indepth report online activism; perlu trobosan baru

12
Indepth Report Online Activism; Perlu Terobosan Baru! oleh : Firdaus Cahyadi Divisi Knowledge Management (KM) Yayasan Satudunia

Upload: satudunia-foundation

Post on 01-Dec-2014

803 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

oleh : Firdaus Cahyadi Divisi Knowledge Management (KM) Yayasan Satudunia

TRANSCRIPT

Page 1: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

Indepth Report

Online Activism; Perlu Terobosan Baru!

oleh :

Firdaus Cahyadi

Divisi Knowledge Management (KM)

Yayasan Satudunia

Page 2: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

Online activism, Apaan tuh?

Online activism nama lain dari digital activism dan klik

activism. Istilah itu muncul seiring dengan keniscayaan

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) begitu

pesat di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pesatnya

perkembangan TIK ini menimbulkan perubahan cara sesorang

berekspresi dan berkomunikasi. Solidaritas sosial yang terkait

dengan kasus tertentu pun begitu mudah digalang di dunia maya.

Dukungan terhadap Prita Mulyasari dalam melawan RS OMNI Internasional dapat

dikatakan sebagai tonggak bagi online activism di Indonesia. “Koin untuk Keadilan” telah

menjadi semacam simbol perlawanan terhadap RS OMNI Internasional pada saat itu.

Setelah Koin untuk Keadilan, muncul replikasi simbol-simbol perlawanan yang serupa,

seperti, gerakan koin untuk presiden. Meskipun gerakan itu tidak bisa sebesar gerakan pada

kasus Prita. Begitu pula penggalangan dukungan di dunia maya, nampaknya tidak ada yang

berhasil mengulang kesuksesan seperti pada kasus Prita Mulyasari melawan RS OMNI

Internasional.

Kenapa belum ada (atau tidak ada) lagi online activism yang bisa mengulang

keberhasilan menggalang dukungan seperti dalam kasus Prita Mulyasari? Tentu ini sebuah

fenomona yang menarik untuk dicermati.

Bagaimana Aktivis Berkampanye Secara Online?

Pada akhir Maret 2011, Yayasan SatuDunia menggelar survei publik secara online

yang bertemakan, “Internet untuk Gerakan Sosial”. Survei tersebut bertujuan untuk

memetakan bagaimana para aktivis, baik yang tergabung dalam organisasi maupun

individual, menggunakan internet untuk kegiatan kampanyenya.

Beberapa responden yang telah mengisi survei online tersebut antara lain mereka

yang tergabung dalam organisasi seperti, Centre for Orangutan Protection, Yayasan

TERANGI, Koalisi Perempuan Indonesia, WWF-Indonesia, Muhammadiyah, FFI, Telapak,

project indonesia, Imparsial dan beberapa organisasi lain serta individu yang tidak tergabung

dalam sebuah organisasi.

Sebanyak 97% responeden survei tersebut adalah aktivis yang tergabung dalam

sebuah organisasi. Hanya 3% yang tidak tergabung dalam organisasi. Seluruh responden

mengaku bahwa dirinya secara individu maupun organisasinya menggunakan internet untuk

Page 3: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

aktivitasnya. Mereka menggunakan internet dengan berbagai tujuan secara bersamaan.

Ternyata banyak aktivis yang menggunakan internet untuk berkomunikasi melalui

email, chating dan sebagainya dengan sesama aktivis atau lembaga donor. Selain itu merka

juga sering menggunakan internet untuk berbagi informasi dan pengetahuan. Terdapat fakta

menarik, bahwa penggunaan internet untuk kampanye justru menempati urutan terakhir.

Ada beberapa kemungkinan untuk menjelaskan fenomena ini. Kemungkinan pertama,

memang sebagian aktivis yang mengisi survei ini jarang menggunakan internet untuk tujuan

kampanyenya. Kemungkinan kedua, para aktivis yang mengisi survei ini menganggap sama

antara aktivitas berbagai informasi dan pengetahuan dengan kampanye. Padahal kedua

aktivitas itu berbeda dari segi tujuan outputnya.

Berbagi informasi, tujuannya adalah pihak yang kita beri informasi mampu mengabil

keputusan berdasarkan informasi yang kita berikan, terlepas apapun keputusannya. Berbagi

pengetahuan, bertujuan agar pihak yang menerima produk pengetahuan dari kita dapat

meningkat kapasitasnya (menjadi lebih memahami) terkait substansi pengetahuan yang kita

bagikan.

