ikkom sek 3
DESCRIPTION
IKKOMTRANSCRIPT
SKENARIO KESEHATAN KERJA
Dokter Iwan seorang dokter puskesmas di Lampung. Wilayah kerja dokter Iwan meliputi
beberappa perkebunan kelapa sawit, oleh karena itu selain upaya kesehatan wajib dokter
Iwan juga melaksanakan upaya kesehatan pengembangan yaitu Upaya Kesehatan Kerja.
Salah satu program upaya kesehatan kerja adalah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
kolinesterase berkala pada pekerja.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan kerja adalah ilmu kedokteran yang diterapkan di bagian
ketenagakerjaan, yang bertujuan untuk mencegah penyakit akibat kerja dan meningkatkan
kesehatan tenaga kerja. Tenaga kerja di suatu perusahaan harus dilindungi dari resiko-
resiko pekerjaan seperti : fisik ( ergonomi, bising, panas, dingin, getaran, radiasi, debu ),
kimia, biologi ( kuman ), dan stress karena pekerjaan.
Pencegahan penyakit atau kecelakaan karena kerja dapat dicapai dengan
pendekatan sistemik yang dinamakan risk assesment atau penilaian resiko kesehatan
kerja. Pada risk assesment, kita melakukan identifikasi bahaya disuatu perusahaan secara
detail dan menyeluruh. Kemudian bahaya tersebut kita buat klasifikasi menjadi bahaya
ringan, sedang ataupun berat. Suatu perusahaan yang memilki budaya HSE yang tinggi,
akan memiliki catatan risk assesment yang lengkap dan menyeluruh.
Hygiene monitoring adalah merupakan bagian dari pencegahan penyakit akibat
kerja. Suatu perusahaan harus memiliki data- data yang lengkap tentang kondisi kerja
mereka, seperti data kebisingan, cahaya lampu, Nilai ambang batas kimia, gas emisi.
pengukuran secara teratur mutlak diperlukan.
Program-program lain yang sering dilakukan pada kesehatan kerja adalah :
Ergonomi, health talk ( penyuluhan kesehatan kerja ), Drugs and equipments, Health Risk
Assesment, Audit Kesehatan Kerja, Hearing Conservation Program, Respiratory
Protection Program, Fit for work determination, Health care management, Employee
Assistance Program, Vaccination program, konsultasi kesehatan kerja, Medical
Emergency Response, First Aid Program. Dengan penerapan sistem kesehatan kerja yang
komprehensive dan terus menerus, maka kesehatan tenaga kerja akan terjaga dengan baik,
dan sehat sampai dengan masa pensiun.
2
B. Rumusan Masalah
1. Apakah tujuan dari kesehatan kerja?
2. Mengapa diperlukan pemeriksaan kolinesterase dalam program upaya kesehatan
kerja?
3. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja?
C. Tujuan
1. Mengetahui tujuan kesehatan kerja
2. Mengetahuai pentingnya pemeriksaan kolinestersae dalam program upaya kesehatan
kerja
3. Mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja
D. Manfaat
Mencegah terjadinya resiko kecelakaan kerja serta meningkatkan kesehatan kerja.
3
BAB II
ANALISIS KASUS
A. Analisis Epidemiologi
1. Upaya Kesehatan Kerja
Upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar
setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri
maupun masyarakat disekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal
(UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23). Adapun ruang lingkup dari kesehatan kerja
yaitu meliputi upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan
kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan
kondisi yang bertujuan untuk:
a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja disemua
lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan
sosialnya
b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya
c. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan
kesehatan
d. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya
Kapasitas Kerja, Beban Kerja dan Lingkungan Kerja
Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen
utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal.
Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tungkat kesehatan pekerja sebagai (modal)
4
awal seseorang umtuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi
awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja
dan lain-lain.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja
yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan
seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan
kerja (misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain) dapat merupaka beban
tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi
tidak hanya oleh bahaya kesehatan ditempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga
faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor lainnya.
Lingkungan Kerja dan Penyakit Kerja yang ditimbulkan
Penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan
oleh pemajanan dilingkungan kerja. Dewasa ini terdapat kesenjangan antara
pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-
usaha untuk mencegahnya. Misalnya anatar penyakiy yang sudah jelas penularannya
dapat melalui darah, saluran pernapasan, atau perlindungan yang belum baik pada
pekerja Rumah sakit dengan kemungkinan terpajan melalui kontak langsung. Untuk
mengantisipasi permasalahn ini maka langkah awal yang penting adalah
pengenalan/identifikasi bahaya yang bisa timbul dan di Evaluasi, kemudian dilakukan
pengendalian. Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya
dilingkungan kerja ditempuh tiga langkah utama, yakni:
a. Pengenalan lingkungan kerja
Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan
mengenal (“walk through inspection”), dan ini merupakan langkah dasar yang
pertama-tama dilakukan dalam upaya kesehatan kerja.
b. Evaluasi lingkungan kerja
5
Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya
mungkin timbul, sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam mengatasi
permasalahan
c. Pengendalian lingkungan kerja
Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap
zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja. Kedua tahapan sebelumnya,
pengenalan dan evaluasi, tidak dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yang
sehat. Jadi hanya dapat dicapai dengan teknologi pengendalian yang adekuat efek
kesehatan yang merugikan di kalangan para pekerja.
Pengendalian lingkungan (Environmental Control
Measures)
a. Desain dan tata letak yang adekuat
b. Penghilangan atau pengurangan bahan berbahaya pada sumbernya
Pengendalian perorangan (Personal Control Measures)
Penggunaan alat pelindung perorangan merupakan alternatif lain untuk
melindungi pekerja dari bahaya kesehatan. Namun alat pelindung perorangan
harus sesuai dan adekuat.Pembatasan waktu selama pekerja terpajan terhadap
zat tertentu yang berbahaya dapat menurunkan risiko terkenanya bahaya
kesehatan di lingkungan kerja.
