ii. identifikasi dan analisis data 2.1 tinjauan teori 2.1 ... · 10 mulai diperkenalkan kata...
TRANSCRIPT
Universitas Kristen Petra 9
II. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA
2.1 Tinjauan Teori
Tinjauan teori adalah suatu penelitian untuk mendapatkan penegasan
landasan teori secara menyeluruh mengenai subyek yang dibahas. Teori akan
memperoleh arti penting jika mampu menerangkan dan meramalkan banyak gejala
yang ada (Haditono, 1999).
2.1.1 Film Dokumenter
2.1.1.1 Pengertian Film Dokumenter
Dalam bukunya berjudul Introduction to Documentary, Bill Nichols (2001)
mengatakan bahwa film dokumenter tidak dapat didefinisikan secara gamblang
seperti di dalam kamus. Definisi dari dokumenter sendiri dapat berkaitan maupun
berlawanan antara seorang dengan yang lain. Dalam pengertian sederhana,
dokumenter memiliki arti eksperimental dan pelopor dalam perjalanan dunia
perfilman dunia. Film dokumenter bukanlah tiruan dari realita, melainkan
gambaran nyata mengenai dunia yang kita diami. “Documentary are what the
organizations and institutions that produce them make – dokumenter adalah apa
yang dibuat dan dihasilkan sendiri oleh organisasi-organisasi dan institusi-
institusi.” (Nichols, 2001, p.22)
2.1.1.2 Sejarah Film Dokumenter
Film dokumenter menggunakan bahasa Inggris pertama kali dibuat oleh
Robert Flaherty yang berjudul Nanook of the North. Film ini diambil di Kanada dan
dipublikasikan di Amerika pada tahun 1922, yang menampilkan realita kehidupan
suku Eskimo yang sebenarnya menurut sudut pandang Flahtery. Tujuan Flahtery
dalam membuat film ini adalah menyampaikan informasi kepada khalayak umum
yang hanya mengetahui sedikit atau bahkan tidak tahu sama sekali mengenai
keberadaan suku Eskimo. Nanook of the North berhasil menarik perhatian dunia,
sehingga dokumentasi maupun berita mengenai suku tersebut mulai bermunculan
dalam berbagai media. Dalam film kedua Flahtery yang berjudul Moana (1926)
Universitas Kristen Petra 10
mulai diperkenalkan kata ‘dokumenter’ oleh John Grierson, dimana ia menuliskan
tinjauannya mengenai film Moana dalam surat kabar The New York Sun yang
berbunyi demikian, ‘Of course, Moana being a visual account of events in the daily
life of Polynesian youth and his family, has documentary value – Tentu saja, Moana
menjadi nilai visual dari peristiwa yang terjadi dalam kehidupan seorang remaja
keturunan Polinesia dan keluarga, dengan nilai dokumenter didalamnya.’
Gambar 2.1 : Poster film Nanook of the North
Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Nanook_of_the_North
Film dokumenter memiliki peran penting dalam masa perang dunia sebagai
bentuk propaganda militer. Pada era modern, tujuan film propaganda dibuat erat
kaitannya dengan ilmu sosiologi, psikologi sosial, dan ilmu politik untuk menarik
massa, meskipun mengandung kata-kata berkonotasi negatif, tidak pernah dibuat
untuk sengaja menghina pihak manapun pada masa itu. Hal ini tentu membuat
‘derajat’ film dokumenter semakin diperhitungkan (McLane, 2005). Nama Frank
Capra melejit ketika ia berhasil membuat tujuh buah film seri bertemakan
propaganda dengan judul Why We Fight. Film dokumenter ini membuatnya
menjadi sutradara paling sukses pada masa itu selama kurang lebih 20 tahun bahkan
Universitas Kristen Petra 11
berhasil meraih penghargaan oscar. Setelah masa propaganda, kemunculan film-
film dokumenter semakin menjamur dengan konsep yang benar-benar spontan,
tanpa diatur dan menyajikan keseharian yang realistik.
Gambar 2.2 : Frank Capra, pembuat film Why We Fight
Sumber : http://www.biography.com/people/frank-capra-9237611
Perjalanan film dokumenter Indonesia baru dimulai pada tahun 1996
melalui film berjudul Anak Seribu Pulau karya Mira Lesmana dan Riri Riza. Film
ini merupakan film dokumenter pertama yang ditayangkan di televisi. Seiring
perkembangan film Indonesia, semakin banyak karya-karya yang dibuat, termasuk
Tino Sawunggalu yang membuat film dokumenter berjudul Student Movement in
Indonesia, berhasil menembus ranah bioskop. Bahkan saat ini Indonesia telah
memiliki kompetisi film dokumenter bergengsi yaitu Eagle Award Documentary
Competition yang dimulai pada tahun 2005.
