iii. metodologi penelitian - repository.ipb.ac.id · penelitian dilakukan melalui dua tahapan,...
TRANSCRIPT
23
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari Maret 2012 hingga Mei 2012, bertempat di PT Krakatau
Tirta Industri dengan objek observasi Bendungan Krenceng, Cilegon, Provinsi Banten. Bendungan
Krenceng terletak di desa Masigit, kecamatan Ciwandan. Bendungan Krenceng mempunyai kapasitas
tampung sekitar 5.000.000 m3 pada elevasi muka air normal + 22,50 m. Tinggi bendungan maksimum
± 17 m dari dasar sungai dengan panjang puncak ± 1000 m. Lokasi bendungan dapat dilihat pada
Gambar 14.
Gambar 14. Lokasi Bendungan Krenceng, Cilegon, Banten, Jawa Barat.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut:
1. Data sekunder berupa data tanah dan tinggi muka air maksimal pada bendungan Krenceng milik
PT. Krakatau Tirta Industri.
2. Komputer Intel (R) Core i5 @2.30 GHz dengan RAM sebesar 4.00 GB DDR3.
3. Program Geo Studio 2007.
4. Program SAP2000.
24
5. Peraturan yang berlaku di Indonesia terkait dengan struktur bendungan :
- Pedoman Konstruksi dan Bangunan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah tentang
Analisis Stabilitas Bendungan Tipe Urugan Akibat Beban Gempa (pd. T-14-2004-A).
6. Peraturan yang berlaku di Indonesia terkait dengan bangunan tahan gempa :
a. SNI-1726-2002
b. RSNI-1726-2010
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, antara lain:
1. Pengumpulan dan pemilahan data.
2. Proses analisis struktur bendungan dengan program Geo Studio 2007 dan SAP 2000.
3.4 Tahapan Pelaksanaan
Penelitian dilakukan melalui dua tahapan, diantaranya adalah tahap pengumpulan data dan tahap
analisis. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data terkait yang akan digunakan pada
proses analisis. Data yang dibutuhkan dalam analisis struktur bendungan merupakan data sekunder
yang dimiliki oleh PT. Krakatau Tirta Industri. Data tersebut mencakup gambar struktur, data kapasitas
waduk dan data material bendungan. Rincian data material pada bendungan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Data material pada Bendungan Krenceng.
Data Tanah Bendungan Tanah Dasar Toe Drain
Jenis Material Lempung Pasir Lanauan Tufa Pumis Pasiran Batu
Satuan Berat (kN/m3) 18,7 24,525 21,582
Kohesi (kPa)
10 10 0
Sudut Geser Dalam 20o 35
o 30
o
Sumber: Data sekunder dari PT.Krakatau Tirta Industri.
Analisis struktur bendungan Krenceng dilakukan menggunakan bantuan dua software analisis
struktur yakni Geo Studio 2007 dan SAP2000, adapun untuk bantuan pengolahan data digunakan
program Microsoft Excel dan AutoCad 2010. Pada analisis bendungan dengan software Geo-Studio
2007 menggunakan beberapa fitur yang disediakan dalam paket analisis ini, yaitu SLOPE/W (untuk
analisis stabilitas bendungan), SIGMA/W (untuk analisis gaya dalam bendungan dan membuat kondisi
pore water pressure awal), dan QUAKE/W (untuk analisis stabilitas bendungan dengan penambahan
beban gempa). Sedangkan software SAP2000 digunakan untuk membuat respon spektrum gempa
25
berdasarkan SNI-1726-2002 dan RSNI-1726-2010 yang akan diinputkan ke QUAKE/W. Diagram alir
tahapan analisis dapat dilihat pada lampiran 1.
Berikut adalah tahapan pelaksanaan analisis kestabilan bendungan :
1. Mempelajari site plan, data tanah pada tubuh bendungan dan tanah dasar serta gambar struktur
bangunan, sehingga dapat dipilih bagian yang kritis (nilai SPT rendah) untuk dianalisis.
