implementasi fungsi pengawasan dewan...
TRANSCRIPT
i
IMPLEMENTASI FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH (DPRD) KOTA BEKASI PERIODE 2014-2019
DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Dhaifina Chaerunnisa Pradipta
NIM : 11140480000034
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1439 H/2018 M
vi
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم هللا الر
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI FUNGSI
PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD)
KOTA BEKASI PERIODE 2014-2019 DALAM PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PUBLIK”. Shalawat serta salam peneliti tujukan kepada Nabi
besar Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia dari zaman
kegelapan menuju zaman terang-benderang yang penuh ilmu pengetahuan dan
teknologi ini.
Hal ini tidak akan muncul tanpa adanya berkat pertolongan Allah SWT
dan bantuan, dukungan, dan bimbingan dari beberapa pihak, hingga akhirnya
skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat saya ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H.,M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Thamrin, S.H.,M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Sodikin, S.H.,M.Si.,M.H. Dosen Pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya.
4. Kepada Narasumber yakni, Anim Imamuddin, MIV. Enie Widhiastuti dan
Abdul Manan yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi
informan dalam skripsi.
vii
5. Humas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi yang telah
memberikan data mengenai DPRD Kota Bekasi.
6. Kepala dan Staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Kepala dan Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang
memadai untuk peneliti mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan
skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan staff pengajar Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih
atas segala dedikasinya yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan
selama masa perkuliahan.
8. Kepada kedua orang tua tercinta Deddy Juniawan dan Dian Rachmalia yang
selalu mengingatkan dan mendoakan peneliti hingga dapat menyelesaikan
skripsi ini, serta kerja keras beliau peneliti bisa sampai pada saat ini, serta
Kakak-Kakak peneliti Dhika Hafizh Pratama, Dhery Faizy Pramana, dan
Dhany Maulana Prawira dengan senantiasa selalu memberi dukungan kepada
peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Kemudian Kakak Ipar penulis Sri
Sahlawati dan Siti Anisah yang selalu memberikan saran dan nasihat kepada
peneliti dalam penyelesaian skripsi.
9. Sahabat tercinta di kampus, Farhana Thahira, Mia Henika, Azhari Sulistyo,
Dalilah Hazimah, Marifa Anandita, Siti Khozanah, Yuniati Nuraini, Farah
Mumtaz, dan semua yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
10. Kepada teman-teman seperjuangan Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta angkatan 2014, Senior-senior dari peneliti yang telah memberikan
arahan dan semangat dalam kelancaran skripsi peneliti.
11. Kakak-kakak, teman-teman, dan Adik-adik dari PMII Komisariat Fakultas
Syariah dan Hukum yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
viii
12. Kepada Abang, Teteh dan teman-teman Ikatan Pelajar Putra dan Putri
Nahdlatul Ulama (IPNU&IPPNU) Kota Bekasi yang telah memberikan
motivasi kepada peneliti.
13. Pihak-pihak lain yang telah memberi kontribusi kepada peneliti dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
Allah maha melihat semua yang ada di dunia ini, semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan kalian, dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum, Wr.Wb.
Jakarta, 11 Juli 2018
Dhaifina Chaerunnisa Pradipta
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ..............................iii
LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................iv
ABSTRAK .........................................................................................................v
KATA PENGANTAR .......................................................................................vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .....................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................7
D. Review (Tinjauan Ulang) Hasil Studi Terdahulu ........................9
E. Kerangka Teori dan Konseptual .................................................10
F. Metode Penelitian ........................................................................25
G. Sistematika Penelitian .................................................................29
BAB II DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD)
A. Pengertian DPRD ........................................................................31
B. Peran dan Fungsi DPRD ..............................................................31
C. Tugas dan Wewenang DPRD ......................................................33
D. Hak dan Kewajiban DPRD ..........................................................34
E. Ruang Lingkup Pengawasan DPRD ............................................37
x
F. Gambaran Umum DPRD Kota Bekasi ........................................38
BAB III PELAYANAN PUBLIK
A. Pengertian Pelayanan Publik .......................................................41
B. Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik ....................................42
C. Standar Pelayanan Publik ............................................................43
D. Kelompok Pelayanan Publik .......................................................45
E. Kualitas Pelayanan Publik ...........................................................46
F. Konsep Kinerja dan Penilaian Pelayanan Publik ........................47
BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI FUNGSI PENGAWASAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KOTA
BEKASI PERIODE 2014-2019 DALAM PENYELENGGARAAN
PELAYANAN PUBLIK
A. Pelaksanaan Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kota Bekasi Periode 2014-2019 Terhadap Penyeleng-
garaan Pelayanan Publik..............................................................49
B. Optimalisasi Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Dae-
rah (DPRD) Kota Bekasi Periode 2014-2019 Terhadap Penyeleng-
garaan Pelayanan Publik..............................................................60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................64
B. Rekomendasi ...............................................................................65
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................66
LAMPIRAN .......................................................................................................70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
DPRD dan Kepala Daerah mempunyai kedudukan yang sama dan bersifat
kemitraan seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, artinya bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah
tersebut memiliki kedudukan yang sama atau setara dan tidak saling membawahi.
Negara Republik Indonesia memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada
setiap pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan (medebewind), diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan
kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Republik Indonesia.1
Sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, Negara Indonesia, dimana
pemerintah di daerah merupakan bagian integralnya, telah memiliki tujuan akhir.
Tujuan akhir itu adalah suatu masyarakat adil dan makmur, materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.2
Kepala daerah dan DPRD dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bantu oleh perangkat daerah. Dasar utama pembentukan perangkat daerah adanya
urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah yang terdiri atas urusan
1 Haw. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Perkasa, 2005), h. 37.
2 W. Sunindhia, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, (Jakarta:Bina
Aksara,1987), h. 3.
2
pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Pemerintah daerah dikenal
dengan adanya perangkat daerah dimana perangkat daerah provinsi terdiri atas
sekretariat daerah, sekretariat DPRD, inspektorat, dinas, dan badan.3 Sedangkan
untuk perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat
DPRD, inspektorat, dinas, badan, dan kecamatan.4
Di setiap perangkat daerah tersebut mempunyai hubungan yang saling
berkaitan yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan atau pelaksanaan kebijakan
pemerintah daerah yang tentunya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.5 DPRD
kabupaten/kota memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,
2) Fungsi Pengawasan, dan
3) Fungsi Anggaran.6
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, maka DPRD Kabupaten/Kota dilengkapi
dengan Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak. Tugas dan wewenang DPRD
Kabupaten/Kota yang menegaskan bahwa:
a. Membentuk peraturan daerah (perda) Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota;
b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai APBD
Kabupaten/Kota yang diajukan oleh bupati/walikota;
3 Pasal 209 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
4 Pasal 209 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
5 Pasal 1 butir (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
6 Pasal 149 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
3
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah (perda) dan
APBD Kabupaten/Kota;
d. Memilih bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota dalam hal
terjadi kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa masa jabatan;
e. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/walikota kepada Menteri
melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk mendapatkan pengesahan
pengangkatan dan/atau pemberhentian;
f. Memberikan pertimbangan dan pendapat kepada pemerintah daerah
Kabupaten/Kota terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota;
h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota;
i. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau
dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.7
Dari ketentuan pasal 149 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah tersebut, DPRD mempunyai fungsi yang salah satunya
itu fungsi pengawasan. Dalam hal pengawasan, DPRD melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan daerah (perda) dan peraturan perundang-undangan
lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah.
Kegiatan pengawasan bukan tujuan dari suatu kegiatan pemerintah, akan tetapi
7 Pasal 154 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
4
sebagai salah satu sarana untuk menjamin tercapainya tujuan pelaksanaan suatu
perbuatan atau kegiatan.
Perbuatan buruk yang dilakukan oleh aparat pemerintah tendensinya akan
menimbulkan kerugian bagi pihak yang terkena perbuatan tersebut. Menyadari hal
ini, Negara akan selalu berusaha untuk mengendalikan aparatnya jangan sampai
melakukan perbuatan yang tercela ini. Sehubungan dengan itu, dibuatlah suatu sistem
pengawasan (control system) terhadap perbuatan aparat pemerintahan dengan tujuan
untuk menghindari terjadinya perbuatan yang merugikan masyarakat, setidaknya
menekan seminimal mungkin terjadinya perbuatan tersebut.8 Dalam menjalankan
fungsi pengawasan seyogyanya DPRD memiliki rencana atau agenda pengawasan
meliputi apa, siapa yang akan diawasi, mengapa harus diawasi serta kapan dan
bagaimana pengawasan tersebut dilakukan. Para wakil rakyat belum memandang
pengawasan sebagai proses manajerial dan politik yang memerlukan langkah-langkah
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Pengawasan oleh
DPRD yang tidak sesuai ranah pegawasan DPRD yakni ranah kebijakan dan politik
serta tidak terpogram, akan membawa dampak pada munculnya hal-hal sebagai
berikut:9
a. Ruang lingkup pengawasan DPRD terabaikan;
b. Duplikasi pengawasan dengan lembaga pengawasan lainnya;
c. Kurangnya mutu pengawasan;
d. Pengawasan belum efektif.
8 Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata
Usaha Negara di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2007), h. 36. 9 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), (Bandung: Fokusmedia, 2009), h. 157.
5
Di Kota Bekasi terdapat Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Publik, tujuan adanya peraturan daerah tersebut karena
adanya tuntutan masyarakat yang semakin meningkat khususnya di bidang
penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, disadari bahwa kondisi penyelenggaraan
pelayanan publik seringkali berjalan kurang efektif dilihat dari sumber daya manusia
(SDM) aparatur yang belum memadai. Peraturan daerah mengenai penyelenggaraan
pelayanan publik pun sudah dibuat di Kota Bekasi. Dengan adanya peraturan daerah
tersebut, DPRD sebagai lembaga legislatif dan juga wakil rakyat di daerah harus
menjalani fungsinya yaitu fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan tersebut
diwujudkan dalam bentuk pengawasan pelaksanaan peraturan daerah terkait dengan
penyelenggaraan pemerintah daerah. Selama ini DPRD dalam menjalankan
fungsinya, dirasa belum mampu memberikan solusi yang efektif untuk menyelesaikan
masalah-masalah mendasar yang dihadapi masyarakat. Ketidakpuasan tersebut lebih
disebabkan oleh karena DPRD yang belum efektif dalam bekerja, belum representatif
dalam kebijakan dan kinerja yang belum dapat dipertanggungjawabkan. Pelaksanaan
fungsi pengawasan DPRD diharapkan dapat mendorong pihak pemerintah daerah
agar peraturan daerah yang sudah ada dapat dijalankan secara konsisten dan
berkelanjutan supaya tertib hukum dan kepastian hukum berjalan dengan fungsinya,
sehingga dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Dalam hal ini
masyakarat ikut berpartisipasi dalam pengawasan terhadap pelayanan publik.10
Pelaksanaan pengawasan DPRD masih dirasakan sebagai suatu pengawasan
yang reaktif dan sporadis, tanpa terencana dan tersistem dalam pelaksanaannya.
Pelaksanaan pengawasan oleh DPRD tanpa disertai sistem dan prosedur yang baku
serta belum ada standarsasinya, menimbulkan kerentanan terhadap kasus politik uang
(money politics) dalam pelaksanaannya. Fakta di lapangan banyak memberikan
gambaran, bagaimana hasil pengawasan DPRD berujung pada kasus politik uang
10
Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), h. 156.
6
daripada pembenahan secara kebijakan maupun manajerial.11
Perbaikan dalam
pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik perlu dilakukan secara terus menerus,
perbaikan tidak hanya sebuah gagasan atau ide dari pemerintah daerah, tetapi DPRD
pun sebagai lembaga pemerintah yang kedudukannya sejajar berperan dalam hal ini.
Dari permasalahan di atas, peneliti merasa perlu mengkaji lebih lanjut dalam
sebuah penelitian yang berjudul ”IMPLEMENTASI FUNGSI PENGAWASAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KOTA BEKASI PERIODE
2014-2019 DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK”
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat
beberapa persoalan mengenai implementasi fungsi pengawasan DPRD Kota
Bekasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dari latar belakang tersebut
terdapat berbagai masalah yang muncul yaitu:
a. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Bekasi.
b. Evaluasi terhadap kinerja penyedia layanan publik.
c. Kinerja DPRD dalam fungsi pengawasan terhadap sistem pelayanan publik.
2. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu meluas, maka penelitian
ini hanya dibatasi pada salah satu fungsi DPRD yaitu fungsi pengawasan dan
bagaimana implementasi fungsi pengawasan DPRD Kota Bekasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi.
11
Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), h. 157.
7
Permasalahan ini dibatasi pada periode 2014-2019. Pemilihan Kota Bekasi
dikarenakan Kota Bekasi merupakan salah satu penyangga Ibu Kota Jakarta, dan
juga Kota Bekasi merupakan salah satu Kota yang menciptakan mall pelayanan
publik.
Penelitian ini akan menjelaskan pelaksanaan dari pengawasan DPRD Kota
Bekasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dan kesesuaian fungsi
pengawasan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah.
3. Perumusan Masalah
Masalah utama yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini, terkait
dengan implementasi dari fungsi pengawasan DPRD terhadap Peraturan Daerah
Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik
di Kota Bekasi. Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan yang dilakukan
oleh DPRD terhadap kebijakan daerah yang di keluarkan oleh pemerintah darah
dengan lembaga-lembaga yang terkait untuk mengawasi agar terciptanya
pemerintahan yang baik (good governance).
