ii. tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id pustaka.pdf · berkaitan dengan agama hindu minimal...
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tri Hita Karana
Menurut Nadia dan Prastika (2008), Tri Hita Karana berasal dari suku kata
Tri yang berarti tiga, Hita berarti kemakmuran dan Karana berarti penyebab atau
sumber kebahagiaan. Jadi Tri Hita Karana berarti tiga unsur penyebab kebahagiaan
yang meliputi atma (roh atau jiwa), prana (tenaga), angga (jasad atau fisik). Tri Hita
Karana merupakan suatu kerangka yang akan menjaga hubungan harmonis antara
manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan
lingkungannya.
Konsep Tri Hita Karana melandasi terwujudnya susunan kosmos dari yang
paling makro (bhuana agung/alam semesta) sampai hal yang paling mikro (bhuana
alit/manusia). Dalam alam semesta jiwa adalah paramatma (Tuhan Yang Maha Esa),
tenaga adalah berbagai tenaga alam dan jasad adalah Panca Maha Bhuta. Dalam
perumahan (tingkat desa), jiwa adalah parahyangan (pura kahyangan desa
pakraman), tenaga adalah pawongan (masyarakat) dan jasad adalah palemahan
(wilayah banjar). Pada rumah tinggal jiwa adalah sanggah pamerajan (tempat suci),
tenaga adalah penghuni dan jasad adalah pekarangan. Pada manusia, jiwa adalah
atman, tenaga adalah sabda bayu idep dan jasad adalah stula sarira/tubuh manusia.
2.2 Tri Mandala
Menurut Dwijendra (2008), Pola ruang rumah tradisional bali dibagi menjadi
tiga bagian yang di sebut dengan Tri Mandala yang terdiri dari: utama mandala
merupakan parahyangan atau tempat suci, madya mandala berupa pekarangan yang
meliputi bangunan tempat tinggal dan natah, sedangkan nista mandala berupa
halaman belakang rumah (teba) dan halaman depan rumah (telajakan).
Konsep Tri Mandala merupakan konsep yang paling banyak ditemui dalam
arsitektur Bali. Konsep ini merupakan pembagian ruang sesuai dengan fungsi dari
masing-masing ruang tersebut. Dalam arsitektur Bali, Tri Mandala sebagai konsep
dasar pada pembagian ruang. Penempatan ruang pada utama mandala mengacu pada
konsep kaja. Contoh yang di maksud dalam hal ini adalah gunung yaitu Gunung
Agung yang paling tertinggi dan yang paling disucikan di Bali.
2.3 Desa
Kata Desa mengandung beberapa pengertian, desa dapat berarti wilayah
pemukiman penduduk yang beragama Hindu yaitu desa pakraman atau desa adat.
Desa dapat berarti organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat. Selain
itu, Desa juga dapat berarti situasi, seperti dalam ungkapan Desa, Kala, Patra yang
berarti tempat, waktu dan keadaan (Windia, 2010 b).
Bali mengenal dua jenis desa yaitu Desa Adat dan Desa Dinas. Desa Adat
adalah desa yang di lihat dari fungsinya di bidang adat (desa yang hidup secara
tradisional sebagai perwujudan dari lembaga adat), sedangkan Desa Dinas merupakan
lembaga pemerintah yang paling terbawah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah
yang sering disebut dengan istilah keperbekelan (Surpha, 2012).
2.4 Desa Pakraman
Desa pakraman merupakan organisasi masyarakat Hindu Bali yang
berdasarkan kesatuan wilayah tempat tinggal bersama dan spiritual keagamaan yang
paling mendasar bagi pola hubungan dan pola interaksi sosial masyarakat Bali.
(Windia, 2010 a). Lebih lanjut dijelaskan bahwa sebuah desa pakraman terdiri dari
tiga unsur yaitu:
1. Unsur parahyangan tempat suci umat Hindu dan aktivitas lainnya yang
berkaitan dengan agama Hindu minimal terdapat tiga pura yaitu Pura Desa,
Pura Puseh dan Pura Dalem (lebih dikenal sebagai Kahyangan Tiga).
