ii. kajian pustaka - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0612003_bab2.pdf ·...
TRANSCRIPT
6
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Sumber Pustaka
Pembahasan tentang fenomena media sosial bukanlah hal yang baru dalam
era cyber media. Sebagaimana dijelaskan oleh Turkle (2011) kemajuan teknologi
dan perangkatnya menyebabkan komunikasi dan hubungan dengan orang lain
semakin banyak dan meluas. Akan tetapi, dalam konteks lain, hubungan itu
sekedar jaringan teknologi. Tidak ada keintiman dan kedekatan di antara orang-
orang yang terhubung sebagaimana yang ada di dunia nyata.
Menurut Nasrullah (2015) contoh lain dari kehadiran media sosial selain
adanya kecanduan (addicted) untuk mengakses media sosial, juga menyebabkan
lunturnya ruang privasi dengan ruang publik. Ada beberapa kasus pengguna
media sosial yang mengungkapakan kondisi dirinya, persoalan pribadi dan
mempublikasikannya di dunia online yang akhirnya diketahui oleh publik.
Realitas ini adalah konsekuensi adanya media online dan semakin maraknya
pengguna media sosial. Tidak hanya ditempatkan lagi dalam konteks saluran atau
medium, tetapi media sosial itu sudah merupakan gaya hidup dari hubungan
antara pengguna dengan teknologi.
Konsep-konsep mengenai media sosial tidak jauh akan pengaruhnya yang
besar akan perubahan tatanan dalam masyarakat. Pembahasan tentang media
sosial membahas tentang implikasi kehadiran media sosial dan masyarakat
berjejaring. Sebenarnya, media sosial merupakan hal yang dekat akan budaya
pengungkapan diri (self disclosure).
“Dampak lain adalah munculnya budaya berbagi yang berlebihan dan
pengungkapan diri (self disclosure) di dunia maya. Budaya ini muncul dan
7
terdeterminasi salah satunya karena kehadiran media sosial yang
memungkinkan secara perangkat siapa pun bisa mengunggah apa saja.”
(Cross, 2015:25)
Membahas lebih lanjut dengan keterkaitannya media sosial dan eksistensi.
Menurut Michael (2014) media sosial dapat diposisikan sebagai distributor
eksistensi, tetapi juga dapat dikatakan sebagai produsen citra dari eksistensi.
Belakangan ini, yang terjadi pada media sosial adalah produsen citra dari
eksistensi untuk para konsumen seni. Media sosial merupakan wadah berbagai
informasi yang tidak dibatasi dalam ruang dan waktu. Selfie1 dengan objek seni
menjadi suatu tindakan yang sering terlihat dan digemari oleh masyarakat. Tidak
lupa setelah selfie mereka menyebarluaskan lewat media sosial yang menyediakan
aplikasi pamer foto. Selfie dengan karya dan menyebarluaskan di media sosial
menuai sebuah eksistensi yang besar. Dari disposisi ini, selfie dan media sosial
menjadi ranah baru dalam beradu eksistensi gaya hidup baru, bahkan menjadi
tindakan yang primer.
Penelitian-penelitian mengenai media sosial tersebut di atas banyak
membahas mengenai dampak dari keberadaan media sosial. Karena, adanya media
sosial menyebabkan pergeseran tatanan dalam kehidupan masyarakat di dunia
nyata (riil). Penelitian sebelumnya menjadi acuan dalam konsep yang akan
diangkat. Karya seni lukis yang akan dibuat akan lebih difokuskan kepada dunia
yang terjadi di dunia virtual itu sendiri berlandaskan dampak yang terjadi di dunia
riil pula, dengan menggunakan pendekatan terhadap dunia virtual yang terjadi di
media sosial dengan teori filsafat eksistensialisme. Penggunaan teori filsafat
1 Aktivitas seseorang yang memotret dirinya sendiri, umumnya menggunakan ponsel atau webcam,
kemudian mengunggahnya ke situs media sosial.
8
eksistensialisme dinilai sejalan dengan apa yang sebenarnya terjadi pada dunia
virtual yang ada di media sosial. Teori-teori ini nantinya penulis hubungkan
dengan proses penciptaan karya seni lukis dua dimensional dengan konsep dunia
vitual dalam media sosial.
1. Media
Media bisa dijelaskan sebagai alat komunikasi sebagaimana definisi
yang selama ini diketahui (Laughey, 2007; McQuail, 2003). Terkadang media
ini cenderung lebih dekat terhadap sifatnya yang massa karena terlihat dari
berbagai teori yang muncul dalam komunikasi massa. Terlepas dari cara
pandang melihat media dari bentuk dan teknologinya, pengungkapan kata
“media” bisa dipahami dengan melihat dari proses komunikasi itu sendiri
(Meyrowitz, 1999; Moores, 2005; Williams, 2003). Proses terjadinya
komunikasi memerlukan tiga hal yaitu objek, organ, dan medium (Nasrullah,
2015: 3).
