ii. kajian pustakadigilib.unila.ac.id/4259/14/bab ii.pdf · dalam perkembangannya syair tersebut...
TRANSCRIPT
11
II. KAJIAN PUSTAKA
Setiap penelitian memerlukan teori yang menjadi landasan atau merupakan tolak
ukur dalam pelaksaaan penelitian. Teori yang dimaksud adalah seperangkat
konsep, definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara
sistematik, melalui spesifikasi hubungan antarvariabel sehingga dapat berguna
menjelaskan dan meramal fenomena (Fred dalam Armina, 2013:17). Berarti,
sebuah teori merupakan seperangkat proposisi yang terdiri atas konsep-konsep
yang terdefinisikan dan saling terhubung, dan merupakan suatu cara pandang
mengenai fenomena, serta menjelaskan fenomena secara sistematis.
Kajian terhadap teori-teori yang akan dibahas berkaitan dengan hakikat sastra
lisan khususnya puisi, yaitu pengertian puisi, struktur puisi, fungsi puisi, jenis-
jenis puisi, dan nilai-nilai kebudayaan.
2.1 Hakikat Sastra Lisan
Berbicara mengenai sastra tidak akan terlepas dari hasil kreativitas masyarakat
penghasilnya. Sastra yang merupakan hasil kebudayaan turun-temurun suatu
daerah mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan
yang terkait dengan usaha menangkal efek negatif globalisasi. Sastra adalah
bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat (Jarkasi dalam Armina, 2013:18). Pemanfaatan bahasa dalam sastra
dapat dalam bentuk tulisan dan dapat pula dalam bentuk lisan.
12
Sastra lisan adalah salah satu bagian dari kebudayaan yang disampaikan melalui
bahasa yang indah dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Sastra tradisional
pada umumnya menggunakan bahasa lisan yang disebut tradisi lisan. Sastra
Melayu asli atau sastra tradisional adalah sastra yang hidup dan berkembang
secara turun-temurun, seperti mantra, pantun, teka-teki, dan cerita rakyat (Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1998:1). Tradisi lisan dapat dinyatakan
sebagai sastra lisan apabila tradisi lisan mengandung unsur-unsur estetik
(keindahan) dan masyarakat setempat juga menganggap bahwa tradisi itu sebagai
suatu keindahan (Hutomo, 1991:95)
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra lisan adalah salah
satu gejala kebudayaan yang terdapat pada masyarakat. Ragamnya pun sangat
banyak dan masing-masing ragam mempunyai variasi yang banyak pula. Isinya
dapat berupa peristiwa yang terjadi atau kebudayaan pemilik sastra tersebut.
Dengan demikian, sastra lisan mengandung nilai-nilai budaya masyarakat di mana
sastra itu tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai budaya yang dikandung dalam
sastra lisan adalah nilai-nilai budaya masa lampau yang dituturkan dari mulut ke
mulut. Sastra lisan merupakan gambaran kehidupan masa lampau, cerminan nilai-
nilai budaya pada masa lampau juga merupakan institusi dan kreasi sosial yang
menggunakan bahasa sebagai media (Shipley dalam Armina, 2013:20). Artinya,
sastra lisan adalah bagian khazanah pengungkapan dunia sastra tidak lepas dari
pengaruh nilai-nilai baru yang hidup dan berkembang pada masyarakat. Banyak
sastra tradisi lisan yang tidak lagi dikenal masyarakat, padahal bentuk ini
dipandang secara antropologis yang dibentuk oleh tradisi masyarakat. Ini berarti
13
pula bahwa terdapat nilai-nilai budaya yang pernah dianut oleh masyarakat
penciptanya.
2.2 Hakikat Syair dan Pepaccur
Syair adalah salah satu bentuk puisi lama. Syair berasal dari Persia dan dibawa
masuk ke Nusantara bersamaan masuknya Islam ke Indonesia. Kata atau istilah
„syair‟ berasal dari bahasa Arab yaitu syi’ir atau syu’ur yang berarti “perasaan
yang menyadari”, kemudian kata syu’ur berkembang menjadi syi’ru yang berarti
puisi dalam pengetahuan umum.
Dalam perkembangannya syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi
sehingga menjadi khas Melayu, tidak lagi mengacu pada tradisi sastra syair negeri
Arab. Penyair yang berperan besar dalam membentuk syair khas Melayu adalah
Hamzah Fansuri dengan karyanya, antara lain: Syair Perahu, Syair Burung Pingai,
Syair Dagang, dan Syair Sidang Fakir. Ciri-ciri syair antara lain: setiap baris
terdiri dari empat baris, setiap baris terdiri dari 8 s.d. 14 suku kata, bersajak aaaa,
semua baris adalah isi, bahasanya biasanya kiasan. (aldifima55.blogspot.com)
Pepaccur merupakan salah satu bentuk puisi yang biasanya digunakan untuk
menyampaikan pesan atau nasihat dalam upacara pemberian gelar adat
(adek/adok). Pepaccur terdiri atas sejumlah bait dan setiap bait terdiri dari empat
atau enam baris tergantung dari kebutuhan banyak atau sedikitnya pesan yang
ingin disampaikan. Jika dilihat secara global, struktur pepaccur digolongkan ke
dalam puisi tradisional berbentuk syair. Pepaccur tidak mempunyai sampiran,
semua baris dalam setiap bait merupakan isi. Pepaccur memiliki rima yang
berbeda dengan syair, rima pada pepaccur secara umum berpola abaa, abcabc.
