ii. tinjauan pustaka - vrizaytip.files.wordpress.com file · web viewmodified cassava flour (mocaf)...
TRANSCRIPT
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Modified Cassava Flour (MOCAF)
Ketergantungan pangan bangsa Indonesia terhadap beras dan gandum
sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan (Hariyadi dan Giriwono, 2004).
Sebagai negara yang besar dan subur, Indonesia tidak seharusnya bergantung pada
impor beras dan gandum karena hal tersebut hanya akan menghidupkan roda
perekonomian negara pemasok. Ubi kayu merupakan salah satu contoh penghasil
karbohidrat yang sangat tepat untuk tujuan diversifikasi makanan. Tepung kasava
dimanfaatkan secara luas sebagai produk pangan, antara lain roti, kue kering,
biskuit, bolu, mie instant dan berbagai jenis produk lainnya.
Tepung kasava yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan telah
melalui proses modifikasi komposisi kimia dan fisiknya. Salah satu cara
memodifikasi komponen tepung ubi kayu adalah melalui proses fermentasi.
Menurut Subagio (2008), fermentasi merupakan salah satu tahap produksi tepung
kasava dengan prinsip modifikasi sel ubi kayu. Pada proses fermentasi,
mikroorganisme memiliki peran yang besar dalam merombak komposisi dan
komponen ubi kayu. Salah satu bentuk tepung ubi kayu terfermentasi adalah
Modified Cassava Flour (Mocaf) atau tepung ubi kayu termodifikasi.
Mocaf adalah produk tepung dari ubi kayu yang diproses menggunakan
prinsip memodifikasi ubi kayu melalui proses fermentasi. Proses fermentasi ini
melibatkan berbagai mikroorganisme, yang paling dominan adalah bakteri asam
laktat. Mikroorganisme yang digunakan menghasilkan enzim pektinolitik dan
5
6
selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu. Dinding sel ubi kayu
yang hancur ini akan menyebabkan liberasi granula pati. Mikroorganisme yang
digunakan dalam fermentasi ubi kayu juga menghasilkan enzim-enzim yang dapat
menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya diubah menjadi asam-asam
organik. Asam organik yang dominan dihasilkan adalah asam laktat. Hal ini akan
menyebabkan perubahan karakteristik tepung meliputi perbaikan viskositas,
kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan larut. Selain itu, asam organik
yang dihasilkan akan memperbaiki cita rasa tepung yang dihasilkan menjadi netral
dengan menutupi cita rasa singkong sampai 70% (Subagio, 2008).
Pengolahan mocaf secara teknis sangat sederhana, mirip dengan cara
pengolahan tepung ubi kayu konvensional, namun disertai dengan proses
fermentasi. Proses produksi mocaf dimulai dengan pengupasan kulit ubi kayu,
pencucian sampai bersih, pengecilan ukuran, dilanjutkan dengan tahap fermentasi
selama 12-72 jam. Setelah fermentasi, ubi kayu tersebut dikeringkan dan
ditepungkan sehingga dihasilkan produk mocaf (Subagio, 2008). Selama proses
fermentasi terjadi pula penghilangan komponen penimbulan warna, seperti
pigmen (khususnya pada ketela kuning) dan protein yang dapat menyebabkan
warna coklat ketika pemanasan. Dampaknya adalah warna mocaf yang
dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa.
Selain itu, proses ini akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik dan
kualitas hampir menyerupai tepung terigu. Sehingga produk mocaf sangat cocok
untuk menggantikan bahan terigu untuk kebutuhan industri makanan.
7
Menurut Assyaukani (2008), keunggulan tepung mocaf adalah sebagai
berikut:
1. Kandungan serat terlarut lebih tinggi daripada tepung gaplek.
2. Kandungan kalsium lebih tinggi (58) dibanding padi (6) /gandum (16).
3. Oligasakarida penyebab flatulensi sudah terhidrolis.
4. Mempunyai daya kembang setara dengan gandum tipe II (kadar protein
menengah).
