ii. tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id ii.pdflembut, dan aromanya kurang tajam dibandingkan dengan...
TRANSCRIPT
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Komoditas Jahe
2.1.1 Jenis – jenis jahe
Menurut Setyaningrum dan Saparinto (2013), jahe (Zingiber Oflnule)
merupakan salah satu dari temu-temuan suku Zingiberaceae yang menempati
posisi sangat penting dalam perekonomian masyarakat Indonesia. Nama zingiber
merupakan nama latin yang berasal dari bahasa sansekerta yaitu singibera yang
mempunyai makna berbentuk tanduk. Hal itu karena bentuk percabangan
rimpangnya yang mirip tanduk rusa. Biasanya tanaman ini tumbuh dipekarangan
rumah maupun dikebun. Jahe merupakan salah satu jenis tanaman rempah–
rempah yang ada di Indonesia. Komoditas ini dikenal sejak zaman penjajahan
Belanda. Rimpang jahe banyak dicari karena memiliki kelebihan dalam hal
kesehatan, kesegaran dan campuran untuk membuat masakan.
Secara umum terdapat tiga jenis tanaman jahe yang dapat dibedakan dari
aroma, warna, bentuk, dan besar rimpang. Ketiga jenis tanaman jahe tersebut
adalah jahe putih besar, jahe putih kecil, dan jahe merah.
a. Jahe Gajah
Varietas jahe ini banyak ditanam di masyarakat dan dikenal dengan nama
Zingiber officinale var. Officinale. Ukuran rimpangnya lebih besar dan gemuk
jika dibandingkan jenis jahe lainnya, jika diiris rimpang berwarna putih
kekuningan. Ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya.
Jenis jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik
sebagai jahe segar maupun jahe olahan. Jahe gajah ini yang paling banyak
7
8
produksinya. jahe gajah panen tua berumur delapan bulan, sedangkan panen muda
jahe gajah ini berumur empat sampai lima bulan. Harga jahe gajah seharga
Rp 6.000,00 per kg. Jahe yang memiliki nama lain jahe badak ini memiliki
kandungan minyak atsiri sekitar 0,18 s.d 1,66% dari berat kering (Setyaningrum
dan Saparinto, 2013).
b. Jahe Putih
Jahe ini dikenal dengan nama Latin Zingiber officinale var amarum, bisa
disebut dengan jahe emprit. Warnanya putih, bentuknya agak pipih, berserat
lembut, dan aromanya kurang tajam dibandingkan dengan jahe merah. Jahe putih
kecil ini memiliki ruas rimpang berukuran lebih kecil dan agak rata sampai agak
sedikit mengembung. Rimpangnya lebih kecil daripada jahe gajah, tetapi lebih
besar daripada jahe merah. Jenis jahe emprit biasa dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan jamu segar maupun kering, bahan pembuat minuman, penyedap
makanan, rempah – rempah, dan cocok untuk ramuan obat – obatan. Jahe kecil ini
harganya Rp 6.000,00 per kg. Jahe kecil panen tua berumur delapan bulan,
sedangkan panen muda jahe kecil ini berumur empat sampai lima bulan. Jahe
kecil dapat diekstrak oleoresin diambil minyak atsirinya (1,50 s.d 3,50% dari berat
kering). Kandungan minyak atsirinya lebih besar dibandingkan dengan jahe gajah.
Kadar minyak atsiri jahe putih sebesar 1,70 s.d 3,80% dan kadar oleresin 2,39 s.d
8,87% (Setyaningrum dan Saparinto, 2013).
c. Jahe Merah
Jahe merah atau jahe sunti (Zingiber officinale var. rubrum). Jahe ini biasa
disebut dengan jahe sunti. Jahe merah memiliki rasa yang sangat pedas dengan
aroma yang sangat tajam sehingga sering dimanfaatkan untuk pembuatan minyak
9
jahe dan bahan obat – obatan. Jahe merah memiliki rimpang yang berwarna
kemerahan dan lebih kecil dibandingkan dengan jahe putih kecil atau sama seperti
jahe kecil dengan serat yang kasar. Jahe ini memiliki kandungan minyak atsiri
sekitar 2,58 s.d 3,90% dari berat kering. Jahe putih besar memiliki kandungan air
sebanyak 82%, jahe putih kecil 50,20%, dan jahe merah 81%. Sementara itu, jika
dilihat dari kandungannya minyak atsirinya jahe merah sekitar 2,58% s.d 2,72%.
Khusus untuk jahe merah, pemanenannya harus selalu dilakukan setelah tua.
