induksi anastesi dan ketamin
TRANSCRIPT
INDUKSI ANASTESI
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien
tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia
sampai tindakan pembedahan selesai.
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
LaringoScope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai
dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon
(cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan
lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak
menyumbat jalan napas.
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang
mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S : Suction penyedot lender, ludah danlain-lainnya.
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena
dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi
bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi,
pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu diberikan
oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
Obat-obat induksi intravena:
1. Tiopentine Sodium ( Tiopental,pentotal, intravena)
Semua barbiturate untuk keperluan klinik berada dalam bentuk garam
sodium (berupa bubuk kuning). Dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5% atau
5% dengan pH 10,8. Tiopental bersifat stabil selama satu sampai dua minggu jika
didinginkan. Metabolisme thiopental terutama terjadi di hepar; hanya sebagian
kecil thiopental keluar lewat urine. Pulih sadar yang cepat setelah thiopental
disebabkan oleh pemecahan dalam hepar yang cepat. Dilusi dalam darah dan
redistribusi ke jaringan tubuh yang lain. Oleh karena itu thiopental termasuk obat
dengan daya kerja yang sangat singkat. Efek utama ialah depresi pusat pernafasan.
Thiopental mendepresi pusat vasomotor dan kontraktilitas miokard yang
mengakibatkan vasodilatasi, sehingga dapat menurunkan curah jantung dan
tekanan darah.
Pada injeksi perivena, thiopental akan menyebabkan rasa sakit, bengkak
dan dapat terjadi nekrosis. Pada injeksi intra ateri akan memberi rasa terbakar,
spasme arteri dan kemungkinan thrombosis. Obat ini juga dapat menimbulkan
vertigo, disorientasi pasca operasi. Tiopental beguna untuk induksi pada anestesi
umum, anestesi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka, tindakan
ginekologi kecil seperti dilatasi dan kuret, sedasi pada analgesia regional, dan juga
dapat digunakan untuk mengatasi kejang-kejang eklamsia, epilepsy, tetanus, dll.
Tiopental tidak dapat digunakan secara mutlak pada status asmatikus dan porfiria.
Obat ini juga harus hati-hati pemakainnya pada keadaan syok (karena sifat
vasodilatasi dan depresi SSP), pada anemia, uremia, disfungsi hepar, dispneu
(pada penyakit jantung atau jantung), asma bronchial, versi ekstrasi, miastenia
gravis, riwayat alergi terhadap thiopental. Dosis induksi : 3-4 mg/kgBB, biasanya
diberi test dose 50-75 mg pada awalnya untuk mengetahui reaksi pasien.
2. Etomidate
Etomidate merupakan suatu derivate imidazole dengan struktur yang
berbeda daripada obat anestetik lain. Inti dari imidazol mampu berikatan dan
menghambat beberapa isoenzim dari sitokrom P450. Etomidate larut dalam air
pada pH asam dan larut dalam lemak pada pH fisiologis dengan sediaan solusio
0.2% dalam 35% propylene glycol. Dosis induksi: 0,3 mg/kgBB biasanya di
dalam sediaan 10 cc dengan 2 mg/cc.
Etomidate bekerja melalui reseptor GABAA dengan onset yang cepat.
Durasi kerjanya berlangsung cepat, hampir sama dengan thiopental dan prpofol.
Obat ini sebaiknya dikombinasikan dengan obat-obatan lain yang menekan respon
otonom atau somatic
Etomidate dikenal sebagai salah satu obat yang memiliki efek lemah
terhadap kardiovaskular. Pada dosis induksi, pengaruhnya terhadap tonus
pembuluh darah arteri atau vena hanya sedikit dan tidak mengganggu
kontraktilitas dari jantung. Selain itu etomidate tidak melepaskan histamine.
Efek penekanan etomidate terhadap sistem respirasi lebih minimal
dibandingkan dengan thiopental atau propofol, tetapi dengan dosis induksi masih
dapat timbul transient apnoe. Orang dengan PPOK tidak akan mengalami depresi
pernafasan yang lebih berat.
