ihdn denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · peneliti an ini...

18

Upload: others

Post on 10-Aug-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis
Page 2: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis
Page 3: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis
Page 4: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis
Page 5: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis
Page 6: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

55

TEMA, AMANAT, DAN NILAI BUDAYA DALAM

CERITA RAKYAT BASUR

Oleh:

Dr. Drs. I Wayan Sugita, M.Si.

1. Pendahuluan

Kekayaan sastra yang dimiliki bangsa Indonesia demikian besar. Setiap masyarakat bahasa,

setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai sastranya sendiri. Melihat ratusan bahasa yang terdapat di

Indonesia, sastra se-Nusantara, jelas menunjukkan kekayaan yang luar biasa, baik dalam bentuk sastra

lisan maupun sastra tulis (Teeuw, 1982:9).

Bali misalnya, merupakan salah satu pulau yang terdapat di Indonesia yang hampir setiap

daerahnya memiliki tradisi lisan khususnya dalam bentuk cerita rakyat (dalam bahasa Bali disebut

istilah satua). Cerita-cerita rakyat itu memiliki kekhasan sesuai dengan latar belakang daerahnya

masing-masing. Cerita-cerita itu misalnya cerita Nang Bongkeng yang terkenal dari daerah Jembrana

(Bali Barat), cerita I Nengah Jimbaran dan dari daerah (Bali Selatan) Badung, cerita Ki Barak Panji dari

daerah Buleleng (Bali Utara), ceita Sang Sandiakala dari daerah Karangasem (Bali Timur).

Dilihat dari jenisnya, cerita-cerita rakyat yang terdapat di Bali cukup beragam. Ada cerita-cerita

rakyat yang tergolong ke dalam cerita porno, cerita humor, cerita kepahlawanan, cerita panji, dan cerita

magis (kawisesan).

Cerita-cerita rakyat Bali yang tergolong cerita humor dan porno pernah diteliti oleh I Gusti

Ngurah Bagus tahun 1976, cerita panji dan kepahlawanan pernah diteliti oleh I Gusti Ngurah Bagus, I

Ketut Lama, dan Ida Bagus Udara Naryana tahun 1986.

Cerita-cerita rakyat Bali yang tergolong ke dalam jenis magis sangat banyak terdapat di Bali.

Namun, keberadaan ciptaan sastra lisan tersebut belum banyak mendapat perhatian dari kalangan

peneliti. Atas usaha I Wayan Karji, terkumpul sejumlah cerita rakyat yang tergolong ke dalam cerita

“Tanting Mas lan Tanting Rat". "Prabu Udayana". “Kibalian Batur”, “Basur”. “Dukuh Suladri”,

“Dadeplung”, dan “Amad Muhamad”. Kumpulan cerita magis itu kemudian diterbitkan oleh Fakultas

Page 7: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

56

Sastra Universitas Udayana tahun 1990 dengan judul Srombotan (Pupulan Satua Kawisesan Utawi

Pengliakan).

Salah satu cerita rakyat yang terdapat dalam buku Srombotan, yaitu cerita “Basur” sering

digunakan sebagai lakon dalam pertunjukan drama, prembon dan arja. Seni pertunjukan yang

mengambil lakon cerita-cerita magis seperti "Basur" sangat digemari oleh masyarakat Bali. Pementasan

lakon seperti itu biasanya dikaitkan dengan upacara tertentu, upacara bersih desa karena desa tersebut

mengalami serangan penyakit. Dengan melakukan pertunjukan itu, mereka berharap menolak bencana

yang menimpa desanya.

Fungsi salah satu sastra lisan seperti itu sesuai dengan pendapat bahwa dalam sastra lisan,

khususnya cerita rakyat suku bangsa ia terungkap kreativitas bahasa yang luar biasa. Dalam hasil sastra

lisan tersebut manusia Indonesia berusaha untuk mewujudkan hakikat mengenai dirinya sendiri

sedemikian rupa sehingga sampai sekarangpun ciptaan sastra lisan tersebut mempunyai nilai dan fungsi

bagi masyarakat modern, sejauh mereka bersedia dan berusaha merebut maknanya (1982:10).

