ii. tinjauan pustaka 2.1 pengertian dan jenis-jenis industri … · 2015-09-01 · industri farmasi...
TRANSCRIPT
14
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Jenis-Jenis Industri Farmasi
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk
mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi
adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga
dalam bentuk jasa.
Farmasi diartikan sebagai suatu profesi di bidang kesehatan yang meliputi
kegiatan-kegiatan di bidang penemuan, produksi, pengolahan, peracikan, dan
distribusi obat. Berdasarkan Permenkes No. 222/Kab/BVII/69 tanggal 3 Oktober
1969, semua usaha farmasi di Indonesia harus menjadi anggota GP (Gabungan
Pengusaha) Farmasi Indonesia. Usaha farmasi dikelompokan dalam empat bidang,
yaitu :
1. Industri Farmasi
2. Pedagang Besar Farmasi (PBF)
3. Apotik
4. Toko Obat
Industri farmasi yang dimaksud adalah perusahaan berbadan hukum
Perseroan Terbatas (PT) yang melakukan produksi obat-obatan berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam SKEP Menkes RI No.90/Kab/B.VII/71 – 24 April
1971, SKEP Menkes RI No.2819/A/SK/71 – 26 April 1971, SKEP Menkes RI
15 No.125/Kab/B.VII/71-9 Juni 1971, Permenkes RI No. 389/Menkes/PER/X/80-19
Oktober 1980, paket kebijaksanaan deregulasi 28 Mei 1990 berupa peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 242 dan 245/Menkes/SK/V/90 dengan klasifikasi,
industri farmasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Penanaman Modal Asing
dan Swasta Nasional. Menurut Menteri Kesehatan Nomor
245/Men.Kes/SKV/1990 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian
izin usaha industri farmasi, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri
bahan baku obat. Industri farmasi dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1) Industri farmasi manufaktur
Industri farmasi manufaktur meliputi :
a. proses fermentasi,
b. sintesa kimia,
c. proses biologi dan ekstraksi.
2) Industri farmasi formulasi
Kategori industri farmasi formulasi mencakup proses pencampuran dan
pembuatan senyawa.
Bentuk sediaan farmasi dibagi dalam tiga kelas, yaitu :
1. bentuk sediaan padat (solid) : tablet, kapsul.
2. bentuk sediaan setengah padat (semi-solid) : krim, salep.
3. bentuk sediaan cairan (liquid) : sirup, suspensi, cairan suntik.
Setiap industri farmasi yang akan memproduksi produknya harus mendapat
izin terlebih dahulu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang
fasilitas yang ada, mulai dari bangunan, struktur organisasi, karyawan, peralatan,
16 produksi, pengawasan mutu, sanitasi dan dokumentasi. Produk industri farmasi
dapat diklasifikasikan menurut penggunaan, struktur kimia, atau proses
produksinya. Proses yang digunakan untuk menghasilkan bahan-bahan farmasi
dapat dikategorikan sebagai fermentasi, sintesa bahan kimia organik, proses
biologi dan formulasi obat. Proses pembuatan produk farmasi berbeda-beda sesuai
dengan bentuk sediaan yang diinginkan. Cara pembuatan obat atau produk
farmasi dibagi menjadi dua kelas, yaitu :
1. Proses Batch
2. Proses Continous
Umumnya produk farmasi dibuat secara campaign, yaitu terdiri atas satu seri
batch. Oleh karena itu kebanyakan air limbah terjadi selama perubahan produk.
2.2 Limbah
2.2.1 Pengertian Limbah dan Jenis-jenisnya
Menurut kamus bahasa Indonesia limbah (1996) memiliki pengertian
segala macam buangan yang dapat mencemari air sungai, danau, laut. Sedangkan
menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999
Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), limbah adalah
sisa suatu usah atau kegiatan. Limbah yang mengandung bahan polutan yang
memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B3 yang dinyatakan
sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak
lingkungan hidup dan sumberdaya. Bila ditinjau secara kimiawi, bahan-bahan ini
terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Kualitas limbah menunjukkan
17 spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah kandungan bahan pencemar di dalam
limbah. Kandungan pencemar limbah terdiri dari berbagai parameter. Semakin
kecil jumlah parameter dan semakin kecil konsentrasinya maka semakin kecilnya
peluang untuk terjadinya pencemaran lingkungan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas limbah adalah:
1. volume limbah,
2. kandungan bahan pencemar,
3. frekuensi pembuangan limbah,
4. klasifikasi limbah industri dan karakteristiknya.
