iii protein.doc
DESCRIPTION
Tubuh manuasia bergantung dari protein makanan sebanyak delapan hingga sepuluh asam amino yang digunakan. Asam amino tersebut tidak dibentuk di dalam tubuh dan karenanya mutlak dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh. Jika terdapat cukup gugusan amino dan vitamin B6 yang mengandung enzim yang diperlukan, tubuh dapat membentuk asam amino non esensial melalui proses transaminasi. Dengan demikian suatu jumlah tertentu dari nitrogen dalam bentuk gugusan amino dianggap suatu makanan yang penting.TRANSCRIPT
![Page 1: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/1.jpg)
ACARA III
PROTEIN
A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum acara III Protein adalah untuk menentukan kadar
protein terlarut dengan metode lowry.
B. Tinjauan Pustaka
Protein adalah senyawa organik kompleks yang memiliki bobot molekul
tertinggi yang merupakan polimer dari monomer – monomer asam amino
yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, terkadang sulfur dan fosfor.
Asam amino ialah senyawa organik yang memiliki gugus fungsional
karboksil (-COOH) dan amina (-NH2). Gugus karboksil memberikan sifat
asam sedangkan gugus amina memberikan sifat basa. Protein sangat penting
sebagai sumber asam amino yang digunakan untuk membangun struktur
tubuh. Selain itu protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi bila
terjadi defisiensi energi dari karbohidrat dan lemak. Apabila protein
digunakan sebagai sumber energi maka akan menghasilkan residu nitrogen
yang harus dikeluarkan oleh tubuh. Pada mamalia residu nitrogen adalah urea
sedangkan pada unggas disebut asam urat (Dwiari, 2008).
Tubuh manuasia bergantung dari protein makanan sebanyak delapan
hingga sepuluh asam amino yang digunakan. Asam amino tersebut tidak
dibentuk di dalam tubuh dan karenanya mutlak dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh. Jika terdapat cukup gugusan
amino dan vitamin B6 yang mengandung enzim yang diperlukan, tubuh dapat
membentuk asam amino non esensial melalui proses transaminasi. Dengan
demikian suatu jumlah tertentu dari nitrogen dalam bentuk gugusan amino
dianggap suatu makanan yang penting. Hal tersebut merupakan salah satu
![Page 2: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/2.jpg)
sebab mengapa nitrogen dianggap sebagai unsur esensial dalam protein
makanan (Suhardjo, 2000).
Metode analisa yang digunakan untuk mengetahui kadar protein
digunakan metode Lowry. Protein dengan asam fosfotungstat – fosfomolibdat
pada suasanan alkalis akan memberikan warna biru yang intensitasnya
bergantung pada konsentrasi protein yang tertera. Konsentrasi protein diukur
berdasarkan optikal density pada panjang gelombang 600 nm (OD terpilih).
Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dulu dibuat kurva
standar yang melukiskan hubungan antara OD dengan konsentrasi. Biasanya
digunakan protein standar Bovine Serum Albumin (BSA) atau albumin serum
darah sapi. Larutan lowry ada dua macam yaitu lowry A dan lowry B
(Sudarmadji, 1996).
Cara kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam
bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini
adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan
angka konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan. Prinsip
cara analisis kjeldahl adalah bahan mula - mula didekstruksikan, didistilasi
dan dititrasi. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina,
vitamin – vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis
dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini masih
digunaka dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam
bahan makanan (Winarno, 1989).
Bovine Serum Albumin (BSA) merupakan jenis protein yang
diperoleh dari Sigma Chemical-Co. BSA biasa dipergunakan sebagai protein
standar. Molekul BSA ini mempunyai bentuk prolate elipsoid dengan ukuran
4,0×4,0×14,0 nm. Molekul BSA mempunyai titik isoelektrik pada pH antara
4,7–4,9 (Azri, 2008).