Media memiliki kekuatan yang juga berkontribusi menciptakan makna
dan budaya. Kesadaran akan kekuatan media ini pada kenyataannya melihat
bahwa media tidak lagi membawa konten semata, tetapi juga membawa
konteks di dalamnya. Ungkapan “the medium is the message” yang
dipopulerkan McLuhan (McLuhan & Fiore, 2001) setengah abad lalu
membawa kesadaran awal bahwa medium adalah pesan yang bisa mengubah
pola komunikasi, budaya komunikasi, sampai bahasa dalam komunikasi antar
manusia (Nasrullah, 2015:4).
Medium bisa mengandung nilai-nilai yang tidak sekedar menjadi sarana
dalam penyampaian pesan, tetapi memberikan pengaruh pada segi sosial,
9
budaya, politik, bahkan ekonomi. Melihat media tidak hanya sebatas dalam
makna (sense) perangkat teknologi sebagaimana yang terkandung dalam
penyebutan media, tetapi juga dimaknai secara historis, teknologi, sosial,
budaya, hingga politik (Downes & Miller, 1998; Laughey, 2007; Lister, Dovey,
Giddings, Kelly, & Grant, 2003; Williams, 2003; Winston, 1998) (Nasrullah,
2015:6).
2. Sosial
Kata “sosial” dalam media sosial secara teori semestinya didekati oleh
ranah sosiologi. Dalam teori sosiologi disebutkan bahwa media pada dasarnya
adalah sosial karena media merupakan bagian dari masyarakat dan aspek dari
masyarakat yang direpresentasikan dalam bentuk perangkat teknologi yang
digunakan (Nasrullah, 2015: 6).
Sebagai manusia individu tidak bisa terlepas dari komunikasi dan
komunitasnya. Komunikasi menjadi sarana bagi individu untuk berinteraksi
dengan individu lain, sedangkan komunitas merupakan salah satu bentuk relasi
sosial yang melibatkan emosi, perasaan, dan bentuk-bentuk lainnya. Individu-
individu yang ada di dalam komunitas itu tidak hanya berada dalam sebuah
lingkungan. Anggota komunitas harus berkolaborasi hingga bekerja sama
karena inilah karakter sosial itu sendiri (Fuchs, 2014:5) (Nasrullah, 2015:7).
3. Media Sosial
Keberadaan media sosial pada dasarnya merupakan bentuk yang tidak
jauh berbeda dengan keberadaan dan cara kerja computer. Tiga bentuk
bersosial, seperti pengenalan, komunikasi, dan kerja sama bisa dianalogikan
10
dengan cara kerja komputer yang juga membentuk sebuah sistem sebagaimana
adanya sistem di antara individu atau masyarakat (Nasrullah, 2015:10).
Media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna
merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi,
berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan sosial secara
virtual. Menurut Van Djik pada tahun 2013, media sosial adalah platform
media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi
mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi (Nasrullah, 2015:11).
Media sosial memberikan ruang kepada pengguna untuk menyuarakan
pikiran dan opini mereka dalam proses demokratisasi. Selain tidak dibatasi oleh
struktur dan tingkatan organisasi, melalui kekuatan khalayak di media sosial
segala bentuk isu dapat menjadi perhatian publik dan akhirnya sampai kepada
para pemimpin politik (Nasrullah, 2015:152).
Social networking atau media jaringan sosial merupakan sarana yang
bisa digunakan pengguna untuk melakukan hubungan sosial di dunia virtual
dan konsekuensi dari hubungan sosial tersebut, seperti terbentuknya nilai-nilai,
moral, dan etika (Nasrullah, 2015:48).
“Situs jejaring sosial adalah media sosial yang paling populer, media
sosial tersebut memungkinkan anggota untuk berinteraksi satu sama lain.
Interaksi terjadi tidak hanya pada pesan teks, tetapi juga termasuk foto
dan video yang mungkin menarik perhatian pengguna lain. Semua
posting (publikasi) merupakan real time, memungkinkan anggota untuk
berbgai informasi seperti apa yang sedang terjadi” (Saxena, 2014).
Karakter utama dari situs jejaring sosial adalah setiap penguna
membentuk jaringan pertemanan, baik terhadap pengguna yang sudah
11
diketahuinya dan kemungkinan sering bertemu di dunia nyata (offline) maupun
membentuk jaringan pertemanan baru. Banyak kasus, pembentukan
pertemanan baru ini berdasarkan pada sesuatu yang sama, misalnya hobi atau
kegemaran, sudut pandang politik, asal sekolah/universitas, atau profesi
pekerjaan (Nasrullah, 2015:40).
Microblogging merupakan jenis media sosial yang memfasilitasi
pengguna untuk menulis dan memublikasikan aktivitas serta atau pendapatnya.
Secara historis, kehadiran jenis media sosial ini merujuk pada munculnya
Twitter yang hanya menyediakan ruang tertentu atau maksimal 140 karakter
(Nasrullah, 2015:43).