Kebersihan perorangan dan pakaiannya, merupakan hal yang penting, terutama
untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan bahan kimia
serta partikel lain.
2. Pemeriksaan Kolinesterase
Kolinesterase adalah enzim dalam darah yang diperlukan agar syaraf dapat
berfungsi dengan baik. Ketika seseorang keracunan organofosfat atau carbamat,
tingkat cholinesterase akan turun.
6
Pemeriksaan kolinesterase adalah pemeriksaan kadar enzim kolinesterase
dalam darah. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendiagnosis tingkat
keracunan seseorang, dalam hal ini tenaga kerja terhadap pestisida golongan
organofosfat. Pemeriksaan kolinesterase terutama dikhususkan pada tenaga kerja yang
menjamah pestisida seperti tenaga kerja di perkebunan yang melakukan fogging.
Gejala keracunan baru terasa dan tampak setelah kadar kolinesterase mencapai 30-40
% dari kadar darah normal yaitu berupa pusing, mual, muntah, pandangan mata kabur,
gatal pada kulit, ruam, tenggorokan seperti terbakar, nyeri dada, gemetar, dan sulit
bernafas. Bila kadar kolinesterase mencapai < 25 % di dalam darah maka ini sudah
digolongkan keracunan berat.
Klasifikasi tingkat keracunan berdasarkan persentase cholinesterase dalam
darah menurut Suma’mur (1987), antara lain sebagai berikut :
Aktivitas cholinesterase dalam darah antara 76% -100%
belum dianggap suatu keracunan sehingga tenaga kerja masih dapat terus bekerja
dan dilakukan pemeriksaan ulangan di waktu yang dekat.
Aktivitas cholinesterase dalam darah antara 51% – 75%
kemungkinan ada keracunan sehingga tenaga kerja perlu melakukan pemeriksaan
kesehatan ulang dan bila telah dipastikan, maka tenaga kerja tersebut masih boleh
bekerja selama dua minggu. Kemudian dilakukan pemeriksaan kesehatan ulang.
Aktivitas cholinesterase dalam darah antara 26% – 50%,
dapat diartikan telah terjadi keracunan yang gawat, jika diyakini tenaga kerja
tersebut tidak boleh bekerja dengan pestisida dari golongan apapun juga. Tenaga
kerja tersebut harus mendapat pemeriksaan dan pengobatan dari dokter bila
terlihat tanda¬tanda ia sakit.
Aktivitas cholinesterase dalam darah pada kadar 0 % – 25 %,
telah terjadi keracunan sangat gawat sehingga tenaga kerja tidak boleh bekerja dan
harus menjalani perawatan dan pengobatan dokter.
Sedangkan menurut Depkes RI (1992), diagnosa gejala keracunan dapat dilakukan
dengan uji (test) kholinesterase dengan tingkat keracunan 75 -100% kadar
7
kholinesterase termasuk “normal”, 50 – 75% termasuk keracunan ringan, 25 – 5%
termasuk keracunan sedang dan 0 – 25 % termasuk keracunan berat.
Cara pemeriksaan :
Alat dan bahan
1. Tintometer Kit
a. Disc Comparator
b. Tabung Test + Karet penutup + Rak
c. Pipet darah 0.01 mL
d. Cuvet 2.5 mm
e. Gelas ukur 50 mL
f. Labu Volumetri 250 mL
g. Beaker Glass
h. Lancet (jarum franc)
2. Stop watch
3. Kompor /Heather
4. Thermometer
Reagen
1. Indikator Solution
BTB 0.5 g dilarutkan dalam 250 mL distillated water (free CO2) – ketepatan
konsentrasi cukup penting dalam pembuatan larutan indicator.
2. Substrate Solution
Acetylcholine Per chlorate (ACP) 0.25 gram dilarutkan dalam 50 mL destilated
water (free CO2) – konsentrasi tidak penting dalam pembuatan larutan namun
larutan harus selalu dalam keadaan fresh (baru)
3. Aquadest Bebas CO28
Panaskan aquadest dalam beaker glass dengan penutup kira2 10 menit dan dinginkan
Prosedur Kerja Analisa
1. Reagent Test
Digunakan untuk menguji larutan apakah masih memenuhi persyaratan atau
kadaluarsa
Ambil tabung test lengkap dengan penutupnya tempatkan pada rak yang tersedia
Dengan menggunakan pipet pada botol yang berlabel “indicator” tambahkan 0.5
mL indicator solution kedalam tabung test (tutup secepatnya)
Ambil darah perifer 0.01 mL pada control person (tdk terpapar organo phosfat)
masukkan dalam tabung yang telah besisi larutan BTB (indicator) dan bilas
Tambahkan 0.5 mL larutan ACP kedalam tabung test
Kocok dengan pelan jangan sampai timbul gelembung
Pindahkan larutan dari tabung test ke cuvet 2.5 mm
Masukkan cuvet dalam Comparator Disc di sebelah kanan
Putar comparator sampai hasilnya cocok dengan warna standard
Baca hasil yang diperoleh (hasil harus 12.5% atau kurang)
2. Blood Blank (Blanko darah)_
Ambil darah 0.01 mL darah control person masukkan dalam tabung test yang
telah berisi 1.0 mL aquadest (free CO2)
Pindahkan larutan kedalam cuvet 2.5 mm dan tempatkan pada comparator
sebelah kiri dan jangan dipindah sampai pemeriksaan darah sample.