14
Pepaccur berisi nasihat tentang berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan beragama (Sanusi, 1999:71).
Berdasarkan pembahasan di atas, pepaccur memiliki kemiripan dengan syair
karena pepaccur dan syair keseluruhan baitnya merupakan isi. Walaupun pepaccur
dalam keseluruhan baitnya merupakan isi tetapi pola rima pepaccur berbeda
dengan pola rima syair.
2.3 Pepaccur sebagai Tradisi Lisan/Puisi Rakyat/Sastra Lisan
Pepaccur sebagai ragam pantun masyarakat Lampung pepadun dialek O dapat
disebut sebagai tradisi lisan karena pepaccur memiliki ciri-ciri dari tradisi lisan
yang diungkapkan oleh ahli folklor. Ada sembilan ciri tradisi lisan, yaitu:
(1) penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan atau disertai
gerak isyarat dan alat bantu pengingat;
(2) bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam
bentuk standar, disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang
cukup lama (paling sedikti dua generasi);
(3) berada dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda;
(4) bersifat anonim;
(5) biasanya mempunyai bentuk berumus dan berpola;
(6) mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif;
(7) bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan
logika umum;
(8) menjadi milik bersama kolektif tertentu, setiap anggota kolektif yang
bersangkutan merasa memilikinya; dan
15
(9) pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga seringkali tampak kasar, dan
terlalu spontan (Danandjaya dalam Soetarno, 2008:12).
Tabel 2.1 Ciri Tradisi Lisan Besar dan Tradisi Lisan Kecil
No Tradisi Lisan Besar Tadisi Lisan Kecil
1 Merupakan tradisi budaya tengah Merupakan tradisi budaya pesisir
2 Berorientasi budaya keratin Berorientasi budaya kedaerahan
3 Terkait dengan seni klasik lain Berdiri sendiri sebagai sastra rakyat
4 Mencerminkan ideologi
kepercayaan “priyayi”
Mencerminkan kepercayaan mimpi-
mimpi “wong cilik”
5 Dikuasai dengan cara tepat Terkadang dikuasai dengan cara
tepat
6 Bersifat simbolik mendalam Muatan simboliknya kecil
7 Dikuasai lewat latihan terprogram Dikuasai secara intuitif samar-
samar
8 Variasinya dipindahkan lewat
filologi
Variasinya dipindahkan secara
etnografik
9 Bergantung teks Tidak bergantung teks
10 Ditampilkan dengan teks dan
memori
Ditampilkan rakyat dengan memori
saja
11 Bernilai seni tinggi dan formal Kurang bernilai seni dan keseharian
12 Banyak menggunakan bahasa Jawa
klasik
Kandungan bahasa Jawa klasiknya
kecil
13 Bahasa pertunjukkannya khas Bahasanya mendekati bahasa
sehari-hari
Pembagian dua ciri-ciri tradisi lisan di atas, berdasarkan pada masyarakat Jawa.
Konsep tersebut dipertimbangkan apabila hal ini diberlakukan pada konsepsi
sastra lokal daerah lainnya. Persamaan dan perbedaan konsep itu dapat ditemukan
dalam sastra lokal yang berbeda. Pantun sebagai tradisi lisan, ia tetap memiliki
nilai kesenian yang tinggi untuk daerah tertentu. Pantun juga milik kolektif, ia
juga dipelihara dan diaktifkan oleh masyarakat pemiliknya. Oleh sebab itu, pantun
juga dapat disebut sebagai puisi rakyat yang dilahirkan dan disebarkan oleh
masyarakat (Sukatman, 2009:5)
16
Puisi rakyat merupakan bagian dari folklor Indonesia. Folklor lisan terbagi dalam
enam bentuk, yaitu (1) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat
tradisional, dan gelar kebangsawanan, (2) ungkapan seperti pribahasa, pepatah,
pemeo, (3) pertanyaan tradisional (teka-teki), (4) puisi rakyat seperti pantun,
gurindam, dan syair, (5) cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng,
dan (6) nyanyian rakyat. Berdasarkan pada pertimbangan folklor lisan tersebut
menunjukkan bahwa pepaccur masuk pada bentuk empat dan enam yakni kategori
puisi rakyat dan nyanyian rakyat dalam bentuk pantun (Danandjaja dalam Malik,
2012: 17)
Sastra lisan adalah karya sastra yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke
mulut secara turun temurun. Sementara ciri-ciri sastra lisan adalah (1) lahir dari
masyarakat yang polos, belum mengenal huruf, dan bersifat tradisional; (2)
menggambarkan budaya milik kolektif tertentu yang tak jelas siapa penciptanya;
(3) lebih menekankan aspek khayalan ada sindiran, jenaka, dan terkesan
mendidik; (4) saling melukiskan tradisi kolektif tertentu (Endraswara, 2011:151).