Etomidate membuat perubahan pada CMRO2, CBF, and TIK seeperti yang
terlihat pada penggunaan thiopental dan propofol. Etomidate mungkin berguna
pada penggunaan singkat dalam operasi bedah saraf yang membutuhkan
kestabilan kardiovaskular. Etomidate berhubungan erat dengan mual muntah
setelah anestesi intravena (sekitar 30-40% kasus). Pelarut Propylene glycol dapat
menyebabkan nyeri saat penyuntikan dan flebitis superficial.
Fenomena eksitasi, seperti cegukan dan gerakan mioklonik adalah hal
yang biasa selama proses induksi. Keamanan etomidate pada pasien dengan
porfiiria masih dipertanyan. Etomidate aman diberikan pada pasien dengan
hipertermia.
Setelah diberikan dosis untuk induksi sebanyak 0.3 mg/kg, kehilangan
kesadaran dan proses pengembalian kesadaran akan sama seperti penggunaan
thiopental dan propofol. 75% dari etomidate berikatan pada protein plasma.
Etomidate adalah obat anestesi pilihan yang sering digunakan pada pasien
dengan disfungsi jantung atau hipovolemi. Stabilitas hemodinamik pada induksi
dengan etomidate lebih baik dibandingkan metode induksi lain. Secara teori,
farmakokinetik dari etomidate merupakan obat yang paling baik digunakan pada
operasi yang berlangsung singkat, tetapi insidensi dari mual dan muntah
merupakan satu kekurangan yang cukup besar bagi pasien yang melakukan
operasi pada hari yang sama. Timbulnya mioklonus dan cegukan cukup
mengganggu tetapi angka kejadiannya sama dengan penggunaan methohexital.
Penggunaan etomidate sebagai obat induksi dan pemeliharaan jangka pendek dan
penurunan kadar kortisol tidak akan menimbulkan masalah. Intinya, keputusan
untuk menggunakan etomidate diambil berdasarkan stabilitasnya terhadap sistem
kardiovaskular dan sistem respirasi.
Etomidate menekan sistem mengaktifkan retikuler dan meniru efek
inhibisi dari GABA. Efek disinhibitory dari etomidate pada bagian-bagian dari
sistem saraf yang mengendalikan aktivitas motorik ekstrapiramidal berkontribusi
pada tingginya insiden myoclonus.
3. Benzodiazepine
Benzodiazepine berikatan dengan α dan γ subunit dari GABAA receptor.
Benzodiazepine memiliki efek yang mirip dengan thiopental pada CMRO2 dan
TIK, tetapi efeknya lebih rendah dibandingkan dengan thiopental. Efek dari
benzodiazepine pada CBF(Cerebral Blood Flow) bervariasi dan fungsinya lebih
Nampak pada tekanan darah. Benzodiazepin merupakan antikonvulsan yang
sangat baik, meskipun demikian benzodiazepine bersifat cross tolerance terhadap
alkohol dan barbiturate sehingga orang yang sudah menggunakan alkohol dan
barbit urat sebelumnya, apalagi penggunaan yang kronik, akan membutuhkan
benzodiazepine lebih untuk dosis sedatif. Pada dosis yang tinggi, benzodiazepine
tidak menyebabkan penekanan dari EEG. Pada dosis subhipnotik benzodiazepine
menyebabkan amnesia anterograde. Efek kardiovaskular oleh benzodiazepine
lebih kecil dibandingkan dengan thiopental ataupun propofol. Beberapa pembuluh
darah mengalami vasodilatasi sehingga terjadi penurunan venous return ke
jantung, meskipun demikian efek terhadap kontraktilitas miokardium kecil.
Benzodiazepine berpengaruh sedikit dalam menimbulkan mual muntah dan aman
digunakan pada pasien dengan hipertermia maligna. Hipersensitivitas terhadap
benzodiazepine jarang terjadi.