3. Menentukan waktu time zero dan “match”)
Ambil darah control person 0.01 mL dan masukkan dalam tabung test yang
sudah berisi larutan BTB 0.5 mL
9
Tambahkan larutan ACP 0.5 mL kedalam tabung dan secara bersamaan start
“STOP WATCH” disebut time zerro
Kocok hingga larut dan secepatnya masukkan dalam cuvet dan tempatkan pada
comparator sebelah kanan
Amati perubahan warna larutan dengan sambil memutar disc sampai hasil sesuai
dengan warna standar 100%
Catat waktu yang diperoleh (waktu MATCH), biasanya sekitar 20-30 menit
tergantung dari suhu setempat
Waktu yang diperoleh digunakan untuk standar waktu pembacaan pada darah
“SAMPLE”
4. Uji sampel
Ambil darah sample 0.01 mL masukkan dalam tabung yang telah berisi 0.5 mL
larutan indicator (BTB)
Tambanhkan 0.5 mL larutan ACP pada tabung dan kocok hingga rata
Pindahkan secepatnya ke cuvet dan masukkan ke comparator sebelah kanan
Baca hasil sesuai waktu MATCH
Analisa Hasil
Hasil pembacaan berupa prosentase dengan kategori sebagai berikut :
100%-75% dari normal
Tidak ada tindakan, tapi perlu test ulang dalam waktu dekat
75%-50% dari normal
Mungkin over exposure : test ulang, hindarkan dari pekerjaan dengan pestisida
organophosfat selama 2 minggu dan test ulang untuk recovery
50%-25% dari normal
10
Serious over exposure : test ulang, hindarkan dari seluruh pekerjaan dengan
pestisida organophosfat, jika sakit bawa ke dokter (medical check)
25%-0% dari normal
Very Serious over exposure : test ulang, hindarkan dari pekerjaan dengan pestisida
organophosfat sampai ada hasil medical check
B. Kausa dan Alternatif Kausa
1. Higiene Perusahaan
a. Definisi Higiene Perusahaan
Higiene perushaan adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia atau suatu upaya untuk
mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan. Selain itu, hygiene
perusahaan dan kesehatan kerja juga merupakan bagian dari usaha kesehatan
masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat pekerja, masyarakat sekitar perusahaan
dan masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil-hasil produksi perusahaan.
Menurut Thomas J. smith Hygiene industri dianggap sebagai ilmu dan seni yang
mampu mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya faktor-
faktor yang timbul di dalam lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan penyakit
atau gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidaknyamanan dan
ketidakefisienan kepada masyarakat yang berada di lingkungan kerja tersebut maupun
kepada masyarakat yang berada diluar industri.
Jadi, hygiene industry merupakan aspek perlindungan bagi kesehatan tenaga kerja
dan sarana untuk membina dan mengembangkan tenaga kerja menjadi sumber daya
manusia yang disiplin, dedikatif, penuh tanggung jawab dan mampu bekerja secara
produktif dan efisien.
b. Tujuan Higiene Perusahaan
Hakikat Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah dua hal :
1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negri, atau pekerja-pekerja bebas,
dengan demikian dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja
11
2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada
meningginya efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi. Oleh
karena hakikat tersebut selalu sesuai dengan maksud dan tujuan pembangunan
didalam suatu negara maka Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja selalu harus
diikut sertakan dalam pembangunan tersebut.
Tujuan utama tersebut diatas dapat terperinci lebih lanjut sebagai berikut :
Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan
akibat kerja, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja,
perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia,
pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatan gandaan kegairahan serta kenikmatan
kerja, pelindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari
bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan, dan
perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh
produk-produk industri.
Tujuan utama dari Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan demikian mungkin
dicapai, oleh karena terdapatnya korelasi diantara derajat kesehatan yang tinggi
dengan produktivitas kerja atau perusahaan, yang didasarkan kenyataan-kenyataan
sebagai berikut :
1. Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya. Pekerjaan harus
dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat
kesehatan. Lingkungan dengan cara yang dimaksud meliputi diantaranya : tekanan
panas, penerangan ditempat kerja, debu di udara ruang kerja, sikap badan, perserasian
manusia dan mesin, pengekonomisan upaya. Cara dan lingkungan tersebut perlu
disesuaikan pula dengan tingkat kesehatan dan keadaan gizi tenaga kerja yang
bersangkutan.
2. Biaya dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta penyakit umum yang
meningkat jumlahnya oleh karena pengaruh yang memburukkan keadaan oleh
bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh pekerjaan adalah sangat mahal dibandingkan
dengan biaya untuk pencegahannya. Biaya-biaya kuratif yang mahal seperti itu
meliputi : pengobatan, peralatan rumah sakit, rehabilitasi, absenteisme, kerusakan
12
mesin, peralatan dan bahan oleh karna kecelakaan, terganggunya pekerjaan, dan cacat
yang menetap.
c. Ruang Lingkup Higiene Perusahaan
Ruang lingkup kegiatan atau aktifitas hygiene industry, mencakup kegiatan
mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi, dan mengendalikan.
1. Mengantisipasi
Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan risiko di
tempat kerja. Tahap awal dalam melakukan atau penerapan higiene
industry/perusahaan di tempat kerja. Adapun tujuan dari antisipasi adalah :
Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi bahaya
dan risiko yang nyata.
Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau suatu
area dimasuki.
Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses dijalankan
atau suatu area dimasuki.
2. Mengenal
Mengenal atau rekognisi merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu
bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan menggunakan suatu metode yang
sistematis sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif dan bisa dipertanggung-
jawabkan. Dimana dalam rekognisi ini kita melakukan pengenalan dan pengukuran
untuk mendapatkan informasi tentang konsentrasi, dosis, ukuran (partikel), jenis,
kandungan atau struktur, dan sifat. Adapun tujuan dari pengenalan, yaitu :
Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek,
severity, pola pajanan, besaran).
Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko.
Mengetahui pekerja yang berisiko.
3. Mengevaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran, pengambilan
sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian lingkungan dapat ditentukan
kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif dan terinci, serta membandingkan hasil
13
pengukuran dan standar yang berlaku, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya
teknologi pengendalian, ada atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dengan lingkungannya , serta sekaligus merupakan dokumen data di
tempat kerja. Tujuan dari pengukuran dalam evaluasi, yaitu :
Untuk mengetahui tingkat risiko.
Untuk mengetahui pajanan pada pekerja.
Untuk memenuhi peraturan (legal aspek).
Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan.
Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja.
Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik.