Hal-hal tersebut hampir sama dengan pepaccur yakni memiliki ciri tersendiri
dalam penampilannya, di antaranya:
(1) pepaccur merupakan puisi rakyat yang diciptakan dan ditampilkan oleh
tukang Pepaccur secara tunggal atau bersama-sama dan diiringi musik yang
dimainkan oleh tukang Pepaccur sendiri;
(2) pepaccur sebagai nyanyian rakyat dengan diiringi alat musik;
(3) pepaccur ditampilkan diiringi kulintang/rebana oleh dua atau tiga orang,
yakni tukang Pepaccur dan tukang tabuh kulintang /rebana; dan
17
(4) pepaccur ditampilkan untuk acara pemberian gelar adat pernikahan Lampung
pepadun dan kerabat-kerabat pada masyarakat Lampung pepadun.
Ragam sastra lisan Lampung menjadi lima jenis, yaitu sesikun/sakiman
(peribahasa), seganing/teteduhan (teka-teki), memang (mantra), warahan (cerita
rakyat), dan puisi (Sanusi, 1996:2).
Puisi Lampung terdiri dari lima jenis puisi, yaitu (1) paradinei/paghadini adalah
puisi Lampung yang biasa digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat
berlangsungnya pesta pernikahan secara adat. Paradinei/paghadini diucapkan juru
bicara masing-masing pihak, baik pihak yang datang maupun yang didatangi.
Sasaran umum isi Paradinei/paghadini berupa tanya jawab tentang maksud atau
tujuan kedatangan; (2) pepaccur/pepaccogh/wawancan adalah salah satu jenis
sastra lisan Lampung yang berbentuk puisi yang lazim digunakan untuk
menyampaikan pesan atau nasihat dalam upacara pemberian gelar adat
(adek/adok); (3) pantun/Segata/Adi-adi adalah salah satu jenis puisi Lampung
yang di kalangan etnik Lampung lazim digunakan dalam acara-acara yang
sifatnya bersukaria, misalnya pengisi acara muda-mudi nyambai, miyah damagh,
kedayek; (4) bebandung adalah puisi Lampung yang berisi petuah-petuah atau
yang berkenaan dengan agama Islam; dan (5) wayak/ringget/pisaan/dadi/highing-
highing/ngehahaddo/hahiwang adalah puisi tradisi Lampung yang lazim
digunakan sebagai pengantar acara adat, pelengkap acara pelepasan pengantin
wanita ke tempat pengantin pria, pelengkap acara tarian adat (cangget), pelengkap
acara muda-mudi (nyambai, miyah damagh, kedayek), senandung saat
meninabobokkan anak, dan pengisi waktu bersantai.
18
Berdasarkan pengelompokkan sastra lisan di atas, maka pepaccur dapat disebut
sebagai sastra lisan, puisi rakyat, puisi lisan, puisi berlagu atau puisi beriring.
2.4 Struktur Puisi
Pepaccur merupakan karya seni sastra dalam bentuk puisi lisan. Pepaccur berisi
ungkapan orang yang berpepaccur sebagai representasi kebudayaan masyarakat
lokal Lampung Pepadun dialek O saat pemberian gelar dalam upacara adat. Teks
pepaccur mempunyai struktur sebagaimana puisi pada umumnya. Struktur atau
elemen dari puisi terdiri atas pilihan kata (diction) dan susunan kata (sintax),
bunyi (sound), dan perhentian (pause), imaji (image), dan bahasa kiasan
(language of figures) (Wolosky dalam Malik, 2012:34).
Taylor membagi struktur puisi terdiri atas pola bahasa (patterns of language),
bahasa kiasaan (language of speech), irama (rhythm), dan pola bunyi (sound
patterning). Unsur-unsur intrinsik puisi mencakup diksi, gaya bahasa, pencitraan,
nada suara, ritme, rima, bentuk puisi, aliterasi, asonansi, konsonansi, hubungan
makna, dan bunyi (Siswantoro, 2010:63).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka struktur puisi dalam pepaccur
sebagai sastra lisan yang akan dianalisis adalah (1) rima, (2) irama, (3) nada, (4)
kerangka pepaccur, (5) pilihan kata, (6) bait, dan (7) gaya bahasa.
2.4.1 Rima
Rima (rhyme) pada umumnya merupakan pengulangan bunyi yang sama untuk
membentuk musikalitas. Rima tidak saja mengedepankan bunyi yang artistik
melainkan juga gagasan yang dipancarkan melalui kata-kata yang dipilih oleh
19
penyair. Rima merupakan permainan kata yang berefek keindahan. Rima terdiri
atas beberapa jenis, yaitu (1) rima akhir (end-rhyme) dan (2) rima dalam (internal-
rhyme).
2.4.2 Irama
Irama/ritme berasal dari bahasa Yunani rheo yang berarti gerakan-gerakan air
yang teratur, terus-menerus, dan tidak putus-putus (mengalir terus) sedangkan
metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap dan metrum bersifat statis
(Waluyo, 1987:94).
Irama dalam bahasa asing yaitu rhythm (ing), ritme (ind). Irama dalam bahasa
adalah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa
dengan teratur. Secara umum dapat disimpulkan bahwa irama itu pergantian
berturut-turut secara teratur.
Irama dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Metrum
metrum jambis, tiap kaki sajak terdiri dari sebuah suku kata tak bertekanan
diikuti suku kata yang bertekanan metrum anapes, tiap kaki sajak terdiri dari
tiga suku kata yang tak bertekanan diikuti suku kata yang tak bertekan,
kemudian diikuti suku kata yang bertekanan. Metrum trochee atau trocheus,
tiap kaki sajaknya terdiri dari suku kata yang bertekanan diikuti suku kata yang
tak bertekanan.
