implementasi kebijakan publik- working paper
TRANSCRIPT
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
1 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
Studi Implementasi
Kebijakan Publik
Konsep studi implementasi kebijakan publik dimulai pertama kali pada tahun 1973 yang
dilakukan oleh jeffrey L. Pressman dan Aaron Wildavsky dalam bukunya yang berjudul
“Implementaion: How Great Expectations in Washington Are Dashed in Oakland”. Dalam buku
tersebut Pressman dan Wildavsky menjelaskan mengenai bagaimana suatu kebijakan publik,
yang ditetapkan oleh Pemerintah Amerika yang didukung oleh Kongres, untuk mengurangi
tingkat pengangguran diimplementasikan di Kota Oakland. Secara umum dalam generasi
pertama ini mengemukaan mengenai: (1) mengelola pergeseran fokus dari sebuah proposal
menjadi suatu aturan dan bagaimana aturan menjadi program; (2) menggambarkan
kompleksitas dan dinamika sifat dari implementasi; (3) menekankan pada pentingnya suatu
subsistem kebijakan dan kesulitan suatu subsistem dalam menghasilkan koordinasi dan
pengendalian; (4) mengidentifikasi sejumlah faktor‐faktor yang seolah‐olah menjadi pemicu
hasil sebuah program yang biasanya kekurangan ekspektasi; dan (5) mendiagnosa beberapa
patologi yang secara periodik mempengaruhi aktor yang melaksanakan implementasi.
Perkembangan berikutnya merupakan generasi kedua dalam studi implementasi, pada
tahun 1975 Daniel Mazmanian dan Paul Saatier menulis buku yang berjudul “Implementation
and Public Policy”, Donald S. Van Meter dan Carls E. Van Horn menulis buku yang berjudul ”The
Policy Implementation Process: A Conceptual Framework in Administration and Society” dan
“Merilee S. Grindle menulis buku yang berjudul “Politics and Policy Implementation in The Third
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
2 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
World”. Secara umum dalam generasi kedua ini mengemukaan mengenai: (1) bentuk kebijakan
dan kontennya; (2) organisasi dan sumber dayanya; (3) pelaku termasuk didalamnya mengenai
telenta‐talenta, motivasi‐motivasi, kecenderungan‐kecenderungan, dan hubungan/ relasi antar
personal termasuk pola komunikasinya.
Generasi ketiga dalam studi implementasi muncul pada tahun 1990 yang doimotori oleh
Malcolm L. Goggin, Ann O’M Bowman, James Lester dan lautence J O’toole dengan bukunya
yang berjudul “Implementation Theory and Practice – Toward a third Generation”.Dalam
generasi ketiga terebut lebih ditekankan pada pendekatan scientific yang mengintegrasikan
pertimbangan‐pertimbangan utama dengan variabel‐variabel penelitian top‐down dan bottom‐
up.
Berikut ini adalah uraian singkat mengenai apa dan bagaimana studi implementasi
sesuai dengan perkembangan teori studi impelentasinya:
Generasi Pertama
Generasi pertama yang dipelopori oleh Pressman dan Wildavsky (1973), dimana hasil
studinya menekankan pada perubahan fokus dari bagaimana suatu proposal menjadi sebuah
aturan, dan bagaimana suatu aturan menjadi sebuah program, dan menjelaskan mengenai
kompleksitas, kesulitan, dan tingkat kejadian kesalahan yang muncul dalam proses
implementasi. Dalam penelitiannya, Pressman dan Wildavsky menggunakan asumsi bahwa
proses kebijakan dilakukan secara top‐down dan bersifat linier yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah. Model ini mengasumsikan bahwa implementasi harus merupakan proses yang
linier yang mana arah kebijakan diterjemahkan menjadi aktivitas‐aktivitas program dengan
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
3 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
sedikit mungkin adanya deviasi. Model ini mensarankan bahwa pembuat kebijakan merupakan
satu‐satunya aktor penting sehingga aktor‐aktor di tingkat organisasi hanya bertugas untuk
melaksanakan proses implementasi dengan benar.
Pemikiran utama dari Pressman dan Wildavsky bahwa studi implementasi tidak dapat
memisahkan antara mendesain kebijakan dengan implementasinya, karena jika tindakan itu
dilakukan merupakan tindakan yang fatal. Implementasi merupakan kemampuan mencapai
konsekuensi‐konsekuensi yang diprediksi setelah kondisi‐kondisi awal dapat dipenuhi, akan
tetapi implementasi bukan dimaksudkan untuk menciptakan kondisi‐kondisi awal tersebut.
