implementasi strategi cooperative learning ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/3887/1/pdf...
TRANSCRIPT
-
IMPLEMENTASI STRATEGI COOPERATIVE LEARNING ” STUDENT
TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)” UNTUK MENINGKATKAN
MUTU PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP
NEGERI 3 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga
untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
Yufika Fitria Hadist
NIM 111-13-132
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
-
MOTTO
“Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu
adalah sesuatu yang kamu benci.boleh Jadi kamu membenci
sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui”.(Al-Baqarah : 216)
-
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, terukir
doa dan terucap syukur dari lubuk hati yang teramat dalam serta keta’dziman
senantiasa mengarungi buah karya sederhana ini sebagai salah satu bukti
kesungguhan dalam meraih cita-cita, skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tersayang, Bapak Zaenal Abidin, Ibu Mujiati dan Bapak
Sutikno, Ibu Lasminah yang selalu tercurahkan doa restunya dalam setiap
hembusan nafas dan langkahku, yang selalu memberikan dukungan serta
motivasi dalam kehidupanku, dan kasih sayang mereka yang tiada hentinya.
2. Kepada adik-adikku tersayang Ferdinin Djati Wika, Arum Djati Zaliya, dan
Rini Purwanti, Wiwin Suryani yang selalu memberikan dukungan dan
mendoakanku.
3. Kepada nenekku tersayang Warti dan keponakanku Bintang Herlis E.P yang
selalu mendoakanku dan memotivasiku.
4. Dosen Pembimbing Akademikku, Bapak Yahya S.Ag.
5. Dosen Pembimbing Skripsiku,Bapak Dr. Saadi, M.Ag. selaku pembimbing
skripsi saya, yang rela meluangkan waktu untuk membimbing dalam
pembuatan skripsi ini sampai selesai.
6. Ketua Jurusan PAI, Ibu Siti Rukhayati, M. Ag.
7. Sahabat dan teman dekatku yang selalu memotivasi dan membantu
menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman SSC ( Student Sport Club) yang telah memberikan pengalaman
dalam berorganisasi dan selalu memberikan motivasi.
9. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2013, khususnya jurusan PAI.
-
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah menganugerahkan nikmat dan
kekuatan pada kami. Dan atas karunia dan petunjuk yang telah Allah berikan
kepada hamba-Mu ini kami dapat menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir dengan
judul ”Implementasi Strategi Cooperative Learning Student Team Achievement
Division (STAD) Untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017”.
Shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan agung baginda
Nabi Muhammad SAW, di mana atas perjuangan serta ide-ide Beliaulah kita dapat
meneruskan syariat yang dibawanya sebagai penegak dan pembawa Islam sampai
akhir hayat kita. Amin.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd.
2. Bapak Suwardi, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ketua Jurusan IAIN Salatiga, Ibu Siti Rukhayati, M. Ag.
4. Dosen Pembimbing Akademik, Bapak Yahya S. Ag. Dan Dosen
Pembimbing Skripsi, Bapak Dr. Sa’adi, M. Ag. Yang telah membimbing,
mengarahkan dan meluangkan waktu dalam pelaksanaan bimbingan.
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan,
serta karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang
S1.
6. Bapak Kepala Sekolah SD Negeri Tanjung 02 beserta staf karyaman, yang
telah memberikan motivasi kepada penulis.
-
7. Bapak Suyadi, M. Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Salatiga yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian
skripsi.
8. Bapak Sri Haryanto, S. Pd. I, selaku guru mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam yang telah memberi arahan dan bimbingan serta yang telah
memberikan kepercayaan untuk membimbing siswa kelas VIII E.
9. Segenap dewan guru, staf, dan siswa –siswi, terimakasih atas kerjasamanya
dan bantuan selama penulis melakukan penelitian sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.Semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat khusunya bagi penulis serta para pembaca
umumnya.Aamiin.
Salatiga, 11 Desember 2017
Yufika Fitria H
NIM. 11113132
-
ABSTRAK
Hadist, Fitria Yufika. 2018. Implementasi Strategi Cooperative Learning“Student
Team Achievement Division (STAD)” untuk Meningkatkan Mutu
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Salatiga
Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama
Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Dr. Sa’adi, M. Ag.
Kata Kunci : Kooperatif Learning, Student Team Achievement Division (STAD),
Mutu Pembelajaran PAI.
Masalah pokok dalam penelitian ini yaitu apakah metode STAD mampu
meningkatkan partisipasi, motivasi dan prestasi hasil belajar siswa dalam mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 3 Salatiga tahun pelajaran
2016/2017.Oleh karena itu, tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah
untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran STAD dapat meningkatkan
partisipasi, motivasi dan prestasi siswa di SMP Negeri 3 Salatiga.Penelitian ini
merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan tiga siklus. Subjek
penelitian ini siswa kelas VIII E yang berjumlah 26 siswa, terdiri dari 11 siswa
laki-laki dan 15 siswa perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD
dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran PAI.Pada
siklus I partisipasi siswa sebesar 30,5 %, siswa masih bingung dan belum siap
dengan metode yang diterapkan. Untuk siklus ke II peserta didik sudah mulai
menunjukkan rasa partisipasi yaitu 72%, mereka aktif dalam bertanya, aktif
berdiskusi, dan mampu menyelesaikan tugas dengan tepat waktu. Pada siklus ke
tiga, partisipasi siswa sangat meningkat 97,2%, siswa lebih siap dalam mengikuti
setiap pembelajaran PAI. Metode STAD juga mampu meningkatkan motivasi
belajar siswa.Pada siklus I, motivasi siswa masih rendah hanya 35%.Hal ini di
karenakan pemilihan teman kelompok yang secara acak tidak sesuai dengan
harapan masing-masing murid, sehingga hasil belajar mereka rendah. Siklus ke II,
motivasi siswa mulai terlihat sebesar 70%, mereka mengikuti pembelajaran dengan
penuh semangat, sehingga hasil belajarnya meningkat dibanding siklus I. Untuk
siklus ke III, motivasi belajar murid meningkat menjadi 95%, ditunjukkan dengan
hasil belajar yang meningkat cukup signifikan.
Berdasarkan data presentase yang diperoleh, pada Siklus I ketuntasan hasil
belajar siswa hanya 69, 23%, yaitu 18 anak yang memperoleh nilai
tuntas.Kemudian pada siklus II data hasil ketuntasan belajar siswa yaitu 21 anak
dalam prosentase 80, 76% terjadi peningkatan sebesar 11,53%.Sedangkan di siklus
III terjadi peningkatan yang cukup memuaskan dibandingkan dengan siklus-siklus
sebelumnya yaitu ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 92, 30% sebanyak 24 anak
memperoleh nilai tuntas.Jadi metode pembelajaran kooperatif STADdapat
meningkatkan partisipasi, motivasi dan prestasi hasil belajar siswa kelas VIII E
SMP Negeri 3 Salatiga dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
-
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………….....................................................................…….i
HALAMAN BERLOGO………................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................................iii
PENGESAHAN KELULUSAN….……..................................................................iv
DEKLARASI…………………….............................................................................v
MOTTO ....................................................................................................................vi
PERSEMBAHAN....................................................................................................vii
KATA PENGANTAR....... .....................................................................................viii
ABSTRAKSI .............................................................................................................x
DAFTAR ISI ...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL....................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................6
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................................7
D. Manfaat Penelitian .........................................................................................7
E. Telaah Penelitian Terdahulu .........................................................................8
F. Definisi Operasional ....................................................................................10
G. Sistematika Penulisan ..................................................................................18
-
BAB II LANDASAN TEORI
A. Hakikat Strategi Cooperative Learning
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif………………………………….20
2. Karakteristik dan Prinsip-prinsip Cooperative Learning.......................24
3. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif .………….…..30
B. Metode Student Team Achievement Division (STAD)……………….........32
C. Mutu Pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam)
1. Pendidikan Agama Islam (PAI) …………………………………........35
2. Mutu Pembelajaran PAI ……………………………………………..46
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian .........................................................................58
2. Subyek, Lokasi, dan Waktu Penelitan ................................................60
3. Langkah-langkah Penelitian................................................................60
4. Instrumen Penilaian ............................................................................63
5. Teknik Pengumpulan Data .................................................................64
6. Analisis Data ......................................................................................65
B. Gambaran Umum SMP Negeri 3 Salatiga
1. Riwayat Sekolah ……..........................................................................66
2. Visi Misi Sekolah ……………............................................................68
3. Kondisi Fisik Sekolah …......................................................................69
4. Keadaan Lingkungan Sekolah .…………………………………...…72
C. Pelaksanaan Penelitian
1. Siklus I …….......................................................................................72
2. Siklus II ……………………………………………………………..77
3. Siklus III …………………………………………………………….81
-
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Per Siklus
1. Deskripsi Siklus I ……………………………………………………86
2. Deskripsi Siklus II……………………………………………………94
3. Deskripsi Siklus III………………………………………….…........101
B. Pembahasan ...........................................................................................106
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................112
B. Saran-saran ...............................................................................................113
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
DAFTAR TABEL
TABEL 3.1 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa pada Siklus I.....................74
TABEL 3.2 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus I.......................75
TABEL 4.1 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa Pada Siklus I....................85
TABEL 4.2 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus I.......................86
TABEL 4.3 Hasil Penilaian Siswa Siklus I….………………………..............88
TABEL 4.4 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa Siklus II……………......92
TABEL 4.5 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus II………….....93
TABEL 4.6 Hasil Penilaian Siswa Siklus II.....................................................96
TABEL 4.7 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa pada Siklus III..............100
TABEL 4.8 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus III……….....101
TABEL 4.9 Hasil Penilaian Siswa Siklus III.................................................103
TABEL 4.10 Hasil Belajar Siswa Siklus I, II, III............................................105
TABEL 4.11 Frekuensi Hasil Belajar Siswa……………………………...….108
TABEL 4.12 Frekuensi Partisipasi Siswa……………………………….........109
TABEL 4.13 Frekuensi Motivasi Siswa………………………………….......110
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam saat ini masih banyak mengalami problematika-
problematika dalam pembelajaran. Permasalahan klasik yang mendasar adalah
rendahnya kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik, mereka merupakan
orang yang secara langsung terlibat dalam pembelajaran. Selama proses
pembelajaran berlangsung masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah,
melihat guru menulis di papan tulis, lalu mengingat bahkan mengkopi segala
informasi yang disampaikan oleh guru. Ini seakan memberikan kesan bahwa
seorang murid ketika di kelas hanya datang, duduk, diam dan mendengarkan.