Untuk mempertegas arah pembahasan dari masalah utama yang telah di
kemukakan di atas, maka peneliti merumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana pelaksanaan pengawasan DPRD Kota Bekasi terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik?
b. Bagaimana optimalisasi fungsi pengawasan DPRD Kota Bekasi terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
8
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan DPRD terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik di Kota Bekasi.
b. Untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan fungsi pengawasan menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan nilai dan hasil bagi semua pihak.
Secara lebih spesifik, penelitian ini mempunyai dua manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berkontribusi menambah
pengetahuan ilmu dalam lapangan hukum, khususnya dalam mengetahui
fungsi pengawasan DPRD Kota Bekasi terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah, terutama dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
pelayanan publik di Kota Bekasi.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan
pengetahuan yang nantinya diterapkan dalam dunia nyata sebagai
bentuk partisipasi dalam pembangunan negara dan masyarakat
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta dalam kehidupan bangsa sebagai
bagian dari masyarakat Internasional.
9
2) Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai mengenai
implementasi fungsi pengawasan DPRD dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
3) Bagi Pemerintah
Dapat memberikan masukan untuk membenahi sistem dan
controlling di Kota Bekasi khususnya mengenai implementasi fungsi
pengawasan DPRD dalam penyelenggaraan pelayanan publik, agar
memberikan kemudahan di dalam mencapai tujuan negara yang telah
diamanatkan oleh UUD 1945.
D. Review (Tinjauan Ulang) Kajian Terdahulu
Dalam penulisan ini, peneliti merujuk pada buku, jurnal, serta skripsi-skripsi
yang membahas fungsi pengawasan DPRD. Berikut beberapa review data yang
berkaitan dengan mengenai bahasan fungsi pengawasan DPRD:
Pertama, skripsi yang disusun oleh Ilham Fahma Setiawan/FSH-UIN
Jakarta/2014 yang berjudul pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD periode 2009-
2014 terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten
Subang. Pembeda antara skripsi tersebut dengan penelitian peneliti bahwa skripsi
tersebut fokus membahas pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap
pengelolaan APBD, sedangkan peneliti memfokuskan implementasi fungsi
pengawasan DPRD dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Kedua, skripsi yang disusun oleh Zikri Muliansyah/FSH-UIN Jakarta/2014
yang berjudul Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor Terhadap Efisensi
Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (Studi Pelayanan Publik di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor). Pembeda antara skripsi tersebut dengan penelitian
10
peneliti bahwa skripsi tersebut fokus membahas pada dampak pelaksanaan fungsi
pengawasan DPRD Kabupaten Bogor terhadap perwujudan efisiensi administrasi
pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, sedangkan
peneliti memfokuskan implementasi fungsi pengawasan DPRD dalam
penyelenggaraan pelayanan publik di Kota Bekasi.
Ketiga, skripsi yang disusun oleh Sri Sahlawati/FISIP-UIN Jakarta/2010
yang berjudul DPRD Dalam Otonomi Daerah (Studi Analisis Terhadap Peranan
DPRD Kota Bekasi Dalam Penyusunan Dan Pengawasan Peraturan Daerah Tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pembeda antara skripsi tersebut dengan
penelitian peneliti bahwa skripsi tersebut fokus membahas penyusunan peraturan
daerah penyelenggaraan pelayanan publik membahas faktor yang melatar belakangi
peraturan daerah tentang penyelenggaraan publik, sedangkan peneliti memfokuskan
implementasi fungsi pengawasan DPRD Kota Bekasi periode 2014-2019 dalam
penyelenggaraan pelayanan publik di Kota Bekasi.
Keempat, Jurnal yang dibuat oleh Budiyono/Fak.Hukum Univ.
Lampung/2013 yang berjudul Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap
Pemerintah Daerah Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance. Pembeda antara
jurnal tersebut dengan penelitian peneliti bahwa jurnal tersebut lebih memfokuskan
tujuan dari fungsi DPRD itu sendiri, sedangkan peneliti memfokuskan terhadap
fungsi pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
E. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Konseptual
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah, sebagai salah satu lembaga perwakilan tersebut DPRD
memiliki fungsi pembentukan peraturan daerah, anggaran, dan pengawasan di
11
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Salah satu fungsi pokok DPRD di Indonesia adalah pengawasan. Fungsi
pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan perda
dan perkada, pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait
dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan pelaksana tindak lanjut hasil
pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).12
Pengawasan bermakna proses pengukuran kinerja dan pengambilan
tindakan untuk menjamin agar hasil (output dan outcomes) sesuai yang
diinginkan serta menjamin segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya sesuai
dengan standar yang ditetapkan (on the right track). Dalam tata kepemerintahan
yang baik, pengawasan berperan memberikan umpan balik (feed back) kepada
pemerintah daerah. Sistem pengawasan sebenarnya melekat dalam setiap fungsi
yang dilakukan manajemen, artinya pada saat melaksanakan fungsi
perencanaan seorang manajer dan yang mempunyai fungsi pengawasan sudah
harus melaksanakan fungsi pengawasan demikian juga pada fungsi manajemen
lainnya.13
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD adalah pengawasan politik
dan kebijakan yang bertujuan untuk memelihara akuntabilitas publik, terutama
lembaga-lembaga yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kebijakan dan
program pemerintahan serta pembangunan di daerah. Sistem akuntabilitas di
daerah akan menjadi lebih efektif, karena proses dan hasil pengawasan yang
12
Andi Pangerang Moenta dan Syafa’at Anugrah Pradana, Pokok-Pokok Hukum
Pemerintahan Daerah, (Depok: RajaGrafindo Persada, 2018), h. 68. 13
Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), (Bandung: Fokusmedia, 2009), h.144.
12
dilakukan DPRD akan memungkinkan lembaga-lembaga publik digugat jika
mereka tidak memenuhi kaidah-kaidah publik.14
Pelayanan publik menurut Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik, adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam pedoman umum penyelenggaraan pelayanan
publik juga menyatakan bahwa hakekat pelayanan publik adalah pemberian
pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban
aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Dalam hal ini ditegaskan bahwa
pemerintah melalui instansi-instansi penyedia layanan publiknya bertanggung
jawab memberikan layanan yang sangat baik kepada masyarakat.
2. Kerangka Teori
a. Teori Negara Hukum
Istilah dari negara hukum mengandung artian untuk membatasi kekuasaan
daripada penguasa negara agar tidak menyalahgunakan kekuasaannya untuk
menindas atau menelantarkan rakyatnya. Negara hukum meletakkan persamaan
di hadapan hukum, perlindungan terhadap hak-hak fundamental rakyat, dan
hukum beserta peradilan bersifat fair dan adil.15
Negara hukum merupakan
suatu sistem yang diatur berdasarkan hukum dan konstitusi dimana setiap organ
pemerintah patuh dan taat pada hukum. Konsep dari negara hukum menunjukan
14
Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD, h. 145. 15
Nurul Qamar, Negara Hukum atau Negara Undang-Undang, (Makassar: Pustaka Refleksi,
2010), h. 6.
13
perlakuan sama atas di hadapan hukum dan kewenangan pemerintah dibatasi
berdasarkan prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power). Prinsip
tersebut dimaksudkan agar setiap organ pemerintah tidak bertindak sewenang-
wenang atas organ pemerintah lain dan rakyat diberi kewenangan bagiannya
berdasarkan konstitusi. Negara hukum ini mencuat sebagai usaha untuk
membatasi kekuasaan penguasa negara agar tidak bertindak secara otoriter.
Istilah negara hukum merupakan terjemahan dari “rechsstaat”.
Cita negara hukum pertama kali dikemukakan oleh Plato dan kemudian
pemikiran tersebut di pertegas oleh Aristoteles, pemikiran Plato dengan
konsepnya yaitu “bahwa penyelenggaraan negara yang baik adalah yang
didasari pada pengaturan (hukum) yang baik yang disebut istilah “nomoi”.
Kemudian ide tentang negara hukum atau rechstaat mulai popular kembali pada
abad ke-17 sebagai akibat dari situasi politik di Eropa yang didominir oleh
absolutisme.16
Menurut pendapat Hadjon,17
kedua terminologi yakni rechtsstaat
dan the rule of law tersebut dibantah oleh latar belakang sistem hukum yang
berbeda. Istilah Rechtsstaat merupakan hasil pemikiran untuk menentang
absolutisme, yang sifatnhya revolusioner dan bertumpu pada sistem hukum
kontinental yang disebut civil law. Sebaliknya, the rule of law berkembang
secara evolusioner, yang bertumpu atas sistem hukum common law. Walaupun
demikian, perbedaan keduanya sekarang tidak dipermasalahkan lagi, karena
mengarah pada sasaran yang sama, yaitu perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia.
Pada perkembangannya, konsep tentang negara hukum mengalami
perumusan yang berbeda-beda. Pemikiran atau konsepsi manusia merupakan
anak zaman yang lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan dengan
16
M. Tahir Azhary, Negara Hukum, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 89. 17
Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), h. 30.
14
berbagai pengaruhnya. Pemikiran atau konsepsi manusia tentang negara hukum
juga lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan. Oleh karena itu,
meskipun konsep negara hukum dianggap sebagai konsep universal, pada
dataran implementasi ternyata memiliki karakteristik beragam. Hal ini
dikarenakan adanya pengaruh-pengaruh situasi kesejarahan, di samping
pengaruh falsafah bangsa, ideologi negara, dan lain-lain. Atas dasar itu, secara
historis dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai model, yaitu:
1) Nomokrasi Islam, yaitu suatu negara hukum yan memiliki prinsip kekuasaan
sebagai amanah, musyawarah, keadilan, persamaan, pengakuan dan
perlindungan setiap hak-hak asasi manusia, peradilan bebas, perdamaian,
kesejahteraan, dan prinsip ketaatan rakyat. Prinsip tersebut tercantum dalam
Al-quran dan diterapkan oleh sunnah Rasulullah.18
2) Negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan
rechtsstaat. Konsep rechtsstaat bermula didasarkan pada filsafat liberal yang
individualistik, maka ciri individualistik itu sangat menonjol dalam
pemikiran negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental.19
Konsep
negara hukum di Eropa Kontinental yang dipelopori oleh Immanuel Kant
dan Friedrich Julius Stahl mencakup beberapa elemen penting, yakni:
adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, pembagian kekuasaan,
pemerintahan berdasarkan undang-undang, dan adanya Peradilan Tata Usaha
Negara.
3) Konsep Negara hukum dalam tradisi Anglo Saxon yang semula di pelopori
oleh A.V. Dicey dengan sebutan rule of law. Pada konsep ini menekankan
tiga tolak ukur atau unsur utama yaitu: Supremasi hukum (supremacy of
law), persamaan di hadapan hukum (equality before the law), dan konstitusi
18
M. Tahir Azhary, Negara Hukum, h. 88. 19
M. Tahir Azhary, Negara Hukum, h. 90.
15
yang didasarkan atas hak-hak perorangan (the constitution based on
individual rights). Perbedaan yang menonjol antara konsep rechtsstaat dan
rule of law ialah pada konsep rechtsstaat peradilan administrasi negara
merupakan suatu sarana yang sangat penting dan sekaligus pula ciri yang
menonjol dari rechtsstaat itu sendiri. Sedangkan pada rule of law, peradilan
administrasi tidak diterapkan, karena kepercayaan masyarakat yang
demikian besar kepada peradilan umum. Ciri yang menonjol pada konsep
rule of law ialah ditegakkannya hukum yang adil dan tepat (just law). Karena
semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, maka
ordinary court dianggap cukup untuk mengadili semua perkara termasuk
perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah.20
4) Socialist legality, konsep yang dianut di negara-negara komunis/sosialis.
Dalam socialist legality ada suatu jaminan konstitusional tentang
propaganda anti agama yang memang merupakan watak dari negara
komunis/sosialis yang diwarnai oleh doktrin komunis bahwa agama adalah
candu bagi rakyat. Konsep socialist legality sulit untuk dapat dikatakan
sebagai suatu konsep negara hukum yang bersifat universal.
5) Negara Hukum Pancasila, Oemar Senoadji salah satu pakar hukum
Indonesia berpendapat bahwa negata hukum Indonesia memiliki ciri-ciri
khas Indonesia, karena Pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan
sumber hukum, maka negara hukum Indonesia dapat pula dinamakan negara
hukum Pancasila. Salah satu ciri pokok dalam negara hukum Pancasila ialah
adanya jaminan terhadap freedom of religion atau kebebasan beragama.
