implementasi strategi cooperative learning ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3887/1/pdf...

145
IMPLEMENTASI STRATEGI COOPERATIVE LEARNING STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)” UNTUK MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 3 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh : Yufika Fitria Hadist NIM 111-13-132 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2018

Upload: others

Post on 10-Feb-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • IMPLEMENTASI STRATEGI COOPERATIVE LEARNING ” STUDENT

    TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)” UNTUK MENINGKATKAN

    MUTU PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP

    NEGERI 3 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga

    untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

    Oleh :

    Yufika Fitria Hadist

    NIM 111-13-132

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2018

  • MOTTO

    “Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu

    adalah sesuatu yang kamu benci.boleh Jadi kamu membenci

    sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi

    (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk

    bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak

    mengetahui”.(Al-Baqarah : 216)

  • PERSEMBAHAN

    Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, terukir

    doa dan terucap syukur dari lubuk hati yang teramat dalam serta keta’dziman

    senantiasa mengarungi buah karya sederhana ini sebagai salah satu bukti

    kesungguhan dalam meraih cita-cita, skripsi ini saya persembahkan untuk:

    1. Kedua orang tuaku tersayang, Bapak Zaenal Abidin, Ibu Mujiati dan Bapak

    Sutikno, Ibu Lasminah yang selalu tercurahkan doa restunya dalam setiap

    hembusan nafas dan langkahku, yang selalu memberikan dukungan serta

    motivasi dalam kehidupanku, dan kasih sayang mereka yang tiada hentinya.

    2. Kepada adik-adikku tersayang Ferdinin Djati Wika, Arum Djati Zaliya, dan

    Rini Purwanti, Wiwin Suryani yang selalu memberikan dukungan dan

    mendoakanku.

    3. Kepada nenekku tersayang Warti dan keponakanku Bintang Herlis E.P yang

    selalu mendoakanku dan memotivasiku.

    4. Dosen Pembimbing Akademikku, Bapak Yahya S.Ag.

    5. Dosen Pembimbing Skripsiku,Bapak Dr. Saadi, M.Ag. selaku pembimbing

    skripsi saya, yang rela meluangkan waktu untuk membimbing dalam

    pembuatan skripsi ini sampai selesai.

    6. Ketua Jurusan PAI, Ibu Siti Rukhayati, M. Ag.

    7. Sahabat dan teman dekatku yang selalu memotivasi dan membantu

    menyelesaikan skripsi ini.

    8. Teman-teman SSC ( Student Sport Club) yang telah memberikan pengalaman

    dalam berorganisasi dan selalu memberikan motivasi.

    9. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2013, khususnya jurusan PAI.

  • KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmannirrahim

    Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah menganugerahkan nikmat dan

    kekuatan pada kami. Dan atas karunia dan petunjuk yang telah Allah berikan

    kepada hamba-Mu ini kami dapat menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir dengan

    judul ”Implementasi Strategi Cooperative Learning Student Team Achievement

    Division (STAD) Untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran Pendidikan Agama

    Islam di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017”.

    Shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan agung baginda

    Nabi Muhammad SAW, di mana atas perjuangan serta ide-ide Beliaulah kita dapat

    meneruskan syariat yang dibawanya sebagai penegak dan pembawa Islam sampai

    akhir hayat kita. Amin.

    Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari

    berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

    ini. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih banyak kepada:

    1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd.

    2. Bapak Suwardi, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan ilmu

    Keguruan IAIN Salatiga.

    3. Ketua Jurusan IAIN Salatiga, Ibu Siti Rukhayati, M. Ag.

    4. Dosen Pembimbing Akademik, Bapak Yahya S. Ag. Dan Dosen

    Pembimbing Skripsi, Bapak Dr. Sa’adi, M. Ag. Yang telah membimbing,

    mengarahkan dan meluangkan waktu dalam pelaksanaan bimbingan.

    5. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan,

    serta karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang

    S1.

    6. Bapak Kepala Sekolah SD Negeri Tanjung 02 beserta staf karyaman, yang

    telah memberikan motivasi kepada penulis.

  • 7. Bapak Suyadi, M. Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Salatiga yang

    telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian

    skripsi.

    8. Bapak Sri Haryanto, S. Pd. I, selaku guru mata pelajaran Pendidikan Agama

    Islam yang telah memberi arahan dan bimbingan serta yang telah

    memberikan kepercayaan untuk membimbing siswa kelas VIII E.

    9. Segenap dewan guru, staf, dan siswa –siswi, terimakasih atas kerjasamanya

    dan bantuan selama penulis melakukan penelitian sehingga dapat

    menyelesaikan skripsi ini.

    Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

    maka kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.Semoga hasil

    penelitian ini dapat bermanfaat khusunya bagi penulis serta para pembaca

    umumnya.Aamiin.

    Salatiga, 11 Desember 2017

    Yufika Fitria H

    NIM. 11113132

  • ABSTRAK

    Hadist, Fitria Yufika. 2018. Implementasi Strategi Cooperative Learning“Student

    Team Achievement Division (STAD)” untuk Meningkatkan Mutu

    Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Salatiga

    Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidikan

    Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama

    Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Dr. Sa’adi, M. Ag.

    Kata Kunci : Kooperatif Learning, Student Team Achievement Division (STAD),

    Mutu Pembelajaran PAI.

    Masalah pokok dalam penelitian ini yaitu apakah metode STAD mampu

    meningkatkan partisipasi, motivasi dan prestasi hasil belajar siswa dalam mata

    pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 3 Salatiga tahun pelajaran

    2016/2017.Oleh karena itu, tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah

    untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran STAD dapat meningkatkan

    partisipasi, motivasi dan prestasi siswa di SMP Negeri 3 Salatiga.Penelitian ini

    merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan tiga siklus. Subjek

    penelitian ini siswa kelas VIII E yang berjumlah 26 siswa, terdiri dari 11 siswa

    laki-laki dan 15 siswa perempuan.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD

    dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran PAI.Pada

    siklus I partisipasi siswa sebesar 30,5 %, siswa masih bingung dan belum siap

    dengan metode yang diterapkan. Untuk siklus ke II peserta didik sudah mulai

    menunjukkan rasa partisipasi yaitu 72%, mereka aktif dalam bertanya, aktif

    berdiskusi, dan mampu menyelesaikan tugas dengan tepat waktu. Pada siklus ke

    tiga, partisipasi siswa sangat meningkat 97,2%, siswa lebih siap dalam mengikuti

    setiap pembelajaran PAI. Metode STAD juga mampu meningkatkan motivasi

    belajar siswa.Pada siklus I, motivasi siswa masih rendah hanya 35%.Hal ini di

    karenakan pemilihan teman kelompok yang secara acak tidak sesuai dengan

    harapan masing-masing murid, sehingga hasil belajar mereka rendah. Siklus ke II,

    motivasi siswa mulai terlihat sebesar 70%, mereka mengikuti pembelajaran dengan

    penuh semangat, sehingga hasil belajarnya meningkat dibanding siklus I. Untuk

    siklus ke III, motivasi belajar murid meningkat menjadi 95%, ditunjukkan dengan

    hasil belajar yang meningkat cukup signifikan.

    Berdasarkan data presentase yang diperoleh, pada Siklus I ketuntasan hasil

    belajar siswa hanya 69, 23%, yaitu 18 anak yang memperoleh nilai

    tuntas.Kemudian pada siklus II data hasil ketuntasan belajar siswa yaitu 21 anak

    dalam prosentase 80, 76% terjadi peningkatan sebesar 11,53%.Sedangkan di siklus

    III terjadi peningkatan yang cukup memuaskan dibandingkan dengan siklus-siklus

    sebelumnya yaitu ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 92, 30% sebanyak 24 anak

    memperoleh nilai tuntas.Jadi metode pembelajaran kooperatif STADdapat

    meningkatkan partisipasi, motivasi dan prestasi hasil belajar siswa kelas VIII E

    SMP Negeri 3 Salatiga dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL………….....................................................................…….i

    HALAMAN BERLOGO………................................................................................ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................................iii

    PENGESAHAN KELULUSAN….……..................................................................iv

    DEKLARASI…………………….............................................................................v

    MOTTO ....................................................................................................................vi

    PERSEMBAHAN....................................................................................................vii

    KATA PENGANTAR....... .....................................................................................viii

    ABSTRAKSI .............................................................................................................x

    DAFTAR ISI ...........................................................................................................xi

    DAFTAR TABEL....................................................................................................xv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ...............................................................................................1