Kondisi pembelajaran yang statis dan monoton dapat menimbulkan
“kemandulan pada intelektual siswa”, yang menyebabkan ketidak tertarikan siswa
terhadap mata pelajaran tersebut. Sehingga muncul suasana yang tidak
menyenangkan dan pasif di dalam kelas. Diibaratkan, seperti seorang ibu yang
sering memberikan makan pada anaknya, sebagian guru beranggapan bahwa
tugasnya untuk “mengisi” murid sampai penuh dengan bahan-bahan pelajaran yang
jumlahnya begitu banyak. Padahal, bukan bahan pelajaran yang diutamakan,
melainkan pengarahan perhatian murid kepada minat dan kemampuannya
menerima bahan yang diajarkan (Singer, 1987: 29). Dari situasi pembelajaran
semacam ini, hampir tidak memberikan peluang bagi peserta didik untuk
menuangkan kreatifitas serta gagasannya.
Belajar tidak hanya melibatkan stimulus dan respon. Namun, belajar
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori belajar konstruktivisme
Jean Piaget berpandangan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari bentukan kita
sendiri (Uno, 2008: 10). Hal itu dapat dicapai dengan cara berfikir kita, seperti saat
-
melihat kondisi di sekitar alam semesta. Allah Swt telah berfirman di dalam Q.S
Ali-Imron ayat 190-191:
Artinya :Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka (Depag RI, 2009:
75).
Berdasarkan ayat tersebut dapat dikatakan bahwasanya seluruh yang ada di
kehidupan manusia, terdapat segala manfaat jika manusia mau menggunakan akal
(kognitif) untuk memikirkannya. Oleh sebab itu, ketika anak sudah mampu
menggunakan akalnya untuk berfikir, maka tugas pendidiklah untuk
mengembangkannya.
Namun, proses pembelajaran saat ini masih sebatas sebagai transfer of
knowledge, bersifat verbalistik, dan cenderung bertumpu pada kepentingan pengajar
daripada kebutuhan peserta didik. Hal ini didukung hasil pengamatan awal, yaitu
adanya kecenderungan pengajar dalam memilih dan menggunakan metode
mengajar yang bersifat tradisional, sehingga berakibat pada kegiatan pembelajaran
kurang menarik, tidak menantang dan sulit mencapai target. Oleh karena itu, untuk
mengatasi persoalan tersebut, salah satu cara yang dilakukan adalah mengkaji
secara mendalam rujukan tersebut berdasarkan rujukan filosofi atau teori yang valid
dan penelitian secara oprasional. Kita mendukung PP No. 19 tahun 2005 tentang
standar nasional pendidikan yang di antaranya mengatur standarisasi proses
pembelajaran. Sehingga, di lembaga pendidikan diharapkan ada pembaharuan
pembelajaran dengan model yang inovatif.
-
Daryanto dkk (2012: 229) mengatakan, perlunya dilakukan pengembangan
model pembelajaran kooperatif tipe group investigation untuk mengembangkan
kreatifitas peserta didik, terutama aspek berfikir kreatif. Model pembelajaran
kooperatif diyakini dapat memberi peluang peserta didik untuk terlibat dalam
diskusi, berfikir kritis, berani dan mau mengambil tanggung jawab untuk
pembelajaran mereka sendiri. Meskipun model pembelajaran kooperatif
mengutamakan peran aktif siswa, bukan berarti pengajar tidak berpartisipasi.
Sebab, guru berperan sebagai desainner, fasilitator, dan pembimbing selama proses
pembelajaran berlangsung.
Perubahan pembelajaran ini dapat dikaitkan dengan ungkapan Silberman
(1996: 2) yang menyatakan,
“When I only hear, I forget.”
“When I hear and see, I remember a little.”
“When I hear, see, and ask questions and discuss with someone else, I
begin to understand.”
“When I, hear, see , question, discuss, and do, I acquire knowledge and skill.”
“When I teach someone, I master what I have learned.”
Kata-kata tersebut, berbicara banyak mengenai pentingnya pembelajaran aktif dan
menyenangkan.
Pembelajaran yang menyenangkan amatlah penting, karena belajar yang
menyenangkan merupakan kunci utama bagi individu untuk memaksimalkan hasil
yang akan diperoleh dalam proses belajar. Untuk itu, tugas guru lebih dari sekedar
membantu siswa lulus ujian akhir. Tetapi membantu mereka menjadi pelajar yang
ahli dan lebih bertanggung jawab atas diri sendiri, percaya diri, serta menjadi warga
negara yang dewasa (Harmin dkk, 2012: 22). Oleh sebab itu, harus disadari bahwa
setiap anak memiliki perbedaan karakter yang cukup mencolok. Pemahaman yang
-
baik terhadap karakter mereka akan membantu guru menerapkan strategi
pengajaran yang tepat (Rusydie, 2012: 107).
Setiap sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik
pembelajaran, dan pengajaran yang efektif, sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran, karakteristik pembelajaran dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia
di sekolah. Secara umum metode, strategi dan teknik-teknik pembelajaran dan
pengajaran berpusat pada pelajar lebih mampu memberdayakan pembelajaran-
pembelajaran. Karena dapat meningkatkan pembelajaran yang menekan kreatif
belajar pada pelajar.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 3 Salatiga masih
menggunakan metode ceramah sebagai metode pokok dalam proses
pembelajarannya dari pada menggunakan metode lain yang dapat menjadikan siswa
aktif. Dengan metode ceramah peserta didik hanya datang, duduk, diam dan
mencatat apa yang di sampaikan oleh guru. Sehingga, siswa merasa jenuh dan
bosan yang mengakibatkan mereka menjadi malas, tidak konsentrasi, dan
mengantuk. Proses pembelajaran yang seperti ini sangat tidak efektif dan
menghambat peserta didik untuk aktif. Karena masih banyak peserta didik yang
malu bertanya, tidak tahu apa yang harus ditanyakan ketika pembelajaran
berlangsung. Hal ini disebabkan siswa merasa takut bertanya, malu, atau kurang
memahami apa yang disampaikan oleh guru. Fenomena semacam ini terjadi
khususnya pada peserta didik kelas VIII SMPN 3 Salatiga dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Oleh karena itu, untuk mengatasi kepasifan dalam proses pembelajaran PAI
di SMPN 3 Salatiga salah satunya dengan menggunakan model cooperative
learning tipe Student Team Achievement Division (STAD). STAD adalah suatu
pendekatan yang mengutamakan siswa untuk aktif melalui tim tertentu. STAD
mewajibkan individu untuk memberikan yang terbaik bagi timnya. Pada
-
pendekatan ini terdapat beberapa komponen utama yaitu presentasi kelas, kerja tim,
kuis, skor kemajuan individu dan penghargaan.