Tetapi, kebebasan beragama di negara hukum Pancasila selalu dalam
konotasi yang positif, artinya tiada tempat bagi ateisme atau propaganda anti
20
M. Tahir Azhary, Negara Hukum, h. 91.
16
agama di bumi Indonesia.21
Ciri lain dari negara hukum Indonesia menurut
Senoadji ialah tiada pemisahan yang rigid dan mutlak antara agama dan
negara. Karena, menurutnya agama dan negara berada dalam hubungan yang
harmonis. Berbeda dengan pandangan Oemar Senoadji, pandangan dari
Tahir Azhary menilai bahwa rumusan itu dapat menimbulkan seolah-olah
mungkin ada pemisahan antara negara dan agama di negara hukum Pancasila
secara tidak rigid dan nisbi. Tahir memahami bahwa dalam negara hukum
Pancasila tidak boleh terjadi pemisahan antara agama dan negara baik secara
mutlak maupun secara nisbi. Karena hal itu akan bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945. Pakar hukum selanjutnya yaitu Padmo Wahyono
menelaah negara hukum Pancasila dengan bertitik pangkal dari asas
kekeluargaan yang tercantum dalam UUD 1945. Padmo memahami hukum
adalah suatu alat atau wahana untuk menyelenggarakan kehidupan negara
atau ketertiban, dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Tahir azhary
menambahkan selain asas kekeluargaan yaitu asas kerukunan, kedua asas
tersebut mencerminkan bahwa bangsa dan negara Indonesia merupakan satu
persatuan dan kesatuan dengan semangat kekeluargaan dan kerukunan
hidup. Tahir juga mendapat kesimpulan bahwa meskipun dalam penjelasan
UUD 1945 digunakan istilah rechtsstaat, namun konsep rechtsstaat yang
dianut oleh Negara Indonesia bukan konsep negara hukum Barat (Eropa
Kontinental) dan bukan pula konsep rule of law dari Anglo Saxon,
melainkan konsep Negara Hukum Pancasila sendiri dengan ciri-ciri: 22
a) Ada hubungan yang erat antara agama dan negara
b) Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa
c) Kebebasan beragama dalam arti positif
21
M. Tahir Azhary, Negara Hukum, h. 93. 22
M. Tahir Azhary, Negara Hukum, h. 97.
17
d) Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang
e) Asas kekeluargaan dan kerukunan.
Dengan demikian, bahwa konsep negara hukum Pancasila menurut UUD
1945 ialah negara hukum Pancasila, yaitu konsep negara hukum di mana satu
pihak harus memenuhi kriteria dari konsep negara hukum pada umumnya (yaitu
ditopang oleh tiga pilar: pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia,
peradilan yang bebas dan tidak memihak, dan asas legalitas dalam arti formal
maupun material), dan di lain pihak diwarnai oleh aspirasi-aspirasi ke-
Indonesiaan yaitu lima nilai fundamental dari Pancasila.23
Menurut Sirajuddin, konsep Indonesia sebagai negara hukum
mengandung arti bahwa dalam hubungan antara hukum dan kekuasaan,
kekuasaan tunduk pada hukum sebagai kunci kestabilan politik dalam
masyarakat. Dalam negara hukum, hukum merupakan pilar utama dalam
menggerakkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.24
Dari sejarah kelahiran, perkembangan, maupun pelaksanaannya di
berbagai negara, konsep negara hukum sangat dipengaruhi dan bahkan tidak
dapat dipisahkan dari asas kedaulatan rakyat, asas demokrasi, serta asas
konstitusional, karena hukum yang hendak ditegakkan dalam negara hukum
agar hak-hak asasi warganya benar-benar terlindungi haruslah hukum yang
benar dan adil, yaitu hukum yang bersumber dari aspirasi rakyat, untuk rakyat,
dan dibuat oleh rakyat melalui wakil-wakilnya yang dipilih secara
23
A. Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, (Malang: Bayumedia, 2005), h. 86. 24
Sirajuddin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik, Menuju Peradilan
Yang Bersih dan Berwibawa, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), h. 2.
18
konstitusional tertentu.25
Dengan demikian, elemen-elemen yang penting dari
sebuah negara hukum yang merupakan ciri khas dan yang harus ada (syarat
mutlak), adalah:26
1. Asas pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia
2. Asas legalitas
3. Asas pembagian kekuasaan negara
4. Asas peradilan yang bebas dan tidak memihak
5. Asas kedaulatan rakyat
6. Asas demokrasi
7. Asas konstitusional
b. Teori Pengawasan
Pengawasan merupakan sarana untuk menghubungkan target dengan
realisasi setiap program atau kegiatan atau proyek yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah secara utuh dan menyeluruh. Pengertian tentang pengawasan sangat
beragam dan banyak pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun
demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukakan para ahli itu
sama, yaitu tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (das Sein)
dengan hasil yang diinginkan (das Sollen). Lembaga Administrasi Negara
mengungkapkan bahwa pengawasan adalah salah satu fungsi organik
manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan
menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas organisasi akan dan telah
25
A. Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, h. 42. 26
A. Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, h 43.
19
terlaksana dengan baik sesuai rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Hakikat pengawasan adalah
untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan,
penyelewengan, hambatan, kesalahan, dan kegagalan dalam pencapaian tujuan
dan sasaran serta pelaksanaan tugas organisasi.27
Menurut Manullang, pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan
pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu
dengan maksud agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.28
Menurut Nawawi (1993:6) fungsi pengawasan dapat dilakukan setiap saat, baik
selama proses manajemen/administrasi berlangsung, maupun setelah berakhir,
untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi/unit kerja. Fungsi
pengawasan harus dilakukan terhadap perencanaan dan pelaksanaannya.29
Pengawasan dapat di klasifikasikan seperti berikut ini:30
1) Pengawasan dipandang dari “kelembagaan” yang di kontrol dan yang
melaksanakan kontrol dapat di klasifikasikan:
a) Kontrol intern (internal control)
Pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan/organ yang secara
struktural masih termasuk organisasi dalam lingkungan pemerintah.
b) Kontrol ekstern (external control)
27
Titik Triwulan, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 449. 28
Titik Triwulan, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara Indonesia, h. 450. 29
Nomensen Sinamo, Hukum Pemerintahan Daerah, (Jakarta: Pustaka Mandiri, 2010), h.
140. 30
Nomensen Sinamo, Hukum Pemerintahan Daerah, h. 145.
20
Pengawasan yang dilakukan oleh badan/organ yang secara struktur
organisasi berada di luar pemerintah dalam arti eksekutif.
2) Pengawasan dipandang dari waktu pelaksanaan pengawasan, meliput hal-hal
berikut:
a) Konrol a-priori
Pengawasan yang dilakukan sebelum dilakukan tindakan atau
dikeluarkannya suatu keputusan atau ketetapan pemerintah atau peraturan
lainnya yang menjadi wewenang pemerintah. Kontrol ini mengandung
unsur pengawasan preventif yaitu untuk mencegah atau menghindarkan
terjadinya kekeliruan.
b) Kontrol a-posteriori
Pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkan suatu keputusan atau
ketetapan pemerintah atau sesudah terjadinya tindakan pemerintah. Sifat
pengawasan ini represif yang bertujuan mengoreksi tindakan yang keliru.
3) Pengawasan dipandang dari aspek yang diawasi, dapat diklasifikasikan atas:
a) Pengawasan dari segi “hukum” (legalitas)
Pengawasan dimaksudkan untuk menilai segi-segi hukumnya saja
(rechtmatigheid).
b) Pengawasan dari segi “kemanfaatan” (opportunitas)
Pengawasan dimaksudkan untuk menilai segi kemanfaatannya
(doelmatigheid). Kontrol internal secara hierarkhis oleh atasan adalah
jenis penilaian segi hukum (rechtmatigheid) dan sekaligus segi
(opportunitas).
4) Pengawasan dipandang dari cara pengawasan dibedakan atas:
21
a) Pengawasan “negatif represif”.
Pengawasan yang dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan.
b) Pengawasan “negatif preventif” atau positif.
Pengawasan yang dilakukan dengan cara badan pemerintah yang lebih
tinggi menghalangi terjadinya kelalaian pemerintah yang lebih rendah.
c. Teori Efektivitas Hukum
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil
atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Efektif artinya ada efeknya
(akibatnya, pengaruhnya, kesannya) saat mulai berlakunya suatu undang-
undang dan peraturan31. Efektivitas mengandung arti keefektifan pengaruh efek
keberhasilan atau kemanjuran/kemujaraban, membicarakan keefektifan hukum
tentu tidak terlepas dari penganalisisan terhadap karakteristik dua variabel
terkait yaitu: karakteristik atau dimensi dari objek sasaran yang digunakan.32
Ada beberapa pendapat para pakar hukum mengenai teori efektivitas
hukum, yaitu:
1. Menurut Soerjono Soekanto
Dalam teori efektifitas hukum sebagai gambaran bahwa efektif atau
tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu : 33
a. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).
31
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 284. 32
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya, 2013), h. 67.
33
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada , 2008), h. 8.
22
b. Faktor penegak hukum
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. Faktor masyarakat
e. Faktor kebudayaan.
Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa dalam sosiologi hukum
masalah kepatuhan atau ketaatan hukum terhadap kaidah-kaidah hukum
pada umumnya telah menjadi faktor yang pokok dalam mengukur efektif
tidaknya sesuatu yang ditetapkan dalam hukum ini. 34
Studi efektivitas hukum merupakan suatu kegiatan yang
memperlihatkan suatu strategi perumusan masalah yang bersifat umum,
yaitu suatu perbandingan antara realitas hukum dan ideal hukum, secara
khusus terlihat jenjang antara hukum dalam tindakan (law in action ) dengan
hukum dalam teori (law in theory) atau dengan kata lain kegiatan ini akan
memperlihatkan kaitannya antara law in the book dan law in action.35
2. Menurut Munir
Hukum harus efektif sehingga dapat dikatakan valid, efektif dalam hal:
a. Efektif bagi pelaku hukum, misalnya hukuman pidana bagi penjahat,
sehingga setelah dihukum dia sudah jera (memenuhi unsur efek jera)
sehingga kemudian dia tidak lagi melakukan tindakan kejahatan tersebut.
34
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatau pengantar, (Bandung: Rajawali Pers, 1996), h. 20. 35
Soleman B Taneko, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, (Jakarta: Rajawali
Press,1993), h. 47.
23
b. Efektif bagi mayarakat, terutama terkait dengan hukum-hukum yang
berkaitan dengan kepentingan umum.36
Jadi, Kata Efektivitas mengandung arti keefektifan yaitu pengaruh
efek keberhasilan atau kemanjuran, dalam keefektifan hukum tentu tidak
terlepas dari penganalisisan terhadap krakteristik 2 (dua) variabel terkait.
Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas suatu aturan hukum, maka kita
harus mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian orang-orang
yang menjadi latarbelakang terbentuknya peraturan itu sendiri37
.
3. Menurut Anthony Allot
Hukum akan menjadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya
dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat
menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat
membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan, jika suatu kegagalan, maka
kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika terjadi keharusan
untuk melaksakan atau menerapkan hukum dalam suasana baru yang
berbeda, hukum akan mampu menyelesaikannya.38
Konsep Anthony Allot ini difokuskan pada perwujudannya, hukum
yang efektif secara umum dapat membuat apa yang dirancang dapat
diwujudkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Teori efektivitas
hukum adalah teori yang mengkaji dan menganalisisi tentang keberhasilan,
kegagalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan dan
penerapan hukum. Ada tiga fokus dalam kajian teori ini, yang meliputi:
36
DR. Munir, Teori-Teori Besar dalam Hukum, (Jakarta: Prenadamedia,2013), h. 120. 37
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana,2009),
h. 375. 38
Salim,H.S dan Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan Disertasi,
(Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 303.
24
a. Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum;
b. Kegagalan didalam melaksakannya;
c. Faktor-faktor yang mempengaruhinya.
4. Menurut Bustanul Arifin
Dalam negara yang berdasarkan hukum, berlaku efektifnya sebuah
hukum apabila didukung oleh tiga pilar, yaitu:39
a. Lembaga atau penegak hukum yang berwibawa dapat diandalkan
b. Peraturan hukum yang jelas sistematis
c. Kesadaran hukum masyarakat tinggi
Faktor-faktor yang mengukur ketaatan terhadap hukum secara umum
antara lain: 40
a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari
orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum.
b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga dapat mudah
dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum.
c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.
d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka
seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat
39
Raida L Tobing, dkk, (Hasil Penelitian), Efektivitas Undang-Undang Monrey
Loundering,(Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementrian Hukum dan HAM RI, 2011), h.
11. 40
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), h. 376.
25
mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang (prohibitur) lebih
mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan
(mandatur).
e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan
sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut.
f. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus
proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.
g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi
pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang
memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi,
memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya
memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan penghukuman).
h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif
akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan
dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target
diberlakukannya aturan tersebut.
i. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum, juga
tergantung pada optimal dan profesional tidak aparat penegak hukum
untuk menegakkan aturan hukum tersebut.
j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga
mensyaratkan adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di
dalam masyarakat.
26
F. Metode Penelitian
Pada bagian ini peneliti akan menjelaskan secara rinci tentang hal-hal yang
terkait dengan metode penelitian dari skripsi ini, yaitu :
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk salah satu jenis penelitian deskriptif analitis
dengan menggunakan pendekatan kualitatif, karena akan mengolah data,
subjektif dan menggunakan sebuah teori. Penelitian deskriptif adalah
memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian
sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti.41
2. Pendekatan penelitian
Pada penulisan penelitian ini menggunakan studi penelitian normatif-
empiris/sosiologis yang merupakan penggabungan antara pendekatan hukum
normatif dan hukum empiris/sosiologis. Metode penelitian normatif-
empiris/sosiologis mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-
undang) dalam aksinya pasa setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
suatu masyarakat.
Sehubungan dengan pendekatan penelitian normatif-empiris/sosiologis
yang peneliti gunakan, maka pendekatan yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach).
Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan
41
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), cet, Pertama, h. 138.
27
menelaah undang-undang dan regulasi yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti.42
Tipe penelitian yang digunakan adalah socio-legal. Socio legal adalah
suatu pendekatan alternatif yang menguji studi doktrinal terhadap hukum.43
Penggunaan metode socio-legal dalam studi ini pada tataran penelitian normatif
dimaksudkan untuk mengetahui aturan yuridis mengenai fungsi DPRD yang
dilanjutkan dengan melakukan penelitian empiris yang secara langsung terjun
ke lapangan dalam hal ini melakukan penelitian ke DPRD Kota Bekasi untuk
mengetahui implementasi atas pengaturan normatif fungsi pengawasan DPRD
terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik di Kota Bekasi.