Harga jahe merah ini seharga Rp 6.000,00 per kg (Setyaningrum dan Saparinto,
2013). Karakteristik berbagai variates jahe disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Karakteristik Berbagai Variates Jahe
No Karakteristik Jahe Putih Besar
(Jahe Gajah)
Jahe putih kecil
(Jahe Emprit)
Jahe Merah
1 Panjang Akar 12,9 – 21,5 cm 20,5 – 21,1 cm 17,4 – 24 cm
2 Diameter akar 4,5 – 6,3 mm 4,8 – 5,9 mm 12,3– 12,6 mm
3 Ruas rimpang Besar Kecil Kecil
4 Warna jahe Putih kekuningan Putih Merah
5 Besar rimpang Besar dan gemuk,
ruas lebih
mengembung
Sedang, ruas
agak rata dan
sedikit
mengembang
Kecil, ruas agak
rata dan sedikit
mengembung
6 Panjang rimpang 15,83 -32,75 cm 6,13 – 31,7 cm 12,33 – 12,6 cm
7 Lebar rimpang 6,20 – 11,3 cm 6,38 – 11,1 cm 5,26 – 10,4 cm
8 Warna daun Hijau Hijau Hijau
9 Panjang daun 17,4 – 21,9 cm 17,4 – 19,8 cm 24,5 – 24,8 cm
10 Daun pelindung
bunga
Tersusun rapat Tersusun rapat Tersusun
longgar
11 Panjang bunga 4 – 4,2 cm 4 – 4,2 cm 5 – 5,5 cm
12 Rasa Kurang pedas Pedas Sangat pedas
13 Aroma Kurang tajam Tajam Sangat tajam
Sumber : Setyaningrum dan Saparinto, 2013.
10
2.2 Manfaat Jahe
Rimpang jahe merupakan rempah-rempah yang memiliki nilai jual cukup
tinggi, karena banyaknya permintaan konsumen baik untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga maupun sebagai bahan baku perusahaan jamu dan makanan.
Bahkan, kini banyak yang hanya membutuhkan minyak asiri jahe untuk berbagai
keperluan. Kandungan jahe memiliki kandungan vitamin A,B,C, lemak, protein,
pati, asam organik, oleoresin dan minyak terbang. Jahe juga sering dimanfaatkan
didalam rumah tangga sebagai bumbu dapur, rempah-rempah, dan obat-obatan.
Jahe juga dimanfaatkan sebagai pembuatan kue, diolah menjadi bubuk, minuman
dan permen. Jahe sering dimanfaatkan khususnya untuk obat herbal seperti obat
masuk angin dan sakit perut, hal ini terbukti ampuh karena jahe memiliki efek
farmakologis yang berkhasiat sebagai obat dan mampu memperkuat khasiat obat
yang dicampurkannya (Setyaningrum dan Saparinto, 2013).
2.3 Kegiatan Panen dan Pasca Panen
Menurut Setyaningrum dan Saparinto (2013), pemanenan dilakukan
tergantung pada penggunaan jahe itu sendiri, karena kebutuhan untuk bumbu
penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang
lebih empat bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya
dibiarkan sampai tua. Jahe bila untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup
tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara delapan sampai 10 bulan,
dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua
mengering. Tanaman jahe gajah akan mengering pada umur delapan bulan dan
akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.
11
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat
garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Langkah
selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan
dan bila perlu dicuci. Tahap terakhir jahe dijemur di atas papan atau daun pisang
kira-kira selama satu minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab
dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.
Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara
bulan Juni s.d Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya
bagian atas tanah, namun apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau
tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya.
Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan
kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak
kadar airnya. Setelah proses panen selesai kegiatan pasca panen dimulai. Kegiatan
pasca panen meliputi proses penyortiran basah dan pencucian, perajangan jika
perlu proses perajangan, pengeringan, penyortiran kering, pengemasan, dan yang
terakhir pemasaran.
2.4 Alokasi Input dalam Usahatani
Menurut Soekartawi (1995), usahatani merupakan ilmu yang mempelajari
bagaimana seorang petani mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif
dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
Usahatani juga merupakan kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan
tanahnya. Pada akhirnya memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa
mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk
memperoleh hasil selanjutnya.
12
Hernanto (1989) mengatakan bahwa usahatani adalah organisasi dari alam,
kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian. Organisasi
ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau
sekelompok orang-orang, segolongan sosial, baik yang berkaitan geneologis,
politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Usahatani dapat dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu pertanian dalam arti luas dan pertanian dalam arti
sempit. Pertanian dalam arti luas mencakup:
a. pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit;
b. perkebunan;
c. kehutanan;
d. perikanan (laut dan darat); dan
e. peternakan..
Pertanian dalam arti sempit dirumuskan sebagai usaha pertanian yang
dikelola oleh keluarga petani dimana diproduksi bahan makanan utama, seperti
beras, palawija dan hortikultura yang diusahakan di tanah sawah, ladang dan
pekarangan serta tujuan penanaman pada umumnya untuk memenuhi konsumsi
sendiri dan keluarga. Berbagai uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
usaha merupakan suatu kegiatan pertanian rakyat yang diselenggarakan oleh
petani, apakah petani itu sebagai pemilik atau penyakap diatas bidang tanah
tertentu dengan mengkombinasikan sumber-sumber produksi pertanian untuk
mencapai hasil tanaman atau hasil hewan. Usahatani yang berhasil apabila secara
minimal memenuhi syarat sebagai berikut.
a. Usahatani tersebut harus menghasilkan pendapatan yang cukup untuk
membiayai alat-alat yang diperlukan.
13
b. Usahatani tersebut harus dapat menghasilkan pendapatan untuk membayar
semua bunga modal yang dipergunakan untuk usahatani.
c. Usahatani tersebut harus dapat membayar upah tenaga petani dan
keluarganya secara layak.
d. Usahatani tersebut harus minimal berada dalam keadaan seperti semula.
e. Usahatani tersebut harus dapat membayar tenaga petani sebagai manajer.
