor bantuan dan perlindungan sosial. Penguatan kolaborasi secara vertikal juga diperlukan untuk memastikan tersedianya data yang akurat serta dinamis untuk perencanaan program pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga pada tingkat desa. Dengan sistem CRVS yang baik, maka efektivitas kebijakan dan program yang telah dibuat menjadi semakin mudah diukur oleh pemerintah,” ujar Dra. Rahma Iryanti, Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan.

2 EDISI I

“Bersama Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia melalui

KOMPAK, mendukung penuh studi yang dilakukan oleh PUSKAPA guna

memberikan rekomendasi terkait sistem pencatatan yang efektif

untuk mewujudkan pemenuhan akses layanan dasar bagi seluruh

anak Indonesia”,

FLEUR DAVIESMinister-Counsellor Kedutaan Australia

Page 3: Identitas hukum: Pengentasan Kemiskinan MELALUI ...hari di dalam inkubator. Sangen dan Ahadi adalah pasangan muda yang menikah satu tahun yang lalu. Pasangan yang tidak pernah

Meningkatkan Partisipasi Perempuan Dalam Pembangunan Desa Melalui Akademi Paradigta

Cerita dari daerah

Erni Johan adalah salah satu akademia dari Akademi Paradigta angkatan kedua Akademi Paradigta PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) Kecamatan Gerung, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.Perempuan yang tinggal di Desa Babusalam sudah menjadi kader Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) sejak tahun 2004. Sebagai seorang kader Posyandu tidak lantas membuatnya memiliki suara dalam pembangunan desa. “Ya saya hanya lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas). Saya tadinya tidak berani bicara karena tidak memiliki pengetahuan tentang desa. Wawasan saya terbatas dan saya takut karena tidak tahu mau bicara apa.” tambahnya. Akademi Paradigta adalah sebuah pelatihan dan pendidikan terstruktur bagi kader PEKKA dan kader perempuan dari kelompok marjinal lainnya. Kegiatan ini bertujuan untuk memajukan kepemimpinan perempuan untuk secara aktif ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dalam pembangunan desa, untuk memastikan manfaatnya bagi perempuan dan masyarakat terpinggirkan.

“Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa menghendaki partisipasi penuh dari masyarakat desa, termasuk perempuan. Walaupun demikian, saya melihat adanya celah antara kapasitas perempuan dengan besarnya peluang yang disediakan oleh UU Desa.” kata Nani Zulminarni, Direktur PEKKA. Untuk menjawab kebutuhan akan partisipasi perempuan, PEKKA mengadakan Akademi Paradigta sebagai ruang bagi perempuan untuk dapat belajar menjadi pemimpin.

Dari Desa Babusalam, Erni mengendarai motor selama satu jam untuk menuju ke Balai Serikat PEKKA dimana kelas Akademi Paradigta dilaksanakan. Di bangunan permanen berukuran 6x10 meter tersebut, Erni bersama 34 perempuan angkatan kedua Lombok Barat telah mengikuti kelas selama empat bulan, dari bulan Maret sampai Juni 2016.

Selama waktu tersebut, para akademia mempelajari empat modul yang berisi materi tentang Kepemimpinan, Visi Misi Desa, Partisipasi, Tata Kelola Desa, Pelayanan Publik dan Pengorganisan Masyarakat. Materi yang paling berkesan bagi Erni adalah materi mengenai seluk beluk desa seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Peraturan Desa maupun potensi desa. “Dari sana saya mendapatkan pengetahuan baru dan tahu harus bicara apa dalam pertemuan desa. Kepala Desa memang menginginkan partisipasi perempuan dan sekarang sudah diancang-ancang untuk ikut dalam perencanaan pembangunan.” ungkap Erni. Akademi Paradigta telah membawa perubahan sikap bagi perempuan di Kecamatan Gerung. Erni mengungkapkan “Saya menjadi percaya diri, merasa berani bicara dan berani menatap Kepala Desa secara langsung. Diasah kemampuan kita.”