3. Bahan Hukum
a. Bahan hukum primer, berupa ketentuan hukum dan peraturan perundang-
undangan yang mengikat dan berkaitan dengan skripsi ini, yaitu Peraturan
Daerah Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik
di Kota Bekasi, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah.
b. Bahan hukum sekunder, berups buku-buku teks, kamus-kamus hukum,
jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.44
c. Bahan hukum tersier, berupa bahan penjelasan dari bahan hukum primer
dan sekunder, seperti ilmu pengetahuan politik, ensiklopedia dan lain-lain.
42
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2010), h. 16. 43
Sulistyowati Irinato dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 175. 44
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet. IV, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 155.
28
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dengan mewawancarai
anggota DPRD terkait pelayanan publik dan Undang-Undang Nomor 23 tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
dengan cara studi pustaka. Studi ini digunakan dalam rangka pengumpulan data
sekunder. Data tersebut ditempuh dengan cara mengumpulkan, membaca,
menelaah, mengkaji, menganalisis, serta mengkritisi peran fungsi pengawasan
DPRD Kota Bekasi dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik.
Doktrin dan pendapat para pakar, jurnal, serta hasil penelitian sejenis yang
pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya yang ada kaitannya dengan tema
penulisan ini.
6. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
anggota DPRD Kota Bekasi. Alasan mengapa subjek tersebut harus dijadikan
sebagai narasumber karena merupakan pejabat terkait yang mitra kerjanya
berkaitan dengan pelayanan publik.
7. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan kegiatan merapikan atau mengelaborasi data
yang sudah diperoleh dilapangan sehingga siap untuk dianalisis. Berdasarkan
bahan-bahan hukum yang diperoleh, meliputi data hukum primer dan sekunder,
kemudian peneliti akan mengelompokkannya sesuai dengan isu hukum yang
akan dibahas. Lalu peneliti akan mengolah data-data tersebut secara deduktif
29
yaitu menarik kesimpulan dengan menggambarkan permasalahan secara umum
ke permasalahan yang khusus atau lebih konkret.45
8. Metode Analisis Data
Setelah semua data diperoleh, maka selanjutnya data tersebut dianalisa
secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan pengelompokkan data berdasarkan
variabel yang sama kemudian di analisa dan diolah untuk diambil kesimpulan,
yang hasilnya akan dituangkan dalam bentuk tulisan ilmiah berupa skripsi.
9. Metode Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan metode penulisan
yang sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.
G. Sistematika Penelitian
Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka peneliti merumuskan sistematika
penulisan dalam penelitian ini sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan memuat secara keseluruhan mengenai latar belakang
masalah, identifikasi, pembatasan, dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, review (tinjauan ulang) kajian terdahulu, kerangka
teori dan konseptual, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
45
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet.VII, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 42.
30
BAB II Pada bab ini menerangkan pengertian DPRD, peran dan fungsi DPRD,
tugas dan wewenang DPRD, hak dan kewajiban DPRD, ruang lingkup
pengawasan DPRD, dan gambaran umum DPRD Kota Bekasi.
BAB III Pada bab ini menerangkan pengertian dari pelayanan publik, asas
penyelenggaraan pelayanan publik, standar pelayanan publik,
kelompok pelayanan publik, kualitas pelayanan publik dan konsep
kinerja dan penilaian pelayanan publik.
BAB IV Pada bab ini menjelaskan pelaksanaan dari pengawasan DPRD
terhadap penyelenggaraan pelayanan publik di Kota Bekasi dan
Optimalisasi pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kota Bekasi
terhadap penyelenggaraan pelayanan publik.
BAB V Pada bab ini meliputi kesimpulan dan rekomendasi. Peneliti mencoba
untuk menyimpulkan dari apa yang telah peneliti teliti dilapangan
sehingga membuahkan hasil berupa kesimpulan disertai rekomendasi
sebagai proses pembelajaran kita bersama.
31
BAB II
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD)
A. Pengertian DPRD
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga perwakilan
rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.1 DPRD terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang
dipilih melalui pemilihan umum. DPRD provinsi merupakan lembaga perwakilan
rakyat daerah provinsi yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah provinsi, sedangkan DPRD kabupaten/kota merupakan
lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintah daerah kabupaten/kota.2
B. Peran dan Fungsi DPRD
Fungsi DPRD Kabupaten/Kota diatur dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014, yaitu :3
1) Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Dalam fungsi pembentukan peraturan daerah DPRD menempatkan posisi
yang sangat strategis dan terhormat, karena DPRD ikut menentukan
keberlangsungan dan masa depan daerah. Hal ini juga harus dimaknai sebagai
amanah untuk memperjuangkan dan meningkatkan kesejahteraannya. Fungsi
pembentukan peraturan daerah ini suatu proses untuk mengakomodasi berbagai
kepentingan para pihak pemangku kepentingan (stakeholders), untuk
1 Pasal 1 butir (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
2 Andi Pangerang Moenta dan Syafa’at Anugrah Pradana, Pokok-Pokok Hukum Pemerintahan
Daerah, (Depok: Raja Grafindo Persada, 2018), h. 67.
3 Pasal 149 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
32
menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Fungsi ini
mempunyai arti yang sangat penting untuk menciptakan keadaan masyarakat
yang diinginkan maupun sebagai pencipta keadilan sosial bagi masyarakat.4
Tujuan dan manfaat dari fungsi ini dapat memberi solusi bersama pemerintah
menyusun payung hukum yang dapat menyelesaikan masalah tertentu.
2) Fungsi Pengawasan
Dalam fungsi pengawasan, DPRD mengawasi pelaksanaan perda kabupaten/kota
dan peraturan bupati/walikota, mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-
undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
kabupaten/kota dan mengawasi pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan
laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Pengawasan ini bertujuan
untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dan
daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenangnya, serta mengembangkan
checks and balances antara lembaga legislative dan eksekutif demi mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan rakyat.5
3) Fungsi Penganggaran.
Dalam fungsi anggaran ini mempunyai oeranan yang sangat penting dalam
mewujudkan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan daya saing. Fungsi ini juga
sebagai alat perencana untuk merumuskan tujuan dan sasaran kebijakan agar
sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan, sebagai alat kebijakan fiscal
pemerintah digunakan untuk menstabilkan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi.
4 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), (Bandung: Fokusmedia, 2009), h. 58.
5 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), h. 143.
33
C. Tugas dan Wewenang DPRD
DPRD Provinsi mempunyai tugas dan wewenang berdasarkan pasal 101 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah adalah:
1. Membentuk perda provinsi bersama gubernur;
2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan perda provinsi tentang APBD
provinsi yang diajukan oleh gubernur;
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda provinsi dan APBD
provinsi
4. Memilih gubernur dan wakil gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan
untuk meneruskan sisa masa jabatan;
5. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur kepada presiden
melalui menteri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/ atau
pemberhentian;
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi
terhadap rencana perjanjian internasional di daerah provinsi;
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang
dilakukan pemerintah daerah provinsi;
DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam
pasal 154 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, yaitu:
1. Membentuk perda kabupaten/kota Bersama bupati/walikota;
2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan perda kabupaten/kota tentang
APBD kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/walikota;
34
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda kabupaten/kota dan
APBD kabupaten/kota
4. Memilih bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota dalam hal
terjadi kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa jabatan;
5. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/walikota kepada menteri
melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk mendapatkan
pengesahan pengangkatan dan/ atau pemberhentian;
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian internasional di daerah
kabupaten/kota;
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang
dilakukan pemerintah daerah kabupaten/kota;
8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;
9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau
dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah kabupaten/kota.
D. Hak dan Kewajiban DPRD
DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota mempunyai hak yang diatur
dalam pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah sebagai berikut:
1. Interpelasi, hak DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota untuk meminta
keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah
35
provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
2. Angket, hak DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota untuk melakukan
penyelifdikan terhadap kebijakan pemerintah daerah provinsi dan pemrintah
kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
3. Menyatakan pendapat, hak DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota untuk
menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian
luar biasa yang terhadi di daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota disertai
dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak
interpelasi dan hak angket.
Tiap anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota mempunyak hak, yaitu:
1. Hak mengajukan rancangan peraturan daerah
2. Hak mengajukan pertanyaan (interpelasi)
3. Hak menyampaikan suatu usul dan pendapat secara leluasa baik kepada
pemerintah daerah maupun kepada DPRD, sehingga ada jaminan kemandirian
sesuai dengan panggilan hati nurani serta kredibiltasnya.
4. Hak memilihi dan dipilih
5. Hak membela diri
6. Hak imunitas
7. Hak mengikuti orientasi dan pendalaman tugas
8. Hak protokoler
36
9. Hak keuangan dan administratif.
Adapun kewajiban anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, yaitu :
1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
4. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan
golongan;
5. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
6. Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
7. Menaati tata tertib dan kode etik;
8. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi;
9. Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara
berkala;
10. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan;
11. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di
daerah pemilihannya.
37
E. Ruang Lingkup Pengawasan DPRD
Berdasarkan Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah, fungsi pengawasan DPRD diwujudkan dalam bentuk
pengawasan terhadap :
1. Pelaksanaan Perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota;
2. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota; dan
3. Pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD sebagai lembaga legislatif terhadap
pemerintah sebagai lembaga eksekutif dapat diartikan sebagai proses kegiatan
peninjauan/kontrol , pemeriksaan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan
publik yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang dilaksanakan untuk
menjamin agar semua kebijakan, tindakan atau program yang dilakukan pemerintah
daerah khususnya lembaga publik berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pengawasan DPRD dapat dilakukan dengan cara dengar pendapat,
kunjungan kerja, pembentukan panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang
dibentuk sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD. Dalam menjalankan fungsi
pengawasan tersebut, DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat
negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan
tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, pemerintahan dan
pembangunan.6
6 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD)), h. 149.
38
Fungsi pengawasan sebagai agenda kerja DPRD dapat dibagi dalam 3 (tiga)
tahapan waktu sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya, yaitu:7
a. Preliminary Control, merupakan pengawasan anggota DPRD pada saat
pembahasan anggaran. Dalam pengawasan pendahuluan ini anggota DPRD
sangat diharapkan perannya dapat meneliti setiap usulan anggaran khususnya
dari penyedia layanan publik, baik dari sisi harga layanan, output maupun
outcomes dari setiap jenis layanan.
b. Interim Control, dimaksudkan untuk memastikan layanan publik berjalan sesuai
standar yang ditetapkan dan memenuhi harapan masyarakat selama pelayanan
dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
c. Post Control, selain memastikan layanan publik berjalan sesuai harapan, juga
diperuntukkan atas evaluasi terhadap target yang direncanakan.
F. Gambaran umum DPRD Kota Bekasi
Saat lahir pada 11 Maret 1996 Kota Bekasi memiliki 8 Kecamatan dan 23
Desa dan 27 Kelurahan, yang kemudian berkembang menjadi 12 Kecamatan dan 56
Kelurahan. DPRD Kota Bekasi lahir bersamaan dengan lahirnya Kota Bekasi hasil
pemilu 1997. DPRD Kota Bekasi dibentuk berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1996
dan diresmikan pada tanggal 10 Maret 1997. Dengan adanya UU Nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menitikberatkan otonomi daerah pada
Kabupaten/Kota adanya pergeseran pola pemerintahan yang dari pola sentralis
menjadi pola desentralisasi. DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi mandate untuk melaksanakan
urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Dengan demikian, DPRD dan
kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi berbeda.
7 Local Governance Support Program, Pengawasan DPRD Terhadap Pelayanan Publik,
(Jakarta: Bursa Efek Indonesia, 2009), h. 14.
39
Pada tahun 1997, hasil pemilu menghasilkan keanggotaam DPRD dipilih dua
wilayah yaitu Kabupaten dan Kotamadya Bekasi, dikarenakan terjadinya pemekaran
wilayah yang menjadikan wilayah Kotamadya Bekasi lahir sebagai daerah yang
baru. Pada saat itulah, terpilih sebagai ketua DPRD H. Goenarso Ismail. Pada tahun
1998, merupakan pemilu multi partai pertama, dan pada saat ini pemerintah
Kotamadya Tingkat II Bekasi berubah menjadi Kota Bekasi. Pemilu multi partai kali
ini menghasilkan jumlah kursi anggota DPRD Kota Bekasi 45 Kursi. Pada Tahun
2004, pemilu di Indonesia mulai berubah dari sistem proposional menjadi sistem
distrik, pada saat ini, anggota DPRD tidak lagi dipilih oleh partai tetapi berdasarkan
suara terbanyak sesuai daerah pilihannya. Penetapan pimpinan DPRD Kota Bekasi
yang tercantum dalam surat komisi pemilihan umum daerah Kota Bekasi bersifat
kolektif terdiri dari seorang ketua dan dua orang wakil ketua yang dipilih oleh
anggota DPRD dan tidak berasal dari fraksi yang sama. Dari hasil rapat paripurna
DPRD periode 2004-2009 terpilihlah Rahmat Efendi sebagai Ketua DPRD dari
fraksi Golkar. Pada periode 2009-2014 terpilih sebagai Ketua DPRD Azhar Laena,
dipertengahan kepemimpinanya Azhar meninggal pada Juli 2012 dan digantikan
oleh Andi Zabidi dari fraksi Demokrat. Pada periode 2014-2019 terpilih sebagai
Ketua DPRD yaitu Tumai dari fraksi PDI-P. Keanggotaan DPRD Kota Bekasi
dibagi menjadi 4 Komisi, yaitu :8
a. Komisi I Bidang Hukum dan Pemerintahan, meliputi Pemerintahan, Kea-manan,
Ketertiban, Ketentraman, Penerangan/Pers, Hubungan Masyarakat,
Hukum/Perundang-undangan, Kepegawaian/Aparatur, Sosial, Politik, Organ-
isasi Masyarakat, Pertanahan, Perijinan dan Pemadam Kebakaran.
b. Komisi II Bidang Pembangunan, meliputi Pembangunan pasar, Pertanian,
Perkebunan dan Tanaman Pangan, Peternakan dan Perikanan, Menara Pem-
ancar, Bina Marga, Tata Air, Sarana Jaringan Utilitas, Lingkungan Hidup,
8 Sekretariat DPRD Kota Bekasi, Selayang Pandang DPRD Kota Bekasi 2014-2019, (Bekasi:
Humas Setwan Kota Bekasi, 2014-2019), h. 26-29.