2. Ritme
Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma
sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
20
Timbulnya irama dalam puisi disebabkan (1) perulangan bunyi berturut-turut dan
bervariasi, misalnya sajak akhir, asonansi, dan aliterasi, (2) adanya paralelisme-
paralelisme, ulangan-ulangan kata dan ulangan-ulangan bait, (3) adanya tekanan
kata yang bergantian keras lemah, yang disebabkan oleh sifat-sifat konsonan dan
vokalnya atau panjang pendek kata juga disebabkan oleh kelompok-kelompok
sintaksis: gatra atau kelompok kata.
Fungsi irama dalam puisi adalah agar puisi terdengar merdu, mudah dibaca, dan
menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tak terputus dan terkonsentrasi
sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji-imaji) yang jelas dan hidup,
menimbulkan pesona atau daya magis.
2.4.3 Nada
Nada (tone) merupakan sikap penyair terhadap pembaca. Dalam teks puisi
terdapat komunikasi antara penyair dan pembaca. Waluyo mengemukakan bahwa
nada terkait dengan sikap penyair terhadap pembaca. Penyair bersikap menggurui,
menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan
sesuatu kepada pembaca (Waluyo, 1987:125).
Nada disebut juga suasana. Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca, apakah
dia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau hanya
menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sedangkan suasana adalah akibat
psikologis yang ditimbulkan puisi terhadap pembaca. Misalnya, nada duka yang
diciptakan penyair menimbulkan suasana iba di hati pembaca. Nada religius
menimbulkan suasana khusyuk.
21
2.4.4 Kerangka Pepaccur
Kerangka pepaccur terdiri dari rangkaian baris-baris yang membentuk bait,
masing-masing bait merupakan bait pembuka, bait isi, dan bait penutup. Dalam
bait pembuka pepaccur mengandung ucapan salam dan permohonan maaf. Bait isi
mencakup beragam variasi pepaccur yang dapat dilihat maksud atau tujuan
pemberian pepaccur. Bait penutup pepaccur ditandai dengan ungkapan atau
pernyataan pepaccur sudah akan selesai atau bait penutup bisa juga berisi
permohonan maaf dan pesan/amanat bagi pendengar.
2.4.5 Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan kata (diction) merupakan salah satu unit dasar dalam membangun sebuah
puisi. Pilihan kata dalam puisi mempertimbangkan aspek bunyi, makna, hubungan
sintaksis, dan nilai estetika. Penyair atau tukang pantun bebas menggunakan kata
tetapi diikat oleh bentuk puisi seperti irama (Siswantoro, 2010:63).
Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh
hubungan kata-kata itu. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan
kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi
juga meliputi fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan (Keraf, 2008: 22-23).
Seorang pengarang ketika menentukan suatu kata dalam menulis, ternyata tidak
asal dalam memilih kata, namun demikian kata yang akan dipilih itu akan diikuti
dengan berbagai hal yang melingkupinya. Hal tersebut menyangkut dimana,
kapan, dan tujuannya apa menggunakan kata tersebut. Semua itu dimaksudkan
22
untuk memberi corak atau warna agar menarik perhatian pembaca, dengan syarat
maksud atau pesan yang ingin disampaikan pengarang itu bisa tersampaikan.
Gagasan atau ide yang dituangkan, baik itu dalam bentuk tulisan maupun dalam
bentuk lisan memerlukan kosa kata yang luas tetapi tidak asal memasukan kosa
kata yang dimiliki dalam tulisan. Diksi atau pilihan kata adalah kemampuan
seseorang membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan
yang ingin disampaikannya, dan kemampuan tersebut hendaknya disesuaikan
dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan
pendengar atau pembaca. Diksi atau pilihan kata selalu mengandung ketepatan
makna, kesesuaian situasi dan nilai rasa yang ada pada pembaca atau pendengar
(Widyamartaya, 1990: 45).
Tiga kesimpulan utama mengenai diksi, yaitu (a) pemilihan kata atau diksi
mencakup pengertian kata-kata mana yang akan dipakai untuk menyampaikan
suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau
menggunakan ungkapanungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik
digunakan dalam situasi, (b)pilihan kata atau diksi adalah kemampuan
membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin
disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok)
dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar, dan
(c) pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan
sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang
dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan
kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa (Keraf, 2008: 24).
23
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
diksi adalah pemilihan kata dan penggunaan kata secara tepat dengan ide atau
gagasan untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin disampaikan kepada
orang lain dan dinyatakan dalam suatu pola kalimat baik secara lisan maupun
secara tertulis untuk memunculkan fungsi atau efek tersendiri bagi pembaca.
