ii. tinjauan pustaka a. tanaman gambir · ... gambir dapat digunakan sebagai zat warna. ... pada...

16
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN GAMBIR Tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) merupakan spesies tanaman berbunga genus Uncaria dalam family Rubiaceae. Berdasarkan karakteristik morfologinya, tanaman gambir termasuk jenis tanaman perdu setengah merambat yang memiliki batang berkayu (Fiani dan Denian, 1994 dalam Nazir, 2000). Secara botanis, tanaman gambir diklasifikasikan sebagai berikut (Nazir, 2000): Divisi : Spermatophyta Klas : Angiospermae Sub-klas : Monocotyledonae Ordo : Rubiales Famili : Rubiceae Genus : Uncaria Spesies : Uncaria gambir Roxb. Daun gambir tumbuh tunggal pada tangkai batang dan saling berhadapan, berwarna hijau dan memiliki panjang 8-13 cm dan lebar 4-7 cm. Bentuk daun oval, bagian ujung meruncing, bagian tepi bergerigi, dan permukaan tidak berbulu. Tanaman gambir memiliki bunga mejemuk berbentuk lonceng dan berwarna merah muda atau hijau yang tumbuh di ketiak daun. Bunga gambir memiliki panjang sekitar 5 cm dengan lima helai mahkota bunga. Buah gambir berbentuk bulat telur, berwarna hitam memiliki panjang sekitar 1.5 cm dan dua ruang buah (Brown, 2009 dalam Gumbira- Sa’id , et al. 2009a). Tanaman gambir pada umunya sudah dapat dipanen pada umur 1-1,5 tahun tergantung tingkat pertumbuhannya.. Pemanenan dilakukan dengan memotong ranting dan daun menggunakan pisau atau ani-ani. Panjang potongan berkisar pada 40 60 cm dari ujung daun atau lima cm dari pangkal batang. Pemanenan gambir berikutnya dapat dilakukan setelah lima atau enam bulan tergantung pada kondisi tanaman (Nazir, 2000). Gambar contoh penampakan tanaman gambir dapat dilihat pada Gambar 1.

Upload: lydung

Post on 26-Jan-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN GAMBIR

Tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) merupakan spesies

tanaman berbunga genus Uncaria dalam family Rubiaceae. Berdasarkan

karakteristik morfologinya, tanaman gambir termasuk jenis tanaman perdu

setengah merambat yang memiliki batang berkayu (Fiani dan Denian, 1994

dalam Nazir, 2000). Secara botanis, tanaman gambir diklasifikasikan sebagai

berikut (Nazir, 2000):

Divisi : Spermatophyta

Klas : Angiospermae

Sub-klas : Monocotyledonae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiceae

Genus : Uncaria

Spesies : Uncaria gambir Roxb.

Daun gambir tumbuh tunggal pada tangkai batang dan saling

berhadapan, berwarna hijau dan memiliki panjang 8-13 cm dan lebar 4-7 cm.

Bentuk daun oval, bagian ujung meruncing, bagian tepi bergerigi, dan

permukaan tidak berbulu. Tanaman gambir memiliki bunga mejemuk

berbentuk lonceng dan berwarna merah muda atau hijau yang tumbuh di

ketiak daun. Bunga gambir memiliki panjang sekitar 5 cm dengan lima helai

mahkota bunga. Buah gambir berbentuk bulat telur, berwarna hitam memiliki

panjang sekitar 1.5 cm dan dua ruang buah (Brown, 2009 dalam Gumbira-

Sa’id , et al. 2009a).

Tanaman gambir pada umunya sudah dapat dipanen pada umur 1-1,5

tahun tergantung tingkat pertumbuhannya.. Pemanenan dilakukan dengan

memotong ranting dan daun menggunakan pisau atau ani-ani. Panjang

potongan berkisar pada 40 – 60 cm dari ujung daun atau lima cm dari pangkal

batang. Pemanenan gambir berikutnya dapat dilakukan setelah lima atau enam

bulan tergantung pada kondisi tanaman (Nazir, 2000). Gambar contoh

penampakan tanaman gambir dapat dilihat pada Gambar 1.