Selain itu juga agar pengetahuan yang kita bagikan bisa dijadikan ajang diskusi

sehingga berjalanlah proses-proses pengetahuan yang pada akhirnya muncul improvisasi

dan inovasi baru dari substansi pengetahuan yang kita bagikan.

Sementara kegiatan kampanye tujuannya lebih spesifik, yaitu agar pihak yang

menerima pesan kampanye kita mendukung kegiatan kampanye kita. Jadi sudah sejak awal

88%

69%

97%

94%

Tujuan Penggunaan Internet

Menambah jaringanKampanyeKomunikasi (email, chating dsb) Berbagi informasi dan pengetahuan

Page 4: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

output agar pihak yang menerima pesan kampanye itu mendukung sudah didesain dari awal.

Dari data tersebut di atas ternyata mayoritas aktivis yang menjadi responden survei

mengirimkan press release melalui internet. Kemudian disusul dengan menggalang

dukungan atau undangan aksi. Data tersebut di atas dapat ditafsirkan bahwa penggunaan

internet untuk kampanye aktivis lebih banyak untuk melengkapi atau menggantikan kegiatan

kampanye yang semula belum atau tidak dilakukan dengan menggunakan internet.

Misalnya, jika sebelumnya aktivis mengirimkan press release dengan mengirimkan fax.

Maka sekarang (dalam waktu bersamaan juga) mereka menggunakan email. Begitu juga

dengan mengirimkan undangan untuk sebuah aksi tertentu. Efektifitas waktu dan biaya

mungkin menjadi pertimbangan utama pilihan ini.

81%

31%

63%

84%

Kegiatan kampanye yang sering dilakukan dengan internet

Mengirim press re-leaseMembuat petisi onlineMembuat dan mengir-im surat terbukaMenggalang dukun-gan untuk menghadiri atau terlibat sebuah aksi/kegiatan

88%

72% 28%

41%

50%

22%

Media yang biasa digunakan untuk kegiatan kampanye online

milis (mailing list)

website organ-isasiWebsite User Generete Con-tent/UGC

forum-forum diskusi (kaskus dsb)blog

Other

Page 5: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

Dari data di atas nampak bahwa sebagian besar aktivis yang menjadi responden

survei menggunakan media mailing list (milis) untuk melakukan kampanye. Selain milis

mereka juga sering menggunakan web organisasi atau pribadi untuk melakukan kampanye.

Kemudian disusul dengan penggunaan blog, posting di forum-forum diskusi dan menulis di

web 2.0 (User Generate Content/UGC).

Web 2.0 (User Generate Content) adalah web yang membebaskan penggunanya

membuat kontennya sendiri. Web 2.0 yang sering digunakan untuk kegiatan kampanye para

aktivis yang menjadi responden survei adalah kompasiana, politikana dan beberapa web

yang lain.

50%

13%

9%

28%

Website dengan User Generete Content apa saja yang paling sering anda/organisasi anda gunakan untuk kampanye?

Kompasiana.comPolitikana.comSatuportal.netLainnya

28%

22%

50%

Forum di Internet yang sering digunakan untuk kampanye

forum detik.comforum kaskus.comlainnya

Page 6: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

Sedangkan forum diskusi di internet yang sering digunakan untuk melakukan

kampanye adalah forum detik.com. Forum diskusi kaskus.us yang menurut alexa menempati

peringkat teratas justru berada pada urutan kedua setelah forum detik.com. Bahkan banyak

aktivis yang menggunakan forum diskusi lainnya sebagai media kampanye.

Belum atau tidak digunakannya secara maksimal forum kaskus dan detik.com ini

menjadi sesuatu yang menarik untuk dicermati. Mengingat menurut alexa.com, kedua forum

itu menempati ranking yang bagus, terutama kaskus.

Sedangkan media sosial yang sering digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan

kampanye adalah facebook. Ini menjadi relevan karena memang Indonesia termasuk negara

dengan pengguna facebook terbesar di dunia.

Meskipun terlihat telah aktif melakukan kampanye di internet, namun sebanyak 19%

responden mengaku belum atau tidak mengetahui sejauh mana efektifitas kampanye dengan

menggunakan internet. Apa itu artinya? Bisa jadi kampanye dengan menggunakan internet

belum masuk kedalam bagian dari strategi kampanyenya, sehingga dampak dari efektifitas

kegiatan itu belum atau tidak dapat diukur.