Diksi merupakan salah satu cara yang digunakan pengarang dalam membentuk
karya sastra agar dapat dipahami pembaca atau pendengar. Ketepatan pemilihan
kata akan berpengaruh dalam pikiran pembaca tentang isi karya sastra, jenis diksi
menurut Keraf, (2008: 89-108) adalah sebagai berikut.
a) Denotasi adalah konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna itu
menunjuk kepada konsep, referen atau ide). Denotasi juga merupakan batasan
kamus atau definisi utama sesuatu kata, sebagai lawan daripada konotasi atau
makna yang ada kaitannya dengan itu. Denotasi mengacu pada makna yang
sebenarnya.
b) Konotasi adalah suatu jenis makna kata yang mengandung arti tambahan,
imajinasi atau nilai rasa tertentu. Konotasi merupakan kesan-kesan atau
asosiasi-asosiasi, dan biasanya bersifat emosional yang ditimbulkan oleh
sebuah kata di atas batasan kamus atau definisi utamanya. Konotasi mengacu
pada makna kias atau makna bukan sebenarnya.
c) Kata abstrak adalah kata yang mempunyai referen berupa konsep, kata
abstrak sukar digambarkan karena referensinya tidak dapat diserap dengan
panca indra manusia. Kata-kata abstrak merujuk kepada kualitas (panas,
dingin, baik, buruk), pertalian (kuantitas, jumlah, tingkatan), dan pemikiran
24
(kecurigaan, penetapan, kepercayaan). Kata-kata abstrak sering dipakai untuk
menjelaskan pikiran yang bersifat teknis dan khusus.
d) Kata konkret adalah kata yang menunjuk pada sesuatu yang dapat dilihat atau
dirasakan oleh satu atau lebih dari pancaindra. Kata-kata konkret menunjuk
kepada barang yang aktual dan spesifik dalam pengalaman. Kata konkret
digunakan untuk menyajikan gambaran yang hidup dalam pikiran pembaca
melebihi kata-kata yang lain. Berikut ini contoh kata konkret yang diambil
dari salah satu kutipan geguritan yang bertema pengalaman pada media
massa.
e) Kata umum adalah kata yang mempunyai cakupan ruang lingkup yang luas.
Kata-kata umum menunjuk kepada banyak hal, kepada himpunan, dan kepada
keseluruhan.
f) Kata khusus adalah kata-kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan
yang khusus dan konkret. Kata khusus memperlihatkan kepada objek yang
khusus.
g) Kata ilmiah adalah kata yang dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam
tulisan-tulisan ilmiah.
h) Kata populer adalah kata-kata yang umum dipakai oleh semua lapisan
masyarakat, baik oleh kaum terpelajar atau oleh orang kebanyakan.
i) Jargon adalah kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu,
dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok
khusus lainnya. Berikut ini contoh kata-kata jargon yang diambil dari salah
satu kutipan artikel pada media massa bertopik kesehatan.
25
j) Kata slang adalah kata-kata nonstandard yang informal, yang disusun secara
khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan, kata slang juga
merupakan kata-kata yang tinggi atau murni.
k) Kata asing ialah unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing yang masih
dipertahankan bentuk aslinya karena belum menyatu dengan bahasa aslinya.
2.4.6 Bait
Bait (stanza) adalah kumpulan baris-baris yang tersusun secara teratur, dengan
struktur tetap, konsisten, dan harmonis. Bait adalah satu kesatuan dalam puisi
yang terdiri atas beberapa baris. Fungsi bait adalah membagi puisi menjadi bab-
bab pendek. Selain itu, bait juga berfungsi untuk memisahkan topi-topik atau ide-
ide yang diekspresikan dalam suatu puisi.
Pada umumnya puisi dibangun baitnya berdasarkan skema rima. Jumlah baris
dalam setiap bait bervariasi. Bait yang terdiri dari dua baris disebut kuplet
(couplet). Untuk bait yang terdiri dari tiga baris disebut triplet. Kemudian bait
puisi yang terdiri dari empat baris disebut kuatrain (quatrain). Bait yang terdapat
dalam pepaccur ada quatrain ada yang terdiri dari enam baris tetapi umumnya
berbentuk kuatrain dengan skema ab/ab atau aa/aa dan yang terdiri dari enam
baris berskema abc/abc.
2.4.7 Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan salah satu unsur dari sebuah puisi. Gaya bahasa adalah
cara khas menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan. Dalam
puisi, penyair berusaha menyampaikan ide, perasaan, dan pikirannya dengan
menggunakan bahasa yang dibuat sedemikian rupa sehingga tampak indah dan
26
penuh makna. Oleh karena itu, untuk dapat membaca, memahami, memaknai,
menganalisis, dan mengajarkan puisi dengan baik, kita harus memahami gaya
bahasa tersebut.
Gaya bahasa adalah perihal memilih dan mempergunakan kata sesuai dengan isi
yang mau disampaikan. Gaya bahasa adalah pernyataan dengan pola tertentu
sehingga mempunyai efek tersendiri terhadap pembaca dan pendengar (Nata
Wijaya, 1986:73).