5

Gambar 1. Contoh Penampakan Tanaman Gambir (Gumbira-Sa’id , et al., 2009b)

Menurut Sastrapradja et al., (1980) dalam Nazir (2000), tanaman

gambir ditemukan liar di hutan-hutan di Sumatra, Kalimantan, dan di

Semenanjung Malaya. Di samping itu, tanaman gambir juga dibudidayakan di

Jawa, Bali, dan Maluku. Tanaman ini umumnya tumbuh dengan baik pada

ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut.

B. GAMBIR

Gambir atau gambir asalan merupakan produk yang berasal dari

ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.)

Roxb) yang telah dikeringkan. Dalam perdagangan dunia, gambir dikenal

sebagai gambier, cutch, catechu atau pale catechu. Daun dan ranting

merupakan bagian tanaman gambir yang memiliki nilai ekonomi. Senyawa-

senyawa yang terkandung pada ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman

gambir memiliki potensi pemanfaatan yang beragam (Hadad et al., 2007

dalam Gumbira-Sa’id, et al. 2009a). Komponen-konponen kimia yang

terdapat dalam gambir dapat dilihat pada Tabel 1.

6

Tabel 1. Komponen-Komponen dalam Gambir

No. Nama Komponen Jumlah (%)

1 Catechin 7 – 33

2 Asam catechutannat 20 – 55

3 Pyrocathecol 20 -30

4 Gambir flouresensi 1 – 3

5 Red Catechu 3 – 5

6 Quersetin 2 – 4

7 Fixed oil 1 – 2

8 Lilin 1 – 2

9 Alkaloid Sedikit

Sumber : Thorpe dan Whiteley (1921) dalam Gumbira Sa’id, et al. (2009a)

Berikut ini merupakan karakteristik umum komponen-komponen yang

terkandung dalam gambir (Thorpe dan Whiteley, 1921; Nazir, 2000 dalam

Gumbira-Sa’id, et al. 2009a):

1. Katekin

Katekin (C15H14O6) tergolong dalam jenis pseudotanin dan termasuk

polifenol antioksidan yang bersifat dapat larut dalam alkohol dingin, air

panas, serta asam asetat glasial dan aseton. Katekin sukar larut dalam air

dingin dan eter, selain itu tidak larut dalam CHCl3, metil eter dan benzene.

Katekin membentuk endapan jika bereaksi dengan Pb(CH3COO)2.

Katekin menghasilkan larutan yang berwarna biru jika bereaksi dengan

FeCl3. Jika katekin bereaksi dengan pine wood dan HCl akan terbentuk

phloro glucinol.

Menurut Muchtar (2000), senyawa katekin memberikan rasa manis dan

enak, tidak mudah larut dalam air dingin dan larut baik dalam air panas,

jika dalam bentuk kering berbentuk kristal berwarna kuning. Struktur

kimia katekin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Kimia Katekin (Nazir, 2000)

7

2. Asam catechutannat

Asam catechutannat larut dalam alkohol dan air dingin, tidak larut dalam

eter. Asam catechutannat membentuk endapan jika bereaksi dengan Pb

(CH3COO)2 dan membentuk endapan berwarna hijau jika bereaksi dengan

CHCl3. Asam catechutannat bereaksi dengan pine wood dan HCl

membentuk reaksi phloro glucinol. Asam catechutannat disebut anhydride

dan dapat dihasilkan apabila larutan dipanaskan pada suhu 110oC dengan

larutan alkali karbonat. Struktur kimia asam catechutannat dapat dilihat

pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia Asam Catechutannat (Nazir, 2000)

3. Pyrocathecol

Pyrocathecol larut dalam air, alkohol, eter, benzene, klorofom dan larut

baik pada piridin dengan larutan bersifat basa, jika dipanaskan akan

membentuk catechol. Pyrocathecol membentuk warna hijau dengan FeCl3

dan membentuk endapan dengan brom. Larutannya dalam air cepat

berwarna coklat. Pyrocathecol dapat mereduksi perak amoniakal dan

larutan Fehling.