Pengenalan dan pemahaman unsur pokok usahatani menjadi sangat
penting, terutama yang menyangkut pemilikan dan pengusaan terhadap faktor-
faktor. Pemilikan akan memberikan kekuatan dan kekuasaan untuk berbuat
terhadap faktor tersebut dan digunakan didalam kegiatan produksi. Perbedaan
status pemilikan dan penguasaan akan terlihat aspek positif dan negatifnya
terhadap perlakuan didalam berproduksi. Petani juga memahami bahwa skala dan
distribusi faktor-faktor produksi akan menentukan tingkat dan distribusi
pendapatan dan kekuasaan didalam masyarakat (Hernanto, 1989).
Ada empat unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani, unsur
tersebut juga dikenal dengan istilah lain dengan sebutan faktor-faktor produksi
sebagai dibawah ini :
1. Tanah
Tanah selalu mempunyai konotasi erat dengan pertanian, sehingga tanah
kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani. Meskipun
dibagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok modal
usahatani. Sifat dasar tanah antara lain, luasnya yang relatif tetap, tidak dapat
dipindahkan dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan.
14
Status pengolahan tanah erat hubungannya dengan pengelolaan usahatani
sehingga secara langsung berhubungan dengan produksi yang diperoleh dari tanah
tersebut. Kata lain bahwa status pemilikan dan pengusaaan tanah memiliki
kebaikan dan kelemahan sendiri-sendiri. Luas lahan yang diusahakan, hasil yang
diperoleh akan cenderung lebih tinggi, sebab makin banyak macam komoditas
yang mungkin dikembangkan.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah semua penduduk yang mampu memperoleh atau
memproduksi barang dan jasa dalam kegiatan produksi yang biasanya berumur
15-64 tahun, sedangkan angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja yang
betul-betul terlibat dalam kegiatan produksi. Mubyarto (1986) menyatakan bahwa
produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui berbagai cara antara lain
dengan pendidikan atau latihan-latihan untuk meningkatkan mutu dan hasil kerja.
Pendidikan disini diperoleh dari orang tua yang membimbing sejak masa kanak-
kanak dan pendidikan itu bersifat non formal yaitu pendidikan dan latihan
tambahan cara bertani yang produktif.
Ditinjau dari jenisnya tenaga kerja dapat dibedakan menjadi tenaga kerja
manusia, ternak dan mesin, sedangkan ditinjau dari sumbernya tenaga kerja
berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga dapat
diperoleh dengan cara : upahan, sambatan (tolong-menolong diantara para petani),
dan arisan tenaga kerja. Secara ekonomi, curahan tenaga kerja dihitung dengan
menggunakan satuan HKP (hari kerja pria), tenaga kerja luar keluarga seorang
laki-laki dihitung satu HKP, tenaga kerja wanita 0,7 HKP, tenaga kerja anak-anak
0,5 HKP dan tenaga kerja ternak 2 HKP (Hernanto, 1989).
15
3. Modal
Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting, modal usahatani
ini terdiri dari berbagai macam masukan. Pengertian ekonomi, modal diartikan
sebagai barang atau uang yang bersama-sama unsur produksi tanah dan tenaga
kerja menghasilkan barang-barang baru yaitu produksi pertanian (Hernanto,
1989). Usahatani dikenal beberapa modal seperti tanah, pupuk, dan obat-obatan,
serta tanaman dan ternak, piutang di bank, dan uang tunai. Menurut sumbernya
modal dapat berasal dari petani dan pinjaman pihak lain.
Modal dibedakan oleh sifatnya menjadi dua, sebagai berikut.
a. Modal tetap, meliputi : tanah, bangunan. Modal tetap diartikan modal yang
tidak habis pada satu periode produksi. Jenis modal ini memerlukan
pemeliharaan agar dapat berdaya guna dalam jangka waktu yang lama.
b. Modal bergerak, meliputi : alat-alat, uang tunai, piutang di bank, tanaman,
ternak, ikan dilapangan. Jenis modal ini habis atau dianggap habis dalam
satu periode proses produksi.
4. Pengelolaan (Manajemen)
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam menentukan dan
mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dan mampu
memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Penggunaan
faktor-faktor produksi pembentuk usahatani dan penerapan prinsip-prinsip
ekonomi merupakan aspek yang perlu diperhatikan petani (Hernanto, 1989).
Usahatani di Indonesia umumnya dikelola oleh petani sendiri. Petani
sendiri sebagai pengelola, sebagai tenaga kerja dan sebagai salah satu dari
konsumen produksi usahataninya. Pengenalan secara utuh faktor yang memiliki
16
dan faktor-faktor yang dapat dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan
pengelolaan. Perubahan posisi pengelolaan ke arah yang meningkat akan berperan
positif dalam pengelolaan.
Manajemen diartikan sebagai “seni” dalam merencanakan,
mengorganisasikan dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi.
Proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai
tingkat, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola orang-orang tersebut
dalam tingkat atau dalam tahapan proses produksi. Tahapan praktek, faktor
manajemen banyak dipengaruhi oleh beberapa aspek, antara lain (Soekartawi,
1990) sebagai dibawah ini :
1. Tingkat pendidikan
2. Tingkat ketrampilan
3. Skala usaha
4. Besar kecilnya kredit
5. Macam komoditas
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan,
mengorganisir dan mengkordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai
sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang
diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan adalah produktivitas dari setiap
faktor maupun produktivitas dari usahanya (Fadholi, 1991 dalam Soekartawi,
1991).