2. Unsur pawongan atau warga desa yang beragama Hindu. Unsur pawongan
ini sebagai penjaga sistem pada desa pakraman seperti sebagai pengurus
desa atau perangkat desa, staff, bankamdes dan komponen lainnya.
3. Unsur palemahan atau wilayah desa yang berupa karang ayahan desa dan
karang ayahan gunakaya. Karang ayahan desa merupakan tanah
pekarangan milik desa, sedangkan karang ayahan guna kaya merupakan
milik pribadi yang bersertifikat.
2.5 Tanah Pekarangan Desa
Tanah Pekarangan Desa merupakan tanah yang dimiliki oleh desa yang
diberikan kepada warga desa (krama desa) untuk tempat mendirikan perumahan yang
lazimnya dalam ukuran luas tertentu dan hampir sama untuk tiap keluarga.
Kewajibannya yang lebih dikenal dengan ayahan pada krama desa yang menempati
tanah itu ialah adanya beban berupa tenaga atau materi yang diberikan kepada Desa
Adat (Dharmayuda, 1987). Dari uraian tersebut, khususnya di Bali telajakan juga
bagian dari tanah pekarangan desa, karena seperti di ketahui telajakan terletak di luar
pekarangan rumah atau bagian nista mandala. Karena itulah telajakan menjadi
tanggung jawab individu dan desa serta diatur dalam awig-awig desa.
2.6 Taman
Kata taman berasal dari bahasa latin yaitu parcus atau parricus yang
filosofinya berarti of origin atau asal atau sumber. Dapat diartikan juga bahwa taman
adalah sebidang tanah di kota, daerah atau tempat tinggal yang diusahakan
sedemikian rupa seperti keadaan asal atau naturalnya. Taman biasanya
diperuntukkan sebagai ornamen atau ikon sebuah kota atau wilayah, juga area untuk
masyarakat berkumpul berkreasi atau berelaksasi (Hanum., dkk 2013).
Asal mula pengertian kata taman (garden) dapat ditelusuri pada bahasa Ibrani
yaitu gan, yang berarti melindungi dan mempertahankan, menyatakan secara tidak
langsung hal pemagaran atau lahan berpagar, dan oden atau eden, yang berarti
kesenangan atau kegembiraan. Jadi dalam bahasa Inggris perkataan garden memiliki
gabungan pengertian dari kedua kata tersebut, yang berarti sebidang lahan berpagar
yang digunakan untuk kesenangan dan kegembiraan.
Taman merupakan suatu tapak di tata sedemikian rupa sesuai dengan keinginan
pemilik atau konsep yang telah di rancang yang terdiri dari elemen lunak (soft scape)
dan elemen keras (hard scape) yang sengaja direncanakan untuk kepentingan pribadi
maupun umum. Taman difungsikan sebagai sarana rekreasi dan rileksasi.
2.7 Elemen-Elemen Taman
2.7.1 Elemen Tanaman
Menurut Hakim dkk, (2003) pertumbuhan dari tanaman akan berpengaruh
terhadap ukuran besar tanaman, tekstur dan warna tanaman selama pertumbuhan.
Tanaman merupakan material lansekap yang hidup dan terus berkembang. Selain
memiliki aroma, tanaman juga dapat memberikan pengaruh terhadap rasa indah dan
asri ketika kita berada pada suatu lansekap. Selain memberi rasa asri dan indah
tanaman juga memiliki fungsi yang beragam. Tanaman dapat dimanfaatkan sesuai
dengan bentuk dan ukurannya. Pemanfaatan tanaman juga dapat menambah kesan
pengguna terhadap suatu taman. Fungsi tanaman adalah sebagai berikut:
a. Pembatas fisik
Pembatas fisik adalah tanaman yang dapat difungsikan sebagai pembatas gerak
hewan dan manusia. Selain itu, tanaman juga dapat digunakan sebagai pagar
sehingga tanaman dapat memiliki dua fungsi yang berbeda, yaitu sebagai pagar
dan nilai estetika.
