indofood riset nugraha
DESCRIPTION
Penelitian Pisang punya RahmatTRANSCRIPT
-
URAIAN UMUM
Pisang talas (Musa paradisiaca var. sapientum L.) adalah salah satu jenis
pisang khas Kalimantan Selatan yang memiliki prospek cerah ke depan. Pisang Talas
memiliki tekstur lembut, manis sedikit sepat, beraroma wangi, berserat halus,
berwarna kemerahan dan mampu bertahan lama karena kulit luarnya yang keras.
(Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan, 2014).
Pisang talas dalam setiap rumpunnya menghasilkan anakan sekitar 5-7 anakan pada
tahun pertama (Aspariah, 2007). Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh
bibit pisang yang sehat dan dalam jumlah banyak dapat dilakukan dengan teknik
kultur jaringan.
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman (sel, kelompok sel, jaringan, organ, protoplasma) dan menumbuhkannya
dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut berkembang menjadi tanaman
lengkap. Pada umumnya teknik kultur jaringan dapat dibagi menjadi empat tahapan,
yaitu : tahap pertama induksi (penanaman awal), untuk menumbuhkan jaringan
tanaman baik berupa tunas maupun kultur kalus dengan tujuan untuk membentuk
kultur masal sel/tunas yang belum/tidak terdiferensi. Tahap kedua multiplikasi
(perbanyakan), untuk memperbanyak tunas/kalus dari hasil tahap pertama dimana
tunas yang sudah terbentuk dipotong-potong dengan tujuan untuk memproduksi
tunas majemuk. Tahap ketiga rooting (pembentukan akar), yaitu pemindahan tunas-
tunas terbaik hasil multiplikasi ke media perakaran dengan tujuan untuk merangsang
pertumbuhan dan pembentukan akar sehingga menjadi planlet yang sempurna. Tahap
keempat adalah aklimatisasi, yaitu penyesuaian kondisi tempat tumbuh dari
lingkungan in vitro ke tempat tumbuh di rumah kaca dan atau lapangan agar tanaman
mampu beradaptasi terhadap iklim dan lingkungan yang baru (Hardjowigeno, 2003).
Aklimatisasi merupakan langkah penting dalam perbanyakan tanaman secara
in vitro. Selama pertumbuhan in vitro, tanaman berkembang di bawah kondisi yang
terkendali, termasuk lingkungan tertutup, tanpa pertukaran gas, dengan kelembaban
tinggi di udara, intensitas cahaya rendah, dan penggunaan gula dari media sebagai
sumber karbon dan energi. Aklimatisasi adalah proses pengandaptasian tanaman dari
media hara in vitro ke media tanah in vivo. Tanaman yang tumbuh secara in vivo
bebeda dengan keadaan tanaman yang tumbuh secara in vitro, oleh sebab itu
-
2
pemindahannya memerlukan teknik khusus agar derajat kematian dapat ditekan
seminimal mungkin (Wardiyarti, 1998).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Interaksi antara dosis pupuk kandang kotoran ayam dengan dosis pupuk NPK
mutiara terhadap pertumbuhan pisang talas hasil aklimatisasi pada lahan
gambut.
2. Pengaruh dosis pupuk NPK mutiara terhadap pertumbuhan pisang talas hasil
aklimatisasi pada lahan gambut.
3. Pengaruh dosis pupuk kandang kotoran ayam terhadap pertumbuhan pisang talas
hasil aklimatisasi pada lahan gambut. Percobaan perbanyakan pisang talas hasil
aklimatisasi dilaksanakan pada lahan gambut di Desa Simpang Nungki RT.1,
Kecamatan Cerbon Kabupaten Barito Kuala. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan
selama 5 (lima) bulan, yaitu mulai bulan April sampai Agustus 2015. Metode
penelitian yang digunakan adalah Faktorial dua faktor, menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK), dimana yang dijadikan kelompok adalah tinggi tanaman
dengan 3 pengelompokan (4-14 cm, 14-24 cm, dan 24-34 cm). Faktor yang
digunakan meliputi : Faktor pertama adalah pupuk NPK Mutiara (N) terdiri dari 3
taraf perlakuan, yaitu : n1 : 200 kg ha-1
= 200 g/lubang tanam, n2 : 250 kg ha-1
= 250
g/lubang tanam, dan n3 : 300 kg ha-1
= 300 g/lubang tanam. Faktor kedua adalah
pupuk kandang kotoran ayam (K) terdiri dari 4 taraf, yaitu : k1 : 5 t ha-1
= 5 kg/lubang
tanam, k2 : 10 t ha-1
= 10 kg/lubang tanam, k3 : 15 t ha-1
= 15 kg/lubang tanam, dan k4
: 20 t ha-1
= 20 kg/lubang tanam.
PENDAHULUAN
Pisang merupakan salah satu produk buah unggulan nasional. Buah ini sangat
memasyarakat karena dapat dikonsumsi kapan saja dan di segala tingkatan usia dari
bayi hingga manula. Pisang memiliki beberapa keunggulan yang dibutuhkan seperti :
kandungan nutrisi yang lengkap, bahan pelengkap berbagai olahan pangan,
produktivitas dan kemampuan untuk mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk
bertahan hidup. Tingkat produktivitas pisang juga sangat tinggi dibandingkan
-
3
tanaman sumber karbohidrat lainnya, sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pangan alternatif pengganti beras khususnya di daerah rawan pangan Daerah
penyebaran pisang cukup luas, umumnya pisang ditanam di pekarangan maupun
ladang dan sebagian sudah ada dalam bentuk perkebunan (Kuntarsih, 2012).
Secara umum produksi komoditas pisang di Kalimantan Selatan mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 sebesar 65,073 ton, pada tahun
2012 sebesar 69,670 ton, dan pada tahun 2013 sebesar 71,383 ton (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan, 2014).
Pisang talas (Musa paradisiaca var. sapientum L.) adalah salah satu jenis
pisang khas Kalimantan Selatan yang memiliki prospek cerah ke depan. Pisang talas
sangat laku di pasaran menyebabkan harganya mahal namun sulit dicari. Pisang talas
memiliki tekstur lembut, manis sedikit sepat, beraroma wangi, berserat halus,
berwarna kemerahan dan mampu bertahan lama karena kulit luarnya yang keras.
(Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan, 2014).
Untuk mengatasi faktor pembatas tersebut diperlukan pengelolaan tanah,
salah satunya dengan ameliorasi tanah misalnya pemupukan baik pemberian pupuk
organik maupun pupuk anorganik. Pemupukan merupakan upaya untuk mencapai
kebutuhan unsur hara bagi tanaman yang dapat meningkatkan produktivitas tanah
dan produksi tanaman. Alternatif yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas
tanah gambut yang diketahui mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang
kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, dalam penelitian ini adalah
melakukan pemupukan NPK Mutiara dan pupuk kandang kotoran ayam (Sutedjo et
al, 1991).
PERUMUSAN MASALAH
Usaha meningkatkan produksi buah pisang talas di beberapa daerah di
Kalimantan Selatan mendapat hambatan, yaitu dengan adanya serangan beberapa
penyakit dan perkembangbiakan tanaman dari anakan atau secara konvensional yang
lambat dibanding jenis pisang lain,. Pisang talas dalam setiap rumpunnya
menghasilkan anakan sekitar 5-7 anakan pada tahun pertama (Aspariah, 2007). Salah
satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh bibit pisang yang sehat dan dalam
jumlah banyak dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan. Menurut Wardiyarti
-
4
(1998), kultur jaringan adalah pemeliharaan in vitro semua bagian tanaman, baik
yang berupa sel tunggal, jaringan atau organ dalam kondisi bebas hama dan penyakit
serta pengaruh mikroorganisme.
Kultur jaringan tanaman atau sering di sebut juga perbanyakan tanaman
secara in vitro adalah suatu teknik pengisolasian dan pemeliharaan sel atau potongan
jaringan tanaman yang dipindahkan dari lingkungan alaminya, kemudian
ditumbuhkan pada media buatan yang sesuai dan kondisinya aseptik. Bagianbagian
tersebut kemudian memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap
kembali (Gunawan, 1995).
Berbeda dengan teknik perbanyakan vegetatif konvensional, kultur jaringan
melibatkan pemisahan komponen-komponen biologis dan tingkat pengendalian yang
tinggi dalam memacu proses regenerasi dan perkembangan jaringan. Setiap urutan
proses dapat dimanipulasi melalui seleksi bahan tanaman, medium kultur dan faktor-
faktor lingkungan, termasuk eliminasi mikroorganisme seperti jamur dan bakteri.
Semua itu dimaksudkan untuk memaksimalkan produk akhir dalam bentuk kuantitas
dan kualitas propagula berdasarkan prinsip totipotensi sel (Zulkarnain, 2009).
Perbanyakan pisang secara in vitro diharapkan memiliki tingkat keberhasilan
yang tinggi. Kultur in vitro selesai pada saat terbentuk planlet (tanaman kecil) yang
mempunyai pucuk pada ujung yang satu dan akar yang berfungsi pada ujung lainnya.
Selanjutnya adalah pemindahan planlet ke tanah. Masa ini merupakan masa yang
kritis dalam rangkaian perbanyakan tanaman. planlet harus menyesuaikan diri dari
kondisi heterotrop menjadi autotrop. Masa ini disebut aklimatisasi (Gunawan, 1995).
Keadaan in vivo yang harus dihadapi planlet adalah : (1) kelembapan yang
berkurang, (2) temperatur yang tinggi, (3) intensitas cahaya yang lebih tinggi, (4)
perlu mengadakan proses fotosintesis, dan (5) adanya serangan hama dan penyakit
(Gunawan, 1995).
Potensi tanah gambut di Kabupaten Barito Kuala terutama untuk lahan
pertanian produktif belum dimanfaatkan secara maksimal. Hasil yang rendah tersebut
erat kaitannya dengan kendala fisika dan kimia lahan, seperti dinamika air,
kemasaman tanah, kesuburan kandungan NPK yang rendah. Unsur K, Ca dan Mg
-
5
merupakan faktor pembatas utama pertumbuhan dan produksi tanaman di lahan
gambut (Alwi, 2007).
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Interaksi antara dosis pupuk kandang kotoran ayam dengan dosis pupuk NPK
mutiara terhadap pertumbuhan pisang talas hasil aklimatisasi pada lahan
gambut.
2. Pengaruh dosis pupuk NPK mutiara terhadap pertumbuhan pisang talas hasil
aklimatisasi pada lahan gambut.
3. Pengaruh dosis pupuk kandang kotoran ayam terhadap pertumbuhan pisang talas
hasil aklimatisasi pada lahan gambut.
MANFAAT PENELITIAN
Dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
budidaya pisang talas hasil aklimatisasi dengan pemberian pupuk NPK mutiara dan
pupuk kandang kotoran ayam pada lahan gambut.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Pisang
Tanaman pisang termasuk tumbuh-tumbuhan herba dan berbiji tunggal
(monokotil). Tanaman pisang adalah suatu tumbuhan yang dari akar hingga daunnya
dapat dimanfaatkan untk kepentingan manusia. Tanaman pisang berasal dari
kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar luas
ke kawasan Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan, dan Amerika Tengah.
Penyebaran tanaman ini selanjutnya hampir merata ke seluruh dunia, yakni meliputi
daerah tropik dan subtropik, dimulai dari Asia Tenggara ke timur melalui Lautan
Teduh sampai ke Hawai. Selain itu, tanaman pisang tersebar di barat melalui
Samudra Atlantik, Kepulauan Kanari, sampai Benua Amerika (Suyanti, 2008).
Tanaman pisang talas dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Monocotyledonae
-
6
Ordo : Scitamineae
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca var. sapientum (L.)
(Sumber : www.plantamor.com)
Tanaman pisang pada umumnya adalah tumbuhan berumpun. Setiap batang
pisang biasanya akan tumbuh tunas dalam waktu 1sampai 11/2 bulan sekali. Kalau
menghendaki tanaman pisang menjadi produktif, maka pertumbuhan pisang dalam
setiap rumpun dibatasi hanya 3sampai 4 batang saja. Tunas-tunas pisang yang
selebihnya kita basmi atau kita pindahkan ke lahan lain (Kuswanto, 2007).