Faktor produksi manajemen semakin penting kalau dikaitkan dengan kata
“efisiensi”. Artinya walaupun faktor produksi tanah, pupuk, obat-obatan, tenaga
kerja dan modal dirasa cukup tetapi kalau tidak dikelola dengan baik
17
(missmanagement), maka produksi yang tinggi yang diharapkan juga tidak akan
tercapai. Variabel manajemen dipakai dalam analisa disebabkan karena sulitnya
melakukan pengukuran terhadap variabel tersebut. Faktor produksi ini dikaitkan
dengan analisa fungsi produksi, maka faktor produksi ini sulit diukur dan dipakai
dalam variabel independen dalam fungsi produksi (Soekartawi, 1993).
2.5 Teori Produksi dalam Usahatani
Dalam beberapa teori ekonomi konvensional, produksi sering
didefinisikan sebagai penciptaan guna (manfaat), dimana guna berarti kemampuan
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi meliputi semua
aktivitas dan tidak hanya mencakup pembuatan barang-barang yang dapat dilihat
tetapi juga yang tidak dapat dilihat, misalnya jasa bank. Proses produksi seperti ini
diperlukan beberapa keterampilan, baik bersifat teknis maupun intelektual
(Sudarman, 1980).
Istilah faktor produksi sering pula disebut dengan “korbanan produksi”,
karena faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk menghasilkan produksi.
Dalam bahasa inggris, faktor produksi ini disebut dengan “input”. Macam faktor
produksi atau input ini, berikut jumlah dan kualitasnya perlu diketahui oleh
seorang produsen. Menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan
tentang hubungan antara faktor produksi (input) dan output ini disebutkan dengan
“faktor relationship” (FR) (Soekartawi, 1999).
Berusahatani bisa diartikan melakukan suatu proses produksi. Sudarsono
(1988), mengemukakan bahwa proses produksi adalah suatu kombinasi faktor-
faktor produksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu satuan produk atau
output. Suatu proses produksi diperlukan faktor produksi yang terdiri atas tanah,
18
tenaga kerja dan modal. Tinggi rendahnya jumlah produksi yang dihasilkan akan
ditentukan oleh kualitas dan kombinasi dari faktor-faktor produksi yang
digunakan dalam proses produksi tersebut.
Ilmu ekonomi kita kenal apa yang disebut fungsi produksi yaitu suatu
fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan
faktor-faktor produksi (input).
Y=f (X1, X2,X3.....Xn)
Keterangan : Y = hasil produksi
X1.....Xn = faktor-faktor produksi
Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikkan
hasil yang berkurang (law of diminishing returns). Tambahan unit masukan akan
mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding
unit tambahan masukan tersebut. Sejumlah unit tambahan masukan akan
menghasilkan produksi yang terus berkurang, dengan kata lain, produk marginal
(PM) dari masukan i tersebut (i = 1,2,....n) yang dihitung dari turunan pertama
fungsi produksi (Dillon dan Hardaker, 1977 dalam Soekartawi, 1987).
Dalam produksi pertanian misalnya produksi jahe maka produksi fisik
dihasilkan bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus tanah, modal, dan
tenaga kerja. Menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisis
peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah faktor produksi itu
salah satunya kita anggap variabel (berubah-ubah) sedangkan faktor-faktor
produksi yang lainnya konstan (Mubyarto, 1986).
Pandangan efisiensi ekonomi, maka penentuan permukaan fungsi produksi
ini sangat penting. Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang
19
dijelaskan (Y) dengan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan
biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input.
Misalnya, di mana masukan telah mencapai keadaan menurun tetapi masih
mempunyai PM yang positif. Ini berarti bahwa dari segi efisiensi ekonomi
dikehendaki nilai positif dari PMxi (dY/dXi>0) dan nilai negatif dari turunan yang
kedua (d2 Y/dXi
2<0).
Umumnya kurva fungsi produksi pertanian digambarkan seperti pada
Gambar 2.1, di mana perubahan output (Y) disebabkan oleh bertambahnya
penggunaan input (X) dalam proses produksi. Penambahan output mencapai
maksimum pada tingkat penambahan input tertentu, dan penambahan input lebih
lanjut menyebabkan penurunan output yang diperoleh. Keadaan ini merupakan
pernyataan hukum Diminishing Return.
Fungsi produksi terbagi dalam tiga daerah produksi untuk menunjukkan
alokasi penggunaan sumber daya secara efisien (Gambar 2.1). Daerah 1
merupakan daerah dengan elastisitas E > 1, di mana penambahan input akan
mengakibatkan persentase penambahan output yang lebih besar, sehingga
pengusaha yang bergerak didaerah ini bertindak irrasional karena tidak
menggunakan kesempatan untuk meningkatkan pendapatan. Daerah II merupakan
daerah produksi dengan elastisitas 0 sampai dengan 1 (0 < E < 1) yang berarti
bahwa penambahan input atau persen akan menambah output paling tinggi satu
persen dan paling rendah nol persen. Pengusaha yang rasional akan berproduksi di
daerah II karena pencapaian pendapatan maksimum terdapat di daerah ini.