5. Daya cerna lebih tinggi dibandingkan dengan tapioka gaplek.
Tabel 1. Perbandingan Komposisi Mocaf dan Tepung Ubi KayuKomponen Mocaf Tepung Ubi KayuAir (%)Protein (%)Abu (%)Pati (%)Serat (%)Lemak (%)HCN (mg/kg)
Maks. 13Maks. 1,0Maks. 0,285 – 871,9 – 3,40,4 – 0,8 Tidak terdeteksi
Maks. 13Maks. 1,2Maks. 0,282 – 851,0 – 4,20,4 – 0,8 Tidak terdeteksi
Sumber: Subagio (2008)
Prosedur Operasi Standar (POS) produksi mocaf dapat dilihat pada
Gambar 1. Mocaf merupakan olahan dari ubi kayu yang dapat dimakan. Oleh
karena itu, syarat mutu mocaf dapat mengacu kepada CODEX STAN 176-
1989 (Rev. 1-1995) tentang edible cassava flour seperti yang terlihat pada Tabel
2.
9
Tabel 2. Syarat Mutu Edible Cassava Flour CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995)Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu
Air AbuSerat kasarHCNResidu pestisidaLogam beratBahan tambahan
%%%
Mg/kg---
Maks. 13Maks. 3Maks. 2Maks. 10
Sesuai dengan aturan yang berlakuTidak terdeteksiTidak terdeteksi
Sumber: Codex Aminentarius Commision (1995)
2.2 Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Lele merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar yang penting
dalam rangka pemenuhan peningkatan gizi masyarakat. Komoditas ini mudah
dibudidayakan dan harganya terjangkau. Oleh karena itu, produksi lele ukuran
konsumsi secara nasional mengalami kenaikan. Seperti pada tahun 2003, kenaikan
tersebut terjadi mencapai 18.3%. Ikan lele yang banyak dibudidayakan dan
dijumpai dipasaran saat ini adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Sementara itu
lele lokal (Clarias batracus) sudah langka dan jarang ditemukan karena
pertumbuhannya sangat lambat dibandingkan dengan lele dumbo. Secara umum
lele dumbo mirip dengan lele lokal, hanya saja ukuran lele dumbo lebih besar
dibandingkan dengan lele lokal. Lele dumbo cenderung lebih panjang dan lebih
gemuk dibandingkan lele lokal. Pada tahun 2005, lele dumbo juga menjadi salah
satu komoditi perikanan yang dijadikan komoditas unggulan pada Program
Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dicanangkan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (Mahyuddin, 2007).
Protein ikan adalah protein yang istimewa karena bukan hanya berfungsi
sebagai penambah jumlah protein yang dikonsumsi, tetapi juga sebagai pelengkap
mutu protein dalam menu. Salah satu bahan pangan sumber protein yang dapat
10
dimanfaatkan dalam olahan makanan adalah lele dumbo. Protein dalam lele
dumbo cukup tinggi yaitu sebesar 17 persen. Kandungan asam amino ikan lele
dumbo juga cukup lengkap terutama tinggi asam amino lisin yaitu 10.5 persen
(Mervina, 2009). Komposisi gizi ikan lele disajikan pada Tabel 3 dan kandungan
asam amino ikan lele disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3. Kandungan Gizi Daging Ikan Lele Lokal per 100 gram.Komponen JumlahProtein (g) 17Lemak (%) 4,5Kalsium (mg) 20,0Fosfor (mg) 200,0Besi (mg) 1,6Vitamin A (si) 150Vitamin B (mg) 0,05Air (mg) 7,6 Energy (kal) 113
Sumber : Mudjiman (1984)
Tabel 4. Kandungan Asam Amino Esensial Pada Ikan LeleAsam Amino Jumlah (%)Arginin 6.3Histidin 2.8Isoleusin 4.3Leusin 9.5Lisin 10.5Metionin 1.4Fenilalanin 4.8Treonin 4.8Valin 4.7Triptophan 0.8
Sumber : FAO 1972 dalam Astawan (2008)
2.3 Belut (Monopterus albus)
Ada berbagai jenis belut yang hidup diseluruh dunia, dengan berbagai
jenis dan ukuran. Dua jenis belut yang umum dikenal di negara Indonesia, yaitu
belut sawah (Monopterus albus Zuieuw)dan belut rawa (Synbranchusbengalensis
Mc.Clell). Kedua jenis belut tersebut memiliki ciri yang berbeda, yaitu bentuk
11
belut rawa lebih ramping dibandingkan belut sawah. Selain itu belut rawa dapat
hidup di dalam air payau (Sundoro, 2008).
