ii. tinjauan pustaka a. kajian teoriabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/a121408061_bab2.pdf ·...
TRANSCRIPT
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Bulutangkis
a. Permainan Bulutangkis
Bulutangkis merupakan salah olahraga yang terkenal didunia. Olahraga ini
menarik berbagai kelompok usia, berbagai tingkat elemen masyarakat, dan berbagai
tingkat ketrampilan. Pria dan wanita memainkan olahraga ini di dalam atau diluar
ruangan untuk rekreasi juga sebagai ajang kompetisi. Permainan bulutangkis dapat
dimainkan secara perorangan (tunggal) satu lawan satu dan ganda yaitu dua lawan dua,
bahkan dalam modifikasinya bulutangkis dapat dimainkan tiga lawan tiga. Bulutangkis
dimainkan dengan cara memukul shutllecock dengan menggunakan raket sebagai
alatnya dan netting sebagai pembatasnya, dengan berusaha mempertahankan cock tetap
melaju di udara serta agar tidak jatuh di daerah lapangan sendiri, dan berusaha
mematikan permainan lawan dengan aturan permainan yang telah ditentukan. Sutono
(2008 : 1) menyatakan “Bulutangkis merupakan olahraga yang dimainkan dengan
menggunakan net, raket, dan bola dengan teknik pemukulan yang bervariasi mulai dari
yang relatif lambat hingga yang sangat cepat disertai dengan gerakan tipuan”.
Permainan bulutangkis dilakukan di area lapangan persegi panjang dan dibagi
dua oleh sebuah net sebagai pembatas pemain. Panjang lapangan adalah 13,4 meter dan
lebar 6,1 meter untuk ganda dan 5,18 meter untuk tunggal. Wilayah servis ditandai
dengan garis yang membagi dua lapangan dan garis yang melintang sejauh 1,98 meter
dari net. Untuk ganda , bidang servis dibatasi juga oleh garis di belakang, yang berjarak
0,76 meter dari garis belakang. Garis-garis lapangan mempunyai ketebalan 40 mm dan
harus berwarna kontras terhadap warna lapangan. Warna yang disarankan untuk garis
lapangan adalah putih atau kuning. Permukaan lapangan disarankan terbuat dari kayu
atau bahan sintetis yang lunak, hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya resiko
cedera pada pemain. Ketinggian net adalah 1,55 meter di tepi dan 1,524 meter di bagian
tengah. Jaring pada net berwarna gelap kecuali bibir jaring yang mempunyai ketebalan
75 mm harus berwarna putih.
6
b. Teknik Dasar Ketrampilan Bulutangkis
Dalam setiap cabang olahraga hal pertama yang diajarkan kepada peserta didik
adalah teknik dasar. Karena teknik dasar ini adalah awal dari pembentukan ketrampilan
peseta didik. Permainan bulutangkis merupakan salah satu permaian yang
membutuhkan ketrampilan khusus dengan gerakan yang bervariasi dan dengan kesulitan
yang sederhana hingga komplek. Sehingga sangat penting bagi pemain bulutangkis
untuk memahami dan menguasai teknik dasar keterampilan Bulutangkis.
Ketepatan dan keselarasan gerakan harus diperhatikan untuk dapat
menyelesaikan rangkaian tugas gerak dan melakukan keterampilan bulutangkis dengan
baik. Menurut Sapta Kunta (2010 : 13) bahwa, “ Untuk menjadi pemain bulutangkis
yang baik, maka seorang atlet harus menguasai teknik dasar bulutangkis dengan benar.
Teknik dasar yang dimaksud bukan hanya penguasaan teknik memukul, tetapi juga
melibatkan teknik-teknik yang berkaitan dengan permainan bulutangkis”.
Begitu pula dalam pembelajaran bulutangkis, penguasaan teknik dasar
keterampilan bulutangkis menjadi tujuan utama. Pada latihan formal yang dilakukan di
lingkungan pendidikan atau di sekolah-sekolah pada umumnya bertujuan agar peserta
didik mengetahui, memahami dan dapat melakukan gerakan teknik dasar bulutangkis
dengan baik dan benar. Lain halnya dengan latihan non formal yang sudah mengarah ke
pencapaian prestasi yang maksimal. Teknik dasar dalam permainan bulutangkis yang
harus dikuasai oleh seorang pemain bulutangkis meliputi: sikap berdiri (stance), teknik
memegang raket, teknik memukul bola, dan teknik langkah kaki (foot work).
1) Sikap Berdiri (stance)
Sikap berdiri dalam permainan bulutangkis ini sangat bervariasi, karena setiap pemain
memiliki style atau gaya bermain yang berbeda-beda. Adapun sikap berdiri dapat dibagi
dalam tiga bentuk, yaitu : sikap berdiri saat servis, sikap berdiri saat menerima
servis/reservice, dan sikap saat in play, (Purnama, 2010 : 13). Pada dasarnya yang
membedakan ketiga bentuk sikap berdiri tersebut adalah posisi kaki dan titik tumpuan
berat badan. Sikap berdiri sangat penting guna memudahkan melakukan gerakan
maupun pukulan. Sikap berdiri merupakan awalan dari rangkaian sebuah gerakan,
sehingga turut menentukan keberhasilan suatu gerakan.
7
2) Teknik Memegang Raket
Ada beberapa teknik memegang raket dalam permainan bulutangkis, namun
tidak mengharuskan cara memegang raket seorang pemain bulutangkis sama persis
dengan referensi yang sudah ada didalam buku. Setiap pemain mempunyai ciri kas
tersendiri dan kenyamanan memegang raket yang berbeda-beda. Teknik memegang
raket ini merupakan dasar dalam melakukan berbagai pukulan. Teknik memegang yang
baik adalah pegangan yang nyaman dan dapat melalukan berbagai pukulan akurat, tidak
terlalu banyak menguras tenaga, efisien dan efektif. Ketepatan dalam pegangan sangat
berpengaruh terhadap pukulan yang dihasilkan. Untuk memudahkan pergelangan tangan
ketika melakukan berbagai pukulan seorang pemain sebaiknya menggunakan jari-jari
tangan, bukan telapak tangan. Karena jari-jari tangan dapat dengan leluasa ketika
menggerakkan raket baik itu ketika melakukan pukulan ataupun menerima pukulan.
Pegangan raket pada saat permainan bulutangkis dapat berubah-ubah sesuai
jenis pukulan dan tujuan yang diinginkan. Letak pegangan dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu pada bagian atas dan bagian bawah. Fungsinya pun berbeda pegangan
bagian atas biasanya digunakan untuk melakukan netting yang bersifat lambat dan
halus. Sedangkan bagian bawah biasanya digunakan untuk pululan yang keras seperti
smash dan lob. Namun adapula jenis pukulan yang keras dengan menggunakan
pegangan bagian atas yaitu pada pukulan drive. Pegangan atas banyak digunakan pada
pemain ganda yang cenderung banyak bermain di dekat net.
Kesalahan dalam pegangan raket dapat mempengaruhi pola dan tipe pukulan
pada permainan, apabila tidak diperbaiki dari awal maka sulit dibenahi untuk
selanjutnya. Oleh karena itu, pengenalan dan pembiasaan cara memegang raket yang
baik dan benar harus mendapat perhatian dan pengarahan khusus sejak awal belajar.
Menurut (James Poole, 2011 : 18) ada tiga cara untuk memegang raket dalam
permainan bulutangkis: pegangan forehand¸backhand, dan frying pan (panci
penggoreng).
a) Forehand grip (pegangan untuk pukulan dengan telapak tangan menghadap ke
depan).
Pegangan forehand dapat digunakan untuk setiap gerakan pukulan. Beberapa
pemain mengatakan bahwa mereka dapat melakukan jenis pukulan hanya dengan
menggunakan cara memegang forehand, tanpa harus mengganti cara pegangan lainya.
8
Pegangan ini dilakukan dengan cara memegang leher raket dalam tangan kiri, dengan
bidang raket tegak lurus tubuh kita. Tempatkan tangan kanan pada tali raket (senar) dan
geser ke arah pergelangan raket sehingga tengah-tengah dari bagian bawah telapak
tangan berada pada ujung pegangan raket. Pegangan raket harus terletak menyilang
pada telapak tangan dan jari-jari tangan kanan. Pegangan raket forehand bisa juga
dilakukan dengan cara seperti berjabat tangan. Bentuk ”V” tangan diletakkan pada
bagian gagang raket.
Gambar 1.1. Pengangan Raket Forehand (Forehand Grip)
Aksan (2012 : 55)
b) Backhand grib (pegangan untuk pukulan dengan telapak tangan menghadap
kebelakang)
Perbedaan antara pegangan forehand dan backhand ialah terletak pada ibu jari
yang dipindahkan dari kedudukan melingkari sisi pegangan raket (untuk forehand)
menjadi posisi tegak di sudut kiri atas dari pegangan tersebut (untuk backhand). Dengan
posisi seperti itu, memungkinkan menggunakan sisi dalam dari ibu jari sebagai pengukit
ketika melakukan gerakan memutar lengan dan tangan pada saat melakukan backhand.
Pegangan ini sangat berguna untuk orang-orang yang baru belajar, karena ibu jari
memberikan tenaga ekstra pada pukulannya. Kelemahan pegangan ini adalah ketika
shuttle ada dibelakang tubuh pemain, maka pemain tidak dapat melakukan pukulan
secara efektif hingga ke garis belakang lawan.