Setelah diberikan obat golongan benzodiazepine (misalnya :midazolam),
penurunan kesadaran akan berlangsung dengan cepat, tetapi proses pengembalian
kesadaran akan lebih pelan dan perasaan pusing (hangover) biasanya lebih
panjang dibandingkan penggunaan tiopenthal atau propofol.
Diazepam (Valium)
Termasuk golongan benzodiazepine yang berkasiat sebagai tranquilizer
(obat penenang). Benzodiazepine yang lain, chlordiazepoxid (Librium),
nitrazepam (mogadon), oxazepam (serenid D) dll.
Pada dosis rendah timbul sedasi, sedang dosis besar akan bersifat hipnotik.
Efek terhadap SSP bervariasi dari orang ke orang lain. Pada satu pasien mungkin
akan kehilangan kesadaran setelah dosis kecil. Pada pasien lain, dengan dosis 1
mg/kg baru tertidur. Obat ini juga mempunyai efek sebagai pelemas otot (ringan)
agaknya bekerja ditingkat supra spinal. Menimbulkan amnesia anterograd.
Pengaruhnya minimal sekali baik terhadap kontraksi maupun denyut jantung,
kecuali pada dosis terlalu besar. Hipotensi kadang-kadang terjadi disebabkan oleh
reflek relaksasi pembuluh darah perifer, bukan karena depresi terhadap miokard.
Obat ini juga menimbulkan depresi ringan terhadap pernafasan yang biasanya
tidak serius.Pada premedikasi digunakan I.M. (10 mg) atau oral (5-10 mg ), untuk
induksi 0,2-0,6 mg/kg BB terutama untuk “poor risk”. Obat ini juga dapat
digunakan untuk penggunaan lain seperti sedasi pada analgesia regional (5-10mg),
endoskopi, kebidanan, sedasi pasca bedah, dan untuk mengendalikan kejang pada
epilepsy, tetanus, eklampsia.
Midazolam
Midazolam adalah obat yang paling sering digunakan sebagai sedatif
preoperatif. Penggunaan obat ini menggantikan diazepam karena tidak
menimbulkan rasa sakit pada proses penyuntikan. Midazolam diberikan secara
bolus intravena. Biasanya setelah diadministrasikan sebanyak 1-2 mg pasien akan
mengantuk, lebih tenang, dan mengalami anterograde amnesia yang berlansung
secara singkat. Efek sedatif midazolam dapat dipelihara dengan bolus 0.5-1 mg.
Dosis penggunaan midazolam dan diazepam pada orang tua harus dikurangi
karena peningkatan sensitivitas dan penurunan clearance pada orang tua. Penyakit
pada hepar yang menghambat metabolisme oksidatif diazepam dapat
meningkatkan intensitas dan durasi dari sedative. Pada orang dengan penyakit
ginjal, dapat terjadi keterlambatan ekskresi dari hydroxymidazolam dan
mengakibatkan peningkatan efek obat tersebut terhadap tubuh.
4. Propofol
Propofol adalah 2,6-diisopropylphenol, merupakan derivat fenol. Propofol
berbentuk minyak pada suhu kamar dan tidak larut dalam air. Propofol kemudian
dibentuk dalam sediaan emulsi 1% intralipid, merupakan sumber nutrisi lemak
pada pasien yang menerima nutrisi parenteral total. Emulsi propofol biasanya
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri, dimana sediaan propofol yang
terdahulu berhubungan erat dengan kejadian sepsis iatrogenik. Sediaan propofol
sekarang memiliki agen bakteriostatik dalam konsentrasi yang rendah untuk
memperlambat pertumbuhan bakteri.
Efek propofol ke sistem saraf pusat mirip dengan efek tiopental. Propofol
merupakan obat hipnotik bereaksi cepat dan juga menurunkan aliran darah otak
dan Tekanan Intrakranial. Seperti tiopenthal, propofol bereaksi terhadap CNS
melalui peningkatan penghambatan neurotransmitter melalui reseptor GABAA.