Sejalan dengan pendapat tersebut, Djamaris, dkk, mengatakan dalam karya-karya sastra

tergambar jati diri bangsa. Salah satu hal penting dari jati diri bangsa itu adalah nilai-nilai budaya yang

terkandung di dalamnya dan yang masih kita gali sampai saat ini. Hal itu akan memberikan kemudahan

bagi kita untuk menarik garis "kebudayaan nasional" (1993:2).

Penelitian mengenai nilai budaya yang terkandung dalam cerita “Basur”, khususnya yang

terkumpul dalam buku Srombotan belum dilakukan. Mengingat sangat pentingnya nilai-nilai budaya

bagi Hindu dan kehidupan, penulis mencoba mengemukakan kajian nilai budaya dalam cerita rakvat

"Basur".

Adapun yang menjadi masalah dalam tulisan ini adalah nilai-nilai budaya apa saja yang

terkandung dalam cerita rakyat “Basur”. Untuk mengetahui unsur-unsur nilai budaya dalam cerita itu,

perlu dikemukakan tema serta amanat dari cerita itu sendiri. Dengan demikian, di samping

mengemukakan nilai-nilai budaya cerita "Basur", tulisan itu juga mengulas tema dan amanat yang

melatarbelakangi cerita tersebut.

Page 8: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

57

Tujuan tulisan ini adalah untuk mengemukakan tema, amanat, serta nilai-nilai budaya yang

terdapat dalam cerita "Basur". Selain itu, tulisan ini juga bertujuan ikut melestarikan warisan budaya

bangsa melalui kegiatan-kegiatan inventarisasi, peningkatan apresiasi melalui kritik sastra, serta

menyebarluaskan hasil-hasilnya kepada masyarakat.

Penelitian ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pada tema dan amanat disertai

analisis nilai-nilai budaya dalam cerita “Basur”. Analisis mengenai tema dan amanat dalam suatu cerita

tercermin mengenai tujuan dan makna dari cerita bersangkutan.

Setiap hasil cipta sastra mempunyai suatu tema. Tema merupakan gagasan, ide, pikiran utama,

atau pokok pembicaraan di dalam karya sastra. Tema dapat dirumuskan dalam suatu kalimat pernyataan

(Zaidan, dkk., 1994:203 – 2004). Di samping mengandung suatu tema, setiap cipta sastra mengandung

suatu amanat. Amanat adalah pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca baik secara

tersurat maupun tersirat melalui karyanya (Zaidan, dkk., 1994:27).

Banyak di antara karya sastra mengandung ide yang besar, pikiran yang luhur, pengalaman jiwa

yang berharga, pertimbangan-pertimbangan yang luhur tentang sifat-sifat baik dan buruk, rasa

penyesalan terhadap dosa, perasaan belas kasihan, pandangan kemanusiaan yang tinggi, dan

sebagainya. Dengan kata lain, di dalam karya sastra terkandung nilai-nilai budaya (Djamaris (ed.),

1994:17).

Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi kelakuan manusia. Sistem-sistem

kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma

semuanya juga berpedoman pada sistem nilai budaya karena nilai budaya itu sendiri terdiri atas

konsepsi-konsepsi yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang

mereka anggap bernilai dalam hidup (Koentjaraningrat, 1982:25).

Griya menggolongkan nilai budaya menjadi dua bagian yaitu (1) nilai objektif, dan (2) nilai

subjektif. Yang pertama merupakan sistem nilai yang hidup dalam pikiran sebagian dari masyarakat,

dan yang kedua merupakan sistem nilai yang ada dalma pikiran manusia individual. Yang kedua ini

merupakan superego dari struktur kepribadian seseorang individu (1984:6).

Page 9: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

58

Sesuai dengan tujuan tulisan ini, metode yang digunakan di dalamnya adalah metode deskriptif.