    B. Rumusan Masalah ..........................................................................................6

    C. Tujuan Penelitian ...........................................................................................7

    D. Manfaat Penelitian .........................................................................................7

    E. Telaah Penelitian Terdahulu .........................................................................8

    F. Definisi Operasional ....................................................................................10

    G. Sistematika Penulisan ..................................................................................18

  • BAB II LANDASAN TEORI

    A. Hakikat Strategi Cooperative Learning

    1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif………………………………….20

    2. Karakteristik dan Prinsip-prinsip Cooperative Learning.......................24

    3. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif .………….…..30

    B. Metode Student Team Achievement Division (STAD)……………….........32

    C. Mutu Pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam)

    1. Pendidikan Agama Islam (PAI) …………………………………........35

    2. Mutu Pembelajaran PAI ……………………………………………..46

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Metode Penelitian

    1. Rancangan Penelitian .........................................................................58

    2. Subyek, Lokasi, dan Waktu Penelitan ................................................60

    3. Langkah-langkah Penelitian................................................................60

    4. Instrumen Penilaian ............................................................................63

    5. Teknik Pengumpulan Data .................................................................64

    6. Analisis Data ......................................................................................65

    B. Gambaran Umum SMP Negeri 3 Salatiga

    1. Riwayat Sekolah ……..........................................................................66

    2. Visi Misi Sekolah ……………............................................................68

    3. Kondisi Fisik Sekolah …......................................................................69

    4. Keadaan Lingkungan Sekolah .…………………………………...…72

    C. Pelaksanaan Penelitian

    1. Siklus I …….......................................................................................72

    2. Siklus II ……………………………………………………………..77

    3. Siklus III …………………………………………………………….81

  • BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Deskripsi Per Siklus

    1. Deskripsi Siklus I ……………………………………………………86

    2. Deskripsi Siklus II……………………………………………………94

    3. Deskripsi Siklus III………………………………………….…........101

    B. Pembahasan ...........................................................................................106

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ...............................................................................................112

    B. Saran-saran ...............................................................................................113

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • DAFTAR TABEL

    TABEL 3.1 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa pada Siklus I.....................74

    TABEL 3.2 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus I.......................75

    TABEL 4.1 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa Pada Siklus I....................85

    TABEL 4.2 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus I.......................86

    TABEL 4.3 Hasil Penilaian Siswa Siklus I….………………………..............88

    TABEL 4.4 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa Siklus II……………......92

    TABEL 4.5 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus II………….....93

    TABEL 4.6 Hasil Penilaian Siswa Siklus II.....................................................96

    TABEL 4.7 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa pada Siklus III..............100

    TABEL 4.8 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus III……….....101

    TABEL 4.9 Hasil Penilaian Siswa Siklus III.................................................103

    TABEL 4.10 Hasil Belajar Siswa Siklus I, II, III............................................105

    TABEL 4.11 Frekuensi Hasil Belajar Siswa……………………………...….108

    TABEL 4.12 Frekuensi Partisipasi Siswa……………………………….........109

    TABEL 4.13 Frekuensi Motivasi Siswa………………………………….......110

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pendidikan Agama Islam saat ini masih banyak mengalami problematika-

    problematika dalam pembelajaran. Permasalahan klasik yang mendasar adalah

    rendahnya kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik, mereka merupakan

    orang yang secara langsung terlibat dalam pembelajaran. Selama proses

    pembelajaran berlangsung masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah,

    melihat guru menulis di papan tulis, lalu mengingat bahkan mengkopi segala

    informasi yang disampaikan oleh guru. Ini seakan memberikan kesan bahwa

    seorang murid ketika di kelas hanya datang, duduk, diam dan mendengarkan.

    Kondisi pembelajaran yang statis dan monoton dapat menimbulkan

    “kemandulan pada intelektual siswa”, yang menyebabkan ketidak tertarikan siswa

    terhadap mata pelajaran tersebut. Sehingga muncul suasana yang tidak

    menyenangkan dan pasif di dalam kelas. Diibaratkan, seperti seorang ibu yang

    sering memberikan makan pada anaknya, sebagian guru beranggapan bahwa

    tugasnya untuk “mengisi” murid sampai penuh dengan bahan-bahan pelajaran yang

    jumlahnya begitu banyak. Padahal, bukan bahan pelajaran yang diutamakan,

    melainkan pengarahan perhatian murid kepada minat dan kemampuannya

    menerima bahan yang diajarkan (Singer, 1987: 29). Dari situasi pembelajaran

    semacam ini, hampir tidak memberikan peluang bagi peserta didik untuk

    menuangkan kreatifitas serta gagasannya.

    Belajar tidak hanya melibatkan stimulus dan respon. Namun, belajar

    melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori belajar konstruktivisme

    Jean Piaget berpandangan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari bentukan kita

    sendiri (Uno, 2008: 10). Hal itu dapat dicapai dengan cara berfikir kita, seperti saat

  • melihat kondisi di sekitar alam semesta. Allah Swt telah berfirman di dalam Q.S

    Ali-Imron ayat 190-191:

    Artinya :Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya

    malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu)

    orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan

    berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya

    berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,

    Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka (Depag RI, 2009:

    75).

    Berdasarkan ayat tersebut dapat dikatakan bahwasanya seluruh yang ada di

    kehidupan manusia, terdapat segala manfaat jika manusia mau menggunakan akal

    (kognitif) untuk memikirkannya. Oleh sebab itu, ketika anak sudah mampu

    menggunakan akalnya untuk berfikir, maka tugas pendidiklah untuk

    mengembangkannya.

    Namun, proses pembelajaran saat ini masih sebatas sebagai transfer of

    knowledge, bersifat verbalistik, dan cenderung bertumpu pada kepentingan pengajar

    daripada kebutuhan peserta didik. Hal ini didukung hasil pengamatan awal, yaitu

    adanya kecenderungan pengajar dalam memilih dan menggunakan metode

    mengajar yang bersifat tradisional, sehingga berakibat pada kegiatan pembelajaran

    kurang menarik, tidak menantang dan sulit mencapai target. Oleh karena itu, untuk

    mengatasi persoalan tersebut, salah satu cara yang dilakukan adalah mengkaji

    secara mendalam rujukan tersebut berdasarkan rujukan filosofi atau teori yang valid

    dan penelitian secara oprasional. Kita mendukung PP No. 19 tahun 2005 tentang

    standar nasional pendidikan yang di antaranya mengatur standarisasi proses

    pembelajaran. Sehingga, di lembaga pendidikan diharapkan ada pembaharuan

    pembelajaran dengan model yang inovatif.

  • Daryanto dkk (2012: 229) mengatakan, perlunya dilakukan pengembangan

    model pembelajaran kooperatif tipe group investigation untuk mengembangkan

    kreatifitas peserta didik, terutama aspek berfikir kreatif. Model pembelajaran

    kooperatif diyakini dapat memberi peluang peserta didik untuk terlibat dalam

    diskusi, berfikir kritis, berani dan mau mengambil tanggung jawab untuk

    pembelajaran mereka sendiri. Meskipun model pembelajaran kooperatif

    mengutamakan peran aktif siswa, bukan berarti pengajar tidak berpartisipasi.

    Sebab, guru berperan sebagai desainner, fasilitator, dan pembimbing selama proses

    pembelajaran berlangsung.

    Perubahan pembelajaran ini dapat dikaitkan dengan ungkapan Silberman

    (1996: 2) yang menyatakan,

    “When I only hear, I forget.”

    “When I hear and see, I remember a little.”

    “When I hear, see, and ask questions and discuss with someone else, I

    begin to understand.”

    “When I, hear, see , question, discuss, and do, I acquire knowledge and skill.”

    “When I teach someone, I master what I have learned.”

    Kata-kata tersebut, berbicara banyak mengenai pentingnya pembelajaran aktif dan

    menyenangkan.

    Pembelajaran yang menyenangkan amatlah penting, karena belajar yang

    menyenangkan merupakan kunci utama bagi individu untuk memaksimalkan hasil

    yang akan diperoleh dalam proses belajar. Untuk itu, tugas guru lebih dari sekedar

    membantu siswa lulus ujian akhir. Tetapi membantu mereka menjadi pelajar yang

    ahli dan lebih bertanggung jawab atas diri sendiri, percaya diri, serta menjadi warga

    negara yang dewasa (Harmin dkk, 2012: 22). Oleh sebab itu, harus disadari bahwa

    setiap anak memiliki perbedaan karakter yang cukup mencolok. Pemahaman yang

  • baik terhadap karakter mereka akan membantu guru menerapkan strategi

    pengajaran yang tepat (Rusydie, 2012: 107).

    Setiap sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik

    pembelajaran, dan pengajaran yang efektif, sesuai dengan karakteristik mata

    pelajaran, karakteristik pembelajaran dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia

    di sekolah. Secara umum metode, strategi dan teknik-teknik pembelajaran dan

    pengajaran berpusat pada pelajar lebih mampu memberdayakan pembelajaran-

    pembelajaran. Karena dapat meningkatkan pembelajaran yang menekan kreatif

    belajar pada pelajar.

    Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 3 Salatiga masih

    menggunakan metode ceramah sebagai metode pokok dalam proses

    pembelajarannya dari pada menggunakan metode lain yang dapat menjadikan siswa

    aktif. Dengan metode ceramah peserta didik hanya datang, duduk, diam dan

    mencatat apa yang di sampaikan oleh guru. Sehingga, siswa merasa jenuh dan

    bosan yang mengakibatkan mereka menjadi malas, tidak konsentrasi, dan

    mengantuk. Proses pembelajaran yang seperti ini sangat tidak efektif dan

    menghambat peserta didik untuk aktif. Karena masih banyak peserta didik yang

    malu bertanya, tidak tahu apa yang harus ditanyakan ketika pembelajaran

    berlangsung. Hal ini disebabkan siswa merasa takut bertanya, malu, atau kurang

    memahami apa yang disampaikan oleh guru. Fenomena semacam ini terjadi

    khususnya pada peserta didik kelas VIII SMPN 3 Salatiga dalam pembelajaran

    Pendidikan Agama Islam.