40
Perhubungan dan Transportasi, Pemetaan dan Tata Ruang Wilayah, Pen-erangan
Jalan Umum, Pengawasan Pembangunan dan Kebersihan serta Per-tamanan.
c. Komisi III Bidang Ekonomi dan Keuangan, meliputi Keuangan Daerah,
Perpajakan, Retribusi, Perbankan, Perusahaann Daerah, Badan Pengelola,
Pemberdayaan Aset dan Kekayaan Daerah, Pertambangan dan Energi, Perus-
ahaan Patungan/Dunia Usaha/Yayasan, Penanaman Modal, Perdagangan dan
Perindustrian, Pengadaan Pangan dan Logistik, Koperasi/Usaha Kecil dan
Menengah.
d. Komisi IV Bidang Kesejahteraan Rakyar, meliputi Kesejahteraan Sosial, Agama,
Pendidikan dan Iptek, Kesehatan, Peranan Perempuan, Kebudayaan, Pemuda dan
Olahraga, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Pariwisata, Pe-rumahan Rakyat,
Keluarga Berencana dan Kependudukan serta Catatan Sipil.
41
BAB III
PELAYANAN PUBLIK
A. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan ebutuhan masyarakat
oleh penyelenggara negara, yang dalam hal ini negara didirikan oleh publik
(masyarakat) dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
Pelayanan publik menurut Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik, adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik juga menyatakan
bahwa hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai
abdi masyarakat. Dalam hal ini ditegaskan bahwa pemerintah melalui instansi-
instansi penyedia layanan publiknya bertanggung jawab memberikan layanan yang
sangat baik kepada masyarakat. Pada dasarnya, masyarakat disini merupakan warga
negara yang harus dipenuhi hak-haknya oleh pemerintah.
Dapat dikatakan, pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan
kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara, dalam hal ini negara didirikan
oleh publik (masyarakat) yang dengan itu tujuannnya agar dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya negara dalam hal ini pemerintah
(birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah daerah
wajib menjamin terselenggaranya pelayanan publik berdasarkan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
42
B. Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Dalam pasal 344 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah terdapat asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu:
1. Kepentingan umum, asas ini adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
2. Kepastian hukum, asas ini adalah asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan dan keadilan
dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
3. Kesamaan hak, asas ini adalah asas yang memberikan kesamaan terhadap
segala sesuatu yang didapatkan oleh setiap orang dalam rangka penyelengaraan
pelayanan publik.
4. Keseimbangan hak dan kewajiban, asas ini adalah asas yang memberikan
kedudukan yang sama antara hak dan kewajiban kepada setiap orang dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
5. Keprofesionalan, asas ini adalah asasn yang mengutamakan keahlian dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
6. Partisipasif, asas ini adalah asas yang memberikan hak kepada masyarakat
untuk terlibat dalam setiap penyelenggaraan pelayanan publik untuk
mengakomodasi aspirasi masyarakat yang tidak memiliki akses dalam
pengambilan kebijakan.
7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, asas ini adalah asas yang merujuk
kepada pelayanan yang adil terhadap setiap orang.
8. Keterbukaan, asas ini adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
43
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
9. Akuntabilitas, asas ini adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggung
jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, asas ini adalah asas yang
memberikan perlakuan khusus dalam penyelenggaraan pelayanan publik
terhadap kelompok-kelompok seperti penyandang cacat, para lansia (lanjut
usia), wanita, minoritas, dan juga suku terasing.
11. Ketepatan waktu, asas ini adalah asas yang mengedepankan pemanfaatan
informasi oleh pengambil kebijakan sebelum informasi tersebut kehilangan
kapasitas atas kemampuannya untuk mengambil keputusan.
12. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, asas ini adalah asas yang
memberikan efisensi waktu, tenaga dan materi terhadap masyarakat dalam
rangka penyelenggaraan pelayanan publik.
C. Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan
dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima layanan.
Standar pelayanan adalah ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan
pelayanan yang wajib ditaati oleh pemberi dana tau penerima layanan. Adapun
standar pelayanan meliputi:1
1) Prosedur pelayanan
1 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan
Pelayanan Publik, (Bandung: Nuansa, 2009), h. 103.
44
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan
termasuk pengaduan
2) Waktu penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai
dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan
3) Biaya pelayanan
Biaya atau tarif pelayanan termasuk rincian yang ditetapkan dalam proses
pemberiann pelayanan
4) Produk pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan
5) Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara
pelayanann publik
6) Kompetensi petugas pemberi pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan yang harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlia, keterampilan, sikap, dan perilaku yang
dibutuhkan.
Pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang
bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau. Karena itu
harus mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut:2
1) Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan publik harus
jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak
2 Local Governance Support Program, Pengawasan DPRD Terhadap Pelayanan Publik,
(Jakarta: Bursa Efek Indonesia, 2009), h. 5.
45
2) Pengaturan setiap bentuk pelayanan publik harus disesuaikan dengan kondisi
kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada
prinsip efektif dan efisien
3) Mutu proses penyelenggaraan dan hasil pelayanan publik harus diupayakan
agar dapat memberi keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pelayanan publik sebagai bagian dari upaya-upaya mewujudkan good
governance, dapat dilihat melalui langkah strategis. Pertama, interaksi antara
Negara (yang diwakili pemerintah) dengan wargamya termasuk berbagai kelompok
atau lembaga di luar pemerintah dalam pelayanan publik. Idealnya, interaksi
tersebut memaksa pemerintah sebagai penyedia layanan untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi warganya. Kedua, pelayanan publik merupakan ranah
dimana prinsip-prinsip good governance dapat diartikulasikan dengan lebih baik.
Ketiga, pelayanan publik melibatkan semua kepentingan yang berada di dalam
negara. Dalam iklim keterbukaan publik dan sistem pemilihan pemimpin secara
langsung saat ini, masyarakat dapat menentukan pilihan dan dukungan kepada
pemerintah yang mampu dan tidak mampu dalam memberikan pelayanan yang
terbaik kepada masyarakat. Legitimasi kekuasaan saat ini ditentukan pada
keberpihakan pemerintah kepada rakyatnya secara langsung. Bentuk pelayanan
yang buruk menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap rezim
pemerintahan.3
D. Kelompok Pelayanan Publik
Pelayanan publik merupakan segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh penyelenggraa pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
3 Local Governance Support Program, Pengawasan DPRD Terhadap Pelayanan Publik, h. 6-
7.
46
penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
a. Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh pihak publik, misalnya status
kewarganegaraan, sertifikt kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap
suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku
Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor,
Sertifikat Kepemilikan/ Penguasaan Tanah dan sebagainya.
b. Kelompok pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagi bentuk
atau jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon,
penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.
c. Kelompok pelayanan jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk
jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
penyelenggaraan transportasi, pos, dan sebagainya.
E. Kualitas Pelayanan Publik
Secara teoritis, tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan masyarakat.
Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan yang prima tercermin
dari:4
1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses
oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti
4 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan
Pelayanan Publik, h. 20.
47
2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pemberi dan penerima layanan dengan prinsip efisensi dan efektivitas
4. Partisipasif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari
aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status social, dan lain-lain
6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan
aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.
F. Konsep Kinerja dan Penilaian Pelayanan Publik
Konsep pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik adalah bertujuan
untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur
finansial dan non finansial.5 Menurut Parasuraman, ada beberapa kriteria yang
menjadi dasar penilaian konsumen terhadap pelayanan yaitu:6
1. Tangible atau bukti fisik yaitu kemampuan dalam menunjukkan eksitensinya
kepada pihak eksternal. Yang dimaksudkan bahwa penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik dan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti
nyata dan pelayanan yang diberikan.
2. Reliability atau kehandalan yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan
sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
5
Guritno Bambang dan Waridin, Pengaruh Persepsi Karyawan Mengenai Perilaku
Kepemimpinan, Kepuasan Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 63.
6 Fandy Tjiptono, Manajemen Pemasaran, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), h. 70.
48
3. Responsiveness atau tanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada masyarakat dengan
menyampaikan informasi yang jelas.
4. Assurance atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan
kemampuan para pegawai untuk menumbuhkan rasa percaya terhadap pelanggan.
Terdiri dari beberapa komponen di antaranya adalah komunikasi, kredibilitas,
keamanan, kompetensi dan sopan santun.
5. Empathy yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan
pelanggan.
Pengukuran kinerja sektor pelayanan publik dilakukan untuk memperbaiki
kinerja pemerintah, pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan, dan
mewujudkan pertanggung jawaban publik serta memperbaiki komunikasi pelanggan
atau konsumen. Pengukuran kinerja merupakan bagian penting bagi proses
pengendalian manajemen bagi sektor publik.
49
BAB IV
ANALISIS IMPLEMENTASI FUNGSI PENGAWASAN DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KOTA BEKASI PERIODE
2014-2019 DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
A. Pelaksanaan Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota
Bekasi Periode 2014-2019 Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat urusan pemerintahan yang sepenuhnya
menjadi kewenangan pemerintah pusat yang dikenal dengan istilah urusan
pemerintahan absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren. Dalam urusan
pemerintahan konkuren terdapat urusan pemerintahan wajib, ini dimaksud
penyelenggara pemerintahan daerah memprioritaskan pelaksanaan urusan
pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang berpedoman pada
standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai Lembaga perwakilan rakyat daerah
yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, berwenang
dalam mengurus pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar.
Komisi IV DPRD Kota Bekasi berperan dalam melaksanakan pelayanan dasar di
Kota Bekasi, sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan wajib yang berkaitan
dengan pelayanan dasar meliputi:
1. Pendidikan;
2. Kesehatan;
3. Pekerjaan umum dan penataan ruang;
4. Perumahan rakyat dan Kawasan permukiman;
50
5. Ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat;
6. Sosial.
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, Negara
Indonesia adalah negara hukum. Untuk mewujudkan negara hukum salah satunya
diperlukan perangkat hukum yang digunakan untuk mengatur keseimbangan dan
keadilan di segala bidang kehidupan dan penghidupan rakyat melalui peraturan
perundang-undangan, ini memperlihatkan bahwa peraturan perundang-undangan
mempunyai peranan yang penting dalam negara hukum Indonesia. Konsep dari
negara hukum adalah gagasan yang timbul untuk menentang konsep absolutisme
yang telah menciptakan negara kekuasaan. Pada dasarnya, kekuasaan dari penguasa
harus dibatasi agar tidak memperlakukan rakyatnya dengan sewenang-wenang.
Salah satu elemen penting dari negara hukum dan merupakan ciri negara hukum
yaitu asas pembagian kekuasaan negara, asas ini berfungsi untuk membatasi
kekuasaan dari penguasa. Dengan adanya pembagian kekuasaan, kekuasaan-
kekuasaan (dalam arti fungsi dan tugas) yang ada dan dimiliki negara
pelaksanaannya dibagi antara beberapa alat perlengkapan negara sehingga tiap-tiap
alat perlengkapan negara hanya memiliki tugas dan kekuasaan yang terbatas, sesuai
dengan wewenang yang diberikan dan itu diatur dengan hukum agar jelas dan tidak
berantakan.1
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan sesuai
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan
pemerintahan yang dipegang oleh presiden sebagai kepala pemrintahan diuraikan
dalam berbagai urusan pemerintahan. Penyelenggaraan urusan pemerintah
didasarkan beberapa asas yaitu, asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan (medebewind). Dalam pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan “Negara Kesatuan Republik
1 Abdul Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2005), h. 61.
51
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang” dari pasal tersebut
dijelaskan bahwa Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan
pembentukan pemerintahan daerah yang akan diatur dengan Undang-Undang,
bahwa daerah-daerah dimaksud akan berstatus otonom dan akan memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah serta pemerintahan di daerah.2
Pemerintah daerah dan DPRD merupakan mitra kerja dalam membuat
kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-
masing sehingga antar kedua lembaga tersebut membangun sebuah hubungan kerja
yang sifatnya saling mendukung. Intinya, salah satu tujuan dari terbentuknya negara
hukum yaitu membatasi kekuasaan negara dan menjamin kesejahteraan rakyatnya.