Universitas Kristen Petra 12
Gambar 2.3 : Poster film Student Movement in Indonesia karya Tino Sawunggalu
Sumber : http://www.twn.org/catalog/pages/cpage.aspx?rec=1372&
2.1.1.3 Jenis Film Dokumenter
Bill Nichols dalam bukunya Introduction to Documentary menjelaskan
beberapa jenis film dokumenter, yaitu :
The Poetic Mode (Jenis bersajak/berpuisi) : Film dokumenter bersajak
memiliki ciri menampilkan visual dan audio yang dramatis. Jenis ini
umumnya digunakan untuk menceritakan sejarah dengan nuansa klasik,
dan karena memiliki banyak konten ‘berat’, jenis ini harus dapat
menampilkan unsur formal namun estetis.
The Expository Mode (Jenis menjelaskan) : Film dokumenter bersifat
penjelasan ini menekankan logika yang dikemas untuk memberikan
informasi kepada penontonnya melalui visual serta audio yang biasanya
merupakan argument kuat menggunakan nada menekan. Jenis ini sering
digunakan pada masa perang dunia dan propaganda.
The Observational Mode (Jenis observasi) : Film dokumenter observasi
menunjukkan dan memberikan kesan realis dari peristiwa yang telah
diteliti oleh pembuat sebelumnya. Obyek yang diteliti biasanya tidak
pernah diketahui pasti apa ataupun siapa, secara spontan saja langsung
dibuat film.
The Participatory Mode (Jenis partisipatif) : Film dokumenter
partisipatif menyajikan situasi yang dialami langsung oleh pembuat film
Universitas Kristen Petra 13
dan bagaimana keterkaitan situasi tersebut dengan obyek yang diteliti.
Jenis film ini biasa berbentuk wawancara.
The Reflexive Mode (Jenis refleksif) : Film dokumenter refleksif
menampilkan konten yang membahas isu-isu realisme kehidupan yang
bertujuan menimbulkan kesadaran diri ataupun pertanyaan refleksi
dalam benak penontonnya.
The Performative Mode (Jenis performatif) : Film dokumenter
performatif secara spesifik menunjukkan emosi dan ekspresi mengenai
realitas kehidupan manusia. Jenis film ini mirip dengan jenis bersajak,
namun dapat dibedakan dengan ketidak-dramatisannya.
2.1.1.4 Teknik Pengambilan Gambar
Menurut Bambang Semedhi dalam buku Sinematografi-Videografi,
terdapat beberapa teknik yang sudah umum digunakan untuk mengambil gambar
maupun video yaitu :
1. Teknik sudut pengambilan gambar :
Eye level
Pengambilan gambar eye level berarti sudut pandang kamera
sejajar dengan obyek yang memperlihatkan bagaimana
pandangan mata seseorang.
Frog level
Pengambilan gambar frog level berarti sudut pandang kamera
berada dibawah obyek hingga titik tertentu yang
memperlihatkan obyek akan menjadi lebih besar.
Bird-eye level
Pengambilan gambar bird-eye level berarti sudut pandang
kamera berada diatas obyek dengan ketinggian sesuai kebutuhan
yang memperlihatkan obyek akan menjadi lebih kecil.
High angle
Pengambilan gambar high angle berarti sudut pandang kamera
berada tepat diatas obyek, biasanya untuk menunjukkan kesan
kecil atau kerdil.
Universitas Kristen Petra 14
Low angle
Pengambilan gambar low angle berarti sudut pandang kamera
berada tepat dibawah obyek, biasanya untuk menunjukkan kesan
besar atau kuasa.
2. Aspek yang perlu diperhatikan dalam pengambilan gambar :
Komposisi
Pengaturan komposisi dalam suatu gambar harus diperhatikan
dengan baik agar perhatian penonton tepat berada pada obyek
yang ditonjolkan. Beberapa jenis komposisi yang biasa
digunakan adalah intersection of third (membagi layar menjadi
tiga), golden mean area (pengambilan gambar close up), dan
diagonal depth (pengambilan sudut diagonal untuk kesan tiga
dimensi).
Arah gambar
Penyusunan urutan gambar dalam film harus baik agar mampu
menyampaikan pesan yang diinginkan kepada penonton serta
memberikan alur cerita yang benar. Penyusunan urutan
disesuaikan dengan arah gambar yang diambil, bisa berdasarkan
arah mata obyek, arah gerak obyek, atau arah pembicaraan yang
terjadi.