Dengan menggunakan strategi cooperative learning diharapkan mampu
meningkatkan partisipasi, motivasi serta prestasi belajar siswa. Sebab metode ini
sangat menyenangkan, memperkuat ingatan dan juga mampu menghargai setiap
perbedaan individual karena beragam kecerdasan yang dimiliki. Maka proses
pembelajaran akan lebih aktif dan menyenangkan sehingga peserta didik akan
merasa senang dan bersemangat untuk mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama
Islam.
Berdasarkan uraian tersebut menjadi daya tarik bagi penulis untuk
melakukan penelitian mengenai “ Implementasi Strategi Cooperative Learning
Student Team Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Mutu
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Salatiga”.
-
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan permasalahan tersebut dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah penerapan strategi cooperative learning STAD dapat meningkatkan
partisipasi siswa dalam pembelajaran PAI di SMP Negeri 3 Salatiga?
2. Apakah penerapan strategi cooperative learning STAD mampu meningkatkan
motivasi siswa dalam mengikuti mata pelajaran PAI di SMP Negeri 3 Salatiga?
3. Apakah penerapan strategi cooperative learning STAD mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri 3 Salatiga ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan
penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran kooperatif STAD dapat
meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran PAI di SMP Negeri 3
Salatiga.
2. Untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran kooperatif STAD mampu
meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti mata pelajaran PAI di SMP
Negeri 3 Salatiga.
3. Untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran kooperatif STAD mampu
meningkatkan presatasi siswa pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri 3
Salatiga.
-
D. Manfaat Penelitian
Segala perbuatan yang dilakukan diharapkan mengandung manfaat baik
bagi dirinya maupun orang lain. Oleh sebab itu, berdasarkan tujuan penelitian yang
dilakukan penulis, maka penelitian diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut
:
1. Bersifat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran, yang
dapat digunakan sebagai alternatif informasi bagi yang berminat melakukan
penelitian tentang implementasi Strategi Cooperative Learning” Student Team
Achievement Division (STAD)” untuk meningkatkan mutu pembelajaran PAI.
2. Bersifat Praktis
a. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam
pelaksanaan pembalajaran guru-guru agar lebih meningkatkan
profesionalitas guru dalam membentuk akhlak yang mulia bagai para
peserta didik.
b. Bagi peserta didik, sebagai sarana untuk meningkatkan motivasi, partisipasi,
dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
c. Bagi guru, dapat menciptakan inovasi baru dalam pembelajaran PAI.
E. Telaah Penelitian Terdahulu
Pada dasarnya urgensi kajian pustaka adalah sebagai bahan auto critic
terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kelebihan maupun kekurangannya,
sekaligus sebagai bahan komparatif terhadap kajian yang terdahulu. Dan untuk
menghindari terjadinya pengulangan hasil temuan yang membahas permasalahan
yang sama atau hampir sama dari seseorang, baik dalam bentuk skripsi, buku dan
dalam bentuk tulisan yang lainnya, maka penulis akan memaparkan beberapa
bentuk tulisan yang sudah ada yang ada kaitannya dengan penelitian yang peneliti
lakukan di antaranya sebagai berikut:
-
Pertama, Skripsi Fitriani 2009 Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan
Agama Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul
“Penerapan Strategi Cooperative Learning Tipe Student Team Achievement
Division (STAD) Sebagai Upaya Meningkatkan Keaktifan Dan Motivasi Siswa
Dalam Pembelajaran Qur’an Hadist Di Kelas VIII D Mtsn Wates Kulon Progo
Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya penerapan
strategi cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran Qur’an Hadis yang
dilaksanakan di kelas VIII D MTsN Wates Kulon Progo dapat meningkatkan
keaktifan dan motivasi siswa. Peningkatan keaktifan siswa pada aspek perhatian
siswa, kemauan bertanya, pasrtisipasi dalam kelompok, antusiasme dalam
mengerjakan tugas dan mengungkapkan pendapat. Sedangkan dalam hal motivasi
para siswa mempunyai rasa senang, perhatian, respon yang baik saat pembelajaran
berlangsung, dan semangat.
Kedua, skripsi Makromah 2011 Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam
Negeri Wali Songo Semarang yang berjudul “Penerapan Strategi Pembelajaran
Kooperatif Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar PAI Kompetensi
Dasar Menyebutkan Tugas Malaikat Siswa Kelas IV SDN 02 Karang Malang
Kangkung Kendal 2010/2011”. Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas
didapatkan dengan penerapan strategi pembelajaran kooperatif ”make a match”,
mampu meningkatkan hasil belajar siswa, dikarenakan mudah, tidak menyulitkan,
menyenangkan dalam permainan kartu dan tidak membosankan peserta didikk,
sehingga mereka dapar merespon materi pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran
yang diinginkan.
Ketiga, skripsi Huda 2014 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Yogyakarta yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Team Achievement Division (STAD) Pada Mata Pelajaran Seni Budaya
Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII B Di SMPN 1 Piyungan”.
-
Hasil penelitian ini menunjukkan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD telah meningkatkan prestasi belajar siswa pada kelas VII B SMP Negeri
1 Piyungan. Hal ini, dilihat dari aspek kognitif yaitu terjadi peningkatan
pengetahuan dilihat dari siswa mapu menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru
baik saat proses pembelajaran maupun pada tes kemampuan kognitif.
Dari ketiga penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tersebut
memiliki perbedaan dengan penelitian penulis. Letak perbedaannya yaitu pada
objek, subjek, serta fokus penelitian. Ketiga penelitian di atas sama-sama
menekankan pada aspek pembelajaran yang mana menggunakan salah satu strategi
atau model pembelajaran. Sedangkan untuk penulisan ini diterapkan untuk
pelajaran Pendidikan Agama Islam. Namun, letak perbedaannya dengan penelitian
sebelumnya yaitu penulis ingin meningkatkan mutu pembelajaran PAI dengan
memakai model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Diharapkan melalui strategi
tersebut mampu meningkatkan partisipasi, motivasi, serta prestasi belajar siswa.
Dengan begitu mutu pembelajaran PAI dapat meningkat.
F. Definisi Operasional
1. Strategi Pembelajaran kooperatif
Strategi pembelajaran merupakan pedoman umum yang berisi komponen-
komponen yang berbeda dari pembelajaran agar mampu mencapai keluaran
yang diinginkan secara optimal di bawah kondisi-kondisi yang diciptakan.
Seperti pada situasi kelas dengan karakteristik siswa yang heterogen, baik kelas
kecil maupun kelas besar, penanganannya jelas berbeda, baik dalam strategi
pengorganisasian, penyampaiana maupun strategi pengelolaan. Hal ini
bermaksud supaya pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efesien
serta memiliki daya tarik sendiri (Rusmono, 2012: 21).
-
Menurut pandangan Wena (2011: 2), strategi pembelajaran berarti cara dan
seni untuk meggunakan sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa.
Sebagai suatu cara, strategi pembelajaran dikembangkan dengan kaidah-kaidah
tertentu sehingga membentuk suatu bidang pengetahuan sendiri. Sedangkan
sebagai suatu seni, strategi pembelajaran kadang-kadang secara implisit
dimiliki oleh seorang tanpa pernah belajar secara formal tentang ilmu strategi
pembelajaran.
Strategi pembelajaran, dapat juga diartikan sebagai perencanaan yang berisi
tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Sanjaya, 2008: 186). Dengan demikian strategi pembelajaran adalah
suatu rencana yang di desain dengan menggunakan sumber belajar yang ada
untuk menciptakan suasana pembelajaran yang efisien guna mencapai
pembelajaran yang maksimal. Strategi pembelajaran sangat berguna baik bagi
guru maupun siswa. Bagi guru strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan
bertindak dalam pelaksanaan pembelajaran. Bagi siswa mempermudah dalam
proses belajar.
Paradigma lama dalam proses pembelajaran adalah guru mengajar dengan
srategi ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, mendengar, mencatat
dan menghafal. Pembelajaran yang demikian masih mendominasi proses
pembelajaran pada sebagaian besar jenjang pendidikan. Guna mengatasi hal
ini, perlu adanya keikut sertaan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran.
Dengan aktifnya siswa dalam pembelajaran diharapkan hasil pembelajaran dan
retensi siswa dapat meningkat dan kegiatan pembelajaran lebih bermakna.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran oleh rekan
sebaya melalui pembelajaran kooperatif ternyata lebih efektif dari pada
pembelajaran oleh pengajar (Wena, 2011: 188).