DPRD sebagai Lembaga legislatif yang juga merupakan lembaga wakil rakyat di
daerahnya mempunyai fungsi yang berbeda dengan pemerintah daerah, fungsi
DPRD diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah yaitu, fungsi pembentukan peraturan daerah, fungsi penganggaran, dan
fungsi pengawasan. masing fungsi tersebut mempunyai tujuan dan manfaat yang
berbeda.
Hal ini diungkapkan oleh Anim Imamuddin, selaku anggota komisi IV DPRD Kota
Bekasi :
Manfaat dari adanya pengawasan DPRD agar pemerintah (Eksekutif) tidak
sewenang-wenang dalam menjalankan aturan dan hak-haknya. Pemerintah
sebagai Lembaga eksekutif dan DPRD sebagai Lembaga legislatif harus
bersinergi dalam pencapaian keinginan masyarakat. 3
2 BN Marbun, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2006), h. 27. 3 Wawancara Pribadi dengan Anim Imamuddin, sebagai anggota komisi IV DPRD Kota
Bekasi, pada 10 April 2018 di Kediaman Anim Imamuddin.
52
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pentingnya hubungan yang baik
antara Pemerintah Kota Bekasi dengan DPRD Kota Bekasi untuk membangun
pemerintah daerah yang baik, Pada hakikatnya, hubungan pemerintah daerah dan
DPRD dalam situasi pelaksanaan penyelenggaran kegiatan di daerah sangat
menentukan terciptanya kondisi yang mendukung bagi keberhasilan program-
program pembangunan di daerah Kota Bekasi, terutama dalam bidang pelayanan
publik.
Dalam negara hukum, tugas kewenangan pemerintah daaerah tidak hanya
menjaga ketertiban dan keamanan, tetapi juga mengusahakan kesejahteraan rakyat.
Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan
pemerintahan kepada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak dasar
rakyat. Seperti halnya, di Kota Bekasi telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor
13 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Dalam konteks
pelaksanaan otonomi daerah, kesuksesan pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan publik adalah kunci utama karena pemerintah daerah bersentuhan
langsung dengan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, kualitas dari pelayanan
publik menjadi program unggulan.4 Pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah terdapat asas-asas penyelenggaraan daerah yakni :
1. Kepastian Hukum.
Sebagai negara hukum asas kepastian hukum mengutamakan landasan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggara negara.
4Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan
Pelayanan Publik, (Bandung: Nuansa, 2009), h. 166
53
2. Tertib penyelenggara negara.
Dalam setiap penyelenggaraan, asas ini menjadi landasan keteraturan dan
keseimbangan dalam penanganan penyelenggara negara.
3. Kepentingan umum.
Asas ini mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif
dan selektif. Seperti halnya di DPRD Kota Bekasi yang mana merupakan salah
satu lembaga perwakilan rakyat daerah yang harus siap menampung aspirasi
masyarakat di daerah untuk mensejahterakan rakyatnya
4. Keterbukaan
Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, harus berlandaskan asas yang
membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskrimanatif tentang penyelenggara negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia
negara.
5. Proporsionalitas
Asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
penyelenggara negara.
6. Profesionalitas
Asas yang mengutamakan keahlian yang didasari kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Akuntabilitas
Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
54
8. Efisiensi
Asas yang sasaran wajib dikejar seoptimal mungkin dengan kehematan biaya
dengan pencapaian produktivitas tinggi.5
9. Efektivitas
Kegiatan harus mengenai target atau sasaran yang telah ditetapkan atau
direncanakan.
10. Keadilan
Kegiatan yang berlandaskan nilai-nilai hukum yang sama rata. DPRD Kota
Bekasi selalu mendukung kegiatan penyelenggaraan yang dilakukan pemerintah
daerah selama hal itu di dasari dengan asas-asas penyelenggaraan pemerintah
daerah yang tertuang dalam UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
Penyelenggaraan pelayanan publik di daerah menjadi suatu keharusan
karena kewajiban pemerintah baik pusat maupun di daerah sebagai penyelenggara
pelayanan publik guna memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan publik upaya yang dilakukan antara lain
menertibkan berbagai landasan peraturan perundang-undangan di bidang pelayanan
publik. DPRD sebagai lembaga legislatif mempunyai fungsi salah satunya fungsi
pengawasan. Pengawasan DPRD terhadap layanan publik menjadi penting untuk
memastikan bahwa layanan publik yang dijalankan pemerintah, termasuk sektor
swasta, telah cukup berkualitas sesuai standar layanan yang sudah diatur.
Oleh karena itu, pemerintah dalam melakukan pelayanan publik harus
bersungguh-sungguh dan meningkatkan kinerjanya, sehingga pengawasan yang
dilakukan oleh legislatif seperti DPRD sejalan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan etika dalam pelaksanaannya. Terlepas dari itu DPRD
5 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia, 1984), h. 79.
55
merupakan kumpulan partai politik yang lebih mementingkan partai itu sendiri.
Seperti yang diungkapkan oleh Anim Imamuddin , selaku anggota komisi IV DPRD
Kota Bekasi, menyebutkan :
Anggota DPRD kumpulan dari partai politik, jika ada agenda seperti masa-
masa pilkada, pileg, maupun pilpres ini merupakan titik kelemahan anggota
DPRD itu sendiri dalam melakukan pengawasan dan ini merupakan kurang
efektifnya pengawasan karena banyak kepentingan di dalamnya. 6
Anim Imamuddin juga mengatakan bahwa dalam 5 tahun, fungsi
pengawasan itu sendiri efektif bekerja hanya 3 tahun saja. Dari pernyataan tersebut,
DPRD Kota Bekasi mempunyai hambatan dalam melaksanakan fungsi pengawasan,
salah satunya jika ada agenda pilkada fungsi pengawasan kurang berjalan efektif.
Pengawasan DPRD terhadap penyelenggara pemerintahan daerah
merupakan suatu proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar
pemerintahan di daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD ini
dilakukan untuk mencegah atau untuk membenahi kesalahan, penyimpangan, dan
lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Secara
umum pengawsan DPRD dilakukan melalui beberapa tahapan :7
1. Menentukan agenda pengawasan terhadap APBD
2. Merumuskan metodologi pengawasan
3. Menjalin jaringan dengan instansi terkait dan aliansi strategis
4. Pelaksanaan pengawasan
6 Wawancara Pribadi dengan Anim Imamuddin, sebagai anggota komisi IV DPRD Kota
Bekasi, pada 10 April 2018 di Kediaman Anim Imamuddin. 7 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), (Bandung: Fokusmedia, 2009), h. 159.
56
5. Penyusunan laporan
6. Menindaklanjuti hasil pengawasan
Dalam melakukan pengawasan terhadap APBD, anggota Komisi III DPRD
Kota Bekasi melakukannya dengan masing-masing domain sesuai dengan mitra
kerja komisi. Seperti yang diungkapkan oleh MIV. Enie Widhiastuti, selaku anggota
Komisi III DPRD Kota Bekasi, menyebutkan :
Pengawasan yang dilakukan DPRD yaitu dilakukan dengan masing-masing
domain, seperti komisi I yang mengawasi di bidang pemerintahan, komisi II
pengawasaanya lebih ke pembangunan, komisi III pengawasannya ke
perekonomian, dan komisi IV pengawasannya ke kesejahteraan rakyat.
Terkait APBD yaitu merupakan mitra kerja komisi III yang membidangi
perekonomian dan keuangan, tiap minggu komisi III mendapat laporan dari
Bapenda (Badan Pendapatan Daerah), pengawasan dilakukan dengan
mendapat laporan dari Bapenda tersebut dan hasilnya selalu kita evaluasi
apakah sesuai target atau tidak. Sepanjang ini evaluasi sesuai dengan target
yang ditentukan. 8
MIV. Enie Widhiastuti juga mengatakan :
APBD tahun 2018 ini sebesar 5,8 triliun, APBD tersebut dibagi menjadi
belanja langsung dan belanja tidak langsung. Anggaran yang dibutuhkan itu
sesuai dengan ajuan dari masing-masing dinas dan dilihat sesuai
kebutuhannya.9
Pernyataan dari anggota DPRD Kota Bekasi tersebut menyatakan bahwa
DPRD Kota Bekasi telah mempunyai beberapa tahapan untuk meningkatkan kinerja
DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan secara terarah dan baik. Dari
tahapan-tahapan melakukan pengawasan tersebut bisa dilihat hasil atau laporan
yang ada di lapangan dan segera ditindaklanjuti apabila menemukan beberapa
kendala atau masalah.
8 Wawancara Pribadi dengan MIV. Enie Widhiastuti sebagai anggota komisi III DPRD Kota
Bekasi, pada 22 Mei 2018 di Ruang Komisi III DPRD Kota Bekasi. 9 Wawancara Pribadi dengan MIV. Enie Widhiastuti sebagai anggota komisi III DPRD Kota
Bekasi, pada 22 Mei 2018 di Ruang Komisi III DPRD Kota Bekasi.
57
Di Kota Bekasi dalam melakukan sebuah pengawasan di sektor pelayanan
publik, dilihat dari pembangunan daerah Kota Bekasi. Indikator dari sektor
pelayanan publik di Kota Bekasi yaitu:
1. Infrastruktur. Kalau infrastruktur belum terpenuhi misalnya ada ruang-ruang
publik seperti halte, taman belum tercipta, itu merupakan salah satu pelayanan
publiknya akan rendah.
2. Aparatur pemerintah daerah sebagai pembuat kebijakan yang harus semakin
ditingkatkan.
3. Mendorong fungsi pengawasan agar terus berjalan.10
Di Kota Bekasi terdapat beberapa sektor pelayanan publik, yaitu bidang
kesehatan, bidang pendidikan, bidang ekonomi, bidang sosial kemasyarakatan dan
bidang infrastruktur. DPRD Kota Bekasi dalam melakukan sistem pengawasan yaitu
dengan skala prioritas. Salah satunya pada bidang kesehatan, yang dimana pada
bidang kesehatan merupakan yang sangat dibutuhkan bagi rakyat Kota Bekasi. Anim
Imamuddin mengatakan:
Di bidang kesehatan inilah, Kota Bekasi sudah menciptakan Kartu Sehat bagi
rakyat Kota Bekasi dengan anggaran 150 miliar untuk kesehatan masyarakat
Kota Bekasi, hal ini dilihat dari pelayanan tersebut apakah sudah dijalankan
sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) yang ada dan apakah sudah
dirasakan oleh masyarakat Kota Bekasi dengan adanya program Kartu Sehat,
dan sampai saat ini DPRD Kota Bekasi telah mengamati bahwa sudah
dijalankan dengan baik dengan terjun langsung berupak sidak maupun dialog
ke Rumah Sakit melihat adanya program Kartu Sehat itu gratis tidak dipungut
biaya Di bidang Pendidikan, Pendidikan Kota Bekasi dari SD-SMP itu gratis,
hal ini menjadi tugas dari DPRD dalam melaksanakan fungsinya yaitu
mengawasi apakah kebijakan ini sudah dilakukan dengan benar dan sesuai
aturan. Di bidang Ekonomi, salah satunya pendapatan daerah, sistem
pengawasannya dengan mengawasi pelayanan pajak, pelayanan pembuatan
IMB (Ijin Mendirikan Bangunan),dan sebagainya.11
10
Wawancara Pribadi dengan Anim Imamuddin, sebagai anggota komisi IV DPRD Kota
Bekasi, pada 10 April 2018 di Kediaman Anim Imamuddin. 11
Wawancara Pribadi dengan Anim Imamuddin, sebagai anggota komisi IV DPRD Kota
Bekasi, pada 10 April 2018 di Kediaman Anim Imamuddin.
58
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Bekasi terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik yang ada di Kota Bekasi menjadi penting untuk
membenarkan bahwa pelayanan publik yang dijalankan oleh pemerintah daerah
telah cukup bermutu sesuai standar layanan yang ditetapkan.
Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh DPRD merupakan pengawasan
ranah politik,itu artinya pengawasan yang dilakukan oleh lembaga legislatif
terhadap lembaga eksekutif yang sifatnya kebjakan stategis bukan pengawasan
teknis dan administratif. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota
Bekasi yaitu dengan cara melakukan dengar pendapat yang dilakukan 1 (satu) bulan
sekali, kunjungan kerja, pembentukan panitia kerja yang dibentuk sesuai dengan
peraturan tata tertib DPRD.12
DPRD dalam melakukan pengawasan dapat
melakukan tindakan politik seperti pemanggilan kepala daerah atau satuan kerja
perangkat daerah (SKPD), melakukan hak interpelasi dan hak angket. DPRD Kota
Bekasi dalam melaksanakan pengawasan terhadap peraturan daerah yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah berhak meminta kepada aparatur pemerintah
untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu dilakukan demi
kepentingan daerah dan pembangunan di segala bidang.
Langkah-langkah yang dilakukan DPRD Kota Bekasi dalam pelaksanaan
pengawasan melalui beberapa prosedur penjaringan aspirasi masyarakat
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 149 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, bahwa DPRD Kota dalam melaksanakan
fungsinya, anggota DPRD Kota tersebut harus melakukan penjaringan terhadap
aspirasi masyarakat. Seperti yang dikatakan Anim Imamuddin:
12
Wawancara Pribadi dengan Anim Imamuddin, sebagai anggota komisi IV DPRD Kota
Bekasi, pada 10 April 2018 di Kediaman Anim Imamuddin.