Studi in vitro mengatakan bahwa propofol juga menghambat glutamat melalui
reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA). Propofol juga mengurangi aliran darah
ke otak dan tekanan intra kranial. Meskipun propofol belum dipelajari mengenai
aktivitas neuropotektifnya, propofol diduga memiliki efek neuroprotektif sama
seperti tiopental. Propofol harus digunakan secara hati-hati karena efeknya m
enyebabkan hipotensi lebih tinggi daripada tiopenthal. Propofol juga merupakan
antikonvulsan dan telah digunakan sebagai obat untuk menangani status
epileptikus, namun efek demikian tidak dihasilkan pada dosis sedatif. Konsentrasi
subhipnotik propofol memiliki efek antiemetik, tidak seperti obat anestesi
intravena yang lain.
Efek propofol pada sistem pernapasan mirip dengan tiopental dimana
terjadi penurunan tidal volume dan peningkatan PaCO2. Setelah diberikan dosis
induksi 1-3 mg.lg biasanya pasien akan menjadi apnoe untuk beberapa menit dan
mengalami penurunan refleks airway yang lebih besar dari tiopental. Depresi
pernapasan semakin meningkat pada pasien dengan riwayat PPOK (Penyakit Paru
Obstruktif Kronik), dan terjadi efek sinergis antara propofol dan opioid dalam
menyebabkan penekanan sistem pernapasan. Tidak seperti tiopental, propofol
tidak menyebabkan pelepasan histamin.
Propofol menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik daripada
tiopental. Propofol menyebabkan penurunan venous return dalam jumlah yang
besar dan menyebabkan resistensi vaskular arteri sistemik sehingga terjadi
penurunan baik itu preload ataupun afterload. Hipotensi yang disebabkan propofol
semakin parah pada orang tua, orang dengan disfungsi jantung atau hipovolemia,
orang yang mendapat opioid atau benzodiazepin sebagai premedikasi, atau orang
yang mendapat terapi dengan β blocker atau vasodilator.
Propofol sangat larut dalam lemak. Waktu paruh yang singkat (2-8 menit)
Mengakibatkan durasi kerja yang singkat. Eliminasi terjadi secara primer lewat
metabolisme di hati. Pemulihan dari propofol lebih cepat dan diiring dengan sakit kepala
yang lebih ringan dibanding obat-obat induksi yang lain
Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi
o N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5
kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik
lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri
menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tapi
dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain seperti halotan.
o Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup
dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau
10% sekitar faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi
hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard,
dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat.
Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.
o Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif
disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi
lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik
disbanding halotan.
o Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah
otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari
untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguan koroner.
o Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat
simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya
seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan
untuk induksi anestesi.
o Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak
menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi
anestesi inhalasi disamping halotan.
Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.
Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya
sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak
beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.
Ketamin
Ketamin adalah suatu “rapid acting non barbiturat general anesthethic”
termasuk golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-
chlorophenil) – 2 (methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Pertama kali
diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada tahun 1965.1 Ketamin tersedia dalam
tiga jumlah konsentrasi diantaranya 10 mg/ml, 50mg/ml, 100 mg/ml yang
biasanya digunakan untuk perawatan anesthesia, intravena anesthesia, dan injeksi
intramuskular.
Farmakodinamik
Sistem Saraf Pusat
Ketamin menimbulkan efek inhibisi dengan menutup reseptor NMDA.
Reseptor NMDA sama seperti GABA, sebuah ion channel, tetapi NMDA
digerbangi oleh eksitatori neurotransmitter glutamat.yang ketika terbuka , akan
melewati arus dibawa oleh ion kalsium. Keadaan anestesi yang disebabkan oleh
ketamin disebut dissociative anesthesia. Keadaan tersebut tidak menyerupai tidur
normal. Pasien menjadi terdisosiasi dari lingkungannya. Di bawah anestesi
ketamin, pasien dapat bergerak, bersuara, membuka dan menggerakan matanya.