    Oleh karena itu, untuk mengatasi kepasifan dalam proses pembelajaran PAI

    di SMPN 3 Salatiga salah satunya dengan menggunakan model cooperative

    learning tipe Student Team Achievement Division (STAD). STAD adalah suatu

    pendekatan yang mengutamakan siswa untuk aktif melalui tim tertentu. STAD

    mewajibkan individu untuk memberikan yang terbaik bagi timnya. Pada

  • pendekatan ini terdapat beberapa komponen utama yaitu presentasi kelas, kerja tim,

    kuis, skor kemajuan individu dan penghargaan.

    Dengan menggunakan strategi cooperative learning diharapkan mampu

    meningkatkan partisipasi, motivasi serta prestasi belajar siswa. Sebab metode ini

    sangat menyenangkan, memperkuat ingatan dan juga mampu menghargai setiap

    perbedaan individual karena beragam kecerdasan yang dimiliki. Maka proses

    pembelajaran akan lebih aktif dan menyenangkan sehingga peserta didik akan

    merasa senang dan bersemangat untuk mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama

    Islam.

    Berdasarkan uraian tersebut menjadi daya tarik bagi penulis untuk

    melakukan penelitian mengenai “ Implementasi Strategi Cooperative Learning

    Student Team Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Mutu

    Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Salatiga”.

  • B. Rumusan Masalah

    Dari penjelasan permasalahan tersebut dapat dirumuskan beberapa rumusan

    masalah sebagai berikut :

    1. Apakah penerapan strategi cooperative learning STAD dapat meningkatkan

    partisipasi siswa dalam pembelajaran PAI di SMP Negeri 3 Salatiga?

    2. Apakah penerapan strategi cooperative learning STAD mampu meningkatkan

    motivasi siswa dalam mengikuti mata pelajaran PAI di SMP Negeri 3 Salatiga?

    3. Apakah penerapan strategi cooperative learning STAD mampu meningkatkan

    prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri 3 Salatiga ?

    C. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan

    penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran kooperatif STAD dapat

    meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran PAI di SMP Negeri 3

    Salatiga.

    2. Untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran kooperatif STAD mampu

    meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti mata pelajaran PAI di SMP

    Negeri 3 Salatiga.

    3. Untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran kooperatif STAD mampu

    meningkatkan presatasi siswa pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri 3

    Salatiga.

  • D. Manfaat Penelitian

    Segala perbuatan yang dilakukan diharapkan mengandung manfaat baik

    bagi dirinya maupun orang lain. Oleh sebab itu, berdasarkan tujuan penelitian yang

    dilakukan penulis, maka penelitian diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut

    :

    1. Bersifat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran, yang

    dapat digunakan sebagai alternatif informasi bagi yang berminat melakukan

    penelitian tentang implementasi Strategi Cooperative Learning” Student Team

    Achievement Division (STAD)” untuk meningkatkan mutu pembelajaran PAI.

    2. Bersifat Praktis

    a. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam

    pelaksanaan pembalajaran guru-guru agar lebih meningkatkan

    profesionalitas guru dalam membentuk akhlak yang mulia bagai para

    peserta didik.

    b. Bagi peserta didik, sebagai sarana untuk meningkatkan motivasi, partisipasi,

    dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

    c. Bagi guru, dapat menciptakan inovasi baru dalam pembelajaran PAI.

    E. Telaah Penelitian Terdahulu

    Pada dasarnya urgensi kajian pustaka adalah sebagai bahan auto critic

    terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kelebihan maupun kekurangannya,

    sekaligus sebagai bahan komparatif terhadap kajian yang terdahulu. Dan untuk

    menghindari terjadinya pengulangan hasil temuan yang membahas permasalahan

    yang sama atau hampir sama dari seseorang, baik dalam bentuk skripsi, buku dan

    dalam bentuk tulisan yang lainnya, maka penulis akan memaparkan beberapa

    bentuk tulisan yang sudah ada yang ada kaitannya dengan penelitian yang peneliti

    lakukan di antaranya sebagai berikut:

  • Pertama, Skripsi Fitriani 2009 Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan

    Agama Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul

    “Penerapan Strategi Cooperative Learning Tipe Student Team Achievement

    Division (STAD) Sebagai Upaya Meningkatkan Keaktifan Dan Motivasi Siswa

    Dalam Pembelajaran Qur’an Hadist Di Kelas VIII D Mtsn Wates Kulon Progo

    Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya penerapan

    strategi cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran Qur’an Hadis yang

    dilaksanakan di kelas VIII D MTsN Wates Kulon Progo dapat meningkatkan

    keaktifan dan motivasi siswa. Peningkatan keaktifan siswa pada aspek perhatian

    siswa, kemauan bertanya, pasrtisipasi dalam kelompok, antusiasme dalam

    mengerjakan tugas dan mengungkapkan pendapat. Sedangkan dalam hal motivasi

    para siswa mempunyai rasa senang, perhatian, respon yang baik saat pembelajaran

    berlangsung, dan semangat.

    Kedua, skripsi Makromah 2011 Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam

    Negeri Wali Songo Semarang yang berjudul “Penerapan Strategi Pembelajaran

    Kooperatif Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar PAI Kompetensi

    Dasar Menyebutkan Tugas Malaikat Siswa Kelas IV SDN 02 Karang Malang

    Kangkung Kendal 2010/2011”. Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas

    didapatkan dengan penerapan strategi pembelajaran kooperatif ”make a match”,

    mampu meningkatkan hasil belajar siswa, dikarenakan mudah, tidak menyulitkan,

    menyenangkan dalam permainan kartu dan tidak membosankan peserta didikk,

    sehingga mereka dapar merespon materi pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran

    yang diinginkan.

    Ketiga, skripsi Huda 2014 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri

    Yogyakarta yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

    Student Team Achievement Division (STAD) Pada Mata Pelajaran Seni Budaya

    Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII B Di SMPN 1 Piyungan”.

  • Hasil penelitian ini menunjukkan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif

    tipe STAD telah meningkatkan prestasi belajar siswa pada kelas VII B SMP Negeri

    1 Piyungan. Hal ini, dilihat dari aspek kognitif yaitu terjadi peningkatan

    pengetahuan dilihat dari siswa mapu menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru

    baik saat proses pembelajaran maupun pada tes kemampuan kognitif.

    Dari ketiga penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tersebut

    memiliki perbedaan dengan penelitian penulis. Letak perbedaannya yaitu pada

    objek, subjek, serta fokus penelitian. Ketiga penelitian di atas sama-sama

    menekankan pada aspek pembelajaran yang mana menggunakan salah satu strategi

    atau model pembelajaran. Sedangkan untuk penulisan ini diterapkan untuk

    pelajaran Pendidikan Agama Islam. Namun, letak perbedaannya dengan penelitian

    sebelumnya yaitu penulis ingin meningkatkan mutu pembelajaran PAI dengan

    memakai model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Diharapkan melalui strategi

    tersebut mampu meningkatkan partisipasi, motivasi, serta prestasi belajar siswa.

    Dengan begitu mutu pembelajaran PAI dapat meningkat.

    F. Definisi Operasional

    1. Strategi Pembelajaran kooperatif

    Strategi pembelajaran merupakan pedoman umum yang berisi komponen-

    komponen yang berbeda dari pembelajaran agar mampu mencapai keluaran

    yang diinginkan secara optimal di bawah kondisi-kondisi yang diciptakan.

    Seperti pada situasi kelas dengan karakteristik siswa yang heterogen, baik kelas

    kecil maupun kelas besar, penanganannya jelas berbeda, baik dalam strategi

    pengorganisasian, penyampaiana maupun strategi pengelolaan. Hal ini

    bermaksud supaya pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efesien

    serta memiliki daya tarik sendiri (Rusmono, 2012: 21).

  • Menurut pandangan Wena (2011: 2), strategi pembelajaran berarti cara dan

    seni untuk meggunakan sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa.

    Sebagai suatu cara, strategi pembelajaran dikembangkan dengan kaidah-kaidah

    tertentu sehingga membentuk suatu bidang pengetahuan sendiri. Sedangkan

    sebagai suatu seni, strategi pembelajaran kadang-kadang secara implisit

    dimiliki oleh seorang tanpa pernah belajar secara formal tentang ilmu strategi

    pembelajaran.

    Strategi pembelajaran, dapat juga diartikan sebagai perencanaan yang berisi

    tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan

    tertentu (Sanjaya, 2008: 186). Dengan demikian strategi pembelajaran adalah

    suatu rencana yang di desain dengan menggunakan sumber belajar yang ada

    untuk menciptakan suasana pembelajaran yang efisien guna mencapai

    pembelajaran yang maksimal. Strategi pembelajaran sangat berguna baik bagi

    guru maupun siswa. Bagi guru strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan

    bertindak dalam pelaksanaan pembelajaran. Bagi siswa mempermudah dalam

    proses belajar.

    Paradigma lama dalam proses pembelajaran adalah guru mengajar dengan

    srategi ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, mendengar, mencatat

    dan menghafal. Pembelajaran yang demikian masih mendominasi proses

    pembelajaran pada sebagaian besar jenjang pendidikan. Guna mengatasi hal

    ini, perlu adanya keikut sertaan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran.

    Dengan aktifnya siswa dalam pembelajaran diharapkan hasil pembelajaran dan

    retensi siswa dapat meningkat dan kegiatan pembelajaran lebih bermakna.

    Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran oleh rekan

    sebaya melalui pembelajaran kooperatif ternyata lebih efektif dari pada

    pembelajaran oleh pengajar (Wena, 2011: 188).

  • Pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan

    oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan

    pembelajaran yang telah dirumuskan (Hamruni, 2012: 161). Pembelajaran

    kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan

    teman sejawat sebagai sumber belajar, di samping guru dan sumber belajar

    lainnya. Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

    model pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan pembelajaran yang dilakukan

    oleh sekelompok kecil, yang berusaha memanfaatkan antar teman sejawat guna

    mencapai tujuan tertentu.

    2. Student Team Achievement Division (STAD)

    Pembelajaran kooperatif model STAD dikembangkan oleh Robert Slavin

    dari Universitas John Hopkin USA. STAD merupakan salah satu pembelajaran

    kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk

    permulaan guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.

    Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat

    saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan

    yang diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin agar timnya mendapatkan

    penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk

    mempelajari materinya. Mereka harus mendukung teman satu timnya untuk bisa

    melakukan yang terbaik, menunjukkan norma bahwa belajar itu penting,

    berharga, dan menyenangkan (Slavin, 2009: 12).

  • Model kooperatif tipe STAD ini terdiri dari lima komponen sebagai

    berikut:

    a. Presentasi Kelas

    Materi pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi kelas. Ini

    merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau

    diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi juga bisa memasukkan

    presentasi audiovisual.

    b. Tim

    Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian

    kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi

    utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-

    benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan

    anggotanya untuk bisa mengerjakan kusi dengan baik.

    c. Kuis

    Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan

    presentasi dan sekidar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan

    mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling

    membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung

    jawab secara individual untuk memahami materinya.

    d. Skor Kemajuan Individual

    Gagasan dibalik skor individual adalah untuk memberikan kepada

    tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja

    lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya.

    Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada

    timnya dalam sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya

    tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik.

  • e. Rekognisi Tim

    Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain

    apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa juga

    dapat digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka

    mengalami langsung.

    3. Mutu Pembelajaran

    Mutu pendidikan sesungguhnya ditentukan oleh mutu belajar, karena

    inventasi peserta didik terletak pada mutu belajarnya. Dalam penyelenggaraan

    pendidikan di satuan pendidikan esensi mutu pendidikan terletak pada mutu

    layanan belajar. Dengan demikian mutu pendidikan berkaitan dengan mutu

    layanan pembelajaran (Satori, 2016: 135). Oleh karena itu, profesionalisme

    guru sebagai pendidik dilihat dari kinerjanya dalam membimbing proses belajar

    siswa, ini menjadi perhatian yang utama. Belajar bukan sekedar mencari tahu,

    namun membuat siswa berakhlak mulia, percaya diri, bersikap kritis, memiliki

    kepekaan yang tinggi terhadap masalah kehidupan, serta memiliki kemampuan

    untuk memecahkan masalah.

    Ada kriteria umum sesuatu itu dikatakan bermutu, pertama ketika sesuatu

    itu bernilai baik atau mengandung makna yang baik. Dalam konteks

    pendidikan, apabila seseorang mengatakan sekolah itu bermutu, maka bisa

    dimaknai bahwa lulusannya baik, gurunya baik, gedungnya baik, dan

    sebagainya. Kedua, mampu memuaskan keinginan dan kebutuhan pelanggan.

    Mutu sekolah akan baik jika sekolah tersebut dapat menyajikan jasa yang sesuai

    dengan kebutuhan pelanggan (Fathurrohman, 2015: 122-123). Untuk itu,

    pendidikan yang bermutu adalah kemampuan lembaga pendidikan dalam

    mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan

    belajar seoptimal mungkin. Mutu dalam pendidikan memang dititiktekankan

  • pada pelajar dan proses yang ada di dalamnya. Tanpa adanya proses yang baik,

    maka madrasah yang bermutu juga mustahil untuk dicapai.

    Peranan guru dalam proses pembelajaran optimal memiliki berbagai bentuk

    sesuai dengan pengaruhnya terhadap sikap, struktur motivasi dan keterampilan

    kognitif anak. Di dalam domain sikap, tugas guru membantu anak untuk

    mengambil sikap yang kreatif dalam proses pembelajaran. Di bidang motivasi,

    tugas guru adalah membangkitkan anak dalam proses belajar dan

    membangkitkan keinginan anak untuk secara kontinu mau belajar. Sedangkan

    dalam domain kognitif tugas guru adalah memperlengkapi kemampuan untuk

    belajar dalam memperoleh pengetahuan dan ketrampilan (Jamaludin dkk, 2015:

    124).

    Menurut Jamaludin dkk (2015:57), pembelajaran adalah penciptaan sistem

    lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Penciptaan sistem

    lingkungan berarti menyediakan seperangkat peristiwa-kondisi lingkungan yang

    dapat merangsang anak untuk melakukan aktivitas belajar. Jadi mutu

    pembelajaran adalah kegiatan belajar yang mampu meningkatkan motivasi,

    ketrampilan dan kognitif anak sehingga siswa merasa puas dengan hasil belajar

    yang diperoleh.

    4. Pendidikan Agama Islam

    Menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 Pendidikan

    merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

    proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

    dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual agama, pengenalan diri, kepribadian,

    kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

    masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan pendidikan menurut orang awam,

    adalah mengajari murid di sekolah, melatih hidup anak hidup sehat, melatih

    silat, menekuni penelitian, dan lain-lain (Tafsir, 2014: 24). Jadi pendidikan

  • yaitu usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah

    baik di sekolah ataupun diluar sekolah guna meningkatkan potensi anak serta

    membentuk kepribadian yang utama.

    Kata Islam dalam pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan

    tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang islami, yaitu

    pendidikan yang berdasarkan Islam. Menurut Tafsir (2014: 32) pendidikan

    islami adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia

    berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Secara singkat,

    pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim

    semaksimal mungkin.

    Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

    menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga

    mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati

    penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat

    beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Pendidikan agama

    Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka

    mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan

    ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah

    ditentukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Majid, 2005: 132).

    Mata pelajaran pendidikan agama Islam itu secara keseluruhannya dalam

    lingkup Al-qur’an dan al-hadis, keimanan, akhlak, fiqh/ibadah, dan sejarah,

    sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam

    mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan

    manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya

    maupun lingkungannya. Pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah

    bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui

    pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengalaman

  • peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang

    terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan

    bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi

    (Majid, 2005: 132). Jadi pendidikan agama Islam adalah pembelajaran untuk

    mempelajari tentang pengetahuan agama Islam secara mendasar dan

    mendalam guna membentuk seorang muslim yang berkerpibadian islami

    sesuai dengan suri tauladan Rasulullah Saw.

    G. Sistematika Penulisan

    Untuk memberi gambaran menyeluruh terhadap skripsi ini, maka penulis

    menyajikan sistematika penulisan dengan beberapa bagian. Adapun pembagiannya

    terdiri dari berbagai bab yakni:

    Bab pertama berisi pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan

    masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, dan sistematika penulisan

    skripsi.

    Bab kedua, merupakan landasan teori penelitian yang meliputi strategi

    pembelajaran kooperatif, pembelajaran STAD, mutu pembelajaran PAI.

    Bab ketiga, berisi tentang gambaran umum SMP Negeri 3 salatiga dan metode

    penelitian.

    Bab keempat berisi mengenai pembahasan, penulis akan membahas mengenai

    implementasi strategi cooperative learning” Student Team Achievement Division

    (STAD)” untuk meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP

    Negeri 3 Salatiga.

    Bab kelima, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Hakikat Strategi Cooperative Learning

    1. Pengertian pembelajaran kooperatif

    Strategi pembelajaran merupakan pedoman umum yang berisi

    komponen-komponen yang berbeda dari pembelajaran agar mampu

    mencapai keluaran yang diinginkan secara optimal di bawah kondisi-

    kondisi yang diciptakan. Seperti pada situasi kelas dengan karakteristik

    siswa yang heterogen, baik kelas kecil maupun kelas besar,

    penanganannya jelas berbeda, baik dalam strategi pengorganisasian,

    penyampaiana maupun strategi pengelolaan. Hal ini bermaksud supaya

    pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efesien serta

    memiliki daya tarik sendiri (Rusmono, 2012: 21).

    Menurut pandangan Wena (2011: 2), strategi pembelajaran berarti

    cara dan seni untuk meggunakan sumber belajar dalam upaya

    membelajarkan siswa. Sebagai suatu cara, strategi pembelajaran

    dikembangkan dengan kaidah-kaidah tertentu sehingga membentuk

    suatu bidang pengetahuan sendiri. Sedangkan sebagai suatu seni, strategi

    pembelajaran kadang-kadang secara implisit dimiliki oleh seorang tanpa

    pernah belajar secara formal tentang ilmu strategi pembelajaran.

    Strategi pembelajaran, dapat juga diartikan sebagai perencanaan

    yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai

    tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya, 2008: 186). Dengan demikian

    strategi pembelajaran adalah suatu rencana yang di desain dengan

    menggunakan sumber belajar yang ada untuk menciptakan suasana

    pembelajaran yang efisien guna mencapai pembelajaran yang

    maksimal.