4. Karakteristik Media Sosial
Ada batasan-batasan dan ciri khusus tertentu yang hanya dimiliki oleh
media sosial dibanding dengan media lainnya. Salah satunya adalah media
sosial beranjak dari pemahaman bagaimana media tersebut digunakan sebagai
sarana sosial didunia virtual. Adapun karakteristik media sosial, yaitu:
a. Jaringan (network).
Media sosial memiliki karakter jaringan sosial. Media sosial
terbangun dari struktur sosial yang terbentuk di dalam jaringan atau internet
(Nasrullah, 2015:16).
Karakter media sosial adalah membentuk jaringan di antara
penggunanya. Tidak peduli apakah di dunia nyata (offline) antar pengguna itu
saling kenal atau tidak, namun kehadiran media sosial memberikan medium
bagi pengguna untuk terhubung secara mekanisme teknologi. Jaringan yang
12
terbentuk antarpengguna ini pada akhirnya membentuk komunitas atau
masyarakat yang secara sadar maupun tidak akan memunculkan nilai-nilai
yang ada di masyarakat sebagaimana ciri masyarakat dalam teori-teori sosial
(Nasrullah, 2015:16-17).
b. Informasi (information).
Informasi menjadi entitas yang penting dari media sosial. Di media
sosial, informasi menjadi komoditas yang dikonsumsi oleh pengguna.
Komoditas tersebut pada dasarnya merupakan komoditas yang diproduksi
dan didistribusikan antarpengguna itu sendiri. Dari kegiatan konsumsi inilah
pengguna dan pengguna lain membentuk sebuah jaringan yang pada akhrinya
secara sadar atau tidak bermuara pada institusi masyarakat berjejaring
(network society) (Nasrullah, 2015:19).
Untuk melihat karakter informasi di media sosial bisa dilihat dari dua
segi. Pertama, media sosial merupakan media yang bekerja berdasarkan
informasi. Informasi menjadi landasan pengguna untuk saling berinteraksi
dan membentuk masyarakat berjejaring di internet. Kedua, informasi menjadi
komoditas yang ada di media sosial. Salah satu alasan terbentuknya jaringan
di media sosial adalah adanya kesamaan, seperti asal daerah, kegemaran, dan
identitas lain yang diunggah oleh pengguna lain. Informasi disini menjadi
komoditas yang dikonsumsi antarpengguna (Nasrullah, 2015:22).
a. Arsip (archive).
Bagi pengguna media sosial, arsip menjadi sebuah karakter yang
menjelaskan bahwa informasi telah tersimpan dan bisa diakses kapan pun dan
melalui perangkat apa pun (Nasrullah, 2015:22).
13
“Teknologi online telah membuka kemungkinan-kemungkinan baru
dari penyimpanan gambar (bergerak atau diam), suara, juga teks yang
secara meningkat dapat diaskses secara missal dan dari mana pun,
kondisi ini terjadi karena pengguna hanya memerlukan sedikit
pengetahuan teknis untuk menggunakannya” (Gane & Beer, 2008).
Kehadiran media sosial memberikan akses yang luar biasa terhadap
penyimpanan. Pengguna tidak lagi terhenti pada memproduksi dan
mengonsumsi informasi, tetapi juga informasi itu telah menjadibagian dari
dokumen yang tersimpan. Pengandaian sederhana yang bisa dibuat dalam
konteks ini adalah ketika mengakses media sosial dan memiliki akun di
media sosial tersebut, secara otomatis pengguna telah membangun ruang atau
gudang data. Gudang data tersebut diisi oleh pengguna dan pintunya terbuka
untuk dimasuki oleh siapa pun (Nasrullah, 2015:23).
b. Interaksi (interactivity).
Karakter dasar dari media sosoial adalah terbentuknya jaringan
antarpengguna. Jaringan ini tidak sekedar memperluas hubungan pertemanan
atau pengikut (follower) di internet semata, tetapi juga harus dibangun
dengan interaksi antarpengguna tersebut (Nasrullah, 2015:25).
Interaksi dalam kajian media merupakan salah satu pembeda antara
media lama (old media) dengan emdia baru (new media). Di media baru
pengguna bisa berinteraksi, baik diantara pengguna itu sendiri maupun
dengan produser konten media (Nasrullah, 2015:26).
c. Simulasi sosial (simulation of society).
Media sosial memiliki karakter sebagai medium berlangsungnya
masyarakat (society) di dunia virtual. Media sosial memiliki keunikan dan
pola yang dalam banyak kasus bisa berbeda dan tidak dijumpai dalam tatanan
14
masyarakat yang real. Misalnya, pengguna media sosial bisa dikatakan warga
negara digital (digital citizenship) yang berlandaskan keterbukaan tanpa
adanya batasan-batasan (Nasrullah, 2015:28).