Akar
Tanaman pisang tidak berakar tunggang. Pada umumnya akar tanaman itu
mempunyai akar-akar rambut yang halus dan sangat banyak. Akar yang tumbuh di
bonggol pisang bagian bawah panjangnya kurang lebih 0.75-1.5 m, dan sebagian
besar dari akar akar tanaman pisang itu tumbuh ke samping bonggol yang
panjangnya antara 4 sampai 5 meter (Kuswanto, 2007).
Umbi (bonggol)
Umbi pisang itu dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: umbi bagian dalam
dan umbi bagian luar. Pada umbi bagian dalam, terdapat juga titik tumbuh dan
kambium. Di atas umbi bagian dalam itu terdapat sebagian kecil umbi bagian umbi
luar dan tempat tumbuhnya akar dan tunas-tunas pisang baru. Letak duduk umbi
pisang sebaiknya jangan sampai kurang dari 10 cm di bawah permukaan tanah. Umbi
pisang yang sebagian besar berada di atas permukaan tanah disebut pisang nyandi.
Pisang yang demikian itu sangat mudah sekali roboh bila tertiup angin. (Kuswanto,
2007).
Batang
Batang pisang sesungguhnya bukanlah batang yang asli tetapi merupakan
batang semu. Di bagian dalam batang pisang terdapat hati pisang dan hati pisang itu
ditutup gedobok-gedobok yang tersusun saling tutup menutupi. Gedebok pisang
selain mengandung air juga mengandung serat-serat pisang yang panjang dan kuat.
Di bagian atas dari gedebok-gedebok pisang itu tumbuh pelepah pisang lengkap
-
7
dengan daunnya. Pelepah pisang itu panjangnya lebih dari panjang daunnya
(Kuswanto, 2007).
Daun
Daun pisang bentuknya meruncing dan disebelah ujungnya merata. Bentuk
daunnya semakin ke ujung semakin kecil dan menyempit. Daun pisang di bagian luar
licin seperti lilin. Pada bagian tepi daun pisang itu hanya berbingkai tipis dan lemah,
sehingga pada umumnya mudah robek bila tertiup angin (Kuswanto, 2007).
Bunga dan buah
Setiap tanaman pisang memiliki bunga yang sangat banyak, bunganya
majemukdan tangkainya panjang, kuat dan bulat. Daun pelindungnya biasanya
disebut seludung bunga yang warnanya kecoklatan dan agak merah. Letak seludung
bunganya saling tutup-menutupi antara satu dengan yang lainnya. Bunga-bunga
pisang itu terkumpul menjadi satu kesatuan yang disebut ontong pisang. Biasanya
50% dari ontong pisang akan menjadi buah yang sempurna, dan selebihnya akan
gagal menjadi buah ontong yang tidak bisa diharapkan menjadi buah sebaiknya
segera dipotong (Kuswanto, 2007).
Pada umumnya tanaman pisang akan berbuah setelah tanaman berumur 12
sampai 18 bulan. Buah pisang akan tua setelah berumur 3 sampai 4 bulan. Sisiran
buah pisang yang paling atas biasanya besar-besa, tetapi semakin ke ujung akan
semakin kecil. Selain itu sisiran buah pisang yang teratas biasanya lebih cepat tua
atau lebih cepat masakdaripada sisiran buah pisang di bawahnya (Kuswanto, 2007).
Syarat Tumbuh Pisang
Pisang dapat ditanam di dataran rendah dengan suhu 21-320
C dan beriklim
lembab. Walaupun demikian pisang masih dapat berkembang baik sampai pada
ketinggian tempat 1300 m dpl. Di dataran tinggi, umur berbuah pisang menjadi lebih
panjang dan kulit buahnya pun cenderung lebih tebal. Topografi yang dikehendaki
tanaman pisang berupa lahan datar dengan kemiringan 80. Lahan itu terletak di
daerah tropis antara 160 LU-12
0 LS (Tim Redaksi Trubus, 2002).
Pertumbuhan optimal pisang dicapai di daerah yang bercurah hujan lebih dari
2000 mm yang merata sepanjang tahun. Di daerah yang mempunyai musim kering 4-
5 bulan, pisang masih bisa tumbuh baik asalkan air tanahnya maksimal 150 cm di
-
8
bawah permukaan tanah. Pisang juga dapat tumbuh bagus dilahan berpasir atau
berbatu kerikil, asalkan subur. Keasaman tanah (pH) yang dikehendaki pisang adalah
5,5-7,5. Berdasarkan syarat tumbuh pisang tersebut, hampir semua wilayah di
Indonesia dapat ditanami pisang (Tim Redaksi Trubus, 2002).
Perbanyakan Tanaman
Teknik perbanyakan tanaman yang baik dibutuhkan untuk meningkatkan
produktivitas tanaman. Penyediaan bibit yang baik dan benar merupakan suatu upaya
untuk meningkatkan produksi tanaman terutama untuk memenuhi permintaan dalam
skala besar. Masalah penyediaan bibit tersebut diharapkan dapat diatasi melalui
perbanyakan tanaman secara in vitro. Prinsip kultur jaringan ada dua, yaitu,
mengisolasi (memisahkan) bagian tanaman dari tanaman induk dan menumbuhkan
serta mengembangkan bagian tanaman tersebut di dalam media yang kondisinya
mendorong pertumbuhan bagian tanaman, kedua prinsip tersebut dilakukan dalam
kondisi bebas hama, penyakit, dan mikroorganisme (aseptik) (Wardiyarti, 1998).
Dalam metode perbanyakan melalui kultur in vitro pertumbuhan dan
perkembangan eksplan sangat dipengaruhi oleh jenis media dasar dan zat pengatur
tumbuh. Media MS merupakan media dasar yang umumnya digunakan untuk
perbanyakan sejumlah besar spesies tanaman. Media dasar tersebut kaya akan
mineral yang merangsang terjadinya organogenesis (Gunawan, 1995).
Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan langkah penting dalam perbanyakan tanaman secara
in vitro. Selama pertumbuhan in vitro, tanaman berkembang di bawah kondisi yang
terkendali, termasuk lingkungan tertutup, tanpa pertukaran gas, dengan kelembaban
tinggi di udara, intensitas cahaya rendah, dan penggunaan gula dari media sebagai
sumber karbon dan energi. Aklimatisasi adalah proses pengandaptasian tanaman dari
media hara in vitro ke media tanah in vivo. Tanaman yang tumbuh secara in vivo
bebeda dengan keadaan tanaman yang tumbuh secara in vitro, oleh sebab itu
pemindahannya memerlukan teknik khusus agar derajat kematian dapat ditekan
seminimal mungkin (Wardiyarti, 1998). Menurut Supriati (2011), pada saat akan
melakukan aklimatisasi, 1-2 hari botol sudah dipindahkan ke rumah kaca dengan
tujuan penyesuaian lingkungan (hardening), kemudian bibit dikeluarkan dari botol
-
9
dengan cara membersihkan di bawah air mengalir sampai tidak ada agar-agar yang
melekat pada bibit. Rendam dalam larutan fungisida 2 g/l selama 5-10 menit,
kemudian kering anginkan di atas kertas koran.
Menurut Izudin (2013, kondisi yang dibutuhkan planlet pada saat aklimatisasi
tergantung pada jenis tanaman dan kualitasnya. Secara umum faktor yang
mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi adalah :
1. Cahaya
Pada kondisi in vitro, tanaman disinari pada tingkat cahaya yang rendah. Bila
tanaman langsung dipindahkan pada kondisi dengan tingkat cahaya yang tinggi maka
daun akan menjadi kering seperti terbakar. Untuk itu pada saat tanaman
diaklimatisasi perlu diberikan naungan. Naungan akan mengurangi transpirasi dan
kelebihan cahaya yang dapat merusak molekul klorofil. Setelah beberapa waktu
dibawah naungan, tanaman secara perlahan-lahan dipindahkan ke kondisi
pencahayaan sebenarnya dimana tanaman akan ditanam. planlet diletakkan pada
ruangan dengan intensitas cahaya sekitar 40-50%.
2. Temperatur
Kondisi di ruang aklimatisasi (rumah kaca) diusahakan mempunyai suhu
berkisar antara 25o 30o C karena pada saat planlet dalam kondisi in vitro, suhu
ruang kultur konstan, yaitu 250
C . Pengaturan suhu dapat juga dilakukan dengan
melakukan penyiraman, fentilasi terkontrol dan sistem pengkabutan.
3. Kelembaban
Mempertahankan kelembaban relatif yang tinggi untuk beberapa hari pertama
setelah aklimatisasi merupakan hal yang penting untuk meningkatkan daya hidup
planlet. Pada saat planlet dalam botol, pada kondisi in vitro kelembapannya 80-99%,
namun pada saat planlet dipindahkan ke rumah kaca kelembapan akan menurun
hingga mencapai 50% . Penurunan kelembaban dan harus selambat mungkin
dilakukan untuk membentuk tanaman yang makin kuat sehingga tanaman tidak stres.
Beberapa teknik mendapatkan kelembaban yang sesuai adalah dengan menggunakan
sistem penutupan dengan kantong plastik bening (sungkup), sistem ini terbukti lebih
baik dan relatif murah dan mudah dalam pengerjaannya.
4. pH media tanam
-
10
Media tanam pada kondisi in vitro terdiri dari berbagai komposisi, yaitu hara
makro, hara mikro, vitamin dan zpt, dimana pH media tersebut berkisar antara 5,8-
6,2. Pengaturan pH media tanam dapat dilakukan dengan pemberian KOH atau HCL.
Pada saat aklimatisasi pH media tanam yang digunakan juga harus sesuai dengan
media tanam pada kondisi in vitro.
Pupuk NPK mutiara
Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara,
misalnya pupuk NP, NK, PK, NPK ataupun NPKMg. Disebut pupuk majemuk
karena pupuk ini mengandung unsur hara makro dan mikro dengan kata lain pupuk
majemuk lengkap bisa disebut sebagai pupuk NPK atau Compound Fertilizer.
Pupuk majemuk NPK adalah pupuk anorganik atau pupuk buatan yang dihasilkan
dari pabrik-pabrik pembuat pupuk, yang mana pupuk tersebut mengandung unsur-
unsur hara atau zat-zat makanan yang diperlukan tanaman (Sutejo, 2002).
Kandungan unsur hara dalam pupuk majemuk dinyatakan dalam tiga angka yang
berturut-turut menunjukkan kadar N, P2O5 dan K2O (Hardjowigeno, 2003).
Pupuk majemuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah NPK Mutiara,
berwarna biru muda dengan bentuk berupa butiran dan bersifat sangat higroskopis.
Pupuk Majemuk NPK mutiara merupakan pupuk majemuk lengkap yang
mengandung unsur hara esensial bagi tanaman seperti 16% N (Nitrogen), 16% P2O5
(Phospate), 16% K2O (Kalium), 0.5% MgO (Magnesium), dan 6% CaO (Kalsium).
(Sutedjo et al, 1991).
Dosis pupuk disesuaikan atau diseimbangkan dengan unsur hara yang diserap
tanaman dari dalam tanah, yaitu sebanyak 95 kg N/ha, 26 kg P2O5/ha, 304 kg
K2O/ha, dan 114 kg kapur CaO/ha. Menurut Rismunandar, dosis pemupukan pisang
diluar negeri dianjurkan menggunakan urea (45% N) sebanyak112-225 kg/ha,
superfosfat atau SP (18% P2O5) 375-862 kg/ha, dan kaliumsulfat atau ZK (50% K2O)
270-540 kg/ha. Sementara di Indonesia dalam satu hektar lahan dianjurkan
menggunakan 250-350 kg urea, 140-200 kg SP-36, dan 150-550 kg KCl. Bila
menggunakan pupuk majemuk NPK (15-15-15), dosisnya sebanyak 650-900
kg/ha/tahun. Dosis pemupukan tersebut tergantung pada jenis dan kesuburan tanah.