-
Pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan
oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan (Hamruni, 2012: 161). Pembelajaran
kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan
teman sejawat sebagai sumber belajar, di samping guru dan sumber belajar
lainnya. Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
model pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan pembelajaran yang dilakukan
oleh sekelompok kecil, yang berusaha memanfaatkan antar teman sejawat guna
mencapai tujuan tertentu.
2. Student Team Achievement Division (STAD)
Pembelajaran kooperatif model STAD dikembangkan oleh Robert Slavin
dari Universitas John Hopkin USA. STAD merupakan salah satu pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk
permulaan guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.
Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat
saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan
yang diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin agar timnya mendapatkan
penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk
mempelajari materinya. Mereka harus mendukung teman satu timnya untuk bisa
melakukan yang terbaik, menunjukkan norma bahwa belajar itu penting,
berharga, dan menyenangkan (Slavin, 2009: 12).
-
Model kooperatif tipe STAD ini terdiri dari lima komponen sebagai
berikut:
a. Presentasi Kelas
Materi pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi kelas. Ini
merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau
diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi juga bisa memasukkan
presentasi audiovisual.
b. Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian
kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi
utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-
benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan
anggotanya untuk bisa mengerjakan kusi dengan baik.
c. Kuis
Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan
presentasi dan sekidar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan
mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling
membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung
jawab secara individual untuk memahami materinya.
d. Skor Kemajuan Individual
Gagasan dibalik skor individual adalah untuk memberikan kepada
tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja
lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya.
Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada
timnya dalam sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya
tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik.
-
e. Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain
apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa juga
dapat digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka
mengalami langsung.
3. Mutu Pembelajaran
Mutu pendidikan sesungguhnya ditentukan oleh mutu belajar, karena
inventasi peserta didik terletak pada mutu belajarnya. Dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan esensi mutu pendidikan terletak pada mutu
layanan belajar. Dengan demikian mutu pendidikan berkaitan dengan mutu
layanan pembelajaran (Satori, 2016: 135). Oleh karena itu, profesionalisme
guru sebagai pendidik dilihat dari kinerjanya dalam membimbing proses belajar
siswa, ini menjadi perhatian yang utama. Belajar bukan sekedar mencari tahu,
namun membuat siswa berakhlak mulia, percaya diri, bersikap kritis, memiliki
kepekaan yang tinggi terhadap masalah kehidupan, serta memiliki kemampuan
untuk memecahkan masalah.
Ada kriteria umum sesuatu itu dikatakan bermutu, pertama ketika sesuatu
itu bernilai baik atau mengandung makna yang baik. Dalam konteks
pendidikan, apabila seseorang mengatakan sekolah itu bermutu, maka bisa
dimaknai bahwa lulusannya baik, gurunya baik, gedungnya baik, dan
sebagainya. Kedua, mampu memuaskan keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Mutu sekolah akan baik jika sekolah tersebut dapat menyajikan jasa yang sesuai
dengan kebutuhan pelanggan (Fathurrohman, 2015: 122-123). Untuk itu,
pendidikan yang bermutu adalah kemampuan lembaga pendidikan dalam
mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan
belajar seoptimal mungkin. Mutu dalam pendidikan memang dititiktekankan
-
pada pelajar dan proses yang ada di dalamnya. Tanpa adanya proses yang baik,
maka madrasah yang bermutu juga mustahil untuk dicapai.
Peranan guru dalam proses pembelajaran optimal memiliki berbagai bentuk
sesuai dengan pengaruhnya terhadap sikap, struktur motivasi dan keterampilan
kognitif anak. Di dalam domain sikap, tugas guru membantu anak untuk
mengambil sikap yang kreatif dalam proses pembelajaran. Di bidang motivasi,
tugas guru adalah membangkitkan anak dalam proses belajar dan
membangkitkan keinginan anak untuk secara kontinu mau belajar. Sedangkan
dalam domain kognitif tugas guru adalah memperlengkapi kemampuan untuk
belajar dalam memperoleh pengetahuan dan ketrampilan (Jamaludin dkk, 2015:
124).
Menurut Jamaludin dkk (2015:57), pembelajaran adalah penciptaan sistem
lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Penciptaan sistem
lingkungan berarti menyediakan seperangkat peristiwa-kondisi lingkungan yang
dapat merangsang anak untuk melakukan aktivitas belajar. Jadi mutu
pembelajaran adalah kegiatan belajar yang mampu meningkatkan motivasi,
ketrampilan dan kognitif anak sehingga siswa merasa puas dengan hasil belajar
yang diperoleh.
4. Pendidikan Agama Islam
Menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual agama, pengenalan diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan pendidikan menurut orang awam,
adalah mengajari murid di sekolah, melatih hidup anak hidup sehat, melatih
silat, menekuni penelitian, dan lain-lain (Tafsir, 2014: 24). Jadi pendidikan
-
yaitu usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah
baik di sekolah ataupun diluar sekolah guna meningkatkan potensi anak serta
membentuk kepribadian yang utama.
Kata Islam dalam pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan
tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang islami, yaitu
pendidikan yang berdasarkan Islam. Menurut Tafsir (2014: 32) pendidikan
islami adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Secara singkat,
pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim
semaksimal mungkin.
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati
penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Pendidikan agama
Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka
mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan
ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah
ditentukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Majid, 2005: 132).
Mata pelajaran pendidikan agama Islam itu secara keseluruhannya dalam
lingkup Al-qur’an dan al-hadis, keimanan, akhlak, fiqh/ibadah, dan sejarah,
sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam
mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan
manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya
maupun lingkungannya. Pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah
bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui
pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengalaman
-
peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang
terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan
bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi
(Majid, 2005: 132). Jadi pendidikan agama Islam adalah pembelajaran untuk
mempelajari tentang pengetahuan agama Islam secara mendasar dan
mendalam guna membentuk seorang muslim yang berkerpibadian islami
sesuai dengan suri tauladan Rasulullah Saw.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberi gambaran menyeluruh terhadap skripsi ini, maka penulis
menyajikan sistematika penulisan dengan beberapa bagian. Adapun pembagiannya
terdiri dari berbagai bab yakni:
Bab pertama berisi pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, dan sistematika penulisan
skripsi.
Bab kedua, merupakan landasan teori penelitian yang meliputi strategi
pembelajaran kooperatif, pembelajaran STAD, mutu pembelajaran PAI.
Bab ketiga, berisi tentang gambaran umum SMP Negeri 3 salatiga dan metode
penelitian.
Bab keempat berisi mengenai pembahasan, penulis akan membahas mengenai
implementasi strategi cooperative learning” Student Team Achievement Division
(STAD)” untuk meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP
Negeri 3 Salatiga.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
-
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakikat Strategi Cooperative Learning
1. Pengertian pembelajaran kooperatif
Strategi pembelajaran merupakan pedoman umum yang berisi
komponen-komponen yang berbeda dari pembelajaran agar mampu
mencapai keluaran yang diinginkan secara optimal di bawah kondisi-
kondisi yang diciptakan. Seperti pada situasi kelas dengan karakteristik
siswa yang heterogen, baik kelas kecil maupun kelas besar,
penanganannya jelas berbeda, baik dalam strategi pengorganisasian,
penyampaiana maupun strategi pengelolaan. Hal ini bermaksud supaya
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efesien serta
memiliki daya tarik sendiri (Rusmono, 2012: 21).
Menurut pandangan Wena (2011: 2), strategi pembelajaran berarti
cara dan seni untuk meggunakan sumber belajar dalam upaya
membelajarkan siswa. Sebagai suatu cara, strategi pembelajaran
dikembangkan dengan kaidah-kaidah tertentu sehingga membentuk
suatu bidang pengetahuan sendiri. Sedangkan sebagai suatu seni, strategi
pembelajaran kadang-kadang secara implisit dimiliki oleh seorang tanpa
pernah belajar secara formal tentang ilmu strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran, dapat juga diartikan sebagai perencanaan
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya, 2008: 186). Dengan demikian
strategi pembelajaran adalah suatu rencana yang di desain dengan
menggunakan sumber belajar yang ada untuk menciptakan suasana
pembelajaran yang efisien guna mencapai pembelajaran yang
maksimal.