Sedangkan di daerah III mempunyai elastisitas negatif (E = 0), sehingga daerah
20
ini tidak rasional untuk berproduksi karena penambahan input akan mengurangi
output.
Elastisitas produksi (Ep) menunjukkan ratio perubahan relatif jumlah
input yang dihasilkan terhadap perubahan relatif jumlah input yang digunakan.
Elastisitas produksi dapat diformulasikan sebagai berikut.
Ep = %ΔY
%ΔX
= ΔY X
ΔX Y
= ( KPM )
KFR
Daerah I elastisitas produksi lebih besar satu (elastis), artinya jika input X
dinaikkan satu persen, maka output Y akan naik lebih besar dari satu persen. Pada
daerah II nilai elastisitas produksi antara nol sampai satu. Untuk daerah III nilai
elastisitas produksinya kurang dari nol. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Kurva Fungsi Produksi (Sudarsono, 1988)
21
2.6 Efisiensi Produksi
Seorang produsen dituntut untuk bekerja secara efisien agar keuntungan
yang diperoleh kian menjadi lebih besar. Tuntutan bekerja secara efisien ini tidak
dapat dihindari dalam bisnis modern, apalagi seringkali dijumpai bahwa biaya
produksi dirasa terus meningkat sementara nilai produksi dirasa relatif lamban
meningkatnya. Sebaliknya di negara-negara maju, di mana dengan nilai tambah
komoditas pertanian yang relatif baik dan daya beli masyarakat yang juga tinggi
maka kebutuhan akan prinsip-prinsip efisiensi menjadi lebih besar. Hal ini
disebabkan oleh persaingan antar produsen menjadi tinggi untuk memperoleh
peluang pasar (Soekartawi, 1999).
Efisiensi dapat dipergunakan sebagai pengukur dalam pemilihan faktor-
faktor produksi yang optimum. Efisiensi pada umumnya menunjukkan hubungan
antara nilai input dan nilai output. Suatu proses produksi dikatakan efisiensi bila
nilai output relatif lebih besar untuk setiap satuan input yang digunakan
(Soekartawi, 1999).
Soekartawi (1987) menyatakan bahwa efisiensi diartikan sebagai upaya
penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi tertentu.
Situasi yang demikian akan terjadi kalau petani mampu membuat suatu upaya
kalau nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input
tersebut. Efisiensi adalah ratio antara hasil produksi (output) yang diperoleh
dengan sumber (input) yang digunakan. Efisiensi ekonominya diukur dalam
ukuran nilai produk yang dihasilkan setiap nilai input yang digunakan.
Menurut Yotopoulus dan Nugent, 1976 dalam Budiasa, 1999, terdapat dua
komponen efisiensi ekonomi, yaitu efisiensi teknis (technical effictency) dan
22
efisiensi harga (allocative/price efficiency). Efisiensi teknis adalah efisiensi yang
diukur dari segi fisik. Efisiensi teknis tertinggi dicapai pada saat produksi
marginal (PM) sama dengan produksi rata-rata (PR) dan pada saat perbandingan
antara produksi marginal dan produksi rata-rata sama dengan satu. Efisiensi harga
adalah konsep ukuran marginal tentang perubahan input yang mengakibatkan
Seorang produsen dituntut untuk bekerja secara efisien agar keuntungan yang
diperoleh menjadi lebih besar. Tuntutan bekerja secara efisien ini tidak dapat
dihindari dalam bisnis modern, apalagi seringkali dijumpai bahwa biaya produksi
dirasa terus meningkat sementara nilai produksi dirasa relatif lamban
meningkatnya. Sebaliknya di negara-negara maju, di mana dengan nilai tambah
komoditas pertanian yang relatif baik dan daya beli masyarakat yang juga tinggi
maka kebutuhan akan prinsip-prinsip efisiensi menjadi lebih besar. Hal ini
disebabkan karena persaingan antar produsen menjadi tinggi untuk memperoleh
peluang pasar (Soekartawi, 1999).
Model dasar yang digunakan untuk mengukur efisiensi teknis dan efisiensi
alokatif dalam kasus proses produksi output (Y) yang melibatkan hanya satu
input (X). Kriteria maksimisasi keuntungan berarti bahwa produsen akan memilih
penggunaan input pada tingkat X2 (dimana MVPx adalah sama dengan harga
input, Px) dan akan berproduksi efisien pada Y2. Seorang produsen yang
menggunakan input pada tingkat X1 dan produksi pada Y1 secara teknis telah
mencapai efisien tetapi secara alokatif tidak efisien. Jika produksi Y2 dengan
menggunakan input pada tingkat X1 maka baik secara teknis maupun secara
alokatif belum mencapai efisien. Efisiensi teknis didefinisikan sebagai
perbandingan antara output aktual dengan output maksimum yang dapat dicapai
23
secara teknis pada setiap level input X (Y1/Y2), efisiensi alokatif ditunjukkan
sebagai perbandingan antara output maksimum yang mungkin tercapai secara
teknis terhadap output yang dicapai pada penggunaan input optimum (Y2/Y1), dan
efisiensi ekonomi secara sederhana adalah produk yang secara teknis dan alokatif
efisien [(Y1/Y2)*(Y2/Y1)] = Y2/Y1. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Y
Y1
MVP
Y2
X1 X2 X
Gambar 2.2. Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi (Arsyad, 1991)
Proses produksi, besar kecilnya peranan masing-masing faktor produksi
yang digunakan akan ditunjukkan oleh besarnya sumbangan dari masing-masing
faktor produksi tersebut. Sumbangan dari masing-masing faktor produksi tersebut
akan ditunjukkan oleh marginal physical product (MPP) dari masing-masing
faktor produksi yang digunakan. MPP menunjukkan tambahan hasil produksi fisik
sebagai akibat adanya tambahan satu satuan faktor produksi yang digunakan.