Di media sosial interaksi yang ada memang menggambarkan bahkan
mirip dengan realitas, akan tetapi interaksi yang terjadi adalah simulasi dan
terkadang berbeda sama sekali (Nasrullah, 2015:28).
d. Konten oleh pengguna (user-generated content).
Karakteristik media sosial lainnya adalah konten oleh pengguna atau
lebih populer disebut dengan user generated content (UGC). Term ini
menunjukkan bahwa di media sosial konten sepenuhnya milik dan
berdasarkan kontribusi pengguna atau pemilik akun (Nasrullah, 2015:31).
UGC merupakan relasi sombiosis dalam budaya media baru yang
memberikan kesempatan dan keleluasaan pengguna untuk berpartisipasi
(Lister et al., 2003:221). Media baru, termasuk media sosial, mewarkan
perangkat atau alat serta teknologi baru yang memungkinkan khalayak
(konsumen) untuk mengarsipkan, member keterangan, menyesuaikan, dan
menyirkulasikan ulang konten media (Jenkins, 2002) dan ini membawa pada
kondisi produksi media yang Do-It-Yourself (Nasrullah, 2015:31).
Penyebaran ini tidak terbatas pada penyediaan teknologi semata,
tetapi juga menjadi semacam budaya yang ada di media sosial. Upaya
menyebarkan konten, baik milik sendiri maupun orang lain atau berasal dari
sumber lainnya, menjadi semacam kebiasaan digital yang baru bagi pengguna
media sosial. Praktiknya ada semacam kesadaran bahwa konten yang disebar
itu patut atau layak diketahui oleh pengguna lain dengan harapan ada
15
konsekuensi yang muncul, seperti aspek hukum, politik, edukasi masyarakat
maupun perbincangan sosial (Nasrullah, 2015:34).
5. Ciri-Ciri Media Sosial
Secara garis besar media sosial bisa dikatakan sebagai sebuah media
online, di mana para penggunanya(user) melalui aplikasi berbasis internet
dapat berbagi, berpartisipasi, dan menciptakan konten. Dengan begitu, media
sosial tidak jauh dari ciri-ciri berikut ini:
a. Konten yang disampaikan dibagikan kepada banyak orang dan tidak
terbatas pada satu orang tertentu.
b. Isi pesan muncul tanpa melalui suatu gatekeeper dan tidak ada gerbang
penghambat.
c. Isi disampaikan secara online dan langsung.
d. Konten dapat diterima secara online dalam waktu lebih cepat dan bisa juga
tertunda penerimaannya tergantung pada waktu interaksi yang ditentukan
sendiri oleh pengguna.
e. Media sosial menjadikan penggunanya sebagai creator dan aktor yang
memungkinkan dirinya untuk beraktualisasi diri.
f. Dalam konten media sosial terdapat sejumlah aspek fungsional seperti
identitas, percakapan (interaksi), berbagi (sharing), kehadiran (eksis),
hubungan (relasi), reputasi (status) dan kelompok (group) (Tim Pusat
Humas Kementerian Perdagangan RI, 2014:27).
6. Eksistensialisme
“Eksistensialisme” yang bersal dari kata “eksistensi” dalam bahasa
Indonesia dapat ditelaah dan didefinisikan melalui dua cara. Pertama, secara
16
harfiah yakni sesuai dengan kaidah-kaidah tata bahasa yang berlaku, dan
kedua, mengacu pada salah satu bentuk gerakan pemikiran yang ada dalam
filsafat. “Eksistensi” dalam bahasa Indonesia secara harfiah berarti “Ada”.
“Adanya”. “hidup”, “kehidupan”, “keadaan hidup”. “berdiri”, “keadaan
berdiri”, “keadaan mengada” atau :berada” adapun imbuhan –isme di belakang
kata tersebut mengacu pada pengertian aliran, ajaran atau pemahaman. Dengan
demikian, apabila secara harfiah diterjemahkan, eksistensialisme akan berarti
suatu aliran, ajaran atau pemahaman mengenai “ada”, “hidup”, “kehidupan”
atau “berada” (H. Muzairi, 2002:28).
Istilah eksistensialisme yang mengacu pada salah satu bentuk gerakan
pemikiran yang ada dalam filsafat dapat diartikan secara umum sebagai suatu
pemahaman yang menempatkan keberadaan individu atau entitas manusia di
dunia sebagai yang terutama (Nugroho, 2013:16).
Dalam Existentialism and Humanism (1946), Sarte mendefinisikan
eksistensialisme sebagai aliran, ajaran atau pemahaman yang meyakini bahwa
“eksistensi mendahului esensi” (existence precedes essence). Secara singkat,
apa yang dimaksudkan Sarte adalah, sesuatu barulah dapat dimaknai ketika
sesuatu tersebut “ada” terlebih dahulu. Sebagai missal, Sarte mengatakan,
“…pertama-tama manusia ada, berhadapan dengan dirinya sendiri, terjun
ke dalam dunia – dan barulah setelah itu ia mendefinisikan dirinya… Ia
tidak akan menjadi „apa-apa‟ sampai ia menjadikan hidupnya „apa-apa‟
… manusia adalah bukan apa-apa selain apa yang ia buat dari dirinya
sendiri, itulah prinsip pertama Eksistensialisme” (Jean Paul Sarte, 2002 :
40-41,44-45).