b. Kontrol pandangan
Kontrol pandangan merupakan tanaman yang digunakan sebagai penghalang
untuk kegiatan yang bersifat pribadi. Tanaman juga dapat berfungsi sebagai
penahan silau seperti tanaman yang terdapat pada taman jalan. Tanaman yang
di pilih yaitu tanaman-tanaman yang dapat menahan silau yang ditimbulkan
oleh lampu-lampu jalan sehingga pengguna jalan tidak terganggu dengan
cahaya yang ditimbulkan oleh lampu penerangan jalan.
c. Pencegah erosi
Pencegah erosi merupakan kemampuan tanaman yang dapat dengan sangat baik
melindungi tanah dari bahaya erosi. Akar tanaman yang tumbuh di dalam tanah
akan dapat mengikat tanah tersebut sehingga dapat mengurangi gerusan air,
selain itu juga dapat mencegah pukulan air hujan yang langsung ke tanah.
d. Habitat satwa
Kemampuan dari tanaman menyediakan tempat tumbuh, berlidung dan sumber
makanan bagi satwa liar sehingga keberadaan tanaman juga berpengaruh
terhadap populasi satwa.
e. Nilai estetika
Tanaman selain berfungsi seperti di atas juga memiliki fungsi sebagai
penambahan nilai dari suatu lansekap. Keindahan tanaman tidak hanya tercipta
dari satu jenis tanaman. Tanaman yang beragam juga dapat memberikan suatu
nilai keindahan jika penempatan dan pemilihan jenis tanaman sesuai dengan
fungsi dan ruang yang disediakan untuk areal tanaman. Keindahan tanaman
juga dapat memberikan kesan pengguna dari suatu areal lansekap yang dapat
diciptakan dari warna, bunga, dan aroma dari tanaman tersebut sehingga
tanaman dapat memberikan kesan yang indah.
f. Sebagai pengarah
Tanaman dalam lansekap berfungsi sebagai pengarah jalan baik itu jalan raya
atau jalan untuk pejalan kaki. Tujuan penanaman tanaman tersebut adalah
mempertegas arah dari tempat satu ke tempat yang lainnya supaya pengguna
jalan lebih jelas untuk mengaksesnya
2.7.2 Elemen Keras
Selain elemen tanaman, keindahan suatu lansekap dapat tercipta dari
pemilihan dan peletakan elemen keras yang tepat. Elemen keras dapat berupa
bangunan rumah, patung, lampu taman, bangku taman, sangkar burung dan lainnya.
Penempatan dan pemilihan elemen keras yang tepat juga dapat memberikan kesan
terhadap suatu areal lansekap seperti peletakan patung sebagai focal point dari suatu
areal lansekap, sehingga peletakan patung dapat menjadin suatu titik utama dari suatu
areal lansekap. Elemen non tanaman juga dapat menjadi suatu yang memperindah
areal lansekap seperti penempatan dan pemilihan lampu yang dapat menambah nilai
estetika dari taman.
Pada saat ini sebagian besar telajakan didominasi oleh elemen keras seperti
pemasangan batu sikat dan beberapa bahan yang bersifat permanen. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan dalam perawatan dan pembersihan taman telajakan.
Kebiasaan ini merupakan hal yang tidak baik karena terlalu banyak komponen
elemen keras akan mengurangi fungsi dari telajakan.
2.8 Telajakan
Menurut Dwijendra (2010), telajakan merupakan ruang antara pintu gerbang
(angkul-angkul) dengan jalan atau marga. Telajakan dimanfaatkan oleh penghuni
ataupun masyarakat umum untuk menambatkan kuda, dokar (alat angkutan
tradisional di Bali) atau tempat berjualan. Pedagang menggelar dagangannya pada
sebidang meja di sore hari, setelah berjualan di pasar. Jaman dahulu telajakan
biasanya dimanfaatkan sebagai tempat menjemur ayam aduan. Telajakan pada
umumnya ditanami berbagai jenis tanaman yang bernilai ekonomis seperti pisang,
tebu, kelapa dan yang memiliki nilai keindahan yaitu tanaman hias.