4. Pengendalian
Pengendalian faktor – faktor lingkungan kerja sesungguhnya dimaksudkan untuk
menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar tetap sehat dan aman atau
memenuhi persyaratan kesehatan dan norma keselamatan, sehingga tenaga kerja
terbebas dari ancaman gangguan kesehatan dan keamanan atau tenaga kerja tidak
menderita penyakit akibat kerja dan tidak mendapat kecelakaan kerja. Ada beberapa
bentuk pengendalian atau pengontrolan di tempat kerja yang dapat dilakukan , yaitu :
Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta
menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi bahaya.
Substitusi : Modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau asap, dan
mengurangi bahaya, Pengendalian bahaya kesehatan kerja dengan mengubah
beberapa peralatan proses untuk mengurangi bahaya, mengubah kondisi fisik
bahan baku yang diterima untuk diproses lebih lanjut agar dapat menghilangkan
potensi bahayanya.
Isolasi : Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja dengan
menempatkannya di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja yang berbahaya
dari pekerja lainnya, dan sentralisasi kontrol kamar.
Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada
faktor lingkungan kerja selain pekerja.
Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada
interaksi pekerja dengan lingkungan kerja.
APD (Alat Pelindung Diri) : langkah terakhir dari hirarki pengendalian.
14
d. Prinsip Dasar Higiene Perusahaan
Untuk penerapan higiene perusahaan di tempat kerja suatu perusahaan akan di
perlukan pemahaman terhadap tiga prinsip dasar yaitu :
1. Pengenalan terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja.
Pengenalan dalam prinsip dasar penerapan Higiene Industri/perusahaan yang
pertama adalah pengenalan terhadap bahaya faktor – faktor yang timbul di lingkungan
kerja sebagai akibat penerapan teknologi proses produksi suatu industri (yang
meliputi faktor kimia, faktor fisik, faktor ergonomik dan faktor biologi) yang dapat
berpengaruh buruk kepada pekerjaan dan lingkungan kerja, yang terhadap tenaga
kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (sakit) yang akan mencakup
pengetahuan dan pengertian tentang berbagai jenis bahaya serta pengaruhnya terhadap
kesehatan tenaga kerja atau akibat – akibat yang dapat ditmbulkan kepada kesehatan
tenaga kerja.
2. Penilaian/evaluasi terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja.
Di dalam higiene industry/perusahaan evaluasi adalah proses pengambilan
keputusan untuk menilai tingkat resiko pajanan dari bahaya semua faktor yang timbul
(yang ada) di lingkungan tempat kerja kepada tenaga kerja, sebagai akibat penerapan
teknologi proses produksi suatu industry ( termasuk faktor kimia, faktor fisik, faktor
ergonomic, dan faktor biologi ).
Kebutuhan untuk melakukan evaluasi terhadap bahaya tersebut didorong oleh
suatu kenyataan bahwa faktor yang timbul dilingkungan tempat kerja dapat
menyebabkan sakit, lika, cacatdan kematian yang lebih cepat kepada tenaga kerja yag
terpajan kepadanya. Maka dengan evaluasi telah diperoleh suatu manfaat yang berupa
keinginan melakukan upaya pencegahan terhadap pajanan faktor – faktor lingkungan
kerja yang berbahaya yang dapat menghasilkan pengaruh yang merugikan keehatan.
3. Pengendalian terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja.
Pengendalian faktor – faktor lingkungan kerja sesungguhnya dimaksudkan
untuk menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar tetap sehat dan aman atau
memenuhi persyaratan kesehatan dan norma keselamatan, sehingga tenaga kerja
terbebas dari ancaman gangguan kesehatan dan keamanan atau tenaga kerja tidak
menderita penyakit akibat kerja dan tidak mendapat kecelakaan kerja.
e. Manfaat Higiene Perusahaan
15
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan higiene
perusahaan/industry, yaitu :
1. Mencegahan dan memberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan
akibat kerja.
2. Dapat memelihara dan meningkatan kesehatan tenaga kerja.
3. Dapat memeliharaan dan meningkatan efisiensi dan daya produktifitas tenaga
manusia.
4. Memberantasan kelelahan kerja dan meningkatan kegairahan kerja.
5. Memeliharaan dan meningkatan higiene dan sanitasi perusahaan pada umumnya
seperti kebersihan ruangan-ruangan, cara pembuangan sampah, atau sisa-sisa
pengolahan dan sebagainya.
6. Memberikan perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar
terhindar dari pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan.
7. Memberikan perlindungan masyarakat luas (konsumen) dari bahaya-bahaya yang
mungkin di timbulkan oleh hasil-hasil produksi perusahaan.
1. Produktivitas Kerja
a. Pengertian produktivitas kerja
Produktivitas kerja sebenarnya mencakup tentang suatu sikap mental
yang selalu mempunyai pandangan kehidupan mengenai pelaksanaan produksi
didalam suatu perusahaan dimana dalam memproduksi untuk hari ini
diharapkan lebih baik dari hari kemarin begitu juga sistem kerjanya.
Seseorang selalu mencari perbaikanperbaikan dengan berfikir dinamis, kreatif
serta terbuka. Pengertian dari produktivitas, berikut ini pembahasan yang
dikemukakan oleh Sukamto (1995), dalam bukunya yang berjudul manajemen
produksi replasi menyatakan bahwa : “Produktivitas adalah nilai output dalam
hubungan dengan suatu kesatuan input tertentu. Peningkatan produktivitas
yang berarti jumlah sumber daya yang igunakan dengan jumlah barang dan
jasa yang diproduksi semakin meningkat dan membaik”. Sedangkan menurut
Moekijat (1999), produktivitas adalah “Perbandingan jumlah keluaran (output)
tertentu dengan jumlah masukan (input) tertentu untuk jangka waktu tertentu”.
16
Dewan Produktivitas Nasional Indonesia telah merumuskandefinisi
produktivitas secara lengkap yaitu sebagai berikut(umar, 2002):
1. Produktivitas pada dasarnya merupakan suatu sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari
kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.
2. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara
hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang
digunakan (input).