-
Khanifatul (2013: 18) mengatakan bahwa tujuan dari strategi
pembelajaran yang pertama, yaitu mengoptimalkan pembelajaran pada
aspek afektif yang berhubungan dengan nilai. Dalam konteks ini adalah
suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya
tersembunyi, tidak dalam dunia empiris. Pengoptimalan aspek afektif
akan membantu membentuk siswa yang cerdas sekaligus memiliki
sikap positif dan secara motorik terampil. Kedua, mengaktifkan siswa
dalam proses pembelajaran yang tidak hanya bertumpu pada intelektual
saja, tetapi juga menghendaki hasil belajar yang seimbang antara aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketika berpatisipasi aktif siswa akan
mencari sendiri pengertian dan membentuk pemahamannya sendiri
dalam pikiran mereka. Dengan demikian, pengetahuan baru yang
disampaikan oleh guru dapat diinterpretasikan dalam kehidupan sehari-
hari.
Paradigma lama dalam proses pembelajaran adalah guru mengajar
dengan srategi ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam,
mendengar, mencatat dan menghafal. Pembelajaran yang demikian
masih mendominasi proses pembelajaran pada sebagaian besar jenjang
pendidikan. Guna mengatasi hal ini, perlu adanya keikutsertaan peserta
didik secara aktif dalam pembelajaran. Dengan aktifnya siswa dalam
pembelajaran diharapkan hasil pembelajaran dan retensi siswa dapat
meningkat dan kegiatan pembelajaran lebih bermakna. Pembelajaran
oleh rekan sebaya melalui pembelajaran kooperatif ternyata lebih efektif
dari pada pembelajaran oleh pengajar (Wena, 2011: 188).
-
Pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Hamruni, 2012:
161). Cooperative learning adalah strategi pembelajaran yang
menekankan pada proses kerja sama dalam suatu kelompok untuk
mempelajari suatu materi akademik, yang spesifik sampai tuntas
(Khanifatul, 2013: 19). Dapat ditarik kesimpulan bahwa model
pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan pembelajaran yang dilakukan
oleh sekelompok kecil, yang berusaha memanfaatkan antar teman
sejawat guna mencapai tujuan tertentu.
Menurut Mifzal (2012: 38) model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran. Ketiga tujuan
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tujuan pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan
sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik. Model struktur penghargaan kooperatif juga
mampu meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan
perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
b. Penerimaan yang luas terhadap orang-orang dengan latar belakang
yang berbeda, baik berdasarkan ras, budaya, sosial, kemampuan,
maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan
peluang kepada para siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi
untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas
bersama, sehingga mereka belajar untuk saling menghargai.
c. Mengajarkan kepada siswa ketrampilan kerja sama dan kolaborasi.
Ketrampilan-ketrampilan ini penting karena banyak orang, baik anak
-
muda maupun orang dewasa yang ketrampilan sosialnya masih
kurang.
Interaksi adalah saling mempengaruhi individu satu dengan
individu yang lain. Interaksi dapat berlangsung secara fisik, non verbal,
emosional, dan sebagainya. Tujuan dalam kelompok dapat bersifat
intrinsik dan ekstrinsik. Tujuan intrinsik adalah tujuan yang didasarkan
pada alasan bahwa dalam kelompok perasaan menjadi senang. Tujuan
ekstrinsik adalah tujuan yang didasarkan pada alasan bahwa untuk
mencapai sesuatu tidak dapat dicapai secara sendiri, melainkan harus
dikerjakan secara bersama-sama. Groupness menunjukkan bahwa
kelompok merupakan suatu kesatuan (Suprijono, 2011: 57).
Dengan demikian model pembelajaran kooperatif dikembangkan
untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi,
menerima keberagaman, dan pengembangan ketrampilan. Untuk
mencapai hal tersebut, model pembelajaran kooperatif menuntut kerja
sama peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur
reward-nya. Struktur tugas berhubungan dengan bagaimana tugas
diorganisir. Struktur tujuan dan penghargaan mengacu pada derajat kerja
sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai reward.
2. Karakteristik dan prinsip-prinsip cooperative learning
Pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama, yaitu
komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur
intensif kooperatif (cooperative incentive structure). Tugas kooperatif
berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur intensif kooperatif
merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk
bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur insentif dianggap
-
sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur
insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar,
mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi pelajaran,
sehingga mencapai tujuan kelompok (Hamruni, 2012: 163).
Jadi, hal yang menarik dari pembelajaran kooperatif adalah adanya
harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa
peningkatan prestasi belajar siswa juga mempunyai dampak pengiring
relasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah,
harga diri, norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka
memberi pertolongan pada orang lain.
Hamruni (2012: 164) juga menjelaskan bahwa belajar melalui
kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif
motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif, dan
perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa
penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap
anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian,
keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan
kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok
untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa
akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan
semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim
dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan
iklim yang bagus, di mana setiap anggota kelompok menginginkan
semuanya memperoleh keberhasilan. Perspektif perkembangan kognitif
artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat
mengembangkan prestasi siswa untuk berfikir mengolah berbagai
-
informasi. Elaborasi kognitif artinya bahwa setiap siswa akan berusaha
untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah
pengetahuan kognitifnya.
Dengan demikian karakteristik pembelajaran kooperatif sebagai
berikut (Hamruni, 2012: 165-166):
a. Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim.
Setiap tim bersifat heterogen, maksudnya kelompok terdiri atas
anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan
latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini, dimaksudkan agar
setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman,
saling memberi dan menerima, sehingga di harapkan setiap anggota
dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok.
b. Di dasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi
perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi
kontrol. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses
pembelajaran berjalan secara efektif. Fungsi pelaksanaan
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran
yang sudah ditentukan.
Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pelajaran kooperatif
adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh
sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota
kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran
-
kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes
maupun non tes.
c. Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip kerja sama
perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap
anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung
jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling
membantu.
d. Keterampilan bekerja sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan
melalui aktivitas kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan
bekerja sama. Dengan demikian siswa didorong untuk mau dan
sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, Suprijono (2011: 58)
mengatakan ada lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif
yang harus diterapkan :
a. Saling ketergantungan positif
b. Tanggung jawab perseorangan
c. Interaksi promotif
d. Komunikasi antar anggota
e. Pemrosesan kelompok
-
Sedangkan Mifzal (2012: 34-36) berpandangan bahwa
elemen-elemen pembelajaran kooperatif terbagi menjadi empat
yaitu sebagai berikut:
a. Saling ketergantungan positif
b. Akuntabilitas Individual
c. Interaksi tatap muka
d. Keterampilan menjalin hubungan interpersonal
Jadi, dalam proses pembelajaran kooperatif siswa didorong
untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil
belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima
berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan sosial.
Menurut Rahardjo (2012: 242), prinsip dasar dalam strategi
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
a. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok harus mengetahui bahwa semua
anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c. Setiap anggota kelompok harus membagi tugas dan tanggung
jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
d. Setiap anggota kelompok akan dikenai evaluasi.
e. Setiap anggota kelompok berbagi kepemimpinan dan
membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama
proses belajarnya.
-
f. Setiap anggota kelompok akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat ditarik
kesimpulan prinsip-prinsip dari pembelajaran kooperatif yaitu
pembelajaran dilakukan oleh tim yang memiliki tanggung jawab
atas tugas kelompok, setiap tim terdiri dari beberapa ras, suku,
sosial, serta kemampuan akademik. Dan penghargaan lebih
berorientasi pada kelompok dari pada individu.
3. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Setiap pembelajaran yang dilakukan, pastinya memilki keunggulan
dan kelemahan. Begitu juga dengan cooperative learning, berikut
keunggulan dari model pembelajaran kooperatif :
a. Materi yang dipelajari peserta didik tidak lagi tergantung
sepenuhnya pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan
kemampuan berpikir sendiri, menggali informasi dari berbagai
sumber, dan belajar dari peserta didik lain.
b. Ide atau gagasan peserta didik dapat dikembangkan dengan kata-
kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang
lain.
c. Membantu peserta didik untuk respek pada orang lain dan
menyadari akan segala keterbatasannya, serta menerima segala
perbedaan (toleransi), baik dalam satu kelompok maupun kelompok
lain.
d. Strategi cooperative learning merupakan suatu strategi yang cukup
ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus
kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri,
-
hubungan interpersonal yang positif dengan peserta didik yang lain,
mengembangkan ketrampilan mengatur waktu, dan sikap positif
terhadap sekolah.
e. Dapat mengkondisikan interaksi guru-murid maupun sesama murid
selama proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi
dan memberikan rangsangan untuk berpikir lebih keras ( Suyadi,
2013: 77-78).