“Saya selalu melihat Erni duduk di barisan paling depan selama kelas berlangsung” ujar Siti Zamraini, Kepala Sekolah Akademi Paradigta Lombok Barat. Antusiasme itu terlihat ketika mempelajari satu demi satu modul yang diberikan. Satu

3EDISI I

demi satu kegiatan yang diberikan selalu dilaksanakan, termasuk tugas lapang, di mana para akademia diberi tugas untuk mencari informasi mengenai RPJMDes dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk kemudian dianalisa apakah sudah berpihak pada masyarakat miskin. Selain itu, akademia ditugaskan untuk mengorganisir perempuan-perempuan lain di desa mereka untuk menjawab persoalan-persoalan yang mereka anggap penting seperti gizi, pengelolaan sampah, jaminan sosial dan lain sebagainya. “Semangat perempuan-perempuan ini luar biasa. Minat belajar mereka tinggi. Yang kemudian menjadi tantangan bagi saya adalah bagaimana saya bisa memonitor kelompok-kelompok yang bermunculan setelah adanya tugas lapang. Harus didampingi dan harus ada strategi.” tambahnya.

Erni Johan berkesempatan untuk menyampaikan aspirasinya kepada Ahmad Erani Yustika, Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada kunjungannya 10 Mei 2016 yang lalu. “Dengan adanya peningkatan mutu pendidikan bagi perempuan, maka perempuan akan menjadi percaya diri untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan desa. Saya mendapatkan kesempatan untuk bergabung di Akademi Paradigta sehingga saya mendapatkan pengetahuan. Tapi masih terbatas. Saya berharap kegiatan ini dapat didukung pemeritah dan semakin banyak perempuan bisa belajar.” katanya penuh percaya diri.

“Saya percaya bahwa

perempuan bisa aktif

berpartisipasi dalam

pembangunan desa.”

Erni JohaN

Page 4: Identitas hukum: Pengentasan Kemiskinan MELALUI ...hari di dalam inkubator. Sangen dan Ahadi adalah pasangan muda yang menikah satu tahun yang lalu. Pasangan yang tidak pernah

KABAR KOMPAK

Jakarta (27/7) – Tiga puluh lima perempuan berkumpul di Hotel Santika Bekasi tanggal 24-30 juli 2016. Mereka adalah delapan Kepala Sekolah dan 27 Mentor Akademi Paradigta PEKKA yang datang dari tujuh provinsi di Indonesia (Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur). Mereka terlibat dalam Traning of Trainers (ToT) Akademi Paradigta.

Semester pertama Akademi Paradigta telah dilaksanakan pada bulan Maret – Juli 2016 dengan 490 peserta di 89 desa, 20 kecamatan. KOMPAK mendukung kegiatan Akademi Paradigta, salah satunya mendorong supaya masyarakat miskin dan rentan dapat menerima manfaat dari pemerintahan desa. Walaupun Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa tentang Desa menjamin partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaannya, bagaimanapun, karena hambatan sosial, budaya maupun politis, perempuan dan masyarakat terpinggirkan menghadapi kesulitan untuk mengakses dan menerima manfaat dari proses pembangunan. Kegiatan ini bertujuan untuk memajukan kepemimpinan perempuan untuk secara aktif ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dalam pembangunan desa, untuk memastikan manfaatnya bagi perempuan dan masyarakat terpinggirkan.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk merefleksikan dan mengevaluasi enam modul awal yang telah digunakan di semester pertama sekaligus memperkenalkan empat modul lanjutan yang akan digunakan di semester kedua. Modul semester kedua ini berisi materi ajar seperti Perempuan Membangun Kedaulatan Desa, Perempuan dan Hak Reproduksinya, Advokasi Kebijakan serta Komunikasi Publik. Pada pelatihan tersebut, mentor menggunakan kesempatan untuk mensimulasikan proses pembelajaran di depan mentor lain dan kepala sekolah untuk nantinya dapat dievaluasi. (COM)