Gaya bahasa disebut juga dengan majas. Majas (figure of speech) merupakan
bagian terpenting dalam puisi. Penyair menyampaikan pesan dalam bentuk
simbolik. Untuk menangkap pesan-pesan pembaca atau pendengar dipadu dengan
bahasa kiasan. Bahasa kiasan berbentuk ungkapan-ungkapan dalam tataran makna
konotatif. Majas terbagi dalam empat jenis, yaitu (1) majas pertentangan,
misalnya “ada waktu untuk datang, ada waktu untuk pergi”; (2) majas identitas
mencakup perumpamaan dan metafora, misalnya “anak itu bodoh seperti kerbau”;
(3) majas kontinguitas, misalnya dalam bentuk metonimia dan sinekdoke; dan (4)
majas simbolik, misalnya lampu merah tanda lalu lintas bermakna berhenti
(Luxemburg dalam Malik, 2012:39)
2.5 Fungsi Puisi
Untuk memahami karya sastra secara utuh baik itu sastra tulis atau pun sastra
lisan dipandang perlu untuk mengetahui fungsi sastra itu sendiri. Sastra itu adalah
sesuatu yang indah dan bermanfaat (dulce et utile). Sastra dapat berfungsi sebagai
hiburan (pleasure) dan juga memberi pelajaran (intraction). Kedua fungsi ini
tidak terpisah sendiri-sendiri melainkan menyatu atau bergabung dalam dunia
27
sastra. Sastra lama dapat berfungsi sebagai hukum, adat istiadat, tradisi, bahkan
juga sebagai doktrin. Memahami karya sastra pada gilirannya merupakan
pemahaman terhadap nasihat dan peraturan, larangan dan anjuran, kebenaran yang
harus ditiru dan kejahatan yang harus ditolak, dan sebagainya (Ratna, 2007:438).
Sastra lisan sebagai pertunjukan pada masyarakat Sunda berfungsi untuk (1)
memohon keselamatan atau tolak bala (ngaruwat), seperti kelancaran persalinan
atau ada anggota keluarga yang sakit dan (2) mengundang kekuatan adikodrati
(supranatural), untuk menolong manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan
yang dinilai tidak dapat diatasi dengan kemampuan manusiawi (Sumardjo,
2007:185).
Fungsi dari sastra lisan Lampung adalah 1) untuk mengungkapkan pikiran, sikap,
dan nilai-nilai kabudayaan masyarakat Lampung; 2) penyamapian gagasaan untuk
mendukung pembangunan manusia seutuhnya; 3) pendorong untuk memahami,
mencintai, dan membina kehidupan baik; 4) pemupuk persatuan dan saling
pengertian antarsesama; 5) penunjang pengembangan bahasa dan kebudayaan
lampung; dan 6) penunjang pengembangan bahasa dan sastra Indonesia (Sanusi,
1999:8).
Pepaccur juga berfungsi sebagai sarana menyampaikan isi hati (berupa nasehat,
doa, dan harapan), sarana memperkenalkan unsur-unsur budaya lampung (seperti
sistem pengetahuan, sistem religi, dan kesenian (Armina, 2013:199).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, konsepsi yang terkait dengan fungsi sastra
lisan tersebut akan digunakan juga untuk memahami bagaimana fungsi pepaccur
28
pada masyarakat Lampung pepadun. Fungsi ini dilihat dari ranah isi, dan pendapat
masyarakat atau tokoh masyarakat terhadap fungsi pepaccur itu sendiri.
2.6 Jenis-Jenis Syair
Penjenisan syair berdasarkan isi syair, artinya isi sebuah syair menentukan jenis
syair tersebut. Syair ada beberapa jenis, yaitu syair panji, syair romantis, syair
kiasan, syair sejarah, dan syair agama.
Syair panji menceritakan tentang keadaan yang terjadi dalam istana dan keadaan
orang-orang yang berasal dari istana. Syair romantis berisi tentang percintaan
yang biasanya terdapat pada cerita alipur laram hikayat, maupun cerita rakyat.
Syair kiasan berisi tentang percintaan ikan, burung, bunga, atau buah-buahan.
Percintaan tersebut merupakan kiasan atau sindiran terhadap peristiwa tertentu.
Syair sejarah adalah syair yang berdasarkan peristiwa sejarah. Sebagian besar
syair sejarah berisi tentang peperangan. Syair agama merupakan syair terpenting.
Syair agama dibagi menjadi empat, yaitu (a) sufi, (b) syair tentang ajaran Islam,
(c) syair riwayat cerita nabi, dan (d) syair nasihat (aldifima55.blogspot.com).
2.7 Nilai-Nilai dalam Pepaccur
Sebagai makhluk yang berbudaya, manusia dituntut untuk mampu menggunakan
pola pikirnya dalam membedakan hal yang baik dan yang buruk. Nilai nantinya
akan mengarah pada suatu pernyataaan yakni sebuah kebaikan, walaupun kedua
hal tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Nilai merupakan merupakan
standard untuk mempertimbangkan dan memilih prilaku apa yang pantas atau
tidak baik dilakukan. Nilai merujuk pada tuntutan yang merujuk pada hal yang
29
baik, benar, indah, dan adil sedangkan kebaikan merupakan hal-hal yang ideal
yang harus dilakukan oleh manusia.
Terkait dengan masalah nilai-nilai kebudayaan dalam pepaccur maka di dalamnya
akan membahas tentang apa itu nilai dan apa itu kebudayaan. Kebudayaan adalah
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009:144).
Kebudayaan merupakan segala gejala kemanusiaan bisa mengacu pada sikap,
konsepsi, ideologi, kebiasaan, karya kreatif, dan sebagainya. Secara konkret
kebudayaan bisa mengacu pada adat istiadat, bentuk-bentuk tradisi lisan, karya
seni, bahasa, pola interaksi, dan sebagainya (Maryaeni, 2005:21).
Dari beberapa penjelasan ahli di atas mengenai kebudayaan, dapat memperkuat
pemahaman bahwa pepaccur merupakan produk budaya, hasil karya masyarakat,
dan hasil kreatif dari masyarakat Lampung Pepadun. Nilai budaya merupakan
konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagaian besar
dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup
sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi
pada kehidupan para warga masyarakat (Koentjaraningrat, 2009:153).