3. Produktivitas mempunyai dua dimensi, yaitu efektivitas yang mengarah
pada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang
berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Yang kedua efisiensi yang
berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi
penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.
Menurut L. Greenberg dalam Sinungan (2009), mendefinisikan
produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada
waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut.
Produktivitas juga diartikan sebagai perbandingan ukuran harga bagi
masukan dan hasil, perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan
masukan yang dinyatakan dalam satu – satuan (unit) umum.
Kesimpulan dari uraian diatas bahwa produktivitas adalah suatu ukuran
mengenai apa yang diperoleh dari apa yang dibutuhkan. Perawat
memegang peranan utama dalam proses peningkatan produktivitas, karena
alat produksi dan teknologi pada hakikatnya merupakan hasil karya
manusia. Produktivitas perawat mengandung pengertian pernbandingan
hasil yang dicapai perawat dengan jangka waktu tertentu.
b. Meningkatkan produktivitas
Menurut Hanafi dalam Rosa (2001), terdapat beberapa cara yang
digunakan untuk meningkatkan produktivitas yaitu: a). meningkatkan
operasional : dapat dilakukan dengan meningkatkan riset dan pengembangan,
sehingga organisasi dapat menghasilkan ide produk baru maupun metode -
metode operasi yang lebih baik; b). meningkatkan keterlibatan karyawan,
17
dapat meningkatkan komitmen dan semangat kerja. Keterlibatan juga menjadi
dasar pengendalian kualitas kerja dari karyawan. Balai pengembangan
produktivitas daerah dalam Umar (2000), mengatakan ada enam faktor utama
yang menentukan produktivitas tenaga kerja, yaitu: a). sikap kerja; b). tingkat
ketrampilan; c). hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan; d) manajemen
produktivitas; e). efisiensi tenaga kerja; f). kewiraswastaan mencapai
produktivitas dan kreatifitas yang tinggi yaitu: a). keahlian, manajemen yang
bertanggung jawab; b). kepemimpinan yang luar biasa; dari semua faktor,
kepemimpinan manajerial memiliki pengaruh terbesar dalam produktivitas; c).
kesederhanaan organisasional dan operasional; susunan organisasi harus
diusahakan agar sederhana, luwes dan dapat disesuaikan dengan perubahan;
d). kepegawaian yang efektif; e). tugas yang menantang; f). perencanaan dan
pengendalian tujuan; g). pelatihan manajerial khusus.
c. Ciri – ciri pegawai yang produktif
Ranftl dalam Timpe (2000), mengemukakan ciri – ciri pegawai yang
produktif sebagai berikut; a). lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan;
kualifikasi pekerjaan dianggap hal yang mendasar, karena produktivitas tinggi
tidak mungkin tanpa kualifikasi yang benar; b). bermotivasi tinggi; motivasi
sebagai faktor kritis, pegawai yang bermotivasi berada pada jalan
produktivitas tinggi; c). mempunyai orientasi pekerjaan positif; sikap
seseorang terhadap tugasnya sangat mempengaruhi kinerjanya, faktor positif
dikatakan sebagai faktor utama produktivitas pegawai; d). dewasa; pegawai
yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten dan hanya memerlukan
pengawasan minimal; e). dapat bergaul dengan efektif; kemampuan untuk
menetapkan hubungan antar pribadi yang positif adalah aset yang sangat
meningkatkan produktivitas. Sudarmayanti dalam Umar (2000), mengutip
tentang ciri – ciri individu yang produktiv dari Erich dan Gilmore, yaitu : a).
tindakan konstruktif; b). percaya diri; c). mempunyai rasa tanggung jawab; d).
memiliki rasa cinta terhadap pekerjaannya; e). mempunyai pandangan
kedepan; f). mampu menyelesaikan persoalan; g). dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang berubah; h). mempunyai konstribusi positif terhadap
lingkungan; i). mempunyai kekuatan untuk mewujudkan potensinya
18
d. Faktor - faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja
Reputasi rumah sakit merupakan unsur pokok yang tercermin pada
kemampuan rumah sakit untuk memuaskan kebijakan kompensasi, perhatian
terhadap kesejahteraan karyawan dan sebagainya. Disamping masih sedikitnya
yang terampil dan berpengalaman menyulitkan kegiatan rumah sakit. rumah
sakit harus bersaing untuk mendapatkan perawat yang qualified. Padahal
perawat ahli atau spesifikasi dibidang tertentu kebanyakan tidak bersedia
ditempatkan disembarang lokasi. Karena itu rumah sakit perlu menawarkan
kebijakan kompensasi yang impresif.
Hasibuan (2001), mengatakan bahwa pendidikan, pelatihan dan
motivasi kerja akan mempengaruhi produktivitas kerja. Sinungan (1997),
mengatakan salah satu untuk mendorong peningkatan produktivitas adalah
melalui peningkatan ketrampilan. Hal ini bertujuan agar setelah pelatihan
seorang mampu mengemban tugas dan pekerjaan sebaik mungkin sehingga
pada akhirnya dapat mendorong kemajuan setiap usaha.
Hariandja (2002), mengatakan bahwa faktor – faktor yang
mempengaruhi produktivitas adalah: kemampuan; kecakapan yang dimiliki
berdasarkan pengetahuan, lingkungan kerja yang menyenangkan menambah
kemampuan tenaga kerja. Sikap; yang menyangkut perangai tenaga kerja yang
banyak dihubungkan dengan moral dan semangat kerja. Situasi dan keadaan
lingkungan; faktor ini menyangkut fasilitas dan keadaan dimana semua
karyawan dapat bekerja dengan tenang serta sistem kompensasi yang ada.