9
Gambar 1.2. Pegangan Raket Backhand (Backhand Grip)
Aksan (2012 : 56)
c) Frying pan grip (pegangan panci penggoreng)
Cara pegangan ini biasanya digunakan ketika melakukan pukulan reservice
atau megembalikan pukulan servis, serta dalam permainan net pada permainan yang
membutuhkan pukulan-pukulan pendek. Pegangan ini sebenarnya sama dengan
pegangan gebuk kasur/american grib. Gebuk kasur adalah cara memegang raket dengan
bagian tangan sela-sela antara ibu jari dan telunjuk menempel pada bagian pegangan
raket yang lebar/gepeng. Cara memegang dan memukulkan raket seperti ketika
memegang atau memukulkan alat yang disebut gebuk kasur. Cara pegangan ini biasanya
dilakukan oleh pemula yang pertama kali belajar memegang dan memukulkan raket.
Dengan cara pegangan gebuk kasur ini, pukulan yang dihasilkan menjadi lebih
keras, selain itu lebih mudah mengarahkan shutllecock, sehingga arah pukulan sulit
diduga oleh lawan. Namun cara pegangan ini juga memiliki kelemahan, yaitu kurang
efektif untuk pukulan backhand dan pada permainan netting dan pada saat
bertahan/defence. Oleh karena itu, cara pegangan ini kurang diminati dan jarang
digunakan oleh pebulutangkis. Pada umumnya pelatih/pengajar menyarankan untuk
mengubah cara pegangan ini pada peserta didiknya, karena pegangan ini terlalu kaku
dan kurang fleksibel.
10
Gambar 1.3. Frying pan grip
Poole (2011 : 19)
3) Teknik Memukul Bola (Strokes)
Dalam permainan bulutangkis banyak sekali variasi-variasi teknik pukulan,
teknik pukulan ini menjadi ciri khas yang mendasar bagi seorang pemain. Teknik
pukulan digunakan dengan tujuan mematikan permainan lawan dengan cara
mengembalikan atau menyeberangkan bola ke daerah lapangan permainan lawan.
Namun dalam teknik pukulan bukan hanya sekedar menyeberangkan shuttlecock, tetapi
juga harus memperhatikan arah pukulan, sehingga shuttlecock jatuh pada daerah
lapangan lawan yang sah, dan menghasilkan poin.
Dapat diketahui bahwa tujuan teknik pukulan yang utama adalah untuk
mematikan permainan lawan, baik itu dengan teknik serangan maupun bertahan. Dalam
permainan bulutangkis terdapat beberapa macam teknik pukulan, antara lain service,
lob, smash, dropshoot, netting, dll. Menurut Purnama ( 2010 : 15 ) macam-macam
teknik dasar pukulan dalam permainan bulutangkis adalah servis panjang, servis
pendek, lob, semes, drop shot, chop, drive, dan netting. Semua teknik pukulan
bulutangkis dapat dilakukan secara forehand maupun backhand. Pendapat lain
dikemukakan oleh Aksan (2012: 65) jenis-jenis pukulan yang harus dikuasai oleh
pemain bulutangkis antara lain “(1) Pukulan service, (2) Pukulan dari
bawah/Underhand, (3) Overhead Clear/lob, (4) Pukulan smash, (5) Pukulan
potong/dropshot, (6) Netting, (7) Return Smash, (8) Drive”.
Dari berbagai pendapat para ahli dapat diketahui bahwa teknik pukulan dalam
permainan bulutangkis terutama dalam pembelajaran dasar bagi pemula yang harus
dikuasai adalah service, overhead clear, smash, dropshot, drive dan netting.
11
a) Pukulan Service
Dalam permainan bulutangkis, servis merupakan modal awal untuk bisa
memenangkan suatu game. Karena servis merupakan pukulan pembuka suatu
game/pertandingan. Pukulan ini boleh dilakukan baik dengan forehand maupun dengan
backhand. Pukulan servis dengan forehand banyak digunakan daam permainan tunggal,
sedangkan pukulan servis dengan backhand umumnya digunakan dalam permainan
ganda. Meskipun demikian, mengingat semakin berkembangnya permainan menyerang
dengan smash-smash tajam yang bahkan dapat dilakukan dengan sempurna dari daerah
belakang oleh beberapa pemain yang memiliki power yang lebih. Dewasa ini sudah
banyak pula pemain tunggal yang melancarkan pukulan servis dengan backhand yang
rendah dan pendek.
Menurut peraturan PBSI, ketika pukulan servis dilakukan, shuttle tidak boleh
melebihi pinggang pemain yang sedang melakukan servis. Selain itu, bidang kepala
raket juga tidak boleh lebih tinggi dari pada tangan yang memegang raket tersebut.
(gambar scan) karena pukulan servis pada permainan bulutangkis harus selalu mengarah
keatas dan lebih bersifat sebagai pukulan menjaga diri dari pada pukulan menyerang.
Hal ini sangan berbeda pukulan pada permainan tenis ataupun permainan bola voli.
b) Pukulan Lob/Overhead
Pukulan lob adalah merupakan salah satu pukulan dari atas kepala yang keras,
panjang, tinggi, dan mengarah ke bagian belakang daerah lawan ketika rally terjadi atau
permainan berlangsung. Pukulan lob merupakan pukulan yang paling sering dilakukan
oleh seorang pemain. Pukulan ini biasanya dilakukan ketika seorang pemain mengalami
tekanan. Menurut Purnama (2010 : 20) Pukulan lob sangat penting dalam
mengendalikan permainan bulutangkis, sangat baik untuk mempersiapkan serangan,
atau untuk membenahi posisi sulit saat mendapat tekanan dari lawan. Menurut
Hendriansyah (2011 : 61) ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
pukulan lob, antara lain sebagai berikut :
1. Pergunakan pegangan forehand, pegang raket dan posisinya di samping bahu.
2. Posisi badan menyamping (vertikal) dengan arah net. Posisi kaki kanan berada di
belakang kaki kiri dan pada saat memukul bola, harus terjadi perpindahan beban
badan dari kaki kanan ke kaki kiri.
3. Posisi badan harus diupayakan selalu berada dibelakang bola.
12
4. Bola dipukul seperti gerakan melempar.
5. Pada saar perkenaan bola, tangan harus lurus. Posisis akhir raket mengikuti arah
bola, lalu lepas, sedangkan raket jatuh di depan badan.
6. Lecutkan pergelangan raket ketika bola impact.
Pukulan lob yang tinggi dan panjang berguna sebagai teknik bertahan. “Pukulan
clear yang bersifat bertahan memiliki lintasan yang tinggi dan panjang” (Grice, 2002:
41). Sedangkan pukulan lob yang berguna atau bersifat serangan yaitu dengan lintasan
panjang, cepat dan mendatar. Pada umumnya dalam pembelajaran bagi pemula pukulan
lob adalah teknik pukulan pertama yang diajarkan. Ini karena pukulan lob relatif lebih
mudah dilakukan daripada pukulan lainnya bagi pemain pemula.
Gambar 1.4. Pukulan Lob
Aksan (2012 : 76)
c. Pukulan Smash
Pukulan smes adalah pukulan dari atas kepala yang dilakukan dengan tenaga
penuh mengarah kebawah atau menukik tajam yang bertujuan untuk mematikan lawan.
Pukulan ini identik sebagai pukulan menyerang, karena tujuan utamanya untuk
mematikan lawan. Perkembangan bulutangkis saat ini sudah mengalami kemajuan yang
begitu pesat sudah banyak pemain-pemain yang memiliki pertahanan/defence yang kuat.
Pukulan-pukulan smash keraspun bisa dikembalikan dengan mudah, bahkan serangan
lawan bisa menjadi boomerang bagi penyerang itu sendiri. Menurut Herdiansyah (2011
: 63) Karakteristik pukulan smes adalah keras dan laju jalannya kok cepat menuju lantai
13
lapangan. Untuk itu pukulan smes membutuhkan aspek kekuatan otot tungkai, bahu,
lengan, dan fleksibilitas pergelangan tangan serta koordinasi gerak tubuh yang
harmonis.
Gambar 1.5. Pukulan Smash
Aksan (2012 : 78)
d. Pukulan Drop Shot/Pukulan Potong
Pukulan dropshot sering disebut juga pukulan chop. Pukulan chop dilakukan
dengan overhead, seperti teknik pukulan lob dan smes. Pukulan dropshot adalah
pukulan yang pelan dangan arah kelajuan bola kebawah dan sedekat mungkin dengan
net. “Dropshot adalah pukulan menyerang dengan menempatkan bola tipis dekat jaring
pada lapangan lawan. Dropshot menggandalkan kemampuan felling dalam memukul
bola sehingga arah dan ketajaman bola tipis diatas net serta jatuh di dekat net”
(Purnama, 2010 : 22).
Pukulan dropshot yang baik biasanya dilakukan dengan tipuan, sehingga
memaksa lawan kesulitan menjangkau bola yang terarah di dekat net. Dengan
kombinasi pukulan lob dan dropshot yang baik maka akan sangat menyulitkan lawan
dalam penguasaan lapangan secara penuh. Pukulan drop shot yang baik adalah ketika
kok jatuh dekat sekali dengan jaring di daerah lapangan lawan.