2. Setelah mendapatkan bagian kritis bendungan yang mewakili semua profil bendungan yaitu pada
titik P10 (sebelah kiri spillway) dengan nilai SPT pada tubuh bendungan sebesar 9 dan pada tanah
dasar 50, P12 (sebelah kanan spillway) dengan nilai SPT pada tubuh bendugan sebesar 9 dan pada
tanah dasar 50, dan terakhir P30 dengan nilai SPT pada tubuh bendungan sebesar 6 dan pada tanah
dasar 50, dilanjutkan dengan menggambar ulang potongan gambar untuk bagian tersebut
menggunakan program Autocad 2010 (hal ini dikarenakan data digital tidak tersedia).
3. Melakukan pemodelan pada program Geo Studio 2007 berdasarkan hasil penggambaran ulang
menggunakan program Autocad 2010.
4. Melakukan pemodelan dan analisis stabilitas bendungan pada semua lokasi penelitian
menggunakan SLOPE/W pada program Geo-Studio 2007 dengan asumsi tubuh bending terdiri dari
tanah homogen tanpa perlindungan batuan, kondisi tinggi muka air yang baru dan tanpa beban
gempa. Sebelum dioperasikan harus ada penyesuaian asumsi analisis yang dilakukan. Salah satu
asumsi yang cukup penting adalah kondisi Pore Water Pressure (PWP), pada kasus ini kondisi
PWP diambil dari hasil analisis SIGMA/W dengan tipe analisis Insitu. Pilihan kondisi awal PWP
dipilih dari water table yang diinputkan secara manual dari data sekunder yang ada (Gambar 15).
Gambar 15. Pemilihan kondisi PWP untuk analisis SIGMA/W.
Selanjutnya untuk pemilihan material bendungan menggunakan material kategori berdasarkan
Total Stress Parameters, sedangkan material modelnya dipilih linear elastic. Hal ini disesuaikan
dengan ketersediaan data sekunder (Gambar 16).
26
Gambar 16. Pengaturan material pada SIGMA/W.
Untuk analisis menggunakan SIGMA/W perlu dibuat boundary condition untuk menentukan letak
reservoir head, potential seepage, daerah zero pressure dan batas analisis untuk sumbu X dan Y
(Gambar 17).
Gambar 17. Pengaturan boundary condition pada SIGMA/W.
hasil analisis berupa perbedaan warna pada bendungan yang mengindikasikan perbedaan tegangan
yang dialami oleh masing-masing bagian bendungan. Setelah analisis SIGMA/W selesai, analisis
kestabilan lereng menggunakan SLOPE/W dapat dilanjutkan.
5. Pada analisis SLOPE/W tipe analisis yang dipilih menggunakan metode Bishop, Ordinary dan
Janbu (Gambar 18). Tipe analisis Bishop dipilih karena merupakan metode yang sangat populer
dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan
memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila
dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti
Metode Spencer atau Metode Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini
27
sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur
lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum.
Gambar 18. Pemilihan tipe analisis pada SLOPE/W.
Pengaturan kondisi Pore Water Pressure (PWP) diambil dari hasil analisis Geo Studio lainnya, dan
dipilih analisis SIGMA/W dengan tipe analisis insitu (Gambar 19).
Gambar 19. Pengaturan kondisi PWP awal pada SLOPE/W.
28
Untuk pendugaan bidang longsor dilakukan penyesuaian arah pergerakan dari kanan ke kiri (sesuai
dengan asumsi diawal) dengan menggunakan metode Grid and Radius (Gambar 20).
Gambar 20. Pengaturan analisis bidang runtuh pada SLOPE/W.
Selanjutnya untuk pemilihan material bendungan menggunakan asumsi model material dengan
model Mohr – Coulomb (Gambar 21), hal ini disesuaikan dengan ketersediaan data sekunder.
Gambar 21. Pengaturan material model pada SLOPE/W.
29
Nama material disesuaikan dengan tempat material itu digunakan dan dibedakan juga berdasarkan
warna (Gambar 22). Selanjutnya data tanah dimasukan sesuai dengan data yang tersedia.
Gambar 22. Pengaturan input data tanah pada SLOPE/W.