Di samping keunggulan, pembelajaran kooperatif juga
memiliki keterbatasan, di antaranya :
a. Ketika proses belajar bersama antara peserta didik yang cerdas
dengan peserta didik yang kurang cerdas, ada kesan bahwa
peserta didik yang dianggap kurang cerdas hanya menghambat
penyelesaian tugas.
b. Keberhasilan cooperative learning dalam upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode
waktu yang cukup panjang sehingga jika model ini hanya
diterapkan satu atau dua tatap muka, tidak akan membekali
peserta didik untuk berinteraksi secara intensif dalam belajar
kelompok.
c. Karena pembelajaran kooperatif bertumpu pada belajar
kelompok, maka terdapat kemungkinan belajar mandiri
menjadi lemah. Oleh karena itu, selain peserta didik belajar
sama, hal yang ideal dalam cooperative learning adalah harus
belajar bagaimana membangun kepercayaan diri untuk belajar
mandiri pula (Suyadi, 2013: 78-79).
-
B. Metode Student Team Achievement Division (STAD)
Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu
strategi pembelajaran kooperatif yang di dalamnya beberapa kelompok kecil
siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja
sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara
akademik, siswa juga dikelompokkan secara beragam berdasarkan gender,
ras, dan etnis. Strategi ini pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin di
Johns Hopkins University (Huda, 2014: 201).
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan beranggotakan
4-5 orang. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, kemudian
saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui
tutorial, kuis, dengan cara berdiskusi. Secara individual, setiap minggu atau
setiap dua minggu, siswa diberi kuis. Kuis tersebut diberi skor dan setiap
siswa diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan
skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan seberapa jauh skor itu melampaui
rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu, pada suatu lembar penilaian singkat
atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang
mencapai skor perkembangan tertinggi atau siswa yang mencapai skor
sempurna pada kuis-kuis itu (Hamdani, 2011 : 36).
Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe
STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan
pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain :
a. Perangkat Pembelajaran
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu
dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi RPP, Buku
siswa, LKS beserta lembar jawaban.
-
b. Membentuk kelompok kooperatif
Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan
siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu
kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila
memungkinkan kelompok kooperatif perlu memerhatikan ras, agama,
jenis, kelamin, dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas
ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok
dapat didasarkan pada prestasi.
c. Menentukan Skor Awal
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah
nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis.
Misalnnya, pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes,
maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor.
d. Pengaturan Tempat Duduk
Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur
dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan
pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk
dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya
pembelajaran pada kelas kooperatif.
e. Kerja Kelompok
Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif
tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerja sama kelompok. Hal
ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu
dalam kelompok (Trianto, 2009: 70).
-
Secara sederhana terdapat empat tahapan dalam pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Menurut Huda (2014: 201) tahapan tersebut yaitu :
a. Pengajaran
Pada tahap ini guru menyajikan materi pelajaran, biasanya dengan
format ceramah-diskusi. Pada tahap ini, siswa seharusnya diajarkan
tentang apa yang akan mereka pelajari dan mengapa pelajaran tersebut
penting.
b. Tim Studi
Pada tahap ini, para anggota kelompok bekerja secara kooperatif
untuk menyelesaikan lembar kerja dan lembar jawaban yang telah
disediakan oleh guru.
c. Tes
Pada tahap ujian, siswa secara individual menyelesaikan kuis.
Guru men-skor kuis tersebut dan mencatat pemerolehan hasilnya saat
itu serta hasil kuis pada pertemuan sebelumnya. Hasil tes dari individu
akan diakumulasikan untuk skor tim mereka.
d. Rekognisi
Setiap tim menerima penghargaan atau reward bergantung pada
nilai skor rata-rata tim. Misalnya, tim-tim yang memperoleh poin
peningkatan 15 hingga 19 poin akan menerima sertifikat sebagai tim
baik, tim yang memperoleh rata-rata poin peningkatan dari 20 hingga
24 akan menerima sertifikat tim hebat, sementara tim yang
memperoleh poin 25 hingga 30 akan menerima sertifikat sebagai tim
super.
Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dapat
mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik
antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa.
-
Selain itu, belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki
hubungan anatar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan
memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa pecandang cacat.
C. Mutu Pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam)
1. Pendidikan Agama Islam (PAI)
Islam adalah syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia
di muka bumi agar mereka beribadah kepada-Nya. Penanaman
keyakinan terhadap Tuhan hanya bisa dilakukan melalui proses
pendidikan baik di rumah, sekolah maupun lingkungan. Pendidikan
Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk
pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat dididik
dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi serta
pendukung dan pemegang kebudayaan (Majid, 2014: 11).
Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk
yang mempunyai fungsi ganda yang sekaligus mancakup tugas pokok.
Fungsi pertama manusia sebagai khalifah di bumi yaitu al-Baqarah: 30 :
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.".
Makna ini mengandung arti bahwa manusia diberi amanah untuk
memelihara, merawat, memanfaatkan serta melestarikan bumi. Agar,
terlaksana fungsi kekhalifahan tersebut dengan baik, maka manusia
harus memiliki dua syarat pokok pula. Pertama, syarat keilmuan.
Manusia harus berilmu pengetahuan agar dia dapat memakmurkan alam
-
semesta, merawat dan melestarikan serta mengambil manfaatnya. Syarat
kedua, memiliki moral dan akhlak. Bumi yang dipercayakan manusia
untuk menjaganya, merawat, dan memanfaatkannya haruslah memiliki
komitmen moral. Betapa banyak kerusakan alam terjadi disebabkan ulah
tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Kerusakan alam akan
berdampak negatif untuk manusia (Daulay dkk, 2012: 3) .
Fungsi kedua, manusia adalah makhluk Allah yang ditugasi untuk
menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Sesuai dengan firman Allah
dalam Q.s Az-Zariyat ayat 56 :
Artinya : dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.
Di sini manusia harus tunduk dan pasrah kepada kebesaran Allah
Swt. Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan khaliq dengan
makhluk. Allah pencipta dan manusia yang diciptakannya. Karena itu
manusia harus sadar tentang hal tersebut. Kesadarannya itulah yang
membuat manusia harus tunduk dan patuh kepada khaliqnya, yaitu Allah
Swt. sebagai tanda tunduk dan patuh tersebut manusia mengabdikan
dirinya kepada-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan-Nya (Daulay dkk, 2012: 4).
Dua keseimbangan ini yang selalu dijaga oleh manusia di alam
semesta. Berhubungan dengan alam, maka manusia sebagai
pemimpinnya, yang mengusai, memanfaatkan, memelihara serta
melestarikannya. Berhubungan dengan Allah. Manusia sebagai hamba,
sebagai abdi yang beribadah serta tunduk dan patuh kepada-Nya.
Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama
paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi dikenal
dengan educare, artinya membawa keluar (sesuatu yang ada di dalam).
-
Bahasa Belanda menyebut istilah pendidikan dengan nama opvoeden,
yang berarti membesarkan atau mendewasakan, voden artinya memberi
makan. Dalam bahasa Inggris disebutkan dengan istilah education, yang
berarti to give moral and intellectual training artinya menanamkan
moral dan melatih intelektual (Yasin, 2008 : 16).
Dari istilah-istilah dalam berbagai bahasa tersebut oleh Yasin
(2008: 16) disederhanakan bahwa ternyata pendidikan itu merupakan
kegiatan yang didalamnya terdapat proses pemberian pelayanan untuk
menuntun perkembangan peserta didik. Proses untuk mengeluarkan atau
menumbuhkan potensi yang terpendam dalam diri peserta didik. Proses
memberikan sesuatu kepada peserta didik sehingga tumbuh menjadi
besar, baik fisik maupun non fisik. Yang terakhir pendidikan sebagai
proses penanaman moral atau proses pembentukan sikap, perilaku, dan
melatih kecerdasan intelektual peserta didik.
Menurut Roqib (2009 : 18), pendidikan adalah usaha atau proses
perubahan dan perkembangan manusia menuju ke arah yang lebih baik
dan sempurna. Hal itu mengandung arti bahwa pendidikan bersifat
dinamis karena jika kebaikan dan kesempurnaan tersebut bersifat statis
maka ia akan hilang nilai kebaikannya. Gerak dinamis yang kontinu telah
dilakukan oleh nabi dan membuahkan hasil berupa pembangunan
peradaban Islam yang tinggi dan dihormati oleh masyarakat saat itu dan
bahkan hingga sekarang ini. Pendidikan Islam selalu mengindikasikan
suatu dinamika dan hal itu merupakan bagian utama dari nilai ajaran
Islam.
-
Tanpa gerak dinamis dan proses yang terus menerus maka misi
pendidikan akan sulit terwujud dengan baik dan efektif karena hidup itu
sendiri menunjukkan suatu gerak dinamis, berbeda dengan kematian
yang menunjukkan kondisi statis. Semakin dinamis seorang individu atau
komunitas masyarakat maka semakin baik pula proses pendidikan dan
kehidupannya sebab jika gerak dinamis tercabut dari kehidupan mereka
maka yang terjadi adalah kematian (pendidikan) dalam kehidupan
mereka. Pendidikan sepanjang hayat hanya bisa dimaknai dan
dilaksanakan apabila dinamika kehidupan bisa dipertahankan.
