iii. gambaran umum wilayah penelitian · moh. nazam, 2011_psl_sps_ipb 37 iii. gambaran umum wilayah...
TRANSCRIPT
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
37
III. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
3.1. Letak Geografis
Secara geografis Provinsi NTB terletak antara 08o 10’ - 09o 05’ Lintang
Selatan dan 115o 46’-119o 05’ Bujur Timur. Di sebelah utara berbatasan
langsung dengan Laut Jawa dan Laut Flores, di sebelah timur berbatasan
dengan Selat Sape, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia dan
di sebelah barat berbatasan dengan Selat Lombok. Provinsi ini termasuk provinsi
kepulauan dengan dua pulau utama, yaitu Pulau Lombok dan Sumbawa serta
332 pulau kecil yang mengelilinginya dengan panjang garis pantai 2.333 km. Di
antara 332 pulau kecil tersebut, sekitar 282 pulau sudah memiliki nama.
Secara administratif wilayah provinsi NTB terbagai atas delapan kabupaten
dan dua kota, 116 kecamatan dan 910 desa/kelurahan. Kabupaten/kota di Pulau
Lombok adalah Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara
dan Kota Mataram. Kabupaten Lombok Utara merupakan kabupaten termuda
yang terbentuk pada tahun 2009. Kabupaten/kota di Pulau Sumbawa adalah
Kabupaten Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu, Bima dan Kota Bima.
Pembagian wilayah kecamatan dan desa/kelurahan menurut kabupaten/kota se
Provinsi NTB, secara rinci disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pembagian wilayah kecamatan dan desa/kelurahan menurutkabupaten/kota se NTB tahun 2009.
No.Kabupaten/
KotaKecamatan
Desa/Kelurahan
Luas Wilayah(km2)
1. Lombok Barat 10 882. Lombok Utara 5 33
1.863,40
3. Lombok Tengah 12 139 1.605,554. Lombok Timur 20 119 1.208,405. Kota Mataram 6 50 61,306. Sumbawa 24 164 6.643,987. Dompu 8 63 2.324,608. Bima 18 168 4.389,409. Sumbawa Barat 8 48 1.849,02
10. Kota Bima 5 38 207,50Jumlah 116 910 20.153,15
Sumber: RPJMD Provinsi NTB 2009-2013.
Tabel 3.1 memperlihatkan bahwa luas daratan NTB adalah 20.153,15 km2,
daratan Pulau Lombok seluas 4.738,70 km2 (23,51%) dan daratan Pulau
Sumbawa seluas 15.414,50 km2 (76,49%). Wilayah Kabupaten/Kota di Pulau
Lombok rata-rata lebih sempit dibandingkan wilayah Kabupaten/Kota di Pulau
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
38
Sumbawa. Wilayah terluas adalah Kabupaten Sumbawa, yaitu 6.643,98 ha
(32,97%) dari luas NTB, diikuti Kabupaten Bima (21,78%), Dompu (11,53%),
Sumbawa Barat (9,17%), Lombok Tengah (7,97%), Lombok Timur (5,99%),
Lombok Barat dan Lombok Utara (9,25%).
3.2. Kondisi Iklim
3.2.1. Tipe Iklim
Iklim di wilayah Provinsi NTB mendapat pengaruh yang cukup besar dari
angin Monsun. Pada Oktober sampai dengan Maret, wilayah ini mendapat
pengaruh Monsun Samudera Pasifik melalui laut Jawa dan Samudera Indonesia.
Kedua lautan ini mempengaruhi karakteristik curah hujan di seluruh wilayah
Provinsi NTB, antara lain pola hujan yang tidak seragam, terutama di Pulau
Lombok. Tingginya suhu permukaan laut di kedua lautan tersebut mendorong
evaporasi yang intensif dan pembentukan awan pada musim angin barat. Ini
membuat curah hujan yang tinggi pada November sampai Februari. Sebaliknya
pada musim angin timur, suhu permukaan laut di Samudera Hindia menurun dan
mencapai suhu terendah pada bulan Agustus, menyebabkan terjadinya musim
kering dengan curah hujan yang sangat rendah.
Berdasarkan Atlas Sumber Daya Iklim Pertanian Indonesia skala 1 :
1.000.000, wilayah provinsi NTB termasuk ke dalam dua tipe iklim, yaitu tipe iklim
kering dan tipe iklim basah (Balitkilimat dan Hidrologi, 2003). Sebagian besar
wilayah provinsi NTB termasuk wilayah beriklim kering, sedangkan tipe iklim
basah hanya terdapat di sekitar kawasan Gunung Rinjani di Pulau Lombok.
3.2.2. Curah hujan
Tipe iklim kering di wilayah provinsi NTB termasuk ke dalam tiga pola curah
hujan, yaitu pola curah hujan IA, IIA dan IIC. Sedangkan tipe iklim basah dengan
dua pola curah hujan, yaitu pola curah hujan IIIA dan IIIC (Balitkilimat dan
Hidrologi, 2003), seperti disajikan pada Gambar 3.1.
Pola curah hujan IA dan IIA adalah yang paling dominan di NTB, terutama
di Pulau Sumbawa yang hanya terdiri dari dua pola ini. Sedangkan pola curah
hujan IIC, IIIA dan IIIC hanya terdapat di Pulau Lombok dengan wilayah sebaran
yang relatif sedikit.
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
39
Gambar 3.1. Peta wilayah hujan di Provinsi NTB: (a) Pulau Lombok dan sekitar-nya dan (b) Pulau Sumbawa dan sekitarnya (Balitklimat, 2003)
Pola curah hujan IA dicirikan oleh total curah hujan kurang dari 1000 mm
tahun-1 dengan pola curah hujan kurang dari 100 mm bulan-1 selama 7-10 bulan,
curah hujan 100-150 mm bulan-1 kurang dari 4 bulan; curah hujan 150-200 mm
bulan-1 kurang dari 3 bulan dan curah hujan di atas 200 mm bulan-1 kurang dari 2
bulan. Pola curah hujan IA sebagian besar tersebar di bagian utara Pulau
Sumbawa, yaitu pantai utara Kabupaten Sumbawa Besar, Pulau Moyo,
sepanjang pantai utara, timur dan selatan Kabupaten Bima.