  • Khanifatul (2013: 18) mengatakan bahwa tujuan dari strategi

    pembelajaran yang pertama, yaitu mengoptimalkan pembelajaran pada

    aspek afektif yang berhubungan dengan nilai. Dalam konteks ini adalah

    suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya

    tersembunyi, tidak dalam dunia empiris. Pengoptimalan aspek afektif

    akan membantu membentuk siswa yang cerdas sekaligus memiliki

    sikap positif dan secara motorik terampil. Kedua, mengaktifkan siswa

    dalam proses pembelajaran yang tidak hanya bertumpu pada intelektual

    saja, tetapi juga menghendaki hasil belajar yang seimbang antara aspek

    kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketika berpatisipasi aktif siswa akan

    mencari sendiri pengertian dan membentuk pemahamannya sendiri

    dalam pikiran mereka. Dengan demikian, pengetahuan baru yang

    disampaikan oleh guru dapat diinterpretasikan dalam kehidupan sehari-

    hari.

    Paradigma lama dalam proses pembelajaran adalah guru mengajar

    dengan srategi ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam,

    mendengar, mencatat dan menghafal. Pembelajaran yang demikian

    masih mendominasi proses pembelajaran pada sebagaian besar jenjang

    pendidikan. Guna mengatasi hal ini, perlu adanya keikutsertaan peserta

    didik secara aktif dalam pembelajaran. Dengan aktifnya siswa dalam

    pembelajaran diharapkan hasil pembelajaran dan retensi siswa dapat

    meningkat dan kegiatan pembelajaran lebih bermakna. Pembelajaran

    oleh rekan sebaya melalui pembelajaran kooperatif ternyata lebih efektif

    dari pada pembelajaran oleh pengajar (Wena, 2011: 188).

  • Pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang

    dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk

    mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Hamruni, 2012:

    161). Cooperative learning adalah strategi pembelajaran yang

    menekankan pada proses kerja sama dalam suatu kelompok untuk

    mempelajari suatu materi akademik, yang spesifik sampai tuntas

    (Khanifatul, 2013: 19). Dapat ditarik kesimpulan bahwa model

    pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan pembelajaran yang dilakukan

    oleh sekelompok kecil, yang berusaha memanfaatkan antar teman

    sejawat guna mencapai tujuan tertentu.

    Menurut Mifzal (2012: 38) model pembelajaran kooperatif

    dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran. Ketiga tujuan

    tersebut adalah sebagai berikut :

    a. Tujuan pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan

    sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam

    tugas-tugas akademik. Model struktur penghargaan kooperatif juga

    mampu meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan

    perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

    b. Penerimaan yang luas terhadap orang-orang dengan latar belakang

    yang berbeda, baik berdasarkan ras, budaya, sosial, kemampuan,

    maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan

    peluang kepada para siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi

    untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas

    bersama, sehingga mereka belajar untuk saling menghargai.

    c. Mengajarkan kepada siswa ketrampilan kerja sama dan kolaborasi.

    Ketrampilan-ketrampilan ini penting karena banyak orang, baik anak

  • muda maupun orang dewasa yang ketrampilan sosialnya masih

    kurang.

    Interaksi adalah saling mempengaruhi individu satu dengan

    individu yang lain. Interaksi dapat berlangsung secara fisik, non verbal,

    emosional, dan sebagainya. Tujuan dalam kelompok dapat bersifat

    intrinsik dan ekstrinsik. Tujuan intrinsik adalah tujuan yang didasarkan

    pada alasan bahwa dalam kelompok perasaan menjadi senang. Tujuan

    ekstrinsik adalah tujuan yang didasarkan pada alasan bahwa untuk

    mencapai sesuatu tidak dapat dicapai secara sendiri, melainkan harus

    dikerjakan secara bersama-sama. Groupness menunjukkan bahwa

    kelompok merupakan suatu kesatuan (Suprijono, 2011: 57).

    Dengan demikian model pembelajaran kooperatif dikembangkan

    untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi,

    menerima keberagaman, dan pengembangan ketrampilan. Untuk

    mencapai hal tersebut, model pembelajaran kooperatif menuntut kerja

    sama peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur

    reward-nya. Struktur tugas berhubungan dengan bagaimana tugas

    diorganisir. Struktur tujuan dan penghargaan mengacu pada derajat kerja

    sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai reward.

    2. Karakteristik dan prinsip-prinsip cooperative learning

    Pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama, yaitu

    komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur

    intensif kooperatif (cooperative incentive structure). Tugas kooperatif

    berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam

    menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur intensif kooperatif

    merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk

    bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur insentif dianggap

  • sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur

    insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar,

    mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi pelajaran,

    sehingga mencapai tujuan kelompok (Hamruni, 2012: 163).

    Jadi, hal yang menarik dari pembelajaran kooperatif adalah adanya

    harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa

    peningkatan prestasi belajar siswa juga mempunyai dampak pengiring

    relasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah,

    harga diri, norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka

    memberi pertolongan pada orang lain.

    Hamruni (2012: 164) juga menjelaskan bahwa belajar melalui

    kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif

    motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif, dan

    perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa

    penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap

    anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian,

    keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan

    kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok

    untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.

    Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa

    akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan

    semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim

    dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan

    iklim yang bagus, di mana setiap anggota kelompok menginginkan

    semuanya memperoleh keberhasilan. Perspektif perkembangan kognitif

    artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat

    mengembangkan prestasi siswa untuk berfikir mengolah berbagai

  • informasi. Elaborasi kognitif artinya bahwa setiap siswa akan berusaha

    untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah

    pengetahuan kognitifnya.

    Dengan demikian karakteristik pembelajaran kooperatif sebagai

    berikut (Hamruni, 2012: 165-166):

    a. Pembelajaran secara tim

    Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim.

    Setiap tim bersifat heterogen, maksudnya kelompok terdiri atas

    anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan

    latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini, dimaksudkan agar

    setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman,

    saling memberi dan menerima, sehingga di harapkan setiap anggota

    dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok.

    b. Di dasarkan pada manajemen kooperatif

    Manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi

    perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi

    kontrol. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran

    kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses

    pembelajaran berjalan secara efektif. Fungsi pelaksanaan

    menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan

    sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran

    yang sudah ditentukan.

    Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pelajaran kooperatif

    adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh

    sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota

    kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran

  • kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes

    maupun non tes.

    c. Kemauan untuk bekerja sama

    Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh

    keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip kerja sama

    perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap

    anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung

    jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling

    membantu.

    d. Keterampilan bekerja sama

    Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan

    melalui aktivitas kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan

    bekerja sama. Dengan demikian siswa didorong untuk mau dan

    sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.

    Untuk mencapai hasil yang maksimal, Suprijono (2011: 58)

    mengatakan ada lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif

    yang harus diterapkan :

    a. Saling ketergantungan positif

    b. Tanggung jawab perseorangan

    c. Interaksi promotif

    d. Komunikasi antar anggota

    e. Pemrosesan kelompok

  • Sedangkan Mifzal (2012: 34-36) berpandangan bahwa

    elemen-elemen pembelajaran kooperatif terbagi menjadi empat

    yaitu sebagai berikut:

    a. Saling ketergantungan positif

    b. Akuntabilitas Individual

    c. Interaksi tatap muka

    d. Keterampilan menjalin hubungan interpersonal

    Jadi, dalam proses pembelajaran kooperatif siswa didorong

    untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus

    mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang

    diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil

    belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima

    berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan sosial.

    Menurut Rahardjo (2012: 242), prinsip dasar dalam strategi

    pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

    a. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala

    sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

    b. Setiap anggota kelompok harus mengetahui bahwa semua

    anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

    c. Setiap anggota kelompok harus membagi tugas dan tanggung

    jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

    d. Setiap anggota kelompok akan dikenai evaluasi.

    e. Setiap anggota kelompok berbagi kepemimpinan dan

    membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama

    proses belajarnya.

  • f. Setiap anggota kelompok akan diminta

    mempertanggungjawabkan secara individual materi yang

    ditangani dalam kelompok kooperatif.

    Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat ditarik

    kesimpulan prinsip-prinsip dari pembelajaran kooperatif yaitu

    pembelajaran dilakukan oleh tim yang memiliki tanggung jawab

    atas tugas kelompok, setiap tim terdiri dari beberapa ras, suku,

    sosial, serta kemampuan akademik. Dan penghargaan lebih

    berorientasi pada kelompok dari pada individu.

    3. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

    Setiap pembelajaran yang dilakukan, pastinya memilki keunggulan

    dan kelemahan. Begitu juga dengan cooperative learning, berikut

    keunggulan dari model pembelajaran kooperatif :

    a. Materi yang dipelajari peserta didik tidak lagi tergantung

    sepenuhnya pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan

    kemampuan berpikir sendiri, menggali informasi dari berbagai

    sumber, dan belajar dari peserta didik lain.

    b. Ide atau gagasan peserta didik dapat dikembangkan dengan kata-

    kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang

    lain.

    c. Membantu peserta didik untuk respek pada orang lain dan

    menyadari akan segala keterbatasannya, serta menerima segala

    perbedaan (toleransi), baik dalam satu kelompok maupun kelompok

    lain.

    d. Strategi cooperative learning merupakan suatu strategi yang cukup

    ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus

    kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri,

  • hubungan interpersonal yang positif dengan peserta didik yang lain,

    mengembangkan ketrampilan mengatur waktu, dan sikap positif

    terhadap sekolah.

    e. Dapat mengkondisikan interaksi guru-murid maupun sesama murid

    selama proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi

    dan memberikan rangsangan untuk berpikir lebih keras ( Suyadi,

    2013: 77-78).