Uji presisi menggunakan larutan baku pembanding BSA 260 bpj (5 kali
pengulangan) menghasilkan simpangan baku relatif (SBR) sebesar 1,04%,
![Page 3: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/3.jpg)
atau dengan presisi 98,96%. Dengan demikian metode analisis kadar protein
(metode lowry spektrofometri cahaya tamapak) ini dapat digunakan dan
memenuhi syarat ketelitian SBR ≤ 2% (19). Kurva kalibrasi larutan baku
pembanding BSA menghasilkan persamaan garis regresi y = 0,01161 +
1,9364.10-3 x, serta koefisien korelasi (r = 0,9977) menunjukkan bahwa ada
hubungan linear yang baik antara konsentrasi BSA dengan serapan cahaya
tampak dalam rentang konsentrasi BSA 0-340 bpj. Kandungan protein dalam
β-glukan (crude) diharapkan dapat ditekan seminimal mungkin, terutama bila
senyawa β-glukan tersebut diaplikasikan untuk obatobatan, hal ini untuk
menghindari reaksi alergi bagi pengguna (Kusmiati, 2007).
Perubahan intensitas (konsentrasi) protein dapat disebabkan oleh
kerusakan yang diakibatkan oleh iradiasi sinar gamma, baik pada struktur
maupun ikatan proteinnya. Perubahan struktur dapat diakibatkan oleh
denaturasi maupun degradasi protein. Hal ini terjadi karena adanya perubahan
yang diakibatkan oleh iradiasi gamma, baik pada stuktur maupun ikatan
proteinnya. Iradiasi dengan dosis berbeda pada P. berghei stadium eritrositik
menunjukkan adanya perubahan kadar protein total. Kadar protein mengalami
penurunan sebanding dengan peningkatan dosis iradiasi. Kadar protein pada
dosis iradiasi 150 Gy adalah 435 mg/ml dan pada dosis iradiasi 200 Gy adalah
315 mg/ml. Hal ini diduga karena iradiasi menyebabkan terjadinya pemutusan
rantai protein (Tetriana, 2008).
Setiap metode yang umum digunakan dalam pengujian total protein
ditunjukkan beberapa derajat dari berbagai respon terhadap protein yang
berbeda. Perbedaan - perbedaan ini berhubungan dengan urutan asam amino,
pi, struktur dan adanya rantai samping tertentu atau kelompok prostetik yang
secara drastis dapat mengubah respon warna protein. Metode pengujian
protein yang paling memanfaatkan BSA atau immunoglobulin (IgG) sebagai
standar yang konsentrasi protein dalam sampel ditentukan. Namun, jika
![Page 4: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/4.jpg)
diperlukan akurasi besar, kurva standar harus dibuat dari sampel murni dari
protein target yang akan diukur (Anonima, 2011).
Metode Lowry telah lama digunakan untuk kuantitasi protein larut
karena, kesederhanaan presisi sensitivitas, dan. Modifikasi dari metode Lowry
mikro dan memanfaatkan natrium dodecylsulfate, termasuk dalam Reagen
Lowry, untuk memfasilitasi pembubaran relatif tidak larut lipoproteins.
Banyaknya protein pada reaksi Lowry dapat dijalankan langsung dalam
larutan protein. Namun, gangguan dalam prosedur Lowry langsung umumnya
disebabkan oleh bahan kimia lainnya dalam larutan protein, seperti tris,
amonium sulfat, EDTA, sukrosa, sitrat, asam amino dan peptida buffer, dan
fenol. Prosedur dengan presipitasi protein, yang menggunakan DOC
(deoxycholate) dan TCA (asam trikloroasetat), menghilangkan semua
interferensi dengan pengecualian fenol. Namun, jumlah berbagai protein
dipulihkan melalui Langkah presipitasi dapat bervariasi, teragntung pada
spesifikasi protein yang diuji. Prosedur ini didasarkan pada dua reaksi kimia.
Para pertama adalah reaksi biuret, di mana cupric alkali tartrat reagen
kompleks dengan ikatan peptida protein. Ini diikuti dengan pengurangan
Folin& Reagen Ciocalteu fenol, yang menghasilkan ungu warna. Absorbansi
larutan berwarna dibaca pada cocok panjang gelombang antara 500 nm dan
800 nm. Para konsentrasi protein ditentukan dari kalibrasi kurva (Saint, 2011).