Berdasarkan nilai ekonominya, limbah dibedakan menjadi limbah yang
tidak memiliki nilai ekonomis dan yang mempunyai nilai ekonomis. Limbah yang
mempunyai nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses
lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu
limbah walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak
memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem
pembuangan limbah, limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran
dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat
digolongkan menjadi tiga bagian:
1. Limbah cair
Limbah ini bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air
dalam proses produksinya. Jenis industri yang menghasilkan limbah cair
diantaranya adalah industri pulp dan rayon, industri besi dan baja, industri kertas,
18 industri minyak goreng, industri tekstil, industri makanan, industri farmasi, dan
lain-lain.
2. Limbah gas dan partikel
Limbah gas dan partikel merupakan limbah dalam bentuk gas/asap,
partikulat dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik ke udara. Limbah gas ini akan
dibawa angin sehingga akan memperluas jangkauan pencemarannya. Limbah gas
pada dasarnya dari industri bersumber dari penggunaan bahan baku, proses sisa
pembakaran.
3. Limbah padat
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur
dan bubur yang berasal dari proses pengolahan limbah ini menjadi dua bagian
yaitu limbah padat yang dapat di daur ulang (misal: plastik, tekstil, potongan
logam) dan limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis (tidak dapat didaur
ulang). Setiap zat pencemar memiliki satu atau lebih parameter karakteristik yang
dapat menunjukkan:
a) Jumlah atau konsentrasi dari suatu jenis zat pencemar, misalnya TSS (Total
Suspended Solids), BOD (Biochemical Oxgen Demand) dan COD (Chemical
Oxgen Demand).
b) Kondisi limbah cair, misalnya pH, suhu.
Limbah cair mempunyai parameter yang umum digunakan untuk
menggambarkan karakteristik dan kandungan limbah cair. Beberapa parameter
karakteristik yang umum digunakan dapat dilihat pada Tabel 2:
19 Tabel 2. Parameter Karakteristik Kelompok Pencemar Dalam Limbah Cair
Kelompok pencemar Parameter karakteristik
Organik terurai BOD5 Biochemical Oxgen Demand atau Kebutuhan Oksigen Biokimia
Organik sulit terurai COD Chemical Oxgen Demand atau Kebutuhan Oksigen Kimia
Nutrien TN Total Nitrogen atau Nitrogen Total
TP Total Phospor atau pospor total
Sedimen SV30 Sludge Oxgen Demandolume, 30
minutes atau Volume Endapan Lumpur 30 menit
Padatan tersuspensi TSS Total Suspenden Solids atau Padatan Tersuspensi Total
TUR Turbidity atau Kekeruhan
Apungan O&G Oil and Grease atau Minyak dan Lemak
MBAS Methylene Blue Active Substance atau Deterjen Sintetis
Logam berat Cd Cadmium atau Kadmium
Cu Cooper atau Tembaga
Cr Hexavalent Chromme atau Krom Valensi Enam
Cr total Total Chromme atau Krom Total
Hg Mercury atau Raksa
Ni Nickel atau Nikel
Pb Lead atau Timbal Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
2.2.2 Limbah Cair Industri
Limbah cair (liquid waste) adalah limbah yang berwujud cair atau buangan
cair yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk jenis kegiatan penghasilnya
(BPLH Jawa Barat, 2006). Kandungan di dalam limbah cair tidak selalu harus
berupa zat cair. Limbah cair dapat juga mengandung gas dan padatan, namun
biasanya dalam proporsi yang jauh lebih kecil daripada zat cair. Komponen cairan
dalam limbah cair umumnya adalah air (H2O). Walaupun demikian, ada juga
yang sebagian besar cairannya bukan air (non H2O), misalnya pestisida bekas,
20 residu minyak, oli bekas dan sejenisnya. Jadi, air limbah (waste water) adalah
istilah umum untuk limbah cair yang sebagian besar cairannya adalah air. Limbah
cair industri merupakan limbah cair yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan di
suatu kegiatan industri.
Beberapa sumber penghasil limbah cair didalam suatu industri adalah:
a) Proses produksi, misalnya: pengecatan, pencucian bahan baku, pencampuran
bahan kimia, dan sebagainya.
b) Kegiatan utilitas, misalnya: menara pendingin (cooling tower), ketel uap
(boiler), dan sebagainya.
c) Kegiatan domestik, misalnya: kantin industri, pembersihan lantai, dan
sebagainya.