Unsur-unsur seperti tema, amanat, dan nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat “Basur”

dipaparkan sebagaimana adanya dalam teks cerita. Seluruh uraian mengenai nilai budaya yang terdapat

dalam cerita rakyat itu ditunjang dengan kutipan teks cerita yang mengacu pada nilai budaya yang di

dapat. Analisis tema dan amanat mengacu pada ringkasan cerita “Basur”.

Data yang digunakan dalam tulisan ini diperoleh dari buku Srombotan yang memuat sejumlah

sastra lisan Bali khususnya cerita rakyat yang berjenis magis. Cerita rakyat “Basur” yang dimuat dalam

buku Srombotan masih menggunakan bahasa daerah (bahasa Bali). Oleh karena itu, untuk melancarkan

penelitian ini digunakan teknik terjemahan sebagai alat bantu dalam melakukan analisis data.

2. Tema, Amanat, dan Nilai Budaya Cerita Rakyat Basur

2.1 Ringkasan Cerita

Tersebutlah seorang laki bernama I Nyoman Karang. Dia tinggal di sebuah dusun bernama

Dusun Sari. Istrinya telah lama meninggal dan kini I Nyoman Karang hidup dengan dua anak gadisnya,

masing-masing bernama Ni Sukasti dan Ni Rijasa. I Nyoman Karang termasuk orang tua yang disegani

dan dihormati oleh warga Dusun Sari. Kini beliau anaknya telah tumbuh menjadi dua orang gadis yang

sangat cantik dan menjadi kembang di dusunnya.

Kecantikan anak gadis I Nyoman Karang yang bernama Ni Sukasti didengar oleh seorang

pemuda berasal dari Dusun Santun bernama I Togaron. Pemuda itu adalah putra tunggal seorang duda

kaya bernama I Gede Basur. I Tigaron kemudian menyuruh orang tuanya untuk melamar Ni Sukasti.

Setelah tiba di rumah I Nyoman Karang, I Gede Basur dengan nada sombongnya langsung

mengemukakan tujuan kedatangannya, yaitu melamar Ni Sukasti menjadi menantunya. Lamaran itu

ditolak oleh Ni Sukasti karena dia sudah berpasangan dengan pemuda sekampung bernama I Tirta. I

Gede Basur marah mendengar penolakan itu. Tanpa permisi, I Gede Basur kemudian pulang dengan

penuh rasa dendam. Dalam perjalanan pulang, I Gede Basur telah merencanakan sesuatu agar dapat

membunuh Ni Sukasti secara perlahan-lahan.

Page 10: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

59

Setibanya di rumah, I Gede Basur menceritakan hasil perjalanannya ke rumah I Nyoman

Karang. I Tigaron sangat bersedih mendengar hal itu dan dia terus mengumpat sambil menyesali orang

tuanya. Hal itu membuat I Gede Basur berang dan malam itu pula, dia melaksanakan niat jahatnya yaitu

meneluh Ni Sukasti. sebagai akibat dari perbuatan I Gede Basur, Ni Sukasti jatuh sakit dan tiada yang

mampu mengobatinya. Setiap orang yang berusaha mengobatinya pasti mendapat celaka dan bahkan

ada yang meninggal. Kenyataan tersebut mengakibatkan I Nyoman Karang berusaha keras mencari

orang pintar atau dukun yang bisa mengobati putrinya.

Tersebutlah I Kaki Balian yang telah tersohor kemampuannya untuk mengobati segala penyakit.

Dukuh itulah yang berhasil menyembuhkan Ni Sukasti dan dia pula yang menjinakkan kemarahan I

Gede Basur.