NanoVue Spectrophotometer ™ dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi sampel protein oleh berbagai metode termasuk Bradford, BCA,
Lowry, biuret, pengukuran UV 280 nm secara langsung. NanoVue
Spectrophotometer adalah metode yang mudah digunakan untuk memulihkan
sampel protein non kalorimetri pasca analisis. Selain itu alat ini juga dapat
memiliki kemampuan untuk menganalisis NanoVue volume sampel rendah
yakni 0,5 sampai 5 ml, menyediakan platform yang cepat, handal, dan akurat
untuk mengukur sampel protein assay (Healthcare, 2008).
![Page 5: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/5.jpg)
Teknik Kjeldahl adalah metode yang umum digunakan untuk analisis
protein dalam produk makanan. Produk yang pertama kali dicerna
memerlukan proses yang memakan waktu serta jumlah reagen yang tidak
sedikit. Pencernaan dilakukan dengan asam sulfat pekat dalam kehadiran
katalis anorganik, yang mempercepat penurunan semua yang hadir nitrogen
organik menjadi garam amonium. Proses kedua adalah pemisahan amonium
yang terbentuk dengan menggunakan distilasi dan penangkapan asam lemah
(asam borat). Proses terakhir adalah kuantifikasi amonium dengan titrasi
dengan asam kuat (asam sulfat) (A.M, 2004).
Nilai biologik suatu protein digunakan sebagai ukuran kualitas protein.
Nilai biologik (Biological Value = BV) dapat didefinisikan sebagai presentase
protein terabsorpsi yang diubah menjadi protein tubuh. Kandungan protein
makanan sukar ditentukan dengan percobaan. Biasanya dengan ditentukan
senyawa nitrogen dalam protein, bukan kandungan protein total (Gaman,
1981).
BV =
C. Metodologi
I. Bahan dan Alat :
Bahan :
a. Sampel sarden
b. Larutan lowry A
c. Larutan lowry B
d. Larutan standar BSA
Alat :
a. Tabung reaksi
b. Pipet ukur 1 ml dan 10 ml
c. Erlenmeyer
![Page 6: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/6.jpg)
d. Blender
e. Kertas saring
f. Corong
g. Sentrifuge
h. Spektrofotometer
II. Cara Kerja :
1. Preparasi sample
Sampel Sarden
Disaring
Disentrifuge
Ditimbang 5 – 10 gram
Ditambah air dan diblender
Supernatan didekantasi
![Page 7: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/7.jpg)
2. Pembuatan kurva standar
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Disiapkan 10 tabung reaksi
Ditambah 8 ml larutan lowry B
Dibiarkan 10 menit
Diisi 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1ml larutan standar
Ditambah aquades hingga volume 1 ml
Ditambah 1 ml larutan lowry A
Dikocok dan dibiarkan 20 menit
Ditera absorbsinya pada 600 nm dengan spektrofometer
Dibuat kurva standar hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi
Ditentukan persamaan kurva standar
![Page 8: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/8.jpg)
3. Penentuan kadar protein terlarut
Diambil 1 ml larutan sampel jernih
Ditambah 8 ml larutan lowry B
Dibiarkan 10 menit
Ditambah 1 ml larutan lowry A
Dikocok dan dibiarkan 20 menit
Ditera absorbansi pada 600 nm dengan spektrofometer
Ditentukan kadar protein terlarut dengan menggunakan Persamaan larutan standar
![Page 9: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/9.jpg)
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 3.1 Kurva Standar ProteinNo ml larutan standar mg protein terlarut A0
1
2
3
4
5
6
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
0,086
0,122
0,198
0,322
0,372
0,434
Sumber : Laporan Sementara
a = 0,0689
b = 1,2448
r = 0,989
y = bx +a =>> y = 1,2448x +0,0689
Tabel 3.2 Protein Terlarut pada Sarden
Sampel Kelompok A0Mg Protein
Terlarut
% Kadar Protein
TotalRata - rata
A
B
C
D
E
F
1
7
2
8
3
9
4