    Di samping keunggulan, pembelajaran kooperatif juga

    memiliki keterbatasan, di antaranya :

    a. Ketika proses belajar bersama antara peserta didik yang cerdas

    dengan peserta didik yang kurang cerdas, ada kesan bahwa

    peserta didik yang dianggap kurang cerdas hanya menghambat

    penyelesaian tugas.

    b. Keberhasilan cooperative learning dalam upaya

    mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode

    waktu yang cukup panjang sehingga jika model ini hanya

    diterapkan satu atau dua tatap muka, tidak akan membekali

    peserta didik untuk berinteraksi secara intensif dalam belajar

    kelompok.

    c. Karena pembelajaran kooperatif bertumpu pada belajar

    kelompok, maka terdapat kemungkinan belajar mandiri

    menjadi lemah. Oleh karena itu, selain peserta didik belajar

    sama, hal yang ideal dalam cooperative learning adalah harus

    belajar bagaimana membangun kepercayaan diri untuk belajar

    mandiri pula (Suyadi, 2013: 78-79).

  • B. Metode Student Team Achievement Division (STAD)

    Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu

    strategi pembelajaran kooperatif yang di dalamnya beberapa kelompok kecil

    siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja

    sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara

    akademik, siswa juga dikelompokkan secara beragam berdasarkan gender,

    ras, dan etnis. Strategi ini pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin di

    Johns Hopkins University (Huda, 2014: 201).

    Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan beranggotakan

    4-5 orang. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat

    pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, kemudian

    saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui

    tutorial, kuis, dengan cara berdiskusi. Secara individual, setiap minggu atau

    setiap dua minggu, siswa diberi kuis. Kuis tersebut diberi skor dan setiap

    siswa diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan

    skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan seberapa jauh skor itu melampaui

    rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu, pada suatu lembar penilaian singkat

    atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang

    mencapai skor perkembangan tertinggi atau siswa yang mencapai skor

    sempurna pada kuis-kuis itu (Hamdani, 2011 : 36).

    Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe

    STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan

    pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain :

    a. Perangkat Pembelajaran

    Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu

    dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi RPP, Buku

    siswa, LKS beserta lembar jawaban.

  • b. Membentuk kelompok kooperatif

    Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan

    siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu

    kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila

    memungkinkan kelompok kooperatif perlu memerhatikan ras, agama,

    jenis, kelamin, dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas

    ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok

    dapat didasarkan pada prestasi.

    c. Menentukan Skor Awal

    Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah

    nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis.

    Misalnnya, pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes,

    maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor.

    d. Pengaturan Tempat Duduk

    Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur

    dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan

    pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk

    dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya

    pembelajaran pada kelas kooperatif.

    e. Kerja Kelompok

    Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif

    tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerja sama kelompok. Hal

    ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu

    dalam kelompok (Trianto, 2009: 70).

  • Secara sederhana terdapat empat tahapan dalam pembelajaran

    kooperatif tipe STAD. Menurut Huda (2014: 201) tahapan tersebut yaitu :

    a. Pengajaran

    Pada tahap ini guru menyajikan materi pelajaran, biasanya dengan

    format ceramah-diskusi. Pada tahap ini, siswa seharusnya diajarkan

    tentang apa yang akan mereka pelajari dan mengapa pelajaran tersebut

    penting.

    b. Tim Studi

    Pada tahap ini, para anggota kelompok bekerja secara kooperatif

    untuk menyelesaikan lembar kerja dan lembar jawaban yang telah

    disediakan oleh guru.

    c. Tes

    Pada tahap ujian, siswa secara individual menyelesaikan kuis.

    Guru men-skor kuis tersebut dan mencatat pemerolehan hasilnya saat

    itu serta hasil kuis pada pertemuan sebelumnya. Hasil tes dari individu

    akan diakumulasikan untuk skor tim mereka.

    d. Rekognisi

    Setiap tim menerima penghargaan atau reward bergantung pada

    nilai skor rata-rata tim. Misalnya, tim-tim yang memperoleh poin

    peningkatan 15 hingga 19 poin akan menerima sertifikat sebagai tim

    baik, tim yang memperoleh rata-rata poin peningkatan dari 20 hingga

    24 akan menerima sertifikat tim hebat, sementara tim yang

    memperoleh poin 25 hingga 30 akan menerima sertifikat sebagai tim

    super.

    Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dapat

    mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik

    antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa.

  • Selain itu, belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki

    hubungan anatar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan

    memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa pecandang cacat.

    C. Mutu Pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam)

    1. Pendidikan Agama Islam (PAI)

    Islam adalah syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia

    di muka bumi agar mereka beribadah kepada-Nya. Penanaman

    keyakinan terhadap Tuhan hanya bisa dilakukan melalui proses

    pendidikan baik di rumah, sekolah maupun lingkungan. Pendidikan

    Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk

    pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat dididik

    dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi serta

    pendukung dan pemegang kebudayaan (Majid, 2014: 11).

    Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk

    yang mempunyai fungsi ganda yang sekaligus mancakup tugas pokok.

    Fungsi pertama manusia sebagai khalifah di bumi yaitu al-Baqarah: 30 :

    Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:

    "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka

    bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan

    (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya

    dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan

    memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:

    "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.".

    Makna ini mengandung arti bahwa manusia diberi amanah untuk

    memelihara, merawat, memanfaatkan serta melestarikan bumi. Agar,

    terlaksana fungsi kekhalifahan tersebut dengan baik, maka manusia

    harus memiliki dua syarat pokok pula. Pertama, syarat keilmuan.

    Manusia harus berilmu pengetahuan agar dia dapat memakmurkan alam

  • semesta, merawat dan melestarikan serta mengambil manfaatnya. Syarat

    kedua, memiliki moral dan akhlak. Bumi yang dipercayakan manusia

    untuk menjaganya, merawat, dan memanfaatkannya haruslah memiliki

    komitmen moral. Betapa banyak kerusakan alam terjadi disebabkan ulah

    tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Kerusakan alam akan

    berdampak negatif untuk manusia (Daulay dkk, 2012: 3) .

    Fungsi kedua, manusia adalah makhluk Allah yang ditugasi untuk

    menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Sesuai dengan firman Allah

    dalam Q.s Az-Zariyat ayat 56 :

    Artinya : dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

    mereka mengabdi kepada-Ku.

    Di sini manusia harus tunduk dan pasrah kepada kebesaran Allah

    Swt. Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan khaliq dengan

    makhluk. Allah pencipta dan manusia yang diciptakannya. Karena itu

    manusia harus sadar tentang hal tersebut. Kesadarannya itulah yang

    membuat manusia harus tunduk dan patuh kepada khaliqnya, yaitu Allah

    Swt. sebagai tanda tunduk dan patuh tersebut manusia mengabdikan

    dirinya kepada-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi

    larangan-Nya (Daulay dkk, 2012: 4).

    Dua keseimbangan ini yang selalu dijaga oleh manusia di alam

    semesta. Berhubungan dengan alam, maka manusia sebagai

    pemimpinnya, yang mengusai, memanfaatkan, memelihara serta

    melestarikannya. Berhubungan dengan Allah. Manusia sebagai hamba,

    sebagai abdi yang beribadah serta tunduk dan patuh kepada-Nya.

    Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama

    paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi dikenal

    dengan educare, artinya membawa keluar (sesuatu yang ada di dalam).

  • Bahasa Belanda menyebut istilah pendidikan dengan nama opvoeden,

    yang berarti membesarkan atau mendewasakan, voden artinya memberi

    makan. Dalam bahasa Inggris disebutkan dengan istilah education, yang

    berarti to give moral and intellectual training artinya menanamkan

    moral dan melatih intelektual (Yasin, 2008 : 16).

    Dari istilah-istilah dalam berbagai bahasa tersebut oleh Yasin

    (2008: 16) disederhanakan bahwa ternyata pendidikan itu merupakan

    kegiatan yang didalamnya terdapat proses pemberian pelayanan untuk

    menuntun perkembangan peserta didik. Proses untuk mengeluarkan atau

    menumbuhkan potensi yang terpendam dalam diri peserta didik. Proses

    memberikan sesuatu kepada peserta didik sehingga tumbuh menjadi

    besar, baik fisik maupun non fisik. Yang terakhir pendidikan sebagai

    proses penanaman moral atau proses pembentukan sikap, perilaku, dan

    melatih kecerdasan intelektual peserta didik.

    Menurut Roqib (2009 : 18), pendidikan adalah usaha atau proses

    perubahan dan perkembangan manusia menuju ke arah yang lebih baik

    dan sempurna. Hal itu mengandung arti bahwa pendidikan bersifat

    dinamis karena jika kebaikan dan kesempurnaan tersebut bersifat statis

    maka ia akan hilang nilai kebaikannya. Gerak dinamis yang kontinu telah

    dilakukan oleh nabi dan membuahkan hasil berupa pembangunan

    peradaban Islam yang tinggi dan dihormati oleh masyarakat saat itu dan

    bahkan hingga sekarang ini. Pendidikan Islam selalu mengindikasikan

    suatu dinamika dan hal itu merupakan bagian utama dari nilai ajaran

    Islam.