Kendala yang Dihadapi saat Berkampanye Secara Online

Ternyata ada beberapa kendala menurut responden survei dalam malakukan

kampanye secara online. Ada kendala sumberdaya manusia, ada pula kendala terkait

perencanaan kampanye secara keseluruhan (terkait target kampanye, misalnya). Namun ada

pula kendala yang terkait dengan akses internet yang belum merata di Indonesia.

facebook.com

twitter.com

friendster.com

youtube.com

metacafe.com

www.plurk.com

www.koprol.com

Other

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Situs jejaring sosial yang sering digunakan untuk kampanye

Page 7: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

Akses internet yang belum merata umumnya menjadi kendala bagi aktivis yang

bekerja di lapangan, terutama di Indonesia Timur dan daerah terpencil lainnya. Jika dikaitkan

dengan pembangunan infrastruktur internet kendala tersebut menjadi relevan.

DI Indonesia, infrastruktur telekomunikasi dan informatika (telematika) terkonsentrasi di

Jawa dan Indonesia Barat. Sementara Indonesia Timur, yang menjadi kawasan yang kaya

sumber daya alam sehingga sering muncul konflik perebutan akses sumber daya alam antara

masyarakat dan korporasi serta negara, justru minim infrastruktur internet dan

telekomunikasinya.

Penyebaran fiber optik di Indonsia

Akibatnya, penduduk di kawasan Indonesia timur tidak memiliki akses terhadap

telematika. Kondisi ini sering disebut sebagai sebuah kesenjangana akses telematika.

Ketiadaan akses telematika ini bisa jadi yang menyebabkan pendapatan ekonomi penduduk

di kawasan Indonesia Timur selalu lebih rendah dibandingkan penduduk di kawasan

Indonesia barat, terutama Pulau Jawa.

Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada akhir 2004,

seperti ditulis www.iptek.net, menunjukan, bahwa sebanyak 75 persen pelanggan dan

pengguna internet berlokasi di Jakarta, 15 persen di Surabaya, 5 persen di daerah lain di

pulau Jawa dan 5 persen sisanya di propinsi lainnya.

Terkait dengan ketimpangan akses telematika, data terbaru terkait dengan ICT di

Indonesia ternyata tidak mengalami banyak perubahan. Data terbaru dari Kementerian

Page 8: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

Komunikasi dan Informatika (Kominfo), seperti yang ditulis dalam buku putih ICT tahun 2010

menyebutkan bahwa sejak tahun 2007-2008, akses internet di Indonesia mengalami

peningkatan yang cukup tinggi.

Pada tahun 2007, prosentase keluarga yang telah memiliki akses internet adalah

5,58%. Pada tahun 2008 meningkat menjadi 8,56%. Namun peningkatan itu masih di

dominasi dari wilayah Jawa dan Indonesia bagian barat. Pada tahun 2007 misalnya, kawasan

di Jawa, prosentase keluarga yang memiliki akses internet sebesar 6,65%. Dan pada tahun

2008 meningkat menjadi 9,95%.

Ketimpangan akses terhadap internet juga terlihat dalam pembangunan infrastruktur

telematika (telekomunikasi dan informatika). Sebanyak 65,2% infrastruktur backbone serat

optik terkonsentrasi di Jawa, kemudian diikuti oleh Sumatera (20,31%) dan Kalimantan

(6,13%). Wilayah Indonesia timur (Nusa Tenggara, Maluku dan Papua) belum terjangkau

infrastruktur ini.

Pengertian backbone sendiri adalah saluran atau koneksi berkecepatan tinggi yang

menjadi lintasan utama dalam sebuah jaringan. Kesejangan infrastruktur ini telah

mengakibatkan terjadinya kesenjangan akses telematika antar wilayah di Indonesia.

Online Activism; Perlu Terobosan Baru

Untuk memaksimalkan online activism perlu sebuah terobosan baru untuk mengatasi

segala kendala yang ada. Setidaknya ada dua trobosan yang harus dilakukan. Pertama,

trobosan dari eksternal atau di sisi kebijakan. Kedua, trobosan dari internal organisasi atau

individu penggiat online activism.