Karangan kebudayaan suatu suku bangsa disusun menurut kerangka etnografi
yang mencakup (1) sistem teknologi, (2) sistem mata pencaharian, (3) sistem
kemasyarakatan, (4) bahasa, (5) sistem pengetahuan, (6) kesenian dan (7) sistem
religi. Seni mempunyai unsur indah, halus, kreatif, melankolis, ada nilai
kebenaran, ada kompetensi, nilai riang, disiplin, dinamis, dan lain-lain.
30
Lapangan kesenian dibagi menjadi dua bagian, yaitu seni rupa dan seni suara.
Seni rupa atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata yang
mencakup seni patung, seni relief, seni lukis dan gambar, dan seni rias. Seni
musik atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga mencakup vokal
atau menyanyi, instrumental atau dengan alat bunyi-bunyian, seni sastra lebih
khusus terdiri dari prosa dan puisi (Koentjraningrat, 2009:298).
Berdasarkan hasil pembagian lapangan kesenian maka, pepaccur dikelompokan
pada seni sastra, yaitu jenis puisi lisan atau syair. Sistem nilai budaya adalah suatu
rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian
besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap mempunyai
makna penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yag dianggap remeh dan
tidak berharga dalam hidup. Dalam kehidupan bermasyarakat, nilai akan terkait
dengan sikap. Kedua hal ini lah yang nantinya akan membentuk arah dan tingkah
laku dari seorang manusia.
Nilai budaya daerah tentu saja bersifat partikularistik, artinya khas berlaku umum
dalam wilayah budaya suku bangsa tertentu. Sehubungan dengan hal itu, di dalam
manifestasinya secara konkret nilai budaya itu mencerminkan stereotif tertentu,
misalnya orang Jawa diidentifikasikan sebagai orang yang santun, bertindak
pelan-pelan, rendah hati (low profile), dan halus tutur katanya. Kekhasan nilai
budaya daerah dan perilaku praktisnya itu tentu saja secara relatif berbeda dengan
kekhasan nilai budaya suku bangsa lain, misalnya stereotif orang Jawa tentu
berbeda dengan stereotif orang Batak.
31
Mengenai hubungan antara nilai budaya dengan sastra, dalam karya sastra
terdapat bermacam-macam nilai. Nilai yang dimaksud adalah a) nilai hendonik,
yaitu nilai hiburan dan kesenangan; b) nilai artistik, yaitu nilai yang lebih
menekankan pada seni atau keterampilan; c) nilai etis, moral, religios, yaitu yang
lebih menekankan pada segi masalah norma, tentang kebaikan, dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa; d) nilai praktis, yaitu lebih menekankan pada
fungsi atau kegunaan sastra dalam kehidupan sehari-hari (Tarigan, 1986:194).
Karya sastra dapat memberikan hiburan, memanifestasikan suatu seni atau
keterampilan, juga dapat memancarkan ajaran-ajaran etika, moral, dan religius,
serta praktis karena dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai
dalam karya sastra dapat diserap oleh penikmat sastra jika ia telah dapat
pengalaman dalam menikmati karya sastra yang telah dibacanya. Dengan kata
lain, hanya pembaca yang berhasil mendapatkan pengalaman sastra saja yang
dapat memeroleh nilai-nilai atau manfaat dalam sastra.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa pepaccur merupakan hasil produk
budaya masyarakat Lampung Pepadun yang harus diperhatikan kelestariannya.
Hal ini harus dilakukan agar tidak terjadi kepunahan dalam produk budaya
masyarakat. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk melestarikan pepaccur
adalah dengan diadakannya penelitian. Penelitian tersebut bisa dengan kajian
sosiologi sastra. Tugas dari kajian sosiologi sastra adalah melestarikan karya
sastra dengan cara merekam, mengabadikan, menganalisis, memahami, dan
menyebarluaskannya (Ratna, 2007:272).
32
2.8 Etnografi
Pepaccur adalah salah satu jenis sastra lisan Lampung Pepadun yang berbentuk
puisi yang lazim digunakan untuk menyampaikan pesan atau nasihat dalam
upacara pemberian gelar adat (adek/adok). Pepaccur merupakan produk budaya
masyarakat Lampung Pepadun. Pepaccur tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat dari mulut ke mulut atau secara lisan. Ada beberapa aspek yang terkait
dengan pepaccur, yakni orang yang berpepaccur, orang yang bermain musik
untuk mengiringi pepaccur. Semua komponen itu dapat dikaji dengan beragam
model analisis, baik itu dengan analisis etnografi dan analisis isi.
Pepaccur sebagai hasil kreativitas masyarakat dapat dikaji dengan menggunakan
kajian etnografi. Etnografi sebagai pekerjaan mendeskripsikan kebudayaan. Orang
yang bertugas mendeskripsikan kebudayaan disebut etnografer (Sparadley dalam
Malik, 2012:50). Pekerjaan etnografer adalah peneliti partisipatif dalam
kehidupan masyarakat pada periode waktu tertentu, mengamati apa yang terjadi,
mendengar apa yang mereka katakan, dan bertanya dengan model wawancara
formal dan informal, mengumpulkan dokumen dan artefak serta mengumpulkan
data apa saja yang terkait dan muncul sebagai fokus temuan (Hammersley dan
Paul Atkinson dalam Malik, 2012:50). Etnografer ikut mengkaji makna tingkah
laku, bahasa, dan interaksi antara anggota kelompok dalam kebudayaan (Creswell
dalam Malik, 2012:51).