I Gede Basur pulang dengan tangan hampa. Setibanya di dia melihat seorang gadis bernama Ni

Garu sedang merayu I Tigaron. Kekesalannya tidak berhasil meminang Ni Sukasti ditumpahkannya

kepada Ni Garu. I Gede Basur mengusir dan memperlakukan Ni Garu seperti binatang. Merasa dirinya

terhina, Ni Garu kemudian lari menuju sebuah kuburan. Di sanalah Ni Garu bersemadi serta memuja

Dewa yang bersemayam di kuburan tersebut. Ni Garu memohon diberikan kesaktian untuk

mengalahkan I Gede Basur. Doa dan permohonan Ni

dikabulkan oleh para Dewa. Berbekal ilmu yang dianugrahkan Dewa kepada dirinya, Ni Garu

kemudian menantang I Gede Basur. Terjadilah perang yang sangat dahsyat antara Ni Garu dan I Gede

Basur. Dalam pertarungan itu, I Gede Basur dibinasakan oleh Ni Garu.

2.2 Tema dan Amanat

I Gede Basur sangat sayang pada anaknya, I Tigaron. Oleh karena itu, ia memenuhi permintaan

anaknya melamar Ni Sukanti untuk dijadikan istri. Tetapi, lamaran itu ditolak oleh Ni Sukanti beserta

keluarganya. Penolakan itu menyebabkan I Gede Basur sangat marah, kemudian ia membencanai Ni

Sukasti dengan ilmu hitamnya. Usahanya itu ternyata tidak berhasil dengan baik. Rasa dendam akibat

penolakan lamarannya itu terus berlanjut dan ditumpahkannya kepada orang lain. Hal itu akhirnya

menjadi boomerang bagi I Gede Basur.

Page 11: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

60

Adapun tema cerita itu adalah memaksakan kehendak kepada orang lain adalah perbuatan yang

tidak baik karena bisa menjadi boomerang pada diri sendiri. Amanat yang ingin disampaikan lewat

cerita itu adalah jangan memaksakan kehendak kepada orang lain.

Pada kutipan di bawah ini akan terlihat hal-hal yang bersifat eksplisit maupun implisit mengenai

hak azasi yang melekat pada setiap orang untuk secara bebas menentukan pilihannya sendiri.

“Beli Gede, yan indik punika ja sane jagi arsaang Beli Gede, titiang during polih matari ring

pianak tiange. Sayuwakti ja ukudanipun titiang sane kuasa, nanging manahipun nenten titiang

uning”, kenten atur I Nyoman Karang (Srombotan, hlm. 24).

“Kak Gede, jika untuk memenuhi lamaran itu yang dimaksud, saya belum dapat memastikan

apakah diterima Ni Sukasti. Memang secara fisik saya berkuasa atas dirinya, tetapi tentang isi

hatinya sepenuhnya adalah miliknya yang tidak saya ketahui”, demikian kata I Nyoman Karang.

2.3 Nilai Budaya

(1) Menghargai Orang Lain (Tidak Memaksakan Kehendak pada Orang Lain)

Nilai budaya yang paling menonjol dalam cerita “Basur” ialah menghargai orang lain dalam hal

ini tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. I Gede Basur memaksa Ni Sukasti untuk menerima

I Tigaron menjadi suaminya. Oleh karena Ni Sukasti sudah mempunyai kekasih, ia menolak lamaran

tersebut. Merasa keinginannya tidak terpenuhi, I Gede Basur pergi dari rumah Ni Sukasti dengan

perasaan marah dan kesal. Kekesalan dan kemarahan I Gede Basur itu tertera dalam kutipan berikut.

Kesapa antuk I Nyoman Karang “Beh, Beli Gede dados nembe rauh mriki, napi wenten karyan

Beli. Yan pinih dados durus dnikayang ring titiang mangdane titiang tatas seuninga”.

Wawu kenten atur I Nyoman Karang raris kasaurin antuk I Gede Basur. “Aduh

Nyoman, yan buat ento saja pesan buka raos Nyomane, yan sing ada perlu duh kapan Beli teka

mai. Ada pesan ane lakar buatin Beli. Beli sanget pesan mapangidihan teken Nyoman, tuah

pianak Nyomanne ni Sukasti bakal anggon Beli mantu kapatemuang teken pianak beline, I

Tigaron. Cendek yan suba nyen saget ia ajaka dadua pada nyak adung makurenan, akuna ja suba

nelahang saupacarane beli tuara ngewehin. Jumah anak suba ada liu kadong nyen nelahang

ayuta eda suba keweh.