6. Setelah semua parameter dipenuhi maka hasil analisis kestabilan lereng menggunakan SLOPE/W
dapat dilihat melalui Contour. Hasil analisis yang dilihat berupa pendugaan bidang runtuh pada
bendungan dan safety factor-nya.
7. Analisis kestabilan lereng dengan penambahan beban gempa. Analisis tetap menggunakan
SLOPE/W sebagai parent analysis (analisis induk), akan tetapi karena fitur ini tidak
mengakomodasi untuk analisis displacement akibat beban gempa, maka digunakan fitur tambahan
yakni QUAKE/W sebagai sub analisis untuk menganalisa gaya, kondisi pore water pressure dan
displacement bendungan setelah diberikan beban gempa. Untuk analisis gempa dengan QUAKE/W
digunakan dua analisis ,yakni analisis statik dan dinamik. Analisis statik yang dilakukan mengacu
pada SNI-1726-2002 , RSNI-1726-2010 dan Pd T-14-2004-A (periode ulang 50 dan 100 tahun).
Sedangkan untuk analisis dinamik mengacu pada SNI-1726-2002 dan RSNI-1726-2010. Walaupun
sama-sama menggunakan QUAKE/W dalam analisisnya,perbedaan analisis statik dan dinamik pada
GeoStudio 2007 terletak pada pemilihan tipe analisisnya. Analisis statik menggunakan Initial Static
sedangkan analisis dinamik menggunakan Equivalent Linear Dynamic. Selain itu yang
membedakan antara dua analisis ini adalah pengaturan waktu. Pada analisis statik, pengaturan
waktu tidak bisa diubah (0 detik). Pada analisis dinamik pengaturan waktu diatur durasinya selama
10 detik. Analisis dimulai terlebih dahulu dengan menghitung percepatan gempa yang akan
diberikan ke dalam pemodelan QUAKE/W sesuai dengan masing-masing peraturan gempa, setelah
mendapatkan percepatan gempa yang sesuai dengan parameter lokasi penelitian, analisis
dilanjutkan dengan memasukan nilai percepatan gempa ke dalam pemodelan.
8. Membuat respon spektrum dan analisis percepatan gempa maksimum menggunakan program
SAP2000 berdasarkan SNI-1726-2002. Nilai percepatan gempa didapat dengan menggunakan peta
30
gempa pada SNI-1726-2002. Kota Cilegon sebagai kota lokasi penelitian terlebih dahulu
diidentifikasi masuk ke dalam wilayah gempa yang mana. Sesuai dengan peta gempa, kota Cilegon
masuk ke dalam wilayah 4 (Gambar 23). Setelah itu,dengan bantuan software SAP2000 dibuat
respon spektrum percepatan gempa untuk wilayah kota Cilegon (Gambar 24a). Karena SNI-1726-
2002 mengacu pada UBC 97 maka metode pembuatan respon spektrum juga disesuaikan
berdasarkan acuan yang sama. Untuk membuat respon spektrum berdasarkan UBC 97 dibutuhkan
nilai Ca dan Cv. Nilai Ca dan Cv diperoleh berdasarkan respon spektrum rencana untuk wilayah 4
yang ada pada SNI-1726-2002 (Gambar 24b).
Gambar 23. Peta zonasi gempa pada SNI-1726-2002 untuk periode ulang 500 tahun.
(a)
31
(b)
Gambar 24. (a) Respon spektrum Kota Cilegon yang mengacu pada SNI-1726-2002. (b) Respon
spektrum rencana untuk wilayah 4 yang ada pada SNI-1726-2002.
Setelah nilai Ca dan Cv diinputkan,dapat diperoleh percepatan gempa yang sesuai. Respon
spektrum yang diperoleh dari program SAP2000 tidak dapat langsung dimasukkan ke dalam Geo
Studio. Format percepatan gempa yang dapat diinputkan ke dalam Geo Studio harus dalam format
notepad (.acc) maka nilai periode dan acceleration dari SAP2000 harus dituliskan dalam format
seperti pada Gambar 25.
Gambar 25. Format data gempa untuk Geo Studio.