10
5
11
6
0,160
0,220
0,145
0,172
0,167
0,245
0,149
0,132
0,154
0,145
0,118
91,357
151,725
76,418
103,531
98,5098
176,8
80,375
63,364
85,450
76,417
49,25
1,827
3,035
1,5284
2,0706
1,97
3,537
1,608
1,267
1,709
1,528
0,975
2,431
1,798
2,754
1,436
1,618
1,021
![Page 10: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/10.jpg)
12 0,122 53,322 1,066
Sumber : Laporan Sementara
a = 0,0689
b = 1,2448
r = 0,989
y = bx +a =>> y = 1,2448x +0,0689
=>> 0,118 = 1,2448x +0,0689
=>> 1,2448x = 0,0491
x = 0,039
5 gr/ 50ml
2 ml/ 50ml
1ml Ao 0,118 pada 600 nm
% kadar protein total =
=
= 0,975 %
Rata – rata =
Protein adalah molekul yang kompleks, berat molekulnya besar, yang
terutama terdiri atas asam-asam amino yang mengalami polimerasi
(gabungan) menjadi suatu rantai polipeptida. Suatu protein yang kekurangan
![Page 11: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/11.jpg)
suatu asam amino, dikatakan sebagai protein yang berkualitas rendah. Suatu
protein yang menyajikan semua asam amino esensial dalam proporsi yang
memadai disebut sebagai protein yang berkualitas baik.
Analisis protein terdiri dari 2 metode, yaitu metode Kjeldahl untuk
protein (N) total dan metode Lowry untuk protein terlarut. Pada praktikum
kali ini, dalam menentukan kadar protein bahan digunakan metode lowry.
Metode ini merupakan metode untuk penentuan protein yang terlarut secara
cepat. Metode lowry hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan tidak
dapat mengukur molekul peptida panjang. Keuntungan metode Lowry adalah
lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel
protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01
mg/ml. Namun metode lowry lebih banyak interferensinya akibat
kesensitifannya.
Prinsip penentuan kadar protein dengan metode lowry adalah protein
dengan asam fosfomolibdat dan asam fosfofungstat pada suasana alkalis akan
memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi
protein yang ditera. Konsentrasi protein diukur berdasarkan optical density
pada panjang gelombang 600 nm (OD terpilih). Untuk mengetahui banyaknya
protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan
hubungan antara konsentrasi dengan OD. Biasanya digunakan protein standar
Bovine Serum Albumin (BSA) yang larut dalam pelarut air
Bovine Serum Albumin (BSA) adalah protein serum albumin yang telah
banyak digunakan dalam aplikasi biokimia. BSA umum digunakan untuk
menentukan jumlah protein suatu bahan yaitu dengan membandingkan jumlah
protein pada bahan yang belum diketahui jumlah proteinnya dengan BSA
yang telah diketahui jumlah proteinnya. Alasan penggunaan BSA adalah
karena kestabilannya, tidak merubah reaksi biokimia yang terjadi, dan murah.
Sehingga untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan lebih
dahulu kita membuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara
![Page 12: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/12.jpg)
konsentrasi dengan absorbansi. Pada percobaan, larutan standar BSA dibuat
dengan dengan memasukkan BSA dalam 6 tabung reaksi yang masing-masing
berisi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml dan ditambahkan aquades sampai volume
1 ml. Kemudian ditambahkan 8 ml lowry B dibiarkan 10 menit, ditambahkan
8 ml lowry A dibiarkan 20 menit. Selanjutnya dimasukkan dalam
spektrofotometer ditera pada panjang gelombang 600 nm sehingga dapat
terbaca absorbansinya. Tujuan dari pengocokan dan pemberian waktu setelah
penambahan larutan yaitu untuk memberikan kesempatan agar asam
fosfofungstat bereaksi dengan asam-asam amino penyusun protein.