Page 12: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

61

Wawu nyantos amunika bebaosane I Gede Basur sareng I Nyoman Karang, jag tan pasangkan

mrika Ni Sukasti tur nyadcad I Gede Basur. Wewengan punika taler dane majaran nenten suka

mamatua ring I Gede Basur taler masomah ring I Tigaron santukan dane bisa ngliak.

Beh, tan erang jengah manah I Gede Basur sesampune mirengang baosne Ni Sukasti. Ngraris

dane budal tanpa pamit. Ring pantaraning margi mapaiguman dane sareng tututan dane, I

Pondel pacang nesti Ni Sukasti saking jumah mangdane Ni Sukasti padem, mangda kado

ngenggen soman (Srombotan, 24-25).

“I Nyoman Karang menyapa, “Wah, Kak Gede, tumben datang ke sini, perlu apa? Jika boleh

tahu, tolong jelaskan padaku agar aku mengetahuinya”.

Setelah I Nyoman Karang berkata demikian, I Gede Basur lalu menyahut, “Wah

Nyoman, tepat dugaanmu. Jika tidak ada keperluan, aku tidak akan kemari. Suatu hal yang

menyebabkan aku datang kemari. Aku ingin meminang anakmu yang bernama Ni Sukasti untuk

menjadi menantuku. Dia akan kunikahkan dengan Putraku, I Tigaron. Jika mereka cocok

sebagai suami-istri, segala biaya upacara pernikahannya akan kutanggung. Aku mempunyai

banyak harta dan engkau tidak usah khawatir.

Ketika I Basur sedang berbincang-bicang dengan I Nyoman Karang, Ni Sukasti datang dan

kemudian menghina I Gede Basur. Bahkan, dia mengatakan tidak bersedia kawin dengan I

Tigaron dan memiliki mertua seperti I Gede Basur yang suka mempelajari dan menerapkan

ilmu hitam.

Wah, I Gede Basur sangat marah mendengar penolakan Ni Sukasti. Dia kemudian

pulang tanpa permisi, di sepanjang perjalanan menuju rumahnya, I Gede Basur bersama I

Pondal memikirkan dan mencari suatu cara untuk membinasakan Ni Sukasti agar tidak jadi

menikah”.

Page 13: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

62

(2) Kebijaksanaan

Orangtua yang bijaksana senantiasa memikirkan nasib dan kebahagiaan putra-putrinya. Perilaku

ini dimiliki oleh tokoh I Nyoman Karang sebagai orang tua atau ayah Ni Sukasti. Sebagai seorang ayah,

I Nyoman Karang sangat memperhatikan kebahagiaan putrinya yang bernama Ni Sukasti. Ketika I

Gede Basur melamar Ni Sukasti agar bersedia dinikahkan dengan putra tunggalnya bernama I Tigaron,

I Nyoman Karang secara tegas mengatakan bahwa Ni Sukasti memang benar putrinya, tetapi masalah

jodoh dia tidak berhak menentukan. Untuk mendapatkan tambatan hati, I Nyoman Karang sepenuhnya

menyerahkan kepada putrinya. Sikap I Nyoman Karang yang amat bijaksana tersebut tersirat dalam

kutipan berikut.

Wawu kenten atur I Nyoman Karang raris kasaurin antuk I Gede Basur, “Aduh Nyoman yan

buat ento saja pesan buka raos nyomane, yan sing ada perlu duhkapan beli bakal teka mai. Ada

pesan ane lakar buatin beli. Beli sanget pesan mapangidihan teken Nyoman, tuan pinaka

Nyomane Ni Sukasti bakal anggon beli mantu kapatemuang teken pinaka beline I Tigaron…

“Beli Gede, yan indik punika ja sane jagi arsang Beli Gede, titiang durung polih matari

ring pianak titiange. Sayuwakti ja ukudanipun titiang sane kuasa, nanging manahipun nenten

titiang uning, “kenten atur I Nyoman Karang (Srombotan, 24).