14
Gambar 1.7. Pukulan Drop Short
Aksan (2012 : 81)
e. Drive
Drive adalah pukulan yang dilakukan dengan cepat dan mendatar. Pukulan
drive banyak dilakukan dalam permainan ganda. Tujuan dari pukulan ini adalah untuk
menghindari lawan ketika melakukan serangan atau untuk memaksa lawan mengangkat
bola dan berada pada posisi bertahan. Pukulan Drive juga dapat dilakukan dengan arah
tajam, tergantung posisi bola yang akan dipukul. Purnama (2010 : 23) menyatakan
bahwa “ pukulan drive biasanya digunakan untuk menyerang atau mengembalikan bola
dengan cepat secara lurus maupun menyilang ke daerah lawan, baik secara forehand
maupun backhand.
Pukulan drive merupakan ciri permainan dengan tempo yang cepat, ini biasa
terjadi pada permainan ganda yang mengandalkan permainan menyerang yang cepat.
Semakin mendatar dan cepat maka bola lebih sulit untuk dikembalikan oleh lawan.
Menurut Herdiansyah (2011 : 70), Untuk melakukan pukulan drive memerlukan
ketrampilan tingkat lanjut, karena pukulan ini menuntut ketrampilan grip, reflek yang
cepat, dan kekuatan pergelangan tangan.
f. Pukulan Netting
Pukulan netting adalah pukulan yang dilakukan dekat net, diarahkan sedekat
mungkin ke net, dan dipukul dengan sentuhan tenaga halus sekali. Pukulan netting yang
baik apabila bola yang dipukul halus dan melintir tipis dekat sekali dengan net. Pukulan
netting bisa dilakukan dengan meggunakan pegangan forehand maupun pegangan
backhand.
Keberhasilan pukulan netting dipengaruhi oleh keluwesan footwork,
keseimbangan tubuh, posisi raket, dan kok saat terjadi pukulan, serta daya kosentrasi
pemain. sikap dan posisi kaki ketika menumpu harus tetap kokoh menapak di lantai
15
dengan lutut agak dibengkokkan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi gerakan
tambahan yang dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh.
4) Footwork /Teknik Langkah Kaki
Agar dapat memukul bola dengan posisi yang baik, seorang pemain bulutangkis
harus dapat melangkahkan kaki dengan tepat, cepat, dan berkelanjutan. Sikap dan
langkah kaki yang benar dalam permainan bulutangkis sangat penting dikuasai secara
benar oleh setiap pemain, karena teknik melangkah sangat mempengaruhi kualitas
ketika seorang pemain melakukan pukulan dan mengembalikan pukulan. Mengenai
teknik langkah kaki dalam bulutangkis, menurut Purnama (2010 : 26) bahwa :
Prinsip dasar footwork dalam permainan bulutangkis adalah kaki yang sesuai dengan
tangan yang digunakan untuk memegang raket saat memukul selalu berakhir sesuai
arah tangan tersebut. Misalnya tangan memukul ke arah depan net, maka langkah
akhir kaki yang sesuai tangannya juga di depan; demikian pula saat memukul bola di
daerah belakang maka langkah akhir kaki yang sesuai tangannya juga di belakang.
Hal ini berarti harus ada keselarasan gerak langkah kaki dengan pukulan yang
akan dilakukan. Langkah kaki sangat berpengaruh terhadap hasil pukulan. Selain itu
tumpuan kaki yang kuat berpengaruh terhadap pengaturan power pukulan yang
dilakukan. Pukulan dapat dilakukan dengan arah dan teknik yang tepat sesuai dengan
tujuan pukulan, jika langkah kaki yang dilakukan juga benar.
5) Pola-Pola Pukulan
Setelah mempelajari dan menguasai teknik pukulan dalam bulutangkis,
selanjutnya menggabungkan teknik pukulan-pukulan tersebut menjadi rangkaian yang
disebut pola pukulan. Penguasaan pola pukulan penting untuk mengembangkan
permainan bulutangkis. Pola pukulan diajarkan dengan rangkaian yang terpadu dan
berkesinambungan sesuai pada saat permainan bulutangkis berlangsung. Sugiarto
(2002: 39) mengemukakan, “Pola latihan teknik pukulan adalah pukulan yang dilakukan
secara berurutan dan berkesinambungan yang dilakukan dengan cara berulang-ulang
sehingga menjadi bentuk/pola teknik pukulan yang dapat dimainkan secara harmonis
dan terpadu”.
Terdapat banyak pola lain yang dapat dikembangkan. Pola yang dikembangkan
disesuaikan dengan tujuan pola permainan yang dominan baik serangan maupun
16
bertahan. Pola-pola pukulan yang dikembangkan juga harus dilakukan secara efektif,
baik dari gerakan maupun kombinasi pukulan. Dalam melatih/mengajarkan pola
pukulan dimulai dari pola yang sederhana kemudian semakin sulit/kompleks.
2. Latihan Imagery
a. Pengertian Imagery
Imagery merupakan salah satu metode latihan visualisasi atau pembayangan
untuk meningkatkan ketrampilan teknik seorang atlit. Vealey & Greenleaf (2011)
mendifinisikan imagery sebagai: ”As re-creating or creating, as polysensory
experience, as the absence of eksternal stimuli”. Imagery merupakan sebuah bentuk
simulasi yang aktual, dalam imagery berbagai pengalaman itu nyata melalui pancaindra
(melihat, merasakan, dan mendengarkan), tetapi secara keseluruhan pengalaman itu
terjadi didalam otak. Weinberg & gould (1995 : 280) menjelaskan: “Through imagery
you can recreate previous positive experiences or picture new events to prepare
yourself mentally for performance”. Imagery berarti gambaran - gambaran mental
secara kolektif, yang menyebabkan seseorang dapat membentuk gambaran - gambaran
dalam otaknya (Kartono & Gulo, 2000 : 217). Jadi bisa disimpulkan imagery adalah
merupakan salah satu metode latihan mental yang membentuk gambaran - gambaran
gerakan ketrampilan atlet, yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan seorang
atlet.
Dalam latihan imagery akan terjadi proses visualisai yaitu ketrampilan melihat
diri sendiri dalam benak atau layar mata hatinya, dengan penuh kesadaran memanggil
bayangan (gambaran) yang sudah dibayangkan dalam proses imagery. Hal ini sama
dengan fase dalam belajar gerak yaitu ketika seseorang belajar memasuki fase yang
pertama yaitu fase kognitif. Pada fase kognitif pelatih ataupun guru memberikan
informasi kepada siswa agar siswa paham tentang bagaimana cara untuk melakukan
gerakan yang baik dan benar. Setelah siswa memperoleh informasi tentang materi
latihan yang akan dilakukan, secara tidak langsung di dalam benak siswa telah terbentuk
motor-plan, yaitu ketrampilan intelektual dalam merencanakan cara melakukan
ketrampilan gerak. Orlick (1980) yang dikutip Setyobroto (2010 : 144) menjelaskan,
apabila atlet melakukan latihan imagery secara otomatis atlet melihat dirinya sendiri
17
(visualisasi) dalam melakukan sesuatu, seperti melihat dirinya dalam rekaman video.
Hal terpenting yang diperoleh dari latihan imagery adalah atlet melihat dan merasakan
bahwa dirinya melakukan gerakan atau ketrampilan tertentu secara benar. Hal ini akan
berpengaruh secara positif terhadap penguasaan gerak penampilan olahraga yang
sesungguhnya. Ketika dalam latihan imagery terjadi proses visualisasi, maka banyak
rasa (sense) yang memungkinkan terlibat, seperti kinestetik, auditori, taktil, dal olfaktori
sense.
Kinestetik sangat penting untuk atlet sebab adanya sensasi posisi tubuh atau
pergerakan yang timbul dari rangsangan ujung syaraf sensoris dalam otot, sendi, dan
tendon. Dalam permainan bulutangkis ketika seorang atlet melakukan smash pukulan
tersebut menggunakan “sense”. Pertama, untuk melihat shutllecock yang dipukul oleh
seorang pemain (menggunakan visual sense). Kedua, untuk mengetahui dimana posisi
kok saat perkenaan untuk mentransfer kekuatan yang cepat (power) dan tepat. Atlet
yang menggunakan auditory sense berguna untuk mendengarkan suara perkenaan alat
pemukul dengan kok. Taktile sense berguna untuk merasakan bagaimana alat pemukul
dirasakan oleh tangan pada saat memukul.
Disamping keterlibatan perasaan (sense), belajar untuk menyertakan sejumlah
keadaan emosional dan moods untuk menggambarakn pengalaman merupakan bagian
penting dalam latihan imagery. Menciptakan kembali emosi-emosi seperti (kecemasan,
marah, kesenangan, atau perasaan sakit) melalui imagery akan membantu atlet
mengendalikan keadaan tersebut. Misalnya, seorang atlet bulutangkis gagal ketika
melakukan servis, selanjutnya atlet tersebut membayangkan dan menciptakan
gambaran-gambaran dalam pikiranya bagaimana melakukan servis yang baik dan benar.
Latihan imagery akan mudah untuk dilakukan apabila kita paham tentang fase
dalam belajar gerak. Menurut fiits dan Posner yang dikutip Sugiyanto (2012 : 34) ada
tiga fase dalam belajar gerak yaitu: fase kognitif, fase asosiatif, dan fase otonom.
1) Fase kognitif atau fase awal
Fase kognitif merupakan fase awal dalam belajar gerak ketrampilan. Dikatakan
fase kognitif karena pada awal mempelajari gerakan ketrampilan baru, fungsi
kognitifnya yang mula-mula aktif. Siswa menggunakan pikirannya untuk mengetahui
18
gerak ketrampilan yang akan dilakukan. Pada fase kognitif pelajar berusaha
memahami ide atau konsep gerakan melalui pendengaran, penjelasan, atau melihat
contoh gerakan. Informasi verbal tentang gerakan yang didengar oleh telinga, dan
informasi visual yang dilihat oleh mata kemudian diproses kedalam mekanisme
perseptual yaitu mekanisme menangkap dan memahami makna informasi.