Upaya tersebut dapat dilaksanakan dengan menumbuh-
kembangkan potensi manusia dengan cara menanamkan pengetahuan
(aspek kognitif), mengurus dan memelihara dengan cara diberi contoh
perilaku (aspek afektif), dan mengatur atau melatih dengan cara memberi
ketrampilan (aspek psikomotor) agar manusia peserta didik bisa
bertambah dan berkembang menjadi sempurna dalam segala aspeknya
(Yasin, 2008 : 21).
Sedangkan Islam dalam pendidikan Islam menunjukkan warna
pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan
yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Menurut Tafsir
(2014: 32) pendidikan Islami adalah bimbingan yang diberikan seseorang
kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam. Secara singkat, pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap
seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin. Pendidikan
Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam
mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan
mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau
-
pelatihan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Majid, 2014: 13).
Mujtahid (2011: 20) menyatakan bahwa, konsep pendidikan
Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada
peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan,
pengasuhan pengawasan, dan pengembangan potensialnya, guna
mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat.
Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah proses pengembangan
potensi manusia dalam segala aspeknya. Proses pengembangan potensi
manusia tersebut berarti suatu aktivitas atau kegiatan yang bisa saja
sudah didesain, dikonsep, atau dirancang dengan sengaja sebelumnya,
untuk dilaksanakan di suatu tempat (lembaga) atau berupa kegiatan tanpa
dirancang, namun berdampak pada pengembangan pribadi manusia
dalam segala aspeknya sesuai dengan ajaran Islam (Yasin, 2008: 25-26).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah
pembelajaran untuk mempelajari tentang pengetahuan agama Islam
secara mendasar dan mendalam guna membentuk seorang muslim yang
berkepribadian Islami sesuai dengan suri tauladan Rasulullah Saw.
Oleh karena itu, pendidikan yang sesuai dengan ideologi agama
Islam atau pendidikan dalam perspektif Islam dapat dirumuskan
definisinya sebagai proses mengembangkan potensi manusia baik secara
kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang sesuai dengan kehendak
ajaran Islam. Proses aktifitas pendidikan Islam untuk mengembangkan
potensi manusia tersebut bisa dilakukan melalui dua pengertian yakni
pendidikan Islam dalam arti aktivitas konseptual dan pendidikan Islam
dalam arti non-konseptual (Yasin, 2008 : 26).
-
Yasin (2008: 27) menuturkan bahwa, pendidikan Islam aktivitas
konseptual adalah suatu upaya sadar yang dirancang atau didisain untuk
mengembangkan potensi atau fitrah manusia dalam segala aspeknya
sesuai dengan ajaran Islam. aktivitas ini dapat dilakukan melalui jalur
lembaga pendidikan formal.
Sedangkan pendidikan Islam dalam arti aktivitas non-konseptual
adalah suatu peristiwa interaksi sosial antara manusia atau bertemunya
manusia satu dengan lainnya, baik seorang, dua orang, atau lebih tanpa
disengaja, tetapi dampaknya dapat mengembangkan potensi manusia
dalam segala aspeknya sesuai dengan ajaran Islam. Aktivitas pendidikan
model ini biasanya terjadi di jalur pendidikan luar formal (di masyarakat
dan komunitas) atau dimana saja seseorang tersebut dapat berinteraksi
dengan orang lain (Yasin, 2008: 27).
Islam memberikan perhatian penting terhadap pendidikan, karena
dalam al-Qur’an Allah Swt memerintahkan kepada manusia untuk
mendidik dirinya sendiri dan para keluarga agar terhindar dari siksa api
neraka. Tujuan pendidikan Islam merupakan salah satu tolok ukur yang
harus ada dalam setiap aktivitas pendidikan Islam. Pada dasarnya, tujuan
pendidikan Islam yang berkembang di Indonesia berkaitan dengan
Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan, bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia beriman, bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga
Negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Lestari dkk, 2010 : 78).
-
Pendidikan Agama Islam di sekolah bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengalaman peserta didik
tentang agama Islam sehingga menjadi muslim yang terus berkembang
dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta
untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi
(Majid, 2014: 16). Maka dari itu, Pendidikan Agama Islam haruslah
mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan
melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini
juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi
anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan di akhirat
kelak.
Oleh sebab itu, pendidikan agama Islam sangatlah penting karena
dengan pendidikan Islam, orang tua atau guru berusaha secara sadar
memimpin dan mendidik anak diarahkan pada perkembangan jasmani
dan rohani sehingga mampu membentuk kepribadian yang utama sesuai
dengan ajaran Islam. Penanaman pendidikan Islam hendaknya
ditanamkan sejak kecil sebab pendidikan pada masa kanak-kanak
merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya.
Mengingat betapa pentingnya pendidikan agama Islam dalam
mewujudkan harapan setiap orang tua dan masyarakat, serta untuk
membantu terwujudnya tujuan pendidikan nasional, maka pendidikan
agama Islam harus diberikan dan dilaksanakan di sekolah dengan sebaik-
baiknya. Tujuan pendidikan Islam sesungguhnya tidak terlepas dari
prinsip-prinsip pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai al-Qur’an dan
as-Sunah. Dalam hal ini, paling tidak ada lima prinsip dalam pendidikan
Islam (Raqib, 2009: 32-33).
-
Kelima prinsip tersebut adalah:
a. Prinsip Integrasi (Tauhid). Prinsip ini memandang adanya wujud
kesatuan dunia-akhirat. Oleh karena itu, pendidikan akan meletakkan
porsi yang seimbang untuk mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus
di akhirat.
b. Prinsip keseimbangan. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari
prinsip integrasi. Keseimbangan yang proporsional antara muatan
rohaniah dan jasmaniah, antara ilmu murni dan ilmu terapan, antara
teori dan praktik, dan antara nilai yang menyangkut aqidah, syari’ah,
dan akhlak.
c. Prinsip persamaan dan pembebasan. Prinsip ini dikembangkan dari
nilai tauhid, bahwa Tuhan adalah Esa. Oleh karena itu, setiap
individu dan bahkan semua makhluk hidup diciptakan oleh pencipta
yang sama (Tuhan). Perbedaan hanyalah unsur untuk memperkuat
persatuan. Pendidikan Islam adalah satu upaya untuk membebaskan
manusia dari belenggu nafsu dunia menuju pada nilai tauhid yang
bersih dan mulia. Manusia dengan pendidikan, diharapkan bisa
terbebas dari belenggu kebodohan, kemiskinan, dan nafsu.
d. Prinsip kontinuitas dan berkelanjutan (istiqomah). Dari konsep inilah
dikenal prinsip pendidikan seumur hidup sebab di dalam Islam,
belajar adalah suatu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh
berakhir. Seruan membaca yang ada dalam al-Qur’an merupakan
perintah yang tidak mengenal batas waktu. Dengan menuntut ilmu
secara kontinu dan terus menerus, diharapkan akan muncul kesadaran
pada diri manusia akan diri dan lingkungannya, dan yang lebih
penting tentu saja kesadaran akan Tuhannya.
-
e. Prinsip kemaslahatan dan Keutamaan. Jika ruh tauhid telah
berkembang dalam sistem moral dan akhlak seseorang dengan
kebersihan hati dan kepercayaan yang jauh dari kotoran maka ia akan
memiliki daya jantung untuk membela hal-hal yang maslahat atau
berguna bagi kehidupan. Sebab, nilai tauhid hanya bisa dirasakan
apabila ia telah dimanifestasikan dalam gerak langkah manusia untuk
kemaslahatan, keutamaan manusia itu sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prinsip pendidikan
Islam identik dengan prinsip hidup setiap muslim, yaitu beriman,
bertaqwa, berkepribadian muslim, serta menjadi insan khamil yang
berakhlak mulia guna mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Untuk itu perlu adanya acuan pokok yang mendasari pendidikan
agama Islam sebab, merupakan bagian terpenting bagi manusia yang
secara kodrati adalah insan pedagogis, maka acuan yang menjadi
dasar adalah nilai yang tertinggi dari pandangan hidup masyarakat.
Para pemikir muslim membagi sumber atau dasar yang dijadiakan
acuan dalam pendidikan Islam menjadi tiga bagian yaitu al-Qur’an,
hadis dan ijtihad. Jadi yang menjadi dasar dalam pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam yaitu Al-qur’an, hadis, dan ijtihad para
ulama.
