implementasi pancasila diera setelah reformasi
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PANCASILA DIERA SETELAH REFORMASI
TUGAS MANDIRIMATA KULIAH PANCASILA
Disusun oleh :
Nama : Cecep Endang NPM : 150210076
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKAUNIVERSITAS PUTERA BATAM
TAHUN AJARAN 2015/2016
IMPLEMENTASI PANCASILA DIERA SETELAH REFORMASI
1. IMPLEMENTASI PANCASILASetelah bangsa Indonesia berhasil merebut kedaulatan dan berhasil
mendirikan negara merdeka, perjuangan belum selesai. Perjuangan malah
bisa dikatakan baru mulai, yaitu upaya menciptakan masyarakat yang
sejahtera lahir batin, sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945.
Para pendiri Negara (the founding father) telah sepakat bahwa kemerdekaan
bangsa akan diisi nilai-nilai yang telah ada dalam budaya bangsa, kemudian
disebut nilai-nilai Pancasila.
Pancasila mulai dibicarakan sebagai dasar negara mulai tanggal 1
Juni 1945 dalam sidang BPPK oleh Ir. Soekarno dan pada tanggal 18
Agustus 1945 Pancasila resmi dan sah menurut hukum menjadi dasar
negara Republik Indonesia. Kemudian mulai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 berhubungan dengan Ketetapan No.
I/MPR/1988 No. I/MPR/1993, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah Negara
Indonesia hingga sekarang.
Akibat hukum dari disahkannya Pancasila sebagai dasar negara,
maka seluruh kehidupan bernegara dan bermasyarakat haruslah didasari
oleh Pancasila. Landasan hukum Pancasila sebagai dasar negara memberi
akibat hukum dan filosofis; yaitu kehidupan negara dari bangsa ini haruslah
berpedoman kepada Pancasila. Bagaimana sebetulnya implementasi
Pancasila dalam sejarah Indonesia selama ini dan pentingnya upaya untuk
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila yang setelah reformasi mulai
ditinggalkan demi tegaknya persatuan dan kesatuan NKRI.
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara dapat dikatakan mulai
pada masa orde lama, tanggal 18 Agustus 1945 sehari setelah Indonesia
baru memproklamirkan diri kemerdekaannya. Apalagi Soekarno akhirnya
menjadi presiden yang pertama Republik Indonesia.
Pancasila yang merupakan dasar dan ideologi negara dan bangsa
wajib diimplementasikan dalam seluruh aspek kehidupan bernegara. Dalam
mewujudkan Pancasila melalui kebijakan ternyata tidaklah mulus, karena
sangat dipengaruhi oleh pimpinan yang menguasai negara, sehingga
pengisian kemerdekaan dengan nilai-nilai Pancasila menampilkan bentuk
dan diri tertentu.
A. MASA ORDE LAMAPada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma
yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik
ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh
kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari
masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama
adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam
sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang
berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi
Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan
periode 1959-1966.
Pada periode 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja menjadi
masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila
sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI melalui
pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan
negara dengan dasar islam. Pada periode ini, nilai persatuan dan kesatuan
masih tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan
penjajahannya di bumi Indonesia. Namun setelah penjajah dapat diusir,
persatuan mulai mendapat tantangan. Dalam kehidupan politik, sila keempat
yang mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak dapat dilaksanakan,
sebab demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi parlementer, dimana
presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedang kepala
pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Sistem ini menyebabkan tidak
adanya stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya walaupun konstitusi yang
digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil, namun dalam
praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat diwujudkan.
Pada periode 1950-1959, walaupun dasar negara tetap Pancasila,
tetapi rumusan sila keempat bukan berjiwakan musyawarah mufakat,
melainkan suara terbanyak (voting). Sistem pemerintahannya yang liberal
sehingga lebih menekankan hak-hak individual. Pada periode ini persatuan
dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya
pemberontakan RMS, PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari
NKRI. Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan
terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis.