Pemberian pupuk dapat dilakukan secara sebar dalam rorak di antara dua baris
-
11
tanaman atau secara melingkar pada batang pisang dengan jarak sekitar 0,5 meter.
Untuk kapur pertanian (CaO) atau dolomit hanya diberikan pada tanah yang bereaksi
masam atau pH di bawah 5,5. Dosis kapur pertanian ini sebanyak 2 ton/ha
(Sunarjono, 2002).
Pupuk kandang Kotoran Ayam
Pemanfaatan pupuk kandang ayam termasuk luas. Umumnya diperguna-kan
oleh petani sayuran dengan cara mengadakan dari luar wilayah tersebut, misalnya
petani kentang di Dieng mendatangkan pupuk kandang ayam yang disebut dengan
chiken manure (CM) atau kristal dari Malang, Jawa Timur (Widowati et al., 2005).
Pupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih
tinggi dari pupuk kandang lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi oleh jenis
konsentrat yang diberikan. Selain itu pula dalam kotoran ayam tersebut tercampur
sisa-sisa makanan ayam serta sekam sebagai alas kandang yang dapat
menyumbangkan tambahan hara ke dalam pukan terhadap sayuran (Widowati et al.,
2005).
Beberapa hasil penelitian aplikasi pupuk kandang ayam selalu memberikan
respon tanaman yang terbaik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pupuk
kandang ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang
cukup pula jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pupuk kandang
lainnya. Pemanfaatan pupuk kandang ayam ini bagi pertanian organik menemui
kendala karena pupuk kandang ayam mengandung beberapa hormon yang dapat
mempercepat pertumbuhan ayam (Widowati et al., 2005).
selain sebagai sumber hara pupuk kandang ayam mampu meningkatkan pH
dan meningkatkan Kejenuhan Basa karena pupuk kandang ayam mengandung basa-
basa seperti K, Ca dan Mg serta fungsinya sebagai chelating agent terhadap kation
logam Al dan Fe serta dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah. Selain itu,
juga berperan dalam perbaikan sifat fisik dan biologi tanah. Secara fisika, pupuk
kandang ayam dapat meningkatkan kesuburan tanah. Menurut Hardjowigeno (2003),
bahwa pupuk kandang memperbaiki sifat fisika tanah melalui perbaikan struktur
tanah menjadi lebih gembur dan remah, serta meningkatkan kapasitas menahan air.
-
12
Secara biologis, mampu menambah jumlah dan meningkatkan aktivitas
mikroorganisme tanah sehingga terjadi dekomposisi bahan organik tanah.
Dalam budidaya pisang bila menggunakan pupuk kandang, dosisnya sekitar
10-20 kg/lubang tanam. Sementara bila menggunakan bokashi, dosisnya setara
dengan pupuk kandang tersebut, yaitu 20-40 kg/lubang tanam. Sebagian dosis pupuk
kandang atau bokashi dicampur dengan tanah lapisan bawah, sedangkan sisanya
dicampur dengan tanah lapisan atas. Lapisan tanah bawah dimasukkan ke dasar
lubang, sedangkan lapisan tanah atas digunakan untuk mengurug lubang setelah bibit
ditanam (Sunarjono, 2002).
Tanah gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi
dengan kisaran pH 3 - 4. Gambut oligotropik yang memiliki substratum pasir kuarsa
di Bereng bengkel, Kalimantan Tengah memiliki kisaran pH 3,25 3,75. Sementara
itu gambut di sekitar Air Sugihan Kiri, Sumatera Selatan memiliki kisaran pH yang
lebih tinggi yaitu 4,1-4,3 merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil tanaman. Untuk mengatasi faktor pembatas tersebut
diperlukan pengelolaan tanah, salah satunya dengan ameliorasi tanah misalnya
pemupukan baik pemberian pupuk organik maupun pupuk anorganik. Tanah gambut
berkadar organik tinggi, pH sangat masam, KTK tinggi, KB rendah dan nisbah C/N
tinggi. Sehingga sulit diserap tanaman, bersifat lepas dan mempunyai aerasi dan
drainase yang kurang baik sehingga mengakibatkan minimnya kemampuan
menyerap air dan hara sehingga tanah gambut umumnya tidak subur (miskin unsur
hara) dan lambat kering. (Polak, B. 1949).
Berdasarkan kondisi fisik tanah gambut tersebut, maka pemberian pupuk
kandang ayam (pupuk organik) akan memperbaiki kondisi fisik tanah menjadi lebih
baik. Dari segi penyediaan hara, adanya pemberian pupuk NPK mutiara dan pupuk
kandang sangat menunjang ketersediaan unsur hara makro dan mikro secara simultan
untuk tanah dan tanaman. Maksudnya unsur hara pupuk anorganik bersifat mudah
dan cepat tersedia sedangkan pupuk organik bersifat tersedia secara lambat dan
bertahap (Soepardi, 1983).
Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan antara 15,5 18,5 juta hektar
yang tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya. Dari luas gambut 18,5 juta
-
13
hektar, diantaranya terdapat sekitar 4,61 juta ha (24,9%) di Kalimantan Barat, 2,61
juta ha (11,7%) di Kalimantan Tengah, 1,48 juta ha (8%) di Kalimantan Selatan dan
1,05 juta ha (5,7%) di Kalimantan Timur (Radjaguguk, B. 2003).
Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan pertanian di lahan
pasang surut (gambut) adalah adanya lapisan gambut tebal dan lapisan pirit (FeS02).
Gambut mempunyai sifat khas, yaitu sifat kering tak balik (irreversible drying) dan
daya retensi air yang besar (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974). Sedangkan pirit
adalah suatu mineral endapan marin yang terbentuk pada tanah yang jenuh air, kaya
bahan organik dan diperkaya oleh sulfat larut yang berasal dari laut. Pirit mempunyai
sifat yang unik dan tergantung pada keadaan air (Radjaguguk, B. 2003).