Etnografi sebagai bagian dari etnografi yang meliputi segala cara mengumpulkan
bahan dan deskripsi tentang masyarakat dan kebudayaan dari suku bangsa di suatu
daerah tertentu (Koentjaraningrat (2009:14). Kajian etnografi mencakup unsur-
33
unsur budaya yang terdiri atas bahasa, sistem teknologi, ekonomi, organisasi
sosial, pengetahuan, kesenian, dan sistem religi Koentjaraningrat (2009:255).
Delapan langkah penelitian etnografi, yaitu (1) menjelaskan masalah penelitian,
(2) merumuskan hipotesis, (3) membuat definisi operasional, (4) membuat desain
instrumen, (5) mengumpulkan data, (6) menganalisis data, (7) membuat
kesimpulan, (8) membuat penelitian (McCord dalam Spradley, 1980: 27—28).
Langkah-langkah dan siklus penelitian etnografi mencakup (1) memilih proyek
etnografi, (2) mengajukan pertanyaan etnografi, (3) mengumpulkan data etnografi,
(4) merekam data etnografi, (5) menganalisis data etnografi, dan (6) menulis
laporan etnografi (Spradley, 1980: 28—35).
2.9 Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Pertama
Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memeroleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Ali,
2007:137). Pembelajaran di sekolah merupakan proses interaksi antara guru dan
siswa yang berlangsung secara berkesinambungan atau terus-menerus. Dalam
proses interaksi belajar-mengajar, guru memberikan materi yang sesuai dengan
kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah. Salah satu materi yang wajib
dipelajari oleh siswa, di antaranya adalah pembelajaran sastra.
Sastra merupakan salah satu sarana untuk merangsang serta menunjang
perkembangan kognitif atau penalaran anak-anak. Pembelajaran sastra (apresiasi)
adalah salah satu sarana pengembangan intelektual siswa. Salah satu konsekuensi
34
yang didapat karena tidak diberikannya pembelajaran sastra secara khusus adalah
siswa kurang atau bahkan tidak berminat membaca karya-karya sastra sehingga
proses pembelajaran sastra tidak dapat dilakukan secara maksimal (Sumardjo
dalam Ardianto, 2007:1).
Dalam standar isi, dijelaskan bahwa tujuan pembelajaran sastra lebih diarahkan
pada kemampuan siswa mengapresiasi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam
sastra. Hakikat pembelajaran sastra adalah membawa siswa ke arah pengalaman
sastra literary experience. Tujuan pokok yang harus diusahakan dalam
pembelajaran sastra, yakni dihasilkannya subjek didik yang memiliki apresiasi
dan pengetahuan sastra yang memadai (Suharianto dalam Jabrohim, 1994:70).
Pembelajaran sastra hendaknya digunakan peserta didik sebagai salah satu
kecakapan untuk hidup dan belajar sepanjang hayat yang dilakukan dan harus
dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar (Siswanto, 2008: 173—
174).
Berkaitan dengan pendapat para ahli tentang tujuan pembelajaran sastra maka
perlu diperhatikan kriteria pemilihan materi ajar. Penyesuaian materi
pembelajaran sastra dengan standar isi akan membuat proses pembelajaran sastra
menjadi lebih dinamis dan proporsional. Materi pembelajaran yang diterapkan
juga disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Sayuti dalam
Kriteria pemilihan bahan atau materi pembelajaran sastra meliputi segi bahasa,
psikologi, latar belakang, pedagogis, dan estetis. Selain itu, bahan ajar harus
sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa anak dan mampu mengarahkan
35
perkembangan jiwa sejalan dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai
(Jabrohim, 1994: 18—20).
Setelah sampai pada pemiliham materi ajar selanjutnya pemilihan metode perlu
dilakukan. Metode adalah cara atau upaya-upaya yang bersifat prosedural tentang
bagaimana suatu mata pelajaran diajarkan kepada siswa. Dalam membahas
metode, tentu akan terkait dengan strategi dan teknik. Melalui strategi akan
didapatkan sebuah pendekatan pembelajaran. Pendekatan adalah landasan awal
dalam menyusun suatu metode. Teknik adalah penjabaran dari metode. Dengan
adanya teknik, segala hal yang terkonsep pada suatu metode akan diaplikasikan.
Hal ini berarti, teknik merupakan langkah-langkah yang benar-benar dilakukan
oleh guru di dalam kelas.
Dalam penelitian ini dibahas mengenai tradisi lisan pepaccur yang digunakan
dalam pemberian gelar adat masyarakat Lampung Pepadun khususnya Lampung
Pepadun dan hubungannya dengan pembelajaran sastra di sekolah menengah
pertama. Hubungan yang dimaksudkan adalah menentukan bagaimana stuktur,
fungsi, jenis, dan nilai-nilai yang terkandung dalam pepaccur kemudian
menentukan layak atau tidaknya tradisi lisan pepaccur dijadikan sebagai materi
pembelajaran sastra di sekolah menengah pertama.