Legislasi harus memiliki komitmen dalam memberikan persetujuan dan pendanaan sebelum
pelaksanaan implementasi untuk mengamankan hasil (outcomes) yang telah diprediksi.
Kelemahan dalam implementasi tidak dapat diartikan sebagai suatu kegagalan dalam
menjalankan kebijakan tetapi merupakan suatu ketidakmampuan untuk mengikuti apa yang
telah ditetapkan. Oleh karena itu implementasi harus dilihat sebagai suatu proses interaksi
antara penyusunan tujuan‐tujuan (setting of goals) dengan tindakan‐tindakan yang dirancang
untuk mencapai tujuan‐tujuan tersebut. Dengan kata lain, mempelajari proses implementasi
juga harus memahami mengenai proses penyusunan tujuan‐tujuan atau kebijakan yang akan
mengarahkan suatu implementasi, dengan menitikberatkan perhatian pada posisi struktural
mereka yang menetapkan target (para pengambil kebijakan) dan mereka yang harus
mengimplementasikannya (para birokrat).
Studi implementasi berbeda dengan evaluasi kebijakan atau sekarang yang dikenal
dengan analisis kebijakan. Studi implementasi memberikan pondasi bagi evaluasi kebijakan,
dimana studi implementasi didasarkan kesadaran yang kuat pada sasaran‐sasaran yang telah
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
4 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
ditetapkan sebelumnya dan konsekuensi‐konsekuensi kedepan yang memiliki atau tidak
memiliki kesesuaian dengan harapan sebenarnya, sedangkan evaluasi menitikberatkan pada
bagaimana hasil dari implementasi kebijakan tersebut, apakah baik atau buruk dengan
melakukan observasi pada perbedaan antara konsekuensi yang diharapkan dengan yang
sebenarnya dicapai.
Jika ide Pressman dan Wildavsky kami gambarkan dalam suatu diagram, maka studi
implementasi adalah sebagai berikut:
Desain Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Kinerja Kebijakan
Interaksi
• Definisi permasalahan kebijakan
• Latar belakang Kepentingan para perumus kebijakan
• Konteks kebijakan
• Komitmen
• Sasaran kebijakan
Perumus Kebijakan
Implementor kebijakan
Capaian atas hasil yang diharapkan
• Kepemimpinan
• Komitmen
• Perencanaan • Dukungan Finansial
• Dukungan Staff yang profesional
• Koordinasi • Sinkronisasi • Prosedur • Ketepatan waktu • Bebas pengaruh
Studi Implementasi
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
5 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa studi implementasi dimulai dari para
perumus kebijakan yang terdiri dari Legislatif (DPR di tingkat pusat dan DPRD di tingkat daerah),
dan eksekutif (Presiden, Menteri/ Ketua LPND, Kepala Daerah, dan Kepala
Dinas/Badan/Kantor), yang akan menghasilkan desain kebijakan yang akan menjadi arahan bagi
implementor kebijakan (Departemen/ LPND, Dinas/Badan/Kantor, dan lembaga lain yang
terlibat dalam implementasi) untuk mengimplementasikan kebijakan agar konsekuensi atau
hasil dari kebijakan dapat dicapai.
Para pengambil kebijakan dalam mendesain kebijakan mempertimbangkan hal‐hal
sebagai berikut:
1) Definisi permasalahan kebijakan, yaitu kebutuhan, nilai atau kesempatan yang diinginkan
oleh publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Contohnya: permasalahan tingginya
tingkat pengangguran, tidak adanya lahan pekerjaan, kerusuhan, kemiskinan, dan lain‐lain;
2) Latar belakang kepentingan para perumus kebijakan,yaitu apa saja yang melatarbelakangi
para aktor dalam merumuskan kebijakan. Contohnya: hubungan relasi, kepentingan politik
tertentu, situasi politik, waktu dan tempat;
3) Konteks Kebijakan, yaitu apa yang mendasari penetapan desain kebijakan. Contohnya:
memecahkan masalah kebijakan, mendukung kepentingan politik tertentu, mendukung
kepentingan kelompok tertentu, dan kepatuhan;
4) Komitmen, yaitu komitmen akan adanya dukungan politik dan dukungan sumber daya
finansial atas kebijakan yang ditetapkan.