59
Salah satu faktor yang mendukung dengan adanya pelaksanaan pengawasan
DPRD ini ialah faktor adanya aduan/laporan masyarakat yang datang
langsung ke kantor dewan.13
Dengan itu, untuk melaksanakan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD
Kota Bekasi dengan adanya laporan dari masyarakat Kota Bekasi terhadap aparatur
pemerintah dengan hal-hal yang dirasa kurang maksimal dalam melayani
masyarakat, ini yang merupakan faktor pendorong DPRD Kota Bekasi untuk
melakukan fungsinya yaitu fungsi pengawasan. Pelaksanaan fungsi pengawasan
yang dilakukan oleh DPRD terhadap penyelenggaraan pelayanan publik di Kota
Bekasi dilakukan dengan cara :
1. Melakukan pengawasan langsung atau monitoring di setiap instansi terkait
pelayanan publik seperti dinas pendidikan, dinas kesehatan, dinas sosial, dinas
pekerjaan umum dan penataan ruang dan yang lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Anim Imamuddin, beliau mengatakan
bahwa:
Di Komisi IV DPRD Kota Bekasi akan mengawasi dengan cara terjun
lanjung ke setiap dinas melakukan sidak yang berupa dialog dengan
menanyakan apakah pelayanan masyarakat sudak mencapai kepuasan atau
belum, intinya melihat apakah sistem pelayanan sudah dirasakan masyarakat
Kota Bekasi atau belum. Ini salah satunya yang kita kunjungi di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Bekasi dengan menemui kepala Rumah Sakit dan
menanyakan apakah berjalan dengan baik atau tidak, kalau terjadinya
ketidaksesuaian dengan SPM yang ada akan kita lakukan evaluasi dengan
instansi terkait.14
Dari pernyataan tersebut dijelaskan bahwa DPRD Kota Bekasi khususnya
komisi IV mengawasi di bidang pelayanan dasar salah satunya yaitu mengawasi
13
Wawancara Pribadi dengan Anim Imamuddin, sebagai anggota komisi IV DPRD Kota
Bekasi, pada 10 April 2018 di Kediaman Anim Imamuddin.
14 Wawancara Pribadi dengan Anim Imamuddin, sebagai anggota komisi IV DPRD Kota
Bekasi, pada 10 April 2018 di Kediaman Anim Imamuddin.
60
jalannya sistem pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi.
Hal ini DPRD Kota Bekasi telah melaksanakan urusan pemerintahan wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar yang berpedoman pada standar pelayanan
minimal (SPM) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Adanya SPM akan
menjamin pelayanan minimal yang berhak diperoleh masyarakat dari pemerintah
daerah.15
2. Menindaklanjuti aspirasi dan laporan masyarakat dengan baik terkait adanya
temuan-temuan permasalahan dari pemerintah daerah
Hal ini diungkapkan oleh Anim Imamuddin, beliau menyebutkan :
Adanya laporan masyarakat merupakan salah satu faktor pendukung kita
untuk melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan
publik, kita membuka posko pengaduan, siapa yang dirinya merasa tidak
mendapatkan pelayanan yang baik segera lapor kepada kami, kami akan
menindaklanjutin terkait adanya permasalahan yang dialami oleh
masyarakat.16
3. Mengevaluasi atas laporan dari tiap komisi dan dinas terkait
4. Menindaklanjuti hasil pengawasan yang sudah dilakukan
B. Optimalisasi Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kota Bekasi Periode 2014-2019 Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Penerapan pemerintahan yang baik di suatu daerah tidak luput dari peran
fungsi DPRD sebagai bagian dari pemerintah daerah yang menjalankan fungsi
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah,
pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan
15
S.H. Sarundajang, Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah, (Jakarta: Kata Haspa, 2005),
h. 154. 16
Wawancara Pribadi dengan Anim Imamuddin, sebagai anggota komisi IV DPRD Kota
Bekasi, pada 10 April 2018 di Kediaman Anim Imamuddin.
61
penyelenggaraan pemerintahan daerah, serta pelaksanaan tindak lanjut hasil
pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Hasil pengawasan
dapat menjadi bahan pertanggungjawaban kinerja DPRD, baik secara formal
kelembagaan maupun kepada publik. Salah satu bentuk pertanggungjawaban ialah
menjadikan hasil-hasil dari pengawasan sebagai bahan untuk menyusun kebijakan
publik di masa yang akan datang, baik berupa kebijakan sistem pelayanan publik,
kebijakan anggaran daerah, peraturan daerah, maupun rencana strategis daerah.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja
yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara
bermakna bahwa di antara Lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan
yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi.17
Di Kota Bekasi,
hubungan antara eksekutif dengan legislatif dapat dikatakan kurang baik. Menurut
Anim Imamuddin, pemerintah daerah Kota Bekasi kurang responsif terutama dinas
terkait yang kurang transparan dalam memberikan data ke DPRD, ini merupakan
salah satu faktor penghambat terkait implementasi dari fungsi pengawasan DPRD
terhadap pelayanan publik di Kota Bekasi.18
Dari permyataan tersebut, pentingnya
hubungan yang baik antara eksekutif dengan legislatif dalam menjalankan roda
pemerintahan, karena tanpa itu pemerintahan tidak dapat berjalan secara baik.
Menurut Anim Imamuddin, dalam melaksanakan fungsi pengawasan, DPRD
Kota Bekasi mempunyai faktor yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu:
a. Pemahaman masyarakat dengan adanya peraturan daerah yang dikeluarkan
Pemerintah Daerah.
17
Andi Pangerang Moenta dan Syafa’at Anugrah Pradana, Pokok-Pokok Hukum
Pemerintahan Daerah, (Depok: RajaGrafindo Persada, 2018), h. 94.
18 Wawancara Pribadi dengan Anim Imamuddin, sebagai anggota komisi IV DPRD Kota
Bekasi, pada 10 April 2018 di Kediaman Anim Imamuddin.
62
b. Peran aktif anggota DPRD Kota Bekasi terhadap temuan-temuan permasalahan
yang terjadi di Kota Bekasi.
c. Partisipasi masyarakat terkait dikeluarkannya peraturan daerah.
d. Hubungan kerja yang bersinergi antara DPRD Kota Bekasi dengan pemerintah
daerah Kota Bekasi. 19
Dari pernyataan tersebut, DPRD Kota Bekasi, masyarakat, dan Pemerintah
Daerah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD
Kota Bekasi. Langkah-langkah yang dilakukan DPRD Kota Bekasi dengan cara
penjaringan aspirasi masyrakat seperti yang dijelaskan pada pasal 149 Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah itu sudah dilakukan.
Seperti yang dikemukakan oleh Abdul Manan sebagai tokoh masyarakat Kota
Bekasi :
Dewan dalam rangka melakukan pengawasan disamping memang menjadi
program dari dewan itu juga memperhatikan aspirasi dari masyarakat, tentu
dia sudah sesuai dengan aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Dewan
itu kan ada sistem reses, dari situ mereka menjaring aspirasi masyarakat dari
konstituennya di dapil masing-masing, yang artinya mereka sudah
memenuhi ketentuan apa yang diinginkan dalam rangka menampung aspirasi
dari konstituen maupun masyarakat.20
Dari pernyataan tersebut disimpulkan bahwa memang dalam menjalankan
fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD itu tentu sudah sesuai dengan
aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Pada dasarnya, tokoh masyarakat
mempunyai peran penting dalam kegiatan penyelenggara pemerintah daerah Kota
Bekasi, karena tokoh masyarakat mempunyai kedekatan ikatan emosional dengan
masyarakat, maka untuk mengakomodir berbagai gagasan-gagasan untuk
kepentingan masyarakat, tokoh masyarakat diharapkan mampu menyerap setiap
kebijakan penyelenggara pemerintah daerah.
19
Wawancara Pribadi dengan Anim Imamuddin, sebagai anggota komisi IV DPRD Kota
Bekasi, pada 10 April 2018 di Kediaman Anim Imamuddin. 20
Wawancara Pribadi dengan Abdul Manan, sebagai tokoh masyarakat Kota Bekasi, pada 07
Agustus 2018 di Kota Bekasi.
63
Pada dasarnya pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Bekasi
merupakan bagian yang sangat penting dalam penyelenggara pemerintahan, tanpa
adanya fungsi tersebut, kekuasaan suatu negara akan berjalan sesuai kehendak dari
sang penguasa.
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kota Bekasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan dengan cara:
a. Melakukan pengawasan langsung atau monitoring di setiap instansi terkait
pelayanan publik seperti dinas pendidikan, dinas kesehatan, dinas sosial,
dinas pekerjaan umum dan penataan ruang dan yang lainnya.
b. Menindaklanjuti aspirasi dan laporan masyarakat dengan baik terkait adanya
temuan-temuan permasalahan dari pemerintah daerah
c. Mengevaluasi atas laporan dari tiap komisi dan dinas terkait
d. Menindaklanjuti hasil pengawasan yang sudah dilakukan
2. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Bekasi sudah sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,
yang salah satunya fungsi pengawasan itu dapat menjaring aspirasi masyarakat di
Kota Bekasi, dengan menerima laporan atau aduan masyarakat Kota Bekasi
terhadap permasalahan atas ketidakpuasan suatu pelayanan tetapi dalam
pelaksanaannya masih belum optimal dikarenakan masih terdapat hambatan
dalam melakukan pengawasan.
65
B. Rekomendasi
1. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD sebaiknya dilakukan secara
integritas sebagaimana yang telah disepakati oleh pakta integritas oleh masing-
masing anggota DPRD tersebut, sehingga pengawasan yang dilakukan itu bisa
dilakukan secara efektif dan efisien tidak hanya untuk kepentingan individu atau
partai tertentu. Oleh karenanya untuk memberikan pengawasan yang efektif dan
efisien yang dilakukan oleh DPRD terhadap pemerintah daerah terutama dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan secara terus menerus, tidak hanya
dilakukan pengawasan yang bersifat formal. Sehingga masyarakat yang diwakili
oleh anggota parlemen sebagai representasi rakyat terwakili atas kepuasan
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Disamping itu anggota parlemen harus mengetahui dasar-dasar hukum atau
aturan hukum mengenai pelayanan publik untuk menghindari retorika politis dari
aparatur pemerintah daerah.
2. Pelaksanaan masa reses harus digunakan sebaik-baiknya karena pada masa reses
itu merupakan proses penjaringan aspirasi masyarakat di daerahnya, sehingga
efektif penyelenggaraan dan pemanfaatan sebagai wakil rakyat bukan untuk
kepentingan individu.
66
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Azhary, M. Tahir, Negara Hukum. Jakarta: Kencana, 2004.
Dwiyanto, Agus. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005.
Fadjar , A. Mukthie, Tipe Negara Hukum. Malang: Bayumedia, 2005.
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat. Surabaya: Bina Ilmu,
1987.
Irinato, Sulistyowati dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan
Refleksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009.
Kota Bekasi, Sekretariat DPRD, Selayang Pandang DPRD Kota Bekasi 2014-
2019. Bekasi: Humas Setwan Kota Bekasi, 2014-2019.
Manullang,M, Dasar-Dasar Manajemen.Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2009.
Marbun, BN, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2006.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, cet.IV. Jakarta: Kencana, 2008.
____________________. Penelitian Hukum, cet.VII. Jakarta: Kencana, 2011.
Moenta, Andi Pangerang dan Syafa’at Anugrah Pradana, Pokok-Pokok Hukum
Pemerintahan Daerah. Depok: RajaGrafindo Persada, 2018.
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 2007.
Sarundajang, S.H, Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah. Jakarta: Kata
Haspa, 2005.
67
Sinamo, Nomensen. Hukum Pemerintahan Daerah. Jakarta: Pustaka Mandiri,
2010.
Sirajuddin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik, Menuju
Peradilan Yang Bersih dan Berwibawa. Bandung: PT.Citra Aditya
Bakti, 2006.
Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2010.
________________. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
________________. Sosiologi Suatau pengantar. Bandung: Rajawali Pers, 1996.
Syahrani, Riduan, Kata-Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum. Bandung: Alumni,
2009.
Sunindhia, W, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah. Jakarta:Bina
Aksara, 1987.
Triwulan, Titik, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara Indonesia. Jakarta: Kencana, 2011.
Tjiptono, Fandy, Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: Andi Offset, 2000.
Prayudi, Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.
Program, Local Governance Support. Pengawasan DPRD Terhadap Pelayanan
Publik. Jakarta: Bursa Efek Indonesia, 2009.
Ridwan, Juniarso dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa, 2009.
Wasistiono, Sadu dan Yonatan Wiyos, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Bandung: Fokus Media, 2009.
Widjaja, Haw, Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Perkasa, 2005.
Qamar, Nurul, Negara Hukum atau Negara Undang-Undang. Makassar: Pustaka
Refleksi, 2010.
68
JURNAL
Maulana, Ridwan dkk, Jayagiri Menjadi Kota Bekasi, Jurnal Tata Kota Bekasi,
Pemerintahan Kota Bekasi. 16 Maret 2018, jurnal 4.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
WEBSITE
BPS Kota Bekasi, Kependudukan,
https://bekasikota.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/9 diunduh pada
16 Maret 2018
Pemerintahan Kota Bekasi, Lambang Daerah Kota Bekasi,
http://bekasikota.go.id/pages/lambang-daerah-kota-bekasidiunduh pada
16 Maret 2018
WAWANCARA
Wawancara Pribadi dengan Anim Imamuddin, sebagai anggota komisi IV DPRD
Kota Bekasi, pada 10 April 2018 di Kediaman Anim Imamuddin.
Wawancara Pribadi dengan MIV. Enie Widhiastuti sebagai anggota komisi III
DPRD Kota Bekasi, pada 22 Mei 2018 di Ruang Komisi III DPRD Kota
Bekasi.