Tanjung (21/7) – Kabupaten Lombok Utara (KLU) yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Lombok Barat, merayakan ulang tahunnya yang ke-delapan pada tanggal 21 Juli 2016. Pada hari tersebut, dilaksanakan upacara yang dipimpin oleh Bupati KLU, Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH. Acara ini dihadiri oleh pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, mitra pembangunan, penggerak layanan dasar di masyarakat serta universitas dan peneliti. Dalam kesempatan tersebut, Bupati KLU menyatakan komitmennya terhadap hak atas identitas hukum dengan mencanangkan program ‘100% Akte Kelahiran Untuk Siswa siswi Lombok Utara’.

Dalam sambutannya , Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH menyatakan, “Kami meluncurkan program 100% akte kelahiran bagi siswa siswi Lombok Utara sebagai pemenuhan hak atas identitas dan hak atas layanan dasar. Terimakasih kepada KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan) atas dukungan dan kerjasamanya dalam mendukung percepatan dan perbaikan layanan dasar.”

Pada kesempatan tersebut, dilakukan penyerahan simbolis akta kelahiran kepada delapan siswa-siswi KLU, serta penyematan pin kepada Duta Administrasi Kependudukan yang berasal dari

tokoh adat, tokoh agama, Forum Anak, perwakilan Asosiasi Kepala Desa (Akad), Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), perwakilan Camat, serta media.

Program percepatan pemenuhan cakupan kepemilikan akta kelahiran merupakan dari program lanjutan yang pondasi dasarnya telah dirancang pada program, kerja unggulan 100 hari Bupati dan wakil Bupati terpilih KLU yakni Bpk Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH sebagai Bupati dan Bpk Sarifudin SH sebagai Wakil Bupati KLU.

Berdasarkan Permendagri Nomor 9 tahun 2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran, Pemerintah KLU telah melakukan percepatan, inovasi, dan nilai tambah dalam program percepatan cakupan akta kelahiran. Hal ini diawali dengan memenuhi hak atas akta kelahiran bagi seluruh siswa siswi yang bersekolah di KLU. Program percepatan cakupan kepemilikan akta kelahiran ini dilakukan melalui 3 jalur yakni jalur pendidikan, jalur kesehatan, dan jalur pelayanan terdekat warga melalui kantor desa dan kecamatan. (COM)

ToT AkademiParadigta

100% Akta Kelahiran bagi

siswa-siswi Kabupaten

Lombok Utara

Page 5: Identitas hukum: Pengentasan Kemiskinan MELALUI ...hari di dalam inkubator. Sangen dan Ahadi adalah pasangan muda yang menikah satu tahun yang lalu. Pasangan yang tidak pernah

KABAR KOMPAK

Bondowoso (13/8) - Pada tanggal 11 – 12 Agustus 2016, KOMPAK bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan Lokakarya Implementasi UU no. 6/2014 tentang Desa, di Hotel Ijen View, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Selain dari Pemerintahan Kabupaten Bondowoso,

lokakarya juga dihadiri oleh perwakilan dari Pemerintahan Kabupaten Lumajang, termasuk dari kecamatan dan desa dari kedua kabupaten tersebut.

Lokakarya dimaksudkan sebagai salah satu upaya peningkatan pemahaman dan kapasitas pemerintah kabupaten/ kota (termasuk kecamatan dan desa) dalam mekanisme dan pengaturan baru penyaluran dana tahap satu dan dua tahun 2016. Dengan adanya peningkatan pemahaman diharapkan dapat mengurangi potensi kemungkinan daerah dan desa terlambat dalam melengkapi persyaratan di tahun 2017 serta mempercepat dan memperbaiki pelaksanaan pembangunan yang dibiayai melalui dana desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

Selain pemaparan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dalam lokakarya ini juga ada kesempatan bagi Pemerintahan Desa Dermaji, Bondowoso untuk berbagi cerita praktik pelaksanaan desanya; juga Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Banyuwangi untuk berbagi cerita pelaksanaan Klinik Desa di Kabupaten Banyuwangi. Sehingga melalui lokakarya ini, juga dapat digali permasalahan dan tantangan dalam praktik penyaluran dan penggunaan dana desa, untuk kemudian terbuka ruang dan kesempatan untuk memberikan bantuan teknis dalam menjawab permasalahan tersebut.