5) Sasaran kebijakan, yaitu apa dan siapa yang akan menjadi target dari kebijakan yang akan
ditetapkan.
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
6 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
Implementor kebijakan agar dapat mengimplementasikan kebijakan dengan baik
dipengaruhi oleh hal‐hal berikut:
1) Kepemimpinan. Organisasi implementor harus memiliki pemimpin yang dapat
mengarahkan seluruh aktivitas organisasi untuk mencapai hasil yang telah diprediksi
oleh perumus kebijakan. Kepemimpinan memiliki peran untuk menentukan hal‐hal
yang harus dilaksanakan oleh organisasi agar mampu menterjemahkan apa yang
menjadi tujuan dari kebijakan.
2) Komitmen. Upaya‐upaya yang dilakukan oleh implementor harus didukung oleh
komitmen yang kuat dari seluruh komponen organisasi mulai dari pimpinan sampai
dengan staff, karena tanpa adanya komitmen, konsekuensi‐konsekuensi yang telah
diprediksi akan sulit untuk dapat dicapai.
3) Perencanaan. Setiap kebijakan atau program yang telah ditetapkan oleh para
perumus kebijakan harus direncanakan dengan baik oleh implementor sebelum
diimplementasikan. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang mampu
menterjemahkan tujuan kebijakan atau program ke dalam aktivitas‐aktivitas yang
terarah sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga hasil yang diharapkan
(desired outcomes) dapat dicapai.
4) Dukungan finansial. Setiap kebijakan akan memiliki konsekuensi finansial, oleh
karena itu implementasi kebijakan membutuhkan dukungan finansial yang mampu
menjaga keberlangsungan implementasi kebijakan tersebut.
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
7 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
5) Dukungan staff yang profesional. Pihak yang secara langsung menjadi implementor
di lapangan untuk menjalankan aktivitas‐aktivitas sesuai dengan perencanaan yang
telah ditetapkan adalah staff, oleh karena itu agar implementasi dapat berjalan
dengan baik dibutuhkan adanya dukungan staff yang memiliki kompetensi dan
kapabilitas yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
6) Koordinasi. Implementor kebijakan bukanlah pihak yang berdiri sendiri tetapi
merupakan pihak‐pihak yang saling memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya,
oleh karena itu agar implementasi kebijakan dapat dijalankan sesuai dengan
tujuannya perlu adanya koordinasi diantara pihak‐pihak tersebut.
7) Sinkronisasi. Untuk menghindarkan persepsi yang berbeda diantara implementor,
perlu adanya sinkronisasi mengenai teknis implementasi kebijakan tersebut.
8) Sistem dan prosedur. Kejelasan dan keteraturan langkah penerapan kebijakan
memerlukan adanya sistem dan prosedur yang baku yang dapat dijadikan pedoman
oleh seluruh pihak yang mengimplementasikan kebijakan tersebut.
9) Ketepatan waktu. Proses implementasi merupakan tahapan yang sequential yang
saling berkaitan sehingga jika salah satu tahapan implementasi tidak dilaksanakan
tepat waktu maka tahapan‐tahapan berikutnya juga akan terpengaruh oleh
keterlambatan tersebut.
10) Bebas pengaruh. Intervensi dalam proses implementasi akan berakibat pada
ketidakkonsistenan implementor dalam mengimplementasikan kebijakan yang pada
akhirnya tujuan utama dari kebijakan tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
8 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
implementor harus bebas pengaruh pada saat pelaksanaan implementasi kebijakan
apabila kebijakan tersebut telah dapat ditetapkan dengan baik.
Hal penting lainnya agar kebijakan dapat dipersepsikan dan diimplementasikan dengan
baik oleh implementor, adalah adanya interaksi antara pihak yang merumuskan kebijakan
dengan pihak yang mengimplementasikan kebijakan tersebut. Pihak yang merumuskan
kebijakan membutuhkan data dan informasi yang akurat yang akan digunakan untuk
mendesain kebijakan, akan tetapi mereka tidak memiliki infrastruktur yang baik untuk
mendapatkan data dan informasi tersebut. Ketersediaan data dan informasi akan dapat
dipenuhi dengan baik oleh implementor karena mereka memiliki infrastruktur yang memadai
untuk dapat mencari data, mengolahnya dan menjadikannya informasi yang berguna bagi para
perumus kebijakan. Di pihak lain, menterjemahkan suatu kebijakan menjadi program‐program
dan aktivitas‐aktivitas yang spesifik oleh implementor tidak akan efektif jika tidak melakukan
interaksi berupa komunikasi dengan para perumus kebijakan.