Sumber: Dwijendra, 2010
Gambar 2.1 Bagian Telajakan.
2.8.1 Fungsi dan Filosofi Telajakan
Telajakan sebagai penata garis sempadan antara tembok pembatas
(penyengker) dan got (jelinjingan). Selain itu, sebagai bagian atau ruang tepi jalan
yang ditanami berbagai jenis tanaman untuk kegiatan spritual dan ekonomi
penunjang. Telajakan sebagai warisan leluhur Bali merupakan taman depan rumah di
Bali yang sarat dengan fungsi estetika, keamanan, sosial dan spritual
(Dwijendra,2010).
Dalam konteks ruang, telajakan berfungsi memperlebar jarak pandangan,
sebagai keamanan bangunan, menciptakan keakraban serta penghijauan dan identitas
suatu lingkungan. Telajakan juga dikategorikan sebagai salah satu elemen ruang
terbuka hijau tradisional Bali. Dalam konteks spritual, telajakan sebagai tempat
menancapkan penjor pada saat upacara keagamaan serta sebagai area profan dalam
konteks arsitektur tradisional Bali (Dwijendra, 2010).
2.8.2 Tata Letak
Dari segi tata letak, telajakan berada di sepanjang jalur jalan di antara jelinjing
(got) dan penyengker (tembok pembatas) dengan bentuk mengikuti pola jalan depan
rumah. Lahan untuk telajakan disediakan oleh pemilik rumah sehingga
pemeliharaannya menjadi tanggung jawab dari pemilik rumah dimana telajakan
tersebut berada.
2.8.3 Dimensi
Menurut Dwijendra (2010), dari segi dimensi, lebar telajakan minimal selebar
sangkar ayam di tambah satu telapak kaki yaitu ± 1,00 meter dan maksimal selebar 1
depa agung (selebar tangan merentang dari pemilik rumah) atau juga dapat memakai
lebar asanan padi yaitu ± 2,20 meter (Gambar 2.2).
Sumber : Dwijendra, 2010.
Gambar 2.2 Dimensi Telajakan Berdasarkan Asta Kosala-Kosali
2.8.4 Elemen Pembentuk
Telajakan di Bali pada umumnya dibentuk oleh beberapa elemen penting
sehingga menjadi suatu taman depan pekarangan yang estetis dan magis. Elemen
atau unsur pembentuk telajakan adalah:
a. Sebagai ruang (space)
Ruang yang dimaksud adalah lahan dengan dimensi lebarnya 1meter- 2,2
meter sesuai dengan Arsitektur Tradisional Bali dan menurut Perda
telajakan memiliki lebar 0,5 - 2 meter. Lahan ini disediakan oleh pemilik
rumah.
b. Tembok pembatas (penyengker)
Tembok pembatas antara pekarangan rumah dengan areal luar pekarangan.
Tembok pembatas di Bali biasanya lengkap dengan paduraksa (pertemuan
di antara sudut tembok) yang memiliki makna magis sebagai perlindungan
dan sebagai pertemuan akan rasa (paduraksa).
c. Saluran got (jelinjingan)
Saluran pembuangan air terdapat di depan telajakan. Got (jelinjingan)
berfungsi sebagai tempat pembuangan air buangan dan air hujan baik dari
rumah maupun jalan.
d. Tempat patung
Patung yang ditempatkan biasanya berjumlah dua (berpasangan) dan di
percaya berfungsi sebagai penjaga pemilik rumah secara spritual. Patung
yang digunakan biasanya adalah patung Dwarapala, patung Punakawan
(Merdah-Tualen) dan lainnya sesuai kepercayaan lokal setempat.