Forum ini melibatkan narasumber lintas kementerian dan memberikan ruang dialog dengan aparat kabupaten, kecamatan dan desa. Policy dialogue ini dimaksudkan untuk menjaring masukan dan merumuskan perbaikan dalam penyusunan kebijakan, khususnya mengenai dana desa. Pertemuan yang difasilitasi oleh KOMPAK ini menghasilkan beberapa rekomendasi terkait Peraturan Bupati, pengelolaan keuangan desa, pengadaan barang dan jasa, pajak, maupun perencanaan dan penganggaran. (RG)

LOKA KARYA Implementasi UU No. 6 tahun 2014

tentang Desa di Kabupaten Mitra Program KOMPAK di Provinsi Jawa Timur

Pembekalan Pendamping

Kawasan Perdesaan

Jakarta (3/8) – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi pada tanggal 1-3 Agustus 2016 menyelenggarakan Pelatihan Pembekalan Pendamping Kawasan Perdesaan. Acara ini dihadiri oleh 16 Pendamping Manajemen dan 16 Pendamping Teknis yang berasal dari 18 provinsi (Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Timur). Mereka nantinya akan ditugaskan ke lokasi masing-masing sesuai dengan penugasan.

Pembekalan ini dimaksudkan untuk dapat memberikan pemahaman mengenai kebijakan Pembangunan Kawasan Perdesaan dan membekali pendamping dengan pengetahuan dan keterampilan teknis berkaitan dengan fasilitasi pembentukan kawasan perdesaan, fasilitasi kepada aparatur pemerintah daerah dan membangun jaringan kerja sama. Materi pelatihan disajikan dengan kombinasi pendekatan andragogi dan berfokus pada pembelajaran diri secara interaktif dengan melibatkan peserta

5EDISI I

secara langsung untuk secara aktif terlibat dalam diskusi, tanya jawab dan mengkritisi materi. KOMPAK memberikan dukungan dalam penyusunan Pedoman Umum Pendampingan Pembangunan Kawasan Perdesaan, penyusunan Modul Pendamping Kawasan serta penyediaan sumber daya pelatih pembekalan.

“Pendekatan atau konsep pembangunan kawasan perdesaan yang ada selama ini masih belum memberikan ruang dan keberpihakan kepada masyarakat desa dan pemerintah desa untuk secara aktif berperan memimpin pembangunan desa dan kawasan perdesaan secara mandiri, partisipatif dan komprehensif. Hadirnya undang-undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa telah memberikan ruang kepada masyarakat desa dan pemerintah desa untuk menjadi penentu arah Pembangunan Kawasan Perdesaan “ terang Eko Sri Haryanto, Direktur Bina Pemerintahan Desa. (IEC)

Page 6: Identitas hukum: Pengentasan Kemiskinan MELALUI ...hari di dalam inkubator. Sangen dan Ahadi adalah pasangan muda yang menikah satu tahun yang lalu. Pasangan yang tidak pernah

Publikasi terbaru

Pencatatan sipil merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari strategi Pemerintah Indonesia untuk mengurangi kemiskinan, baik karena sistem ini memberikan identitas hukum bagi warga, maupun karena sistem ini merupakan sumber utama data hayati. Sayangnya, tingkat kepemilikan akta kelahiran dan akta kematian sebagai dokumen yang dihasilkan pencatatan sipil masih sangat rendah. Selain itu, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah masih mengalami kesulitan untuk mengakses dan mengelola statistik hayati secara komprehensif, akurat, dan mutakhir. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan bukti-bukti mengenai kerumitan, kesenjangan, kekuatan, dan peluang dalam sistem pencatatan sipil dan statistik hayati (dikenal juga dengan civil registration and vital statistics atau CRVS) kepada Pemerintah Indonesia. Beragam situasi dan latar belakang di Indonesia yang tergambarkan di dalam penelitian ini