Metode yang dikembangkan dalam penelitian adalah metode kualitatif‐deskriptif
dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang lebih didominasi oleh interview dan
observasi.
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
9 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
Generasi Kedua
Generasi ini sudah menggunakan analytical frameworks untuk memberi arah penelitian
pada fenomena yang kompleks dari implementasi kebijakan. Penekanan yang diutamakan
dalam generasi kedua adalah:
1) Bentuk kebijakan dan kontennya
2) Organisasi dan sumber dayanya
3) Pelaku – yang berhubungan dengan talenta‐talentanya, motivasi‐motivasinya,
kecenderungan‐kecenderungan, dan hubungan/ relasi antar personal termasuk pola
komunikasinya.
Selain itu beberapa hal penting lainnya yang dikembangkan dalam analytical
frameworksnya adalah:
1) Pengakuan bahwa implementasi mengalami perbedaan sesuai dengan perjalanan waktu,
berbagai kebijakan yang berbeda, dan dari satu negara ke negara lainnya;
2) Identifikasi siapa saja aktor yang dapat menjelaskan variasi‐variasi tersebut;
3) Adanya pertentangan dari berbagai permasalahan sulit yang berkaitan dengan proses dari
penelitian sistematis empiris dalam sub disiplin ilmu tersebut.
Untuk melihat perbedaan antara generasi pertama dengan generasi kedua, kami akan
mencoba mengupas teori yang dikemukakan oleh Merilee S. Grindle dalam bukunya “Politics
and Policy Implementation in the Third World”.
Grindle mendefinisikan implementasi sebagai suatu upaya untuk menciptakan
hubungan yang memungkinkan tujuan‐tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai
suatu hasil dari aktivitas‐aktivitas pemerintahan. Upaya‐upaya tersebut merupakan penciptaan
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
10 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
sistem penghantaran kebijakan berupa alat‐alat khusus yang didesain dan dicapai dengan suatu
harapan untuk dapat mewujudkan hasil akhir sesuai dengan yang telah diperkirakan. Sehingga
kebijakan publik ‐ sebagai suatu pernyataan yang luas dari tujuan, sasaran dan perangkatnya ‐
diterjemahkan kedalam program aktivitas yang bertujuan untuk mencapai hasil akhir dari suatu
kebijakan.
Implementasi kebijakan merupakan suatu fungsi dari implementasi program dan
berpengaruh terhadap pencapaian outcome‐nya. Oleh karena itu studi terhadap proses
implementasi kebijakan hampir selalu menggunakan metode investigasi dan analisis dari
aktivitas program yang sesungguhnya yang telah didesain sebagai suatu alat untuk mencapai
tujuan kebijakan yang lebih luas.
Perbedaan yang jelas antara kebijakan dengan program dalam prakteknya sulit untuk
dibedakan. Terminologi kebijakan dan program selalu digunakan saling bergantian. Karena
implementasi kebijakan berkaitan dengan outcomes dari suatu program, maka sulit untuk
memisahkan hasil akhir kebijakan dari program utamanya. Implementasi kebijakan tergantung
dari implementasi program yang mengasumsikan program merupakan fakta yang sebenarnya
yang merupakan alat untuk mencapai tujuan dari kebijakan tersebut.
Implementasi merupakan proses umum dari aktivitas administrasi yang dapat
diinvestigasi pada tingkatan program yang spesifik. Keberhasilan atau kegagalan suatu
implementasi dapat dievaluasi berdasarkan kapasitas sesungguhnya dalam menghantarkan
program yang telah ditetapkan, sehingga keseluruhan implementasi kebijakan dapat dievaluasi
dengan cara mengukur pencapaian outcomes dari seluruh program terhadap tujuan kebijakan.
Proses implementasi secara umum dapat dimulai jika tujuan dan sasaran umum telah spesifik,
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
11 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
aktivitas program telah didesain, dan dana telah dialokasikan untuk mencapai tujuan tersebut.
Oleh karena itu proses formulasi kebijakan dapat diabaikan oleh proses implementasi kebijakan
dan program yang telah dijalankan.