File ini disimpan dengan nama datagempa2002.acc ,yang nantinya pada saat pengoperasian
QUAKE/W untuk Key In Earthquake Record, file ini yang akan dipakai untuk analisis gempa
berdasarkan SNI-1726-2002.
9. Membuat respon spektrum dan analisis percepatan gempa maksimum menggunakan program
SAP2000 berdasarkan RSNI-1726-2010. Nilai percepatan gempa didapat dengan menggunakan
peta gempa pada RSNI-1726-2010. Kota Cilegon sebagai kota lokasi penelitian terlebih dahulu
diidentifikasi masuk ke dalam wilayah gempa yang mana. Pada peta pertama (Gambar 26) yakni
peta Ss, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tersesuaikan (MCER), Paramater Gerak
32
Tanah, untuk Percepatan Respons Spektral 0,2 detik, dalam g, (5 persen redaman kritis), Kelas
Situs SB, kota Cilegon mempunyai nilai Ss sebesar 0,75 g.
Gambar 26. Ss, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tersesuaikan (MCER),
Paramater Gerak Tanah, untuk Percepatan Respons Spektral 0,2 detik, dalam g, (5 persen
redaman kritis), Kelas Situs SB
Sedangkan untuk peta kedua (Gambar 27) yakni peta S1, Gempa Maksimum yang
Dipertimbangkan Risiko-Tersesuaikan (MCER), Paramater Gerak Tanah, untuk Percepatan
Respons Spektral 1 detik, dalam g, (5 persen redaman kritis), Kelas Situs SB, kota Cilegon
mempunyau nilai S1 sebesar 0,35 g. Setelah itu,dengan bantuan software SAP2000 dibuat respon
spektrum percepatan gempa untuk wilayah kota Cilegon (Gambar 28). Karena RSNI-1726-2010
mengacu pada IBC maka metode pembuatan respon spektrum juga disesuaikan berdasarkan acuan
yang sama. Untuk membuat respon spektrum berdasarkan IBC dibutuhkan nilai Ss , S1 , periode ,
dan site class. Nilai Ss dan S1 sudah diperoleh dari peta gempa, periode 10 detik dan site class
berdasarkan RSNI-1726-2010 untuk wilayah Cilegon dengan nilai SPT tanah dasar sebesar 50
maka masuk ke dalam site class D. Setelah semua asumsi selesai maka respon spektrum bisa
diperoleh. Berdasarkan respon spektrum, diperoleh nilai percepatan gempa yang sesuai. Respon
spektrum yang diperoleh dari program SAP2000 tidak dapat langsung dimasukan ke dalam Geo
Studio. Format percepatan gempa yang dapat dimasukan ke dalam Geo Studio harus dalam format
notepad (.acc) maka nilai periode dan acceleration dari SAP2000 harus dituliskan dalam format
seperti pada Gambar 29. File ini disimpan dengan nama datagempa2010.acc ,yang nantinya pada
saat pengoperasian QUAKE/W untuk Key In Earthquake Record. File ini yang akan dipakai untuk
analisis gempa berdasarkan RSNI-1726-2010.
33
Gambar 27. S1, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tersesuaikan (MCER),
Paramater Gerak Tanah, untuk Percepatan Respons Spektral 1 detik, dalam g, (5 persen
redaman kritis), Kelas Situs SB
Gambar 28. Respon spektrum Kota Cilegon yang mengacu pada RSNI-1726-2010.
Gambar 29. Format data gempa untuk Geo Studio.
34
10. Menghitung percepatan gempa maksimum berdasarkan Pd T-14-2004-A. Untuk mendapatkan nilai
percepatan gempa berdasarkan Pd T-14-2004-A digunakan rumus sebagai berikut:
ad = Z x ac x v
(20)
keterangan:
ad adalah percepatan gempa maksimum yang terkoreksi di permukaan tanah (gal)
ac adalah percepatan gempa dasar, periksa tabel .
Z adalah koefisien zona, periksa gambar .
v adalah koreksi pengaruh jenis tanah setempat, periksa tabel .