Belut sangat bermanfaat bagi kesehatan karena kandungan gizinya yang
tinggi, seperti protein dan asam lemak tak jenuh omega 3 (Sugianto, 2011). Belut
mengandung asam lemak omega 3, yang berkisar Antara 4,48 persen sampai
dengan 11,80 persen (Astawan, 2008).
Tabel 5. Kandungan Gizi Belut per 100 gramZat Gizi Kandungan/100 gram bahanKalori (cal) 303Protein (g) 14Lemak (g) 27Karbohidrat (g) 0Fosfor (mg) 200Kalsium (mg) 20Zat Besi (mg) 20Vitamin A (SI) 1600Vitamin B (mg) 0,1Vitanib C (mg) 2Air (g) 58
(Sumber: Saparinto, 2010)
2.4 Tepung Ikan
Ikan merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan protein
cukup tinggi (18-20%) ditinjau dari segi kuantitatif, juga mengandung protein
yang cukup tinggi nilai biologinya, terutama kandungan asam amino esensialnya.
Suatu hal yang sangat penting adalah bahwa bahan baku ikan sangat bervariasi
dalam jenis (spesies), mutu, komposisi kimiawi, umur, dan lain-lain, sehingga
penanganan dan pengolahan ikan sangat kompleks (Ilyas, 1977).
Menurut Barlow et al. dalam Ilyas (1977), tepung ikan adalah produk
padat yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar air dan sebagian
atau seluruh lemak dari bahan berupa ikan atau sisa ikan. Tepung ikan merupakan
12
salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering untuk kemudian digiling
menjadi tepung. Tepung ikan adalah ikan atau bagian-bagian ikan yang
minyaknya diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling (SNI 01-2715-
1996/Rev.92). Definisi ini memberi gambaran bahwa untuk sekedar menghasilkan
tepung ikan tidak memerlukan teknologi rumit. Sehingga apabila dilakukan proses
dengan cara dan alat yang lebih baik dari cara konvensional tentu akan
menghasilkan tepung dengan kualitas baik pula.
Tepung ikan mengandung nilai gizi yang tinggi terutama kandungan
proteinnya yang kaya dengan asam amino esensial terutama lisin dan methionine.
Disamping itu tepung ikan juga kaya dengan vitamin dan mineral serta
mempunyai kandungan serat yang rendah (Gantiawan Y, 2002). Selain sebagai
sumber protein, tepung ikan juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium.
Tepung ikan yang baik mempunyai kandungan protein kasar 58-68%, air 5,5-
8,5%, serta garam 0,5-3,0% (Boniran 1999). Kandungan protein atau asam amino
tepung ikan dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses
pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang
berwarna cokelat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau
menjadi rusak (Sitompul S, 2004).
Mutu tepung ikan dapat ditingkatkan dengan penggunaan bahan baku yang
segar, disamping teknologi atau proses produksi yang digunakan dalam
pembuatan tepung ikan. Disamping itu, sanitasi dan hiegene juga dapat
mempengaruhi mutu tepung ikan yang dihasilkan. Selain digunakan sebagai
13
bahan untuk pakan, tepung ikan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan
yang dikonsumsi manusia.