Penambahan larutan standar BSA juga berpengaruh pada absorbansi dan
konsentrasi. Dari ke-6 tabung menunjukkan intensitas warna biru yang
berbeda-beda, semakin banyak larutan standar BSA yang ditambahkan
semakin biru warna larutan. Hal ini terjadi karena semakin banyak larutan
standar BSA yang ditambahkan, semakin banyak pula ikatan peptida. Maka
yang bereaksi dengan Cu2+ dari larutan lowry B juga semakin banyak
sehingga warnanya menjadi semakin biru (sampai biru kehitam-hitaman). Hal
ini juga ditunjukkan oleh tabel 3.1 dimana peningkatan nilai absorbansi
sebanding dengan peningkatan jumlah BSA dalam larutan. Sehingga apabila
digambar dalam bentuk kurva akan menghasilkan bentuk linier.
Berdasarkan hukum Beer-Lambert, absorbansi larutan akan bervariasi
berdasarkan konsentrasi dan ukuran wadah. Bagian sinar yang diserap akan
tergantung pada berapa banyak molekul yang berinteraksi dengan sinar. Jika
berupa larutan pekat, maka akan diperoleh absorbansi yang sangat tinggi
karena ada banyak molekul yang berinteraksi dengan sinar. Akan tetapi,
dalam larutan yang sangat encer, sangat sulit untuk melihat warnanya
sehingga absorbansinya sangat rendah. Oleh karena itu jika ingin
membandingkan larutan dengan senyawa lain, perlu diketahui konsentrasinya
agar dapat membuat perbandingan dengan baik tentang senyawa mana yang
menyerap sinar lebih banyak. Seandainya larutan zat warna yang sangat encer
![Page 13: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/13.jpg)
dimasukkan dalam wadah yang berbentuk tabung sedemikian sehingga yang
dilewati sinar panjangnya 1 cm, absorbansi tidak akan terlalu tinggi. Namun,
apabila melewatkan sinar melalui tabung sepanjang 100 cm yang berisi
larutan yang sama, sinar akan lebih banyak diserap karena sinar berinteraksi
dengan lebih banyak molekul sehingga absorbansi akan tinggi.
Hasil absorbansi yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan regresi
linier y = Ax + B, dimana y adalah absorbansi, x adalah konsentrasi protein.
Hasil persamaan diperoleh y = 1,2448x +0,0689 dimana persamaan regresi ini
akan digunakan untuk menentukan konsentrasi protein pada sampel yang
belum diketahui kadar proteinnya.
Pada praktikum kali ini digunakan beberapa sampel produk sarden,
yaitu ABC Mackerel Saus Cabe, Mackerel Saus Tomat (Maya Food), King’s
Fisher Sarden Saus Bangkok, Maya Sarden Chili Sauce, ABC Sarden Tomat,
dan Gaga Sarden Tomat dan Cabe yang ada di pasaran. Sampel jernih yang
sudah mengalami pengenceran diambil 1 ml dan diperlakukan seperti pada
pembuatan larutan standar. Kemudian dimasukkan dalam spektrofotometer
dengan panjang gelombang 600 nm. Absorbansi yang diperoleh dimasukkan
dalam persamaan y = 1,2448x +0,0689 sehingga diperoleh konsentrasi protein
sampel yang dapat digunakan untuk menghitung kadar protein sampel.
Berdasarkan perhitungan, diperoleh kadar protein sampel ABC
Mackerel Saus Cabe, Mackerel Saus Tomat (Maya Food), King’s Fisher
Sarden Saus Bangkok, Maya Sarden Chili Sauce, ABC Sarden Tomat, dan
Gaga Sarden Tomat dan Cabe yang ada di pasaran berturut-turut sebesar 2,431
%; 1,798 %; 2,754 %; 1,436 %, 1,618 % dan 1,021 %. Hasil ini masih berbeda
jauh bila dibandingkan kadar protein sampel menurut referensi. Berdasarkan
referensi, kadar protein Gaga Sarden Tomat dan Cabe sebesar 17% lebih
tinggi dibandingkan kadar protein ABC Sarden Tomat yaitu sebesar 14%.