Karakteristik limbah cair dari suatu industri umumnya lebih dipengaruhi
oleh limbah cair dari proses produksi. Karakteristik limbah cair dari proses
produksi ditentukan oleh :
a) Penggunaan air,
b) Penggunaan bahan baku,
c) Penggunaan bahan pendukung,
d) Penggunaan energi.
Penggunaan air merupakan faktor utama ada tidaknya timbulan limbah
cair. Semakin banyak penggunaan air untuk proses produksi akan semakin banyak
limbah cair yang dihasilkan. Kontribusi dari kegiatan utilitas di suatu industri
umumnya tidak memberikan pengaruh yang signifikan khusunya dari aspek
kualitas limbah. Sebagian besar air bekas dari sistem pendinginan maupun boiler
21 digunakan kembali untuk kepentingan yang sama. Kegiatan domestik umumnya
memberikan kontribusi limbah cair yang tidak terlalu besar dibandingkan bagian
produksi. Walaupun demikian kandungan senyawa organik terurai dan senyawa
nutrien yang dikandungnya seringkali cukup signifikan.
2.2.3 Limbah Cair Industri Farmasi
Limbah industri farmasi adalah limbah yang dihasilkan dari proses produksi
farmasi, biasanya bahan baku, proses, operasi dan laboratorium. Limbah industri
farmasi berasal dari:
a) Obat-obatan yang kadaluwarsa,
b) Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi
atau kemasan yang terkontaminasi,
c) Obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat,
d) Obat-obatan yang tidak lagi diperlukan institusi yang bersangkutan,
e) Limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
Limbah cair yang dihasilkan industri farmasi mengandung berbagai zat
pencemar konvensional yang juga tergantung pada jenis produksi dan kategori
industri yang bersangkutan. Limbah cair yang dihasilkan industri farmasi
mengandung beberapa zat pencemar, diantaranya:
1. Biochemical Oxygen Demand (BOD5)
Industri yang menggunakan bahan-bahan organik, baik alami ataupun
sintetis, akan menghasilkan limbah cair yang mengandung senyawa organik yang
disebut BOD5. BOD5 adalah senyawa organik yang bersifat biodagradable ( yang
22 dapat diuraikan oleh mikroorganisme). Pengukurannya dengan menganalisa
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Parameter BOD5 digunakan
sebagai indikator dari banyaknya senyawa organik-terurai yang dikandung dalam
limbah cair. Parameter BOD5 sebenarnya menunjukkan jumlah oksigen (mg O2)
yang dikonsumsi mikroba-aerobik saat menguraikan organik-terurai dalam waktu
5 hari pada 1 liter limbah cair. Contoh BOD5 = 100 mg/l berarti dalam 1 liter
limbah cair terdapat sejumlah organik-terurai yang membutuhkan O2 sebanyak
100 mg agar mikroba aerobik dapat menguraikannya dalam waktu 5 hari.
Limbah cair yang memiliki nilai BOD5 diatas 50 mg/L umumnya
memerlukan perhatian dan penanganan khusus karena dianggap berpotensi untuk
mencemari badan air penerima limbah cair tersebut. Analisa BOD5 secara titrasi
dibakukan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-2875-1992 untuk setiap
industri dapat dilihat pada Tabel 3:
Tabel 3. Nilai BOD5 Limbah Cair Beberapa Jenis Industri Jenis Industri BOD5 (Mg/L)
Tekstil 400 – 500
Makanan dan Minuman 2.500- 10.000
Deterjen, Sabun, Produk Minyak Nabati 800 -2000
Farmasi 500 – 700
Pulp dan Kertas 400 – 800 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
2. Chemical Oxygen Demand (COD)
Selain senyawa organik-terurai, limbah cair juga mengandung senyawa
organik yang tidak terurai (non biodagradable organic) yang disebut Chemical
Oxygen Demand (COD). COD adalah bahan organik yang bersifat biodagradebel
dan non biodagradebel. Pengukurannya dengan menganalisis kebutuhan oksigen
secara kimiawi. Parameter COD digunakan untuk memberikan indikasi jumlah
23 seluruh senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair. Parameter COD
sebenarnya menunjukkan jumlah oksigen (mg O2) yang ada dalam senyawa
oksidan yang dibutuhkan untuk menguraikan seluruh senyawa organik yang
terkandung dalam 1 liter limbah cair. Contoh COD = 150 mg/l berarti dalam 1
liter limbah cair terdapat senyawa organik jumlahnya setara dengan 150 mg O2.