Pada periode 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi
terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang
memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi
presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap
Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat
menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi, menggabungkan
Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi NKRI.
Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi
hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan
Pancasila dengan ideologi lain. Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung
Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut
USDEK. Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan
pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia,demokrasi
terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional. Hasilnya terjadi
kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Walaupun posisi
Indonesia tetap dihormati di dunia internasional dan integritas wilayah serta
semangat kebangsaan dapat ditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah
Pancasila telah diarahkan sebagai ideology otoriter, konfrotatif dan tidak
member ruang pada demokrasi bagi rakyat.
B. MASA ORDE BARUOrde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah
menyimpang dari Pancasila. Situasi internasional kala itu masih diliputi konflik
perang dingin. Situasi politik dan keamanan dalam negeri kacau dan ekonomi
hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit, memberikan
sandang dan pangan kepada rakyat atau mengedepankan kepentingan
strategi dan politik di arena internasional seperti yang dilakukan oleh
Soekarno.
Dilihat dari konteks zaman, upaya Soeharto tentang Pancasila, diliputi
oleh paradigma yang esensinya adalah bagaimana menegakkan stabilitas
guna mendukung rehabilitasi dan pembangunan ekonomi. Istilah terkenal
pada saat itu adalah stabilitas politik yang dinamis diikuti dengan trilogi
pembangunan. Perincian pemahaman Pancasila itu sebagaimana yang kita
lihat dalam konsep P4 dengan esensi selaras, serasi dan seimbang.
Soeharto melakukan ijtihad politik dengan melakukan pemahaman Pancasila
melalui apa yang disebut dengan P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa. Itu tentu saja
didasarkan pada pengalaman era sebelumnya dan situasi baru yang dihadapi
bangsa.
Pada awalnya memang memberi angin segar dalam pengamalan
Pancasila, namun beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Walaupun terjadi
peningkatan kesejahteraan rakyat dan penghormatan dari dunia
internasional, Tapi kondisi politik dan keamanan dalam negeri tetap rentan,
karena pemerintahan sentralistik dan otoritarian. Pancasila ditafsirkan sesuai
kepentingan kekuasaan pemerintah dan tertutup bagi tafsiran lain.
Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimana-
mana yang dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara. Pancasila
seringkali digunakan sebagai legimitator tindakan yang menyimpang. Ia
dikeramatkan sebagai alasan untuk stabilitas nasional daripada sebagai
ideologi yang memberikan ruang kebebasan untuk berkreasi. Kesimpulan,
Pancasila selama Orde Baru diarahkan menjadi ideology yang hanya
menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas tunggal pada pemerintah dan
demi persatuan dan kesatuan hak-hak demokrasi dikekang.
C. MASA ORDE REFORMASISeperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde Lama,
kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde yang
juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru.
Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran
rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan
mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai
lebih baik daripada masa Orba. Namun, sangat disayangkan para elit politik
yang mengendalikan pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam
penegakan hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan
berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat.
Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan
antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi
dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara
untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan
kekerasan.
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan
primordialisme sempit, munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu
gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu
ideologi, dasar filsafati negara, azas, paham negara. Padahal seperti
diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri dari lima sila (sikap/
prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling
menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang
majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan budaya yang bersumpah
menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, sesuai
dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.
Orde Reformasi yang baru berjalan beberapa tahun telah memiliki
empat Presiden. Pergantian presiden sebelum waktunya karena berbagai
masalah. Pada era Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarno
Putri, Pancasila secara formal tetap dianggap sebagai dasar dan ideologi
negara, tapi hanya sebatas pada retorika pernyataan politik. Ditambah lagi
arus globalisasi dan arus demokratisasi sedemikian kerasnya, sehingga
aktivis-aktivis prodemokrasi tidak tertarik merespons ajakan dari siapapun
yang berusaha mengutamakan pentingnya Pancasila sebagai ideologi dan
dasar negara.
Ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan dan landasan seluruh
elemen bangsa Indonesia khususnya para negarawan dan para politisi serta
pelaku ekonomi dalam berpartisipasi membangun negara, justru menjadi
kabur dan terpinggirkan. Hasilnya NKRI mendapat tantangan yang berat.
Timor-Timur yang telah lama bergabung dalam NKRI melalui perjuangan dan
pengorbanan lepas dengan sekejap pada masa reformasi tersebut. Daerah-
daerah lain juga mengancam akan berdiri sendiri bila tuntutannya tidak
dipenuhi oleh pemerintah pusat. Tidak segan-segan, sebagian masyarakat
menerima aliran dana asing dan rela mengorbankan kepentingan bangsanya
sebagai imbalan dolar.
2. PANCASILA PASCA REFORMASIPancasila mengandung makna yang amat penting bagi sejarah
perjalanan Bangsa Indonesia. Karena itulah Pancasila dijadikan sebagai
dasar negara ini. Artinya segala tindak tanduk dari orang-orang yang
termaktub sebagai warga negara dari republik yang bernama Indonesia,
haruslah didasarkan pada nilai-nilai dan semangat Pancasila. Apakah dia
sebagai seorang politisi, birokrat, aktivis, buruh, mahasiswa dan lain
sebagainya. Pancasila dan UUD 1945 sudah final dan tidak boleh lagi
diganggu gugat sebagai landasan dan falsafah yang mengatur dan mengikat
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila pun terbukti sangat ampuh
sebagai pedoman kehidupan bersama, termasuk kehidupan dalam berpolitik.
Tidak ada yang lain. Ideologi Pancasila dan UUD 1945 tidak perlu lagi
diperdebatkan lagi. Itu sudah menjadi kesepakatan masyarakat Indonesia
ketika negara ini didirikan. Bahkan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila tersebut adalah hasil dari penggalian karakter dan budaya
masyarakat Indonesia.
Sejarah kesaktian Pancasila adalah sejarah yang sangat berharga.
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, harus
dijadikan sebagai kesempatan untuk merefleksikan tentang pemaknaan nilai-
nilai dan kesaktian Pancasila itu sendiri. Pancasila adalah dasar negara.
Pancasila adalah asal tunggal dan menjadi sumber dari segala sumber
hukum yang mengatur masyarakat Indonesia, termasuk kehidupan berpolitik.
Karena itu, partai politik sebagai salah satu infrastruktur politik dan segala
sesuatu yang hadir dan lahir di negara ini, harus tunduk dan taat pada
Pancasila.Indoktrinasi Pancasila yang dilakukan pemerintahan Orde Baru
selama 32 tahun ternyata tidak banyak menyentuh pemahaman publik atas
dasar negara Indonesia itu. Pancasila lebih banyak dimaknai sebagai
konsepsi dan alat politik penguasa. Memang rezim Orde Baru berhasil
mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sekaligus
berhasil mengatasi paham komunis di Indonesia.Akan tetapi, implementasi
dan aplikasinya sangat mengecewakan kita semua. Sadar atau tidak sadar,
rezim Orde Baru kian lama kian menggeser hakekat perjuangan
mempertahankan Pancasila menjadi perjuangan untuk mempertahankan
kekuasaan. Acapkali kiat yang digunakan rezim Orde Baru dalam
menghadapi sikap yang berseberangan dengan pemerintah ialah dengan
membenturkannya dengan persoalan ideologi. Ideologi yang sebenarnya
bersifat sistemik tidak boleh bertentangan dengan ideologi yang resmi yaitu
Pancasila yang sudah direduksi oleh ideologi negara/Orde Baru.