Tidak ada satupun yang dapat dilakukan manusia kecuali memilih.
Karena hakikatnya memang demikian dan tekanan kehidupan juga
17
mengharuskannya untuk memilih. Bahkan bila ia memutuskan untuk tidak
memilih, itu juga adalah pilihannya. Oleh karena itu ia bertanggung jawab atas
semua yang ia lakukan (Martin, 2001:33). Eksistensi manusia diidentikkan
dengan pilihannya, dengan keputusan dan kebebasan. Karena tanggung jawab
yang menyeluruh dalam kebasan ini, eksistensi lebih banyak digambarkan
dengan istilah-istilah rasa takut, kesedihan yang mendalam dan diabaikan
(Martin, 2001:35).
“Other is hell” (“Orang lain adalah neraka”) merupakan salah satu ide
yang ditawarkan eksistensialisme Sarte. Bagi Sarte “penajisan” orang lain
sebagai “neraka” dikarenakan eksistensinya yang selalu “mengobjekan” diri
kita. Namun demikian, hal tersebut memang diakui Sarte sebagai inti “konsep
sosial” (filsafat sosial) yang ditawarkan eksistensialisme. Apabila penelaahan
lebih jauh kita lakukan atas eksistensialisme, maka ditemui bahwa kesendirian,
keterkucilan, kesedihan, alienisasi menjadi tema sentral dalam karya-karya
berbagai tokoh eksistensialis (Nugroho, 2013:68-69).
Eksistensi orang lain atau kehadiran orang lain dapat begitu mengancam
keberadaan dan kebebasan diri kita dikarenakan eksistensi orang lain sebagai
etre pour soi „berada bagi dirinya sendiri‟ dan bukannya etre en soi „berada
dalam dirinya sendiri‟. Etre pour soi adalah “ada yang berkesadaran”,
sedangkan etre en soi merupakan “ada yang tak berkesadaran”. Interaksi sosial
yang terjadi antara satu entitas individu dengan entitas individu lain selalu
menemui bentuknya sebagai buah “konflik” yang tak berkesudahan – saling
menjatuhkan satu sama lain. Mengapa hal tersebut dapat terjadi, menurut Sarte,
tak lain dan tak bukan dikarenakan kondisi manusia sebagai etre pour soi
18
„berada bagi dirinya‟ yang bertentangan total atas alam objektif atau etre en soi
„berada dalam dirinya sendiri‟. Ia “lain daripada yang lain”, merupakan
“penyangkalan terhadap realitas”, “menindak segala sesuatu”, “bukan objek”.
Oleh karenya, tambah Sarte, ia mempertahankan diri dengan meniadakan yang
lain (Nugroho, 2013:77-78).
Di era kontemporer, faktisitas (fakta-fakta yang tidak dapat dihindari
manusia) adalah totalisasi kapitalisme yang telah mencengkram berbagai sendi
kehidupan masyarakat. Melalui berbagai gelagatnya, tampak jelas bahwa
kapitalisme dan berbagai pihak yang telah terjerat maupun terintegrasi di
dalamnya mengobjekkan individu di luar in group-nya. Mereka membuat
kontruksi mengenai kebaikan, kecantikan, kemajuan, kecanggihan dan lain
sebagainya. Dalam hal ini, individu yang tak memiliki kapasitas mental
memadai dapat dipastikan dengan mudah terjerat ke dalam jaring
penyerangamannya (kapitalis). Namun, tak demikian halnya dengan seorang
eksistensialis, sebagai respons atas faktisitas tersebut ia akan segera
mengalihkan perhatian, tak mengacuhkan, dan mengubah struktur tersebut
sebagai “neraka” (Nugroho, 2013:137).
7. Seni
Seni adalah suatu keterampilan yang diperoleh dari pengalaman, belajar
atau pengamatan–pengamatan. Pengertian lainya, seni merupakan bagian dari
pelajaran, salah satu ilmu sastral, dan pengertian jamaknya adalah pengetahuan
budaya, pelajaran, ilmu pengetahuan serta suatu pekerjaan yang membutuhkan
pengetahuan atau keterampilan (Bahari, 2008:62-63).
19
Seni rupa adalah suatu wujud hasil karya manusia yang diterima dengan
indra penglihatan, dan secara garis besar dibagi menjadi seni murni dan seni
terap. Seni murni merupakan seni yang karyanya tidak mengandung tujuan
kegunaan (applied) “funsional”, melainkan sebagai media ekspresi yang di
ungkapkan pada seni lukis, seni grafis, seni patung, seni kramik dengan
berbagai teknik beserta aliran-alirannya. Perkembangan seni rupa sekarang ini
selain seni lukis, patung, kramik, grafis juga mewadahi seni-seni yang lainnya
seperti, seni lingkungan (enviromental art), seni instalasi, seni pertunjukan
(performing art), dan lain-lainnya (Bahari, 2008:51).