  • Tanpa gerak dinamis dan proses yang terus menerus maka misi

    pendidikan akan sulit terwujud dengan baik dan efektif karena hidup itu

    sendiri menunjukkan suatu gerak dinamis, berbeda dengan kematian

    yang menunjukkan kondisi statis. Semakin dinamis seorang individu atau

    komunitas masyarakat maka semakin baik pula proses pendidikan dan

    kehidupannya sebab jika gerak dinamis tercabut dari kehidupan mereka

    maka yang terjadi adalah kematian (pendidikan) dalam kehidupan

    mereka. Pendidikan sepanjang hayat hanya bisa dimaknai dan

    dilaksanakan apabila dinamika kehidupan bisa dipertahankan.

    Upaya tersebut dapat dilaksanakan dengan menumbuh-

    kembangkan potensi manusia dengan cara menanamkan pengetahuan

    (aspek kognitif), mengurus dan memelihara dengan cara diberi contoh

    perilaku (aspek afektif), dan mengatur atau melatih dengan cara memberi

    ketrampilan (aspek psikomotor) agar manusia peserta didik bisa

    bertambah dan berkembang menjadi sempurna dalam segala aspeknya

    (Yasin, 2008 : 21).

    Sedangkan Islam dalam pendidikan Islam menunjukkan warna

    pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan

    yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Menurut Tafsir

    (2014: 32) pendidikan Islami adalah bimbingan yang diberikan seseorang

    kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan

    ajaran Islam. Secara singkat, pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap

    seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin. Pendidikan

    Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam

    mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan

    mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau

  • pelatihan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah

    ditetapkan (Majid, 2014: 13).

    Mujtahid (2011: 20) menyatakan bahwa, konsep pendidikan

    Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada

    peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan,

    pengasuhan pengawasan, dan pengembangan potensialnya, guna

    mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat.

    Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah proses pengembangan

    potensi manusia dalam segala aspeknya. Proses pengembangan potensi

    manusia tersebut berarti suatu aktivitas atau kegiatan yang bisa saja

    sudah didesain, dikonsep, atau dirancang dengan sengaja sebelumnya,

    untuk dilaksanakan di suatu tempat (lembaga) atau berupa kegiatan tanpa

    dirancang, namun berdampak pada pengembangan pribadi manusia

    dalam segala aspeknya sesuai dengan ajaran Islam (Yasin, 2008: 25-26).

    Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah

    pembelajaran untuk mempelajari tentang pengetahuan agama Islam

    secara mendasar dan mendalam guna membentuk seorang muslim yang

    berkepribadian Islami sesuai dengan suri tauladan Rasulullah Saw.

    Oleh karena itu, pendidikan yang sesuai dengan ideologi agama

    Islam atau pendidikan dalam perspektif Islam dapat dirumuskan

    definisinya sebagai proses mengembangkan potensi manusia baik secara

    kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang sesuai dengan kehendak

    ajaran Islam. Proses aktifitas pendidikan Islam untuk mengembangkan

    potensi manusia tersebut bisa dilakukan melalui dua pengertian yakni

    pendidikan Islam dalam arti aktivitas konseptual dan pendidikan Islam

    dalam arti non-konseptual (Yasin, 2008 : 26).

  • Yasin (2008: 27) menuturkan bahwa, pendidikan Islam aktivitas

    konseptual adalah suatu upaya sadar yang dirancang atau didisain untuk

    mengembangkan potensi atau fitrah manusia dalam segala aspeknya

    sesuai dengan ajaran Islam. aktivitas ini dapat dilakukan melalui jalur

    lembaga pendidikan formal.

    Sedangkan pendidikan Islam dalam arti aktivitas non-konseptual

    adalah suatu peristiwa interaksi sosial antara manusia atau bertemunya

    manusia satu dengan lainnya, baik seorang, dua orang, atau lebih tanpa

    disengaja, tetapi dampaknya dapat mengembangkan potensi manusia

    dalam segala aspeknya sesuai dengan ajaran Islam. Aktivitas pendidikan

    model ini biasanya terjadi di jalur pendidikan luar formal (di masyarakat

    dan komunitas) atau dimana saja seseorang tersebut dapat berinteraksi

    dengan orang lain (Yasin, 2008: 27).

    Islam memberikan perhatian penting terhadap pendidikan, karena

    dalam al-Qur’an Allah Swt memerintahkan kepada manusia untuk

    mendidik dirinya sendiri dan para keluarga agar terhindar dari siksa api

    neraka. Tujuan pendidikan Islam merupakan salah satu tolok ukur yang

    harus ada dalam setiap aktivitas pendidikan Islam. Pada dasarnya, tujuan

    pendidikan Islam yang berkembang di Indonesia berkaitan dengan

    Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan, bahwa

    tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik

    agar menjadi manusia beriman, bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa,

    berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga

    Negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Lestari dkk, 2010 : 78).

  • Pendidikan Agama Islam di sekolah bertujuan untuk

    menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan

    pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengalaman peserta didik

    tentang agama Islam sehingga menjadi muslim yang terus berkembang

    dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta

    untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi

    (Majid, 2014: 16). Maka dari itu, Pendidikan Agama Islam haruslah

    mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan

    melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini

    juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi

    anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan di akhirat

    kelak.

    Oleh sebab itu, pendidikan agama Islam sangatlah penting karena

    dengan pendidikan Islam, orang tua atau guru berusaha secara sadar

    memimpin dan mendidik anak diarahkan pada perkembangan jasmani

    dan rohani sehingga mampu membentuk kepribadian yang utama sesuai

    dengan ajaran Islam. Penanaman pendidikan Islam hendaknya

    ditanamkan sejak kecil sebab pendidikan pada masa kanak-kanak

    merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya.

    Mengingat betapa pentingnya pendidikan agama Islam dalam

    mewujudkan harapan setiap orang tua dan masyarakat, serta untuk

    membantu terwujudnya tujuan pendidikan nasional, maka pendidikan

    agama Islam harus diberikan dan dilaksanakan di sekolah dengan sebaik-

    baiknya. Tujuan pendidikan Islam sesungguhnya tidak terlepas dari

    prinsip-prinsip pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai al-Qur’an dan

    as-Sunah. Dalam hal ini, paling tidak ada lima prinsip dalam pendidikan

    Islam (Raqib, 2009: 32-33).

  • Kelima prinsip tersebut adalah:

    a. Prinsip Integrasi (Tauhid). Prinsip ini memandang adanya wujud

    kesatuan dunia-akhirat. Oleh karena itu, pendidikan akan meletakkan

    porsi yang seimbang untuk mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus

    di akhirat.

    b. Prinsip keseimbangan. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari

    prinsip integrasi. Keseimbangan yang proporsional antara muatan

    rohaniah dan jasmaniah, antara ilmu murni dan ilmu terapan, antara

    teori dan praktik, dan antara nilai yang menyangkut aqidah, syari’ah,

    dan akhlak.

    c. Prinsip persamaan dan pembebasan. Prinsip ini dikembangkan dari

    nilai tauhid, bahwa Tuhan adalah Esa. Oleh karena itu, setiap

    individu dan bahkan semua makhluk hidup diciptakan oleh pencipta

    yang sama (Tuhan). Perbedaan hanyalah unsur untuk memperkuat

    persatuan. Pendidikan Islam adalah satu upaya untuk membebaskan

    manusia dari belenggu nafsu dunia menuju pada nilai tauhid yang

    bersih dan mulia. Manusia dengan pendidikan, diharapkan bisa

    terbebas dari belenggu kebodohan, kemiskinan, dan nafsu.

    d. Prinsip kontinuitas dan berkelanjutan (istiqomah). Dari konsep inilah

    dikenal prinsip pendidikan seumur hidup sebab di dalam Islam,

    belajar adalah suatu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh

    berakhir. Seruan membaca yang ada dalam al-Qur’an merupakan

    perintah yang tidak mengenal batas waktu. Dengan menuntut ilmu

    secara kontinu dan terus menerus, diharapkan akan muncul kesadaran

    pada diri manusia akan diri dan lingkungannya, dan yang lebih

    penting tentu saja kesadaran akan Tuhannya.

  • e. Prinsip kemaslahatan dan Keutamaan. Jika ruh tauhid telah

    berkembang dalam sistem moral dan akhlak seseorang dengan

    kebersihan hati dan kepercayaan yang jauh dari kotoran maka ia akan

    memiliki daya jantung untuk membela hal-hal yang maslahat atau

    berguna bagi kehidupan. Sebab, nilai tauhid hanya bisa dirasakan

    apabila ia telah dimanifestasikan dalam gerak langkah manusia untuk

    kemaslahatan, keutamaan manusia itu sendiri.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prinsip pendidikan

    Islam identik dengan prinsip hidup setiap muslim, yaitu beriman,

    bertaqwa, berkepribadian muslim, serta menjadi insan khamil yang

    berakhlak mulia guna mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

    Untuk itu perlu adanya acuan pokok yang mendasari pendidikan

    agama Islam sebab, merupakan bagian terpenting bagi manusia yang

    secara kodrati adalah insan pedagogis, maka acuan yang menjadi

    dasar adalah nilai yang tertinggi dari pandangan hidup masyarakat.