(b)
(a)
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
40
Pola curah hujan IIA dicirikan oleh total curah hujan 1000 – 2000 mm
tahun-1 dengan pola curah hujan kurang dari 100 mm bul-1 selama 5-8 bulan,
curah hujan 100-150 mm bulan-1 kurang dari 3 bulan, curah hujan 150-200 mm
bulan-1 kurang dari 2 bulan dan curah hujan lebih dari 200 mm bulan-1 selama
kurang dari 4 bulan. Pola curah hujan IIA, tersebar di bagian selatan dan bagian
utara Pulau Lombok serta seluruh wilayah Pulau Sumbawa di luar pola curah
hujan IA.
Pola curah hujan IIC dicirikan oleh total curah hujan 1000 – 2000 mm
tahun-1 dengan pola curah hujan kurang dari 100 mm bulan-1 selama 5 bulan,
curah hujan 100-150 mm bulan-1 kurang dari 5 bulan, curah hujan 150-200 mm
bulan-1 kurang dari 6 bulan dan curah hujan lebih dari 200 mm bulan-1 selama
kurang dari 5 bulan. Pola curah hujan IIC, tersebar di bagian tengah Pulau
Lombok, mulai dari wilayah Narmada, Bonjeruk, Batukliang, dan Aikmel.
Pola curah hujan IIIA termasuk tipe iklim basah yang dicirikan oleh total
curah hujan 2000 – 3000 mm tahun-1 dengan pola curah hujan kurang dari 100
mm bulan-1 kurang dari 6 bulan, curah hujan 100-150 mm bulan-1 kurang dari 4
bulan, curah hujan 150-200 mm bulan-1 kurang dari 5 bulan dan curah hujan di
atas 200 mm bulan-1 selama kurang dari 6 bulan. Pola curah hujan IIIA, tersebar
di wilayah sekitar Sembalun, Kabupaten Lombok Timur.
Pola curah hujan IIIC termasuk tipe iklim basah yang dicirikan oleh total
curah hujan 2000 – 3000 mm tahun-1 dengan pola curah hujan kurang dari 100
mm bulan-1 kurang dari 4 bulan, curah hujan 100-150 mm bulan-1 kurang dari 4
bulan, curah hujan 150-200 mm bulan-1 kurang dari 5 bulan dan curah hujan di
atas 200 mm bulan-1 selama 6-8 bulan. Pola curah hujan IIIC, tersebar di sekitar
Gunung Rinjani, bagian utara Pulau Lombok.
Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson, NTB tergolong wilayah dengan
tipe hujan C, D dan F, sedangkan menurut Koppen NTB termasuk wilayah
dengan tipe iklim Aw, yaitu tipe iklim hujan tropis dengan curah hujan bulan
terkering kurang dari 60 mm bulan-1 selama 6-9 bulan dan curah hujan tahunan
kurang dari 2.500 mm tahun-1.
Menurut peta Agroklimat Pulau Bali, NTB dan NTT yang disusun
berdasarkan jumlah bulan basah (curah hujan kurang 200 mm bulan-1) dan
jumlah bulan kering (curah hujan kurang dari 100 mm bulan-1), maka NTB
tergolong wilayah dengan zona agroklimat C3, D4 dan E4 (Oldeman et al., 1988).
Zone C3 dicirikan bulan basah 3-6 bulan, dan bulan kering 4-6 bulan. Zona D4
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
41
dicirikan bulan basah 3-4 bulan dan bulan kering 5-6 bulan, sedangkan zona E4
dicirikan bulan basah kurang dari 3 bulan dan bulan kering kurang dari 6 bulan.
Curah hujan tahunan selama 22 tahun (1987-2008) di Pulau Lombok yang
bersumber dari sembilan stasiun yang mewakili wilayah utara, tengah, dan
selatan Pulau Lombok, ditunjukkan pada Gambar 3.2.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Cura
hH
uja
n(m
m/t
h)
Min Max Rerata Stasiun: Santong, Keru, Kuripan, Mantang, Janapria
Sengkol, Prian, Pringgabaya dan Sapit
Gambar 3.2. Curah hujan tahunan di Pulau Lombok 1987-2008(Sumber: BMKG, St. Klimatologi Kedri, NTB 2009)
Curah hujan tahunan selama 22 tahun (1987-2008) di Pulau Sumbawa
yang bersumber dari enam stasiun yang mewakili wilayah barat, tengah, dan
timur Pulau Sumbawa, ditunjukkan pada Gambar 3.3.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
5000
5500
6000
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Cura
hH
uja
n(m
m/t
h)
Min Max Rerata Stasiun: Tepas, Taliw ang, Semongkat, Utan Rhee,
Rasanae, dan Sape
Gambar 3.3. Curah hujan tahunan di Pulau Sumbawa 1987-2008(Sumber: BMKG, St. Klimatologi Kediri NTB, 2009)
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
42
Gambar 3.2 dan 3.3 memperlihatkan kondisi curah hujan yang sangat
berbeda antara Pulau Lombok dan Sumbawa. Curah hujan tahunan di Pulau
Lombok relatif lebih tinggi di bandingkan dengan di Pulau Sumbawa. Curah
hujan tertinggi di Pulau Lombok terjadi pada tahun 1989 dan tahun 1999 dan
terendah terjadi pada tahun 1987, 1994 dan 2004, 2005. Curah hujan tertinggi di
Pulau Sumbawa terjadi pada tahun 2000 dan 2008, terendah pada tahun 1994.
Gejala El Nino berpengaruh terhadap intensitas hujan di NTB. Rata-rata
hari hujan dalam 10 tahun terakhir berkisar antara 4 – 11 hari bulan-1. Curah
hujan rata-rata antara 53 - 277 mm bulan-1. Bulan kering (curah hujan kurang dari
60 mm bulan-1) terjadi selama 4-5 bulan, yaitu mulai bulan Mei sampai dengan
bulan September, sedangkan bulan basah (curah hujan di atas 200 mm bulan-1)
terjadi selama 5 bulan, yaitu mulai Nopember sampai dengan Maret.