Tepung ikan di Indonesia dikenal sebagai fish meal, terbuat dari limbah
hasil pengolahan maupun hasil sampingan. Tepung jenis ini biasa digunakan
sebagai pakan ternak. Umumnya tepung ikan tersebut dari limbah ikan yang
berdaging putih dan juga ikan-ikan pelagis kecil, seperti herring, sardine, dan
pilchards. Disamping itu juga terbuat dari ikan-ikan hasil sampingan operasi
penangkapan (by catch) (Burgess et al. 1967 dalam Gantiawan Y, 2002).
Tepung ikan yang digunakan untuk konsumsi manusia dikenal dengan
nama fish flour yang mempunyai mikroelemen lengkapa yang dibutuhkan oleh
tubuh serta mempunyai efek biologis yang tinggi. Di Negara-negara yang maju
seperti USA dan Swedia, pembuatan fish flour ini sudah dikembangkan. Namun
di Indonesia fish flour untuk berbagai produk konsumsi manusia masih perlu
diimpor karena tepung ikan yang diproduksi sebagian besar digunakan sebagai
pakan ternak. Fish flour merupakan produk Antara yang kemudian diolah lebih
lanjut menjadi berbagai jenis prosuk seperti kerupuk, mie, atau campuran ptoduk
pangan lainnya (Gantiawan Y, 2002).
Pembuatan tepung ikan yang akan diproduksi untuk keperluan konsumsi
manusia, harus memenuhi kandungan gizi yang diperlukan. Produk tersebut
terlebih dahulu memberikan kesan yang menarik dari penampakan maupun
penggunaannya (BPPP, 1993). Bagan proses pembuatan tepung ikan untuk
pangan disajikan pada gambar 2.
14
Gambar 2. Bagan Proses Pembuatan Tepung Ikan (Dullah et al, 1985).
Standar mutu tepung ikan ditentukan oleh komposisi kimia dan nilai
organoleptiknya. Tepung ikan berdasarkan Standar Nasional Indonesia dibagi
menjadi tiga tingkatan mutu dan standar ini merupakan acuan untuk menentukan
mutu yang berkaitan dengan harga dari tepung ikan tersebut. Standar Nasional
Indonesia tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
15
Tabel 6. Standar Nasional Indonesia Tepung Ikan Karakteristik Mutu I Mutu II Mutu III
Kimia:Air (%)Protein kasar (%)Serat kasar (%)Abu (%)Lemak (%)Ca (%)P (%)NaCl (%)
Mikrobiologi: Salmonella (pada 25 gram)
Organoleptik
Maks. 10Maks. 65Maks. 1,5Maks. 20Maks. 82,5 – 5,01,6 – 3,2
2
NegatifMin. 7
Maks. 12Maks. 55Maks. 2,5Maks. 25Maks. 102,5 – 6,01,6 – 4,0
3
NegatifMin. 6
Maks. 12Maks. 45Maks. 3Maks. 30Maks. 122,5 – 7,01,6 – 4,7
4
NegatifMin. 6
Sumber: SNI 01-2715-1996
Tepung ikan merupakan sumber protein yang sangat baik karena dapat
meningkatkan konsumsi makanan (Solangi et al. 2002). Tepung ikan yang
dipasarkan memiliki protein kasar 65%, tetapi dapat bervariasi dari 57-77%
tergantung pada spesies ikan yang digunakan (Maigualema dan Gernet, 2003).
Menurut Jassim (2010) komposisi kimia tepung ikan, yaitu protein kasar 60%,
kadar air 2,5%, lemak 2,54%, dan kadar abu 1,2%. Ikan tuna memiliki komposisi
proksimat adalah kadar air 6,6%, protein 61,3%, lemak 13,6%, dan abu 19,4 %
(Tekinay et al., 2009).
Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut: butiran-butirannya agak seragam, bebas dari sisa-sisa tulang, mata ikan
dan benda asing lainnya (Moeljanto, 1992). Kadar mineral dalam tepung ikan
akan terlihat dari kadar abunya, namun kotoran dari luar berupa pasir pun akan
ikut dalam kadar abu, sehingga bentuk tepung ikan yang baik dan bersih kadar
abunya akan mencerminkan kadar mineral yang terkandung (Sunarya, 1990).
16
2.5 Mie
Mie merupakan makanan yang sangat popular di Asia. Sekitar 40% dari
konsumsi tepung terigu di Asia digunakan untuk pembuatan mie. Di Indonesia
pada tahun 1990, penggunaan tepung terigu untuk pembuatan mie mencapai 60 -
70% (Kruger dan Robert, 1996). Hal ini menunjukkan bahwa mie merupakan
makanan yang sangat popular di Asia khususnya Indonesia.
Mie dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Pembagian jenis
mie yang paling umum yaitu berdasarkan warna, ukuran diameter mie, bahan
baku, cara pembuatan, jenis produk yang dipasarkan, dan kadar air. Berdasarkan
warnanya, mie yang ada di Asia dibagi menjadi dua jenis, yaitu mie putih dan mie
kuning karena penambahan alkali (Pagani, 1985).
Berdasarkan ukuran diameter produk mie, mie dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu spaghetti (2,8 – 6,9 mm), mie (1,8 – 3,2 mm) dan vermiselli (kurang
dari 1,02 mm). Berdasarkan bahan bakunya, mie dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu kelompok mie keruh (noodle) dari bahan baku tepung terutama tepung
terigu dan mie transparan (transparent noodle) berasal dengan bahan baku dari
pati misalnya soon (dari pati beras), mie China (dari pati ubijalar) (Yustiareni,
2000).
Bila dilihat dari konsumsinya, produk mie basah dibedakan menjadi 2
yakni mie mentah (cara konsumsi dengan direbus terlebih dahulu, misalnya mie
ayam) dan mie matang (langsung dapat dikonsumsi tanpa perbusan, misalnya mie
kuning atau mie baso). Mie juga dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kandungan
17
airnya yakni, mie basah (mie ayam, mie kuning) dan mie kering (mie telor dan
mie instan) (Hardiningsih, 1999).
Berdasarkan kadar air dan tahap pengolahannya, Winarno dan Rahayu
(1994) membagi mie yang terbuat dari gandum menjadi lima golongan, yaitu : (1)
mie basah mentah yang dibuat langsung dari proses pemotongan lembaran adonan
dengan kadar air 35%, (2) mie basah matang, yaitu mie basah mentah yang telah
mengalami perebusan dalam air mendidih sebelum dipasarkan dengan kadar air
52%, (3) mie kering, yaitu mie basah mentah yang langsung dikering dengan
kadar air 10%, (4) mie goreng, yaitu mie mentah yang lebih dahulu digoreng
sebelum dipasarkan, dan (5) mie instan, yaitu mie basah mentah yang telah
mengalami pengukusan dan pengeringan sehingga menjadi mie instan kering atau
digoreng sehingga menjadi mie instan goreng.
2.6 Mie Instan
Mie instan dibuat dengan menambah beberapa proses setelah diperoleh mi
segar pada akhir tahap pemotongan (cutting). Tahap-tahap tersebut adalah
pengukusan, pembentukan (per porsi) dan pengeringan. Mie instan dengan kadar
air 5-8% biasanya dikemaas bersama dengan bumbunya. Dalam keadaaan seperti
ini, mie instan memiliki daya simpan yang lama (Munarso, 1998).
Berdasarkan proses pengeringannya, dikenal ada dua macam mie instan.
Pengeringan yang dilakukan dengan cara menggorenga menghasilkan mie instan
goreng (instant fried noodle). Sedangkan bila dikeringkan dengan udara panas
diperoleh mie instan kering (instant dried noodle) (Munarso 1998).