Seri Catatan Kebijakan “Tak Terlihat, Tak Terjangkau: Memutus Rantai Keterabaian” ini adalah bagian dari hasil studi pelembagaan identitas hukum dan pencatatan sipil dan statistik hayati (CRVS) dalam pemberian layanan dasar. Laporan utama dari studi ini dapat diunduh di situs KOMPAK dan PUSKAPA.

Seri Catatan kebijakan ini disusun berdasarkan berbagai temuan dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh

LAPORAN PENELITIAN Menemukan, Mencatat, Melayani: Kelahiran dan Kematian di Indonesia(Studi dan Rencana Pelembagaan Identitas Hukum dan Sistem Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati (CRVS) pada Layanan Dasar)

CATATAN KEBIJAKANTak Terlihat, Tak Terjangkau: Memutus Rantai Keterabaian

juga dapat mempermudah penyamaan pemahaman dan implementasi dari perencanaan jangka panjang secara kontekstual dan relevan. Survei yang menggunakan metode sampel penggugusan multitahap (multistage cluster sampling) ini telah dilakukan di tiga kecamatan pada tiga provinsi, yang meliputi 1.222 rumah tangga dengan perolehan data dari 5.552 individu. Terdapat 185 wawancara semistruktur dan 12 diskusi kelompok terarah sebagai tambahan, yang dilakukan dengan penyedia layanan dan masyarakat sipil. Di lokasi penelitian, ditemukan bahwa satu dari tiga anak tidak memiliki akta kelahiran, dua dari lima pernikahan tidak sah secara hukum, hampir satu dari lima orang dewasa tidak dapat menunjukkan kartu identitas (KTP) atau kartu keluarga (KK) yang mencantumkan nama mereka. Dari seluruh responden yang pernah mengalami peristiwa kematian dalam rumah tangganya selama lima tahun

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas yang bekerja sama dengan PUSKAPA dan Program Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK). Penelitian ini bertujuan untuk menjajaki berbagai cara agar pelibatan masyarakat dapat turut mewujudkan komitmen pemerintah untuk memperbaiki sistem CRVS di Indonesia.

terakhir, tidak sampai tiga persen yang pernah mengajukan permohonan akta kematian. Layanan jarang meminta masyarakat untuk menunjukkan akta kelahiran atau akta kematian, dan dokumen-dokumen ini dianggap tidak memiliki nilai tambah. Penyusunan kebijakan, aturan, dan penerapan teknologi yang dimaksudkan untuk memperluas akses masyarakat pada pencatatan sipil belum dilaksanakan secara sistematis, dan penyedia layanan dasar yang ditempatkan untuk membantu proses pencatatan peristiwa-peristiwa penting kependudukan belum mendapat dukungan yang tepat. Laporan ini memberikan sejumlah rekomendasi kebijakan dan program untuk meningkatkan akses dan permintaan terhadap dokumen pencatatan sipil, sembari memperkuat sistem statistik hayati.

Page 7: Identitas hukum: Pengentasan Kemiskinan MELALUI ...hari di dalam inkubator. Sangen dan Ahadi adalah pasangan muda yang menikah satu tahun yang lalu. Pasangan yang tidak pernah

7EDISI I

Apa kata Media

FKP RPJMD, LSM DAN WARTAWAN DILIBATKAN

RADAR TAMBORA, 27 MEI 2016Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bima menggelar Forum Konsultasi Publik (FKP) untuk menyusun dan menselaraskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2016. FKP ini sangat penting. Forum bisa memberikan masukan, kritikan sesuai kebutuhan daerah,” kata Kepala Bappeda Kabupaten Bima, Ir. Indra Jaya.