e. Tempat Menancapkan Penjor
Bentuknya berupa lubang dengan diameter kurang lebih 8 - 10 cm atau
disesuaikan dengan diameter bambu yang digunakan sebagai penjor.
f. Tanaman (Landscape)
Pada umumnya tanaman pada telajakan berfungsi sebagai tanaman
pelindung maupun tanaman hias seperti kelapa, kamboja, kacapiring
(gardenia) dan lain-lain.
g. Elemen Penunjang Lainnya
Elemen penunjang yang di maksud adalah terdapat pot-pot dan lampu
taman yang bentuk dan modelnya sesuai dengan selera penghuninya, namun
yang perlu diperhatikan adalah elemen tersebut selaras dengan lingkungan
dan pembentuk elemen lainnya.
2.8.5 Perkembangan Telajakan
Telajakan sebagai elemen hijau tidak terlepas dari konteks permukiman
tradisional Bali sehingga salah satu ciri khusus dari permukiman tradisional Bali
adalah terdapatnya telajakan pada sisi luar tembok penyengker. Sering dikatakan
bahwa telajakan berkaitan erat dengan nuansa pedesaan yang asri (Dwijendra 2010).
Pada beberapa areal permukiman tradisional, telajakan masih dapat ditemui.
Secara fisik ada dua fungsi utama pada telajakan yaitu sebagai penghijauan
lingkungan dan kedua untuk menjaga dan mempertahankan sempadan bangunan demi
keamanan bangunan yang bersangkutan dan lingkungannya. Telajakan sebagai ruang
terbuka hijau merupakan bagian dari tata ruang yang berfungsi sebagai ruang hijau
yang memberikan keindahan, udara segar di antara padatnya bangunan dan
bermanfaat sebagai wadah interaksi serta aktivitas sosial.
Seiring meningkatnya tingkat urbanisasi mengakibatkan terjadinya perubahan
terhadap telajakan yang merupakan ruang terbuka hijau warisan tradisional para
leluhur di Bali. Perubahan terjadi baik perubahan secara fungsional maupun
perubahan pada elemen pembentuknya. Secara fungsional, karena tuntutan
ekonomis masyarakat terjadi perubahan dimana lahan untuk telajakan di fungsikan
sebagai kepentingan lain seperti garase motor atau mobil, toko dan lain-lain. Dari
segi elemen pembentuknya, perubahan terjadi mulai dari berkurangnya dimensi
(lebar) telajakan, tidak adanya taman, space untuk menaruh penjor karena
terbatasnya lahan.
2.9 Desa Pakraman Nyuh Kuning
Menurut monografi Desa Pakraman Nyuh Kuning, bahwa Nyuh Kuning
merupakan Desa Pakraman di Desa Dinas Mas Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar
berada pada ketinggian ± 300 m dpl. Jarak dari kota Denpasar ke Nyuh Kuning
sekitar 20 kilometer dengan luas wilayah 51 hektar. Nyuh Kuning terdiri dari 167
KK, laki-laki 315 orang dan perempuan 349 orang. Desa ini terdapat tiga jenis
pemeluk agama yaitu agama Hindu sebanyak 647 orang, Kristen 4 orang, dan Islam
13 orang. (Statistik Desa Pakraman Nyuh Kuning, 2012).
2.10 Awig-Awig Desa Pakraman Nyuh Kuning
Telajakan Desa Pakraman Nyuh Kuning diatur oleh desa yang telah tertulis
pada Awig-Awig Desa Adat Nyuh Kuning pada halaman delapan yang berbunyi
“Barang siapa membangun di pinggir jalan, wajib tetap mempertahankan keasrian
ambal-ambal, sedikitnya 75 cm. Yang melanggar, diwajibkan untuk membongkar
bangunannya” (Awig-Awig Desa Adat Nyuh Kuning Tahun 1994).
Sumber : Awig-Awig Desa Adat Nyuh Kuning, 1994
Gambar 2.3 Awig-Awig Desa Adat Nyuh Kuning Tentang Telajakan.