Terobosan dari sisi kebijakan, misalnya, perlu ada terobosan agar arah kebijakan

infrastruktur telematika mulai menjangkau daerah-daerah luar Jawa, utamanya di Indonesia

Timur. Selama ini kebijakan telematika yang terlalu liberal dan diserahkan ke mekanisme

pasar terbukti membuat konsentrasi pembangunan infrastruktur hanya di wilayah Jawa dan

Indonesia Barat. Pembangunan infrastruktur telematika di kawasan Indonesia Timur dianggap

tidak menguntungkan secara ekonomi oleh korporasi-korporasi yang menyelenggarakan

bisnis telematika.

Di pembangunan infrastruktur dasar telematika inilah, negara harus lebih berperan.

Warga di kawasan Indonesia Timur memiliki hak yang sama dengan saudaranya di Indonesia

Barat. Mereka bukan sekedar angka. Mereka berhak atas akses telematika seperti warga

yang tinggal di Jawa dan Indonesia Barat. Artinya, diperlukan sebuah trobosan kebijakan

Page 9: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

telematika di luar mekanisme pasar yang selama ini telah menjadi pakem dari kebijakan

telematika di Indonesia.

Peluang untuk melakukan trobosan dari sisi kebijakan itu masih memungkinan, karena

di saat ini (April 2011) pemerintah sedang melakukan harmonisasi Rancangan Undang

Undang (RUU) Konvergensi Telematika. Di salah satu pasal dari RUU itu berbicara masalah

layanan universal telematika.

Terobosan selanjutnya adalah dari sisi internal organisasi atau individu. Di internal

organisasi atau individu, kegiatan kampanye dengan menggunakan media internet harus

sudah direncanakan sejak awal. Singkat kata, kampanye secara online harus menjadi bagian

dari strategi kampanye.

Karena masuk dalam strategi kampanye, maka pengetahuan terhadap media di

internet yang akan digunakan untuk kampanye menjadi mutlak diperlukan. Misalnya ketika

kita memilih forum di internet untuk menyebarkan material kampanye. Kita harus mengetahui

berapa mamber dari forum itu, bagaimana rangking forum itu menurut alexa atau situs

pemeringkat website lainnya.

Hasil survei di atas yang menunjukan belum dimanfaatkanya secara maksimal forum

diskusi di kaskus dan detik.com adalah salah satu contohnya. Kedua forum itu selain memiliki

anggota yang banyak juga menempati peringkat yang baik menurut alexa.com.

Begitu pula pemanfaatan web 2.0 atau (User Generate Content). Berdasarkan survei

di atas, para aktivis lebih banyak memanfatkan web kompasiana dan politikana. Mungkin

salah satu pertimbangan menggunakan kompasiana untuk kampanye adalah peringkatnya

yang lumayan baik. Itu benar. Namun sejatinya ada beberapa web 2.0 di Indonesia yang

belum dimanfaatkan secara maksimal untuk kampanye.

Web 2.0, gantibaju.com misalnya. Gantibaju.com seperti toko kaos online. Akan tetapi,

disain kaos yang dijual adalah disain dari anggota komunitasnya.Alexa.com (per 30 Maret

2011) menempatkan gantibaju.com pada rangking ke 93,899 dunia. Sementara untuk

Indonesia, gantibaju.com berada pada peringkat ke 1072. Peringkat web 2.0, gantibaju.com

lebih baik dari peringkat politikana, per 30 Maret 2011.

Seperti kita sudah sering lihat di account jejaring sosial facebook milik sebagian aktivis.

Di antara mereka ada yang mengupload desain kaos kampanye. Dan kaos kampanye itu

kebanyakan memang dijual, dan keuntungan dari penjualannya itu untuk biaya kampanye

atau advokasi. Selain diupload di facebook, bisa juga kaos kampanye itu diupload di web

gantibaju.com misalnya.

Page 10: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

Begitu pula, mengenai film kampanye. Sudah banyak film kampanye yang dibuat oleh

para aktivis. Seringkali film kampanye itu diupload di youtube atau facebook. Padahal selain

di kedua situs itu, kita bisa memberikan ulasan terhadap film kampanye itu melalui web 2.0

Bicarafilm.com.