4. Gambir flouresensi

Gambir flouresensi dapat dilihat apabila larutan gambir dikocok dengan

petroleum eter dalam suasana sedikit basa. Gambir flouresensi pada

lapisan petroleum eter akan terlihat perpendaran berwarna hijau.

5. Red catechu

Red catechu merupakan gambir yang memberikan warna merah.

6. Fixed oil

Fixed oil merupakan minyak yang sukar menguap.

8

7. Quersetin

Quersetin (C15H10O7) merupakan senyawa turunan flavonoid tanaman

yang larut dalam air dan alkohol. Warna quersetin berubah menjadi warna

gelap dengan pemanasan. Quersetin memiliki manfaat sebagai anti-

inflammatory dan antioksidan serta berbagai potensi kesehatan yang

menguntungkan lainnya. Struktur kimia quercetin dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Kimia Quersetin (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a)

8. Lilin

Lilin terdapat pada permukaan daun gambir. Lilin merupakan monoester

dari suatu asam lemak dan alkohol.

9. Alkaloid

Alkaloid terdapat tujuh jenis alkaloid pada tanaman gambir yaitu

dihidrogambir taninna, gambirdina, gambirina, isogambirina,

auroparina, oksogambir-tanina. Tanin yang terdapat dalam gambir

merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisa (tanin kondensasi). Tanin

tersebut merupakan turunan dari flavanol yang tidak dapat dihidrolisis

dengan asam ataupun basa.

Secara tradisional, gambir digunakan sebagai pelengkap makan sirih

dan obat-obatan. Di Malaysia, gambir digunakan untuk obat luka bakar,

sedangkan rebusan daun muda dan tunasnya digunakan sebagai obat diare dan

disentri serta obat kumur pada sakit kerongkongan. Secara modern, gambir

banyak digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan, antara

lain: sebagai bahan baku obat penyakit hati dan bahan baku permen yang

melegakan tenggorokan bagi perokok di Jepang (Nazir, 2000).

9

Gambir dapat dimanfaatkan dalam industri kulit, tekstil, dan

kosmetika. Getah gambir dapat digunakan sebagai zat penyamak kulit dalam

industri kulit. Dalam industri tekstil, gambir dapat digunakan sebagai zat

warna. Gambir digunakan sebagai pembantu untuk mendapatkan warna coklat

dan kemerah-merahan pada pembuatan kain batik. Dalam industri kosmetika,

gambir dapat digunakan untuk astringent yang berfungsi untuk melembutkan

kulit dan menambah kelenturan serta daya regang kulit (Nazir, 2000).

Berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir asalan yang diproduksi di

Indonesia terdiri dari empat jenis yaitu gambir bootch, lumpang, coin, wafer

block, dan stick. Gambar beberapa jenis gambir dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Berbagai Jenis Gambir Indonesia (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a)

a. Gambir stick; b. Gambir coin; c. Gambir bootch;

d. Gambir dairi; e. Gambir lumpang; f. Gambir wafer block

Gambir asalan diolah melalui beberapa tahapan yaitu perebusan,

pengempaan, pengendapan, penirisan, pencetakan dan pengeringan. Pada

tahap pengolahan secara tradisional terjadi penurunan kadar catechutannatnya

karena ikut terlarut dalam air sisa pengepresan (Zammarel dan Risfaheri, 1991

dalam Gumbira-Sa’id, et al. 2009a). Diagram alir pembuatan gambir rakyat

dapat dilihat pada Gambar 6.

a b c

d e f

10

Daun

Perebusan

Pengepresan

Pengendapan

Penirisan

Pencetakan

Pengeringan

Gambir

Gambar 6. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa’id, et al.