    Para pemikir muslim membagi sumber atau dasar yang dijadiakan

    acuan dalam pendidikan Islam menjadi tiga bagian yaitu al-Qur’an,

    hadis dan ijtihad. Jadi yang menjadi dasar dalam pelaksanaan

    Pendidikan Agama Islam yaitu Al-qur’an, hadis, dan ijtihad para

    ulama.

    2. Mutu Pembelajaran PAI

    Pendidikan saat ini menjadi isu penting di Indonesia. Peran

    pendidikan sangat mendukung dalam peningkatan kreativitas siswa.

    Siswa yang kreatif sangat mendukung dalam peningkatan skill mereka,

    sehingga peserta didik diharapkan, setelah mereka terjun ke

    masyarakat, dapat mengembangkan life skillnya yang diperlukan untuk

    berkompetisi dalam persaingan global ( Lestari dkk, 2010 : 59).

  • Globalisasi sebagai lanjutan dari kemajuan yang diperoleh manusia

    dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak bisa ditolak

    kehadirannya, hanya saja apa upaya yang harus dilakukan untuk

    meminimalisasi pengaruh-pengaruh negatif dari globalisasi tersebut

    serta memanfaatkan pengaruh positifnya.

    Sebagai agen perubahan sosial, pendidikan Islam yang berada

    dalam atmosfer modernisasi dan globalisasi dewasa ini dituntut untuk

    mampu memainkan perannya secara dinamis. Kehadirannya diharapkan

    mampu membawa perubahan dan kontribusi yang berarti bagi

    perbaikan umat Islam, baik pada tataran intelektual teoritis maupun

    praktis. Pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai moral

    untuk membentengi diri dari ekses negatif globalisasi, tetapi yang

    paling penting adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah

    ditanamkan pendidikan Islam tersebut mampu berperan sebagai

    kekuatan pembebas dari impitan kemiskinan, kebodohan, dan

    keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi (Majid, 2014: 25).

    Dalam menghadapi tantangan tersebut pendidikan Islam

    membutuhkan manusia yang handal, memiliki komitmen dan etos kerja

    yang tinggi, manajemen yang berbasis sistem dan infra-struktur yang

    kuat, sumber dana yang memadai, kemauan politik yang kuat, serta

    standar yang unggul. Untuk dapat melakukan tugas tersebut pendidikan

    Islam membutuhkan unit penelitian dan pengembangan yang terus

    berusaha meningkatkan dan mengembangkan pendidikan Islam. Hanya

    dengan usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan itulah,

    pendidikan Islam akan dapat mengubah tantangan menjadi peluang

    (Nata, 2013: 18).

  • Mutu dewasa ini merupakan isu penting yang dibicarakan hampir

    dalam sektor kehidupan, di kalangan bisnis, pemerintah, sistem

    pendidikan, dan sektor-sektor lainnya. Dalam kamus besar Bahasa

    Indonesia, mutu adalah “ukuran baik buruk suatu benda, kadar, taraf

    atau derajat (kepandaian, kecerdasan dan sebagainya), kualitas”. Dalam

    bahasa Inggris, mutu diistilahkan dengan “quality”, sedangkan dalam

    bahasa Arab disebut dengan “juudah” (Fathurrohman, 2015: 119).

    Mutu dapat didefinisikan ke dalam dua konsep yaitu konsep

    absolut dan relatif. Mutu dalam konsep absolut yaitu sesuatu yang

    bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi yang tidak

    dapat diungguli. Produk-produk yang bermutu adalah sesuatu yang

    dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal. Sedangkan

    dalam konsep relatif, mutu dipandang bukan sebagai suatu atribut

    produk atau layanan, tatapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk

    atau layanan tersebut (Nata, 2013: 47). Sesuatu yang dikatakan

    bermutu, pasti ketika sesuatu itu bernilai baik atau mengandung makna

    yang baik. Sebaliknya sesuatu itu dikatakan tidak bermutu, bila sesuatu

    itu mempunyai nilai buruk.

    Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang dapat

    menghasilkan keluaran, baik pelayanan dan lulusan yang sesuai

    kebutuhan atau harapan pelanggan (pasar)nya. Mutu adalah sebuah

    proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu

    pendidikan yang dimaksudkan adalah kemampuan lembaga pendidikan

    dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk

    meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.

    Proses yang bermutu dapat dilakukan jika anggota lembaga

    pendidikan bekerja secara optimal, mempunyai komitmen dan

  • istiqomah dalam pekerjaannya. Tanpa adanya komitmen dan istiqomah

    dari para pekerja, dalam konteks lembaga pendidikan, civitas

    akademika, maka lembaga pendidikan tersebut tidak mungkin dapat

    melakukan proses yang bermutu. Maka dari itu untuk dapat melakukan

    proses yang bermutu juga dibutuhkan personalia yang bermutu dan

    berdedikasi tinggi. Sehingga berbuat yang optimal atau berkualitas itu

    harus dilakukan dalam semua jenjang. Apabila semua civitas

    akademika lembaga pendidikan mampu menyadari hal tersebut, maka

    mutu lembaga pendidikan tersebut akan dapat tercipta (Fathurrohman,

    2015: 135).

    Menurut Muhaimin ( 2011: 105-112)., ada beberapa cara strategis

    yang perlu diperhatiakn dalam rangka meningkatkan mutu Pendidikan

    Agama Islam dalam sebuah madrash/sekolah :

    a. Membangun berbagai kekuatan di sekolah/madrasah yang meliputi

    memiliki guru yang mempunyai kompetensi, dedikasi, dan

    komitmen yang tinggi. Memiliki siswa yang berprestasi, yakni

    siswa yang berprestasi lahir dari proses pembelajaran yang kreatif

    dan efektif. Sekolah atau madrasah harus dapat menciptakan siswa

    yang berprestasi yang dapat membawa nama baik sekolah atau

    madrasah ditingkat nasional bahkan internasional.

    Mengembangkan sumber belajar yang tidak hanya berpusat pada

    guru dan menciptakan kebersamaan yang erat dari berbagai

    komponen yang ada di dalam komunitas madrasah. Semua harus

    saling melengkapi dan bekerja sama dalam membangun madrasah

    melalui sistem yang utuh dan sistematik agar madrasah tetap

    unggul.

  • b. Memperkuat kepemimpinan dan manajemen sekolah atau

    madrasah. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk

    memengaruhi, menggerakkan, mengarahkan, dan memperdayakan

    seluruh sumber daya sekolah atau madrasah untuk mencapai

    tujuan pendidikan di sekolah atau madrasah.

    Sedangkan fungsi manajemen adalah membuat perencanaan,

    mengorganisasi, melaksanakan dan mengontrol pengembangan

    sekolah/madrasah sesuai dengan visi, misi, tujuan dan sasaran

    serta berorientasi masa depan.

    c. Mengembangkan program-program unggulan. Untuk itu, kepala

    sekolah/madrasah harus mampu menjadikan sekolah sejenis

    sebagai kompetitornya semakin luas wilayah sekolah yang

    dijadikan kompetitor, maka akan semakin luas pula peminat (dari

    berbagai daerah) yang memasuki sekolah tersebut. Karena itu,

    kepala sekolah harus berusaha untuk mencermati dan memetakan

    program-program unggulan apa saja yang sedang dan akan

    dikembangkan oleh kompetitornya.

    d. Perlunya pengembangan pendidikan Islam di era globalisasi untuk

    menerapkan empat strategi, yaitu strategi substantif, yakni

    lembaga pendidikan Islam perlu menyajikan program-program

    yang komprehensif. Strategi bottom-up yakni lembaga pendidikan

    Islam harus tumbuh dan berkembang dari bawah. Strategi

    deregulatory, yakni lembaga pendidikan Islam sedapat mungkin

    tidak terlalu terikat pada ketentuan-ketentuan baku yang terlalu

    sentralistik dan mengikat, dalam arti diperlukan keberanian untuk

    melakukan pengembangan lembaga pendidikan Islam yang out of

    the box (keluar yang terlalu mengikat). Strategi cooperative, yakni

  • lembaga pendidikan Islam perlu mengembangkan jaringan kerja

    sama, baik antar sesama lembaga pendidikan Islam ataupun

    dengan yang lainnya pada tingkat nasional, regional maupun

    internasional.

    Jadi untuk membangun mutu di setiap institut pendidikan

    memerlukan komitmen barsama diantara seluruh komponen yang

    ada di sekolah, antara pimpinan sekolah, guru, siswa, staf sekolah

    lainnya, juga orang tua siswa. Misalnya, hal kecil yang

    mengindikasikan bahwa mutu telah mulai bersemi di sekolah

    adalah, komitmen terhadap disiplin waktu, disiplin belajar, budaya

    berkompetensi dan berprestasi, baik dikalangan guru maupun

    siswa, budaya bersih lingkungan, bersih dan rapi dalam

    berpakaian, sopan santun dalam bersikap dan bertutur kata, dan

    sejenisnya sehingga sekolah secara institusional memiliki

    pencitraan diri yang baik di mata masyarakat luas, orang tua, dan

    siswa itu sendiri. Pencitraan yang baik inilah sebagai bekal bagi

    sekolah untuk maju, tumbuh, dan berkembang secara lebih baik.

    Ini yang akan menjadikan dukungan masyarakat terus

    mengalir jika pen