Bicarafilm.com, konsepnya adalah blog keroyokan tempat menuangkan pemikiran

mereka dalam bentuk tulisan, kemudian dikomentari oleh warga/user lainnya. Yang menarik

adalah tulisan-tulisan tersebut dimoderasi oleh warga/user dengan memberi rating. Tulisan

yang ratingnya tinggi otomatis masuk di Headline. Alexa.com (per 30 Maret 2011)

menempatkan Bicarafilm.com pada peringkat ke 573,797 dunia. Sementara untuk Indonesia,

Bicarafilm.com berada pada peringkat ke 10,968.

Begitu pula ketika kita memilih menggunakan milis untuk memposting material

kampanye kita. Kita juga perlu tahu, siapa dan berapa anggota milis tersebut. Beberapa

waktu yang lalu, milis forum pembaca kompas, menjadi milis yang efektif untuk menyebarkan

material kampanye. Karena selain memiliki banyak anggota, beberapa wartawan juga

menjadi anggota dari milis itu. Sehingga materi kampanye kita besar kemungkinan dikutip

atau minimal dijadikan background dari si wartawan untuk membuat liputan terkait isu yang

kita kampanyekan.

Nampaknya para aktivis sosial digital, baik yang tergabung dalam organisasi maupun

tidak, telah memanfatkan peluang media baru (internet) untuk bekampanye. Namun,

nampaknya penggunaan internet untuk kampanye belum masuk dalam sebuah strategi besar

komunikasi atau kampanye mereka.

82%

18%

Efektifitas Kampanye di Internet

EfektifTidak EfektifBelum atau tidak tahu efektifitas-nya

Page 11: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

Hal itu nampak dari responden survei yang menyebutkan bahwa sebanyak 18% belum

atau tidak tahu apakah kampanyenya di internet itu efektif. Ketidakjelasan tujuan kampanye,

target sasaran dari kampanye, media di internet yang dipilih besar kemungkinan menjadi

penyebab utama para aktivis belum mengetahui bagaimana mengukur efektifitas dari

kegiatan kampanyenya.

Intinya, perlu integrasi strategi kampanye dengan strategi pengetahuan dalam online

aktivism. Dari integrasi kedua strategi itu, bisa muncul sebuah trobosan-trobosan baru di luar

'kotak' dari kegiatan kampanye yang selama ini telah dilakukan secara online. Dengan

integrasi itu kita bisa mengetahui kapan kita menggunakan facebook, twitter, web.2.0, blog

untuk kampanye secara online.

Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah kampanye secara online ini hanyalah salah

satu alat. Artinya, jangan sampai online aktivism ini melupakan kita untuk tetap melakukan

kampanye secara offline. Merawat hubungan secara offline dengan wartawan tetap

diperlukan meskipun di waktu yang bersamaan kita juga melakukan online activism. Kasus

Prita Mulyasari melawan RS OMNI Internasional menjadi begitu menggema, salah satunya

adalah peran media massa konvensional yang ikut memblowupnya.

Bahan Bacaan.

1. Gerakan Rakyat Dukung Pembebasan Nenek Minah.

http://www.facebook.com/home.php?sk=2361831622#!/group.php?gid=180415896573

2. Dukung Korban Lapindo Mendapatkan Keadilan,

http://www.causes.com/causes/333125

3. DUKUNGAN BAGI IBU PRITA MULYASARI, PENULIS SURAT KELUHAN MELALUI

INTERNET YANG DITAHAN, http://www.causes.com/causes/290597

4. Koin Prita Selesai Dihitung,

http://megapolitan.kompas.com/read/2009/12/30/2338022/koin.prita.selesai.dihitung

5. Kronologi Kasus Prita Mulyasari,

http://hukum.tvone.co.id/berita/view/15586/2009/06/08/kronologi_kasus_prita_mulyasa

ri/

6. Hak Asasi Manusia Pilar Utama Kebijakan Konten di Indonesia , Kertas Posisi

Yayasan Satudunia tentang Kebijakan Konten Yayasan Satudunia, Satudunia, 2010

7. Di Tengah Kegelapan, Kami Nyalakan Lentera, Kertas Posisi Yayasan Satudunia

Page 12: Indepth report online activism; perlu trobosan baru

tentang ICT di Indonesia, Satudunia, 2010

8. http://web.bisnis.com/sektor-riil/telematika/1id179371.html

9. http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=5&ch=inti

10. http://www.satuportal.net/content/internet-pornogafi-dan-gerakan-sosial