Berdasarkan pemahaman tentang gerakan yang dimaknakan dari informasi yang
diberikan, pada pikiran pelajar muncul gerakan yang akan dilakukan.
2) Fase asosiatif atau fase menengah
Fase asosiatif merupakan fase setelah fase kognitif. Konsep gerak ketrampilan
yang dipahami pada fase kognitif kemudian dicoba untuk dilaksanakan dalam
praktik. Di sini terjadi pengasoslasian antara aktivitas kognitif denga aktivitas gerak
tubuh. Konsep gerak yang kemudian menjadi rencana gerak, yang ada didalam
pikiran dicoba untuk dipraktikkan dalam wujud gerakan tubuh. Rencana gerak
kemudian dilaksanakan dalam kegiatan mempraktikkan gerakan.
Saat awal mempraktikkan gerakan, aktivitas kognitif masih mendominasi proses
pelaksanaan gerak. Pikiran tentang konsep gerak masih lebih dominan dibanding
memikirkan pelaksanaan geraknya, sehingga respon geraknya masih belum benar
dan belum lancar. Setelah pelajar mempraktikkan gerakan berulang-ulang, konsep
gerak yang ada dalam pikiran sudah semakin mudah dilaksanakan dalam respon
geraknya. Aktivitas kognitif sudah berasosiasi secara baik dengan respon geraknya,
sehingga pelajar semakin mudah dan benar dalam melaksanakan konsep gerakan.
Siswa semakin menguasai ketrampilan gerak yang dipelajari. Dengan mengulang-
ulang praktek gerak, siswa akan mencapai fase otonom.
3) Fase otonom atau fase akhir
Fase otonom dapat dikatakan sebagai fase akhir dalam mempelajari gerak
ketrampilan yang baru, atau merupakan puncak pencapaian ketrampilan gerak. Siswa
mampu melakukan gerakan ketrampilan secara otonom dan otomatis. Gerakan yang
otonom adalah gerakan dapat dilakukan walaupun pada saat yang bersamaan siswa
melakukan aktivitas kognitif selain gerak yang dilakukan. Misalnya pemain
bulutangkis dapat melakukan smash dengan baik sambil memperhatikan posisi lawan
19
dan arah jatuhnya bola. Sedangkan gerakan yang otomatis adalah gerakan yang
dilakukan seolah-olah dengan sendirinya. Misalnya pemain bulutangkis yang
melakukan defence spontan mengembalikan pukulan smash yang mengarah pada
dirinya.
Untuk mencapai gerak yang otonom dan otomatis harus melalui latihan
berulang-ulang secara teratur dan berkelanjutan dalam jangka waktu relatif lama.
Gerakan otonom dan otomatis akan dapat dilakukan apabila siswa mampu melewati
fase kognitif. Tanpa pemahaman yang baik siswa tidak akan pernah dapat melakukan
gerakan secara otonom dan otomatis.
Dengan metode latihan imagery siswa menciptakan kembali pengalamannya
didalam pikiran. Latihan imagery di dalamnya akan terjadi proses visualisasi yaitu
suatu ketrampilan melalui diri sendiri dengan penuh kesadaran memanggil bayangan
(gambaran) yang sudah dibayangkan dalam proses imagery. Hal ini berhubungan
dengan fase kognitif dalam belajar gerak, siswa berusaha untuk memahami ide atau
konsep gerakan melalui pendengaran, penjelasan, atau melihat contoh gerakan.
Namun imagery adalah suatu metode latihan yang menekankan proses visualisasi di
dalam pikiran siswa yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan gerak siswa.
b. Bentuk Latihan Imagery
Latihan imagery diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk latihan. Hall, et al.,
(1998) yang dikutip oleh Komarudin (2013 : 88) mengklasifikasikan latihan imagery
menjadi lima bentuk yaitu :
1) Cognitive Specific (CS) : imagery ini khusus untuk ketrampilan olahraga yang
spesifik, seperti tembakan bebas dalam bola basket.
2) Cognitive General (CG) : imagery ini merupakan strategi yang dilakukan
secara rutin, seperti strategi pertahanan dan penyerangan yang dilakukan oleh
tim sepak bola.
3) Motivational specific (MS) : imagery ini dilakukan untuk menentukan tujuan
secara spesifik, dan membentuk perilaku yang berorientasi pada tujuan, seperti
atlet angkat beban yang ingin mencapai rekor angkatan, memperoleh medali
dalam kejuaraan.
20
4) Motivational general aurosal (MGA) : imagery yang berhubungan dengan
emosi dan performa, seperti merasa gembira dan semangat ketika bertanding di
depan penonton banyak.
5) Motivational general mastery (MGM) : imagery yang terkait dengan
penguasaan situasi olahraga, seperti atlet sepak bola tetap fokus ketika berada
pada posisi dicaci maki oleh penonton.
Menurut hasil penelitian menunujukkan bahwa lima bentuk latihan imagery sering
digunakan oleh atlet, tetapi latihan imagery motivasi (motivational imagery) lebih
sering digunakan dari pada latihan imagery kognitif (cognitive imagery). Pada
dasarnya, latihan imagery yang biasa dilakukan atlet telah menunjukkan ke-lima
bentuk latihan imagery tersebut.
Latihan imagery yang dilakukan atlet sangat terkait dengan tujuan
melakukan latihan imagery , seperti pada kognitif imagery bentuk cognitive
specific (CS), digunakan untuk meningkatkan penampilan atlet pada ketrampilan
yang spesifik misalnya hanya untuk meningkatkan motivasi, atau hanya untuk
meningkatkan kepercayaan diri atlet. Cognitive general (CG), Motivation specific
(MS), dan Motivation general arousal (MGA) sangat efektif untuk meningkatkan
kepercayaan diri. Motivation general arousal (MGA) juga bisa digunakan dalam
melakukan psyching up supaya atlet tampil tenang dan memperoleh tingkat
arousal yang optimal. Atlet dapat menampilkan penampilan terbaiknya. Oleh
karena itu, menggunakan kombinasi bentuk imagery sangat terkait dengan tujuan
yang spesifik.
c. Karakteristik Imagery
Karakteristik latihan imagery dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Apruebo
(2005 : 259) menjelaskan sebagai berikut :
1) Vividnes merupakan penggambaran sebuah peristiwa olahraga dengan jelas,
realistik, melibatkan pancaindra, dan dilakukan secara detail.
2) Multisensory, karakteristik ini memungkinkan dapat melibatkan pancaindra,
misalnya melihat gerak, merasakan gerakan sendiri, mendengarkan suara, dan
mencium bau. Selain itu, berusaha untuk menciptakan kembali rasa gerak
yang sebenarnya. Gambaran tersebut lebih dekat dan nyata dalam pikiran,
21
emosi, perasaan gerak, dan transfer yang lebih baik kepada peforma yang
sebenarnya.
3) Controllablity merupakan gambaran mengenai apa yang atlet inginkan untuk
ditampilkan. Masalah yang biasa dilakukan terkait dengan bagaimana
mengendalikan gambaran gerak, biasanya dengan cara mengulang-ulang
kesalahan atau kegagalan, dan mengingat gambaran gerak yang sebenarnya.
Dengan demikian, latihan ketrampilan mental membutuhkan latihan supaya
berkembang lebih sempurna.
4) Internal atau eksternal persfektif, karakteristik ini mengacu kepada
memvisualisasikan olahraga atau peristiwa tertentu melalui pandangan mata
pelaku. Sedangakan perspektif eksternal mengacu kepada melihat atau
menontom penampilan atlet pada sebuah video. Imagery internal lebih fokus
pada kompetisi. Imagery eksternal lebih baik untuk mengoreksi kesalahan
yang dilakukan atlet.
5) Mastery rehearsal merupakan karakteristik untuk melihat penampilan pada
diri seorang atlet secara sempurna dengan penuh percaya diri dan penuh
perhatian. Perhatiannya tertuju utuk memperhatikan permainan atau performa
terbaiknya. Atlet mendegarkan suara, merasakan energi, adrenaline,
intensitas, dan merasakan emosi positif yang ada dalam tubuhnya dan
dibayangkan dalam benaknya.
6) Coping rehearsal karakteristik dimana seorang atlet melihat keberhasilan
dalam mengatasi kesalahan dan kemundurannya dengan penuh percaya diri.
Atlet mengidentifikasi situasi yang tepat dalam mengatasi masalah dalam
waktu yang sudah ditetapkan.
d. Efektifitas Latihan Imagery
Atlet yang sudah berpengalaman sering menggunakan latihan imagery sebagai
bagian dalam proses latihan dan pertandingan. Banyak data menunjukkan bahwa atlet
yang menggunakan latihan imagery penampilanya menjadi lebih baik, tidak hanya
dalam proses latihan tetapi dalam pertandingan. Murphy, Jowdy & Durtschi (1990)
menemukan bahwa, 90 % atlet olimpiade menggunakan bentuk latihan imagery, 97 %
atlet merasa terbantu penampilanya, 94 % atlet olimpiade melakukan imagery sebelum
22
sesi latihan, 20 % menggunakan imagery setiap sesi latihan. Data diatas diperkuat
dengan data yang dijelaskan Orlick & Partington (1988) bahwa, “Of 235 Canadian
athletes who participated in the 1984 olympic games, 99 % reported using imagery”.