Motivasi; tiap tenaga kerja perlu diberikan motivasi dalam usaha
meningkatkan produktivitas. Upah; upah atau gaji minimum yang tidak sesuai
dengan peraturan pemerintah dapat menyebabkan penurunan produktivitas
kerja. Tingkat pendidikan; latar belakang pendidikan dan latihan dari tenaga
kerja akan mempengaruhi produktivitas, karena perlu diadakan peningkatan
pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja. Perjanjian kerja; merupakan alat
yang menjamin hak dan kewajiban karyawan sebaiknya ada unsur – unsur
peningkatan produktivitas kerja. Penerapan teknologi; kemajuan teknologi
sangat mempengaruhi produktivitas, karena itu penerapan teknologi harus
berorientasi mempertahankan produktivitas.
19
Rivianto dalam Sinungan (2009), produktivitas tenaga kerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga
maupun faktor – faktor lain seperti: pendidikan dan ketrampilan, karena pada
dasarnya pendidikan dan latihan meningkatkan ketrampilan kerja; ketrampilan
fisik dipengaruhi oleh gizi dan kesehatan dimana factor gizi dan kesehatan
dipengaruhi oleh tingkat penghasilan; penggunaan sarana – sarana produksi
alat yang digunakan (manual, semi manual, mesin), teknologi dan lingkungan
kerja; kemampuan manajerial menggerakan dan mengarahkan tenaga kerja
dan sumber – sumber yang lain, serta kesempatan yang diberikan.
20
BAB III
RENCANA PROGRAM
A. Hirarki Pengendalian Bahaya
Pada kegiatan pengkajian resiko (risk assesment), hirarki pengendalian
(hierarchy of kontrol) merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan. Pemilihan
hirarki pengendalian memberikan manfaat secara efektifitas dan efesiensi sehingga
resiko menurun dan menjadi resiko yang bisa diterima (acceptable risk) bagi suatu
organisasi. Secara efektifitas, hirarki kontrol pertama diyakini memberikan efektifitas
yang lebih tinggi dibandingkan hirarki yang kedua.
Hirarki pengendalian ini memiliki dua dasar pemikiran dalam menurunkan
resiko yaitu melaui menurunkan probabilitas kecelakaan atau paparan serta
menurunkan tingkat keparahan suatu kecelakaan atau paparan.
Pada ANSI Z10: 2005, hirarki pengendalian dalam sistem manajemen
keselamatan, kesehatan kerja antara lain:
1. Eliminasi.
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat desain,
tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam
menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan
bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan
prilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun demikian, penghapusan benar-
benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.
Contoh-contoh eliminasi bahaya yang dapat dilakukan misalnya: bahaya jatuh, bahaya
ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahaya kimia.
2. Substitusi
21
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun
peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian
ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem ataupun desain
ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin
untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan
bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan
serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan
yang cair atau basah.
3. Pengendalian tehnik/engineering control
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta
untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam
suatu unit sistem mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah adanya penutup mesin/machine
guard, circuit breaker, interlock system, start-up alarm, ventilation system, sensor,
sound enclosure.
4. Pengendalian administratif/ administratif control
Kontrol administratif ditujukan pengandalian dari sisi orang yang akan melakukan
pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi,
memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara
aman.
Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar operasi baku
(SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal kerja, rotasi kerja,
pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, investigasi dll.
5. Alat pelindung diri
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang paling
tidak efektif dalam pengendalian bahaya,dan APD hanya berfungsi untuk mengurangi
seriko dari dampak bahaya. Karena sifatnya hanya mengurangi, perlu dihindari
ketergantungan hanya menggandalkan alat pelindung diri dalam menyelesaikan setiap
pekerjaan.
22
Alat pelindung diri Mandatory adalah antara lain: Topi keselamtan (Helmet),
kacamata keselamatan, Masker, Sarung tangan, earplug, Pakaian (Uniform) dan
Sepatu Keselamatan. Dan APD yang lain yang dibutuhkan untuk kondisi khusus,
yang membutuhkan perlindungan lebih misalnya: faceshield, respirator, SCBA (Self
Content Breathing Aparatus),dll.
Pemeliharaan dan pelatihan menggunakan alat pelindung diripun sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan efektifitas manfaat dari alat tersebut.
Dalam aplikasi pengendalian bahaya, selain kita berfokus pada hirarkinya tentunya
dipikirkan pula kombinasi beberapa pengendalian lainnya agar efektifitasnya tinggi
sehingga bahaya dan resiko yang ada semakin kecil untuk menimbulkan kecelakaan.
Sebagi misal adanya adanya unit mesin baru yang sebelumnya memiliki kebisingan
100 dBA dilberikan enclosure (dengan metode engineering control) sehingga
memiliki kebisingan 90 dBA, selain itu ditambahkan pula safety sign dilokasi kerja,
adanya preventive maintenance untuk menjaga keandalaann mesin dan kebisingan
terjaga, pengukuran kebisingan secara berkala, diberikan pelatihan dan penggunaan
earplug yang sesuai.
Pengendalian Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan,
kehandalan dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya. Dan pada urutan
hierarki setelahnya, tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi menurun seperti
diilustrasikan pada gambar di bawah :
23
HIERARKI PENGENDALIAN RESIKO/BAHAYA
ELIMINASI Eliminasi Sumber Bahaya
Tempat Kerja/Pekerjaan
Aman(Mengurangi Bahaya)
SUBSTITUSISubstitusi Alat/Mesin/Bahan/Tempat
Kerja yang Lebih Aman
PERANCANGA
N
Modifikasi/Perancangan Alat/Mesin/
Tempat Kerja yang Lebih Aman
ADMINISTRASIProsedur, Aturan, Pelatihan, Durasi Kerja,
Tanda Bahaya, Rambu, Poster, Label
Tenaga
Kerja Aman (Mengurangi
Paparan)APD Alat Perlindungan Diri Tenaga Kerja
B. Level Prevention (5 Tingkat Pencegahan)
1. Peningkatan kesehatan (health promotion)
Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk menjaga keseimbangan proses
bibit penyakit-pejamu-lingkungan, sehingga dapat menguntungkan manusia dengan cara
meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki lingkungan. Tindakan ini dilakukan
pada seseorang yang sehat.
Contoh :
Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih,
pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misalnya untuk kalangan menengah ke atas
di negara berkembang terhadap resiko jantung koroner.
Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial.
24
Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.
Rekreasi atau hiburan untuk perkembangan mental dan social
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (general
and specific protection)
Merupakan tindakan yang masih dimaksudkan untuk mencegah penyakit,
menghentikan proses interaksi bibit penyakit-pejamu-lingkungan dalam tahap
prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada penyakit tertentu. Tindakan ini dilakukan pada
seseorang yang sehat tetapi memiliki risiko terkena penyakit tertentu.
Contoh :
Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah penyakit
dengan adanya kegiatan Pekan Imunisasi Nasional (PIN )
Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misalnya yang terkena flu
burung ditempatkan di ruang isolasi.
Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum maupun tempat kerja dengan
menggunakan alat perlindungan diri.
Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun
maupun alergi.
Pengendalian sumber-sumber pencemaran, misalnya dengan kegiatan jumsih “ jum’at
bersih “ untuk mebersihkan sungai atau selokan bersama – sama.
Penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early
diagnosis and prompt treatment)
Merupakan tindakan menemukan penyakit sedini mungkin dan melakukan
penatalaksanaan segera dengan terapi yang tepat.
Contoh :
Pada ibu hamil yang sudah terdapat tanda – tanda anemia diberikan tablet Fe dan
dianjurkan untuk makan makanan yang mengandung zat besi
25
Mencari penderita dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan . Misalnya
pemeriksaan darah, rontgent paru.
Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit menular
(contact person) untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan
pengobatan.
Melaksanakan skrining untuk mendeteksi dini kanker
4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
Merupakan tindakan penatalaksanaan terapi yang adekuat pada pasien dengan
penyakit yang telah lanjut untuk mencegah penyakit menjadi lebih berat, menyembuhkan
pasien, serta mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan timbul.
Contoh :
Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi
komplikasi, misalnya menggunakan tongkat untuk kaki yang cacat
Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan dengan cara tidak melakukan gerakan
– gerakan yang berat atau gerakan yang dipaksakan pada kaki yang cacat.
Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan dan
perawatan yang lebih intensif.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mengembalikan pasien ke
masyarakat agar mereka dapat hidup dan bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi
beban orang lain.
Contoh :
Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat.
Misalnya, lembaga untuk rehabilitasi mantan PSK, mantan pemakai NAPZA dan lain-
lain.
26
Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberikan
dukungan moral setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan. Misalnya
dengan tidak mengucilkan mantan PSK di lingkungan masyarakat tempat ia tinggal.
Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah
cacat mampu mempertahankan diri.
Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang setelah
ia sembuh dari suatu penyakit.
C. Program Pencegahan Kecelakaan Kerja
Upaya pencegahan
Begitu banyaknya gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pestisida maka sangat
penting diperhatikan cara penanganannya dan upaya pencegahannya antara lain pada saat
membeli pestisida :
Belilah pestisida di tempat penjualan resmi
Belilah pestisida yang masih mempunyai label. “LABEL” adalah merek dan
keterangan singkat tentang pemakaian dan bahayanya.
Belilah pestisida yang wadahnya masih utuh, tidak bocor.
Pada saat mengangkut/membawa pestisida :
Sewaktu membawa pestisida, wadahnya harus tertutup kuat
Dalam membawa harus ditempatkan terpisah dari makanan, dan pakaian bersih.
Pada saat menyimpan pestisida :
Pestisida harus disimpan dalam wadah atau pembungkus aslinya, yang labelnya
masih utuh dan jelas.
Letakkan tidak terbalik, bagian yang dapat dibuka berada disebelah atas.
Simpan ditempat khusus yang jauh dari jangkauan anak-anak, jauh dari makanan,
bahan makan dan alat-alat makan, jauh dari sumur, serta terkunci.
Wadah pestisida harus tertutup rapat, dan tidak bocor
27
Ruang tempat menyimpan pestisida harus mempunyai ventilasi (pertukaran udara).
Wadah pestisida tidak boleh kena sinar matahari langsung
Wadah pestisida tidak boleh terkena air hujan.
Jika pada suatu saat pestisida yang tersedia di rumah lebih dari satu wadah dan satu
macam, dalam penyimpanannya harus dikelompokan menurut jenisnya dan
menurut ukuran wadahnya.
Pada saat menyiapkan pestisida :
Sewaktu menyiapkan pestisida untuk dipakai, semua kulit, mulut, hidung dan kepala
harus tertutup. Karena itu, pakailah baju lengan panjang, celana panjang, masker
(penutup hidung) yang menutupi leher, dan sarung tangan karet.
Gunakan alat khusus untuk menakar dan mengaduk larutan pestisida yang akan
dipakai, jangan gunakan tangan secara langsung.
Apabila nozzle sprayer (lubang semprotan) tersumbat, bersihkan dengan air atau
benda yang lunak, jangan ditiup.
Jauhkan anak-anak dan binatang peliharaan dari tempat penyiapan pestisida.
Pada saat menyemprotkan pestisida :
Pakailah pakaian yang menutup semua kulit, baju lengan panjang; celana panjang;
sarung tangan karet; masker atau penutup hidung, penutup mulut, dan penutup
leher; topi atau penutup kepala; dan sepatu boot.
Menyemprot harus searah dengan arah angin.
Jauhkan orang lain dan binatang piaraan dari lokasi penyemprotan
Jangan menyemprot dengan alat semprot yang rusak.
Jangan makan, minum dan merokok sewaktu menyemprot
Cuci anggota badan dengan sabun sebelum makan dan minum setelah menyemprot.
Setelah selesai menyemprot :
28
Sisa pestisida dan air bekas mencuci alat-alat yang digunakan untuk menyiapkan
pestisida jangan sampai mencemari sumber air (sumur, bak), saluran air dan kolam
ikan.
Cucilah pakaian yang dipakai dan mandi sampai bersih
Kaleng dan bungkus pestisida harus ditanam didalam lubang yang jauh dari sumur.
Jangan gunakan kaleng dan wadah bekas pestisida sebagai tempat makanan atau
sebagai alat keperluan yang lain.