Kemudian setelah diketahui besarnya sumbangan dari masing-masing faktor
produksi, maka akan dapat ditentukan besarnya nilai sumbangan dari masing-
masing faktor produksi tersebut yang ditunjukkan oleh marginal value product
(MVP) yaitu menunjukkan nilai tambah produksi yang diakibatkan oleh adanya
24
tambahan satu satuan faktor produksi yang digunakan (Yotopoulus dan Lau,
dalam Iskandar, 1988).
MVP dapat dicari dengan cara mengalikan MPP dengan harga dari produk
(output) yang dihasilkan. Hasil yang sudah diketahui dari masing-masing faktor
produksi yang digunakan (MVP), maka dapat diketahui efisiensi dari masing-
masing faktor produksi tersebut, dengan cara membagi MVP dengan harga dari
masing-masing faktor produksi yang digunakan.
2.7 Hubungan Biaya dengan Produksi
Menurut Rahardja dan Manurung (2010), biaya produksi dan produksi
bagaikan keping mata uang logam berisi dua. Produksi berbicara tentang nilai
fisik penggunaan faktor produksi, biaya mengukurnya dengan nilai uang.
Ekonomi yang sudah modern, di mana peranan uang sangat penting, maka ukuran
efisiensi yang paling baik (walaupun bukan paling lengkap) adalah uang. Sesuatu
yang efisiensi secara teknis, belum tentu secara finansial dan ekonomi
menguntungkan. Hubungan biaya dengan produksi harus saling melengkapi,
karena tanpa biaya produksi tidak akan berjalan. Biaya yang dimaksud disini
adalah biaya untuk tenaga kerja, biaya barang modal, dan biaya
kewirausahawanan.
a. Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk
menggunakan tenaga kerja per orang atau per satuan waktu. Harga tenaga
kerja adalah upahnya (per jam atau per hari).
25
b. Biaya barang modal
Ada perbedaan konsep antara ekonom dan akuntan dalam perhitungan
biaya barang modal. Akuntan menggunakan konsep biaya historis
(historical cost). Sedangkan ekonomi melihat biaya barang modal sebagai
biaya implisit. Biaya ekonomi penggunaan barang modal bukanlah berupa
besar uang yang harus dikeluarkan untuk menggunakannya, melainkan
berapa besar pendapatan yang diperoleh bila mesin disewakan kepada
pengusaha lain.
c. Biaya kewirausahawanan
Wirausahawan adalah orang yang mengombinasikan berbagai faktor
produksi untuk di transformasi menjadi output berupa barang dan jasa.
Dalam upaya tersebut, dia harus menanggung resiko kegagalan. Atas
keberanian menanggung resiko, pengusaha mendapat balas jasa berupa
laba. Makin besar (tinggi) resikonya, laba yang diharapkan harus makin
besar. Begitu juga sebaliknya.
1.8 Biaya Produksi dan Pendapatan
2.8.1 Biaya Usahatani
Menurut Soekartawi (1991), biaya produksi adalah nilai dari semua faktor
produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses
produksi berlangsung sedangkan Hernanto (1989) menyatakan bahwa biaya
produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses
produksi serta membawanya menjadi produk. Termasuk di dalamnya barang yang
dibeli dan jasa yang dibayar di dalam maupun di luar usahatani. Biaya ini
dikelompokkan menjadi empat, sebagai dibawah ini.
26
1. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam
satu masa produk yang tergolong dalam kelompok biaya ini adalah pajak
tanah, penyusutan alat pertanian, traktor, dan sebagainya.
2. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya-biaya yang selalu berubah dimana
besar kecilnya sangat tergantung pada skala produksi yang tergolong dalam
kelompok ini antara lain: biaya pupuk, bibit, obat pembasmi hama, dan buruh.
3. Biaya tunai. Biaya tetap tunai dapat berupa air dan pajak tanah, sedangkan
untuk biaya variabel tunai antara lain berupa biaya pemakaian bibit, pupuk,
obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga.
4. Biaya tidak tunai (diperhitungkan). Biaya tetap tidak tunai adalah biaya untuk
tenaga keluarga, sedangkan yang termasuk biaya variabel tidak tunai antara
lain biaya panen, biaya pengolahan tanah dari tenaga keluarga, dan biaya
pupuk kandang milik keluarga.