Atlet tersebut melakukan latihan imagery dengan berbagai tujuan, ada yang
berlatih untuk tujuan belajar ketrampilan, mengembangkan strategi, mempersiapkan
pertandingan seperti memperkenalkan veneus, atau untuk mempersiapkan mental dan
mengembangkan ketrampilan mental, mengatasi stess, dan rintangan dalam olahraga
(cedera, latihan berat, dan gangguan-gangguan lainnya).
Beberapa pertimbangan penting terkait dengan penggunaan latihan imagery,
beberapa hasil penelitian yang dijelaskan oleh vealey (2005) menunjukkan bahwa,
”imagery perspective that will best facilitate the effectiveness of imagery on enhancing
performance”(Hardy & Callow, 1999). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
latihan imagery memberikan fasilitas terbaik kepada atlet untuk meningkatkan
performa, kepercayaan diri, motivasi, mengendalikan perhatian, melihat kemampuan
secara visual selama pertandingan.
Selain itu latihan imagery dapat memfasilitasi performa dan persepsi diri atlet.
Ada dua pendekatan dalam latihan imagery, yaitu pendekatan kognitif (cognitive), dan
pendekatan psikologis (psychological state). Pendekatan kognitif terfokus pada proses
informasi dan bagaimana informasi tersebut diperoleh, disimpan, didapatkan kembali,
dan digunakan di dalam otak.
Menurut teori bio-informasi lebih populernya disebut sebagai “mental blueprints
for perfect responses”. Dengan demikian performa atlet akan meningkat lebih baik
melalui latihan imagery yang menekankan pada produktivitas respons telah
menciptakan ruang lingkup respons dalam otak yang diukur dengan aktivitas
electrocephalographic. Pendekatan psikologis (psychological states) terfokus kepada
fungsi motivasi dari latihan imagery, karena latihan imagery dapat membantu
meningkatkan rasa percaya diri pada atlet, memiliki arrousal optimal, dan lebih fokus
pada pertandingan.
Latihan imagery juga memberikan dampak positif terhadap performa atlet untuk
sukses. Hal ini sesuai dengan pendapat Loehr (1982 : 159) bahwa, “visualization is one
of the most powerful mental training strategies available to performing athletes”.
Maksud dari pendapat tersebut adalah, visualisasi memberikan kontribusi kepada
23
keberhasilan atlet dalam olahraga, visualisasi dapat meningkatkan reaksi fisik dan
psikologis, mampu membangun kepercayaan diri atlet dalam menampilkan kemampuan
dan ketrampilanya di bawah tekanan dan di dalam berbagai situasi.
Berdasarkan studi meta-analisys terkait dengan kajian visualisasi dan imagery
Richardson (1967) yang dikutip Lane (2001 : 140) menunjukkan bahwa, “25 mental
practice studies and included that this technique was effective in improving motor
performance”. Studi meta-analysis lain yang diungkapkan oleh Hinshaw (1991) juga
menunjukkan bahwa, “an average 0,60 the mental practice is an effective way to
enhance performance, and found that the effects of mental practice were stronger when
cognitive elements were contained within the task”.
Dari beberapa studi meta-analysis tersebut latihan mental khususnya latihan visualisasi
dan imagery memberikan pengaruh terhadap performa atlet.
e. Teori Imagery Yang Memfasilitasi Performa Atlet
Dari gambaran-gambaran yang sudah diciptakan di dalam pikiran, latihan
imagery dapat memfasilitasi performa atlet baik ketika latihan maupun bertanding. Ada
beberapa teori yang mendukung fungsi imagery atau visualisasi, Apruebo (2005)
menjelaskan sebagai berikut:
Psychoneuromuscular theory atau disebut juga dengan muscle memory. Menurut
teori ini latihan imagery terjadi dalam otak dan otot, ketika atlet menggambarkan atau
membayangkan pola gerak tanpa atlet menampilkan menampilkan gerak yang
sebenarnya. Ketika atlet membayangkan sebuah ketrampilan olahraga tertentu ototnya
akan terjadi kontraksi , hal ini kondisinya sama dengan keadaan atlet menampilkan
rangkaian ketrampilan dalam konteks yang sebenarnya.
Symbolic learning theory teori ini dikenal sebagai mental blueprint. Atlet
melakukan latihan imagery akan menampilkan sistem kode di dalam sistem syaraf pusat
yang akan membantu atlet membentuk, dan merencanakan, pola gerak yang akan
dilakukannya. Teori ini akan membantu dan memfasilitasi performa atlet dengan cara
atlet membuat blue-print atau kode gerak ke dalam komponen simbol, yang
menyebabkan atlet dapat melakukan pola gerak lebih mudah, lebih familiar, dan lebih
otomatis
24
Bio-informational theory menjelaskan bahwa dalam latihan imagery terjadi
adanya keterlibatan jaringan aktivasi kode stimulus dan respons secara porporsional
yang disimpan dalam waktu lama dalam memori. Ketika atlet melakukan imagery,
cenderung mengaktifkan karakteristik stimulus yang menggambarkan isi (pola gerak)
yang akan dibayangkan, dan mengaktifkan karakteristik respons yang menggambarkan
stimulus apa yang harus mereka respons dalam situasi tertentu. Contoh,
memvisualisasikan pukulan smash dalam permainan bulutangkis pada point-point kritis
akhir pertandingan selesai, yang meliputi karakteristik stimulus atlet merasakan
pegangan raket yang begitu kuat, tenaga yang mengalir begitu besar, bola yang berada
tepat didepan kepala, dan teriakan penonton yang begitu keras. Karakteristik respons
pada waktu membayangkan meliputi ketengangan otot lengan pada saat melekakukan
pukulan smash, keringat meningkat, timbul perasaan cemas, kesenangan dan
kebanggaan pada saat melihat pukulan begitu keras tajam dan mematikan.
Attention-arousal theory menekankan pada efektivitas latihan imagery sebagai
sebuah regulasi diri yang sangat penting dalam mengatasi ketrampilan, kemampuan
untuk menetapkan tujuan, perencanaan, memecahkan masalah, meregulasi tingkat
arousal, kecemasan pada saat pertandingan, emosi sebagai komponen penting untuk
sukses, dan atlet membuat imagery jelas, realistik, dan mendetail. Contoh, ketika atlet
memvisualisasikan persiapannya dalam menghadapi pertandingan, sistem syaraf
pusatnya memprogram keberhasilan sebab aktivitas yang divisualisasikan benar-benar
telah siap ditampilkan.
f. Petunjuk Latihan Imagery
Latihan imagery tidak seperti latihan fisik yang secara nampak terlihat, karena
latihan imagery membutuhkan tingkat kosentrasi yang tinggi. Latihan imagery juga
membutuhkan ketenangan dalam berpikir. Syer & Cannolyy dalam Setyobroto (2011 :
144) berpendapat bahwa latihan imagery sebaiknya diawali dengan relaksasi, jika yang
dipelajari ketrampilan tertentu yang dianggap sulit dan sudah lama ditekuni, maka
latihan relaksasi dalam waktu yang terpat dan dalam tempo yang singkat akan
memberikan peningkatan dan kemajuan yang pesat. Dalam latihan imagery akan terjadi
dialog antara otak dengan tubuh atlet selama berlangsungnya latihan imagery.
25
Pelaksanaan latihan imagery yaitu: ´duduklah seenak mungkin dan tutuplah
mata anda. Usahakan dalam keadaan relaks terlebih dahulu, bernapaslah dalam-dalam
beberapa kali, usahakan membayangkan atau membuat imaginasi satu persatu
pengalaman yang berhubungan dengan panca indra. Latihan imagery tidak hanya
dilakukan dalam posisi duduk bisa juga berdiri ataupun berbaring terlentang. Atlet
dilatih untuk membuat khayalan-khayalan mental mengenai suatu gerakan atau
ketrampilan tertentu, atau mengenai apa yang harus dilakukannya dalam situasi tertentu
(membuat cognitive images).
Caranya adalah menyuruh atlet untuk melihat, mengamati, memperhatikan, dan
membayangkan dengan seksama pola gerak tertentu, selanjutnya mengingat-ingat
kembali gerakan tersebut dalam otak kita, misalnya dalam permainan bulutangkis,
pemain membayangkan ketika sedang melakukan rangkaian gerakan netting dari posisi
kaki ketika sedang melangkah sampai perkenaan kok yang sangat tipis melintir
melewati jaring netting sehingga tidak dapat dikembalikan oleh lawan. Proses tersebut
harus dilakukan supaya rangkaian gerak itu bisa ditampilkan dengan baik. Menurut
Harsono (1988 : 259), meskipun kita tidak melakukan gerakan, kita tetap akan dapat
memperkembangakan behavior (perilaku) kita, asalkan kita secara intensif dan dengan
konsentrasi penuh memikirkan dan mengamati suatu pola gerakan.
Ketika seorang atlet secara intensif dan konsentrasi penuh memikirkan dan
mengamati ketrampilan yang akan ditingkatkan, maka akan timbul rangsangan-
rangsangan neumuscular yang berhubungan dengan otak dalam tubuh kita. Dengan
demikian mental image (hayalan mental) memudahkan orang yang bersangkutan untuk
mentransformasikan image tersebut kedalam tindakan fisik atau gerakannya.