Membedakan formulasi dan implementasi kebijakan dalam tataran praktek merupakan
hal yang cukup sulit, ketika terdapat feedback dari prosedur implementasi akan mengarahkan
pada modifikasi dalam tujuan dan arah dari kebijakan; atau jika ada permintaan untuk
memberikan interpretasi atau interpretasi ulang atas aturan dan pedoman maka akan
mengarahkan pada sekian banyak pertimbangan bagi pengambil kebijakan pada saat
mengimplementasikan kebijakan tersebut. Proses implementasi sangat dipengaruhi oleh
berbagai macam sasaran yang telah ditentukan secara spesifik dan dalam bentuk sesuai tujuan
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, formulasi keputusan akan ‐ dibuat atau tidak akan
dibuat – berkaitan dengan tipe kebijakan yang akan dicapai dan perubahan suatu program yang
akan dilaksanakan merupakan faktor‐faktor yang integral dalam menentukan seberapa
berhasilkah program tersebut akan dilaksanakan.
Berikut ini adalah diagram Model Implementasi Kebijakan yang dikembangkan oleh
Grindle:
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
12 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
Menurut Grindle kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang saling berbeda
lebih sulit diimplementasikan sehingga konten kebijakan merupakan salah satu faktor penting
yang harus diperhatikan dalam merumuskan suatu kebijakan, dan konteks kebijakan
mempengaruhi proses implemantasinya.
Yang dimaksud dengan konten adalah bahwa kebijakan yang akan diambil dipengaruhi
oleh:
1) Kepentingan yang dipengaruhi, bahwa setiap kebijakan yang akan diambil akan
mempertimbangkan dampak terhadap aktivitas politik yang di stimulasi oleh proses
pengambilan keputusan.
Tujuan kebijakan
Tujuan yang ingin dicapai
Program Aksi dan proyek individu yg didesain dan
dibiayai
Melaksanakan Kebijakan dipengaruhi oleh: (a) Isi Kebijakan
1. Kepentingan yg dipengaruhi 2. Tipe Manfaat 3. Derajat perubahan yang diharapkan 4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksana program 6. Sumber daya yang dilibatkan
(b) Konteks Implementasi
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik lembaga dan penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap
Program yang dijalankan seperti yang
direncanakan ?
Mengukur keberhasilan
Hasil Kebijakan: (a) Dampak pada
masyarakat, individu dan kelompok
(b) Perubahan dan penerimaan oleh masyarakat
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
13 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
2) Tipe manfaat, bahwa program yang memberikan manfaat secara kolektif akan
mendapatkan dukungan dalam implementasinya dan sebaliknya.
3) Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan yang mengharapkan
akan adanya sedikit perubahan perilaku di masyarakat akan mudah untuk
diimplementasikan, tetapi untuk program yang mengharapkan adanya perubahan yang
mendasar di masyarakat dalam jangka panjang akan sulit untuk diimplementasikan.
4) Letak pengambilan keputusan, bahwa setiap keputusan akan mempertimbangkan dimana
keputusan tersebut akan diambil, misalnya di tingkat Departemen (pemerintahan pusat)
atau ditingkat Dinas (pemerintahan daerah), dan akan berdampak pada tingkat
implementasi dari kebijakan tersebut.
5) Pelaksana program, bahwa keputusan yang dibuat dalam tahapan formulasi kebijakan
akan mengindikasikan siapa yang akan ditugaskan untuk melaksanakan berbagai macam
program, dan keputusan itu juga akan mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut akan
dicapai.
6) Sumber daya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil akan berakibat pada
pemenuhan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan program yang
telah ditetapkan.
Yang dimaksud dengan konteks adalah bahwa pelaksanaan implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh:
1) Kekuasaan, kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat, bahwa mereka yang akan
mengimplementasikan program mungkin akan mencakup partisipan tingkat pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah, baik itu kalangan birokrat, pengusaha maupun
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
14 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
masyarakat umum. Keseluruhan aktor tersebut mungkin secara intensif ataupun tidak,
tergantung konten dari program dan strukturnya dimana kebijakan tersebut dilaksanakan.
Mereka ikut terlibat dalam implementasi program, dan setiap masing‐masing aktor
memiliki kepentingan tertentu terhadap program tersebut dan mereka berusaha
mencapainya dengan membuat ketentuan‐ketentuan dalam prosedur alokasinya.