3.2.3. Suhu
Provinsi NTB termasuk salah satu wilayah yang menghadapi konsekuensi
serius dari perubahan iklim karena posisinya yang terletak di sebelah selatan
garis khatulistiwa. Kondisi demikian menyebabkan suhu dan kelembaban udara
selalu tinggi, sehingga dikategorikan sebagai daerah beriklim humid tropic yang
isothermik dan beberapa daerah beriklim mirip semi arid dengan curah hujan dan
kelembaban udara yang relatif rendah.
Berdasarkan data statistik dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BPS, 2009), temperatur maksimum pada tahun 2008 berkisar antara
30,2oC – 32,7oC, dan temperatur minimum berkisar antara 21,3oC – 24,7oC.
Temperatur tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan terendah pada bulan Juli.
Sebagai daerah tropis, provinsi NTB mempunyai rata-rata kelembaban yang
relatif tinggi, yaitu antara 75-85%.
Ciri komponen iklim yang optimal untuk pertumbuhan padi adalah suhu
relatif tinggi, musim pertanaman (growing season) sedang sampai panjang,
cahaya matahari cukup, air terdistribusi rata hampir sepanjang musim
pertanaman, suhu kering pada periode pengisian sampai kematangan gabah
(Huke, 1976 dalam Las et al., 2008). Idealnya, kondisi seperti ini dapat
berlangsung terus menerus dari tahun ke tahun.
3.3. Topografi
Ketinggian tempat wilayah NTB bervariasi mulai dari 0 sampai dengan
3.726 m di atas permukaan laut (dpl) di Pulau Lombok dan dari 0 sampai dengan
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
43
2.755 m dpl di Pulau Sumbawa. Berdasarkan ketinggian wilayah, fisiografi NTB
diklasifikasikan atas datar, landai, bergelombang sampai bergunung. Di Pulau
Lombok terdapat jajaran Gunung Rinjani, Mareje, Timanuk, Nangi, Perigi,
Plawangan, dan Baru, sedangkan di Pulau Sumbawa terhampar deretan Gunung
Batulanteh, Tukan, Jaran Pusang, Soromandi/Donggo, Tambora, Dadu, Pajo dan
Sambi.
3.4. Tanah
3.4.1. Klasifikasi Tanah
Berdasarkan hasil pengamatan tanah di lapangan dan didukung oleh hasil
analisis laboratorium, tanah-tanah di wilayah penelitian dapat diklasifikasikan
menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1998) ke dalam lima ordo, yaitu
Entisols, Andisols, Inceptisols, Mollisols, dan Vertisols (BPTP NTB, 2005).
Entisols
Entisols merupakan tanah-tanah muda, yang belum mempunyai
perkembangan profil, dengan susunan horison A-C atau A-C-R, atau A-R. Tanah
ini terbentuk dari bahan aluvium, aluvium-marin, marin, dan volkan. Umumnya
terbentuk pada landform dataran, fluvio-marin, dan volkan. Penampang tanah
bervariasi, tekstur lempung berpasir sampai pasir berlempung, dan berlapis-lapis
(stratified) atau berselang seling. Adanya perbedaan tekstur berlapis-lapis
tersebut menunjukkan proses pengendapan dari limpasan sungai yang berulang;
sebagian mengandung kerikil di dalam penampang tanah. Warna tanah coklat
tua sampai gelap, drainase buruk sampai cepat, struktur lepas sampai masif,
konsistensi gembur dan keras pada kondisi kering. Reaksi tanah umumnya agak
netral (pH 7), kadar C organik sangat rendah sampai sedang, kadar P2O5 dan
K2O potensial sedang sampai tinggi, basa-basa dapat tukar rendah sampai tinggi
dan didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah, tetapi kejenuhan basanya
tinggi. Penggunaan lahan bervariasi. Klasifikasi tanah pada tingkat subgrup
termasuk Typic Hydraquents, Typic Endoaquents, Typic Ustifluvents, Typic
Ustipsamments, Lithic Ustorthents, Vitrandic Ustorthents, dan Typic Ustorthents.
Andisols
Andisols merupakan tanah-tanah muda, yang belum sampai sedikit
mempunyai perkembangan profil, dengan susunan horison A-C, A-C-R. Tanah ini
terbentuk dari bahan abu volkan (debu, pasir, dan kerikil). Umumnya terbentuk
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
44
pada landform volkanik. Penampang tanah dangkal sampai dalam, tekstur
lempung berpasir sampai pasir berlempung. Warna tanah coklat tua sampai
coklat tua kekuningan, drainase sedang, struktur lepas sampai masif, konsistensi
gembur dan keras pada kondisi kering. Reaksi tanah umumnya netral, kadar C
organik sangat rendah sampai sedang, kadar P2O5 dan K2O potensial sedang
sampai tinggi, basa-basa dapat tukar rendah dan didominasi oleh Ca dan Mg.
KTK tanah rendah sampai sedang, tetapi kejenuhan basanya tinggi. Umumnya
Klasifikasi tanah pada tingkat subgrup termasuk Lithic Ustivitrands dan Typic
Ustivitrands.
Inceptisols
Tanah-tanah yang sudah menunjukkan adanya perkembangan profil,
dengan susunan horison A-Bw-C pada lahan kering dengan drainase baik, atau
susunan horison A-Bg-C pada lahan basah dengan drainase terhambat. Tanah
terbentuk dari berbagai macam bahan induk, yaitu tuf volkan masam, tuf volkan
intermedier (andesitik), tufa pasiran, dan granodiorit serta skis. Tanah ini
mempunyai penyebaran paling luas, menempati grup landform dataran volkan,
perbukitan volkan, dan dataran tektonik.