Dijelaskannya, RPJMD yang dihasilkan akan dibahas pada Musrenbang sehingga menjadi acuan bagi SKPD dalam menyusun rencana strategis pembangunan daerah. Diakui, Bappeda bekerjasama dengan Kolaborasi Masyarakat Pelayanan dan Kesejahteraan (KOMPAK) NTB dalam melaksanakan FKP.

40 JUTA ANAK INDONESIA LAHIR TANPA IDENTITAS HUKUM

Kompas.com, 29 Juli 2016Studi yang dilakukan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PUSKAPA) Universitas Indonesia mencatat ada 40 juta anak Indonesia yang lahir tanpa catatan sipil, sehingga mereka tidak memiliki identitas hukum dan kesulitan mengakses aneka layanan dasar. Studi tersebut didukung oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia melalui Australia Indonesia Partnership-Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (AIP-KOMPAK). 

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pun turut menyosialisasikan hasil studi tersebut, yang bertajuk “Menemukan, Mencatat, Melayani: Kelahiran dan Kematian di Indonesia”. 

Studi ini dilakukan di Aceh, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Tujuan studi yakni untuk mendiskusikan tindak lanjut hasil studi dalam rangka melembagakan identitas hukum dan sistem Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati (Civil Registration and Vital Statistics/CRVS) pada layanan dasar.

10 DESA JADI PILOT PROJECT

Radar Ijen, 15 Agustus 2016Ada sepuluh desa di Bondowoso yang tahun ini mendapat pendampingan. Dalam realisasi penggunaan Dana Desa (DD), mereka mendapat pendampingan dari Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK). Sepuluh desa ini diharapkan bisa menerapkan alokasi DD yang bersumber dari APBN dengan maksimal dan tepat sasaran. Sebagai bentung penguatan, aparatur

desa di sepuluh desa itu mengikuti Lokakarya Implementasi UU No.6 tahun 2014 Tentang Desa di Hotel Ijen View. Erni Murniasih, Responsive Government Lead KOMPAK menjelaskan, sepuluh desa tersebut mendapat pendampingan dalam rangka realisasi DD untuk mengentaskan kemiskinan di daerah. Sebab salah satu cita-cita adanya pemberian DD adalah untuk pembangunan dan pemberdayaan.

LPA: AKTA KELAHIRAN ITU PENTING

Lombokpost.net, 15 Agustus 2016Berdasarkan data LPA NTB, sekitar 47 persen atau 400 ribu lebih anak belum memiliki akta kelahiran. Untuk itu, LPA NTB bersama sejumlah lembaga seperti Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan Untuk Kesejahteraan (KOMPAK) pun menggelar sosialisasi dan evaluasi pelaksanaan pelayanan terpadu (Yandu), kemarin (14/7). ”Kita berharap dengan kegiatan ini

masyarakat sadar pentingnya memiliki akta kelahiran anak,” ujar Kepala LPA NTB Sahan, kemarin(14/7).

Dijelaskan, secara nasional saat ini 50 persen masyarakat Indonesia belum mempunyai akta kelahiran. Untuk lingkup NTB sendiri, tercatat mencapai 47 persen termasuk di Lombok Utara. Pihaknya pun sudah menyiapkan beberapa langkah untuk mengatasi permasalahan ini. ”Kita

tuntaskan dulu di satu kecamatan pada suatu daerah. Ada tiga daerah yang kita jadikan pilot project yakni Lombok Utara, Lombok Timur, dan Sumbawa,” ungkapnya. LPA akan intens melakukann pola jemput bola hingga melakukan pendekatan persuasif dan menggandeng pemerintah kabupatan sampai desa. Diharapkan tidak ada kesan kepengurusan akta kelahiran dipersulit.