Produk hukum Orde Lama, yaitu UU No. 11/PNPS/ 1963 tentang Anti
Subversi merupakan salah satu alat yang dipakai penguasa Orde Baru untuk
menjerat pi hak-pihak yang dianggap berseberangan dengan pemerintah
dengan dalih GPK, PKI, OTB, dan sebagainya. Penguasa Orde Baru bukan
lagi memberantas kejahatan terhadap negara tetapi justru mereka telah
melakukan berbagai bentuk kejahatan politik dan melanggar HAM. Dengan
subjektivitasnya, penguasa ORBA bertindak sebagai "wasit" yang menilai
warganya, apakah perbuatan seseorang itu tergolong subversif atau bukan.
Dalam hal ini hanya masyarakat pembangkang saja yang diposisikan sebagai
obyek UU Subversi itu. Sedangkan pihak-pihak yang melakukan korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi bahagian dari sistem pemerintahan
Orde Baru. Ditinjau dari segi demokrasi sebagai wujud pelaksanaan Sila IV,
rezim Orde Baru justru menghambat proses demokratisasi itu sendiri. Antara
lain; dengan proses departaisasi atau pembatasan jumlah partai,
pengekangan kebebasan pers, penahanan dan penculikan para aktivis
demokrasi, rekayasa politik, kecurangan dalam pemilu, dan sebagainya. Di
bidang hukum, penyelesaian kasus yang berkaitan dengan penguasa tidak
mencerminkan rasa keadilan, misalnya; kasus Marsinah, kasus Kedung
Ombo, kasus Ohee (Irian Jaya), kasus Udin, kasus Jamsostek yang
melibatkan pejabat negara, dan lain-lain.
Akumulasi ketidakadilan dan kebobrokan rezim Orde Baru seakan-
akan memuncak ketika gong reformasi mulai dibunyikan. Akibatnya,
menjelang dan sesudah Soeharto "lengser" dari jabatan Presiden RI, 21 Mei
1998 lalu, berbagai peristiwa dan kondisi buruk kembali mewarnai kehidupan
bangsa kita sekaligus menjadi cobaan berat bagi Pancasila sebagai dasar
dan ideology negara. Pemaknaan baru selama Orde Reformasi, di satu sisi,
juga memperlemah memori publik soal dasar negara ini. Orde Baru
sepanjang kekuasaannya bisa menanamkan Pancasila sebagai doktrin
absolut. Upaya doktrinasi dilakukan secara komprehensif lewat pendidikan.
Ideologisasi Pancasila tak hanya ditekankan dalam sistem kepartaian dan
praktik politik, tetapi juga dalam ranah pendidikan, mulai dari tingkat
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Ideologisasi yang dilakukan
secara represif di tatar pendidikan mengarah pada pengultusan Pancasila
sebagai simbol keramat. Ini dilakukan melalui langkah seperti pembacaan
teks Pancasila di setiap upacara di setiap sekolah dari sekolah dasar hingga
sekolah tingkat atas, indoktrinasi melalui Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4), hingga pendidikan kewiraan di tingkat
perguruan tinggi. Pascaruntuhnya Orde Baru, gelombang keterbukaan
membuka kemungkinan masyarakat untuk memaknai ulang Pancasila
sebagai dasar negara. Wacana soal apakah Pancasila merupakan ideologi
atau bukan berkembang selama rezim reformasi. Sejumlah kelompok
menerjemahkan Pancasila bukan sebagai ideologi, melainkan kontrak sosial
yang dirumuskan para founding fathers saat mendirikan negara ini.
Onghokham adalah salah satu tokoh yang menyatakan Pancasila bukanlah
falsafah atau ideologi. Pancasila adalah dokumen politik dalam proses
pembentukan negara baru, yakni kontrak sosial yang merupakan persetujuan
atau kompromi di antara sesama warga negara tentang asas negara baru. Ia
menyamakan Pancasila dengan dokumen penting beberapa negara lain,
seperti Magna Carta di Inggris, Bill of Right di Amerika Serikat, atau Droit de
l’homme di Perancis. Pancasila sebagai sebuah kontrak sosial dari pendiri
bangsa ini faktanya memang mampu bertahan hingga kini. Sejarah mencatat
sejumlah upaya penggeseran landasan negara kepada bentuk asas lainpada
masa awal berdirinya bangsa ini menemui kegagalan.