Tanah dari bahan volkan intermedier berwarna coklat kemerahan, tekstur
lempung berliat sampai liat, penampang dalam, dan struktur cukup baik,
konsistensi gembur sampai teguh. Reaksi tanah netral, kadar C dan N organik
sangat rendah sampai sedang, kadar P dan K potensial sedang sampai tinggi.
Kadar basa-basa dapat tukar didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah,
KTK liat rendah sampai tinggi, dan kejenuhan basa tinggi.
Pada landform dataran volkan, sifat tanah dipengaruhi oleh bahaninduknya. Tanah penampang cukup dalam, berwarna coklat kekuningan sampaikemerahan, drainase baik, tekstur halus sampai agak halus, konsistensi gembursampai teguh, dan reaksi tanah agak masam sampai masam. Tanahdiklasifikasikan dalam subgrup: Fluvaquentic Endoaquepts, Typic Endoaquepts,Typic Halaquepts, Aquic Haplustepts, Fluventic Haplustepts, Lithic Haplustepts,Vitrandic Haplustepts, Vertic Haplustepts, dan Typic Haplustepts.
Mollisols
Mollisols tergolong tanah-tanah yang mempunyai perkembangan profil
dengan susunan horison ABC dengan lapisan atas horison mollic,
memperlihatkan struktur cukup kuat. Tanah berkembang dari bahan induk batuan
sedimen (batugamping), menempati landform perbukitan Karst volkan dengan
penyebarannya sempit. Penampang tanah cukup dalam, warna coklat
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
45
kemerahan, tekstur agak halus sampai agak kasar, struktur cukup kuat gumpal
bersudut, konsistensi gembur sampai teguh dan reaksi tanah netral (kejenuhan
basa tinggi). Tanah diklasifikasikan kedalam subgrup Typic Haplustolls.
Vertisols
Vertisols tergolong tanah-tanah yang mempunyai perkembangan profil
dengan susunan horison ABC atau AC, memperlihatkan struktur baji yang
biasanya retak-retak di musim kemarau dan mengembang di musim hujan.
Tanah berkembang dari bahan induk aluvium dan aluvio-koluvium dengan
penyebarannya sempit. Penampang tanah cukup dalam, warna coklat
kekelabuan, tekstur agak halus sampai halus, struktur cukup kuat gumpal
bersudut, konsistensi gembur sampai teguh dan reaksi tanah netral (kejenuhan
basa tinggi). Tanah diklasifikasikan kedalam subgrup Typic Haplusterts.
3.4.2. Sifat Kimia dan Fisika Tanah
Berdasarkan hasil analisis kimia contoh tanah yang diperoleh dari tiga
wilayah pewakil, yaitu Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Kabupaten Bima,
diperoleh informasi bahwa kesuburan tanah di wilayah penelitian tergolong
rendah sampai sedang, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Keragaan unsur kimia dan fisika tanah di tiga wilayah penelitian
pHN
Total P Pot K PotC
Orgnk Tekstur (%)Lokasi/
KabupatenH2O KCL % mg/100 gr % Pasir Debu Liat
min 6,33 5,00 0,01 2,70 16,46 0,04 15,00 2,00 1,00
max 7,86 6,52 0,64 80,90 280,73 4,69 97,00 55,00 69,00
LombokTengah
(n = 147) rerata 6,97 6,04 0,11 27,79 93,91 1,04 40,67 29,46 29,87
min 5,37 4,03 0,02 2,90 18,75 0,12 10,00 5,00 2,00
max 7,85 6,36 8,97 76,00 294,03 5,34 92,00 83,00 66,00Sumbawa
Barat(n = 152) rerata 6,47 5,62 0,11 30,12 120,98 1,58 33,19 43,50 23,12
min 5,60 4,01 0,01 3,80 1,83 0,05 7,00 10,00 1,00
max 8,36 7,94 0,57 248,45 428,57 5,74 89,00 74,33 62,00Kabupaten
Bima(n = 142) rerata 6,68 5,68 0,14 49,10 73,86 1,34 41,93 36,10 21,86
min 5,77 4,35 0,01 3,13 12,35 0,07 10,67 5,67 1,33
max 8,02 6,94 3,39 135,12 334,44 5,26 92,67 70,78 65,67NTB
(N = 441)rerata 6,71 5,78 0,12 35,67 96,25 1,32 38,59 36,35 24,95
Sumber: Data primer dan sekunder, diolah n = jumlah sampel/contoh tanah
pH tanah
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
46
Salah satu sifat kimia tanah yang berperan penting dalam menentukan
status kesuburan tanah adalah pH (potential of hydrogen). Sifat kimia tanah ini
menunjukan perimbangan konsentrasi kation hidrogen (H+) dan anion hidroksida
(OH-) dalam tanah. Tanah yang kandungan kation H+ tinggi dikatagorikan
sebagai tanah masam, sedangkan tanah yang kandungan anion OH- tinggi
dikatagorikan sebagai tanah basa. Tanah dengan pH di bawah 5,5 atau di atas
7, unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, Na, dan S) dan unsur mikro (Cu, Zn, Mn,
B, Fe, dan lain-lain) tidak tersedia secara optimal, karena sebagian unsur hara
tersebut mengalami fiksasi (terikat). Dalam kehidupan tanaman, pH tanah dapat
digunakan sebagai indikator kesuburan tanah. Tanah yang subur akan
memberikan daya dukung yang tinggi terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil
analisis tanah menunjukkan bahwa reaksi tanah di NTB bersifat netral dengan
pH tanah (H2O) rata-rata 6,71 dan pH (KCl) rata-rata 5,78. Berdasarkan indikator
tersebut bila dikaitkan dengan persyaratan penggunaan lahan untuk
pertumbuhan tanaman padi sawah dapat dikategorikan sebagai lahan sawah
dengan kelas kesesuaian S1 (Djaenuddin et al., 2003).