“Ketika I Nyoman Karang berkata demikian, I Gede Basur kemudian menjawab, “Wah

Nyoman, dugaanmu sangat tepat. Jika tidak ada keperluan, aku tidak akan kemari. Ada sesuatu

hal yang menyebabkan aku kemari. Aku ingin meminang anakmu yang bernama Ni Sukasti

untuk menjadi menantuku. Dia akan kunikahkan dengan putramu, I Tigaron…

“Kakak Gede, jika hal itu yang Kakak inginkan, aku tidak berani dan berhak

memutuskan. Dia memang putriku, tetapi hatinya tidak bisa aku kuasai”, demikian kata I

Nyoman Karang.

(3) Tidak Mencela

Page 14: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

63

Nilai budaya ketiga dalam cerita “Basur” adalah tidak suka mencela dan meremehkan orang

lain. Mencela adalah salah satu sikap yang tidak terpuji. Sika ini dimiliki oleh tokoh I Gede Basur.

Selain itu, ia juga suka meremehkan kemampuan orang lain. Akibat dari sifatnya itu, akhirnya I Gede

Basur dapat dikalahkan oleh orang yang dicela dan diremehkannya bernama Ni Garu. Ni Garu ialah

seorang wanita yang buruk rupa dan tidak tahu apa-apa. Ni Garu pernah menjalin hubungan asmara

dengan I Tigaron. Sejak kenal dengan Ni Sukasti, ia kemudian dilupakan oleh I Tigaron. Namun

demikian, Ni Garu tetap mencari dan terus merayu I Tigaron. Melihat hal demikian, ayah I Tigaron

yang bernama I Gede Basur sangat marah. Ni Garu dihina dan dicaci oleh I Gede Basur. Dibandingkan

dengan kesaktian I Gede Basur, Ni Garu memang tidak ada apa-apanya. Ni Garu wanita yang sangat

lemah. Merasa dihina oleh I Gede Basur, NI Garu pergi membuang diri ke kuburan. Di situlah

kemudian ia mendapat anugrah dari Betari Durga berupa ilmu hitam yang hebat. Dengan ilmu

hitamnya itulah ia mengalahkan I Gede Basur.

Jag tanpasangkan I Gede Basur rauh tur nyingakin Ni Garu sedeng negak raris Ni Garu

katuding. “Nguda iba dini negak. Tuah ja I Tigaron layah, ene dongkange enemina. Ni Garu

jelema buduh, magedi iba cicing eda iba dini bakat sempal baong ibane. Jelen ibane dogen

pangenang nah. Nguda jag mai iba ngeresin. Sing ke iba tahu teken ibane kakah buina misi

tuma liu. Liat ibane cara meng buang komel buil dekil”

Sawetara sampun asirepan raris ipun ngeling ngajap-ajap dewan setrane . “Ratu Bhatari

raris tadang titiang apang enggal titiang mati santukan jangah titiang idup erang”.

Wawu kenten I Gede Basur jag malaib Ni Garu maid enceh keprat-keprit. Sampun

kanten katundung tur kaandupang asu. Sambilanga ngamolmol santukan jengah, sakit hati

nenten ipun kayun mulih malipetan jag nglalu pati ipun ka setrane, drika ipun pules melingkuh.

Sawetara sua masasambatan jag wenten anak rauh gede tegeh, putih nyentak, susune

lambih romane magambahan panjang maduluran pangandika, “Nyen ne padidian dini medem

malingkuh buina ngeling”.