Namun, setelah melampaui sekian banyak tantangan, eksistensi
Pancasila sejauh ini masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang
substansinya belum mampu diwujudkan secara riil. Semenjak Orba
ditumbangkan oleh gerakan reformasi, Pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia telah kehilangan tempatnya yang mapan. Semacam ada phobia
dan ke-alergi-an masyarakat negara-bangsa ini untuk mengakui Pancasila
apalagi mencoba untuk menelaahnya. Meskipun negara ini masih menjaga
suatu konsensus dengan menyatakan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Namun secara faktual, agaknya kita harus mempertanyakannya kembali.
Karena saat ini debat tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila
dijadikan ideologi masih kerap terjadi. Apalagi ditengah kegalauan dan
kegagalan negara-bangsa menapak dengan tegak jalur sejarahnya sehingga
selalu jatuh bangun dan labil.Pancasila sebagai satu-satunya ideologi yang
diakui di negeri ini, sempat menjadi sema.sudah hitungan tahun Indonesia
memasuki era reformasi. Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki
sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah payung ideologi
Pancasila.
Namun, faktanya masih banyak masalah sosial-ekonomi yang belum
terjawab. Eksistensi dan peranan Pancasila dalam reformasi pun
dipertanyakan. Mampukah Pancasila memberikan pengharapan lebih baik
untuk negeri ini? Dilihat dari faktanya sungguh memprihatinkan. Reformasi
belum berlansung dengan baik karena Pancasila belum difungsikan secara
maksimal sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir
Pancasila, tetapi belum memahami makna sesungguhnya.
Bangsa Indonesia merasakan delapan tahun berselang ini, terutama pada
awal-awal reformasi, di sana-sini dalam penggal-penggal waktu tertentu
muncul semacam disorientasi, penolakan, konflik, kegamangan, pesimisme,
apatisme, demoralisasi, kekosongan, kemarahan dan bahkan kebencian.
“Kita alami bersama-sama dan sebagian sudah dapat kita lewati, sebagian
masih kita rasakan sisanya, sebagian masih terasa mencekam dalam
kehidupan kita bersama dewasa ini. Orang lantas sering berbicara lantang,
kita mesti membangun Indonesia baru karena itu dalam konteks itu muncul
sejumlah kecenderungan. Secara sosiologis kita mengetahui kerawanan
dalam masa transisi, nilai dan tatanan lama telah ditinggalkan, sementara
nilai dan tatanan baru belum terwujudngat perjuangan dan pemikiran setiap
warga negara Indonesia.
Eksistensi Pancasila di era reformasi ini mestinya menjadi dasar,
acuan atau paradigma baru. Pancasila adalah dasar negara yang sesuai
dengan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945. Tetapi
sekarang bangsa ini sering mengenyampingkan Pancasila. Padahal
reformasi yang benar justru melaksanakan atau mengamalkan Pancasila
untuk kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Dengan jiwa
Pancasila seharusnya gerakan reformasi harus mampu menggalang
persatuan demi pembenahan krisis multidimensional dewasa ini. Tidak satu
golonganpun bisa memenangkan reformasi tanpa persatuan dengan
golongan-golongan lainnya. Pengalaman kegagalan dan kemacetan gerakan
reformasi selama ini telah membuktikan hal itu. Dengan persatuan setapak
demi setapak gerakan reformasi akan diharapkan membawa Indonesia
menjadi negara yang demokratik, kuat sentosa, aman tenteram dan adil
makmur. Harap dicamkan: ”Persatuanlah yang membawa kita ke arah
kebesaran dan kemerdekaan..” Dan agar persatuan bisa tercapai: “Kita harus
bisa menerima; tetapi kita juga harus bisa memberi. Inilah rahasianya
Persatuan” Demikianlah “2 kalimat kunci persatuan” Bung Karno yang
diamanatkan kepada kita bangsa Indonesia 76 tahun yang lalu.Agar
Pancasila yang telah dikaitkan langsung dengan doktrin Bhinneka Tunggal
Ika itu dapat berjalan dengan stabil, seluruh kaidahnya harus dituangkan
dalam format hukum, yang selalu harus dijaga agar sesuai dengan
perkembangan rasa keadilan masyarakat. Kita patut bersyukur, bahwa empat
kali amandemen UUD 1945 dalam era reformasi nasional telah mampu
menampung dinamika bangsa ini, khususnya dengan mengakui kesetaraan
antara berbagai unsur dalam batang tubuh bangsa Indonesia serta
mewadahinya dalam sistem dan struktur pemerintahan yang baru.