Berdasarkan Tabel 2. dicari nilai ac untuk periode gempa 50 dan 100 tahun, didapatkan nilai ac
sebesar 160 cm/det2 untuk periode 50 tahun dan 190 cm/det
2 untuk periode 100 tahun. Sedangkan
nilai v diperoleh dari Tabel 3 tentang faktor koreksi pengaruh jenis tanah setempat dengan nilai
untuk lokasi pengamatan di Cilegon sebesar 1,1. Selanjutnya untuk mencari nilai Z berdasarkan
peta Zona Gempa Indonesia (Gambar 30), nilai Z untuk Kota Cilegon masuk ke dalam zona E
dengan koefisien gempa sebesar 1,3. Setelah semua parameter terpenuhi maka nilai ad (percepatan
gempa) dapat diketahui.
Tabel 2. Percepatan gempa dasar untuk berbagai periode ulang.
T
(tahun)
ac
(gal)
10 90
20 120
50 160
100 190
200 220
500 250
1000 280
5000 330
10000 350
Sumber: Pd T-14-2004-A
Tabel 3. Faktor koreksi pengaruh jenis tanah setempat.
Sumber: Pd T-14-2004-A
35
Gambar 30. Peta Zona Gempa Indonesia pada Pd T-14-2004-A. 11. Setelah semua percepatan gempa selesai dicari, analisis dilanjutkan pada analisis statik. Analisis
statik menggunakan SLOPE/W sebagai parent analysis untuk melihat perubahan safety factor
akibat penambahan beban gempa. Analisis statik menggunakan fitur QUAKE/W sebagai sub-
analysis untuk mengetahui perubahan gaya dalam akibat pembebanan gempa. Analisis dimulai
dengan menentukan tipe analisisnya terlebih dahulu (Gambar 31a), dilanjutkan dengan memilih
kondisi pore water pressure awal yang diambil dari analisis sebelumnya yang menggunakan fitur
SIGMA/W (Gambar 31b). Sama halnya dengan analisis menggunakan SIGMA/W, analisis
menggunakan QUAKE/W juga membutuhkan boundary condition yang diatur pemilihannya seperti
pada gambar lalu dikondisikan ke bagian dari bendungan tersebut (Gambar 32).
(a)
36
(b)
Gambar 31. (a) Pengaturan tipe analisa pada QUAKE/W. (b) Pengaturan kondisi PWP pada
QUAKE/W.
Gambar 32. Pengaturan boundary condition pada QUAKE/W.
Pengaturan material pada QUAKE/W (Gambar 33) membutuhkan beberapa data tambahan seperti,
poisson ratio, damping ratio, dan Gmax. Nilai poisson ratio dan damping ratio didapatkan dari
data sekunder,sedangkan untuk nilai Gmax digunakan persamaan empiris dari Imai dan
Yoshimura (1970) pada Pd T-14-2004-A untuk semua jenis tanah yakni Gmax = 1000 N 0,78
, N
adalah nilai SPT tanah pada masing-masing lokasi. Selanjutnya dilakukan penggambaran mesh
menggunakan mesh properties (Gambar 34a) dengan ukuran elemen sebesar 2 meter (Gambar
34b), penggambaran mesh ini dilakukan untuk analisa displacement.
Gambar 33. Pengaturan model material pada QUAKE/W.
37
(a) (b)
Gambar 34. (a) Icon Mesh Properties. (b) Pengaturan besar mesh.
12. Begitu pemodelan bendungan selesai, maka beban gempa dapat diinputkan melalui QUAKE/W.
Beban gempa diinputkan melalui Key-In > Horizontal Earthquake Record/ Vertical Earthquake
Record, pembebanan pertama dilakukan berdasarkan SNI-1726-2002. Cara input data gempa dapat
dilihat pada Gambar 35a dan 35b.
(a) (b)
Gambar 35. (a) Input Horizontal Earthquake Record SNI-1726-2002 untuk analisis statik. (b) Input
Vertical Earthquake Record SNI-1726-2002 untuk analisis statik.
13. Setelah data gempa dimasukan, maka hasil analisis berupa perbedaan warna pada bendungan yang
mengindikasikan perbedaan tegangan yang dialami oleh masing-masing bagian bendungan.