Wawancara Pribadi dengan Abdul Manan sebagai Tokoh Masyarakat Bekasi,
pada 07 Agustus 2018 di Kota Bekasi
69
Lampiran 1
70
Lampiran 2
71
Lampiran 3
72
Lampiran 4
HASIL WAWANCARA
IMPLEMENTASI FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH (DPRD) KOTA BEKASI PERIODE 2014-2019
DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
IDENTITAS NARASUMBER
Nama : Anim Imamuddin, S.E., M.M
Jabatan : Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi
1. DPRD Kota Bekasi mempunyai beberapa fungsi yang salah satunya fungsi
pengawasan, salah satu yang diawasi yaitu penyelenggaraan pemerintah
daerah menurut bapak dalam menjalankan fungsi pengawasan terutama
dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Kota Bekasi, Bagaimana cara
atau sistem DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan tersebut?
Kita lihat dari skala prioritas, seperti kesehatan. Kesehatan itu sangat
penting ya bagi masyarakat di Kota Bekasi. Dalam bidang pelayanan
kesehatan anggaran 150 miliar, kita lihat bagaimana pelayanan
kesehatan tersebut, apakah sudah dirasakan oleh masyarakat dengan
adanya program Kartu Sehat atau untuk menikmati pelayanan gratis
di seluruh Rumah Sakit di Kota Bekasi, Ini salah satunya yang kita
kunjungi di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi dengan
menemui kepala Rumah Sakit dan menanyakan apakah berjalan
dengan baik atau tidak, kalau terjadinya ketidaksesuaian dengan
SPM yang ada akan kita lakukan evaluasi dengan instansi terkait
dalam sehari itu kita awasi pelayanannya terjun langsung berupa
sidak atau dialog, ada juga pengaduan masyarakat. Selanjutnya
73
bidang Pendidikan, di Kota Bekasi Pendidikan wajib 9 tahun itu
gratis dr SD-SMP, kalau SMA sudah ditangani anggaran provinsi.
Terus lagi Bidang ekonomi, salah satunya pendapatan daerah, sistem
pengawasannya dengan mengawasi pelayanan pajak, pelayanan
pembuatan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan),dan sebagainya, kita
lihat apakah itu semya sesuai target atau tidak. Contoh nya PAD
(pendapatan asli daerah) Kota Bekasi itu kita awasi dari anggaran
yang kita keluarkan dan hasilnya apakah sesuai dengan target atau
tidak selanjutnya akan kita evaluasi.
Dan juga setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di Kota
Bekasi selalu membuat laporan dan hasilnya kita lihat apakah
laporan tersebiut sudah tercapai dan kalua tidak tercapai kita
evaluasi.
2. Dalam hal mengawasi, apakah DPRD Kota Bekasi telah menyiapkan
agenda pengawasan?berupa jadwal-jadwal yang sudah ditentukan?
Ya, Pastinya. Itu di serahkan di komisi masing-masing dari komisi 1,
komisi 2, komisi 3, dan komisi 4 sudah mempunyai rencana kerja,
bagaimana mengevaluasi dari kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah daerah itu dibahas bersama, kita buat program kerja
minggu ke 1 melakukan sidak, memangil, atau dialog ke dinas-dinas
terkait pelayanan publik. Kita mempunyai rencana kerja sesuai alat
kelengkapan dewan ke SKPD terkait, kita lakukan penjadwalan
bulan ini ke dinas kesehatan selanjutnya ke dinas lainnya, ada juga
kunjungan keluar kota maupun provinsi.
3. Apa indikator dari sektor pelayanan publik?
Kota Bekasi bukan lagi sebagai penyangga ibukota tetapi sebagai
kemitraan ibukota. Sebagai kemitraan ibukota kita lihat bagaimana
memperbaiki infrastruktur, kalau infrasturktur belum terpenuhi
74
seperti ruang-ruang publik kita lihat seperti halte atau taman-taman
belum tercipta, nah itu merupakan salah satu indikator pelayanan
publik yang rendah. Selanjutnya Aparatur pembuat kebijakan yang
harus semakin ditingkatkan lalu mendorong fungsi pengawasan
DPRD agar terus berjalan
4. Apa arti sendiri dari manfaat pengawasan DPRD Kota Bekasi?
Agar pemerintah (eksekutif) tidak sewenang-wenang dalam
menjalankan aturan atau hak-haknya, pemerintah sebagai lembaga
eksekutif dan DPRD sebagai lembaga legislatif harus seiring sejalan
dan sinergi. Sinergi disini berarti memperjuangkan aspirasi,
keinginan dan kebutuhan masyarakat.
5. Faktor apa yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pelayanan publik?
-Pemahaman masyarakat dengan adanya peraturan daerah yang
dikeluarkan Pemerintah Daerah, masyarakat harus lebih responsif
juga terkait hal-hal kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah.
-Peran aktif anggota DPRD Kota Bekasi terhadap temuan-temuan
permasalahan yang terjadi di Kota Bekasi.
-Partisipasi masyarakat terkait dikeluarkannya peraturan daerah.
-Hubungan kerja yang bersinergi antara DPRD Kota Bekasi dengan
pemerintah daerah Kota Bekasi.
6. Faktor apa saja yang menjadi penghambat DPRD Kota Bekasi dalam
melaksanakan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan
publik?
75
a) Kepentingan politis. DPRD merupakan kumpulan dari partai
politik, mau tidak mau dalam agenda seperti pileg, pilkada,
maupun pilpres iyu merupakan titik kelemahan DPRD Kota
Bekasi dalam menjalankan fungsi pengawasan. Sampai juni pun
nanti kurang efektif dan setelah itu bertemu lg masa pilpres itu
tambah tidak konsentrasi lagi dalam melakukan sebuah
pengawasan. Ya paling efektif bekerja dalam 5 tahun itu ya hanya
3 tahun saja, yang 2 tahun dipakai pileg, pilkada, pilpres.
b) Karakter aparatur yang kurang baik, yang tidak mau
menjalankan SOP yang ada. Ya pemerintah daerah kurang
responsif,kadang-kadang dinas terkait ini tidak memberikan data
yang transparan. Kita juga menunggu dari aduan atau laporan
masyarakat
c) Faktor anggaran yang tidak terpenuhi.
d) Tidak adanya tenaga ahli. Kita mengusulkan untuk adanya tenaga
ahli yang bisa menilai, mengevaluasi, cukup banyak waktu
terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah Kota Bekasi
7. Apakah di tiap anggota DPRD itu, kemampuan SDM nya sudah
mencukupi dari kinerja untuk fungsi pengawasan itu sendiri?
Ya, sudah. Karena di DPRD Kota Bekasi ini memamg menempatkan
seseorang atau anggota DPRD itu sesuai dengan kemampuan atau
keahlian yang dimiliki ke dalam komisi terkait.
76
8. Apakah bentuk dari pengawasan DPRD Kota Bekasi itu sudah dijalankan
dengan baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku?
Bentuk pengawasan DPRD yaitu melakukan rapat dengar pendapat
yang dilakukan setiap 1 bulan sekali dilakukan secara rutin,
kunjungan kerja berupa sidak ke dinas terkait, studi banding ke
daerah yang berbeda.
77
Lampiran 5
HASIL WAWANCARA
IMPLEMENTASI FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH (DPRD) KOTA BEKASI PERIODE 2014-2019
DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
IDENTITAS NARASUMBER
Nama : MIV.Enie Widhiastuti
Jabatan : Anggota Komisi III DPRD Kota Bekasi
1. Berapa anggaran yang dibutuhkan dari tiap pelayanan dasar di Kota
Bekasi?
APBD tahun 2018 ini sebesar 5,8 triliun, APBD tersebut dibagi
menjadi belanja langsung dan belanja tidak langsung. Anggaran yang
dibutuhkan itu sesuai dengan ajuan dari masing-masing dinas dan
dilihat sesuai kebutuhannya
2. Anggaran itu untuk apa saja?
Tergantung dari ajuan masing-masing dinas
3. Bagaimana cara pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Bekasi
setelah anggaran itu dicairkan?
Pengawasan yang dilakukan DPRD yaitu dilakukan dengan masing-
masing domain, seperti komisi I yang mengawasi di bidang
pemerintahan, komisi II pengawasaanya lebih ke pembangunan,
komisi III pengawasannya ke perekonomian, dan komisi IV
pengawasannya ke kesejahteraan rakyat. Terkait APBD yaitu
merupakan mitra kerja komisi III yang membidangi perekonomian
78
dan keuangan, tiap minggu komisi III mendapat laporan dari
Bapenda (Badan Pendapatan Daerah), pengawasan dilakukan dengan
mendapat laporan dari Bapenda tersebut dan hasilnya selalu kita
evaluasi apakah sesuai target atau tidak. Sepanjang ini evaluasi sesuai
dengan target yang ditentukan
4. Apakah pemerintah daerah menjalankan saran yang diberikan oleh DPRD?
Ya, kita melakukan evaluasi nanti dari kita diberikan saran atas hasil
yang sudah ada dan selanjutkan akan dijalankan oleh pemerintah
daerah.
5. Apakah ada penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah setelah
anggaran itu diputuskan?
Kalau penyimpangan sih tidak. Ya paling hanya saja tidak sesui
dengan target. Pun kaau ada penyimpanganpasti ketahuan dari awal.
Per triwulan itu kita evaluasi, dari situ bisa ketahuan ada
penyimpangan atau tidak. Target selalu kita utamakan.
79
Lampiran 6
HASIL WAWANCARA
IMPLEMENTASI FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH (DPRD) KOTA BEKASI PERIODE 2014-2019
DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
IDENTITAS NARASUMBER
Nama : Abdul Manan
Jabatan : Tokoh Masyarakat Kota Bekasi
1. Bagaimana menurut bapak, melihat kinerja fungsi pengawasan yang dilakukan
DPRD Kota Bekasi terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah terkait
penyelenggaraan pelayanan publik ?
Ya, jadi DPRD itu mempunyai tata tertib, dan di dalam tata tertib itu
sudah dibagi-bagi komisi, komisi itu ada yang membidangi
pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Tentu akan
dilakukan oleh komisi yang memang membidangi administrasi
kepegawaian, pemerintahan maupun pengawasan. Dan itu pasti mereka
menjalankannya.
2. Apakah dalam fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD Kota Bekasi sudah
sesuai dengan aturan dan memenuhi kebutuhan masyarakat?
Ya, dewan dalam rangka melakukan pengawasan disamping memang
menjadi program dari dewan itu juga memperhatikan aspirasi dari
masyarakat, tentu dia sudah sesuai dengan aspirasi yang disampaikan
oleh masyarakat.
80
3. Apakah DPRD Kota Bekasi sudah melakukan aspirasi masyarakat Kota
Bekasi dengan baik?
Ya sudah, karna kan ada sistem reses, dari situ mereka menjaring
aspirasi masyarakat dari konstituennya di dapil masing-masing, yang
artinya mereka sudah memenuhi ketentuan apa yang diinginkan dalam
rangka menampung aspirasi dari konstituen maupun masyarakat.
4. Bagaimana hasil pengawasan sudah di implementasikan ke publik?apakah
hanya untuk kepentingan parlemen dan pemerintah saja?
Tidak, hasil pengawasan itu tentu disampaikan kepada pemerintah,
karena haknya dewan itu menyampaikan pandangan kepada pemerintah
terhadap hal-hal yang ditemukan oleh dewan, itu tidak hanya
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah saja tapi
anggaran, pembangunan. Dan itu akan disampaikan ke pemerintah pada
saat rapat antara dinas dengan komisi yang bersangkutan. Maupun ke
publik jugaa.
5. Sejauh mana peran bapak sebagai tokoh masyarakat yang juga sebagai ketua
FKUB Kota Bekasi terhadap fungsi pengawasan DPRD Kota Bekasi dan
kinerja pemerintah daerah khususnya dalam penyelenggaraan pelayanan
publik?
Baik dewan maupun pemerintah daerah dalam menjalankan pelayanan
publik , saya melihatnya sudah cukup meningkat dibanding masa-masa
lalu. Contohnya pemerintah daerah membuat semacam pelayanan yang
ada di mall, yang itu artinya dalam rangka meningkatkan pelayanan
publik supaya publik itu tidak terlalu susah, dengan dibukanya semacam
itu pelayanan akan semakin lancar. Saya sebagai tokoh masyarakat
81
mengikuti saja dan saya juga tentu dalam hal ini suka diminta
pertimbangan-pertimbangan.
6. Apa harapan bapak terhadap peran DPRD Kota Bekasi dan pemerintah daerah
Kota Bekasi?
Harapan saya dewan bisa lebih meningkatkan kinerjanya khususnya
dalam rangka menampung aspirasi masyarakat untuk mengembangkan
pembangunan di Kota Bekasi, karena aspirasi-aspirasi inilah yang harus
diperjuangkan oleh anggota dewan. Untuk pemerintah daerah juga
cukup cerdas dalam melakukan kegiatan pembangunan ini dan hasilnya
ya cukup memuaskan.
82
Lampiran 7
Foto Wawancara dengan Anim Imamuddin, S.E.,M.M
Pada Tanggal 10 April 2018 di Kediaman Rumah Pribadi
83
Lampiran 8
Foto Wawancara dengan MIV. Enie Widhiastuti
Pada Tanggal 22 Mei 2018 di Ruang Komisi III DPRD Kota Bekasi
84
Lampiran 9
Foto Wawancara dengan Abdul Manan
Pada Tanggal 07 Agustus 2018 di Kota Bekasi