Limbah cair yang memiliki nilai COD diatas 70 mg/l umumnya sudah
membutuhkan perhatian khusus karena dianggap berpotensi mencemari. Rasio
organik (rasio BOD5;COD ), digunakan sebagai indikator untuk menentukan tepat
tidaknya limbah cair untuk untuk diolah secara biologis. Semakin kecil rasio
BOD5;COD (< 0,6), semakin tidak tepat limbah cair itu untuk diolah secara
biologis. Limbah cair BOD5;COD > 0,8 sangat tepat untuk diolah secara biologis.
Pengukuran COD dilakukan secara spektrofotometri dibakukan dalam SNI 06-
6989,2-2004. Nilai COD beberapa limbah cair dari beberapa jenis industri dapat
dilihat pada Tabel 4, berikut ini:
Tabel 4. Nilai COD Limbah Cair Beberapa Jenis Industri
Jenis Industri COD (Mg/L)
Tekstil 850-1000
Makanan dan Minuman 7000-20.000
Deterjen, Sabun, Produk Minyak Nabati 5000-6000
Farmasi 600-1000
Pulp dan Kertas 1500-2000
Pelapisan logam 220 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
3. Total Suspended Solid (TSS)
Hampir seluruh industri mengeluarkan limbah cair yang mengandung
padatan, baik berasal dari pembersihan bahan baku, pencucian alat, maupun dari
sumber lainnya. Padatan dalam limbah cair terdiri dari padatan terlarut (DS atau
24 Dissolved Solids) maupun padatan tersuspensi (SS atau Suspended Solids). SS
memiliki ukuran diatas 2 x 10 meter atau 2 mikron (µm) sehingga terlihat kasat
mata. SS terdiri dari komponen padatan organik (VSS atau Volatile Suspended
Solids) dan komponen padatan mineral (FSS atau Fixed Suspended Solids).
Parameter padatan tersuspensi (SS atau Suspended Solid) atau juga disebut TSS
(Total Suspended Solids) menunjukkan berat padatan yang berat padatan yang
berukuran lebih besar dari 2 mikron di dalam 1 liter limbah cair. Contoh: SS = 50
mg/l berarti dalam 1 liter limbah cair ada 50 mg SS. TSS merupakan padatan
tersuspensi yang terbagi menjadi:
a) Koloid yang berukuran sangat kecil antara 0,001 – 1,2 µm,
b) sedimen atau padatan-terendapkan (Setteable Solid), ukuran > 1,2 µm.
Limbah cair yang memiliki nilai TSS diatas 100 mg/l umumnya sudah
dianggap berpotensi menimbulkan kekeruhan dan gangguan lainnya. Pengukuran
nilai TSS dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri. Analisa TSS secara
gravimetri dibakukan dalam SNI 06-6989,3-2004.
Tabel 5. Nilai TSS Limbah Cair Beberapa Jenis Industri
Jenis Industri TSS (Mg/L)
Tekstil 500-1000
Makanan dan Minuman 3000-7000
Deterjen, Sabun, Produk Minyak Nabati 300-1200
Pulp dan Kertas 700-2500
Pelapisan logam 80 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
4. Nitrogen Total (TN)
Industri yang menggunakan bahan-bahan organik alamiah, amoniak, dan
urea umumnya akan menghasilkan limbah cair yang mengandung senyawa
nitrogen. Senyawa nitrogen juga banyak dari kegiatan-kegiatan domestik di dalam
25 industri misalnya dari kantin, toilet, dan kamar mandi. Senyawa nitrogen dalam
limbah cair dapat berwujud sebagai :
a) Nitrogen organik, seperti asam amino dan protein,
b) Nitrogen anorganik, seperti amoniak (NH3), nitrit (NO3), nitrat (NO3).
Senyawa nitrit jarang dijumpai dalam limbah cair karena wujudnya yang
tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi nitrat. Parameter nitrogen total
menunjukkan konsentrasi total dari seluruh senyawa nitrogen yang dapat dijumpai
dalam limbah cair, khususnya nitrogen organik, amoniak (NH3) dan nitrat (NO3).