18
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3551-2000 (Tabel 7), mie
instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung
terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan
makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie yang siap dihidangkan setelah
dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Kadar air mie
instan umumnya mencapai 5 – 8 %. Sehingga mempunyai daya simpan yang
cukup lama (Widianingsih dan Murtini, 2006).
Hoseney (1994) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan penerimaan
konsumen yang baik, mie instan harus bebas dari ketengikan. Bila mie instan
direbus sebaiknya tidak ada minyak yang terlepas ke dalam air perebusan. Setelah
direbus, mie harus masih cukup kompak dan permukaannya tidak lengket.
Menyangkut aspek warna, konsumen umumnya menyukai warna putih. Namaun
demikian, hampir seluruh mi instan komersial yang ada di Indonesia berwarna
kuning. Baik el at. (1994) menggunakan larutan Brine sebagai cairan pembentuk
adonan. Larutan Brine merupakan larutan yang memiliki komposisi 5,18%
natrium klorida, 0,26% natrium karbonat dan 0,26% kalium karbonat. Larutan ini
bersifat alkali, dan karenanya memicu pigmen flavonoid untuk muncul berwarna
kuning.
19
Tabel 7. Standar Mutu Mie Instan Standar Nasional Indonesia
Uraian Satuan PersyaratanKeadaan FisikTekstur NormalRasa - NormalBau NormalWarna NormalBenda asing - Tidak boleh adaKeutuhan Persen b/b Minimal 90Kadar AirProses Penggorengan Persen b/b Maksimal 10Proses Pengeringan Persen b/b Maksimal 14,5Kadar ProteinMie dari terigu Persen b/b Minimal 8Mie bukan dari terigu Persen b/b Minimal 4Bilangan Asam mg KOH/g minyak Maksimal 2Cemaran LogamTimbal (Pb) mg/kg Maksimal 2Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 0,05Arsen mg/kg Maksimal 0,5Cemaran MikrobaAngka Lempeng Total koloni/gr Maksimal 1,0 x 106
E. coli APM/gr < 3Salmonella - Negatif per 25 gKapang koloni/gr Maksimal 1,0 x 103
Sumber: SNI 01-3551-2000
2.7 Analisa Finansial
Keberhasilan ekonomi suatu usaha pengolahan tergantung kemampuan
manajemen perusahaan dalam mengatur perbedaan antara biaya produksi dan
pendapatan yang melibatkan aspek keteknikan dan ekonomi melalui analisis
finansial. Analisis biaya merupakan suatu kegiatan yang meliputi identifikasi
biaya, pengukuran, alokasi dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting
dalam suatu perusahaan. Penggolongan biaya menurut perubahannya terhadap
volume produk adalah biaya tetap, variable, dan semi variable (Masruri 1998).
20
Analisis finansial pendirian usaha diperlukan untuk memperhitungkan
jumlah dana yang diperlukan untuk pendirian dan pelaksanaan usaha tersebut.
Disamping itu analisis finansial dapat digunakan untuk mendapatkan proyeksi
rugi laba dan perhitungan arus masuk dan keluar. Kriteria utama kelayakan suatu
usaha untuk dilaksanakan adalah perbandingan keuntungan yang diperoleh
dengan biaya yang dikeluarkan atau Net B/C, Net Present Value (NPV) dan
Internal Rate of Return (IRR) (Masruri H, 1998).
Beberapa literatur menggunakan kriteria investasi dalam menentukan
kelayakan suatu proyek untuk dilaksanakan. Adapun kriteria tersebut meliputi:
1. Net Present Value (NPV)
NPV adalah selisih harga sekarang antara penerimaan terhadap pengeluaran
pada tingkat suku bunga tertentu. NPV merupakan metode untuk menghitung
selisih antara nilai sekarang investasi dengan penerimaan-penerimaan kas
bersih dimasa yang akan datang.