Pada keadaan jenuh air pirit stabil dan tidak berbahaya, tetapi pada keadaan
kering atau drainase berlebihan maka pirit menjadi labil dan mudah teroksidasi.
Oksidasi pirit akan menyebabkan pemasaman tanah karena diikuti oleh pelepasan ion
ion sulfat dan besi, selanjutnya akan menghancurkan struktur mineral liat tanah
sehingga meningkatkan kadar asam, besi, aluminum dalam larut tanah (Radjaguguk,
B. 2003).
Status hara
Gambut yang terbentuk dekat pantai pada umumnya gambut topogen yang
lebih subur, dibandingkan gambut pedalaman yang umumnya tergolong ombrogen.
Tingkat kesuburan tanah gambut tergantung pada beberapa faktor: (a) ketebalan
lapisan tanah gambut dan tingkat dekomposisi; (b) komposisi tanaman penyusunan
gambut;dan (c) tanah mineral yang berada dibawah lapisan tanah gambut (Andriesse,
1974). Polak (1949) menggolongkan gambut kedalam tiga tingkat kesuburan yang
didasarkan pada kandungan P2O5, CaO, K2O, dan kadar abunya, yaitu: (1) gambut
eutrofik dengan tingkat kesuburan yang tinggi; (2) gambut mesotrofik dengan tingkat
kesuburan yang sedang; dan (3) gambut oligotrofik dengan tingkat kesuburan yang
rendah (Tabel 1).
-
14
Tabel 1. Kandungan hara pada tiga tingkat kesuburan gambut
Tingkat kesuburan Kandungan (% bobot kering gambut)
P2O5 CaO K2O Abu
Eutrofik > 0,25 > 4,0 > 0,10 > 0,25
Mesotrofik 0,20-0,25 1-4,0 0,10 0,20-0,25
Oligotrofik 0,05-0,20 0,25-1 0,03-0,1 0,05-0,20
Sumber : Polak, B. 1949.
M E T O D E P E N E L I T I A N
Metode penelitian yang digunakan adalah Faktorial dua faktor, menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK), dimana yang dijadikan kelompok adalah tinggi
tanaman dengan 3 pengelompokan (4-14 cm, 14-24 cm, dan 24-34 cm). Faktor yang
digunakan meliputi :
Faktor pertama adalah pupuk NPK Mutiara (N) terdiri dari 3 taraf perlakuan,
yaitu :
n1 : 200 kg ha-1
= 200 g/lubang tanam
n2 : 250 kg ha-1
= 250 g/lubang tanam
n3 : 300 kg ha-1
= 300 g/lubang tanam
Faktor kedua adalah pupuk kandang kotoran ayam (K) terdiri dari 4 taraf,
yaitu :
k1 : 5 t ha-1
= 5 kg/lubang tanam
k2 : 10 t ha-1
= 10 kg/lubang tanam
k3 : 15 t ha-1
= 15 kg/lubang tanam
k4 : 20 t ha-1
= 20 kg/lubang tanam
Tabel 2. Kombinasi perlakuan pupuk NPK mutiara (N) dan pupuk kandang kotoran
ayam (K).
Pupuk NPK
Mutiara (N)
Pupuk Kandang Kotoran Ayam (K)
k1 = 1 k2 = 2 k3 = 3 k4 = 4
n1 = 1 n1k1 n1k2 n1k3 n1k4
n2 = 2 n2k1 n2k2 n2k3 n2k4
n3 = 3 n3k1 n3k2 n3k3 n3k4
-
15
Dari percobaan tersebut terdapat 12 kombinasi perlakuan, dimana setiap perlakuan di
ulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 36 satuan percobaan.
Tempat dan Waktu
Percobaan perbanyakan pisang talas hasil aklimatisasi dilaksanakan pada
lahan gambut di Desa Simpang Nungki RT.1, Kecamatan Cerbon Kabupaten Barito
Kuala. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama 5 (lima) bulan, yaitu mulai bulan
April sampai Agustus 2015
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan
Persiapan dilakukan terutama untuk pengadaan bahan dan alat yang
digunakan. Bahan tanam berupa bibit pisang talas hasil aklimatisasi berumur 3
bulan, tinggi bibit 10-30 cm dan jumlah daun 4-6 helai.
Pelaksanaan
Survei lahan. Survei lahan dilakukan untuk menentukan lokasi penanaman
didaerah Kabupaten Barito Kuala. Lahan yang akan ditanami adalah tipe tanah
gambut. Alat yang digunakan dalam survei yaitu, bor untuk mengetahui ketebalan
gambut pada lahan yang disurvei.
Pembuatan tukungan dan lubang tanam. Tukungan dibuat berdiameter 1 m2
dan lubang tanam dibuat ditengahnya dengan lebar 30 cm, panjang 30 cm, dan
kedalaman 30 cm.
Pengapuran. Kapur yang digunakan adalah dolomit. Pengapuran bertujuan
untuk menaikkan pH tanah awal berkisar antara 3,05-3,12 menjadi pH tanah 4,5-6,5
yang ideal untuk budidaya pisang. Dosis kapur perlubang tanam adalah 2 kg,
Pengapuran dilakukan kurang lebih 4 minggu sebelum tanam.
Persiapan bibit. Bibit pisang talas yang ada di dalam paranet samping lab.
Kultur jaringan faperta unlam banjarbaru dipindahkan menggunakan pike up ke
lahan penelitian di desa Simpang Nungki, kec. Cerbon kab. Barito Kuala.
Pembuatan patok. Patok digunakan untuk menandai titik penanaman dan
memudahkan dalam pengamatan.
-
16
Penanaman. Penanaman dilakukan sore hari pada lubang tanam yang telah
diberi kapur dan pupuk kandang kotoran ayam dua minggu sebelumnya. Jarak tanam
yang digunakan adalah 5 m x 2 m.
Pemeliharaan. Pemeliharaan meliputi penyiraman, pembersihan gulma, dan
pengendalian hama penyakit. Penyiraman dilakukan dua hari sekali dan tergantung
cuaca. Pembersihan gulma dilakukan saat gulma mulai terlihat tumbuh pada lahan
penelitian. Pengendalian hama penyakit pada tanaman menggunakan insektisida
antara lain; Curacron 500 EC untuk menendalikan hama, Dithane M-45 untuk
mengendalikan jamur, dan Agrept 20 WP untuk mengendalikan bakteri.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan bibit pada fase vegetatif.