Limbah cair yang memiliki nilai TN di atas 50 mg N/L umumnya
dianggap berpotensi menimbulkan eutrofikasi yaitu suatu fenomena dimana
tumbuhan algae (ganggang ) tumbuh pesat dalam badan air. Unsur N merupakan
salah satu senyawa nutrien yang dibutuhkan tumbuhan untuk tumbuh
berkembang.
5. Logam - As
Logam Arsen (As) merupakan salah satu unsur logam (metal) dari 80 jenis
unsur logam. Unsur logam yang memiliki berat jenis lebih dari 5 gram/cm3
dikategorikan logam berat (heavy metal). Seperti unsur-unsur lainnya, logam – As
memiliki karakteristik mengkilap, dapat dibentuk, lentur, tidak mudah pecah atau
patah, berfungsi baik sebagai penghantar listrik, dan bermuatan positif. Arsen
sebagaimana unsur logam lainnya tidak dapat diuraikan atau dihancurkan. Walau
demikian senyawa yang umumnya mengandung As tidak stabil (mudah bereaksi)
khususnya dengan oksigen. Tabel 6 menggambarkan kadar zat pencemar yang
berasal dari industri farmasi dalam bentuk limbah awal (sebelum diolah).
26 Tabel 6. Kadar Zat Pencemar Dalam Limbah Awal (Sebelum Diolah)
Zat Pencemar Kategori A (mg/l) Kategori B (mg/l)
BOD 2.000–3.000 200 – 400
COD 4.000 - 7.500 300 – 600
TSS 3.000 – 600 250 – 500
Nitrogen Total 150 – 300 -
Senyawa Fenol 100 – 150 -
Logam – As 10 – 20 - Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
2.3 Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Cair
Pengelolaan air limbah berbeda dengan pengolahan air limbah.
Pengolahan merupakan bagian dari pengelolaan. Cakupan pengelolaan dalam air
limbah:
1. Sumber air limbah
Air limbah sudah harus dikelola mulai dari sumbernya, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Semakin sedikit jumlah air limbah dan kualitasnya, semakin baik
pengelolaannya.
2. Penyaluran atau transportasi
Penyaluran harus sesuai dengan ketentuan baik secara teknis maupun
administrasi.
3. Pengolahan air limbah
Air limbah diolah sesuai dengan kaidah teknis sesuai dengan parameternya.
27 2.3.1 Pengelolaan Sumber Air Limbah
Pengelolaan limbah tidak hanya masalah teknis tetapi juga menyangkut
manajemen akuntansi pengelolaan limbah seperti biaya-biaya yang harus
dikeluarkan untuk proses pengolahan teknis maupun non teknis. Pengelolaan pada
sumber air limbah sangat besar pengaruhnya terhadap biaya yang akan
dianggarkan dalam investasi IPAL bahkan akan memberikan keuntungan bagi
industri.
Pengelolaan yang buruk akan memperbesar nilai investasi IPAL, biaya
operasional dan perawatan. Pengelolaan yang buruk juga akan menyulitkan dalam
pencapaian baku mutu air hasil olahan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyaluran air limbah:
1. Sistem terbuka atau tertutup.
2. Air hujan sebaiknya tidak bercampur dengan saluran air limbah (sesuai dengan
peraturan pemerintah).
3. Material saluran harus tahan terhadap air limbah.
4. Besarnya tercukupi atau berlebih.
Dalam pengelolaan air limbah, untuk mencapai hasil optimal harus
memperhatikan beberapa hal, antara lain :
1. Sistem pengelolaan harus sesuai dengan karakteristik limbah.
2. Volume dan dimensi masing-masing hasil proses harus sesuai dengan beban
air limbah.
3. Lay out harus sesuai sehingga memudahkan dalam operasional perawatan.
28 4. Peralatan yang dipakai harus sesuai dengan karakteristik beban dan dimensi
bak.
5. Material peralatan yang dipakai harus sesuai dengan karakteristik air limbah.
6. Diperhitungkan biaya investasi, sistem penyaluran, operasional, material dan
hasil sampingan.
2.3.2 Pengolahan Air Limbah
Pengolahan air limbah bertujuan mengurangi atau menghilangkan
kandungan pencemar sampai setidaknya memenuhi konsentrasi yang diterapkan
dalam baku mutu limbah cair. Upaya pengolahan limbah umumnya dilakukan di
suatu IPAL.