Kandungan nitrogen, fosfor dan kalium tanah
Nitrogen, fosfor dan kalium merupakan unsur hara yang sangat penting
keberadaanya di dalam tanah. Unsur hara N, P dan K sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman padi, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun
generatif. Hasil analisis memperlihatkan bahwa rata-rata kandungan nitrogen
tanah di NTB berstatus rendah (0,12%), sedangkan kandungan P dan K
menunjukkan status dengan kategori tinggi, yaitu rata-rata 35,67% dan 96,25%.
Kandungan bahan organik tanah
Bahan organik merupakan komponen kimia yang penting di dalam koloid
tanah. Bahan organik berperan dalam beberapa hal yakni pembentukan agregat
tanah, sumber hara potensial bagi tanah, pembentukan pori-pori tanah, salah
satu bagian dari kompleks pertukaran kation dan anion dalam tanah, sebagai
media bagi kehidupan mikrobiologi tanah dan beberapa peranan penting lainnya
di dalam tanah. Pengamatan kandungan bahan organik tanah melalui
pengukuran kandungan karbon (C) organik pada sempel-sempel tanah dari areal
studi menunjukan bahwa kandungan C organik tanah tergolong rendah yaitu
rata-rata 1,32% atau kurang dari 1,5%. Tanah dengan kandungan C organik
kurang dari 1,5% tergolong kelas kesesuaian lahan S2 dan S3 untuk tanaman
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
47
padi (Djaenuddin et al., 2003). Kandungan C organik tanah di Pulau Sumbawa
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau Lombok.
Tekstur tanah
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (sparat)
yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir
(sand) (berdiameter 2,00-0,2 mm atau 2000-200 µm), debu (silt) (berdiameter
0,20-0,002 mm atau 200-2 µm) dan liat (clay) (berdiameter (< 0,002 m atau <2
µm). Untuk menentukan kelas tekstur suatu tanah maka dilakukan analisis
tekstur di laboratorium yang disebut analisa mekanik tanah. Hasil analisis
diketahui bahwa fraksi butiran tanah di wilayah penelitian berupa fraksi pasir
halus, fraksi debu dan fraksi liat berturut-turut adalah 38,59%. 36,35% dan
24,95% atau dikategorikan sebagai tanah berstektur sedang. Tanah dengan
kategori tekstur sedang untuk tanaman padi termasuk dalam kelas kesesuaian
S1 dan S2. Berdasarkan tekstur tersebut, maka tanah dikategorikan sebagai
kelas tekstur liat (clay), lempung berpasir (sandy loam), lempung liat berdebu
(silty clay loam) dan lempung berliat (clay loam).
Kapasitas tukar kation
Kapasitas Tukar Kation (KTK) suatu tanah merupakan gambaran dari
kemampuan misel tanah untuk mempertukarkan kation-kation dalam tanah.
Komponen sifat kimia tanah ini berperan terhadap kemampuan tanah untuk
mengikat unsur hara. Hasil analisis di tiga wilayah penelitian ditunjukkan pada
Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah di tiga wilayah penelitian
Kation-dd (me/100 gr)Lokasi/Kabupaten
K Na Ca Mg
KTK(me/100 gr)
min 0,05 0,17 1,56 0,10 4,40
max 0,50 1,40 6,22 1,94 59,20Lombok Tengah
(n = 147)rerata 0,24 0,60 3,69 0,92 23,43
min 0,06 0,37 0,27 0,21 5,60
max 2,41 34,65 3,28 8,36 95,20Sumbawa Barat
(n = 152)rerata 0,71 1,55 1,50 3,61 26,45
min 0,02 0,06 1,56 0,28 5,45
max 4,84 80,35 66,16 21,86 88,00Kabupaten Bima
(n = 142)rerata 0,56 2,02 9,46 2,78 27,97
min 0,04 0,20 1,13 0,20 5,15
max 2,58 38,80 25,22 10,72 80,80NTB
(N = 441)rerata 0,50 1,39 4,88 2,43 25,95
Sumber: Data primer dan sekunder diolah
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
48
Status kesuburan tanah
Kesuburan tanah adalah kemampuan atau potensi suatu tanah untuk
menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang dalam
memenuhi kebutuhan tanaman. Tanah yang dikatagorikan subur apabila secara
fisik, kimia dan biologi memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman
dan tanaman berproduksi secara optimal.
Secara alami tanah yang belum terganggu oleh aktivitas manusia, pada
umumnya berada pada kondisi subur dan apabila diusahakan biasanya pada
tahap awal pengelolaan relatif tidak memerlukan input luar seperti pemupukan,
karena unsur hara yang tersedia masih cukup tinggi dan kondisi lingkungan
rhizosfirnya umumnya berada dalam keadaan seimbang.
Hasil analisis tanah di wilayah penelitian menunjukkan bahwa KTK, KB, C-
organik, P2O5 dan K2O pada masing-masing parameter cukup bervariasi baik di
dalam wilayah maupun antar wilayah yakni dari rendah hingga sedang. Unsur-
unsur penting tersebut rata-rata berada dalam kondisi kurang optimal. Sebagai
contoh unsur C-organik rata-rata berada di bawah 1,5% dan tergolong kurang
optimal untuk pertumbuhan tanaman padi sawah. Berdasarkan hasil evaluasi
status kesuburan tanah, kondisi sifat kimia tanah di wilayah penelitian
dikatagorikan mempunyai status kesuburan tanah rendah sampai sedang. Tanah
yang mempunyai tingkat kesuburan rendah, daya dukungnya terhadap tanaman
yang diusahakan juga rendah. Oleh karena itu untuk meningkatkan status
kesuburannya agar tanaman yang diusahakan memberikan respon secara
optimal perlu ditambahkan pupuk, baik pupuk organik maupun anorganik.
3.4.3. Kelas Kesesuaian Lahan Sawah
Tanaman padi memiliki persyaratan tumbuh tertentu yang harus dipenuhi
agar dapat tumbuh dengan baik. Apabila persyaratan tumbuh dimaksud dapat
dipenuhi secara baik, maka tanaman akan tumbuh secara baik dengan produksi
yang maksimum. Tanah sebagai media tumbuh tanaman terdiri atas berbagai
jenis yang memiliki karakteristik yang berbeda antara satu tempat dengan tempat
lain, baik sifat fisik, seperti tekstur, struktur tanah maupun sifat kimia tanah yang
akan menentukan kesuburan tanah.