Pergerakan gambar
Dalam proses pengambilan gambar, pergerakan terjadi oleh dua
hal yaitu pergerakan kamera dan pergerakan obyek serta dapat
dilakukan kamera dan obyek secara bersamaan.
Ukuran shot
Ukuran shot pada umumnya ada tiga yaitu close up
(pengambilan gambar dari dekat sehingga obyek terlihat besar
dan lebih detil), medium shot (pengambilan gambar seukuran
tubuh manusia), dan long shot (pengambilan gambar dari jauh
sehingga obyek terlihat lebih kecil dan memiliki pemandangan
disekitarnya).
Universitas Kristen Petra 15
2.2 Tinjauan Permasalahan Tentang Obyek dan Subyek Perancangan
2.2.1 Tinjauan Permasalahan
2.2.1.1 Sejarah Upacara Tiwah
Suku Dayak memiliki tradisi kepercayaan tersendiri yaitu kepercayaan
Kaharingan. Kaharingan adalah kepercayaan tradisional suku Dayak ketika agama
lain belum masuk ke Kalimantan. Istilah Kaharingan artinya tumbuh atau hidup,
dimana kepercayaan ini hidup dan tumbuh secara turun temurun dan dihayati oleh
suku Dayak.
Oleh pemerintah Indonesia, kepercayaan Kaharingan dimasukkan dalam
agama Hindu mengingat adanya persamaan dalam penggunaan benda-benda dalam
pelaksanaan ritual dan tujuan yang sama yaitu untuk mencapai Tuhan Yang Maha
Esa. Alasan lainnya, Hindu adalah agama tertua yang ada di Kalimantan dan
masyarakat suku Dayak percaya bahwa mereka sudah ada dan mendiami pulau
Kalimantan sebelum agama ada didunia sehingga mereka lebih condong jika
kepercayaan Kaharingan diintegrasikan ke agama Hindu, dan sekarang disebut
dengan agama Hindu Kaharingan. Penganut asli kepercayaan Kaharingan
sebenarnya tidak ingin kepercayaan leluhur suku Dayak ini diintegrasikan ke dalam
salah satu dari lima agama besar Indonesia, karena mereka menganggap bahwa
kepercayaan Kaharingan tidak sama dengan agama manapun. Namun di satu sisi,
agar dapat memiliki agama yang sah dan diakui pemerintah dalam kartu tanda
penduduk, masyarakat suku Dayak penganut kepercayaan Kaharingan sepakat
untuk berintegrasi ke agama Hindu.
Gambar 2.4 : Pelaksana ritual keagamaan yang disebut Basir
Sumber : dokumen pribadi
Universitas Kristen Petra 16
Kepercayaan Kaharingan memiliki beberapa tradisi keagamaan seperti
ibadah persembahyangan dan upacara Tiwah. Ibadah persembahyangan dilakukan
di Balai Basarah, dimana rangkaian acara ibadah kurang lebih sama seperti agama
lain pada umumnya. Masyarakat berkumpul, membaca kitab dan doa, serta
bernyanyi. Sedangkan upacara Tiwah adalah tradisi upacara pemakaman
masyarakat suku Dayak penganut kepercayaan Kaharingan dengan tujuan
mengantarkan arwah kerabat atau leluhur yang sudah meninggal dunia agar dapat
pergi ke tempat yang kekal dan abadi. Masyarakat suku Dayak juga memiliki tradisi
tato badan. Tradisi ini adalah salah satu keahlian seni masyarakat suku Dayak, baik
pria maupun wanita mentato beberapa bagian tubuhnya sebagai simbol status atau
identitas seseorang. Diyakini kelak setelah meninggal dan sampai ke surga melalui
upacara Tiwah, tato badan tersebut akan bersinar sehingga mereka dapat dikenali
oleh para leluhur di surga.
Gambar 2.5 : Ritual Muluh Gandang Garantung dalam upacara Tiwah
Sumber : dokumen pribadi
Tradisi ini diadakan besar-besaran dalam rentang waktu yang cukup lama
mulai dari persiapan hingga berakhirnya upacara karena ada berbagai macam
rangkaian acara yang harus dilakukan, tidak seperti upacara pemakaman pada
umumnya yang hanya didoakan lalu dimakamkan. Dalam rangkaian acaranya
terdapat begitu banyak tarian dan lagu yang dikumandangkan. Upacara ini tidak
pernah dilakukan di daerah perkotaan dikarenakan membutuhkan tempat yang luas
dan menggunakan banyak barang-barang tradisional yang dimiliki oleh masyarakat
Universitas Kristen Petra 17
suku Dayak asli yang tinggal di rumah adat di daerah pedalaman. Tradisi
keagamaan ini tentu tidak lepas dari nilai-nilai sakral yang dianut masyarakat suku
Dayak, yang juga mengandung nilai seni yang tinggi dan murni.