IPAL terdiri dari beberapa unit pengolahan yang secara bersama-sama
berfungsi untuk mengolah air limbah sampai mencapai karakteristik effluent yang
diinginkan. Kegagalan di salah satu unit pengolahan dapat mempengaruhi kinerja
keseluruhan IPAL. Spesifikasi teknis dan tata cara pengoperasian IPAL sangat
ditentukan oleh:1
1. Karakteristik limbah cair yang masuk ke dalam IPAL (influent); semakin
banyak jenis dan konsentrasi kelompok pencemar di dalam air limbah,
semakin tinggi spesifikasi teknis yang dibutuhkan,
2. Karakterteristik effluent yang diinginkan; semakin baik karakteristik effluent
IPAL yang diinginkan; semakin tinggi spesifikasi teknis yang dibutuhkan,
1Makalah Training pengelolaan Air Limbah DTRLH Kabupaten Bogor (2007)
29 3. Kondisi lahan dimana IPAL itu berada,
4. Ketersediaan biaya, baik biaya investasi maupun biaya operasi; semakin tinggi
spesifikasi teknis yang dibutuhkan, semakin tinggi juga biaya investasi dan
operasi dari suatu IPAL.
Setiap jenis industri mempunyai karakteristik air limbah yang spesifik
yang berbeda dengan jenis industri lainnya. Perbedaan karakteristik air limbah
industri tersebut mengakibatkan spesifikasi teknis IPAL di tiap industri bersifat
unik dan biaya yang dikeluarkan pun akan berbeda.
Instalasi air limbah merupakan serangkaian proses unit agar air limbah
dapat terolah dengan baik dan tujuan tercapai. Rangkaian unit proses sangat
tergantung pada sistem yang diterapkan. Penerapan sistem tergantung pada
karakteristik air limbah yang akan diolah. Sistem pengolahan ada beberapa cara:
1. Fisika
yaitu dengan bantuan peralatan tanpa menggunakan bahan kimia atau makhluk
hidup. Misalnya penyaringan (screening), pengendapan, dan lain-lain.
2. Kimia
yaitu dengan bantuan bahan kimia. Pengelolaan cara kimia dan umumnya
dikombinasikan dengan cara fisika. Misalnya netralisasi pH, koagulasi, dan
flokulasi.
3. Biologi
yaitu dengan bantuan makhluk hidup untuk menguraikan kotoran dalam
limbah. Misal : active sludge, dan lain-lain.
4. gabungan dari fisika, kimia dan biologi.
30 Proses yang pengolahan yang dilakukan tergantung pada karakteristik jenis
limbah cair yang akan diolah. Masing-masing proses pengolahan limbah cair
mempunyai keuntungan dan kerugian dari segi teknis maupun non teknis. Berikut
perbandingan untung rugi proses kimia, fisika maupun biologi:
Tabel 7. Perbandingan Untung-Rugi Proses Kimia-Fisika dan Biologi
No Uraian kimia- fisika Biologi
1 Investasi awal Rendah Tinggi
2 Operational cost Tinggi Rendah
3 Luas lahan yang dibutuhkan Besar Kecil
4 Kemudahan operasional rutin Lebih sulit Lebih mudah
5 Kemudahan operasional problem Lebih mudah Lebih sulit
6 Maintenance cost Tinggi Rendah
7 Pembentukan Lumpur Banyak Sedikit
8 Kebutuhan jumlah operator Banyak Sedikit
9 Recovery ( lama penyembuhan) Sebentar Lama sekali
10 Kualitas air olahan Baik Kurang baik
11 Keramahan terhadap lingkungan Ramah Kurang ramah
12 Efek samping jangka panjang Sedikit Sedikit sekali
13 Nilai tambah - Terproduksi biogas
Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)
Berdasarkan Tabel 7, setiap proses pengolahan limbah mempunyai kekurangan
dan kelebihan, sehingga perusahaan biasanya melakukan pengolahan limbah
dengan menggabungkan beberapa proses kimia, fisika maupun biologi.