2) Karakteristik lembaga dan penguasa, bahwa apa yang diimplementasikan mungkin
merupakan hasil dari perhitungan politik dari kepentingan dan persaingan antar kelompok
untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas, respon dari petugas yang
mengimplementasikan, dan tindakan‐tindakan elit politik, semuanya berinteraksi dalam
konteks kelembagaan masing‐masing. Analisis atas implementasi dari program yang
spesifik dalam interaksinya akan mempertimbangkan penilaian kapabilitas kekuasaan dari
para aktor, kepentingan‐kepentingannya, dan strategi untuk mencapainya, serta
karakteristik dari penguasa.
3) Ketaatan dan daya tanggap, bahwa dalam upayanya untuk mencapai tujuan, birokrat
berhadapan dengan dua masalah yang timbul dari interaksi antara lingkungan program dan
administrasi program. Yang pertama, birokrat harus berhadapan dengan masalah yang
berkaitan dengan bagaimana menjaga ketaatan agar hasil akhir dari kebijakan dapat
dicapai walaupun mereka harus menangani berbagai interaksi diantara aktor yang
berkepentingan dalam implementasi kebijakan tersebut. Yang kedua, bagaimana
responsivitas dari birokrat terhadap keinginan‐keinginan dari mereka yang akan menerima
manfaat dari pelayanan yang diberikannya agar tujuan kebijakan dan program dapat
tercapai. Agar efektif, maka implementor harus memiliki keahlian dalam seni berpolitik dan
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
15 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
harus memahami dengan baik lingkungan dimana mereka akan merealisasikan kebijakan
publik dan program‐programnya.
Metode yang dikembangkan dalam penelitian adalah metode kuantitatif dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang lebih didominasi oleh survey dan observasi.
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
16 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
Generasi Ketiga
Dalam generasi ketiga ini, fokus pertanyaan ditekankan pada desain kebijakan dan
jejaring kebijakan serta implikasinya terhadap bagaimana keberhasilan dari implementasi
kebijakan tersebut merupakan hal terpenting yang akan dievaluasi. Atau dengan kata lain
seberapa baik suatu program dan kebijakan itu didesain akan mempengaruhi tingkat
keberhasilan dari implementasinya dalam jejaring kebijakan tertentu.
Dalam generasi ketiga ini telah mengembangkan suatu model proses implementasi yang
lebih scientific yang terintegrasi yang menjadi pertimbangan dan variabel‐variabel utama dalam
penelitian dengan pendekatan top‐down dan bottom‐up menjadi single framework.
Mengacu pada model yang dikembangkan oleh Malcolm L. Goggin (1990) yaitu model
komunikasi dalam impelementasi kebijakan antar pemerintahan (The Communication Model of
Intergovernmental Policy Implementation), bahwa model ini lebih melihat pada prilaku dari
agen‐agen pelaksana implementasi kebijakan. Model ini menggunakan teori komunikasi yang
menyediakan alat untuk memahami hubungan dalam implementasi kebijakan antar
pemerintahan. Untuk pemahaman yang lebih baik mengenai dinamika implementasi antar
pemerintahan dimana prosesnya yang dilaksanakan oleh agen‐agen pemerintah pusat yang
mempengaruhi pada pemerintah daerah, terdapat beberapa pertanyaan mendasar yaitu:
1) Kelembagaan pusat dan daerah yang mana yang terlibat dalam penetapan kebijakan
tentang bagaimana pemerintah harus melaksanakan implementasi?
2) Apa pola yang berpengaruh terhadap kelembagaan dan individual?
3) Apa kepentingan‐kepentingan dan motivasi‐motivasi dari administratur dan elit politik yang
menginterpretasi kebijakan pemerintah pusat?
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
17 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
4) Apa insentif dan hambatan‐hambatan yang mengarahkan agen‐agen tersebut dalam upaya
untuk mengimplementasikan kebijakan?
5) Bagaimana sifat dari proses pengambilan keputusan bersama mempengaruhi tindakan‐
tindakan sesungguhnya dari pemerintah dalam hubungannya dengan implementasi
kebijakan khususnya mengenai waktu dan apa serta bagaimana memodifikasi kebijakan
pada saat implementasi dilakukan?