Kemudian pada ABC Mackerel Saus Cabe, kadar proteinnya sebesar 19% dan
pada King’s Fisher Sarden Saus Bangkok sebesar 10%. Untuk produk Maya
![Page 14: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/14.jpg)
Sarden Chili Sauce kadar protein lebih kecil dibandingkan Mackerel Saus
Tomat (Maya Food) yaitu 12% berbanding 24%. Kadar protein yang berbeda-
beda pada setiap bahan ini disebabkan karena tiap bahan mengandung protein
yang masing-masing berbeda susunan molekulnya seperti macam asam amino
yang terdapat dalam molekul protein, jumlah tiap macam asam amino, dan
susunan asam amino dalam molekul protein tersebut. Secara kimiawi protein
merupakan senyawa polimer yang tersusun dari asam-asam amino sebagai
monomernya. Unit asam amino tersebut juga berbeda-beda berat molekulnya.
Berat molekul tertentu dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah molekul
asam amino yang menyusunnya. Susunan antar asam amino dan jenis-jenis
asam amino apa yang menyusun protein sangat spesifik dan khas bagi setiap
jenis protein.
Penyimpangan kadar protein yang cukup besar ini disebabkan oleh
beberapa hal antara lain, pertama dalam pengambilan larutan sampel dari
penumbukan masih ada sebagian kecil yang tertinggal di wadahnya karena
kurang bersih dalam membilasnya. Kedua, terbentuknya buih saat
penumbukan menimbulkan kesulitan dalam menentukan garis tanda saat
larutan protein terjadi karena terperangkapnya udara dalam molekul protein
secara mekanis. Semakin banyak udara yang terperangkap maka semakin
banyak buih yang terbentuk. Ketiga, senyawa fenolik yang terdapat dalam
protein juga dapat membentuk warna biru sehingga dapat mengganggu hasil
penetapan. Urutan kadar protein rata – rata pada sampel menunjukkan bahwa
Gaga Sarden Tomat dan Cabe < Maya Sarden Chili Sauce < ABC Sarden
Tomat < Mackerel Saus Tomat (Maya Food) < ABC Mackerel Saus Cabe <
King’s Fisher Sarden Saus Bangkok. Hal ini berbeda bila dibandingkan
dengan referensi yang menyebutkan bahwa Mackerel Saus Tomat (Maya
Food) mengandung paling banyak senyawa protein dibandingkan yang lain
sebesar 24 %. Kadar protein pada setiap sampel berbeda - beda. Hal ini
disebabkan karena kandungan protein sarkoplasma dalam daging ikan sangat
![Page 15: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/15.jpg)
bervariasi pada setiap spesies ikan. Umumnya lebih tinggi dari pada ikan
pelagis dan lebih rendah dari pada ikan demersal.
Uji ini sangat bermanfaat dalam mengetahui tingkat kadar protein pada
sampel. Salah satu kelebihan menggunakan metode ini adalah tingkat
kekuratan dalam menguji sampel lebih tepat sehingga lebih memudahkan
praktikan dalam mengetahui tingkat kadar protein sampelnya.
Kelebihan menggunakan metode Lowry-Follin adalah bahwa metode
Lowry-Follin memiliki tingkat sensifitas sekitar 10-20 kali jika dibandingkan
dengan metode yang lain terutama metode kjeldahl yang diukur adalah kadar
protein total. Semua protein akan didestilasi dengan asam sulfat dan hasil
akhirnya dihitung berdasarkan nitrogen yang dilepas pada proses destilasi.
Salah satu kelemahan dari metode kjeldahl yaitu adanya komponen selain
protein yang juga mempunyai gugus N akan ikut terdestilasi.
E. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilaksanakan, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Metode lowry merupakan metode penentuan protein terlarut secara cepat.
2. Kelebihan metode lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode
Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit dan batas
deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/ml.
3. Kelemahan metode lowry adalah hanya dapat mengukur molekul peptida
pendek dan tidak dapat mengukur molekul peptida panjang serta lebih
banyak interferensinya akibat kesensitifannya.
4. Alasan penggunaan BSA adalah karena kestabilannya, tidak merubah
reaksi biokimia yang terjadi dan murah.
5. Semakin banyak larutan standar BSA yang ditambahkan, semakin banyak
pula ikatan peptida.