Eberspacher (1982) yang dikutip oleh Harsono (1988 : 259) menyarankan urutan latihan
imagery sebagai berikut :
1) Mula-mula kepada para atlet diperlihatkan suatu pola gerak, misalnya suatu
gerak bulutangkis yang baru pada masing-masing atlet. Demonstrasi ini juga
dapat diberikan melalui peragaan langsung atau melalui video atau film. Atlet
diminta untuk memperhatikan dan mengamati demonstrasi tersebut dengan
seksama dan konsentrasi penuh. Konsentrasi ini penting sekali karena dengan
konsentrasi biasanya akan diperoleh dimensi kognitif yang kuat.
26
2) Atlet disuruh untuk mendiskusikan masalah teknik baru yang baru saja
diperlihatkan itu. Mungkin saja dalam diskusi tersebut akan berkembang
tanggapan-tanggapan seperti “teknik itu terlalu rumit”, atau “teknik itu hanya
merupakan modifikasi dari teknik yang kita pelajari dulu”, atau “teknik itu baik
dan perlu kita latih”.
3) Langkah selanjutnya adalah atelt diintruksikan untuk melakukan apa yang
disebut interval mental rehearsal, atau dengan perkataan lain membayangkan
dan mengimajinasi gerakan-gerakan yang didemontrasikan tadi.
4) Kemudian diperlihatkan lagi demonstrasi tersebut agar mereka bisa melengkapi
kekurangan-kekurangan yang mungkin ada dalam imajinasi.
5) Setelah melihat melihat demonstrasi baik itu secara model langsung ataupun
melalui video, atlet diminta untuk mempraktikan gerakan teknik yang sudah
terekam dan tergambarkan dalam pikiran atlet.
3. Intelegensi (IQ)
Pandangan masyarakat secara umum intelegensi itu dikatakan sebagai
kemampuan individu dalam menghadapi suatu permasalahan dan memecahkannya
secara efektif. Banyak masyarakat yang memiliki anggapan anak yang menduduki
rangking pertama dikelasnya, akan cenderung dikatakan sebagai siswa yang cerdas.
Alfred Binet dalam Safaria (2010 : 14) menjelaskan bahwa intelegensi mencakup tiga
hal : pertama, kemampuan untuk mengarahkan tindakan artinya individu mampu
menetapkan tujuan untuk dicapai (goal-setting). Kedua, kemampuan untuk mengubah
arah tindakan bila dituntut demikian, artinya individu mampu melakukan penyesuaian
diri dalam lingkungan tertentu (adaptasi). Ketiga, kemampuan untuk mengkritik diri
sendiri atau melakukan autokritik, artinya individu mampu melakukan perubahan atas
kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat, atau mampu mengevaluasi diri sendiri secara
objektif.
Menurut David Wechsler dalam buku Safaria (2010 : 14), memandang
intelegensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan individu untuk bertindak
dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya secara
efektif. Sedangkan Walters & Gardner dalam buku Safarian (2010 : 15) mendefinisikan
27
intelegensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan yang
memungkinkan individu untuk memecahkan masalah, atau produk sebagai konsekuensi
eksistensi suatu budaya tertentu. Jadi intelegensi secara umum bisa diartikan
kemampuan berpikir seseorang dengan cepat dan cermat dalam menghadapi dan
mensikapi berbagai masalah kehidupan.
Ada beberapa teori-teori kecerdasan yang telah disampaikan oleh beberapa
ilmuan, namun teori kecerdasan yang saat ini menjadi acuan dalam mengembangkan
potensi anak adalah teori kecerdasan milik Howard Gardner dalam buku Safarian (2010
: 17), yang merumuskan teori intelegensi ganda, biasa disebut sebagai multiple
intelligence. 8 macam kecerdasan tersebut antara lain akan dijelaskan sebagai berikut :
1) Kecerdasan linguistik, kecerdasan ini akan menunjukkan kemampuan anak
dalam mengolah bahasa, membuat suatu kalimat, mudah memahami kata-kata,
dan mengubah kata-kata (bahasa) lalu menjadikannya sesuatu yang indah.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan linguistik bisa kita lihat pada penyair
atau penulis novel dan karya sastra yang terkenal.
2) Kecerdasan logis-matematik, kecerdasan ini menunjukkan kemampuan anak
dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan angka dan pemikiran logis.
Anak yang memiliki intelegensi matematis-logis tinggi akan mampu dan
unggul dalam perhitungan dan pemecahan angka. Anak-anak ini juga
menguasai cara-cara berpikir secara logis, menggunakan penalarannya, mampu
berpikir secara abstrak, dan mampu menangkap ide-ide ilmiah. Anak seperti ini
memiliki minat untuk menjadi ilmuwan, ahli pemrograman komputer, akuntan,
insinyur, atau bahkan menjadi filsuf.
3) Kecerdasan dimensi-ruang (spatial) merupakan kemampuan anak dalam
memahami perspektif ruang dan dimensi. Anak yang memiliki kelebihan dalam
intelegensi dimensi-ruang akan lebih cepat memahami bentuk-bentuk dimensi
ruang, seperti bentuk-bentuk rumah, bangunan, ruangan, dan dekorasi. Mereka
berpikir dalam bentuk visualisasi dan gambar. Anak-anak ini juga mampu
memahami bentuk tiga dimensi, lebih mampu melihat bentuk gambar dari pada
kata-kata, dan memahami bagaimana manipulasi dimensi ruang menjadi karya
28
yang bernialai. Anak semacam ini umumnya berminat dalam bidang pekerjaan
arsitek, insinyur, seniman lukis, seniman patung atau ahli bangunan.
4) Kecerdasan musikal merupakan kecerdasan yang menunjukkan kemampuan
anak dalam menyusun lagu, menyanyi, serta memainkan alat musik dengan
sangat baik. Mereka juga mampu membaca bunyi-bunyi musikal dan memiliki
kepekaan terhadapnya. Anak-anak yang tinggi intelegensi musiknya akan
menjadi seorang musikus, komposer, dan penggubah lagu yang sukses.
5) Kecerdasan kelincahan tubuh (Kinestetik) merupakan kecerdasan anak dalam
aktivitas olahraga, atletik, menari, dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan
kelincahan tubuh. Anak memiliki kemampuan lebih tinggi, jika dibandingkan
orang lain dalam kegiatan-kegiatan yang menuntut kelincahan tubuh, seperti
aktivitas olahraga, tari, senam, atau akrobatik. Anak-anak seperti ini akan
menjadi olahragawan atau penari.
6) Kecerdasan interpersonal merupakan kecerdasan yang menunjukkan
kemampuan anak dalam berhubungan dengan orang lain. Anak yang memiliki
kecerdasan interpersonal tinggi akan mampu menjalin komunikasi yang efektif
dengan orang lain, mampu berempati secara baik, serta mampu
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Mereka dapat
dengan cepat memahami tempramen, sifat, dan kepribadian orang lain, mampu
memahami suasana hati, motif, dan niat orang lain. Semua kemampuan ini
akan membuat mereka lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain.
7) Kecerdasan intrapersonal, kecerdasan ini menunjukkan kemampuan anak
dalam memahami diri sendiri. Mereka memiliki kepekaan yang tinggi untuk
memahami suasana hatinya, emosi-emosi yang muncul di dalam diri, serta
mampu menyadari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri sendiri,
baik secara fisik maupun psikologis.
8) Kecerdasan naturalis (alam) merupakan kecerdasan yang menunjukkan
kemampuan anak dalam memahami gejala-gejala alam, memperlihatkan
kesadaran ekologis, dan menunjukkan kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam,
misalnya anak memahami keterkaitan ekologis binatang-binatang, siklus
hidupnya, memahami kebiasaan-kebiasaan hewan dialam lia, dan merasa
memiliki ikatan batin dengan hewan-hewan tersebut. Biasanya anak yang
29
memiliki kecerdasan naturalis berminat pada pekerjaan seperti dokter hewan,
penjaga hutang lindung, ahli tanaman, atau pakar ekologi.
Dari beberapa teori intelegensi diatas dapat disimpulkan bahwa konsep
kecerdasan begitu luas, namun dalam hal ini intelegensi yang dimaksud adalah
bagaimana seseorang dapat berpikir dengan cepat dan cermat dalam menerima materi
latihan dan menggaplikasikan ke dalam bentuk gerakkan.
4. Latihan
a. Pengertian Latihan
Latihan merupakan suatu proses yang harus dilaksanakan oleh seorang atlet
untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Berikut ini disajikan pengertian
latihan secara umum yang dikemukakan oleeh beberapa ahli, sebagai berikut :
1) Menurut Suharno HP. (1993: 7), “latihan adalah suatu proses penyempurnaan atau
pendewasaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan
diberi beban-beban fisik dan mental secara teratur dan terarah, meningkat,
bertahap dan berulang-ulang waktunya”.
2) Menurut Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145), “latihan adalah
proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan
kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”.
3) Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 6), “latihan adalah suatu proses yang
sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan
berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah beban
latihan untuk mencapai tujuan”.
Berdasarkan batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa, latihan
(training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan kontinyu serta
berulang-ulang dengan beban latihan dan intensitas latihan yang semakin meningkat.
Peningkatan beban dan intensitas latihan ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan atlet yang berlatih. Dalam pelaksanaan latihan ada beberapa aspek yang
sangat penting untuk mencapai prestasi. Menurut Harsono (1988 : 100) ada beberapa
aspek yang perlu dilatih dan dikembangkan untuk mencapai prestasi meliputi, “(1)
latihan fisik, (2) latihan teknik, (3) latihan taktik, dan (4) latihan mental”.