Peubah-peubah yang diukur dan diamati adalah :
a. Persentase bibit yang hidup dari minggu ke-1 sampai minggu ke-12.
Data diambil dengan rumus :
Persentase bibit hidup = X 100 %
b. Pertambahan jumlah daun. Pertambahan jumlah daun dihitung dengan cara
menghitung jumlah daun baru yang terbentuk sempurna. Pengamatan dilakukan
setiap dua minggu sekali dimulai dari minggu ke-2 sampai minggu ke-12.
c. Pertambahan lebar daun. Pertambahan lebar daun diukur pada tengah daun baru
yang terbentuk sempurna(membuka). Pengamatan dilakukan setiap dua minggu
sekali dimulai dari minggu ke-2 sampai minggu ke-12.
d. Pertambahan panjang daun. Pertambahan panjang daun diukur pada pangkal
daun bagian tengah sampai bagian ujung daun. Pengamatan dilakukan setiap dua
minggu sekali dimulai dari minggu ke-2 sampai minggu ke-12.
e. Pertambahan tinggi bibit. Pertambahan tingggi bibit diukur dari pertambahan
tinggi setelah ditanam, yang diukur dari permukaan tanah hingga ujung titik
tumbuh. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali dimulai dari minggu ke-
2 sampai minggu ke-12.
f. Pertambahan diameter batang. Pertambahan diameter batang diukur dari
pertambahan diameter batang setelah tanam. Pengukuran dilakukan berdasarkan
Jumlah bibit hidup
Jumlah bibit yang ditanam
-
17
pada tinggi tanaman 5 cm dari permukaan tanah. Pengamatan dilakukan setiap
dua minggu sekali dimulai dari minggu ke-2 sampai minggu ke-12.
Analisis Data
Statistik yang digunakan dalam menganalisa peubah-peubah yang diamati
adalah sebagai berikut :
1. Statistik parametrik untuk data kuantitatif menggunakan Model Linear Aditif
dalam Rancangan Acak Kelompok (Sudjana, 1994).
Yijk = +i + j + ()jk + ijk
Keterangan :
I = n1, n2, n3 (perlakuan dosis pupuk NPK mutiara)
j = k1, k2, k3, k4 (perlakuan dosis pupuk kandang kotoran ayam)
k = n1k1, n1k2, n1k3, n1k4, n2k1, n2k2, n2k3, n2k4, n3k1, n3k2, n3k3,
n3k4 (jumlah ulangan)
Yijk = Respon satuan percobaan yang menerima taraf perlakuan
pupuk NPK mutiara dan pupuk kandang kotoran ayam ke-k
pada kelompok ke-i
= nilai tengah umum
i = pengaruh kelompok ke-i
j = pengaruh pupuk NPK mutiara taraf ke-j
k = pengaruh pupuk kandang kotoran ayam taraf ke-k
()jk = Pengaruh interaksi pupuk NPK mutiara taraf ke-j
dengan pupuk kandang kotoran ayam taraf ke-k
ijk = pengaruh galat acak yang menerima perlakuan pupuk NPK
mutiara taraf ke-j dan pupuk kandang kotoran ayam taraf ke-
k pada kelompok ke-i
Data kuantitatif diuji dengan uji Bartlett, setelah data homogen dilanjutkan
analisis ragam dengan uji F 95%, jika analisis ragam menunjukan bahan kombinasi
kedua perlakuan berpengaruh nyata atau sangat nyata, maka analisis dilanjutkan
dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5 %. Jika hanya faktor
N atau faktor K saja yang berpengaruh nyata atau sangat nyata, maka analisis
-
18
dilanjutkan dengan uji BNT pengaruh tidak nyata 5% berdasarkan model linear
aditifnya, dapat dibuat analisis ragam seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK) untuk semua peubah
yang diamati.
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
F Hitung F Tabel
5 % 1 %
Kelompok
Perlakuan
N
K
N x K
Galat
3 1= 2
3 1= 2 4 1= 3
(3 1) (4 1) = 6
(12 1)(3 1) = 22
JKR
JKA
JKB
JKAB
JKE
KTR
KTA KTB KTAB KTE
KTR/KTE
KTA/KTE
KTB/KTE
KTAB/KTE
Total 36 1 = 35 JKT
N = Perlakuan pupuk NPK mutiara.
K = Perlakuan pupuk kandang kotoran ayam.
RINCIAN ANGGARAN PENELITIAN
No Barang yang diperlukan Jumlah Harga
satuan
Biaya yang
diperlukan
Bibit pisang talas hasil
kultur jaringan
40 tanaman 15.000,- 600.000,-
Semprotan 4 buah 25.000,- 100.000,-
Pupuk kandang kotoran
ayam
45 karung 30.000,- 1.350.000,-
Pupuk NPK mutiara 9 kg 15.000,- 135.000,-
Plastik clip 100 bungkus 250,- 25.000,-
Agrept 20 WP 1 bungkus 18.000,- 18.000,-
Curacron 500 EC 1 botol 23.000,- 23.000,-
Dithane M-45 1 bungkus 20.000,- 20.000,-
Kapur pertanian 72 kg 1.000 72.000
Transport pengangkutan
bibit
1x angkut 230.000,- 230.000,-
Analisis tanah 4 sampel 27.000,- 108.000,-
Total 2.081.000,-
-
19
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
Kegiatan April 2015 Mei 2015 Juni 2015 Juli 2015 Agustus 2015
M M M M M M M M M M M M M M M M M M M M
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Survei lahan
Pembersihan Lahan
Persiapan media
tanam
pengapuran
Penanaman planlet
Pemupukan
pertama kotoran
kandang ayam
Pemupukan
susulan NPK
mutiara
Penyiraman
Pengamatan
Perhitungan
persentase planlet
hidup, pertambahan
jumlah daun, dan
tinggi planlet
Laporan hasil
penelitian
LAMPIRAN
SARANA DAN PRASARANA
Bahan
Bahan tanam. Bahan tanam berupa bibit pisang talas hasil aklimatisasi dari
laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru.