2.4 Penelitian Terdahulu
2.4.1 Limbah Cair Industri Farmasi
Selain penelitian mengenai industri farmasi, penelitian mengenai
pengelolaan dan dampak limbah industri juga diperlukan untuk mendukung
penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut antara lain penelitian yang dilakukan
oleh Agus (2005), yang meneliti mengenai karakteristik industri pengolahan kulit
31 dan dampak limbah terhadap ekonomi masyarakat sekitar dengan kasus sentra
industri kulit Sukaregang, Kabupaten Garut. Hasil dari penelitiannya
menyimpulkan bahwa berdasarkan variabel limbah mengenai keberadaan IPAL,
upaya pengusaha dalam mengelola limbah, hasil pengolahan limbah, kualitas air
sungai dan kondisi sungai. Secara umum masyarakat hilir lebih menanggapi
negatif dibanding masyarakat hulu. Adanya industri kulit memiliki dampak
ekonomi yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat hulu dan hilir,
masyarakat hulu lebih merasakan adanya manfaat langsung yang menunjang
ekonomi dibandingkan masyarakat hilir yang lebih sering mengalami keluhan
kesehatan, masalah adanya penurunan kualitas air sungai dibanding masyarakat
hulu.
Penelitian tentang ekonomi lingkungan pengelolaan limbah industri
tapioka atau aci dengan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) studi
kasus di Kelurahan Ciluar, Bogor yang dilakukan oleh Antonius (2006). Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pengrajin telah atau tidak melakukan pengelolaan limbah. Analisis dilakukan
dengan CVM yang menggunakan alat analisis probit. Penelitiannya dapat
disimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap persepsi pengrajin
terhadap pengelolaan limbah adalah pendapatan usaha dan jarak pabrik ke badan
air sedangkan faktor yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar
antara lain umur, pendidikan, pendidikan, biaya tenaga kerja, pendapatan usaha,
luas tempat usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan
pengetahuan serta pengelolaan limbah.
32
Optimasi pengolahan limbah cair dengan proses fisika-kimia-biologi studi
kasus industri permen, kosmetik, dan farmasi, PT. Procter & Gamble Indonesia,
Jakarta telah diteliti oleh Niza (1996). Tujuannya untuk mendapatkan gambaran
karakteristik limbah cair industri permen, kosmetik, dan farmasi; mengetahui
efisiensi pengolahan limbah cair industri dengan proses koagulasi, flokulasi,
proses lumpur aktif, dan proses anaerob-aerob, dan untuk mendapatkan kombinasi
pengolahan yang sesuai berdasarkan ketiga proses tersebut sehingga efisiensi
yang diperoleh memenuhi baku mutu. Pada penelitian ini metode ex post facto
digunakan untuk mendapatkan gambaran karakteristik limbah cair dan efisiensi
pengolahan limbah cair yang ada. Berdasarkan semua penelitian yang dilakukan,
ternyata efisiensi pengolahan limbah cair dengan proses koagulasi/flokulasi
(proses fisika-kimia), proses lumpur aktif dan proses anaerob-aerob (proses fisika-
biologi) yang dilakukan secara terpisah belum dapat menurunkan beban COD
sampai memenuhi baku mutu limbah yang berlaku.
Penelitian mengenai penerapan pengelolaan air limbah industri dengan
studi penerapan IPAL di Kecamatan Tugurejo, Kotamadya Semarang, Propinsi
Jawa Tengah telah dilakukan oleh Hardiyanto (2000). Tujuan dari penelitian
tersebut adalah untuk mengetahui usaha industri melakukan minimisasi air limbah
industrinya; mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pengelolaan air limbah
tidak dilakukan dengan optimal; mengetahui pengaruh investasi, beban buangan
limbah teknologi IPAL, dan perilaku sosial masyarakat. Data yang diperoleh
dianalisis dengan metode regresi berganda, korelasi berganda, analisis deskriptif
dengan menggunakan tabel frekuensi. Variabel penelitian adalah penerapan
33 pengolahan air limbah sebagai variabel terikat, biaya IPAL, beban buangan
limbah cair, teknologi IPAL, sosial masyarakat dan peraturan pemerintah sebagai
variabel bebas. Berdasarkan penelitian tersebut terdapat 74,29 persen industri dari
35 perusahaan yang memilih melakukan upaya minimisasi air limbah industrinya
melalui optimalisasi pada proses produksi (reduce). Faktor-faktor yang
mendorong industri menerapkan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) secara
berturut-turut adalah biaya investasi, beban buangan air limbah, sosial masyarakat
industri, teknologi proses, peraturan pemerintah di bidang pengelolaan
lingkungan. Faktor-faktor tersebut secara bersama-sama, secara signifikan
mempengaruhi penerapan IPAL. Hal ini dijelaskan oleh hasil uji F hitung sebesar
788,857 > dari F tabel 2,54 pada taraf signifikansi 5 persen.