Displacement pada bendungan dapat dilihat melalui graph>relative lateral displacement>data
(from nodes)>set location, grafik diatur dimana sumbu x adalah relative x displacement dan
sumbu y tetap pada y. Setelah selesai,hasil displacement dapat dilihat pada grafik beserta nilainya.
38
14. Setelah input beban gempa pada QUAKE/W selesai maka selanjutnya adalah memasukan beban
gempa pada SLOPE/W melalui key-in > seismic load (Gambar 36). Setelah penambahan beban
gempa,dapat dilihat perubahan safety factor pada bendungan.
Gambar 36. Input beban gempa pada SLOPE/W.
15. Pada analisis statik yang kedua menggunakan acuan RSNI-1726-2010 caranya sama dengan
analisis statik yang sebelumnya. Dimulai dengan menggunakan SLOPE/W sebagai parent analysis
dan QUAKE/W untuk mengetahui perubahan gaya dalam yang terjadi. Pengaturan QUAKE/W
untuk analisis statik yang kedua ini sama dengan analisis statik sebelumnya.
16. Pada analisis statik yang ketiga dan keempat yang mengacu kepada Pd T-14-2004-A untuk
periode ulang 50 dan 100 tahun tidak dianalisis menggunakan QUAKE/W, dikarenakan
pendekatan yang dilakukan berbeda. Analisis yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dapat langsung
dimasukan ke dalam analisis stabilitas bendungan melalui SLOPE/W pada analisis kestabilan
bendungan dengan beban gempa melalui key-in > seismic load.
17. Analsis kestabilan bendungan dengan cara dinamik. Analisis dinamik menggunakan SLOPE/W
sebagai parent analysis untuk melihat perubahan safety factor akibat penambahan beban gempa.
Analisis dinamik juga menggunakan fitur QUAKE/W sebagai sub-analysis untuk mengetahui
perubahan gaya dalam akibat pembebanan gempa. Pada analisis dinamis yang pertama ini semua
asumsi yang dipakai sama dengan asumsi pada analisis statik. Perbedaannya terdapat pada
periodenya, pengaturan periode diatur melalui key-in analysis > time, dimana analisis dinamik
diatur untuk periode 10 detik (Gambar 37).
18. Setelah semua asumsi pemodelan disesuaikan maka dilanjutkan dengan pembeban gempa.
Pembebanan pertama dilakukan berdasarkan SNI-1726-2002. Cara input data gempa sama seperti
sebelumnya.
19. Hasil analisis berupa perbedaan warna pada bendungan yang mengindikasikan perbedaan
tegangan yang dialami oleh masing-masing bagian bendungan. Displacement pada bendungan
dapat dilihat melalui graph>relative lateral displacement>data (from nodes)>set location, grafik
diatur dimana sumbu x adalah relative x displacement dan sumbu y tetap pada y. Setelah
selesai,hasil displacement dapat dilihat pada grafik beserta nilainya.
20. Setelah input beban gempa pada QUAKE/W selesai maka selanjutnya adalah memasukan beban
gempa pada SLOPE/W melalui key-in > seismic load. Setelah penambahan beban gempa,dapat
dilihat perubahan safety factor pada bendungan.
39
Gambar 37. Pengaturan periode gempa pada QUAKE/W.
21. Pada analisis dinamik yang kedua menggunakan acuan RSNI-1726-2010 caranya sama dengan
analisis dinamik yang sebelumnya. Dimulai dengan menggunakan SLOPE/W sebagai parent
analysis dan QUAKE/W untuk mengetahui perubahan gaya dalam yang terjadi. Pengaturan
QUAKE/W untuk analisis dinamik yang kedua ini sama dengan analisis dinamik sebelumnya.
22. Setelah semua tahapan analisis dilakukan dan diperoleh hasilnya, maka dilakukan evaluasi
terhadap standar safety factor untuk bendungan tipe urugan yang besarnya > 1,25. Apabila hasil
analisis safety factor < 1,25 dilakukan pengkajian penyebab tidak terpenuhinya safety factor dan
melakukan rekomendasi upaya perbaikan.