Walaupun begitu, pasien teranestesi dan tidak berespon terhadap rangsangan
yang berbahaya atau mempunyai suatu ingatan dari peristiwa yang terjadi selama
anesthesi. Ketamin menyebabkan analgesik yang dalam dan tetap sampai periode
post operasi. Halusinasi dapat dirasakan sebagai sesuatu yang tidak
menyenangkan, dan halusinasi atau disforia dapat timbul dalam periode post
operasi. Berbeda dengan anestesi intravena yang lain, ketamin menyebabkan
peningkatan dari CMR O2, aliran darah ke otak, dan tekanan intrakranial. Oleh
sebab itu, penggunaan ketamin merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
masa intrakranial, atau pasien yang baru saja mengalami trauma kepala.
Sistem Kardiovaskular
Berbeda dengan obat anestesi intravena yang lain, ketamin biasanya menyebabkan
peningkatan tekanan darah, frekuensi nadi, kontraktilitas jantung, dan tahanan
vaskular sistemik. Hal tersebut merupakan efek tidak langsung dari peningkatan
tonus simpatis dan peningkatan katekolamin yang dimediasi oleh medula adrenal.
Tekanan darah akan naik baik sistole maupun diastole. Kenaikan rata-rata antara
20-25 % dari tekanan darah semula, mencapai maksimal beberapa menit setelah
suntikan dan akan turun kembali dalam 15 menit kemudian.
Sistem Respirasi
Sifat Bronkodilator yang cukup kuat ada pada ketamin, namun dosis normal tidak
mempengaruhi ventilasi.
Mekanisme Kerja
Ketamine memblok reflex polysinaps di corda spinalis, menghambat eksitasi
neurotransmitter. Ketamine juga memiliki efek inotropik negative dimana, ia
dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium sehingga pada pasien dengan
keadaan darurat atau memiliki penyakit jantung dapat menimbulkan iskemia
jaringan.
Farmakokinetik
Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan hidrolisis dalam hati, kemudian
dieksresi terutama dalam bentuk metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh. ( 6 )
Dosis dan Pemberian
iv : dosis 1-4 mg/kgBB, dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB dengan lama kerja ±
15-20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan.
im : dosis 6-12 mg/kgBB, dosis rata-rata 10 mg/kgBB dengan lama kerja ± 10-25
menit, terutama untuk anak dengan ulangan 0,5 dosis permulaan.
pulih sadar pemberian ketamin kira-kira tercapai antara 10 – 15 menit, tetapi sulit
untuk menentukan saatnya yang tepat, seperti halnya sulit menentukan permulaan
kerjanya.
Indikasi Pemakaian Ketamin
Ketamin dipakai baik sebagai obat tunggal maupun sebagai induksi pada anestesi
umum :
1. Untuk prosedur dimana pengendalian jalan nafas sulit, misalnya pada koreksi
jaringan sikatrik daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang-kadang
sukar.
2. Untuk prosedur diagnostik pada bedah syaraf/radiologi (arteriografi)
3. Tindakan orthopedi (reposisi, biopsi)
4. Pada pasien dengan resiko tinggi : ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat
dipakai untuk induksi pada shock.
5. Untuk tindakan operasi kecil.
6. Di tempat di mana alat-alat anestesi tidak ada.
7. Pada asma, merupakan obat pilihan untuk induksinya. ( 1 )
Kontraindikasi pemakaian Ketamin
1. Pasien hipertensi dengan sistolik 160 mmHg pada istirahat dan diastolik 100
mmHg.
2. Pasien dengan riwayat CVD.
3. Dekompensasi cordis.
4. Penyakit dengan peningkatan tekanan intrakranial (edema serebri) atau
peningkatan tekanan intra okuler.