KESIMPULAN
Konsep Pancasila sebagai asar negara di ajukan oleh Ir. Soekarno
dalam pidatonya di hari terakhir siding pertama BPUPKI tanggal 1 juni
1945, yang isinya untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar falsafah
negara atau filosophischegrondslag bagi mnegara Indopnesia merdeka.
Bangsa dan negara RI dengan ideologi Pancasila meiliki cita-cita
atau pandangan dalam mendukung tercapainya tujuan nasional negara
RI. Idiologi pancasila memiliki berbagai aspek, baik berupa cita-cita
pemikiran atau nilai-nilai maupun norma yang baik dapat di realisasikan
dalam kehidupan praksis dan bersifat terbuka dengan memiliki tiga
dimensi yaitu:
a. Dimensi idialis artinya nilai-nilai dasar dari pancasila memilikiu sifat
yang sistematis,juga rasional dan bersifat menyeluruh.
b. Dimensi normatis merupakan nilai-nilai yang terrkandung dalam sila
pancasila yang perlu di jabarkan kedalam system norma sehingga
tersirat dan tersurat dalam norma-norma negara.
c. Dimensi realistis adalah nilai-nilai pancasila yang di maksud di atas
harus mampu memberikan pencerminan atas realitas yang hidup
dan berkembang dalam penyelenggaraan negara.
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki perbedaan
dengan sistem kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis. Pancasila
mengakui dan melindungi baik hak-hak individu maupun hak masyarakat
baik di bidang ekonomi maupun politik. Dengan demikian ideologi kita
mengakui secara selaras baik kolektivisme maupun individualisme.
Demokrasi yang dikembangkan, bukan demokrasi politik semata seperti
dalam ideologi liberal-kapitalis, tetapi juga demokrasi ekonomi. Dalam
sistem kapitalisme liberal dasar perekonomian bukan usaha bersama dan
kekeluargaan, namun kebebasan individual untuk berusaha. Sedangkan
dalam sistem etatisme, negara yang mendominasi perekonomian, bukan
warga negara baik sebagai individu maupun bersama-sama dengan
warga negara lainnya
SARAN
Kegunaan teoritik bahwa dengan mempelajari filsafat orang
bertambah pengetahuanya.bahkan ia mampu mempelajari segala sesuatu
dengan cara yang baik.mendalam dan lebih luas.
Bagi bangsa Indonesia , filsafat Pancasila sangat berguna, selain manusia
sebagai perseorangan juga sebagai warga suatu masyarakat bangsa
mendukung cita-cita ataupun tujuan nasional, karena filsafat pancasila
adalah landasan dasarnya, juga landasan dasar berpikir segenap bangsa
dan negara Indonesia.
Menghadapi era globalisasi ekonomi, ancaman bahaya laten
terorisme, komunisme dan fundamentalisme merupakan sebuah
tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Disamping itu yang patut
diwaspadai adalah pengelompokan suku bangsa di Indonesia yang kini
semakin kuat. Ketika bangsa ini kembali dicoba oleh pengaruh asing
untuk dikotak kotakan tidak saja oleh konflik vertikal tetapi juga oleh
pandangan terhadap ke Tuhanan Yang Maha Esa. Maka dari itu Perlunya
Penanaman Pancasila dalam kehidupan