Ni Garu raris ngaturang sembah, “Titiang mawasta Ni Garu. Titiang kaengarang. Titiang

katundung antuk I Gede Basur wau titiang nelokin I Tigaron. Yan tan i ratu sueca becikang

Page 15: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

64

pademang titiang iriki lek titiang malipetan malih. Becikang sampun titiang padem bandingang

kari idup nandang jengah”.

“Nah mendepang dewek ceninge meme bakal ngicen cening pangliakan ane madan Aras

Ijomaya. Mai malu paekang ibane. Selepang layahe bakal rajah meme.

… Dadine satus akutus liun bebaine. Sinah suba nyai saktinan teken I Gede Basur. Jani alih ia

matiang”, kenten pangandikan Betari Durga. Pamuputne kasor I Basur mayuda nglawan Ni

Garu (Srombotan, 30-31).

“Tiba-tiba I Gede Basur datang dan melihat Ni Garu sedang duduk merayu. “Mengapa kamu

duduk di sini, Anakku memang kelaparan, kiranya seekor kodok yang tengah menemani. Ni

Garu manusia gila, pergi kamu dari sini. Jika tidak, akan kutebas lehermu. Pikirkan saja

keburukanmu dan jangan mengusik kami. Rupanya kau tidak menyadari dirimu jelek, kulit

kasar dan kudisan, serta tatapan matamu seperti kucing yang sedang birahi”, kata I Gede Basur.

Ketika I Gede Basur berkata demikian, Ni Garu lari terbirit-birit sambil terkencing-

kencing. Dengan mulut berkomat-kamit karena marahnya, dan sakit hatinya terlampau dalam,

Ni Garu kemudian memutuskan tidak akan kembali ke rumah. Dia pergi semakin jauh dan

akhirnya tidur terlelap di tengah kuburan.

Tiba-tiba ia teringat akan nasibnya. Iapun menangis sambil memohon kepada dewa yang

bersemayam di kuburan itu. “Ratu Betari cepatlah binasakan hamba agar hamba lenyap dari

bumi ini karena hidup hamba tidak berguna lagi”.

Tidak lama kemudian, datanglah seorang wanita yang bertubuh tinggi besar, berambut

panjang dan sembari berkata, “Siapakah namamu. Mengapa engkau tidur di tempat ini?”.

Ni Garu kemudian menjawab, “Hamba bernama Ni Garu. Hamba telah dimarah dan

dihina. Hamba diusir oleh I Gede Basur ketika hamba menjenguk I Tigaron. Jika berkenan,

bunuhlah hamba. Hal itu lebih baik dari pada hidup menanggung malu”.

“Nah, berhentilah menangis !Aku akan memberi ilmu Aras Ijomaya kepadamu.

Mendekatlah dan julurkan lidahmu!... Ilmu tersebut berjumlah seratus delapan. Dengan

Page 16: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

65

demikian, engkau akan lebih sakti dari I Gede Basur. Kejarlah dia sekarang juga dan bunuhlah!

Demikian kata Betari Durga. Akhirnya, I Gede kalah melawan Ni Garu.

(4) Rendah hati (tidak sambong).

Sikap rendah hati atau tidak sombong adalah salah satu nilai budaya yang terdapat dalam cerita

"Basur". Sikap ini dimiliki oleh salah seorang tokoh bernama I Made Tanu. Sikap rendah hatinya

tampak ketika dia hendak melamar seorang gadis yang bernama Ni Sukasti yang akan dijodohkan

dengan anaknya bernama I Tirta, seperti kutipan berikut ini.

... Risedek Ni sukasti nolak pamadikane I Gede Basur, malih wenten tamiu ngrauhin

sakewanten pernah misan dane sane mawasta I Made Tanu sareng adinipun.

Kasapa antuk I Nyoman Karang, "Made, uli dija busan, apa ane buat raosang nang

tegarang tuturang teken beli apang beli nawang”.