Seni lukis dapat dikatakan sebagai suatu ungkapan pengalaman estetik
seseorang yang yang dituangkan dalam bidang dua dimensi (dua matra),
dengan menggunakan medium rupa, yaitu garis, warna, tekstur, shape, dan
sebagainya. Medium rupa dapat dijangkau melalui berbagai macam jenis
material seperti tinta, cat/pigmen. Tanah liat, semen, dan berbagai jenis aplikasi
yang member kemungkinan untuk mewujudkan medium rupa (Dharsono, 2003:
30).
8. Komponen Seni
Terdapat tiga komponen dalam proses penciptaan seni sebagai landasan
berkarya, landasan tersebut adalah :
a. Subject matter (Tema)
Merupakan bentuk dalam ide sang seniman, belum dituangkan dalam
media atau belum lahir sebagai bentuk fisik. Pengejawantahan subject matter
inilah yang nantinya akan menjadi karya seni. Subject matter muncul dari
pengalaman pribadi, tanggapan dan pengolahan sang seniman terhadap objek
20
tertentu yang menarik perhatianya, objek tersebut dapat berupa benda –
benda atau peristiwa tertentu kemudian diolah dalam bentuk seni. (Sumardjo,
1999:30) Subject matter penulis dalam pembuatan karya tugas akhir ini
adalah dunia virtual dalam media sosial yang lebih difokuskan ke filsafat
eksistensialisme. Hal ini merupakan sebuah fenomena sosial yang menarik
perhatian penulis.
b. Form (Bentuk)
Terdiri dari dua macam yakni bentuk fisik dan psikis. Bentuk fisik
merupakan konkretisasi dari subject matter, sedangkan bentuk psikis
merupakan susunan dari hasil tanggapan. (Sumardjo, 1999:30) Bentuk fisik
dari konkretisasi dari subject matter yang penulis angkat adalah dalam bentuk
karya lukis, sedangkan dalam bentuk psikis berupa tanggapan mengenai
media sosial sebagai eksistensialisme dalam era modernitas.
c. Isi atau makna
Isi atau makna adalah bobot karya yang terdapat dalam sebuah karya
sastra dan hanya dapat dihayati dengan mata batin seseorang penghayat
secara kontemplatif. (Sumardjo, 1999:30) Isi atau makna karya merupakan
hasil atau simpulan pribadi penulis. Meskipun begitu penulis tidak
membatasi, pemaknaan juga dapat diartikan berbeda bagi masing-masing
penikmat.
21
9. Prinsip – Prinsip Desain
a. Kesatuan (unity)
Yaitu merupakan kesatuan yang diciptakan lewat sub-azas dominasi
dan subordinasi (yang utama dan kurang utama) dan koheren dalam suatu
komposisi karya seni (Susanto, 2012:416). Karya yang penulis buat
diciptakan dengan dominasi figur yang diletakkan di tengah sebagai point of
interest dan ornamen pendukung lain yang berada di sekitar sosok figur.
b. Keselarasan (harmony)
Tatanan atau proporsi yang dianggap seimbang dan memiliki
keserasian merujuk pada pemberdayagunaan ide-ide dan potensi-potensi
bahan dan teknik tertentu dengan berpedoman pada aturan-aturan ideal
(Susanto, 2012:175). Penggunaan warna menjadi hal utama yang membuat
karya penulis menjadi tatanan yang seimbang, perpaduan warna dan jeda
kosong pada karya serta bahan dan teknik juga mempengaruhi keselarasan
pada tiap karya yang penulis buat.
c. Kesetimbangan (balance)
Keseimbangan, persesuaian materi-materi dari ukuran berat dan
memberi tekananan pada stabilitas suatu komposisi karya seni.
Balance (keseimbangan) dikelompokkan menjadi hidden balance
(keseimbangan tertutup), symmetrical balance (keseimbangan simetris),
asymetrical balance (keseimbangan asimetris), balance by contrast
(perbedaan atau adanya oposisi) (Susanto, 2012:46). Penulis menggunakan
22
keseimbangan yang berbeda dalam tiap karya, penekanan dalam ukuran
menjadi pertimbangan tersendiri dalam penentuan stabilitas dalam komposisi
karya penulis.