Karakteristik tanah di suatu tempat/wilayah apakah sangat sesuai atau
tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman padi sawah, ditentukan melalui
evaluasi lahan. Evaluasi lahan dilakukan dengan membandingkan atau
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
49
mempertemukan (matching) antara persyaratan tumbuh tanaman padi sawah
dengan karakteristik lahan baik fisik maupun ekonomi dengan menggunakan
perangkat program Automatic Land Evaluation System-ALES (CSR/FAO, 1983).
Persyaratan penggunaan/karakteristik lahan untuk pertumbuhan tanaman padi
sawah mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas
Pertanian, Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor (Djaenudin et al., 2003).
Sedangkan karakteristik lahan secara fisik menggunakan hasil pengamatan dan
analisis contoh tanah di laboratorium yang dilakukan oleh Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) NTB, 2005.
Peta kelas kesesuaian lahan untuk padi sawah di Kabupaten Lombok
Tengah, Sumbawa Barat dan Bima mengacu pada hasil evaluasi lahan secara
fisik yang telah dilakukan Nazam et al. (2005; 2006), disajikan dalam Peta
Kesesuaian Lahan Untuk Padi Sawah pada Gambar 3.4; 3.5 dan 3.6.
Gambar 3.4. Peta kesesuaian lahan untuk padi sawah di Kabupaten LombokTengah, NTB (Nazam et al., 2005).
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
50
Gambar 3.5. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah di KabupatenSumbawa Barat (Nazam et al., 2006).
Gambar 3.6. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah di KabupatenBima (Nazam et al., 2005).
LEGENDA
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
51
Hasil evaluasi lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan (Gambar 3.4,
3.5 dan 3.6) menunjukkan bahwa sekitar 23,78% lahan sawah di NTB
dikategorikan sangat sesuai (S1), sekitar 41% lahan cukup sesuai (S2), dan
sisanya tergolong dalam kelas sesuai marginal (S3). Faktor penghambat utama
adalah bahaya erosi/ longsor (eh), media perakaran (rc) dan retensi hara (nr).
Erosi tanah dapat disebabkan oleh aktivitas manusia. Pengolahan tanah pada
sistem persawahan dapat menyebabkan hilangnya tanah dan hara mengingat
aktivitas pengolahan tersebut biasanya dilakukan pada saat air dialirkan.
Aktivitas lain yang juga mempengaruhi penghanyutan tanah dan hara menurut
Kundarto et al.(2003) adalah kegiatan-kegiatan penanaman, penyiangan,
pemupukan dan pemanenan.
Dalam penilaian kesesuaian lahan, parameter kualitas lahan yang
dipertimbangkan untuk dievaluasi dengan tipe penggunaan lahan input sedang
adalah bahaya erosi (eh), media perakaran (rc), dan rejim suhu udara (tc),
sedangkan parameter lainnya seperti ketersediaan air (wa), retensi hara (nr),
dan ketersediaan hara (na) dipertimbangkan pada penilaian lahan input rendah.
Di antara parameter kualitas lahan tersebut, media perakaran, rejim suhu udara
relatif lebih sulit untuk diatasi. Kualitas lahan bahaya erosi bisa tidak
dipertimbangkan mengingat sebagian besar lahan sawah berada pada wilayah
dengan kelerengan di bawah 8% dan lahan sawah memiliki pematang untuk
menahan laju aliran air permukaan (run off).
Penambahan hara pada sistem persawahan terutama terjadi pada
aktivitas pemupukan dan hara terlarut dalam air irigasi. Selain diserap oleh
tanaman dan tanah, hara akan hilang melalui proses penguapan dan pelindian
(leaching). Pelindian dapat berupa peresapan langsung ke dalam profil tanah
berupa infiltrasi/perkolasi maupun hara terlarut dalam air drainase. Asdak (1995)
dalam Kundarto et al. (2003), menyatakan bahwa proses kehilangan hara dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Empat faktor utama yang berpengaruh dalam
proses kehilangan hara adalah mekanisme yang memungkinkan hara untuk larut
yang diperankan oleh air, kontak langsung dengan tanah, gravitasi dan waktu.
3.5. Infrastruktur dan Air Irigasi
3.5.1. Infrastruktur Transportasi Darat, Laut dan Udara
Ruas-ruas jalan di Provinsi NTB, terdiri atas ruas-ruas jalan nasional dan
jalan provinsi. Berdasarkan SK Menteri PU No. 631/Kpts/M/2009, panjang jalan
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
52
nasional di Provinsi NTB sekitar 632.174 km2, sedangkan panjang jalan provinsi
sesuai Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 376/Kpts/M/
2004 adalah 2.367,60 km2.
Jalur penyeberangan lintas provinsi sebanyak lima buah, terdiri atas dua
jalur penyeberangan NTB – Bali, yaitu Lembar – Padang Bai dan Ampenan -
Karangasem; satu jalur penyeberangan NTB - Sulawesi Selatan, yaitu Bima -
Takalar; dan dua jalur penyeberangan NTB ke NTT, yaitu Sape – Waikelo dan
Sape – Labuhan Bajo. Jalur penyeberangan lintas Kabupaten/Kota sebanyak
tiga buah, yaitu Labuhan Kayangan (Lombok Timur) – Poto Tano (Sumbawa
Barat); Labuhan Telong-Elong (Lombok Timur) – Benete (Sumbawa Barat);
Calabai (Dompu) – Pulau Moyo (Sumbawa). Jalur pelayaran Provinsi sebanyak
11 buah, yaitu (1) Labuhan Haji – Benete; (2) Labangka - Cempi; (3) Cempi –
Waworada; (4) Waworada – Sape; (5) Telong-Elong – Benete, (6) Benete –
Labangka, (7) Labuhan Lombok – Badas, (8) Calabai – Bima, (9) Badas –
Kempo, (10) Kempo – Calabai, dan (11) Bima – Sape.