![Page 16: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/16.jpg)
6. Semakin banyak ikatan peptida, maka yang bereaksi dengan Cu2+ dari
larutan lowry B juga semakin banyak sehingga warnanya menjadi
semakin biru.
7. Semakin biru warna larutan seiring dengan semakin banyaknya
penambahan larutan standar BSA maka absorbansi dan konsentrasinya
juga semakin besar.
8. Nilai absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi larutan dan ukuran wadah.
9. Kadar protein sampel ABC Mackerel Saus Cabe, Mackerel Saus Tomat
(Maya Food), King’s Fisher Sarden Saus Bangkok, Maya Sarden Chili
Sauce, ABC Sarden Tomat, dan Gaga Sarden Tomat dan Cabe yang ada
di pasaran berturut-turut sebesar 2,431 %; 1,798 %; 2,754 %; 1,436 %,
1,618 % dan 1,021 %.
10. Kadar protein Gaga Sarden Tomat dan Cabe < Maya Sarden Chili Sauce <
ABC Sarden Tomat < Mackerel Saus Tomat (Maya Food) < ABC
Mackerel Saus Cabe < King’s Fisher Sarden Saus Bangkok.
11. Hal - hal yang mempengaruhi perbedaan kadar protein pada setiap bahan
adalah perbedaan susunan molekul proteinnya seperti macam asam amino
yang terdapat dalam molekul protein, jumlah tiap macam asam amino,
dan susunan asam amino dalam molekul protein tersebut.
![Page 17: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/17.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 2011. Modified Lowry Protein Assay Kit. http//thermo.com/pierce. Diakses pada tanggal 24 November 2011 pukul 10.35 WIB
A.M. Rossi, Villarreal, M., Juárez, M.D., dan Sammán, N.C. 2004. Nitrogen Contents In Food: A Comparison Between The Kjeldahl And Hach Methods. The Journal of the Argentine Chemical Society - Vol. 92 - No 4/6, 99-108.
Azri, Azizul Mustaffa dkk. 2008. Adsorption Characteristics Of Bovine Serum Albumin And Rifampicin On Immobilized Metal Ion Affinity Mesoporous Adsorbents. Jurnal Teknologi, 49(F) Dis. 2008: 51–68. Universiti Teknologi Malaysia.
Dwiari, Sri Rini. 2008. Teknologi Pangan Jilid 2. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Gaman, P.M, K.B. Sherrington. 1981. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Healthcare, G.E. 2008. Use of NanoVue Spectrophotometer to Measure Protein
Concentrations. UV Visible Spectrophotometers http//www.gelifesciences.com/spectros. Diakses pada tanggal 24 November 2011 pukul 10.24 WIB
Kusmiati, Swasono R.Tamat, Sukma Nuswantara, dan Salmah Muhamad. 2007. Pengaruh Penambahan Urasil Dalam Media Fermentasi Terhadap Hasil β-glukan dari Dua Galur Agrobacterium. Makara sains, VOL. 11, NO. 2, November 2007: 68-74
Saint, Louis. 2011. Total Protein Kit, Micro Lowry, Peterson’s Modification. http//sigma-aldrich.com. Diakses pada tanggal 24 November 2011 pukul 10.00 WIB
Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono, dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta
![Page 18: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/18.jpg)
Suhardjo, Laura J. Harper, Brady J. Deaton, dan Judy A. Driskel. 2000. Pangan, Gizi dan Pertanian. UI Press. Jakarta
Tetriana, Devita, Darlina, Armanu, dan Mukh Syaifudin. 2008. Pengaruh Radiasi Gamma Terhadap Profil Protein Plasmodium berghei Stadium Eritrositik. Prosiding Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan IV dan International Seminar on Occupational Health and Safety I
Winarno, F.G, 1989. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta
![Page 19: III PROTEIN.doc](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022081805/55cf96f9550346d0338efe82/html5/thumbnails/19.jpg)
LAMPIRAN
Gambar 3.1 Grafik Kurva Standar Hubungan Antara Konsentrasi dan Absorbansi