10. Unsur – Unsur Visual
a. Garis
Perpaduan sejumlah titik-titik yang sejajar dan sama besar. Garis
memiliki dimensi memanjang juga punya arah, bisa panjang, pendek, halus,
tebal, berombak melengkung, serta lurus. Hal inilah yang menjadi ukuran
garis. Garis memiliki ukuran yang bersifat nisbi, yakni ukuran yang panjang-
pendek, tinggi-rendah, besar-kecil, tebal-tipis. Sedangkan arah garis ada tiga:
horizontal, vertikal, diagonal, meskipun garis bisa melengkung, bergerigi
maupun acak (Susanto, 2011: 148).
b. Bidang / Shape
Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena pembatasan
sebuah kontur (garis) atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau
gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur, bidang bisa menyerupai
wujud alam (figur), dan juga ada yang tidak sama sekali menyerupai wujud
alam (non figur) (Darsono, 2004: 90).
c. Tekstur
Tekstur adalah kesan halus atau kasar permukaan yang ditampilkan
pada sebuah karya. Berdasarkan macamnya tekstur dibagi menjadi dua yaitu,
tekstur nyata, nilai permukaan yang sama secara visual mata dengan rabanya.
Tekstur semu, nilai permukaan yang berbeda secara visual mata dengan
rabanya (Bahari, 2008: 101).
23
d. Warna
Tanpa adanya cahaya maka tidak akan terjadi warna, itu pun berlaku
pada karya seni, tanpa adanya cahaya maka karya tersebut tidak akan
menampakkan warna. Warna merupakan pantulan cahaya dan warna menjadi
terlihat karena adanya cahaya yang menimpa pada suatu benda (Sadjiman,
2009: 12).
11. Komposisi
Komposisi dapat di golongkan menjadi beberapa macam, yakni:
komposisi statis dan dinamis, komposisi terbuka dan tertutup. Komposisi statis
adalah komposisi pasif sedangkan komposisi dinamis adalah komposisi aktif
atau hidup (tidak kaku). Apabila menginginkan komposisi yang tenang, diam
(statis) maka beberapa hal dapat mendukung adalah dengan menggunakan
bentuk-bentuk geometri dalam suatu kesamaan bentuk, dan didalam struktur
vertikal-horisontal. sedangkan jika menghendaki komposisi yang merupakan
unsur-unsur organik dalam alam, struktur tersebut harus bebas dengan bentuk-
bentuk yang bervariasi maka akan memberikan kesan gerak pada sebuah
komposisi (Arsad Hakim. 1987:36).
12. Kolase
Kolase adalah sebuah teknik menempel berbagai macam unsur ke dalam
satu frame sehingga menghasilkan karya seni yang baru. Dengan demikian,
kolase adalah karya seni rupa yang dibuat dengan cara menempelkan bahan apa
saja ke dalam satu komposisi yang serasi sehingga menjadi satu kesatuan
karya. Kata kunci yang menjadi esensi dari koalse adalah menempel atau
24
merekatkan bahan apa saja yang serasi. Karya kolase bisa berwujud sebuah
karya utuh atau hanya merupakan bagian dari sebuah karya, misalnya lukisan
yang menambahkan unsur tempelan sebagai elemen estetis (Muharra, 2013:8).
B. Sumber Ide
Karya-karya mengenai hal yang dekat akan keseharian tentunya bukanlah
suatu hal yang baru. Banyak seniman terdahulu yang menggunakan tema
keseharian dalam penciptaan karya seninya. Salah satunya adalah Andy Warhol.
Eksistensialisme juga tidak dapat dilepaskan dari sosok-sosok pelukis portrait
yang sering kali menggambarkan dirinya dalam karya buatannya, itulah yang
dilakukan Frida Kahlo, menggambarkan diri sendiri pada karyanya. Era
kontemporer yang semakin maju memunculkan sebuah aliran baru yang sering
disebut dengan superflat. Takashi Murakami adalah penggagas dari aliran
tersebut. Karya-karyanya merupakan gabungan visual yang banyak
mempengaruhi penulis. Ia dapat menggabungkan bentuk sederhana menjadi
sebuah hal yang menarik untuk diamati. Membuat sesuatu yang terlihat mudah
untuk difikirkan tetapi sulit untuk dicipta. Proses pembuatan karya tugas akhir ini
terinspirasi dari ketiga seniman tersebut.
1. Andy Warhol
Andy Warhol (lahir 6 Agustus 1928 – meninggal 22 Februari 1987 pada
umur 58 tahun), adalah seorang seniman, sutradara avant-garde, penulis dan
figur sosial Amerika. Warhol juga bekerja sebagai penerbit, produser rekaman
dan aktor. Dengan latar belakang dan pengalamannya dalam seni komersil,
Warhol menjadi salah satu pencetus gerakan Pop Art di Amerika Serikat pada
tahun 1950an.
25
Karya-karya Warhol yang paling dikenal adalah lukisan-lukisan (cetakan
sablon) kemasan produk konsumen dan benda sehari-hari yang sangat
sederhana dan berkontras tinggi, misalnya Campbell's Soup Cans, bunga
poppy, dan gambar sebuah pisang pada cover album musik rock The Velvet
Underground and Nico (1967), dan juga untuk potret-potret ikonik selebritis
abad 20, seperti Marilyn Monroe, Elvis Presley, Jacqueline Kennedy Onassis,
Judy Garland, dan Elizabeth Taylor.