Di NTB juga terdapat empat buah bandara, yaitu Selaparang (Kota
Mataram), Brang Biji (Sumbawa), M. Salahuddin (Bima) dan Sekongkang
(Sumbawa Barat). Saat ini sedang dibangun Bandara bertaraf Internasional,
yaitu Bandara Tanak Awu yang direncanakan beroperasi mulai 2011.
3.5.2. Jaringan Telekomunikasi
Jaringan telekomunikasi yang tersedia di NTB terdiri atas (1) jaringan mikro
digital perkotaan (meliputi seluruh kota kabupaten/kota), (2) situs internet
(meliputi Kota Mataram, Sumbawa Besar, Sumbawa Barat, Dompu dan Bima),
(3) teknologi seluler (meliputi 10 kabupaten/kota), (4) telepon otomat (meliputi 10
kabupaten/kota), (5) jaringan multimedia terpusat di Kota Mataram dengan
distribusi Tanjung, Gerung, Praya, Selong, Taliwang, Sumbawa Besar, Dompu,
Woha, Bima, (6) jaringan televisi lokal menjangkau siaran ke seluruh wilayah
NTB, dan (7) radio lokal menjangkau siaran ke seluruh wilayah NTB.
3.5.2. Sumber, Debit dan Jaringan irigasi
Kondisi sumber dan debit air irigasi di NTB menunjukkan penurunan yang
signifikan. Berdasarkan data pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah NTB 2009 – 2013, menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 15 tahun
sejak 1985-2000 teridentifikasi sebanyak 440 titik mata air yang hilang. Saat ini
jumlah titik mata air yang tersisa sekitar 230 titik. Jika laju kerusakan hutan NTB
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
53
semakin tidak terkendali, maka jumlah sumber mata air yang ada akan terus
mengalami pengurangan.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTB (RTRW 2009 –
2029), daerah irigasi yang terdapat di Provinsi NTB tercatat seluas 65.964 ha,
tersebar di Kabupaten Lombok Barat (5.144 ha), Lombok Utara (1.807 ha),
Lombok Tengah (13.942 ha), Lombok Timur ( 22.825 ha), Sumbawa Barat (6.416
ha), Sumbawa (11.192 ha), Dompu (7.953 ha), dan Bima (6.080 ha). Sementara
itu jumlah bendungan (waduk/dam) irigasi hingga saat ini sebanyak 11 buah, di
antaranya 2 buah terdapat di Pulau Lombok, yaitu Bendungan Batujai (7.126 ha)
dan Dam Pengga (3.589 ha) dan sisanya terdapat di Pulau Sumbawa, yaitu Dam
Mamak (3.884 ha), Lebok Taliwang (1.406 ha), Kalimantong I (1.550 ha),
Kalimantong II (2.500 ha), Tiu Kulit (1.877 ha), Batu Bulan (4.955 ha), Gapit
(1.300 ha), Pelaparado (3.834 ha), dan Sumi (1.977 ha).
Kondisi dan jangkauan jaringan irigasi di NTB masih sangat terbatas, selain
karena sumber air yang terbatas, pembangunan infrastruktur berjalan sangat
lambat dan pemeliharaan kurang baik. Diperkirakan sekitar 30% jaringan irigasi
telah rusak atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, serta banyaknya
jaringan irigasi yang terkonversi mengikuti konversi lahan sawah.
Penggunaan air untuk keperluan non pertanian cenderung meningkat
terutama untuk keperluan rumah tangga, aktivitas industri dan aktivitas ekonomi
lainnya, sehingga ketersediaan air irigasi untuk pertanian semakin berkurang.
Faktor ketersediaan air terutama di wilayah beriklim kering sering menjadi faktor
pembatas untuk meningkatkan produksi padi sawah. Pada musim kemarau debit
air menurun hingga lima kali lipat. Terjadinya variabilitas iklim menyebabkan
kondisi iklim menjadi tidak menentu, dan kondisi ekstrim lebih sering terjadi.
Kejadian-kejadian ekstrim, seperti banjir, longsor, musim hujan yang singkat dan
musim kemarau yang lebih panjang dari biasanya sering menimbulkan
ketidakpastian (uncertainty) dan berakibat penurunan produktivitas dan bahkan
pada kegagalan panen atau puso. Menurut Sosiawan dan Subagyono (2007),
pada umumnya potensi ketersediaan air di dam mengalami penurunan sekitar
20-30% dibandingkan dengan potensi yang direncanakan pada saat
pembangunan dam tersebut, yang disebabkan oleh berubahnya kapasitas
tampung dam sebagai akibat sedimentasi.
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
54
3.6. Kondisi Sosial Ekonomi
Penduduk NTB pada tahun 2008 berjumlah 4.363.756 jiwa, terdiri atas
2.084.364 jiwa laki-laki dan 2.279.392 jiwa perempuan dengan rasio jenis
kelamin 109,36. Perkembangan jumlah penduduk NTB tahun 2001 – 2008,
seperti terlihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Perkembangan penduduk NTB tahun 2001-2008
Laki-Laki Perempuan JumlahTahun
………………(jiwa)……………..Rasio jeniskelamin (%)
Laju Pertum-buhan (%)
2001 1.889.101 1.973.753 3.862.854 104,48 -2002 1.896.761 2.033.013 3.929.774 107,18 1,732003 1.932.242 2.073.118 4.005.360 107,29 1,922004 1.940.875 2.135.165 4.076.040 110,01 1,762005 1.999.820 2.143.472 4.143.292 107,18 1,652006 2.043.458 2.213.848 4.257.306 108,34 2,752007 2.043.689 2.248.802 4.292.491 110,04 0,832008 2.084.364 2.279.392 4.363.756 109,36 1,66
Sumber: BPS NTB (2001-2008), diolah 2010.