Selain itu juga terdapat biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung
adalah biaya yang langsung digunakan dalam proses produksi dan biaya tidak
langsung meliputi biaya penysutan, pajak tanah dan lain-lain. Biaya produksi
adalah jumlah komponen yang diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi yang
dipergunakan dalam proses produksi (Hernanto, 1993). Biaya produksi dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
TC = biaya total
TVC = biaya variabel tetap
TFC = biaya tetap total
TC= TVC + TFC
27
2.8.2 Penerimaan usahatani
Keuntungan kotor usahatani atau penerimaan usahatani sebagai nilai
produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun
yang tidak dijual. Menafsir produk yang tidak dijual, digunakan nilai berdasarkan
harga pasar yaitu penerimaan didapat dengan cara mengalikan produksi dan harga
pasar. Perhitungan penerimaan juga mencakup semua perubahan nilai inventaris.
Perubahan nilai inventaris tanaman pada umumnya diabaikan karena penilaiannya
sangat sulit dan untuk ternak perubahan nilai inventarisnya pada umumnya
dihitung (Soekartawi, 2002). Penerimaan usahatani dapat ditulis sebagai berikut.
TR = Y. Py
Keterangan:
TR = Total penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani jagung
Py = Harga Y
2.8.3 Keuntungan usahatani
Soekartawi dkk (1986) mengartikan bahwa keuntungan kotor itu sebagai
nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun
yang tidak dijual. Keuntungan bersih adalah selisih antara keuntungan kotor
usahatani dengan pengeluaran total usahatani.
Keuntungan usahatani dipengaruhi oleh: (1) Luas usahatani yang meliputi
areal tanaman luas pertanaman rata-rata; (2) Tingkat produksi; (3) Pilihan dan
kombinasi cabang usaha; (4) Intensitas penguasaan pertanaman yang ditunjukkan
oleh jumlah tenaga kerja; dan (5) Efisiensi tenaga kerja (Hernanto, 1989).
Keuntungan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
28
Pengeluaran total usahatani (total farm expense) didefinisikan sebagai nilai semua
masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi, tetapi tidak
termasuk tenaga kerja keluarga petani. Selisih antara keuntungan kotor usahatani
dan pengeluaran total usahatani tersebut dengan keuntungan bersih usahatani
(Soekartawi,1986) dapat dirumuskan sebagai berikut.
π = TR – TC
Keterangan:
π = keuntungan usahatani
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
Soekartawi (1987) mengemukakan bahwa keuntungan itu merupakan
selisih antara penerimaan total dengan biaya-biaya. Penerimaan yang dimaksud
adalah jumlah yang diterima petani dari suatu proses produksi. Soeharjo dan
Patong (1973) mengatakan bahwa keuntungan itu merupakan selisih antara
penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam satu tahun.
Pendapatan keluarga petani dapat berasal dari sumber, yaitu pendapatan
dari usahatani dan pendapatan dari luar usahatani. Pendapatan usahatani adalah
seluruh penerimaan yang diperoleh dari semua sumber usahatani seperti usahatani
sawah, tegalan, pekarangan, dan ternak. Penerimaan luar usahatani adalah seluruh
penerimaan keluarga petani dan dari luar usahatani (Hernanto, 1989).
Pada dasarnya pendapatan seseorang tergantung dari waktu atau jam kerja
yang dicurahkan dan tingkat pendapatan per jam kerja yang diterima. Tingkat
pendapatan per jam yang diterima dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau
ketrampilan dan sumber-sumber non tenaga yang dikuasai, maka semakin tinggi
pendapatan persatuan waktu yang diterima.
29
Efisiensi usahatani ditinjau dari hubungan Marginal Cost (MC) dengan
Average Variable Cost (AVC). Sedangkan biaya produksi ditinjau berdasarkan
input yang digunakan, MC adalah perubahan biaya total yang disebabkan oleh
adanya perubahan output sebesar satu unit, sedangkan AVC adalah biaya variabel
setiap unit output.
C = F (Q)
MC = Δ C
Δ q
AVC = C
q
C = ai + b1q + c2q2 + d3q
3
MC = ai + b2q + c3q2
AVC = aiq + b2q2
+ c3q3
q
AVC = ai + b2q + c3q2
Jika AVC = MC / Eb = 1 , biaya optimal
AVC > MC, biaya belum optimal
AVC < MC, biaya tidak optimal, atau hubungan AVC dan MC dapat pula
dilihat dalam Gambar 2.3.
30
Gambar 2.3. Hubungan Marginal Cost (MC) dengan Average Variable Cost
(AVC) (Karl dan Fair, 2002).
Gambar 2.3 menjelaskan tentang hubungan marginal cost (MC) dengan
Avarage Variable Cost (AVC), di mana petani jahe akan mengetahui apakah
produksi jahe sudah optimal atau belum. Optimal atau tidak optimalnya suatu
usahatani dilihat dari hubungan biaya marjinal dengan biaya rata-rata. Usahatani
dikatakan optimal ketika biaya marjinal memotong rata-rata biaya pada titik
minimum AVC dan skala usaha dikatakan ekonomis, sedangkan tidak optimalnya
suatu usahatani disebabkan karena biaya marjinal lebih besar daripada biaya
variabel rata-rata dan skala usahanya tidak ekonomis.
Menurut Widyantara (2014), dalam berproduksi hal yang perlu
diperhatikan adalah pemahaman terhadap kaedah-kaedah produktivitas dan
efisiensi. Produktivitas menyangkut kemampuan faktor produksi yang dikelola
oleh petani produsen untuk menghasilkan produk, sedangkan efisiensi
menyangkut kemampuan pengelola penggunaan biaya agar memperoleh
pendapatan maksimal atau laba maksimal atau mampu untuk menghasilkan
penerimaan tertentu dengan jumlah biaya yang minimal.