Raris kasaurin antuk Made Tanu saha ature ngandap kasor, “Inggih beli tiang wantah

saking jumah mawina rauh meriki wantah jagi nglungsur paswecan beli wantah tiang nunas i

cening Ni Sukasti jagi patemuang tiang ring I Tirta. Inggih wantah punika pinunas tiang

ampurayang pisan tiang beli santukan tiang jlema nista tiwas, belog nenten uning ring basa

basita kewanten ampurayang… (Srombotan, 24).

“… Tatkala Ni Sukasti menolak lamaran I Gede Basur, dia didatangi kembali oleh tamu

yang bersaudara sepupu dengan ayahnya bernama I Made Tanu yang bersama adiknya.

I Nyoman Karang lalu menyapa, “Made, dari mana engkau, apa keperluanmu dan

cobalah Terangkan kepadaku agar aku mengetahuinya”.

Made Tanu kemudian menyahut, “Kakak, saya sengaja dari rumah menuju ke rumah

Kakak guna melamar putri kakak yaitu nanda Ni Sukasti yang hamba jodohkan dengan nanda I

Tirta. Demikianlah permohonan hamba. Sebelumnya maafkanlah dinda yang hina ini, tidak tahu

sopan santun, bodoh, dan tidak bisa berbahasa yang benar. Untuk semua itu mohon dimaafkan

… (Srombotan, 24).

Page 17: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

66

Demikianlah kerendahan hati I Made Tanu terhadap keluarga I Nyoman Karang. Hal tersebut

ternyata membuat kebanggaan tersendiri di hati Ni Sukasti dan kemudian memutuskan untuk menerima

lamaran yang diajukan oleh I Made Tanu.

3. Penutup

Berdasarkan seluruh uraian pada bagian pendahuluan dan bagian analisis dapat diperoleh

simpulan sebagai berikut.

a) Cerita rakyat “Basur” merupakan salah satu cerita rakyat yang cukup digemari oleh

masyarakat Bali karena sampai saat ini cerita itu sering dijadikan lakon dalam seni

pertunjukan drama, topeng, arja, dan prembon.

b) Tema dari cerita “Basur” adalah pemaksaan kehendak kepada orang lain. Hal tersebut

membuat boomerang pada diri si pelaku.

c) Adapun tema yang hendak disampaikan lewat cerita itu adalah jangan memaksakan

kehendak kepada orang lain.

d) Nilai-nilai bdaya yang terkandung dalam cerita “Basur” meliputi tidak memaksakan

kehendak kepada orang atau menghargai orang lain, kebijaksanaan, tidak mencela, dan

rendah hati (tidak sombong).

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, I Gusti Ngurah. 1976. Satua-satua sane Banyol ring Kasusastraan Bali. Singaraja : Balai

Penelitian Bahasa.

______. I Ketut Lama, dan IB Udara Naryana. 1988. Dongeng Panji dalam Kesusastraan Bali.

Denpasar : Baliologi.

Djamaris, Edwar. 1993. Sastra Daerah di Sumatra : Analisis Tema, Amanat, dan Nilai Budaya. Jakarta

: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

______. Editor. 1994. Sastra Daerah di Sumatra : Analisis Tema, Amanat, dan Nilai Budaya. Jakarta :

Balai Pustaka.

Griya, I Wayan. 1984. “Peranan Sistem Nilai dalam Pembangunan”, paper yang dibawakan dalam

Seminar Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara Baliologi Denpasar.

Kardji, I Wayan. 1990. Srombotan, Pupulan Satua Kawisesan utawi Pengliakan. Denpasar : Fakultas

Sastra Universitas Udayana.

Page 18: IHDN Denpasarsim.ihdn.ac.id/app-assets/repo/repo-dosen-062004055953-67.pdf · Peneliti an ini dipusatkan pada analisis struktur yang terbatas pad a tema dan amanat disertai analisis

67

Koentjaraningrat, 1982. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia.

Teeuw, A. 1982. Khasanah Sastra Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka.

Widyamartaya, A. 1991. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta : Kanisius.

Zaidan, Abdul Rozal, Anita K. Rustapa, Hani’ah. 1994. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : PT. Balai

Pustaka.