Secara agregat laju pertumbuhan penduduk NTB dalam kurun 2001-2008
relatif tinggi, yaitu 1,67%. Laju pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari
pertumbuhan rata-rata nasional sebesar 1,3%. Laju pertumbuhan penduduk
tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 2,75% dan yang terendah pada tahun
2007, yaitu 0,83%. Angka beban tanggungan (dependency ratio/DR) penduduk
NTB pada tahun 2008 adalah 54,86%. DR dihitung berdasarkan jumlah
tanggungan (penduduk usia <15 tahun + penduduk usia >65 tahun) dibagi
penduduk usia produktif 15-65 tahun dikalikan 100%. Pada tahun 2008, jumlah
penduduk usia <15 tahun sebanyak 1.375.208 jiwa dan usia >65 tahun sebanyak
170.688 jiwa, sedangkan penduduk usia produkstif 15-65 tahun sebanyak
2.817.860 jiwa. Jumlah rumah tangga sebanyak 1.189.019 kepala keluarga (KK)
dengan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak 3,67 jiwa.
Tingkat pendidikan penduduk NTB secara umum tergolong rendah. Hal ini
dapat dilihat dari persentase jumlah penduduk yang tidak pernah sekolah dan
atau yang tidak atau hanya tamat SD sederajat, diperlihatkan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk NTB yang tidak pernah
sekolah hingga tamat SD/MI mencapai 64%. Jumlah penduduk yang
berpendidikan SLTP dan SLTA sekitar 29% dan hanya 7% yang berpendidikan
akademi dan sarjana. Kenyataan tersebut diduga sebagai salah satu faktor yang
menyebabkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB yang tergolong sangat
rendah. Hasil perhitungan IPM pada tahun 2006 dan 2007, menempatkan NTB
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
55
sebagai daerah dengan IPM dengan skor 63,74, sehingga ranking secara
nasional berada pada urutan ke 32 dari 33 provinsi atau setingkat di atas Papua
(RPJMD NTB, 2009-2013).
Tabel 3.5. Persentase penduduk NTB usia 10 tahun ke atas menurut pendidikantertinggi yang ditamatkan tahun 2008.
Jenis KelaminLaki-Laki Perempuan
Rata-RataTingkat Pendidikan
……………………%........................... Tidak/Belum Pernah Sekolah 10,35 20,03 15,19 Tidak/Belum Tamat SD 25,97 21,53 23,75 SD/MI 24,95 24,93 24,94 SLTP/MTs 15,47 14,02 14,75 SLTA/MA 16,47 11,54 14,01 Akademi/Diploma 1,93 1,44 1,69 Universitas 4,86 6,51 5,69Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS NTB, 2009
Ditinjau dari mata pencaharian penduduk NTB hingga saat ini masih
didominasi oleh sektor pertanian, akan tetapi dalam kurun waktu 2004-2008
menunjukkan kecenderungan menurun, sementara pada sektor lain meningkat,
ditunjukkan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Sumber mata pencaharian penduduk NTB menurut sektor 2004-2008
Angkatan Kerja (%) Perubahan (%)Sektor
2004 2006 2008 2004-2006 2006-20081. Pertanian 50,94 46,90 45,50 -7,92 -2,992. Pertambangan dan
Penggalian 1,47 2,30 2,18 56,88 -5,173. Industri 10,40 10,42 11,02 0,16 5,764. Listrik, Gas dan Air 0,15 0,05 0,25 -63,12 361,735. Konstruksi 4,40 3,05 5,09 -30,68 66,996. Perdagangan 15,62 19,16 17,14 22,68 -10,557. Angkutan dan
Komunikasi 5,68 5,31 6,44 -6,53 21,258. Keuangan 0,46 0,71 0,85 52,30 20,129. Jasa 10,88 12,09 11,53 11,10 -4,65
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS NTB (2001-2008), diolah 2010.
Tabel 3.6 memperlihatkan bahwa pada periode 2004-2008 terjadi
perubahan atau pergeseran sumber mata pencaharian penduduk di sektor
pertanian. Pada periode 2004 jumlah penduduk NTB yang bekerja di sektor
pertanian mencapai 50,94%, pada tahun 2006 turun menjadi 46,90% atau turun
7,92%, dan pada tahun 2008 menjadi 45,50% atau terjadi penurunan 2,99%.
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
56
Pada sektor lain secara agregat terjadi peningkatan yang cukup signifikan,
misalnya sektor perdagangan meningkat 22,68% (2004-2006), meskipun terjadi
penurunan 10,55% (2006-2008). Sektor industri meningkat 5,96%, sektor jasa
meningkat 5,97%, dan sektor perdagangan meningkat 9,73%.
Jumlah penduduk miskin di NTB hingga saat ini masih cukup tinggi.
Meskipun telah menunjukkan penrurunan dalam 10 tahun terakhir, akan tetapi
penurunannya berjalan sangat lambat seperti ditunjukkan Gambar 3.7.
3,8
1
3,8
6
3,9
3
4,0
1
4,0
8
4,1
4 4,2
6
4,2
9
4,3
6 4,5
0
28
,13
30
,43
29
,14
26
,33
25
,31
27
,43
27
,16
26
,06
24
,76
23
,37
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun
Populasi Penduduk (Juta Jiwa)
Penduduk Miskin (%)
Gambar 3.7. Perkembangan jumlah penduduk dan persentase pendudukmiskin di NTB tahun 2000-2009
Gambar 3.7. memperlihatkan fluktuasi penduduk miskin yang masih tinggi
dengan kecenderungan penurunan yang lambat. Pada tahun 2000, jumlah
penduduk miskin mencapai 28,13%, kemudian turun menjadi 25,31% pada tahun
2004, dan menurun menjadi 23,37% pada tahun 2009. Meskipun persentase
penduduk miskin menunjukkan angka yang menurun, akan tetapi secara absolut
jumlah penduduk miskin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan indeks kedalaman kemiskinan per provinsi tahun 2004, NTB
tergolong salah satu provinsi dengan indeks kedalaman kemiskinan terburuk ke
enam di Indonesia dengan nilai indeks 4,35 jauh dari rata-rata nasional 2,89.