2009a)

Berdasarkan laporan Gumbira-Sa’id, et al. (2009b), secara rinci

urutan proses pengolahan gambir yang dilakukan di Kabupaten Lima

Puluh Kota adalah sebagai berikut:

1. Perebusan daun

Daun dan ranting hasil panen diikat, masing-masing sekitar 3-4 kg

per ikat, kemudian dimasukkan ke dalam keranjang dari anyaman

bambu, di dalamnya terdapat jala rajut dari plastik atau tali kulit,

kemudian dimasukkan ke dalam wajan yang berisi air yang sudah

mendidih terlebih dahulu. Lama perebusan berkisar antara 1-1,5

jam. Selama perebusan dilakukan pembalikan bahan agar

pematangam terjadi secara merata. Gulungan daun gambir dibolak-

11

balik sambil ditusuk-tusuk dengan kayu untuk memberi jalan air

panas agar perebusan merata.

2. Pengempaan

Setelah daun gambir selesai direbus dan diangkat, daun kemudian

dililit kembali oleh rajut agar daun tetap berada dalam gulungan.

Air bekas rebusan disiramkan kembali ke daun yang akan dikempa

karena masih banyak asam samak yang terlarut dalam proses

perebusan. Alat kempa yang digunakan dapat berupa kempa yang

terbuat dari dua bilah kayu besar berbentuk huruf V dengan

panjang kayu sekitar tiga meter. Proses pengempaan membutuhkan

waktu sekitar 60 menit.

3. Pengendapan

Getah gambir yang diperoleh dari proses pengepresan dimasukkan

ke dalam sebuah tempat pengendapan terdiri dari kayu mirip

perahu yang disebut peraku. Pengendapan memerlukan waktu

sekitar 8-12 jam. Endapan yang diperoleh berbentuk kristal-kristal

seperti pasta tetapi lebih encer.

4. Penirisan

Alat penirisan terbuat dari kain blacu, tali, dan alat pemberat

seperti kayu dan lain-lain. Getah dalam bentuk pasta encer

dimasukkan ke dalam kain blacu, diikat dan dipres lagi dengan alat

pemberat agar pasta yang terjadi lebih pekat dan dapat segera

dicetak. Penirisan biasanya memerlukan waktu 10-20 jam,

tergantung pada banyaknya bahan yang ditiriskan.

5. Pencetakan

Bentuk cetakan gambir terdiri dari tiga macam. Untuk konsumsi

dalam negeri (makan sirih), gambir dicetak berbentuk silinder

cekung. Untuk tujuan ekspor atau industri batik, penyamak dan

lain-lain, gambir dicetak berbentuk koin dan silinder. Setiap

kilogram bahan baku gambir mampu dicetak dalam waktu sekitar

25-30 menit per orang.

6. Pengeringan

12

Pengeringan merupakan proses terakhir dalam pengolahan gambir.

Gambir hasil cetakan kemudian diletakkan di atas tempat seperti

baki, kemudian dijemur di panas matahari. Bila cuaca mendung,

gambir dikeringkan di atas tungku perebusan daun. Pengeringan

memerlukan waktu dua hingga tiga hari tergantung pada cuaca.

C. TANIN

Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di

seluruh dunia, baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan

kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanin antara lain

diperoleh dari jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis dari hutan tanaman industri

seperti akasia (Acacia sp), eukaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan

sebagainya. Tanin adalah polifenol alami yang selama ini banyak digunakan

sebagai bahan perekat tipe eksterior, yang terutama terdapat pada bagian kulit

kayu. Tanin memiliki sifat dapat larut dalam air atau alkohol karena tanin

banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat logam

berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan jamur (Carter et al., 1978).

Menurut Muchtar (2000), senyawa tanin memberikan bau dan rasa

yang khas dan memberikan warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air

dingin dan alkohol, tetapi tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan

akan membentuk kristal yang berwarna coklat kemerahan. Berdasarkan

Hathway (1962), tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran

senyawaan polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H dan O serta sering

membentuk molekul besar dengan bobot molekul lebih besar dari 2000.