Kriteria keputusan yang diambil dalam analisis ini adalah layak jika nilai kas
bersih di masa yang akan datang lebih besar nilainya dari investasi (NPV ≥
0). Jika NPV sama dengan nol bearti proyek tersebut mengembalikan persis
sebesar opportunity cost faktor produksi modal. Sedangkan bila lebih keci
(NPV ≤ 0), proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan
atau dinilai tidak menguntungkan, sehingga ditolak.
2. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat suku bunga yang menunjukkan jumlah nilai sekarang
sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi proyek (Gray et al. 1992).
21
Nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan bunga bank yang berlaku,
proyek layak untuk dilaksanakan.
3. Net Benefit of Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan perbandingan antara NPV total dari benefit bersih
terhadap total dari biaya bersih (Gray et al. 1992). Net B/C digunakan untuk
ukuran tentang efisiensi dalam penggunaan modal. Bila Net B/C > 1 proyek
dianggap layak, sedangkan net B/C = 1 merupakan titik impas.
4. Pay-Back Period (PBP)
PBP merupakan waktu sebuah gagasan usaha dapat mengembalikan seluruh
modal yang ditanam. Pengembalian dilakukan dengan pembayaran laba
bersih ditambah penyusutan (Gray et al. 1992).
5. Titik Impas (Break Event Point / BEP)
Menurut Sutojo (1993), proyek dikatakan impas bilamana jumlah hasil
penjualan produk suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang
ditanggung sehingga proyek tersebut tidak mengalami kerugian juga tidak
memperoleh laba.
Suatu ukuran untuk mengetahui layak atau tidak dikembangkan, maka
digunakan beberapa kriteria yang dapat dipertanggung jawabkan yaitu:
2.7.1 Harga Pokok Penjualan (HPP)
Harga pokok penjualan adalah harga minimum yang diterapkan oleh
prosedur agar tidak mengalami kerugian sementara yang dimaksudkan dengan
harga penjualan adalah harga yang dapat memberikan keuntungan bagi produsen.
Hal tersebut diakibatkan karena adanya selisih harga penjualan dan HPP.
22
Penentuan besarnya HPP dapat dipertimbangkan dengan harga produk sejenis
yang ada di pasar. Untuk mendapatkan HPP dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
Total biaya pertahun + DepresiasiHarga pokok penjualan =
Total produksi pertahun
Total biaya adalah total biaya produksi pertahun.
2.7.2 Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana suatu perusahaan
tidak memperoleh keuntungan atau laba dan jumlah pendapatan yang diterima
sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau disebut keadaan impas. Break
Even Point (BEP) juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana pada tingkat
penjualan tertentu, perusahan tidak memperoleh keuntungan ataupun menderita
kerugian ( Soetrisno, 1982).
Soetrisno (1982) mengatakan bahwa BEP atau bisa juga disebut titik
pulang pokok ini digunakan untuk merencanakan keuntungan apabila penjualan
diatas BEP titik pulang pokok atau titik impas.Perhitungan titik pulang pokok
(BEP) suatu perusahaan didasarkan pada pedoman sebagai berikut.
FCBEP = S – VCDimana
BEP : Titik pulang pokok (Rp)
FC : Biaya tetap (Rp)
VC : Biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)
S : Harga jual persatuan produk (Rp)
23
2.7.3 Revenue Cost Ratio (R/C)
R/C (Revenue Cost Ratio) adalah perbandingan antara total penerimaan
dengan total biaya dalam suatu proses produksi (Soekartawi, 1986). Secara
matematik R/C tersebut dijabarkan dengan rumus persamaan sebagai berikut:
R/C = Py.Y
FC+VC
Keterangan : Py = Harga output
Y = Output
FC = Biaya Tetap (Fixed Cost)
VC = Biaya Variabel (Variabel Cost)
Manajemen suatu usaha yang proses pengambilan keputusannya
mengunakan persamaan R/C tersebut,maka kriterianya sebagai berikut:
apabila R/C > 1 berarti usaha menguntungkan
apabila R/C < 1 berarti usaha tidak menguntungkan
apabila R/C = 1 berarti usaha tidak untung dan tidak rugi (impas)