2.2.2 Fakta Lapangan
2.2.2.1 Hasil Wawancara
Berikut adalah hasil wawancara dengan narasumber salah satu masyarakat
suku Dayak penganut agama Kaharingan bernama bapak Dewin Marang pada hari
Minggu, 24 Januari 2016 pukul 12.40 WIB. Saat ini beliau tengah menjabat sebagai
Ketua Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan serta Wakil Ketua DPRD
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Menanggapi pertanyaan
mengenai asal usul suku Dayak dan kepercayaan Kaharingan, bapak Dewin
menjelaskan bahwa menurut keyakinan, suku Dayak adalah manusia pertama yang
diturunkan ke bumi oleh Yang Mahakuasa (Ranying Hatala Langit) di hulu sungai
Kahayan sehingga hampir semua manusia yang ada di pulau Kalimantan ini pada
awalnya menganut agama Kaharingan.
Beliau mengatakan bahwa sejak masuknya misi para penjajah dan
pengusaha, masyarakat suku Dayak mulai menganut agama lain yang masuk di
Kalimantan, namun penganut Kaharingan yang masih ada tidak pernah
mempermasalahkan hal itu, karena beliau yakin ikatan masyarakat suku Dayak
sangat kuat dan hal itu menjadi kebanggaan tersendiri sebagai suku Dayak.
Gambar 2.6 : Narasumber Dewin Marang
Sumber : dokumen pribadi
Universitas Kristen Petra 18
Perihal pembuatan film dokumenter mengenai tradisi keagamaan upacara
Tiwah, bapak Dewin menyatakan sangat berterimakasih kepada pihak-pihak yang
ingin mengangkat pemahaman yang benar mengenai tradisi upacara Tiwah.
Upacara Tiwah adalah upacara kematian tingkat akhir yang diyakini oleh segenap
penganut agama Kaharingan, bukan upacara adat suku Dayak. Beliau sangat
menganjurkan untuk mengekspos maupun meneliti tradisi tersebut selama tidak
menimbulkan suatu pelecehan atau kesalahpahaman mengenai upacara maupun
suku yang diangkat itu sendiri. Menurutnya selama digunakan benar-benar untuk
memperkenalkan kepada masyarakat luas, dengan catatan tidak boleh memihak
siapapun atau apapun, akan memberikan keuntungan bagi masyarakat sendiri untuk
dapat lebih mengenal budaya yang ada di Indonesia.
Di luar masyarakat Kalimantan, ada banyak sekali orang yang tertarik untuk
mempelajari dan mengekspos mengenai agama Kaharingan, namun yang
ditakutkan adalah jika penulis/pembuat salah menangkap sehingga membuat cerita
yang tidak benar tentu akan berakibat negatif bagi penganut Kaharingan. Banyak
sekali yang datang ke Kalimantan untuk mempelajari karena keunikan agama
Kaharingan, dimana terdapat unsur budaya dan adat yang berkembang dari
kepercayaan ini. Ditambahkan beliau, tingkat toleransi beragama dalam agama
Kaharingan sangat mungkin sulit ditiru oleh umat beragama lain.
Dalam rangkaian tradisi keagamaan upacara Tiwah, terdapat acara
pemakaman, acara muluh gandang garantung, tabuh pertama, tabuh kadue, dan
tabuh katelu, dipimpin oleh seorang basir (ahli agama Kaharingan). Yang diminta
melalui upacara adalah agar jiwa orang yang meninggal selamat sampai bertemu
dengan Yang Mahakuasa dan doa untuk keluarga yang masih hidup agar diberikan
rejeki. Upacara ini bisa juga disebut seperti upacara doa. Seperti yang sudah
dijelaskan, upacara ini merupakan upacara kematian kewajiban terakhir, sehingga
tidak semua orang dapat melaksanakannya. Jika banyak orang yang datang untuk
melihat upacara ini tentunya dapat membantu memajukan pariwisata daerah
melalui agama Kaharingan. Setiap tahun pasti ada pelaksanaan upacara, namun
tersebar di mana-mana dan agak sulit mengeksposnya karena lokasi yang cukup
Universitas Kristen Petra 19
sulit dijangkau. Bapak Dewin selaku perwakilan pemerintah daerah ingin sekali
agar hal ini bisa dipromosikan lebih baik agar memajukan pariwisata juga.