30
b. Latihan Teknik
Setiap cabang olahraga selalu berisikan teknik-teknik dari cabang olahraga yang
bersangkutan. Untuk menguasai teknik dengan baik, diperlukan latihan teknik yang
sistematis dan kontinyu. Berikut ini disajikan pengertian-pengertian latihan teknik yang
disajikan oleh beberapa ahli, sebagai berikut :
1) Menurut Sudjarwo (1993: 41), ”latihan teknik bertujuan untuk pengembangan dan
pembentukan sikap dan gerak melalui pengembangan motorik dan system
persyarafan menuju gerakan otomatis”.
2) Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 127), ”latihan teknik adalah latihan
yang khusus dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-
kebiasaan motorik dan neuromuskular”.
Berdasarkan pengertian latihan teknik di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
latihan teknik merupakan latihan yang bertujuan untuk mengembangkan dan
menyempurnakan teknik-teknik gerakan pada cabang olahraga. Suatu teknik dalam
cabang olahraga dapat dikuasai dengan baik apabila dilakukan secara sistematis dan
kontinyu dengan berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang tepat.
c. Prinsip-prinsip Latihan
Di dalam pelaksanaan latihan, baik atlet maupun pelatih harus memperhatikan
prinsip-prinsip latihan. Dengan memperhatikan prinsip latihan maka diharapkan
kemampuan atlet akan meningkat dan mengurangi akibat yang buruk yang terjadi pada
fisik maupun teknik atlet. Prinsip ini menyediakan suatu landasan konstruksi dari
program pelatihan untuk meningkatkan prestasi atlet. Menurut Purnama (2010 : 61) ada
8 prinsip-prinsip latihan meliputi : “(1) Prinsip Generalisasi, (2) Prinsip Overload
(beban lebih), (3) Prinsip Reversibilitas (kembali asal), (4) Prinsip Specificity
(kekhususan), (5) Prinsip dari Kompetisi, (6) Prinsip Keanekaragaman, (7) Individual,
dan (8) Asas Overkompensasi”. Untuk lebih jelasnya kedelapan prinsip-prinsip latihan
diuraikan sebagai berikut :
1) Prinsip Generalisasi
Semua cabang olahraga memerlukan kualitas efisiensi sistem cardiovaskular dan
pernapasan. Ini dimaksudkan bahwa secara umum latihan untuk mengembangkan daya
tahan cardiorespiratori harus dilaksanakan, dengan kualitas daya tahun umum yang baik
31
maka akan mendukung pada latihan untuk meningkatkan komponen-komponen yang
lain.
2) Prinsip Overload (Beban lebih)
Beban yang diberikan kepada atlet harus selalu meningkat, harus selalu sedikit
diatas kemampuannya dan setiap kali/periode tertentu harus ditingkatkan, agar tubuh
bisa beradaptasi dengan beban yang lebih berat. Atlet yang sudah terbiasa latihan
dengan beban berlebih akan terhindar dari stres fisik maupun mental. Walaupun latihan
dilakukan secara rutin, berulang-ulang, dan dalam waktu yang cukup lama kalau beban
latihan terlalu ringan, peningkatan prestasi tidak mungkin akan terjadi.
3) Prinsip Reversibilitas (Kembali Asal)
Prinsip reversibilitas merupakan prinsip dimana seorang atlet harus berlatih
secara progresif dan secara terus menerus/kontinyu, karena dengan latihan akan
merangsang perubahan baik secara anatomis maupun fisiologis. Namun sebaliknya,
prinsip reversibilitas juga mengatakan bahwa, ketika seorang atlet berhenti berlatih,
maka tubuh akan kembali ke keadaan semula.
4) Prinsip Specificity (Kekhususan)
Ketika seorang pemain bulutangkis yang mempunyai kondisi fisik yang baik
melakukan renang 100 meter terlihat nafasnya terengah-engah dan seperti kelelahan. Ini
menandakan bahwa latihan yang keras untuk bulutangkis tidak berlaku bagi kegiatan
berenang. Seperti pendapat Rushall dan Pyke dalam buku purnama (2010 : 63), “ there
is no better training than actually performing in the sport”. Contohnya, untuk bisa
menguasai gerakan tinju, orang harus berlatih gerakan gerakan-gerakan tinju, bukan
gerakan karate meskipun antara tinju dan karate sama-sama olahraga beladiri. Jika
seseorang ingin terampil bermain bulutangkis jangan latihanya seperti memukul bola
pada tennis atau tennis meja.
5) Prinsip dari Kompetisi
Bulutangkis merupakan salah satu permainan yang kompetitif dan alhasil kinerja
dari atlet akhirnya dikaji pada satu keadaan yang kompetitif. Kompetisi adalah
persaingan yang sehat yang memotivasi atlet untuk menjadi seorang pemenang. Prinsip
ini bertujuan untuk memelihara dan menjaga stamina atlet, sehingga kondisi dari kinerja
atlet selalu termotivasi untuk meningkatkan performanya yang macet. Atlet harus
memiliki kemauan untuk meningkatkan kemampuannya dan memelihara kondisinya
32
pada satu taraf tinggi sehingga pelatihannya harus teratur dan berkelanjutan untuk selalu
siap baik ketika akan bertanding maupun ketika masa kompetisi berlangsung.
Prinsip dari kompetisi ini sebaiknya di masukkan kedalam program pelatihan.
Karena ketika pelatih sudah membuat target atau rencana jalannya kompetisi, hasil yang
didapat juga akan lebih maksimal dari pada sama sekali tidak ada rencana sebelumnya.
6) Prinsip Keanekaragaman
Masih banyak sekali pelatih yang melatih berdasarkan pengalaman masa lampau
ketika menjadi seorang atlet. Latihan yang kurang bervariasi membuat atlet cenderung
bosan dan motivasi berlatih menurun. Salah satu cara mencegah masalah ini adalah
membuat variasi, modifikasi-modifikasi latihan yang menyenangkan dan efektif.
Dengan model-model modifikasi latihan yang belum pernah dilakukan sebelumnya
memungkinkan motivasi atlet berlatih lebih keras dan tekun untuk mencapai hasil yang
lebih baik.
7) Individual
Prinsip individual menuntut pelatih untuk memahami kondisi para atlet, karena
setiap individu tidak sama. Meskipun kembar secara fisik, keduanya pasti memiliki
tingkat intelegensi dan emosi yang berbeda. Oleh karena itu masing-masing individu
harus mendapatkan penanganan yang berbeda. Program latihan harus dibuat sesuai
dengan kemampuan individu masing-masing.
8) Asas Overkompensasi
Overkompensasi mengacu kepada dampak latihan dan regenerasi pada
organisme tubuh kita yang merupakan dasar biologis guna persiapan atau arousal
(gugahan) fisik dan psikologis dalam menghadapi suatu pertandingan. Ketika seorang
atlet berlatih, maka sumber makanan dan otot akan berkurang (habis), atlet akan
mengalami kelelahan, baik kelelahan fisik maupun kelelahan mental dalam sistem pusat
syaraf. Selama masa istirahat sumber-sumber energi biokemikal bukan saja diganti
namun akan kompensasinya meningkat sampai melewati keadaan semula.
Hal ini dimungkinkan dengan cara mengerahkan sumber-sumber cadangan
energi yang ada dalam tubuh kita. Tahap ini disebut overkompensasi. Overkompensasi
maksimal hanya bisa dicapai kalau stimulus yang diberikan dalam latihan cukup tinggi,
sedikitnya 60% dari kemampuan maksimal atelt agar terasa effect-nya. Stimulus yang
kurang dari 60% tidak akan mengakibatkan munculnya overkompensasi yang cukup
33
untuk perkembangan prestasi, bahkan untuk atlet yang sudah profesional stimulus harus
diatas 70% dari kemampuan maksimalnya.
d. Komponen-komponen Latihan
Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan oleh atlet akan mengarah kepada
sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia, dan kejiwaan. Menurut
Depdiknas (2000: 105) bahwa,”Dalam proses latihan yang efisien dipengaruhi : (1)
Volume latihan, (2) Intensitas latihan, (3) Densitas latihan,dan (4) Kompleksitas
latihan”. Apabila seorang pelatih merencanakan suatu latihan yang dinamis, maka harus
mempertimbangkan semua aspek yang menjadi komponen latihan tersebut di atas.
Untuk lebih jelasnya komponen-komponen latihan dapat diuraikan secara singkat
sebagai berikut :
1) Volume Latihan
Sebagai komponen utama, volume adalah syarat yang sangat penting untuk
mendapatkan teknik yang tinggi dan pencapaian fisik yang lebih baik. Bompa (1999:
77) berpendapat bahwa,”Volume adalah hal penting prasyarat yang kuantitatif untuk
taktis tinggi dan terutama prestasi”. Sedangkan repetisi menurut Suharno HP. (1993:
32) adalah “Ulangan gerak berapa kali atlet harus melakukan gerak setiap giliran”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut menunjukkan bahwa, volume latihan
mencerminkan kuantitas atau banyaknya latihan yang dilakukan pada saat latihan.
2) Intensitas Latihan
Menurut Bompa (1999: 79) bahwa,“Intensitas adalah fungsi dari kekuatan
rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan kekuatan rangsangan
tergantung dari beban kecepatan geraknya, variasi interval atau istirahat di antara tiap
ulangannya”. Suharno HP (1993: 31) menyatakan bahwa, “Intensitas adalah takaran
yang menunjukkan kadar atau tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas
jasmani baik dalam latihan maupun pertandingannya”.