Salah satu karya Andy Warhol yang terkenal adalah Campbell‟s Soup
Cans. Karya ini menggambarkan sebuah kaleng sop Campbell dengan
menggunakan teknik sablon. Ia membuat sejumlah karya kaleng sop Campbell
dengan berbagai rasa. Dalam karya-karyanya Warhol memberikan pemaknaan
baru dalam benda sederhana yang tidak asing dalam keseharian
Gambar 1: Andy Warhol, Campbell’s Soup Cans
Sumber: http://www.moma.org/wp/moma_learning/wp-
content/uploads/2012/06/Warhol.-Soup-Cans-469x292.jpg
Kebanyakan karya Andy Warhol mengangkat tema sehari-hari dengan
pemaknaan yang dalam sehingga nantinya objek yang ia gunakan akan
memberikan ingatan baru kepada orang yang melihatnya. Merujuk pada hal itu
penulis terinspirasi untuk mengangkat tema yang dekat dengan keseharian.
26
2. Frida Kahlo
Frida Kahlo de Rivera (Magdalena Carmen Frieda Kahlo y Calderon;
lahir 6 Juli 1907 – meninggal 13 Juli 1954 pada umur 47 tahun) adalah seorang
pelukis Meksiko yang lahir di Coyoacán, dan paling dikenal karena potret
dirinya. Kehidupan Kahlo mulai dan berakhir di Kota Meksiko, di rumahnya
yang dikenal sebagai Blue House (rumah biru).
Gambar 2: Frida Kahlo, Self Portrait With Monkeys 1940
Sumber: http://www.frida-kahlo-foundation.org/Self-Portrait-With-Monkeys-1940-
large.html
Kahlo dipengaruhi oleh budaya asli Meksiko yang sangat nyata dalam
penggunaan warna-warna cerah dan simbolisme dramatis. Ia menggabungkan
unsur-unsur dari tradisi agama Meksiko klasik dengan sentuhan surealis. Kahlo
menciptakan beberapa gambar "potret," tapi tidak seperti lukisan-lukisannya,
mereka lebih abstrak. Kebanyakan karya Kahlo menampilkan dirinya sendiri
27
karena ia mengakui bahwa “I paint myself because I am so often alone and
because I am the subject I know best” atau dapat diartikan “saya melukis diri
saya sendiri karena saya sering sendirian dan karena saya adalah subjek yang
paling saya ketahui”. Kejujurannya dalam berkarya seni merupakan modal
utama dalam pembuatan karya nya. Ketertarikan penulis akan penggambaran
sosok figur terperngaruhi dari Kahlo yang banyak menampilkan dirinya sendiri,
dalam karya tugas akhir penampilan diri sendiri yang dimaksudkan penulis
adalah diri dari tiap orang yang memakai media sosial.
3. Takashi Murakami
Takashi Murakami lahir 1 Februari 1962, ia terkenal dalam dunia
internasional sebagai seniman pengembang seni rupa kontemporer Jepang. Ia
berkarya dalam media seni murni seperti lukis dan patung, juga karya
konvensional dalam dunia media periklanan, fashion, merchandise, dan
animasi. Dan itu dikenal dalam ketidak jelasan antara high dan low arts. Ia lalu
membuat istilah superflat, yang menggambarkan keduanya.
Karya-karya Murakami memiliki medium yang luas dan secara
keseluruhan di deskripsikan sebagai superflat. Karyanya dikenal dari
pemakaian warna, penggabungan motif tradisional Jepang dan kultur popular,
datar/permukaan yang mengkilat, dan isinya yang dapat di deskripsikan dengan
kata “cute”, “psychedelic”, atau “menyindir”. Beberapa motif yang paling
terkenal adalah bunga tersenyum, karakter ikonik, jamur, tengkorak, Buddha,
iconography, dan sexual complex terhadap kultur otaku.
28
Gambar 3 : Takashi Murakami, Flower Matango
Sumber : http://jlgaliano.blogspot.co.id/2009/03/takashi-murakami.html
Karya flower Matango ini menjelaskan konsep dasar dari superflat art itu
sendiri. Yaitu dengan bentuk sederhana seperti bunga tersenyum dan
pembuatannya yang sulit dengan banyaknya warna pada resin dan berbagai
media yang sulit untuk dikerjakan. Karya ini menampilkan suatu hal yang
mudah tetapi juga sulit untuk dikerjakan.
Karya- karya Murakami yang menggunakan beragam media sangat
mempengaruhi pengalaman visual dari penulis. Karya tugas akhir yang dibuat
oleh penulis menggunakan media campuran yang terinspirasi dari karya-karya
Murakami. Keberanian dalam komposisi warna maupun bentuk dalam visual
karya penulis juga banyak terpengaruh. Pembedaan eksplorasi media yang
digunakan penulis dalam pembuatan karya tugas akhir adalah dengan
menggunakan clay.