Menurut Sjostrom (1981), tanin adalah suatu senyawa polifenol yang

dari struktur kimianya dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu tanin

terhidrolisis (hidrolizable tannin) dan tanin terkondensasi (condensed tannin).

Ekstrak dari tanin tidak dapat murni 100%, karena selain terdiri dari tanin

terdapat juga zat non tanin seperti glukosa dan hidrokoloid yang memiliki

bobot molekul tinggi (Pizzi, 1983).

Tanin yang tidak dapat terhidrolisis dapat mengalami polimerisasi bila

dipanaskan. Apabila bereaksi dengan asam kuat akan terbentuk suatu zat

13

warna merah yang disebut flobafen atau tanin merah. Tanin yang terdapat

dalam gambir merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisis (tanin

terkondensasi). Tanin terhidrolisis adalah tanin yang mudah terhidrolisis

dengan asam, basa, dan enzim yang membentuk asam galat dan beberapa

asam lainnya (Tyler dalam Yeni et al., 2004). Contoh struktur molekul tanin

terhidrolisis dapat dilihat pada Gambar 7 dan tanin terkondensasi pada

Gambar 8.

Gambar 7. Contoh Struktur Molekul Tanin Terhidrolisis (Gross, 1992).

Gambar 8. Contoh Struktur Molekul Tanin Terkondensasi (Copriady, 2002)

Tanin terkondensasi terjadi melalui biosintesis dengan cara kondensasi

katekin tunggal atau galokatekin yang membentuk senyawa dimer dan

kemudian membentuk senyawa oligomer yang lebih tinggi. Nama lain untuk

tanin terkondensasi adalah proantosianidin, karena bila direaksikan dengan

asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan putus dan dibebaskan

monomer antosianidin. Tanin terhidrolisis merupakan senyawa ester dari gula

sederhana. Ikatan ester tersebut dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam

klorida encer. Tanin terhidrolisis dibagi menjadi dua kelas yaitu galotanin

(ester asam galat dan glukosa) dan ellagitanin (ester asam

heksahidroksiidefenat dan glukosa) (Harbone, 1987).

14

Menurut Browning (1966), sifat utama tanin tumbuh-tumbuhan

tergantung pada gugusan fenolik-OH yang terkandung dalam tanin, dan sifat

tersebut secara garis besar dapat diuraikan adalah sebagai berikut:

1. Sifat kimia tanin

a. Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus fenol dan

bersifat koloid. Oleh karena itu, di dalam air bersifat koloid dan

asam lemah

b. Semua jenis tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar, dan

akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu

juga tanin akan larut dalam pelarut organik seperti metanol, etanol,

aseton dan pelarut organik lainnya

c. Dengan garam besi memberikan reaksi warna. Reaksi tersebut

digunakan untuk menguji klasifikasi tanin, karena tanin dengan

garam besi memberikan warna hijau dan biru kehitaman. Tetapi uji

ini kurang baik, karena selain tanin yang dapat memberikan reaksi

warna, zat-zat lain juga dapat memberikan warna yang sama

d. Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol, dan

phloroglucinol bila dipanaskan sampai suhu 98,890C-101,67

0C

e. Tanin dapat dihidrolisis oleh asam, basa, dan enzim

f. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimer-

polimer lainnya terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik dan ikatan

kovalen

2. Sifat fisik tanin

a. Umumnya tanin mempunyai bobot molekul tinggi dan cenderung

mudah dioksidasi menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin tidak

berbentuk (amorf) dan tidak mempunyai titik leleh

b. Tanin berwarna putih kekuning-kuningan sampai coklat terang,

tergantung dari sumber tanin tersebut

c. Tanin berbentuk serbuk atau berlapis-lapis seperti kulit kerang,

berbau khas dan mempunyai rasa sepat (astringent)

d. Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya langsung

atau dibiarkan di udara terbuka

15

e. Tanin mempunyai sifat atau daya bakteriostatik, fungistatik dan

merupakan racun

Tanin dapat digunakan dalam industri kulit, industri tekstil, industri

farmasi, industri kosmetik dan dalam laboratorium. Tanin dalam indstri tekstil

digunakan sebagai pewarna. Tanin dapat digunakan untuk mewarnai sutera,

wool, dan kain batik. Dalam industri farmasi, tanin dapat digunakan sebagai

obat anti diare, obat kumur, dan obat sakit kulit (Nazir, 2000 dalam Yeni, et

al.,2004). Tanin dikenal sebagai senyawa antioksidan dan dapat digunakan

sebagai senyawa peluruh karat (rust converter) dan senyawa anti karat (rust

inhibitor) (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a).

Tanin dapat berfungsi sebagai zat yang dapat membersihkan dan

menyegarkan mulut sehingga dapat mencegah kerusakan gigi dan penyakit

gusi. Tanin juga memiliki fungsi sebagai zat antibakteri. Secara garis besar,

mekanisme tanin sebagai zat antibakteri adalah sebagai berikut: toksisitas

tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat

menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau

subtrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion

logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin sendiri (Akiyama, et al.

2001). Menurut Masduki (1996), tanin juga mempunyai daya antibakteri

dengan cara mempresipitasi protein. Efek antibakteri tanin antara lain melalui

reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi

fungsi materi genetik

D. EKSTRAKSI TANIN

Ekstraksi merupakan unit operasi yang melibatkan pemisahan

komponen-komponen pembentuk suatu bahan dengan cara melarutkannya ke

dalam cairan lain (pelarut). Metode yang paling sederhana untuk

mengekstraksi padatan adalah dengan mencampur semua bahan dengan

pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut (Brown, 1950).

Umumnya tanin diekstrak dengan menggunakan pelarut air karena

lebih murah dengan hasil yang relatif cukup tinggi, tetapi tidak menjamin

jumlah senyawa polifenol yang terikut dalam ekstrak tanin tersebut (Hathway,

16

Gambir

Asalan

Pasta Filtrat

Tanin

Katekin Adhesiv

e

Pelarutan dalam

Air Panas

Pendinginan

Komponen

Tidak Larut

Pemerasan

Pencucian Berulang

(Dengan Air Dingin)

Pelarutan

Dengan Etanol

Senyawa Non

Katekin

Pengeringan Pengeringan Pengeringan

Komponen Larut

Pasta

Tanin

1962). Fengel (1993) menambahkan dalam proses ekstraksi, tanin yang

dihasilkan bukan merupakan tanin murni tetapi masih mengandung unsur-

unsur lainnya. Tanin yang banyak terdapat dalam tumbuhan berpembuluh

dapat diperoleh dengan melakukan ekstraksi pada bagian kayu dan kulit kayu

dengan menggunakan air atau pelarut organik seperti aseton atau etanol.

Proses ekstraksi tanin yang berasal dari gambir asalan merupakan

serangkaian proses pemurnian gambir yang dapat menghasilkan produk tanin

dan katekin. Proses pemurnian gambir yang dapat menghasilkan tanin dapat

dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram Proses Pemurnian Gambir untuk Menghasilkan Tanin

(Gumbira-Sa’id, et al. 2009a)

17

Menurut Syafii (2000), tanin yang terdapat pada kulit Acacia

decurrens dapat diperoleh dengan cara mengekstraksi kulit pada suhu dan

waktu tertentu serta jenis pengekstrak tertentu, tergantung pada asal bahan

baku. Suhu dan lama ekstraksi merupakan faktor yang perlu untuk

diperhatikan karena dapat mempengaruhi efisiensi dalam proses ekstraksi.

Pada pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan diperoleh tanin dalam

jumlah yang besar tetapi kualitas tanin yang dihasilkan kurang baik karena

komponen non tanin yang terlarut semakin besar.

Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut akan meningkat dengan

meningkatnya suhu karena peningkatan suhu akan mempermudah penetrasi

pelarut dalam sel bahan. Namun, penggunaan suhu yang tinggi akan

menyebabkan kehilangan senyawa tertentu yang tidak stabil pada kondisi

tersebut (Houghton dan Raman, 1998).

Menurut Bernardini (1983), beberapa faktor yang mempengaruhi

jumlah rendemen hasil ekstraksi adalah perlakuan pendahuluan terhadap

bahan yang meliputi pengecilan ukuran bahan dan pengeringan bahan,

pemilihan jenis pelarut, perbandingan jumlah pelarut dan bahan serta

pengaturan kondisi ekstraksi seperti lama ekstraksi dan suhu ekstraksi.

E. PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER)

Proses pengeringan semprot adalah proses yang mengubah bahan

fluida menjadi produk kering dalam satu operasi (Filkova dan Mujumdar,

1995). Alat pengering semprot digunakan untuk mengeringkan larutan,

campuran atau produk cair lain menjadi tepung dengan kadar air yang

mendekati kesetimbangan dengan kondisi udara pada tempat produk keluar

(Wirakartakusumah et al., 1989).

Teknik pengeringan semprot didasarkan pada prinsip penyemprotan

produk ke dalam suatu kamar (ruangan) yang diisi dengan udara panas

tersirkulasi dalam bentuk butiran kecil sehingga suhu permukaannya

meningkat dan memungkinkan transfer panas yang cepat. Butiran-butiran

tersebut kemudian dibawa udara panas dan disirkulasi sehingga menyerap

panas yang dibutuhkan untuk proses pengeringan. Uap air hasil evaporasi

18

diserap oleh udara dan dikeluarkan dari alat pengering semprot. Serbuk kering

kemudian jatuh ke bawah dan ditampung dalam wadah tertentu (Speer, 1998).

Keunggulan pengering semprot antara lain adalah sifat dan mutu

produk dapat terkontrol secara efektif, dapat digunakan pada makanan yang

peka terhadap panas, produk biologi dan farmasi dapat dikeringkan pada suhu

atmosfer dan suhu rendah, menghasilkan produk yang relatif seragam,

partikel-partikelnya berbentuk bulat mendekati proporsi yang sama (Widodo,

2006). Waktu kontak antara droplet bahan dengan udara panas dalam ruangan

pengering berlangsung hanya beberapa detik sehingga kecil kemungkinan

nutrisi terdegradasi akibat panas (Master, 1979).

Menurut Singh dan Heldman (2001), keuntungan dari penggunaan alat

pengering semprot adalah siklus pengeringannya yang cepat, retensi dalam

ruang pengeringan (residence time) singkat dan produk akhir siap dikemas

ketika selesai proses dengan kadar air produk sekitar 5%. Residence time pada

alat pengering semprot antara 5-100 detik dan partikel yang dihasilkan

mempunyai ukuran 10-500 µm (Canovas dan Mercado, 1996).

Menurut Dwiari (2008), alat pengering semprot terdiri atas pemasukan

udara (air inlet), pemanas udara (air heater), drying chamber, inlet atomizer,

cyclone chamber, cyclone separator, tempat penampungan produk yang sudah

dikeringkan, hot air inlet dan outlet, kipas, motor pengering, dan alat

pengontrol. Tahapan pengeringan dengan pengering semprot adalah (1)

atomisasi bahan yang dapat membentuk semprotan sangat halus, (2) kontak

antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air

bahan, (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya.

Bagian dan tahapan proses pada pengering semprot dengan susunan open

cycle concurrent dapat dilihat pada Gambar 10.

19

Tahap 4

Pemisahan Produk Dari Udara Kering

Tahap 1

Atomisasi

Tahap 3

Evaporasi

Ruang Pengering

Tahap 2

Kontak

partikel

uadara

Siklon

Produk

Scrubber

Bahan

Udara

Gambar 10. Bagian dan Tahapan Proses pada Pengering Semprot dengan Susunan

Open Cycle Concurrent (Master, 1979)