2.2.3 Data Visual
Gambar 2.7 : Ritual pemasangan gelang penolak bahaya oleh ketua acara
upacara Tiwah
Sumber : dokumen pribadi
Gambar 2.8 : Kegiatan Baramu, mengumpulkan bahan-bahan upacara
Sumber : dokumen pribadi
Universitas Kristen Petra 20
Gambar 2.9 : Bahan-bahan upacara yang diambil dari hutan diangkut menuju
rumah ketua acara
Sumber : dokumen pribadi
Gambar 2.10 : Tiang Sangkaraya sebagai tanda diadakannya upacara Tiwah
Sumber : dokumen pribadi
Universitas Kristen Petra 21
Gambar 2.11 : Ritual Mampendeng Sangkaraya
Sumber : dokumen pribadi
2.3 Analisis Masalah
2.3.1 Tinjauan 5W1H
2.3.1.1 What
Upacara Tiwah adalah tradisi upacara kematian tingkat akhir yang masih
dilakukan masyarakat suku Dayak penganut agama Kaharingan secara turun-
temurun, dimana dalam acara terdapat banyak unsur yang digunakan seperti tarian,
musik, doa, dan lain-lain.
Film dokumenter adalah film yang menyajikan fakta. Informasi yang
disampaikan didalamnya beragam, mulai dari pendidikan, hiburan, budaya, hingga
politik.
Informasi yang ingin disampaikan adalah mengenalkan serta menampilkan
momen saat melakukan salah satu tradisi keagamaan masyarakat suku Dayak
penganut agama Kaharingan di Kalimantan Tengah yaitu upacara Tiwah.
2.3.1.2 When
Tradisi upacara Tiwah diadakan hanya saat ada anggota keluarga yang
meninggal, biasanya orang-orang penting yang dihormati, akan dirancang pada
bulan Maret hingga April 2016.
Universitas Kristen Petra 22
2.3.1.3 Where
Tradisi upacara Tiwah sebenarnya dapat dilakukan dimana saja, namun
lebih sering dilakukan di daerah pedalaman karena merupakan kampung para
leluhur.
Perancangan film dokumenter tradisi upacara Tiwah masyarakat suku
Dayak penganut agama Kaharingan dilakukan di kota Kuala Kurun Kabupaten
Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
2.3.1.4 Who
Tradisi upacara Tiwah biasanya dilakukan oleh para pendeta dan tetua suku
agar diharapkan jiwa orang yang meninggal dapat tiba di surga dengan benar dan
tidak diganggu oleh apapun namun masyarakat luas dapat menyaksikannya.
2.3.1.5 Why
Tradisi keagamaan upacara Tiwah dilakukan untuk mengantar sekaligus
menghormati jiwa orang yang telah meninggal tersebut. Menurut kepercayaan
turun-temurun, jiwa orang meninggal harus diantarkan ke surga agar mereka tidak
tersesat.
Perancangan film dokumenter tradisi keagamaan upacara Tiwah suku
Dayak penganut agama Kaharingan bertujuan untuk mendokumentasikan salah satu
kekayaan budaya yang ada di Indonesia.
0
2.3.1.6 How
Proses perancangan film dokumenter tradisi upacara Tiwah suku Dayak
Ngaju Kalimantan Tengah hampir sama seperti film dokumenter pada umumnya,
mahasiswa akan terjun langsung ke daerah dan mendokumentasikan rangkaian
kegiatan yang diperlukan untuk membuat satu film utuh.
2.4 Simpulan
Pembuatan film dokumenter ini diharapkan dapat memberikan kesan yang
berbeda dibandingkan film lain yang ada. Serta tujuan untuk mengenalkan serta
menampilkan momen saat melakukan salah satu tradisi keagamaan masyarakat
Universitas Kristen Petra 23
suku Dayak penganut agama Kaharingan dapat terealisasi dengan baik dan
memberikan kesan yang baik bagi masyarakat yang menyaksikannya.
2.5 Usulan Pemecahan Masalah
Dengan mempertimbangkan masalah yang ada maka pembuatan film
dokumenter mengenai upacara Tiwah ini akan menggunakan konsep yang
menggabungkan foto dan video yang dikemas dalam film dengan gaya ilmiah
popular agar penonton lebih mudah memahami informasi yang ingin disampaikan.
Rangkaian acara didalam upacara Tiwah akan dijelaskan dengan lengkap sebagai
fokus dari isi film ini.