Pupuk NPK Mutiara. Pupuk NPK mutiara digunakan untuk memberikan
tambahan unsur hara pada tanaman.
-
20
Pupuk kandang kotoran ayam. Pupuk kandang kotoran ayam digunakan untuk
memberikan tambahan unsur hara pada tanaman.
Pestisida. Pestisida yang digunakan adalah Curacron 500 EC untuk
mengendalikan hama pada tanaman pisang dilapangan.
Fungisida. Fungisida yang digunakan adalah Dithane M-45 untuk
mengendalikan serangan jamur pada tanaman pisang dilapangan.
Bakterisida. Bakterisida yang digunakan adalah Agrept 20 WP untuk
mengendalikan serangan bakteri pada tanaman pisang dilapangan.
Kapur pertanian. Kapur pertanian yang digunakan adalah dolomit untuk
menaikkan pH tanah.
Alat
Cangkul. Cangkul digunakan untuk membuat gundukan dan lubang tanam.
Parang. Parang digunakan untuk membersihkan gulma pada lahan.
Meteran. Meteran digunakan untuk mengukur tinggi tanaman.
Handsprayer. Handsprayer digunakan untuk menyemprot zat cair pada
tanaman pisang dilapangan.
Kamera. Kamera digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian
yang dilaksanakan serta perkembangan tanaman dengan gambar.
Alat-alat lainnya. Alat-alat lainnya seperti pisau, ember, alat tulis, dan lain-
lain.
-
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, M., A. Hairani. 2007. Karakteristik kimia lahan gambut dangkal dan
potensinya untuk pertanaman cabai dan tomat. Bul. Agron. 35:36-43.
Aspariah, Noor. 2007. Respon Pertumbuhan dan Hasil Dari Anakan Kedua Pisang
Talas (Musa pardisiaca var sapientum L.) Terhadap Dosis Nitrogen dan
Kotoran Ayam. Tesis. Fakultas Pertanian Universitas Lambug Mangkurat.
Banjarbaru.
Balai Penelitian Tanaman Buah-Buahan. 1996. Komoditas Pisang. Balai
Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Solok.
Breemen,V. N. dan L.J. Pons. 1978. Acid Sulphate Soils and Rice. In IRRI.
Soil and Rice. Pp. 739-762. Intern. Rice Res. Ins. Los Banos. Philipinnes.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan. 2014.
Laporan Jumlah Tanaman Yang Menghasilkan dan Produksi Buah-buahan
dan Sayur-sayuran. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru.
Driessen, P.M. and M. Soepraptohardjo, 1974. Soil for Agricultural Expansion
in Indonesia. Soil Research Institute. Bogor.
Foth, Hendry D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Endang
Purbayanti, Dwi Retno Lukiwati dan Rahayuning Trimulatsih. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
FAO-Unesco. 1994. Soil Map of the world. FAO Rome Published By ISRIC.
Wageninagan 140 hal.
Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur In Vitro Dalam Hortikultura. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Kuswanto. 2007. Bertanam Pisang Dan Cara Pemeliharaannya. CV Deriko.
Solo.
Polak, B. 1949. The Rawa Lakbok ( South Priangan, Java ). Investigation into
the Composition of anEutrophic Topogenous bog. Cont. Gen. Agr. Res.
Sta. No. 8, Bogor, Indonesia.
Purnamayani, R., S. Sabiham, Sudarsono, L.K. Darusman. 2004. Nilai muatan
titik nol (MTN) dan hubungannya dengan erapan kalium tanah gambut
pantai Jambi dan Kalimantan Tengah. J. Tanah Lingkungan 6:75-82.
-
31
Radjaguguk, B. 2003. Perspektif Permasalahan dan Konsepsi Pengelolaan
Lahan Gambut Tropika untuk Pertanian berkelanjutan. Pidato Pengukuhan
Guru Besar. UGM.
Rukmana, R. 1999. Usahatani Pisang. Kanisius. Yogyakarta.
Sunarjono, H. 2008. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutedjo, M.M. dan A.G. Kartasapoetra. 1991. Pengantar Ilmu Tanah. Terbentuknya
Tanah dan Tanah Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta. Soepardi, G., 1984.
Laporan Kemajuan Kegiatan Penelitian di Test Farm Gambut Pedalaman
Bereng Bengkel, Kalimantan Tengah. Kerjasama Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Tingkat I Kalimantan Tengah dengan Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Suyanti dan A. Supriyadi. 2008. Pisang : Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen.Tarsito. Bandung.
Tim Redaksi Trubus. 2012. Berkebun Pisang Secara Intensif. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Widowati, L.R., Sri Widati, U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2005. Pengaruh Kompos
Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Bahan Mineral dan Pupuk Hayati
terhadap Sifat-sifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi Sayuran Organik.
Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan Agribisnis, Balai
Penelitian Tanah, TA 2005.
Wardiyarti, T. 1998. Kultur Jaringan Tanaman Hortikultura. Lembaga Penerbitan
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. ISBN 979-508-242-6.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agro
Media Pustaka, Jakarta.
-
32
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Usulan Skripsi : Respon Pertumbuhan Pisang Talas (Musa
paradisiaca var sapientum L) Hasil Aklimatisasi
Terhadap Pemberian Pupuk NPK Mutiara Dan Pupuk
Kandang Kotoran Ayam Pada Lahan Gambut Di
Kabupaten Barito Kuala
Nama : Rahmat
NIM : E1A211217
Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui oleh Tim Pembimbing:
Anggota,
Ir. Hj. Tuti Heiriyani, MP
NIP. 19621201 199010 2 001
Ketua,
Ir. H. M. Ermayn Erhaka, MS
NIP. 19540701 19800 31 006
Diketahui oleh:
Ketua Program Studi Agroekoteknologi
Dr. Ir. Fakhrur Razie, M.Si
-
33
NIP. 19670707 199303 1 004