2. Mutu Pembelajaran PAI
Pendidikan saat ini menjadi isu penting di Indonesia. Peran
pendidikan sangat mendukung dalam peningkatan kreativitas siswa.
Siswa yang kreatif sangat mendukung dalam peningkatan skill mereka,
sehingga peserta didik diharapkan, setelah mereka terjun ke
masyarakat, dapat mengembangkan life skillnya yang diperlukan untuk
berkompetisi dalam persaingan global ( Lestari dkk, 2010 : 59).
-
Globalisasi sebagai lanjutan dari kemajuan yang diperoleh manusia
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak bisa ditolak
kehadirannya, hanya saja apa upaya yang harus dilakukan untuk
meminimalisasi pengaruh-pengaruh negatif dari globalisasi tersebut
serta memanfaatkan pengaruh positifnya.
Sebagai agen perubahan sosial, pendidikan Islam yang berada
dalam atmosfer modernisasi dan globalisasi dewasa ini dituntut untuk
mampu memainkan perannya secara dinamis. Kehadirannya diharapkan
mampu membawa perubahan dan kontribusi yang berarti bagi
perbaikan umat Islam, baik pada tataran intelektual teoritis maupun
praktis. Pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai moral
untuk membentengi diri dari ekses negatif globalisasi, tetapi yang
paling penting adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah
ditanamkan pendidikan Islam tersebut mampu berperan sebagai
kekuatan pembebas dari impitan kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi (Majid, 2014: 25).
Dalam menghadapi tantangan tersebut pendidikan Islam
membutuhkan manusia yang handal, memiliki komitmen dan etos kerja
yang tinggi, manajemen yang berbasis sistem dan infra-struktur yang
kuat, sumber dana yang memadai, kemauan politik yang kuat, serta
standar yang unggul. Untuk dapat melakukan tugas tersebut pendidikan
Islam membutuhkan unit penelitian dan pengembangan yang terus
berusaha meningkatkan dan mengembangkan pendidikan Islam. Hanya
dengan usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan itulah,
pendidikan Islam akan dapat mengubah tantangan menjadi peluang
(Nata, 2013: 18).
-
Mutu dewasa ini merupakan isu penting yang dibicarakan hampir
dalam sektor kehidupan, di kalangan bisnis, pemerintah, sistem
pendidikan, dan sektor-sektor lainnya. Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia, mutu adalah “ukuran baik buruk suatu benda, kadar, taraf
atau derajat (kepandaian, kecerdasan dan sebagainya), kualitas”. Dalam
bahasa Inggris, mutu diistilahkan dengan “quality”, sedangkan dalam
bahasa Arab disebut dengan “juudah” (Fathurrohman, 2015: 119).
Mutu dapat didefinisikan ke dalam dua konsep yaitu konsep
absolut dan relatif. Mutu dalam konsep absolut yaitu sesuatu yang
bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi yang tidak
dapat diungguli. Produk-produk yang bermutu adalah sesuatu yang
dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal. Sedangkan
dalam konsep relatif, mutu dipandang bukan sebagai suatu atribut
produk atau layanan, tatapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk
atau layanan tersebut (Nata, 2013: 47). Sesuatu yang dikatakan
bermutu, pasti ketika sesuatu itu bernilai baik atau mengandung makna
yang baik. Sebaliknya sesuatu itu dikatakan tidak bermutu, bila sesuatu
itu mempunyai nilai buruk.
Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang dapat
menghasilkan keluaran, baik pelayanan dan lulusan yang sesuai
kebutuhan atau harapan pelanggan (pasar)nya. Mutu adalah sebuah
proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu
pendidikan yang dimaksudkan adalah kemampuan lembaga pendidikan
dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk
meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.
Proses yang bermutu dapat dilakukan jika anggota lembaga
pendidikan bekerja secara optimal, mempunyai komitmen dan
-
istiqomah dalam pekerjaannya. Tanpa adanya komitmen dan istiqomah
dari para pekerja, dalam konteks lembaga pendidikan, civitas
akademika, maka lembaga pendidikan tersebut tidak mungkin dapat
melakukan proses yang bermutu. Maka dari itu untuk dapat melakukan
proses yang bermutu juga dibutuhkan personalia yang bermutu dan
berdedikasi tinggi. Sehingga berbuat yang optimal atau berkualitas itu
harus dilakukan dalam semua jenjang. Apabila semua civitas
akademika lembaga pendidikan mampu menyadari hal tersebut, maka
mutu lembaga pendidikan tersebut akan dapat tercipta (Fathurrohman,
2015: 135).
Menurut Muhaimin ( 2011: 105-112)., ada beberapa cara strategis
yang perlu diperhatiakn dalam rangka meningkatkan mutu Pendidikan
Agama Islam dalam sebuah madrash/sekolah :
a. Membangun berbagai kekuatan di sekolah/madrasah yang meliputi
memiliki guru yang mempunyai kompetensi, dedikasi, dan
komitmen yang tinggi. Memiliki siswa yang berprestasi, yakni
siswa yang berprestasi lahir dari proses pembelajaran yang kreatif
dan efektif. Sekolah atau madrasah harus dapat menciptakan siswa
yang berprestasi yang dapat membawa nama baik sekolah atau
madrasah ditingkat nasional bahkan internasional.
Mengembangkan sumber belajar yang tidak hanya berpusat pada
guru dan menciptakan kebersamaan yang erat dari berbagai
komponen yang ada di dalam komunitas madrasah. Semua harus
saling melengkapi dan bekerja sama dalam membangun madrasah
melalui sistem yang utuh dan sistematik agar madrasah tetap
unggul.
-
b. Memperkuat kepemimpinan dan manajemen sekolah atau
madrasah. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
memengaruhi, menggerakkan, mengarahkan, dan memperdayakan
seluruh sumber daya sekolah atau madrasah untuk mencapai
tujuan pendidikan di sekolah atau madrasah.
Sedangkan fungsi manajemen adalah membuat perencanaan,
mengorganisasi, melaksanakan dan mengontrol pengembangan
sekolah/madrasah sesuai dengan visi, misi, tujuan dan sasaran
serta berorientasi masa depan.
c. Mengembangkan program-program unggulan. Untuk itu, kepala
sekolah/madrasah harus mampu menjadikan sekolah sejenis
sebagai kompetitornya semakin luas wilayah sekolah yang
dijadikan kompetitor, maka akan semakin luas pula peminat (dari
berbagai daerah) yang memasuki sekolah tersebut. Karena itu,
kepala sekolah harus berusaha untuk mencermati dan memetakan
program-program unggulan apa saja yang sedang dan akan
dikembangkan oleh kompetitornya.
d. Perlunya pengembangan pendidikan Islam di era globalisasi untuk
menerapkan empat strategi, yaitu strategi substantif, yakni
lembaga pendidikan Islam perlu menyajikan program-program
yang komprehensif. Strategi bottom-up yakni lembaga pendidikan
Islam harus tumbuh dan berkembang dari bawah. Strategi
deregulatory, yakni lembaga pendidikan Islam sedapat mungkin
tidak terlalu terikat pada ketentuan-ketentuan baku yang terlalu
sentralistik dan mengikat, dalam arti diperlukan keberanian untuk
melakukan pengembangan lembaga pendidikan Islam yang out of
the box (keluar yang terlalu mengikat). Strategi cooperative, yakni
-
lembaga pendidikan Islam perlu mengembangkan jaringan kerja
sama, baik antar sesama lembaga pendidikan Islam ataupun
dengan yang lainnya pada tingkat nasional, regional maupun
internasional.
Jadi untuk membangun mutu di setiap institut pendidikan
memerlukan komitmen barsama diantara seluruh komponen yang
ada di sekolah, antara pimpinan sekolah, guru, siswa, staf sekolah
lainnya, juga orang tua siswa. Misalnya, hal kecil yang
mengindikasikan bahwa mutu telah mulai bersemi di sekolah
adalah, komitmen terhadap disiplin waktu, disiplin belajar, budaya
berkompetensi dan berprestasi, baik dikalangan guru maupun
siswa, budaya bersih lingkungan, bersih dan rapi dalam
berpakaian, sopan santun dalam bersikap dan bertutur kata, dan
sejenisnya sehingga sekolah secara institusional memiliki
pencitraan diri yang baik di mata masyarakat luas, orang tua, dan
siswa itu sendiri. Pencitraan yang baik inilah sebagai bekal bagi
sekolah untuk maju, tumbuh, dan berkembang secara lebih baik.
Ini yang akan menjadikan dukungan masyarakat terus
mengalir jika pen