Diagram “The Communications Models of Intergovermental Policy Implementation”
adalah sebagai berikut:
Independent Variables
Intervening Variables
Dependent Variables
Federal‐Level Inducement and
constraints
Feedback
State and local level inducement and constraints
State decisional Outcomes
State capacity
State implementation
(Feedback)
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
18 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
Secara konseptual proses implementasi selain dilaksanakan pada level pemerintah
daerah, juga menghasilkan produk (output dan outcomes) merupakan hasil dari pilihan pada
level pemerintah daerah tersebut. Pilihan keputusan dari pemerintah daerah bukan merupakan
pilihan yang kosong tanpa makna. Keputusan kebijakan pemerintah daerah tergantung dari
pengaruh eksternal dan internal pemerintahan (government). Perilaku implementasi dari
pemerintah daerah merupakan suatu fungsi dari insentif‐insentif dan keterbatasan‐
keterbatasan yang disediakan untuk atau merupakan stimulus yang ada pada pemerintah
daerah dari pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah pusat dalam sistem pemerintahan
negaranya. Insentif (inducement) merupakan faktor‐faktor – kondisi dan aksi – yang
menstimulasi implementasi sedangkan keterbatasan adalah kebalikannya.
Keputusan nasional yang memicu proses implementasi yang dipengaruhi oleh bentuk
dan konten, untuk berbagai tingkatan, pilihan dan perilaku dari agen‐agen ditentukan oleh
eksekusi yang diputuskan.
Dengan model komunikasi, variabel‐variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Untuk Menilai Proses Implementasi
Dependent Variabel:
‐ proses implementasi,
‐ outputs, dan
‐ outcomes.
Independent Variabel:
‐ Federal level inducement and constraints
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
19 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
o Menilai konten kebijakan
o Menilai kejelasan kebijakan
o Menilai konsistensi kebijakan
o Menilai bentuk kebijakan
o Menilai persepsi dari birokrat
‐ State and local inducement and constraints
o Menilai kekuatan dukungan koalisi
o Menilai atribut‐atribut pegawai yang terpilih dan dipilih
o Menilai konten dan bentuk dari komunikasi
o Menilai atribut dari koresponden
Intervening Variabel:
‐ Kapasitas organisasi
o Menilai unit organisasional
o Menilai Sumber daya keuangan
‐ Kapasitas ekologi
o Menilai Kapasitas fiskal State
o Menilai Kapasitas Politik State
o Menilai Kapasitas Situasional State
Metode yang dikembangkan dalam penelitian adalah metode kuantitatif dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang lebih didominasi oleh focus group discussion,
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
20 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
interview dan suvey. Sedangkan analisis atas data menggunakan time series analysis, dynamic
modeling, network analysis, discriminant analysis dan content analysis.
Working Paper: Studi Implementasi Kebijakan Publik
21 Ayi Riyanto, Ak., M.Si/ Oktober 2008
Daftar Pustaka
Barrett, Susan M. “Implementation Studies: Time For A Revival? Personal Reflections On 20
Years Of Implementation Studies”. Oxford. Blackwell Publishing Ltd. 2004.
Cline, Kurt D. “Defining the Implementation Problem: Organizational Management versus
Cooperation. “ Journal of Public Administration Research and Theory. 2000.
Denhardt, Janet V, and Robert B Denhardt. “The New Public Services‐ Serving, Not Steering”.
New York.M.E. Sharpe.Inc. 2003.
Exworthy, Mark and Martin Powell. “Big Windows and Little Windows: Implementation in The
Congested State”. Oxford. Blackwell Publishing Ltd. 2004.
Grindle, Merilee S. ”Politics and Policy Implementation in The Third World”. Ney
Jersey:Princeton University Press. 1980.
Lester, James P. and Malcolm L. Goggin. “Back To The Future: Rediscovery of Implementation
Studies”. Albuquerque. University of New Mexico. 1998
Lynn, Laurence E; Carolyn Heinrich; and Carolyn Hill. “Studying Governance and Public
Management: Chalengges and Prospects”. Journal of Public Administration Research
and Theory. 2000.
Meter, Donald S. Van and Carl E. Van Horn. ”The Policy Implementation Process: A Conceptual
Framework in Administration and Society”. Beverly Hills: Sage Publication. 1975.
Pressman, Jeffrey L and Aaron Wildavsky. “Implementation: How Great Expectations In
Washington Are Dashed In Oakland”. California.University of California Press. 1984.
Sabatier, Paul and Daniel Mazmanian. “Top‐Down and Bottom‐Up Approaches to
Implementation Research” In Journal of Public Policy. 1986.