Gejala Keracunan Pestisida:
Gejala awal : timbul rasa mual, rasa sesak diperut, muntah, lemas, sakit kepala dan
gangguan penglihatan.
Gejala lanjutan : sesak nafas, mengeluarkan lender pada hidung secara berlebihan,
liur berlebihan, kejang perut, diare, keringat dan air mata keluar secara berlebihan,
kelemahan dan kelumpuhan otot rangka.
Gejala sentral : hilang reflek, bingung, sukar berbicara, kejang, paralysis dan
koma.
Kematian yang disebabkan oleh kelumpuhan pada otot pernafasan, sebagian karena
efek perifer dan sebagian karena efek sentral.
Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri yang seharusnya dipakai antara lain :
Pelindung kepala (topi)
Pelindung mata (goggle/kaca mata)
Pelindung pernapasan (respirator/masker)
Pelindung badan (baju overall/apron/lengan panjang/celana panjang)
Pelindung tangan (glove/sarung tangan)
Pelindung kaki (sepatu boot)
29
Demikian kegiatan sosialisasi bahaya pestisida dan upaya pencegahannya di desa
Sumub Kidul sebagai program pokok Tim I KKN Undip Tahun 2012/2013 Desa Sumub
Kidul, begitu antusiasnya para petani sehingga berbagai macam pertanyaan pun di
lontarkan saat pertemuan tersebut. Pemerintah desa Sumub Kidul berharap kegiatan ini
terus dilanjutkan dengan menghadirkan para petani yang lebih banyak lagi pada
pelaksanan KKN Tim II yag akan datang.
BAB IV
REKOMENDASI
Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatannya, dr. Iwan direkomendasikan untuk
melaksanakan penyuluhan kesehatan kerja dipuskesmasnya kepada para manajer
perkebunan yang ada di wilayah kerja puskesmas. Yang antara lain kegiatannya adalah
sebagai berikut:
Penyuluhan kesehatan kerja
Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja
Resiko yang ditanggung oleh masing-masing pekerja ini berbeda satu sama lainnya,
tergantung pada lingkungan kerja masing-masing karyawan tersebut. Oleh karena itu,
promosi kesehatan dapat dilakukan oleh pimpinan perusahaan atau tempat kerja yang
kondusif bagi karywan atau pekerjanya. Promosi kesehatan kerja adalah upaya
memberdayakan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatan diri serta lingkungannya.
Promosi kesehatan menempatkan masyarakat sebagai subyek bukan obyek,
sebagai pelaku bukan sasaran, dan aktif berbuat bukan pasif menunggu. Upaya
promosi kesehatan yang diselenggarakan di tempat kerja, selain untuk
memberdayakan masyarakat di tempat kerja untuk mengenali masalah dan tingkat
kesehatannya, serta mampu mengatasi, memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya sendiri juga memelihara dan meningkatkan tempat kerja yang sehat.
30
Tujuan Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja adalah :
a. Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja.
b. Menurunkan angka absensi tenaga kerja.
c. Menurunkan angka penyakit akibat kerja dan lingkungan kerja.
d. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, medukung dan aman.
e. Membantu berkembangnya gaya kerja dan gaya hidup yang sehat
Memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan kerja dan masayarakat.
Dua konsep yang sangat penting untuk meningkatkan kesehatan pekerja dan
lingkungannya adalah pencegahan dan peningkatan kesehatan.
Secara mendasar promosi kesehatan di tempat kerja adalah untuk melindungi individu
(pekerja), lingkungan didalam dan diluar tempat kerja dari bahan-bahan berbahaya,
stress atau lingkungan kerja yang jelek. Gaya kerja yang memperhatikan kesehatan
dan menggunakan pelayanan kesehatan yang ada dapat mendukung terlaksananya
promosi kesehatan di tempat kerja.
Keuntungan Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja
No Bagi Perusahaan Bagi pekerja
1
Meningkatnya lingkungan tempat
kerja yang sehat dan aman serta
nyaman
Lingkungan tempat kerja
menjadi lebih sehat
2 Citra Perusahaan Positif Meningkatnya percaya diri
3 Meningkatkan moral staf Menurunnya stress
4 Menurunnya angka absensi Meningkatnya semangat kerja
5 Meningkatnya produktifitas Meningkatnya kemampuan
6Menurunnya biaya kesehatan atau
biaya asuransi.Meningkatnya kesehatan.
7 Pencegahan terhadap penyakit.Lebih sehatnya keluarga dan
masyarakat
Upaya promosi kesehatan yang diselenggarakan di tempat kerja, selain untuk
memberdayakan masyarakat di tempat kerja untuk mengenali masalah dan tingkat
kesehatannya, serta mampu mengatasi, memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya sendiri juga memelihara dan meningkatkan tempat kerja yang sehat.
31
Promosi kesehatan di tempat kerja merupakan kegiatan dari, oleh dan untuk pekerja
dalam menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Keuntungan promosi kesehatan di tempat kerja, secara umum : Promosi
Kesehatan di tempat kerja mendorong tempat kerja dan tenaga kerja yang sehat yang
sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial.
Meningkatkan promosi kesehatan di tempat kerja adalah salah satu upaya
perbaikan efektifitas suatu perusahaan dari promosi kesehatan di tempat kerja harus
di giatkan di dalam sebuah perusahaan atau industri.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.indonesian-publichealth.com/2012/12/cholinestrase-dan-keracunan-pestisida.html
http://www.ilmukesker.com/tes-cholinesterase-45.html
http://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/09/pengendalian-resikobahaya.html
https://catatansesat.wordpress.com/2011/11/11/5-level-prevention-5-tingkat-pencegahan/
http://kkn.undip.ac.id/pekalongan/index.php/2013/02/sosialisasi-bahaya-pestisida-bagi-kesehatan-
dan-upaya-pencegahannya/
http://pkmcikoneng.blogspot.com/2013/01/penanggulangan-keselamatan-dan.html
32