31
Pendapatan bisnis, penggunaan sarana produksi yang optimal tercapai
ketika sarana produksi itu mencapai produktivitas maksimum. Mengetahui ini,
perlu diketahui hubungan sarana produksi dengan volume produk yang dihasilkan,
sehingga penggunaan sarana produksi dengan mudah dapat dikendalikan.
Penggunaan input optimal dicapai ketika marjinal produk (MP) = produksi rata-
rata (AP) atau ketika elastisitas produksi (Ep) = 1. Pada situasi Ep > 1, jumlah
input dapat ditambahkan, dan ketika situasi Ep < 1, jumlah input dapat
dikurangkan. Dalam segi efisiensi, penggunaan input harus memenuhi
persyaratan:
MP = Px/Pq
Px harga input dan Pq harga output. Jika Pq.MP > Px berarti belum
efisien, input dapat ditambahkan. Tetapi bila Pq.MP < Px menunjukkan usahatani
tidak efisien dan input harus dikurangkan.
Karena MP = AP.Ep maka Q/X. Ep = Px/Pq
Sehingga X = Pq/Px.Q.Ep
X = R/Px . Ep
Umumnya usahatani menggunakan banyak input, sehingga kaedahnya
pengalokasian input adalah mengikuti prinsip-prinsip kombinasi biaya minimum
(KBM). Prinsip KBM ini biaya-biaya usahatani dapat diminimalisir, yang
rumusnya sebagai berikut.
MPx/Px = MPy/Py = MPz/Pz = 1/Pq
Penerimaan (R) dari usahatani merupakan perkalian volume produk (Q)
dengan harga produk (Pq).
R = Pq . Q
32
Tetapi didaerah tertentu atau pada komoditi tertentu, penerimaan diperoleh
dengan harga per satuan luas dikalikan dengan luas usahatani. Jika harga komoditi
dapat dikontrol (dalam pasar monopoli), maka penerimaan maksimum akan dapat
diperoleh ketika MR (marjinal revenue) = 0. Pada situasi MR positif harga jual
(Pq) dapat diturunkan, sedangkan pada situasi MR negatif harga Pq harus
dinaikkan.
Pq = ao – a1.Q
R = Pq . Q…......> R = aoQ – a1 Q2
MR = ao – 2a1Q
R maksimum bila MR = 0. Jika MR dihubungkan dengan elastisitas permintaan
makan MR sama dengan MR = Pq {(Ep + 1)/Ep}. MR positif pada Ep elastic,
MR negatif pada Ep inelastic. Tetapi pada umumnya Pq relative konstan
sepanjang tahun. Dalam situasi seperti ini R diproduksi dengan Q (kuantitas)
sebanyak, ketika :
MR = MC
ΔR/ΔQ = ΔC/ΔQ
MC = Eb . AVC dengan Eb = elastisitas biaya. Jika MR = ao – 2aiQ maka
Q dapat ditentukan. Usahatani dalam situasi MR = MC, saat ini usahatani juga
akan memperoleh laba maksimum (π mak). Ketika MC = AVC maka MR akan
sama dengan AVC. Ketika harga produk tetap (given) artinya petani tidak mampu
mengendalikan harga, maka jumlah produk yang mesti dihasilkan ketika MC =Pq.
Laba optimal dapat diketahui dengan menghitung laba marjinal (Mᴫ)
sama dengan nol, disamping menggunakan MR = MC. Laba = f (Q). laba
maksimum dicapai bila laba marjinal (Mᴫ) = 0.
33
2.9 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan petani dalam
mengalokasikan biaya pada usahatani jahe di Gapoktan Sarwa Ada Desa Taro.
Sebagaian besar penduduk di Desa Taro ini berusahatani jahe. Gapoktan Sarwa
Ada ini memiliki prospek yang cerah dan potensial yang sangat menjanjikan.
Meskipun prospeknya cerah dan menjanjikan, namun perlu dilakukan
penghitungan analisis kuantitatif yaitu menghitung alokasi biaya yang berupa
efisiensi biaya dan keuntungannya. Serta melakukan analisis kualitatif agar
mengetahui tempat penjualan usahatani jahe. Setelah melakukan analisis
kuantitatif dan analisis kualitatif maka akan memperoleh kesimpulan yang
selanjutnya dapat memberikan suatu saran atau rekomendasi kepada pihak petani
usaha jahe di Gapoktan Sarwa Ada. Adapun kerangka pemikiran dari penelitian
ini terlihat pada Gambar 2.4.
34
Gambar 2.4
Kerangka Pemikiran Kemampuan Petani Dalam Mengalokasikan Biaya
Pada Usahatani Jahe di Desa Taro
Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar.
Rekomendasi
Simpulan
Tempat Penjualan
Usahatani Jahe
Alokasi Biaya
( AVC, MC, AFC)
)
Harga Jual
Gapoktan Sarwa Ada
d
Usahatani Jahe
Analisis kualitatif Analisis kuantitatif
Alokasikan Biaya
Efisiensi dan
Biaya
Keuntungan