TIM KEDUBES AUSTRALIA PANTAU LAYANAN PUBLIK BIREUN

Serambi Indonesia,22 Agustus 2016

Perwakilan Kedutaan Besar (Kedubes) Australia untuk Indonesia, memantau aktivitas pelayanan masyarakat di tiga lokasi di Kecamatan Simpang Mamplam, Bireuen. Ketiga lokasi yang ditinjau yaitu Puskesmas, SMP Negeri 1, dan Kantor Camat. Tinjauan itu dilakukan selama empat hari, 25-28 Juli 2016.

Konselor Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Pengembangan Sosial Kedubes Besar Australia untuk Indonesia, Nicola Nixon mengatakan, program pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan publik kerja sama Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia, khususnya di Bireuen, sudah berjalan sejak awal 2016.

“Setelah mengunjungi tiga tempat itu, kami lebih paham tentang tantangan dalam pelayanan pubik. Kami juga terkesan pada komitmen pemerintah dan non pemerintah dalam mewujudkan perbaikan layanan dasar untuk masyarakat,” kata Nicola.

Rombongan Kedubes Australia dalam kunjungan itu juga didampingi staf program Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK) dan staf program Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU).

Page 8: Identitas hukum: Pengentasan Kemiskinan MELALUI ...hari di dalam inkubator. Sangen dan Ahadi adalah pasangan muda yang menikah satu tahun yang lalu. Pasangan yang tidak pernah

Galeri foto

Sebagai dewan koordinasi dan pengawasan KOMPAK, Steering Committee, yang diketuai bersama oleh Bappenas dan Pemerintah Australia (Department of Foreign Affairs and Trade / DFAT), bertemu untuk pertamakalinya pada tanggal 4 Maret 2016. Bersama dengan Bappenas dan DFAT, sterring committee terdiri dari Pejabat Eselon 1 dari Kementerian dalam Negeri, Kementerian Kooordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Pada tanggal 19 Juli 2016,Bappenas dan KOMPAKmengadakan lokakarya guna mengevaluasi proses ujicoba integrasi Pro-Poor Planning, Budgeting, and Monitoring (P3BM) dan Sistem Informasi Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (SIMPADU - PK) yang telah dilakukan sejak awal bulan Mei 2016.

Ibu-ibu anggotAUnit Usaha Kecil dan Menengah Kelompok Usaha Bersama (UKM KUBE) Bambu Cerah, Desa Bentek, Lombok Utara sedang memproduksi produk kerajinan bambu. KOMPAK melakukan kunjungan ke lokasi tersebut dalam rangka mendapatkan masukan untuk intervensi KOMPAK program Economic Opportunities (EOP).

KOMPAK dan Unltd Indonesia mengadakan kick off meetingyang dihadiri oleh perwakilan dari Department of Foreign Affairs and Trade, MAMPU, Kinara, Universitas Podomoro, Pricewaterhouse Cooper, Intel, Palladium, Batik Fractal, dan alumnus program Unltd pada tanggal 3 Agustus 2016.

Pada BulanJuni 2016KOMPAK mengadakan diskusi dengan Pemerintah Daerah Pacitan untuk melihat bersama program pemberdayaan ekonomi yang sudah ada dan menjajaki kemungkinan kerjasama lebih jauh.

KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan) adalah sebuah fasilitas yang didanai oleh Pemerintah Australia yang bertujuan mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai target RPJMN 2015-2019 - menanggulangi kemiskinan dengan meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan dasar serta meningkatkan peluang-peluang ekonomi di sektor non-pertanian bagi masyarakat miskin. Bekerja di tingkat nasional dan sub-nasional, KOMPAK dikonsolidasikan dan dibangun berdasarkan investasi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia (Department of Foreign Affairs and Trade) di bidang

pemberdayaan masyarakat, pelayanan, pemerintahan serta penguatan masyarakat melalui integrasi tiga bidang yang menyatu menjadi sebuah fasilitas.

Newsletter ini diterbitkan setiap tiga bulan. Info lebih lanjut mengenai kegiatan KOMPAK, dapat diakses di www.kompak.or.id

8 EDISI I