3) Densitas Latihan
Bompa (1999: 91) menyatakan bahwa,”Densitas adalah frekuensi dimana atlet
ditunjukkan ke suatu rangkaian stimuli per bagian waktu”. Dengan demikian densitas
berkaitan dengan suatu hubungan yang dinyatakan dalam waktu antara kerja dan
pemulihan. Densitas yang mencukupi akan menjamin efisiensi latihan dan
34
menghindarkan atlet dari kelelahan yang berlebihan. Densitas yang seimbang akan
mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan.
4) Kompleksitas Latihan
Kompleksitas dikaitkan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan
dalam latihan. Hal ini sesuai pendapat Depdiknas (2000: 108) bahwa,
”Kompleksitas latihan menunjukkan tingkat keragaman unsur yang dilakukan
dalam latihan”. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi,
dapat menjadi penyebab yang penting dalam menambah intensitas latihan.
Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan
permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot,
khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan
lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang
kompleks dan dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi
yang baik dan yang jelek.
Komponen-komponen latihan yang disebutkan di atas, harus dipahami dan
diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal
dalm latihan, maka komponen-komponen di atas harus diterapkan dengan baik dan
benar, sehingga tidak terjadi hal-hal yang buruk di dalam latihan.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dibutuhkan dalam mendukung kajian teori yang
dikemukakan, sehingga dapat dipergunakan sebagai kajian hipotesis. Hasil
penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh
Pradana Lukman Arif (2010) yang berjudul pengaruh mental imagery terhadap
kemampuan siswa dalam teknik dasar dribble bola basket dalam pembelajaran
pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Hasil kesimpulan yang diperoleh adalah
terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan latihan mental imagery terhadap
kemampuan siswa dalam penguasaan teknik dasar dribble bola basket dalam
pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan.
Penelitian Khalida Nawa Aprilia (2014) yang berjudul, penerapan model
pembelajaran imagery terhadap hasil belajar bulutangkis pada mahasiswa semester
VI prodi penjaskesrek JPOK FKIP UNS tahun akademik 2013/2014. Hasil
35
kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat pengaruh yang signifikan penerapan
model pembelajaran imagery terhadap hasil belajar bulutangkis pada mahasiswa
semester VI prodi penjaskesrek JPOK FKIP UNS tahun akademik 2013/2014.
C. Kerangka Pikir
Dari kajian teori tentang pengaruh latihan imagery dan intelegensi terhadap
bermain bulutangkis. Maka dapat disimpulkan kerang pemikiran yaitu :
1. Perbedaan pengaruh latihan imagery & non-imagery terhadap ketrampilan
bermain bulutangkis.
Latihan imagery adalah salah satu metode latihan mental yang membentuk
gambaran-gambaran gerakan ketrampilan atlet, yang bertujuan untuk meningkatkan
ketrampilan bermain atlet. Melalui proses visualisasi latihan imagery ini dilakukan.
Proses latihan imagery dalam permainan bulutangkis ini dilakukan dengan posisi
berdiri dan menggunakan model secara langsung. Kelebihan latihan imagery adalah
efek yang telah diciptakan didalam pikiran seorang atlet. Atlet akan dengan mudah
memutar ulang gambaran yang sudah diciptakan didalam pikiran selain itu melalui
latihan imagery akan dapat menampilkan sistem kode di dalam sistem syaraf pusat
yang akan membantu atlet membentuk dan merencanakan pola gerak yang
dilakukannya. Hal ini akan membantu dan memfasilitasi performa atlet dengan cara
membuat blue-print kode gerak kedalam pikiran, yang menyebabkan atlet dapat
melakukan pola gerak lebih mudah, lebih familiar, dan lebih otomatis.
Kekurangan latihan imagery adalah waktu yang dibutuhkan saat proses latihan
lebih banyak dibandingkan dengan latihan non-imagery. Selain itu latihan imagery
juga membutuhkan tingkat konsentrasi yang lebih tinggi karena ketika latihan
imagery, atlet berusaha untuk menciptakan gambaran-gambaran didalam pikiran
sebelum melakukan drill secara langsung.
Latihan non-imagery adalah salah satu bentuk latihan atau drill secara langsung
tanpa melakukan proses pembayangan. Atlet melakukan latihan setelah diberikan
contoh dan di intruksikan oleh seorang pelatih. Kelebihan latihan non-imagery
adalah waktu latihan tidak termakan banyak untuk melakukan proses berpikir, atlet
langsung melakukan gerakan yang dicontohkan dan diintruksikan oleh pelatih.
Kekurangan latihan ini adalah atlet cenderung mudah lupa melakukan gerakan yang
sudah dicontohkan, karena tidak disediakan waktu untuk menciptakan gambaran-
36
gambaran didalam pikiran secara detail. Agar terjadi gerakan yang otomatis atlet
harus melewati beberapa fase atau tahapan dalam belajar gerak. Salah satu fase
tersebut adalah fase kognitif atau proses berpikir.
Seseorang dikatakan terampil bermain bulutangkis apabila mampu melakukan
pukulan servis panjang, servis pendek, lob, dan smash. Latihan tehnik tidak terlalu
membutuhkan banyak tenaga seperti ketika latihan daya tahan, akan tetapi atlet perlu
kondisi stamina yang masih penuh agar dapat dengan mudah menerima materi
latihan yang diberikan.
Dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan latihan imagery dan non-
imagery, peneliti memprediksi latihan imagery berpengaruh lebih tinggi
dibandingkan latihan non-imagery terhadap ketrampilan bermain bulutangkis.
2. Perbedaan pengaruh antara intelegensi tinggi dan intelegensi rendah terhadap
ketrampilan bermain bulutangkis.
Intelegensi adalah kemampuan berpikir seseorang secara cepat dan tepat dalam
menerima stimulasi dan menghadapi berbagai tekanan. Dalam fase belajar gerak ada
tiga tahapan yaitu fase kognitif, fase assosiatif, dan fase otonom. Ketiga tahapan
tersebut harus secara runtun di lakukan oleh seorang atlet, artinya seorang atlet tidak
akan bisa melakukan gerakan secara otomatis sebelum masuk didalam fase kognitif.
Atlet perlu melakukan proses berpikir sebelum memerintahkan bagian tubuh untuk
melakukan gerakan. Intelegensi tinggi adalah kemampuan berpikir seseorang diatas
rata-rata yang diukur dengan menggunakan tes baku intelegensi yaitu intelegence
structure test atau IST.
Intelegensi rendah adalah kemampuan berpikir seseorang dibawah rata-rata
yang diukur dengan menggunakan tes baku intelegensi yaitu intelegence structure
test atau IST. Tes intelegensi dalam cabang olahraga bulutangkis ini tidak serumit
seperti tes-tes intelegensi yang sudah dibuat oleh para psikolog. Penekanan
intelegensi dalam permainan bulutangkis adalah mencari hasil penilaian fokus,
kecepatan berpikir, dan konsentrasi. Karena ketiga hal tersebut sangat diperlukan
ketika seorang atlet, baik ketika sedang berlatih ataupun ketika pertandingan. Atlet
yang memiliki intelegensi tinggi mampu berpikir dengan cepat dan tepat ketika
menerima stimulus, maka akan dengan mudah melakukan proses imagery dan
menerima beban latihan yang diberikan oleh seorang pelatih. Sebaliknya atlet yang
37
memiliki intelegensi rendah akan mengalami kesulitan ketika melakukan proses
imagery, akibatnya beban latihan yang diberikan tidak mampu diselesaikan dengan
maksimal.
3. Adanya Interaksi latihan imagery dan intelegensi terhadap ketrampilan
bermain bulutangkis.
Dalam belajar ketrampilan dasar bermain bulutangkis setiap individu memiliki
kemampuan yang berbeda-beda. Setiap individu juga memiliki tingkat intelegensi
yang tidak sama, ada yang cepat dan ada pula yang lambat ketika menerima beban
latihan. Latihan imagery adalah merupakan salah satu metode latihan mental yang
membentuk gambaran-gambaran gerakan ketrampilan atlet, yang bertujuan untuk
meningkatkan ketrampilan seorang atlet sedangkan Intelegensi adalah kemampuan
berpikir seseorang secara cepat dan tepat dalam menerima stimulasi dan menghadapi
berbagai tekanan. Atlet yang dapat berpikir dengan cepat dan tepat akan lebih mudah
melakukan proses latihan imagery. Selain itu gambaran-gambaran yang sudah
diciptakan didalam pikiran atau memory seorang atlet akan terekam lebih baik
dibandingkan dengan atlet yang memiliki intelegensi rendah.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh latihan imagery dan non-imagery terhadap ketrampilan
bermain bulutangkis pada siswa ekstrakurikuler MTS Muhammadiyah Blimbing
tahun 2015. Dengan latihan imagery siswa akan lebih cepat mengalami
peningkatan ketrampilan bermain bulutangkis, karena melalui latihan imagery
gambaran-gambaran gerakan yang ingin dilakukan sudah termemori didalam
pikiran seseorang.
2. Ada perbedaan pengaruh antara intelegensi tinggi dan intelegensi rendah
terhadap ketrampilan bermain bulutangkis pada siswa ekstrakurikuler MTS
Muhammadiyah Blimbing tahun 2015. Dengan memiliki intelegensi tinggi siswa
akan lebih cepat untuk menerima materi latihan yang diberikan.
38
3. Ada interaksi latihan imagery dan intelegensi terhadap ketrampilan bulutangkis
pada siswa ektrakurikuler MTS Muhammadiyah Blimbing tahun 2015. Dengan
intelegensi tinggi maka akan semakin besar pula kontribusi dalam proses latihan
imagery.