Tahun 2003, Ella melakukan penelitian mengenai minimisasi limbah pada
industri farmasi dengan studi kasus di PT. Roche Indonesia. Tujuan dari
penelitiannya adalah untuk mengetahui apakah konsep minimisasi limbah yang
telah diterapkan di PT. Roche Indonesia, untuk mengetahui tindakan yang dapat
dilakukan dalam upaya minimisasi limbah, mengkaji banyaknya penghematan air
yang dapat dilakukan dan mengkaji kemungkinan pemanfaatan limbah melalui
reuse dan recycle. Metode penelitian adalah metode deskriptif melalui survey.
Hasil penelitian yang didapat adalah minimisasi dapat dilakukan dengan
pemanfaatan limbah yang dihasilkan dari proses produksi, yaitu alkohol yang
dipakai pada proses pembuatan tablet tersebut ditampung kembali dan digunakan
sebagai tambahan bahan bakar incinerator. Minimisasi dengan mengurangi
penggunaan air dapat dilakukan pada proses pencucian wadah (drum) penampung
34 tablet siap kemas. Selain itu, penghematan air dapat dilakukan pada air untuk
keperluan domestik, yaitu memberikan pelatihan cara menggunakan keran air
yang disediakan pada waktu dipakai mandi. Hal ini dapat mengurangi pemakaian
air sebesar 132 m3 per bulan.
2.4.2 Biaya Pengolahan Limbah Cair
Cita septiviani (2009) meneliti tentang penetapan pajak lingkungan untuk
industri tekstil (studi kasus PT.Unitex, Bogor). Tujuan dari penelitiannya adalah
mengestimasi besarnya Marginal Abatement Cost (MAC) dan Marginal
Damages (MD) dan megestimasi nilai pajak lingkungan. Adapun pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan biaya rata-rata (Avarage Cost Pricing/ACP)
untuk mengestimasi MAC dan pendekatan Willingness To Pay (WTA) dengan
metode Contingent Valuation Method (CVM). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penetapan pajak lingkungan yang diperoleh berdasarkan pertemuan antara
titik MAC dan MD. Nilai MAC bergantung pada besarnya nilai outlet limbah cair
yang dihasilkan dan besarnya biaya pengolahan limbah cair, semakin besar nilai
outlet semakin besar pajak yang harus dikeluarkan. Nilai MD dipengaruhi oleh
faktor faktor pendidikan dan jarak tempat tinggal dengan sungai.
Penelitian mengenai pengolahan limbah cair ditinjau dari aspek biaya
(studi kasus pengelolaan lingkungan pabrik tekstil PT. Unitex, Bogor). Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui secara rinci desain, karakter, serta kemampuan
instalasi pengolahan air limbah PT. Unitex. Penelitian dilakukan dengan
mengamati dan mempelajari cara kerja IPAL, kemudian dengan menggunakan
35 data sekunder PT. Unitex dapat dihitung biaya pengolahan limbah cair per m3nya
dan dari data sekunder laboratoriurn BBIHP diketahui kadar parameter air limbah.
Hipotesis pertama mengatakan bahwa kualitas air limbah akan menjadi lebih baik
setelah menjalani pengolahan. Uji terhadap rata-rata kadar rebelum BOD, COD,
minyak dan lemak. Sedangkan untuk parameter lain secara statistik tidak berbeda.
Hipotesa kedua menyatakan bahwa semakin besar biaya pengolahan limbah,
semakin baik limbah yang dibuang sekitar pabrik. Dari pengamatan langsung di
lapangan hal ini terbukti sebab, air limbah yang diolah sama sekali tidak
mengganggu masyarakat. Berdasarkan perhitungan analisis biaya menunjukkan
bahwa pengeluaran pengolahan limbah saat ini hanya 1 persen dari nilai produk.
Berdasarkan studi penelitian terdahulu, ternyata penelitian mengenai
pengolahan limbah masih bersifat teknis. Penelitian pengolahan limbah ditinjau
dari segi ekonomi seperti menghitung tambahan biaya untuk mengurangi daya
cemar limbah cair tiap parameter per satuan konsentrasi dan menginternalisasi
Marginal Abatement Cost (MAC) ke dalam harga satuan produk belum banyak
dilakukan. Sehingga Estimasi Marginal Abatement Cost Limbah Cair Industri
Farmasi (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)
penting untuk dilakukan.